Anda di halaman 1dari 2

Fase-fase Pola Hubungan masyarakat Islam di Indonesia

Pembahasan mengenai gejala keberagamaan yang menjadi unsur daripada pemikiran,


keyakinan, historis, tata nilai, dan institusi, Maka keberagamaan Islam di Indonesia memiliki
realitas sejarah yang panjang dalam bingkai pembentukan negara Indonesia. Fakta historis
dapat ditinjau dari aspek pemikiran sebagai suatu pengetahuan dan ideologi, keyakinan
sebagai doktrin, ajaran Sebagai agama, sistem nilai sebagai wujud fakta sosial, dan institusi
sebagai wujud dari pelembagaan. Fakta historis tidak dapat dipisahkan dari konteks
masyarakat baik secara faktual maupun secara simbolis. Secara faktual Islam dihadapkan
dengan berbagai macam konflik antara pemeluk agama yang lain. Selain itu, dalam internal
Islam sendiri memiliki persinggungan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya
mengenai klaim kebenaran.

Keberagamaan Umat Islam di Indonesia dalam tiga periode memiliki cirinya


tersendiri sebagai peristiwa simbolik dan historis. Di masa Orde Lama hubungan keagamaan
umat Islam lebih mengarah kepada persinggungan antara Islam dengan negara dalam
perumusan dasar hukum negara yang diawali dari piagam Jakarta, Pemberontakan Darul
Islam/Tentara Islam Indonesia [DI/TII], dan pembubaran organisasi kemasyarakatan Partai
Serikat Islam [PSI] serta Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia [Masyumi]. Peristiwa-
peristiwa yang telah disebutkan menunjukkan ketegangan simbolis antara pendukung hukum
sekuler dengan hukum agama. Pendukung hukum sekuler bersikeras menghilangkan kalimat
Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk–pemeluknya. Akibat
yang ditimbulkan dalam kalimat ini pada Piagam Jakarta ialah sebagai upaya demistifikasi
Islam sebagai hukum sekuler yang mengatur keberagaman penduduk Indonesia. Sementara,
Para penggagas hukum sekuler terjebak pada rumusan Piagam Jakarta dengan cara berpikir
realisme.

Pada fase Orde Baru, Intimidasi merupakan bentuk hubungan antara umat Islam dan
negara. Negara dikuasai oleh berbagai aparat seperti elite, birokrasi, dan militer. Norma yang
mendominasi mereka adalah nasionalisme, sekularisme, dan otoritarianisme. Sekularisme
merupakan pemisahan hukum agama dan negara dalam menyelenggarakan pemerintahan
negara. Bentuk penyelenggaraan negara yang mengedepankan nasionalisme dan sekularisme
berwujud pada otoritarianisme dengan penerapan asas tunggal. Para penyelenggara negara
terjebak pseudo realisme yang artinya negara adalah kekuatan tunggal dalam mengendalikan
keamanan dan ketertiban dalam menjalankan pembangunan.
Dalam periode Reformasi, pola hubungan ketegangan dan intimidasi negara terhadap
umat Islam cenderung menurun. Akan tetapi, pada masa ini isu-isu berbau sara semakin
mencuat yang menyebabkan timbulnya konflik antar umat beragama. Sikap eksklusivitas
muncul di beberapa agama dengan menguatnya sentimen etnisitas (kesadaran etnisitas) untuk
menyingkirkan dan mengelompokkan golongan tertentu. Ketegangan yang muncul antara
agama disebabkan hubungan yang klise antara penganut agama mayoritas dengan penganut
minoritas terkait klaim otoritas kebenaran. Dominasi mayoritas tergambar pada peristiwa
penutupan gereja Yasmin Bogor dan beberapa kasus serupa pernah terjadi. Munculnya sikap
eksklusivitas dan klaim otoritas kebenaran terbentuk karena cara pandang yang diselimuti
pseudo mistik.

Pola hubungan keberagamaan umat Islam dari tiga fase historis dan simbolis di atas
dapat disimpulkan menjadi empat hal, yaitu ketegangan perumusan dasar negara, ketegangan
ideologis, kediktatoran negara dan dominasi mayoritas. Pola hubungan tersebut merupakan
bias dari objektivitas dogma agama yang terlihat dari sikap moral yang ditunjukkan yakni
eksklusivitas, klaim otoritas kebenaran, perumusan hukum Tuhan, dan modifikasi perilaku
berdasarkan ajaran keagamaan. Bias objektivitas dogma agama sebagai wujud dari kesadaran
palsu yang dimiliki oleh para penganutnya. Bentuk kesadaran palsu dalam keseharian
menurut Mennheim1 adalah kecurigaan yang bercokol dalam jiwa manusia. Kecurigaan
tersebut menurut Mennheim2 berasal dari sikap religius.

1
Karl meinmeih, Ideologi dan Utopia: Menyingkap Kajian Pikiran dan Politik, (Yogyakarta: Kanisius), 1991.
2
Ibid.

Anda mungkin juga menyukai