Anda di halaman 1dari 17

1

PROBLEM SOLVING

Disusun Oleh

1. Anggita Dewi Mithasari (23031240031)


2. Sul Daeng Naba (23031240053)
3. Novita Wulandari (23031240059)
4. Trirahma Novalia Putri Arfa (23031240056)
5. Nur Ainayah (23031240046)

PRODI MAGISTER PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2024
2

A. PENGERTIAN PROBLEM SOLVING


Secara bahasa problem solving berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata
yaitu problem dan solving. Arti dari kata problem yaitu persoalan atau masalah sedangkan
untuk solving asal kata dari solve yang berarti memecahkan. Maka dari kata tersebut dapat
disimpulkan bahwa problem solving merupakan pemecahan masalah atau persoalan. Secara
terminologi problem solving dapat diartikan sebagai sebuah proses yang ditempuh seseorang
untuk menyelesaikan masalah yang ada hingga masalah tersebut dapat terselesaikan.
Menutut Wahyu Puji Astuti menjabarkan bahwa model pembelajaran Problem solving
adalah keterampilan siswa dalam menggunakan suatu proses berpikir dalam melakukan
pemecahan masalah melalui fakta atau mencari sumber data, melakukan analisis informasi
yang didapatkan, menyusun alternatif dalam menyelesaikan masalah, dan aturan yang efektif.

B. FOKUS PROBLEM SOLVING


Menurut Ferry Kurniawan menjelaskan karakteristik pada model pembelajaran problem
solving yaitu sebagai berikut:
1. Pengajuan pertanyaan atau masalah Mengatur pembelajaran yang menekankan pada
pertanyaan dan masalah yang dapat dikatakan memiliki makna sosial yang penting bagi
siswa.
2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin Problem solving biasanya memiliki pusat pada
mata pelajaran tertentu, masalah yang hendak diselidiki telah benar-benar dipilih secara
nyata, hal tersebut agar dalam pemecahannya siswa dapat melihat dari sudut pandang
berbagai mata pelajaran lain.
3. Penyelidikan secara autentik Problem solving menuntut siswa melakukan penyelidikan
autentik untuk mencari sebuah penyelesaian secara nyata yaitu dengan melakukan
analisis masalah, membuat maupun mengembangkan hasil hipotesis, melakukan
eksperimen jika dibutuhkan, dan menarik kesimpulan.
4. Menghasilkan penyelesaian masalah Problem solving menuntut siswa untuk
menghasilkan cara mana yang paling tepat untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
5. Kolaborasi Dalam menentukan penyelesaian masalah siswa diharapkan mampu bekerja
sama satu sama lain, baik secara kelompok atau berpasangan.
3

C. TUJUAN
Menurut Anwar Bey tujuan dalam penggunaan problem solving ini sebagai berikut:
1. Siswa terampil menyeleksi informasi yang relevan kemudian menganalisis serta meneliti
kembali hasil yang didapatkan
2. Mengingkatkan potensi ilmu pengetahuan pada siswa
3. Siswa dapat belajar proses pemecahan masalah kemudian menghasilkan penemuan
berdasarkan hasil yang telah diperoleh
4. Menimbulkan kepuasan intelektual yang ada dalam diri siswa sebagai bentuk hadiah
intrinsiknya.
D. KATEGORI DALAM PROBLEM SOLVING
1. Penelitian Ahli Pemula
Pendekatan apa yang digunakan siswa untuk memecahkan masalah pembelajaran Fisika?
Bagaimana prosedur pemecahan masalah yang digunakan bagi yang tidak memiliki
pengalaman dan yang memiliki pengalaman? Bagaimana para ahli dan pemula menilai
apakah permasalahan akan diselesaikan dengan cara yang sama? Studi awal pemecahan
masalah fisika menyelidiki bagaimana siswa pemula memecahkan masalah fisika dan
bagaimana pendekatan mereka dibandingkan dengan pemecahan masalah yang
berpengalaman, seperti profesor. Bidang penelitian ini juga mencakup studi kategorisasi
untuk menyimpulkan bagaimana pengetahuan fisika disusun dalam memori.
2. Mengerjakan Contoh
Bagaimana siswa mempelajari contoh-contoh yang dikerjakan? Bagaimana siswa
menggunakan solusi dari permasalahan yang telah dipecahkan sebelumnya ketika
memecahkan permasalahan baru? Bagaimana siswa menggunakan solus instruktur untuk
menemukan kesalahan dalam solusi masalah mereka pada pekerjaan rumah dan ujian? Fitur
apa dari solusi masalah yang dikerjakan yang memfasilitasi pemahaman siswa tentang contoh
tersebut? Badan penelitian ini mengeksplorasi bagaimana siswa menggunakan solusi masalah
yang telah dikerjakan atau masalah yang telah dipecahkan sebelumnya untuk memecahkan
masalah baru yang tidak dikenal. Hal ini juga mencakup bagaimana siswa menggunakan
solusi instruktur untuk mendiagnosis sendiri kesalahan dalam solusi masalah mereka sendiri,
dan bagaimana merancang contoh yang efektif.
3. Representasi
Representasi apa yang dibangun siswa selama pemecahan masalah? Bagaimana
representasi digunakan oleh siswa? Apa hubungan antara fasilitas dengan representasi dan
kinerja pemecahan masalah? Strategi pengajaran apa yang mendorong penggunaan
4

representasi oleh siswa? Bagaimana siswa menyusun tugas pemecahan masalah? Penelitian
ini mengeksplorasi penggunaan representasi eksternal untuk mendeskripsikan informasi
selama pemecahan masalah, seperti gambar, deskripsi spesifik fisika (misalnya diagram
benda bebas, diagram garis medan, atau diagram batang energi), peta konsep, grafik, dan
persamaan. Beberapa penelitian berfokus pada representasi apa yang dibangun selama
pemecahan masalah dan cara penggunaannya, sedangkan penelitian lain mengeksplorasi
fasilitas yang dapat digunakan oleh siswa atau pakar untuk menerjemahkan berbagai
representasi. Bagaimana siswa menyusun tugas pemecahan masalah berdampak pada
penyelesaian masalah, serta apakah soal menggunakan nilai numerik atau simbolik.
4. Matematika dalam Fisika
Apa perbedaan keterampilan matematika yang digunakan dalam mata kuliah fisika
dengan keterampilan matematika yang diajarkan dalam mata kuliah matematika? Bagaimana
siswa menafsirkan dan menggunakan simbol selama pemecahan masalah kuantitatif? Area
penelitian ini mengeksplorasi bagaimana alat kuantitatif dari mata kuliah matematika
diterapkan selama pemecahan masalah fisika. Beberapa contohnya mencakup penggunaan
simbol dalam persamaan untuk mewakili besaran fisis, penjumlahan vektor, aritmatika,
aljabar, geometri, kalkulus (misalnya integrasi), dan penalaran proporsional.
5. Strategi Instruksional dalam Evaluasi
Bagaimana strategi pembelajaran X (misalnya, pemecahan masalah kelompok
kooperatif) mempengaruhi keterampilan pemecahan masalah siswa? Sejauh mana pendekatan
konseptual terhadap pemecahan masalah mempengaruhi pemahaman konseptual siswa
tentang fisika? Bagaimana siswa berinteraksi dengan sistem tutor komputer online? Fitur apa
dari sistem pekerjaan rumah berbasis web yang berhasil meningkatkan keterampilan
pemecahan masalah siswa? Beberapa strategi pembelajaran telah dikembangkan dan diuji,
termasuk penggunaan jenis masalah alternatif, mengadopsi kerangka pemecahan masalah
yang eksplisit (yaitu, urutan langkah-langkah pemecahan masalah yang konsisten),
pendekatan konseptual, pemecahan masalah kelompok kooperatif, dan pekerjaan rumah
komputer atau sistem tutor untuk membantu siswa menjadi pemecah masalah yang lebih
baik.
E. THEORETICAL FRAMEWORKS (KERANGKA TEORITIS)
Kerangka teoritis ini membahas beberapa teori atau kajian literatur yang terkait dengan
Problem Solving. Kerangka berfikir juga bisa disebut kerangka teori. Kerangka ini berfugsi
untuk menjawab pertanyaan dari masalah empiris yang tujuannya mengumpulkan berbagai
macam teori yang relevan untuk masalah yang sedang dikaji (Dr. Drs. Thobby Wakarmamu,
5

2021). Kerangka teori yang ada dimaksudkan untuk memberikan langkah awal diskusi atau
menjadi materi dasar yang pada akhirnya bisa dikembangkan sesuai dengan case yang dikaji
lebih lanjut (Docktor & Mestre, 2014). Kerangka teoritis juga bisa menjelasakan mengenai
model model yang bisa digunakan dalam metode problem solving. Ada beberapa model yang
biasa digunakan dalam metode problem solving, diantaranya:
1. Information-processing models (Model Pemrosesan Informasi)
Model teori ini menjelaskan bahwa metode problem solving ini bisa dilakukan dengan
cara merepresentasikan masalah-maslah yang sudah ada sebelumnya. Sehingga, muncul
sebuah tanggapan bahwa metode problem solving ini harus diselesaikan dengan beberapa
tingkatan. Tingkatan inilah yang disebut sebagai pemrosesan informasi (Newell et al., 2005).
Dalam model ini, dikenal istilah ruang masalah (Newell et al., 2005). Ruang masalah ini
terdiri dari pengetahuan seseorang, representasi dari apa yang orang tersebut dapatkan dari
pengetahuan awalnya. Selain itu, model ini juga membahasa mengenai pemahaman internal
dari seseorang terhadap lingkungan tugasnya, keadaan awal, tujuan atau target yang
diinginkan, dan operasi yang sesuai dengan masalah yang dihadapi.
Dalam model pemrosesan informasi, proses dimulai dari menemukan suatu masalah,
kemudian memilih tujuan yang ingin dicapai dan metode yang digunakan secara umum untuk
menyelesaikan masalah. Setelah itu, metode itu diterapkan. Kemudian dilihat hasilnya.
Ketika hasilnya belum mencapai tujuan, maka metode tersebut dimodifikasi sampai bisa
mencapai tujuan yang diinginkan yaitu berupa didapatkan solusi dari masalah yang
didiskusikan. Dalam model pemrosesan informasi juga memiliki 2 cabang yaitu memori
jangka panjang dan memori jangka pendek (Sweller, 1988). Pengetahuan yang baik adalah
pengetahuan yang bisa disimpan dalam jangka panjang. Jika memori yang tersimpan adalah
memori jangka pendek, maka memori disimpan dalam bentuk eksternal ( tulisan).
2. Pemecahan masalah dengan analogi (Problem solving by Analogi)
Analogi adalah suatu cara yang digunakan untuk menjelaskan sesuatu dengan cara
mencari kesamaan dari objek yang akan diterangkan dengan objek yang menjadi
perumpamaannya. Kesamaan ini bisa dari sifat, bentuk, struktur, maupun teksturnya (Dr. Drs.
Thobby Wakarmamu, 2021)(GENTNER & Inc., 1983). Analogi bisa digunkan menjadi salah
satu cara yang digunakan dalam metode problem solving (Novick & Holyoak, 1991)(Koh &
Holyoak, 1987). Berikut ini tahapan dalam penerapan problem solving dengan analogi yaitu :
a. Seseorang yang akan melakukan proses analogi, harus diingatkan terlebih dahulu tentang
masalah yang akan dikaji. Dan perlu diperhatikan bahwa yang perlu diingat hanya isinya
saja tidak perlu subjeknya.
6

b. Membandingkan masalah tersebut dengan perumpamaan yang akan digunakan, hal yang
perlu diperhatikan adalah sifat-sifat perumpamaan tersebut dengan masalah lainnya
c. Menerapkan analogi tersebut
d. Mengevaluasi efektivitas analogi tersebut untuk bisa menyelesaikan masalah yang
dihadapi(Reeves & Weisberg, 1994).
3. Resources Model And Epistemic Games (Model Sumber Daya dan Permainan
Epistemik )
Permainan epistemik dapat diartikan sebagai semacam game yang digunakan untuk bisa
mencari latar belakang dari suatu masalah. Hal ini berkaitan dengan epistemologi yaitu ilmu
yang mempelajari tentang asal mula suatu kejadian atau alasan dari adanya suatu masalah
(Fardan et al., 2016). Model ini menjelaskan bagaimana siswa bisa mengaplikasikan
penggunaan simbol-simbol matematika kedalam suatu masalah fisika. Penjelasan dalam
penggunaan simbol-simbol matematika dibuat dengan rinci(Tuminaro & Redish, 2007).
Dalam model ini memandang bahwa pengetahuan siswa itu didasarkan pada sumber daya
yang terdiri dari konseptual maupun etimologis. Model ini ingin menjelaskan alasan
kegagalan siswa dalam menyelesaikan masalah disaat siswa sebenarnya memiliki
pengetahuan dasar mengenai konteks tertentu yang berkaitan dengan masalah. Salah satu
jawaban yang bisa diberikan adalah dengan sumber daya yang produktif. Sumber daya disini
adalah sumber belajar untuk bisa menambah pengetahuan siswa dan pengalaman siswa, agar
siswa bisa mengembangkan konsep yang ada dipikirannya, sehingga siswa berkemungkinan
untuk bisa menyelesaikan masalah.
4. Situated cognition (Kognisi terletak)
Model ini menjelaskan bahwa pengetahuan siswa itu bergantung pada tugas dan konteks
tertentu yang memang sedang dibahas di kelas. Model ini dimulai dengan cara membuat
pemodelan masalah yang ada. Pemodelan ini diberikan dengan cara memberikan demonstrasi
kepada siswa supaya siswa bisa melukiskan hal yang akan dibahasa dalam fikirannya.
Kemudian melakukan pembinaan terhadap siswa. Pembinaan disini dimaksudkan
memberikan siswa pengalaman menyelesaikan kasus dan terjadinya umpan balik yang
diharapkan guru seperti siswa aktif berdiskusi dengan rekannya. Terakhir adalah Fading.
Fading adalah memecahkan kasus yang sebenarnya sampai dengan siswa mendapatkan solusi
dari apa yang dicari (Brown et al., 1986).
7

F. METODE PENELITIAN
1. Model Pengembangan
Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan atau yang lebih
dikenal dengan Research and Development (R&D). Research and Development (R&D)
merupakan metode penelitian yang menghasilkan produk tertentu dan harus diuji dengan
lembar validasi untuk mengetahui keefektifan produk tersebut. Dalam penelitian ini produk
yang akan dihasilkan adalah video pembelajaran. Model pengembangan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah model yang dikembangkan oleh Alessi dan Trollip. Model yang
dikembangkan oleh Alessi dan Trollip terdiri dari 3 tahapan, yaitu: (1) Planning
(perencanaan), (2) Design (desain), (3) Development (pengembangan). Beberapa
pertimbangan peneliti memilih model Alessi dan Trollip dalam penelitian ini yaitu : (1)
karena model Alessi dan Trollip merupakan salah satu model pengembangan yang
dikhususkan untuk membuat multimedia pembelajaran, (2) model ini disusun secara
berurutan dan sistematis untuk menyelesaikan masalah pembelajaran, (3) inti utama dalam
pengembangan ini adalah menghasilkan produk berupa video. kegiatan belajar mengajar.
Tahapan pengembangan Alessi dan Trollip dapat ditunjukkan dalam diagram penelitian
dibawah ini:
8

a. Langkah-Langkah Penelitian

Model pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model yang
dikembangkan oleh Alessi dan Trollip. Model yang dikembangkan oleh Alessi dan Trollip
terdiri dari 3 tahapan, yaitu: (1) Planning (perencanaan), (2) Design (desain), (3)
Development (pengembangan).
1. Tahap Planning (Perencanaan)
Tahap planning merupakan tahapan awal yang dilakukan oleh peneliti untuk menentukan
tujuan dan produk yang dihasilkan. Pada tahap ini peneliti melakukan empat tahapan
perencanaan Alessi dan Trollip yaitu:
a. Menentukan ruang lingkup kajian (Define the scope), langkah ini mendefinisikan tujuan
pengembangan suatu produk media pembelajaran, menentukan hasil yang diinginkan
dari produk, mengatur ruang lingkup berupa materi yang akan digunakan, dan
menentukan target.
b. Mengidentifikasi karakteristik peserta didik (Identify learner characteristics), langkah ini
mengidentifikasi karakteristik peserta didik yang merupakan sasaran pengguna yang
akan dijadikan sebagai target penelitian dalam pengembangan media pembelajaran.
c. Menentukan dan mengumpulkan sumber-sumber (Determine and collect resources),
Langkah ini adalah proses pengumpulan semua sumber daya materi yang dibutuhkan
selama pengembangan, termasuk didalamnya mencakup setiap item atau sumber
informasi yang penting atau untuk membantu proses pengembangan produk.
d. Brainstorming dengan guru mata pelajaran, Langkah brainstorming adalah teknik yang
dilakukan untuk mendapatkan solusi dalam penyelesaian masalah sehingga mendorong
munculnya suatu ide kreatif atau gagasan.
2. Tahap Design (Perancangan)
Tahap design atau perancangan dimulai dengan menyusun materi berdasarkan
kompetensi dasar yang sesuai dengan Permendikbud nomor 37 tahun 2018 yaitu pada
kompetensi dasar pengetahuan KD 3.5 menganalisis rangkaian arus bolak-balik (AC) serta
penerapannya, dan pada kompetensi dasar keterampilan KD 4.5 mempresentasikan prinsip
kerja penerapan rangkaian arus bolak balik (AC) dalam kehidupan sehari-hari dan merancang
media yang akan dikembangkan. Peneliti akan mengumpulkan referensi yang akan digunakan
dalam mengembangkan video pembelajaran pada materi arus dan tegangan listrik bolak-balik
yang sesuai dengan kompetensi dasar. Peneliti juga mempersiapkan media pengembangannya
yaitu software blender.
9

3. Tahap Development (Pengembangan)


Tahap development atau pengembangan adalah tahap lanjutan dari tahap design. Pada
tahap pengembangan ini mulai dibuat video pembelajaran dengan menggunakan software
blender berdasarkan rancangan materi pada tahap desain. Tahapan ini yaitu mengembangkan
animasi visual, menambahkan materi ajar, dan menambahkan audio kedalam video
pembelajaran. Setelah pengembangan video pembelajaran selesai akan dilakukan validasi uji
alfa dan uji beta.
a. Uji Alfa (alpha test)
Video pembelajaran yang sudah selesai dikembangkan akan di uji alfa. Uji alfa
merupakan proses validasi yang dilakukan oleh ahli materi dan ahli media untuk menilai
kualitas dan kelayakan video pembelajaran yang telah dikembangkan. Hasil lembar validasi
akan digunakan sebagai referensi untuk merevisi video dan materi. Produk video
pembelajaran yang telah divalidasi dapat dinyatakan siap untuk pengujian lapangan yaitu uji
beta.
b. Uji Beta (Beta Test)
Beta test atau pengujian beta adalah pengujian penuh program akhir oleh pengguna
akhir (Peserta didik). Peserta didik yang dipilih adalah yang dapat mewakili karakteristik
pengguna akhir atau target penelitian. Target penelitian ini adalah untuk menghasilkan
produk video pembelajaran berbasis software blender yang dapat membantu peserta didik
dalam memahami materi arus dan tegangan listrik bolak-balik.

c. Uji Coba Produk

Pada tahap uji coba produk ini bertujuan untuk menentukan keefektifan produk
pengembangan video pembelajaran berbasis Software Blender pada materi Arus dan tegangan
listrik bolak balik tingkat SMA/MA. Tahapan uji coba produk diantaranya :
1) Desain Uji Coba Produk
Desain uji coba produk merupakan tahap dilaksanakannya validasi pengembangan video
pembelajaran berbasis Software Blender pada materi arus dan tegangan listrik bolak-balik
melalui lembar validasi beberapa validator ahli media, ahli materi, dan peserta didik untuk
memperoleh data kualitatif dan kuantitatif.
2) Subjek Uji Coba
Subjek uji coba terdiri dari beberapa ahli media, ahli materi arus dan tegangan listrik
bolak-balik, dan tiga orang peserta didik kelas XII SMAN 1 Sabang. Adapun subjek uji coba
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
10

No Validator Kriteria Keahlian


1 Dosen Ahli 1. Memiliki Kemampuan dibidang media Ahli Media
Media pembelajaran Pembelajaran
2. Tingkat akademik minimal S-2
3. Memiliki pengalaman dalam
pembelajaran
4. Memiliki kemampuan mengajar lebih
dari 2 tahun
2. Dosen Ahli 1. Memiliki kemampuan dibidang Ahli Materi
Materi pembelajaran Arus dan Tegangan listrik Pembelajaran
bolak-balik
2. Tingkat akademik minimal S-2
3. Memiliki pengalaman dalam
pembelajaran
4. Memiliki kemampuan mengajar lebih
dari 2 tahun
3. Guru Fisika 1. Memiliki kemampuan dibidang Ahli Materi
SMA/MA pembelajaran Arus dan Tegangan listrik Pembelajaran
bolak-balik
2. Tingkat akademik minimal S-1
3. Memiliki pengalaman dalam
pembelajaran
4. Memiliki kemampuan mengajar lebih
dari 2 tahun
4 Peserta 1. Peserta didik kelas XII Responden
Didik 2. Pernah belajar materi arus dan tegangan
SMAN 1 listrik bolak-balik
Sabang

3) Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian dan pengembangan ini ada 2 data yaitu:
a) Data Kualitatif berupa catatan, saran, dan komentar dari validator tentang video
pembelajaran yang dikembangkan.
11

b) Data Kuantitatif berupa data persentase dan nilai rata-rata dari lembar validasi sehingga
didapatkan hasil validasi kelayakan produk secara valid.
4) Instrumen Pengumpul Data
Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah lembar validasi untuk validator.
Lembar validasi digunakan untuk menilai kelayakan video pembelajaran berbasis software
blender pada materi arus dan tegangan listrik bolak balik. Adapun instrumen yang digunakan
adalah lembar validasi oleh dosen ahli media, ahli materi dan peserta didik.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian pengembangan ini menggunakan lembar
validasi oleh beberapa validator.
a) Validasi Ahli Media
Validasi ahli media digunakan untuk mengetahui kelayakan media yang dikembangkan
yaitu video pembelajaran berbasis software blender pada materi arus dan tegangan listrik
bolak-balik dengan cara menyerahkan file video dan lembar validasi kepada validator. Pada
lembar validasi ini validator ahli media memberikan penilaian terhadap media yang
dikembangkan dengan memberikan centang pada baris dan kolom yang sesuai, serta
memberikan saran dan kritikan sebagai referensi untuk merevisi media yang dikembangkan.
b) Validasi Ahli Materi
Validasi ahli materi digunakan untuk mengetahui kelayakan materi yang digunakan
dalam mengembangkan video pembelajaran berbasis software blender pada materi arus dan
tegangan listrik bolak-balik dengan cara menyerahkan file video dan lembar validasi kepada
validator. Pada lembar validasi ini validator ahli materi memberikan penilaian terhadap
materi yang dikembangkan dengan memberikan centang pada baris dan kolom yang sesuai,
serta memberikan saran dan kritikan sebagai referensi untuk merevisi materi yang
dikembangkan. Ahli materi untuk menguji kelayakan materi didalam video yaitu 2 orang
Dosen Fisika dan Guru Fisika di sekolah.
c) Validasi Peserta Didik
Validasi peserta didik digunakan untuk mengetahui kelayakan media dan materi yang
dikembangkan dalam produk video pembelajaran berbasis software blender pada materi arus
dan tegangan listrik bolak-balik dengan cara membagikan link google form kepada tiga orang
peserta didik.
12

5) Teknik Analisis Data

Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskripsi
kuantitatif. Data yang didapat berdasarkan hasil lembar validasi ada dua, yaitu data kuantitatif
dan data kualitatif. Data kualitatif berupa catatan, saran dan komentar dari validator tentang
video pembelajaran yang dikembangkan. Data kuantitatif berupa data persentase dan nilai
rata rata dari lembar validasi sehingga didapatkan hasil validasi kelayakan produk secara
valid.
Skala merupakan alat untuk mengukur nilai, sikap, minat dan pendapat yang disusun
dalam bentuk angket yang berisi pernyataan yang akan dinilai oleh validator. Pada
pengembangan ini peneliti menggunakan skala lebih dari dua titik pada penskoran analitik.
Skala penilaian terdiri dari skala 1 sampai 5. Dimana masing-masing skala memiliki bobot
skor, yaitu 5 (sangat setuju), 4 (setuju), 3 (kurang setuju), 2 (tidak setuju), dan 1 (sangat tidak
setuju). Untuk mendapatkan nilai maksimum ( ) dari analisis data hasil uji media dan
materi dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini:
= AxBxC

Dengan A merupakan Jumlah Validator, B adalah skor maksimum validasi (5) dan C adalah

jumlah butir kriteria validasi.

Persentase kelayakan %K diperoleh dengan persamaan dibawah ini:

%K= ( )x100%

Dengan N merupakan total skor yang diperoleh. Untuk mengetahui kelayakan suatu media
pembelajaran diukur melalui nilai kriteria sesuai tabel di bawah,
Presentasi Pencapaian Skala Nilai Interpretasi
81% Skor 100% 5 Sangat Layak
61% Skor 80% 4 Layak
41% Skor 60% 3 Cukup Layak
21% Skor 40% 2 Kurang Layak
0% Skor 20% 1 Sangat Tidak Layak
13

G. MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING

Model pembelajaran Problem Solving merupakan pembelajaran yang menyajikan materi


pelajaran yang menghadapkan peserta didik terhadap persoalan yang harus dipecahkan
untuk mencapai tujuan pembelajaran (Winarso, 2014).

1. Tahap-tahap model Problem Solving, yaitu:


a. Merumuskan masalah untuk mengetahui
b. Menelaah masalah: menggunakan pengetahuan untuk menganalisa masalah dari berbagai
sudut pandang.
c. Merumuskan hipotesis/ dugaan sementara atas permasalahan.
d. Mengumpulkan data: observasi, eksperimen, studi literature.
e. Menguji kebenaran: berupa memecahkan masalah.
f. Menyimpulkan: alternatif penyelesaian yang tepat.
2. Kelebihan:
a. Melatih siswa untuk belajar mandiri, ilmu dan pengetahuan yang didapatkan
siswa bersifat nyata dan aplikatif.
b. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis.
c. Meningkatkan kemampuan analisis siswa, menumbuhkan rasa bangga dalam diri
siswa saat ia berhasil memecahkan masalah yang dihadapi,
d. Ilmu dan pengetahuan yang didapatkan bersifat permanen sehingga melekat dalam
ingatan siswa (Muliawan, 2016).
e. Cocok untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, karena model
pembelajaran Problem Solving memusatkan pada pengajaran dan keterampilan
pemecahan masalah yang diikuti dengan penguatan keterampilan (Maesari et al, 2020)

3. Kekurangan:
a. Waktu dan proses yang dibutuhkan lebih lama (Muliawan, 2016).
b. Melibatkan banyak orang sehingga terdapat langkah-langkah yang membuat siswa
cenderung tidak berperan dalam prosespembelajaran (Limbanadi et al,2020).
c. Memerlukan perencanaan yang teratur.

H. MODEL PROBLEM BASED LEARNING

Model Problem Based Learning merupakan model yang merangsang peserta didik untuk
pembelajaran menggunakan atau mengaitkan dengan masalah sehari-hari (Andhini,
2017).
14

1. Langkah-langkah Problem Based Learning, yaitu:


a. Orientasi peserta didik dalam masalah: menjelaskan tujuan pembelajaran, memotivasi
peserta didik untuk terlibat dalam pemecahan masalah.
b. Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar: membagi kelompok, mendefinisikan
tugas belajar yang berhubungan dengan masalah
c. Membimbing pengalaman individual/kelas: mengumpulkan informasi yang sesuai
(eksperimen/ studi literature)
d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya: merencanakan dan menyiapkan (laporan,
video, model, dsb)
e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah: refleksi dan evaluasi
terhadap hasil penyelidikan.
2. Kelebihan:
Menurut Wulandari & Surjono (2013)

a. Pemecahan masalah berlangsung selama proses pembelajaran menantang


kemampuan siswa
b. Meningkatkan aktivitas pembelajaran.
c. Membantu proses transfer siswa untuk memahami masalah-masalah dalam kehidupan
sehari-hari.
d. Membantu siswa mengembangkan pengetahuannya dan membantu siswa untuk
tertangungjawab atas pembelajarannya sendiri.
e. Membantu siswa untuk memahami hakikat belajar sebagai cara berfikir bukan
hanya sekedar mengerti pembelajaran oleh guru berdasarkan buku teks.
f. PBL menciptakan lingkungan belajaryang menyenangkan dan disukai siswa.
g. Merangsang siswa untuk belajar secara kontinue.

3. Kekurangan:
Menurut Sanjaya (2007) diantaraya

a. Jika siswa tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit
untuk dipecahkan maka siswa akan enggan mencoba.
b. Perlu ditunjang oleh media lain yang dapat dijadikan pahaman dalam kegiatan
pembelajaran.
c. Pembelajaran model PBL membutuhkan waktu yang lama.
15

Berdasarkan uraian langkah-langkah diatas, model pembelajaran Problem Solving dan


Problem Based Learning mempunyai persamaan yaitu menggunakan masalah pada
pembelajaran untuk mendapatkan pengetahuan baru. Dalam model Problem Solving
terletak pada langkah pertama yakni merumuskan masalah. Sedangkan dalam model Problem
Based Learning terletak pada langkah pertama yaitu mengorientasikan siswa terhadap
masalah. Dapat dikatakan bahwa kedua model tersebut mengorientasikan masalah sebagai
pusat pembelajaran.

I. KEKUATAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN PEMECAHAN MASALAH


1. Kekuatan
Kekuatan penelitian pemecahan masalah adalah bahwa penelitian ini merupakan
subbidang PER yang sudah mapan dengan sejarah yang kuat dan hubungan dengan bidang
lain, seperti matematika dan ilmu kognitif. Hasilnya, kami memiliki banyak informasi tentang
bagaimana siswa memecahkan masalah dan strategi pembelajaran untuk mengatasi kesulitan
umum. Selain itu, kita dapat menggunakan metode penelitian yang sudah mapan dari ilmu
kognitif dan psikologi ketika melakukan penelitian di bidang pendidikan fisika.
2. Keterbatasan
Banyak kesimpulan dari penelitian pemecahan masalah diambil dari penelitian dengan
jumlah subjek yang sedikit, jenis dan topik masalah yang terbatas, dan ukuran kinerja
pemecahan masalah yang tidak konsisten. Selain itu, sifat penyelesaian masalah yang
kompleks dan variabilitas fitur masalah membuat sulit untuk mengisolasi faktor-faktor
tertentu yang mungkin menjadi penyebabnya untuk perbaikan (atau penurunan) dalam kinerja
pemecahan masalah. Faktor tersebut bisa karena sampel yang sedikit, terbatasnya jaungkauan
masalah, upaya penyelesaian tidak konsisten, dan kegagalan mempertimbangkan ciri-ciri
masalah secara sistematis.

DAFTAR PUSTAKA

A. Supratiknya. Penilaian Hasil Belajar dengan Teknik Nontes. (Yogyakarta: Universitas


Sanata Dharma, 2012) h.102
Andhini, N. F. (2017). Kajian Teori Dan Kerangka Pemikiran 53(9), 1689–1699.

Anwar Bey dan Asriani, Penerapan Pembelajaran Problem solving untuk Meningkatkan
Aktivitas dan Hasil Belajar Matermatika pada Mamteri SPLDV, Jurnal Pendidikan
Matematika, vol 4 No. 2, (2013) : 226
Brown et al. (1986). Situated Cognition And the Culture Of Learning.
16

Cut Ayuanda Caesaria. “Pengembangan Video Pembelajaran Animasi 3D Berbasis Software Blender
Pada Materi Medan Magnet”. Skripsi. Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, 2020, h. 1-60.
Docktor, J. L., & Mestre, J. P. (2014). Synthesis of discipline-based education research in
physics. Physical Review Special Topics - Physics Education Research, 10(2), 1–58.
https://doi.org/10.1103/PhysRevSTPER.10.020119
Dr. Drs. Thobby Wakarmamu, S. M. S. (2021). Metode Penelitian Kualitatif Penerbit
Cv.Eureka Media Aksara. Metode Penelitian Kualitatif Penerbit Cv.Eureka Media
Aksara, 78.
Fardan, A., Rahayu, S., & Yahmin. (2016). Kajian Penanaman Pengetahuan Epistemik secara
Eksplisit Reflektif Pada Pembelajaran Kimia Untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa
SMA. In Seminar Nasional Pendidikan IPA Pascasarjana UM (pp. 529–541).
Fery Kurniawan A.P dkk, Penerapan Model Pembelajaran Problem solving untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XII TKR 1 Pada Mata Pelajaran Sistem
Pengapian Konvensional di SMK Negeri 1 Madiun, JPTM ,Vol. 02 No. 03, (2014) : 2-3
GENTNER, D., & Inc., B. B. and N. (1983). Cognitive Science - April 1983 - Gentner -
Structure‐ Mapping A Theoretical Framework for Analogy.pdf.
Koh, K., & Holyoak, K. J. (1987). Surface and structural similarity in analogical transfer.
Memory & Cognition, 15(4), 332–340. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/3670053
Maesari, C., Marta, R., & Yusnira. (2020). Penerapan Model Pembelajaran Problem
Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa
Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Dan Konseling, 1(2), 12–22
Muliawan. J. U. (2016). 45 Model Pembelajaran Spektakuler. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Newell, A., Shaw, J. C., & Simon, H. A. (2005). Elements of a theory of human problem
solving. 65(3), 1–16.
http://search.proquest.com.ezproxy.ub.gu.se/docview/614294792/fulltextPDF/6C05A3B
1F5F1407DPQ/3?accountid=11162
Novick, L. R., & Holyoak, K. J. (1991). Mathematical Problem Solving by Analogy The Role
of Adaptation in Analogical Problem Solving. Journal of Experimental Psychology:
Learning, Memory, and Cognition, 17(3), 398–415.
Richey & Klein. Design and Development Research (Methode, Strategies, and Issues). (New York:
Lawrance Erllbaum Associates. 2007), h.1.
17

Reeves, L. M., & Weisberg, R. W. (1994). The role of content and abstract information in
analogical transfer. Psychological Bulletin, 115(3), 381–400.
https://doi.org/10.1037/0033-2909.115.3.381
Sweller, J. (1988). Cognitive load during problem solving: Effects on learning. Cognitive
Science, 12(2), 257–285. https://doi.org/10.1016/0364-0213(88)90023-7
Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017)
h.25
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2013) h.
297
Tuminaro, J., & Redish, E. F. (2007). Elements of a cognitive model of physics problem
solving: Epistemic games. Physical Review Special Topics - Physics Education
Research, 3(2), 1–22. https://doi.org/10.1103/PhysRevSTPER.3.020101
Wahyu Puji Astuti, dkk. Efektivitas Model Pembelajaran Problem Based Learning dan
Problem solving Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika. Jurnal ilmiah
pendidikan dan pembelajaran (JIPP), Vol.2 No.2 (2018) : 161

Winarso, W. (2014). Problem Solving, Creativity Dan Decision Making Dalam


Pembelajaran Matematika. Eduma: Mathematics Education Learning and
Teaching, 3(1).
Wulandari, B., & Surjono, H. D. (2013). Pengaruh Problem Based Learning Terhadap
Hasil Belajar Ditinjau dari Motivasi Belajar PLC di SMK. Jurnal Pendidikan Vokasi,
3(2), 178–191.
Yudi Hari Rayanto, Penelitian dan Pengembangan Model ADDIE & R2D2, (Pasuruan:
Lembaga Akademik & Reserch Institute, 2020) h. 40

Anda mungkin juga menyukai