Anda di halaman 1dari 24

JOURNAL READING

Disusun Oleh:
Priangga Ibrahim A S 1765050313

Pembimbing:
dr. Fransiskus Harf Poluan, Sp.THT-KL

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok


Periode 25 Februari 2019 – 30 Maret 2019
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Indonesia
2019
Abstrak
Latar belakang: Gangguan pendengaran adalah salah satu kelainan kongenital yang
sering ditemukan, dan berpengaruh pada perkembangan bicara dan bahasa anak.
Sebagian besar gangguan pendengaran tidak jelas ada faktor risikonya, sehingga
tidak segera terdeteksi. Bila tidak dilakukan deteksi dini, akan menyebabkan
keterlambatan diagnosis dan intervensi. Telah direkomendasikan oleh Newborn
Hearing Screening Program (NHSP) pemeriksaan Otoacoustic Emissions (OAE) dan
Brainstem Evoked Rresponse Audiometry (BERA) sebagai alat deteksi dini gangguan
pendengaran pada bayi dan anak.

Tujuan: Mendapatkan prevalensi dan deskripsi gangguan pendengaran


sensorineural pada bayi dan anak.

Metode: Penelitian deskriptif retrospektif dengan mengumpulkan data subjek


periode 20112013 di Rumah Sakit Dr.Soetomo. Pemeriksaan OAE menggunakan
Distortion Product Otoacoustic Emissions. Pemeriksaan BERA berdasarkan
International Standard Organization (ISO).
Hasil: Terdapat sebanyak 377 pasien (68%) dengan gangguan pendengaran
sensorineural dari total 552 bayi dan anak. Pada kelompok umur 12 sampai 36
bulan didapati gangguan pendengaran sensorineural tertinggi sebanyak 237
(62,86%) pasien. Sebagian besar pasien laki-laki sebanyak 199 (52,79%). Mayoritas
pasien mengalami gangguan pendengaraan derajat sangat berat sebanyak 329
(87,287%) dari total 377 penderita. Mayoritas faktor risiko dari gangguan
pendengaran yang tidak diketahui sebanyak 310 kasus (82,23%), dan mayoritas
penderita mengalami gangguan pendengaran sensorineural bilateral sebanyak
357 (94,69%).
Kesimpulan: gangguan pendengaran sensorineural ditemukan terbanyak pada
bayi dan anak di Klinik Audiologi RSUD Dr. Soetomo. Derajat keparahan terbanyak
adalah profound, dan ditemukan terbanyak bilateral. Faktor risiko yang tidak
diketahui terbanyak ditemukan, dan bias merupakan faktor yang berpengaruh
pada kejadian lambat bicara dan berbahasa. Temuan ini sesuai dengan
rekomendasi program skrining pendengaran yang seharusnya diterapkan pada
semua bayi baru lahir.

Kata kunci: gangguan pendengaran, OAE, BERA, bayi, anak


Pendahuluan

• Periode yang penting untuk perkembangan


berbicara dan berbahasa adalah 3 tahun
pertama, sebagai konsekuensi pada bayi dan
anak dengan hilang pendengaran yang tidak
terdiagnosis akan kehilangan golden period
dari perkembangan berbicara, dan berbahasa
yang mengakibatkan keterlambatan dalam
berbahasa, prestasi akademis dan peluang
karir yang terbatas
Fornoff JE. Universal Newborn hearing screening in Illinois 2003-2004. Illinois Department of Public Health, Division of Epidemiologic Studies. 2006 [cited 2014 Jul
16]. Available from :http://www.idph. state.il.us/about/epi.
Banda FM, Powis KM, Mokoka AB, Mmapetla M, Westmoreland KD, David T, et al. Hearing Impairment Among Children Referred to a Public Audiology Clinic in
Gaborone, Botswana. Global Pediatric Health. 2018; 5:1–8.
• Berdasarkan dari data WHO pada tahun 2007 ,
prevalensi hilang pendengaran sebanyak 4,2%
di Indonesia
• Diperkirakan terdapat 5 bayi dari 1000
kelahiran dengan hilang pendengaran, 50%
diperkirakan karena kongenital, faktor resiko
genetik
Berikut adalah Gold Standard dari Pemeriksaan Pendengaran

BERA
OAE
(Brainstem Evoked
(Otoacoustic
Responese
emission )
Audiometry)

Pemeriksaan pada
Pemeriksaan
fungsi pendengaran
DEFINISI getaran rambu halus
N. VIII dan sampai
dan fungsi koklea
ke level brainstem
SENSITIVITAS 100% 100%

SPESIFITAS 82-87% 97-98%

Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J, 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi keenam. Dalam:
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, penyunting. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2007. p.10─2
• Mendapatkan prevalensi dan
Tujuan deskripsi karakteristik dari tuli
sensorineural pada bayi dan
Penelitian anak pada tahun 2011-2013 di
RS Soetomo

• Deskriptif retrospektif , cross


Desain sectional dengan data sekunder
berupa rekam medis di audiologi
penelitian klinik RS Soetomo
Sampel • Jumlah sampel 377 pasien

• Dalam peneltian ini , karakteristik


yang digunakan seperti umur , jenis
Karakteristik kelamin , Hasil pemeriksaan OAE
dan BERA, derajat tuli, bilateral
atau unilateral , dan faktor resiko
Hasil
• Data sekunder berupa rekam medis di
audiologi klinik RS Soetomo sebanyak 522
pasien , 377 (68.3%) diantaranya dengan tuli
sensorineural terdiri dari rentang usia bayi di
bawah 6 bulan hingga 60 bulan.
Characteristic of Subject

1. Pasien dengan tuli sensorineural tertinggi berada pada kelompok usia


12 hingga 36 bulan 237 pasien (62,86%)
2. Pasien dengan tuli sensorineural terendah berada pada kelompok
usia <6 bulan 16 pasien (4.24%)
3. Pasien dengan tuli sensorineural tertinggi pada kelompok laki-laki
sebanyak 199 pasien (52,79%)
The Result of OAE and BERA Examination

1. Pada Pemeriksaan OAE menunjukan 374 pasien (67,75%) pada


Kategori Refer , dari semua 552 pasien.
2. Sedangkan pada pemeriksaan BERA ditemukan 366 pasien
(66,33%), pada Kategori Refer, dari semua 552 pasien
3. Hasil Kategori Refer merupakan yang tertinggi pada pemeriksaan
OAE dan BERA
The Degree of Hearing loss with BERA examination

Jumlah tertinggi pada kelompok 329 pasien (87,27%).


Neuropati Auditory ditemukan pada empat pasien (1,06%).
Risk Factor

Faktor risiko diidentifikasi terkait dengan Rubella, infeksi CMV, riwayat


asfiksia, hiperbilirubinemia. Jumlah tertinggi tetap pada faktor risiko
yang tidak diketahui: 310 pasien (82,23%).
Unilateral or Bilateral

Jumlah tertinggi pada tuli sensorineural bilateral, 357 pasien (94,69%).


Diskusi
• Pasien dengan tuli sensorineural berada pada
kelompok usia 12 hingga 36 bulan 237 pasien
(62,86%), merupakan angka tertinggi dari
kelompok karakteristik umur
• Berdasarkan data diatas, orang tua tidak
memperhatikan tanda-tanda hilang
pendengaran sampai ditemukannya speech
delay .
Fornoff JE. Universal Newborn hearing screening in Illinois 2003-2004. Illinois Department of Public Health, Division of
Epidemiologic Studies. 2006 [cited 2014 Jul 16]. Available from :http://www.idph. state.il.us/about/epi.
• Deteksi dan intervensi dini harus dilakukan di
bawah usia 6 bulan, tetapi penelitian ini
mengungkapkan bahwa rentang usia dibawah 6
bulan merupakan persentase terendah, 16 pasien
(4,24%).
• The Joint Committee of Infant Hearing,
merekomendasi deteksi dini dan interventsi
untuk bayi dengan gangguan pendengaran dan
meng-implementasikan the goal of Early Hearing
Detection and Intervention (EHDI)
Yussy AD. Karakteristik Gangguan Pendengaran Sensorineural Bilateral Kongenital Pada Anak yang Dideteksi dengan Pemeriksaan BERA di
Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL FK UNPAD/ RS PERJAN dr. Hasan Sadikin Bandung. Journal (Online). 2005 [cited 2015 April 12]. Available form:
http://www.journal. fk.unpad.ac.id .
Derajat tuli menurut International Standard
Organization (ISO)
CATEGORY HEARING TRESHOLD

Normal 0-25 dB

Mild 25-40 dB

Mild – Moderate 40-55 dB

Moderate 55-70 dB

Severe 70-90 dB

Profound >90 dB
• Berdasarkan dari studi yang dilakukan oleh
Saim di Malaysia, menemukan bahwa tuli
sensorineural derajat profound bilateral
merupakan yang yang tertinggi 64,7% ; diikuti
dengan derajat severe 16,4%, moderate
degree 16,4% dan mild degree 2,5%

Joint Committee on Infant Hearing, et al. Year 2007 position statement: principles and guidelines for early hearing detection
and intervention programs. Pediatrics. 2007;120(4):898-921.
• Pada Tabel 4, faktor resiko tertinggi adalah
tidak diketahui dengan hasil 310 pasien
(82.33%).
• Literatur lain menyebutkan bahwa tuli
kongenital karena faktor genetik sebanyak
50%. Tuli kongenital, diperkirakan 70% non
sindromik , 30% sindromik
• Disebutkan juga bahwa tuli sejak bayi tidak
mempunyai faktor resiko
Kountakis SE, Skoulas I, Phillips S, Chang CJ. Risk Factors for hearing loss in neonates: A prospective study. American
Journal of Otolaryngology. 2002;23(3):133–7
• Anak-anak dengan tuli unilateral berisiko
mengalami penurunan pendengaran lebih
lanjut, sekitar 40% atau lebih dari anak-anak
yang pertama kali didiagnosis dengan tuli
unilateral, sekitar 1 dari 6 akan bersifat
progressive menuju tuli bilateral.

Fitzpatrick EM, Al-Essa RS, Whittingham J, Fitzpatrick J. Characteristics of children with


unilateral hearing loss. International Journal of Audiology. 2017; 56(11):819–28.
• Pemeriksaan OAE dalam penelitian ini
menghasilkan kategori refer, dalam jumlah
yang lebih tinggi: 374 pasien (67,75%) dan
juga BERA sebanyak: 366 pasien (66,3%)
• Di antara pasien SNHL dengan faktor risiko ,
penyebab tidak diketahui menjadi paling
banyak diantara faktor risiko lainnya
• Hasil berikut juga berbanding lurus dengan
hampir setengah (44,4%): 48 dari 108 anak-
anak, pada penelitian
– Fitzpatrick EM, Al-Essa RS, Whittingham J, Fitzpatrick J. Characteristics
of children with unilateral hearing loss. International Journal of
Audiology. 2017; 56(11):819–28.
Kesimpulan
1. Derajat tuli sensorineural yang bervariasi dengan jumlah
tertinggi pada kategori profound. Faktor risiko yang tidak
diketahui adalah jumlah tertinggi dalam kategorinya . Tuli
sensorineural pada bilateral jauh lebih tinggi daripada
unilateral

2. Studi ini menunjukkan relevansi dengan rekomendasi dari


Universal New Born Hearing Screening Program (UNHSP)
yang harus diterapkan untuk semua bayi baru lahir.

3. Meningkatkan kesadaran dan meningkatkan akses ke


layanan di tingkat perawatan kesehatan primer dapat
membantu mengurangi prevalensi dan dampak buruk tuli
sensorineural .
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai