Anda di halaman 1dari 20

Tinjauan Pustaka Departemen

APLIKASI KLINIS OTO ACOUSTIC EMISSION

Cover

Oleh :

dr. Nalendra Tri Widhianarto

Pembimbing :

Dr. dr. Muyassaroh, Sp. THT-BKL, Subsp. NO (K), MSi. Med

PROGRAM STUDI SPESIALIS ILMU KESEHATAN TELINGA


HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA DAN LEHER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2024
2

BAB I

PENDAHULUAN

Oto Acoustic Emision (OAE) merupakan alat skrining pendengaran untuk


mengetahui fungsi koklea,hasilnya merupakan respons koklea yang dipancarkan
dalam bentuk energi akustik.1 Pemeriksaan OAE tidak terbatas pada umur, bisa
dilakukan pada neonatus, tidak invasif, tidak memerlukan waktu lama, tidak perlu
ruangan khusus, tersedia alat portable.1,2 Kelemahannya dipengaruhi oleh bising
lingkungan, kondisi telinga luar dan tengah, kegagalannya pada 24 jam pertama
kelahiran cukup tinggi, serta harga alat relatif mahal.1
Program Early Hearing Detection and Intervention (EHDI) telah diterapkan
di Amerika Serikat untuk mengidentifikasi bayi dengan gangguan pendengaran sedini
mungkin. Program EHDI secara rutin mengumpulkan dan melaporkan data. Insidens
gangguan pendengaran pada neonatus di Amerika berkisar antara 1-3 dari 1000
kelahiran hidup karena gangguan pendengaran pada bayi dan anak kadang-kadang
disertai keterbelakangan mental, gangguan emosional maupun afasia
perkembangan.3,4
Angka kejadian gangguan pendengaran pada neonatus yang diobservasi ketat
di Neonatal Intensive Care Unit (NICU) adalah 2,5 setiap 100 bayi risiko tinggi. Saat
ini di Indonesia beberapa rumah sakit telah menjalankan program skrining
pendengaran namun masih bersifat sukarela. Sayangnya tidak semua rumah sakit
yang menjalankan program tersebut memiliki fasilitas yang memadai untuk
pemeriksaan. Suwento (2004) mencatat pada Survey Kesehatan Mata dan Telinga
(1994-1996) di Indonesia didapatkan prevalensi gangguan pendengaran adalah
16,8%, tuli 0,4% dan tuli kongenital 0.1%. Selanjutnya data WHO menyebutkan bayi
lahir tuli (tuli kongenital) berkisar 0,1-0,2% dengan risiko gangguan komunikasi dan
akan menjadi beban keluarga, masyarakat dan bangsa. Dengan angka kelahiran di
Indonesia sekitar 2,6% maka setiap tahunnya akan ada 5200 bayi tuli di Indonesia.5
3

Pemerikaan OAE memberikan manfaat dalam melakukan deteksi dini


gangguan pendengaran / skrining pendengaran, skrining pendengaran ini bisa
dilakukan pada bayi-bayi baru lahir untuk mendeteksi adanya kemungkinan gangguan
pendengaran kongenital, maupun pada pasien dengan kemungkinan ototoksik pasca
terapi, untuk memeriksa pendengaran pasien dengan kondisi yang tidak sadarkan
diri.3 Pemeriksaan OAE dikatakan pemeriksaan objektif karena tidak membutuhkan
respon aktif dari pasien dan menggunakan kriteria Pass /Refer.4
Maksud dan tujuan penulisan ini adalah mempelajari tentang pemeriksaan
OAE agar dapat melakukan pemeriksaan dengan baik dan benar dengan harapan
mendapatkan hasil yang tepat.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi OAE
Otoacoustic Emission atau OAE pertama kali ditemukan oleh Gold pada
tahun 1948 dan diperkenalkan oleh Kemp pada tahun 1978. OAE merupakan suara
dengan intensitas rendah yang diproduksi oleh koklea baik secara spontan atau
menggunakan stimulus yang disebabkan oleh gerakan sel-sel rambut luar di telinga
bagian dalam. Gerakan-gerakan ini adalah hasil mekanisme sel yang aktif, yang dapat
terjadi baik secara spontan, maupun oleh rangsangan bunyi dari luar.6,7
OAE merupakan skrining pendengaran yang dilakukan untuk mengetahui
fungsi koklea di telinga dalam dan hasilnya merupakan respons koklea yang
dipancarkan dalam bentuk energi akustik, namun tidak dapat memberikan informasi
tentang derajat gangguan pendengaran seorang bayi atau anak. Fungsi koklea selain
menerima suara, juga menghasilkan energi akustik. Energi akustik yang dihasilkan
berupa suara dengan intensitas rendah, dapat timbul secara spontan atau merupakan
respons terhadap rangsangan akustik.7,8

Gambar 1. Contoh alat OAE.9


5

OAE adalah suatu teknik pemeriksaan koklea yang relatif baru, berdasarkan
prinsip elektrofisiologik yang obyektif, cepat, mudah, otomatis, non invasif, dengan
sensitivitas mendekati 100%. Pemeriksaan OAE dikatakan objektif karena dapat
langsung mengetahui fungsi koklea. Keuntungan lain OAE tidak terbatas pada umur,
bahkan dapat dilakukan pada neonatus, tidak memerlukan waktu lama, tersedia alat
portable. Kelemahannya dipengaruhi oleh bising lingkungan, kondisi telinga luar dan
tengah, kegagalannya pada 24 jam pertama kelahiran cukup tinggi, serta harga alat
relatif mahal.8,9,10
2.2 Tujuan Pemeriksaan OAE
Tujuan utama pemeriksaan OAE adalah guna menilai keadaan koklea,
khususnya fungsi sel rambut. Hasil pemeriksaan dapat berguna untuk:11
a. Skrining pendengaran (khususnya pada neonatus, infant atau individu dengan
gangguan perkembangan)
b. Memperkirakan sensitivitas pendengaran dalam rentang tertentu
c. Membedakan gangguan sensori dan neural pada gangguan pendengaran
sensorineural
d. Pemeriksaan pada gangguan pendengaran fungsional (berpura-pura).
Pemeriksaan dapat dilakukan pada pasien yang sedang tidur, bahkan pada
keadaan koma, karena hasil pemeriksaan tidak memerlukan respon tingkah
laku.
2.3 Syarat-syarat untuk menghasilkan OAE:11
a. meatus akustikus eksternus tidak obstruksi
b. menutup rapat-rapat meatus akustikus eksternus dengan probe
c. posisi optimal dari probe
d. tidak ada penyakit telinga tengah
e. sel rambut luar masih berfungsi
f. pasien kooperatif
g. lingkungan sekitar tenang
6

2.4 Cara kerja OAE


OAE bertujuan menilai apakah koklea berfungsi normal, terutama fungsi sel
rambut. Suara yang berasal dari dunia luar diproses oleh koklea menjadi stimulus
listrik, selanjutnya dikirim ke batang otak melalui saraf pendengaran. Sebagian energi
bunyi tidak dikirim ke saraf pendengaran melainkan kembali menuju meatus
akustikus eksternus. Produk sampingan koklea ini kemudian disebut sebagai emisi
otoakustik (Otoaccoustic emission). Koklea tidak hanya menerima dan memproses
bunyi tetapi dapat juga memproduksi energi bunyi dengan intensitas rendah yang
berasal dari sel rambut luar koklea.7,10
OAE merupakan respon akustik nada rendah terhadap stimulus bunyi dari luar
yang tiba di sel sel rambut luar (outer hair cells/ OHC’s ) koklea. Telah diketahui
bahwa koklea berperan sebagai organ sensor bunyi dari dunia luar. Di dalam koklea
bunyi akan dipilah-pilah berdasarkan frekuensi masing-masing, setelah proses ini
maka bunyi akan diteruskan ke sistem saraf pendengaran dan batang otak untuk
selanjutnya dikirim ke otak sehingga bunyi tersebut dapat dipersepsikan.12,13,14
Kerusakan yang terjadi pada sel-sel rambut luar, misalnya akibat infeksi virus,
obat obat ototoksik, kurangnya aliran darah yang menuju koklea – menyebabkan
OHC’s tidak dapat memproduksi emisi. OAE tidak muncul pada gangguan
pendengaran lebih dari 30-40 dB.14,15
Pemeriksaan OAE dilakukan dengan cara memasukkan suatu probe ke dalam
meatus akustikus eksternus. Dalam probe tersebut terdapat pengeras suara
(loudspeaker) yang berfungsi memberikan stimulus suara dan mikrofon berfungsi
menangkap suara yang dihasilkan koklea setelah pemberian stimulus. Sumbat telinga
dihubungkan dengan komputer untuk mencatat respon yang timbul dari koklea.14,16,17
Cara kerja alat ini dengan memberikan stimulus bunyi yang masuk ke meatus
akustikus eksternus melalui insert probe, dengan bagian luarnya dilapisi karet lunak
(probe tip) yang ukurannya dapat dipilih sesuai besar meatus akustikus eksternus,
menggetarkan gendang telinga, selanjutnya melalui telinga tengah akan mencapai
koklea. Saat stimulus bunyi mencapai OHC koklea yang sehat, OHC akan
7

memberikan respon dengan memancarkan emisi akustik yang akan dipantulkan ke


arah luar (echo) menuju telinga tengah dan meatus akustikus eksternus. Emisi akustik
yang tiba di meatus akustikus eksternus akan direkam oleh mikrofon mini yang juga
berada dalam insert probe, selanjutnya diproses oleh mesin OAE sehingga hasilnya
dapat ditampilkan pada layar monitor mesin OAE.16,17
Analisa gelombang OAE dilakukan berdasarkan perhitungan statistik yang
menggunakan program komputer. Hasil pemeriksaan disajikan berdasarkan ketentuan
pass– refer criteria, maksudnya pass bila terdapat gelombang OAE dan refer bila
tidak ditemukan gelombang OAE. Pemeriksaan OAE dapat dilakukan di ruang biasa
yang cukup tenang sehingga tidak memerlukan ruang kedap suara (sound proof
room). Juga tidak memerlukan obat penenang (sedatif) asalkan bayi/ anak tidak
terlalu banyak bergerak.16,17
2.5 Analisa dan Interpretasi pemeriksaan OAE
Prinsip pemeriksaan OAE adalah mengukur emisi yang dikeluarkan oleh
telinga saat suara menstimulasi koklea. Teknik ini sensitif untuk mengetahui
kerusakan pada sel rambut luar, dapat pula digunakan untuk memeriksa telinga
tengah dan dalam. Walaupun amplifikasi suara yang diproduksi oleh sel rambut luar
di dalam koklea bisa setinggi 50 dB, namun energi sisa yang mencapai kanal telinga
(OAE) normalnya berkisar 0-15 dB.12
Ada 3 langkah umum dalam menganalisa OAE. Langkah pertama yakni
memverifikasi kondisi pengukuran yang adekuat, khususnya pada level suara yang
rendah untuk dapat menghasilkan deteksi aktivitas OAE yang meyakinkan dan
tingkat intensitas stimulus pada kanal telinga sebaiknya mendekati level yang
ditargetkan. Langkah berikutnya dalam analisa data adalah mempertimbangkan
apakah OAE yang timbul dapat diterima yakni apakah amplitudo OAE melebihi level
suara 6 dB atau lebih pada frekuensi pemeriksaan. Langkah terakhir, ketika
perbedaan antara amplitudo OAE dan tingkat kebisingan ≥ 6 dB, hasil dianalisa
dengan cermat untuk daerah normal yang sesuai dari amplitudo OAE.12
8

Aplikasi utama dari pemeriksaan OAE yakni skrining pada pasien dengan
resiko gangguan pendengaran. Hasil skrining OAE ini secara umum digambarkan
sebagai pass atau refer. Jika terdapat gelombang OAE (DP) / Signal-Noise Ratio
(SNR) ≥ 6 dB SNR adalah nilai selisih dari Distortion Product (DP) dan Noise Floor
(NF) untuk frekuensi pemeriksaan yang paling banyak maka bayi dapat melewati tes
OAE (pass), yang berarti bayi tersebut tidak mengalami gangguan pendengaran.
Namun walaupun terdapat OAE tidak selalu menggambarkan sensivitas pendengaran
yang normal, hasil pass mengeliminasi hilangnya pendengaran pada tingkat yang
serius. Jika tidak ditemukan gelombang OAE berarti ada gangguan pendengaran
(refer). Hasil refer perlu dilihat sebagai faktor resiko hilangnya pendengaran yang
dapat mempengaruhi komunikasi, sehingga pasien dengan hasil pemeriksaan refer
dianjurkan untuk dilakukan tes lanjutan.12,17
Pemeriksaan OAE dapat menentukan penilaian klinik telinga perifer/jalur
preneural, namun tidak dapat memeriksa adanya gangguan saraf pendengaran atau
respon otak/jalur neural terhadap suara. OAE dipengaruhi oleh verniks kaseosa,
debris, dan kondisi telinga tengah (cavum tympani). Neonatus usia kurang dari 24 jam
meatus akustikus eksternus terisi verniks kaseosa yang akan keluar dalam 24-48 jam
setelah lahir, sehingga hasil refer 5-20% bila skrining dilakukan 24 jam setelah
lahir.17,18
Angka refer <3% dicapai bila skrining dilakukan usia 24-48 jam karena
perjalanan stimulus bunyi menuju koklea maupun emisi akustik yang dipancarkan
oleh koklea ke meatus akustikus eksternus harus melewati telinga tengah; maka
sebelum pemeriksaan OAE harus dipastikan bahwa telinga tengah dalam kondisi
normal dengan pemeriksaan timpanometri agar dapat dipastikan bahwa hasil tes OAE
akurat atau tidak. Selama hasil timpanometri adalah normal, maka hasil tes OAE
dapat dipercaya. Tetapi jika dari hasil tes timpanometri menunjukkan adanya
gangguan di telinga tengah, maka hasil tes OAE kurang akurat.18,19
Faktor lain yang mempengaruhi hasil tes OAE yaitu ukuran probe (harus
sesuai dengan ukuran meatus akustikus eksternus), posisi penempatan probe (tidak
9

ada kebocoran atau celah udara dan posisi probe harus lurus ke arah gendang telinga)
serta kebisingan eksternal maupun internal.16,17

Gambar 2. Hasil pemeriksaan OAE.


Pemeriksaan OAE sensitif untuk mengetahui adanya kerusakan pada outer
hair cell di koklea. Pemeriksaan OAE juga cukup efektif sebagai alat skrining karena
selain sensitif juga cukup murah. Minnesota Newborn Hearing Screening Program
memakai OAE sebagai standar pemeriksaan awal, apabila didapatkan abnormalitas
baru diperiksa dengan ABR. OAE merupakan skrining pendengaran secara obyektif,
namun tidak dapat memberikan informasi tentang derajat gangguan pendengaran
seorang bayi atau anak.16,17
2.6 Jenis Pemeriksaan OAE
OAE dibagi menjadi 3 (tiga) jenis, yakni:11,14,15
1. Spontaneous OAE (SFOAE)
Merupakan respon yang dibangkitkan oleh nada murni yang panjang dan terus
menerus, jenis ini tidak mempunyai arti klinis, dan jarang digunakan. Stimulus ini
10

biasa diukur dalam frekuensi yang sempit ( < 30 Hz) yang diukur dalam saluran
telinga eksternal.
2. Transient Evoked OAE (TEOAE)
Untuk memperoleh emisi TEOAE digunakan stimulus bunyi click yang
onsetnya sangat cepat (milidetik) dengan intensitas sekitar 40 dB. Secara otomatis
akan diperiksa 4–6 jenis frekuensi. Spektrum frekuensi yang dapat diperiksa TEOAE
adalah 500-4500 Hz untuk orang dewasa dan 5000–6000 Hz pada bayi. TEOAE tidak
terdeteksi pada ketulian >40 dB. Bila TEOAE pass berarti tidak ada ketulian koklea,
sebaliknya bila TEOAE refer berarti ada ketulian koklea lebih dari 40dB. Umumnya
hanya digunakan untuk skrining pendengaran bayi/anak.

Gambar 3. Hasil Pemeriksaan Transient Evoked OAE (TEOAE)3.


3. Distortion Product OAE (DPOAE)
Mempergunakan 2 buah stimulus bunyi nada murni sekaligus, yang berbeda
frekuensi maupun intensitasnya. Spektrum frekuensi yang dapat diperiksa lebih luas
dibandingkan dengan TEOAE, dapat mencapai frekuensi tinggi (10.000 Hz). DPOAE
(+BERA) digunakan untuk mendiagnosis auditori neuropati, monitoring pemakaian
obat ototoksik dan pemaparan bising, menentukan prognosis tuli mendadak (sudden
deafness) dan gangguan pendengaran lainnya yang disebabkan oleh kelainan koklea.
11

Gambar 4 Hasil Distortion Product OAE (DPOAE)

2.7 Aplikasi klinis pemeriksaan OAE


Aplikasi klinis dari pemeriksaan OAE terfokus untuk identifikasi gangguan
sensorineural perifer, walaupun diketahui bahwa kelainan di telinga luar dan telinga
tengah sangat mempengaruhi transmisi hantaran suara.16,17
Pemeriksaan OAE secara klinis dapat dibagi dalam beberapa kategori
yaitu:16,17
a. Aplikasi klinis pada anak
1) Skrining pendengaran bayi baru lahir
Skrining pendengaran pada bayi baru lahir dapat dilakukan setelah 24
jam bayi dilahirkan, hal ini perlu dilakukan untuk mendeteksi
kemungkinan terjadinya gangguan pendengaran, bila pada saat
skrining memberikan hasil refer hal ini bisa disebabkan oleh
sempitnya MAE bayi atau masih adanya Vernix caseosa pada pasien
sehingga perlu kita evaluasi 3 bulan kemudian, namun bila masih
memberikan hasil refer pasien kita sarankan untuk dilakukan evaluasi
kembali 3 bulan kemudian, bila hasil masih refer dapat kita sarankan
untuk memastikan dengan dilakukan pemeriksaan pendengaran.
12

2) Diagnostik audiologi pediatric


Pada pasien pediatric yang tidak dapat kita lakukan pemeriksaan
pendengaran dengan metode lain bisa kita lakukan pemeriksaan
dengan menggunakan OAE.
3) Monitoring ototoksik
Pada pasien yang menggunakan terapi dengan efek samping ototoksik
dapat kita lakukan dengan menggunakan OAE, pada pasien yang
mengalami gangguan akibat ototoksik dapat memberikan hasil Refer
terutama pada frekuensi tinggi.
b. Aplikasi klinis pada dewasa
1) Deteksi dini dari disfungsi koklear akibat bising
Paparan bising berulang dapat menyebabkan kerusakan pada sel
rambut pendengaran, bila dilakukan pemeriksaan OAE hasilnya dapat
menghasilkan hasil refer terutama pada frekuensi tinggi bila
didapatkan hasil refer pasien dapat kita sarankan untuk dilanjutkan
dengan pemeriksaan pendengaran
2) Monitoring siklus koklear pada potensial ototoksik
Pada penggunaan obat yang bersifat ototoksik jangka panjang dapat
kita lakukan monitoring secara berkala dengan menggunakan OAE
sebagai skrining awal untuk evaluasi kemungkinan terjadinya
gangguan pendengaran akibat dari penggunaan obat tersebut, bila
memberikan hasil refer dapat kita lanjutkan dengan pemeriksaan
pendengaran untuk pemeriksaan lebih lanjut.15
3) Membedakan disfungsi koklear dengan retrokoklear
Pada pasien dengna gangguan pendengaran SNHL dapat kita bedakan
apakah kelainan berupa suatu kelainan koklear / retrokoklear dengan
pemeriksaan OAE, pada pasien dengan kelainan koklear akan
menunjukkan hasil refer sementara pada kelainaan retrokoklear dapat
13

menunjukkan hasil pass dikarenakan kelainan retrokoklear tidak


menyebabkan gangguan pada Outer Hair Cell
4) Konfirmasi adanya disfungsi koklear pada pasien dengan tinnitus
Tinnitus dapat terjadi diakibatkan oleh berbagai macam hal, dan dapat
terjadi akibat kelainan disepanjang jalur jantaran suara baik dari
telinga luar, telinga tengah maupun telinga dalam, pada pasien dengan
keluhan tinnitus dengan kelainan pada telinga dalam bila kelainan
disebabkan oleh kelainan pada koklear akan menghasilkan hasil refer

Gambar 5 Penggunaan OAE.5


2.8 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi OAE:2
a. Non patologi
1) Kesalahan meletakkan probe
Posisi probe yang tidak sejajar dengan MAE dapat membuat sinyal yang
dikeluarkan dan ditangkap oleh probe menjadi tidak optimal sehingga
dapat memberikan hasil Refer pada pemeriksaan.2
2) Serumen yang menghalangi probe
Serumen pada MAE dapat menjadi obstruksi dari telinga luar sehingga
sinyal yang dikeluarkan oleh probe tidak tersampaikan ke OHC secara
14

maksimal dan sinyal balik dari OHC juga tidak tersampaikan dengan
optimal saat diterima oleh probe.2
3) Debris atau benda asing pada meatus akustikus eksternus
Adanya debris / benda asing pada MAE dapat menjadi penghalang sinyal
pada saat pemeriksaan OAE sehingga saat pemeriksaan dapat
menghasilkan hasil Refer.2
4) Vernix caseosa pada neonatus
Vernix caseosa umumnya masih dapat ditemukan pada saat bayi
dilahirkan dan bertahan hingga 24-48 jam sejak kelahiran sehingga dapat
menghasilkan hasil refer pada saat kita lakukan pemeriksaan OAE.2, 17
5) Pasien yang tidak kooperatif
Pada pasien yang tidak bisa tenang pada saat dilakukan pemeriksaan dapat
menyebabkan posisi probe tidak optimal dan pada pasien yang tidak bisa
tenang dapat juga menghasilkan suara yang dapat meningkatkan noise
floor sehingga dapat menghasilkan hasil refer pada saat pemeriksaan.2
b. Patologi
1) Telinga luar :
a) Stenosis
Stenosis pada telinga luar dapat menyebabkan hambatan pada proses
penghantaran sinyal dari probe ke OHC dan juga sebaliknya.2
b) Otitis eksterna
Pada pasien dengan otitis eksterna dapat menyebabkan inflamasi dan
munculnya discharge pada MAE sehingga mengganggu hantaran
sinyal.2
c) Kista
Kista pada MAE dapat menyebabkan obstruksi dan hantaran sinyal
menjadi terganggu2
15

2) Membran timpani perforasi:


Perforasi membrane timpani dapat menyebabkan hantaran suara dari
telinga luar terganggu dan menyebabkan hantaran sinyal suara ke OHC
menjadi tidak optimal.
3) Telinga Tengah
Gangguan pada telinga tengah dapat mengakibatkan gangguan transmisi
sinyal suara sehingga pada saat dilakukan pemeriksaan OAE dapat
memberikan hasil berupa refer, kelainan ini dapat terjadi seperti pada
kasus dengan :
a) Tekanan telinga tengah yang abnormal
b) Otosklerosis
c) Disartikulasi telinga tengah
d) Kolesteatoma
e) Kista
f) Otitis media
4) Koklea
a) Pemaparan obat-obat ototoksik atau pemaparan bising
Pada pasien dengan gangguan pendengaran akibat obat ototoksik atau
akibat dari gangguan bising dapat menyebabkan gangguan pada sel
rambut pendengaran sehingga sinyal OAE tidak dapat terdeteksi
b) Patologi koklear lainnya
Gangguan patologi pada koklear terutama yang mengenai OHC dapat
menyebabkan pemeriksaan OAE tidak dapat terdeteksi
16

3, 11,15
2.9 Kondisi-kondisi yang menggambarkan hasil OAE abnormal
a. Tinnitus
Tinnitus dapat terjadi diakibatkan oleh berbagai macam hal, dan dapat
terjadi akibat kelainan disepanjang jalur jantaran suara baik dari telinga
luar, telinga tengah maupun telinga dalam, pada pasien dengan keluhan
tinnitus dengan kelainan pada telinga dalam / sensori-neural dapat kita
bedakan kelainan terjadi pada area koklear / retrokoklear, pada kelainan
koklear dapat didapatkan hasil OAE Refer dan pada kelainan retrokoklear
bisa didapatkan hasil OAE berupa Pass.3
b. Paparan bunyi bising yang berlebihan
Paparan bising berulang dapat menyebabkan kerusakan pada sel rambut
pendengaran, kelainan ini dapat terjadi diawali pada sel rambut pada
frekuensi tinggi kemudian bila keluhan semakin memberat bisa mengenai
pada frekuensi lainnya, bila dilakukan pemeriksaan OAE hasilnya dapat
menghasilkan hasil Refer terutama pada frekuensi tinggi.3
c. Ototoksik
Beberapa obat dapat memberikan efek samping yang menyebabkan
gangguan pada fungsi pendengaran / bersifat Ototoksik, mekanisme
gangguan ini dapat disebabkan oleh berbagai macam hal diantaranya
Gangguan vaskularisasi telinga, menyebabkan inflamasi pada telinga
dalam, Kerusakan pada sel-sel pembentuk cairan endolimfe dan perilimfe
dan kerusakan pada sel rambut pendengaran, pada saat terjadi gangguan
dari OHC hasil pemeriksaan OAE dapat memberikan hasil refer.3
d. Kelainan vestibuler
Pada beberapa kelainan vestibuler dapat juga disertai oleh gangguan
pendengaran seperti pada meniere disease dapat menyebabkan penurunan
pada amplitudo OAE.3

2.10 Kondisi-kondisi yang menyebabkan hasil OAE normal :11


17

Pada kasus penderita dengan gangguan pendengaran tidak semua akan


memberikan hasil Refer saat dilakukan pemeriksaan OAE, hasil Refer akan
muncul bila terdapat kelainan pada jaras pendengaran dari telinga luar hingga
pada OHC didalam koklea, bila kelainan terjadi lebih dalam dari itu akan
memberikan hasil Pass, hal ini terjadi seperti pada kasus :
 Autism
 Neuropati auditori
 Kerusakan pada sel rambut dalam tapi tidak pada sel rambut luar
18

BAB III

RINGKASAN

OAE merupakan alat skrining pendengaran yang digunakan untuk


mengetahui fungsi koklea di telinga dalam dan hasilnya merupakan respons koklea
yang dipancarkan dalam bentuk energi akustik, namun tidak dapat memberikan
informasi tentang derajat gangguan pendengaran seorang bayi atau anak. Teknik
pemeriksaan OAE bersifat obyektif, cepat, mudah, otomatis, non invasif, dengan
sensitivitas mendekati 100%. Pemeriksaan OAE dikatakan objektif karena dapat
langsung mengetahui fungsi koklea. Dengan demikian, Penggunaan dan pemanfaatan
OAE yang tepat diharapkan dapat mendeteksi dini terjadinya ketulian.
19

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaden, KI, Neely, ST, Harris, SE., & Dubno, JR. Metabolic and sensory components of age-related
hearing loss: associations with distortion- and reflection-based otoacoustic emissions. trends in
hearing. 2023 27; 1-18
2. Tavares, M. C., Pizzetta, A. B., Costa, M. H., & Pinheiro, M. M. C. Microcontroller-based
acquisition system for evoked otoacoustic emissions: Protocol and methodology. Biomedical
Signal Processing and Control. 2023 87;
3. Jedrzejczak, W. W., Pilka, E., Ganc, M., Kochanek, K., & Skarzynski, H. Ultra-high frequency
distortion product otoacoustic emissions for detection of hearing loss and tinnitus. International
Journal of Environmental Research and Public Health. 2022 19(4);
4. Fang J., Liu YW, Chen YW., Shih TC., Yao CH., Tsai CH.,et. al. Quantification of transient
evoked otoacoustic emissions by sample entropy to assess cochlear symptoms (Hearing and
Tinnitus) in Meniere’s disease. Applied Acoustics. 2023 21(2).
5. Escobar-Ipuz, F. A., Soria-Bretones, C., García-Jiménez, M. A., Cueto, E. M., Torres Aranda, A.
M., & Sotos, J. M. Early detection of neonatal hearing loss by otoacoustic emissions and auditory
brainstem response over 10 years of experience. International Journal of Pediatric
Otorhinolaryngology, 2019; 127
6. Turay, C. B., Ozer, F., Yildirim, T., & Erbek, S. Evaluation of the possible effect of magnetic
resonance imaging noise on peripheral hearing organ with the otoacoustic emission. American
Journal of Otolaryngology - Head and Neck Medicine and Surgery. 2020 41(6).
7. El-sayed El-sayed Gaafar, A., Ibrahem Ismail, E., & Zaghloul, H. S. Otoacoustic emissions value
in patients with idiopathic sudden sensorineural hearing loss. Journal of Otology, 2022 17(4), 183–
90
8. Yıldız, E. Comparison of pure tone audiometry thresholds and transient evoked otoacoustic
emissions (TEOAE) of patients with and without Covid-19 pneumonia. American Journal of
Otolaryngology - Head and Neck Medicine and Surgery, 2022 43(2).
9. Jedrzejczak, W. W., Pilka, E., Skarzynski, P. H., & Skarzynski, H. Contralateral suppression of
otoacoustic emissions in pre-school children. International Journal of Pediatric
Otorhinolaryngology, 2020; 132.
10. Hyppolito, M. A., Antonio, J., de Oliveira, A., Lessa, R. M., & Rossato, M. (n.d.). Amifostine
otoprotection to cisplatin ototoxicity: a guinea pig study using otoacoustic emission distortion
products (DPOEA) and scanning electron microscopy Summary. In BRAZILIAN JOURNAL OF
OTORHINOLARYNGOLOGY , 2022 71(3)
11. Shaikh, M. A., Connell, K., & Zhang, D. (2021). Controlled (re)evaluation of the relationship
between speech perception in noise and contralateral suppression of otoacoustic emissions.
Hearing Research, 2021 409.
12. Cheatham, M. A. Spontaneous otoacoustic emissions are biomarkers for mice with tectorial
membrane defects. Hearing Research, 2021 412.
13. Jeong, Y. J., Oh, K. H., Lim, S. J., Park, D. H., Rah, Y. C., & Choi, J. Analysis of auditory brain
stem response and otoacoustic emission in unilateral tinnitus patients with normal hearing. Auris
Nasus Larynx, 2023 50(4), 513–20.
14. Engler, S., de Kleine, E., Avan, P., & van Dijk, P. Frequency selectivity of tonal language native
speakers probed by suppression tuning curves of spontaneous otoacoustic emissions. Hearing
Research, 2020; 398.
15. de Kleine, E., Maat, B., Metzemaekers, J. D., & van Dijk, P. Carbamazepine induces upward
frequency shifts of spontaneous otoacoustic emissions. Hearing Research, 2022; 420.
20

16. Ramachandra, D. S., Uppunda, A. K., & Suryanarayana, K. G. Distortion product otoacoustic
emissions in newborn babies with and without late-term maternal iron deficiency anaemia. Journal
of Otology, 2023 18(3), 132–138.
17. Durante, A. S., Nascimento, C. M. do, & Lopes, C. Otoacoustic emissions in neonates exposed to
smoke during pregnancy. Brazilian Journal of Otorhinolaryngology, 2021 87(2), 193–199.

Anda mungkin juga menyukai