SKRIPSI
Skripsi ini ditulis untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Hubungan Internasional
Disusun Oleh :
051601503125024
JAKARTA
2020
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
RIAU DAN NATUNA”. Skripsi ini diajukan sebagai syarat kelulusan menjadi
mendapatkan bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini
1. Kedua orang tua tersayang yang telah memberikan kasih sayang dan
2. Keluarga yang sangat berarti bagi kehidupan penulis, seorang kakak yang
4. Bapak Dr. Radita Gora Tayibnapis, S.Sos, M.M., selaku Dekan Fakultas
v
5. Mas Pradono Budi Saputro, M.Si, selaku Kaprodi Ilmu Hubungan
6. Mas Adi Rio Arianto, S.IP., M.A. Selaku pembimbing I yang tiada
7. Bapak Efan Setiadi, S.Kom., SH., MH. Selaku pembimbing II yang tiada
8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
9. Seluruh staf dan karyawan Universitas Satya Negara Indonesia yang telah
10. Seluruh sahabat saya yang sudah memberikan semangat selama penulisan
skripsi ini. Sungguh masukan kalian sangat gila dan terkadang tidak ada
11. Teman Satu bimbingan Imam, Vico yang menemani penulis dalam
12. Dimas Kunto dan Alifia teman penulis yang membrikan masukan-
vi
13. Seluruh rekan OK-USNI yang sudah memberikan warna tersendiri kepada
14. Teman-teman FISIP USNI 2016 yang telah memberikan pengalaman yang
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis akan menerima segala kritik dan
saran yang membangun dalam perbaikan skripsi ini. Penulis dapat dihubungi
Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih yang tidak terhingga pada
semua pihak yang terlibat. Semoga skripsi ini dapat mendorong penelitan-
penelitian selanjutnya.
Penulis
vii
DIPLOMASI PERTAHANAN INDONESIA TERHADAP SINGAPURA DI
SEKTOR KEKUATAN UDARA TERKAIT FLIGHT INFORMATION
REGION DI KEPULAUAN RIAU DAN NATUNA
ABSTRAK
vii
INDONESIAN DEFENSE DIPLOMACY TOWARDS SINGAPORE IN THE
AIR FORCE SECTOR RELATED TO THE FLIGHT INFORMATION
REGION IN RIAU ISLANDS AND NATUNA
ABSTRACT
This study discusses the Flight Information Region (FIR), which is an air control
room that aims to provide information about flight. In the territory of Indonesia,
there are three FIRs spread out from the western to the eastern parts of
Indonesia, one of which is the Singapore FIR. Some parts of Indonesia are
included in the Singapore FIR. In its management, Singapore does things that are
detrimental and violate Indonesia's sovereignty. This study aims to find out what
things are done by Indonesia when conducting defense diplomacy against
Singapore regarding the FIR. Through a qualitative research methodology with
descriptive analysis, the authors explain that the air sector is a very strategic
sector for Indonesia and Singapore because the air sector is part of a country's
sovereignty and can be a defense force, attack and can also help the country's
economy. The aim of Indonesia's defense diplomacy against Singapore is to take
the management rights of the Singapore FIR, where the FIR is located in
Indonesian territory. Regarding Singapore's investment, this is very possible
because the investment is very profitable for the long term, considering that FIR
Singapore is a strategic area and has a growing number of flight service users
and an increasing number of passengers. The discussion of Indonesia's defense
diplomacy is more directed at several things, namely: first, synchronizing flight
arrangements between the two countries. Second, cross-country flight procedures
in each air space. Third, talks on the use of investment funds obtained by
Indonesia for FIR development, especially on the radar. Fourth, HR training
which aims to make Indonesian HR ready to manage the Singapore FIR.
viii
DAFTAR ISI
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR BAGAN
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
DAFTAR SINGKATAN
Commons
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
ini. Indonesia juga sudah meratifikasi perjanjian ini. Dalam beberapa kasus
tertentu, kendali ruang udara suatu negara tidak sepenuhnya di kelola oleh negara
tersebut, melainkan di kelola oleh negara tetangganya. Hal ini merupakan sebuah
kesepakatan yang sudah di setujui oleh pihak yang menjadi pemegang kendali
ruang udara yang diamanatkan oleh ICAO dengan negara yang ruang udara nya di
kendalikan oleh negara lain. Kasus ini juga menimpa Indonesia, yang dimana
Wilayah tersebut adalah wilayah Kepulauan Riau dan Natuna yang dekat dengan
Selat Malaka.
bilateral antara kedua belah pihak negara. Perjanjian tersebut memiliki nama
resmi Agreement between the Government of the Republic Indonesia and the
1
2
between the Singapore Flight Information Region and the Jakarta Flight
melalui Keputusan Presiden RI No. 07 Tahun 1996 pada tanggal 2 Februari 1996
tentang pengesahan perjanjian tersebut. (Yani, Montratama, & Ikradhi, 2017, hal.
38).
bisa diringkas menjadi enam poin (Yani, Montratama, & Ikradhi, 2017, hal. 41).
Pertama, dasar penetapan batas dalam perjanjian adalah sesuai United Nations
Convention on The Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982. Kedua, ruang wilayah
dalam perjanjian FIR antara Indonesia dan Singapura. Namun pengaturan lalu
3
dan Malaysia. Keenam, atas nama Indonesia, Singapura memungut jasa pelayanan
wilayah udara yurisdiksi Indonesia, khususnya pada sektor A. Sebagian hasil dana
standar yang digunakan oleh ICAO dalam hal pengelolaan air traffic, lalu lintas
penerbangan dalam jaringan global (Hakim, Martabat Ibu Pertiwi di Selat Malaka,
salah satu institusi yang di delegasikan dalam hal ini yang mewakili pemerintah
Melihat hal ini posisi Indonesia secara tidak langsung dalam perjanjian
merupakan Selat Malaka yang dimana menjadi suatu wilayah yang di lewati oleh
berbagai macam pesawat yang hendak berpergian ke Benua Asia dan Eropa.
Sedangkan hal lain yang bisa dikatakan Indonesia merugi adalah dari
aspek ekonomi. Selama ini negara yang memegang kendali atas suatu ruang udara
maka negara itu pula yang mendapatkan pungutan jasa pelayanan udara.
Meskipun dalam perjalanannya sitem bagi hasil atas punguntan jasa pelayanan
hitung dari segi ekonomi pundi-pundi uang yang di dapat oleh Singapura dari
berwenang memasuki zona FIR dengan cukup mendapat izin dari ATC Singapura
saja. Hal ini dikarenakan Singapura merupakan pihak yang berwenang dalam
penerbangan militer dan non militer Indonesia yang hendak melintasi zona FIR
harus mendapatkan izin ATC Singapura (Yani, Montratama, & Ikradhi, 2017, hal.
42-43).
(3) ketinggian penerbangan untuk seluruh rute atau bagian dari itu dan perubahan
mengetahui misi penerbangan militer Indonesia, yang mana hal tersebut tabu
dalam norma kemiliteran yang bersifat tertutup atau rahasia (Yani, Montratama, &
Sebuah tulisan tersebut di muat website pribadi mantan Kepala Staff Angkatan
Udara (KSAU), Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim yang dimana belaiu
yang tidak boleh digunakan oleh negara lain dan daerah tersebut hanya boleh
mana kegiatan berbahaya bagi penerbangan pesawat mungkin ada pada waktu
militer. Dimensi vertikal dan lateral dari area bahaya dipublikasikan dalam
operasi yang berlaku. Area berbahaya ditetapkan di sekitar area di mana operasi
tidak terduga, atau penggunaan sistem udara tak berawak (Achidat, 2019).
udara bisa sangat mengntungkan dari segi pertahanan dan kemanana suatu negara.
Dikarenakan apabila suatu negara dapat mengelola suatu wilayah udara maka
6
negara tersebut dapat pula mengendalikan wilayah udara dan laut yang berada di
bawahnya.
belum ada dalam sistem pengelolaan udara, seperti sistem radar maupun sumber
daya manusia (SDM) yang mengoperasikan sistem radar tersebut. Cakupan radar
militer dan sipil Indonesia belum “menutup” seluruh wilayah udara nasional.
Ketersediaan SDM yang mempuni soal ini juga jadi masalah bagi Indonesia
(Sikumbang, 2015). Kedua hal tersebut merupakan hal yang sangat fundamental
Angin segar datang dari pemerintah. Tahun 2015, Presiden Joko Widodo
berkeinginan untuk segera mengambil alih FIR dari Singapura hal ini diperkuat
(Asril, 2015):
mempersiapkan peralatan serta personel yang lebih baik sehingga ruang udara kita
dapat dikelola sendiri. Selama ini, itu ditugaskan Singapura untuk mengelolanya.
wilayah udara yang memang masuk dalam teritori Indonesia tersebut. Selama ini,
Indonesia, lanjut Menteri Perhubungan, juga mengelola FIR negara lain, seperti
Christmas Island (Australia) dan Timor Leste. KSAU Marsekal Agus Supriatna
Indonesia untuk segera mengambil alih FIR di wilayah udara Kepulauan Natuna.
“ ini bukan hanya masalah bisnis. Ini masalah kedaulatan negara” kata beliau
yang sangat strategis. Sebuah negara bisa menjadi “pemenang” karena sektor
udara negara tersebut kuat begitupun sebaliknya, sebuah negara bisa menjadi
Mengutip dari (Hakim, 2019, hal. 85-88) contoh yang paling nyata adalah
pentingnya sektor udara bagi sebuah negara. Mari berbicara tentang Inggris yang
udara bagi suatu negara. Adalah sebuha kejadian serangan udara tentara Jerman
terhadap Inggris pada tahun 1940 yang juga dikenal dengan nama Battle of
Britain. Mayoritas kabinet yang di bangun oleh Perdana Menteri saat itu Winstin
8
Battle of Britain yang dimana keunggulan udara Royal Air Force (RAF) atau
Lain halnya dengan yang dialami oleh Amerika. Negara Paman Sam
tersebut memiliki kenangan yang bisa dikatakan pahit tentang kekuatan udara.
Dimana dua kali negara tersebut bisa dikatakan kelalaian oleh musuh sehingga
negara tersebut harus menerima kerugian yang cukup banyak. Kejadian tersebut
terulang dua kali yang dimana pertama adalah saat kejadian penyerangan Pearl
Harbour oleh Angkaatn Udara Kerajaan Jepang dan kejadian kedua adalah saat
kondisi keamanan yang baik. Dukungan dari berbagai lini juga diperlukan agar
suatu tindakan konkret yang bisa dilakukan untuk membereskan persoalan ini.
Butuh suatu langkah yang dimana langkah tersebut bisa menyelesaikan persoalan
ini. Tindakan yang dimana tidak menimbulkan suatu hal yang bisa menjadikan
menjadikan hubungan kedua negara bisa menjadi lebih harmonis dengan adanya
diplomasi yang nantinya akan dijalankan. Salah satu tipe diplomasi yang bisa
9
ditempuh Indonesia adalah diplomasi pertahanan. Hal ini dikarenakan salah satu
pertahanan juga bisa menjadi sebuah cara untuk sebuah negara meningkatkan
dengan Singapura perlu memandang penting sektor udara. Hal ini mengingat FIR
di Kepulauan Riau tersebut merupakan sebuah ruang udara yang strategis bagi
Indonesia. Untuk itulah pentingnya sektor udara yang menjadi fokus utama
Sektor kekuatan udara bisa dikatakan belum memadai, hal ini bisa dilihat
dari segi Alutsista (Alat utama sistem persenjataan) yang dimiliki oleh Indonesia.
Beberapa Alutsista yang dimiliki sudah termakan usia dan seharusnya tidak untuk
digunakan lagi. Hal ini juga di perburuk dengan radar Indonesia yang masih
kurang untuk mengawasi wilayah Indonesia yang luas. Kurangnya radar tersebut
juga diperkuat oleh Panglima TNI Hadi Tjahjanto yang mengatakan bahwa
kebutuhan radar bagi TNI AU juga masih belum terpenuhi. Ia mengatakan saat ini
sebagai bahan diplomasi pertahanan yang akan dijadikan topik utama antara
kedaulatan Indonesia dari ancaman negara lain. Bila di ibaratkan radar merupakan
alat proteksi utama apabila ada ancaman yang akan datang dari wilayah luar suatu
negara. Radar bisa mendeteksi ancaman dari dini dan sebuah negara bisa
10
menangkal sejak dini ancaman tersebut agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan.
Singapura dalam memoderinisasi sistem pertahanannya, hal ini bisa menjadi suatu
point positif bagi mereka. Bahkan beberapa sistem persenjataan mereka sudah
sudah seharusnya.
Kemandirian Industri pertahanan ini lah yang sudah seharusnya bisa ditiru
terbatasnya teknologi, dan masih banyak hal lainnya. Untuk itulah disini terdapat
daripada Indonesia. Begitupula dibidang riset maupun teknologi mereka juga bisa
berbagai Alutsista mereka ke satu langkah ke generasi berikutnya. Melihat hal ini,
terhadap Singapura.
11
Indonesia dalam sektor udara, maka penulis tertarik untuk mengkajinya lebih
sektor kekuatan udara terkait flight information region di Kepulauan Riau dan
Natuna.
Manfaat yang di berikan oleh penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu
Bab I
permasalahan ini dan dinilai layak untuk diangkat sebagai masalah yang perlu
diteliti dan digali lebih dalam lagi sebagai bahan kajian ilmiah. Dimana dalam bab
ini terkandung unsur mengenai latar belakang isu yang penulis anggap sebagai
masalah sehingga dibahas pada bab lainnya, ada juga pertanyaan penelitian,
tujuan penelian, manfaat penelitian yang terdapat secara praktis maupun teoritis.
Bab II
pemikiran dan teori yang digunakan untuk membedah permasalah yang penulis
ambil, atau dapat dikatan sebagai (pisau analisis) sehingga mampu menghasilkan
Bab III
Bab IV
Pada bab ini akan dilakukan pembahasan yang juga telah dibantu oleh
rincian bab-bab sebelumnya. Pembahasan yang akan dibahas (1) nilai startegis
Singapura di sektor kekuatan udara terkait FIR. (4) Peluang dan tantangan
Bab V
Pada bab ini berisi kesimpulan dan uraian mengenai jawaban dari
pertanyaan masalah yang dibantu oleh pembahasan yang sudah dibahas pada bab-
sektor kekuatan udara terkait flight information region di Kepulauan Riau dan
Natuna.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Skripsi ini menggambarkan bagaimana penetapan hak atas FIR kepada Singapura
dari faktor otoritas negara lain yang berada di atas teritori kedaulatan Indonesia
dan masalah keamanan yang dilihat dari sejarah kerjasama militer kedua negara.
Dan menjadi tantangan bagi Indonesia karena kurangnya teknis pengelolaan akan
kebijakan pengaturan lalulintas udara atau Air Traffic System (ATS) diberikan
14
15
kedaulatan udara dan konsep kedaulatan udara, point utama dalam penelitian ini
adalah terfokus pada FIR yang dilakukan Singapura berdampak pada Keamanan
adalah faktor otoritas negara lain yang berada di atas teritori kedaulatan Indonesia
dan masalah keamanan yang timbul akibat keberadaan otoritas lain di atas teritori
lalulintas udara atau Air Traffic System (ATS) diberikan kepada Singapura oleh
Kedua adalah karya dari Oleh Eco Silalahi, Maryati Bachtiar, Widia
Edorita diterbitkan dalam Jurnal Online Mahasiswa Vol.2 No.1 Tahun 2015.
Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Jurnal ini terfokus pada efek yang
membahas tentang kedaulatan bagi suatu negara adalah hal yang penting, untuk
itulah Indonesia harus mutlak mengambil alih FIR dari Singapura yang
mengganggu kedaulatan Indonesia, kasus dalam jurnal ini adalah Kepulauan Riau
tepatnya daerah Natuna. Teori yang digunakan adalah Teori Kedaulatan Negara,
2015).
perspektif hukum internasional untuk membahas peristiwa ini dan juga efek yang
yang digunakan adalah teori kedaulatan negara, Teori Monisme Primat Hukum
Internasional , Pacta Sunt Servanda. Penulis dalam penelitian ini mengkaji dalam
Ketiga adalah karya dari Anak Agung Bagus Ngurah Agung Surya Putra.
Karya tersebut di terbitkan melalui jurnal Kertha Negara Vol.05 No. 05.
internasional dan nasional yang mengikat terkait FIR dan melakukan upaya
hukum yang tepat agar pengambilan ruang udara Kepulauan Natuna ke Indonesia.
Inti dari penelitian ini adalah peraturan internasional yakni Konvensi Penerbangan
merupakan aturan dasar dan utama dalam pengaturan pelayanan ruang udara.
sesuai dengan aturan Konvensi Chicago. Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh
pelayanan di ruang udara Kepulauan Natuna kepada Indonesia pada RAN Meeting
2016).
Bagus Ngurah Agung Surya Putra menekankan pada beberapa upaya hukum yang
bisa ditempuh oleh Indonesia untuk mengambil alih FIR dari pihak Singapura.
Keempat adalah karya dari Den Yelta dan Ramadhita Lestari yang di
terbitkan oleh Journal Online Mahasiswa FISIP Vol. 1 No.1 Februari 2016 yang
18
terfokus pada diplomasi yang dilakukan oleh Indonesia guna merebut kembali
FIR dari Singapura. Upaya yang dilakukan adalah diplomasi Joint Management
dengan wujud good neighbouring dan win-win solution. Ditandai dengan adanya
RANS Charges dan diberikan kepada Indonesia. Teori yang digunkan adalah
diplomasi dan level analisis adalah negara (Yelta & Ramadhita, 2016).
penelitian yaitu diplomasi yang dilakukan oleh Indonesia guna merebut kembali
FIR dari Singapura. Persamaan lainnya adalah cara yang dilakuakan adalah
Joint Management yang dimana nantinya akan terjadi pengelolaan bersama antara
pertahanan yang dimana nantinya apabila diplomasi pertahanan ini terjadi maka
pengelolaan FIR sepenuhya berada di tangan Indonesia. Kedua, Den Yelta dan
sektor kekuatan udara antara Indonesia dan Singapura. Ketiga, Den Yelta dan
Kelima adalah karya dari Alwafi Ridho Subarkah yang dimuat oleh Jurnal
Indonesia dalam mengambil alih Flight Information Region (FIR) sebagai upaya
untuk menjaga kedaulatan Indonesia. Metode dalam penelitian ini yaitu metode
topik yang dibahas dan melakukan triangulasi metode dan data. Penelitian ini
Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan serta Peraturan Pemerintah No. 4
Organization (ICAO) agar FIR yang dikelola oleh ATC Singapura dapat dikelola
oleh Indonesia sehingga izin diplomatik dan izin keamanan pesawat asing melalui
Indonesia dalam mengambil alih Flight Information Region (FIR) sebagai upaya
20
keamanan.
mempercaya
kan
pelayanan di
ruang udara
Kepulauan
Natuna
kepada
Indonesia
pada RAN
Meeting
berikutnya,
atau
menyelesaika
n secara
litigasi ke
Mahkamah
Internasional
.
4 Den Yelta Diplomasi diplomasi Teori diplomasi Diplomasi
dan Indonesia yang Indonesia
Ramadhita dalam dilakukan dalam
Lestari Menyelesaikan oleh menyelesaika
Sengketa FIR Indonesia n sengketa
(Flight guna FIR di
Information merebut Kepulauan
Region) di atas kembali FIR Natuna
Kepulauan dari dengan
Natuna dengan Singapura Singapura
Singapura adalah
dengan
menggunaka
n diplomasi
Joint
Management
dimana
diadakannya
pengelolaan
bersama
antara
Indonesia
dengan
Singapura
dengan
wujud good
23
neighbouring
dan win-win
solution.
5 Alwafi Ridho Kepentingan menunjukkan konsep national kepentingan
Subarkah. Indonesia kepentingan interest nasional
Dalam Indonesia Indonesia
Mengambil dalam dalam
Alih Flight mengambil mengambil
Information alih Flight alih
Region (FIR) Information FIR
Dari Singapura Region (FIR) Singapura ini
sebagai ada dua
upaya untuk alasan, yaitu
menjaga alasan
kedaulatan utamanya
Indonesia kedaulatan
dan
keamanan
nasional,
serta alasan
lainnya dari
segi ekonomi
yang
strategis
diuraikan di atas, terdapat perbedaan dan kesamaan antara penelitian penulis dan
sejumlah penelitian terdahulu. Ini penting untuk diketahui agar penulis tidak
Secara garis besar persamaan dengan penelitian yang akan penulis teliti
pembahasan yang akan dilakukan. Penulis dalam penelitian ini membahas dari
diatas terdapat berbagai macam pembahasan tetang FIR Singapura seperti dari
diperdebalkan dalam tata interaksi umat manusia di dunia ini. Konsep ini adalah
juga konsap yang paling sering mengalami perubahan pemaknaan sesuai dengan
merupakan salah satu eIemen dasar kehidupan manusia (Perwita, 2008, hal. 2).
bermunculan. Ken Booth (2007) dalam bukunya yang berjudul Theory World of
aman yang dimana orang-orang yang merasa aman ketika mereka tidak melihat
acaman dan resiko di sekitar mereka. Mereka yang merasakan terancam karena
mereka melihat sebuah ancaman yang tidak ada dan hidup dengan rasa tidak aman
yang salah.
dari penindasan yang menghentikan mereka melakukan apa yang akan mereka
pilih dengan bebas, sesuai dengan kebebasan orang lain (Booth, 2007, hal. 112).
Terdapat empat hal yang mendasar dari emansipasi. Empat hal tersebut adalah
emansipasi yang nyata dan palsu (true and false emancipation). Ketiga, kebutuhan
akan kemanusiaan yang ideal (the invention of humanity needs ideals). Keempat,
emancipation). Dalam hal ini, emansipasi sebagai bentuk dari keamanan itu
sendiri merupakan perpaduan dari konsep keamanan dan emansipasi, dua sisi
yang berbeda dari satu koin (two sides of the same coin) yang dinamakan
2.2.2 Diplomasi
kepentingan nasional sebuah negara. Menurut Sir Ernest Satow, dikutip oleh
atau lebih singkatnya lagi, pelaksanaan urusan tersebut dilakukan antara negara
untuk mencapai tujuan tersebut. suatu negara yang ingin menciptakan tujuan-
tujuannya yang belum dicapai haruslah berhadapan dengan suatu resiko untuk
26
sendiri, diplomasi juga harus mengadakan penilaian tujuan dan kekuatan dari
itu dapat cocok satu sama lain. diplomasi harus dilihat apakah kepentingan
negaranya sendiri dengan negara lain cocok. jika jawabannya “tidak”, maka
mencapai tujuan-tujuannya.
antar negara, kerja sama, membangun opini publik, dan melaksanakan politik luar
negeri suatu bangsa. Oleh karena itu, diplomasi merupakan suatu hal yang vital
bagi suatu negara. Diplomasi bisa juga dikatakan sebagai “alat” bagi suatu negara
karena diplomasi adalah sebuah cara untuk sebuah negara mendapatkan sesuatu
kegiatan dan tugas yang lingkupnya sangat luas. Beberapa istilah yang
bilateral, diplomasi multilateral, dan masih banyak lagi istilah dalam hal
diplomasi (Suryokusumo, 2004, hal. 59). Salah satu jenis diplomasi adalah
diplomasi pertahanan
jauh dapat saling bekerja sama, dan yang paling penting adalah menigkatkan
suatu negara. Masih dalam tulisan Winger, Andre Cottey dan Anthony Foster
damai sebagai alat untuk kebijakan keamanan dan hubungan luar negeri. Hal ini
dalam maupun di luat negeri. (Sudarsono, Mahroza, & W., 2018, hal. 87-88)
28
permusuhan;
“oversight” sipil;
akuntabilitas tinggi;
Selain itu juga, diplomasi pertahanan juga dapat sebagai “alat” untuk
menurunkan ketegangan antar negara dan juga dapat meruntuhkan sebuah tembok
besar ketidak percayaan dan permusuhan. Bisa ditarik contoh adalah sebuah kasus
lain sebagainya yang dapat menimbulkan sebuah kecurigaan dari negara lainnya.
Dalam dunia yang semakin komploks saat ini peran diplomasi pertahanan
juga semakin penting. Saling sinergi antar Kementerian Pertahanan suatu negara
demi meminimalisir konflik yang akan timbul di masa mendatang sangat penting.
yang sedang kita kerjakan, (3) melakukan negoisasi dan posisi tawar, (4)
data intelijen atau informasi dan laporan, (7) membentuk opini publik, (8)
negara, (9) Kemampuan dan kekuatan Angkatan Bersenjata, (10) Piranti lunak
tier arms producer, second-tier arms producer dan third-tier arms producer
(Bitzinger, 2003, hal. 7). Negara dengan kapabilitas tertinggi dalam industri
global dan satu persatu atau secara kolektif mendominasi proses penelitian dan
yang menjalan aktifitas dari negara tingkat first -tier arms producer dan third-tier
Norwegia, Jepang dan Swedia. Juga termasuk negara berkembang atau negara-
negara industri baru dengan kompleksitas model industri pertahanan berbasis luas,
namun masih kurang dalam penelitian dan pengembangan secara mandiri serta
negara yang memiiki keterbatasan dan secara umum teknologi yang rendah dalam
kapabilitas produksi militer, seperti Mesir, Meksiko dan Nigeria (Bitzinger, 2003,
hal. 7).
membawa keuntungan dari sektor ekonomi dan teknologi, hal ini membuat ngara
memacu ekspasi dan modernisasi sektor ekonomi nasial seperti baja, peralatan
kemajuan pada skil umum dan bagaimana dan menyediakan support utama atau
mendapatkan porsi yang paling besar dalam anggaran pendapatan belanja negara
(APBN) 2020. Hal ini menandakan bahwa Indonesia serius untuk meningkatkan
sektor pertahanannya. Diplomasi pertahanan juga dapat menjadi sebuah cara yang
udaranya. Terlebih dalam kasus FIR di kepulauan Riau dan Natuna, Indonesia
masih belum mampu untuk merebut kembali ruang udara yang dikelola oleh
Indonesia.
Keamanan
dan kultur dari gangguan negara lain. Selain Morgenthau, Felix E. Oppenheim
bahwa kepentingan nasional dari suatu negara adalah untuk menjaga otonomi
nasional adalah tujuan, cita-cita dan harapan yang ingin dicapai oleh suatu negara
(Pea, 2016).
(UUD) Tahun 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
dalam pergaulan dunia melalui politik luar negeri yang bebas aktif disertai
Indonesia , 2015, hal. 31). Dalam mencapai kepentingan nasional, Indonesia terus
kerja sama pertahanan secara bilateral maupun multilateral yang mengacu pada
kebijakan politik luar negeri yang bebas aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara
43).
people and compatible with the needs and legitimate aspirations of others. It
subversion and freedom from the erosion of the political, economic and social
values which are essential to the quality of life (Buzan, 2011, hal. 21).
Kanada. Dari pengertian tersebut bisa dikatakan banyak faktor yang dapat
34
utama: militer, politik, ekonomi, sosial dan lingkungan. Secara umum, keamanan
militer menyangkut interaksi dua tingkat yaitu kemampuan ofensif dan defensif
ekonomi menyangkut akses ke sumber daya, keuangan, dan pasar yang diperlukan
diterima untuk evolusi, dari pola bahasa tradisional, budaya dan agama serta
pemeliharaan biosfer lokal dan planet sebagai sistem pendukung penting yang
menjadi sandaran semua perusahaan masyarakat lainnya. Lima sektor ini tidak
fokus dalam masalah keamanan, dan urutan prioritas, tetapi semua dijalin bersama
Kekuatan Udara diperkenalkan H.G. Wells tahun 1908 melalui “The War
in the Air” dan istilah tersebut meluas digunakan tahun 1920-an, khususnya saat
kekuatan ini menjadi terminologi umum dan kapabilitas satuan Udara. Saat itu
teori tentang kekuatan ini umumnya diterima sebagai isu kompleks dan sebatas
Churchill menegaskan Airpower is the most difficult of all forms of military force
kepentingan nasional. Strategi ini butuh kekuatan Udara sebagai kekuatan integral
dan sentra elemen “penggetar” (deterrence) bagi aktor negara lain ― tentu saja
kekuatan Maritim dan atau Darat) dengan cara yang efektif, tepat dan meningkat
Keberadaan air power yang kuat dalam pertahanan suatu negara akan
berada, karena akan mudah dijangkau dengan alutsista modern yang memiliki
menjurus pada ancaman militer (Widodo, 2019, hal. 163). Hal ini tentu sangat
Lemahnya
Kurangnya SDM
kekuatan udara
yang mempuni
Indonesia
pendelegasian sebagian ruang kendali udara kepada pihak Singapura yang dimana
sebuah “danger area” yang dimana area tersebut dikelola oleh pihak militer
menggangu keamanan. Dalam hal ini khususnya Indonesia, untuk itu dibutuhkan
suatu langkah yang konkret yang dapat meredakan permasalahan ini yaitu suatu
Kepulauan Riau dan Natuna bisa melalui penawaran investasi terhadap Singapura.
mengambil hak pengelolaan FIR Singapura yang dimana wilyayah FIR tersebut
berada di wilayah Indonesia. Terkait dengan investasi Singapura, hal ini sangat
dan pertumbuhan pengguna jasa penerbangan makin meningkat serta dilihat dari
bagi pesawat yang ingin masuk ke ruang udara Indonesia atau Singapura. Ketiga,
lawas. Keempat, pelatihan SDM yang nantinya akan mengoprasikan FIR yang
METODOLOGI PENELITIAN
memerlukan metode yang sesuai agar dapat diperoleh hasil penelitian yang valid
penelitian itu, menentukan instrumen atau alat pengumpulan data, atau acap kali
banyak perhatian terhadap sifat dan jenis proses yang harus diikuti dalam prosedur
(perilaku yang di dalamnya ada konteks khusus atau dimensi waktu) (Moleong,
2017, hal. 49). Secara umum, paradigma ilmiah merupakan keseluruhan sistem
39
40
berpikir. Hal ini mencakup asumsi dasar, pentingnya pertanyaan yang harus
dijawab atau teka-teki yang harus dipecahkan, teknik penelitian yang haris
digunakan, dan contoh-contoh penelitian ilmiah yang baik (Neuman, 2018, hal.
108).
Positivisme adalah pendekatan ilmu pengetahuan yang didasari pada metode yang
tepat dari perilaku agar bisa menemukan dan menegaskan seperangkat hukum
sebab-akibat, yang dapat digunakan untuk memprediksi pola umum dari suatu
positivisme merupakan pandangan dunia yang objektif (Asrudin, 2014, hal. 31).
berada “di luar sana” dan tidak terikat oleh peneliti dan hal tersebut dapat menjaga
objektifitas dan tidak mempengaruhi apapun terhadap realitas yang sudah ada
tersebut. Realitas dalam paradigma ini hanya ada satu atau bisa dikatakan realitas
tunggal.
fenornena, analisis, tema. (Hadiwinata, 2017, hal. 67). Dimensi fenomena dalam
paradigma ini adalah fenomena empiris atau fenomena yang bisa diamati.
yang digunakan dalam sebuah teori yang digunakan. Definisi dan asumsi
keamanan yang digunakan dalam penelitian ini berasala dari Ken Booth.
analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi
menemukan makna, proses, dan konteks sebuah perilaku atau peristiwa sosial
kualitatif lebih berupa kata-kata, gambar-gambar atau objek, dan bukan angka-
kualitatif. Penelitian ini menggunakan data yang belum jelas lalu penulis akan
diperdalam dari fenomena sosial atau lingkungan sosial yang terdiri dari pelaku,
kekuatan udara terkait FIR di Kepulauan Riau dan Natuna. Dengan menggunakan
pendekatan ini penulis berupaya menjelaskan bagaimana hubunga antara teori dan
praktek sosial.
jenis orang atau aktivitas sosial dan berfokus oada pertanyaan “bagaimana” dan
“siapa”. Menyelidiki persoalan baru atau menerangkan alasan terjadinya suatu hal
44). Dalam hal ini, Penulis akan menggambarkan dan menjelaskan bagaimana
dan Natuna.
43
Unit Analisis (Unit of Analysis): merujuk pada unit yang menjadi objek
penelitian yang dapat dibagi menjadi tiga bagian, yakni (a) micro: individu,
organisasi atau lembaga tertentu; (2) mezzo: entitas nasional (negara), entitas sub-
sisten internasional. Suatu topik riset dapat berada di dua atau lebih unit analisis
pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini akan dilakukan
3.5.1 Wawancara
daya yang melimpah dalam penelitian kualitatif. Dalam wawancara juga peneliti
dapat menemukan data yang faktual tentang hal yang sedang diteliti.
permasalahan secara lebih terbuka dimana pihak yang diajak wawancara diminta
pendapat, dan ide-idenya (Sugiyono, 2017, hal. 233). Dalam perjalananya penulis
yang dimana salah satu bukunya membahas tentang FIR Indonesia dan Singapura.
macam data kepustakaan seperti, buku, jurnal, artikel yang berkenaan dengan
Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
Miles dan Huberman (1984) yang dimana teknik analisis tersebut dibagi menjadi
reduksi data, penyajian data dan verifikasi data (Sugiyono, 2017, hal. 247-253).
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting lalu dicari
tema, konsep dan polanya. Hal ini akan memberikan gambaran yang lebih jelas
46
dan mempermudah peneliti jika ingin mencari tambahan data bila diperlukan
Umumnya yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks
data selain menggunakan teks naratif juga bisa menggunakan grafik, matrik,
awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah apabila tidak
ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data
dukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat kembali ke lapangan
untuk menyanggah balik apa yang dituduhkan kepada penelitian kualitatif yang
47
mengatakan tidak ilmiah, juga merupakan sebagai unsur yang tidak terpisahkan
dari tubuh penelitian kualitatif (Moleong, 2017, hal. 320). Terdapat berbagai
kecukupan refrensi.
hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda
Artinya bahwa, peneliti memiliki banyak sumber yang dapat digunakan untuk
Penelitian ini dibuat dengan data yang penulis himpun dan olah dari
referensial ini ialah karena kasus ini merupakan kasus yang hangat kembali
FIR dan sumber yang berada di publik masih belum tersebar luas.
BAB IV
PEMBAHASAN
Setiap negara merdeka memiliki sebuah hak eksklusif untuk mengatur dan
menguasai negaranya tanpa adanya campur tangan intervensi dari negara asing
untuk menggangu. Hak ekslusif tersebut diantaranya adalah sebuah negara berhak
untuk mengatur seluruh sektor yang terdapat di negaranya, seperti sektor darat,
Indonesia merdeka sejak tahun 1945, sejak tahun tersebut Indonesia sudah
mencoba untuk merebut hak tersebut dari tangan Indonesia. Perjuangan tersebut
merupakan sebuah hal yang wajar dari sebuah negara yang merdeka untuk
negara melekat adanya sejak negara merdeka, hal inlah yang menjadi titik penting
suatu negara umumnya di bagi menjadi tiga sektor yaitu darat, laut dan udara.
nasional harus dicantumkan dengan tegas sebagai bagian utuh dari wilayah
kedaulatn Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sampai dengan saat ini pada
mencakup tanah dan air serta segenap isi yang dikandungnya (Hakim, 2017, hal.
49
50
46). Sangat disayangkan sebagai bangsa yang besar dan juga menguasai 50%
Diplomasi dan Informasi Publik Global Future Institute (GFI), hal ini
1
Lihat Lampiran 2 “ Naskah Wawancara Prasetya Budi Saputra dengan Dr. Ian Montratama
sebagai dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Pertamina dan juga pakar pertahanan dan
keamanan.” hal. 99.
2
Lihat Lampira 3 “ Naskah Wawancara Prasetya Budi Saputra dengan Sudarto Murtaufiq sebagai
Direktur Diplomasi dan Informasi Publik Global Future Institute (GFI) Jakarta.” hal. 103
51
suatu perbincangan. Isu tersebut adalah kasus Flight Information Region (FIR) di
Gambar 4.1
Zonasi FIR yang berada di Indonesia
Sumber : Marsono. (2015, Juli-Agustus). Upaya Pengelolaan Kembali Wilayah Udara
Diatas Kepulauan Riau dan Natuna. WiRA, 55(39), 14-21
pesawaat miiter mereka yang terbang di daerah Indonesia. Hal ini tentu saja
menjadi suatu hal yang menodai kedaulatan Indonesia. Hal ini bisa menimbulkan
52
hal-hal yang tidak di ingingkan seperti kegiatan spionase maupun kegiatan lainnya
sangat startegis karena berbatasan dengan tiga negara dan terletak pada jalur Selat
Malaka. Nilai startegis inilah yang membuat keberadaan FIR di wilayah udara
Kepulauan Riau ini berarti bagi tiga negara, Indonesia, Malaysia, dan Singapua.
Kepentingan tiga negara bertubrukan di wilayah ini sehingga daerah ini disebut
sebagai critical border. Maka, kasus pendelegasian FIR ini juga merupakan
tahun 1919 dan Konvensi Chicago tahun 1944 yang menjelaskan bahwa
kedaulaatn negara di udara adalah complete dan exclusive (Hakim, 2019, hal. 9).
complete and exclusive mengandung arti yang sangat “ loud and clear” bahwa
tidak ada jalur lintas damai di wilayah udara kedaulatan sebuah negara. Pengertian
ini pada dasarnya adalah mengandung pengertian bahwa setiap pesawat terbang
Dari penjelasan tersebut sudah sangat jelas apabila sebuah pesawat terbang
yang melintas di wilayah sebuha negara harus melapor kepada negara yang akan
di lewatinya. Sedangkan dalam kasus ini sebuah pesawat tempur yang bermanuver
di wilayah Indonesia yang apabila di salah artikan oleh pihak Indonesia akan
53
menimbulkan hal yang tidak diinginkan. Melihat hal ini sudah sangat jelas apabila
Masalah navigasi udara ini menjadi sangat penting karena sangat fital
dengan kedaulatan suatu negara. Bentuk ancaman yang bisa muncul diantara
Indonesia Singapura mencakup militer dan non militer. Persepsi ancaman ini
dapat menciptakan konflik antar kedua negara. Selain itu, pendegelasian itu juga
dengan wilayah kedaulayan di darat dan laut. Semuanya wajib di jaga dan
terabaikan. Hal ini mencerminkan bangsa Indonesia belum memahani dengan baik
menganggap wilayah udara bukan merupakan bagian yang utuh dari wilayah
kedaulatan suatu negara. Ruang udara masih dilihat secara sederhana. Hanya
sebagai suatu sarana lalu lintas penerbangan yang hanya terikat kepentingan
mobilitas manusia serta barang dan jasa. Persepsi dan pemahaman keliru
Hal ini tidak bisa dipisahkan di antara keduanya, dikarenkana apabila suatu
kedaulaan negara terancam maka keamanan suatu negara tersebut akan ikut
54
terancam juga. Penjelasan itulah yang bisa menggambarkan mengapa kedua hal
merugi dari sisi keamanan. Hal ini bisa di jelaskan dalam beberapa hal. Pertama,
tindakan yang dimana bertujuan untuk menjaga keamanan suatu daerah dari
Kegiatan ini seharusnya menjadi tugas pokok TNI AU yang dimana untuk
menjaga keamanan wilayah Indonesia melalui sektor udara. Lantas apabila TNI
AU ingin melakukan patroli rutin di sekitar wilayah FIR Singapura dan pihak
Singapura tidak mengizinkan untuk lepas landas maka hal ini akan menggangu
kestabilan tersebut tidak berjalan dengan semestinya. Hal inilah yang seharusnya
Kegiatan militer erat kaitannya dengan kerahasiannya. Maka daripada itu selama
FIR tetap di delegasikan dan ditangan Singapura maka sifat kerahasiaan tersebut
bisa di pertanyakan apakah masih bersifat rahasia atau sudah tidak rahasi kembali
? melihat hal ini cukup miris adanya apabila hal in terus berlalu begitu saja.
bagi pesawat negara asing apabila melewati wilayah Indonesia yang masuk dalam
55
wilayah FIR Singapura. Pada dasarnya wilayah udara suatu negara tertutup bagi
pesawat udara negara lain. Oleh karena itu, setiap penerbangan yang memasuki
wilayah udara negara oleh pesawat udara lain tanpa izin sebelumnya dari negara
ruang udara nasional itu dapat dipahami mengingat udara sebagai media gerak
sangat rawan ditinjau dari segi pertahanan dan keamanan negara. Keuntungan-
hanya melalui media udara dengan pesawat udara. Hal ini mendorong setiap
negara mengenakan standar penjagaan ruang udara nasionalnya secara ketat dan
ancaman paling utama yang berasal dari luar. Hal ini tentunya memiliki
dinamakan airsea battle. Untuk dapat menerapkan dan memenangkan startegi ini,
udara akan membuat peluang untuk menang di pertempuran laut semakin besar
bulan Februari 2010, dan di ganti namanya menjadi Joint Concept for Acces and
Manuver in the Global Commons (JAM-GC) pada tahun 2015. Konsep ASB
dibuat dalam rangka menandingi doktrin Anti Acces/Area Denial (A2/AD) China
dalam memproteksi wilayah udara dan lautnya dengan menggunkana sistem rudal
pertahanan udara dan laut jarak jauh. ASB membagi serangan ke dalam dua
ajarak jauh China (termasuk satelit dan rudal anti-satelit China). Tujuan utama
dari serangan ini adalah untuk mengacaukan sistem informasi dan koordinasi
China, terutama armada kapal selam yang dilengkapi rudal balistik berhulu ledak
Total defense tidak akan pernah dikenal apabila kekuatan udara tidak hadir pada
awal abad ke -20. Kekuatan udara telah mengubah seluruh pemikiran dalam
udara suatu bangsa yang bisa digunakan untuk bertahan maupun menyerang dan
juga kekuatan udara bisa mereformasi dan membuat sebuah startegi baru untuk
bidang pertahanan. Hal ini selaras dengan apa yang menjadi tanggapan Sudarto
Murtaufiq tentang sektor udara sebagai kekuatan dan pertahanan suatu negara.
Beliau berpendapat :
57
Indonesia sebagai suatu negara yang tiga per tiga (3/3) wilayah terdiri atas
untuk menjaga keamanan negerinya. Hal ini sudahlah mutlak untuk dilakukan
secara tidak langsung akan mengikutinya. Sektor udara juga bisa dijadikan
3
Lihat Lampira 3 “ Naskah Wawancara Prasetya Budi Saputra dengan Sudarto Murtaufiq sebagai
Direktur Diplomasi dan Informasi Publik Global Future Institute (GFI) Jakarta.” hal. 103
58
dengan air, tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Keamanan dibutuhkan untuk
bagi sebuah negara apabila kesejahteraan telah tercapai. Begitu pula negara yang
sebagai kebijakan nasional atau national policy. Sering kali juga disebut
berpendapat dengan potemsi yang begitu besar untuk kesejahteraan Indoensia, hal
ini bisa dimanfaatkan oleh Indonesia dengan mengambil jasa pelayanann udara.
4
Lihat Lampira 3 “ Naskah Wawancara Prasetya Budi Saputra dengan Sudarto Murtaufiq sebagai
Direktur Diplomasi dan Informasi Publik Global Future Institute (GFI) Jakarta.” hal. 104.
59
Tiap pesawat yang melintas di FIR bayar US$6. Setiap menit, untuk satu jalur
saja, ada puluhan pesawat yang lewat. Kalau sehari semalam, 24 jam, sudah dapat
berapa itu. Kompensasi ke Indonesia hanya 50 sen. Bayangkan berapa yang akan
di dapat Indonesia kalau FIR kita pegang sendiri (Hakim, 2017, hal. 113).
Ruang udara yang begitu luas adalah sumber ekonomi yang luar biasa.
Dibawahnya ada Selat Malaka yang menjadi jalur lalu lintas laut tersibuk di dunia
(Hakim, 2017, hal. 115). Potensi yang dimilikinya tidak main-main melihat traffic
penerbangan yang di lalui oleh pesawat yang dari dan menuju Asia dan Eropa.
hal yang sangat penting sekali untuk dibahas terlebih dahulu mengingat
pandangan ini bisa menunjukan bagaimana mereka akan menyikapi hal-hal yang
segera mengambil alih FIR dari Singapura hal ini diperkuat dengan Presiden
Perhubungan menyebutkan arahan Presiden bahwa kami dalam 3-4 tahun ini
udara kita dapat dikelola sendiri oleh Indonesia. Selama ini, itu ditugaskan
Natuna dan Kalimantan Utara dilakukan Singapura karena teknologi yang belum
dalam penerbangan sipil. Indonesia, lanjut dia, juga mengelola FIR negara lain,
Sedangkan dari pihak Singapura berpendapat dalam hal ini Menteri Luar
Negeri meraka yang beritanya diangkat oleh Chanel NewsAsia, perjanjian tentang
wilayah udara dengan Indonesia itu dilegetimasi oleh International Civil Aviation
Organisation (ICAO). Air Traffic Control (ATC) Singapura selama ini juga
kepada Pemerintah Indonesia. Ini adalah sesuatu yang sudah dilegitimasi oleh
semuanya adalah untuk yang terbaik bagi Singapura dan negara-negara tetangga
masyarakat Singapura tidak sadari tetapi vital bagi keselamatan udara regional,
vital bagi kepentingan negara-negara yang terlibat didalamnya dan juga vital bagi
dalamnya dan juga vital bagi lapangan pekerjaan di industri aviasi Singapura. Jika
aviation hub di Asia. Puluhan ribu pekerjaan tergantung pada posisi Singapura
sebagai aviation hub (Yani, Montratama, & Putera, 2017, hal. 135-136).
tepat dikarenakan mereka sudah sadar akan arti penting sektor udara dan mereka
akan menyiapkan segala hal yang dirasakan perlu untuk menyukseskan pengambil
dengan baik dan juga apa yang mereka lakukan sesuai dengan legitimasi yang
diberikan oleh ICAO dan hak-hak yang di dapat dari pengelolaan FIR tersebut
sudah diberikan kepada pemerintah Indonesia dan juga mereka menilai bahwa apa
yang mereka lakukan saat ini sudah sangat baik dan apabila dikemudian hari
sektor seperti posisi Singapura sebagai aviation hub dan juga lapangan kerja di
Singapura.
sangat panjang dalam proses pengeloalaan FIR yang rencananya akan dilakukan
oleh Indonesia dikarenakan pihak Singapura akan berusaha sekuat tenaga untuk
pekerja di Singapura yang bergelut di pengelolaan FIR ini akan merasa terancam.
62
Merugikan Indonesia
memiliki hak pengelolaan FIR mereka beberapa kali melakukan beberapa hal
yang dinilai sebagai sebuah hal yang ganjil dan tidak semestinya dilakukan oleh
pihak mereka. Kasus-kasus inilah yang seharusnya menjadi titik fokus mengapa
Singapura.
Pertama adalah kasus Jenderal L.B. Moerdani yang tidak bisa mendarat di
langit Natuna dan beliau tidak bisa mendarat dikarenakan pemandu udara dari
angkasa selama kurang lebih 15 menit. Bila melihat kasus tersebut terasa sangat
janggal dikarenakan pesawat Indonesia sedang membawa tau VVIP yang dimana
Wijaya, pesawat tempur Singapura kerap terlihat berlatih di utara Pulau Bintan
wilayah latihan militer atau MTA (military training area), yakni zona udara
karena negara kota itu tak memiliki ruang udara yang cukup luas untuk berlatih
Singapura itu telah habis tahun 2001. Indonesia, tak memperpanjang perjanjian itu
karena merasa lebih banyak dirugikan. Tapi tetap saja, ujarnya, Singapura ngotot
untuk dapat menerbangkan pesawat tempur mereka ke wilayah udara RI. Celah itu
berasal dari hak Singapura mengatur ruang udara (FIR) Indonesia di sekitar
Kepulauan Riau. FIR di kawasan itu memang mutlak diatur Singapura. Tapi tidak
Seharusnya dari dua kasus tersebut sudah cukup bagi Indonesia untuk
Singapura. Hal ini sudah tidak bisa di tawar lagi dikarenakan sangat penting
wilayah udara bagi suatu negara. Pengambilalihan FIR tersebut tidak bisa di tunda
lain, seperti di sektor politik yang dilakukan oleh Kemlu, di sektor ekonomi yang
sumber daya yang digunakan dalam diplomasi pertahanan yaitu sumber daya yang
dimiliki oleh sektor pertahanan, seperti personel, peralatan, dan pengetahuan dan
bangsa dan negara, serta ikut serta memelihara perdamaian dunia (Anwar, 2014,
hal. 85).
pertahanan dan kebijakan luar negeri pemerintah. Hal ini mengandung arti bahwa
dikeluarkan oleh pemerintah melalui Menteri Luar Negeri. Prinsip yang kedua
luar negeri yang memang peran hakikinya adalah sebagai alat perdamaian, bukan
tujuan yang sejalan dengan kebijakan luar negeri dan kebijakan pertahanan.
kawasan Asia Tenggara, di kawasan Asia Pasifik, dan selanjutnya secara global.
Termasuk dalam tujuan ini adalah terwujudnya suatu situasi dimana negara-
Terkait FIR
dipakai untuk melakuka hal tersebut. Bisa ditarik satu contoh alasan tujuan negara
percaya satu sama lain dengan negara yang di kunjunginya atau tujuan-tujuan
lainnya yang bisa dijadikan sebagai dasar tujuan diplomasi pertahanan. Terkhusus
Indonesia disini penulis menganalisa dasar-dasar apa saja yang bisa dijadikan
66
sama dengan politik luar negerinya yaitu bebas aktif. Terkait dengan tujuan
untuk ditempuh.
Kedua, adalah sebagai daya tangkal. Daya tangkal disini diartikan sebagai
pemberian penerangan tenang apa saja yang sedang kita kerjakan. Bila di kaitkan
Ketiga, adalah Negosiasi dan posisi tawar. Salah satu bagian terpenting
dalam diplomasi pertahanan adalah negosiasi dan posisi tawar. Dalam tujuan ini
segala kepentingan negara bisa di ketahui dan banyak sekali hal-hal yang bisa
dijadikan sebagai bahan untuk diplomas. Posisi tawar yang tinggi bagi suatu
negara bisa sangat menguntungkan dalam proses negosiasi saat berlangsung. Bila
melihat posisi tawar Indonesia dalam kasus ini bisa dinilai kurang
memadai untuk mengelola FIR tersebut. Namun Indonesia bisa memasukan hal-
hal lain dalam proses negosiasi berlangsung sehingga posisi tawar Indonesia
pertahanan ini adalah lebih kepada peningkatan kemampuan yang ada pada diri
Indonesia khususnya dalam bidang teknologi dan kualitas SDM yang dimiliki.
Hal ini dikarenakan teknologi dan kualitas SDM yang dimiliki Indonesia tidak
semaju teknologi yang dimiliki Singapura dan SDM Singapura dinilai lebih
mumpuni.
tujuan tersebut saling berkaitan dikarenkaan adanya saling kontak antara kedua
belah negara – Indonesia dengan Singapura - secara intens maka secara tidak
langusng kredibilitas Indonesia dimata Singapura akan bisa terbangun. Hal ini
kepentingan untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Tujuan ini sangat
perlu dicapai dalam diplomasi pertahanan kali ini. Hal ini sangat penting
dikarenakan apabila campur tangan pihak lain yang kepentingannya diluar dari
Ketujuh, adalah opini publik. Tujuan ini sangat penting dalam diplomasi
membangun opini publik yang kuat agar saat proses diplomasi berlangsung dapat
diplomasi pertahanan bisa dikatakan salah satu inti dan hal pertama yang harus
dicapai. Hal ini dikarenakan apabila rasa saling percaya tidak dapat di capai pada
awal diplomasi pertahanan maka niscaya apa yang akan dilakukan kedepannya
hanya sia-sia saja. Rasa saling percaya ini bisa diwujudkan dalam berbagai cara
yaitu dengan komunikasi yang intens atau hal-hal lainnya yang sekiranya bisa
Dari seluruh penjelasan diatas, tujuan akhir atau tujuan utama dari
bersedia melepaskan pengelolaannya terhadap FIR kepada Indonesia. Hal ini lah
Maka daripada itu seluruh dukungan dari Kementerian atau Lembaga yang
sekiranya terkait baik secara langsung maupun tidak langusng untuk mendukung
Pada kunjungan tersebut Menteri Luar Negeri kedua belah pihak mengadakan
pertemuan tertutup dari awak media yang dimana salah satu pembahasannya
adalah mengenai FIR. Retno Marsudi juga berujar bahwa Menteri Perhubungan
Indonesia Budi Karya Sumadi sudah berkirim surat kepada Menteri Perhubungan
69
Singapura pada 15 Juni 2019 yang dimana isi surat tersebut untuk membahas
negara (Hakim, 2019, hal. 46). Dari penjelasan tersebut bisa ditarik sebuah
pemahaman seperti bahwa setiap negara yang wilayhn udaranya di kelola oleh
negara lain bisa kapan saja meminta kemabli hak pengelolaan wilayahnya
dengan TNI bersinergi guna untuk melakukan suatu langkah yang dimana langkah
bersama. Langkah pertama adalah adanya suatu kebijakan yang dikeluarkan oleh
dari Singapura. Kebijakan tersebut bisa sebagai dasar untuk para pelaku diplomasi
dimana kunjungan tersebut merupakan langkah awal yang dilakukan oleh Menteri
Singapura.
dari sisi pertahanan dan keamanan mengapa Indonesia ingin mengambil alih FIR
dari Singapura. Pandangan tersebut juga didukung oleh kesiapan dan hal-hal apa
saja yang sudah dilakukan dan dipersiapkan oleh Indonesia dari segi pertahanan
yang nantinya akan mengelola FIR tersebut. Oleh karena itu pertemuan awal
tersebut merupakan langkah yang bagus dan juga krusial mengingat hal tersebut
Singapura, yang dimana diplomasi tersebut bisa diarahkan pada tujar pandangan
antar kedua pejabat. Proses tukar pandangan ini bisa menjadi lebih intens dan
langusng mengerucut pada hal yang menjadi pandangan antar kedua lembaga.
pesawat negara Singapura mau masuk ruang udara Indonesia atau sebaliknya,
oleh Ian Montratama. Hal yang belaiu lontarkan tersebut juga bisa dijadikan
sebagai salah satu point yang di bahas dalam diplomasi pertahanan antara pihak
Hal lainnya yang penulis sependapat adalah tentang prosedur lalu lintas
5
Lihat Lampira 2 “ Naskah wawancara Prasetya Budi Saputra dengan Dr. Ian Montratama
sebagai dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Pertamina dan juga pakar pertahanan dan
keamanan.” hal. 100
72
yang harus diberikan kepada pihak ATC Singapura guna untuk mengidentifikasi
ulang antara kedua belah pihak yang dimana beberapa prosedur yang lalu seperti
atau bagian dari itu dan perubahan ketinggian terbang jika diperlukan. Beberapa
prosedur tersebut sangat bertolak belakang sekali dengan misi militer yang
sifatnya rahasia. Pengkajian prosedur ini sangat diperlukan bagi kedua belah pihak
yang dimana apabila prosedur yang baru di sepakati dapat memuaskan kedua
belah pihak.
berhenti di level pejabat senior, diplomasi pertahanan juga bisa sampai kepada
pejabat staff yang dimana dalam praktiknya semua bersinergi untuk melancarkan
menyangkut hal yang menjadi salah satu konsen Presiden Joko Widodo. Dalam
pelaksanaan diplomasi pertahanan ini Kemenhan dan juga TNI - khususnya TNI
AU - tidak dapat berjalan sendiri. Mereka juga harus mendengarkan dan juga
meminta saran dari Lembaga atau Kementerian lainnya yang secara langsung
langsung dengan apa yang akan di jadikan sebagai bahan untuk diplomasi
Hukum dan Perjanjian Internasional. Mengapa dengan Direktorat tersebut ? hal ini
adanya persiapan yang menyeluruh diseluruh aspek yang dimana dari segi
FIR Singapura merupakan salah satu jalur padat lalu lintas udara. Beban berat
bagi FIR Jakarta dan ATC Batam yang nantinya apabila dipilih menjadi
tindakan yang dimana untuk memingkatkan kualitas teknologi di FIR Jakarta yang
nilai keselamatan Indonesia yang jauh diatas rata-rata yaitu sebesar 86% pada
tahun 2017, meningkat signifikan dibandingkan tahun 2016 yakni 56%. Nilai ini
jauh melampaui nilai rata-rata negara-negara di Asia Pasifik yang memiliki nilai
59,56%, ASEAN 64% bahkan dunia 65% (Lawi, 2017). Fakta ini bisa
kepada Indonesia. Indonesia bisa dikatakan sudah siap namun masih terdapat
beberapa hal yang bisa di contoh dengan negara lain yang lebih baik dari hasil
audit USOAP tersebut. Apabila Indonesia dapat mencontoh negara yang lebih
Marsekal (Purn) Chappy Hakim dalam salah satu sesi diskusi di siaran
masalah kekurangan dana dan juga menurut penulis pendapat tersebut juga bisa
mengentaskan masalah teknologi FIR yang bisa dibilang sudah tertinggal zaman
karena traffic di wilayah tersebut sangat ramai dan juga wilayah tersebut
Asia.
Gambar 4. 2
Sumber : katadata.co.id
Singapura yang di wakili oleh bandara Changi. Fakta tersebut menajadikan daya
tarik bagi investor yang ingin menanamkan modal di FIR Singapura yang apabila
nantinya berhaisl di ambil hak pengelolaannya oleh Indonesia. Fakta itu tidak bisa
dibantah dikarenakan letak kedua bandara tersebut yang sangat strategis dan juga
76
penduduk Indonesai lebih banyak yang menetap di pulau Jawa khususnya Jakarta.
tawaran tersebut mengingat pihak Singapura sudah tahu seluk beluk dari
dikarenakan ini merupakan investasi jangka panjang yang setiap tahunnya akan
dengan besaran nilai investasi yang di berikan, hal tersebut harus sesuai dengan
dengan total investasi selama tiga tahun terakhir (2017- kuartal I/2020) mencapai
US$26,87 miliar (DP, 2020). Lima sektor utama investasi Singapura di Indonesia
kurang lebih 3 juta jiwa (Milia, Kurniawan, & Poespitohadi, hal. 9).
77
yang dimana dalam hal ini radar yang harus menjadikan titik utama. Mengapa
radar ? kondisi radar Indonesia bisa dikatakan sudah terlampau lawas dan
adanya.
radar, selain minim dari segi jumlah juga perlu peremajaan. Pemerintah sudah
saatnya menambah jumlah radar dengan perangkat teknologi yang lebih canggih.
Hal ini penting karena potensi ancaman seperti penerbangan tanpa izin dan
(Murtaufiq, 2020) 7.
Terkait dengan peralatan navigasi udara, pasti tidak jauh berbicara tentang
6
Lihat lampiran 2 “ Naskah wawancara Prasetya Budi Saputra dengan Dr. Ian Montratama
sebagai dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Pertamina dan juga pakar pertahanan dan
keamanan.” hal. 100
7
Lihat lampiran 3 “ Naskah wawancara Prasetya Budi Saputra dengan Sudarto Murtaufiq sebagai
Direktur Diplomasi dan Informasi Publik Global Future Institute (GFI) Jakarta.” hal. 106
78
Indonesia masih belum mampu mencakup seluruh wilayah Indonesia, dalam hal
ini radar militer. Radar dalam hal pertahanan memang sangat diperlukan
mengingat hal tersebut bisa mendeteksi ancaman sejak dini dan dengan segera
bisa diambil sebuah tindakan pencegahan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
gunakan untuk sistem navigasi pesawat di udara yang dimana radar dapat
mengetahui traffic pesawat tersebut. Untuk saat masih terdapat penyatuan radar
militer dan sipil. Hal ini karena anggaran pertahanan kita belum mencukupi untuk
Beberapa bandara besar juga menggunakan primary radar (radar militer), namun
Gambar 4.3
Persebaran radar di wilayah Indonesia
Sumber: indomiliter.com
8
Lihat lampiran 2 “ Naskah wawancara Prasetya Budi Saputra dengan Dr. Ian Montratama
sebagai dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Pertamina dan juga pakar pertahanan dan
keamanan.” hal. 100
79
wilayahnya. Radar-radar tersebut terdiri dari radar sipil dan militer yang dimana
merujuk gambar 4.2 persebaran radar di Indonesia belum menyeluruh dan tidak
ancaman yang akan timbul di kemudian hari bisa merusak kedamaian yang sudah
Radar Indonesia bisa dikatakan belum memadai dan juga blm dikatakan
ideal dalam segi jumlah. Sejauh ini hanya 20 radar saja yang tersedia. Idealnya
TNI AU punya 32 radar untuk disebar di penjuru Tanah Air. Hal tersebut sesuai
dengan keterangan yang diberikan oleh Komandan Pusat Pendidikan dan Latihan
Penting dalam kasus FIR ini bila membahas suatu radar, mengingat FIR
wilayahnya dengan areal cakupannya yang kurang tercakup selurhnya hal ini
sangat disesali. Selain itu Radar militer Indonesia di wilayah Barat, umumnya
menggunakan Radar Thomson CSF dari Perancis yang berfungsi sebagai Radar
Early Warning, serta Radar GCI (Ground Control Intercept) Plessey Inggris,
yang berkemampuan 3 Dimensi. Radar ini dibeli pada tahun 1980-an (Jakarta
Greater, 2012).
Namun tidak semua radar ini berfungsi dengan baik, karena usianya yang
sudah uzur. Bahkan menurut Mantan KASAU TNI-AU Marsekal Purn. Chappy
80
persen. Lebih parah lagi, tidak semua radar militer beroperasi 24 jam. Sebagian
Pertahanan Udara Nasional Marsda F Djoko Poerwoko. Dari jumlah total radar
yang dimiliki TNI, 40 persen tidak dapat beroperasi (Jakarta Greater, 2012).
Gambar 4.4
Anggaran Kementerian Pertahanan 2010-2019
Sumber : katadata.co.id
triliun atau sebesar 4,4% dari total anggaran belanja pemerintah sebesar Rp
triliun dan untuk matra laut Rp 11,16 triliun, serta program peningkatan sarana
81
dan non-Alutsista atau sarana dan prasarana matra darat sebesar Rp 5,15 triliun,
matra laut Rp 3,6 triliun dan matra udara Rp 2,58 triliun (kata data , 2019).
sebesar 131 triliun rupiah. Rincian data persebarannya belum bisa diketahui di
karenakan tahun ini blm berakhir dan sedang adanya pandemi yang melanda dunia
Industri pertahanan dalam negeri harus juga dilibatkan dalam kasus ini
mengingat hal ini selaras dengan tujuan utama diplomasi pertahanan yaitu
pertahanan udara. PT. LEN dalam kasus ini bisa dijadikan sebagai opsi untuk
industrinya sebagai wadah dalam investasi ini. PT. LEN memproduksi beberapa
radar yang dimana hal ini bisa meningkatkan produksi. PT. LEN Industri
dan integrasi sistem serta perlatan navigasi laut dan udara. Menurut
kewajiban dan hak dari masing-masing negara kolong. Pelibatan industri dalam
82
yang berkualitas dan dalam hal ini Indonesia bisa dikatakan masih di bawah
dalam mencetak SDM yang berkualitas membutuhkan waktu, tenaga dan biaya
yang banyak, akan tetapi hal tersebut apabila terwujud makan garansi yang
SDM yang berkualitas untuk mengatur ATC namun jumlahnya yang minim dan
Sudah seharusnya apabila nantinya FIR yang akan di ambil alih akan di
operasikan seluruhnya oleh pihak Indonesia. Maka dari itu perlu adanya
pelatihan yang dilakukan oleh kedua negara mengingat hal ini sangat penting
untuk dilakukan. SDM yang berstandar internasional. Salah satu masalah yang
cukup serius yang tengah dihadapi Indonesia adalah kurangnya SDM. SDM yang
tidak mudah diperoleh antara lain untuk inspektor pesawat, peugas ATC, tenaga
teknisi pesawat terbang dan pilot. Ketua umum Indonesia Air Traffic Control
9
Lihat lampiran 2 “ Naskah wawancara Prasetya Budi Saputra dengan Dr. Ian Montratama
sebagai dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Pertamina dan juga pakar pertahanan dan
keamanan.” hal.101
83
lintas udara atau air traffic controller masih kurang sekitar 1.000 lagi. Jumlah
ideal tenaga pengatur lalu lintas udara tersebut adalah sekitar 2.200 orang ujar
ini bahwa realitanya setiap tahun kebutuhan penerbangan telah mencapai angka
yang cukup tinggi, yaitu sekitar 600 orang. Adapun untuk teknisi pesawat
terbilang justru lebih tinggi lagi, yaitu hampir 800 orang per tahun (Hakim, 2014,
hal. 129).
sangat paham betul dengan medan yang ada dan juga sudah terbiasa dengan traffic
yang ada di wilayah tersebut. Pentingnya penguasaan medan bisa menjadi sebuah
kunci untuk keberhasilan peneglolaan yang baik dan dalam kasus ini Singapura
dan Singapura dikatakan untung karena mereka kehilangan hak mengelola FIR
akan tetapi mereka masih mendapatkan pemasukan dari Investasi yang mereka
lakukan.
Sebagai salah satu hal yang bisa memperlancar diplomasi tersebut adalah
dengan ditawarkannya hal yang mungkin tidak bisa ditolak oleh pihak Singapura
pembagiannya bisa ditentukan oleh kedua belah pihak. Entah itu pembagiannya
Indonesia
Bila melihat hubungan yang harmonis antara kedua belah pihak yaitu
yang sudah dilakukan oleh kedua negara seperti Latihan Bersama Elang Indopura
1/80 TNI – SAF, Millitary Training Area satu dan dua serta Defense Cooperation
pertahanan tersebut berjalan dengan lancar dan hal ini bisa menandakan hubungan
baik dan harmonis antara kedua belah pihak mengingat kerja sama terjalin lebih
lontarkan oleh bapak Chappy Hakim mengingat potensi yang besar dari
titik temu. Pengambilalihan FIR dari Singapura tidak boleh ditawar lagi
antara kedua belah pihak. Perjanjian pertahanan tersebut terkait dengan pemberian
Terhadap Singapura
pasti terdapat peluang maupun tantangan yang dihadapi oleh Indonesia. Peluang
SDM dengan Singapura yang dimana SDM Singapura terkenal sebagai SDM yang
profesional dan terampil dalam pengelolaan FIR. SDM mereka juga sudah
menguasai medan, hal ini akan mempermudah mereka dalam melatih SDM dari
Indonesia.
10
Lihat lampiran 3 “ Naskah wawancara Prasetya Budi Saputra dengan Sudarto Murtaufiq
sebagai Direktur Diplomasi dan Informasi Publik Global Future Institute (GFI) Jakarta.” hal. 106
86
Indonesia bisa menaikkan posisi tawarnya sebagai anggota ICAO yang dimana
salah satu posisi tawar itu adalah Indonesia bisa menjadi anggota dewan ICAO.
Salah satu syarat dalam penyerahan hak pengelolaan FIR ini adalah Indonesia
bersebaran di kalangan luar yang secara tidak langsung akan menimbulkan suatu
opini publik yang kuat. Opini publik tersebut pasti tidak jauh berisi tentang
pelayanan yang dilakukan oleh Singapura lebih baik dan apabila di berikan hak
negara anggota dewan ICAO lainnya yang dimana hal ini tentunya tidak mudah
untuk dilakukan. Namun hal ini penulis yakin Indonesia mampu melakukannya
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
udara terkait Flight Information Region (FIR) di Kepulauan Riau dan Natuna bisa
Singapura yang dimana wilyayah FIR tersebut berada di wilayah Indonesia. FIR
ini sangat beguna bagi Indonesia yang dimana bisa sebagai sarana untuk menjaga
wilayah Indonesia paling luar dari segala macam ancaman yang membahayakan
antar kedua belah pihak. Dialog disini ditekankan agar timbul rasa saling percaya
pengguna jasa penerbangan makin meningkat serta dilihat dari jumlah penumpang
sebagai negara yang dinginkan investasinya kepada FIR ini. Hal ini tentu saja
sangat menguntungkan bagi kedua belah pihak yang dimana kedua belah pihak
87
88
hak pengelolaan FIR dan Singapura mendapatkan untung dari investasi yang
mereka dapatkan.
pesawat yang sedang mengudara dan yang akan mendarat. Kedua, prosedur lintas
bagi pesawat yang ingin masuk ke ruang udara Indonesia atau Singapura. Ketiga,
lawas. Hal ini juga berguna bagi kedua belah pihak agar tidak menimbulkan
kecurigaan dikemudian hari. Keempat, pelatihan SDM yang bertujuan agar SDM
Indonesia siap mengelola FIR Singapura. Mengingat SDM ini yang dikemudian
5.2 Saran
Saran Penulis secara keseluran tentang penelitian ini adalah, agar seluruh
instansi terkait yang secara langsung maupun tidak langusung agar saling bahu
dari Singapura dan Indonesia yang salah satunya adalah diplomasi pertahanan ini.
Para pihak itu seperti Kementerian atau lembaga yang terkait penerbangan, seperti
89
ini adalah penelitian ini berfokus pada diplomasi yang dilakukan oleh Indonesia
penelitian yang berfokus pada hal-hal lain seperti segi ancaman apabila FIR tetap
BUKU
Hakim, C. (2016). Menjaga Ibu Pertiwi & Bapak Angkasa. Jakarta: Kompas.
90
91
Yani, Y. M., Montratama, I., & Ikradhi, P. (2017). Langit Indonesia Milik Siapa?
Makna Strategis Wilayah Udara (FIR) Indonesia-Singapura. Jakarta: Elex
Media Komputindo.
JURNAL
Said, B. D. (2012, Desember). Kekuatan Udara ("Air Power") Atau "Air And
Space Power? Quarterdeck, 5(18).1-16.
92
Silalahi, E., Bachtiar, M., & Edorita, W. (2015, Februari). Implikasi Hukum
Internasional Pada Flight Information Region (FIR) Singapura Atas
Wilayah Udara Indonesia Terhadap Kedaulatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. JOM Fakultas Hukum, 2(1), 1-14.
SKRIPSI
DOKUMEN
WAWANCARA
WEBSITE
Achidat, I. (2019, 11 11). Apa Itu Zona Bahaya “Danger Zone” Dalam
Penerbangan. Dipetik 04 09, 2020, dari airmagz.com:
https://www.airmagz.com/51349/apa-itu-zona-bahaya-danger-zone-dalam-
penerbangan.html
Asril, S. (2015, 09 08). Setelah 69 Tahun FIR Dikuasai Singapura, Indonesia Siap
Ambil Alih Tahun 2019. Dipetik 04 24, 2020, dari kompas.com:
https://nasional.kompas.com/read/2015/09/08/17064811/Setelah.69.Tahun.
FIR.Dikuasai.Singapura.Indonesia.Siap.Ambil.Alih.Tahun.2019
Eksa, G. (2019, 07 04). Perangkat radra TNI masih minim. Dipetik 08 04, 2020,
dari mediaindonesia.com: https://mediaindonesia.com/read/detail/245156-
perangkat-radar-tni-masih-minim
94
Hakim, C. (2019, 18 03). FIR di wilayah Kepulauan Riau dan Natuna. Dipetik 03
18, 2020, dari chappy hakim: http://www.chappyhakim.com/fir-di-
wilayah-kepulauan-riau-dan-natuna/
Jakarta Greater. (2012, 10 5). Perisai Pertahanan Indonesia. Dipetik 08 04, 2020,
dari jakartagreater.com: https://jakartagreater.com/3621/perisai-
pertahanan-indonesia/
Kususmadewi, A., Utama, A., & Indonesia, C. (2015, 10 05). 'Perang' Udara
Indonesia-Singapura. Dipetik 08 04, 2020, dari cnnindonesia.com:
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20151004164716-20-
82695/perang-udara-indonesia-singapura
Sikumbang, Z. (2015, 09 10). DPR minta pemerintah ambil alih FIR dari
Singapura. Dipetik 04 10, 2020, dari antaranews.com:
https://www.antaranews.com/berita/517274/dpr-minta-pemerintah-ambil-
alih-fir-dari-singapura
Lampiran
96
Lampiran 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Kewarganegaraan : Indonesia
Email/No.Telp : prasetyabudisaputra@gmail.com
RIWAYAT PENDIDIKAN
SDN Paningggilan 4 2004-2010.
97
Lampiran 2
Prasetya Budi Saputra : Selamat pagi, yang terhormat Dr. Ian Montratama.
Perkenalkan nama saya Prasetya Budi Saputra,
mahasiswa tingkat akhir di Universitas Satya
Negara Indonesia (USNI) jurusan Ilmu Hubungan
Internasional. Saya mendapatkan rekomendasi Dr.
Ian Montratama sebagai narasumber dalam
penelitian saya dari pembimbing skripsi saya yaitu
Mas Adi Rio Arianto. Saat ini saya sedang dalam
tahap penyusunan skirpsi yang berjudul “Diplomasi
pertahanan Indonesia terhadap Singapura di sektor
kekuatan udara terkait Flight Information Region di
Kepulauan Riau dan Natuna” .
98
99
102
103
Prasetya Budi Saputa : Sebagai salah satu hal yang ditekankan oleh
Indonesia dalam diplomasi pertahanan dengan
Singapura, Indonesia menenekankan agar
Singapura menginvestasikan uangnya untuk
membangun FIR. Hal ini bisa menguatkan
Alutsista Indonesia khususnya di kekuatan udara.
Bagaimana pandangan bapak ?
Sudarto Murtaufiq : Boleh saja Singapura menggelontorkan uangnya
untuk berinvestasi dalam pengembangan FIR,
namun tetap harus menghormati Indonesia sebagai
negara yang berdaulat. Bahwa Indonesia punya
kewenangan penuh untuk mengendalikan
108
109
Lampiran 5
LAPORAN BIMBINGAN
MATERI DAN TEKNIS PENULISAN SKRIPSI
Nama : Prasetya Budi Saputra
NIM : 051601503125024
Pembimbing 1 : Adi Rio Arianto, S.IP., MA.
Pembimbing2 : Efan Setiadi, S.Kom., S.H., M.H.
110
111