Anda di halaman 1dari 2

RASULLAH YANG MEMAKAN JERUK ASAM

Rasulullah SAW sedang berkumpul dengan beberapa sahabatnya. Datanglah


seorang perempuan kafir membawa beberapa biji buah jeruk sebagai hadiah.
Rasulullah menerimanya dengan senyuman gembira. mulailah jeruk itu dimakan oleh
Rasulullah SAW dengan tersenyum. Sebiji demi sebiji hingga habis semua jeruk
tersebut. Maka ketika perempuan itu meminta izin untuk pulang, maka salah seorang
sahabat segera bertanya mengapa tidak sedikit pun Rasulullah menyisakan jeruk tadi
untuk sahabat lainnya. Rasulullah SAW pun menjawab: "Tahukah kamu, sebenarnya
buah jeruk itu terlalu asam sewaktu Aku merasakannya pertama kali. Kalau kalian ikut
makan, Aku takut ada di antara kalian yang akan mengernyitkan dahi atau memarahi
perempuan tersebut. Aku takut hatinya akan tersinggung. Sebab itu Aku habiskan
semuanya."
Akhlak yang agung seperti ini tidak dapat dipoles di permukaan, tetapi semata-
mata karena ada cahaya ikhlas yang sudah tertanam di dalam hati. Sikap dan perilaku
adalah cerminan hati. Dalam sebuah Hadits Qudsi, Rasulullah SAW bersabda:
"Aku pernah bertanya kepada Jibril tentang ikhlas. Lalu Jibril berkata, 'Aku telah
menanyakan hal itu kepada Allah', lalu Allah berfirman, '(Ikhlas) adalah salah satu dari
rahasiaku, yang Aku berikan ke dalam hati orang-orang yang kucintai dari kalangan
hamba-hamba-Ku".
Kata Syeikh Ibnu Atho'illah, tidak ada amal-amal yang agung dapat tegak
kecuali Allah telah menanamkan cahaya ikhlas yang dapat menghidupkan amalnya.
Amal adalah geraknya badan lahir atau hati. Amal itu digambarkan sebagai tubuh
(jasad). Sedangkan ikhlas itu sebagai ruhnya. Badan tanpa ruh berarti mati.
Allah Ta'ala berfirman, "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah
Allah dengan memurnikan ketaatan (ikhlas) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama
yang lurus. (Al-Bayyinah: 5). Di ayat lain, "Maka sembahlah Allah dengan
memurnikan ketaatan (ikhlas) kepada-Nya. (Az-Zumar: 2).
Ikhlas itu bertingkat sesuai perbedaan orang yang beramal. Pertama ,
keikhlasan orang yang bersungguh-sungguh dalam ibadah adalah bersih dari pada riya'
yang nampak maupun yang tersembunyi. Tujuan amal perbuatan mereka selalu hanya
pahala yang dijanjikan oleh Allah kepada hamba-Nya, dan supaya diselamatkan dari
neraka-Nya.
Kedua, keikhlasan orang-orang yang cinta kepada Allah. Ia beramal hanya
karena mengagungkan Allah, karena hanya Allah Dzat yang wajib diagungkan, bukan
karena pahala atau selamat dari siksa neraka. Perempuan sufi Robi'ah al-'Adawiyyah
pernah bermunajat kepada Allah: "Ya Allah, aku beribadah kepadamu bukan karena
takut nerakamu, dan juga tidak karena cinta dengan surgamu."
Ketiga, keikhlasan orang-orang yang sudah ma'rifat (mengenal) kepada Allah. Mereka
selalu melihat kepada Allah, gerak dan diamnya badan dan hatinya itu semua atas
kehendak Allah. Mereka tidak merasa kalau bisa beramal, kecuali diberi pertolongan
oleh Allah, tidak sebab daya kekuatan dirinya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai