Anda di halaman 1dari 128

DIPLOMASI PERTAHANAN INDONESIA TERHADAP

SINGAPURA DI SEKTOR KEKUATAN UDARA TERKAIT


FLIGHT INFORMATION REGION DI KEPULAUAN RIAU
DAN NATUNA

SKRIPSI

Skripsi ini ditulis untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Hubungan Internasional

Disusun Oleh :

PRASETYA BUDI SAPUTRA

051601503125024

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

JAKARTA

2020
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini dengan judul “DIPLOMASI PERTAHANAN

INDONESIA TERHADAP SINGAPURA DI SEKTOR KEKUATAN

UDARA TERKAIT FLIGHT INFORMATION REGION DI KEPULAUAN

RIAU DAN NATUNA”. Skripsi ini diajukan sebagai syarat kelulusan menjadi

seorang sarjana di Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu

Sosial dan llmu Politik di Universitas Satya negara Indonesia.

Dalam penyusunan skripsi ini banyak hambatan serta rintangan yang

penulis hadapi. Namun penulis berusaha untuk mempersembahkan skripsi ini

sebaik-baiknya agar dapat bermanfaat bagi banyak pihak. Penulis juga

mendapatkan bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini

akhirnya dapat diselesaikan. Untuk itu pada kesempatan ini penulis

menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua tersayang yang telah memberikan kasih sayang dan

mengiringi perjuangan penulis dengan doanya.

2. Keluarga yang sangat berarti bagi kehidupan penulis, seorang kakak yang

selalu memberikan doa dan semangat.

3. Ibu Rektor USNI, Dra. Merry L. Panjaitan., M.M., MBA.

4. Bapak Dr. Radita Gora Tayibnapis, S.Sos, M.M., selaku Dekan Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

v
5. Mas Pradono Budi Saputro, M.Si, selaku Kaprodi Ilmu Hubungan

Internasional USNI sekaligus dosen P.A.

6. Mas Adi Rio Arianto, S.IP., M.A. Selaku pembimbing I yang tiada

hentinya memberikan bimbingan, masukan dan arahan kepada penulis

dalam menyususn skripsi.

7. Bapak Efan Setiadi, S.Kom., SH., MH. Selaku pembimbing II yang tiada

hentinya memberikan bimbingan, masukan dan arahan kepada penulis

dalam menyususn skripsi.

8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Satya Negara Indonesia yang telah memberikan ilmu dan

pengalaman yang sangat berguna.

9. Seluruh staf dan karyawan Universitas Satya Negara Indonesia yang telah

banyak membantu di bidang akademik dan kemahasiswaan.

10. Seluruh sahabat saya yang sudah memberikan semangat selama penulisan

skripsi ini. Sungguh masukan kalian sangat gila dan terkadang tidak ada

sangkut pautnya. Akan tetapi itu memberikan semangat kembali kepada

penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman Satu bimbingan Imam, Vico yang menemani penulis dalam

menyusun skripsi ini dan bersedia memberikan masukan kepada penulis

disaat penulis diambang bingung.

12. Dimas Kunto dan Alifia teman penulis yang membrikan masukan-

masukan yang sangat berarti bagi penulis saat mengerjakan skripsi.

vi
13. Seluruh rekan OK-USNI yang sudah memberikan warna tersendiri kepada

penulis selama berkuliah di USNI.

14. Teman-teman FISIP USNI 2016 yang telah memberikan pengalaman yang

berkesan kepada penulis selama berkuliah.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih

jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis akan menerima segala kritik dan

saran yang membangun dalam perbaikan skripsi ini. Penulis dapat dihubungi

melaui email : prasetyabudisaputra@gmail.com

Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih yang tidak terhingga pada

semua pihak yang terlibat. Semoga skripsi ini dapat mendorong penelitan-

penelitian selanjutnya.

Jakarta, 25 Agustus 2020

Penulis

Prasetya Budi Saputra

vii
DIPLOMASI PERTAHANAN INDONESIA TERHADAP SINGAPURA DI
SEKTOR KEKUATAN UDARA TERKAIT FLIGHT INFORMATION
REGION DI KEPULAUAN RIAU DAN NATUNA

xvi Halaman + 111 Halaman + 19 Buku + 9 Jurnal + 1 Skripsi + 1 Dokumen


+ 14 Website + 2 Wawancara + 1 File Audio Visual

ABSTRAK

Penelitian ini membahas Flight Information Region (FIR), yang merupakan


sebuah ruang kendali udara yang bertujuan memberikan informasi seputar
penerbangan. Di wilayah Indonesia terdapat tiga FIR yang tersebar dari wilayah
Indonesia barat sampai timur, salah satunya adalah FIR Singapura. Sebagian
wilayah Indonesia masuk ke dalam FIR Singapura. Dalam pengelolaannya,
Singapura melakukan hal-hal yang, merugikan dan melanggar kedaulatan
Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal apa saja yang
dilakukan oleh Indonesia bila melakukan diplomasi pertahanan terhadap
Singapura terkait FIR. Melalui metodologi penelitian kualitatif dengan deskriptif
analisis, penulis memaparkan bahwa sektor udara merupakan sektor yang sangat
strategis bagi Indonesia dan Singapura karena sektor udara merupakan bagian dari
kedaulatan suatu negara dan bisa menjadi kekuatan pertahanan, penyerangan dan
juga bisa membantu perekonomian negara. Tujuan diplomasi pertahanan
Indonesia terhadap Singapura adalah untuk mengambil hak pengelolaan FIR
Singapura, dimana FIR tersebut berada di wilayah Indonesia. Terkait dengan
investasi Singapura, hal ini sangat mungkin dilakukan karena investasi tersebut
sangat menguntungkan untuk jangka panjang mengingat FIR Singapura
merupakan kawasan yang strategis serta memiliki pertumbuhan pengguna jasa
penerbangan dan jumlah penumpang yang semakin lama semakin meningkat.
Pembahasan diplomasi pertahanan Indonesia lebih diarahkan kepada beberapa hal
yaitu : pertama, sinkronisasi pengaturan penerbangan kedua negara. Kedua,
prosedur lintas penerbangan negara di ruang udara masing-masing. Ketiga,
pembicaraan penggunaan dana investasi yang didapat Indonesia untuk
pengembangan FIR khususnya di radar. Keempat, pelatihan SDM yang bertujuan
agar SDM Indonesia siap mengelola FIR Singapura.

Kata Kunci : Flight Information Region, Indonesia, Singapura, Diplomasi


Pertahanan, Investasi

vii
INDONESIAN DEFENSE DIPLOMACY TOWARDS SINGAPORE IN THE
AIR FORCE SECTOR RELATED TO THE FLIGHT INFORMATION
REGION IN RIAU ISLANDS AND NATUNA

xvi Pages +111 Pages + 19 Books + 9 Journals + 1 Undergraduated Thesis + 1


Documents + 14 Websites + 2 Interviews + 1 Audiovisual File

ABSTRACT
This study discusses the Flight Information Region (FIR), which is an air control
room that aims to provide information about flight. In the territory of Indonesia,
there are three FIRs spread out from the western to the eastern parts of
Indonesia, one of which is the Singapore FIR. Some parts of Indonesia are
included in the Singapore FIR. In its management, Singapore does things that are
detrimental and violate Indonesia's sovereignty. This study aims to find out what
things are done by Indonesia when conducting defense diplomacy against
Singapore regarding the FIR. Through a qualitative research methodology with
descriptive analysis, the authors explain that the air sector is a very strategic
sector for Indonesia and Singapore because the air sector is part of a country's
sovereignty and can be a defense force, attack and can also help the country's
economy. The aim of Indonesia's defense diplomacy against Singapore is to take
the management rights of the Singapore FIR, where the FIR is located in
Indonesian territory. Regarding Singapore's investment, this is very possible
because the investment is very profitable for the long term, considering that FIR
Singapore is a strategic area and has a growing number of flight service users
and an increasing number of passengers. The discussion of Indonesia's defense
diplomacy is more directed at several things, namely: first, synchronizing flight
arrangements between the two countries. Second, cross-country flight procedures
in each air space. Third, talks on the use of investment funds obtained by
Indonesia for FIR development, especially on the radar. Fourth, HR training
which aims to make Indonesian HR ready to manage the Singapore FIR.

Keywords : Flight Information Region, Indonesia, Singapore, Defence


Diplomacy, Investment

viii
DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN/ORISINALITAS .................................................... ii


TANDA PERSETUJUAN SIDANG SKRIPSI ..................................................... iii
TANDA PENGESAHAN SKRIPSI ...................................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................ v
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR BAGAN............................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1
1.2 Pertanyaan Penelitian ............................................................................. 11
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................... 11
1.4 Manfaat Penulisan .................................................................................. 11
1.4.1 Manfaat Teoritis .............................................................................. 11
1.4.2 Manfaat Praktis ............................................................................... 12
1.5 Sistematika Penulisan ............................................................................. 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 14
2.1 Penelitian Terdahulu ................................................................................... 14
2.2 Landasan Teori ....................................................................................... 24
2.2.1 Keamanan Internasional ..................................................................... 24
2.2.2 Diplomasi ........................................................................................ 25
2.2.2.1 Diplomasi Pertahanan .............................................................. 27
2.3 Landasan Konseptual.............................................................................. 31
2.3.1 Kepentingan Nasional Dalam Bidang Pertahanan Dan Keamanan 31
2.3.2 Keamanan Nasional ........................................................................ 33
2.3.3 Kekuatan Udara............................................................................... 34
ix
2.4 Alur Pemikiran ...................................................................................... 36
2.5 Argumen Utama ..................................................................................... 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 39
3.1 Paradigma Penelitian .............................................................................. 39
3.2 Pendekatan Penelitian............................................................................. 41
3.3 Jenis Penelitian ....................................................................................... 42
3.4 Unit Analisis ........................................................................................... 43
3.5 Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 43
3.5.1 Wawancara ...................................................................................... 43
3.5.2 Tinjauan Literatur............................................................................ 44
3.6 Instrumen Penelitian ............................................................................... 44
3.7 Teknik Analisis Data .............................................................................. 45
3.8 Teknik Keabsahan Data .......................................................................... 46
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................... 49
4.1 Nilai Strategis Sektor Udara Bagi Indonesia dan Singapura ................. 49
4.2 Permasalahan FIR Indonesia dan Singapura .......................................... 59
4.2.1 Pandangan Indonesia dan Singapura Terkait FIR ................................ 59
4.2.2 Pengelolaan FIR Singapura oleh Otoritas Singapura yang Merugikan
Indonesia ....................................................................................................... 62
4.3 Diplomasi Pertahanan Indonesia Terhadap Singapura di Sektor Kekuatan
Udara Terkait FIR ............................................................................................. 63
4.3.1 Tujuan Diplomasi Pertahanan Indonesia terhadap Singapura Terkait
FIR ......................................................................................................... 65
4.3.2 Startegi Diplomasi Pertahanan Indonesia terhadap Singapura ............ 68
4.3.2.1 Investasi Singapura kepada Indonesia Terhadap FIR ................... 74
4.4 Peluang dan Tantangan Diplomasi Pertahanan Indonesia Terhadap
Singapura........................................................................................................... 85
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 87
5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 87
5.2 Saran............................................................................................................ 88
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 90
Lampiran ............................................................................................................... 96

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Zonasi FIR yang berada di Indonesia .............................................51


Gambar 4.2 20 Bandara Terbaik menurt ICA tahun 2017 ..................................75
Gambar 4.3 Persebaran radar di wilayah Indonesia ............................................78
Gambar 4.4 Anggaran Kementerian Pertahanan 2010-2019 ..............................80

xi
DAFTAR TABEL

Table 2.1 Penelitian Terdahulu ................................................................... 20

xii
DAFTAR BAGAN

BAGAN 2.1 Alur Pemikiran ................................................................................. 36

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Biodata penulis ................................................................................ 97


Lampiran 2 Transkip wawancara dengan narasumber pertama .......................... 98
Lampiran 3 Transkip wawancara dengan narasumber kedua .............................102
Lampiran 4 Tangkapan layar wawancara penulis dengan narasumber ...............109
Lampiran 5 Laporan Bimbingan ........................................................................110

xiv
DAFTAR SINGKATAN

A2/AD : Anti-Access / Area Denial

AIPS : Aeronautical Information Publications

AirNav : Air Navigation

ATC : Air Traffic Center

ATS : Air Traffic System

CBM : Confidence Building Measures

Dirjen Strahan : Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan

FIR : Flight Information Region

GFI : Global Future Institute

IACTA : Indonesia Air Traffic Controllers Association

ICAO : International Civil Aviation Organization

JAM-GC : Joint Concept for Acces and Manuver in the Global

Commons

KSAU : Kepala Staff Angkatan Udara

MEF : Minimum Essential Force

Menhan : Menteri Pertahanan

MTA : Millitary Training Area

Pusdiklat Hanudnas : Pusat Pendidikan dan Latihan Pertahanan Udara Nasional

RAF : Royal Air Force

RANS : Routes Air Navigation Services

TNI AU : Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara

SDM : Sumber Daya Manusia


xv
UNCLOS : United Nations Convention on The Law of the Sea

UUD : Undang-Undang Dasar

USOAP : Universal Safety Oversight Audit Program

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam sejarahnya, pengamanatkan ruang kendali udara di atur dalam

Konvensi Chicago tahun 1944. Negara-negraa yang menjadi anggota ICAO

(International Civil Aviation Organization) wajib untuk meratifikasi perjanjian

ini. Indonesia juga sudah meratifikasi perjanjian ini. Dalam beberapa kasus

tertentu, kendali ruang udara suatu negara tidak sepenuhnya di kelola oleh negara

tersebut, melainkan di kelola oleh negara tetangganya. Hal ini merupakan sebuah

kesepakatan yang sudah di setujui oleh pihak yang menjadi pemegang kendali

ruang udara yang diamanatkan oleh ICAO dengan negara yang ruang udara nya di

kendalikan oleh negara lain. Kasus ini juga menimpa Indonesia, yang dimana

wilayah udara Indonesia di kendalikan oleh negara tetangganya yaitu Singapura.

Wilayah tersebut adalah wilayah Kepulauan Riau dan Natuna yang dekat dengan

Selat Malaka.

Menelisik sejarah perjanjian pengelolaan ruang kendali udara di wilayah

Kepulauan Riau dan Natuna antara Pemerintahan Indonesia dan Singapura di

mulai pada tahun 21 September 1995. Perjanjian ini merupakan perjanjian

bilateral antara kedua belah pihak negara. Perjanjian tersebut memiliki nama

resmi Agreement between the Government of the Republic Indonesia and the

Government of the Republic Singapore on the Realignment of the Boundary

1
2

between the Singapore Flight Information Region and the Jakarta Flight

Informaton Region, lalu perjanjian tersebut diratifikasi oleh pemerintah Indonesia

melalui Keputusan Presiden RI No. 07 Tahun 1996 pada tanggal 2 Februari 1996

tentang pengesahan perjanjian tersebut. (Yani, Montratama, & Ikradhi, 2017, hal.

38).

Perjanjian tersebut menyangkut tentang suatu kesepakatan tentang

pendelegasian pengaturan sebagian wilayah udara Indonesia kepada Singapura

dengan tujuan terciptanya pengaturan sebagian wilayah udara Indonesia kepada

Singapura dengan tujuan terciptanya pengelolaan penerbangan yang aman dan

tertib di wilayah udara yang diatur dalam perjanjian tersebut.

Dalam perjanjian FIR antara Indonesia dengan Singapura terdapat hal-hal

pokok. Hal-hal pokok yang tercantum dari Perjanjian FIR Indonesia-Singapura

bisa diringkas menjadi enam poin (Yani, Montratama, & Ikradhi, 2017, hal. 41).

Pertama, dasar penetapan batas dalam perjanjian adalah sesuai United Nations

Convention on The Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982. Kedua, ruang wilayah

udara Indonesia di atas kawasan kepulauan Natuna dikenal sebagai sektor A, B

dan C. Ketiga, Indonesia mendelegasikan tanggung jawab pemberian pelayanan

navigasi penerbanagan di wilayah sektor A kepada Singapura dari permukaan laut

sampai dengan ketinggian 37.000 kaki.

Keempat, Indonesia mendelegasikan tanggung jawab pemberian pelayanan

navigasi penerbangan di wilayah sektor B kepada Singapura dari permukaan laut

sampai dengan ketinggian tak terhingga. Kelima, sektor C tidak termasuk di

dalam perjanjian FIR antara Indonesia dan Singapura. Namun pengaturan lalu
3

lintas penerbangan di sektor C harus dikoordinasikan antara Indonesia, Singapura

dan Malaysia. Keenam, atas nama Indonesia, Singapura memungut jasa pelayanan

navigasi penerbangan atau RANS (Routes Air Navigation Services) charges di

wilayah udara yurisdiksi Indonesia, khususnya pada sektor A. Sebagian hasil dana

yang terkumpul diserahkan kepada Pemerintah Indonesia melalui PT. Angkasa

Pura II (Persero). Sedangkan sektor B merupakan permasalahan yang harus

dibahas antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Malaysia.

Kontrol udara dalam dunia penerbangan internasional dikenal dengan

nama flight information region (FIR). Terminologi FIR adalah nomenklatur

standar yang digunakan oleh ICAO dalam hal pengelolaan air traffic, lalu lintas

penerbangan dalam jaringan global (Hakim, Martabat Ibu Pertiwi di Selat Malaka,

2017, hal. 9).

ICAO mengamatkan kepada seluruh negara angotanya untuk menunjuk

salah satu institusi yang di delegasikan dalam hal ini yang mewakili pemerintah

yang berperan sebagai Otoritas Penerbangan Nasional. Pada umumnya pemerintah

menunjuk lembaga Kementerian atau Departemen Transportasi yang mengurusi

Otoritas Penerbangan Sipil. Dalam kasus ini, pemerintahan Indonesia menunjuk

atau memberi wewenang kepada Kementerian Perhubungan yang menjadi

Otoritas Penerbangan Sipil.

Melihat hal ini posisi Indonesia secara tidak langsung dalam perjanjian

tersebut dikatakan merugi. Mengapa bisa dikatakan Indonesia merugi ? Karena

wilayah tersebut merupakan wilayah yang sangat strategis. Wilayah tersebut


4

merupakan Selat Malaka yang dimana menjadi suatu wilayah yang di lewati oleh

berbagai macam pesawat yang hendak berpergian ke Benua Asia dan Eropa.

Sedangkan hal lain yang bisa dikatakan Indonesia merugi adalah dari

aspek ekonomi. Selama ini negara yang memegang kendali atas suatu ruang udara

maka negara itu pula yang mendapatkan pungutan jasa pelayanan udara.

Meskipun dalam perjalanannya sitem bagi hasil atas punguntan jasa pelayanan

udara antara Indonesia dan Singapura. Bayangkan betapa bernilainya apabila di

hitung dari segi ekonomi pundi-pundi uang yang di dapat oleh Singapura dari

pengelolaan ruang udara tersebut tersebut.

Dalam pengelolaannya Singapura bisa dikatakan menganak tirikan

Indonesia. Berdasarkan Perjanjian FIR Indonesia-Singapura, pesawat Singapura

berwenang memasuki zona FIR dengan cukup mendapat izin dari ATC Singapura

saja. Hal ini dikarenakan Singapura merupakan pihak yang berwenang dalam

mengelola lalu lintas penerbangan di zona FIR tersebut. Masuknya pesawat-

pesawat Singapura, termasuk pesawat militernya, ke wilayah yurisdiksi Indonesia

di pandang sebagai suatu ancaman kedaulatan Indonesia. Di pihak lain, seluruh

penerbangan militer dan non militer Indonesia yang hendak melintasi zona FIR

harus mendapatkan izin ATC Singapura (Yani, Montratama, & Ikradhi, 2017, hal.

42-43).

Sementara untuk mendapatkan izin dari ATC Singapura, penerbangan

Indonesia harus menginformasikan (1) identifikasi pesawat, (2) rute penerbangan,

(3) ketinggian penerbangan untuk seluruh rute atau bagian dari itu dan perubahan

ketinggian terbang jika diperlukan. Pemberitahuan kepada ATC Singapura


5

mengetahui misi penerbangan militer Indonesia, yang mana hal tersebut tabu

dalam norma kemiliteran yang bersifat tertutup atau rahasia (Yani, Montratama, &

Ikradhi, 2017, hal. 43).

Masuknya pesawat militer Singapura juga di menarik suatu tulisan.

Sebuah tulisan tersebut di muat website pribadi mantan Kepala Staff Angkatan

Udara (KSAU), Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim yang dimana belaiu

menuliskan bahwa Singapura menentukan area berbahaya atau “danger area”

yang tidak boleh digunakan oleh negara lain dan daerah tersebut hanya boleh

digunakan oleh Angkatan Perangnya berlatih (Hakim, FIR di wilayah Kepulauan

Riau dan Natuna, 2019).

Area berbahaya adalah wilayah udara dengan dimensi yang ditentukan di

mana kegiatan berbahaya bagi penerbangan pesawat mungkin ada pada waktu

yang ditentukan. Sebagian besar daerah berbahaya dioperasikan oleh otoritas

militer. Dimensi vertikal dan lateral dari area bahaya dipublikasikan dalam

National Aeronautical Information Publications (AIPs) bersama dengan jam

operasi yang berlaku. Area berbahaya ditetapkan di sekitar area di mana operasi

berbahaya dilakukan. Ini termasuk, misalnya, latihan militer yang melibatkan

penembakan langsung, menjatuhkan parasut, manuver pesawat yang keras dan

tidak terduga, atau penggunaan sistem udara tak berawak (Achidat, 2019).

Perbandingan antara penerbangan dari Indonesia dan Singapura sangat

terlihat sekali. Apabila dicermati lebih mendalam, pengelolaan akan wilayah

udara bisa sangat mengntungkan dari segi pertahanan dan kemanana suatu negara.

Dikarenakan apabila suatu negara dapat mengelola suatu wilayah udara maka
6

negara tersebut dapat pula mengendalikan wilayah udara dan laut yang berada di

bawahnya.

Pelanggaran-pelanggaran tersebut bisa ada dikarenakan beberapa hal yang

belum ada dalam sistem pengelolaan udara, seperti sistem radar maupun sumber

daya manusia (SDM) yang mengoperasikan sistem radar tersebut. Cakupan radar

militer dan sipil Indonesia belum “menutup” seluruh wilayah udara nasional.

Ketersediaan SDM yang mempuni soal ini juga jadi masalah bagi Indonesia

(Sikumbang, 2015). Kedua hal tersebut merupakan hal yang sangat fundamental

dalam sistem pengelolaan udara di suatu negara.

Angin segar datang dari pemerintah. Tahun 2015, Presiden Joko Widodo

berkeinginan untuk segera mengambil alih FIR dari Singapura hal ini diperkuat

dengan Presiden memanggil Menteri Perhubungan ke Istana beberapa waktu lalu,

berrikut beberapa pernyataan Menteri Perhubungan seusai di panggil Presiden

(Asril, 2015):

Menteri Perhubungan saat itu Ignasius Jonan mengatakan bahwa Presiden

Joko Widodo memberikan arahan dalam 3-4 tahun kedepan Indonesia

mempersiapkan peralatan serta personel yang lebih baik sehingga ruang udara kita

dapat dikelola sendiri. Selama ini, itu ditugaskan Singapura untuk mengelolanya.

Menteri Perhubungan juga menyebutkan, Pemerintah Indonesia juga akan

berbicara kepada Indonesia dan Malaysia terkait rencana pengambilalihan layanan

wilayah udara yang memang masuk dalam teritori Indonesia tersebut. Selama ini,

Jonan menyebutkan, pengelolaan FIR di kawasan Natuna dan Kalimantan Utara

dilakukan Singapura karena teknologi yang belum dimiliki Indonesia. Sementara


7

itu, FIR diperlukan untuk memberikan keselamatan dalam penerbangan sipil.

Indonesia, lanjut Menteri Perhubungan, juga mengelola FIR negara lain, seperti

Christmas Island (Australia) dan Timor Leste. KSAU Marsekal Agus Supriatna

juga mengungkapkan, untuk proses pengambilalihan itu, semua peralatan navigasi

akan disiapkan oleh Kementerian Perhubungan.

Pernyataan pendukung untuk segera mengambil alih FIR datang dari

Wakil Ketua Komisi I DPR RI Periode 2014-2019. Beliau meminta pemerintah

Indonesia untuk segera mengambil alih FIR di wilayah udara Kepulauan Natuna.

“ ini bukan hanya masalah bisnis. Ini masalah kedaulatan negara” kata beliau

menambahkan (Sikumbang, 2015).

Sejarah sudah membuktikan bahwa sektor udara merupakan sebuah sektor

yang sangat strategis. Sebuah negara bisa menjadi “pemenang” karena sektor

udara negara tersebut kuat begitupun sebaliknya, sebuah negara bisa menjadi

celaka apabila negara tersebut lengah atau kurang memperhitungkan sektor

udaranya. Kekuatan udara telah mengubah seluruh pemikiran dalam konsep

penyusunan startegi pertahanan negara (Hakim, 2016)

Mengutip dari (Hakim, 2019, hal. 85-88) contoh yang paling nyata adalah

negara Inggris dan Amerika. Kedua negara tersebut merepresentasikan bagaimana

pentingnya sektor udara bagi sebuah negara. Mari berbicara tentang Inggris yang

bisa mengajarkan kepada seluruh negara di dunia bagaimana pentingnya sektor

udara bagi suatu negara. Adalah sebuha kejadian serangan udara tentara Jerman

terhadap Inggris pada tahun 1940 yang juga dikenal dengan nama Battle of

Britain. Mayoritas kabinet yang di bangun oleh Perdana Menteri saat itu Winstin
8

Churchill menolak untuk gencatan senjata dengan Hitler. Sehingga meletuslah

Battle of Britain yang dimana keunggulan udara Royal Air Force (RAF) atau

Angkatan Udara Kerajaan Inggris berhasil memenangkan pertempuran tersebut.

Lain halnya dengan yang dialami oleh Amerika. Negara Paman Sam

tersebut memiliki kenangan yang bisa dikatakan pahit tentang kekuatan udara.

Dimana dua kali negara tersebut bisa dikatakan kelalaian oleh musuh sehingga

negara tersebut harus menerima kerugian yang cukup banyak. Kejadian tersebut

terulang dua kali yang dimana pertama adalah saat kejadian penyerangan Pearl

Harbour oleh Angkaatn Udara Kerajaan Jepang dan kejadian kedua adalah saat

pembajakan pesawat oleh kelompok teroris Al-Qaeda.

Dari kedua kejadian tersebut bisa ditarik sebuah kesimpulan bahwa

keunggulan udara merupakan sebuah hal yang mutlak bagi terselenggaranya

kondisi keamanan yang baik. Dukungan dari berbagai lini juga diperlukan agar

dalam pelaksanaan dapat berjalan dengan lancar.

Bila melihat kondisi tersebut, sudah seharusnya Indonesia melakukan

suatu tindakan konkret yang bisa dilakukan untuk membereskan persoalan ini.

Butuh suatu langkah yang dimana langkah tersebut bisa menyelesaikan persoalan

ini. Tindakan yang dimana tidak menimbulkan suatu hal yang bisa menjadikan

hubungan kedua negara menjadi tegang dan bermasalah dikemudian hari.

Tindakan tersebut adalah diplomasi.

Diplomasi merupakan tindakan yang relevan, dikarenakan hal ini bisa

menjadikan hubungan kedua negara bisa menjadi lebih harmonis dengan adanya

diplomasi yang nantinya akan dijalankan. Salah satu tipe diplomasi yang bisa
9

ditempuh Indonesia adalah diplomasi pertahanan. Hal ini dikarenakan salah satu

dari tujuannya adalah membangun suatu rasa saling percaya, diplomasi

pertahanan juga bisa menjadi sebuah cara untuk sebuah negara meningkatkan

sektor pertahanan dari kedua negara yang melakukan diplomasi.

Dalam prakteknya, Indonesia apabila melakukan diplomasi pertahanan

dengan Singapura perlu memandang penting sektor udara. Hal ini mengingat FIR

di Kepulauan Riau tersebut merupakan sebuah ruang udara yang strategis bagi

Indonesia. Untuk itulah pentingnya sektor udara yang menjadi fokus utama

diplomasi pertahanan diselenggarakan.

Sektor kekuatan udara bisa dikatakan belum memadai, hal ini bisa dilihat

dari segi Alutsista (Alat utama sistem persenjataan) yang dimiliki oleh Indonesia.

Beberapa Alutsista yang dimiliki sudah termakan usia dan seharusnya tidak untuk

digunakan lagi. Hal ini juga di perburuk dengan radar Indonesia yang masih

kurang untuk mengawasi wilayah Indonesia yang luas. Kurangnya radar tersebut

juga diperkuat oleh Panglima TNI Hadi Tjahjanto yang mengatakan bahwa

kebutuhan radar bagi TNI AU juga masih belum terpenuhi. Ia mengatakan saat ini

hanya ada 20 radar TNI AU yang beroperasi (Saraswati, 2018).

Kekurangan tersebut bisa dijadikan hal utama yang dapat dijadikan

sebagai bahan diplomasi pertahanan yang akan dijadikan topik utama antara

Indonesia dan Singapura. Mengingat pentingnya sebuah radar bagi menjaga

kedaulatan Indonesia dari ancaman negara lain. Bila di ibaratkan radar merupakan

alat proteksi utama apabila ada ancaman yang akan datang dari wilayah luar suatu

negara. Radar bisa mendeteksi ancaman dari dini dan sebuah negara bisa
10

menangkal sejak dini ancaman tersebut agar tidak terjadi hal-hal yang tidak

diinginkan.

Singapura merupakan salah satu negara dikawasan Asia Tenggara yang

tergolong diperhitungkan dalam bidang pertahanan. Melihat begitu efektifnya

Singapura dalam memoderinisasi sistem pertahanannya, hal ini bisa menjadi suatu

point positif bagi mereka. Bahkan beberapa sistem persenjataan mereka sudah

mampu memproduksi secara mandiri. Kemadirian industri pertahanan inilah yang

sudah seharusnya.

Kemandirian Industri pertahanan ini lah yang sudah seharusnya bisa ditiru

oleh Indonesia. Dalam hal ini Indoensia memang mencitatakan sebuah

kemandirian industri pertahanan. Namun dalam perjalannya masih belum mampu

untuk mewujudkannya. Berbagai kendala dihadapi seperti kekurangan dana,

terbatasnya teknologi, dan masih banyak hal lainnya. Untuk itulah disini terdapat

sebuah peluang yang dimana Indonesia bisa mewujudkannya.

Singapura dikenal dengan negara perekonomian yang lebih mempuni

daripada Indonesia. Begitupula dibidang riset maupun teknologi mereka juga bisa

dikatakan lebih di depan Indonesia. Mereka sudah mampu untuk mengembangkan

berbagai Alutsista mereka ke satu langkah ke generasi berikutnya. Melihat hal ini,

Indonesia meiliki sebuah kesempatan untuk melakuakn diplomasi pertahanan

terhadap Singapura.
11

1.2 Pertanyaan Penelitian

Melihat posisi Indonesia dalam kasus ini yaitu kurangnya kekuatan

Indonesia dalam sektor udara, maka penulis tertarik untuk mengkajinya lebih

dalam dengan sebuah pertanyaan penelitian yaitu bagaimana diplomasi

pertahanan Indonesia terhadap Singapura di sektor kekuatan udara terkait flight

information region di Kepulauan Riau dan Natuna ?

1.3 Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui diplomasi pertahanan Indonesia terhadap Singapura di

sektor kekuatan udara terkait flight information region di Kepulauan Riau dan

Natuna.

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat yang di berikan oleh penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu

manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1.4.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini yaitu memberikan kontribusi

keilmuan bagi ilmu hubungan internasional tentang diplomasi pertahanan

Indonesia terhadap Singapura di sektor kekuatan udara terkait flight

information region di Kepulauan Riau dan Natuna.


12

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dengan

memberikan gambaran mengenai diplomasi pertahanan Indonesia terhadap

Singapura di sektor kekuatan udara terkait flight information region di

Kepulauan Riau dan Natuna.

1.5 Sistematika Penulisan

Bab I

Pada bab ini penulis akan menerangkan alasan peneliti mengambil

permasalahan ini dan dinilai layak untuk diangkat sebagai masalah yang perlu

diteliti dan digali lebih dalam lagi sebagai bahan kajian ilmiah. Dimana dalam bab

ini terkandung unsur mengenai latar belakang isu yang penulis anggap sebagai

masalah sehingga dibahas pada bab lainnya, ada juga pertanyaan penelitian,

tujuan penelian, manfaat penelitian yang terdapat secara praktis maupun teoritis.

Bab II

Pada bab ini penulis akan menjelaskan tentang bagaimana kerangka

pemikiran dan teori yang digunakan untuk membedah permasalah yang penulis

ambil, atau dapat dikatan sebagai (pisau analisis) sehingga mampu menghasilkan

sebuah hasil dan membantu dalam bab pembahasan lainnya.

Bab III

Pada bab ini peneliti akan menyampaikan bagaimana metodologi

penulisan dilakukan. Meliputi Paradigma peneltian yang penulis gunakan sebagai


13

sudut pandang guna melihat suatu permasalahan kemudian ada pendekatan

penelitian, jenis penelitian, unit analisis, teknik pengumpulan data, instrument

penelitian, teknik analisis data dan teknik keabsahan data.

Bab IV

Pada bab ini akan dilakukan pembahasan yang juga telah dibantu oleh

rincian bab-bab sebelumnya. Pembahasan yang akan dibahas (1) nilai startegis

sektor kekuatan udara Indonesia dan Singapura; (2) permasalahan Indonesia

dengan Singapura terkait FIR (3) diplomasi pertahanan Indonesia terhadap

Singapura di sektor kekuatan udara terkait FIR. (4) Peluang dan tantangan

diplomasi pertahanan Indonesia terhadap Singapura.

Bab V

Pada bab ini berisi kesimpulan dan uraian mengenai jawaban dari

pertanyaan masalah yang dibantu oleh pembahasan yang sudah dibahas pada bab-

bab sebelumnya, terutama diplomasi pertahanan Indonesia terhadap Singapura di

sektor kekuatan udara terkait flight information region di Kepulauan Riau dan

Natuna.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu akan digunakan penulis untuk memaparkan

penjelasan yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini. Penelitian terdahulu

digunakan sebagai perbandingan dan dapat memperkaya teori. Penulis mengambil

contoh beberapa penelitian yang dapat dijadikan referensi. Berikut adalah

penelitian terdahulu yang penulis jadikan perbandingan :

Pertama, skripsi Muhammad Fitrah Zulkarnain (Hubungan Internasional

Universitas Hasanuddin) yang berjudul “Flight Information Region (FIR)

Singapura Dan Dampaknya Terhadap Kedaulatan Dan Keamanan Indonesia”.

Skripsi ini menggambarkan bagaimana penetapan hak atas FIR kepada Singapura

berpengaruh terhadap kedaulatan dan keamanan Indonesia. Skripsi ini melihat

dari faktor otoritas negara lain yang berada di atas teritori kedaulatan Indonesia

dan masalah keamanan yang dilihat dari sejarah kerjasama militer kedua negara.

Dan menjadi tantangan bagi Indonesia karena kurangnya teknis pengelolaan akan

FIR dan kelengkapan kekuatan militer Indonesia belum memadai, sehingga

kebijakan pengaturan lalulintas udara atau Air Traffic System (ATS) diberikan

kepada Singapura oleh International Civil Aviation Organizition (ICAO). Untuk

itu, pemerintah Indonesia harus meninjau kembali perjanjian bilateral terhadap

FIR dengan Singapura dan berusaha meningkatkan prosedur-prosedur terkait

kualifikasi pengaturan ATS, demi keberhasilan pengambilalihan FIR untuk

14
15

Indonesia. Skripsi ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan Teori

kedaulatan udara dan konsep kedaulatan udara, point utama dalam penelitian ini

adalah terfokus pada FIR yang dilakukan Singapura berdampak pada Keamanan

Indonesia (Zulkarnain, 2018).

Jika dibandingkan dengan penelitian penulis, persamaan yang terdapat

adalah faktor otoritas negara lain yang berada di atas teritori kedaulatan Indonesia

dan masalah keamanan yang timbul akibat keberadaan otoritas lain di atas teritori

kedaulatan Indonesia. Persamaan lainnya adalah memandang kelengkapan

kekuatan militer Indonesia belum memadai, sehingga kebijakan pengaturan

lalulintas udara atau Air Traffic System (ATS) diberikan kepada Singapura oleh

International Civil Aviation Organizition (ICAO). Persamaan terakhir adalah

kedua penulisan peneiltian ini menggunakakn penelitian deskriptif. Perbedaannya,

Muhammad Fitrah Zulkarnain memfokuskan penelitiannya pada FIR yang

dilakukan Singapura berdampak pada Keamanan Indonesia. Sementara penulis

memfokuskan penelitiannya pada diplomasi pertahanan Indonesia terhadap

Singapura terkait FIR. Perbedaan lainnnya adalah Muhammad Fitrah Zulkarnain

menggunakan teori dan konsep kedaulatan, Sedangkan penulis menggunakan dua

teori yaitu keamanan internasional dan diplomasi terkhususnya diplomasi

pertahanan serta menggunakan tiga konsep yaitu kepentingan nasional dalam

bidang pertahanan dan keamanan, keamanan nasional, kekuatan udara.

Kedua adalah karya dari Oleh Eco Silalahi, Maryati Bachtiar, Widia

Edorita diterbitkan dalam Jurnal Online Mahasiswa Vol.2 No.1 Tahun 2015.

Karya tersebut berjudul “Implikasi Hukum Internasional Pada Flight Information


16

Region (FIR) Singapura Atas Wilayah Udara Indonesia Terhadap Kedaulatan

Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Jurnal ini terfokus pada efek yang

ditimbulkan akibat adanya hukum internasional tentang FIR Singapura atas

wilayah Indonesia yang menggangu kedaulatan negara Indonesia. Jurnal ini

membahas tentang kedaulatan bagi suatu negara adalah hal yang penting, untuk

itulah Indonesia harus mutlak mengambil alih FIR dari Singapura yang

mengganggu kedaulatan Indonesia, kasus dalam jurnal ini adalah Kepulauan Riau

tepatnya daerah Natuna. Teori yang digunakan adalah Teori Kedaulatan Negara,

Teori Monisme Primat Hukum Internasional , Pacta Sunt Servanda dan

menggunakan metode penelitian hukum normatif (Silalahi, Bachtiar, & Edorita,

2015).

Jika dibandingkan dengan penelitian penulis, persamaan yang terdapat

adalah sama-sama memfokuskan untuk mengambil alih FIR dari Singapura.

Perbedaanya, Eco Silalahi, Maryati Bachtiar, Widia Edorita menggunakan

perspektif hukum internasional untuk membahas peristiwa ini dan juga efek yang

ditimbulkan akibat perjanjian pendelegasian FIR ke pihak Singapura serta teori

yang digunakan adalah teori kedaulatan negara, Teori Monisme Primat Hukum

Internasional , Pacta Sunt Servanda. Penulis dalam penelitian ini mengkaji dalam

pandangan hubungan internasional serta menggunakan teori yaitu keamanan

internasional dan diplomasi terkhususnya diplomasi pertahanan.

Ketiga adalah karya dari Anak Agung Bagus Ngurah Agung Surya Putra.

Karya tersebut di terbitkan melalui jurnal Kertha Negara Vol.05 No. 05.

Desember 2017. Karya tersebut berjudul “Yurisdiksi Indonesia Mengambil Alih


17

Pelayanan Ruang Udara (Flight Information Region) Di Wilayah Udara

Kepulauan Natuna”. Penelitian ini terfokus pada aturan-aturan hukum

internasional dan nasional yang mengikat terkait FIR dan melakukan upaya

hukum yang tepat agar pengambilan ruang udara Kepulauan Natuna ke Indonesia.

Inti dari penelitian ini adalah peraturan internasional yakni Konvensi Penerbangan

Sipil Internasional tahun 1944 (Konvensi Chicago), beserta Annex-nya,

merupakan aturan dasar dan utama dalam pengaturan pelayanan ruang udara.

Peraturan di Indonesia mengenai pelayanan tersebut memang beragam namun

sesuai dengan aturan Konvensi Chicago. Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh

Indonesia adalah dengan melakukan konsultasi dengan Singapura. Upaya

alternatifnya adalah membujuk negara-negara Asia-Pasifik untuk mempercayakan

pelayanan di ruang udara Kepulauan Natuna kepada Indonesia pada RAN Meeting

berikutnya, atau menyelesaikan secara litigasi ke Mahkamah Internasional (Putra,

2016).

Jika dibandingkan dengan penelitian penulis, persamaan yang terdapat

adalah sama-sama ingin mengembalikan ruang udara yang di kendalikan oleh

Singapura di kembalikan kepada Indonesia. Perbedaanya, penelitian Anak Agung

Bagus Ngurah Agung Surya Putra menekankan pada beberapa upaya hukum yang

bisa ditempuh oleh Indonesia untuk mengambil alih FIR dari pihak Singapura.

penulis pada penelitian ini lebih memfokuskan kepada diplomasi pertahanan

antara Indonesia dengan Singapura di sektor kekuatan udara terkait FIR.

Keempat adalah karya dari Den Yelta dan Ramadhita Lestari yang di

terbitkan oleh Journal Online Mahasiswa FISIP Vol. 1 No.1 Februari 2016 yang
18

berjudul “Diplomasi Indonesia dalam Menyelesaikan Sengketa FIR (Flight

Information Region) di atas Kepulauan Natuna dengan Singapura”. Karya ini

terfokus pada diplomasi yang dilakukan oleh Indonesia guna merebut kembali

FIR dari Singapura. Upaya yang dilakukan adalah diplomasi Joint Management

dimana diadakannya pengelolaan bersama antara Indonesia dengan Singapura

dengan wujud good neighbouring dan win-win solution. Ditandai dengan adanya

kerjasama pelatihan militer di Kepulauan Natuna dan pengumpulan hasil dari

RANS Charges dan diberikan kepada Indonesia. Teori yang digunkan adalah

diplomasi dan level analisis adalah negara (Yelta & Ramadhita, 2016).

Jika dibandingkan dengan penelitian penulis, persamaannya adalah fokus

penelitian yaitu diplomasi yang dilakukan oleh Indonesia guna merebut kembali

FIR dari Singapura. Persamaan lainnya adalah cara yang dilakuakan adalah

melalui jalur diplomasi. Persamaan terkahir adalah menggunakan teori diplomasi.

Perbedaanya, pertama, Den Yelta dan Ramadhita Lestari menggunakan diplomasi

Joint Management yang dimana nantinya akan terjadi pengelolaan bersama antara

Indonesia dengan Singapura, sedangkan penulis menggunakan model diplomasi

pertahanan yang dimana nantinya apabila diplomasi pertahanan ini terjadi maka

pengelolaan FIR sepenuhya berada di tangan Indonesia. Kedua, Den Yelta dan

Ramadhita Lestari memasukan kerjasama pelatihan militer di Kepulauan Natuna

dalam proses tersebut, sementara penulis memasukan kerjasama Alutsista dalam

sektor kekuatan udara antara Indonesia dan Singapura. Ketiga, Den Yelta dan

Ramadhita Lestari menggunakan level analisis negara sedangkan penulis

menggunakan unit analisis negara.


19

Kelima adalah karya dari Alwafi Ridho Subarkah yang dimuat oleh Jurnal

Asia Pasific Studies Vol.3 No. 2 July-Desember 2019. Karyanya berjudul

“Kepentingan Indonesia Dalam Mengambil Alih Flight Information Region (FIR)

Dari Singapura”. Penelitian ini berfokus untuk menunjukkan kepentingan

Indonesia dalam mengambil alih Flight Information Region (FIR) sebagai upaya

untuk menjaga kedaulatan Indonesia. Metode dalam penelitian ini yaitu metode

kualitatif yang mendeskripsikan dan menjelaskan permasalahan penelitian terkait

topik yang dibahas dan melakukan triangulasi metode dan data. Penelitian ini

menggunakan konsep national interest yaitu kemampuan negara dalam

melindungi maupun mempertahankan kepentingan nasionalnya secara berdaulat

dengan mengeluarkan berbagai kebijakan. Hasil penelitian ini, kepentingan

Indonesia adalah menjaga kedaulatan sepenuhnya dengan membuat Undang-

Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan serta Peraturan Pemerintah No. 4

Tahun 2018 tentang Pengamanan Wilayah Udara Republik Indonesia,

meningkatkan sumber daya manusia dan meningkatkan teknologi. Pada skala

internasional terus dilakukan upaya melalui International Civil Aviation

Organization (ICAO) agar FIR yang dikelola oleh ATC Singapura dapat dikelola

oleh Indonesia sehingga izin diplomatik dan izin keamanan pesawat asing melalui

pemerintah Indonesia (Subarkah, 2019).

Jika dibandingkan dengan penulis, persamaannya adalah sama-sama

menggunakan netode kualitatif sebagai metode penelitian. Perbedaanya, pertama,

fokus penelitian Alwafi Ridho Subarkah untuk menunjukkan kepentingan

Indonesia dalam mengambil alih Flight Information Region (FIR) sebagai upaya
20

untuk menjaga kedaulatan Indonesia. Sedangkan penulis lebih berfokus pada

diplomasi pertahanan Indonesia dengan Singapura. Kedua, teknik kebasahan data

yang digunakan Alwafi Ridho Subarkah adalah triangulasi, sedangkan penulis

menggunakan teknik keabsahan data kecukupan referensi. Ketiga, konsep yang

digunakan Alwafi Ridho Subarkah adalah kepentingan nasional, sedangkan

penulis lebih memfokuskan kepentingan nasional pada bidang pertahanan

keamanan.

Tabel 2.1 : Penelitian Terdahulu

No Nama Judul Fokus Teori / Konsep Kesimpulan


Penulis
1 Muhammad Flight Dampak Teori kedaulatan
Nilai
Fitrah Information yang udara / konsep strategis
Zulkarnain Region (FIR) ditimbulkan kedaulatan keberadaan
Singapura Dan terhadap udara FIR
Dampaknya kedaulatan Singapura
Terhadap dan menjadi
Kedaulatan keamanan bahan
Dan Indonesia rebutan bagi
Keamanan akibat FIR negara-
Indonesia. Singapura negara yang
berada dalam
kawasan
tersebut.
2 Eco Silalahi, Implikasi efek yang Teori Dampak
Maryati Hukum ditimbulkan Kedaulatan yang
Bachtiar, Internasional akibat Negara, Teori ditimbulkan,
Widia Pada Flight adanya Monisme Primat bidang
Edorita Information hukum Hukum politik, akan
Region (FIR) internasional Internasional , berpengaruh
Singapura tentang FIR Pacta Sunt pada posisi
Atas Wilayah Singapura Servanda Indonesia di
Udara atas wilayah mata
Indonesia Indonesia penerbangan
Terhadap yang sipil dunia
21

Kedaulatan menggangu Di bidang


Negara kedaulatan ekonomi,
Kesatuan negara Pendapatan
Republik Indonesia dari RANS
Indonesia. Charge tidak
sepenuhnya
diterima
Indonesia.
Di bidang
pertahanan
keamanan,
Indonesia
harus
waspada
karena
wilayah
tersebut
dipakai juga
oleh
Singapura
untuk
melakukan
latihan
militer.
3 Anak Agung Yurisdiksi aturan-aturan - Upaya
Bagus Indonesia hukum hukum yang
Ngurah Mengambil internasional dapat
Agung Surya Alih dan nasional dilakukan
Putra. Pelayanan yang oleh
Ruang Udara mengikat Indonesia
(Flight terkait FIR adalah
Information dan dengan
Region) Di melakukan melakukan
Wilayah Udara upaya hukum konsultasi
Kepulauan yang tepat dengan
Natuna. agar Singapura.
pengambilan Upaya
ruang udara alternatifnya
Kepulauan adalah
Natuna ke membujuk
Indonesia negara-
negara
Asia-Pasifik
untuk
22

mempercaya
kan
pelayanan di
ruang udara
Kepulauan
Natuna
kepada
Indonesia
pada RAN
Meeting
berikutnya,
atau
menyelesaika
n secara
litigasi ke
Mahkamah
Internasional
.
4 Den Yelta Diplomasi diplomasi Teori diplomasi Diplomasi
dan Indonesia yang Indonesia
Ramadhita dalam dilakukan dalam
Lestari Menyelesaikan oleh menyelesaika
Sengketa FIR Indonesia n sengketa
(Flight guna FIR di
Information merebut Kepulauan
Region) di atas kembali FIR Natuna
Kepulauan dari dengan
Natuna dengan Singapura Singapura
Singapura adalah
dengan
menggunaka
n diplomasi
Joint
Management
dimana
diadakannya
pengelolaan
bersama
antara
Indonesia
dengan
Singapura
dengan
wujud good
23

neighbouring
dan win-win
solution.
5 Alwafi Ridho Kepentingan menunjukkan konsep national kepentingan
Subarkah. Indonesia kepentingan interest nasional
Dalam Indonesia Indonesia
Mengambil dalam dalam
Alih Flight mengambil mengambil
Information alih Flight alih
Region (FIR) Information FIR
Dari Singapura Region (FIR) Singapura ini
sebagai ada dua
upaya untuk alasan, yaitu
menjaga alasan
kedaulatan utamanya
Indonesia kedaulatan
dan
keamanan
nasional,
serta alasan
lainnya dari
segi ekonomi
yang
strategis

Berdasarkan kajian terhadap sejumlah penelitian terdahulu yang sudah

diuraikan di atas, terdapat perbedaan dan kesamaan antara penelitian penulis dan

sejumlah penelitian terdahulu. Ini penting untuk diketahui agar penulis tidak

mengulang penelitian yang sudah ada sebelumnya.

Secara garis besar persamaan dengan penelitian yang akan penulis teliti

dengan penelitian terdahulu yang diuraikan diatas adalah sama-sama meneliti

tentang FIR Singapura. Sedangkan untuk perbedaannya adalah dari segi

pembahasan yang akan dilakukan. Penulis dalam penelitian ini membahas dari

segi diplomasi pertahanan sedangkan untuk penelitian terdahulu yang diuraikan


24

diatas terdapat berbagai macam pembahasan tetang FIR Singapura seperti dari

aspek keamanan, diplomasi, kedaulatan dan lain-lainnya.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Keamanan Internasional

keamanan (security) merupakan salah salu konsep yang paling sering

diperdebalkan dalam tata interaksi umat manusia di dunia ini. Konsep ini adalah

juga konsap yang paling sering mengalami perubahan pemaknaan sesuai dengan

perkembangan inleraksi sosial manusia. Hal ini lerulama dikarenakan keamanan

merupakan salah satu eIemen dasar kehidupan manusia (Perwita, 2008, hal. 2).

Sejalan dengan perkembangan-perkembangan yang begitu cepat dalam

hubungan internasional, berbagai macam makna dan penafsiran tentang keamanan

bermunculan. Ken Booth (2007) dalam bukunya yang berjudul Theory World of

Security berpendapat keamanan adalah sebuah kondisi keberadaan dan perasaan

aman yang dimana orang-orang yang merasa aman ketika mereka tidak melihat

acaman dan resiko di sekitar mereka. Mereka yang merasakan terancam karena

mereka melihat sebuah ancaman yang tidak ada dan hidup dengan rasa tidak aman

yang salah.

Emansipasi merupakan jantung dari teori kritis. Booth berpendapat

emansipasi sebagai wacana politik, emansipasi mencari pengamanan orang-orang

dari penindasan yang menghentikan mereka melakukan apa yang akan mereka

pilih dengan bebas, sesuai dengan kebebasan orang lain (Booth, 2007, hal. 112).

Terdapat empat hal yang mendasar dari emansipasi. Empat hal tersebut adalah

pertama, emansipasi menyangkut arti kebebasan. Kedua, perbedaan antara


25

emansipasi yang nyata dan palsu (true and false emancipation). Ketiga, kebutuhan

akan kemanusiaan yang ideal (the invention of humanity needs ideals). Keempat,

hubungan antara keamanan dan emansipasi (relationship between security and

emancipation). Dalam hal ini, emansipasi sebagai bentuk dari keamanan itu

sendiri merupakan perpaduan dari konsep keamanan dan emansipasi, dua sisi

yang berbeda dari satu koin (two sides of the same coin) yang dinamakan

penemuan kemanusiaan (the invention of humanity).

2.2.2 Diplomasi

Diplomasi adalah sebuah kegiatan yang dilakukan untuk mencapai suatu

kepentingan nasional sebuah negara. Menurut Sir Ernest Satow, dikutip oleh

Sumaryo Suryokusumo dalam bukunya yaitu Praktik Diplomasi memberikan

definisi diplomasi sebagai berikut:

“Diplomasi adalah penggunaan dari kecerdasan dan kebijaksanaan untuk

melakukan hubungan resmi antara pemerintah negara-negara merdeka, kadang-

kadang juga dilakukan dalam hubungannya dengan negara-negara pengikutnya,

atau lebih singkatnya lagi, pelaksanaan urusan tersebut dilakukan antara negara

dengan cara damai.” (Suryokusumo, 2004)

Tugas pokok diplomasi dibagi menjadi empat yaitu (Morgenthau &

Thompson, 2010, hal. 617):

1. Diplomasi harus membentuk tujuan dalam rangka kekuatan yang sebenarnya

untuk mencapai tujuan tersebut. suatu negara yang ingin menciptakan tujuan-

tujuannya yang belum dicapai haruslah berhadapan dengan suatu resiko untuk
26

perang. karena itu diperlukan suksesnya diplomasi untuk mencoba

mendapatkan tujuannya tersebut sesuai dengan kekuatannya.

2. Disamping melakukan penilaian tentang tujuan-tujuannya dan kekuatannya

sendiri, diplomasi juga harus mengadakan penilaian tujuan dan kekuatan dari

negara-negara lain. di dalam hal ini, sesuatu negara haruslah menghadapi

resiko akan terjadinya peperangan, apabila diplomasi yang dilakukannya itu

salah dalam mennilai mengenai tujuan dan kekuatan negara-negara lainnya.

3. Diplomasi haruslah menentukan dalam hal apa perbedaan dalam tujuan-tujuan

itu dapat cocok satu sama lain. diplomasi harus dilihat apakah kepentingan

negaranya sendiri dengan negara lain cocok. jika jawabannya “tidak”, maka

harus dicari jalan keluar untuk merujukkan kepentingan-kepentingan tersebut.

4. Diplomasi harus menggunakan cara-cara yang pantas dan sesuai seperti

kompromi, bujukan, dan bahkan kadang-kadang ancaman kekerasan untuk

mencapai tujuan-tujuannya.

Fungsi diplomasi adalah untuk memperbaiki hubungan yang kurang baik

antar negara, kerja sama, membangun opini publik, dan melaksanakan politik luar

negeri suatu bangsa. Oleh karena itu, diplomasi merupakan suatu hal yang vital

bagi suatu negara. Diplomasi bisa juga dikatakan sebagai “alat” bagi suatu negara

karena diplomasi adalah sebuah cara untuk sebuah negara mendapatkan sesuatu

dari negara lain.

Sebenarnya kata diplomasi sering dipakai untuk mencakup kegiatan-

kegiatan dan tugas yang lingkupnya sangat luas. Beberapa istilah yang

menyangkut diplomasi yang muncul dalam hubungan internasional misalnya,


27

sudah dikenal berbagai jenis diplomasi seperti diplomasi professional, diplomasi

bilateral, diplomasi multilateral, dan masih banyak lagi istilah dalam hal

diplomasi (Suryokusumo, 2004, hal. 59). Salah satu jenis diplomasi adalah

diplomasi pertahanan

2.2.2.1 Diplomasi Pertahanan

Diplomasi pertahanan merupakan seluruh cara dan strategi melalui

berbagai aspek kerjasama seperti ekonomi, budaya, politik, pertahanan dan

diplomasi sehingga negara-negara dapat memiliki hubungan pertemanan, lebih

jauh dapat saling bekerja sama, dan yang paling penting adalah menigkatkan

kepercayaan (Pedrason, 2015, hal. 15). Diplomasi pertahanan digunakan sebagai

alat untuk mencapai target kebijakan luar negeri suatu negara.

Gregory Winger dalam tulisannya The Theory of Defense Diplomacy

menjelaskan bahwa diplomasi pertahanan merupakan suatu cara penggunaan

militer bukan untuk kekerasan, seperti pertukaran perwira, kunjungan kapal

perang, latihan militer bersama dalam rangka mencapai kepentingan internasional

suatu negara. Masih dalam tulisan Winger, Andre Cottey dan Anthony Foster

menyatakan bahwa diplomasi pertahanan adalah penggunaan militer dalam masa

damai sebagai alat untuk kebijakan keamanan dan hubungan luar negeri. Hal ini

diperkuat oleh Martin Edmons yang mendefinisikan diplomasi pertahanan sebagai

penggunaan militer untuk operasi selain perang dengan memanfaatkan

pengalaman latihan dan disiplinnya untuk mecapai kepentingan nasional baik di

dalam maupun di luat negeri. (Sudarsono, Mahroza, & W., 2018, hal. 87-88)
28

Dilplomasi pertahanan juga berkaitan dengan enam hal yaitu (Supriyanto,

2014, hal. 167) :

a. Mempersiapkan kekuatan untuk mengahdapi berbagai aktivitas yang

dilakukan oleh Kementerian Pertahanan;

b. Mempersiapkan kekuatan tersebut dengan tujuan untuk menghalau

permusuhan;

c. Membangun dan memelihara kepercayaan;

d. Membantu dalam mengembangkan demokrasi, dalam pengertian dalam

“oversight” sipil;

e. Membangun dan mengembangkan Angkatan Bersenjata yang memiliki

akuntabilitas tinggi;

f. Memberikan kontribus pada pencegahan dan pemecahan masalah konflik.

Selain itu juga, diplomasi pertahanan juga dapat sebagai “alat” untuk

menurunkan ketegangan antar negara dan juga dapat meruntuhkan sebuah tembok

besar ketidak percayaan dan permusuhan. Bisa ditarik contoh adalah sebuah kasus

kepemilikan sebuah senjata pemusnah masal, pergerakan kekuatan militer, dan

lain sebagainya yang dapat menimbulkan sebuah kecurigaan dari negara lainnya.

Dalam dunia yang semakin komploks saat ini peran diplomasi pertahanan

juga semakin penting. Saling sinergi antar Kementerian Pertahanan suatu negara

demi meminimalisir konflik yang akan timbul di masa mendatang sangat penting.

Dalam perkembangannya diplomasi pertahanan memiliki beberapa tujuan.


29

Tujuan tersebut diantaranya adalah (1) sebagai kehadiran atau perwakilan,

(2) mempunyai efek/daya tangkal dengan memberikan penerangan tentang apa

yang sedang kita kerjakan, (3) melakukan negoisasi dan posisi tawar, (4)

meningkatkan kemampuan, (5) menurunkan keinginan negara yang bersebrangan

kepentingan untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, (6) pengumpulan

data intelijen atau informasi dan laporan, (7) membentuk opini publik, (8)

mempromosikan hukum internasional, (9) membangun saling percaya; (10)

pengembangan wilayah (Simamora, 2013, hal. 31)

Adapun hal-hal yang harus utama yang dipertimbangkan dalam melakukan

diplomasi pertahanan adalah (Supriyanto, 2014, hal. 179-180) (1) Kepentingan

nasional, (2) Kebijakan keamanan nasional, (3) Kebijakan dalam bidang-bidang

lain; (4) Kebijakan pertahanan, (5) Lingkungan internasional, (6) Lingkungan

domestik; (7) Lingkungan nasional dari negara-negara, (8) Prioritas negara-

negara, (9) Kemampuan dan kekuatan Angkatan Bersenjata, (10) Piranti lunak

(peraturan perundangan), (11) Personil, (12) Sarana dan prasarana, (13)

Manajemen dan organisasi, (14) Dukungan anggaran.

Industri pertahanan juga merupakan salah satu sasaran dari diplomasi

pertahanan. Blitzinger mengklasifikasikan urutan negara berdasarkan kapabilitas

dalam industri Pertahanan. Bitzinger membaginya menjadi 3 kategori yaitu first-

tier arms producer, second-tier arms producer dan third-tier arms producer

(Bitzinger, 2003, hal. 7). Negara dengan kapabilitas tertinggi dalam industri

pertahanan digolongkan dalam kategori first-tierarms producer. Industri ini

cenderung menginternasionalisasi industri persenjataanya , Misalnya Amerika


30

Serikat, Inggris , Perancis , Jerman dan Italia. memproduksi 75% persenjataan

global dan satu persatu atau secara kolektif mendominasi proses penelitian dan

pengenmbangan pertahanan (Bitzinger, 2003, hal. 6).

Kemudian pada tingkatan dibawahnya second tier arms producer negara

yang menjalan aktifitas dari negara tingkat first -tier arms producer dan third-tier

producer. Memiliki industri pertahanan kecil namun rumit, seperti Australia,

Norwegia, Jepang dan Swedia. Juga termasuk negara berkembang atau negara-

negara industri baru dengan kompleksitas model industri pertahanan berbasis luas,

namun masih kurang dalam penelitian dan pengembangan secara mandiri serta

mengalami kekurangan dalam hal kapasitas industri untuk mengembangkan dan

memproduksi persenjataan yang konvensial dan kompleks. Negara negara yang

digolongkan dalam third-tierarms producer dalam industri pertahanan adalah

negara yang memiiki keterbatasan dan secara umum teknologi yang rendah dalam

kapabilitas produksi militer, seperti Mesir, Meksiko dan Nigeria (Bitzinger, 2003,

hal. 7).

Meskipun partisipasi second-tier arms prducer dalam kancah global akan

membawa keuntungan dari sektor ekonomi dan teknologi, hal ini membuat ngara

negara tersebut memiliki keperluanuntuk memmenuhi kebutuhan merea terhadap

pengambangan indutri ,militer (Bitzinger, 2003, hal. 7).

Negara mempunyai empat motivasi dalam mengembangkan dan

memproduksi persejataanya. Salah satu alasan paling penting adalah untuk

kemandirian dalam pertahanan. Untuk mencapai kemandirian tersebut. Produksi

senjata sering dijadikan mekanisme penting yang akan memacu perkembangan


31

ekonomi negara dan industrialisasi. Industrialisasi pertahanan memiliki potensi

memacu ekspasi dan modernisasi sektor ekonomi nasial seperti baja, peralatan

mesin dan perkapalan. Industrialiasi dan perkembangan teknologi memberi

kemajuan pada skil umum dan bagaimana dan menyediakan support utama atau

perlatan produksi senjata (Bitzinger, 2003, hal. 11-15).

Dalam periode kedua Presiden Joko Widodo anggaran pertahanan

mendapatkan porsi yang paling besar dalam anggaran pendapatan belanja negara

(APBN) 2020. Hal ini menandakan bahwa Indonesia serius untuk meningkatkan

sektor pertahanannya. Diplomasi pertahanan juga dapat menjadi sebuah cara yang

dilakuakan oleh pemerintah Indonesia guna untuk mengkuatkan kekuatan

udaranya. Terlebih dalam kasus FIR di kepulauan Riau dan Natuna, Indonesia

masih belum mampu untuk merebut kembali ruang udara yang dikelola oleh

Singapura. Bukan tidak mungkin diplomasi pertahanan bisa untuk menjawab

permasalahan pengelolaan FIR di kepulauan Riau dan Natuna ke tangan

Indonesia.

2.3 Landasan Konseptual

2.3.1 Kepentingan Nasional Dalam Bidang Pertahanan Dan

Keamanan

Pencetus pertama pengertian kepentingan nasional yaitu Hans J

Morgenthau ia berpendapat bahwa kepentingan nasional merupakan alat untuk

mengejar kekuasaan, karena melalui kekuasaan itulah suatu negara dapat

mengontrol negara lain. Lebih spesifiknya konsep kepentingan nasional adalah


32

kemampuan negara untuk melindungi dan mempertahankan identitas fisik, politik,

dan kultur dari gangguan negara lain. Selain Morgenthau, Felix E. Oppenheim

mengartikan konsep kepentingan nasional adalah tujuan kesejahteraan

pemerintahan nasional dalam level internasional. Hal tersebut mengindikasikan

bahwa kepentingan nasional dari suatu negara adalah untuk menjaga otonomi

politik dan integrasi nasionalnya demi keberlangsungan kesejahteraan

masyarakatnya sampai ke tahap internasional. Secara garis besar kepentingan

nasional adalah tujuan, cita-cita dan harapan yang ingin dicapai oleh suatu negara

(Pea, 2016).

Sejatinya kepentingan naional Indonesia tidak bisa terlepas dari tujuan

nasional Indonesia yang termuat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar

(UUD) Tahun 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

kehidupan bangsa, serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tujuan nasional tersebut

merupakan landasan bagi Indonesia untuk merumuskan segala sesuatu tidak

terlepas kepentingan nasionalnya.

Sebagai suatu negara yang mengedepankan prinsip cinta damai, Indonesia

mendorong terciptanya perdamaian, keamanan, stabilitas, dan kesejahteraan

dalam pergaulan dunia melalui politik luar negeri yang bebas aktif disertai

menjaga prinsip kemurnian negara non blok (Kementerian Pertahanan Republik

Indonesia , 2015, hal. 31). Dalam mencapai kepentingan nasional, Indonesia terus

berpacu untuk membangun pertahanan negara.


33

Pembangunan postur pertahanan negara diarahkan untuk meningkatkan

kemampuan pertahanan negara. Potensi ancaman yang dihadapi Indonesia semakin

kompleks dan beragam, sehingga memerlukan kemampuan pertahanan negara yang

kuat. Pembangunan pertahanan militer diarahkan pada pemenuhan Kekuatan Pokok

Minimum (Minimum Essential Force/MEF). Salah satu cara untuk membangun

postur pertahanan yang ideal adalah membangun bidang kerjasama internasional.

Pembangunan di bidang kerja sama internasional diarahkan pada peningkatan

kerja sama pertahanan secara bilateral maupun multilateral yang mengacu pada

kebijakan politik luar negeri yang bebas aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara

kepulauan sekaligus negara maritim. Bentuk kerja sama internasional dikembangkan

untuk membangun kepercayaan (Confidence Building Measures/ CBM),

pembangunan kapasitas (capacity building), ikut serta dalam mewujudkan

perdamaian dunia, pendidikan dan pelatihan, serta upaya-upaya diplomasi melalui

dialog pertahanan strategis, dialog keamanan, dan kemitraan strategis sesuai

kebijakan Pemerintah (Kementerian Pertahanan Republik Indonesia , 2015, hal. 42-

43).

2.3.2 Keamanan Nasional

National security is the preservation of a way of life acceptable to the […]

people and compatible with the needs and legitimate aspirations of others. It

includes freedom from military attack or coercion, freedom from internal

subversion and freedom from the erosion of the political, economic and social

values which are essential to the quality of life (Buzan, 2011, hal. 21).

Pengertian keamanan nasional tersebut berasal dari Universitas Pertahanan

Kanada. Dari pengertian tersebut bisa dikatakan banyak faktor yang dapat
34

mempengaruhi kemananan nasional. Terdapat lima faktor yang dapat

mengganggu keamanan nasional. Faktor-faktor tersebut dibagi di lima sektor

utama: militer, politik, ekonomi, sosial dan lingkungan. Secara umum, keamanan

militer menyangkut interaksi dua tingkat yaitu kemampuan ofensif dan defensif

bersenjata negara. Keamanan politik menyangkut stabilitas organisasi negara,

sistem pemerintahan dan ideologi yang memberi mereka legitimasi. Keamanan

ekonomi menyangkut akses ke sumber daya, keuangan, dan pasar yang diperlukan

untuk mempertahankan tingkat kesejahteraan dan kekuatan negara yang dapat

diterima. Keamanan sosial menyangkut keberlanjutan, dalam kondisi yang dapat

diterima untuk evolusi, dari pola bahasa tradisional, budaya dan agama serta

identitas dan kebiasaan nasional. Keamanan lingkungan berkaitan dengan

pemeliharaan biosfer lokal dan planet sebagai sistem pendukung penting yang

menjadi sandaran semua perusahaan masyarakat lainnya. Lima sektor ini tidak

beroperasi secara terpisah satu sama lain. Masing-masing mendefinisikan titik

fokus dalam masalah keamanan, dan urutan prioritas, tetapi semua dijalin bersama

dalam jaringan pertalian yang kuat (Buzan, 2011, hal. 22)

2.3.3 Kekuatan Udara

Kekuatan Udara diperkenalkan H.G. Wells tahun 1908 melalui “The War

in the Air” dan istilah tersebut meluas digunakan tahun 1920-an, khususnya saat

kekuatan ini menjadi terminologi umum dan kapabilitas satuan Udara. Saat itu

teori tentang kekuatan ini umumnya diterima sebagai isu kompleks dan sebatas

pengertian sederhana tentang optimalisasi penggunaan satuan Udara. Bahkan


35

Churchill menegaskan Airpower is the most difficult of all forms of military force

to measure, or even express in precise terms. (Said, 2012, hal. 4)

Kekuatan Udara menjadi bagian integral kekuatan militer gabungan dan

peperangan modern dan konsekuensinya menjadi komponen penting dalam

strategi Keamanan nasional ― startegi yang mengawal tercapainya obyektif

kepentingan nasional. Strategi ini butuh kekuatan Udara sebagai kekuatan integral

dan sentra elemen “penggetar” (deterrence) bagi aktor negara lain ― tentu saja

dengan syarat tertentu. Tujuan ”menggetarkan” adalah mencegah aktor negara

lain berbuat “sesuatu” yang bertentangan dengan keinginan (obyektif) kepentingan

nasional. Dari perspektif keamanan nasional, “menggetarkan” diawali dari usaha

menghindari konflik dengan menugaskan kekuatan Udaranya (atau paket dengan

kekuatan Maritim dan atau Darat) dengan cara yang efektif, tepat dan meningkat

gradual didikte oleh perkembangan lingkungan strategik. (Said, 2012, hal. 5)

Keberadaan air power yang kuat dalam pertahanan suatu negara akan

memberikan kemampuan untuk menyerang titik penting lawan di mana pun

berada, karena akan mudah dijangkau dengan alutsista modern yang memiliki

tingkat kehancuran yang lebih optimal.

Pertahanan negara Indonesia ideal masih sulit diwujudkan, sedangkan

negara-negara tetangga semakin meningkatkan kekuatan militernya yang dapat

menjurus pada ancaman militer (Widodo, 2019, hal. 163). Hal ini tentu sangat

riskan apabila terus-menerus diabaikan. Tentunya Indonesia segera harus untuk

meningkatkan kekuatan pertahanannya.


36

2.4 Alur Pemikiran

Perjanjian FIR Indonesia -


Singapura

Pelanggaran Kedaulatan Indonesia


oleh Singapura

Lemahnya
Kurangnya SDM
kekuatan udara
yang mempuni
Indonesia

Diplomasi pertahanan Indonesia terhadap Singapura


di sektor kekuatan udara terkait FIR di Kepulauan
Riau dan Natuna dengan melakukan investasi terkait
pengembangan FIR

1. Sinkronasi pengaturan penerbangan kedua negara


2. prosedur lintas penerbangan negara di runang udara masing-
masing
3. pembicaraan penggunaan dana investasi yang di dapat
Indonesia
4. Pelatihan SDM

Pemerintah Singapura bersedia


memberikan Hak Pengelolaan
FIR ke Indonesia

Bagan 2.1 Alur Pemikiran


37

Pertama, Dalam perjalanannya, Indonesia meanadatangani sebuah

perjanjian bilateral dengan Singapura yang dimana perjanjian tersebut berisikan

pendelegasian sebagian ruang kendali udara kepada pihak Singapura yang dimana

kemudian ruang kendali udara tersebut dikenal dengan FIR Singapura.

Kedua, Sejak pendelegasian FIR tersebut, Singapura melakukan

pelanggaran kedaulatan terhadap Indonesia yang dimana mereka menetapkan

sebuah “danger area” yang dimana area tersebut dikelola oleh pihak militer

Singapura dan pihak sipil tidak boleh melewati area tersebut.

Ketiga, Terdapat beberapa penyebab terjadinya pelanggaran kedaulatan

Indonesia oleh Singapura yaitu lemahnya kekuatan udara Indonesia serta

kemampuan SDM Indonesia yang mempuni.

Keempat, Permasalahan pelanggaran tersebut secara tidak langsung sudah

menggangu keamanan. Dalam hal ini khususnya Indonesia, untuk itu dibutuhkan

suatu langkah yang konkret yang dapat meredakan permasalahan ini yaitu suatu

tindakan yang dimana tidak menimbulkan permasalahn lagi dikemudian hari.

Tindakan tersebut adalah diplomasi pertahanan. Diplomasi pertahanan tersebut

dengan melakukan investasi terkait pengembangan FIR.

Kelima, Pembahasan diplomasi pertahanan lebih diarahkan pada

Sinkronasi pengaturan penerbangan kedua negara. Prosedur lintas penerbangan

negara di runang udara masing-masing. Pembicaraan penggunaan dana investasi

yang di dapat Indonesia. Pelatihan SDM.

Keenam, Pemerintah Singapura menerima diplomasi pertahanan Indonesia

dan bersedia memberikan Hak Pengelolaan FIR ke Indonesia.


38

2.5 Argumen Utama

Penelitian ini menemukan bahwa diplomasi pertahanan Indonesia terhadap

Singapura di sektor kekuatan udara terkait Flight Information Region (FIR) di

Kepulauan Riau dan Natuna bisa melalui penawaran investasi terhadap Singapura.

Tujuan diplomasi pertahanan Indonesia terhadap Singapura adalah untuk

mengambil hak pengelolaan FIR Singapura yang dimana wilyayah FIR tersebut

berada di wilayah Indonesia. Terkait dengan investasi Singapura, hal ini sangat

mungkin dilakukan karena investasi tersebut sangat menguntungkan untuk jangka

panjang mengingat kawasan FIR Singapura merupakan kawasan yang strategis

dan pertumbuhan pengguna jasa penerbangan makin meningkat serta dilihat dari

jumlah penumpang yang makin lama meningkat. Pembahasan diplomasi

pertahanan Indonesia lebih diarahkan kepada beberapa hal yaitu : pertama,

sinkronisasi pengaturan penerbangan kedua negara. Sinkronisasi tersebut

bertujuan untuk menghindari kecelakaan di udara. Kedua, prosedur lintas

penerbangan negara di ruang udara masing-masing. Prosedur tersebut berguna

bagi pesawat yang ingin masuk ke ruang udara Indonesia atau Singapura. Ketiga,

pembicaraan penggunaan dana investasi yang di dapat Indonesia untuk

pengembangan FIR khususnya di radar. Mengingat radar Indonesia yang sudah

lawas. Keempat, pelatihan SDM yang nantinya akan mengoprasikan FIR yang

dilakukan pihak Singapura kepada Indonesia.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam sebuah metode penelitian ilmiah, penentuan metode yang

digunakan merupakan langkah penting, karena setiap masalah yang diteliti

memerlukan metode yang sesuai agar dapat diperoleh hasil penelitian yang valid

dan terukur. Metodologi penelitian umumnya digunakan dalam penelitian

akademik untuk menguji hipotesis atau teori. meto

dologi penelitian esensinya adalah strategi penelitian pada umunya yang

menguraikan bagaimana cara penelitian harus dilakukan, dan antara lain

mengidentifikasi metode yang akan digunakan dalam penelitian tersebut. melalui

metodologi penelitian, kita menjelaskan metode yang akan digunakan dalam

penelitian itu, menentukan instrumen atau alat pengumpulan data, atau acap kali

juga bagaimana mengukur hasil penelitian. metodologi penelitian memberikan

banyak perhatian terhadap sifat dan jenis proses yang harus diikuti dalam prosedur

tertentu. metodologi penelitian mengeksplorasi prinsip, prosedur, dan strategi

penelitian (Bakry, 2017, hal. 9).

3.1 Paradigma Penelitian

Paradigma merupakan pola atau model tentang bagaimana sesuatu

distruktur (bagian dan hubungannya) atau bagaimana bagian-bagian berfungsi

(perilaku yang di dalamnya ada konteks khusus atau dimensi waktu) (Moleong,

2017, hal. 49). Secara umum, paradigma ilmiah merupakan keseluruhan sistem

39
40

berpikir. Hal ini mencakup asumsi dasar, pentingnya pertanyaan yang harus

dijawab atau teka-teki yang harus dipecahkan, teknik penelitian yang haris

digunakan, dan contoh-contoh penelitian ilmiah yang baik (Neuman, 2018, hal.

108).

Pada penelitian ini, penulis menggunakan paradigma positivisme.

Positivisme adalah pendekatan ilmu pengetahuan yang didasari pada metode yang

teroganissir : menggabungkan logika deduktif dengan pengamaatn empiris yang

tepat dari perilaku agar bisa menemukan dan menegaskan seperangkat hukum

sebab-akibat, yang dapat digunakan untuk memprediksi pola umum dari suatu

aktivitas. Merujuk pada pemahaman demikian, maka oandangan dunia

positivisme merupakan pandangan dunia yang objektif (Asrudin, 2014, hal. 31).

Paradigma positivis seringkali disamakan dengan pendekatan kuantitatif.

Namun bukan berarti semua penelitian yag menggunakna paradigma positivisme

ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Paradigma positivis tidak hanya melulu

tentang angka-angka melainkan juga berupa suatu realitas. Realitas tersebut

berada “di luar sana” dan tidak terikat oleh peneliti dan hal tersebut dapat menjaga

objektifitas dan tidak mempengaruhi apapun terhadap realitas yang sudah ada

tersebut. Realitas dalam paradigma ini hanya ada satu atau bisa dikatakan realitas

tunggal.

Pendekatan empiris-positivis mempunyai tiga dimensi utama, yakni:

fenornena, analisis, tema. (Hadiwinata, 2017, hal. 67). Dimensi fenomena dalam

paradigma ini adalah fenomena empiris atau fenomena yang bisa diamati.

Keterkaitannya dengan penelitian penulis adalah fenomena empiris yang penulis


41

teliti adalah sebuah fenomena pelanggaran kedaulatan yang di lakukan oleh

Singapura terhadap Indonesia. Dimensi analisis dalam paradigma ini adalah

tentang hipotesis. Hipotesis penting dalam paradigma ini dikarenakan hipotesis

merupakan sebuah jawaban sementara atas fenomena yang diteliti. Dimensi

terakhir adalah tema. Tema dimaksudkan adalah tentang definisi, asumsi-asumsi

yang digunakan dalam sebuah teori yang digunakan. Definisi dan asumsi

keamanan yang digunakan dalam penelitian ini berasala dari Ken Booth.

3.2 Pendekatan Penelitian

Pada penelitian ini, penulis menggunaknan pendekatan penelitian

kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur

analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi

lainnya. Jelas bahwa pengertian ini mempertentangkan penelitian kualitatif

dengan penelitian yang bernuansa kuantitatif yaitu dengan menonjolkan bahwa

usaha kuantifikasi apapun tidak perlu digunakan pada penelitian kualitatif

(Moleong, 2017, hal. 6).

Terdapat beberapa point penting mengenai metodologi penelitian kualitatif

yaitu pertama, tujuan penelitian kualitatif adalah untuk memahami dan

menafsirkan sebuah perilaku interaksi. penelitian kualitatif berusaha untuk

menemukan makna, proses, dan konteks sebuah perilaku atau peristiwa sosial

yang sedang diamati. Kedua, dalam penelitian kualitatif, peneliti berfungsi

sebagai instrumen penelitian. Ketiga, data yang dikumpulkan dalam penelitian


42

kualitatif lebih berupa kata-kata, gambar-gambar atau objek, dan bukan angka-

angka (Bakry, 2017, hal. 18-19).

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Penelitian ini menggunakan data yang belum jelas lalu penulis akan

melakukan analisi terhadap data tersebut. Pemelitian ini dieksplorasi dan

diperdalam dari fenomena sosial atau lingkungan sosial yang terdiri dari pelaku,

kejadian, tempat dan waktu.

Alasan penulis menggunakan pendekatan ini adalah karena penulis ingin

menegtahui diplomais pertahanan Indonesia terhadap Singapura di sektor

kekuatan udara terkait FIR di Kepulauan Riau dan Natuna. Dengan menggunakan

pendekatan ini penulis berupaya menjelaskan bagaimana hubunga antara teori dan

praktek sosial.

3.3 Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini., penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif.

Penelitian deskriptif menyajikan gambaran yang spesifik mengenai situasi,

penataan sisial, atau hubungan. Studi deskriptif menyajikan gambaran mengenai

jenis orang atau aktivitas sosial dan berfokus oada pertanyaan “bagaimana” dan

“siapa”. Menyelidiki persoalan baru atau menerangkan alasan terjadinya suatu hal

kurang diperhatikan dibandungkan menjelaskan sutuasinya (Neuman, 2018, hal.

44). Dalam hal ini, Penulis akan menggambarkan dan menjelaskan bagaimana

diplomasi pertahanan Indonesia terhadap Singapura terkait FIR di Kepulauan Riau

dan Natuna.
43

3.4 Unit Analisis

Unit Analisis (Unit of Analysis): merujuk pada unit yang menjadi objek

penelitian yang dapat dibagi menjadi tiga bagian, yakni (a) micro: individu,

organisasi atau lembaga tertentu; (2) mezzo: entitas nasional (negara), entitas sub-

nasional (kelompok minoritas, separatis, kelompok teroris, mafia, dan lain-lain);

dan (3) macro: komunitas/kelompok negara-negara, masyarakat internasional, dan

sisten internasional. Suatu topik riset dapat berada di dua atau lebih unit analisis

(Hadiwinata, 2017, hal. 21).

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan unit analisis mezzo ( entitas

negera). Hal ini dikarenakan penulis ingin meneliti diplomasi pertahanan

Indonesia terhadap Singapura terkait FIR.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan data dan

informasi yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Teknik

pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini akan dilakukan

dengan dua metode yaitu wawancara dan tinjauan literatur.

3.5.1 Wawancara

Wawancara merupakan sebuah metode yang sudah sangat familiar bagi

mahasiswa dalam mengumpulkan data. Wawancara juga menyediakan sumber


44

daya yang melimpah dalam penelitian kualitatif. Dalam wawancara juga peneliti

dapat menemukan data yang faktual tentang hal yang sedang diteliti.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis wawancara semi-struktur.

Jenis wawancara ini dalam pelaksanaanya lebih bebas dibandingkan dengan

wawancara tersturuktur. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menemukan

permasalahan secara lebih terbuka dimana pihak yang diajak wawancara diminta

pendapat, dan ide-idenya (Sugiyono, 2017, hal. 233). Dalam perjalananya penulis

melakuakan jenis wawancara ini menggunakan email

Terkait dengan narasumber, penulis menjadikan Dr. Ian Montratama

sebagai narasumber pertama. Dr. Ian Montratama merupakan sorang dosen

Hubungan Internasional Universitas Pertamina dan juga penulis beberapa buku

yang dimana salah satu bukunya membahas tentang FIR Indonesia dan Singapura.

Narasumber kedua adalah Sudarto yang menjabat sebagai Direktur Diplomasi

Publik Global Future Institute (GFI).

3.5.2 Tinjauan Literatur

Peneliti juga melakukan studi pustaka dengan mengumpulkan berbagai

macam data kepustakaan seperti, buku, jurnal, artikel yang berkenaan dengan

penelitian terkait untuk mendukung pengamatan.

3.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari

sebuah penelitian. Dalam penelitian ini tidak banyak menggunakan instrumen


45

penelitian adapun instrument yang digunakan seperti smartphone sebagai

perekam wawancara dengan narasumber, pena digunakan dalam penulisan naskah

pertanyaan dan jawaban yang diajukan kepada narasumber, laptop digunakan

dalam penyusunan penulisan dan juga peneliti sendiri. Peneliti dimasukan

kedalam instrumen penelitian dikarenakan peneliti berfungsi menetapkan fokus

penelitian, memilih informan, memilih narasumber, melakukan pengumpulan

data, menganalissi data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan (Sugiyono,

2017, hal. 222)

3.7 Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja

dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang

dapat dikelola, mensistesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan

apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat

diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2017, hal. 248).

Pada penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis data medol

Miles dan Huberman (1984) yang dimana teknik analisis tersebut dibagi menjadi

reduksi data, penyajian data dan verifikasi data (Sugiyono, 2017, hal. 247-253).

Berikut dibawah ini penjelasannya.

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Data yang sudah diperoleh penulis dari lapangan kemudian dirangkum,

memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting lalu dicari

tema, konsep dan polanya. Hal ini akan memberikan gambaran yang lebih jelas
46

dan mempermudah peneliti jika ingin mencari tambahan data bila diperlukan

(Sugiyono, 2017, hal. 247).

2. Penyajian Data/ Display

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk

uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisanya.

Umumnya yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks

yang bersifat naratif. Dengan menyajikan data akan memudahkan untuk

memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa

yang telah dipahami tersebut. Selanjutya disarankan, dalam melakukan display

data selain menggunakan teks naratif juga bisa menggunakan grafik, matrik,

jejaring kerja dan chart.

3. Verifikasi Data (Conclusions drowing/verifiying)

Langkah terakhir adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan

awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah apabila tidak

ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data

berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, di

dukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat kembali ke lapangan

mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan

kesimpulan yang kredibel.

3.8 Teknik Keabsahan Data

Pemeriksaan terhadap keabsahan data pada dasarnya, selain digunakan

untuk menyanggah balik apa yang dituduhkan kepada penelitian kualitatif yang
47

mengatakan tidak ilmiah, juga merupakan sebagai unsur yang tidak terpisahkan

dari tubuh penelitian kualitatif (Moleong, 2017, hal. 320). Terdapat berbagai

kriteria dalam keabsahan data yaitu derajat kepercayaan, keteralihan,

kebergantungan, kepeastian. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan

keabsahan data derajat kepercayaan dan teknik pemeriksaannya menggunakan

kecukupan refrensi.

Penetapan kriteria derajat kepercayaan pada dasarnaya menggantikan

konsep validitas internal dari nonkualitatif. Kriterium ini berfungsi: pertama,

melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan

penemuannya dapat dicapai; kedua, mempertunjukan derajat kepercayaan hasil-

hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda

yang sedang diteliti (Moleong, 2017, hal. 324)

Kecukupan referensi dalam konteks ini bermakna tersedianya berbagai

sumber yang dapat digunakan untuk menjelaskan data-data suatu penelitian.

Artinya bahwa, peneliti memiliki banyak sumber yang dapat digunakan untuk

menjelaskan data-data penelitiannya, baik sumber manusianya (berupa sumber),

maupun sumber bahan berupa buku-buku rujukan. Ketersediaan sumber rujukan

akan sangat menentukan derajad kepercayaan sebuah hasil penelitian. Sebaliknya

ketak-tersediaannya sumber rujukan akan menjadi kesulitan tersendiri dalam

pekerjaan penelitian. (Liansyah, 2018)

Kecukupan refrensi sebagai salah-satu teknik pemeriksaan keabsahan data

dapat dilakukan dengan cara menghimpun sebanyak mungkin sumber dukungan

dalam penelitian, baik sumber manusianya (berupa narasumber data di lapangan)


48

maupun sumber bahan rujukan yang relevan berupa buku-buku kepustakaan,

laporan penelitian dan karya-karya ilmiah lainnya. (Liansyah, 2018)

Penelitian ini dibuat dengan data yang penulis himpun dan olah dari

berbagai sumber. Alasan penulis menggunakan teknik pemeriksaan kecukupam

referensial ini ialah karena kasus ini merupakan kasus yang hangat kembali

setelah Presiden Joko Widodo mengeluarkan statement untuk pengambil alihan

FIR dan sumber yang berada di publik masih belum tersebar luas.
BAB IV

PEMBAHASAN

1.1 Nilai Strategis Sektor Udara Bagi Indonesia dan Singapura

Setiap negara merdeka memiliki sebuah hak eksklusif untuk mengatur dan

menguasai negaranya tanpa adanya campur tangan intervensi dari negara asing

untuk menggangu. Hak ekslusif tersebut diantaranya adalah sebuah negara berhak

untuk mengatur seluruh sektor yang terdapat di negaranya, seperti sektor darat,

laut dan udara.

Indonesia merdeka sejak tahun 1945, sejak tahun tersebut Indonesia sudah

berjuang untuk mempertahankan hak eksklusifnya dari negara-negara asing yang

mencoba untuk merebut hak tersebut dari tangan Indonesia. Perjuangan tersebut

merupakan sebuah hal yang wajar dari sebuah negara yang merdeka untuk

mempertahankannya dari gangguan negara asing.

Hak eksklusif tersebut bisa diartikan sebagai kedaulatan. Kedaulatan suatu

negara melekat adanya sejak negara merdeka, hal inlah yang menjadi titik penting

bagi suatu negara untuk mempertahankannya. Bila merujuk kedaulatan wilayah

suatu negara umumnya di bagi menjadi tiga sektor yaitu darat, laut dan udara.

Sektor udara masih menjadi pertanyaan di Indonesia. Wilayah udara

nasional harus dicantumkan dengan tegas sebagai bagian utuh dari wilayah

kedaulatn Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sampai dengan saat ini pada

pasal 33 UUD 1945 hanya menyebuutkan bahwa wilayah kedaulatan Indonesia

mencakup tanah dan air serta segenap isi yang dikandungnya (Hakim, 2017, hal.

49
50

46). Sangat disayangkan sebagai bangsa yang besar dan juga menguasai 50%

wilayah udara di kawasan Asia Tenggara.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Dr. Ian Montratama dosen

Hubungan Internasional sekaligus pakar dalam bidang pertahanan dan keamanan,

beliau menyatakan pentingnya sektor udara bagi suatu negara :

“Dari aspek pertahanan, udara merupakan media untuk memproyeksikan


airpower ke negara lain dengan cepat dan efektif dibandingkan media
lainnya. Kendali atas ruang udara menjadi prasyarat mutlak dalam
menjamin kemenangan dalam pertempuran. Ladang ekonomi dalam jasa
RANS charge kepada pihak pengelola ruang penerbangan sipil.”
(Montratama, 2020)1

Pentingnya sektor udara bagi suatu negara juga diungkapkan oleh

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Sudarto Murtaufiq selaku Direktur

Diplomasi dan Informasi Publik Global Future Institute (GFI), hal ini

dikemukakan dalam wawancara dengan penulis, beliau berpendapat bahwa

tentang sektor udara :

“Karena sektor udara bagian dari identitas sekaligus kedaulatan sebuah


negara. Ia bagian tak terpisahkan dari dua sektor penting lainnya yaitu
sektor darat dan laut. Sebuah negara akan dipandang kuat oleh negara-
negara lain manakala ketiga sektor itu mampu dijadikan instrumen untuk
mempertahankan integritas wilayahnya dari ancaman manapun juga.”
(Murtaufiq, 2020)2

1
Lihat Lampiran 2 “ Naskah Wawancara Prasetya Budi Saputra dengan Dr. Ian Montratama
sebagai dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Pertamina dan juga pakar pertahanan dan
keamanan.” hal. 99.
2
Lihat Lampira 3 “ Naskah Wawancara Prasetya Budi Saputra dengan Sudarto Murtaufiq sebagai
Direktur Diplomasi dan Informasi Publik Global Future Institute (GFI) Jakarta.” hal. 103
51

Isu pelanggaran kedaulatan udara Indonesia muncul kembali dan menjadi

suatu perbincangan. Isu tersebut adalah kasus Flight Information Region (FIR) di

Kepulauan Riau yang dimana pemerintah Indonesia mendelegasikan pengaturan

penerbangan tersebut kepada pemerintah Singapura dan dalam dunia penerbangan

internasional kawasan tersebut masuk dalam penamaan FIR Singapura. Dalam

perkembangannya Singapura melakukan tindakan-tindakan yang memicu suatu

pelanggaran kedaulatan Indonesia.

Gambar 4.1
Zonasi FIR yang berada di Indonesia
Sumber : Marsono. (2015, Juli-Agustus). Upaya Pengelolaan Kembali Wilayah Udara
Diatas Kepulauan Riau dan Natuna. WiRA, 55(39), 14-21

Tindakan-tndakan yang dilakukan oleh Singapura adalah manuver

pesawaat miiter mereka yang terbang di daerah Indonesia. Hal ini tentu saja

menjadi suatu hal yang menodai kedaulatan Indonesia. Hal ini bisa menimbulkan
52

hal-hal yang tidak di ingingkan seperti kegiatan spionase maupun kegiatan lainnya

yang merugikan dan membahayakan pihak Indonesia.

Wilayah udara Indonesia di Kepulauan Riau merupakan wilayah yang

sangat startegis karena berbatasan dengan tiga negara dan terletak pada jalur Selat

Malaka. Nilai startegis inilah yang membuat keberadaan FIR di wilayah udara

Kepulauan Riau ini berarti bagi tiga negara, Indonesia, Malaysia, dan Singapua.

Kepentingan tiga negara bertubrukan di wilayah ini sehingga daerah ini disebut

sebagai critical border. Maka, kasus pendelegasian FIR ini juga merupakan

masalah kedaulatan (Zulkarnain, 2018, hal. 75).

Pengertian kedaulaatn negara di udara mengacu kepada Konvemsi Paris

tahun 1919 dan Konvensi Chicago tahun 1944 yang menjelaskan bahwa

kedaulaatn negara di udara adalah complete dan exclusive (Hakim, 2019, hal. 9).

Konvensi Chicago 1944 yang menyatakan kedaulatan negara di udara

complete and exclusive mengandung arti yang sangat “ loud and clear” bahwa

tidak ada jalur lintas damai di wilayah udara kedaulatan sebuah negara. Pengertian

ini pada dasarnya adalah mengandung pengertian bahwa setiap pesawat terbang

yang melintas wilayah udara kedaulatan sebuah negara di wajibkan untuk

memperoleh izin terlebih dahulu (Hakim, 2019, hal. 10).

Dari penjelasan tersebut sudah sangat jelas apabila sebuah pesawat terbang

yang melintas di wilayah sebuha negara harus melapor kepada negara yang akan

di lewatinya. Sedangkan dalam kasus ini sebuah pesawat tempur yang bermanuver

di wilayah Indonesia yang apabila di salah artikan oleh pihak Indonesia akan
53

menimbulkan hal yang tidak diinginkan. Melihat hal ini sudah sangat jelas apabila

Singapura melanggar kedaulatan Indonesia.

Masalah navigasi udara ini menjadi sangat penting karena sangat fital

dengan kedaulatan suatu negara. Bentuk ancaman yang bisa muncul diantara

Indonesia Singapura mencakup militer dan non militer. Persepsi ancaman ini

dapat menciptakan konflik antar kedua negara. Selain itu, pendegelasian itu juga

sudah merupakan pelanggaran wilayah udara (Zulkarnain, 2018, hal. 73).

Wilayah kedaulatan suatu negara di udara memiliki nilai yang sama

dengan wilayah kedaulayan di darat dan laut. Semuanya wajib di jaga dan

pertahankan . Namun, anehnya wilayah kedualatan negara di udara terlihat begitu

terabaikan. Hal ini mencerminkan bangsa Indonesia belum memahani dengan baik

mengenai kedaulatan negara di udara. Mayoritas masyarakat bangsa Indonesia

menganggap wilayah udara bukan merupakan bagian yang utuh dari wilayah

kedaulatan suatu negara. Ruang udara masih dilihat secara sederhana. Hanya

sebagai suatu sarana lalu lintas penerbangan yang hanya terikat kepentingan

mobilitas manusia serta barang dan jasa. Persepsi dan pemahaman keliru

mengenai wilayah kedaulatan negara di udara kemungkinan merupakan refleksi

yang berawal dari pemahaman sempit tugas-tugas Kementerian Perhubungan

(Hakim, 2019, hal. 63).

Berbicara tentang kedulatan erat kaitannya dengan keamanan suatu negara.

Hal ini tidak bisa dipisahkan di antara keduanya, dikarenkana apabila suatu

kedaulaan negara terancam maka keamanan suatu negara tersebut akan ikut
54

terancam juga. Penjelasan itulah yang bisa menggambarkan mengapa kedua hal

tersebut erat kaitannya dan tidak bisa dipisahkan.

Apabila berbicara tentang keamanan udara suatu negara. Khususnya

Indonesia terkait dengan pendelegasian FIR, bisa dikatakan bahwa Indonesia

merugi dari sisi keamanan. Hal ini bisa di jelaskan dalam beberapa hal. Pertama,

Indonesia tidak leluasa untuk melakukan patroli. Kegiatan patroli merupakan

tindakan yang dimana bertujuan untuk menjaga keamanan suatu daerah dari

gangguan pihak asing yang mencoba mengambil keuntungan dan melakukan

kegiatan yang bertentangan dengan hukum Indonesia.

Kegiatan ini seharusnya menjadi tugas pokok TNI AU yang dimana untuk

menjaga keamanan wilayah Indonesia melalui sektor udara. Lantas apabila TNI

AU ingin melakukan patroli rutin di sekitar wilayah FIR Singapura dan pihak

Singapura tidak mengizinkan untuk lepas landas maka hal ini akan menggangu

kinerja dan kestabilan keamanan Indonesia dikarenkan salah satu penjaga

kestabilan tersebut tidak berjalan dengan semestinya. Hal inilah yang seharusnya

menjadi perhatian bagi pemerintah Inodnesia.

Kedua, Indonesia tidak lelausa untuk melakukan kegiatan militer.

Kegiatan militer erat kaitannya dengan kerahasiannya. Maka daripada itu selama

FIR tetap di delegasikan dan ditangan Singapura maka sifat kerahasiaan tersebut

bisa di pertanyakan apakah masih bersifat rahasia atau sudah tidak rahasi kembali

? melihat hal ini cukup miris adanya apabila hal in terus berlalu begitu saja.

Ketiga, terhadap permasalahan tentang bagaimana mekanisme perijinan

bagi pesawat negara asing apabila melewati wilayah Indonesia yang masuk dalam
55

wilayah FIR Singapura. Pada dasarnya wilayah udara suatu negara tertutup bagi

pesawat udara negara lain. Oleh karena itu, setiap penerbangan yang memasuki

wilayah udara negara oleh pesawat udara lain tanpa izin sebelumnya dari negara

yang wilayahnya dimasuki, merupakan pelanggaran wilayah udara. Sifat tertutup

ruang udara nasional itu dapat dipahami mengingat udara sebagai media gerak

sangat rawan ditinjau dari segi pertahanan dan keamanan negara. Keuntungan-

keuntungan serangan militer seperti kecepatan (speed), jangkauan (range),

pendadakan (surprise), penyusupan (penetration) dapat dilakukan dengan optimal

hanya melalui media udara dengan pesawat udara. Hal ini mendorong setiap

negara mengenakan standar penjagaan ruang udara nasionalnya secara ketat dan

kaku (Zulkarnain, 2018, hal. 79-80).

Sektor udara sudah semestinya dipandang sebagai sebuah penangkal

ancaman paling utama yang berasal dari luar. Hal ini tentunya memiliki

efektivitas yang sangat besar bilamana musuh yang akan melancarkan

serangannya dapat dilumpuhkan seluruh atau sebagian kekuatannya. Selain untuk

penangkal, sektor kekuatan udara bisa dijadikan sebagai sebuah kekuatan

penyerangan kepada musuh.

Penyerangan tersebut di kombinasikan dengan kekuatan laut yang

dinamakan airsea battle. Untuk dapat menerapkan dan memenangkan startegi ini,

kekuatan udara suatu negara haruslah kuat. Karena kemenangan pertempuran di

udara akan membuat peluang untuk menang di pertempuran laut semakin besar

(Yani, Montratama, & Ikradhi, 2017, hal. 71).


56

Airsea battle merupakan konsep operasi militer yang dicanangkan pada

bulan Februari 2010, dan di ganti namanya menjadi Joint Concept for Acces and

Manuver in the Global Commons (JAM-GC) pada tahun 2015. Konsep ASB

dibuat dalam rangka menandingi doktrin Anti Acces/Area Denial (A2/AD) China

dalam memproteksi wilayah udara dan lautnya dengan menggunkana sistem rudal

pertahanan udara dan laut jarak jauh. ASB membagi serangan ke dalam dua

kelompok besar. Pertama, adalah serangan terhadap sistem pertahanan rudal

ajarak jauh China (termasuk satelit dan rudal anti-satelit China). Tujuan utama

dari serangan ini adalah untuk mengacaukan sistem informasi dan koordinasi

pertahanan China. Serangan kedua adalah melumpuhkan armada laut pemukul

China, terutama armada kapal selam yang dilengkapi rudal balistik berhulu ledak

nuklir (Yani, Montratama, & Ikradhi, 2017, hal. 72).

Kekuatan udara telah memaksa semua negara dalam mendesain sistem

pertahanannya dengan platform pemikiran total defense atau pertahanan semesta.

Total defense tidak akan pernah dikenal apabila kekuatan udara tidak hadir pada

awal abad ke -20. Kekuatan udara telah mengubah seluruh pemikiran dalam

konsep penyusunan strategi pertahanan negara (Hakim, 2016, hal. 73).

Bila melihat kedua penjabaran diatas, yang menitikberatkan pada kekuatan

udara suatu bangsa yang bisa digunakan untuk bertahan maupun menyerang dan

juga kekuatan udara bisa mereformasi dan membuat sebuah startegi baru untuk

bidang pertahanan. Hal ini selaras dengan apa yang menjadi tanggapan Sudarto

Murtaufiq tentang sektor udara sebagai kekuatan dan pertahanan suatu negara.

Beliau berpendapat :
57

“Sektor udara bahkan menjadi sebuah keniscayaan untuk dijadikan


sebagai benteng pertahanan dan juga kekuatan bagi sebuah negara.
Sehingga ketika sektor udara itu rentan terhadap potensi ancaman dari
luar, maka pertahanan dan kekuatan sebuah negara akan dengan mudah
kuasai oleh pihak luar. Dan ini sangat berbahaya. Dengan kata lain,
ketika sektor udara kuat dengan segala daya dukung yang dimilikinya,
maka sebuah negara pun akan kuat.” (Murtaufiq, 2020)3

Indonesia sebagai suatu negara yang tiga per tiga (3/3) wilayah terdiri atas

sektor udara sudah seharusnya memandang dan memaksimalkan sektor udara

untuk menjaga keamanan negerinya. Hal ini sudahlah mutlak untuk dilakukan

dikarenekan apabila suatu negara menjaga suatu keamananya maka kesejahteraan

secara tidak langsung akan mengikutinya. Sektor udara juga bisa dijadikan

sebagai sektor penggerak ekonomi dan juga kesejahteraan masyarakat suatu

bangsa. Hal ini diungkapkan oleh Sudarto Murtaufiq, beliau berpendapat :

“mengingat pertumbuhan ekonomi suatu negara juga bisa dilihat dari


sejauh mana negara mampu memanfaatkan sektor udara. Selain menjadi
aset nasional yang harus dipertahankan, sektor udara juga memiliki
kontribusi yang penting dan strategis sebagai etalase dalam menopang
kelangsungan hidup sebuah negara. Hal ini ditandai dengan adanya
kelancaran transportasi udara, yang selain mencerminkan pertumbuhan
ekonomi juga mampu menggerakkan sektor-sektor penting lainnya, baik
secara makro maupun mikro. Maka, segala daya dukungnya harus terus
ditingkatkan, melalui pelayanan yang baik, aksesibilitas, ketersediaan

3
Lihat Lampira 3 “ Naskah Wawancara Prasetya Budi Saputra dengan Sudarto Murtaufiq sebagai
Direktur Diplomasi dan Informasi Publik Global Future Institute (GFI) Jakarta.” hal. 103
58

kapasitas, keselamatan, termasuk peningkatan SDM di dalamnya.”


(Murtaufiq, 2020)4

Kesejahteraan tidak bisa dipisahkan dari keamanan. Keduanya ibarat ikan

dengan air, tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Keamanan dibutuhkan untuk

mendatangkan kesejahteraan. Kesejahteraan juga sangat bergantung pada

penyelanggaraan keamanan. Namun, pendapat umum mengatakan, lebih mudah

bagi sebuah negara apabila kesejahteraan telah tercapai. Begitu pula negara yang

makmur akan memiliki kemampuan yang lebih maksimal dalam membangun

pertahanan sekaligus mampu melakukan penelitian untuk mengembangkan ilmu

pengetahuan dan teknologi (Hakim, 2016, hal. 17).

Mengenai komposisi tentang mana yang lebih diutamakan antara

kesejahteraan dan keamanan, apakah 50 persen untuk kesejahteraan berbanding

50 untuk keamanan, 60 persen untuk kesejahteraan berbanding 40 persen untuk

keamanan, sepenuhnya menjadi keputusan politik dari pemerintahan dalam

menentukan komposisi besaran kesejahteraan dan keamanan itulah yang disebut

sebagai kebijakan nasional atau national policy. Sering kali juga disebut

kepentingan nasional (Hakim, 2016, hal. 14).

Terkait dengan kesejahteraan yang di bisa di dapatkan oleh Indonesia

melalui sektor udara. Sebuah pernyataan dilontarkan oleh Komandan Pangakalan

TNI AU Tanjung Pinang, Letkol Penerbang I Ketut Wahyu Wijaya. Ketut

berpendapat dengan potemsi yang begitu besar untuk kesejahteraan Indoensia, hal

ini bisa dimanfaatkan oleh Indonesia dengan mengambil jasa pelayanann udara.

4
Lihat Lampira 3 “ Naskah Wawancara Prasetya Budi Saputra dengan Sudarto Murtaufiq sebagai
Direktur Diplomasi dan Informasi Publik Global Future Institute (GFI) Jakarta.” hal. 104.
59

Tiap pesawat yang melintas di FIR bayar US$6. Setiap menit, untuk satu jalur

saja, ada puluhan pesawat yang lewat. Kalau sehari semalam, 24 jam, sudah dapat

berapa itu. Kompensasi ke Indonesia hanya 50 sen. Bayangkan berapa yang akan

di dapat Indonesia kalau FIR kita pegang sendiri (Hakim, 2017, hal. 113).

Ruang udara yang begitu luas adalah sumber ekonomi yang luar biasa.

Dibawahnya ada Selat Malaka yang menjadi jalur lalu lintas laut tersibuk di dunia

(Hakim, 2017, hal. 115). Potensi yang dimilikinya tidak main-main melihat traffic

penerbangan yang di lalui oleh pesawat yang dari dan menuju Asia dan Eropa.

1.2 Permasalahan FIR Indonesia dan Singapura

4.2.1 Pandangan Indonesia dan Singapura Terkait FIR

Terkait dengan pandangan FIR antar Indonesia dan Singapura merupakan

hal yang sangat penting sekali untuk dibahas terlebih dahulu mengingat

pandangan ini bisa menunjukan bagaimana mereka akan menyikapi hal-hal yang

kedepannya akan berlangsung. Disini penulias akan menyajikan pandangan-

pandandan Pemerintah Indonesia dan juga Singapura.

Presiden RI Joko Widodo seperti dilansir kompas.com berkeinginan untuk

segera mengambil alih FIR dari Singapura hal ini diperkuat dengan Presiden

memanggil Menteri Perhubungan ke Istana beberapa waktu lalu. Menteri

Perhubungan menyebutkan arahan Presiden bahwa kami dalam 3-4 tahun ini

mempersiapkan peralatan-peralatan dan personel yang lebih baik sehingga ruang

udara kita dapat dikelola sendiri oleh Indonesia. Selama ini, itu ditugaskan

Singapura untuk mengelolanya.


60

Menteri Perhubungan juga menambahkan bahwa Pemerintah Indonesia

juga akan berbicara kepada Indonesia dan Malaysia terkait rencana

pengambilalihan layanan wilayah udara yang memang masuk dalam teritori

Indonesia tersebut. Selama ini, Jonan menyebutkan, pengelolaan FIR di kawasan

Natuna dan Kalimantan Utara dilakukan Singapura karena teknologi yang belum

dimiliki Indonesia. Sementara itu, FIR diperlukan untuk memberikan keselamatan

dalam penerbangan sipil. Indonesia, lanjut dia, juga mengelola FIR negara lain,

seperti Christmas Island (Australia) dan Timor Leste (Asril, 2015).

Sedangkan dari pihak Singapura berpendapat dalam hal ini Menteri Luar

Negeri meraka yang beritanya diangkat oleh Chanel NewsAsia, perjanjian tentang

wilayah udara dengan Indonesia itu dilegetimasi oleh International Civil Aviation

Organisation (ICAO). Air Traffic Control (ATC) Singapura selama ini juga

mengelola FIR di luar wilayah Singapura termasuk didalamnya adalah wilayah

Sumatera. Namun pendapatan yang diperoleh dari penglolaan tersebut diserahkan

kepada Pemerintah Indonesia. Ini adalah sesuatu yang sudah dilegitimasi oleh

ICAO. Dari beberapa rangkaian perjanjian yang telah Singapura negosiasikan,

semuanya adalah untuk yang terbaik bagi Singapura dan negara-negara tetangga

termasuk Indonesia. Singapura berhaisl menempatkan hal yang banyak

masyarakat Singapura tidak sadari tetapi vital bagi keselamatan udara regional,

vital bagi kepentingan negara-negara yang terlibat didalamnya dan juga vital bagi

keselamatan udara regional, vital bagi kepentingan negara-negara yang terlibat di

dalamnya dan juga vital bagi lapangan pekerjaan di industri aviasi Singapura. Jika

ada perubahan dalam perjanjian, maka perubahan tersebut akan membawa


61

dampak kepada singapura sebagai aviation hub dan lapangan pekerjaan

Singapura. Singapura memiliki bandara yang tersibuk di Asia, merupakan

aviation hub di Asia. Puluhan ribu pekerjaan tergantung pada posisi Singapura

sebagai aviation hub (Yani, Montratama, & Putera, 2017, hal. 135-136).

Dalam pandangan tersebut Indonesia dan Singapura memiliki

pandangannya masing-masing. Indonesia dalam hal ini penulis menilai sudah

tepat dikarenakan mereka sudah sadar akan arti penting sektor udara dan mereka

akan menyiapkan segala hal yang dirasakan perlu untuk menyukseskan pengambil

alihan FIR tersebut. Pandangan yang menarik datang dari Singapura.

Pemerintah Singapura yang dimana mereka sudah melakukan tugasnya

dengan baik dan juga apa yang mereka lakukan sesuai dengan legitimasi yang

diberikan oleh ICAO dan hak-hak yang di dapat dari pengelolaan FIR tersebut

sudah diberikan kepada pemerintah Indonesia dan juga mereka menilai bahwa apa

yang mereka lakukan saat ini sudah sangat baik dan apabila dikemudian hari

terjadi perubahan dalam perjanjian maka akan sangat berpengaruh ke segala

sektor seperti posisi Singapura sebagai aviation hub dan juga lapangan kerja di

Singapura.

Melihat pandangan Singapura tersebut akan terjadi sebuah dialog yang

sangat panjang dalam proses pengeloalaan FIR yang rencananya akan dilakukan

oleh Indonesia dikarenakan pihak Singapura akan berusaha sekuat tenaga untuk

mempertahankan hak pengelolaan FIR tersebut. Mengingat hajat hidup sebagian

pekerja di Singapura yang bergelut di pengelolaan FIR ini akan merasa terancam.
62

4.2.2 Pengelolaan FIR Singapura oleh Otoritas Singapura yang

Merugikan Indonesia

Dalam perjalanan pengelolaan FIR Singapura, Pihak Singapura yang

memiliki hak pengelolaan FIR mereka beberapa kali melakukan beberapa hal

yang dinilai sebagai sebuah hal yang ganjil dan tidak semestinya dilakukan oleh

pihak mereka. Kasus-kasus inilah yang seharusnya menjadi titik fokus mengapa

pemerintah Indonesia sudah seharusnya untuk mengambil hak pengelolaan FIR di

Singapura.

Pertama adalah kasus Jenderal L.B. Moerdani yang tidak bisa mendarat di

langit Natuna dan beliau tidak bisa mendarat dikarenakan pemandu udara dari

pihak Singapura belum memberi izin untuk mendarat. Beliau terapung-apung di

angkasa selama kurang lebih 15 menit. Bila melihat kasus tersebut terasa sangat

janggal dikarenakan pesawat Indonesia sedang membawa tau VVIP yang dimana

terdapat pengecualian (Kususmadewi, Utama, & Indonesia, 2015)

Kasus kedua adalah Langit Kepulauan Riau memang menjadi lintasan

favorit pesawat asing, termasuk jet-jet tempur Singapura. Menurut Komandan

Pangkalan TNI AU Tanjungpinang, Letnan Kolonel Penerbang I Ketut Wahyu

Wijaya, pesawat tempur Singapura kerap terlihat berlatih di utara Pulau Bintan

yang berdekatan dengan Singapura. Singapura beralasan, mereka berlatih di

wilayah latihan militer atau MTA (military training area), yakni zona udara

Indonesia yang dapat digunakan Singapura untuk melakukan latihan militer

karena negara kota itu tak memiliki ruang udara yang cukup luas untuk berlatih

(Kususmadewi, Utama, & Indonesia, 2015).


63

Ketut menambahkan bahwa perjanjian MTA antara Indonesia dan

Singapura itu telah habis tahun 2001. Indonesia, tak memperpanjang perjanjian itu

karena merasa lebih banyak dirugikan. Tapi tetap saja, ujarnya, Singapura ngotot

mengatakan MTA itu merupakan wilayah berbahaya sehingga harus dioperasikan

oleh Angkatan Bersenjata Singapura. Ketut mengatakan Singapura mencari celah

untuk dapat menerbangkan pesawat tempur mereka ke wilayah udara RI. Celah itu

berasal dari hak Singapura mengatur ruang udara (FIR) Indonesia di sekitar

Kepulauan Riau. FIR di kawasan itu memang mutlak diatur Singapura. Tapi tidak

berarti Indonesia juga mendelegasikan kedaulatan kepada mereka (Kususmadewi,

Utama, & Indonesia, 2015).

Seharusnya dari dua kasus tersebut sudah cukup bagi Indonesia untuk

segera mempersiapkan diri guna mengambil pengelolaan FIR dari tangan

Singapura. Hal ini sudah tidak bisa di tawar lagi dikarenakan sangat penting

wilayah udara bagi suatu negara. Pengambilalihan FIR tersebut tidak bisa di tunda

dan harus segera direalisasikan oleh pemerintah Indonesia.

4.3 Diplomasi Pertahanan Indonesia Terhadap Singapura di Sektor

Kekuatan Udara Terkait FIR

Diplomasi pertahanan berbeda dengan jenis diplomasi-diplomasi yang

lain, seperti di sektor politik yang dilakukan oleh Kemlu, di sektor ekonomi yang

dilakukan oleh kementerian-kementerian yang terkait dengan ekonomi

(Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Industri,dan

lain-lain), serta di sektor sosial budaya yang dilakukan oleh kementerian-


64

kementerian yang terkait dengan sosial budaya (Kementerian Pendidikan

Nasional, Kementerian Sosial, Kementerian Agama,dan lain-lain). Adapun

sumber daya yang digunakan dalam diplomasi pertahanan yaitu sumber daya yang

dimiliki oleh sektor pertahanan, seperti personel, peralatan, dan pengetahuan dan

keterampilan di bidang pertahanan. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah

untuk mendukung terealisasinya kebijakan pertahanan, yaitu mempertahankan

kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan

keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan

bangsa dan negara, serta ikut serta memelihara perdamaian dunia (Anwar, 2014,

hal. 85).

Diplomasi pertahanan diselenggarakan dengan berpegang teguh pada

beberapa prinsip yang mendasar. Yang pertama adalah bahwa diplomasi

pertahanan harus dijalankan dalam koridor yang berada diantara kebijakan

pertahanan dan kebijakan luar negeri pemerintah. Hal ini mengandung arti bahwa

dalam mencapai misi yang digariskan oleh kebijakan pertahanan, diplomasi

pertahanan juga merupakan sub-sistem dari diplomasi yang dimotori oleh

Kementerian Luar Negeri (Kemlu). Aplikasi di lapangannya dapat beragam,

sebagai contoh dalam konteks kerja sama bilateral, pembuatan perjanjian di

bidang pertahanan (Defence Cooperation Agreement) dilakukan atas dasar

ketentuan yang telah digariskan dalam peraturan pembuatan perjanjian

internasional dan penandatangannya memerlukan persetujuan (full power) yang

dikeluarkan oleh pemerintah melalui Menteri Luar Negeri. Prinsip yang kedua

adalah bahwa penyelenggaraan diplomasi pertahanan perlu menerapkan politik


65

luar negeri yang memang peran hakikinya adalah sebagai alat perdamaian, bukan

perlengkapan perang (Anwar, 2014, hal. 85).

Diplomasi pertahanan yang diselenggarakan juga mempunyai maksud dan

tujuan yang sejalan dengan kebijakan luar negeri dan kebijakan pertahanan.

Adapun maksud dari diplomasi pertahanan adalah untuk mengajak dan

mendorong negara-negara lain baik secara sendiri-sendiri maupun secara kolektif

untuk dapat bekerjasama dengan Indonesia dalam bidang pertahanan. Adapun

tujuannya adalah dapat terwujudnya kepentingan-kepentingan pemerintah di

bidang pertahanan, yakni terciptanya situasi lingkungan negara yang bersahabat

terhadap Indonesia, baik lingkungan di sekitar perbatasan negara Indonesia, di

kawasan Asia Tenggara, di kawasan Asia Pasifik, dan selanjutnya secara global.

Termasuk dalam tujuan ini adalah terwujudnya suatu situasi dimana negara-

negara yang bersahabat tersebut mendukung upaya-upaya pemerintah RI dalam

membangun kemampuannya di sektor pertahanan (Anwar, 2014, hal. 86).

4.3.1 Tujuan Diplomasi Pertahanan Indonesia terhadap Singapura

Terkait FIR

Bila berbicara tentang diplomasi pertahanan pasti banyak dasar yang

dipakai untuk melakuka hal tersebut. Bisa ditarik satu contoh alasan tujuan negara

yang melakukan diplomasi pertahanan adalah untuk membangun rasa saling

percaya satu sama lain dengan negara yang di kunjunginya atau tujuan-tujuan

lainnya yang bisa dijadikan sebagai dasar tujuan diplomasi pertahanan. Terkhusus

Indonesia disini penulis menganalisa dasar-dasar apa saja yang bisa dijadikan
66

sebagai tujuan diplomasi pertahanan Indonesia terhadap Singapura di sektor

kekuatan udara terkait FIR di Kepulauan Riau dan Natuna.

Pertama, adalah sebagai kedadiran Indonesia sebagi negara yang

mengedepankan dialog atau diplomasi. Diplomasi pertahanan Indonesia berhaluan

sama dengan politik luar negerinya yaitu bebas aktif. Terkait dengan tujuan

diplomasi pertahanan Indonesia dengan Singapura, Indonesia aktif menjaga

perdamaian antar kedua negara dengan mengedepankan dialog atau diplomasi

untuk menyelesaikan segala permasalahan dan perang merupakan jalan terakhir

untuk ditempuh.

Kedua, adalah sebagai daya tangkal. Daya tangkal disini diartikan sebagai

pemberian penerangan tenang apa saja yang sedang kita kerjakan. Bila di kaitkan

dengan tujuan diplomasi pertahanan Indonesia terhadap Singapura adalah adanya

rasa saling keterbukaan dan saling keterbukaan.

Ketiga, adalah Negosiasi dan posisi tawar. Salah satu bagian terpenting

dalam diplomasi pertahanan adalah negosiasi dan posisi tawar. Dalam tujuan ini

segala kepentingan negara bisa di ketahui dan banyak sekali hal-hal yang bisa

dijadikan sebagai bahan untuk diplomas. Posisi tawar yang tinggi bagi suatu

negara bisa sangat menguntungkan dalam proses negosiasi saat berlangsung. Bila

melihat posisi tawar Indonesia dalam kasus ini bisa dinilai kurang

menguntungkan. Kurang menguntungkan dikarenakan posisi Singapura lebih

memadai untuk mengelola FIR tersebut. Namun Indonesia bisa memasukan hal-

hal lain dalam proses negosiasi berlangsung sehingga posisi tawar Indonesia

setidaknya menyamai atau lebih tinggi dari Singapura.


67

Keempat, adalah Kemampuan. Terkait dengan tujuan diplomais

pertahanan ini adalah lebih kepada peningkatan kemampuan yang ada pada diri

Indonesia khususnya dalam bidang teknologi dan kualitas SDM yang dimiliki.

Hal ini dikarenakan teknologi dan kualitas SDM yang dimiliki Indonesia tidak

semaju teknologi yang dimiliki Singapura dan SDM Singapura dinilai lebih

mumpuni.

Kelima, adalah meningkatkan kredibilitas dan meningkatkan kontak.

Terkait dengan tujuan diplomasi pertahanan Indonesia dengan Singapura. Kedua

tujuan tersebut saling berkaitan dikarenkaan adanya saling kontak antara kedua

belah negara – Indonesia dengan Singapura - secara intens maka secara tidak

langusng kredibilitas Indonesia dimata Singapura akan bisa terbangun. Hal ini

secara tidak langsung dapat memuluskan jalan Indonesia

Keenam, adalah menurunkan keinginan negara yang berseberangan

kepentingan untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Tujuan ini sangat

perlu dicapai dalam diplomasi pertahanan kali ini. Hal ini sangat penting

dikarenakan apabila campur tangan pihak lain yang kepentingannya diluar dari

Indonesia dan Singapura masuk maka proses diplomasi pertahanan tersebut

Ketujuh, adalah opini publik. Tujuan ini sangat penting dalam diplomasi

pertahanan Indonesia terhadap Singapura. pembangunan opini publik sangat

dierlukan dalam proses diplomasi berlangsung dikarenakan opini publik bisa

mempengaruhi alur diplomasi saat sedang berlangsung. Indonesia harus bisa

membangun opini publik yang kuat agar saat proses diplomasi berlangsung dapat

meningkatkan posisi tawar.


68

Kedelapan, adalah membangun saling percaya. Tujuan ini dalam

diplomasi pertahanan bisa dikatakan salah satu inti dan hal pertama yang harus

dicapai. Hal ini dikarenakan apabila rasa saling percaya tidak dapat di capai pada

awal diplomasi pertahanan maka niscaya apa yang akan dilakukan kedepannya

hanya sia-sia saja. Rasa saling percaya ini bisa diwujudkan dalam berbagai cara

yaitu dengan komunikasi yang intens atau hal-hal lainnya yang sekiranya bisa

meningkatkan rasa saling percaya.

Dari seluruh penjelasan diatas, tujuan akhir atau tujuan utama dari

diplomasi pertahanan Indonesia terhadap Singapura terkait FIR adalah Singapura

bersedia melepaskan pengelolaannya terhadap FIR kepada Indonesia. Hal ini lah

yang melatarbelakangi tujuan yang dilakukan dalam diplomasi pertahanan ini.

Maka daripada itu seluruh dukungan dari Kementerian atau Lembaga yang

sekiranya terkait baik secara langsung maupun tidak langusng untuk mendukung

upaya diplomasi ini.

4.3.2 Startegi Diplomasi Pertahanan Indonesia terhadap Singapura

Pembicaraan mengenai pengembalian FIR Singapura kepada Indonesia

salah satunya adalah saat kunjungan Perdana Menteri Singapura ke Indonesia.

Pada kunjungan tersebut Menteri Luar Negeri kedua belah pihak mengadakan

pertemuan tertutup dari awak media yang dimana salah satu pembahasannya

adalah mengenai FIR. Retno Marsudi juga berujar bahwa Menteri Perhubungan

Indonesia Budi Karya Sumadi sudah berkirim surat kepada Menteri Perhubungan
69

Singapura pada 15 Juni 2019 yang dimana isi surat tersebut untuk membahas

intensif terkait FIR (Armi, 2019).

Dalam lampiran 11 konvensi Chicago yang menyatakan bahwa Negara

yang mendelegasikan dan menyediakan dapat mengakhiri perjanjian diantara

mereka kapan saja, alasannya disini tergantung pada kepentingan masing-masing

negara (Hakim, 2019, hal. 46). Dari penjelasan tersebut bisa ditarik sebuah

pemahaman seperti bahwa setiap negara yang wilayhn udaranya di kelola oleh

negara lain bisa kapan saja meminta kemabli hak pengelolaan wilayahnya

kepada negara pengelola sebelumnya tergantung kepentingan masing-masing

negara. Penjelasan diatas juga bisa dijadikan landasan Indonesia untuk

melakukan diplomasi pertahanan terhadap Singapura terkaut FIR.

Melihat hal tersebut sudah seharusnya Kementerian Pertahanan bersama

dengan TNI bersinergi guna untuk melakukan suatu langkah yang dimana langkah

tersbut bertujuan untuk mendukung langkah yang sudah di dahului oleh

Kementerian Luar Negeri dan juga Kementerian Perhubungan. Terdapat beberapa

langkah diplomasi pertahanan yang dimana diplomasi pertahanan tersebut

merupakan pembicaraan yang akan dilakukan atau yang sudah disepakati

bersama. Langkah pertama adalah adanya suatu kebijakan yang dikeluarkan oleh

Menteri Pertahanan Indonesia yang dimana kebijakan tersebut berisi tentang

kegiatan diplomasi pertahanan yang bertujuan untuk mengambil pengelolaan FIR

dari Singapura. Kebijakan tersebut bisa sebagai dasar untuk para pelaku diplomasi

pertahanan untuk melakukan kegiatan diplomasi pertahanan kepada Singapura


70

guna mengambil pengelolaan FIR. Selanjutnya adalah menentukan janji

pembicaraan dengan Menteri Pertahanan Singapura.

Langkah-langkah skenario lanjutan pembicaraan yang bisa di tempuh oleh

Kementerian Pertahanan beserta TNI adalah dengan melakukan kunjungan yang

dimana kunjungan tersebut merupakan langkah awal yang dilakukan oleh Menteri

Pertahanan (Menhan) RI kepada Menhan Singapura. Hal tersebut bisa menjadi

sebuah tanda keseriusan pemerintah Indonesia ingin mengambil alih FIR

Singapura.

Dalam pertemuan tersebut Menhan bisa memberikan pandangan Indonesia

dari sisi pertahanan dan keamanan mengapa Indonesia ingin mengambil alih FIR

dari Singapura. Pandangan tersebut juga didukung oleh kesiapan dan hal-hal apa

saja yang sudah dilakukan dan dipersiapkan oleh Indonesia dari segi pertahanan

yang nantinya akan mengelola FIR tersebut. Oleh karena itu pertemuan awal

tersebut merupakan langkah yang bagus dan juga krusial mengingat hal tersebut

bisa menandakan keseriusan Indonesia guna mengelola FIR.

Dalam kunjungan tersebut Menhan bisa di dampingi oleh beberapa pejabat

senior di lingkungan Kemenhan. Pejabat-pejabat senior tersebut diantaranya

adalah pimpinan atau pejabat terkait di lingkungan Direktorat Jenderal Startegi

Pertahanan (Dirjen Strahan). Mengapa Direktorat tersebut ? dikarenakan hal ini

sesuai dengan tugas dan fungsinya yaitu Perumusan kebijakan Kementerian di

bidang strategi pertahanan negara dan pelaksanaan kebijakan Kementerian di

bidang penyelenggaraan strategi pertahanan negara meliputi perumusan kebijakan


71

strategis, pengerahan komponen pertahanan, analisis strategis, kerjasama

internasional, wilayah pertahanan, dan hukum strategi pertahanan;

Pejabat senior di lingkungan Kemenhan tersebut bisa jugga melakukan

sebuah diplomasi pertahanan dengan pejabat senior lainnya di Kemenhan

Singapura, yang dimana diplomasi tersebut bisa diarahkan pada tujar pandangan

antar kedua pejabat. Proses tukar pandangan ini bisa menjadi lebih intens dan

langusng mengerucut pada hal yang menjadi pandangan antar kedua lembaga.

Ian Montratama berpendapat bahwa diplomasi pertahanan terkait FIR

lebih kepada mengsinkronisasi pengaturan penerbangan negara kedua negara agar

menghindari kecelakaan di udara. Hal-hal yang harus diperhatikan tentunya

terkait prosedur lintas penerbangan negara di ruang udara masing-masing. Jika

pesawat negara Singapura mau masuk ruang udara Indonesia atau sebaliknya,

perlu ada prosedur yang disepakati kedua negara (Montratama, 2020) .5

Terkait pendapat tersebut penulis sepakat dengan apa yang dinyatakan

oleh Ian Montratama. Hal yang belaiu lontarkan tersebut juga bisa dijadikan

sebagai salah satu point yang di bahas dalam diplomasi pertahanan antara pihak

Indonesia dan Singapura kelak. Mengingat hal tersebut – keselamatan

penerbangan - juga sama pentingnya. Keselamatan penerbangan merupakan hal

yang sangat diperhatikan.

Hal lainnya yang penulis sependapat adalah tentang prosedur lalu lintas

penerbangan dari Singapura menuju Indonesia ataupun sebalaiknya perlu adanya

5
Lihat Lampira 2 “ Naskah wawancara Prasetya Budi Saputra dengan Dr. Ian Montratama
sebagai dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Pertamina dan juga pakar pertahanan dan
keamanan.” hal. 100
72

prosedur yang di sepakati antar kedua negara. Apabila mengacu di prosedur

sebelumnya – FIR masih di kelola Singapura – perlu adanya beberapa prosedur

yang harus diberikan kepada pihak ATC Singapura guna untuk mengidentifikasi

penerbangan. Penulis berpendapat perlu adanya prosedur-prosedur yang dikaji

ulang antara kedua belah pihak yang dimana beberapa prosedur yang lalu seperti

identifikasi pesawat, rute penerbangan, ketinggian penerbangan untuk seluruh rute

atau bagian dari itu dan perubahan ketinggian terbang jika diperlukan. Beberapa

prosedur tersebut sangat bertolak belakang sekali dengan misi militer yang

sifatnya rahasia. Pengkajian prosedur ini sangat diperlukan bagi kedua belah pihak

yang dimana apabila prosedur yang baru di sepakati dapat memuaskan kedua

belah pihak.

Memang tahapan diplomasi pertahanan sangat panjang dan tidak hanya

berhenti di level pejabat senior, diplomasi pertahanan juga bisa sampai kepada

pejabat staff yang dimana dalam praktiknya semua bersinergi untuk melancarkan

proses diplomasi pertahanan tersebut, mengingat apa yang sedang di bahas

menyangkut hal yang menjadi salah satu konsen Presiden Joko Widodo. Dalam

pelaksanaan diplomasi pertahanan ini Kemenhan dan juga TNI - khususnya TNI

AU - tidak dapat berjalan sendiri. Mereka juga harus mendengarkan dan juga

meminta saran dari Lembaga atau Kementerian lainnya yang secara langsung

maupun tidak langsung bersinggungan dengan FIR.

Salah satu lembaga tersebut adalah AirNav Indonesia (PT. Garuda

Indonesia, PT Angkasa Pura I, PT Angkasa Pura II, PT Jasaa Angkasa Semesta,

PT Gapura Angkasa, PT Bandar Udara Internasional Jawa Barat) yang dimana


73

AirNav tersebut bertugas sebagia penyedia jasa penerbanan di Indonesia dan

mereka juga merupakan pelaku dan juga dalam kesehariannya bersinggungan

langsung dengan apa yang akan di jadikan sebagai bahan untuk diplomasi

pertahanan Indonesia. Masukan dan pendapat mereka sangat berguna sebagai

bahan pertimbangan Kemenhan maupun TNI.

Hal lainnya adalah koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri yang

dimana Kementerian Pertahanan bisa berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal

Hukum dan Perjanjian Internasional. Mengapa dengan Direktorat tersebut ? hal ini

dikarenakan sesuai dengan tugas dan fungsinya yaitu perumusan kebijakan di

bidang hukum dan perjanjian internasional; pelaksanaan kebijakan di bidang

hukum dan perjanjian internasional; penyusunan norma, standar, prosedur, dan

kriteria di bidang hukum dan perjanjian internasional; pemberian bimbingan

teknis dan evaluasi di bidang hukum dan perjanjian internasional; perundingan

yang berkaitan dengan pembuatan perjanjian bilateral, regional, dan multilateral di

bidang politik, ekonomi, sosial budaya, keamanan, dan kewilayahan;

Terkait dengan persiapan pengambilalihan FIR dari Singapura, perlu

adanya persiapan yang menyeluruh diseluruh aspek yang dimana dari segi

infrastruktur. Infrastruktur ini semakin lama harus semakin di perbarui mengingat

FIR Singapura merupakan salah satu jalur padat lalu lintas udara. Beban berat

bagi FIR Jakarta dan ATC Batam yang nantinya apabila dipilih menjadi

penanggungjawab pengelolaan FIR dikawasan tersebut. Perlu adanya suatu

tindakan yang dimana untuk memingkatkan kualitas teknologi di FIR Jakarta yang

nantinya akan dipilih untuk di integrasikan dengan FIR Singapura.


74

Audit Universal Safety Oversight Audit Programme (USOAP) tentang

nilai keselamatan Indonesia yang jauh diatas rata-rata yaitu sebesar 86% pada

tahun 2017, meningkat signifikan dibandingkan tahun 2016 yakni 56%. Nilai ini

jauh melampaui nilai rata-rata negara-negara di Asia Pasifik yang memiliki nilai

59,56%, ASEAN 64% bahkan dunia 65% (Lawi, 2017). Fakta ini bisa

menjadikan nilai tawar dalam sebuah diplomasi pertahanan nantinya bahwa

Indonesia sudah siap untuk melakukan pengoperasian FIR di wilayah Kepulauan

Riau tersebut dan sebaiknya Singapura mau untuk memberikan wewenangnya

kepada Indonesia. Indonesia bisa dikatakan sudah siap namun masih terdapat

beberapa hal yang bisa di contoh dengan negara lain yang lebih baik dari hasil

audit USOAP tersebut. Apabila Indonesia dapat mencontoh negara yang lebih

baik dari segi nilai niscaya Indonesia bisa lebih baik.

4.3.2.1 Investasi Singapura kepada Indonesia Terhadap FIR

Marsekal (Purn) Chappy Hakim dalam salah satu sesi diskusi di siaran

langsung instagram di akun @airspacereview dengan tema FIR and National

Aviation Future mempunyai pendapat yang sangat bagus untuk menaggulangi

masalah kekurangan dana dan juga menurut penulis pendapat tersebut juga bisa

mengentaskan masalah teknologi FIR yang bisa dibilang sudah tertinggal zaman

dari negara tetangga.

Beliau bependapat bahwa wilayah tersebut apabila dibuka untuk kawasan

investasi maka investor-investor di luar sana akan berbondong-bondong untuk

menginvestasikan uangnya di wilayah FIR tersebut (Hakim, Menatap Masa Depan


75

Aviasi di Indonesia, 2020). Beliau mengatakan pendapat tersebut dilandaskan

karena traffic di wilayah tersebut sangat ramai dan juga wilayah tersebut

merupakan penyambung ke wilayah-wilayah lain seperti ke wilayah Eropa dan

Asia.

Gambar 4. 2

20 Bandara Terbaik menurut ICA Tahun 2017

Sumber : katadata.co.id

Bila ingin melihat data jumlah penumpang di dunia, Indonesia di wakili

bandara Soekarno-Hatta yang bertempat di Cengkareng unggul tipis dengan

Singapura yang di wakili oleh bandara Changi. Fakta tersebut menajadikan daya

tarik bagi investor yang ingin menanamkan modal di FIR Singapura yang apabila

nantinya berhaisl di ambil hak pengelolaannya oleh Indonesia. Fakta itu tidak bisa

dibantah dikarenakan letak kedua bandara tersebut yang sangat strategis dan juga
76

banyak wisatawan Indonesia yang hendak berpegian menggunakan transportasi

pesawat terbang berangkat melalui bandara Soekarno-Hatta. Hal lainnya adalah

penduduk Indonesai lebih banyak yang menetap di pulau Jawa khususnya Jakarta.

Terkait diplomasi pertahanan yang dilakukan Indonesia, Kemenhan bisa

menawarkan terlebih dahulu kepada pihak Singapura untuk berinvestasi di FIR

tersebut. Penulis berpendapat bahwa pihak Singapura tidak akan menolak

tawaran tersebut mengingat pihak Singapura sudah tahu seluk beluk dari

pendapatan yang dihasilkan oleh FIR Singapura. Penulis berkeyakinan

dikarenakan ini merupakan investasi jangka panjang yang setiap tahunnya akan

meningkat. Terlebih lagi pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo,

Indonesia sedang giat-giatnya menarik investor asing ke Indonesia. Terkait

dengan besaran nilai investasi yang di berikan, hal tersebut harus sesuai dengan

kaidah perundang-undangan yang berlaku dan tidak boleh melanggar.

Dalam beberapa tahun terkahir investasi modal asing di Indonesia, negara

Singapura menempati posisi awal. Singapura selalu menempati peringkat teratas

dengan total investasi selama tiga tahun terakhir (2017- kuartal I/2020) mencapai

US$26,87 miliar (DP, 2020). Lima sektor utama investasi Singapura di Indonesia

yaitu transportasi, pergudangan & telekomunikasi, pertanian & perkebuanan,

industri makanan, pertambangan serta industri non-baja. Selan menjadi investor

terbesar di Indonesia, Singapura juga merupakan sumber wisatawan bagi

Indonesia. Jumlah wisatawan dari Singapura yang datang ke Indonesia mencapai

kurang lebih 3 juta jiwa (Milia, Kurniawan, & Poespitohadi, hal. 9).
77

Sebagai bagian dari kesepakatan antara Indoensia dan Singapura, pihak

Singapura bersedia untuk melakukan Investasi dan pelatihan SDM di Indonesia.

Kementerian Pertahanan dalam kasus ini dapat mendistribusikan dana investasi

tersebut untuk mengembangkan Alutsista Indonesia ke arah yang lebih modern,

yang dimana dalam hal ini radar yang harus menjadikan titik utama. Mengapa

radar ? kondisi radar Indonesia bisa dikatakan sudah terlampau lawas dan

beberapa tidak bisa beroperasi secara maksimal. Sebagian masih menggunakan

radar teknologi kuno (Plessey dan Thompson) yang perlu diremajakan

(Montratama, 2020)6. Bila melihat kondisi ini sungguh sangat mengenaskan

adanya.

Sudarto Murtaufiq berpendapat bahwa kebutuhan Alutsista, terutama

radar, selain minim dari segi jumlah juga perlu peremajaan. Pemerintah sudah

saatnya menambah jumlah radar dengan perangkat teknologi yang lebih canggih.

Hal ini penting karena potensi ancaman seperti penerbangan tanpa izin dan

pelanggaran penerbangan, juga dalam bentuk pengintaian masih sangat besar.

Pemerintah juga harus berani meningkatkan anggaran pertahanannya dengan

segala daya dukungnya termasuk ketersediaan radar-radar yang canggih

(Murtaufiq, 2020) 7.

Terkait dengan peralatan navigasi udara, pasti tidak jauh berbicara tentang

radar. Pentingya radar dalam menjaga wilayah Indonesia, namun faktanya

6
Lihat lampiran 2 “ Naskah wawancara Prasetya Budi Saputra dengan Dr. Ian Montratama
sebagai dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Pertamina dan juga pakar pertahanan dan
keamanan.” hal. 100
7
Lihat lampiran 3 “ Naskah wawancara Prasetya Budi Saputra dengan Sudarto Murtaufiq sebagai
Direktur Diplomasi dan Informasi Publik Global Future Institute (GFI) Jakarta.” hal. 106
78

Indonesia masih belum mampu mencakup seluruh wilayah Indonesia, dalam hal

ini radar militer. Radar dalam hal pertahanan memang sangat diperlukan

mengingat hal tersebut bisa mendeteksi ancaman sejak dini dan dengan segera

bisa diambil sebuah tindakan pencegahan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak

diinginkan. Radar untuk kegiatan penerbangan juga diperlukan mengingat radar di

gunakan untuk sistem navigasi pesawat di udara yang dimana radar dapat

mengetahui traffic pesawat tersebut. Untuk saat masih terdapat penyatuan radar

militer dan sipil. Hal ini karena anggaran pertahanan kita belum mencukupi untuk

mengadakan radar militer di seluruh titik yang dibutuhkan (Montratama, 2020).8

Beberapa bandara besar juga menggunakan primary radar (radar militer), namun

tidak semua karena harganya lebih mahal (Jakarta Greater, 2012).

Gambar 4.3
Persebaran radar di wilayah Indonesia
Sumber: indomiliter.com

8
Lihat lampiran 2 “ Naskah wawancara Prasetya Budi Saputra dengan Dr. Ian Montratama
sebagai dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Pertamina dan juga pakar pertahanan dan
keamanan.” hal. 100
79

Indonesia kini memiliki memiliki beberapa radar yang tersebar di berbagai

wilayahnya. Radar-radar tersebut terdiri dari radar sipil dan militer yang dimana

bertugas untuk menjaga wilayah Indonesia untuk menggangu keamanan. Bila

merujuk gambar 4.2 persebaran radar di Indonesia belum menyeluruh dan tidak

mencakup keseluruhan wilayah Indonesia dan ini bisa membahayakan mengingat

ancaman yang akan timbul di kemudian hari bisa merusak kedamaian yang sudah

tercipta di Indonesia. Hal ini tidak dapat terus di biarkan saja.

Radar Indonesia bisa dikatakan belum memadai dan juga blm dikatakan

ideal dalam segi jumlah. Sejauh ini hanya 20 radar saja yang tersedia. Idealnya

TNI AU punya 32 radar untuk disebar di penjuru Tanah Air. Hal tersebut sesuai

dengan keterangan yang diberikan oleh Komandan Pusat Pendidikan dan Latihan

Pertahanan Udara Nasional ( Pusdiklat Hanudnas) Kolonel Pnb Mohammad

Mukshon (Eksa, 2019).

Penting dalam kasus FIR ini bila membahas suatu radar, mengingat FIR

erat kaitannya dengan radar. Melihat pengadaan Indonesia terkait radar di

wilayahnya dengan areal cakupannya yang kurang tercakup selurhnya hal ini

sangat disesali. Selain itu Radar militer Indonesia di wilayah Barat, umumnya

menggunakan Radar Thomson CSF dari Perancis yang berfungsi sebagai Radar

Early Warning, serta Radar GCI (Ground Control Intercept) Plessey Inggris,

yang berkemampuan 3 Dimensi. Radar ini dibeli pada tahun 1980-an (Jakarta

Greater, 2012).

Namun tidak semua radar ini berfungsi dengan baik, karena usianya yang

sudah uzur. Bahkan menurut Mantan KASAU TNI-AU Marsekal Purn. Chappy
80

Hakim, sebagian radar telah rusak sehingga kemampuannya tersisa 70

persen. Lebih parah lagi, tidak semua radar militer beroperasi 24 jam. Sebagian

difungsikan selama 12 jam akibat faktor usia (Jakarta Greater, 2012).

Hitungan lebih pesimis disampaikan oleh Mantan Panglima Komando

Pertahanan Udara Nasional Marsda F Djoko Poerwoko. Dari jumlah total radar

yang dimiliki TNI, 40 persen tidak dapat beroperasi (Jakarta Greater, 2012).

Gambar 4.4
Anggaran Kementerian Pertahanan 2010-2019

Sumber : katadata.co.id

Dalam APBN 2019, anggaran untuk Kementerian Pertahanan Rp 108,36

triliun atau sebesar 4,4% dari total anggaran belanja pemerintah sebesar Rp

2.461,1 triliun. Anggaran Kementerian Pertahan tersebut merupakan terbesar

kedua setelah anggaran Kementerian PUPR senilai Rp 110,7 triliun. Anggaran

Kementerian Pertahanan terbesar tahun ini antara lain untuk program

penyelenggaraan manajemen dan operasional matra darat sebesar Rp 37,49

triliun dan untuk matra laut Rp 11,16 triliun, serta program peningkatan sarana
81

dan prasarana aparatur Kementerian Pertahanan Rp 15,37 triliun. Adapun

anggaran untuk program modernisasi Alat Utama Sistem Pertahanan (Alutsista)

dan non-Alutsista atau sarana dan prasarana matra darat sebesar Rp 5,15 triliun,

matra laut Rp 3,6 triliun dan matra udara Rp 2,58 triliun (kata data , 2019).

Lain halnya dengan anggaran pertahanan Indonesia tahun 2020 yaitu

sebesar 131 triliun rupiah. Rincian data persebarannya belum bisa diketahui di

karenakan tahun ini blm berakhir dan sedang adanya pandemi yang melanda dunia

terlebih kebijakan Presiden yng mengalokasikan beberapa anggaran di

Kementerian untuk penanganan pandemi tersebut.

Industri pertahanan dalam negeri harus juga dilibatkan dalam kasus ini

mengingat hal ini selaras dengan tujuan utama diplomasi pertahanan yaitu

meningkatkan kemampuan. Kemampuan yang akan ditingkatkan adalah radar

pertahanan udara. PT. LEN dalam kasus ini bisa dijadikan sebagai opsi untuk

industrinya sebagai wadah dalam investasi ini. PT. LEN memproduksi beberapa

radar yang dimana hal ini bisa meningkatkan produksi. PT. LEN Industri

(Persero) adalah perusahaan yang bergerak dalam peralatan elektronik Industri

milik pemerintah. PT LEN Industi (Persero) menyediakan pekerjaan pengadaan

dan integrasi sistem serta perlatan navigasi laut dan udara. Menurut

(Montratama, 2020) Membanguan kemampuan pengelolaan ruang udara adalah

kewajiban dan hak dari masing-masing negara kolong. Pelibatan industri dalam
82

negeri lebih kepada untuk meningkatan otokrasi atau kemandirian dalam

mensuplai kebutuhan peralatan navigasi udara9.

Terkait dengan hal pengelolaan FIR nantinya pasti membutuhkan SDM

yang berkualitas dan dalam hal ini Indonesia bisa dikatakan masih di bawah

Singapura. perlu adanya SDM yang berkualitas untuk melaksanakan tugas

tersebut mengingat keselmatan orang banyak yang akan di pertaruhkan. Memang

dalam mencetak SDM yang berkualitas membutuhkan waktu, tenaga dan biaya

yang banyak, akan tetapi hal tersebut apabila terwujud makan garansi yang

diberikan akan setimpal bagi negara tersebut. Indonesia memang mempunyai

SDM yang berkualitas untuk mengatur ATC namun jumlahnya yang minim dan

sudah ditempatkan di tempatnya masing-masing namun jumlahnya dinilai kurang.

Terkait dengan diplomais pertahanan lainnya adalah pelatihan SDM guna

mempersiapkan mereka menggoperasikan FIR.

Sudah seharusnya apabila nantinya FIR yang akan di ambil alih akan di

operasikan seluruhnya oleh pihak Indonesia. Maka dari itu perlu adanya

pelatihan yang dilakukan oleh kedua negara mengingat hal ini sangat penting

untuk dilakukan. SDM yang berstandar internasional. Salah satu masalah yang

cukup serius yang tengah dihadapi Indonesia adalah kurangnya SDM. SDM yang

tidak mudah diperoleh antara lain untuk inspektor pesawat, peugas ATC, tenaga

teknisi pesawat terbang dan pilot. Ketua umum Indonesia Air Traffic Control

Association (IACTA) IGK Susila menjelaskan, di Indonesia tenaga pengatur lalu

9
Lihat lampiran 2 “ Naskah wawancara Prasetya Budi Saputra dengan Dr. Ian Montratama
sebagai dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Pertamina dan juga pakar pertahanan dan
keamanan.” hal.101
83

lintas udara atau air traffic controller masih kurang sekitar 1.000 lagi. Jumlah

ideal tenaga pengatur lalu lintas udara tersebut adalah sekitar 2.200 orang ujar

beliau (Hakim, 2014, hal. 127).

Kepala Badan Pengembangan SDM Kementerian Perhubungan Santoso

Eddy Wibowo menambahkan berbicara tentang kekurangan SDM penerbangan

ini bahwa realitanya setiap tahun kebutuhan penerbangan telah mencapai angka

yang cukup tinggi, yaitu sekitar 600 orang. Adapun untuk teknisi pesawat

terbilang justru lebih tinggi lagi, yaitu hampir 800 orang per tahun (Hakim, 2014,

hal. 129).

Pelatihan yang dilakukan oleh pihak Singapura terhadap Indonesia terkait

dengan pengaturan inspektor pesawat, peutgas ATC mengingat mereka sudah

sangat paham betul dengan medan yang ada dan juga sudah terbiasa dengan traffic

yang ada di wilayah tersebut. Pentingnya penguasaan medan bisa menjadi sebuah

kunci untuk keberhasilan peneglolaan yang baik dan dalam kasus ini Singapura

bisa menjadi mentor yang baik bagi Indonesia.

Dalam kasus ini pemerintah Indonesia dalam melakukan diplomasi

pertahananya bisa memainkan negosisasi, negosisasi tersebut didalamnya bisa

untuk memberikan keuntungan-keuntungan antara kedua belah pihak salah

satunya adalah dengan melakukan investasi seperti yang sudah dijelaskan

sebelumnya. Pemerintah Singapura seharusnya tidak terus menolak untuk diajak

berdialog membahas masalah ini. Apabila dicermati lebih jauh sebenarnya

dengan penawaran solusi yang ditawarkan penulis kedua belah pihak


84

diuntungkan. Indonesia dikatakan untung karena mendapatkan apa yang di mau

dan Singapura dikatakan untung karena mereka kehilangan hak mengelola FIR

akan tetapi mereka masih mendapatkan pemasukan dari Investasi yang mereka

lakukan.

Sebagai salah satu hal yang bisa memperlancar diplomasi tersebut adalah

dengan ditawarkannya hal yang mungkin tidak bisa ditolak oleh pihak Singapura

adalah pembagian pungutan jasa pelayan (RANS) yang dimana kesepakatan

pembagiannya bisa ditentukan oleh kedua belah pihak. Entah itu pembagiannya

50 : 50 atau dengan kesepakatan yang disepakati kedua belah pihak. Skenario

pembagian RANS tersebut sebaiknya dikelaurkan di penghujung apabila

Singapura tetap bersikukuh tidak ingin memberikan hak pengelolaannya kepada

Indonesia

Bila melihat hubungan yang harmonis antara kedua belah pihak yaitu

Indonesia dan Singapura. Bisa diambil contoh beberapa diplomasi pertahanan

yang sudah dilakukan oleh kedua negara seperti Latihan Bersama Elang Indopura

1/80 TNI – SAF, Millitary Training Area satu dan dua serta Defense Cooperation

Agreement (Milia, Kurniawan, & Poespitohadi, hal. 10-11). Ketiga diplomasi

pertahanan tersebut berjalan dengan lancar dan hal ini bisa menandakan hubungan

baik dan harmonis antara kedua belah pihak mengingat kerja sama terjalin lebih

dari satu kali.

Penulis memandang positif terkait dengan usulan investasi yang di

lontarkan oleh bapak Chappy Hakim mengingat potensi yang besar dari

pengelolaan FIR di Kepulauan Riau. Lebih lajut (Murtaufiq, 2020) menerangkan


85

bahwa diplomasi pertahanan harus diupayakan oleh kedua negara untuk

menyelesaikan potensi ketegangan yang muncul. Kedua pihak harus mencapai

titik temu. Pengambilalihan FIR dari Singapura tidak boleh ditawar lagi

mengingat Indonesia juga berpengalaman dalam mengelola FIR Jakarta dan

Makassar.10 Untuk merealisasikan hal tersbut Indonesia harus segera melakukan

pergerakan diplomasi pertahanan dan diakhiri dengan suatu perjanjian pertahanan

antara kedua belah pihak. Perjanjian pertahanan tersebut terkait dengan pemberian

hak pengelolaan FIR Singapura dari tangan Singapura ke tangan Indonesia.

4.4 Peluang dan Tantangan Diplomasi Pertahanan Indonesia

Terhadap Singapura

Dalam melakukan diplomasi pertahanan Indonesia terhadap Singapura

pasti terdapat peluang maupun tantangan yang dihadapi oleh Indonesia. Peluang

yang Indonesia dalam diplomasi pertahanan terhadap Indonesia adalah Indonesia

berpeluang untuk meningkatkan teknologi Alutsistanya dikarenakan singapura

bersedia menerima tawaran yang diajukan oleh Indonesia. Selain mendapatkan

peningkatan teknologi, Indonesia juga berpeluang untuk mendapatkan pelatihan

SDM dengan Singapura yang dimana SDM Singapura terkenal sebagai SDM yang

profesional dan terampil dalam pengelolaan FIR. SDM mereka juga sudah

menguasai medan, hal ini akan mempermudah mereka dalam melatih SDM dari

Indonesia.

10
Lihat lampiran 3 “ Naskah wawancara Prasetya Budi Saputra dengan Sudarto Murtaufiq
sebagai Direktur Diplomasi dan Informasi Publik Global Future Institute (GFI) Jakarta.” hal. 106
86

Peluang lainnya adalah dengan adanya diplomasi pertahanan ini adalah

Indonesia bisa menaikkan posisi tawarnya sebagai anggota ICAO yang dimana

salah satu posisi tawar itu adalah Indonesia bisa menjadi anggota dewan ICAO.

Salah satu syarat dalam penyerahan hak pengelolaan FIR ini adalah Indonesia

harus menjadi anggota ICAO.

Tantangan yang dihadapi Indonesia adalah, pasti adanya opini-opini yang

bersebaran di kalangan luar yang secara tidak langsung akan menimbulkan suatu

opini publik yang kuat. Opini publik tersebut pasti tidak jauh berisi tentang

pelayanan yang dilakukan oleh Singapura lebih baik dan apabila di berikan hak

pengelolaannya kepada Indonesia itu akan memberikan pelayanan yang berbeda.

Tantangan lainnya adalah Indonesia harus bisa meyakinkan Singapura dan

negara anggota dewan ICAO lainnya yang dimana hal ini tentunya tidak mudah

untuk dilakukan. Namun hal ini penulis yakin Indonesia mampu melakukannya

dikarenakan Singapura sebagai negara pengelola FIR Singapura mau untuk

memberi hak pengelolaan terhadap Indonesia.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Diplomasi pertahanan Indonesia terhadap Singapura di sektor kekuatan

udara terkait Flight Information Region (FIR) di Kepulauan Riau dan Natuna bisa

melalui penawaran investasi terhadap Singapura. Tujuan diplomasi pertahanan

Indonesia terhadap Singapura adalah untuk mengambil hak pengelolaan FIR

Singapura yang dimana wilyayah FIR tersebut berada di wilayah Indonesia. FIR

ini sangat beguna bagi Indonesia yang dimana bisa sebagai sarana untuk menjaga

wilayah Indonesia paling luar dari segala macam ancaman yang membahayakan

Indonesia. Namun dalam penerapannya lebih diutamakan dialog dan keterbukaan

antar kedua belah pihak. Dialog disini ditekankan agar timbul rasa saling percaya

antar kedua belah pihak dan tidak menimbulkan kcurigaan.

Terkait dengan investasi Singapura, hal ini sangat mungkin dilakukan

karena investasi tersebut sangat menguntungkan untuk jangka panjang mengingat

kawasan FIR Singapura merupakan kawasan yang strategis dan pertumbuhan

pengguna jasa penerbangan makin meningkat serta dilihat dari jumlah penumpang

yang makin lama meningkat. Serta Indonesia lebih mengutamakan Singapura

sebagai negara yang dinginkan investasinya kepada FIR ini. Hal ini tentu saja

sangat menguntungkan bagi kedua belah pihak yang dimana kedua belah pihak

mendapatakan hal-hal yang menguntungkan bagi mereka. Indonesia mendapatkan

87
88

hak pengelolaan FIR dan Singapura mendapatkan untung dari investasi yang

mereka dapatkan.

Pembahasan diplomasi pertahanan Indonesia lebih diarahkan kepada

beberapa hal yaitu : pertama, sinkronisasi pengaturan penerbangan kedua negara.

Sinkronisasi tersebut bertujuan untuk menghindari kecelakaan di udara. Hal ini

sangat penting karena sinkronasi ini bertujuan untuk keselamatan penerbangan

pesawat yang sedang mengudara dan yang akan mendarat. Kedua, prosedur lintas

penerbangan negara di ruang udara masing-masing. Prosedur tersebut berguna

bagi pesawat yang ingin masuk ke ruang udara Indonesia atau Singapura. Ketiga,

pembicaraan penggunaan dana investasi yang didapat Indonesia untuk

pengembangan FIR khususnya di radar. Mengingat radar Indonesia yang sudah

lawas. Hal ini juga berguna bagi kedua belah pihak agar tidak menimbulkan

kecurigaan dikemudian hari. Keempat, pelatihan SDM yang bertujuan agar SDM

Indonesia siap mengelola FIR Singapura. Mengingat SDM ini yang dikemudian

hari menjadi salah satu bagian dari keselamatan penerbangan.

5.2 Saran

Saran Penulis secara keseluran tentang penelitian ini adalah, agar seluruh

instansi terkait yang secara langsung maupun tidak langusung agar saling bahu

membahu untuk menyukseskan hal-hal terkait pemberian hak pengelolaan FIR

dari Singapura dan Indonesia yang salah satunya adalah diplomasi pertahanan ini.

Para pihak itu seperti Kementerian atau lembaga yang terkait penerbangan, seperti
89

Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dan

juga lembaga terkait seperti AirNav Indonesia.

Saran yang perlu diperhatikan oleh penulis selanjutnya terkait penelitian

ini adalah penelitian ini berfokus pada diplomasi yang dilakukan oleh Indonesia

terhadap Singapura terkait FIR. Bagi penulis selanjutnya dapat melakukan

penelitian yang berfokus pada hal-hal lain seperti segi ancaman apabila FIR tetap

dikelola Singapura atau hal lainnya.


DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Asrudin. (2014). Metodologi Ilmu Hubungan Internasional : Positivisme dan


Pospositivisme. Dalam Asrudin, M. J. Suryana, & M. Maliki, Metodologi
Ilmu Hubungan Internasional. Malang: Intrans Publishing.

Bakry, U. S. (2017). Metode Penelitian Hubungan Internasional. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Bitzinger, R. (2014). Towards a Brave New Arms Industry?. London: Routledge.

Booth, K. (2007). Theory of World Security (Vol. 105). Cambridge: Cambridge


University Press.

Buzan, B. (2011). The national security problem in internasional relations. Dalam


C. W. Hughes, & L. Y. Meng, Security Studies A Reader. New York:
Routledge.

Hadiwinata, B. S. (2017). Studi dan Teori Hubungan Internasional: Arus Utama,


Alernatif, dan Reflektivis. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Hakim, C. (2014). Believe it or not Dunia Penerbangan Indonesia. Jakarta:


Kompas Media Nusantara.

Hakim, C. (2016). Menjaga Ibu Pertiwi & Bapak Angkasa. Jakarta: Kompas.

Hakim, C. (2017). Martabat Ibu Pertiwi di Selat Malaka. Jakarta : Grasindo.

Hakim, C. (2019). FIR di Kepulauan Riau Wilayah Udara Kedaulatan NKRI.


Jakarta: Kompas.

Kementerian Pertahanan Republik Indonesia . (2015). Buku Putih Pertahanan


Indonesia. Jakarta: Kementerian Pertahanan Republik Indonesia .

Moleong, L. J. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

90
91

Neuman, W. L. (2018). Metodologi Penelitian Sosial : Pendekatan Kuakitatif dan


Kuantitatif. Jakarta: Indeks.

Pedrason, R. (2015). Asean Defence Diplomacy:The Road To Southeast Asian


Defence Community,. Heidelberg: University Heidelberg.

Simamora, P. (2013). Peluang & Tantangan Diplomasi Pertahanan. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Sugiyono. (2017). Metode Peneitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Supriyanto, M. (2014). Tentang Ilmu Pertahanan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor


Jakarta.

Suryokusumo, S. (2004). Praktik Diplomasi. Depok: STIH "IBLAM".

Yani, Y. M., Montratama, I., & Ikradhi, P. (2017). Langit Indonesia Milik Siapa?
Makna Strategis Wilayah Udara (FIR) Indonesia-Singapura. Jakarta: Elex
Media Komputindo.

JURNAL

Anwar, S. (2014, Agustus). Peran Diplomasi Pertahanan Dalam Mengatasi


Tantangan di Bidang Pertahanan. Jurnal Pertahanan & Bela Negara, 4(2),
71-94.

Marsono. (2015, Juli-Agustus). Upaya Pengelolaan Kembali Wilayah Udara


Diatas Kepulauan Riau dan Natuna. WiRA, 55(39), 14-21.

Putra, A. A. (2017, Desember). Yurisdiksi Indonesia Mengambil Alih Pelayanan


Ruang Udara (Flight Information Region) di Wilayah Udara Kepulauan
Natuna .Kertha negara, 5(5), 1-15

Said, B. D. (2012, Desember). Kekuatan Udara ("Air Power") Atau "Air And
Space Power? Quarterdeck, 5(18).1-16.
92

Subarkah, A. R. (2019). Kepentingan Indonesia Dalam Mengambil Alih Flight


Information Region (FIR) Dari Singapura. Jurnal Asia Pacific Studies,
3(2), 145-155.

Sudarsono, B. P., Mahroza, J., & Surryanto, D. W. (2018, Desember). Diplomasi


Pertahanan Indonesia Dalam Mencapai Kepentingan Nasional. Jurnal
Pertahanan & Bela Negara, 8(3), 83-102

Silalahi, E., Bachtiar, M., & Edorita, W. (2015, Februari). Implikasi Hukum
Internasional Pada Flight Information Region (FIR) Singapura Atas
Wilayah Udara Indonesia Terhadap Kedaulatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. JOM Fakultas Hukum, 2(1), 1-14.

Widodo, S. (2019, Juni). Implementasi Kebijakan Pembangunan Kekuatan


Pertahanan Udara. Jurnal Ilmiah M-Progress, 9(1), 163-183.

Yelta, D., & Ramadhita, L. (2016, Februari). Diplomasi Indonesia Dalam


Menyelesaikan Sengketa FIR (Flight Information Region) Di Atas
Kepulauan Natuna Dengan Singapura. Jurnal Online Mahasiswa FISIP,
1(1), 1-16.

SKRIPSI

Zulkarnain, M. F. (2018). Flight Information Region (FIR) Singapura Dan


Dampaknya Terhadap Kedaulatan Dan Keamanan Indonesia.

DOKUMEN

Perwita, A. A. B. (2008, 12 Januari). Dinamika Keamanan Dalam Hubungan


Internasional dan Implikasinya bagi Indonesia. Orasi Ilmiah dalam sidang
terbuka Universitas Katolik Parahyangan upacara pengukuhan guru besar.

Review, A. (Sutradara) (2020). Menatap Masa Depan Aviasi Indonesia.


Indonesia. Rekaman talkshow Chapy Hakim dengan AirspaceReview.
93

WAWANCARA

Montratama, D. I. (2020, 07 28). Diplomasi pertahanan Indonesia terhadap


Singapura terkait FIR Singapura. (P. B. Saputra, Pewawancara)

Murtaufiq, S. (2020, 07 23). Diplomasi Pertahanan Indonesia terhadap Singapura


terkait FIR. (P. B. Saputra, Pewawancara)

WEBSITE

Armi, W. (2019, 07 16). 3 Poin Utama Dibahas Intensif pada Pertemuan


Bilateral Menlu RI-Singapura di Jakarta . Dipetik 08 04, 2020, dari
rri.co.id: https://rri.co.id/nasional/694760/3-poin-utama-dibahas-intensif-
pada-pertemuan-bilateral-menlu-ri-singapura-di-jakarta

Achidat, I. (2019, 11 11). Apa Itu Zona Bahaya “Danger Zone” Dalam
Penerbangan. Dipetik 04 09, 2020, dari airmagz.com:
https://www.airmagz.com/51349/apa-itu-zona-bahaya-danger-zone-dalam-
penerbangan.html

Asril, S. (2015, 09 08). Setelah 69 Tahun FIR Dikuasai Singapura, Indonesia Siap
Ambil Alih Tahun 2019. Dipetik 04 24, 2020, dari kompas.com:
https://nasional.kompas.com/read/2015/09/08/17064811/Setelah.69.Tahun.
FIR.Dikuasai.Singapura.Indonesia.Siap.Ambil.Alih.Tahun.2019

DP, Y. A. (2020, 04 29). Ini Penyebab Besarnya Investasi Singapura Di


Indonesia. Dipetik 08 04, 2020, dari bisnis.com:
https://ekonomi.bisnis.com/read/20200429/9/1234678/ini-penyebab-
besarnya-investasi-singapura-di-indonesia

Eksa, G. (2019, 07 04). Perangkat radra TNI masih minim. Dipetik 08 04, 2020,
dari mediaindonesia.com: https://mediaindonesia.com/read/detail/245156-
perangkat-radar-tni-masih-minim
94

Hakim, C. (2019, 18 03). FIR di wilayah Kepulauan Riau dan Natuna. Dipetik 03
18, 2020, dari chappy hakim: http://www.chappyhakim.com/fir-di-
wilayah-kepulauan-riau-dan-natuna/

Jakarta Greater. (2012, 10 5). Perisai Pertahanan Indonesia. Dipetik 08 04, 2020,
dari jakartagreater.com: https://jakartagreater.com/3621/perisai-
pertahanan-indonesia/

kata data . (2019, 03 29). Berapa Anggaran Kementerian Pertahanan Indonesia


2019? Dipetik 08 05, 2020, dari katadata.co.id:
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/03/29/berapa-anggaran-
kementerian-pertahanan-indonesia-2019#

Kususmadewi, A., Utama, A., & Indonesia, C. (2015, 10 05). 'Perang' Udara
Indonesia-Singapura. Dipetik 08 04, 2020, dari cnnindonesia.com:
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20151004164716-20-
82695/perang-udara-indonesia-singapura

Lawi, G. F. (2017, 10 24). Auit Usoap : AirNav Senang Nilai Keselamatan


Indonesia Membaik. Dipetik 08 06, 2020, dari bisnis.com:
https://ekonomi.bisnis.com/read/20171124/98/712372/auit-usoap-airnav-
senang-nilai-keselamatan-indonesia-membaik

Liansyah. (2018, 11 23). Makalah Kriteria dan Teknik Pemeriksaan Keabsahan


Data. Dipetik 04 24, 2020, dari merekamgagas.web.id:
http://www.merekamgagas.web.id/2018/11/makalah-kriteria-dan-teknik-
pemeriksaan.html?m=1

Milia, J., Kurniawan, Y., & Poespitohadi, W. (t.thn.). Analisa Defense


Cooperation Agreement Antara Indonesia – Singapura Tahun 2007-2017
Melalui Variabel Keberhasilan Diplomasi Pertahanan. Dipetik 08 05,
2020, dari
http://jurnal.idu.ac.id/files/journals/16/articles/283/submission/review/283-
1739-1-RV.pdf
95

Pea, R. (2016, November 21). Konsep Kepentingan Nasional Dalam Hubungan


Internasional. Dipetik 04 24, 2020, dari ronapea-fisip16: http://ronapea-
fisip16.web.unair.ac.id/artikel_detail-165107-JURNAL%20SOH%20101-
KONSEP%20KEPENTINGAN%20NASIONAL%20DALAM%20HUBU
NGAN%20INTERNASIONAL.html

Saraswati, D. (2018, 01 19). Panglima TNI: Alutsista Udara Masih Kurang,


Termasuk Radar . Dipetik 06 03, 2020, dari CNN Indonesia:
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180119132105-20-
270164/panglima-tni-alutsista-udara-masih-kurang-termasuk-radar

Sikumbang, Z. (2015, 09 10). DPR minta pemerintah ambil alih FIR dari
Singapura. Dipetik 04 10, 2020, dari antaranews.com:
https://www.antaranews.com/berita/517274/dpr-minta-pemerintah-ambil-
alih-fir-dari-singapura
Lampiran

96
Lampiran 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Prasetya Budi Saputra

Tempat, Tanggal lahir : Tangerang, 3 September 1998

Kewarganegaraan : Indonesia

Email/No.Telp : prasetyabudisaputra@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN
 SDN Paningggilan 4 2004-2010.

 SMPN 11 Tangerang 2010-2013.

 SMK Yadika 5 2013-2016 (Teknik Komputer


Jaringan).

 Universitas Satya Negara Indonesia ( Ilmu Hubungan


Internasional) diterima Tahun 2016.

PENGALAMAN MAGANG / PKL PENGALAMAN ORGANISASI


 DIVISI TI MABES POLRI  Ketua MPM USNI Semester Ganjil
FEBRUARI 2015. 2019/2020.

 Sekretariat Perusahaan PT. Pegadaian (  Ketua BEM FISIP USNIperiode 2018-


Persero ) 18 Februari - 18agustus 2019 2019.

 Anggota Senat Mahasiswa FISIP USNI


2017-2018.

 Ketua Pelaksana FISIP Bersatu Jilid VI.

97
Lampiran 2

Naskah Wawancara dengan Dr. Ian Montratama sebagai Dosen Hubungan


Internasional Universitas Pertamina dan Pakar Dalam Bidang Pertahanan
Keamanan

Narasumber 1 : Dr. Ian Montratama, MEB., M.Si ( Han)


Jabatan : Dosen Universitas Pertamina
Waktu : 28 Juli 2020
Lokasi : Wawancara dilakukan melalui email dan whatsapp
Bidang keilmuan : Bidang Pertahanan dan Keamanan

Pertanyaan ini untuk data primer penulisan skripsi :

“Diplomasi Pertahanan Indonesia Terhadap Singapura Di Sektor Kekuatan Udara

Terkait Flight Information Region Di Kepulauan Riau Dan Natuna”

Prasetya Budi Saputra : Selamat pagi, yang terhormat Dr. Ian Montratama.
Perkenalkan nama saya Prasetya Budi Saputra,
mahasiswa tingkat akhir di Universitas Satya
Negara Indonesia (USNI) jurusan Ilmu Hubungan
Internasional. Saya mendapatkan rekomendasi Dr.
Ian Montratama sebagai narasumber dalam
penelitian saya dari pembimbing skripsi saya yaitu
Mas Adi Rio Arianto. Saat ini saya sedang dalam
tahap penyusunan skirpsi yang berjudul “Diplomasi
pertahanan Indonesia terhadap Singapura di sektor
kekuatan udara terkait Flight Information Region di
Kepulauan Riau dan Natuna” .

98
99

Pada wawancara ini, saya ingin membahas


mengenai nilai strategis sektor udara bagi suatu
negara dan terkait kondisi Alutsista sektor udara di
Indonesia. Lalu yang terakhir adalah diplomasi
pertahanan Indonesia terhadap Singapura terkait
pengambilalihan FIR dari Singapua ke Indonesia.
Selain itu saya juga ingin mengetaui

Ian Montratama : Salam. Silahkan saja

Prasetya Budi Saputra : Baik pak. Masuk ke pertanyaan pertama, mengapa


sektor udara penting bagi suatu negara ?

Ian Montratama : Dari aspek pertahanan, udara merupakan media


untuk memproyeksikan airpower ke negara lain
dengan cepat dan efektif dibandingkan media
lainnya. Kendali atas ruang udara menjadi prasyarat
mutlak dalam menjamin kemenangan dalam
pertempuran.

Prasetya Budi Saputra : Menurut anda, bisakah sektor udara menjadi


benteng pertahanan dan ladang ekonomi suatu
negara ?

Ian Montratama : Sangat bisa. Benteng pertahanan sesuai dengan


jawaban nomor 1; ladang ekonomi dalam jasa
RANS charge kepada pihak pengelola ruang udara
penerbangan sipil.

Prasetya Budi Saputra : Seberapa penting radar untuk menjaga pertahanan


negara ?

Ian Montratama : Penting untuk memantau dinamika pergerakan


objek di ruang udara kita dan negara tetangga.
100

Prasetya Budi Saputra : Menurut bapak, apakah jangkauan radar Indonesia


sudah mencakup keseluruhan wilayah Indonesia ?

Ian Montratama : Belum.

Prasetya Budi Saputra : Terkait penyatuan radar sipil dan militer,


pentingkah hal tersebut menurut pandangan bapak ?

Ian Montratama : Penting, karena anggaran pertahanan kita belum


mengadakan radar militer di seluruh titik yang
dibutuhkan.

Prasetya Budi Saputra : Menurut pandangan bapak, apakah perlu dilakukan


peremajaan radar Indonesia terkait usianya yang
terbilang sudah cukup usang sehingga
mempengaruhi fungsi dan sensitivitas radar
tersebut.

Ian Montratama : Perlu. Sebagian masih menggunakan radar


teknologi kuno (Plessey dan Thompson) yang perlu
diremajakan.

Prasetya Budi Saputra : Terkait kasus FIR Indonesia dan Singapura,


perlukah adanya pertemuan atau suatu diplomasi,
seperti diplomasi pertahanan yang dilakukan oleh
Indonesia dengan Singapura untuk pengambilalihan
FIR. Bagaimana pendapat bapak ?

Ian Montratama : FIR tidak mengatur penerbangan negara. Sehingga


diplomasi pertahanan dalam membahas FIR lebih
kepada mengsinkronisasi pengaturan penerbangan
negara kedua negara agar menghindari kecelakaan
di udara.
101

Prasetya Budi Saputra : Terkait dengan diplomasi pertahanan tersebut hal-


hal apa saja yang harus diperhatikan oleh Indonesia
?

Ian Montratama : Tentunya terkait prosedur lintas penerbangan


negara di ruang udara masing-masing. Jika pesawat
negara Singapura mau masuk ruang udara Indonesia
atau sebaliknya, perlu ada prosedur yang disepakati
kedua negara.

Prasetya Budi Saputra : Perlukah industri pertahanan nasional dilibatkan


dalam pembangunan FIR agar terciptanya industri
pertahanan nasional yang mandiri ?

Ian Montratama : Membanguan kemampuan pengelolaan ruang


udara adalah kewajiban dan hak dari masing-masing
negara kolong. Pelibatan industri dalam negeri lebih
kepada untuk meningkatan otokrasi atau
kemandirian dalam mensuplai kebutuhan peralatan
navigasi udara.
Lampiran 3

Naskah Wawancara dengan Bapak Sudarto Murtaifiq Direktur Diplomasi


dan Informasi Publik Global future Institute Jakarta

Narasumber 2 : Sudarto Murtaufiq

Waktu : 22 Juli 2020

Lokasi : Wawancara dilakukan melalui email

Jabatan : Direktur Diplomasi dan Informaai Publik Global Future


Institute (GFI) Jakarta

Pertanyaan ini untuk data primer penulisan skripsi :

“Diplomasi Pertahanan Indonesia Terhadap Singapura Di Sektor Kekuatan Udara


Terkait Flight Information Region Di Kepulauan Riau Dan Natuna”

Prasetya Budi Saputra : Selamat pagi, yang terhormat bapak Sudarto


Murtaufiq.Perkenalkan saya Prasetya Budi Saputra,
mahasiswa tingkat akhir di Universitas Satya
Negara Indonesia (USNI) jurusan Ilmu Hubungan
Internasional. Saya sudah membaca artikel yang
bapak tulis di website resmi GFI yang membahas
tentang FIR Singapura. Maka daripada itu saya
menjadikan bapak sebagai narasumber dalam
penelitian saya ini. Saat ini saya sedang dalam tahap
penyusunan skirpsi yang berjudul “Diplomasi
pertahanan Indonesia terhadap Singapura di sektor
kekuatan udara terkait Flight Information Region di
Kepulauan Riau dan Natuna” .

102
103

Pada wawancara ini, saya ingin membahas


mengenai nilai strategis sektor udara bagi suatu
negara dan terkait kondisi Alutsista sektor udara di
Indonesia. Lalu yang terakhir adalah diplomasi
pertahanan Indonesia terhadap Singapura terkait
pengambilalihan FIR dari Singapura ke Indonesia.

Sudarto Murtaufiq : Salam kenal mas Prasetya. Silahkan dengan


senang hati
Prasetya Budi Saputra : Baik pak. Masuk ke pertanyaan awal, mengapa
sektor udara penting bagi suatu negara ?

Sudarto Murtaufiq : Karena sektor udara bagian dari identitas sekaligus


kedaulatan sebuah negara. Ia bagian tak terpisahkan
dari dua sektor penting lainnya yaitu sektor darat
dan laut. Sebuah negara akan dipandang kuat oleh
negara-negara lain manakala ketiga sektor itu
mampu dijadikan instrumen untuk mempertahankan
integritas wilayahnya dari ancaman manapun juga.

Prasetya Budi Saputra : Apakah sektor udara bisa sebagai benteng


pertahanan dan juga kekuatan suatu negara ?
Sudarto Murtaufiq : Sektor udara bahkan menjadi sebuah keniscayaan
untuk dijadikan sebagai benteng pertahanan dan
juga kekuatan bagi sebuah negara. Sehingga ketika
sektor udara itu rentan terhadap potensi ancaman
dari luar, maka pertahanan dan kekuatan sebuah
negara akan dengan mudah kuasai oleh pihak luar.
Dan ini sangat berbahaya. Dengan kata lain, ketika
sektor udara kuat dengan segala daya dukung yang
dimilikinya, maka sebuah negara pun akan kuat.
104

Prasetya Budi Saputra : Siapakah yang wajib menjaga kedaulatan udara


suatu negara ?
Sudarto Murtaufiq : Pada prinsipnya, semua warga negara wajib
menjaga kedaulatan negaranya bukan hanya ruang
udara, tapi juga ruang darat dan laut. Terlebih kalau
dipotret melalui lanscape geopolitik, ruang untuk
hidup menjadi keharusan bagi kelangsungan hidup
suatu negara. Dengan demikian. Mempertahankan
kelangsungan hidup sebuah Negara hakikatnya
adalah kewajiban yang harus dijalankan oleh setiap
warga Negara.

Prasetya Budi Saputra : Bisakah sektro udara menjadi ladang ekonomi


suatu negara ?
Sudarto Murtaufiq : Sangat bisa, mengingat pertumbuhan ekonomi
suatu negara juga bisa dilihat dari sejauh mana
negara mampu memanfaatkan sektor udara. Selain
menjadi aset nasional yang harus dipertahankan,
sektor udara juga memiliki kontribusi yang penting
dan strategis sebagai etalase dalam menopang
kelangsungan hidup sebuah negara. Hal ini ditandai
dengan adanya kelancaran transportasi udara, yang
selain mencerminkan pertumbuhan ekonomi juga
mampu menggerakkan sektor-sektor penting
lainnya, baik secara makro maupun mikro. Maka,
segala daya dukungnya harus terus ditingkatkan,
melalui pelayanan yang baik, aksesibilitas,
ketersediaan kapasitas, keselamatan, termasuk
peningkatan SDM di dalamnya.

Prasetya Budi Saputra : Apakah radar penting untuk menjaga pertahanan


negara ?
105

Sudarto Murtaufiq : Radar sangat penting bagi peningkatan


kemampuan ka kualitas radar sebuah negara lemah,
maka potensi ancaman akan terbuka. Kualitas radar
yang baik memampukan sebuah negara
mempertahankan wilayahnya dari segala potensi
ancaman dan membantu keamanan penerbangan
nasional. Selain itu, keberadaan radar menjadi alat
detektor bagi pesawat manapun yang melanggar
kedauatan ruang udara sebuah negara.

Prasetya Budi Saputra : Apakah jangkauan radar Indonesia belum


mencakup seluruh wilayah Indonesia ?

Sudarto Murtaufiq : Daya dukung untuk sektor udara dalam hal


ketersediaan perangkat radar memang masih belum
ideal kalau dilihat dari luasnya wilayah NKRI.
Radar yang dimiliki Indonesia masih kisaran 20 dan
jumlah itu belum ideal. Belum lagi kebutuhan untuk
terus meng-upgrade teknologi yang dimilikinya.
Maka peningkatan sistem radar semestinya menjadi
prioritas dalam menopang ketersediaan alat utama
sistem pertahanan (alutsista). Mengingat radar juga
bisa difungsikan sebagai instrumen untuk
mendukung, misalnya pelatihan pengamanan
kedaulatan NKRI dari ancaman musuh.

Prasetya Budi Saputra : Petingkah penyatuan radar militer dan sipil ?


Sudarto Murtaufiq :Penyatuan radar militer dan sipil sangat penting.
Keduanya harus bersenyawa menjadi entitas
pertanahan yang kokoh. Mengingat fungsi radar
baik yang dimiliki militer maupun sipil tidak jauh
berbeda. Keduanya juga memiliki sistem
berkemampuan pertahanan udara. Maka integrasi
106

radar militer maupun sipil sama-sama bisa


digunakan untuk mendukung operasi pertahanan
udara dari potensi serangan musuh.

Prasetya Budi Saputra : Bagaimana bapak memandang alutsista Indonesia


yang sudah usang ? khususnya radar ? perlukah
peremajaan ?
Sudarto Murtaufiq : Memang kebutuhan alat utama sistem pertahanan
(alutsista) kita, terutama radar, selain minim juga
perlu peremajaan. Pemerintah sudah saatnya
menambah jumlah radar dengan perangkat
teknologi yang lebih canggih. Hal ini penting
karena potensi ancaman seperti penerbangan tanpa
izin dan pelanggaran penerbangan, juga dalam
bentuk pengintaian masih sangat besar. Pemerintah
juga harus berani meningkatkan anggaran
pertahanannya dengan segala daya dukungnya
termasuk ketersediaan radar-radar yang canggih.

Prasetya Budi Saputra : Bagaimana pendapat bapak tentang diplomasi


pertahanan Indonesia dengan Singapura terkait
pengambilan hak pengelolaan FIR ?

Sudarto Murtaufiq : Diplomasi pertahanan harus diupayakan oleh


kedua negara untuk menyelesaikan potensi
ketegangan yang muncul. Kedua pihak harus
mencapai titik temu. Pengambilalihan FIR dari
Singapura tidak boleh ditawar lagi mengingat
Indonesia juga berpengalaman dalam mengelola
FIR Jakarta dan Makassar. Apalagi
pengambilalihan itu senafas dengan amanat UU
yang harus dilaksanakan. Selain itu, Indonesia juga
harus berani memastikan tanggung jawab navigasi
107

penerbangannya yang bertolak dari persyaratan-


persyaratan yang harus dipenuhi oleh Singapura.

Prasetya Budi Saputra : Terkait dengan diplomasi pertahanan tersebut hal-


hal apa perhatikan oleh Indonesia ?
Sudarto Murtaufiq : Hal-hal yang harus diperhatikan Indonesia
melalui diplomasi pertahanan dengan Singapura
setidaknya: 1) pengambilalihan FIR dari Singapura
adalah amanat UU yang harus dijalankan; 2)
pengamalam Indonesia dalam mengelola FIR
Jakarta dan Makassar; 3) kepastian Indonesia
untuk melakukakn kontrol atas wilayahnya meski
harus didelegasikan ke Singapura; 4) prosedur
terkait pengubahan FIR yang saling
menguntungkan; 5) tidak memberi ruang bagi
Singapura untuk melakukan pertukaran dalam
bentuk apapun terkait pengambilalihan FIR; 6) di
atas semuanya, kepentingan nasional yang harus
diprioritaskan.

Prasetya Budi Saputa : Sebagai salah satu hal yang ditekankan oleh
Indonesia dalam diplomasi pertahanan dengan
Singapura, Indonesia menenekankan agar
Singapura menginvestasikan uangnya untuk
membangun FIR. Hal ini bisa menguatkan
Alutsista Indonesia khususnya di kekuatan udara.
Bagaimana pandangan bapak ?
Sudarto Murtaufiq : Boleh saja Singapura menggelontorkan uangnya
untuk berinvestasi dalam pengembangan FIR,
namun tetap harus menghormati Indonesia sebagai
negara yang berdaulat. Bahwa Indonesia punya
kewenangan penuh untuk mengendalikan
108

wilayahnya meski, misalnya sebagian pengelolaan


FIR harus didelegasikan ke Singapura.

Prasetya Budi Saputra : Perlukah adanya suatu pelatihan bersama antara


Indonesia dan Singapura yang dimana pelatihan
tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
pengoperesionalan FIR yang lebih baik?
Sudarto Murtaufiq : Bentuk kerjasama apapun seperti pelatihan
bersama antara Indonesia dan Singapura harus tetap
diupayakan oleh pemerintah Indonesia sesuai
dengan haluan politik bebas dan aktif. Mengingat
haluan politik bebas dan aktif menjadi pandu dalam
setiap interaksi dengan dengan negara lain. Selain
itu pelatihan bersama juga menjadi instrumen bagi
kedua negara untuk meningkatkan kapasitas
pertahanan militernya.
Lampiran 4

Hasil tangkapan layar ketika penulis menghubungi Narasumber 1


yaitu Dr. Ian Montratama pada tanggal 28 Juli 2020

Hasil tangkapan layar ketika penulis menghubungi Narasumber 2


yaitu Bapak Sudarto Murtaufiq pada tanggal 22 Juli 2020

109
Lampiran 5
LAPORAN BIMBINGAN
MATERI DAN TEKNIS PENULISAN SKRIPSI
Nama : Prasetya Budi Saputra
NIM : 051601503125024
Pembimbing 1 : Adi Rio Arianto, S.IP., MA.
Pembimbing2 : Efan Setiadi, S.Kom., S.H., M.H.

110
111

Anda mungkin juga menyukai