NIM : 043848199
Mo DUL 9
Keunggulan Biaya dan Diferensiasi:
Analisis Statis dan Dinamis
Setelah mempelajari modul ini, secara khusus Saudara diharapkan mampu
menjelaskan:
1. Pengertian strategi generik pada level unit usaha strategis dengan
pendekatan statis.
2. Prasyarat organisasional dan keahlian yang diperlukan untuk
mengimplementasikan masing-masing strategi.
3. Karakteristik lingkungan bisnis yang cocok dengan pilihan penerapan
salah satu strategis bersaing.
4. Risiko bisnis dalam menerapkan salah satu strategi.
5. Risiko terperangkap di tengah.
6. Kritik terhadap pendekatan statis.
7. Empat arena eskalasi persaingan.
K EGIATAN B ELAJAR 1
Keunggulan Biaya dan Diferensiasi
A. KEUNGGULAN BIAYA
Dibandingkan dengan dua jenis strategi bersaing generik lainnya yang hendak
dijelaskan pada bagian berikut nanti - diferensiasi dan fokus - strategi keunggulan
biaya memiliki pengertian yang lebih mudah dipahami (jelas). Dalam strategi
keunggulan biaya, perusahaan berusaha menawarkan barang yang dijual dengan harga
yang lebih rendah dibanding barang yang sejenis yang berada dalam satu kelompok
industri tertentu.
Manajemen berusaha bekerja dengan tingkat efisiensi yang amat tinggi, yang
biasanya ditempuh dengan memperhatikan: besarnya skala ekonomi, standarisasi
barang, reduksi biaya seiring dengan bertambahnya pengalaman, ketatnya
pengawasan biaya pabrikasi, dan minimalisasi biaya pada program penelitian dan
pengembangan, pelayanan, iklan dan sebagainya. Perusahaan biasanya, di satu sisi,
memilih segmen pasar yang amat luas dengan menerapkan prinsip-prinsip pemasaran
massal; dan di sisi yang lain, hanya mengambil keuntungan yang amat rendah per unit
barang yang dijual (high-volume, low margin strategy).
Namun demikian tidak berarti bahwa strategi ini kemudian mengabaikan sama sekali
atribut barang selain harga, misalnya soal kualitas barang dan pelayanan konsumen -
yang menjadi dasar pengembangan strategi diferensiasi. Jika produk yang ditawarkan
di pasar dinilai oleh konsumen tidak memiliki kualitas yang setara secara relatif
dengan harga yang ditawarkan, sekalipun sudah lebih rendah dibanding barang
sejenis, maka bukan tidak mungkin barang tersebut gagal diterima di pasar.
Akibatnya, perusahaan akan terpaksa menjual barang tersebut dengan harga yang jauh
lebih rendah (murah). Dengan harga tersebut dan volume penjualan yang diperoleh,
perusahaan tidak berhasil memperoleh keuntungan. Manajemen gagal memetik
manfaat dari keunggulan biaya yang dimiliki. Jadi, strategi keunggulan biaya tidak
sepenuhnya dapat dipertentangkan (bertolak belakang) dengan strategi diferensiasi.
Strategi keunggulan biaya amat tepat diterapkan - dan oleh karena itu memiliki
kemungkinan berhasil - jika pasar (atau segmen pasar) yang dituju relatif besar dan
tumbuh. Apalagi jika kebutuhan konsumen cenderung seragam, yang pada ujungnya
memungkinkan terjadinya standarisasi barang. Akibatnya, biaya perpindahan
penggunaan barang relatif rendah. Di samping itu, perusahaan juga hampir tidak
memiliki kesempatan dan cara untuk melakukan diferensiasi barang. Dalam keadaan
demikian, konsumen memiliki posisi tawar menawar yang cukup tinggi di hadapan
produsen, yang akhirnya mengakibatkan adanya desakan penurunan harga yang lebih
dari sekedar cukup. Perusahaan dan pesaing, dengan demikian, tidak memiliki pilihan
lain, kecuali bersaing dengan strategi harga.
Namun demikian, ini tidak berarti bahwa penerapan strategi keunggulan biaya tanpa
mengandung risiko. Strategi tersebut amat rentan terhadap perubahan teknologi.
Perubahan teknologi yang cepat menjadikan beban reinvestasi perusahaan amat berat,
dan akibatnya perusahaan tak mampu menyediakan teknologi produksi terbaru dan
tercanggih. Di sisi lain, cepatnya perubahan teknologi membuka peluang baru bagi
pesaing untuk dengan mudah menihilkan keunggulan bersaing perusahaan lain.
Pesaing menemukan jalan untuk mengungguli perusahaan lain dan melakukan
peniruan dengan biaya yang relatif rendah
Efek perubahan teknologi menjadi semakin signifikan jika berjalan seiring dengan
cepatnya perubahan kebutuhan dan selera konsumen. Perusahaan tidak lagi memiliki
waktu yang cukup untuk memanfaatkan efisiensi biaya yang terjadi sebagai akibat
peningkatan keahlian dan pengalaman. Standarisasi barang tidak dapat diterapkan.
Strategi keunggulan biaya juga kurang efektif diterapkan jika konsumen tidak lagi
sensitif terhadap harga. Tidak kalah pentingnya, penerapan strategi keunggulan biaya
bisa membawa akibat negatif pada rendahnya perhatian perusahaan pada aspek
manajemen lain selain biaya dan harga, yang jika berlebihan dapat melupakan sama
sekali beberapa aspek manajemen yang berkaitan dengan pemasaran, kualitas barang,
dan pelayanan konsumen. Efektivitas strategi keunggulan biaya juga berkurang jika
tingkat inflasi meninggi, karena perusahaan tidak mampu menghindar dari
peningkatan biaya, yang cenderung lebih cepat dibanding dengan kemungkinan
peningkatan harga barang yang dapat ditawarkan oleh perusahaan.
B. DIFERENSIASI
Namun demikian ini tidak berarti bahwa penerapan strategi diferensiasi tanpa
mengandung risiko. Pertama, sekiranya pembeli tidak melihat keunikan yang
signifikan pada barang tersebut, strategi diferensiasi amat dengan mudah dapat
ditandingi oleh strategi harga murah. Diferensiasi gagal menimbulkan efek perbaikan
kualitatif bagi pembeli barang tersebut misalnya pada peningkatan status. Manajemen
tidak mampu mendeteksi kebutuhan riil konsumen. Dalam hal ini, biasanya
manajemen hanya memberikan tekanan pada atribut pokok produk yang berwujud
saja.
Kedua, strategi diferensiasi juga tak hendak menghasilkan keuntungan yang optimum
jika imitasi terhadap barang tersebut dapat dengan mudah dan cepat dilakukan.
Dengan demikian, diferensiasi hampir selalu menuntut keunikan yang berkelanjutan
yang berjangka relatif panjang. Di samping itu, pilihan strategi diferensiasi juga
mengandung risiko yang inheren terhadap kemungkinan kecilnya pangsa pasar yang
dikuasai. Karakteristik (keunikan bahkan eksklusivitas) barang dan tingginya harga
menjadikan terbatasnya pasar sasaran (high-margin, low-volume strategy). Hampir
tidak mungkin menjadikan seluruh pasar sebagai target pasar, seperti yang dapat
dilakukan pada strategi kepemimpinan biaya. Pilihan manajemen lebih diarahkan
pada usaha meningkatkan marjin yang diperoleh.
Terakhir, strategi diferensiasi juga tak mudah diterapkan jika perbedaan antara harga
premium yang ditawarkan dengan harga barang pesaing yang menggunakan strategi
keunggulan biaya terendah terlampau jauh. Pembeli bukan tak mungkin bersedia
kehilangan kepuasan karena memutuskan tak membeli barang yang terdiferensiasi
sebagai akibat kemungkinan penghematan yang bisa dilakukan karena membeli
barang lain yang jauh lebih murah. Kesalahan ini lebih mudah terjadi karena
perusahaan melakukan diferensiasi secara berlebihan.
C. FOKUS
Berbeda dengan strategi keunggulan biaya dan diferensiasi, khususnya yang disebut
pertama, yang memberikan perhatian pada seluruh pasar (industri), strategi fokus
berusaha memusatkan perhatian perusahaan untuk melayani satu atau beberapa
segmen pasar tertentu saja. Pilihan segmen pasar tersebut dapat didasarkan pada
keunikan karakteristik wilayah pemasaran atau keunikan atribut barang yang
diperlukan oleh segmen pasar tersebut. Strategi fokus, dengan demikian, dimulai
dengan jalan memilih satu ceruk pasar (a market niche) tertentu yang memiliki
preferensi kebutuhan barang yang khas.
Keunggulan bersaing perusahaan dalam melayani ceruk pasar tersebut dapat dibangun
dengan cara menjual barang dengan harga yang lebih rendah dibanding pesaing (cost
focus). Di samping itu, perusahaan juga dapat membangun keunggulan bersaing
berdasar kemampuannya untuk mendiferensiasikan barang yang ditawarkan kepada
segmen pasar yang dipilih (differentiation focus).
Di samping itu, risiko juga muncul karena pesaing mampu menemukan strategi
memasuki segmen pasar yang sebelumnya hanya menjadi sasaran perusahaan yang
menerapkan strategi fokus. Biasanya, pesaing mampu menemukan peluang bisnis
yang berasal dari bagian tertentu dari ceruk pasar yang sudah ada: ceruk di dalam
ceruk. Tidak kalah pentingnya, kegagalan juga mungkin terjadi karena daya tarik
memasuki ceruk pasar tertentu menjadi semakin besar, yang pada ujungnya
mengundang masuknya pesaing. Pesaing potensial berubah menjadi pesaing riil. Daya
tarik baru tersebut biasanya lahir karena ceruk pasar tersebut ternyata mengalami
pertumbuhan, kuantitatif dan kualitatif, yang cukup pesat.
Perusahaan yang tak mampu memiliki salah satu keunggulan dari ketiga macam
strategi generik tersebut biasanya akan menjadi perusahaan yang terperangkap di
tengah (stuck in the middle) yang sama sekali tidak memiliki keunggulan bersaing.
Perusahaan tersebut hampir tidak memiliki kekuatan mengembangkan diri. Sekiranya
dapat tumbuh, lebih disebabkan oleh faktor non-ekonomis, untuk tidak menyebut
nasib.
Namun demikian, hendaknya juga diingat bahwa kemungkinan keberhasilan
mencapai dua keunggulan strategis secara simultan lebih bersifat sementara. Bukan
merupakan kekuatan yang relatif permanen. Pencapaian keunggulan biaya dan
sekaligus mampu meraih diferensiasi barang merupakan dua hal yang tidak konsisten,
setidaknya secara teoritik, karena diferensiasi berkecenderungan memerlukan biaya
tinggi. Secara bertahap perusahaan akan dipaksa memilih salah satu saja. Manajemen
menyadari kemungkinan ketidakserasian antara keduanya
D. TERPERANGKAP DI TENGAH
Posisi terperangkap di tengah (stuck in the middle) dapat terjadi ketika perusahaan
gagal menerapkan salah satu dari tiga kemungkinan strategi bersaing generik:
keunggulan biaya, diferensiasi, dan fokus secara ajek. Perusahaan tidak mampu
menjual barang dengan harga yang murah dengan mengandalkan besarnya pangsa
pasar yang dikuasai dan penerapan strategi pemasaran massal. Di saat yang sama,
perusahaan juga gagal menerapkan praktik harga premium karena tidak mampu
menawarkan barang dengan tingkat diferensiasi (keunikan) yang memadai.
Perusahaan juga tak berhasil mengarahkan bidikan sasaran pada segmen pasar yang
tepat. Akibatnya perusahaan hanya mampu menjual barang tanpa terdiferensiasi
dengan harga yang relatif tinggi dibanding dengan yang ditawarkan oleh pesaing.
Posisi terperangkap di tengah sering dilihat sebagai posisi yang amat tidak strategis.
Biasanya perusahaan tidak mampu memperoleh laba, terkecuali jika misalnya pasar
ternyata diisi oleh perusahaan yang memiliki posisi kurang lebih sama. Perusahaan
tidak mampu mengembangkan pangsa pasar yang dikuasai dan tidak mampu
melakukan akumulasi modal yang diperlukan untuk memperbaiki posisi. Lebih dari
itu, diperlukan waktu yang cukup lama dan usaha yang konsisten dan sungguh-
sungguh jika diinginkan melakukan perubahan. Ada kecenderungan untuk secara
berulang-ulang terperangkap pada posisi ini, sekalipun telah ada usaha menghindar
dan keluar dari perangkap. Biasanya terjadi karena ada keraguan bersikap konsisten.
Ada kecenderungan kompromistis, karena terkesan lebih mudah, setidaknya jika
digunakan tolok ukur tujuan perusahaan yang berdimensi waktu pendek.
Namun demikian pendapat yang demikian keras atas berbagai kelemahan dan
ketidakmungkinan yang ada pada posisi terperangkap di tengah (stuck in the middle)
yang juga pada mulanya berasal dari pendapat Porter sendiri – mengalami perubahan.
Tersedia kemungkinan perusahaan justru berhasil dengan lebih baik ketika
perusahaan tersebut benar-benar berhasil memadukan dua strategi yang dari
permukaan tampak (terkesan) bertentangan (oxymoron) tersebut. Pendapat Porter
pada akhirnya juga berubah, setelah demikian banyak yang mengajukan kritik
terhadap pendapat awalnya itu.
K EGIATAN B ELAJAR 2
Keunggulan Biaya dan Diferensiasi:
Analisis Dinamis
Dengan kata lain, perusahaan diminta untuk mengambil langkah kecil, bertahap,
dan terus-menerus merumuskan keunggulan bersaing yang dimiliki seiring dengan
perubahan waktu. Mengembangkan keunggulan bersaing baru menjadi satu
keharusan, sebelum keunggulan bersaing yang terdahulu mengalami erosi. Tidak
perlu menunggu sampai pesaing memiliki keunggulan bersaing yang lebih handal.
Perusahaan benar-benar dituntut bersikap proaktif, tidak sekedar reaktif.
Berbeda dengan pendekatan statis, pendekatan dinamis mengenal empat macam arena
persaingan yang jika disederhanakan dengan sedikit berlebihan dapat berupa urutan
tangga (eskalasi) persaingan. Intensitas persaingan digambarkan meningkat secara
berurutan dari arena pertama menuju arena kedua dan seterusnya.
Empat macam arena (tangga utama) persaingan tersebut, menurut D’Aveni adalah:
(1) harga dan kualitas, (2) waktu dan pengetahuan/teknologi, (3) penciptaan halangan
memasuki pasar, dan (4) ketangguhan keuangan perusahaan. Setelah tangga pertama
dilalui yang ditandai dengan adanya pasar yang diisi dengan berbagai barang dengan
kualitas yang bagus dan harga murah, tingkat intensitas persaingan berada pada
tangga kedua yang mengandalkan keunggulan waktu dan teknologi. Dinamika pasar,
kemudian, ditandai dengan usaha imitasi dan transformasi keunggulan (lompatan
katak) yang dengan segera akan diikuti oleh tangga berikutnya. Pada tangga ketiga ini
perusahaan berusaha membangun halangan memasuki pasar yang pada ujungnya
akan sampai pada strategi menghancurkan keunggulan pesaing, yang sudah amat
dekat dengan dimasukinya tangga terakhir, yakni persaingan yang mengandalkan
kekuatan keuangan perusahaan.
Arena persaingan harga dan kualitas (cost-quality advantage) terdiri dari tujuh anak
tangga yang menggambarkan dinamika dan tahapan persaingan internal dalam satu
arena. Ketujuh anak tangga tersebut adalah: perang harga, pencarian posisi harga dan
kualitas, posisi jalur tengah, pengisian seluruh ceruk pasar, mengepung dengan
pengisian ceruk tertentu, menuju keunggulan kualitas yang prima, dan pengulangan
siklus persaingan.
Arena bersaing keunggulan waktu dan pengetahuan (timing and know- how
advantages) yang lebih mendasarkan diri pada kemampuan manajemen dalam
mengeksploitasi keunikan kompetensi sumber daya manusia dan kekayaan tidak
berwujud lainnya (intangible assets) terdiri dari enam anak tangga. Keenam anak
tangga tersebut adalah: pemanfaatan keunggulan pemasar pertama, imitasi dan
perbaikan (improvement), pembatasan imitasi, mengatasi pembatasan imitasi,
transformasi keunggulan bersaing, dan integrasi vertikal ke hilir.
Arena bersaing terakhir yang bertumpu pada kekuatan keuangan perusahaan (deep
pocket advantage) terdiri dari lima anak tangga. Secara intuitif, perusahaan besar
berusaha menggunakan keunggulan keuangan yang dimiliki. Kelima anak tangga
tersebut adalah: penyingkiran pesaing keluar dari pasar, retaliasi pesaing kecil melalui
mekanisme hukum dan politik, retaliasi perusahaan besar melalui penggagalan
undang-undang anti trust, netralisasi perusahaan kecil, dan penggalangan kekuatan
konsumen dan pemasok. Dengan analisa statis, perusahaan besar hampir selalu
berharap untuk menang. Akan tetapi hendaknya diketahui, bahwa dalam analisa
dinamis tersedia berbagai kemungkinan, termasuk tidak berhasilnya pelaksanaan
strategi tersebut.
Dalam arena persaingan harga dan kualitas barang, setidaknya dikenal ada 7 (tujuh)
macam anak tangga, yakni: perang harga, perubahan posisi relatif, posisi di jalur
tengah, pengisian seluruh ceruk pasar, mengepung pada posisi ekstrem dan mengisi
sisa ceruk, keunggulan harga dan kualitas, dan pengulangan siklus persaingan sebagai
berikut:
1. Perang Harga
Perusahaan juga dapat menempuh strategi perubahan posisi harga dan kualitas
dengan sekaligus mengubah perbandingan rasio harga dan kualitas, melalui
perubahan di dalam segmen dan perubahan antarsegmen. Perubahan di dalam
segmen misalnya dilakukan oleh perusahaan Mercedes yang berusaha dan
bergerak menempati posisi berdekatan dengan Cadillac. Demikian pula yang
dilakukan oleh Nissan Stanza untuk mendekati Yugo. Akibatnya, Mercedes
dipersepsikan oleh konsumen sebagai merek mobil yang tak berbeda secara
signifikan dengan Cadillac. Demikian pula Nissan Stanza dan Yugo.
Perubahan posisi relatif juga dapat dilakukan dengan mengubah perbandingan
rasio harga dan kualitas sekaligus mengubah segmen pasar yang dituju.
Pertama, dilakukan dengan mendekatkan jarak antara L dan D, sehingga kedua
segmen pasar tersebut saling tumpang tindih.
Cara yang paling sederhana untuk menyiasati perusahaan yang berada pada
posisi D atau L adalah membuat posisi perusahaan bergeser (bergerak) menuju
(menempati) posisi di tengah, yakni titik M berikut ini. Pilihan strategi ini
telah amat lama dikenal dan oleh karena itu sering dikategorikan sebagai
pilihan yang tradisional dan konservatif. Biasanya dipilih oleh perusahaan
berskala menengah.
Hendaknya diingat bahwa posisi di jalur tengah (M) tidak sama dengan posisi
terperangkap di tengah (stuck in the middle) yang terletak pada titik SM. Pada
posisi SM, perusahaan tidak mampu menawarkan perbandingan harga dan
kualitas yang sama dengan perusahaan yang berposisi D, L, dan M.
Perusahaan tersebut hanya menawarkan kepuasan (rasio harga dan kualitas)
yang lebih kecil. Dengan harga yang sama, konsumen hanya dapat membeli
barang dengan kualitas yang lebih rendah dibandingkan dengan yang
ditawarkan oleh D, L, atau M.
Di samping memerlukan biaya yang besar, pilihan mengisi seluruh ceruk pasar
juga belum memastikan mampu menutup semua pintu memasuki pasar. Oleh
karena itu, kadang kala perusahaan berskala kecil dan menengah masih
memiliki kesempatan untuk melakukan rekayasa strategi tandingan baru.
Perusahaan tersebut mencoba mengimbangi dengan menempatkan diri pada
kedua posisi ekstrem, yakni menjual barang dengan kualitas amat rendah
dengan harga amat murah (titik LE) atau sekaligus menjual barang dengan
kualitas luar biasa tinggi dengan harga yang juga amat tinggi (titik HE),
Perusahaan tersebut juga dapat mengisi sisa ceruk yang tersedia. Celana dalam
bayi habis sekali pakai (diapers) dapat dilihat sebagai contoh medan dinamika
bersaing model ini.
Ketika semua perusahaan telah menawarkan barang dengan kualitas prima dan
dengan harga yang semurah-murahnya, perusahaan tidak lagi mampu
mendapatkan laba ekonomis, sekedar laba akuntansi (laba normal). Bahkan
mungkin juga tak mendapatkan laba akuntansi dan akhirnya meninggalkan
pasar. Di saat yang bersamaan, intensitas persaingan sudah amat tajam.
Perusahaan yang masih tersisa berusaha mempertahankan posisi yang dimiliki
pada lahan bisnis yang semakin kecil.
Dalam situasi yang sudah serba terbatas ini, perusahaan berusaha menghindar
dengan memilih berbagai kemungkinan yang tersisa. Perusahaan berusaha
tak sepenuhnya menjadi perusahaan yang menawarkan harga serendah-
rendahnya atau menawarkan keunikan (dan keunggulan) barang. Perusahaan
juga dapat mencoba mengubah persepsi kualitas yang dimiliki oleh konsumen.
Perusahaan juga dapat menawarkan jasa (tambahan) sebagai keunggulan
bersaing baru. Di samping itu, perusahaan juga dapat memanfaatkan praktik
pemasaran mikro.