~i~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~ii~
MOZAIK PEMIKIRAN
ISLAM NUSANTARA
Editor:
Achmad Mukafi Niam
Diterbitkan oleh:
Numedia Digital Indonesia
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
Editor:
Achmad Mukafi Niam
ISBN:
978-602-52420-4-5
Diterbitkan oleh:
Numedia Digital Indonesia
Jl Kramat Raya 164 Jakarta Pusat 10430
Telp (021) 3914013, fax (021) 3914014
~iv~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
Kata Pengantar
I
slam Nusantara menjadi istilah yang mengemuka dalam
publik setelah secara resmi menjadi tema Muktamar ke-
33 Nahdlatul Ulama di Jombang pada 2015, sekalipun
jauh sebelumnya sudah digunakan untuk menjelaskan
perkembangan Islam di wilayah Nusantara. Nahdlatul
Ulama secara sengaja mengangkat tema tersebut agar
Islam yang mampu hidup dengan damai di Indonesia ini
dapat terus dipertahankan, dan bahkan nilai-nilainya dapat
disebarluaskan ke seluruh penjuru dunia.
~v~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~vi~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
DAFTAR ISI
~vii~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~viii~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~ix~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~x~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
A
khir-akhir ini Islam Nusantara jadi wacana publik.
Tak hanya di kalangan warga Nahdlatul Ulama
(Nahdliyin), tetapi seluruh masyarakat Indonesia
ikut memperbincangkannya.
~1~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
Tiga pilar
~2~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~3~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
Ijtihad
~4~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~5~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
I
stilah Islam Nusantara akhir-akhir ini mengundang
banyak perdebatan sejumlah pakar ilmu-ilmu keislaman.
Sebagian menerima dan sebagian menolak. Alasan
penolakan mungkin adalah karena istilah itu tidak sejalan
dengan dengan keyakinan bahwa Islam itu satu dan merujuk
pada yang satu (sama) yaitu Al-Qur’an dan Sunah.
~6~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~7~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
Penulis adalah katib syuriyah PBNU. Guru utama fiqih dan ushul
fiqh di Ma’had Aly Pesantren Salafiyah As-Syafi’iyah, Sukorejo,
Situbondo. Tulisan ini dikutip dari situs jejaring Ma’had Aly
setempat. Ia baru saja meluncurkan karya Fathul Mujib sebagai
syarah kitab Taqrib.
~8~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
I
stilah Islam Nusantara agaknya ganjil didengar. Sama
dengan Islam Malaysia, Islam Saudi, Islam Amerika, dan
seterusnya, karena bukankah Islam itu satu, dibangun di
atas landasan yang satu, yaitu Al-Qur’an dan Sunah. Memang
betul Islam itu hanya satu dan memiliki landasan yang satu.
Akan tetapi selain memiliki landasan nash-nash syariat (Al-
Qur’an dan Sunah), Islam juga memiliki acuan maqasidus
syari’ah (tujuan syariat). Maqasidus syari’ah sendiri digali dari
nash-nash syariat melalui sekian istiqro (penelitian).
~9~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~10~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~11~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
شالضرر يزال
Kemudaratan harus dihilangkan.
~12~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~13~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~14~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~15~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~16~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
N
usantara adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan kepulauan Indonesia yang
merentang di wilayah tropis dari Sumatera di bagian
barat sampai Papua di bagian timur. Inilah wilayah yang
tercirikan dengan keanekaragaman geografis, biologis, etnis,
bahasa, dan budaya.
~17~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~18~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~19~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
Masuknya Islam
~20~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~21~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~22~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~23~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~24~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
nabi dan setiap orang suci memiliki jalannya sendiri, tetapi tiap
jalan itu menuju Tuhan; semua jalan itu sesungguhnya adalah satu.
~25~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~26~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~27~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~28~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~29~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
Penulis adalah rais syuriyah PBNU. Tulisan ini diambil dari buku
“Islam Nusantara” 2015 yang diterbitkan Mizan
~30~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
I
slam merupakan pedoman hidup bagi seluruh umat
manusia. Islam datang dari Allah SWT melalui utusan-
Nya, Muhammad SAW. Islam hadir bukan hanya untuk
mengislamkan bangsa Arab tapi juga untuk umat manusia di
mana dan kapan pun mereka berada. Islam bukan monopoli
bangsa, suku, daerah, ataupun ras tertentu. Universalitas
Islam sebagai agama langit melampaui sekat-sekat territorial
dan perbedaan suku, ras, dan jenis manusia.
~31~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~32~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~33~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~34~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~35~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
B
elum lama ini saya mendapatkan pesan
di Whatsapp (WA), isi pesan yang saya terima cukup
membuat hati saya miris. Kok bisa ada orang iseng bikin
pesan seperti itu, dan saya yakin pesan seperti itu tidak hanya
saya yang menerimanya (mungkin banyak juga, termasuk
Anda). Pesan di WA itu diawali dengan pemberitahuan bahwa
pesan tersebut dicopas (copy-paste) dari WA ulama Nahdlatul
Ulama (NU), namanya Prof. Baharun, dan pesan itu ditulis
oleh seseorang yang bernama Ferry is Mirza berstatus sebagai
wartawan senior NU, tinggal di Sidoarjo, Jawa Timur.
~36~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~37~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~38~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~39~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~40~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~41~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~42~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
Oleh Muslimin
I
slam Nusantara menjadi isu perdebatan yang cukup
hangat (dan bahkan cenderung keras) baik di media
massa cetak maupun daring. Pada media sosial, isu Islam
Nusantara sebagai platform berislam Nadhlatul Ulama,
menjadi perdebatan yang cenderung sarkastik, dengan
menempatkan Islam Nusantara sebagai Islam yang anti-Arab.
Kondisi tersebut pada akhirnya menjadi perdebatan yang
tidak produktif, dan bahkan melemahkan ukhuwah islamiah
antarsesama umat Islam di Indonesia.
~43~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~44~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~45~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~46~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~47~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
D
i bawah ini adalah tulisan terkait tema Islam Nusantara
yang saya tulis di sela-sela kesibukan mengikuti
konferensi internasional yang diikuti para ulama
moderat dari berbagai penjuru dunia. Meski ditulis sudah
sangat lama (Mei 2016), saya merasa perlu menampilkan
kembali sebagai bacaan yang barangkali ada manfaatnya bagi
yang berkenan membacanya, meskipun tidak banyak.
~48~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~49~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~50~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~51~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
K
artini bukanlah sosok perempuan biasa. Ia lahir pada
21 April 1879 dengan nama bangsawan Raden Ajeng
Kartini Djojo Adhiningrat. Keluarga besar Kartini
berlatar belakang priyayi-santri. Garis bangsawan diwarisi
dari ayahnya, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, seorang
bupati Jepara yang nasabnya bersambung pada Sultan
Hamengkubuwono VI.
~52~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~53~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~54~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~55~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~56~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
S
ekitar tahun 2012, saya mengikuti peringatan harlah ke-
90 tahun Pondok Pesantren Sukahideng. Selepas acara,
pada malam harinya, saya menemui Ajengan Ii Abdul
Basith. Fokus utama yang saya tanyakan adalah tentang KH
Wahab Muhsin.
~57~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~58~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~59~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~60~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
D
alam sebuah perkuliahan, sang dosen menjelaskan
beberapa teori berlakunya hukum Islam di Indonesia.
Teori-teori tersebut disampaikan sebagai bagian dari
materi mata kuliah Peradilan Agama.
~61~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~62~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~63~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~64~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~65~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~66~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
I
ndonesia hari ini tentu saja bukan Indonesia pada saat
diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 oleh Soekarno dan
Hatta. Sudah terlalu banyak yang berubah; tidak sedikit
yang bergerak ke arah kemajuan peradaban, namun selalu
ada yang perlu dikhawatirkan dari usaha kotor menggerus
sejarah dan jasa leluhur dari riwayat negeri ini. Jika selama
ini kita akrab dengan semboyan Jasmerah, jangan sekali-kali
melupakan sejarah; pagi ini saya membaca semboyan baru
yang muncul di grup whatsapp penggiat Nahdlatul Ulama.
Jas Hijau, jangan sekali-kali hilangkan jasa ulama!
~67~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~68~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~69~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~70~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
Bismillaahirrahmaanirrahiim
~71~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~72~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
K
etika bangsa Indonesia—khususnya umat Islam—
dalam kondisi terbelah pendapatnya, maka kita perlu
merenungkan sejenak sejarah Nusantara di masa
lampau. Apa yang perlu direnungkan? Sejarah Wali Songo
sebagai pembawa Islam di bumi Nusantara. Kenapa harus
direnungkan kembali saat ini? Sebab Wali Songo menjadi
figur penginspirasi harmoni sosial.
~73~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~74~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~75~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~76~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
I
slam Nusantara melambung ke permukaan bak balon
yang diisi gas, menari-nari di angkasa jagad pergulatan
pemikiran, dalam wacana intelektualisme. Ada yang
menolak ada yang menerima, bagi yang menolak, semoga
mereka tidak gagal paham dalam memahami Islam Nusantara.
~77~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~78~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~79~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
K
ita semua pernah berpiknik. Pernah bepergian dari satu
tempat yang sudah kita akrabi seluk-beluknya menuju
tempat di luar zona nyaman kita. Kita pun merasakan
nuansa yang berbeda dan segera kita bisa beradaptasi dengan
perubahan itu. Terkadang bahkan tanpa adaptasi sama sekali
karena merasakan esensi budaya kedua tempat tersebut sama
saja, meski nuansanya berbeda. Ini menunjukkan bahwa
manusia punya kemampuan beradaptasi yang luar biasa.
~80~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~81~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~82~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~83~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~84~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~85~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~86~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~87~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
6
6 Tahun yang lalu, 4 Agustus adalah hari lahir KH
Abdurrahman Wahid. Bagi kalangan anggota Nahdlatul
Ulama khususnya dan aktivis kemanusiaan dunia,
tanggal tersebut selalu diperingati sebagai hari besar
bagi perjuangan nilai-nilai kemanusiaan dan pluralisme.
Meski ada 2 tanggal lahir, sebagian besar memilih tanggal
4 Agustus sebagai tanggal lahir. Menurut Greg Barton
(2003), Sebenarnya tanggal 4 Sya’ban 1940 adalah tanggal 4
September. Meski demikian, sebagian besar orang tidak ingin
berpolemik soal kapan Gus Dur dilahirkan. Mereka lebih
senang mendapatkan cerita-cerita tentang Gus Dur dan cara
mengisi kehidupannya.
~88~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~89~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~90~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~91~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
I
stilah “harta karun” tentunya sudah tidak asing lagi bagi
telinga kita. Dan biasanya, istilah tersebut seringkali
dipahami sebagai benda berharga nan tak ternilai oleh
apapun, yang mana sudah lama sekali terpendam dan tak
muncul lagi dipermukaan. Kalau Anda pernah menonton
film Jack Sparrow, maka akan Anda temukan betapa sulitnya
seseorang yang ingin mendapatkan harta karun tersebut.
Mereka harus rela menyeberangi lautan, menantang badai,
dan tak jarang berhadapan dengan kematian. Semua itu tak
lain adalah demi mendapatkan harta karun tersebut.
~92~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~93~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~94~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~95~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
K
ekhasan Islam Nusantara bila dibandingkan dengan
karakter Islam di seluruh dunia, barangkali memiliki
perbedaan yang cukup signifikan. Islam Nusantara
sejak awal kedatangannya, telah memberikan suatu warna
yang khas pada mayoritas Muslim di berbagai daerah. Ketika
Islam bersentuhan langsung dengan budaya lokal, maka
bisa dipastikan tercipta suatu pola keagamaan yang berbeda
satu sama lain sehingga semakin memperkaya khazanah
keislaman dalam konteks budaya lokal. Hal inilah yang
mungkin memunculkan berbagai varian keagamaan sesuai
dengan karakter etnisitas kebangsaan yang beragam dan
menghasilkan tipologi tersendiri bagi pola-pola keagamaan
masyarakat di suatu daerah.
~96~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~97~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~98~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~99~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~100~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~101~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~102~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
luas dan sempit. Dalam arti luas, santri adalah orang yang
memeluk Islam secara tulen, bersembahyang, pergi ke masjid
pada hari Jumat, dan sebagainya. Sementara dalam arti
sempit, santri adalah seorang murid satu sekolah agama yang
belajar di pondok pesantren. Di pesantren inilah seorang
santri membekali diri dengan beragam pengetahuan agama
dari seorang kiai yang tidak hanya menjadi pemimpin umat
di kalangan intern sendiri, melainkan juga bagi masyarakat
Islam secara lebih luas.
~103~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~104~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~105~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~106~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~107~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~108~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~109~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~110~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~111~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~112~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~113~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~114~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
Oleh Masduri
I
slam Nusantara menjadi isu menarik perhatian publik sejak
muncul sebagai tema Muktamar NU ke-33 di Jombang
pada 1—5 Agusus 2015. Perdebatan soal istilah Islam
Nusantara tak dapat dielakkan. Para penentangnya adalah
mereka yang selama ini memainkan panggung dakwah Islam
secara radikal. Mereka para pendukung gerakan khilafah
Islamiyah juga melawan keras gagasan Islam Nusantara.
Sebagai paradigma keberislaman lokal yang universal, Islam
Nusantara sebenarnya bukan paradigma baru. Istilah ini
dimunculkan sebagai upaya meneguhkan keberislaman yang
universal, yakni agama rahmatal lil ‘alamin.
~115~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~116~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~117~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~118~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~119~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~120~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~121~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~122~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~123~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~125~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~126~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
P
raktek diplomasi sudah menjadi bagian dari politik
Islam sejak berabad-abad silam. Banyak cendekiawan
yang dilibatkan dalam menjalin hubungan dengan
bangsa dan peradaban lain. Pemerintahan Islam di abad
pertengahan banyak mengirim diplomatnya, selain untuk
menjaga pertemanan, juga untuk mewujudkan perdamaian.
Terdapat dua karakteristik diplomasi yang dipraktekkan
umat Islam. Pertama, pada masa awal Islam, tujuan religius
menjadi fokus utama. Diplomasi adalah untuk mengajak
kaum di luar Islam untuk memeluk Islam, beriman kepada
Allah SWT dan Rasul-Nya. Sedangkan karakteristik kedua,
lebih bersifat politis. Pada masa pemerintahan Islam banyak
ekspedisi dan perluasan wilayah.
~127~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~128~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
bebas dan aktif, bebas karena tidak terikat di dalam suatu blok
tertentu, dan aktif dalam mengusahakan segala kestabilan
dan keharmonisan, serta perdamaian dunia, baik di dalam
dunia Islam maupun dunia Barat. Karena pada dasarnya
dunia ini bukan merupakan sebuah ladang jajahan yang
membebaskan setiap bangsa untuk saling menjajah antara
satu dengan yang lainnya, di sisi lain dunia ini merupakan
sebuah ladang keharmonisan yang membebaskan setiap
bangsa untuk hidup berdampingan dengan damai, sesuai
dengan amanat UUD 1945 yang merupakan konstitusi dasar
Indonesia yang menyatakan bahwa kemerdakaan adalah hak
setiap bangsa, dan segala bentuk penjajahan di atas dunia
haruslah dihapuskan karena hal itu jelas telah melanggar peri
kemanusiaan dan peri keadilan.
~129~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~130~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~131~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~132~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~133~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~134~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~135~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~136~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~137~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~138~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~139~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~140~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
M
uktamar ke-33 NU di Jombang, 1—5 Agustus 2015
telah usai. Tema Muktamar, “Meneguhkan Islam
Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia,”
telah memantik pembicaraan hangat, dan dalam beberapa
hal, sengaja disalahpahami oleh mereka yang pahamnya
salah. Mereka membuat idiom tandingan: Mengislamkan
Nusantara. Dalam struktur bahasa Indonesia, menambahkan
awalan ‘me’ dan akhiran ‘kan’ berfungsi, salah satunya,
membentuk kata kerja transitif bermakna “membuatnya jadi”
seperti dalam kata “melebarkan,” artinya membuat sesuatu
jadi lebar. Dengan demikian, secara semantik, “mengislamkan
Nusantara” berarti membuat Nusantara menjadi Islam.
~141~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~142~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~143~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~144~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~145~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
M
uktamar ke-33 NU yang diselenggarakan di empat
pesantren Jombang yakni pesantren Tebuireng,
Tambak Beras, dan Denanyar—yang menjadi
cikal-bakal dan saksi atas lahirnya Nahdlatul Ulama—
mengangkat sebuah tema “Meneguhkan Islam Nusantara
untuk Peradaban Indonesia dan Dunia” sebagai modal awal
mengkampanyekan Keislaman ala Nusantara yang sedang
diupayakan akhir-akhir ini.
~146~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~147~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~148~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~149~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~150~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~151~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~152~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~153~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~154~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
Oleh Irham
P
engurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tidak lama
lagi akan menggelar hajatan besar yaitu muktamar
NU ke-33 pada tanggal 1—5 Agustus 2015 di Jombang
Jawa Timur. Muktamar ke-33 ini bertemakan “Meneguhkan
Islam Nusantara untuk Peradaban Islam dan Dunia. Tema
ini dibuat menjelang satu abad keberadaan NU di tanah
air Indonesia. Hal yang ingin disampaikan adalah untuk
menunjukkan bahwa NU di Indonesia dan di dunia sebagai
Islam Nusantara yang mengembangkan Islam rahmat bagi
seluruh alam. Namun tema tersebut menyisakan perdebatan
di masyarakat yang belum kunjung selesai.
~155~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~156~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
Islam Nusantara
~157~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~158~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~159~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~160~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
K
eunikan kondisi umat Islam di Indonesia salah
satunya ditandai dengan keberadaan organisasi
kemasyarakatan (ormas) Nahdlatul Ulama,
Muhammadiyah, Persis, dan Al-Irsyad. Keempat ormas ini
memiliki ribuan dan bahkan hingga jutaan pengikut (jamaah).
~161~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~162~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~163~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~164~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
J
elang muktamar NU yang ke-33 di Jombang, perbincangan
seputar Islam Nusantara kian hari semakin ramai.
Puluhan—bahkan boleh jadi sudah ratusan—artikel
tentang Islam Nusantara tersebar di berbagai media baik
cetak maupun elektronik. Beragam perspektif ditampilkan
guna menjelaskan maksud istilah Islam Nusantara, dari mulai
perspektif fiqih hingga perspektif ushul fiqh, dari maslahah
mursalah hingga ‘urf. Semuanya ditulis supaya tema Islam
Nusantara tak disalahpahami.
~165~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~166~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~167~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
K
ita patut bangga memiliki ulama pakar tafsir Al-
Qur’an terkemuka alumnus Al-Azhar Mesir. Ia tak
lain adalah Prof Dr M. Quraish Shihab. Selama bulan
Ramadan kemarin, setiap hari menjelang imsak dan berbuka
puasa ia tampil di saluran televisi swasta untuk menerangkan
isi kandungan Al-Qur’an. Buku biografinya berjudul Cahaya,
Cinta, dan Canda M Quraish Shihab baru di-launching di Jakarta
pada Rabu 8 Juli 2015.
~168~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~169~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~170~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~171~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~172~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~173~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
B
erawal dari Deklarasi Islam Nusantara sebagai tema
Muktamar ke-33 NU saat Munas Alim Ulama Nahdlatul
Ulama (NU) di Masjid Istiqlal (14/6/2015) sampai saat ini
gagasan ini ramai dalam perbincangan. Tudingan, pembelaan,
ledekan, berikut aneka bentuk tanggapan bermunculan
mewarnai jagad pemikiran keIslaman di Indonesia. Tidak
hanya di media massa, lalu lintas perdebatan malah lebih
gaduh di medan sosial media.
~174~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
Islam sehari-hari
~175~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~176~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~177~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~178~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~179~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~180~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~181~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
A
khir-akhir ini media massa riuh dihiasi perdebatan
sengit seputar Islam Nusantara. Ada banyak pihak
yang pro, tak sedikit pula yang kontra, dan bahkan
menuding secara sepihak agenda tersembunyi di balik Islam
Nusantara.
~182~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~183~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~184~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~185~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~186~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
A
khir-akhir ini banyak perdebatan muncul tentang
Islam Nusantara yang jadi tema besar Muktamar ke-
33 Nahdlatul Ulama di Jombang, Jawa Timur, pada
1—5 Agustus mendatang. Sebagian pakar setuju dengan
konsep tersebut, namun tidak sedikit yang meragukan (baca
: sinis) dengan gagasan tersebut karena dianggap bagian dari
rangkaian proses sekularisasi, liberisasi pemikiran Islam yang
telah digelorakan sejak tahun 80-an oleh Nurcholis Madjid
dan Abdurrahman Wahid.
~187~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
ْ اح ِذ
ف َكطُوِر ِسينَا ِ
ُ ممّا تُض# اب أو تـَْن ِوينَا
ْ يف َ اإلعَر
ِ
ْ نُوناً تَلي
الم ُخ َذا ْ َ َلْ ي# اجُرْر وانو من أ َْو ِف إذا
َ ّصلُ ِح ّاال َذ َاك َوال ِ والث
ْ ََّان َ
ِ
َ ِل َما ِس َوى َذيْن
أو أعطه التعريف بالذي تال# ك واخصص أوال
~188~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~189~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~190~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
S
ecara resmi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj memberikan klarifikasi
tentang kesalahpahaman atas istilah Islam Nusantara.
Menurutnya, Islam Nusantara bukanlah sinkretisme yang
memadukan Islam dengan “agama Jawa”, melainkan
kesadaran budaya dalam berdakwah (Kompas, 4/7).
~191~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
Kewajaran konteks
Dialektika budaya
~193~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~194~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
I
de Islam Nusantara datang bukan untuk mengubah
doktrin Islam. Ia hanya ingin mencari cara bagaimana
melabuhkan Islam dalam konteks budaya masyarakat
yang beragam. Upaya itu dalam ushul fiqh disebut tahqiq al-
manath yang dalam prakteknya bisa berbentuk mashlahah
mursalah, istihsan, dan `urf.
~195~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~196~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~197~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~198~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
K
itab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
yang diundangkan melalui Undang-Undang No
8 Tahun 1981 disebut sebagai suatu karya agung
bangsa Indonesia. Kehadiran kitab undang-undang tersebut
menggantikan Het Herziene Inlandsch Reglement (HIR) sebagai
payung hukum acara pidana di Indonesia. Sebagai acuan
praktek peradilan peninggalan Belanda, HIR diangap tidak
sesuai dengan basis sosiologis bangsa Indonesia.
~199~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~200~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~201~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~202~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~203~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
M
encari Islam orisinal hari ini sama halnya mencari
intan berlian di dasar lautan. Islam yang ada hari
ini adalah ijtihad Islam orisinal yang disampaikan
oleh Nabi Muhammad. Namun demikian, bukan berarti
Islam yang ada hari ini bukan orisinal. Islam tetap orisinal
sebagai sebuah ajaran suci dan agama yang memberikan
pengayoman dunia dan akhirat. Sedang umatnya melakukan
ijtihad mencari orisinalitas agamanya.
~204~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~205~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~206~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
Namun akan tidak jadi aneh kalau kita mau melihat Islam itu
adalah Islam empirik, Islam bumi, dan Islam nyata di dunia.
~207~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
J
udul tulisan ini, “Membumikan Al-Kulliyah Khamsah
Sebagai Paradigma Islam Nusantara untuk Indonesia
dan Dunia” dapat dimaknai pula dalam judul serupa,
yaitu Membumikan Al-Kulliyat Khams dalam Rangka
Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia
dan Dunia. Tulisan ini merupakan bentuk refleksi penulis,
sengaja dipublikasikan sebagai wujud tanggung jawabnya
sebagai seorang santri, akademisi, dan praktisi tradisi Islami,
terhadap persoalan-persoalan agama, sosial, budaya, dan
hukum, termasuk politik, yang dihadapi bangsa Indonesia
dan dunia saat ini.
~208~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~209~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~210~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~211~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~212~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~213~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~214~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
D
i bulan suci Ramadhan seringkali kita mendengarkan
kajian-kajian hikmah seputar ibadah puasa.
Umumnya ibadah puasa dianalisis secara deduktif
dari Al-Qur’an maupun Hadits, sehingga memunculkan dan
melahirkan beberapa aspek hukum fiqih yang terkait dengan
puasa. Namun tidak jarang juga para penceramah meninjau
ibadah puasa dalam berbagai perspektif dan dianalisis secara
induktif dari korelasi dan signifikansi ibadah puasa dengan
kehidupan sehari-hari umat Islam saat menjalankannya.
Misalnya, ada yang mengkaji aspek-aspek kesehatan yang
ditimbulkan dalam ibadah puasa. Ada juga para ustadz yang
menyampaikan hikmah-hikmah ibadah puasa dalam sudut
pandang spiritualitas, sosialitas, kesehatan jiwa manusia, dan
lain sebagainya.
~215~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~216~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~217~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~218~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~219~
dan terfokuskan
Mozaik Pemikiran Islam hanya
Nusantarakarena dan untuk Allah SWT bukan
untuk selain-NYA. Dalam ibadah puasa manusia konsisten
mensucikan diri untuk mendekatkan ruhnya kepada yang
Maha Suci. Manusia saat berpuasa selalu memuji Allah SWT
(bertahmid ) dan membesarkan nama Allah SWT (bertakbir)
untuk melepaskan dirinya dari pujian-pujian yang pada
hakekatnya pujian itu hanya milik Allah SWT. Begitu juga
dengan takbir, manusia hanya ingin membesarkan nama
Allah SWT bukan ingin membesarkan dan mengagungkan
uang, harta, tahta dan materi duniawi yang tidak kekal
abadi. Bertitik tolak dari konsistensi nilai-nilai ilahiah (i’tidal)
tersebut maka pasti berdampak positif pada sikap yang adil
dan konsisten terhadap diri manusia sendiri, keluarga dan
masyarakat demi menjadikan pribadinya yang sholeh secara
individual dan sekaligus sholeh secara sosial. Selain itu,
berakibat baik juga dalam menciptakan keluarga yang sakinah
mawaddah dan rahmah, serta mewujudkan masyarakat/
negaranya yang ber-keadilan sosial bagi masyarakat (baldatun
thayibatun wa rabbun ghafur). Wallahu a’lam bisshawab.....
~220~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
S
aat ini istilah Islam Nusantara telah menimbulkan
polemik pro dan kontra. Bagi NU sebagai ormas
Islam terbesar, Islam Nusantara merujuk pada fakta
sejarah penyebaran Islam di wilayah Nusantara dengan cara
pendekatan budaya, tidak dengan doktrin yang kaku dan
keras. Bahwa Islam di Nusantara didakwahkan dengan cara
merangkul budaya, menyelaraskan budaya, menghormati
budaya, dan tidak memberangus budaya. Dari pijakan
sejarah itulah, NU akan bertekad mempertahankan karakter
Islam Nusantara yaitu Islam yang ramah, damai, terbuka, dan
toleran. Presiden Jokowi juga telah menyatakan dukungannya
secara terbuka atas model Islam Nusantara, yaitu Islam yang
penuh sopan santun, Islam yang penuh tata krama dan penuh
toleransi.
~221~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~222~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~223~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~224~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~225~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~226~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~227~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
I
slam masuk ke Nusantara tak menghancurkan seluruh
kebudayaan masyarakat. Wali Songo mendakwahkan
Islam bahkan dengan menggunakan strategi kebudayaan.
Dalam beberapa kasus, Islam justru mengakomodasi budaya
yang sedang berjalan di masyarakat Nusantara. Tradisi
sesajen yang sudah berlangsung lama dibiarkan berjalan
untuk selanjutnya diberi makna baru.
~228~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~229~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~230~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
F
enomena kekerasan atas nama agama, baik secara
personal maupun institusional, hingga saat ini tidak
dapat diterima umat manusia, terutama umat yang
beragama dengan cinta, damai, dan kearifan (love, peace, and
wisdom). Islam sebagai agama yang mengedepankan rahmatan
lil alamin di mana pun, sudah pasti menolak kekerasan
tersebut.
~231~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~232~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~233~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~234~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~235~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~236~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~237~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
P
ertanyaan sederhana dengan cakupan bermakna jika
dapat dijelaskan dengan baik dan benar dari berbagai
perspektif atau sudut pandang. Apalagi jika konsep
Islam Nusantara ini dilihat dari perspektif pribumisasi Islam
KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Ini penting karena Islam
Nusantara bisa dikatakan sebagai produk pribumisasi Islam
yang dicetuskan oleh Gus Dur sebagai metode atau cara yang
digunakan untuk membaca keislaman, kebudayaan, fiqih dan
adat, aplikasi nash, tasawuf, hingga seni.
~238~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
Konsep universal
~239~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
Sebuah pendekatan
~240~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~241~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
S
alah satu kegagalan banyak pihak memahami diskursus
Islam NUsantara adalah dengan nyinyir seolah-olah
warga NU itu anti segala hal berbau Arab. Maka mereka
nyinyir kalau melihat tulisan saya mengutip sejumlah kitab
Tafsir berbahasa Arab. “Anti-Arab kok mengutip kitab
berbahasa Arab!” kata mereka.
~242~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~243~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~244~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
P
enyebaran Islam merupakan salah satu proses yang
sangat penting dalam sejarah Indonesia, tapi juga yang
paling tidak jelas (Ricklef, 2008). Padahal saudagar-
saudagar Islam sudah masuk ke Nusantara sejak pertengahan
abad ke-7 Masehi, yakni saat Ratu Simha berkuasa di Kalingga
--bertepatan dengan masa kekuasaan Khalifah Utsman bin
Affan-- sebagaimana diberitakan sumber-sumber China dari
Dinasti Tang (Groeneveldt, 1960). Yang paling awal membawa
seruan Islam ke Nusantara mestinya para saudagar Arab,
yang sudah membangun jalur perhubungan dagang dengan
Nusantara jauh sebelum zaman Islam (Wheatley, 1961).
~245~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~246~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~247~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~248~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~249~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~250~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~251~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~252~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~253~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
Daftar Kepustakaan
Alfian, Islamic modernism in Indonesian politic: the Muhammadijah
movement during the dutch colonial periode (1912-1942), Madison
(disertasi Ph.D di Wisconsin University).
Cabaton,Antonine, “Orang-orang Cam Islam di Indocina Perancis”, dalam
Kerajaan Campa,EFEO, Jakarta: Balai Pustaka, 1981.
De Graaf, H.J., Cina Muslim di Jawa abad XV dan XVI antara Historisitas
dan Mitos, Yogya:TiaraWacana,1998.
De Graaf, H.J. dan Th. G. Th. Pigeaud, Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa:
Peralihan dari Majapahit ke Mataram, Jakarta: Grafiti Pers, 1989.
Fatimy, S.Q., Islam Comes to Malaysia, Singapore: Malaysian Sociologicall
Research institute, 1963.
Gibb, H.A.R. (ed).,Whiter Islam: A Survey of Modern Movement in the
Moslem, London: Victor Gollancs, 1932.
Groenevelds, W.F., Historical Notes on Indonesia and Malaya, Compiled
from Chinese Sources, Djakarta: Bhratara, 1960.
Hambis, Louis (ed), Marco polo, La description du Monde, Paris:
Klincksieck, 1955).
Hierth, F. And Rockhill, W.W., Chou-Ju-Kua: His Work on the Chinese and
Arab Trade in
~254~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~255~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~256~
Mozaik Pemikiran Islam Nusantara
~257~