Anda di halaman 1dari 13

Nama : Naufal Taqiyudin

NIM : 043848199

Mo DUL 9
Keunggulan Biaya dan Diferensiasi:
Analisis Statis dan Dinamis
Setelah mempelajari modul ini, secara khusus Saudara diharapkan mampu
menjelaskan:
1. Pengertian strategi generik pada level unit usaha strategis dengan
pendekatan statis.
2. Prasyarat organisasional dan keahlian yang diperlukan untuk
mengimplementasikan masing-masing strategi.
3. Karakteristik lingkungan bisnis yang cocok dengan pilihan penerapan
salah satu strategis bersaing.
4. Risiko bisnis dalam menerapkan salah satu strategi.
5. Risiko terperangkap di tengah.
6. Kritik terhadap pendekatan statis.
7. Empat arena eskalasi persaingan.

K EGIATAN B ELAJAR 1
Keunggulan Biaya dan Diferensiasi

A. KEUNGGULAN BIAYA

Dibandingkan dengan dua jenis strategi bersaing generik lainnya yang hendak
dijelaskan pada bagian berikut nanti - diferensiasi dan fokus - strategi keunggulan
biaya memiliki pengertian yang lebih mudah dipahami (jelas). Dalam strategi
keunggulan biaya, perusahaan berusaha menawarkan barang yang dijual dengan harga
yang lebih rendah dibanding barang yang sejenis yang berada dalam satu kelompok
industri tertentu.

Manajemen berusaha bekerja dengan tingkat efisiensi yang amat tinggi, yang
biasanya ditempuh dengan memperhatikan: besarnya skala ekonomi, standarisasi
barang, reduksi biaya seiring dengan bertambahnya pengalaman, ketatnya
pengawasan biaya pabrikasi, dan minimalisasi biaya pada program penelitian dan
pengembangan, pelayanan, iklan dan sebagainya. Perusahaan biasanya, di satu sisi,
memilih segmen pasar yang amat luas dengan menerapkan prinsip-prinsip pemasaran
massal; dan di sisi yang lain, hanya mengambil keuntungan yang amat rendah per unit
barang yang dijual (high-volume, low margin strategy).

Namun demikian tidak berarti bahwa strategi ini kemudian mengabaikan sama sekali
atribut barang selain harga, misalnya soal kualitas barang dan pelayanan konsumen -
yang menjadi dasar pengembangan strategi diferensiasi. Jika produk yang ditawarkan
di pasar dinilai oleh konsumen tidak memiliki kualitas yang setara secara relatif
dengan harga yang ditawarkan, sekalipun sudah lebih rendah dibanding barang
sejenis, maka bukan tidak mungkin barang tersebut gagal diterima di pasar.
Akibatnya, perusahaan akan terpaksa menjual barang tersebut dengan harga yang jauh
lebih rendah (murah). Dengan harga tersebut dan volume penjualan yang diperoleh,
perusahaan tidak berhasil memperoleh keuntungan. Manajemen gagal memetik
manfaat dari keunggulan biaya yang dimiliki. Jadi, strategi keunggulan biaya tidak
sepenuhnya dapat dipertentangkan (bertolak belakang) dengan strategi diferensiasi.

Untuk menerapkan strategi keunggulan biaya, perusahaan dituntut menguasai pangsa


pasar yang relatif besar dan memiliki keunggulan bersaing pada efisiensi biaya, yang
terjadi misalnya sebagai akibat dari besarnya skala ekonomi, ragam produk yang
dihasilkan, keunggulan proses produksi, dan penguasaan bahan mentah. Perusahaan
juga dituntut mampu menciptakan desain barang yang sederhana dan mudah
dikerjakan, yang biasanya hanya meliputi inti barang (core product) dan pokok
barang (generic product), tanpa berlebihan memberikan perhatian pada karakteristik
barang pada tingkatan (level) yang lebih tinggi.

Strategi keunggulan biaya amat tepat diterapkan - dan oleh karena itu memiliki
kemungkinan berhasil - jika pasar (atau segmen pasar) yang dituju relatif besar dan
tumbuh. Apalagi jika kebutuhan konsumen cenderung seragam, yang pada ujungnya
memungkinkan terjadinya standarisasi barang. Akibatnya, biaya perpindahan
penggunaan barang relatif rendah. Di samping itu, perusahaan juga hampir tidak
memiliki kesempatan dan cara untuk melakukan diferensiasi barang. Dalam keadaan
demikian, konsumen memiliki posisi tawar menawar yang cukup tinggi di hadapan
produsen, yang akhirnya mengakibatkan adanya desakan penurunan harga yang lebih
dari sekedar cukup. Perusahaan dan pesaing, dengan demikian, tidak memiliki pilihan
lain, kecuali bersaing dengan strategi harga.

Namun demikian, ini tidak berarti bahwa penerapan strategi keunggulan biaya tanpa
mengandung risiko. Strategi tersebut amat rentan terhadap perubahan teknologi.
Perubahan teknologi yang cepat menjadikan beban reinvestasi perusahaan amat berat,
dan akibatnya perusahaan tak mampu menyediakan teknologi produksi terbaru dan
tercanggih. Di sisi lain, cepatnya perubahan teknologi membuka peluang baru bagi
pesaing untuk dengan mudah menihilkan keunggulan bersaing perusahaan lain.
Pesaing menemukan jalan untuk mengungguli perusahaan lain dan melakukan
peniruan dengan biaya yang relatif rendah

Efek perubahan teknologi menjadi semakin signifikan jika berjalan seiring dengan
cepatnya perubahan kebutuhan dan selera konsumen. Perusahaan tidak lagi memiliki
waktu yang cukup untuk memanfaatkan efisiensi biaya yang terjadi sebagai akibat
peningkatan keahlian dan pengalaman. Standarisasi barang tidak dapat diterapkan.

Strategi keunggulan biaya juga kurang efektif diterapkan jika konsumen tidak lagi
sensitif terhadap harga. Tidak kalah pentingnya, penerapan strategi keunggulan biaya
bisa membawa akibat negatif pada rendahnya perhatian perusahaan pada aspek
manajemen lain selain biaya dan harga, yang jika berlebihan dapat melupakan sama
sekali beberapa aspek manajemen yang berkaitan dengan pemasaran, kualitas barang,
dan pelayanan konsumen. Efektivitas strategi keunggulan biaya juga berkurang jika
tingkat inflasi meninggi, karena perusahaan tidak mampu menghindar dari
peningkatan biaya, yang cenderung lebih cepat dibanding dengan kemungkinan
peningkatan harga barang yang dapat ditawarkan oleh perusahaan.
B. DIFERENSIASI

Dalam strategi ini, perusahaan berusaha memproduksi dan memasarkan barang


dengan karakteristik tertentu yang khas yang pada akhirnya mengakibatkan barang
tersebut dianggap unik dan bahkan ekslusif oleh konsumen. Perusahaan berusaha
memilih salah satu atau beberapa atribut barang (dan pelayanan) yang dianggap
penting oleh konsumen, dan memosisikan barang seiring dengan atribut barang yang
dianggap penting tersebut.

Strategi diferensiasi baru berhasil diterapkan jika manajemen mampu memenuhi


persyaratan organisatoris, sumber daya manusia, dan sumber dana yang diperlukan.
Di samping itu, perusahaan hendaknya memiliki keunggulan dalam manajemen
pemasaran dan secara khusus dapat membangun kerja sama yang harmonis dengan
saluran distribusi yang terkait. Jika perlu perusahaan diseyogiakan memiliki jaringan
saluran distribusi sendiri. Jika strategi ini berhasil diterapkan, biasanya perusahaan
mampu mempraktikkan kebijaksanaan harga premium. Akibatnya, perusahaan
tersebut mampu memperoleh laba lebih besar dibanding rata-rata industri. Akan tetapi
hendaknya juga diingat bahwa biasanya diferensiasi juga mengakibatkan peningkatan
biaya.

Namun demikian ini tidak berarti bahwa penerapan strategi diferensiasi tanpa
mengandung risiko. Pertama, sekiranya pembeli tidak melihat keunikan yang
signifikan pada barang tersebut, strategi diferensiasi amat dengan mudah dapat
ditandingi oleh strategi harga murah. Diferensiasi gagal menimbulkan efek perbaikan
kualitatif bagi pembeli barang tersebut misalnya pada peningkatan status. Manajemen
tidak mampu mendeteksi kebutuhan riil konsumen. Dalam hal ini, biasanya
manajemen hanya memberikan tekanan pada atribut pokok produk yang berwujud
saja.

Kedua, strategi diferensiasi juga tak hendak menghasilkan keuntungan yang optimum
jika imitasi terhadap barang tersebut dapat dengan mudah dan cepat dilakukan.
Dengan demikian, diferensiasi hampir selalu menuntut keunikan yang berkelanjutan
yang berjangka relatif panjang. Di samping itu, pilihan strategi diferensiasi juga
mengandung risiko yang inheren terhadap kemungkinan kecilnya pangsa pasar yang
dikuasai. Karakteristik (keunikan bahkan eksklusivitas) barang dan tingginya harga
menjadikan terbatasnya pasar sasaran (high-margin, low-volume strategy). Hampir
tidak mungkin menjadikan seluruh pasar sebagai target pasar, seperti yang dapat
dilakukan pada strategi kepemimpinan biaya. Pilihan manajemen lebih diarahkan
pada usaha meningkatkan marjin yang diperoleh.

Terakhir, strategi diferensiasi juga tak mudah diterapkan jika perbedaan antara harga
premium yang ditawarkan dengan harga barang pesaing yang menggunakan strategi
keunggulan biaya terendah terlampau jauh. Pembeli bukan tak mungkin bersedia
kehilangan kepuasan karena memutuskan tak membeli barang yang terdiferensiasi
sebagai akibat kemungkinan penghematan yang bisa dilakukan karena membeli
barang lain yang jauh lebih murah. Kesalahan ini lebih mudah terjadi karena
perusahaan melakukan diferensiasi secara berlebihan.
C. FOKUS

Berbeda dengan strategi keunggulan biaya dan diferensiasi, khususnya yang disebut
pertama, yang memberikan perhatian pada seluruh pasar (industri), strategi fokus
berusaha memusatkan perhatian perusahaan untuk melayani satu atau beberapa
segmen pasar tertentu saja. Pilihan segmen pasar tersebut dapat didasarkan pada
keunikan karakteristik wilayah pemasaran atau keunikan atribut barang yang
diperlukan oleh segmen pasar tersebut. Strategi fokus, dengan demikian, dimulai
dengan jalan memilih satu ceruk pasar (a market niche) tertentu yang memiliki
preferensi kebutuhan barang yang khas.

Keunggulan bersaing perusahaan dalam melayani ceruk pasar tersebut dapat dibangun
dengan cara menjual barang dengan harga yang lebih rendah dibanding pesaing (cost
focus). Di samping itu, perusahaan juga dapat membangun keunggulan bersaing
berdasar kemampuannya untuk mendiferensiasikan barang yang ditawarkan kepada
segmen pasar yang dipilih (differentiation focus).

Di samping itu, risiko juga muncul karena pesaing mampu menemukan strategi
memasuki segmen pasar yang sebelumnya hanya menjadi sasaran perusahaan yang
menerapkan strategi fokus. Biasanya, pesaing mampu menemukan peluang bisnis
yang berasal dari bagian tertentu dari ceruk pasar yang sudah ada: ceruk di dalam
ceruk. Tidak kalah pentingnya, kegagalan juga mungkin terjadi karena daya tarik
memasuki ceruk pasar tertentu menjadi semakin besar, yang pada ujungnya
mengundang masuknya pesaing. Pesaing potensial berubah menjadi pesaing riil. Daya
tarik baru tersebut biasanya lahir karena ceruk pasar tersebut ternyata mengalami
pertumbuhan, kuantitatif dan kualitatif, yang cukup pesat.

Diferensiasi Keunggulan Biaya

Perusahaan yang tak mampu memiliki salah satu keunggulan dari ketiga macam
strategi generik tersebut biasanya akan menjadi perusahaan yang terperangkap di
tengah (stuck in the middle) yang sama sekali tidak memiliki keunggulan bersaing.
Perusahaan tersebut hampir tidak memiliki kekuatan mengembangkan diri. Sekiranya
dapat tumbuh, lebih disebabkan oleh faktor non-ekonomis, untuk tidak menyebut
nasib.
Namun demikian, hendaknya juga diingat bahwa kemungkinan keberhasilan
mencapai dua keunggulan strategis secara simultan lebih bersifat sementara. Bukan
merupakan kekuatan yang relatif permanen. Pencapaian keunggulan biaya dan
sekaligus mampu meraih diferensiasi barang merupakan dua hal yang tidak konsisten,
setidaknya secara teoritik, karena diferensiasi berkecenderungan memerlukan biaya
tinggi. Secara bertahap perusahaan akan dipaksa memilih salah satu saja. Manajemen
menyadari kemungkinan ketidakserasian antara keduanya

D. TERPERANGKAP DI TENGAH

Posisi terperangkap di tengah (stuck in the middle) dapat terjadi ketika perusahaan
gagal menerapkan salah satu dari tiga kemungkinan strategi bersaing generik:
keunggulan biaya, diferensiasi, dan fokus secara ajek. Perusahaan tidak mampu
menjual barang dengan harga yang murah dengan mengandalkan besarnya pangsa
pasar yang dikuasai dan penerapan strategi pemasaran massal. Di saat yang sama,
perusahaan juga gagal menerapkan praktik harga premium karena tidak mampu
menawarkan barang dengan tingkat diferensiasi (keunikan) yang memadai.
Perusahaan juga tak berhasil mengarahkan bidikan sasaran pada segmen pasar yang
tepat. Akibatnya perusahaan hanya mampu menjual barang tanpa terdiferensiasi
dengan harga yang relatif tinggi dibanding dengan yang ditawarkan oleh pesaing.

Posisi terperangkap di tengah sering dilihat sebagai posisi yang amat tidak strategis.
Biasanya perusahaan tidak mampu memperoleh laba, terkecuali jika misalnya pasar
ternyata diisi oleh perusahaan yang memiliki posisi kurang lebih sama. Perusahaan
tidak mampu mengembangkan pangsa pasar yang dikuasai dan tidak mampu
melakukan akumulasi modal yang diperlukan untuk memperbaiki posisi. Lebih dari
itu, diperlukan waktu yang cukup lama dan usaha yang konsisten dan sungguh-
sungguh jika diinginkan melakukan perubahan. Ada kecenderungan untuk secara
berulang-ulang terperangkap pada posisi ini, sekalipun telah ada usaha menghindar
dan keluar dari perangkap. Biasanya terjadi karena ada keraguan bersikap konsisten.
Ada kecenderungan kompromistis, karena terkesan lebih mudah, setidaknya jika
digunakan tolok ukur tujuan perusahaan yang berdimensi waktu pendek.

Namun demikian pendapat yang demikian keras atas berbagai kelemahan dan
ketidakmungkinan yang ada pada posisi terperangkap di tengah (stuck in the middle)
yang juga pada mulanya berasal dari pendapat Porter sendiri – mengalami perubahan.
Tersedia kemungkinan perusahaan justru berhasil dengan lebih baik ketika
perusahaan tersebut benar-benar berhasil memadukan dua strategi yang dari
permukaan tampak (terkesan) bertentangan (oxymoron) tersebut. Pendapat Porter
pada akhirnya juga berubah, setelah demikian banyak yang mengajukan kritik
terhadap pendapat awalnya itu.
K EGIATAN B ELAJAR 2
Keunggulan Biaya dan Diferensiasi:
Analisis Dinamis

A. KRITIK PENDEKATAN STATIS

Pendekatan statis beranggapan bahwa perusahaan dapat, setidaknya memiliki


kemungkinan yang lebih dari cukup, untuk mempertahankan keunggulan bersaing
yang dimiliki secara berkelanjutan (sustainable competitive advantage). Sekali
perusahaan mampu menemukan satu keunggulan tertentu, perusahaan berusaha dan
dapat mempertahankan keunggulan tersebut untuk jangka waktu yang lama.
Misalnya, begitu manajemen perusahaan tertentu menetapkan satu harga tertentu
yang dianggap telah murah, manajemen perusahaan terkesan kemudian
menganggap bahwa perusahaan pesaing, dalam satu lingkungan industri, tidak
menetapkan harga yang lebih murah untuk produk serupa. Dalam merumuskan
strategi bersaingnya, perusahaan tersebut hanya mendasarkan diri pada analisis
lingkungan bisnis dan profil perusahaan pada satu moment (waktu) tertentu saja
(one point in time).

Perusahaan tidak lagi dituntut untuk terus-menerus mempertahankan satu


keunggulan bersaing yang telah dimiliki, akan tetapi justru diseyogiakan secara ajek
mencari dan merumuskan keunggulan bersaing baru sebagai (calon) pengganti
keunggulan bersaing yang telah dimiliki.

Dengan kata lain, perusahaan diminta untuk mengambil langkah kecil, bertahap,
dan terus-menerus merumuskan keunggulan bersaing yang dimiliki seiring dengan
perubahan waktu. Mengembangkan keunggulan bersaing baru menjadi satu
keharusan, sebelum keunggulan bersaing yang terdahulu mengalami erosi. Tidak
perlu menunggu sampai pesaing memiliki keunggulan bersaing yang lebih handal.
Perusahaan benar-benar dituntut bersikap proaktif, tidak sekedar reaktif.

Dengan demikian, sejak semula perusahaan dituntut untuk terus- menerus


mengamati strategi tandingan (retaliasi) yang disiapkan pesaing jauh sebelum
strategi tandingan tersebut memiliki tanda-tanda berhasil. Ketika tanda-tanda
keberhasilan pesaing mulai kelihatan, perusahaan telah mampu beralih pada strategi
bersaing baru. Akibatnya, perusahaan akan tetap dan terus mampu menentukan
standar permainan dan persaingan di pasar. Perusahaan terus berada di jalur
terdepan.

B. ARENA DAN ESKALASI PERSAIGAN

Berbeda dengan pendekatan statis, pendekatan dinamis mengenal empat macam arena
persaingan yang jika disederhanakan dengan sedikit berlebihan dapat berupa urutan
tangga (eskalasi) persaingan. Intensitas persaingan digambarkan meningkat secara
berurutan dari arena pertama menuju arena kedua dan seterusnya.

Empat macam arena (tangga utama) persaingan tersebut, menurut D’Aveni adalah:
(1) harga dan kualitas, (2) waktu dan pengetahuan/teknologi, (3) penciptaan halangan
memasuki pasar, dan (4) ketangguhan keuangan perusahaan. Setelah tangga pertama
dilalui yang ditandai dengan adanya pasar yang diisi dengan berbagai barang dengan
kualitas yang bagus dan harga murah, tingkat intensitas persaingan berada pada
tangga kedua yang mengandalkan keunggulan waktu dan teknologi. Dinamika pasar,
kemudian, ditandai dengan usaha imitasi dan transformasi keunggulan (lompatan
katak) yang dengan segera akan diikuti oleh tangga berikutnya. Pada tangga ketiga ini
perusahaan berusaha membangun halangan memasuki pasar yang pada ujungnya
akan sampai pada strategi menghancurkan keunggulan pesaing, yang sudah amat
dekat dengan dimasukinya tangga terakhir, yakni persaingan yang mengandalkan
kekuatan keuangan perusahaan.

Arena persaingan harga dan kualitas (cost-quality advantage) terdiri dari tujuh anak
tangga yang menggambarkan dinamika dan tahapan persaingan internal dalam satu
arena. Ketujuh anak tangga tersebut adalah: perang harga, pencarian posisi harga dan
kualitas, posisi jalur tengah, pengisian seluruh ceruk pasar, mengepung dengan
pengisian ceruk tertentu, menuju keunggulan kualitas yang prima, dan pengulangan
siklus persaingan.

Arena bersaing keunggulan waktu dan pengetahuan (timing and know- how
advantages) yang lebih mendasarkan diri pada kemampuan manajemen dalam
mengeksploitasi keunikan kompetensi sumber daya manusia dan kekayaan tidak
berwujud lainnya (intangible assets) terdiri dari enam anak tangga. Keenam anak
tangga tersebut adalah: pemanfaatan keunggulan pemasar pertama, imitasi dan
perbaikan (improvement), pembatasan imitasi, mengatasi pembatasan imitasi,
transformasi keunggulan bersaing, dan integrasi vertikal ke hilir.

Arena bersaing melalui penciptaan halangan memasuki pasar (barriers to entry)


yang ditujukan untuk membangun kekokohan penguasaan pasar (stronghold) terdiri
dari delapan anak tangga. Kedelapan anak tangga tersebut adalah: pembangunan
halangan memasuki pasar, penggarongan terhadap pembangun halangan memasuki
pasar, retaliasi jangka pendek, penundaan retaliasi, penghancuran halangan memasuki
pasar, retaliasi jangka panjang, retaliasi besar-besaran, dan ketidakseimbangan
kekuatan antarpemain di pasar.

Arena bersaing terakhir yang bertumpu pada kekuatan keuangan perusahaan (deep
pocket advantage) terdiri dari lima anak tangga. Secara intuitif, perusahaan besar
berusaha menggunakan keunggulan keuangan yang dimiliki. Kelima anak tangga
tersebut adalah: penyingkiran pesaing keluar dari pasar, retaliasi pesaing kecil melalui
mekanisme hukum dan politik, retaliasi perusahaan besar melalui penggagalan
undang-undang anti trust, netralisasi perusahaan kecil, dan penggalangan kekuatan
konsumen dan pemasok. Dengan analisa statis, perusahaan besar hampir selalu
berharap untuk menang. Akan tetapi hendaknya diketahui, bahwa dalam analisa
dinamis tersedia berbagai kemungkinan, termasuk tidak berhasilnya pelaksanaan
strategi tersebut.

C. ANAK TANGGA DAN PERSAINGAN HARGA DAN KUALITAS

Dalam arena persaingan harga dan kualitas barang, setidaknya dikenal ada 7 (tujuh)
macam anak tangga, yakni: perang harga, perubahan posisi relatif, posisi di jalur
tengah, pengisian seluruh ceruk pasar, mengepung pada posisi ekstrem dan mengisi
sisa ceruk, keunggulan harga dan kualitas, dan pengulangan siklus persaingan sebagai
berikut:
1. Perang Harga

Dinamika (anak tangga) pertama dari model dinamis persaingan


harga dan kualitas adalah perang harga. Jika satu perusahaan tertentu
memutuskan menggunakan penurunan harga sebagai salah satu
strategi bersaing pokoknya, maka hampir dapat dipastikan akan
diikuti dengan strategi serupa yang dilancarkan oleh pesaing. Tidak
memerlukan waktu tunggu (time lag) yang lama. Hampir secara
instant.
Jika biaya berhasil ditekan, harga akan meluncur ke bawah seiring dengan
penurunan biaya yang berhasil dicapai. Dilihat dari sisi yang sebaliknya,
strategi perang harga baru (setidaknya lebih mudah) berlaku jika perusahaan
(dan konsumen) tidak memberikan perhatian pada kualitas barang. Tylanol
dan Datril pernah mempraktikkan strategi ini dalam waktu yang relatif lama.
Dalam batas-batas tertentu, Pepsodent dan Prodent juga memiliki pengalaman
bersaing dengan perang harga.

Bahkan yang lebih sering terjadi, mereka mengalami kerugian keuangan


yang cukup besar. Lebih susah lagi, ternyata kerugian tersebut tidak dapat
dengan mudah dikompensasi oleh peningkatan laba yang diharapkan
diperoleh setelah berakhirnya perang harga, karena ternyata harapan
peningkatan pangsa pasar yang dikuasai setelah perang harga berakhir tidak
mudah direalisir.
Mereka memilih perang harga secara tersembunyi (disguised price war).
Pencarian dan penyediaan pembiayaan pembelian, pemberian pelayanan jasa
dan reparasi, dan atau penggantian dihitung sebagai variabel penyesuaian
harga. Di samping itu, juga tersedia cara yang sebaliknya, yakni phantom
price war. mungkin menjual produk tersebut dengan harga rendah, akan
tetapi konsumen akan dibebani dengan biaya reparasi, pemeliharaan, dan
suku cadang yang mahal. Polaroid juga mempraktikkan strategi ini. Polaroid
menjual harga kamera yang menghasilkan foto langsung jadi (instant)
dengan murah akan tetapi menjual film yang diperlukan oleh kamera
tersebut dengan amat mahal.

2. Perubahan Posisi Relatif

Untuk menghindari perang harga, perusahaan berusaha membedakan diri


dengan cara melakukan perubahan posisi secara relatif terhadap harga dan
kualitas barang yang dihasilkan. Perusahaan mengubah posisi dengan bergerak
dari titik C dalam menuju titik L: posisi kepemimpinan biaya. Perusahaan ini,
dengan demikian, menawarkan barang berkualitas rendah dengan harga yang
juga rendah. Di samping itu juga tersedia pilihan lain, perusahaan bergerak
dari titik C menuju titik D: diferensiasi. Perusahaan tersebut menawarkan
barang berkualitas tinggi dengan harga tinggi. Akan tetapi hendaknya diingat
bahwa baik pada titik C,titik L, maupun titik D, perbandingan rasio harga dan
kualitas (quality-price ratio) pada ketiga titik tersebut sama, yakni QC /PC =
QL /PL = QD /PD

Perusahaan juga dapat menempuh strategi perubahan posisi harga dan kualitas
dengan sekaligus mengubah perbandingan rasio harga dan kualitas, melalui
perubahan di dalam segmen dan perubahan antarsegmen. Perubahan di dalam
segmen misalnya dilakukan oleh perusahaan Mercedes yang berusaha dan
bergerak menempati posisi berdekatan dengan Cadillac. Demikian pula yang
dilakukan oleh Nissan Stanza untuk mendekati Yugo. Akibatnya, Mercedes
dipersepsikan oleh konsumen sebagai merek mobil yang tak berbeda secara
signifikan dengan Cadillac. Demikian pula Nissan Stanza dan Yugo.
Perubahan posisi relatif juga dapat dilakukan dengan mengubah perbandingan
rasio harga dan kualitas sekaligus mengubah segmen pasar yang dituju.
Pertama, dilakukan dengan mendekatkan jarak antara L dan D, sehingga kedua
segmen pasar tersebut saling tumpang tindih.

Cara ini mengakibatkan kemungkinan terjadinya pengambilalihan segme pasar


yang tumpang tindih. Perusahaan yang semula berada pada posisi L dapat
mengambil sebagian segmen perusahaan yang semula berposisi D, yakni
bagian segmen D yang paling rendah. Demikian sebaliknya.

Kedua, dapat dilakukan dengan cara meningkatkan nilai (kualitas) barang


yang ditawarkan baik oleh L maupun D. Cara ini, dengan demikian, memaksa
konsumen yang berasal dari segmen pasar berpendapatan rendah untuk
melakukan pilihan apakah mereka akan membeli barang dengan harga yang
semurah mungkin atau membeli barang dengan nilai kualitas tertinggi per
rupiah uang yang dibayarkan). Pilihan keputusan juga disediakan bagi segmen
pasar yang berpendapatan tinggi, apakah mereka akan membelanjakan
uangnya untuk memperoleh barang dengan kualitas terbaik atau
membelanjakan (sebagian) uangnya dengan memperoleh nilai tertinggi per
rupiah uang yang dibelanjakan
3. Berposisi di Jalur Tengah

Cara yang paling sederhana untuk menyiasati perusahaan yang berada pada
posisi D atau L adalah membuat posisi perusahaan bergeser (bergerak) menuju
(menempati) posisi di tengah, yakni titik M berikut ini. Pilihan strategi ini
telah amat lama dikenal dan oleh karena itu sering dikategorikan sebagai
pilihan yang tradisional dan konservatif. Biasanya dipilih oleh perusahaan
berskala menengah.

Pilihan posisi di tengah tidak selalu berindikasi kurang menguntungkan,


sepanjang pada posisi tersebut perusahaan mampu menawarkan nilai
kepuasan (perbandingan harga dan kualitas) yang sama dengan yang
ditawarkan oleh perusahaan lain yang berada pada posisi D atau L.
Perusahaan memiliki peluang untuk menarik konsumen dari segmen pasar
berpendapatan rendah yang menghendaki pemilikan barang yang sedikit
lebih berkualitas atau segmen pasar berpendapatan tinggi yang menghendaki
pemilikan barang dengan sedikit penurunan kualitas.

Hendaknya diingat bahwa posisi di jalur tengah (M) tidak sama dengan posisi
terperangkap di tengah (stuck in the middle) yang terletak pada titik SM. Pada
posisi SM, perusahaan tidak mampu menawarkan perbandingan harga dan
kualitas yang sama dengan perusahaan yang berposisi D, L, dan M.
Perusahaan tersebut hanya menawarkan kepuasan (rasio harga dan kualitas)
yang lebih kecil. Dengan harga yang sama, konsumen hanya dapat membeli
barang dengan kualitas yang lebih rendah dibandingkan dengan yang
ditawarkan oleh D, L, atau M.

4. Pengisian Semua Ceruk

Penempatan posisi di jalur tengah dapat membuat perusahaan yang berposisi


D atau L mengalami kesulitan yang berarti, setidaknya jika dilihat dari biaya
bertahan yang diperlukan. Oleh karena itu, jika perusahaan berposisi D atau L
merupakan perusahaan besar, biasanya akan segera memutuskan penerapan
strategi baru mengisi seluruh ceruk pasar yang tersedia, sebagai serangan
balik.

Cukup banyak perusahaan mobil yang menerapkan strategi ini, misalnya


General Motor dengan merek Chevy, Pontiac, Buick/Old, dan Cadillac yang
masing-masing merek diarahkan untuk segmen (ceruk) pasar tertentu.
Demikian pula Suzuki di Indonesia. Selain memiliki Katana dan Escudo, kini
juga memiliki Sidekick, sebagai pesaing dari Isuzu Feroza dan Panther.
Demikian pula yang dilakukan oleh beberapa perusahaan makanan.

5. Mengepung Pada Posisi Ekstra

Di samping memerlukan biaya yang besar, pilihan mengisi seluruh ceruk pasar
juga belum memastikan mampu menutup semua pintu memasuki pasar. Oleh
karena itu, kadang kala perusahaan berskala kecil dan menengah masih
memiliki kesempatan untuk melakukan rekayasa strategi tandingan baru.
Perusahaan tersebut mencoba mengimbangi dengan menempatkan diri pada
kedua posisi ekstrem, yakni menjual barang dengan kualitas amat rendah
dengan harga amat murah (titik LE) atau sekaligus menjual barang dengan
kualitas luar biasa tinggi dengan harga yang juga amat tinggi (titik HE),
Perusahaan tersebut juga dapat mengisi sisa ceruk yang tersedia. Celana dalam
bayi habis sekali pakai (diapers) dapat dilihat sebagai contoh medan dinamika
bersaing model ini.

6. Keunggulan Harga Dan Kualitas

Berbagai dinamika strategi bersaing yang mengombinasikan harga dan


kualitas selalu mendapatkan retaliasi pesaing, yang juga terus berusaha
mencapai kombinasi yang lebih optimal. Oleh karena itu tersedia
kemungkinan bahwa pada satu ketika perusahaan-perusahaan yang ada dalam
satu pasar merasa tidak memiliki keunggulan bersaing tertentu. Situasi
demikian memaksa mereka berusaha meningkatkan nilai yang ditawarkan
kepada konsumen, dengan menurunkan harga, meningkatkan kualitas atau
keduanya. Bagi perusahaan yang agresif, perubahan kombinasi harga dan
kualitas secara incremental sering dianggap tidak cukup memadai. Oleh
karena itu, mereka memiliki kecenderungan meningkatkan kualitas dan
sekaligus menurunkan harga.
Dalam terminologi ekonomi, situasi pasar yang demikian sering disebut
dengan situasi yang sudah amat dekat dengan pasar persaingan sempurna.
Hampir semua - kalau tak bisa disebut seluruh pemain berusaha menurunkan
harga yang ditawarkan dan di saat yang sama meningkatkan kualitas barang
yang dijual. Dalam keadaan demikian, tidak ada satu pun pemain yang merasa
memiliki keunggulan bersaing yang menentukan.

7. Pengulangan Siklus Persaingan

Ketika semua perusahaan telah menawarkan barang dengan kualitas prima dan
dengan harga yang semurah-murahnya, perusahaan tidak lagi mampu
mendapatkan laba ekonomis, sekedar laba akuntansi (laba normal). Bahkan
mungkin juga tak mendapatkan laba akuntansi dan akhirnya meninggalkan
pasar. Di saat yang bersamaan, intensitas persaingan sudah amat tajam.
Perusahaan yang masih tersisa berusaha mempertahankan posisi yang dimiliki
pada lahan bisnis yang semakin kecil.

Dalam situasi yang sudah serba terbatas ini, perusahaan berusaha menghindar
dengan memilih berbagai kemungkinan yang tersisa. Perusahaan berusaha
tak sepenuhnya menjadi perusahaan yang menawarkan harga serendah-
rendahnya atau menawarkan keunikan (dan keunggulan) barang. Perusahaan
juga dapat mencoba mengubah persepsi kualitas yang dimiliki oleh konsumen.
Perusahaan juga dapat menawarkan jasa (tambahan) sebagai keunggulan
bersaing baru. Di samping itu, perusahaan juga dapat memanfaatkan praktik
pemasaran mikro.

Anda mungkin juga menyukai