1. Latar Belakang
1
Bali dari sampah plastik telah diterbitkan peraturan Gubernur Nomor 97 Tahun
2018, tentang pembatasan timbulan sampah plastik sekali pakai. Selain itu juga
telah diterbitkan Peraturan Gubernur Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran
dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali. Kebijakan
tersebut bertujuan untuk mempertahankan dan melindungi serta pemajuan
kebudayaan Bali agar tidak tercabut dari akarnya, yang nantinya “Kesucian dan
Keharmonisan Alam Bali Beserta Isinya, menuju Kehidupan Krama dan Gumi Bali
yang Sejahtera dan Bahagia, Sakala-Niskala Sesuai dengan Prinsip Trisakti Bung
Karno: Berdaulat secara Politik, Berdikari secara Ekonomi, dan Berkepribadian
dalam Kebudayaan.
2. Masalah
Dari uraian latar belakang diatas permasalahan yang dihadapi adalah
belum optimalnya Program Pemajuan Kebudayaan Provinsi Bali (Nilai
sejarah & Tradisi Bahasa Aksara dan Sastra) yang diduga
dipenagaruhi oleh :
1) SDM Krama Bali mengalami perubahan secara mendasar dari
segi cara berpikir, sikap dan perilaku kehidupan baik secara
individu, maupun kolektif.
2) Pudarnya kesucian, spiritualitas, dan taksu Bali
3) Belum optimalnya pembinaan kebudayaan lokal Bali
2
3 Kerangka Berpikir
TUPOKSI DINAS
DINAS
PROGRAM
KEBUDAYAAN
Pemajuan Kebudayaan Provinsi Bali (Nilai
PROVINSI BALI sejarah & Tradisi Bahasa Aksara dan Sastra)
AREA BERMASALAH
GAP
Program Pemajuan Nilai Sejarah, Tradisi, Bahasa Aksara dan Sastra Melalui
Peningkatan Perlindungan, Pengembangan, pemanfaatan dan Pembinaan Budaya Bali
INOVASI :
GERBANG KRAMA BALI
(Gerakan Pengembangan Karakter
Manusia Bali)
IMAGE KRAMA BALI MEMILIKI DAYA SAING dan INOVASI TERHADAP JATIDIRI, INTEGRITAS DAN KUALITAS SENI
KEBUDAYAAN DARI HULU SAMPAI KE HILIR MELALUI GERAKAN PENGEMBANGAN KARAKTER MANUSIA BALI
3
4. Program
5. Strategi
4
melestarikan dan mengembang Budaya Bali sehingga tidak tergerus
oleh arus globalisasi yang begitu cepat.
Nilai-nilai demokrasi memengaruhi bagaimana masyarakat Bali
menjabarkan konsep demokrasi sebagai basis kekuatan dan
kemandirian dalam transisi demokrasi sekarang ini. Sementara,
penerapan nilai-nilai dan parameter demokrasi itu juga memengaruhi
bagaimana bentuk dan sifat relasi antara masyarakat Bali dengan
pemerintah sebagai bagian institusi negara. Tradisi budaya di Bali
sistem pemilihan secara langsung sudah lama diterapkan dalam
pergantian jabatan prajuru di desa-desa dataran di Bali. Mereka
biasanya dipilih dari, oleh dan untuk desa pakraman melalui paruman/
sangkepan krama yang secara khusus diadakan untuk itu.
Pemilihan prajuru bisanya berjalan secara demokratis sesuai aturan
yang tertuang dalam awig-awig desa. Di desa Bali Aga (pegunungan)
kepercayaan terhadap senioritas dan orang yang lebih berpengalaman
dalam memangku jabatan prajuru desa sangat besar. Budaya
demokrasi ini menjadikan krama desa di Bali tidak canggung dalam
sistem pemilihan umum langsung nasional untuk memilih presiden dan
wakil presiden, maupun pemilihan umum langsung untuk memilih
gubernur dan bupati.
Keterlibatan krama desa dalam ikut mengawasi penggunaan
keuangan desa, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas
lembaga desa pakraman dalam penyelenggaraan pemerintahan di
desa sudah mulai terlihat. Ada hubungan simetris antara
kesederhanaan prasyaratan untuk menjadi prajuru desa dengan
kualitas dan kemampuan manajerialnya dalam mengelola sumber-
sumber dana desa pakraman. Dengan berkembangnya konsep desa-
kala patra yang bermakna bahwa variasi yang ada memang diakui dan
dihargai, sesuai dengan daerah, waktu, dan situasi objektif yang
sedang terjadi. Bahkan kemudian ‘hak untuk berbeda’ dari suatu desa
pakraman juga dibenarkan dalam tatanan masyarakat Bali, sehingga
muncul ungkapan pembenaran yang dikenal dengan istilah desa
mawacara yang maksudnya hak desa pakraman untuk mengatur
dirinya sendiri sesuai dengan tradisi yang berkembang setempat.
Dalam kehidupan masyarakat Bali telah mewariskan segi-segi berpikir
positif yang patut ditumbuhkembangkan dalam penguatan kehidupan
demokrasi di Bali, diantaranya: tatas, tetes (kehati-hatian dalam
bertindak); tat twam asi (toleransi tanpa menonjolkan
perbedaan); paras paros (saling memberi dan menerima pendapat
orang lain); salunglung sabayantaka (bersatu teguh bercerai
runtuh); merakpak danyuh atau perbedaan pendapat tidak
menghilangkan persahabatan.
5
6. Kesimpulan