Anda di halaman 1dari 11

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2023/2024 Ganjil (2023.2)

Nama Mahasiswa : ......................

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : ......,,,,,.........

Tanggal Lahir : ......................

Kode/Nama Mata Kuliah : sistem hukum indonesia

Kode/Nama Program Studi : .....................

Kode/Nama UT-Daerah : .................,,,,,,....

Hari/Tanggal UAS THE : .............................

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.

2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.

3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.

4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN


RISET, DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Surat Pernyataan Mahasiswa


Kejujuran Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : .................


NIM : ..................

Kode/Nama Mata Kuliah : sistem hukum indonesia


Fakultas : .......,,,,,......

Program Studi : ..................,

UT-Daerah : .........................,,,,

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada laman
https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal ujian
UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai pekerjaan
saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan aturan
akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media apapun, serta
tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik Universitas Terbuka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat pelanggaran
atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik yang ditetapkan oleh
Universitas Terbuka.

............, ...................

Yang Membuat Pernyataan

...................,,,,,,............,
Jawaban No 1
1. Dalam konteks masyarakat hukum adat yang mengelola hutan adat, semua
peristiwa yang terjadi termasuk ritual-ritual adat, penanaman tumbuhan, waktu panen,
dan sanksi adat yang diberikan jika ada yang melanggar, semuanya merupakan bagian
dari hukum adat. Hukum adat adalah hukum yang berlaku bagi orang Indonesia asli
dan orang timur asing pada masa. Hukum adat turut mengenal delik (pidana) dan
dengan tegas menyatakan bentuk-bentuk kejahatan yang Kejaksaan, dan Pengadilan
Negeri. Hukum kebiasaan, di sisi lain, merujuk pada praktik-praktik yang dilakukan
oleh masyarakat secara teratur dan konsisten, tetapi tidak selalu memiliki dasar
hukum yang jelas.

2. Hukum adat dan hukum kebiasaan memiliki perbedaan dalam pengertian dan
sumbernya. Hukum adat adalah aturan-aturan yang tidak tertulis atau kaidah-kaidah
yang berlaku dalam masyarakat hukum adat dan diwariskan secara turun-temurun.
Hukum adat bersumber dari kebiasaan dan tradisi yang diakui oleh masyarakat hukum
adat. Sedangkan hukum kebiasaan adalah aturan-aturan yang berlaku dalam
masyarakat umum dan bersumber dari kebiasaan yang diakui oleh masyarakat umum.
Dalam pengelolaan hutan adat, masyarakat hukum adat mengawali proses
pengelolaan hutan adat melalui ritual-ritual adat berupa seremonial adat dan menanam
jenis-jenis tumbuhan pada hutan adat. Kemudian, pada waktu tertentu setelah
tanaman-tanaman telah ditanam dan siap dipanen, masyarakat hukum adat
menentukan waktu panen berdasarkan hukum adat. Apabila ada masyarakat hukum
adat yang melanggar ketentuan hukum adat tersebut, maka ketua adat biasanya
memberikan sanksi adat berupa denda dan sanksi sosial.

Jawaban No 2
Mahkamah Konstitusi (MK) menggunakan kewenangan pengujian materiil untuk
memutus perkara No. 90/PUU-XXI/2023. Dalam hal ini, MK memeriksa kesesuaian
suatu peraturan perundang-undangan (UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum) dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 mengabulkan sebagian permohonan yang
menguji Pasal 169 huruf q UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, dengan
memaknai syarat usia tetap 40 tahun sepanjang dimaknai berpengalaman sebagai
pejabat negara yang dipilih. Hal ini menunjukkan bahwa MK menggunakan
kewenangan pengujian materiil untuk menilai kesesuaian suatu peraturan perundang-
undangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Jawaban No 3
1. Sebab Terjadinya Konflik Awal
• Y melintas di depan rumah Kepala Desa Bonte dan dicegat oleh X dan kawan-
kawannya.
• Penilaian Awal:
Kemungkinan adanya ketegangan atau perselisihan antara Y dan X yang memicu
konfrontasi.
2. Pertengkaran dan Pelarian Y ke Rumah Y1
• Adu mulut atau pertengkaran terjadi antara Y dan X.
• Y lari dan mencari perlindungan di rumah Y1.
• Penilaian Awal:
Pertengkaran awal menciptakan keadaan emosional yang memicu reaksi dari Y, Y1,
dan Y2.
3. Informasi Pengeroyokan Disampaikan oleh Y ke Y1 dan Keluarga
• Y memberitahu Y1 dan keluarganya bahwa dia dikeroyok oleh X dan kawan-
kawannya.
• Informasi ini membuat keluarga Y1 dan Y2 marah dan emosional.
• Penilaian Awal:
Penyampaian informasi dapat memicu reaksi emosional dan keinginan untuk
melindungi anggota keluarga.
4. Pengejaran dan Perkelahian di Lapangan Sepak Bola
• Y1 dan Y2 membawa senjata tajam (tombak, parang, badik) ke lapangan sepak
bola.
• Perkelahian terjadi antara pihak Y dan X di mana X ditembak atau ditusuk oleh Y,
Y1, dan Y2.
• X1 juga mengalami luka bacok di kepala dari sabetan parang milik Y1.
• Penilaian Awal:
Tindakan membawa senjata tajam menunjukkan niat untuk menggunakan kekerasan
fisik.
5. Luka dan Kematian sebagai Akibat dari Perkelahian
• X mengalami luka tusuk atau robek dan meninggal dunia beberapa saat setelah
perkelahian.
• X1 mengalami luka bacok di kepala.
• Penilaian Awal:
Luka dan kematian adalah akibat langsung dari perkelahian dan penggunaan senjata
tajam.
6. Akibat Hukum Bagi Pelaku (Y, Y1, Y2)
• Y, Y1, dan Y2 memiliki keterlibatan langsung dalam perbuatan pidana yang
menyebabkan luka dan kematian.
• Penilaian Awal:
Tindakan mereka dapat diklasifikasikan sebagai pembunuhan dan pengeroyokan
yang dapat dikenakan sanksi pidana.
7. Akibat Hukum Bagi Korban (X, X1)
• X meninggal dunia akibat luka-luka yang dideritanya.
• X1 mengalami luka bacok di kepala.
• Penilaian Awal:
Korban mengalami dampak fisik dan, dalam kasus X, dampak paling fatal, yaitu
kematian.
8. Pertimbangan Hukum:
• Pertanyaan Hukum:
Apakah tindakan pembawaan senjata tajam dan penggunaannya oleh Y, Y1, dan Y2
dapat diklasifikasikan sebagai pembunuhan dan pengeroyokan?
Bagaimana pertimbangan hukum terhadap tindakan membawa senjata tajam?
9. Pertimbangan Hukum Lebih Lanjut
• Pasal-Pasal Relevan dalam KUHP:
Penting untuk mempertimbangkan pasal-pasal KUHP yang relevan, seperti Pasal
338 tentang Pembunuhan dan Pasal 170 tentang Pengeroyokan.
• Pembelaan Diri dan Situasi Darurat:
Apakah pelaku memiliki argumen pembelaan diri atau apakah mereka menganggap
diri mereka berada dalam situasi darurat yang memaksa mereka untuk menggunakan
senjata tajam?
• Kepemilikan dan Penggunaan Senjata Tajam:
Kepemilikan dan penggunaan senjata tajam dapat diatur oleh hukum yang mengatur
senjata dan membawa senjata terlarang dapat menimbulkan pertanyaan terkait
hukum kepemilikan senjata.
10. Dampak Sosial dan Psikologis
• Dampak terhadap Masyarakat Desa:
Perkelahian dan kematian yang terjadi dapat memiliki dampak serius terhadap
stabilitas dan keamanan masyarakat Desa Bonte.
• Psikologis Terhadap Keluarga Korban dan Pelaku:
Penting juga untuk mempertimbangkan dampak psikologis terhadap keluarga
korban dan keluarga pelaku.
11. Penanganan Pidana dan Proses Pengadilan
• Penangkapan dan Penyelidikan:
Langkah-langkah hukum seperti penangkapan dan penyelidikan akan menjadi
bagian dari proses hukum yang dijalankan oleh penegak hukum.
• Persidangan dan Putusan Pengadilan:
Proses persidangan akan mempertimbangkan bukti-bukti, saksi, dan argumen dari
kedua belah pihak untuk mencapai keputusan yang adil dan berdasarkan hukum.
12. Perlindungan Hukum dan Hak Asasi Manusia
• Perlindungan Hak Asasi Pelaku dan Korban:
Penting untuk memastikan bahwa hak asasi manusia dari pelaku dan korban
dihormati selama proses hukum.
Ini mencakup hak untuk mendapat pembelaan hukum yang layak, hak atas
informasi, dan perlindungan dari perlakuan yang tidak manusiawi atau merendahkan
martabat.
13. Dampak Terhadap Kedua Keluarga
• Pertimbangan Kemanusiaan:
Kedua keluarga yang terlibat mengalami penderitaan, dan proses hukum harus
mencoba untuk mencapai keadilan sambil mempertimbangkan faktor kemanusiaan.
14. Upaya Mediasi dan Rekonsiliasi
• Peran Mediasi:
Upaya mediasi dapat menjadi opsi untuk mencapai rekonsiliasi di antara pihak-
pihak yang terlibat.
Hal ini dapat mengurangi potensi konflik dan mempromosikan perdamaian.
15. Pengawasan dan Reformasi Hukum
• Evaluasi Sistem Hukum:
Kasus seperti ini dapat memicu evaluasi terhadap sistem hukum dan perundang-
undangan terkait, termasuk dalam hal kepemilikan dan penggunaan senjata.
16. Pendidikan Hukum dan Pencegahan
• Peran Pendidikan Hukum:
Upaya pendidikan hukum di masyarakat dapat membantu mencegah kejadian serupa
di masa depan.
Dalam analisis sebab-akibat, perlu dicermati bahwa konflik awal antara Y dan X
menjadi pemicu terjadinya pertengkaran dan pelarian Y ke rumah Y1.

2. 1. Y
• Tindak Pidana yang Dapat Dijatuhkan:
Y dapat dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, karena tindakan
menombak atau menusuk X dengan senjata tajam (tombak, parang, badik)
mengakibatkan kematian.
• Sifat Melawan Hukum:
Tindakan membawa dan menggunakan senjata tajam dengan maksud untuk melukai
atau membunuh merupakan tindakan melawan hukum karena bertentangan dengan
norma-norma hukum pidana yang melarang tindakan kekerasan.

2. Y1
• Tindak Pidana yang Dapat Dijatuhkan:
Y1 dapat dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, atas perannya
dalam perkelahian dan penyebab luka bacok di kepala X1.
• Sifat Melawan Hukum:
Tindakan membawa senjata tajam dan menggunakan kekerasan fisik yang
mengakibatkan luka serius atau kematian merupakan tindakan melawan hukum
karena bertentangan dengan norma-norma hukum pidana yang melarang
penggunaan kekerasan yang berlebihan.

3. Y2
• Tindak Pidana yang Dapat Dijatuhkan:
Y2 dapat dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, apabila terbukti
keterlibatannya dalam tindakan menyebabkan kematian X.
• Sifat Melawan Hukum:
Tindakan terlibat dalam perkelahian dengan menggunakan senjata tajam dan
menyebabkan kematian merupakan tindakan melawan hukum karena melanggar
norma-norma hukum pidana yang melarang tindakan kekerasan dan membunuh.
Penilaian Tambahan:
• Bentuk Kesepakatan Bersama:
Keterlibatan bersama Y, Y1, dan Y2 dalam perbuatan pidana menciptakan situasi di
mana mereka dapat dianggap sebagai kelompok yang sepakat bersama dalam
melakukan tindakan kekerasan.
• Pertimbangan Pembelaan Diri:
Dalam proses hukum, mungkin akan ada pertimbangan terkait apakah terdakwa
memiliki pembelaan diri yang sah dan sejauh mana tindakan mereka sesuai dengan
norma-norma yang mengatur tindakan kekerasan dalam situasi tertentu.
Pertimbangan Tambahan terkait Tindak Pidana dan Sifat Melawan Hukum
4. Pembunuhan Berencana (Pasal 340 KUHP)
Apabila terdapat bukti bahwa tindakan Y, Y1, dan Y2 untuk membawa senjata
tajam ke lapangan sepak bola dan menggunakan senjata tersebut dilakukan dengan
niat untuk membunuh, dapat dipertimbangkan Pasal 340 KUHP tentang
Pembunuhan Berencana.
5. Penganiayaan (Pasal 170 KUHP)
Perbuatan Y1 dan Y2 yang mengakibatkan luka bacok di kepala X1 dapat dijerat
dengan Pasal 170 KUHP tentang Penganiayaan.
Meskipun fokusnya pada korban X1, tindakan ini mencerminkan penggunaan
kekerasan yang dapat dikenakan sanksi pidana.
6. Kepemilikan dan Penggunaan Senjata Tajam (Undang-Undang Senjata dan Bahan
Peledak)
Y, Y1, dan Y2 juga dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 1951 tentang Senjata dan Bahan Peledak, terutama jika terbukti bahwa
senjata yang mereka bawa dan gunakan tidak sah.
7. Pasal 55 KUHP
Jika terbukti adanya kesepakatan bersama atau konspirasi dalam melakukan tindak
pidana, Pasal 55 KUHP mengatur tentang tanggung jawab bersama atau kumulatif
bagi pelaku yang bekerja sama.
8. Pembelaan Diri dan Keadaan Terpaksa
Dalam pembelaan diri atau keadaan terpaksa, Y, Y1, dan Y2 mungkin mencoba
mengajukan pembelaan hukum.
Namun, untuk diterima, pembelaan tersebut harus memenuhi syarat-syarat yang
diatur oleh hukum pidana.
9. Penyelidikan dan Bukti-Bukti
Pihak penegak hukum perlu melakukan penyelidikan menyeluruh untuk
mengumpulkan bukti yang dapat mendukung dakwaan terhadap Y, Y1, dan Y2.
10. Pertimbangan Sosiologis dan Psikologis
Aspek sosiologis dan psikologis dari kasus ini perlu dipertimbangkan, termasuk
faktor-faktor yang memicu konflik dan tindakan kekerasan.
Ini dapat memberikan pemahaman lebih dalam terhadap motivasi dan dinamika di
balik tindak pidana tersebut.
11. Hak Asasi Manusia (HAM)
Dalam melaksanakan proses hukum, perlindungan hak asasi manusia bagi semua
pihak yang terlibat perlu diperhatikan. Ini mencakup hak atas pembelaan yang layak
dan perlakuan yang manusiawi. Dengan merinci tindak pidana yang dapat
dijatuhkan kepada Y, Y1, dan Y2 beserta sifat melawan hukum yang dilakukan,
dapat dilihat bahwa tindakan mereka melanggar norma-norma hukum pidana yang
melarang tindakan kekerasan, membawa senjata tajam, dan menyebabkan kematian.
Hal ini akan membentuk dasar bagi proses hukum selanjutnya dan penerapan sanksi
yang sesuai.

Jawaban No 4
1. Sinta dapat mengajukan dua jenis cerai di Pengadilan Agama, yaitu cerai
talak dan cerai gugat. Cerai talak diajukan oleh suami, sedangkan cerai gugat adalah
perceraian yang permohonan cerainya diajukan oleh inisiatif istri kepada Pengadilan
Agama. Dalam konteks kasus Sinta, sebagai seorang istri yang kehilangan kontak
dengan suaminya Ardan, Sinta dapat mengajukan cerai gugat sebagai inisiatif istri.

2. Proses cerai di Pengadilan Agama di Indonesia mengikuti prosedur hukum


yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Proses
ini melibatkan beberapa tahapan, termasuk mediasi, persidangan, dan putusan. Sinta
dan pasangannya akan diminta untuk mengajukan gugatan cerai dan hadir dalam
mediasi untuk mencoba rekonsiliasi. Jika mediasi tidak berhasil, persidangan akan
dilakukan, di mana keterangan saksi dan bukti akan diajukan. Pengadilan kemudian
akan mengeluarkan putusan cerai. Penting untuk dicatat bahwa proses hukum ini
dapat bervariasi tergantung pada kasus spesifik dan hukum yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai