Anda di halaman 1dari 27

"Integrasi Filsafat, Teologi, dan Psikologi dalam pastoral Konseling untuk Penanganan Masalah

Kehidupan".

Hasoloan Siringo-ringo
STT Bethel Indonesia Jakarta
Email Corespondensi: 23310007@sttbi.ac.id

ABSTRAK
Manusia hidup tidak dapat terlepas dari permasalahan, dan manusia melakukan usaha untuk
menyelesaikan permasalahan itu. Beberapa ranah Ilmu dianggap dapat menjadi sumber
penyelesaian masalah tersebut. Namun tidak jarang orang berpandangan bahwa ilmu-ilmu tidak
dapat diintegrasikan, seperti halnya Teologi, Filsafat dan Psikologi merupakan ilmu yang tidak
dapat diintegrasikan karena memiliki ranah yang berbeda, ini adalah latar belakang permasalahan
dalam penelitian ini. Sehingga dari latar belakang masalah itu tujuan penelitian ini adalah mau
mengintegrasikan ketiga ilmu tersebut. Adapun metode penelitian yang peneliti gunakan yaitu
metode kualitatif dengan pendekatan Kepustakaan. Hasil dari penelitian ini yaitu integrasi antara
filsafat, teologi, dan psikologi memiliki potensi besar dalam membantu individu dalam mencapai
kesejahteraan psikis dan rohani yang lebih baik. Integrasi ini menciptakan pendekatan holistik
yang mendalam untuk membantu individu memahami dan menerima diri mereka dan
menyelesaikan masalah kehidupan.
Kata Kunci: "Integrasi, Filsafat, Teologi, dan Psikologi, pastoral Konseling, Masalah
Kehidupan".

ABSTRACT

Humans cannot escape from problems in life, and they make efforts to solve these problems.
Some fields of science are considered to be sources of solutions to these problems. However, it is
not uncommon for people to believe that sciences cannot be integrated, such as Theology,
Philosophy, and Psychology, which are considered to be unintegratable due to their different
domains. This forms the background of the problem in this research. Therefore, based on this
background, the aim of this research is to integrate these three sciences. The research method
used by the researcher is qualitative method with a Literature approach. The results of this
research indicate that the integration of philosophy, theology, and psychology has great
potential in helping individuals achieve better psychological and spiritual well-being. This
integration creates a profound holistic approach to help individuals understand and accept
themselves and solve life problems.

Keywords: "Integration, Philosophy, Theology, and Psychology, Pastoral Counseling, Life


Problems".
PENDAHULUAN

Masalah kehidupan merupakan fakta yang sering dihadapi oleh individu dan masyarakat.

Dalam menghadapi berbagai tantangan tersebut, penggunaan prinsip-prinsip filosofi, teologi, dan

konseling dapat menjadi solusi yang efektif. Filosofi memungkinkan individu untuk memahami

berbagai kemungkinan, potensi, dan dampak kehidupan secara lebih mendalam. Sebaliknya,

teologi menyediakan pandangan tentang kepercayaan dan membantu individu dalam mencari arti

serta jawaban atas pertanyaan-pertanyaan fundamental tentang eksistensi dalam kehidupan. Di

sisi lain, konseling menyediakan dukungan dan solusi yang efektif untuk mengatasi masalah-

masalah kehidupan, termasuk yang bersifat pribadi maupun sosial.

Pendidikan konseling pastoral juga memiliki peran yang penting dalam membantu

anggota jemaat mencapai kedamaian, kebahagiaan, dan kesejahteraan spiritual yang lebih besar.

Penggunaan teknik positif dalam berbicara kepada diri sendiri dapat membantu konselor pastoral

dalam menghadapi masalah, memperkuat keyakinan dan iman, serta membantu mereka

mencapai kedamaian dan kesejahteraan spiritual yang lebih tinggi.

Dalam menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan, pendidikan yang didasarkan

pada penerapan prinsip-prinsip filosofi, teologi, dan konseling dapat memberikan solusi yang

efektif. Pendekatan pendidikan yang mengintegrasikan prinsip-prinsip tersebut dapat membantu

individu dalam mengatasi berbagai tantangan kehidupan dengan lebih baik, membawa mereka

menuju pemahaman yang lebih dalam tentang diri sendiri dan dunia sekitarnya, serta

membimbing mereka menuju pertumbuhan pribadi dan spiritual yang lebih baik.

Perkembangan dan kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi di era digital telah

sangat berkontribusi pada munculnya masalah baru yang dihadapi manusia. Orang-orang

dihadapkan pada perubahan perilaku individualis dan dinamika hubungan sosial-budaya yang
tidak terbatas, meskipun ini tampak menyenangkan bagi sebagian besar orang (Rudito, P. &

Sinaga, 2017). Hal ini menjadi masalah baru yang mencakup setiap aspek kehidupan dan

semakin kompleks. Oleh karena itu, keadaan seperti ini tidak boleh dianggap sebelah mata;

sebaliknya, mereka perlu diamati dengan cermat dan memahami bagaimana masalah tersebut

dapat ditangani, terutama melalui konseling.

Di era kontemporer, peran konseling dan konselor sangat penting. Layanan konseling

dewasa ini harus disesuaikan dengan tuntutan perkembangan zaman yang semakin maju dan

dinamis(Tu’u, 2007). Sebagai seorang konselor, penting untuk mempersiapkan diri agar tidak

tertinggal oleh perkembangan zaman yang semakin maju ini. Sumber daya manusia (SDM) yang

terampil, kreatif, dan inovatif harus tersedia untuk memberikan layanan profesional dalam

konseling.

Sangat penting bagi profesi konselor untuk terus melakukan pembenahan diri dengan

meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian mereka. Dalam dunia yang terus berubah

dan berkembang, konselor perlu memastikan bahwa mereka selalu berada di garis depan dalam

hal pemahaman terhadap isu-isu terkini dan teknik-teknik terbaru dalam bidang konseling.

Mereka juga harus senantiasa mengembangkan bidang layanan konseling agar dapat menjawab

tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat serta menghadapi tantangan zaman dengan

lebih efektif.

Untuk mencapai tingkat profesionalisme yang lebih tinggi, konselor perlu menciptakan

metode, pendekatan, dan strategi baru secara dinamis. Ini berarti bahwa mereka harus terbuka

terhadap inovasi dan perubahan dalam cara mereka berinteraksi dengan klien serta dalam

memberikan layanan konseling(Amin, 2013). Namun, dalam proses inovasi ini, mereka juga
harus tetap mempertahankan prinsip-prinsip dan etika profesional yang mendasari profesi

konseling.

Upaya untuk menyatukan ajaran agama Kristen dengan pengetahuan dalam bidang seperti

Filsafat dan psikologi sering kali menimbulkan kritik atau tantangan. Reaksi orang Kristen

terhadap perkembangan Filsafat dan psikologi modern bervariasi, dengan beberapa

menyambutnya dengan antusiasme, sementara yang lain menghadapinya dengan skeptisisme.

Bagi sebagian, pemahaman filsafat dan psikologi dianggap sebagai mitra yang berharga bagi

Gereja karena membantu dalam pemenuhan misi Gereja di dunia. Namun, ada yang menolak

psikologi karena mereka melihatnya sebagai ancaman tersembunyi bagi Gereja dan otoritas

Alkitab.

Seperti contoh Pendapat MacArthur dan Mack yang mengutip pernyataan Bobgan

mencerminkan pandangan kritis terhadap hubungan antara psikologi dan ajaran Kristen. Mereka

menyoroti pergeseran fokus dalam bidang psikologi dari pemahaman jiwa manusia ke arah lebih

banyak terapi dan teori yang bersifat manusiawi. Dalam konteks ini, psikologi dianggap lebih

tertarik pada pengembangan teknik dan pendekatan terapi daripada pada upaya pemahaman yang

mendalam tentang hakikat jiwa manusia.

Perspektif psikologi yang didasarkan pada aspek manusiawi sering kali memunculkan

perbedaan dengan ajaran Kristen. Alasan utamanya adalah bahwa banyak prinsip dan doktrin

dalam psikologi mungkin tidak selaras atau bahkan bertentangan dengan nilai-nilai atau

kebenaran yang diajarkan dalam ajaran Kristen. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang sejauh

mana psikologi dapat digunakan sebagai alat yang efektif bagi orang Kristen dalam memahami

dan mengatasi masalah psikologis mereka.


Meskipun demikian, ada beragam pendekatan dalam cara orang Kristen menanggapi

keberadaan psikologi. Sebagian mengadopsi pendekatan yang lebih terbuka, melihat psikologi

sebagai alat yang dapat digunakan untuk membantu memahami aspek-aspek psikologis manusia

yang kompleks. Mereka melihat nilai dalam menerapkan prinsip-prinsip psikologi dalam konteks

kehidupan sehari-hari, meskipun dengan kehati-hatian dan pemahaman bahwa nilai-nilai Kristen

harus tetap menjadi panduan utama. Di sisi lain, ada juga yang menolak psikologi secara

keseluruhan, merasa bahwa prinsip-prinsip dan metode yang diajarkan dalam psikologi tidak

sesuai dengan pandangan Kristen tentang manusia dan kebenaran. Bagi mereka, penggunaan

psikologi dalam konteks Kristen dapat dianggap sebagai penggantian atau pelemahan

kepercayaan pada ajaran Alkitab dan pengajaran gereja.

Perdebatan tentang hubungan antara psikologi dan ajaran Kristen terus berlanjut, dengan

banyak orang Kristen dan ahli psikologi mencoba menemukan titik tengah antara kedua

pendekatan ini. Mereka mencari cara untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip psikologi yang

bermanfaat dengan keyakinan dan nilai-nilai Kristen yang mendasar. Hal ini memunculkan

diskusi yang luas tentang bagaimana pandangan Kristen tentang manusia, dosa, penyembuhan,

dan transformasi dapat disatukan dengan prinsip-prinsip psikologi yang diakui secara luas.

Pandangan MacArthur dan Mack yang mengutip Bobgan menyoroti kompleksitas dalam

hubungan antara psikologi dan ajaran Kristen. Sementara psikologi dapat memberikan wawasan

yang berharga tentang aspek psikologis manusia, keharmonisannya dengan keyakinan Kristen

tetap menjadi pertanyaan yang menantang bagi banyak orang Kristen. Dalam hal ini, penting

untuk terus menjalani dialog dan refleksi yang mendalam untuk mencapai pemahaman yang

lebih baik tentang cara mengintegrasikan prinsip-prinsip psikologi dengan kebenaran iman

Kristen.
Begitu juga dengan Pandangan Kristen yang anti filsafat tercermin dalam sikap skeptis

terhadap nilai dan peran filsafat dalam konteks iman Kristen. Beberapa Kristen menganggap

filsafat sebagai cabang pengetahuan yang tidak selaras dengan keyakinan agama mereka karena

khawatir bahwa keterlibatan yang terlalu dalam pemikiran filosofis dapat mengancam integritas

iman Kristen dan membingungkan keyakinan mereka dalam kebenaran ajaran Kristen. Mereka

juga mencemaskan pluralisme pemikiran yang diperkenalkan oleh filsafat, yang dianggap

sebagai ancaman terhadap kebenaran tunggal yang dinyatakan dalam ajaran Kristen. Selain itu,

beberapa Kristen menempatkan pengalaman spiritual dan hubungan pribadi dengan Allah di atas

penalaran rasional atau pemikiran filosofis, menganggap bahwa kebenaran iman Kristen dapat

dihayati melalui pengalaman iman yang mendalam. Akibatnya, ada kritik terhadap eksklusivitas

dan kompleksitas filsafat yang dianggap tidak dapat diakses oleh semua orang atau tidak sesuai

dengan pemikiran yang sederhana dan praktis. Oleh karena itu, beberapa Kristen mungkin

menolak filsafat sebagai sarana untuk mendekati atau memahami kebenaran Kristen, lebih

memilih untuk fokus pada ajaran Alkitab dan tradisi gereja sebagai sumber utama kebenaran dan

panduan dalam kehidupan mereka.

Berdasarkan pembahasan terebut maka dari itu perlu suatu penelitian yang

mengintegrasikan antara filsafat, teologi, dan konseling. Integrasi ini dapat memberikan landasan

yang kokoh bagi konselor dalam menangani berbagai masalah kehidupan dengan pendekatan

yang holistik dan berdasarkan nilai-nilai yang dipegang teguh. Dengan memadukan pengetahuan

dan wawasan dari ketiga bidang ini, konselor dapat mengembangkan metode dan pendekatan

yang lebih komprehensif dan sesuai dengan kebutuhan klien, sehingga meningkatkan efektivitas

layanan konseling secara keseluruhan. Dengan latar belakang penelitian tersebut maka peneliti
melakukan penelitian dengan judul "Integrasi Filosofi, Teologi, dan Psikologi dalam pastoral

Konseling untuk Penanganan Masalah Kehidupan".


METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yang memungkinkan untuk

mengeksplorasi dan memahami kompleksitas masalah kehidupan dengan lebih mendalam.

Pendekatan kualitatif memungkinkan peneliti untuk menangkap nuansa, makna, dan konteks

yang terlibat dalam penanganan masalah kehidupan(R. J. Raco, 2010). Pendekatan kepustakaan

menjadi landasan utama dalam penelitian ini. Melalui analisis literatur yang relevan, peneliti

dapat mengumpulkan wawasan dari berbagai sumber yang berkaitan dengan filosofi, teologi, dan

konseling dalam konteks penanganan masalah kehidupan. Pendekatan ini melibatkan telaah

terhadap teori-teori, konsep-konsep, dan temuan-temuan penelitian yang telah ada, yang

kemudian akan diintegrasikan untuk memperoleh pemahaman yang lebih holistik tentang

bagaimana pendekatan ini dapat diterapkan dalam praktik penanganan masalah kehidupan.

Selain itu, pendekatan kepustakaan memungkinkan peneliti untuk menelusuri dan

mengevaluasi berbagai perspektif, pendekatan, dan metode yang telah digunakan oleh peneliti

sebelumnya dalam konteks ini. Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya bergantung pada

data primer, tetapi juga memanfaatkan pengetahuan yang telah ada untuk membangun landasan

teoritis yang kokoh dan mendalam.

Dalam konteks penelitian ini, pendekatan kepustakaan memainkan peran kunci dalam

memfasilitasi integrasi antara filsafat, teologi, dan psikologi dalam penanganan masalah

kehidupan. Dengan menggabungkan berbagai pemahaman dan pandangan dari literatur yang

beragam, peneliti dapat mengembangkan kerangka kerja yang komprehensif dan relevan untuk

memahami dan mengatasi tantangan yang dihadapi individu dalam kehidupan mereka.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Integrasi Filsafat, Teologi dan koneling

Dalam konteks konseling, integrasi antara aspek filsafat, teologi, dan spikologi itu sendiri

memiliki potensi besar dalam penanganan masalah psikis dan rohani konseli. Dengan

memadukan prinsip-prinsip filsafat, teologi, dan konseling, konselor dapat menawarkan

pendekatan holistik yang mendalam untuk membantu konseli memahami dan menerima diri

mereka. Dengan mengintegrasikan ketiga aspek ini, konselor menciptakan lingkungan yang

mendukung untuk pertumbuhan dan transformasi konseli secara holistik. Integrasi filsafat,

teologi, dan konseling memungkinkan konselor untuk melihat konseli sebagai individu yang

kompleks, dengan dimensi fisik, psikologis, sosial, dan spiritual yang saling terkait. Dengan

demikian, proses konseling menjadi lebih komprehensif dan berkelanjutan, membantu konseli

mencapai kesejahteraan psikis dan rohani yang lebih baik.

Integrasi adalah sebuah konsep yang melibatkan penggabungan atau penyatuan dua atau

lebih bidang studi atau disiplin ilmu yang berbeda. Dalam konteks ini, meskipun bidang studi

tersebut berasal dari latar belakang yang berbeda, namun mereka tetap mempertahankan identitas

unik mereka sendiri(John D. Carter dan Bruce Narramore, 2018). Artinya, setiap disiplin ilmu

masih mempertahankan ciri khas dan metodologi khususnya sendiri.

Namun, meskipun tetap mempertahankan identitas uniknya, integrasi juga mencakup

pengambilan manfaat dari sudut pandang masing-masing bidang studi yang terlibat. Ini berarti

bahwa setiap bidang studi menggunakan pendekatan, konsep, atau metodologi yang dimilikinya

untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang subjek yang sedang dipelajari. Dengan

mengintegrasikan sudut pandang yang berbeda, integrasi memungkinkan terbentuknya gambaran

yang lebih lengkap dan holistik tentang subjek tersebut.


Lebih lanjut, integrasi juga melibatkan komunikasi atau pertukaran informasi antara

berbagai bidang studi yang terlibat. Ini berarti bahwa kebenaran atau pemahaman yang

ditemukan dalam satu bidang studi dapat disampaikan atau diterapkan dalam bidang studi

lainnya. Proses ini memungkinkan terjadinya kolaborasi antara berbagai disiplin ilmu, yang pada

gilirannya dapat memperkaya pemahaman dan aplikasi pengetahuan dalam konteks yang lebih

luas. Integrasi disiplin ilmu sering kali membawa manfaat besar (Kirk E. Farnsworth, 2015).

Misalnya, dalam bidang psikologi, integrasi dengan disiplin ilmu lain seperti neurosains,

sosiologi, atau bahkan filsafat dan teologi dapat memberikan wawasan yang lebih dalam tentang

perilaku manusia dan pengalaman psikologis. Hal ini juga membuka jalan bagi pengembangan

pendekatan atau intervensi yang lebih holistik dan efektif dalam penanganan masalah kompleks.

Integrasi bukan hanya tentang penggabungan atau penyatuan, tetapi juga tentang berbagi

pengetahuan, metode, dan pandangan untuk mencapai pemahaman yang lebih baik tentang dunia

dan fenomena yang ada di dalamnya.

Integrasi antara filsafat, teologi, dan konseling dalam layanan konseling Kristen

menawarkan pendekatan yang holistik dalam membantu individu mengatasi tantangan kehidupan

mereka. Dengan memadukan pemikiran filosofis, prinsip-prinsip teologis, dan teknik konseling,

konselor dapat memberikan dukungan yang komprehensif kepada konseli mereka. Alkitab,

sebagai sumber wahyu ilahi, memberikan kerangka kerja moral dan spiritual yang penting dalam

menangani masalah kehidupan. Meskipun demikian, Alkitab tidak dimaksudkan sebagai satu-

satunya sumber bimbingan dalam konseling Kristen. Sebagaimana dalam dunia kedokteran, di

mana ilmu pengetahuan dan penelitian akademis memainkan peran penting dalam memahami

kesehatan dan penyembuhan fisik, demikian pula pengetahuan dan kebijaksanaan dari filsafat
dan konseling turut memberikan kontribusi dalam pemahaman dan penanganan masalah

psikologis dan spiritual. Dengan demikian, integrasi yang baik antara berbagai disiplin ilmu ini

memungkinkan para konselor Kristen untuk memberikan layanan yang holistik dan efektif

kepada konseli mereka, mengakui kedua aspek spiritual dan psikologis dari kesejahteraan

manusia.

PERBEDAAN MENDASAR ANTARA FILSAFAT, TEOLOGI DAN

PSIKOLOGI

Filsafat

Secara etimologis "filsafat" adalah gabungan dari dua kata Yunani, yakni "philos" yang

bermakna cinta, dan "sophia" yang berarti kebijaksanaan. Gabungan ini menggambarkan esensi

inti dari disiplin filsafat, yaitu cinta akan kebijaksanaan atau pengetahuan yang mendalam.

Penggunaan kata "philos" dalam konteks ini tidak hanya merujuk pada cinta secara emosional,

tetapi lebih kepada kesetiaan dan hasrat yang mendalam untuk memahami, menyelidiki, dan

mengeksplorasi realitas serta kebenaran.

Sementara itu, "sophia" merujuk pada kebijaksanaan atau pengetahuan yang mendalam.

Dalam filsafat Yunani kuno, kebijaksanaan dianggap sebagai tujuan tertinggi manusia, yang

mencakup pemahaman mendalam tentang alam semesta, moralitas, dan eksistensi manusia itu

sendiri. Filsafat bukan sekadar sekumpulan konsep atau teori, tetapi merupakan upaya untuk

mencapai pemahaman yang lebih dalam dan komprehensif tentang realitas. Filsafat melibatkan

proses kritis, refleksi, dan pertanyaan yang mendalam terhadap segala aspek kehidupan dan

pengetahuan manusia. Dengan demikian, filsafat menjadi landasan bagi berbagai disiplin ilmu
dan menjadi jembatan untuk memahami dunia secara lebih baik (Constantinou & Margaroni,

2008).

Dalam pengertian yang sederhana, filsafat dapat disamakan dengan cinta akan

kebijaksanaan. Ini menyiratkan bahwa inti dari filsafat adalah dorongan untuk mencari

pemahaman yang mendalam tentang kebijaksanaan atau pengetahuan yang mendasar. Namun,

pandangan ini hanya mencakup sebagian kecil dari kayaannya yang sebenarnya.

Filsafat jauh lebih dari sekadar cinta pada kebijaksanaan; ia merupakan cabang

pengetahuan yang luas yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mendasar dan

kompleks tentang realitas, pengetahuan, nilai, dan makna eksistensi manusia. Dalam perjalanan

ini, filsafat tidak hanya mengejar pengetahuan, tetapi juga pemahaman yang mendalam tentang

alam semesta dan tempat manusia di dalamnya.

Filsafat bertujuan untuk menggali berbagai aspek kehidupan dan dunia dengan

menggunakan alat-alat pikiran kritis dan reflektif. Ini melibatkan analisis mendalam terhadap

pertanyaan-pertanyaan yang mungkin tidak memiliki jawaban yang jelas, serta menjajaki aspek-

aspek abstrak seperti etika, logika, metafisika, dan epistemologi. Dengan demikian, filsafat

bukan hanya menjadi sarana untuk memperoleh pengetahuan, tetapi juga untuk mengasah

keterampilan berpikir yang kritis dan reflektif dalam memahami realitas yang kompleks dan

bervariasi.

Salah satu aspek yang membedakan filsafat dari disiplin ilmu lainnya adalah

pendekatannya yang cenderung abstrak dan konseptual. Dalam filsafat, penggunaan logika dan

analisis konseptual menjadi alat utama untuk menyelidiki gagasan-gagasan dasar, prinsip-prinsip

universal, dan implikasi etis dari berbagai konsep. Berbeda dengan disiplin ilmu yang lebih
cenderung mengandalkan pengamatan empiris atau percobaan, filsafat lebih menekankan pada

pemikiran rasional dan reflektif.

Namun, cakupan filsafat tidak hanya terbatas pada kajian konsep-konsep abstrak semata.

Salah satu fitur khasnya adalah inklusivitasnya yang universal. Filsafat tidak terikat pada

batasan-batasan tertentu dalam bidang pengetahuan, melainkan berusaha untuk menjawab

pertanyaan-pertanyaan mendasar yang relevan bagi semua individu dan cabang studi. Sebagai

contoh, filsafat tidak hanya membahas tentang alam semesta dan eksistensi manusia, tetapi juga

menggali konsep-konsep seperti kebenaran, keadilan, kebebasan, dan kebahagiaan yang

memiliki implikasi luas di berbagai bidang kehidupan.

Karena inklusivitasnya ini, filsafat menjadi sarana untuk mengeksplorasi aspek-aspek

pokok dari manusia dan alam semesta secara mendalam. Filsafat memberikan kerangka

konseptual yang luas untuk memahami dunia dan menjadi panggung bagi dialog antara berbagai

tradisi intelektual, budaya, dan agama. Dengan demikian, filsafat bukan hanya merupakan

disiplin akademis, tetapi juga merupakan alat untuk pengembangan pemikiran kritis, refleksi

moral, dan penghargaan terhadap kompleksitas realitas yang ada (James W. Sire, 2005).

Melalui evolusinya, filsafat telah menjadi kekuatan yang mendorong perubahan dan

perkembangan dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Pengaruhnya meluas ke berbagai

domain, mencakup ilmu pengetahuan dengan memberikan landasan konseptual untuk pemikiran

ilmiah, etika dengan menawarkan kerangka moral untuk perilaku manusia, politik dengan

menyediakan teori tentang keadilan dan pemerintahan yang baik, agama dengan memberikan

wawasan tentang makna dan eksistensi, dan seni dengan mempertimbangkan aspek-aspek

keindahan dan ekspresi.


Dalam ilmu pengetahuan, filsafat telah memberikan kontribusi penting dalam

pembentukan metodologi penelitian dan kerangka teoritis. Filsuf telah membantu memperjelas

konsep-konsep fundamental seperti kebenaran, keberanian, dan metode ilmiah itu sendiri, yang

menjadi landasan bagi kemajuan pengetahuan. Di bidang etika, filsafat menawarkan

pertimbangan mendalam tentang apa yang benar dan salah, baik dalam tingkat individu maupun

sosial. Ini membantu membentuk norma-norma moral dan standar perilaku yang digunakan

dalam interaksi manusia.

Dalam politik, filsafat memberikan teori-teori tentang keadilan, hak asasi manusia, dan

bentuk-bentuk pemerintahan yang ideal. Ini menjadi dasar bagi pembentukan sistem politik dan

hukum di berbagai masyarakat. Di sisi lain, dalam bidang agama, filsafat membuka pintu untuk

refleksi tentang makna kehidupan, eksistensi Tuhan, dan hubungan manusia dengan yang Ilahi.

Ini memberikan kerangka konseptual untuk berbagai keyakinan dan praktik keagamaan di

seluruh dunia.

Dalam seni, filsafat berkontribusi dalam memahami aspek-aspek keindahan, ekspresi, dan

makna di balik karya seni. Filsuf telah mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan tentang

estetika, seperti apa yang membuat sesuatu menjadi indah, serta peran seni dalam menginspirasi,

merespons, dan mencerminkan kemanusiaan.

Dengan demikian, filsafat tidak hanya berdampak pada bidang-bidang khusus, tetapi juga

menjadi pendorong bagi refleksi intelektual dan spiritual yang melintasi batas-batas disiplin.

Pemikiran filosofis terus menjadi sumber inspirasi bagi manusia dalam mengeksplorasi makna

eksistensi, tujuan hidup, dan peran mereka dalam dunia ini (Harsono, 2002).

Filsafat memanfaatkan beragam teknik untuk menyelidiki pertanyaan-pertanyaan esensial

mengenai realitas, pengetahuan, nilai, dan eksistensi manusia. Dalam tahapan analisisnya,
konsep-konsep yang kompleks dipilah-pilah menjadi bagian-bagian yang lebih terperinci.

Kemudian, melalui pendekatan kritis, konsep-konsep ini dieksplorasi secara mendalam untuk

memahami implikasi dan makna yang lebih dalam.

Sebagai ilustrasi, dalam bidang etika, seorang filsuf mungkin akan memecah konsep

moralitas menjadi prinsip-prinsip yang lebih sederhana. Prinsip-prinsip ini kemudian menjadi

objek penelitian yang mendalam dan evaluasi kritis. Proses ini memungkinkan untuk penggalian

yang lebih dalam tentang aspek-aspek moralitas, termasuk pertimbangan tentang keadilan,

kebenaran, tanggung jawab, dan konsekuensi dari tindakan-tindakan manusia.

Dengan memecah konsep-konsep yang kompleks menjadi komponen-komponen yang

lebih terperinci, filsafat memberikan kerangka kerja untuk analisis yang lebih menyeluruh dan

mendalam. Pendekatan ini memungkinkan untuk pemahaman yang lebih baik tentang realitas

yang kompleks dan beragam, serta untuk menggali implikasi filosofis yang dapat diterapkan

dalam berbagai konteks kehidupan manusia (Geisler, 2012). Filsafat sering menggunakan

penyusunan argumen yang logis dan konsisten untuk mendukung suatu pandangan atau teori.

Proses ini melibatkan pembentukan premis yang kokoh dan penarikan kesimpulan yang masuk

akal melalui deduksi logis.

Contoh dalam filsafat politik, seorang filsuf bisa mengembangkan argumen yang

mendukung atau menentang suatu sistem politik berdasarkan prinsip-prinsip etika dan keadilan.

Refleksi, di sisi lain, adalah proses mendalami pikiran, keyakinan, dan nilai-nilai kita. Melalui

refleksi, kita dapat menantang asumsi dan prasangka yang mendasari pandangan kita tentang

dunia. Dalam konteks filsafat personal, refleksi bisa mencakup pemyelidikan tentang makna

hidup atau pemeriksaan etika individu.


Dialog adalah proses diskusi dengan orang lain tentang berbagai ide dan perspektif.

Dalam dialog filsafat, individu membagikan pandangan mereka tentang isu-isu filosofis dan

berusaha mencapai pemahaman yang lebih mendalam melalui pertukaran gagasan. Dialog juga

memungkinkan kita untuk menguji dan mengembangkan ide kita dengan mempertimbangkan

sudut pandang orang lain (Geisler, 2012).

Filsafat memiliki peran penting dalam kehidupan manusia karena membantu kita untuk

berpikir secara kritis dan reflektif. Melalui latihan filosofis, kita dapat meningkatkan kemampuan

kita dalam menyelami berbagai isu dengan lebih mendalam dan komprehensif. Selain itu, filsafat

membuka ruang bagi kita untuk menyelidiki asumsi dan prasangka yang mungkin kita pegang

tentang dunia. Lebih lanjut, filsafat membantu kita dalam menetapkan nilai-nilai dan keyakinan.

Melalui proses refleksi dan dialog filosofis, kita dapat mengklarifikasi dan mengartikulasikan

nilai-nilai dan keyakinan kita, serta memperkuat konsistensi dan kesesuaian dengan prinsip-

prinsip yang kita anut.

Selain itu, filsafat juga memfasilitasi pemahaman yang lebih baik terhadap berbagai

budaya dan sudut pandang. Ini terjadi karena filsafat melibatkan pertukaran gagasan dan

pandangan dari beragam tradisi filosofis. Terakhir, dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan

eksistensial dan merumuskan nilai-nilai serta memahami hakikat realitas, filsafat membimbing

kita menuju pengalaman hidup yang lebih bermakna dan autentik.(Kant., 2003).

Teologi
Memahami teologi dalam segala kedalaman dan kompleksitasnya membutuhkan dedikasi

untuk merenungkan berbagai aspek yang terkait. Secara etimologis, teologi didefinisikan sebagai

"ilmu tentang Tuhan", menyoroti fokusnya pada studi tentang eksistensi, sifat, dan hubungan

manusia dengan yang Ilahi. Namun, ketika kita menelusuri disiplin ini lebih lanjut, kita

menyadari bahwa teologi jauh lebih dari sekadar pemeriksaan tentang Tuhan. Teologi juga
melibatkan studi tentang kitab suci, tradisi keagamaan, ritual, doktrin, dan sejarah agama. Ini

mencakup pemahaman tentang peran agama dalam kehidupan individu dan masyarakat serta

pengaruhnya terhadap etika, moralitas, dan budaya. Teologi juga mencakup studi tentang

fenomena keagamaan, seperti pengalaman mistik, ritual keagamaan, dan teologi pembebasan.

Selain itu, teologi sering kali berinteraksi dengan berbagai bidang lainnya, termasuk

filsafat, ilmu pengetahuan, sejarah, antropologi, dan sosiologi. Ini menunjukkan kompleksitasnya

yang meluas dan mencakup banyak aspek kehidupan manusia. Memahami teologi dalam segala

kompleksitasnya tidak hanya melibatkan studi tentang Tuhan atau aspek-aspek keagamaan saja,

tetapi juga memerlukan pemahaman yang luas tentang berbagai aspek kemanusiaan. Ini

membutuhkan penggalian yang mendalam dan pemikiran kritis terhadap berbagai konsep, tradisi,

dan praktik keagamaan yang ada di berbagai budaya dan konteks historis (Leon Morris, 2006).

Teologi tidak hanya mempelajari eksistensi atau sifat-sifat Tuhan, tetapi juga menyelidiki

hubungan antara Tuhan dengan dunia dan manusia, serta implikasinya terhadap makna hidup dan

kematian. Teologi mempelajari sifat-sifat atau atribut Allah yang mencakup kesempurnaan,

keadilan, kasih, dan kebijaksanaan-Nya. Pemahaman tentang sifat-sifat ini membantu kita untuk

mengenal karakter Tuhan dan bagaimana sifat-sifat tersebut memengaruhi hubungan-Nya dengan

ciptaan-Nya (Kiswara, 1992, p. 65).

Teologi merupakan studi yang mendalam tentang hubungan manusia dengan Yang Ilahi,

tidak hanya dalam hal eksistensinya, tetapi juga mengenai implikasi dan konsekuensi

keberadaannya terhadap kehidupan manusia dan dunia. Dalam kajian teologis, pertanyaan-

pertanyaan yang diajukan tidak hanya sebatas tentang keberadaan Tuhan, tetapi juga tentang

alasan dan cara Tuhan memengaruhi realitas manusia dan dunia.


Wahyu Tuhan menjadi fokus utama dalam studi teologi. Ini mencakup pemahaman

tentang wahyu yang terungkap dalam kitab suci agama-agama tertentu, seperti Al-Quran, Bible,

atau kitab-kitab suci lainnya, serta pengalaman rohani individu atau komunitas. Pemahaman ini

menjadi landasan bagi keyakinan dan pandangan hidup umat beragama, memengaruhi cara

mereka memandang dunia, nilai-nilai yang mereka anut, dan tindakan yang mereka ambil dalam

kehidupan sehari-hari.

Selain itu, teologi juga mempertimbangkan interaksi dinamis antara Tuhan dan manusia.

Ini melibatkan berbagai aspek seperti doa, pertobatan, pengampunan, dan penebusan. Studi

teologis mendalam tentang bagaimana hubungan ini terjalin, bagaimana manusia berinteraksi

dengan Tuhan melalui praktek-praktek keagamaan, dan bagaimana pengaruh Tuhan

memengaruhi kehidupan manusia secara spiritual, moral, dan praktis (William Dyrness, 2013).

Teologi melampaui pemahaman spiritual semata dan melibatkan refleksi mendalam tentang

hubungan antara dimensi spiritual, material, dan alam semesta sebagai ciptaan Tuhan. Ini

mencakup pemahaman akan tanggung jawab manusia dalam merawat dan melestarikan

lingkungan, mengakui bahwa alam semesta bukan hanya sebuah latar belakang tetapi juga

sebuah manifestasi dari kebijaksanaan dan kekuasaan Tuhan yang memerlukan perlindungan dan

penghargaan.

Teologi juga menggali makna kehidupan manusia dalam konteks keberadaan Tuhan dan

pandangan tentang kehidupan setelah kematian. Ini mengundang kita untuk merenungkan

tentang tujuan hidup, makna keberadaan kita di dunia ini, serta akhirat sebagai aspek yang

fundamental dalam perjalanan rohani kita. Pertanyaan-pertanyaan tentang moralitas, keadilan,

penderitaan, dan kebahagiaan dalam konteks keberadaan Tuhan dan kehidupan setelah kematian

menjadi pusat perhatian dalam refleksi teologis (Fish, 2010).


Psikologi
Psikologi adalah bidang ilmu yang berasal dari penggabungan kata psyche, yang merujuk

pada pikiran atau jiwa, dan logos, yang mengandung makna ilmu. Psikologi bertujuan untuk

memperoleh pengetahuan tentang perilaku manusia yang dapat diamati. Dalam konteks

psikologi, istilah "perilaku" atau "tingkah laku" digunakan dalam lingkup yang sangat luas,

mencakup semua aktivitas yang dapat dilakukan oleh manusia atau hewan(Ronald E. Smith,

2018).

Perilaku manusia dapat bervariasi dari yang terbuka dan mudah diamati hingga yang

tersembunyi dan sulit terdeteksi. Contohnya, tindakan langsung seperti berbicara atau bergerak

adalah contoh perilaku terbuka, sementara emosi yang tersembunyi atau pikiran yang rumit

mungkin memerlukan analisis lebih mendalam untuk dipahami. Psikologi merupakan bidang

studi yang tidak hanya memperhatikan perilaku yang tampak, tetapi juga yang tersembunyi. Ini

melibatkan pengamatan, analisis, dan penelitian terhadap berbagai aspek perilaku manusia untuk

memahami berbagai motivasi, pola pikir, dan emosi yang mendasarinya. Psikologi membantu

dalam memahami kompleksitas manusia secara lebih mendalam, dari tingkat yang paling

sederhana hingga yang paling kompleks.

Tujuan utama psikologi bukan hanya mengamati perilaku yang terlihat, tetapi juga

memahami dan mengatasi masalah-masalah psikologis yang mungkin muncul, serta

mengembangkan strategi untuk meningkatkan kondisi psikologis yang kurang optimal. Dalam

ranah psikologi, terdapat sejumlah cabang studi yang menitikberatkan pada aspek-aspek tertentu:

Psikologi Klinis, sebagai contoh, memusatkan perhatian pada adaptasi, penyesuaian, dan

pertumbuhan individu dengan mempertimbangkan berbagai faktor, seperti intelektual, biologis,


emosional, sosial, dan psikologis, dalam berbagai konteks sosial, ekonomi, dan budaya.

Psikologi Sosial, di sisi lain, meneliti perilaku manusia dalam interaksi sosialnya dan mengamati

bagaimana lingkungan sosial memengaruhi individu dalam berbagai situasi. Sementara itu,

Psikologi Kognitif memfokuskan pada pemahaman proses mental yang terlibat dalam pemikiran,

pembelajaran, ingatan, pemecahan masalah, dan penggunaan bahasa. Psikologi Industri dan

Organisasi menitikberatkan pada manajemen sumber daya manusia dan sistem organisasi di

lingkungan kerja. Psikologi Kesehatan menyelidiki hubungan antara faktor psikologis, perilaku,

dan kondisi fisik kesehatan, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan psikologis individu. Ada

juga Psikologi Pendidikan yang mempelajari proses pembelajaran, pengajaran, dan pendidikan

serta menerapkan prinsip-prinsip psikologi dalam konteks pendidikan. Selain itu, terdapat

berbagai cabang psikologi lainnya, seperti Psikologi Forensik, Psikologi Perkembangan Anak,

Psikologi Remaja, Psikologi Dewasa, Psikologi Lanjut Usia, dan Psikologi Kriminal, masing-

masing dengan fokus studi yang berbeda dan penerapan praktisnya dalam kehidupan sehari-

hari(DuaneSchualtz, 1991).

Dari pembahasan di atas maka peneliti menyimpulkan Perbedaan mendasar antara

filsafat, teologi, dan psikologi terletak pada fokus kajiannya, pendekatannya, serta tujuan akhir

yang ingin dicapai. Filsafat, berasal dari kata Yunani yang berarti "cinta akan kebijaksanaan",

memusatkan perhatian pada pemahaman yang mendalam tentang realitas, pengetahuan, nilai, dan

makna eksistensi manusia. Filsafat menggunakan alat-alat pikiran kritis dan reflektif untuk

menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang kehidupan dan dunia. Pendekatannya

cenderung abstrak dan konseptual, menggunakan logika dan analisis konseptual sebagai alat

utama untuk menyelidiki gagasan-gagasan dasar. Filsafat tidak terbatas pada batasan-batasan

tertentu dalam bidang pengetahuan, melainkan mencoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan


yang relevan bagi semua individu dan cabang studi. Tujuan filsafat adalah memperoleh

pemahaman yang lebih baik tentang realitas yang kompleks dan bervariasi serta

mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan reflektif.

Teologi, di sisi lain, adalah studi tentang hubungan manusia dengan Yang Ilahi, dengan

fokus pada Tuhan, kitab suci, tradisi keagamaan, dan fenomena keagamaan. Teologi

mempertimbangkan aspek-aspek spiritual, moral, dan praktis dari keberadaan Tuhan dan

implikasinya terhadap kehidupan manusia dan dunia. Studi teologis mencakup pemahaman

tentang wahyu Tuhan, interaksi antara Tuhan dan manusia, makna kehidupan manusia, dan

kehidupan setelah kematian. Teologi juga meneliti bagaimana keberadaan Tuhan memengaruhi

pandangan hidup, nilai-nilai, dan tindakan manusia dalam konteks keagamaan.

Psikologi, sebaliknya, adalah disiplin ilmu yang mempelajari perilaku, emosi, dan proses

kognitif manusia yang dapat diamati. Psikologi menggunakan metode ilmiah untuk memahami

dan menganalisis berbagai aspek perilaku manusia, mulai dari yang terbuka hingga yang

tersembunyi. Cabang-cabang psikologi seperti psikologi klinis, psikologi sosial, dan psikologi

kognitif, masing-masing menekankan pada aspek-aspek tertentu dari perilaku manusia dan

memiliki aplikasi praktis dalam kehidupan sehari-hari, seperti penanganan masalah psikologis,

interaksi sosial, dan pemahaman proses mental.

Dengan demikian, perbedaan mendasar antara filsafat, teologi, dan psikologi terletak

pada fokus kajiannya, yakni pemahaman tentang realitas (filsafat), hubungan dengan Yang Ilahi

(teologi), dan perilaku manusia (psikologi), serta pendekatan dan tujuan akhir yang ingin dicapai

dalam pemahaman tentang aspek-aspek tersebut.


Integrasi Filsafat, Teologi, dan Psikologi dalam Pastoral Konseling

Pengintegrasian filsafat, teologi, dan psikologi menjadi fondasi yang kuat untuk praktik

pastoral konseling yang holistik dan berdaya guna. Masing-masing disiplin memberikan

kontribusi yang unik dalam memahami, melayani, dan membimbing individu dalam pencarian

makna, pemulihan, dan pertumbuhan rohani. Integrasi ini menawarkan pendekatan yang

komprehensif dan mendalam dalam membantu individu mengatasi tantangan, krisis, dan konflik

dalam kehidupan mereka.

Filsafat, sebagai studi tentang realitas, pengetahuan, dan nilai, menyediakan landasan

konseptual yang kokoh bagi pastoral konseling. Prinsip-prinsip filsafat seperti logika, etika, dan

metafisika membantu mengeksplorasi dan memahami kerangka pikiran individu, memberikan

dasar untuk evaluasi kritis terhadap nilai-nilai dan keyakinan, serta menyediakan alat untuk

refleksi filosofis yang mendalam tentang eksistensi manusia dan makna hidup.

Dalam konteks pastoral konseling, pemahaman filsafat tentang nilai-nilai dan eksistensi

manusia menjadi penting untuk membimbing individu dalam pencarian makna dan tujuan hidup

mereka. Misalnya, filsafat etika memberikan kerangka kerja untuk mempertimbangkan konflik

moral, sedangkan filsafat metafisika membantu individu menjelajahi pertanyaan-pertanyaan

tentang eksistensi dan realitas keagamaan.

Teologi, di sisi lain, membawa dimensi spiritual dan religius yang mendalam dalam

pastoral konseling. Studi tentang doktrin, kitab suci, dan tradisi keagamaan membentuk landasan

iman dan keyakinan yang kuat bagi individu. Dalam konseling pastoral, teologi membantu

individu memahami hubungan mereka dengan Yang Ilahi, menemukan penghiburan dan
kekuatan dalam iman mereka, serta menemukan makna dan tujuan hidup mereka dalam konteks

rohani.

Kontribusi teologi dalam pastoral konseling melampaui aspek spiritual semata. Ia juga

menyediakan bimbingan moral, etika, dan nilai-nilai yang mendasari perilaku dan keputusan

individu. Selain itu, pemahaman tentang kasih karunia, pengampunan, dan harapan dalam teologi

memberikan dukungan emosional dan spiritual yang penting bagi individu yang mengalami

krisis, trauma, atau penderitaan.

Psikologi, sebagai ilmu perilaku dan proses mental manusia, membawa pemahaman yang

mendalam tentang dinamika psikologis individu dalam pastoral konseling. Melalui konsep-

konsep seperti motivasi, emosi, dan kognisi, psikologi membantu membongkar faktor-faktor

yang memengaruhi perilaku dan pengalaman individu. Ini memungkinkan penanganan yang

holistik terhadap masalah psikologis, emosional, dan sosial yang mungkin dihadapi individu.

Dalam praktik konseling pastoral, psikologi memberikan kerangka kerja untuk evaluasi

dan intervensi yang efektif. Misalnya, psikologi klinis membantu identifikasi dan diagnosis

masalah psikologis, sementara psikologi kognitif memberikan strategi untuk mengubah pola

pikir dan perilaku yang tidak sehat. Psikologi sosial juga membantu memahami pengaruh

lingkungan sosial dan hubungan interpersonal terhadap kesejahteraan individu.

Integrasi filsafat, teologi, dan psikologi dalam pastoral konseling menciptakan

pendekatan yang holistik, berbasis nilai, dan berpusat pada individu. Ini memungkinkan konselor

pastoral untuk bekerja secara efektif dengan individu dalam memahami dan mengatasi tantangan

kehidupan mereka, sambil memperkuat iman, keyakinan, dan kesejahteraan spiritual mereka.
Dengan memadukan wawasan dan pendekatan dari ketiga disiplin ini, konselor pastoral dapat

memberikan pelayanan yang komprehensif dan bermakna bagi individu yang mereka layani.

SIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa integrasi antara filsafat, teologi, dan

psikologi memiliki potensi besar dalam membantu individu dalam mencapai kesejahteraan psikis

dan rohani yang lebih baik. Integrasi ini menciptakan pendekatan holistik yang mendalam untuk

membantu individu memahami dan menerima diri mereka dan menyelesaikan masalah

kehidupan. Perbedaan mendasar antara filsafat, teologi, dan psikologi terletak pada fokus

kajiannya, pendekatannya, serta tujuan akhir yang ingin dicapai. Filsafat memusatkan perhatian

pada pemahaman yang mendalam tentang realitas, pengetahuan, nilai, dan makna eksistensi

manusia, dengan menggunakan alat-alat pikiran kritis dan reflektif. Teologi, di sisi lain, adalah

studi tentang hubungan manusia dengan Yang Ilahi, dengan fokus pada Tuhan, kitab suci, tradisi

keagamaan, dan fenomena keagamaan. Psikologi adalah disiplin ilmu yang mempelajari

perilaku, emosi, dan proses kognitif manusia yang dapat diamati. Dalam konteks pastoral

konseling, integrasi antara filsafat, teologi, dan psikologi menjadi fondasi yang kuat untuk

praktik pastoral konseling yang holistik dan berdaya guna. Masing-masing disiplin memberikan

kontribusi yang unik dalam membantu individu dalam pencarian makna, pemulihan, dan

pertumbuhan rohani. Integrasi ini menawarkan pendekatan yang komprehensif dalam membantu

individu mengatasi tantangan, krisis, dan konflik dalam kehidupan mereka. Dengan ketiganya

maka permasalahan kehidupan dapat ditangani dengan tepat.


DAFTAR PUSTAKA

Amin, S. M. (2013). Bimbingan dan Konseling. AMZAH.


Constantinou, M., & Margaroni, M. (2008). Continental philosophy. In Year’s Work in Critical
and Cultural Theory (Vol. 16, Issue 1). https://doi.org/10.1093/ywcct/mbn016
DuaneSchualtz. (1991). Psikologi Pertumbuhan Model-model Kepribadian Sehat (PT Kanisius
(ed.)).
Fish, W. (2010). Philosophy of Perception. In Philosophy of Perception.
https://doi.org/10.4324/9780203880586
Geisler, N. L. (2012). A History of Western Philosophy, Volume II: Modern and Post-Modern.
350.
Harsono. (2002). Implementasi Kebijakan dan Politik. PT Bumi Aksara.
James W. Sire. (2005). Semesta Pemikiran: Sebuah Katalog Wawasan Dunia Dasar. Penerbit
Momentum.
John D. Carter dan Bruce Narramore. (2018). The Integration Of Psychology and Theology.
Zondervan Publisheng House.
Kant., I. (2003). Dasar-Dasar Filsafat Moral. BPK Gunung Mulia.
Kirk E. Farnsworth. (2015). Whole Hearted Integration. Baker Book House.
Kiswara, C. (1992). Dasa Firman Allah Makna dan Penerapannya. Kanisius.
Leon Morris. (2006). Teologi Perjanjian Baru. Gandum Mas.
R. J. Raco. (2010). Metode Penelitian Kualitatif. Grasindo.
Ronald E. Smith, I. G. S. (2018). Psychology The frontier Of Behavior. Harper & Row Publisher.
Rudito, P. & Sinaga, M. F. N. (2017). Digital Mastery, Membangun Kepemimpinan Digital
Untuk Memenangkan Era Disrupsi. Gramedia.
Tu’u, T. (2007). Dasar-dasar Konseling Pastoral. Andi Offset.
William Dyrness. (2013). Tema-tema Dalam Teologi Perjanjian Lama. Gandum Mas.

Anda mungkin juga menyukai