Anda di halaman 1dari 66

Ketidakberdayaan, Keputusasaan Dan Distress Spiritual

Gangguan Citra Tubuh dan Hamilton Depression Rating Scale (HDRS)


“Disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa”

Dosen Pengampu Ns. Chaidar.,M.Kep

Disusun oleh :
Atikah Maisuroh (202207035)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES M ITRA KELUARGA

BEKASI

2024
A. KETIDAKBERDAYAAN
1. Definisi
Ketidakberdayaan merupakan persepsi individu bahwa segala tindakannya tidak
akan mendapatkan hasil atau suatu keadaan dimana individu kurang dapat
mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan. Ketidakberdayaan
adalah persepsi atau tanggapan klien bahwa perilaku atau tindakan yang sudah
dilakukannya tidak akan membawa hasil yang diharapkan atau tidak akan
membawa perubahan hasil seperti yang diharapkan, sehingga klien sulit
mengendalikan situasi yang terjadi atau mengendalikan situasi yang akan
terjadi
(NANDA, 2011).
Menurut Wilkinson (2007) ketidakberdayaan merupakan persepsi seseorang
bahwa tindakannya tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna, kurang
penggendalian yang dirasakan terhadap situasi terakhir atau yang baru saja terjadi.
Sedangkan menurut Carpenito-Moyet (2007) ketidakberdayaan merupakan
keadaan
ketika seseorang individu atau kelompok merasa kurang kontrol terhadap
kejadian
atau situasi tertentu.

2. Etiologi
Ketidakberdayaan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, ketidak
adekuatan
koping sebelumnya (seperti : depresi), serta kurangnya kesempatan untuk
membuat
keputusan (Carpenito, 2009). Faktor terkait ketidakberdayaan menurut
Doenges, Townsend, M, (2008) yaitu:
a. Kesehatan lingkungan: hilangnya privasi, milik pribadi dan kontrol terhadap
terapi.
b. Hubungan interpersonal: penyalahgunaan kekuasaan, hubungan yang kasar.
c. Penyakit yang berhubungan dengan rejimen: penyakit kronis atau yang
melemahkan kondisi.
d. Gaya hidup ketidakberdayaan: mengulangi kegagalan dan ketergantungan.

3. Batasan Karakteristik Klien Dengan Ketidakberdayaan


Menurut NANDA (2011) dan Wilkinson (2007) ketidakberdayaan yang dialami
klien dapat terdiri dari tiga tingkatan antara lain:
a. Rendah
Klien mengungkapakan ketidakpastian tentang fluktuasi tingkat energi
dan bersikap pasif.
b. Sedang
Klien mengalami ketergantungan pada orang lain yang dapat mengakibatkan
ititabilitas, ketidaksukaan, marah dan rasa bersalah. Klien tidak melakukan
praktik perawatan diri ketika ditantang. Klien tidak ikut memantau
kemajuan pengobatan. Klien menunjukkan ekspresi ketidakpuasan terhadap
ketidakmampuan melakukan aktivitas atau tugas sebelumnya. Klien
menujukkan ekspresi keraguan tentang performa peran.
c. Berat
Klien menunjukkan sikap apatis, depresi terhadap perburukan fisik yang
terjadi dengan mengabaikan kepatuhan pasien terhadap program
pengobatan dan menyatakan tidak memiliki kendali (terhadap perawatan
diri, situasi, dan hasil). Pada klien NAPZA biasanya klien cenderung
jatuh pada kondisi ketidakberdayaan berat karena tidak memiliki
kendali atas situasi yang memepngaruhinya untuk menggunakan
NAPZA atau ketidakmampuan mempertahankan situasi bebas NAPZA.

4. Proses Terjadinya Masalah


Kebanyakan individu secara subyektif mengalami perasaan ketidakberdayaan
dalam
berbagai tingkat dalam bermacam-macam situasi. Individu sering menunjukkan
respon apatis, marah atau depresi terhadap kehilangan kontrol (Carpenito-
Moyet, 2007). Pada ketidakberdayaan, klien mungkin mengetahui solusi
terhadap masalahnya, tetapi percaya bahwa hal tersebut di luar kendalinya untuk
mencapai solusi tersebut. Jika ketidakberdayaan berlangsung lama, dapat
mengarah ke keputusasaan. Perawat harus hati-hati untuk mendiagnosis
ketidakberdayaan yang berasal dari perspektif pasien bukan dari asumsi.
Perbedaan budaya dan individu terlihat pada kebutuhan pribadi, untuk merasa
mempunyai kendali terhadap situasi (misalnya untuk diberitahukan bahwa
orang tersebut mempunyai penyakit yang fatal (Wilkinson, 2007).

a. Faktor Predisposisi
1) Biologis
a) Tidak ada riwayat keturunan (salah satu atau kedua orang tua
menderita gangguan jiwa)
b) Gaya hidup (tidak merokok, alkhohol, obat dan zat
adiktif) dan Pengalaman penggunaan zat terlarang
c) Menderita penyakit kronis (riwayat melakukan general chek up,
tanggal terakhir periksa)
d) Ada riwayat menderita penjakit jantung, paru-paru, yang
mengganggu pelaksana aktivitas harian pasien
e) Adanya riwayat sakit panas lama saat perkembangan balita sampai
kejang-kejang atau pernah mengalami riwayat trauma kepala yang
menimbulkan lesi pada lobus frontal, temporal dan limbic.
f) Riwayat menderita penyakit yang secara progresif
menimbulkan
ketidakmampuan, misalnya: sklerosis multipel, kanker terminal atau
AIDS.

1) Psikologis
a) Pengalaman perubahan gaya hidup akibat lingkungan tempat tinggal
b) Ketidaknmampuan mengambil keputusan dan mempunyai
kemampuan komunikasi verbal yang kurang atau kurang dapat
mengekspresikan perasaan terkait dengan penyakitnya atau kondisi
dirinya.
a) Ketidakmampuan menjalankan peran akibat penyakit yang secara
progresif menimbulkan ketidakmampuan, misalnya: sklerosis multipel,
kanker terminal atau AIDS
b) Kurang puas dengan kehidupannya (tujuan hidup yang sudah dicapai)
c) Merasa frustasi dengan kondisi kesehatannya dan
kehidupannya yang sekarang
d) Pola asuh orang tua pada saat klien anak hingga remaja yang terlalu
otoriter atau terlalu melindungi/menyayangi
e) Motivasi: penerimaan umpan balik negatif yang konsisten selama
tahap perkembangan balita hingga remaja, kurang minat dalam
mengembangkan hobi dan aktivitas sehari-hari
f) Pengalaman aniaya fisik, baik sebagai pelaku, korban maupun
sebagai saksi
g) Self kontrol: tidak mampu mengontrol perasaan dan emosi, mudah
cemas, rasa takut akan tidak diakui, gaya hidup tidak berdaya
h) Kepribadian: mudah marah, pasif dan cenderung tertutup.

2) Sosial budaya
a) Usia 30-meninggal berpotensi mengalami ketidakberdayaan
b) Jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan mempunyai
kecenderungan yang sama untuk mengalami ketidakberdayaan
tergantung dari peran yang dijalankan dalam kehidupannya
c) Pendidikan rendah
d) Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses
penuaan (misalnya: pensiun, defisit memori, defisit motorik, status
finansial atau orang terdekat yang berlangsung lebih dari 6 bulan)
e) Adanya norma individu atau masyarakat yang menghargai kontrol
(misalnya kontrol lokus internal).
f) 6) Dalam kehidupan sosial, cenderung ketergantungan dengan
orang lain, tidak mampu berpartisipasi dalam sosial
kemasyarakatan secara aktif, enggan bergaul dan kadang
menghindar dari orang lain
g) Pengalaman sosial, kurang aktif dalam kegiatan di masyarakat
h) Kurang terlibat dalam kegiatan politik baik secara aktif maupun
secara pasif.

b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat menstimulasi klien jatuh padakondisi
ketidakberdyaan dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal.
Kondisi internal dimana pasien kurang dapat menerima perubahan fisik
dan psikologis yang terjadi. Kondisi eksternal biasanya keluarga dan
masyarakat kurang mendukung atau mengakui keberadaannya yang
sekarang terkait dengan perubahan fisik dan perannya. Sedangkan
durasi stressor terjadi kurang lebih 6 bulan terakhir, dan waktu
terjadinya dapat bersamaan, silih berganti atau hampir bersamaan,
dengan jumlah stressor lebih dari satu dan mempunyai kualitas yang
berat. Hal tersebut dapat menstimulasi ketidakberdayaan bahkan
memperberat kondisi ketidakberdayaan yang dialami oleh klien (Pardede,
2020).

Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan faktor presiptasi


timbulnya ketidakberdayaan adalah sebagai berikut:

1) Biologis
a) Menderita suatu penyakit dan harus dilakukan terapi tertentu,
Program pengobatan yang terkait dengan penyakitnya (misalnya
jangka panjang, sulit dan kompeks) (proses intoksifikasi dan
rehabilitasi).
b) Kambuh dari penyakit kronis dalam 6 bulan terakhir
c) Dalam enam bulan terakhir mengalami infeksi otak yang
menimbulkan kejang atau trauma kepala yang menimbulkan lesi pada
lobus frontal, temporal dan limbik
d) Terdapat gangguan sistem endokrin
e) Penggunaan alkhohol, obat-obatan, kafein, dan tembakau
f) Mengalami gangguan tidur atau istirahat
g) Kurang mampu menyesuaikan diri terhadap budaya, ras, etnik dan
gender
h) Adanya perubahan gaya berjalan, koordinasi dan keseimbangan

2) Psikologis
a) Perubahan gaya hidup akibat menderita penyakit kronis
b) Tidak dapat menjalankan pekerjaan, hobi, kesenangan dan aktivitas
sosial yang berdampak pada keputusasaan.
c) Perasaan malu dan rendah diri karena ketidakmampuan melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari akibat tremor, nyeri, kehilangan
pekerjaan.
d) Konsep diri: gangguan pelaksanaan peran karena
ketidakmampuan melakukan tanggungjawab peran.
e) Kehilangan kemandirian atau perasaan ketergantungan dengan
orang lain.

3) Sosial budaya
a) Kehilangan pekerjaan dan penghasilan akibat kondisi
kesehatan atau kehidupannya yang sekarang.
b) Tinggal di pelayanan kesehatan dan pisah dengan keluarga
(berada dalam lingkungan perawatan kesehatan).
c) Hambatan interaksi interpersonal akibat penyakitnya maupun
penyebab yang lain.
d) Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses penuaan
(misalnya: pensiun, defisit memori, defisit motorik, status
finansial atau orang terdekat yang berlangsung dalam 6 bulan
terakhir)
e) Adanya perubahan dari status kuratif menjadi status paliatif.
f) Kurang dapat menjalankan kegiatan agama dan
keyakinannya dan ketidakmampuan berpartisipasi dalam
kegiatan sosial di masyarakat.

b. Faktor penilaian terhadap stressor


1) Kognitif
a) Mengungkapkan ketidakpastian tentang fluktuasi tingkat energi.
b) Mengungkapkan ketidakpuasan dan frustrasi terhadap
kemampuan untuk melakukan tugas atau aktivitas sebelumnya.
c) Mengungkapkan keragu-raguan terhadap penampilan peran.
d) Mengungkapkan dengan kata-kata bahwa tidak mempunyai
kendali atau pengaruh terhadap situasi, perawatan diri atau hasil.
e) Mengungkapkan ketidakpuasan karena ketergantungan dengan
orang lain.
f) Kurang dapat berkonsentrasi.

2) Afektif
a) Merasa tertekan atau depresi terhadap penurunan fisik yang
terjadi dengan mengabaikan kepatuhan klien terhadap program
pengobatan
b) Marah
c) Iritabilitas, ketidaksukaan
d) Perasaan bersalah
e) Takut terhadap pengasingan oleh pemberian perawatan
f) Perasaan cemas atau ansietas

3) Fisiologis
a) Perubahan tekanan darah
b) Perubahan denyut jantung dan frekuensi pernapasan
c) Muka tegang
d) Dada berdebar-debar dan keluar keringat dingin
e) Gangguan tidur, terutama kalau disertai dengan ansietas

4) Perilaku
a) Ketergantungan terhadap orang lain yang dapat mengakibatkan
iritabilitas .
b) Tidak ada pertahanan pada praktik perawatan diri ketika ditantang
c) Tidak memantau kemajuan pengobatan
d) Tidak berpartisipasi dalam perawatan atau mengambil
keputusan pada saat diberikan kesempatan.
e) Kepasifan hingga apatis
f) Perilaku menyerang
g) Menarik diri
h) Perilaku mencari perhatian
i) Gelisah atau tidak bisa tenang

5) Sosial
a) Enggan untuk mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya
b) Ketidakmampuan untuk mencari informasi tentang perawatan
c) Tidak mampu bersosialisasi dengan orang lain

c. Faktor mekanisme koping


1) Konstruktif
a) Menilai pencapaian hidup yang realistis
b) Mempunyai penilaian yang yang nyaman dengan perubahan fisik
dan peran yang dialami akibat penyakitnya
c) Dapat menjalankan tugas perkembangannya sesuai dengan
keterbatasan yang terjadi akibat perubahan status kesehatannya
d) Kreatif: pasien secara kreaktif mencari informasi terkait
perubahan status kesehatannya sehingga dapat beradaptasi secara
normal
e) Di tengah keterbatasan akibat perubahan status kesehatan dan
peran dalam kehidupan sehari-hari, pasien amsih tetap produktif
menghasilkan sesuatu
f) Mampu mengembangkan minat dan hobi baru sesuai dengan
perubahan status kesehatan dan peran yang telah dialami
g) Peduli terhadap orang lain disekitarnya walaupun
mengalami perubahan kondisi kesehatan.

2) Destruktif
a) Tidak kreatif/kurang memiliki keinginan dan minat melakukan
aktivitas harian (pasif)
b) Perasaan menolak kondisi perubahan fisik dan status kesehatan yang
dialami dan marah-marah dengan situasi tersebut
c) Tidak mampu mengekspresikan perasaan terkait dengan
perubahan kondisi kesehatannya dan menjadi merasa tertekan atau
depresi
d) Kurang atau tidak mempunyai hubungan akrab dengan orang
lain, kurang minat dalam interaksi sosial sehingga
mengalami menarik diri dan isolasi sosial
e) Tidak mampu mencari informasi kesehatan dan kurang mampu
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang dapat berakhir
pada penyerangan terhadap orang lain
f) Ketergantungan terhadap orang lain (regresi)
g) Enggan mengungkapkan perasaan yang sebenarnya (represi/supresi)
d. Intervensi Spesialis
1) Terapi Individu dapat dilakukan : Terapi kognitif
2) Terapi Keluarga : Terapi komunikasi, family psikoedukasi
3) Terapi Kelompok : Supportif terapi
4) Terapi Komunitas : Multisistemik terapi

B. KEPUTUSASAAN
1. Definisi
Keputusasaan adalah situasi emosional dimana seseorangg memandang adanya
keterbatasan atau tidak tersedianya alternatiif pemecahan pada masalah yang di
hadapi.
Keputusasaan yaitu kondisi subyektif dimana individu melihat keterbatasan atau tidak
adanya alternative sebagai penyelesaian masalah dan ketidakmampuan memobilisasi
energy demi kepentingannya sendiri (Khofifah, 2021).

2. Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusasaan menurut Khofifah, (2021), yaitu :
a. Stres jangka panjang
b. Penurunan keadaan fisik
c. Hilangnya kepercayaan terhadap nilai-nilai penting
d. Hilangnya kepercayaan pada kekuatan spiritual
e. Pembatasan kegiatan jangka panjang
f. Pengasingan

3. Manifestasi
a. Penyataan subyektif klien mengenai situasi hidup yang terasa hampa dan tiada
harapan
b. Suka mengeluh serta terlihat murung
c. Tidak banyak berbicara, lebih banyak dian atau enggan bicara sama sekali
d. Melihatkan kesedihan yang mendalam, afek menurun
e. Menjauhkan diri dari pada lingkungan atau anti social
f. Kontak mata menurun
g. Mengangkat bahu pertanda masa bodoh
h. Terlihat sering murung
i. Selera makan menurun atau menghilang
j. Pola tidur terganggu
k. Keterlibatan saat perawatan menurun
l. Sikap pasif saat menerima perawatan
m. Menurunnya perhatian dan keterlibatan pada orang lain yang dianggap bermakna.

4. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Tunjukan empati dan dorong klien untuk mengungkapkan keraguan,
ketakutan dan kekhawatirannya
2) Tentukan apakah ada risiko bunuh diri
3) Dorong klien untuk mengungkapkan alasan bagaimana dan mengapa
harapan menjadikan hal penting pada kehidupannya.
4) Ajarkan penanganan untuk mengatasi aspek putus asa dan cara
memisahkannya dari aspek harapan.
5) Identifikasi serta arahkan kemampuan pada diri sendiri
6) Bantu pasien untuk menentukan sumber harapan
7) Buatlah lingkungan yang memfasilitasi spiritualitas
8) Dorong pasien untuk menetapkan tujuan jangka panjang serta jangka
pendek yang sesuai dengan kenyataan.
9) Ajarkan pasien bagaimana cara mengidentifikasi pengalaman yang
menyenangkan
10) Identifikasi serta arahkan sumber daya diluar diri seseorang
11) Tingkatkan kesadaran pada klien untuk menyadarkan bahwa dirinya
dicintai, serta dirinya sangat penting bagi orang lain.
12) Identifikasi sistem pendukung kepercayaan
13) Tetapkan perujukan sesuai indikasi

b. Penatalaksanaan Medis
1) Psikofarma : terapi melalui obat-obatan sehingga bisa mengurangi masalah
keputusasaan.
2) Psikoterapi : terapi jiwa yang perlu diterapkan jika yang menderita sudah
diberi terapi psikofarma serta sudah memenuhi tahapan dimana kembalinya
kemampuan untuk menilai realita.
3) Terapi psikososial : bertujuan agar klien bisa lagi beradaptasi serta
penanganan diri secara mandiri. Dalam tahap ini penderita disarankan untuk
tetap mengkonsumsi obat-obatan psikofarma.
4) Terapi psikoreligius: sangat berpengaruh pada penderita kejiwaan. Salah
satu penelitian menyatakan secara umum komitmen keagamaan mempunyai
hubungan yang bermanfaat dibidang klinis.
5) Rehabilitasi: bertujuan untuk mempersiapkan menepatkan lagi dalam
keluarga serta masyarakat. Pada umumnya dilakukan selama 3-6 bulan. Dan
dilakukan evaluasi secara berkala minimal 2 kali, sebelum klien mengikuti
program rehabilitasi serta saat klien kembali pada keluarga.

C. DISTRES SPIRITUAL
1. Definisi
Distres spiritual adalah kemampuan dalam mengalami dan mengintergrasikan arti dan
tujuan hidup seseorang dengan diri sendiri, orang lain, seni musik, literatur, alam dan
kekuatan yang lebih besar dari dirinya (Nanda, 2005).
Distres spiritual adalah gangguan dalam prinsip hidup yang meliputi seluruh
kehidupan seseorang yang di intergrasi secara biologis dan psikologis (Alapján, 2016).
2. Etiologi
Faktor resiko terjadinya distres spiritual adalah perubahan tempat tinggal, perubahan
lingkungan, gangguan fisik dan mental.
a. Faktor predisposisi pada klien dengan anxietas adalah faktor : Biologis, adanya
infeksi atau penyakit kronis, abuse (Keliat, 20100 Faktor psikologis antara lain
status mentas kemungkinan adanya depresi, marah, harga diri rendah ( Keliat,
2010). Faktor sosial dan budaya antara lain tidak adekuatnya hubungan
interpersonal pada masa bayi,

b. Faktor presipitasi secara biologis penyakit kronis. Faktor Psikologis adalah harga
diri rendah pemikiran yang bertentangan. Faktor sosial Budaya perubahan status
pekerjaan, fungsi dan peran.

3. Penatalaksanaan
Tindakan Untuk Pasien :
a. Tentukan konsep ketuhan pasien dengan mengamati buku-buku yang digunakan
disamping tempat tidur.
b. Tentukan sumber-sumber harapan dan kekuatan pasien
c. Amati apakah pasien sedang berdoa dimalam hari atau saat sedang mau makan
dan melakukan kegiatan
d. Apati barang-barang seperti literatur keagamaan.
e. Dengarkan pandangan-pandangan pasien tentang kepercayaan spiritual dan
kondisi kesehatanya.

D. GANGGUAN CITRA TUBUH

1. Pengertian
Citra tubuh merupakan konfusi dalam gambaran mental tentang diri-fisik individu,
citra tubuh adalah sikap individu terhadap anggota tubuhnya secara sadar maupun
tidak sadar yang mencakup persepsi saat ini dan masa lalu beserta perasaaan tentang
bentuk, ukuran, fungsi penampilan dan potensi tubuh yang dimodifikasi secara
berkesinambungan dengan persepsi dan pengalaman baru setiap individu (Stuart,
Keliat & Pasaribu, 2016).

2. Etiologi
Klien dengan diabetes melitus, gangguan citra tubuh dapat disebabkan karena persepsi
akurat dan mengancam batas ego dan identitas berupa kekurangan oksigen,
hiperventilasi, ketidakseimbangan biokimia, kelelahan yang beisolasi sensorik
pengaruh alkohol, obat-obatan dan zat beracun lainnya, dan dapat dipicu oleh stres
biologis akibat perasaan realitas seseorang yang mengganggu. Berbagai faktor
menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri seseorang. Dalam tinjuan life span
histori klien. Penyebab terjadinya Gangguan Citra Tubuh adalah adanya kekurangan
fisik , jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja
keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima.
Menjelang dewasa awal sering gagal di sekolah, pekerjaan atau pergaulan. Gangguan
Citra Tubuh muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari
kemampuannya (Murharyati, 2021)

3. Manifestasi Klinis
Menurut Murharyati, (2021) yaitu :
a. Menolak perubahan/kehilangan tubuh
b. Perasaan negatif tentang tubuh
c. Melebih-lebihkan umpan balik negatif tentang diri sendiri
d. Meremehkan kemampuan mengatasi situasi
e. Secara berlebihan mencari penguatan
f. Takut pada reaksi orang lain
g. Pandangan pada tubuh berubah
h. Kehilangan bagian tubuh
i. Fungsi dan struktur tubuh berubah
j. Menghindari melihat dan menyentuh tubuh yang berubah
k. Menyembunyikan bagian tubuh yang berubah
l. Hubungan sosial berubah (menarik diri)
m. Trauma pada bagian tubuh yang tidak berfungsi

4. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi keperawatan generalis yaitu mengetahui atau mengenal gangguan citra
tubuh. Terapi ini mempunyai 2 prinsip yaitu membantu pasien mengenal gangguan
citra tubuh dan membantu klien mengatasi gangguan citra tubuh dalam aspek
apapun
b. Terapi keperawatan spesialis, terapi yang diberikan terapi kognitif yaitu salah satu
bentuk psikoterapi yang dapat melatih klien mengartikan sesuatu dan melihat
sesuatu hal yang tidak sesuai dengan keinginan.
c. Terapi medis, seperti sentraline, flouxetine, paroxetine.

E. HA MILTON DEPRESSION RATING SCALE (HDRS)


(Sharp, 2015)
DAFTAR PUSTAKA

Alapján-, V. (2016). distres spiritual1–23.

Khofifah, L. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Ny.H Dengan Keputusasaan di Desa


Sidokumpul Guntur Demak. Karya Tulis Ilmiah, 24.

Pardede, J. A. (2020). Konsep Ketidakberdayaan. Ners Universitas Sari Mutiara Indonesia,


November, 3–15. https://doi.org/10.31219/osf.io/hd3g6

Sharp, R. (2015). The hamilton rating scale for depression. Occupational Medicine, 65(4), 340.
https://doi.org/10.1093/occmed/kqv043

Anda mungkin juga menyukai