Anda di halaman 1dari 143

DASAR-DASAR

MEKATRONIKA DAN ROBOTIKA


Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika
DASAR-DASAR
MEKATRONIKA DAN ROBOTIKA

Augie Widyotriatmo, Ph.D.


Hak cipta © pada penulis dan dilindungi Undang-Undang
Hak penerbitan pada ITB Press

Dilarang mengutip sebagian ataupun seluruh buku ini dalam


bentuk apa pun tanpa izin dari penulis dan penerbit.

Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika

Penulis : Augie Widyotriatmo, Ph.D.


Penyunting : Feri Anugrah
Pewajah Isi : Rizkia Noviarianti
Sampul : Anggoro
Cetakan I : 2018
ISBN : 978-602-5417-22-1

Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


Isi

Prakata - ix

1 Pendahuluan - 1
1.1 Mekatronika dan Robotika - 1
1.2 Sistem Mekatronika - 2
1.3 Robotika - 5
1.4 Latihan Soal - 7

2 Sensor pada Sistem Mekatronika - 9


2.1 Pendahuluan - 9
2.2 Pengukuran Posisi dan Kecepatan - 9
2.2.1 Switch dan Sensor Proximity - 10
2.2.2 Sistem Penentu Lokasi (Localization System) - 14
2.2.2.1 Sistem Penentu Lokasi Global Berbasis
Pemancar - 14
2.2.2.2 Sistem Penentu Lokasi Global Berbasis
Computer Vision - 17
2.2.3 Potensiometer - 20
2.2.4 Linear Variable Differential Transformer (LVDT) - 20
2.2.5 Enkoder Optik Digital - 23
2.3 Pengukuran Stress dan Strain - 28
2.4 Akselerometer - 32
2.5 Sensor Mikro-Elektro-Mekanikal - 37
2.6 Latihan Soal - 38

Isi v
3 Aktuator - 39
3.1 Pendahuluan - 39
3.2 Solenoid dan Relay - 39
3.3 Motor Listrik - 40
3.4 Motor DC - 46
3.4.1 Persamaan Elektrikal Motor DC - 50
3.4.2 Persamaan Mekanikal Motor DC - 51
3.5 Motor Stepper - 54
3.6 Pemilihan Motor - 60
3.7 Hidrolik - 64
3.8 Pneumatik - 67
3.9 Latihan Soal - 68

4 Pengontrol - 69
4.1 Pendahuluan - 69
4.2 Rangkaian Analog - 69
4.3 Rangkaian Digital - 70
4.4 Programmable Logic Controller (PLC) - 70
4.5 Mikrokontroler dan Digital Signal Processing - 71
4.6 Komputer Single Board - 72
4.7 Personal Computer (PC) - 72
4.8 Latihan Soal - 73
5 Pengontrolan Motor - 75
5.1 Pendahuluan - 75
5.2 Kontrol Elektronik untuk Motor DC - 75
5.3 Pengontrolan Umpan Balik (Feadback Control) - 78
5.4 Pemodelan Motor DC - 79
5.5 Pengontrolan Kecepatan - 81
5.6 Pengontrolan Posisi - 84
5.7 Algoritma Kontrol Lainnya - 86
5.8 Latihan Soal - 87
6 Robot Manipulator - 89
6.1 Pendahuluan - 89
6.2 Pemodelan Robot Manipulator - 92

vi Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


6.2.1 Forward Kinematics - 93
6.2.2 Jacobian Kinematics - 97
6.2.3 Persamaan Lagrange- 101
6.3 Pembangkitan Lintasan Berbasis Jacobian Inverse dan
Sistem Kontrol dengan Kompensasi Dinamik - 104
6.4 Rangkuman Robot Manipulator - 108
6.5 Latihan Soal - 109
7 Robot Beroda - 111
7.1 Pendahuluan - 111
7.2 Skema Pengontrolan Robot Beroda - 112
7.3 Model Kinematika Badan Robot Beroda - 113
7.4 Model Pengontrolan Dinamika Robot Roda Diferensial
(Differential-Wheeled-Robot) - 115
7.5 Stabilisasi Titik (Point Stabilization)- 118
7.6 Penjejak Lintasan (Trajectory Tracking) - 123
7.7 Pengikut Lajur (Line Following) - 126
7.8 Rangkuman Robot Beroda - 129
7.9 Latihan Soal - 130
Pustaka - 131
Tentang Penulis - 133

Isi vii
Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika
PRAKATA

Mekatronika adalah suatu bidang keilmuan yang multidisiplin, yakni


perpaduan keilmuan mekanika dan elektronika menjadi inti dari
keilmuan ini. Robotika merupakan cabang teknologi yang meliputi
desain, konstruksi, operasi, dan aplikasi robot, serta sistem komputer
untuk kontrol, umpan balik (feedback), dan pemrosesan sinyal.
Aplikasi mekatronika dan robotika sudah banyak berkembang di
berbagai bidang: mulai dari rumah tangga, seperti robot vacuum
cleaner, mesin pencuci piring; transportasi, seperti mobil penumpang
otomatis, automated guided vehicles; robot-robot industri; kesehatan,
seperti robot surgery; dan bidang-bidang strategis lainnya. Peningkatan
efisiensi dengan penerapan sistem mekatronika dan robotika telah
ditunjukkan di berbagai bidang.

Buku Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika ini merupakan buku


ajar yang berisi tentang dasar-dasar sistem mekatronika, mulai dari
sensor, aktuator, pengontrol, dan teori pengontrolan, sampai aplikasi
sistem robotika, terutama pada sistem robot lengan dan sistem robot
beroda. Isi buku ini didahului dengan pengenalan sistem mekatronika,
yaitu subkomponen sensor, aktuator, pengontrol, serta teori
pengontrolan yang digunakan pada sistem mekatronika sederhana.
Kemudian, dipaparkan mengenai tipe robot lengan (manipulator)
tentang pemodelan, pembangkitan lintasan, dan pengontrolannya
yang diwakili oleh sistem robot engsel putar tiga derajat kebebasan.
Pada akhir buku ini, dibahas mengenai robot beroda yang terdiri dari
skema pengontrolan, model kinematika dan dinamika, strategi

Prakata ix
pengontrolan, dan tipe-tipe pengontrolan robot beroda yang terdiri
dari stabilisasi titik (point stabilization), penjejak lintasan (trajectory
tracking), serta pengikut lajur (line follower). Tujuan penyusunan
buku ini untuk memberi pembaca strategi pengontrolan sistem
mekatronika dan robotika yang memenuhi kaidah-kaidah saintifik
sehingga diharapkan desain pengontrolan sistem mekatronika dan
robotika memiliki kehandalan yang tinggi.

Dengan selesainya penulisan buku ini, penulis memberikan


penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh
pihak yang telah berkontribusi secara langsung ataupun tidak
langsung. Terima kasih penulis sampaikan kepada Kementerian
Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi melalui Program Penelitian
Berbasis Kompetensi Tahun 2016 sampai dengan Tahun 2018 yang
telah mendanai dan mengorganisasi kegiatan penulisan buku ini.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Kelompok Keilmuan
Instrumentasi dan Kontrol serta Program Studi Instrumentasi dan
Kontrol, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung,
serta pada dosen dan tenaga pendidikan di lingkungan Program Studi
Teknik Fisika, Institut Teknologi Bandung yang mendukung kegiatan
penulisan buku ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada
para staf dan tenaga administrasi di lingkungan Fakultas Teknologi
Industri yang telah memfasilitasi secara administratif sehingga
penulisan buku ini bisa selesai dengan tidak banyak kendala. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada staf di ITB Press yang telah
membantu dalam penyusunan buku ini. Saya harap bahwa buku ini
bisa bermanfaat bagi perkembangan keilmuan di bidang mekatronika
dan robotika.

Bandung, Juli 2018

Penulis

x Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


1
PENDAHULUAN

1.1 Mekatronika dan Robotika

Perkembangan teknologi saat ini telah merevolusi spesialisasi


keteknikan yang dahulu sangat spesifik seperti teknik mesin,
elektrikal, sipil, kimia, fisika menjadi keteknikan yang membutuhkan
keilmuan yang interdisiplin. Mekatronika dan robotika salah satu
bidang keteknikan yang baru dengan pembangunan yang cepat
melibatkan ilmu keteknikan interdisiplin mulai dari desain produk
yang mengintegrasikan komponen mekanikal dan elektronik sampai
ke pengoordinasian komponen-komponen tersebut oleh sebuah
arsitektur pengontrol dan software.

Definisi dari mekatronika adalah sebagai integrasi sinergis dari


teknologi mekanik, elektronik, dan komputer untuk menghasilkan
sistem atau produk yang meningkat (Braga, 2001). Robot, menurut
kamus Oxford English Dictionary, adalah sebuah mesin yang dapat
diprogram oleh suatu komputer dan dapat melakukan serangkaian
aksi kompleks secara otomatis. Sementara itu, robotika adalah
teknologi yang berkaitan dengan desain, konstruksi, dan operasi dari
robot secara otomatis.

Robot merupakan salah satu contoh dari sistem mekatronika.


Hampir semua robot mengintegrasikan software, elektronika, dan

Pendahuluan 1
desain mekanikal. Menurut The Robotics Industries Association
(RIA), robot adalah suatu manipulator yang dapat diprogram,
multifungsional, didesain untuk memindahkan material, bagian,
alat, atau peralatan khusus melalui gerakan terprogram yang dapat
bervariasi untuk memperformansikan berbagai macam tugas.
Contoh lain dari mekatronika adalah termostat digital dan anti-
lock brake system. Keduanya didesain sebagai sistem mekanik yang
kemudian diperbaiki baik performansi ataupun fungsionalnya
dengan pengintegrasian sistem kontrol elektronik dan elemen
komputasi digital. Dari contoh tersebut, dapat dilihat bahwa robotika
merupakan subbagian dari ilmu mekatronika. Semua robot adalah
mekatronik, tetapi tidak semua sistem mekatronik merupakan robot.
Robot memiliki karakter mampu melakukan berbagai macam tugas
dan bersifat multifungsional.

1.2 Sistem Mekatronika

Sistem mekatronika merupakan sistem yang menggabungkan sistem


mekanik dan elektronik. Sistem mekanik terkait dengan pengelolaan
daya untuk menyelesaikan tugas yang melibatkan gaya dan gerakan
serta sistem elektronik berkaitan dengan rangkaian elektrikal yang
terdiri dari diode, transistor, integrated-circuits (IC), serta teknologi
yang berkaitan seperti sensor-sensor dan mikrokontroler. Komponen-
komponen sistem mekatronika akan dibahas menjadi empat bagian:
1) Sensor dan instrumen pengukuran adalah perangkat untuk
mengukur fenomena fisis mekanik seperti posisi kecepatan sudut
suatu putaran, seperti enkoder, akselerometer, gyroscope, dan lain-
lain, beserta perangkat pemrosesan sinyal; 2) Aktuator adalah sistem
yang memberikan aksi fisis untuk memberikan rekayasa gerakan
mekanik. Aktuator pada sistem mekatronik biasanya motor listrik,
hidraulik, beserta roda gigi yang bervariasi; 3) Kontroler adalah
sistem komputasi yang menghitung berapa nilai input yang perlu
diberikan pada aktuator untuk mencapai tujuan tertentu. Kontroler
dapat berupa mikrokontroler, Field-Programmable-Logic-Array

2 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


(FPGA), Programmable-Logic-Controller (PLC), PC komputer,
serta software pemrograman; 4) Integrasi ketiga komponen yaitu
sensor-aktuator-kontroler tersebut digabungkan dalam suatu sistem
kontrol menjadi sistem mekatronik untuk mengatur gerak mekanis
yang diinginkan, misalnya gerakan untuk mencapai posisi tertentu,
kecepatan tertentu, atau dengan gaya tertentu.

Sensor dan instrumen pengukuran merupakan komponen yang


penting dalam sistem mekatronika. Komponen ini memberikan nilai
dari suatu kondisi fisik, misalnya posisi, kecepatan aktuator putar,
kondisi lingkungan seperti temperatur, tekanan, dan aliran. Dari
nilai pengukuran ini, sistem mekatronik dapat memberikan input
ke sistem fisis melalui aktuator untuk merekayasa kondisi yang ada
saat ini. Ketepatan pemilihan komponen sensor serta instrumen
pengukuran menentukan performa dari sistem mekatronik secara
keseluruhan. Sensor adalah alat yang digunakan untuk merasakan
gejala perubahan fisis pada lingkungan. Sebagai contoh perubahan
putaran dari suatu sumbu roda dapat dideteksi dengan menggunakan
enkoder. Enkoder terdiri dari optoelectronic dan piringan yang disusun
gelap-terang. Ketika cahaya optik dari optoelectronic terhalang oleh
bagian gelap dari piringan, sinyal listrik akan terputus. Ketika tidak
terhalang atau melewati bagian terang dari piringan, sinyal listrik
akan terhubung. Sinyal listrik yang bernilai kecil dapat dilewatkan ke
rangkaian komparator untuk memisahkan antara sinyal yang didapat
dari bagian gelan dan bagian terang. Jumlah sinyal terhubung dan
terputus ini akan mengindikasikan berapa sudut yang telah dicapai
oleh piringan yang sesuai dengan putaran sumbu roda tersebut.
Jumlah sinyal ini akan diproses pada suatu sistem komputer sehingga
data sudut nantinya dapat ditayangkan baik dalam bentuk display
LED maupun disimpan dalam bentuk memori. Dalam hal ini,
enkoder adalah sensor dan rangkaian komparator adalah elektronika
instrumentasi untuk memproses informasi dan LED merupakan
display.

Pendahuluan 3
Aktuator merupakan bagian yang menggerakan sistem mekanik
agar dapat memberikan aksi ke sistem fisis. Aktuator bisa berupa
motor listrik stepper, DC, AC, atau motor elektro-hidraulik,
elektro-pneumatik, solenoid, dan lain-lain. Pemilihan jenis aktuator
bergantung pada daya dan fungsi yang dibutuhkan pada suatu
aplikasi. Contohnya adalah untuk daya yang besar seperti pada alat
gerak crane material handling dibutuhkan aktuator hidraulik. Untuk
printer dibutuhkan pengendalian posisi yang akurat, tetapi daya yang
dibutuhkan lebih kecil sehingga dapat digunakan motor stepper.

Kontroler adalah perangkat komputasi yang dapat menerima


informasi dari sensor dan instrumentasi pengukuran, mengolah
informasi tersebut menjadi variabel kontrol, serta dapat mengirimkan
sinyal kontrol ke aktuator sesuai dengan tujuan pengontrolan.
Misalnya, tujuan pengontrolan adalah pengaturan kecepatan
motor, kontroler mengolah informasi kecepatan saat ini dari sensor,
kemudian akan membandingkan dengan kecepatan yang diinginkan
dan menghitung sesuai dengan algoritma yang telah ditentukan,
sinyal kontrol yang akan dikirimkan pada aktuator.

Sistem mekatronika merupakan pengintegrasian sistem sensor,


aktuator, dan kontroler untuk mencapai tujuan tertentu. Hubungan
antar-komponen ini ditunjukkan pada Gambar 1.1. Aktuator
menghasilkan gerakan atau aksi; sensor mendeteksi kondisi dari
sistem, input, serta output; kontroler melakukan kalkulasi sinyal output
dari referensi sensor; instrumen elektronika menghubungkan antara
rangkaian kontroler serta peralatan sensor dan aktuator.

4 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


Instrumen Aktuator
Elektronika
Solenoid Sistem Mekanik
D/A Motor DC
PWM Stepper Kinematika
Op Amp Hidraulik Dinamika
H-Bridge Pneumatic

Instrumen
Elektronika Sensor
Kontroler
Filter Switch
PLC
A/D, D/D Encoder
FPGA
Amplifier Potensiometer
PC
S/H Optoelectro
μC

Display

LED
Digital Display
LCD

Gambar 1.1 Sistem mekatronika dalam pengintegrasian sensor-instrumentasi


pengukuran, aktuator, dan kontroler.

1.3 Robotika

Robotika dibahas dalam dua bagian, yaitu untuk manipulator robot


atau robot basis tetap dan mobile robot atau robot basis bergerak.
Robot manipulator Gambar 1.2 memiliki basis yang tetap dan
memiliki lengan-lengan (arms) yang dapat digerakan pada sumbu
gerak global. Jenis-jenis dari robot manipulator ini ditentukan dari
konstruksi sendi-sendi lengannya, bisa berupa sendi prismatik
(prismatic) dan sendi putar (rotary). Mobile robot Gambar 1.3
memiliki konstruksi yang berbeda dengan robot manipulator,
yakni basis dari robot bisa bergerak bebas pada sumbu gerak
global. Mobile robot bisa berupa robot beroda, berkaki, atau berrotor
yang biasa digunakan pada robot terbang. Aplikasinya merentang
dari hobi sampai industri. Dimana dalam industri, mobile robot biasa

Pendahuluan 5
digunakan untuk mengangkut material dari suatu tempat ke tempat
yang lain. Perpaduan antara robot manipulator dan mobile robot
biasa disebut dengan istilah mobile-manipulator. Dalam buku ini,
pembahasan robot manipulator akan dikaitkan dengan pemodelan
kinematika, yaitu bagaimana hubungan antara sudut-sudut sendi
robot terhadap ujung lengan robot, pemodelan dinamika, yaitu
bagaimana hubungan antara gaya-gaya yang meliputi termasuk
torka motor dan gaya gravitasi, serta sistem kontrol, baik algoritma
maupun juga arsitekturnya. Pembahasan mobile robot juga akan
dikaitkan dengan pemodelan kinemtika, dinamika robot beroda
serta sistem pengontrolan, baik penjejakan posisi maupun trayektori.
Robot terbang yang merupakan bagian dari sistem mobile robot tidak
dibahas dalam buku ini.

Basis Tetap

Gambar 1.2 Robot manipulator dengan basis tetap.

6 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


Basis Bergerak

Gambar 1.3 Mobile robot berbentuk forklift dan quadrotor robot terbang merupakan
robot dengan basis bergerak.

1.4 Latihan Soal

I.1 Perhatikan komponen-komponen pada printer. Jelaskan diagram


blok dari sistem printer tersebut. Apakah printer termasuk sistem
mekatronika?

I.2 Diberikan komponen-komponen sebagai berikut:


• Potensiometer
• Mikrokontroler dengan Analog to Digital Converter
• Digital to Analog Converter
• Power amplifier
• Motor DC
• Baterai 18 V dan rangkaian elektronika seperti regulator
tegangan
Jelaskan dengan blok diagram dan rangkaian dari komponen-
komponen tersebut jika diinginkan suatu sistem, yakni putaran
potensiometer dapat mengatur kecepatan motor.

I.3 Tentukan komponen-komponen, rangkaian, dan blok diagram


untuk mengatur kecepatan motor stepper.

Pendahuluan 7
8 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika
2
SENSOR PADA SISTEM MEKATRONIKA

2.1 Pendahuluan

Sensor adalah suatu elemen yang mendeteksi besar parameter fisis


dan mengubahnya ke suatu sinyal yang dapat diproses oleh sistem.
Terkadang elemen aktif disebut dengan transduser. Dalam sistem
mekatronika, besaran fisis yang diukur terdiri dari berbagai macam
kuantitas fisis seperti posisi, jarak, gaya, ketegangan (strain),
temperatur, vibrasi, akselerasi, dan lain-lain. Bab ini akan membahas
beberapa sensor yang terkait dengan gerak dan gaya.

2.2 Pengukuran Posisi dan Kecepatan

Kuantitas yang sering diukur dalam sistem mekatronika adalah


posisi. Sensor posisi jenisnya bermacam-macam di antaranya
sensor proximity dan limit switch yang mendeteksi apakah sesuatu
telah dekat atau mencapai batas dari perjalanannya. Potensiometer
sering digunakan sebagai sensor pengukur posisi karena merupakan
suatu perangkat analog yang cukup akurat mengukur perpindahan
linier maupun rotasi. Linear-variable-differential-transformer (LVDT)
adalah alat analog yang dapat mengukur perpindahan linier. Enkoder
digital merupakan alat pengukuran posisi yang sangat berguna untuk
mengukur posisi dengan output dalam bentuk digital sangat sesuai
untuk langsung dihubungkan ke komputer atau sistem digital lainnya.

Sensor pada Sistem Mekatronika 9


Aplikasi yang sering ditemui adalah mengukur dan mengontrol
rotasi poros (misalnya sendi robot, sumbu penggiling, dan
generator). Sensor posisi rotasi lebih sering digunakan dibandingkan
dengan sensor untuk perpindahan linier. Gerak linier juga biasanya
dapat dikonversi ke gerak rotasi (dengan menggunakan belt, roda
gigi, atau mekanisme roda) sehingga penggunaan sensor posisi rotasi
juga dapat digunakan untuk aplikasi gerak linier.

Pengukuran kecepatan dapat didapatkan dengan mengukur


secara berurutan pengukuran posisi pada suatu interval waktu
dan menghitung perubahan waktu dari harga posisi. Tachometer
merupakan salah satu sensor kecepatan dengan prinsip ini untuk
mengukur rotasi poros.

2.2.1 Switch dan Sensor Proximity

Limit switch memiliki berbagai macam desain, seperti pushbutton,


levered-microswitch, dan lain-lain. Semua switch memberikan
koneksi buka dan tutup rangkaian. Switch dikaraketeriasi oleh jumlah
Pole (P) dan Throw (T) dan jenis koneksi apakah Normaly Open
(NO) atau Normaly Closed (NC). Pole adalah elemen bergerak pada
switch yang dapat membuat dan memutus koneksi. Throw adalah
kontak poin untuk suatu pole. Single-Pole-Single-Throw (SPST)
switch membuka dan menutup koneksi tunggal. Single-Pole-Double-
Throw (SPDT) switch mengganti pole antara dua posisi throw. Terdapat
banyak lagi variasi dari switch yang fungsinya dapat dengan mudah
dipahami. Gambar 2.1 menunjukkan konfigurasi switch.

SPST NO Pushbutton
NC

NO
SPDT NC Pushbutton

Gambar 2.1 Skematik switch.

10 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


Sensor proximity terdiri dari sebuat elemen yang dapat
mengubah nilai kondisi atau memberikan sinyal analog ketika
sesuatu mendekati, tetapi tidak sampai menyentuh. Beberapa
sensor proximity menggunakan fenomena induksi, sensor magnetik,
frekuensi radio, gelombang ultrasonik, laser atau focus LED, dan
kamera untuk dapat mengukur jarak.

Dalam pengukuran jarak dengan sensor induksi, dilakukan hal


berikut. Suatu kawat diberikan arus akan menghasilkan induksi
magnet di sekitarnya. Dengan menempatkan sensor induksi pada
lokasi di sekitar kawat tersebut, dapat diketahui kuat sinyal medan
induksi magnet. Semakin kuat medan induksi magnet yang terukur
oleh sensor medan magnet menandakan bahwa semakin dekat sensor
tersebut berada di sekitar kawat dan begitu juga sebaliknya. Prinsip
kerja dan aplikasi dari sensor induksi magnetik dalam mengukur
posisi dapat dilihat pada Gambar 2.2. Jarak antara sensor induksi
dan kawat dari 3 cm sampai dengan 10 cm.
Arus listrik
Generator Sinyal
Generator

Sensor induksi
Kawat

Induksi magnet
Induksi magnet
terdeteksi kecil
terdeteksi besar

Gambar 2.2 Sensor medan magnetik pengukur jarak dan aplikasinya pada Automatic
Guided Vehicle (AGV).
Radio Frequency Identification (RFID) bisa digunakan untuk
mendeteksi posisi dan termasuk dalam klasifikasi sensor proximity.
Prinsip kerjanya sebagai berikut: RFID transponder (tags) dipasang
pada suatu lokasi dan RFID antena akan memberikan sinyal. Jika
lokasi RFID antena tersebut dekat dengan RFID transponder, RFID
transponder akan diaktifasi dan mengirimkan identitas digitalnya.
Untuk aplikasi kereta api, jarak yang dapat dideteksi antara antena
dan transponder adalah sekitar ±40 cm dengan kecepatan lintas
sampai dengan 100 km/jam.

Sensor pada Sistem Mekatronika 11


RFID tags
teraktivasi RFID tags
dan mengirimkan tidak teraktivasi

Gambar 2.3 Prinsip kerja sensor posisi RFID dan aplikasinya pada sistem perkeretaapian
dalam menentukan posisi kereta api (Courtesy of Siemens).

Sensor ultrasonik memanfaatkan pantulan dari gelombang ultrasonik


pada suatu benda yang akan diukur jaraknya dari sensor. Prinsip kerja
sensor ultrasonik adalah dengan menghitung waktu dari gelombang
ultrasonik yang dipancarkan transmitter piezoelectric kembali ke
receiver piezoelectric, maka didapatkan dua kali jarak yang ditempuh
jarak tersebut. Ilustrasi perhitungan jarak menggunakan sensor
ultrasonik dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Objek
transmitter receiver

jarak

Vdd

I/O pin

transmitter receiver
Vss

Gambar 2.4 Prinsip kerja sensor ultrasonik dan contoh sensor ultrasonik.

Persamaan jarak dari waktu yang ditempuh gelombang ultrasonik


dari transmitter ke reciever dituliskan sebagai berikut:
kecepatan ultrasonik di udara
jarak 
2  waktu tempuh gel. ultrasonik dari transmitter receiver
transmitter ke receiver

12 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


Kecepatan gelombang ultrasonik di udara diaproksimasi sebesar
1.540 meter/detik. Jarak yang dapat diukur oleh sensor ultrasonik
bergantung pada besar daya gelombang ultrasonik yang mampu
dibangkitkan oleh transmitter dan seberapa kecil daya yang dapat
diterima oleh receiver.

Prinsip kerja pengukuran jarak menggunakan laser atau focus


LED memiliki prinsip yang hampir sama dengan pengukuran
jarak dengan gelombang ultrasonik. Perbedaannya terletak pada
gelombang yang digunakan adalah gelombang cahaya berdaya
tinggi atau laser. Keuntungan menggunakan laser adalah didapatkan
berkas gelombang yang lebih fokus dibandingkan dengan gelombang
ultrasonik yang cenderung menyebar (karena memiliki sifat
gelombang mekanik seperti gelombang suara). Biasanya sensor laser
juga difungsikan dengan motor stepper untuk mengukur jarak pada
sudut berkas sempit yang disebut laser scanner Gambar 2.5. Laser
scanner banyak digunakan untuk menentukan profil dari bentuk atau
posisi suatu benda.

Gambar 2.5 Laser scanner dapat mengukur jarak dari beberapa sudut.

Sensor pada Sistem Mekatronika 13


2.2.2 Sistem Penentu Lokasi (Localization System)

Beberapa produk laser scanner memiliki kemampuan penentuan


lokasi (localization) yaitu dengan melakukan scanning 360º dan
pendeteksian landmark yang tetap. Seiring dengan pergerakan laser
scanner, pendeteksian landmark (minimal tiga landmark untuk
melakukan triangulation) yang tetap akan memberikan posisi
laser scanner terhadap ruang. Localization laser scanner ini dapat
menentukan posisi global pada lingkungan dalam ruangan (indoor).
Untuk lokasi luar ruangan (outdoor) penentuan lokasi seperti ini biasa
digunakan Global Positioning System (GPS). Namun, GPS tidak dapat
bekerja pada lingkungan indoor karena sinyal GPS yang tidak dapat
menembus dinding dan atap. Sensor-sensor ini sudah dilengkapi
dengan sistem komputasi yang dapat memberikan nilai posisi secara
langsung dan dapat dikirimkan secara komunikasi data serial.

2.2.2.1 Sistem Penentu Lokasi Global Berbasis Pemancar

Sistem penentu lokasi global berbasis suar memanfaatkan pemancar


(beacon) gelombang radio atau mekanik (ultrasonic) beacons untuk
menentukan posisi suatu robot terhadap suar stasioner yang dipasang
di titik-titik tertentu yang telah diketahui posisinya. Prinsip kerja
sensor adalah berdasarkan pada gelombang radio/ultrasonik yang
dipancarkan pada objek kemudian informasi tersebut dikumpulkan
oleh fasilitas radio antarmuka atau modem. Pemancar tersebut
kemudian melakukan kalkulasi berdasarkan delay propagasi sinyal
tersebut dari pemancar ke penerima.

Sistem penentu lokasi global terdiri dari sensor yang berperan sebagai
pemancar stasioner dengan jumlah minimal adalah dua sensor serta
sensor yang berperan sebagai pemancar bergerak (yang diletakkan
pada robot). Gambar 2.6 adalah ilustrasi pancaran ultrasonik dan
letak setiap pemancar ultrasonik pada suar gelombang ultrasonik
dengan simbol RXn.

14 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


Gambar 2.6 Contoh pemancar ultrasonik (marvelmind.com).

Sebagai sensor yang melakukan pengukuran posisi, sensor pemancar


ultrasonik menggunakan algoritma trilaterasi (trilateration). Algoritma
trilateration ini melakukan perhitungan untuk mendapatkan suatu
nilai posisi absolut ataupun posisi relatif dari suatu objek dengan
menggunakan hasil pengukuran jarak menggunakan metode
geometri lingkaran, lengkungan, ataupun segitiga. Gambar 2.7
adalah ilustrasi perhitungan posisi objek dengan menggunakan tiga
sensor, dimana r1 merupakan radius dari boundary pemancar P1, r2
merupakan radius dari boundary pemancar P2, r3 merupakan radius
batas pemancar P3, d adalah jarak dari P1 ke P2, i dan j merupakan
koordinat P3 terhadap P1 dan P2.

Sensor pada Sistem Mekatronika 15


Objek

Gambar 2.7 Ilustrasi perhitungan posisi objek oleh sistem penentu lokasi global
berbasis pemancar.

Penuruan persamaan algoritma trilaterasi pada sistem penentu lokasi


berbasis pemancar adalah sebagai berikut. Persamaan tiga buah
lingkaran yang merupakan ruang lingkup gelombang ultrasonik dari
pemancar ultrasonik adalah
2
r1 2  x 22  y 22  z 22
r1  x  y  z
2
r2 2  ( x  d ) 22  y 22  z 22 Pers. 2.1
r2  ( x  d )  y  z Pers. 2.1
2
r3 2  ( x  i) 22  ( y  j) 22  z 22
r3  ( x  i)  ( y  j)  z
dengan x, y, z adalah posisi objek pada koordinat Cartesian dalam tiga
dimensi. Eliminasi y dan z dari persamaan r12 dan r22 menghasilkan
r2 r 2 d
x  r112  r22 2  d Pers. 2.2
x 2d Pers. 2.2
2d
Dengan kondisi d - r1 < r2 < d + r1, dilakukan substitusi persamaan x
pada persamaan r12 . Substitusi nilai z2 = r12 - x2 -y2 pada persamaan
r12, didapatkan nilai y sebagai berikut
r122  r222  x 22   x  i 2  j 22
2

y  r1  r2  x   x  i   j . Pers.2.3
y 2j . Pers.2.3
16 Dasar-dasar 2 j Mekatronika dan Robotika
2d

r 2  r 2  x2   x  i   j 2
2

y 1 2 . Pers. 2.3
Pers.2.3
2j
Substitusi persamaan x dan persamaan y pada persamaan r12,
didapatkan nilai z yaitu

 r12  x 2  y 2
z Pers. 2.4

Dengan demikian, posisi objek dapat ditetapkan.

2.2.2.2 Sistem Penentu Lokasi Global Berbasis Computer Vision

Sensor vision semakin berkembang dengan kemampuannya


zmengklasifikan
 r12  x 2  y 2 fitur-fitur citra (image) dan
Pers.sensor
2.4 vision stereo dapat
mengukur kedalaman dari suatu objek. Sebagai contoh, pengukuran
posisi tiga dimensi suatu objek menggunakan 𝑋𝑋0 sensor
𝑍𝑍0 𝑥𝑥 vision stereo (dua
kamera) diilustrasikan pada Gambar 2.8. =
𝑌𝑌0 𝑓𝑓 𝑦𝑦

𝑋𝑋0 𝑍𝑍0 𝑥𝑥
=
𝑌𝑌0 𝑓𝑓 𝑦𝑦

sumbu y

Sensor pada Sistem Mekatronika 17


’ ’ ’
Kamera B (X1 , X2 , X3 )

’ ’ ’
Kamera B (X1 , X2 , X3 )

b
Kamera A (X1, X2, X3)

Kamera A (X1, X2, X3)

’ ’ ’
Kamera B (X1 , X2 , X3 )

’ ’ ’
Kamera B (X1 , X2 , X3 )

Kamera A (X1, X2, X3)

Kamera A (X1, X2, X3)

Gambar 2.8 Pengukuran posisi objek tiga dimensi menggunakan sensor vision stereo.

18 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


Pada pengukuran sensor vision stereo digunakan dua (kamera) yang
dipasang secara tegak lurus seperti yang terdapat dalam Gambar 2.8.
Setiap kamera bisa mendapatkan citra pada bidang gambar dengan
persamaan:
 X1  X Y1   X1 '  X ' Y1 ' 
 X11   X 333 Y11  ;  X11'   X 333' Y11'  Pers. 2.3
Pers. 2.5
 X 2  f Y ;  X 2 ' f Y2 ' Pers. 2.3
 X22 ffAAAA Y222  X22 ' ffBBBB Y22 '

Dengan f adalah fokus dari kamera. Karena


X  b  X '; X ' b  X , Pers. 2.4
X 333  b  X 222' ; X 333'  b  X 222 , Pers. 2.4
Pers. 2.6
didapatkan
b X ' a X
X 2  b  X 222' Y1; X 2 '  a  X 222 Y2 , Pers. 2.5
X 22  f Y11; X 22'  f Y22 , Pers. 2.7
Pers. 2.5
f f
dan
aX 
b   a  X 222 Y2 '
b   f Y22'
X1 
X11   f  Y Y111
f
f
a
b   a Y '
b   f Y222'
X2   Yf ' Y Y Pers.
Pers. 2.8
2.6
X22  Y2 Pers. 2.6
f  Y222' Y222 22
f  f
f
a X 
X 3  b   a  X 222 Y2 '
X33  b   f Y22 '
 f 
Didapatkan koordinat dengan titik pusat Oworld (Xworld, Yworld, Zworld)
sebagai berikut:
 X world   X 1   0 
 Xworld   X11   0 
world 
 Yworld    X 2    0  . Pers. 2.9
Pers. 2.7
world   X 22    0  .
 YYworld Pers. 2.7
 ZYworld   X 3
  b
 worldworld   X33   b

Sensor pada Sistem Mekatronika 19


b Y2 '
 f 
X1   a  Y
b   f Y2 ' 1
f
X 2   a   Y2 Pers. 2.6
Y22' Y
b  f  Y '2
X2   f Penempatan
f Y2
kamera secara tegak lurus hanya satu contoh untuk
Pers. 2.6
Y 'memudahkan
Y2 perhitungan. Penempatan secara sejajar juga
f  2 amemungkinkan
 X  untuk dilakukan penurunan untuk mendapatkan
X 3  b   f 2
Y2 '
suatu
f koordinat global dari suatu objek.
 a X 2  
X 3  b   Y2 '
f  Potensiometer
 2.2.3
X 1   0  adalah alat variasi resistansi yang dapat digunakan
 X world  Potensiometer
Y   untuk   0 .
X world    X1X
world  2 0mengukur
 
posisi angular. Alat ini terdiri
Pers. 2.7 dari penyapu yang
Yworld    Xmemberikan
Yworld   0
X   kontak ke elemen resistif. Ketika kontak ini bergerak,
   2  3    .b  Pers. 2.7
resistansi antara penyapu ujung resistor berubah secara proporsional
Yworld   X 3   b
terhadap perpindahan angular. Ilustrasi bentuk dan skematik
dari potensiometer tipikal ditunjukkan pada Gambar 2.9. Selain
potensiometer rotary, terdapat pula potensiometer linier.

Penyapu
Penyapu
penyapu

Gambar 2.9 Potensiometer

2.2.4 Linear Variable Differential Transformer (LVDT)

Linear Variable Differential Transformer (LVDT) adalah transduser


yang mengukur perpindahan linier. Konstruksi LVDT seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.10 yang terdiri dari lilitan primer dan
sekunder serta inti besi yang dapat digerakkan. Fungsi kerja LVDT
mirip dengan transformator, yakni tegangan diinduksi dalam
lilitan sekunder akibat dari eksitasi pada lilitan primer. LVDT harus
dieksitasikan oleh sinyal AC untuk menginduksi respons AC pada
lilitan sekunder. Posisi inti akan menentukan respons dari lilitan
sekunder.

20 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


Dengan adanya lilitan sekunder, sinyal output memberikan besar dan
arah dari gerakan inti. Eksitasi AC pada bagian primer Vin dan sinyal
output vout pada dua lokasi inti besi ditunjukkan dalam Gambar 2.10.
Pada saat inti besi berada di tengah, tegangan pada masing-masing
lilitan sekunder akan memiliki amplitudo tegangan yang sama dan
fasa yang berbeda sebesar 180º, menghasilkan output null. Ketika inti
bergerak dari posisi null, amplitudo output akan meningkat secara
proporsional seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.10. Dengan
mengetahui amplitudo tegangan output, maka didapatkan besar
perpindahan inti.

Untuk dapat mengetahui arah dari pergerakan, lilitan sekunder dapat


dihubungkan dengan rangkaian demodulasi. Rangkaian jembatan
dioda memproduksi sinyal sinusoidal rectified bergantung pada
posisi inti.

Low pass filter dapat digunakan untuk mengonversi output rectified


menjadi sinyal mulus yang menjejaki posisi inti. Frekuensi cut-off
dari filter ini perlu ditentukan secara saksama untuk menghilangkan
sinyal frekuensi tinggi pada gelombang rectified. Namun, tidak
menghilangkan komponen frekuensi yang terkait dengan pergerakan
inti. Frekuensi eksitasi harus dipilih jauh lebih besar daripada frekuensi
maksimum pergerakan inti untuk memberikan representasi
perpindahan dalam suatu rentang waktu.

Keuntungan penggunaan LVDT adalah akurasi pada rentang linier


dan output analog mungkin tidak memerlukan amplifikasi. LVDT
juga tidak terlalu sensitif terhadap temperatur dibandingkan dengan
transduser yang lain (misalnya potensiometer, enkoder, dan perangkat
semi-konduktor). Kerugian dari penggunaan LVDT adalah rentang
gerak yang terbatas dan respons frekuensi yang terbatas. Respons
frekuensi secara keseluruhan terbatas oleh efek inersial terkait dengan
massa inti dan pemilihan frekuensi eksitasi primer dan frekuensi cut-
off filter.

Sensor pada Sistem Mekatronika 21


VV
in in
+ Tegangan eksitasi
Vout

Vout
V Tegangan output, inti bergerak ke
out
kiri dari null
+
Vin Medan magnet

Amptlitudo Vout
Tegangan output, inti bergerak ke
Vout
V kanan dari null
out

Rentang linier
Demodulasi LVDT
Vout
V out Tegangan output, inti bergerak ke
kiri dari null
Vout

VVout
out Tegangan output, inti bergerak ke
Secondary Secondary
kanan dari null

Primary
Vin LVDT Output Filter
LVDT Output Filter
Vout
V' Tegangan output, inti bergerak ke
R out
kiri dari null
V’out

Vout C

V
V'out
out Tegangan output, inti bergerak ke
kanan dari null

Gambar 2.10 LVDT dan pemrosesan sinyal.

22 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


2.2.5 Enkoder Optik Digital

Enkoder optik digital adalah alat yang mengonversi gerak ke sekuens


pulsa digital. Dengan menghitung satu bit atau mendekodekan
kumpulan bit, pulsa-pulsa dapat dikonversikan ke pengukuran posisi
relatif atau absolut. Enkoder meiliki konfigurasi linier atau
rotasi (rotary) yang umum adalah rotary. Enkoder rotary dibuat dalam
dua bentuk. Pertama, enkoder incremental yang dapat memberikan
pulsa-pulsa digital ketika suatu poros berotasi sehingga dapat
mengukur perpindahan relatif dari poros. Kedua, enkoder absolut,
yakni sebuah digital word yang unik berkorespondensi terhadap posisi
rotasional dari suatu poros, pengukuran relatif poros bisa langsung
didapatkan.

Gambar 2.11 menunjukkan enkoder rotary yang terdiri dari piringan


(disk) gelas/plastik berkode yang memberikan suatu pola gelap terang.
Ketika bagian radial terang terkena sorot pasangan photoemitter-
detector, pulsa digital akan tereksitasi.
piringan kode

jalur piringan kode

jalur
batang

batang
phototransistor
1 atau lebih LED photodetector
phototransistor
photoemitters
1 atau lebih LED photodetector
photoemitters

keluaran sinyal digital

keluaran sinyal digital


(a) skema
papan elektronik
(a) skema (pengkondisian sinyal)
papan elektronik
(pengkondisian sinyal)

sumber cahaya LED

sumber cahaya LED

Piringan enkoder
berputar
Piringan enkoder
berputar strasionary mask

strasionary mask
photodetector

photodetector

(b) konstruksi tipikal

Gambar 2.11 Komponen enkoder optikal.


(b) konstruksi tipikal

Sensor pada Sistem Mekatronika 23


Enkoder incremental disebut juga dengan enkoder relatif, yakni terdiri
dari dua jalur dan dua sensor output, A dan B. Ketika poros berotasi,
rangkaian pulsa muncul pada output A dan B dengan frekuensi
proporsional terhadap kecepatan poros, serta hubungan fasa lead-
lag antara sinyal A dan B menentukan arah rotasi. Gambar 2.12
menunjukkan sinyal output pada arah putaran positif. Perbedaan fasa
antara A dan B adalah ¼ siklus disebut sinyal quadrature. Output ketiga
biasa disebut INDEX menghasilkan satu pulsa per satu revolusi yang
berguna untuk menghitung revolusi penuh. Selain itu, hal ini berguna
juga untuk mendefinisikan posisi nol. Piringan enkoder dengan jalur
tunggal lebih murah dan biasa menjadi pilihan manufaktur.
sensor
tetap
A
B
INDEX
0º 360º
arah gerak lintasan
1 positif
A
0
1
B 0
1
INDEX 0
(a) skema dan sinyal

(b) piringan sebenarnya


Gambar 2.12 Pola piringan enkoder incremental.

Sinyal quadrature A dan B dapat didekodekan untuk menghasilkan


perpindahan angular dan arah rotasi. Pulsa muncul pada satu w
dari dua jalur (counterclockwiseMetal
CWtipisdan counterclockwise CCW)
bergantung pada arah putaran. Resolusi satu kali, dua kali, dan empat h
ρ
kali. Resolusi satu kali didapatkan dari transisi output masing-masing

L
24 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika
Plastik A
Konduktor persegi
0
1
INDEX 0
(a) skema dan sinyal

ke arah negatif, A atau B. Resolusi dua kali memberikan output


transisi pada setiap negatif atau positif masing-masing sinyal A atau
B. Resolusi empat kali memberikan output pulsa setiap positif dan
(b) piringan sebenarnya
negatif sinyal A atau B. Mekanisme ini gambarkan dalam Gambar
2.13. Pendekodean ini dapat dilakukan, baik menggunakan rangkaian
dekoder maupun juga dengan menggunakan software yang berjalan di
mikrokontroler/komputer.
Maju (Mj) Mundur (Mu)

Mj
1X
Mu

Mj

Mu 2X

Mj

4X
Mu

Gambar 2.13 Arah sensing dan peningkatan resolusi.

Enkoder absolut didesain untuk memberikan digital word yang


dapat membedakan sejumlah posisi dari suatu poros. Misalnya,
jika terdapat delapan buah jalur, enkoder dapat membedakan 28
(256) posisi yang berbeda. Dengan demikian, resolusi dari sudut
yang dapat direpresentasikan adalah 1,406º (360º/256). Tipe yang
paling umum ditemui untuk encoding suatu enkoder absolut adalah
dengan menggunakan kode Gray atau binary natural. Gambar 2.14
menunjukkan ilustrasi encoding untuk enkoder 4-bit. Perbedaan output
kode bit dari kedua pengodean dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Sensor pada Sistem Mekatronika 25


sensor
tetap

bit 3 (MSB) sensor


bit 2 tetap
bit 1
bit 3 (MSB)
bit 0 (LSB)
bit 2
bit 1
0º 360º
bit 0 (LSB)
Arah gerak lintasan positif
1 0º 360º
bit 3
0 Arah gerak lintasan positif
1
bit 3 1
bit 2 0
0
1
bit 1
bit 21 0
0
11
bit
bit 10 0
1
bit 0 Pola gray code 4-bit
0

Polagray
Pola graycode
code4-bit
4-bit
sensor
tetap
bit 3 (MSB) sensor
bit 2
tetap
bit 1
bit 3 (MSB)
bit 0 (LSB)
bit 2
bit 1 0º 360º
bit 0 (LSB) Arah gerak lintasan positif
1
bit 3 0 0º 360º
1 Arah gerak lintasan positif
bit 32
bit 0
bit 1 1
bit 2
0
bit 10 11
0
1
bit 0 (a) skematik dan sinyal
0

(a) skematik dan sinyal

26 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


1
bit 0
0

(a) skematik dan sinyal

(b) piringan sebenarnya


Polanatural
Pola naturalbinary
binarycode
code4-bit
4-bit

Gambar 2.14 Pola piringan enkoder.

Tabel 2.1 Output enkoder 4–bit kode Gray dan binary.


Kode Rentang Rotasi Kode Natural Kode Gray
Desimal (º) Binary
Binary (G3G2G1G0)
(B3B2B1B0)
0 0 - 22,5 0000 0000
1 22,5 - 45 0001 0001
2 45 - 67,5 0010 0011
3 67,5 - 90 0011 0010
4 90 - 112,5 0100 0110
5 112,5 - 135 0101 0111
6 135 - 157,5 0110 0101
7 157,5 - 180 0111 0100
8 180 - 202,5 1000 1100
9 202,5 - 225 1001 1101
10 225 - 247,5 1010 1111
11 247,5 - 270 1011 1110
12 270 - 292,5 1100 1010
13 292,5 - 315 1101 1011
14 315 - 337,5 1110 1001
15 337,5 - 360 1111 1000

Kode Gray didesain sedemikian rupa agar hanya terjadi satu


perubahan bit pada setiap transisi perhitungan. Hal ini dimaksudkan
untuk
G3 menghindari adanya glitch perhitungan (jika ada dua B3atau lebih
perubahan bit, ada kemungkinan salah satu gagal berubah) yang

G2 B2
Sensor pada Sistem Mekatronika 27
9 202,5 - 225 1001 1101
10 225 - 247,5 1010 1111
11 247,5 - 270 1011 1110
12 270 - 292,5 1100 1010
13 292,5 - 315 1101 1011
menyebabkan kesalahan pengukuran posisi. Namun, kode Gray ini
14 315 - 337,5 1110 1001
tidak bisa langsung
15 diproses
337,5 - ke 360
perangkat1111
digital (mikrokontroler/
1000
komputer) karena perangkat digital menerima kode natural binary.
Konversi kode Gray ke kode binary dapat dilakukan dengan rangkaian
logika sederhana, seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.15.
G3 B3

G2 B2

B1
G1

G0 B0

Gambar 2.15 Konversi kode Gray ke binary.

Fungsi Boolean dari kode Gray dan binary adalah sebagai berikut:
B3  G3
B2  B3  G2
Pers.
Pers. 2.10
2.8
B1  B2  G1
B0  B1  G0

2.3 Pengukuran Stress dan Strain w


Metal tipis
h
Pengukuran stress pada suatu komponen mekanikal sangat penting
ketika menentukan apakah suatu komponen masih pada
ρ tingkat beban

L
28 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika

Plastik A
B
INDEX
0º 360º
arah gerak lintasan
1 positif
A
0
yang aman.1 Strain dan stress dapat digunakan secara tidak langsung
mengukur
B gaya
0 (force) dengan mengukur strain suatu elemen yang
1
meregang, tekanan
INDEX 0
dengan mengukur strain dari diafragma fleksibel,
dan temperatur dengan
(a) mengukur
skema dan sinyal ekspansi termal dari suatu
material. Transduser yang biasa digunakan adalah strain gage. Alat
tersebut dapat memberikan perubahan nilai pada nilai resistansi
elektrikal
B  G ketika terjadi perubahan strain suatu material.
3 3

B2  B
Strain G2 dari metal tipis, campuran nikel-tembaga (constantan),
3  terdiri
gage
B
dan G3  G
ditempatkan Pers. 2.8
dalam pola kisi-kisi dalam suatu materal plastik tipis
B3 
1 B 2 1
polymide.
B
B B
2  Ujung-ujung
B3  G2
G
darisebenarnya
(b) piringan kisi-kisi tersebut dapat terhubung dengan
0 1 0
rangkaian listrik. Lapisan metal ini diibaratkan sebagai Pers. 2.8konduktor
B1  B2 Gambar
persegi  G1 2.16.
B0  B1  G0 w
Metal tipis w
Metal tipis
h
h
Metal tipis ρρ w
h
L
L
ρ

Plastik
Plastik AA L
Konduktor persegi
Tempat
Tempat Plastik A
solder
solder Konduktor persegi
Gambar 2.16 Strain gage dan konduktor persegi serta aplikasi strain gage.
Tempat
solder Konduktor persegi
medan stator
Total resistansi R dapat dirumuskan sebagai berikut:
stator
L 3 4
Pers.
R Pers.2.11
2.9
rotor
A 2 5 torka
denganLρ adalah resisitivitas dari lapisan metal tipis, L adalah panjang
R   1 dan A adalah luas penampang
dari
6 Pers. 2.9
R kisi,
medan
ln A   ln L  ln A .
ln kisi. arus
Dengan
keluar
Pers. melakukan
2.10
armatur
operasi logaritmik pada kedua sisi, maka didapatkan:
6 arus masuk
1

ln L dAln A .
dRR dln  dL
ln gulungan Pers. 2.12
Pers. 2.10
 5  . 2 Pers. 2.11
armatur
R  L 4A 3
stator
dR d dL dA
   . Sensor pada Sistem Pers. 2.11
Mekatronika 29
AR wh L A medan stator Pers. 2.12
RA Pers. 2.9
TempatL
A
L
R 
 L
Rsolder Pers.
Pers. 2.9
2.9 persegi
Konduktor
RA A Pers. 2.9
ln
ln R
R A
 ln
ln  ln
ln L
L ln A ..
ln A Pers.
Pers. 2.10
2.10
Diferensiasi dari Pers. 2.12 menghasilkan:
ln
ln R
R ln 
 ln  ln
ln L
L ln A ..
ln A Pers.
Pers. 2.10
2.10
dR  dL  dL  dA . A .
d
lnRR  d 
ln  d
 L
ln L d
Aln Pers. 2.10
Pers. 2.13
2.11
RR    L  A . Pers.
Pers.2.11
2.9
R  dLL dAA
d
dRRd dA
  dL  dA . Pers.
d R 
Karena,
R d  dL  dAA . Pers. 2.11
2.11
R    L L  A. Pers. 2.11
A
AR wh  L A
ln R  ln   ln L  ln A .
wh Pers. 2.12
Pers. 2.14
2.12
2.10
A
A
denganwh w adalah lebar dan h adalah tinggi dari Pers.
 wh 2.12
lapisan
Pers. tipis metal,
2.12
d
A
d A wh w dh
wdhmenjadi
dhdwhdw d h d w Pers. 2.12
dR A  2.13
Pers. d L d A dh  dw . Pers.
Pers. 2.13
A 
  wh   .h  w . Pers. 2.13
2.11
dRAA w dh wh Lhdw A dhh dww
dA  wdh  hdw  dh  dw . Pers.
Pers. 2.15
dAA  wdhwh  hdw  dhh  dww . Pers. 2.13
2.13
Ah  wh dw h dLw   . Pers. 2.13
d
d Ah d
d L
wh dw h dLw
L
A  wh
Dengan v
 vdefinisi ,, dari v

 rasio ,,
v Lpossion, v, Pers.
Pers. 2.14
2.12
2.14
h
hh L
LL dww w LL
d d
dh   v dL , dw   v dL , d
dh   v dLL , dww   v dLL , Pers. 2.14
Pers. 2.16
2.14
dh
h A  w vdh L  , hdww  dhv Ld w , Pers. 2.14
d
dhAA
A Ld d L
L w L . Pers. 2.13
A
Maka

 2 2vv wh L

 2 vhaxial
2v axial
w Pers.
Pers. 2.15
2.15
d AA d L
L
dA  2 v dL  2 v axial Pers. 2.15
dA  2 v dLL  2 v axial Pers. 2.17
2.15
dAAh  2 vdLL d w2 v axialdL Pers.
Pers. 2.15
d
dhAR
R   v L,
 axialL((11  2 v
w))  d
d v. L , Pers. 2.14
Pers.
R  axial  2 v   . Pers. 2.16
2.16
dRR
dengan εaxial adalah dstrain  pada arah aksial di konduktor. Ketika
dR   (1  2v)  d . Pers. 2.16
dRR   axial
konduktor  2v)  d (ε
(1memanjang . axial > 0), luas penampang
Pers. 2.16 (dA/A
mengecil
dRA   axial (d1L  2 v )   . Pers. 2.16
axial
2 v
<R0),mengakibatkan  2 v resistansi
axial
menjadi meningkat.
Pers. 2.15
A L
Pers. 2.13 dan Pers. 2.17 menghasilkan
dR d Pers.
  axial (1  2v)  . Pers. 2.18
2.16
R 
Dengan membagi semua bagian dengan εaxial, didapatkan
dR d
R  (1  2v)   , Pers.
Pers. 2.19
2.17
 axial  axial

R / R
GF  , Pers. 2.18
30  Dasar-dasar
axial Mekatronika dan Robotika

R / R
dimana (1+2v) merepresentasikan perubahan resistansi yang
diakibatkan oleh perubahan panjang dan penurunan luas penampang.
Bagian 
dR dρ / ρ / εaxial ddisebut dengan efek piezoelektric dari suatu material
yang
R memberikan 
perubahan resistivitas dari suatu material akibat
strain. (1  2v)  , Pers. 2.17
 axial  axial
dR d
Produk strain gage mempunyai spesifikasi gage factor (GF), dimana
R (R 
1 / R2v)  , Pers. 2.17
GF
 axial .,  axial Pers.
Pers. 2.20
2.18
 axial
Sehingga, R / ketika
R sebuah gage dengan gage factor (GF) ditempatkan
GF
pada  sebuah
R / R,permukaan dan komponen tersebut Pers. 2.18 beban,
diberikan
 axial   axial . Pers. 2.19
strain εaxial
GF pada komponen tersebut dapat ditentukan dari perubahan
ΔR:
R / R Pers. 2.21
 axial  . Rumah Pers. 2.19
Transduser
GF Akselerometer
Perpindahan
Perubahan resistansi bisa diukur dengan menggunakan jembatan
Wheatstone dan rangkaian
Rumah amplifikasi yang mengikuti. Beberapa
Transduser
Akselerometer pada suatu tempat dengan
strain gage dapat ditempatkan Perpindahan xo orientasi
Massa
yang bervariasi untuk mendapatkan
Massa kondisi pembebanan yang Seismik
kompleks. Seismik

o x
Dalam aplikasinya,
xi
strain gage dapat dikemas dalam bentuk load
Massa
cell untuk mengukur gaya. Massa
Load cell terdiri dari elemen F
lentur, SeismikFrd
pgdan
kpg Seismik
krd
strain gage ditempatkan pada permukaan elemen. Elemen lentur ini
didesain sedemikian rupa sehingga output strain gage memiliki relasi
xi
dengan gaya yang diaplikasikan. Beberapa contoh dari load cells dapat
Fpg Frd
kpgObjek Berakselerasi
dilihat dalam Gambar 2.17. krd

Objek Berakselerasi

x r  x o  xi Pers. 2.20

Fpg  k pg ( x o  xi )  k pg x r Pers. 2.21


xr xko ( xxi  x )  k x
F Sensor pada Sistem Pers. 2.20
Mekatronika
Pers. 2.22 31
rd rd o i rd r

Fpg  k pg ( x o  xi ) k pg x r Pers. 2.21


F ext  mxo
Courtesy of MTS Systems Corp Courtesy of Transducer Techniques

Courtesy of MTS Systems Corp2.17 Contoh-contoh


Gambar Courtesy
Loadof Transducer
Cells. Techniques

2.4 Akselerometer

Akselerometer adalah sensor yang digunakan untuk mengukur


akselerasi, atau laju perubahan kecepatan karena adanya gerakan
(misalnya pada ponsel, kontroler game), vibrasi (misalnya pada
mesin berputar), atau pada kejadian tumbukan (misalnya untuk
mengaktifkan airbag).

Desain akselerometer berbasis pada efek inersial terkait dengan sebuah


massa terkoneksi dengan pegas, peredam, dan sensor perpindahan.
Gambar 2.18 mengilustrasikan komponen dari akselerometer. Ketika
suatu objek memberikan akselerasi, terdapat gerak relatif antara
rumah akselerometer dan massa seismik. Transduser perpindahan
mengukur gerak relatif tersebut. Dengan analisis respons frekuensi
dari model persamaan diferensial orde dua dari akselerometer, output
transduser perpindahan dapat direlasikan dengan akselerasi dari
objek.

32 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


 axial 
RGF R
/axial , axial
Pers. 2.18
 axial  . axial
R/R Pers. 2.19
GF
 axial  . Pers. 2.19
 R/ /RR
RGF
GF
axial
GF ,. Pers.
Pers. 2.19
2.18
 R/R
axial
 axial  Rumah. Transduser
Pers. 2.19
GF
Akselerometer Rumah
Perpindahan Transduser
Akselerometer
Rumah
R / R Perpindahan
Transduser
 axial  . Akselerometer Pers. 2.19
Perpindahan
GF Rumah
Transduser
Akselerometer xo
Perpindahan Massa
xo
Massa Seismik Massa
Rumah Massa
Seismik x Seismik
Transduser o Massa
Akselerometer
Seismik
Massa Perpindahan x Seismik
o
Seismik Massa
xi Massa Fpg Frd Seismik
xikpg Seismik
krd Fpg Frd
xi kpg xo
krd Fpg MassaFrd
kpg Massa
xi krd Seismik
Seismik Fpg Frd
k
Objek Berakselerasi
pg
krd
Objek Berakselerasi
xi ObjekSkematik
Gambar 2.18 Berakselerasi
akselerometer. Fpg Frd
kpg
k
Objeksebagai
Berakselerasi
Analisis akselerometer adalah rd
berikut. Perpindahan relatif xr
xr  xo  antara
xi massa seismik dan objek adalah
Pers. 2.20
x r  x o  xi Pers.
Pers. 2.22
2.20
Objek Berakselerasi
Fpg  k pg ( xro   xio) oleh xkipg xtransduser
r Pers. 2.21 Pers. 2.20
xr diukur posisi. Gaya pegas Fpg didapatkan
Pers. 2.21 sebesar:
F pg  k pg ( x o  x i )  k pg x r
Frd  k rd (Fxxr  x o)( xxki xx )  k x Pers. 2.23
2.20
opg xki pg o rd r i pg r Pers. 2.22 Pers.
Pers. 2.21
Frd  k rd ( x o  x i )  k rd x r Pers. 2.22
F pg  k pg ( x oadalah  xi ) konstanta
k pg x r pegas dan gaya redam Pers. 2.21
FxFrrdextxkordmpg(xxxooFi  xi )mxk rd x r
dengan k adalah
Pers. 2.22
 Fpg 

FrdFrd k rdm(xxoo  x i )  k rd x r
ext o
Pers. 2.20
Pers. 2.24
Pers. 2.23 Pers. 2.22
Fpg  F k pg  F
( x  x ) k x
pg  oFrd i mx o pg r
ext  m xo 2.21
Pers. 2.23
k rd xr Fmkxrd
 k pg x r  dengan adalah konstanta redam dan titik di atas variabel
menandakan pg
Fk pgxkr (kxrd xext
oFF  mxo terhadap waktu. Dari Hukum
rd  m
turunan
 xo  Pers.Newton
2.23 kedua,
i )  k rd x r
rx  Pers. 2.22
rd rd o
 k pgxFr pg kgerak
persamaan F dari
rd xrdr
mxomassa seismik adalah Pers. 2.23
 k pg x r  k rd x r  m( xF
  x ) ,
  mxxoo Pers. 2.24
 kk pg
 xr 
pg x kk rdrd xxextrr 
r i mm ( xr  xi ) , Pers. 2.24
r
  
mx r  k rd xr kpgkxpgr xpg F  F
r krdxrdm  r 
 m x 
xi m. ( xor  xi ) ,
      Pers. 2.25 Pers.2.25
Pers. 2.23
2.24
mxr  k rd x r  k pg x r  mxi . Pers. 2.25
 k pgpg x rr  2 k rd x xrr  m m(xx  x ) , Pers. 2.24
xr  2 nm x rxrkn rdxxrrrd  kxpgi x,r or mxii .
2
Pers. 2.26 Pers. 2.25
xrx 2
m k rdnxxr r kpgnx2rxr
 mxxii ,.
 Pers. 2.26
r Pers. 2.25
k pgxr kpg2x  n x
k r x    n m x( rx
  
 xxi ), , Pers.
Pers. 2.26
2.24
n  , r k pg rd r 2 r i
Pers.Sistem
Sensor pada 2.27 Mekatronika 33
m xr 2 n x r ,  n xr  xi , Pers.
Pers. 2.26
2.27
mnxr  kkrdmpgx r  k pg x r  mxi . Pers. 2.25
n  , Pers. 2.27
kmpg 2
xr  xo xi ext
F  mx o
Pers. 2.20
xr xFo pg F
xi Fextrd  m x oo Pers. 2.20
2.23
Fpg  k pg ( x o  xi )  k pg x r Pers. 2.21
 Fpgk pg xkFr pg(kxrdFxrdr x)mxkoo x Pers.
Pers. 2.23
2.21
pg o i pg r
F k pgxkr rdx0(kx=
Karena
rd r r+xix)im
rdo xx xok rd x r
, maka, Pers. 2.22
Frd  k rd ( x o  x i )  k rd x r Pers. 2.22
 ext  mm(xxor  xi ) ,
 k pg x r  k rdFx r  Pers. 2.26
2.24
 k x r kdisusun Fx  m(xxor  xi ) , Pers. 2.24
m dan Fkpgrd xrrdFextrdrk 
xrpgdapat mkembali
pg x r 
xo mximenjadi
. Pers. 2.23
2.25
 F  F  m xo Pers. 2.27
2.23
mxkrpgx rk rd
  xkr x k 
pg rd
pg x m
2 r x mxi . Pers. 2.25
xrk 2xnkxrdr xr nm xxro  xi , Pers. 2.26
Pers. pg 2.27
r rdmenunjukkan
r o persamaan diferensial orde dua yang
2
r  2 n x r dengan
xberhubungan n xr  xi ,
perpindahan
Pers. 2.26
relatif xr dan input perpindahan
 k pg x r kpgk rd x r  m( xr  xi ) , Pers. 2.24
 
xi n.k Dalam
x k
,
analisis
x m persamaan
( x x )
Pers.
diferensial orde dua, 2.272.27 dapat
Pers.
 
pg r km rd r  r   i , Pers. 2.24
2.27 ωn dan
pg
direpresentasikan

m xr k rd x r , k pg x rdengan
n  mxi representasi
. frekuensi natural
Pers. 2.25
konstanta m redam ζ sebagai
mxr  k rd x r  k pg x r  mxi . berikut: Pers. 2.25
2 Pers. 2.28
xr  2 n x r  n xr  xi , Pers. 2.26
2
xr  2 n x r  n xr  xi , Pers. 2.26
dengan frekuensi natural ωn
k pg
 n  k pg , Pers. 2.27
n  m , Pers. 2.29
2.27
m
dan rasio redam ζ
k rd
 , Pers.
Pers. 2.30
2.28
2 k pg m
k rd
Untuk kanalisis , Pers. 2.28 x adalah
xi (t )2 kkXrd imsin lebih
t , lanjut, dicontohkan input perpindahan
Pers. 2.29 i
berupa

 rd
sinyal
pg ,
sinusoidal. Pers.
Pers. 2.28
2.28
2 k
2 k pg m
pg m
xi (t )  X i sin2t , Pers.
Pers. 2.31
2.29
xxi ((tt )) 
 X i  sin
XXii sin
sin t . Pers.
Pers. 2.30
xii (t )  tt , Pers. 2.29
2.29
dengan Xi adalah amplitudo dan ω adalah frekuensi dari sinyal input
sinusoidal. Bentuk
x i (t )   X i  2 2sin diferensial
t . kedua dari xi(t) terhadap waktu adalah
Pers. 2.30
X r ( s) 2 {sin t}
2
Pers.
Pers. 2.32
 X ii  sin t .
x ii (t )   . Pers. 2.30
2.30
s 
2.31
X i ( s) 2
n  2 s  
n
2
Fungsi
X r (s) transfer
 2dengan
{sin operator
t} s dari Pers. 2.28 adalah
 2 22 2 .
 
Pers. 2.31
X rri (s) s   2 {sin
 s 

 t
} 
2

s  2 s   
 2 n  n . Pers. 2.33
Pers.
Pers. 2.31
2.31
X
X ( s
i ) 2 2
n
2
ri n nn
n 2
( j )    Pers. 2.32
Xi      2  22 
Xr  1       2   j 

 

X ( j )      n      n  
n
Pers. 2.32
    
X rri 34( j )Dasar-dasar  2 n   danRobotika
 
2 n
Mekatronika Pers.
Pers. 2.32
2.32
X ii  1        2   j 
2
 1    n     2  n  j 
2          
 X  n  1n 
k rd xi (t )  X i sin t , Pers. 2.29
 xi (t,)  X i sin t , Pers. 2.28 Pers. 2.29
2 k pg m
x i (t )   X i  22 sin t . Pers. 2.30
x i (t )t ,  X i 2 sin t .
xi (t )  X i xsin Pers. 2.30
Pers. 2.29 Pers.
i (t )   X i  sin t . 2.30
dengan Λ {•} adalah operasi tranformasi Laplace dari fungsi waktu
( s)
•.X rRespons
2 ( s) 
 22 {sin steady-state
frekuensi t} untuk input sinusoidal harmonik
X 2 {sin t} .
 
x i (t )   X X r(ssin t . Pers.frekuensi
Pers. 2.30s dengan 2.31
Xr i (s) ) s
idapat dilihat {sin t}
dengan menggantikan
. operator input
 
2 Pers. 2.31
2  2 n s   n 2.
2
X ( s ) Pers. 2.31
X (i s) s 2sjω:
kompleks 22sns 
 2 n
i n n
2
X r ( s)  2 {sin t}  2  2
 2 .    
 
Pers. 2.31
X i (s) s Xr 2 n s   n   n 
2

XXr r (( jj )   n  Pers.


Pers. 2.34
2.32
X i ( j) )   2    22n     Pers. Pers.
2.322.32
XXi i  1   2    2   j 

 

  1       2 
1n     2  nj  j 
Xr   n 
        2.32
( j )   2    n n     n  n Pers. 
Xi        
amplitudo
 1 Pers.
Dari 2.34,
    2  rasio  j antara ωn2Xr dan ω2Xi adalah
 2 X   n  
n n2 2XXr r (n j )    1 1 1  H ( ) Pers. 2.33
r( j )  1/ 2H ( a) Pers. 2.33
2 2 X i ( j )   a H a ( ) Pers. 2.33
n2
 22 2 21 / 2 1 / 2 
 XXi i      2 2  2 2 2
  1   
 
 42  2  j  j 

2 1       
4  2  

n X r   1  1     4  Hn ( )j  Pers. 2.35
( j )       nnn    n a  Pers. 2.33
1/ 2 n 
 Xi2
  2  2  2   
      2   
1 
  fasa   
dapat dihitung4   
 
  dengan j
dan sudut
    n    n 
 
    
22   
2  n n 
tan tan111   n  . . Pers. Pers.
2.342.34
  tan      22  . 2 Pers. 2.34
Pers. 2.36
2  11     
  n  1.   n n  
   tan 1 2      Pers. 2.34
       n  
1    
   n 2.19
Gambar   memberikan hubungan antara frekuensi input ω dengan
  
rasio amplitudo serta pergeseran sudut fasa.

Sensor pada Sistem Mekatronika 35


2
10

1
10
1
10

0
10
0
10

-1
10
-1
10

-2
10
-2 -1 0
10
-2 10 10
10
-2 -1 0
10 10 10
0
0
-20
-20
-40
-40
-60
-60
-80
(º) (º)

-80
-100
-100
-120
-120
-140
-140
-160
-160
-1802.19 Respons rasio magnitudo dan sudut fasa terhadap frekuensi
Gambar -2 -1 0
10 10 10
-180
-2 -1 0
Dari Pers. 2.35,
10 besar akselerasi objek
10 Xi dapat dihitung dari10 sensor
posisi relatif Xr sebagai berikut:
 2X
X i  2 n2 r . Pers. 2.37
2.35
H X ( )
Xi  2 n a r
. Pers. 2.35
H (ω) dapat
a
H a ( )didesain pada nilai 1 pada rentang frekuensi yang cukup
besar,
X i  2 sehingga
n 2 X r . Pers. 2.36
X i  2  n X r .
2
Pers. 2.38
2.36
xi (t )   n 2 x r (t ) . Pers. 2.37
xi (t )   n 2 x r (t ) . Pers. 2.37
36 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika
-180
-2 -1 0
10 10 10

Dalam Gambar 2.19 terlihat bahwa pada rasio redam ζ= 0,707


n 2 X r
Xi  2
memberikan . amplitudo dekat dengan nilai Pers.
rasio 1 dan2.35
memberikan
 H ( )
perubahana sudut fasa yang linier. Frekuensi natural dapat dibuat
besar dengan memilih nilai massa seismik kecil dan konstanta pegas
X i  2 besar.
yang .
 n 2 X rPers. 2.39 menunjukkan bahwa total akselerasi
Pers. 2.36 xi (t )
dapat langsung berhubungan dengan perpindahan relatif xr:

xi (t )   n 2 x r (t ) . Pers. 2.39


2.37

Pengukuran akselerasi ini bisa digunakan untuk mengukur


posisi dengan melakukan integrasi ganda pada data akselerasi.
Permasalahannya adalah semua pengukuran mengandung
ketidakpastian dan integrasi yang berulang mengakibatkan kesalahan
karena ketidakpastian ikut dalam proses integrasi. Selain itu, bisa
mengakibatkan kesalahan yang terakumulasi atau accumulated error.
Di sisi lain, pengukuran akselerometer ini dapat memberikan rate
data yang rapat dibandingkan dengan sensor posisi seperti GPS,
laser navigation, dan vision navigation. Penggabungan beberapa sensor
dalam penentuan lokasi disebut dengan sensor fusion.

2.5 Sensor Mikro-Elektro-Mekanikal

Perkembangan desain elektronik semikonduktor dan teknologi


dalam memproduksi rangkaian terintegrasi (integrated circuits, IC)
telah banyak memunculkan sensor-sensor dan aktuator-aktuator
disebut alat Mikro-Elektro-Mekanikal (MEM). Beberapa contoh
sensor berbasis MEM, yaitu sensor strain gage semikonduktor,
tekanan, akselerometer, dan gyro yang banyak digunakan untuk
aplikasi-aplikasi mobil dan kontroler game, telepon pintar, dan
kamera.

Sensor pada Sistem Mekatronika 37


2.6 Latihan Soal

II.1 Diskusikanlah apakah sensor vision dengan dua kamera yang


dipasang sejajar dapat mendeteksi lokasi tiga dimensi (bidang
planar x, y, dan kedalaman z) dari lokasi suatu benda yang sedang
diukur.

II.2 Lakukanlah verifikasi pada rangkaian konversi gray-to-binary.

II.3 Suatu lengan robotik dilengkapi dengan enkoder absolut pada


setiap sendi (joint). Dengan demikian, lokasi setiap lengan (link)
dapat ditentukan terhadap basis. Jika enkoder absolut diganti
dengan enkoder inkremental, apakah setiap link juga dapat
diketahui? Jika tidak, bagaimana robot tersebut dapat mencapai
posisi nol?

II.4 Sebuah strain gage dengan resistansi 120Ω dan gage factor 2,0
digunakan untuk mengukur strain 100με (100 x 10-6). Berapakah
perubahan resistansi gage dari kondisi tidak terbeban ke kondisi
terbeban?

II.5 Berikanlah analisis mengapa model akselerometer tidak


menunjukan gaya gravitasi secara eksplisit.

38 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


3
AKTUATOR

3.1 Pendahuluan

Aktuator adalah peralatan yang digunakan untuk membuat gerakan


atau aksi, perubahan fisis baik secara perpindahan linier maupun
angular. Aspek yang penting dalam sistem mekatronika adalah
pemilihan tipe aktuator. Dengan demikian, prinsip kerja, karakteristik,
dan peruntukan dari jenis-jenis aktuator perlu untuk dipahami. Bab
ini akan mengupas beberapa aktuator penting yang digunakan dalam
sistem mekatronika: solenoid, motor listrik, hidraulik, dan motor
stepper, serta pnuematik.

3.2 Solenoid dan Relay

Solenoid terdiri dari koil dan inti besi bergerak yang disebut dengan
armatur. Ketika koil diberikan arus, inti bergerak menutup celah
udara di antara inti. Inti bergerak biasanya ditempatkan pegas untuk
memberikan dorongan pada inti ketika arus dimatikan. Gaya yang
timbul proporsional terhadap arus kuadrat dan berbanding terbalik
terhadap jarak kuadrat celah udara. Solenoid berharga murah dan
penggunaannya terbatas pada aplikasi on-off seperti penguncian,
selot, dan pemicuan. Penggunaannya banyak ditemui pada peralatan
rumah tangga dan kendaraan, misalnya katup mesin cuci, selot pintu
mobil, dan solenoid starter, serta otomasi pabrik.

Aktuator 39
Relay elektromekanik adalah solenoid yang digunakan sebagai
penyambung dan pemutus kontak mekanikal antara rangkaian listrik
yang berbeda daya. Tegangan input yang kecil memberikan input pada
kontrol solenoid dan memberikan kontak pada rangkaian arus yang
besar. Aplikasi dari relay termasuk switch daya dan elemen kontrol
elektromekanikal. Relay berfungsi seperti switch transistor daya,
tetapi memiliki kemampuan untuk men-switch ke daya yang besar.
Contoh rangkaian menggunakan relay diilustrasikan dalam Gambar
3.1.
Motor AC 220 V

armatur Tegangan AC 220 V

koil Tegangan DC control 24 V


pegas

Inti besi

Gambar 3.1 Rangkaian kontrol bertegangan 24 V dengan relay untuk mengontrol on-
off motor dengan rangkaian bertegangan AC 220 V.

3.3 Motor Listrik

Motor listrik sampai saat ini masih merupakan aktuator yang paling
medan stator
banyak digunakan dalam sistem elektromekanikal. Klasifikasi dari
stator
motor listrik dapat dilihat pada Gambar 3.2. Perbedaannya terletak
3 4
pada lilitan stator 2dan rotor dan karakteristik
5 torka pengoperasian. Pada
rotor
dasarnya, motor listrik dibagi menjadi dua bagian, yaitu motor Direct
1 6
arus keluar
medan
40 armatur
Dasar-dasar 1
6 Mekatronika dan Robotika arus masuk

5 2 gulungan
armatur
4 3
Current (DC) dan motor Alternating Current (AC), sesuai dengan
karakteristik pengoperasian arus listrik. Motor DC memiliki
keunggulan dalam kemudahan pengontrolan kecepatan, sedangkan
Motor AC memiliki keunggulan dapat memberikan daya yang
lebih besar. Motor AC induksi sangat banyak aplikasinya pada
industri dan saat ini dengan komponen variable frequency drive (VFD)
memungkinkan pengaturan kecepatan motor AC.

Motor Listrik

Motor AC
Motor DC Single/
Polyphase

Brushed Brushless Induksi Sinkron Universal

Series Wound
Shunt Squirrel-
Compound cage

Gambar 3.2 Klasifikasi motor listrik.

Secara tipikal, motor terdiri dari dua bagian komponen, yaitu


stator dan rotor. Stator adalah bagian motor yang tidak bergerak,
memberikan medan magnetik, baik dari magnet permanen atau
koil. Rotor adalah bagian motor yang berputar, terdiri dari poros
yang disangga oleh bearings, terdapat lilitan koil yang biasa disebut
lilitan armatur. Terdapat celah udara antara rotor dan stator sehingga
medan magnetik akan saling berinteraksi.

Dalam motor DC, terdapat bagian pada rotor, yaitu komutator yang
memberikan arah arus pada lilitan armatur. Untuk motor dengan

Aktuator 41
0
1
B 0
1
INDEX 0
(a) skema dan sinyal
komutator, sikat (brush) memberikan area kontak pada rangkaian
suplai dengan lilitan armatur. Sikat ini dilengkapi dengan pegas
untuk meyakinkan terjadinya kontak dengan komutator. Jika tidak,
maka akan terjadi lompatan listrik (‘spark’) pada celah udara yang
akan mengakibatkan kerusakan pada sikat.

Motor DC brushless terdiri


(b) piringandari magnet permanen pada rotor
sebenarnya
dan medan berputar pada stator. Magnet permanen pada rotor
mengeliminasi kebutuhan komutator pada rotor. Arus DC pada koil
stator ditukar sebagai respons dari sensor proximity yang aktif ketika
w
Metal tipis motor DC brushless adalah
poros berputar. Salah satu keunggulan
tidak diperlukannya pemeliharaan dan penggantian sikat yang aus. h
Karena tidak adanya lilitan rotor dan inti besi, inersia rotor ρ lebih
kecil. Selain itu, masalah disipasi panas juga hampir tidak ada. Satu
kekurangan dari motor brushless adalah diperlukannya sensor-sensor L
dan rangkaian kontrol.
Plastik A
Torka diproduksi oleh motor listrik melalui interaksi Konduktor
antara medan
persegi
stator dan arus armatur atau antara medan stator dan medan armatur.
Tempat
solder
Interaksi antara medan stator dan arus armatur dan menghasilkan
torka ditunjukkan dalam Gambar 3.3.
medan stator
stator
3 4
2 5 torka
rotor

1 6
medan arus keluar
armatur
6 1 arus masuk

gulungan
5 2
armatur
4 3
stator

medan stator
Gambar 3.3 Interaksi medan stator dan arus armatur.

42 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


Gambar 3.4 mengilustrasikan prinsip kerja motor DC sederhana
dengan dua sikat. Notasi diberikan sebagai berikut: i adalah arus
listrik yang diberikan pada lilitan armatur; abcd adalah segmen lilitan
armatur yang berada pada ruang medan magnet stator; r adalah jarak
dari poros putar ke lilitan terluar; l adalah vektor lilitan armatur; B
adalah densitas fluks magnetik; FχΨ adalah gaya induksi dari interaksi
medan magnet dan arus listrik pada segmen χ ke segmen Ψ; θ adalah
sudut (l × B) antara
Fab = ipotong = ilB medan magnetik dan vektor lilitan armatur; dan
τ ab = rFtotal
adalah fluks magnetik dimana ϕ = ꭍ B. dA dengan
ab sin θ
Fab = i (l × B) = ilB o
A Pers. 3.1
=
Ketika rilB sin
posisi 90
τFab =
= τirF sin
(l pada
×B
ab )=θlilitan berada sebidang dengan arah medan magnet,
ilB ab:
ab =
torka rilB berlawanan
segmen
o
arah jarum jam. Pers. 3.1
rF sin sin 90
ab
τ ab == rilB θ
Fab = i (l ab× B) = ilB Pers. 3.1
= rilB
rilB sin berlawanan
90 o arah jarum jam.
τ ab == rF ab sin θ
Torka τbc pada segmen bc: Pers. 3.1
= rilB berlawanan arah jarum jam.
= rilB sin 90 o
Fbc = i (τl ×pada
Torka B) = segmen
0 bc: jarum jam.
= rilB bc berlawanan arah Pers. 3.2
τ bc = rFbc sin θ = 0.
Fbc = iτ(τlbc×pada
Torka
Torka B) =segmen
pada 0
segmen bc:bc:
bc Pers. 3.2
τFbc == rF B)θ==segmen
sin
iτ(lbcbc×pada 0 0.
Torka bc bc: Pers. 3.2
Torka τ cd pada segmen cd:
τ bc = rFbc sin θ = 0.
Fbc = i (l × B) = 0
Fcd = i (τl ×pada B) = ilB Pers. 3.2
τTorka τ cdpada segmen
bc = rFcdbc sin θ = 0.
Torka segmen cd:cd:
τ cd = rFcd sin θ
Fcd = i (τlcd×pada
Torka B) = ilB segmen cd: Pers. 3.3
= rilB sin 90 o
τFcd == irF sin θ ilB
Torka cd = τ(lcdcd×pada
rilB B )= segmenarah
berlawanan cd: jarum jam. Pers. 3.3
o
= rilB
τ = rF sin θ sin 90
Fcdcd = i (l cd × B) = ilB Pers. 3.3
= rilB berlawanano arah jarum jam.
τ cd = rFcd sin
= rilB sin θ90
Torka
Torka ττda pada segmen
da pada segmen da:
= rilB berlawananda: arah jarum jam. Pers. 3.3
= rilB sin 90 o
Fda = i (l × B) = 0
Torka τda pada
= rilB segmenarah
berlawanan da: jarum jam. Pers. 3.4
τ da = rFda sin θ = 0.
Fda = iτ(da
Torka l ×pada
B) =segmen
0 da:
Pers. 3.4
τFda == rF B)θ=segmen
sin
iτ(dalda×pada =0 0.
Torka da da: Pers. 3.4
Total
τ da = rFda sin θ = 0. ind adalah:
torka induksi τ
Fda = i (l × B) = 0 Aktuator 43
ττTotal τ ab + τinduksi Pers. 3.4
= torka bc + τ cd τ + τ daadalah:
da = rFda sin θ = 0. ind
ind
Pers. 3.5
= 2rilB
τ da = rFda sin θ = 0.
Total torka induksi τ ind adalah:

τ ind torka
=
Total τ ab + τinduksi
bc + τ cd τ
+ τ daadalah:
Total torka induksi τindindadalah: Pers. 3.5
= 2rilB
τ ind τ ab + τ bc + τ cd + τ da
=
Pers. 3.5
= 2rilB
Karena B = φ /(πrl ) maka
Karena B = ϕ / (πrl) maka
Karena 2
τ ind = Bφi=. φ /(πrl ) maka Pers. 3.6
π
2
τDari φi .
ind =Pers. Pers. 3.6
π 3.6, torka pada motor DC ditentukan oleh fluks pada
motor, arus yang dimasukkan ke dalam lilitan, dan konstanta yang
merepresentasikan konstruksi dari motor. Dalam aplikasinya, jumlah
lilitan serta kisi komutator dapat diperbanyak sesuai dengan kapasitas
ruang rumah motor. Dengan demikian, nilai torka dari motor dapat
meningkat. Perlu diketahui bahwa dari perilaku feromagnetik bahwa
magnetisasi pada inti besi dan arus listrik yang dapat dimasukkan ke
lilitan adalah terbatas.

o
edc
c ωm

b
i C
L i
N
komutator d eba
r
t =0
R i a
+ M
M’ S
VB eind o
_ sikat

arus
masuk
arus
c-d B keluar
ω
N Fcd, ind S
Fab, ind

r
a-b

Gambar 3.4 Prinsip kerja motor DC sederhana dengan dua sikat.

Metode lain dalam operasi motor listrik dalam membangkitkan torka


adalah melalui interaksi medan magnetik stator dan rotor. Interaksi
medan magnetik pada motor listrik diilustrasikan dalam Gambar
3.5. Konstruksi mesin terdiri dari stator dan rotor. Rotor terdiri

44 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


dari lilitan armatur dan inti dari bahan feromagnetik terhubung
dengan komutator dan sikat. Arus diberikan pada lilitan armatur
mengakibatkan pembuatan kutub utara dan selatan dari inti besi.
Pada bagian (i) Gambar 3.5, kutub utara pada inti rotor berhadapan
dengan kutub utara dari stator yang mengakibatkan gaya tolak-
menolak. Ketika inti berputar (ii) dan kutub utara pada bagian inti
bertemu dengan kutub selatan pada bagian (iii), terjadi gaya tarik
magnetik. Berikutnya pada bagian (iv) komutator berada pada posisi
netral dan inti menjadi tidak memiliki kutub. Inersia yang sebelumnya
masih terdapat gaya putar diakibatkan gaya tarik sebelumnya. Pada
bagian (v), komutator terhubung lagi dengan rangkaian arus listrik
dan kutub utara-selatan berpindah dari sebelumnya sehingga kutub-
kutub pada inti rotor dan kutub-kutub pada stator akan memberikan
gaya tolak-menolak. Torka motor bertambah seiring dengan
bertambahnya jumlah kutub yang berinteraksi.

segmen
komutator

AA
N S
B

kutub
+
stator

torka

B N
N A
N S
N
S A
B S
(iii)
(i)
B
N S
N A
(iv)
N B A S

N B
S N S
A S
(ii) (v)

Gambar 3.5 Interaksi medan listrik pada motor.

torka Aktuator 45
awal (Ts)
Ketika lilitan rotor memotong medan magnetik, suatu gaya
elektromotif balik (back electromotive force atau back emf) terinduksi
melawan tegangan yang diaplikasikan kepada motor. Ketika
komutator mengubah arah dari arus, suatu tegangan juga terinduksi
melawan arah arusnya. Back emf ini tentu akan mengurangi arus yang
diaplikasikan pada motor sehingga mengurangi torka motor.

Motor AC juga beroperasi dengan interaksi medan magnet,


tetapi tidak memerlukan komutator. Hal ini dikarenakan medan
rotasi berputar pada stator yang diakibatkan oleh tegangan AC
dan juga konstruksi dari koil stator pada rumah motor. Lilitan
rotor motor asinkron atau motor induksi tidak diberi tegangan
eksternal, tetapi tegangan diinduksikan ke lilitan rotor oleh medan
magnetik putar pada start. Rotor berputar dengan kecepatan yang
lebih rendah dibandingkan dengan kecepatan medan magnet pada
stator yang disebut dengan slip. Karena itulah, motor asinkron
disebut dengan motor induksi. Pada motor AC sinkron, lilitan rotor
dicatukan melalui cincin slip (slip rings), bukan dengan komutator.
Sikat memberikan kontak yang konstan dengan slip rings dan
memberikan kutub magnet yang konstan pada rotor. Dengan
adanya medan magnet yang berputar di sekitar lilitan rotor, kutub
magnet pada rotor akan tertarik berputar dengan kecepatan yang
sama dengan medan magnet berputar. Motor sinkron ini tidak bisa
dijalankan secara langsung karena medan magnetik putar yang
terlalu cepat belum sempat menarik rotor. Cara untuk menggerakkan
motor sinkron ini adalah dengan memberikan mekanisme motor
induksi pada rotor terlebih dahulu. Setelah kecepatan rotor sudah
dekat dengan kecepatan medan magnet putar, catu daya pada rotor
diberikan.

3.4 Motor DC

Motor DC paling banyak digunakan pada desain mekatronik karena


karakteristik torka-kecepatan dapat dicapai dengan konfigurasi
kelistrikan yang bervariasi. Kecepatan Motor DC dapat dikontrol

46 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


B

kutub
+
stator

dan juga pada beberapa


torka
kasus putarannya dapat dibolak-balik.
Karena motor DC memiliki rasio tinggi dari torka ke inersia rotor,
respons motor DC dapat sangat cepat. Pengereman B juga
N dapat
N A
dilakukan secara cepat dan dengan efisiensi yang tinggi.
N S
N
S A
B S
Kurva torka-kecepatan menunjukkan bahwa suatu (iii) nilai torka
motor dapat diberikan (i)pada kecepatan yang berbeda. Untuk torka
B
yang diberikan oleh motor, kurva arus-torkaN
dapat digunakan
S
untuk menentukan berapaN arus yang dibutuhkan ketika
A
tegangan
diaplikasikan. Sebagai rule-of-thumb, motor memberikan
(iv) torka yang
besar pada kecepatan
N B yangA
rendah
S
dan torka besar menghasilkan
arus motor yang besar. B N
S N S
Torka pada saat starting atau start torque Ts adalah Atorka maksimum
S
yang dapat diproduksi oleh
(ii) motor, pada kecepatan nol,(v)terkait dengan
keadaan starting atau pembebanan berlebih. Kecepatan tanpa-beban
ωmax adalah kecepatan maksimum yang dapat dicapai motor ketika
tidak ada beban atau torka yang diberikan pada motor. Kurva torka-
kecepatan dan torka-arus ditunjukkan pada Gambar 3.6.
torka
awal (Ts)
torka

arus

kecepatan Kecepatan
Tidak ada bebantanpa beban
kecepatan torka
(ωmax)

Gambar 3.6 Kurva torka-kecepatan dan torka-arus.

Bergantung pada bagaimana medan magnetik dibangkitkan, motor


DC diklasifikasikan menjadi empat kategori, yaitu magnet permanen,
lilitan shunt, lilitan seri, dan lilitan gabungan. Skematik dan kurva
torka kecepatan dapat dilihat pada Gambar 3.7.

Aktuator 47
IL
torka arus (IL)

+
magnet V

kecepatan torka
(a) skematik DC motor magnet permanen dan kurva kecepatan torka

IA IL
torka mendekati arus (IL)
arus medan konstan
kecil (1-5%)
+
IF V

variabel resistor

kecepatan torka
(b) skematik DC shunt motor dan kurva kecepatan torka

IA IL
torka arus (IL)
kumparan berat

+
V

kecepatan torka

(c) skematik DC motor seri dan kurva kecepatan torka


IA IL

torka arus (IL)


seri
+
V
IFI
shunt F

kecepatan torka
(d) skematik DC motor gabungan dan kurva kecepatan torka

Gambar 3.7 Skematik Motor DC dan kurva torka-kecepatan.

kemf ω
Vemf =48 m ,
Dasar-dasar Mekatronika dan RobotikaPers. 3.7

diin
Pada motor tipe magnet permanen, medan magnet stator diberikan
oleh magnet permanen dan tidak ada daya luar sehingga itu tidak
ada rugi arus. Motor magnet permanen berukuran lebih kecil
dibandingkan dengan motor di kelasnya karena medan magnet dari
permanen magnet tinggi. Motor ini juga sangat mudah ditukar arah
putarannya dengan mengarahkan kutub tegangan. Motor magnet
permanen sangat cocok digunakan untuk aplikasi kontrol karena
relasi yang linier dari torka-kecepatan. Ketika motor digunakan
untuk aplikasi pengontrolan posisi atau kecepatan, motor tersebut
dinamakan motor servo. Permanen magnet digunakan untuk aplikasi
daya rendah karena nilai daya terbatas biasanya hanya sampai lima
daya kuda (horsepower/hp atau sekitar 3728 W). Motor magnet
permanen ini bisa berupa tipe brushed, brushless, atau motor stepper.

Motor shunt memiliki lilitan stator (atau medan) dan rotor (atau
armatur) yang saling terkoneksi secara paralel, disuplai oleh sumber
daya yang sama. Beban arus total merupakan penjumlahan dari
arus medan dan arus armatur. Motor shunt menghasilkan kecepatan
konstan pada variasi pembebanan yang berbeda, memiliki torka
starting 1,5 kali lebih besar pada nilai torka operasi, memiliki
torka starting yang paling kecil dibandingkan dengan motor DC
lainnya, dan dapat mengatur kecepatannya dengan menambahkan
potensiometer secara serial pada lilitan medan (sehingga lebih
ekonomis dalam penyesuaian kecepatan).

Motor seri memiliki lilitan armatur dan medan terkoneksi secara serial
sehingga arus armatur dan medan sama. Motor seri memberikan
torka starting yang besar, variasi kecepatan terhadap beban, dan
kecepatan tinggi pada beban yang kecil. Pemindahan beban yang tiba-
tiba (misalnya sabuk [belt] yang putus) dapat menimbulkan kegagalan
fatal karena gaya dinamik dalam kecepatan tinggi. Kegagalan ini
disebut run-away. Selama motor tetap berada pada keadaan terbeban,
run-away tidak terjadi. Kurva torka-kecepatan untuk motor seri ini
berupa bentuk hiperbola, memberikan daya konstan pada rentang
yang lebar.

Aktuator 49
(b) skematik DCvariabel resistor
shunt motor dan kurva kecepatan torka

IA IL kecepatan torka
torka
(b) skematik DC shunt motor dan kurva kecepatan torka arus (IL)
Motor gabungan mencakup lilitan seri dan shunt, menghasilkan

berat
karakteristik kombinasi dari motor shunt dan seri. Kecepatan motor
IA IL+
gabungan terbatas, tidak seperti motor
torka seri, tetapi regulasi
arus (Ikecepatan

kumparan kumparan
L)
V
tidak sebaik motor shunt. Torka yang diproduksi oleh motor gabungan

berat
ini lebih rendah dibandingkan+ dengan motor seri pada ukuran yang
sama. V kecepatan torka

Tidak seperti motor


(c) skematik permanen
DC motor magnet,
seri dan kurva kecepatanketika
torka polaritas kutub
tegangan motor shunt, IA seri, dan
IL gabungan kecepatan arah dari rotasi
diubah, torka
tidak berubah (sehingga motor-motor tersebut tidak reversible). Hal ini
(c) skematik DC motor seri dantorka
kurva kecepatan torka
karena keduaseri polaritas dari stator dan rotor berubah,arus (IL) medan
lilitan
dan lilitan armaturIA dieksitasi oleh
IL
+ sumber yang sama.
V torka arus (IL)
3.4.1 Persamaan
seri Elektrikal
IF Motor DC
shunt +
Rangkaian ekuivalen dari lilitan V armatur (rotor) dapat dimodelkan
dengan resistansi Rarm IF dan induktansi Gambar 3.8. Ketika
Larmkecepatan torka
armatur(d)
mulai shunt
berputar dalam suatu medan magnet stator, tegangan
skematik DC motor gabungan dan kurva kecepatan torka
back-emf Vemf terinduksi pada lilitan armatur melawan tegangan
sumber. Besarnya back-emf proporsional memiliki kecepatan hubungan yang torka
proporsional terhadap kecepatan motor ω :
(d) skematik DC motor gabungan dan kurva mkecepatan torka
Vemf = kemf ωm , Pers. 3.7
dengan konstanta k emf adalah konstanta elektrik pada motor.
Konstanta
Vemf = kemfkemf
diω
inmini, biasanya dilaporkan pada spesifikasi manufaktur
Pers. 3.7
Vin = LHukum
motor. arm + Rarmiinuntuk
Kirchoff + Vemf
tegangan dari rangkaian Gambar 3.8
menghasilkan dt persamaan: Pers. 3.8
diin
= Larm di + Rarmiin + kemf ωm
Vin = Larm din t + Rarmiin + Vemf
dt Pers. 3.8
diin
= Larm + Rarmiin + kemf ωm
dt

50 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


Larm Rarm
iin

+
Vin Larm Rarm
- iin
Larm Rarm
iin
+ - Vemf +
Vin
Gambar 3.8 Rangkaian ekuivalen dari model elektrikal motor armatur.
-+
τm =3.4.2
kτ iin Persamaan
, Vin Mekanikal Motor DC
Larm Pers. 3.9
Rarm
-
Dengan adanya kaitan iin antara medan stator dan arus armatur, torka
- Vemf +
yang dibangkitkan motor DC adalah proporsional terhadap arus
τm (J a + J B ) dωm ++ τ f + τ B ,
armatur:
- VPers.
emf +
3.10
τ m = kτ iin , dt
Vin
Pers. 3.9
- konstanta torka motor. Konstanta torka motor ini
dengan kτ ,adalah
τ m = kτ iin Pers. 3.9
=Vin biasanya kemf ωm . pada spesifikasi manufaktur
Rarmiin +dilaporkan Pers.motor.
3.11
dωm
= m (
τDinamika J a + J
pada
B ) + τ f + τ
motor dimodelkanB , Pers.
pada persamaan berikut:3.10
dt - Vemf +

= τ m (J a + J B ) m + τ f + τ B , Pers. 3.10
Rarm dt
Vin =   
iτim, + kemf ωm Pers. 3-1
= τdengan
V in
m =k Rkτ
τ arm ain
J
in +
dan k J
emf
B
ω .
adalah
m momen inersia dari Pers.
Pers.
armatur 3.9 beban, τ
3.11
dan f
adalah torka akibar gaya gesek yang melawan rotasi armatur, dan τB
= Vadalah
in Rarm iin +yang
torka kemf ωdiakibatkan
m. oleh beban. Pers. 3.11
 kτ(JRarm dωkm 
= τKetika + J+τB ) k+τ diaplikasikan
+ τωf + τ B , pada motor DC, Pers.
3-23.10
τ m =V   V m m .
ategangan rotor berakselerasi
= emf ω
kemf
m
in
Pers.
Pers. 3-1
R  k  m dt
in
R
 arm
sampai  ke   armnormal.
τ kondisi  Pada keadaan tunak (steady-state), Pers.
 Rarm 
V in = 
3.8 
menjadi τ m + kemf ωm Pers. 3-1
 τ k
= Vin Rarmiin + kemf ωm . Pers. 3.11
  kτωm   kτ kemf 
= τ 1 − pada
τ m τBegitu
m st=  juga  Vin +Pers.
 3.10, m . motor menyeimbangi
ωtorka Pers.Pers.
3-3 3-2
torka karena
  Rarmωmax    Rarm 
gesekan  kdan beban.  kτ kemf 
τ m =  Rarm τ
Vin +  ωm . Pers. 3-2
Vin =  Rarm τ m + kemfRωarmm  Pers. 3-1
 kτ  Aktuator 51
τ  ωm 
=τst τ m τ st 1 −  Pers. 3-3
 ωmax 
 ωm 
=τm (J adω+ J B ) m
+τf +τB , Pers. 3.10
=τ m (J a + J B ) m dt
+τf +τB , Pers. 3.10
= dtω .
Vin Rarmiin + kemf Pers. 3.11
m

Dengan mensubstitusikan Pers. 3.9 ke Pers. 3.11, didapatkan:


=V=in RVarm
in i +
in kemfiinωm+. kemf ωm .
Rarm Pers. 3.11 Pers. 3.11
R 
Vin =  arm τ m + kemf ωm Pers. 3.12
3-1
 τ  k
 Rarmmotor
dan torka  Rarm 
V 
in = Vin =τ
 m +didapatkan
τωm m+ kemf ωm
kemf Pers. 3-1 Pers. 3-1
 kτ  kτ 
 k  k k 
τ m =  τ Vin +  τ emf ωm . Pers. 3.13
3-2
 Rarm   Rarm 
 kτ ini memberikan k k 
τPers.
m = 
3.13
 Vin k+  τ emf relasi
ωkm k. torka
 motor denganPers.tegangan
3-2 suplai.
τRmarm=
τ
 VRarm+  τ emf
ωm . Pers. 3-2
Untuk kurva  ω R   in  Ryang
torka-kecepatan
marm 
linier seperti pada Gambar 3.9,

= m τ st 1 −torka pada
τpersamaan  arm Pers. 3-3
Pers. 3.13 dapat dituliskan sebagai berikut:
 ωmax 
 ω 
=τ m τ st 1 − m  Pers. 3.14
3-3
ω  ω 
τ= τ m τ stmax 1− m  Pers. 3-3
τst
dengan τst adalah ωmax
 torka  pada kecepatan nol, dan ωmax adalah
starting
kecepatan maksimum pada keadaan tidak berbeban (no load) atau
τ
torka sama dengan nol.
τst
τ
τst

ωmax ω

ωmax ω

ωmax ω

Gambar 3.9 Kurva torka-kecepatan linier

52 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


Pembandingan Pers. 3.13 dan Pers. 3.14 didapatkan bahwa torka
starting τst adalah ketika kecepatan motor ωm = 0, sehingga
 k 
ττ st =  kτττ V Vin ,, Pers.
Pers. 3.15
st =  3.15
st  R
Rarm  inin
ττ st =  kkarm
arm
τ
Vin ,, Pers.
dan = τ
st ω R terjadi  Vin pada saat τ = 0, didapatkan Pers. 3.15
3.15
max
Rarm 
arm  st

= ττkτststst R
Rarm
τω
ωstmax =
max  k
=
arm .
Vin .,
arm Pers.
Pers. 3.16
Pers. 3.15
3.16
max
R k emfk k τ
 τarm R
emf  τ
ω max =
τ ststemfRarm τ
arm .Pers. 3.14, daya yang diberikanPers. oleh3.16
ω
Menggunakan
max = k k . Pers. motor pada
3.16
kecepatan k emfyang
emf kτ berbeda dapat diekspresikan sebagai berikut:
τ

 ω 
ωP ω )) === ττ stmR
P ((max ωarm= ω τ 1 − ω mmm  . Pers. 3.17
ω τ mm ω mmm = . ω mmmτ ststst 1 − ω max  .

Pers.
Pers. 3.16
3.17
k emf kτ  ω ωmax 

 − ω mm  ..
max
P
P ((ω
ω )) == ττ m ω ω m == ω ω mτ τ st 1 1 − Pers.
Pers. 3.17
3.17 dengan
Daya maksimum dapat m m m st
 ω dicari
ω max 
max 
 pada suatu kecepatan
menurunkan persamaan daya Pers. 3.17 terhadap perubahan kece-
 ω  
d
dPP τ st 1 − 2 2=ω m ω 
=
=
patan:
Pdω (ω ) =
τ stτ 
st  1 ω− ω max ω mτ==st 001..− m  .
m
m Pers.
Pers. 3.18
3.17
3.18
ddω
m m 
 ω max 
P  ω2ω max
max 
 
= dP τ st 1 − 2ω m  0 .
= d ω τ st 1 − ω m  = =0 .
Pers.
Pers. 3.18
3.18
dω  ω max max  
Penyelesaian 1 persamaan ini, didapatkan kecepatan yang memberi-
ωdPm *** = 1 ω  max 2, ω m  Pers. 3.19

kan m =
daya τ 2 ω 
st  max 1 −
optimal
max ,  = 0 .
adalah Pers. 3.18
Pers. 3.19
m
2
dω * 1  ω max 
ω 1 max ,
ω mm * = = 2ω ω max , Pers.
Pers. 3.19
3.19
2
yaitu setengah V
I stall* = 1Vininin . dari kecepatan no load. Pers. 3.20
ωI stall
stall = Rω ., Pers.
Pers. 3.20
3.19
2RV
m armmax
Manufaktur arm motor juga menspesifikasikan resistansi armatur R
II stall = Varm in
.. Pers. 3.9 dan Pers. 3.15, arus stall,Pers. arm.

stall = R
Menggunakan in
yaitu3.20
Pers. arus maksi-
3.20
mum yang Rarm
arm melalui motor ketika diberikan tegangan suplai:

Vin
I stall = . Pers.
N / S 3.20 N
Rarm N // SS
N N /// SSS
N
SS
Peralatan pengontrol
S motor N DC akan dibahas pada
N
N N / S bagian 4 dan
N/S
algoritma pengontrol motor, baik untuk posisi, N/S
kecepatan, N/S
maupun
Motor
Motor Smagnet
magnet permanen
N
permanen N / S N /S
Motor
torka dibahas Smagnet
pada permanen
bagian 5. N N
N // SS N
N // SS
Stator
Stator dengan polaritas yang dapat diatur
Motor magnet permanen Stator dengan
N / S polaritas
dengan polaritas yang
yang
N / dapat
dapat
S diatur
diatur
Motor magnet permanen N / Aktuator
S 53 N / S
N S SS N N N N N
Stator dengan
N SSS polaritas
N
yang dapat
SS diatur
N
N S N
N N
N N
N Stator dengan
N N
N dapat
polaritas yang S diatur

NMotor magnet
S permanen
N
N
N N
N N N
N / SS
NN / SS
N
3.5 Motor Stepper

Tipe motor DC yang spesial adalah motor stepper, yaitu motor DC


magnet permanen atau variable reluctance yang memiliki karakteristik:
dapat berotasi pada kedua arah, dan dapat menahan torka pada
kecepatan nol, serta dapat dikontrol menggunakan rangkaian digital.
Perubahan sudut angular dapat diatur secara akurat, disebut dengan
step yang dihasilkan dari pulsa digital yang dikirimkan oleh rangkaian
drive. Jumlah dan laju pulsa mengontrol posisi dan kecepatan dari
poros motor. Motor stepper difabrikasi dengan step per revolusi 12,
24, 72, 144, 180, dan 200 menghasilkan resolusi perubahan angular
30º, 15º, 5º, 2,5º, 2º, dan 1,8º per step. Rangkaian mikro-stepping dapat
didesain dengan jumlah step per revolusi yang lebih banyak, misalnya
sebesar 10.000 step/rev atau lebih.

Motor stepper bisa dapat berupa bipolar, membutuhkan dua sumber


daya atau sumber daya dengan switchable polaritty, atau unipolar yang
hanya membutuhkan satu sumber daya. Biasanya motor stepper
memberikan daya kurang dari 1 hp (746 W) dan digunakan untuk
kontrol posisi berdaya rendah.

Motor stepper komersial memiliki lebih banyak jumlah kutub yang


memberikan banyak kesetimbangan. Dalam kasus motor stepper
magnet permanen, stator terdiri dari lilitan kutub dan rotor pole
berupa magnet permanen. Pergerakan dan penahanan rotor dilakukan
dengan mengeksitasi variasi konfigurasi lilitan. Motor stepper dengan
variable reluctance memiliki rotor dari bahan feromagnetik yang akan
menjadi kutub magnet ketika diberi arus listrik.

Prinsip kerja motor stepper sederhana seperti ditunjukkan dalam


Gambar 3.10. Ketika step ke 0, rotor berada dalam keadaan
setimbang karena kutub-kutub yang berlawanan pada stator dan
rotor saling berpadanan. Ketika polaritas kutub stator tidak diubah,
rotor akan tetap berada dalam kondisi posisi tersebut. Selain itu, juga
dapat menahan torka yang melawan sampai suatu batas yang disebut

54 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


dengan holding torque. Ketika polaritas stator berubah dari step 0 ke
step 1, torka diaplikasikan kepada rotor memberikan pergerakan 90º
searah jarum jam ke posisi kesetimbangan yang baru seperti terlihat
pada step 1. Ketika polaritas stator diubah dari step 1 ke step 2, rotor
mengalami torka mengubah posisinya ke step 2. Dengan mengubah
polaritas seperti ini seterusnya, rotor dapat bergerak searah jarum
jam. Pergerakan berlawanan arah jarum jam dapat dicapai dengan
mengaplikasikan sekuens polaritas dalam arah yang berlawanan.
Torka motor berhubungan langsung dengan kekuatan medan
magnetik dari kutub stator dan rotor.

N/S N/S
S N

Motor magnet permanen N/S N/S


Stator dengan polaritas yang dapat diatur

N S N N N N S N S N

N S S S S S S N S N

Step 0 Step 1 Step 2

Gambar 3.10 Sekuens motor stepper.

Respons dinamika dari kondisi rotor yang terbeban perlu diperhatikan


ketika meliputi gerakan awal dan berhenti, perubahan kecepatan,
perpindahan yang besar, atau perubahan beban yang cepat. Hal
ini karena inersia dari beban dan rotor dapat melebihi step yang
diinginkan. Respons dinamika pada satu step menimbulkan respons
underdamped. Jika rasio redaman ditingkatkan dalam sistem, misalnya
YEL RED OR BLK GRN BRN
dengan redaman mekanis,
V friksi, atau viskositas, respons dapat
3

dimodifikasi untuk meredam osilasi. Walaupun rasio redam sudah


ditentukan secara ideal,
ф1 diperlukan
ф2 ф3 waktu
ф4 untuk mencapai kondisi
1 1 1 1

1 1 1 1

kutub stator/ N S
gulungan step 1 55
S N Aktuator
ϕ2 ϕ4 ф1, ф3 : ON
N S
ϕ1 ϕ3 N
PM S step 1.5
tunak pada suatu posisi. Waktu tunak (settling time) ini
bervariasi dengan besar step dan besar rasio damping.

Karakteristik torka-kecepatan pada motor stepper dibagi menjadi


dua bagian, yaitu mode locked step dan mode slewing Gambar 3.11.
Dalam mode locked step, rotor berada pada keadaan dekselerasi
bahkan bisa pada keadaan berhenti pada setiap step. Dalam keadaan
ini, motor dapat di-start, di-stop, atau di-reverse tanpa kehilangan
step. Ketika mode slewing, kecepatan yang terlalu tinggi tidak
memungkinkan untuk motor melakukan starting, stopping, atau
reversin. Rotor harus secara bertahap berakselerasi untuk memasuki
mode ini dan berdekselerasi untuk meninggalkannya. Pada mode
slewing, gerakan rotor sinkron dengan rotasi medan stator dan tidak
diam di antara step.

torka

mode memutar

mode terkunci

kecepatan
Gambar 3.11 Karakteristik torka kecepatan motor stepper.

Gambar 3.12 mengilustrasikan skematik pada koil motor stepper


unipolar dengan transistor daya yang harus di-switch on dan off
untuk menghasilkan kontrol sekuens dari polaritas stator untuk
menghasilkan putaran.

56
YEL Dasar-dasar
RED OR BLKMekatronika
GRN BRN dan Robotika
V3
Step 0 Step 1 Step 2

N S S S S S S N S

Step 0 Step 1 Step 2

YEL RED OR BLK GRN BRN


V3

ф1 ф2 ф3 ф4

1 1 1 1

1 1 YEL RED OR BLK GRN BRN


Gambar 3.12 Skematik 1motor stepper
1 standar.
V3
kutub stator/ S N
Gambar 3.13 mengilustrasikan konstruksi step 1
dan sekuens stepping
gulungan S N
untukϕ2motor ϕstepper
4
unipolarф1 empat
ф ,fasa.
ф12 3ф : ONTerdiri
ф3 фdari
4
dua kutub
magnet permanen pada rotor danS empat kutub stator, yakni setiap
N
ϕ1
kutub dililit dengan ϕ3 dua lilitan
N 1
dengan1
arah yang
1 berbeda
1 (misalnya
PM 1S 1 step 1.5 1
Φ1 dan Φrotor
2
merupakan lilitan pada N kutubф1 kiri
: ON atas).
1

ϕ4 ϕ2 S N
kutub stator/ S
N N step 1
ϕ3 ϕ gulungan
1 step
S N2
ϕ2 ϕ4 S ф1, ф3 : ON
N ф1, ф4 : ON
N S
S S
ϕ1 ϕ3 N
PM S step 1.5
rotor N ф1 : ON
ϕ4 ϕ2 S
N N
ϕ3 ϕ1 S step 2
N ф1, ф4 : ON
S S

Gambar 3.13 Ilustrasi motor stepper unipolar.

Tabel 3.1 memberikan urutan fasa yang dibutuhkan untuk


memberikan step pada motor dalam step penuh (full steps), yakni
dua atau empat fasa dibuat ON. Tabel 3.2 memberikan sekuen fasa
untuk half stepping. Setiap full step hanya satu fasa yang dibuat ON.
Resolusi atau jumlah dari step untuk mode half step (delapan step/

Aktuator 57
kutub stator/ N S
revolusi pada 45º) dua kali lebih besar dibandingkan
gulungan step 1dengan step
ϕ2 ϕ S N ϕ
4 1, ϕ3 : ON
untuk mode full step (empat step/revolusi pada 45º). Namun, torka
N S
holding danϕ1torka drive kebalikannya.N Teknik lain adalah dengan
ϕ3
menggunakan micro-stepping,
PM yakni fasaS arus ditentukan
step 1.5 besar
fraksionalnya, tidak hanya ON dan OFF,N melainkan
rotor ϕ1 : ONgelombang
ϕ4 ϕ2 S
sinusoidal diskrit diaplikasikan. Kemampuan resolusi bisa mencapai
N N
1,8º (360º/200) per
ϕ3 step. Mode
ϕ1 mikro-stepping
S
dapat mencapai
step 2 10.000
step per revolusi atau lebih. N ϕ1, ϕ4 : ON
S S
Tabel 3.1 Sekuen untuk motor stepper unipolar full steps memberikan gerakan searah
jarum jam (SJJ) dan berlawanan arah jarum jam (BJJ).

Langkah ϕ1 ϕ2 ϕ3 ϕ4
CW 1 ON OFF ON OFF
2 ON OFF OFF ON
CCW 3 OFF ON OFF ON
4 OFF ON ON OFF

Tabel 3.2 Sekuen untuk motor stepper unipolar half steps memberikan gerakan searah
jarum jam (SJJ) dan berlawanan arah jarum jam (BJJ).

Langkah ϕ1 ϕ2 ϕ3 ϕ4
CW 1 ON OFF ON OFF
1.5 ON OFF OFF OFF
2 ON OFF OFF ON
2.5 OFF OFF OFF ON
CCW 3 OFF ON OFF ON
3.5 OFF ON OFF OFF
4 OFF ON ON OFF
4.5 OFF OFF ON OFF

IA IB
58 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika
YEL
RED

BLK
GRY

VB
Langkah ϕ1 ϕ2 ϕ3 ϕ4
W 1 ON OFF ON OFF
1.5 Gambar 3.14
ON mengilustrasikan
OFF OFF dariOFF
skematik motor bipolar dengan
2 daya eksternal
ON yang harus
OFF di-switch
OFFon dan ON
off untuk memberikan
2.5 kombinasi pengontrolan
OFF OFF sekuen dari
OFF polaritas
ON stator. Tabel 3.3
menunjukkan sekuen fasa yang dibutuhkan untuk memberikan step
W 3 OFF ON OFF ON
pada motor stepper bipolar pada mode full steps. Sekuen ini sama
3.5 dengan sekuen
OFF pada unipolar,
ON OFFdua transistor
tetapi OFF di-switch secara
4 bersamaanOFF ONON dan OFF,
untuk kondisi ON tidak OFF
hanya satu seperti pada
4.5 sekuen unipolar.
OFF Sekuen OFFuntuk bipolar
ON modeOFF half step dapat dilihat
pada Tabel 3.4.

IA IB
IA IB
BLKGRY
YELRED

BLK
YEL

VB
RED

GRY

VB

ф1 ф2 ф5 ф6
ϕ1 ϕ2 ϕ5 ϕ6 ϕ4

ф3 ф4 ф7 ф8
ϕ3 ϕ4 ϕ7 ϕ8

Gambar 3.14 Skematik dari koil medan pada motor stepper bipolar.

Tabel 3.3 Sekuen full-step pada bipolar motor stepper.

Langkah ϕ1 dan ϕ4 ϕ2 dan ϕ3 ϕ5 dan ϕ8 ϕ6 dan ϕ7


1 ON OFF ON OFF
2 ON OFF OFF ON
3 OFF ON OFF ON
4 OFF ON ON OFF

Langkah ϕ1 dan ϕ4 ϕ2 dan ϕ3 ϕ5 danAktuator


ϕ8 ϕ6 dan
59 ϕ7
CW 1 ON OFF ON OFF
1.5 ON OFF OFF OFF
3 OFF ON OFF ON
4 OFF ON ON OFF

Tabel 3.4 Sekuen half-step pada bipolar motor stepper.


Langkah ϕ1 dan ϕ4 ϕ2 dan ϕ3 ϕ5 dan ϕ8 ϕ6 dan ϕ7
CW 1 ON OFF ON OFF
1.5 ON OFF OFF OFF
2 ON OFF OFF ON
2.5 OFF OFF OFF ON
CCW 3 OFF ON OFF OFF
3.5 OFF ON OFF OFF
4 OFF ON ON OFF
4.5 OFF OFF ON OFF
Beberapa rangkaian drive untuk motor stepper dapat dibuat sendiri
ataupun juga telah banyak tersedia di pasaran.
−τ B
Pers. 3.21
+J B 3.6 Pemilihan Motor

Ketika menyeleksi motor untuk aplikasi mekatronik tertentu, seorang


desainer perlu menentukan banyak faktor dan spesifikasi, termasuk
rentang kecepatan, variasi torka, duty-cycle, torka starting, dan daya
yang dibutuhkan. Kurva torka-kecepatan memberikan informasi
penting dan dapat memberikan banyak jawaban dari performansi
motor, contoh di Gambar 3.15.
N/m Watts N/m
torka vs kecepatan
kecepatan
batas pergantian
puncak torka
daya output motor
torka motor

torka motor

batas operasi
motor kontinyu
output daya
vs kecepatan

kecepatan motor (rpm) kecepatan motor (rpm)


(a) kurva kinerja servo motor (b) kurva kinerja motor stepper
Gambar 3.15 Contoh kurva torka - kecepatan motor

60 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


Langkah ϕ1 dan ϕ4 ϕ2 dan ϕ3 ϕ5 dan ϕ8 ϕ6 dan ϕ
CW 1 ON OFF ON OFF
1.5 ON OFF OFF OFF
2 ON OFF OFF ON
Beberapa pertanyaan desainer 2.5 yang perlu
OFF diperhatikan
OFF ketika
OFF ON
memilih motor untuk suatu aplikasi
CCW 3 meliputi
OFFpertanyaan-pertanyaan
ON OFF OFF
berikut:
3.5 OFF ON OFF OFF
• Apakah motor dapat berakselerasi
4 dengan
OFF cepat? ON ON OFF
• Untuk sistem self-starting, 4.5
motor harus
OFFmembangkitkan
OFF torka
ON OFF
yang cukup untuk mengatasi friksi dan beban torka.
• Akselerasi motor dan beban α diberikan oleh
τ m −τ B
α= Pers. 3.21
J m +J B
• dengan α adalah akselerasi angular dalam rad/detik2, τm adalah
torka yang diproduksi oleh motor, τB adalah torka beban, dan Jm
dan JB adalah momen inersia dari motor dan beban. Perbedaan
antara torka motor dan torka beban menentukan akselerasi dari
sistem. Ketika torka motor sama dengan torka beban, sistem
akan berada pada kondisi steady state.
• Berapakah kecepatan motor yang dibutuhkan?
• Kecepatan motor akan berkurang seiring dengan penambahan
beban.
• Berapakah duty cycle? Duty cycle adalah rasio motor beroperasi
dibandingkan dengan waktu total (beroperasi dan tidak
beroperasi). Jika motor bekerja dalam kondisi low-duty cycle,
motor berdaya rendah dapat dipilih dan bekerja pada tingkat
yang tinggi di atas ambang, tetapi masih bekerja tanpa panas
berlebih selama siklus on-off.
• Berapakah daya yang dibutuhkan oleh beban?
• Nilai daya yang dibutuhkan oleh beban akan menentukan berapa
daya motor. Daya mekanik motor Pm ditentukan oleh:
Pm (τ m + τ B )ω m ,
= Pers.
Pers.3.22
3-4
•• dengan ωm adalah kecepatan angular motor yang diharapkan.
• Apakah sumber 2daya yang ada?
• Baik untuk  ω B  DC atau AC, sumber daya yang ada perlu
J eff = J B  motor
 Pers. 3.23
diperhatikan. ω
 m Jika daya didapatkan dari baterai, spesifikasi
• baterai harus sesuai dengan kebutuhan beban.
M 
ωB =  ω m Pers. 3.2461
N  Aktuator
• Berapakah inersia beban?
• Untuk respons dinamik yang cepat, inersia motor dan beban
diharapkan bernilai kecil. Ketika beban inersia besar, untuk
menghasilkan akselerasi tinggi, motor perlu dipilih dengan
ukuran yang besar untuk mendapatkan torka lebih besar daripada
beban pada saat kondisi tunak.
• Apakah beban akan diputar pada kecepatan konstan?
• Metode yang paling sederhana untuk mendapatkan kecepatan
konstan adalah dengan memilih motor sinkron atau DC shunt
motor yang berputar relatif konstan pada rentang beban torka
yang lebar. Motor stepper dan servo dapat dikendalikan dengan
kecepatan yang akurat. Namun, harga dapat lebih besar dan
mungkin tidak tersedia pada ukuran yang besar (untuk ukuran
industri).
• Apakah diperlukan pengontrolan posisi dan kecepatan yang
akurat?
• Pada pengontrolan posisi pada lokasi diskrit, motor stepper
merupakan pilihan yang tepat. Namun, motor stepper tidak
dapat digerakkan dengan kecepatan tinggi dan jika beban terlalu
besar, motor stepper dapat slip dan tidak mengeksekusi beberapa
step yang diharapkan. Sensor feedback seperti enkoder dapat
ditambahkan pada motor untuk mengecek motor apakah gerakan
yang dihasilkan sudah sesuai.
• Untuk pergerakan yang lebih kompleks, misalnya gerakan yang
perlu diprogram seperti dalam aplikasi robotik dan motor servo
merupakan pilihan yang baik. Motor servo adalah motor DC,
AC, brushless, dengan sensor posisi (digital encoder). Motor servo
digerakkan oleh kontroler terprogram yang memproses input
sensor dan membangkitkan tegangan dan arus ke motor untuk
mencapai profil gerakan yang diinginkan. Skema ini disebut
dengan kontrol closed-loop. Pengontrolan motor ini akan dibahas
pada bagian 5.

62 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


• Apakah dibutuhkan gearbox?
• Terkadang beban membutuhkan kecepatan rendah dan torka
yang besar. Karena motor memiliki performansi yang baik
pada kecepatan tinggi dan torka rendah, transmisi pengurangan
kecepatan (gearbox, beltdrive atau capstan) dapat digunakan untuk
mencapai motor output. Gear motor merupakan paduan antara
=
motor τ m +gearbox
Pm (dan τ B )ω myang
, Pers. 3-4
dirangkai menjadi satu paket.
• Ketika transmisi digunakan, momen inersia efektif dari beban
adalah:
2
ω 
J eff = J B  B  Pers. 3.23
 ωm 
• dimana Jeff adalah momen inersia dari beban dilihat dari sisi
motor. ωM adalah kecepatan angular beban setelah diberikan
ω
=PmB = (τ m B+ωτ m)ω m , Pers.
Pers.3.24
3-4
gearboxdanN ωBm adalah kecepatan motor. Rasio gear yang putaran
motor mengubah kecepatan motor menjadi kecepatan beban,
biasanya dituliskan 2
dengan N:M, dan dibaca sebagai reduksi gear
N ke M. Hal  ωini
B berarti putaran sebanyak N akan memutar beban
J eff = J B  infrastruktur
 motor Pers. 3.23
sebanyak M. Dengan rasio gear N:M, kecepatan memiliki relasi
 ωm  pengukur kontrol
sebagai berikut:penyaring tekanan valve
M 
ωB =  ω m Pers. 3.24 P A
N 
• Apakah kurva torka-kecepatan sesuai dengan beban?
pompa T B
• Jika beban sudah tertentutangkimemberikan relasi torka-kecepatan
disebut dengan garis beban, maka karakterstik motor dipilih
infrastruktur motor
dengan karakteristik yang sama. Dengan demikian, torka
pengukur
motor dapat sesuai dengan beban torka pada rentang kecepatankontrol
penyaring tekanan
yang lebar, dan pengontrolan kecepatan dengan mudah dapat valve
dilakukan dengan perubahan tegangan yang disuplai ke motor. P A
• Untuk kurva torka-kecepatan dan garis beban, berapa kecepatan
pompa T B
operasi?
tangki
• Kecepatan operasi dapat berubah dengan penyesuaian tegangan
yang disuplai ke motor sehingga akan
Tipikal memberikan perubahan
tekanan
Jenis pompa Pemindahan
pada kurva torka-kecepatan. Biaya
(psi)
Gear Tetap 2000 Murah
Vane Dapat diubah 3000 Medium
Aktuator 63
Piston Dapat diubah 6000 Mahal
• Apakah membalikkan putaran motor memungkinkan?
• Beberapa motor tidak reversible karena konstruksi dan elektronika
kontrol dan ketika pemilihan motor hal ini perlu menjadi
perhatian.
• Apakah ada batasan ukuran dan berat?
• Motor bisa berukuran sangat besar dan berat. Desainer harus
memperhatikan hal ini pada saat fasa desain.

3.7 Hidrolik

Sistem hidrolik didesain untuk menggerakkan beban yang besar


dengan mengontrol tekanan fluida pada aliran distribusi dan piston
dengan katup (valve) elektromekanikal. Sistem hidrolik diilustrasikan
Pm (τ dalam
= m + τ B )ω m,
Gambar 3.16 terdiri dari pompaPers. 3-4 mengalirkan tekanan
untuk
fluida tinggi, regulator tekanan yang membatasi tekanan pada sistem,
valve untuk mengatur laju alir dan tekanan, sistem distribusi terdiri
2
 ω selang
dari  atau pipa, serta aktuator linier atau rotasi. Bagian yang

J eff = Jberada
B
B
 Pers. 3.23
di dalam kotak bergaris putus-putus merupakan subsistem
 ωm 
pemberi daya pada banyak jenis valve-aktuator hidrolik. Pompa
M
 hidrolik biasanya digerakkan oleh motor listrik AC induksi atau
ω B =  mesinω m bakar internal. Jenis-jenis pompa Pers. 3.24
hidrolik adalah gear pump,
N
vane pump, dan piston pump. Tabel 3.5 memberikan karakteristik dari
tipe pompa.
infrastruktur motor
pengukur kontrol
penyaring tekanan valve

P A

pompa T B
tangki

silinder

Gambar 3.16 Skematik dari sistem hidrolik.

64 Tipikal tekanan
Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika
Jenis pompa Pemindahan Biaya
(psi)
Gear Tetap 2000 Murah
Vane Dapat diubah 3000 Medium
pompa T B
tangki

Tabel 3.5 Karakteristik beberapa tipe pompa hidrolik.

Tipikal tekanan
Jenis pompa Pemindahan Biaya
(psi)
Gear
Gear Tetap 2000 Murah
Vane
Vane Dapat diubah 3000 Medium
Piston Dapat diubah 6000 Mahal
Tipikal tekanan
Jenis tekanan
Regulator pompa (pressure
Pemindahan
regulator) akan Biaya
(psi)mengatur secara mekanis
untuk menjaga
Gear tekanan Tetap
pada sistem tidak2000melebihi batasan.
Murah Ilustrasi
pressure regulator diilustrasikan dalam Gambar 3.17. Jika tekanan
Vane Dapat diubah
tekanan sistem3000
(T) Medium
dalam sistem memberikan dorongan pada pegas, fluida akan
Piston Dapat diubah 6000 Mahal
dialirkan ke tangki untuk menghindari peningkatan tekanan melewati
batas. Tekanan batas (cracking pressure) ini dapatbola disesuaikan dengan
mengubah karakteristik pegas.
pegas
penyesuaian tekanan sistem (T)
pendukung
bola
kembali ke tangki

pegas
penyesuaian
pendukung

kembali ke tangki
Gambar 3.17 Pressure regulator.

Valve hidrolik berfungsi untuk mengatur gerakan dari silinder piston.


Valve dideskripsikan dengan ύ/ώ, dimana ύ adalah jumlah port
koneksi input dan outlet, serta ώ adalah jumlah posisi. Sebagai contoh,
4/3 valve dengan 4 port dan 3 posisi, diilustrasikan dalam Gambar
3.18. Dalam posisi 1, tekanan sistem dialirkan ke tangki; pada posisi
2, port A diberi tekanan dan port B dialirkan ke tangki; Pada posisi 3,
output B ditekan dan output B dialirkan ke tangki. Dengan demikian,
dalam posisi 1, silinder tidak bergerak karena tekanan dialirkan ke

Aktuator 65
tangki. Dalam posisi 2, silinder bergerak ke kanan karena tekanan
diberikan ke bagian kiri piston. Dalam posisi 3, silinder akan bergerak
ke kiri karena tekanan diberikan ke bagian kanan piston. Jenis valve
yang lain diperlukan di dalam sistem termasuk check valve, poppet
valve, rotary valve, spool valve, pilot valve yang dalam buku ini tidak
dibahas lebih jauh lagi.

P A P A P A

P A T P B A T P B A T B
posisi posisi posisi
T B T B T B
posisi posisi A posisi piston
P
4/3
P A valve piston
T B
4/3
valve
T B Gambar 3.18 Skematik valve 4/3.

Aktuator hidrolik dapat berupa silinder sederahana, tetapi juga dapat


dibuat mekanisme agar gerakan yang dihasilkan disesuaikan dengan
kebutuhan. Contoh mekanisme yang digerakkan oleh silinder
hidrolik ditunjukkan dalam Gambar 3.19.

lift hidrolik dongkrak gunting derek “cherry picker”

lift hidrolik dongkrak gunting derek “cherry picker”

Gambar 3.19 Contoh mekanisme yang digerakkan oleh silinder hidrolik.

infrastruktur
kompresor
infrastruktur penyimpanan kontrol
66 penyaring
kompresor
Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika
valve
penyimpanan kontrol
penyaring
valve P A
3.8 Pneumatik

Sistem pneumatik hampir sama dengan sistem hidrolik. Namun,


fluida kerja yang digunakan adalah udara tekan. Komponen dari
sistem pneumatik diilustrasikan dalam Gambar 3.20. Kompresor
memberikan udara bertekanan biasanya pada rentang 70 sampai 150
psi, yakni lebih rendah dibandingkan dengan sistem tekanan hidrolik.
Dengan demikian, aktuator pneumatik memberikan gaya yang lebih
kecil dibandingkan dengan aktuator hidrolik.

Dalam sistem pneumatik, udara bertekanan disimpan pada reservoir


yang dilengkapi dengan pressure switch. Ketika tekanan berkurang,
pressure switch akan menghidupkan kompresor untuk mengisi udara
bertekanan di reservoir. Sistem pneumatik merupakan sistem terbuka,
yakni fluida dialirkan dari udara bebas dan tidak diperlukan aliran
balik atau udara bertekanan langsung dibuang ke udara bebas.
infrastruktur
kompresor
penyimpanan kontrol
penyaring valve

P A
saluran
masuk treatment pengatur
udara tekanan R B
udara
mesin
kontrol on/off
pembuangan
udara

silinder
Gambar 3.20 Komponen sistem pneumatik.

Aktuator 67
3.9 Latihan Soal

III.1 Desain sebuah rangkaian yang dapat menggunakan output


digital 5 V untuk mengontrol 24 V solenoid.
III.2 Diskusikan motor apakah yang tepat untuk aplikasi berikut:
• Robot arm
• Trolley Electric
• Crane Electric
• Disk Drive
• Washing Machine
• Water Pump
• Conveyor
III.3 Sebuah spesifikasi motor DC sebagai berikut:
• Kontanta torka = 0,12 Nm/A
• Konstanta Back EMF = 12 V/1000 RPM
• Resistansi armatur = 1,5 Ω
Berapakah kecepatan motor ketika tidak berbeban, arus stall,
torka starting, maksimum daya pada tegangan 10 V?

68 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


4
PENGONTROL

4.1 Pendahuluan

Dalam sistem kontrol mekatronik, seorang desainer dapat memilih


arsitektur kontrol yang luas dari sistem kontrol terbuka yang sederhana
sampai kontrol lup tertutup yang kompleks. Implementasinya bisa
sangat sederhana dengan menggunakan operational amplifier (op-amp)
sampai pemrograman menggunakan mikroprosesor paralel.

4.2 Rangkaian Analog

Desain mekatronik memerlukan output aktuator berdasarkan sinyal


input analog. Untuk beberapa kasus, rangkaian pemrosesan sinyal
analog yang terdiri dari op-amp dan transistor dapat digunakan
untuk memberikan kontrol yang diperlukan.

Op-amp dapat digunakan untuk melakukan pembandingan dan


operasi matematika seperti penjumlahan analog, pengurangan,
integrasi, dan diferensiasi. Op-amp dapat juga digunakan untuk
pengontrolan linier dari aktuator. Desain pengontrol analog biasanya
lebih sederhana dan mudah untuk diimplementasikan serta lebih
murah dibandingkan dengan sistem berbasis mikroprosesor.

Pengontrol 69
4.3 Rangkaian Digital

Jika sinyal input adalah digital atau dapat dikonversikan ke suatu


kumpulan keadaan, pengontrol dari rangkaian logika kombinatorial
dan sekuensial dapat diimplementasikan pada desain mekatronika.
Penggunaan yang paling mudah adalah dengan Programmable
Array Logic (PAL) dan Programmable Logic Array (PLA) c yang
dapat digunakan untuk mengurangi kompleksitas. PLA dan PAL
terdiri dari banyak gerbang dan konduktor yang dapat diatur
konektivitasnya melalui alat pemrograman. Setelah deprogram, IC
mengimplementasikan fungsi Boolean antara input dan output. PAL
dan PLA mampu memberikan sekuen kompleks dan rangkaian
logika kombinatorial yang membutuhkan banyak IC.

Tipe lain adalah Field-Programmable Gate Array (FPGA). FPGA


juga memiliki gerbang-gerbang yang dapat direkonfigurasi dan
diprogram untuk menghasilkan fungsi-fungsi logika. Perbedaan
FPGA dengan PAL dan PLA adalah adanya memori, port I/O,
fungsi aritmatika, dan fungsi-fungsi yang didapati di mikrokontroler.
FPGA diprogram menggunakan bahasa software tingkat tinggi seperti
VHDL yang dapat memberikan fungsionalitas yang memuaskan.

4.4 Programmable Logic Controller (PLC)

PLC adalah perangkat industri untuk menghubungkan dan


menggontrol peralatan-peralatan digital dan analog. PLC diprogram
dengan ladder logic, dengan metode grafikal pada suatu koneksi aliran
daya per baris yang disebut rung, menghubungkan dan memberikan
fungsi logika antara input dan output. PLC didesain untuk bekerja di
lingkungan industri. Selain mudah diprogram, PLC sangat andal dan
tahan terhadap gangguan eksternal.

Contoh ladder logic untuk pengontrolan forward dan reverse dari suatu
aktuator dengan PLC ditunjukkan dalam Gambar 4.1. Input trigger
adalah Normally Open Switch Button yang akan terkontak jika ditekan

70 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


dan akan lepas kontak jika tidak ditekan. End limit detect (deteksi
batas akhir) adalah suatu sensor limit switch yang akan mendeteksi
jika aktuator telah mencapai batas lokasinya. Pada rung pertama,
aktuator forward akan menyala ketika tombol trigger ditekan dan akan
tetap menyala jika tombol trigger dilepas. Jika limit switch tercatu, relay
aktuator forward akan aktif (dalam rung pertama) dan timer akan aktif
(dalam rung kedua). Ketika timer menghitung waktu yang ditentukan,
relay aktuator reverse akan aktif dan akan tetap aktif (dalam rung
ketiga). Ketika start limit detect (deteksi batas awal) tercapai, aktuator
reverse akan berhenti.
aktuator
trigger forward

deteksi
batas
aktuator
akhir timer
forward

deteksi batas akhir


aktuator
timer
reverse

deteksi batas
awal
aktuator
reverse
Gambar 4.1 Ladder logic untuk siklus pengontrolan motor.

4.5 Mikrokontroler dan Digital Signal Processing (DSP)

Mikrokontroler adalah sebuah mikrokomputer pada IC tunggal


dan memberikan sistem pengontrol yang fleksibel untuk sistem
mekatronika. Mikrokontroler dapat diprogram untuk melakukan
tugas kontrol yang lebar. Pemrograman mikrokontroler biasanya
membutuhkan pengetahuan pada bahasa pemrograman seperti
C, basic atau assembly, dan pengalaman dalam menghubungkan

Pengontrol 71
Tipe lain dari IC mikrokomputer adalah Digital Signal Processing
(DSP). DSP memiliki fungsi yang mirip dengan mikrokontroler.
Namun, DSP dapat melakukan kalkulasi menggunakan tipe variabel
floating point dengan kecepatan yang tinggi. DSP sangat berguna
digunakan pada komunikasi, audio/video, dan aplikasi kontrol,
yakni kalkulasi filter digital dan penjumlahan dengan pembobot
diperlukan untuk waktu siklus yang cepat.

4.6 Komputer Single Board

Komputer single board memiliki Read Access Memory (RAM)


yang cukup besar dan menawarkan compilers untuk mendukung
pemrograman dalam bahasa pemrograman tingkat tinggi seperti C.

Komputer ini juga biasanya dapat menjalankan operating system


seperti Linux sehingga memiliki fungsi seperti komputer personal
(personal computer atau PC).

4.7 Personal Computer (PC)

Untuk sistem mekatronik yang kompleks dan besar, PC dapat


digunakan sebagai platform pengontrol. PC dapat dihubungkan
dengan sensor dan aktuator menggunakan data acquisition card atau
modul yang ada di pasaran.

Peralatan ini sudah termasuk software drivers yang dapat memberikan


kemampuan programming dengan bahasa pemrograman tingkat
tinggi. Biasanya pengontrolan PC digunakan pada pengembangan
produk laboratorium, pengetesan R&D, yakni prototyping cepat
dibutuhkan dan produksi masal dan miniaturisasi belum menjadi
perhatian.

72 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


4.8 Latihan Soal

IV.1 Buat sebuah rangkaian analog yang memberikan operasi


variabel: a) Pengurangan; b) Penjumlahan; c) Perkalian; dan d)
Pembagian.

IV.2 Diskusikan bagaimanakah pengontrol digital (PLC, Personal


Computer, Mikrokontroler, DSP) dapat menerima informasi
pengukuran dari sensor-sensor dan dapat memberikan perintah
ke aktuator.

IV.3 Diskusikan bagaimanakah pengontrol-pengontrol digital


dapat bertukar komunikasi data satu sama lain dengan cara
komunikasi serial. Investigasi protokol komunikasi apa saja
yang memungkinkan.

Pengontrol 73
74 Dasar-dasar
Dasar-dasarMekatronika
Mekatronikadan
danRobotika
Robotika
5
PENGONTROLAN MOTOR

5.1 Pendahuluan

Pengontrolan motor DC yang paling sederhana adalah dengan


mengunakan metode open loop, suatu tegangan sumber diset
pada nilai tertentu dan karakteristik motor dan beban akan
menentukan kecepatan dan torka. Selain itu, ada beberapa aplikasi
yang membutuhkan pengontrolan motor DC, baik untuk mencapai
posisi maupun kecepatan tertentu yang biasa disebut dengan set
point. Kontroler dapat secara aktif mengubah output motor untuk
mendekat ke suatu set point.

Dalam bab ini akan dibahas tipe dan strategi pengontrolan motor
DC. Untuk motor DC, input kontrol adalah dengan mengatur variabel
tegangan. Sementara dalam motor AC, input kontrol kecepatan
adalah dengan pengaturan variabel frekuensi. Secara algoritmis,
pengontrolan motor DC dan motor AC memiliki struktur yang sama.

5.2 Kontrol Elektronik untuk Motor DC

Kontroler kecepatan elektronik terdapat dua tipe: penguat liner


(linear amplifier) dan pulse width modulator (PWM). Kontroler
PWM memiliki banyak keuntungan karena pengontrolan dapat
dilakukan langsung dari output digital ke perangkat transistor, Field

Pengontrolan Motor 75
Effect Transistor (FET), dan perangkat semikondutor lainnya. Prinsip
dari PWM ini adalah sebagai berikut: sebuah suplai daya tegangan
DC di-switch on dan off dengan suatu frekuensi f (atau periode T =
1/f). Perbandingan waktu on selama t berbanding dengan periode
waktu periode T (waktu on dan off) disebut dengan siklus tugas (duty
cycle) Θ :
t
  100% . Pers. 5.1
T
Dengan mengubah duty cycle suatu kontroler, rata-rata arus melalui
motor juga akan berubah, memberikan perubahan kecepatan dan
pulsa
torka pada output. Gambar 5.1 memberikan
elektronik
ilustrasi rangkaian
pengontrol motor dengan PWM elektronika PWM. Rangkaian PWM
t memberikan aktivasi pada suplai tegangan V untuk memberikan
   100% . Suplai Pers. 5.1 s
T arus kepada motor. Semakin besar nilaimotor duty cycle, maka semakin
Daya DC
besar pula arus yang diberikan ke motor Gambar 5.2.
pulsa
elektronik
PWM Pulsa

Suplai
Daya DC motor
Cepat
Contoh rangkaian driv

Pulsa

Lambat
Cepat
Contoh rangkaian drive

Lambat

Gambar 5.1 Rangkaian PWM.

Teg.
PWM
Arus Moto

Teg.
PWM
76 Duty cycle tinggi
Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika Duty
Aruscycle
Motorrendah
Pulsa

Cepat
Contoh rangkaian drive

Teg.
PWM
Arus Motor
Lambat

Duty cycle tinggi Duty cycle rendah

Gambar 5.2 Tegangan PWM dan arus motor.

Pengontrolan arah putar dari motor DC dapat dilakukan dengan


menggunakan rangkaian H-bridge. Pada prinsipnya, rangkaian
H-bridge mengubah polaritas kutub positif dan negatif dari tegangan
suplai sehingga arah putar motor DC dapat Teg. berubah. Ilustrasi
rangkaian H-bridge dapat dilihat dalam Gambar
PWM 5.3. Q1 – Q4 adalah
Arus Motor
switch semikonduktor yang dapat dikontrol dengan memberikan
tegangan on dan off. Jika Q1 dan Q3 dalam keadaan ON dan Q2 dan
Q4 dalam OFF, arus akan mengalir seperti terlihat pada gambar dan
motorDuty
akan cycle Duty cycle rendah
tinggi pada suatu arah. Sebaliknya,
berputar jika Q1 dan Q3
dalam keadaan off dan Q2 dan Q4 dalam on, motor akan berputar
pada arah sebaliknya. Biasanya switch H-Bridge terbuat dari Bipolar
Junction Transistor (BJT) atau Metal-Oxide-Semiconductor Field-Effect
Transistor (MOSFET) daya untuk dapat mengalirkan arus yang besar
pada motor.
+V

Q1 Q1 Q2

Q2

Q3
Q4 Q4 Q3

Gambar 5.3 Rangkaian H-Bridge.

Pengontrolan Motor 77
Rangkaian H-Bridge ini hanya berlaku pada motor DC karena
pengubah arah motor adalah dengan melakukan pengubahan
polaritas kutub catu daya motor. Dalam motor AC, hal ini tidak
berlaku.

5.3 Pengontrolan Umpan Balik (Feedback Control)

Pengontrolan umpan balik (feedback control) adalah pengontrolan


otomatis, yakni suatu besaran pada nilai tertentu (set point)
dicapai dengan memanipulasi besaran input suatu elemen dengan
memanfaatkan informasi dari pengukuran besaran tersebut. Dalam
pengontrolan motor, besaran yang dimaksud adalah kecepatan,
posisi, atau torka.

Misalnya pada pengontrolan kecepatan motor, tujuan pengontrolan


adalah mengontrol kecepatan motor pada suatu kecepatan yang
diinginkan (kecepatan set point). Sistem pengontrolan umpan balik
terdiri dari alat ukur kecepatan yang memberikan informasi kecepatan
motor kepada pengontrol. Pengontrol akan membandingkan antara
kecepatan set point dan kecepatan hasil pengukuran untuk
kemudian dilakukan manipulasi input kontrol (dalam motor DC,
input kontrol yang dimaksud adalah duty-cycle PWM) sehingga
didapatkan kecepatan yang diinginkan.

Input kontrol dalam hal ini adalah suatu hasil keluaran dari
algoritma pengontrol yang sedemikian rupa dapat membuat
hasil kecepatan motor sama dengan kecepatan yang diinginkan
(set point). Sistem umpan balik pengontrolan kecepatan
motor dapat dilihat dalam Gambar 5.4. Informasi kecepatan
didapatkan dari sensor tachometer yang mengukur kecepatan poros
motor. Pengontrol akan menghitung sinyal eror antara kecepatan
yang diinginkan dan kecepatan terukur untuk kemudian input
kontrol PWM dihitung untuk memberikan input kontrol kepada
motor. Jika eror antara kecepatan set point dengan kecepatan
terukur bernilai positif, maka nilai PWM dibuat besar. Sebaliknya,

78 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


jika eror bernilai negatif, maka nilai PWM dibuat kecil. Algoritma
pengontrol akan dibahas pada Subbab 5.5. Untuk lebih memahami
bagaimana algoritma pengontrol tersebut dapat menjamin kecepatan
terukur menuju ke kecepatan set point, pengetahuan tentang model
dinamika motor DC perlu diinvestigasi dan model dinamika motor
akan dibahas pada Subbab 5.4.
Error Ampli
Setpoint/ Elek.
Referensi PWM tachomete
tachometer
(Kecepatan) r
motor
(Kecepata
Pengukuran (Kecepatan)

Gambar 5.4 Sistem umpan balik pengontrolan kecepatan.

5.4 Pemodelan Motor DC

Dalam analisis pengontrolan, pemodelan dinamika sangat


diperlukan untuk menganalisis algoritma pengontrol. Rangkaian
ekuivalen motor DC diberikanAmpli
Error pada Gambar 5.5. Vf adalah tegangan
Setpoint/ Elek.
suplai
Referensi
yang juga disebut
PWM tegangan medan stator, Rf dan Lf adalah
tachomete
nilai resistansi dan induktansi pada
(Kecepatan)
motor
lilitan medan
r stator. Va dan ia
adalah tegangan pada rangkaian armatur (rotor), Rf dan Lf adalah
(Kecepata

nilai resistansi danPengukuran


induktansi pada lilitan rotor. Posisi putar motor
(Kecepatan)

ditandai oleh θ, total inersia motor dan beban serta koefisien gesek
putar secara berurut ditandai oleh J serta kf.

 m  k ia , Pers. 5.2

Vemf  kemf  , Pers. 5.3

Gambar 5.5 Rangkaian ekuivalen motor listrik.


di
V  i R  La a  Vemf  0.
 m a k iaa, a
Pers. 5.4
dt Pers. 5.2
Pengontrolan Motor 79

Vemf  kemf  , Pers. 5.3


d ia
V i R L  k . Pers. 5.5
Interaksi arus rotor ia dan medan magnet stator akan mengakibatkan
gaya torka induksi τm pada motor DC sebesar:
 m  k ia , Pers. 5.2

dengan kτ adalah konstanta torka. Gaya torka ini akan menyebabkan


emf  k emf  ,
V
motor berputar  dan menurut hukum tegangan induksi, pergerakan
Pers. 5.3
konduktor pada suatu lingkungan medan magnet akan menyebabkan
terjadinya
m  k ia , tegangan V Pers. 5.2
atau tegangan electromotive-force (emf)
emf
sebesar: di
Va  ia Ra  La a  Vemf  0. Pers. 5.4
Vemf  kemf  , d t Pers. 5.3
 m  kk iia ,, Pers.
Pers. 5.2
5.2
m
dengan  k
 a
i k , adalah konstanta emf dan θ  adalah kecepatan
Pers. 5.2 putar
m  k ia , emf
Pers. 5.2
Vm  k ia
motor.
m  i Ra  L d i  k , d i  Pers. 5.2
emf . 0.
a
a L, a Pers. 5.5
V emf
a  iaR
Vaemf
emf  a kkaemf   ,a d at  Vemf Pers.
Pers. 5.3
5.4
5.3
Padaemf
Vemf  kemf  ,,
emf
rangkaian  d t rotor, Hukum Kirchoff untuk Pers. 5.3 adalah
tegangan
V emf  kberikut: emf  Pers. 5.3
emf  k emf  ,
sebagai
V Pers. 5.3
 m  J  k f dd.diiiaa Pers. 5.6
V
Vaaaa  iiiaaaaR
R  L
Raaaa  LLaaaa dditaaa  V emf 
Vkemf 
. 0
0.. Pers.
Pers. 5.4
5.4
5.5
emf
V
k i i
 R J Lka  dddi.tat  Vemf  0.
emf
Pers. 5.4
V 
a  iia R
a a a a  Laf ddita  V emf  Pers. 5.7
0. ke Pers. 5.4, didapatkan 5.4
V
Dengan
a R
a a  L
amemasukan
a dt  V
Pers.
emf  0
5.3 . Pers. 5.4
dt
V    d
d
. iiaa
 iiJaaa Raaaa k L Lf aaakdfditaa 
.
RR emf 
 kk1emf
Pers. 5.6
Vdmaaaia emf  .
Pers.
Pers. 5.5
5.5
V  i R ia L  ddita  k Va. , Pers.
Pers. 5.8
5.5
V d a t  ia L R a LaLd  i.ta  Lkaemf  . Pers. 5.5
V k
Bagian a i
 a i R  a J a
mekanik
a  Lk a ad
f motor  k 
dapat
emf . diturunkan dari Pers.
Hukum 5.7
Newton
Pers. 5.5 untuk
a a a a dt emf
gerak putar: d t
 mm  J  k ff  .
   Pers.
Pers. 5.6
m  J  k f  . 5.6
ddm 
i  J  J k   
RJa k k
  .
k.ff  1 Pers. 5.6
kkdmmtiiaaaaJ  
iiaakkkff 
  
.
f . . . V ,
Pers.
Pers.
Pers.
5.6
5.9
5.7
5.8
5.6
d
Substitusi
t  LJ 
JaPers.fJL5.2  k f f
ke L Pers.a 5.6 menghasilkan Pers. 5.7
k ia  J  k f  . a
 . a Pers. 5.7
k ia  J  k f  Pers. 5.7
k ia  J  k f  . Pers. 5.7
dd iia R a kk f  1
kRa iiaa  kkf f   1 V 5.6
da 
Penyusunan
ddditta  R L i kembali L f  . Pers.
L 1 Vaa ,, dan Pers. 5.7 didapatkan:
Pers.
Pers.
Pers.
5.8
5.8
5.9
ddita  R a
La iaa  kkLaf   L1a Va , a a
ddita  R J J 1 Pers. 5.8
La a L  L a i  f   V , Pers. 5.8
d t  Laa ia  Laa   Laa Va , Pers. 5.8
dt L La La
d   ka k
k
d  k ia  f  . f
f
Pers.
d d t   kJ iaa  kJf  . Pers. 5.9
5.9
ddt  kJ ia  kkJf  .

Pers. 5.9
ddt  kJ ia  Jf  . Pers. 5.9
d t  J ia  J  . Pers. 5.9
d t 80 JDasar-dasar Mekatronika dan Robotika
J
Dari struktur model Pers. 5.8 dan Pers. 5.9, dapat dilihat bahwa input
kontrol adalah berupa tegangan armatur dan output pengontrolan
d
adalah posisi sudut θ dan atau kecepatan sudut ,dimana   d  .
dt dt
Bergantung pada aplikasi, apakah pengontrolan kecepatan sudut
kf 1 kf
atau posisi sudut, maka sensor yang dipasangkan
i a  di
 dalam V , 1 V ,
i  sistem
a L a  
mengikuti keperluan yang dibutuhkan: output pada Lpengontrolan a
a a La La
sudut diukur menggunakan pengukuran posisi sudut, misalnya
dengan enkoder absolut, potensiometer, dan lain-lain. Output pada
k  k fsudut,
d  kecepatan k 1 k  k f
   d      Vaf  1
pengontrolan kecepatan menggunakan pengukuran
misalkan dengan enkoder inkremental. dt J dL t J L L JL  a a a
5.5 Pengontrolan Kecepatan d   kd  1  dk 1k  d
 k f    k f     V
dd  dt  Lda Jt J  LdatJ JL
J a d
 
Dinamika  rangkaian listrik lebih cepat dibandingkan dengan
  ddt
  dt
dinamika sistem mekanik, maka perubahan arus terhadap waktu
d t
sangat kecil dibandingkan dengan perubahan d kecepatan
 kd  sudut,
1  k  k 1
kk f 11  k f    k f    Va,
ii a  kf 
 f 
 
 1 VVaa ,, d Pers.
t
Pers.  Lda Jt J  La J JLaJ 
5.10
5.10
i aa   LLaa   L
Laa Va , Pers. 5.10
La La
dan pers. 5.9 menjadi
 1  1
Va  k P , eVa k P ,ee dtT TD,e
 kk   kkk ff   11 V   kkk ff dd  ,
dd  
 TI , 
d  
I ,
 k   f   1 Vaa   f d  ,
dd tt  JJ   L La   L Laa Va   JJ dd tt ,
dt J  Laa La  J d t Pers.
Pers. 5.11
5.11
  k  kk  11  dd   kk V .
dd  
1  k 1
Pers. 5.11d 
d  k
d   k ff  k  1  d   k Vaa .
dd tt  k f  L  k f  d t  k f L J  J 
 L J  JJ  dd tt  JL
aa J JLaa Va .
dt L
 a J J  d t JLa dt  La J J  a 
Untuk dinamika kecepatan, Pers. 5.11 dapat dituliskan kkembali 
k   k1 e  1 e
menjadi 
k P , eJLa P ,  e d tTI ,TD ,
d
d   k  kk  11   kk V , JLPers. 
5.12 TI , 
ddt  k ff  LkJ  1   k Vaa , a
Pers. 5.12
d t  k f  Laa J  JJ   JL JLaa Va , Pers. 5.12
dt  La J J  JLa
d  = ω. Output dari Pers. 5.12 adalah  d  ref d e  
dimana    d kecepatan de sudut   k   k1f 
 d t 1  ref
  dt k f d t   
1 d ee  ,
d d t dt  La J J 
TI ,  ee d
V  k e 
e  1 adalah e d t  T   Pers.Va. 5.13 
5.13
Vaa(t) dan
k P , input-nya   ,
 TDD ,, ddetarmatur
ω  ttegangan Pers.
Va  k PP ,, e  T
motor
I , 
d t  T d t 
 , Pers. 5.13 k  1
d t    k P1, e  
D ,
 kTf I , 1 k
i a     Va ,  eJL
k P ,Pers. a
5.10  e dTtI ,
 sTD
La La JLa
Pengontrolan 
Motor TI , s
81
dd  
 k  k  1   k 1 
ddt 
 k ff  kJ  1J     k P, k
d t  k f  L La J  J   1 
kf 1
i a  d   Va , Pers. 5.10
d 
 La
  La
dd tt
Algoritma pengontrol yang umum digunakan adalah algoritma
pengontrol Proporsional-Integral-Derivatif (PID), yakni pengontrol
kk f   k f11  informasi
d  menggunakan
ini 1  k f d
i aa 
ivariabel f 
   V
 Vaa ,, Va  dari variabel
, yang ingin dicapai dan
Pers.
Pers. 5.10
5.10 variabel
dt L LJaayang
 Lterukur.
L
La aa LaDalam J dpengontrolan
 hal t kecepatan,
yang ingin dicapai adalah kecepatan referensi ω dan Pers. 5.11 terukur
variabel

d  kecepatan  k  k
1 d motor, ω, yang diukur dengan menggunakan ref
adalah  k f    putar   Va .
dddt kk La kkJseperti
sensor-sensor f
   f 
J 11d t
enkoder JL k
  ak ff dd 
rotasional,
, dan lain-lain. Algoritma

    
 V
V   ,
pengontrol JJ  PID Laa a  JJselisih
L menggunakan dd tt dari kecepatan referensi ωref
a
dd tt
dan kecepatan  LaaputarLmotor,  ω, disebut dengan eror
Pers.kecepatan,
5.11 e ω,
Pers. 5.11
d 
   k 11  d  k k
d   k eω =kωref–1ω.d    kV V, .
dimana 
 k f     a Va . Pers. 5.12
dt f
d t pengontrolan L J JJ  d t JL JL a
d t aJLaa putar motor dengan pengontrol PID,
 Laa J J  kecepatan
Untuk
input kontrol tegangan motor DC Va mengikuti persamaan berikut:
d  kk 11 1 e d tkk d e 
VdakkkP ,ff e    

 


T
V
VD ,,
,  , Pers. 5.13
Pers. 5.12
5.12
Laa JJ TI JJ, 
a
d
d tt  L JL
JLaa
a d t 
dengan kp,ω , TI,ω , dan TD,ω adalah parameter pengontrol bernilai
positif secara berturut-turut disebut konstanta proporsional,
d
konstanta integral-waktu,
k 111  dan d ee  derivatif-waktu
d
konstanta pengontrol
V kk kPP ,,f ee 
Vaa 
dt T 
   eed
d tt 
TTDD ,,   ,,
d t
Pers.
Pers. 5.13
5.13
kecepatan.  La J TII ,,J  d t 
Pers. 5.14
k
Substitusi Pers. 5.13 1 ke Pers. 5.12 menghasilkan: d e 
ddJL
k P , e   e d t  TD, d t 
a  k  kk TI ,11   
 k ff    
dd tt  L
Laa JJ JJ 
Pers.
Pers. 5.14
5.14
kkd  ref d e  11  k 1  dd ee 
 kk PP ,,ee     k f ee dd tt  TDD ,, ref  e  
T
JL JLaad t  d t T TII ,,  La J J  dd tt 
Pers. 5.15
Karenak ω= ωref –1eω, d e 
JL dd a
k P , e 
 d e T s  ek d t 1TD , d t ,
  ref ref

 d e  k  k  1   e  
I , 
     k ff     ref ref  e  
 dd tt dd tt   LLaa JJ JJ 
Pers.
Pers. 5.15
5.15
kk 1    k11 P , k T D ,  d e  d
d e
e k P 
 , k  k 1 

 ee dd tt   ,,
   e
 k 
k PP ,, ee   

T

 T D ,, 
  k f 

JL  k  1   T  II ,, ss JLa  dt d
D 
d tt JLa  La J J  
kJLaa  
f   T
 La J J 
k82 P, kDasar-dasar Mekatronika dan Robotika
 1  e d t kkP kk .T
,ref TD,  d e   kk P , kk  k 1  e
1
JLaTI ,1   ,  D,  d e
P
  P,    kk f  k    e
 kk 1
1    JL
JL a  d
d tt  JL JL a
f  L
La JJ JJ   
kk f        a   a Pers.  a 5.16  
k   1k f   drefe e  
TI , s 
 d kt P , ed t  e
La d
J t  JTD, ,
JLa  d t  Pers. 5.15
k  1 d e 
k P , e 
JLa kecepatan

 e d t  TD, d t ,
Treferensi
I , s
dan  konstan, dωref /dt = 0, persamaan eror
k k TD,  d e  k P, k 
1
kecepatan didapatkan   P, sebagai 
 berikut:
 k 1
 k f     e
1     
 k
k f     
JLa  d t  JLa  La J J  
k k T k k 
 La1J J    P,  D,  d e   P,   k  k  1  e
 kk 1    JLa  d t  JL f  L J J  
k P ,    a  a 
k f  L J  eJ d t  ref .
JL  aTaI , 
k P, k Pers. 5.16
  e d t  ref .
JLaTI1,   k P , k TD ,  d e  k P , k
2
 k 1   d e
     k f    

 k
Dengan menurunkan 1  
 JLterhadap
a  t2
d waktu  JLa kedua
dari Pers.  L5.16
a JPers.
sisi  dt
J 5.16
k f   
 La J J 
didapatkan

  k P , k TD ,  d e   k P , k  k  k  1   d e
2
k P ,1 k
 k e   0. JL
1   dt2 f 
JL T a 
 JL
 a  La J J   d t

kf  a I  
, 
 La J J 
Pers. 5.17
k P , k 
 e   0.
JLa TI , 
6
Dengan mengatur parameter kp,ω , TI,ω , dan TD,ω persamaan
Pers. 5.17 polinomial
diferensial 5pada Pers. 5.17 dapat menjadi Hurwitz (seluruh akar riil
bernilai negatif), yang berarti bahwa sistem Pers. 5.17 stabil ( eω tidak
kecepatan sudut (radian/detik)

bervariasi6seiring
4
dengan berjalannya waktu, d2eω dan deω akan sama
dt2 dt
dengan nol),
5
3
sehingga e ω
akan menuju nol. Dengan demikian,
kecepatan sudut (radian/detik)

pada akhirnya, ω akan sama dengan ωref . Analisis menggunakan


transformasi
4
2 Laplace juga bisa digunakan untuk menganalisis
pengontrol PID pada pengontrolan kecepatan (Nise, 2014).
3
1
Dalam implementasinya, pengontrol PID ini dapat digunakan tanpa
faktor diferensial,
2 atau TD,ω = 0, disebut dengan struktur Proporsional-
0
Integral (PI) saja (tidak
0 2 melibatkan
4 derivatif-waktu).
6 8 Metode
10 analisis
12 14
waktu (detik)
di atas dapat
1 digunakan untuk menganalisis kestabilan dari sistem
pengontrolan.
 0k0 1 k
  k f   2  Va4 . 6 8 10
Pers. 5.18
waktu (detik)
12 14

 La J J  JLa
Pengontrolan Motor 83
 k 1 k
  k f    1   Va . de  Pers. 5.18
Va  k PL,a Je J  JL
e ad t  TD ,   , Pers. 5.19
1   k P , k TD ,  d 2 e kkf P , kk  k 1  d e
     1 k f     
   
 La J J   d t
2
 k 1 JLa  dt  J JL
 aLa
k f      
 LaSimulasi
J J  pengontrolan kecepatan motor ω(t) dengan parameter
k P ,model
k k f  k = 0,25 dan k2 = 0,5; kecepatan awal ω (t = 0) = 0 ;
 e 1 0. 1   k P , k TD ,  JL
d e k k  k 1  d e
JLa TI ,  J  La     a 2   P ,   k f      
 
 k 1 JLa  dt JLa  Lpada
aJ  d t
JGambar
dan    referensi radian/detik;
k f  kecepatan  ditunjukkan
Pers. 5.17
5.6. LSolusi
aJ k Jpersamaan
 diferensial dilakukan dengan menggunakan
metodeJLEuler orde satu.
k ka 
e   0.
P , 
 6
JLa TI , 
5
Pers. 5.17
kecepatan sudut (radian/detik)

6
3

2 5
kecepatan sudut (radian/detik)

1 4

0 3
0 2 4 6 8 10 12 14
waktu (detik)
Gambar 5.62Simulasi pengontrolan kecepatan dengan pengontrol PI. Kecepatan awal
ω (t = 0) = 0, kecepatan referensi ωref = 5 (radian/detik), dan kp,ω =50, TI,ω = 1.000, dan
 k 1 k
  k f   1   Va . TD,ω = 0. Pers. 5.18
 La J J  JLa
5.6 Pengontrolan
0
Posisi
0 2 4 6 8 10 12 14
Untuk  pengontrolan
1 d e sudut motor,
posisi waktu (detik)persamaan motor
model
Va  k P , e 
Pers. 5.12  e d t  TD ,   ,
TI ,dituliskan kembalid t  menjadi
Pers. 5.19

 k 1 k
  k f     Va . Pers. 5.18
 k  L
1 aJ Jk  k JLa 1 d e 
  k f      P ,  e   e d t  TD,  Pers. 5.20

 La J dari
Output J  Pers.La5.18 J  adalahTI , posisi sudut motord t  θ dan input motor
adalah tegangan armatur/rotor motor V .
 1 d e  a
Va  k P , e 
d 2 e Dengan
  e D, dPID,
e d t 
  kTI , 1  dalgoritma
menggunakan
T  , Pers. 5.19
t  ditetapkan error eθ dari posisi
   nilai set point posisi θ , dimana e = θ - θ.
 k f  θ terhadap
 TD , motor 
d t 2 sudut   L a J J  d t sp θ ref
Pers. 5.21
k P , k   1k Mekatronika
k k  Robotika d e 
 e 1 1
  84
La J   TLI ,J J 
f   d t
ek  Dasar-dasar  0 P ,  edan
La J 
 
TI ,  e d t  TD ,  Pers. 5.20
d t 
 a 
waktu (detik)

kecepatank
1
2

 k01 1   k
  k f  0   2 Va .4 6 8Pers. 5.18
10 12 14
 La J PID
Input kontrol J  yangJLdiimplementasikan
a
waktu (detik)
pada tegangan motor DC
Va adalah 0sebagai
0 berikut:
2 4 6 8 10 12 14
 k 1 k waktu (detik)
V k fk e  1 e d tVa T. d e  , Pers.
Pers. 5.18
a  J
P ,L JT  JL  D , 
d t 
5.19

a
I ,
a
 k 1 k
  k f  k  ,T , dan TVa . adalah secara berturut-turut
dengan Pers. 5.18 konstanta
 Lap,θJ J I,θ JLa D,θ
de 
proporsional, konstanta 1 integral-waktu, dan konstanta
Va  k P, ke   1   e kdPt, kTD,  1 , Pers. d5.19e  derivatif-
TI, 
waktu
 k f pengontrol
  T 
I ,
 
posisi sudut  e 
d
motort e d
bernilai t  T
positif.  Pers. 5.20
 La J J 1
  D ,

La J  d t 
d e 
Va  k P ,memasukkan
Dengan e 
 TI ,  d t  T5.19
e Pers. D , ke Pers.
d t 
 , 5.18, dihasilkan
Pers. 5.19

 k 1 k k  1 de 
d 2ek f      k P , 1 ede  e d t  TD ,   Pers. 5.20
L TJD , Jkf  LaJ  TI , d t 
d t 2  a  La J J  d t
 k 1 k k  1 Pers. e 
d5.21

P , 
  k f  hubungan
Dengan   posisi sudut
 e dan referensinya
e d t  T θ = θref -Pers.
eθ, serta
5.20
k P , k La J J1 L J  T
 D ,
2d t 
 θ 
/ d t θref
d e J   T  k  1  d e
2
asumsi
 2 tidak
e ada
 perubahan
e d ta
 posisi
0 sudut
I , referensi, d ref
= d
/ dtL =a  0, T
  k
didapatkan
 D , I , 
f 
  
  
dt2   La J J  d t
d 2 e   k 1  d e Pers. 5.21
k P2, k TD ,  1k f     
TI ,  a  
d t e  e Jd t  
L J 0 dt
La J  Pers. 5.21
k P , k  1 
TI , 
 e  e d t   0
La J  
Dengan menurunkan Pers. 5.21 terhadap waktu, didapatkan persa-
maan diferensial orde tiga, yaitu

d 3 e   k 1  d 2 e
 TD ,  k f    2
dt3   La J J  d t
Pers. 5.22
k P , k d e k P , k 1
  e  0
La J d t La J TI ,

Pengaturan kp,θ , TI,θ , dan TD,θ , bisa diset akar persamaan


diferensial Pers. 5.21 memenuhi kestabilan Routh-Hurwitz, atau
dengan kata lain eθ (t = ∞) = 0.

Pengontrolan Motor 85

1
n)
 TD ,  k f    2
dt3   La J J  d t
Pers. 5.22
k P , k d e k P , k 1
  e  0
La J d t La J TI ,
Simulasi pengontrolan posisi sudut motor θ(t) dengan parameter
model yang sama dengan pengontrolan kecepatan Subbab 5.5; posisi
sudut awal θ(t = 0) = 0 radian; dan posisi sudut referensi θref = 1
radian; ditunjukkan dalam Gambar 5.7. Solusi persamaan diferensial
didapatkan dengan menggunakan metode Euler orde satu.

1
posisi sudut motor (radian)

0.8

0.6

0.4

0.2

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
waktu (detik)

Gambar 5.7 Simulasi pengontrolan kecepatan dengan pengontrol PID. Posisi awal
θ (t = 0) = 0, kecepatan referensi θref = 1 (radian), dan kp,θ = 0,5, TI,θ = 200, dan TD,θ = 50.

5.7 Algoritma Kontrol Lainnya

Dalam pengontrol PID, terdapat parameter yang harus disetem,


yaitu gain proporsional kp , gain integral TI , dan gain derivatif TD .
Parameter ini akan memengaruhi performansi pengontrol, seberapa
cepat dan seberapa besar fluktuasi sampai kecepatan dapat tercapai.
Metode penyeteman (tuning) parameter PID menjadi riset topik yang
masih dipelajari sampai saat ini, beberapa metode di antaranya adalah
pengontrol adaptif, hybrid, optimal, robust, fuzzy, neural-network, dan
lain-lain. Terdapat pula metode penyeteman PID secara eksperimen
seperti metode Ziegler-Nichols, Cohen Coon, Tyreus-Luyben, dan lainnya
(Astrom, 1994).

86 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


Selain pengontrolan kecepatan dan posisi sudut pada motor, terdapat
juga pengontrolan torsi. Pengontrolan torsi pada motor ini adalah
pengaturan gerak motor mengikuti torsi yang diinginkan.

Strategi pengontrolan torsi pada motor biasa juga disebut dengan


pengontrolan impedansi. Hal ini karena gerak dinamik motor
diibaratkan meiliki suatu karakteristik impedansi tertentu ketika
menerima suatu feedback torsi. Pengontrolan torsi bisa dibuat menjadi
dua tahap, yaitu pembangkitan lintasan impedansi, kemudian
pengontrolan penjejakan (tracking) lintasan. Untuk lebih lengkapnya,
pembahasan pengontrolan torsi berbasis karakteristik impedansi
dapat dibaca di literatur (Maharnani, Widyotriatmo, Suprijanto,
2016).

Aplikasi pengontrolan torsi motor ini adalah agar robot memiliki


kewaspadaan jika ada benturan yang tidak diinginkan sehingga
robot lebih menuruti arah benturan dibandingkan dengan
hanya mencapai posisi atau kecepatan yang diinginkan.
Contoh aplikasinya, robot dapat diajak bersalaman dengan
mengikuti arah gerakan dari tangan manusia, robot dapat bekerja
berdampingan dengan manusia karena benturan akan diketahui
oleh robot dan robot akan memiliki reaksi yang lebih menurut
(compliance).

5.8 Latihan Soal

V.1 Lakukan simulasi pengontrolan kecepatan dan posisi sudut


motor menggunakan algoritma proporsional-integral-derivatif.
(PID) menggunakan bahasa pemrograman. Gunakan solusi
persamaan diferensial metode Runge-Kutta.

V.2 Desain pengontrolan kecepatan dan posisi sudut motor


menggunakan metode lain (misalnya pengontrol adaptif, robust,
hybrid, fuzzy, atau neural-network)

Pengontrolan Motor 87
V.3 Pada pengontrolan lintasan robot diharapkan bahwa
pengontrolan motor dapat menjejaki selain posisi sudut
motor, tetapi secara bersamaan juga kecepatan sudut motor.
Rancanglah suatu pengontrol yang dapat menjejaki profil
posisi dan kecepatan sudut untuk setiap waktunya yang telah
ditentukan.

V.4 Turunkan model pengontrolan torsi untuk membangkitkan


lintasan berbasis impedansi (baca referensi Maharnani,
Widyotriatmo, Suprijanto, 2016). Gunakan algoritma pengontrol
untuk menjejaki lintasan yang dibangkitkan. Lakukan simulasi
dengan memvariasikan parameter impedansi. Diskusikan hasil
yang didapatkan.

88 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


6
ROBOT MANIPULATOR

6.1 Pendahuluan

Robot manipulator memiliki konstruksi link yang terhubung


dengan sendi-sendi (joints) dengan satu ujung bersifat tetap dan
ujung lainnya bebas untuk menyelesaikan suatu tugas (misalnya
memindahkan barang, mengecat, mengelas, dan lain sebagainya).
Sendi robot dapat dibagi menjadi dua jenis: sendi prismatik (prismatic
joint), yaitu sendi yang dapat bergerak secara lurus; dan sendi putar
(revolute joint), yaitu sendi yang dapat bergerak dengan cara berputar.
Sendi prismatik dapat dibentuk dari mekanisme ball screw, rack and
pinion, crank, cam, dan lain-lain.

Tipe-tipe robot manipulator dapat diklasifikasikan dari ruang kerja


yang dapat dicapai oleh robot tersebut. Gambar 6.1 menunjukkan
tipe-tipe robot terkait dengan ruang kerja (workspace) robot. Robot
Cartesian memiliki sendi penyusun Prismatic-Prismatic-Prismatic
(PPP) sehingga robot Cartesian ini juga disebut dengan tipe PPP.
Robot Cylindrical memberikan ruang kerja (workspace secara silinder)
memiliki susunan sendi revolute-prismatic-revolute sehingga sering
disebut konfigurasi RPR. Spherical robot membentuk ruang kerjanya
dalam bentuk bola terdiri dari susunan sendi Revolute-Revolute-
Revolute (RRR). Robot yang sering digunakan untuk assembly adalah
articulated robot, memiliki susunan sendi-sendi yang mempunyai lebih

Robot Manipulator 89
dari enam (6) derajat kebebasan. Untuk robot yang kecil, dinamakan
Selective Compliance Articulated Robot Arm (SCARA) yang merupakan
konsep robot assembly yang diperkenalkan oleh NEC di tahun 1980.
Sejak kemunculannya, Robot SCARA banyak digunakan di industri
assembly.
Principle Kinematic Structure Workspace

Cartesian Robot

Cylindrical Robot

Spherical Robot

SCARA Robot

Articulated Robot
Gambar 6.1 Tipe-tipe robot manipulator.

Di ujung link pada robot manipulator, terdapat sebuah perangkat


yang disebut dengan end effector. End effector ini dapat berupa sistem
handling, perangkat las, perangkat cat, sesuai dengan tugas yang
diberikan kepada robot. End effector sendiri biasanya terdiri dari
beberapa link pendek dan sendi-sendi untuk memberikan gerak
Gripper
dengan derajat kebebasan yang tinggi. End-effector dapat berupa
Spray painting Gun

90 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


Welding Gun
penggenggam (gripper) untuk handling material, spot/arc welding guns
untuk pengelasan, spray painting guns untuk pengecatan, drilling,
grinding, atau heating torches. Gambar 6.2 menunjukkan beberapa
jenis end-effector.

Gripper
Gripper
Gripper
Spray Painting Gun
Spray p
Spray painting
Welding Gun

Gambar 6.2 Jenis-jenis end-effector.


Welding Gun
PengontrolanWelding Gun dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
robot manipulator
pengontrolan konfigurasi, pengontrolan penjejakan lintasan, dan
pengontrolan torsi atau impedansi. Dalam pengontrolan konfigurasi,
robot diharapkan dapat mencapai konfigurasi tertentu dan tetap pada
konfigurasi tersebut walaupun diberi gangguan tertentu. Contoh
aplikasi dalam pengontrolan konfigurasi ini, yaitu robot diminta
untuk melakukan pengelasan pada konfigurasi tertentu pada sekian
waktu. Agar robot dapat bergerak dari satu konfigurasi ke konfigurasi
lainnya, lintasan robot perlu diprogram sebelumnya dan pengontrol
robot didesain untuk mengikuti lintasan tersebut. Dalam lintasan,
informasi posisi dan kecepatan pada setiap waktu sudah ditetapkan
sehingga tugas pengontrol robot adalah bagaimana agar setiap waktu
tersebut lintasan posisi dan kecepatan robot dapat diikuti oleh robot.
Dalam pengontrolan torsi atau impedansi, seperti pada pengontrolan
torsi motor yang dibahas pada Subbab 5.7, diinginkan robot dapat
mengikuti karakteristik impedansi tertentu dengan umpan balik
pengukuran torsi yang dirasakan oleh robot tersebut.

Robot Manipulator 91
Sebelum melanjutkan ke pengontrolan robot manipulator, perlu
ditelusuri terlebih dahulu terkait dengan strategi pembangkitan
lintasan. Strategi pembangkitan lintasan ini bermacam-
macam bentuknya, bisa melalui pemrograman titik-ke-titik yang
diprogramkan oleh manusia atau bisa diserahkan kepada robot.
Untuk lintasan yang di-input-kan, sendi-sendi robot dapat di-input-
kan dalam memori prosesor agar gerakan yang sendi-sendi tersebut
dapat diikuti dan pengontrolan motor pada masing-masing sendi
robot melakukan pengontrolan posisi dan kecepatan robot. Untuk
lintasan yang dibangkitkan, prosesor perlu memiliki suatu mekanisme
pembangkitan lintasan dari suatu posisi awal ke posisi akhir yang
diinginkan.

6.2 Pemodelan Robot Manipulator

Dalam praktiknya, posisi end-effector dari robot ditentukan dari


sensor enkoder yang dipasangkan pada setiap sendi. Untuk itu, perlu
ada pemetaan atau transformasi yang dapat memberikan hubungan
antara posisi end-effector pada koordinat global dan posisi sendi serta
link pada robot. Transformasi ini disebut dengan kinematika maju
(forward kinematics) karena dari informasi posisi-posisi sendi dan link
didapatkan posisi end-effector.

Pada lain hal, terkadang suatu aplikasi membutuhkan inversinya


atau dengan kata lain bahwa telah ditentukan posisi end effector di
koordinat global, ingin diketahui parameter konfigurasi sendi-sendi
robot. Hal ini disebut dengan inverse kinematics. Berbeda dengan
forward kinematics, dengan mengetahui informasi sendi-sendi robot,
kita dapat menemukan posisi dari end effector yang unik, pada
inverse kinematics, kita mungkin mendapatkan multisolusi. Contoh
multisolusi dari permasalahan inverse kinematics ditunjukkan dalam
Gambar 6.3. Penyelesaian inverse kinematics dilakukan dengan cara

92 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


optimisasi sehingga didapatkan parameter sendi-sendi yang
meminimumkan suatu suatu fungsi objektif. Untuk lebih lanjut
terkait dengan inverse kinematics, pembaca dapat merujuk pada
referensi (Aristidou, dkk., 2017).
Posisi
Posisiend-effector
end-effector

SolusiSolusi
#1 #2

Solusi
Solusi #1 #2

Gambar 6.3 Multisolusi inverse kinematics pada robot tiga link untuk satu posisi end-
effector.

Dalam perancangan sistem pengontrol robot manipulator,


diperlukan pemodelan. Pemodelan ini dimulai dengan mendapatkan
transformasi forward kinematics, kemudian didapatkan matriks
Jacobian kecepatan yaitu suatu turunan langsung terhadap persamaan
transformasi forward kinematics, lalu persamaan lagrange dengan
persamaan kecepatannya didapatkan dari matriks Jacobian untuk
mendapatkan persamaan gerak. Untuk lebih jelasnya, pemodelan
robot manipulator melalui langkah subbab berikut.

6.2.1 Forward Kinematics

Kinematika mendeskripsikan gerak manipulator tanpa pertimbangan


gaya dan torsi yang mengakibatkan gerak. Deskripsi kinematic
merupakan deskripsi geometrik. Untuk analisis kinematic yang
kompleks, terdapat suatu prosedur yang mudah diikuti dan dianalisis
yang disebut konvensi Denavit-Hanterberg (D-H).

Robot Manipulator 93
D-H convention ini dapat dilakukan dengan cara menentukan semua
frame yang terletak antara setiap link (frame adalah setiap persendian
yang terdapat pada manipulator dengan frame ke 0 adalah sendi
paling dasar dan frame ke n adalah sendi pada end effector [bagian
paling ujung robot], link adalah penghubung antar-frame). Dalam
D-H convention terdapat empat parameter yang dapat ditetapkan
setelah frame yang akan menjadi referensi ditentukan, yaitu:

1. qn: Rotasi yang dilakukan menurut sumbu Zn


2. αn: Sudut antara sumbu Zn-1 dengan Zn menurut sumbu Xn
3. dn: Jarak antara frame n-1 ke frame n menurut arah sumbu Zn-1
4. an: Jarak antara frame n-1 ke frame n menurut arah sumbu Xn

Dalam menentukan frame referensi dan menentukan arah koordinat


x, y, dan z, kita perlu mengikuti beberapa peraturan agar didapatkan
hasil yang tidak melenceng, peraturan-peraturan ini adalah:

1. Sumbu Z harus mengarah pada arah sumbu gerak dari revolute


joint tersebut. Apabila sendi tersebut merupakan sendi geser,
maka sumbu Z-nya harus mengarah pada arah pergeserannya,
2. Sumbu Xn harus tegak lurus dengan dengan kedua sumbu Zn dan
Zn-1 ,
3. Sumbu Y mengikuti aturan tangan kanan, dan
4. Sumbu Xn harus bersinggungan dengan sumbu Zn-1.

Secara lebih lengkap, konvensi D-H dapat merujuk pada literatur


(Spong, Hutchinson, Vidyasagar, 2016).

Dalam buku ini akan dibahas model robot RRR seperti yang tertera
pada Gambar 6.4.

94 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


Solusi #2

Titik Mulai

Gambar 6.4 Model robot RRR.

Dengan menggunakan model pendekatan, bingkai sistem


ditambahkan seperti dalam Gambar 6.5.

Titik Mulai

Gambar 6.5 Bingkai koordinat pada model pendekatan.


Bingkai qn αn dn
Langkah selanjutnya adalah 0dengan
 1 menentukanq1 empat parameter
90 0
1 6.5
dari bingkai koordinat Gambar 2Bingkai q2 D-H,
menjadi tabel 0 6.1.αn
qn Tabel 0 d
2  30  1 q3 q1 0 90 0 0
12 q2 0 0
cos(𝑞𝑞𝑞𝑞𝑛𝑛𝑛𝑛 ) − sin(𝑞𝑞𝑞𝑞𝑛𝑛𝑛𝑛 ) cos(𝛼𝛼𝛼𝛼
2  𝑛𝑛𝑛𝑛3) sin(𝑞𝑞𝑞𝑞q𝑛𝑛𝑛𝑛3 ) sin(𝛼𝛼𝛼𝛼𝑛𝑛𝑛𝑛 ) 0 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑛𝑛𝑛𝑛 cos(𝑞𝑞𝑞𝑞𝑛𝑛𝑛𝑛 )0
𝑚𝑚𝑚𝑚 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞𝑛𝑛𝑛𝑛 ) cos(𝑞𝑞𝑞𝑞𝑛𝑛𝑛𝑛 ) cos(𝛼𝛼𝛼𝛼𝑛𝑛𝑛𝑛 ) Robot −cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 𝑛𝑛𝑛𝑛 ) sin(𝛼𝛼𝛼𝛼95
Manipulator
𝑛𝑛𝑛𝑛 ) 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑛𝑛𝑛𝑛 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞𝑛𝑛𝑛𝑛
𝐴𝐴𝐴𝐴𝑛𝑛𝑛𝑛 = �
0 cos(𝑞𝑞𝑞𝑞𝑛𝑛𝑛𝑛 ) −
sin(𝛼𝛼𝛼𝛼 𝑛𝑛𝑛𝑛 )𝑛𝑛𝑛𝑛 ) cos(𝛼𝛼𝛼𝛼𝑛𝑛𝑛𝑛 ) cos(𝛼𝛼𝛼𝛼
sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛)) sin(𝛼𝛼𝛼𝛼𝑛𝑛𝑛𝑛 ) 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑎𝑎𝑎𝑎𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛 co
0 0 0 1
Tabel 6.1 Tabel D-H untuk Robot pada Gambar 6.5.

Bingkai qn αn dn an
01 q1 90 0 0
12 q2 0 0 a2
23 q3
Bingkai αn qn 0 dn 0 a3an
01 q1 90 0 0
Empat parameter 1  2disusunqdalam
tersebut 2 0
sebuah matriks 0 transformasia2
s(𝑞𝑞𝑞𝑞𝑛𝑛𝑛𝑛 ) − sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 𝑛𝑛𝑛𝑛 ) cos(𝛼𝛼𝛼𝛼𝑛𝑛𝑛𝑛 ) 2 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 3 𝑛𝑛𝑛𝑛 ) sin(𝛼𝛼𝛼𝛼
q3 𝑛𝑛𝑛𝑛 ) 𝑎𝑎𝑎𝑎 0 𝑛𝑛𝑛𝑛 cos(𝑞𝑞𝑞𝑞𝑛𝑛𝑛𝑛0) a3
A mn yang berisikan:
An Bingkai q α dn
n(𝑞𝑞𝑞𝑞𝑛𝑛𝑛𝑛 ) cos(𝑞𝑞𝑞𝑞𝑛𝑛𝑛𝑛 ) cos(𝛼𝛼𝛼𝛼𝑛𝑛𝑛𝑛 ) Bingkai −cos(𝑞𝑞𝑞𝑞𝑛𝑛𝑛𝑛 ) sin(𝛼𝛼𝛼𝛼
qn 𝑛𝑛𝑛𝑛 )1 αn𝑎𝑎𝑎𝑎𝑛𝑛𝑛𝑛 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞
n
n)
d𝑛𝑛𝑛𝑛 n
a
cos(𝑞𝑞𝑞𝑞𝑛𝑛𝑛𝑛 ) − sin(𝑞𝑞𝑞𝑞0𝑛𝑛𝑛𝑛 )cos(𝛼𝛼𝛼𝛼
1 𝑛𝑛𝑛𝑛 ) qsin(𝑞𝑞𝑞𝑞 0 )
𝑛𝑛𝑛𝑛 90 𝑛𝑛𝑛𝑛 ) 𝑎𝑎𝑎𝑎q𝑛𝑛𝑛𝑛1cos(𝑞𝑞𝑞𝑞
sin(𝛼𝛼𝛼𝛼 � Pers.n 6.1
0 𝑛𝑛𝑛𝑛 ) 90 0 0
0 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛)) cos(𝑞𝑞𝑞𝑞𝑛𝑛𝑛𝑛1)
sin(𝛼𝛼𝛼𝛼 cos(𝛼𝛼𝛼𝛼−cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 ) 1 ) sin(𝛼𝛼𝛼𝛼 𝑑𝑑𝑑𝑑 q𝑎𝑎𝑎𝑎2𝑛𝑛𝑛𝑛 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞
1
𝑛𝑛𝑛𝑛 20 0 𝑛𝑛𝑛𝑛 )� 0Pers. 0
𝐴𝐴𝐴𝐴𝑚𝑚𝑚𝑚 2 𝑛𝑛𝑛𝑛 )
cos(𝛼𝛼𝛼𝛼 q2 𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑛𝑛𝑛𝑛 ) 𝑛𝑛𝑛𝑛 a2
𝑛𝑛𝑛𝑛 = � 0 a 6.1
0 00 2  3)
sin(𝛼𝛼𝛼𝛼 0 q cos(𝛼𝛼𝛼𝛼 )0
2
𝑛𝑛𝑛𝑛
 3 1 𝑑𝑑𝑑𝑑0
3
q 3
𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑛𝑛𝑛𝑛 3
0
0 0 0 1
) − sin(𝑞𝑞𝑞𝑞𝑛𝑛𝑛𝑛 )cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 𝑛𝑛𝑛𝑛 )) −sin(𝑞𝑞𝑞𝑞
sin(𝑞𝑞𝑞𝑞𝑛𝑛𝑛𝑛))sin(𝛼𝛼𝛼𝛼
cos(𝛼𝛼𝛼𝛼𝑛𝑛𝑛𝑛)) 𝑎𝑎𝑎𝑎 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 𝑛𝑛𝑛𝑛 ) sin(𝛼𝛼𝛼𝛼 𝑛𝑛𝑛𝑛 ) 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑛𝑛𝑛𝑛 cos(𝑞𝑞𝑞𝑞𝑛𝑛𝑛𝑛 )
Matriks cos(𝑞𝑞𝑞𝑞
transformasi
𝑛𝑛𝑛𝑛 cos(𝛼𝛼𝛼𝛼
tersebut merupakan
𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑛𝑛𝑛𝑛 hubungan 𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑛𝑛𝑛𝑛 cos(𝑞𝑞𝑞𝑞
antara 𝑛𝑛𝑛𝑛 ) q dengan
s(𝑞𝑞𝑞𝑞1 ) 0 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 ) 0
1 1𝑛𝑛𝑛𝑛)) 0 cos(𝑞𝑞𝑞𝑞
sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑛𝑛𝑛𝑛 =𝑛𝑛𝑛𝑛 )
𝐴𝐴𝐴𝐴sin(𝑞𝑞𝑞𝑞
sin(𝑞𝑞𝑞𝑞𝑛𝑛𝑛𝑛 ) cos(𝑞𝑞𝑞𝑞𝑛𝑛𝑛𝑛 ) cos(𝛼𝛼𝛼𝛼 ) −cos(𝑞𝑞𝑞𝑞
�cos(𝛼𝛼𝛼𝛼0𝑛𝑛𝑛𝑛 ) −cos(𝑞𝑞𝑞𝑞𝑛𝑛𝑛𝑛 ) sin(𝛼𝛼𝛼𝛼𝑛𝑛𝑛𝑛 ) 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑛𝑛𝑛𝑛 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞𝑛𝑛𝑛𝑛 )� Pers.
𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑛𝑛𝑛𝑛 ) sin(𝛼𝛼𝛼𝛼
n 𝑛𝑛𝑛𝑛 ) 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑛𝑛𝑛𝑛 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞𝑛𝑛𝑛𝑛 )� Pe
𝐴𝐴𝐴𝐴𝑚𝑚𝑚𝑚
kondisi cos(𝑞𝑞𝑞𝑞
𝑛𝑛𝑛𝑛 = � orientasi dan 1)
translasi0 antarasin(𝛼𝛼𝛼𝛼 frame ) ke-m dengan frame ) 6.1 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑛𝑛𝑛𝑛
ke-n
011)) 00 −cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 cos(𝛼𝛼𝛼𝛼
(𝑞𝑞𝑞𝑞1 ) 0 𝐴𝐴𝐴𝐴−cos(𝑞𝑞𝑞𝑞
0 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞
� tiga
sin(𝛼𝛼𝛼𝛼1𝑛𝑛𝑛𝑛)) 0
0 �
cos(𝛼𝛼𝛼𝛼𝑛𝑛𝑛𝑛 )
Pers.
𝑛𝑛𝑛𝑛
0 6.2 Pers.untuk
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑛𝑛𝑛𝑛
6.2 1setiap
𝑛𝑛𝑛𝑛
1 =�
sehingga didapatkan matriks transformasi 0 link-nya 1
0 1 00 10 00 0 0
secara 0 berurutan
0 0 sebagai 0 berikut:
1
0 0 0 1
cos(𝑞𝑞𝑞𝑞1 ) 0 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞1 )
cos(𝑞𝑞𝑞𝑞1 ) 0 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞1 )
0
0
0
𝐴𝐴𝐴𝐴1 = � 1 ) 10 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 ) 0 −cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 1 ) 0� Pers. 6.2
𝐴𝐴𝐴𝐴10 = � sin(𝑞𝑞𝑞𝑞1 ) 0 −cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 0 � 1 0 Pers.
0 6.2
0 1 0 0
0 0 0 1
0 0 0 1
cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 ) − sin(𝑞𝑞𝑞𝑞cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 2) 2 ) 0 − 𝑎𝑎𝑎𝑎 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 2 ) 2 ) 0 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎2cos(𝑞𝑞𝑞𝑞
cos(𝑞𝑞𝑞𝑞
𝑎𝑎𝑎𝑎22 cos(𝑞𝑞𝑞𝑞
cos(𝑞𝑞𝑞𝑞2 )
cos(𝑞𝑞𝑞𝑞22 ) − sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 2 ) 2 ) 0− sin(𝑞𝑞𝑞𝑞
cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 2) 2) 0 2 2)
1 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 ) cos(𝑞𝑞𝑞𝑞
1 )
sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 ) 0 𝑎𝑎𝑎𝑎
cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 )
sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 ) 0 𝑎𝑎𝑎𝑎2 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 2))�
𝐴𝐴𝐴𝐴12 = � sin(𝑞𝑞𝑞𝑞22 ) 𝐴𝐴𝐴𝐴12cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 = �sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 2 ) 2) 0 2 2 2 )�
)
𝑎𝑎𝑎𝑎2 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 Pers.
0 𝑎𝑎𝑎𝑎2 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 6.3 Pers. 6.3
𝐴𝐴𝐴𝐴2 = � 0 𝐴𝐴𝐴𝐴2 = 0� 2 0 2 1 cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 0 2 0 2 � 1 Pers. 6.302 � Pers. 6.3
0 0 0 1 0 0 1 0
0 0 0 0 0 1 0 1
0 0 0 0 0 1 0 1

cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 ) 3 ) 3 ) 0 − 𝑎𝑎𝑎𝑎
− sin(𝑞𝑞𝑞𝑞cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 3) 3) 0
cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 𝑎𝑎𝑎𝑎 cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 )
cos(𝑞𝑞𝑞𝑞33 ) 𝑎𝑎𝑎𝑎33 cos(𝑞𝑞𝑞𝑞
3 ) 3 ) 0− sin(𝑞𝑞𝑞𝑞
cos(𝑞𝑞𝑞𝑞
− sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 3) 3) 0 𝑎𝑎𝑎𝑎33cos(𝑞𝑞𝑞𝑞33)
= � sin(𝑞𝑞𝑞𝑞33 )) )
2cos(𝑞𝑞𝑞𝑞sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 ) 0 𝑎𝑎𝑎𝑎
cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 )
sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 ) 0 6.4 33))�
𝑎𝑎𝑎𝑎 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞
𝐴𝐴𝐴𝐴2 𝐴𝐴𝐴𝐴 = �sin(𝑞𝑞𝑞𝑞
3 3
𝑎𝑎𝑎𝑎33 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞
3 3 �
) ) 0 Pers. 𝑎𝑎𝑎𝑎33sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 Pers. 6.4
𝐴𝐴𝐴𝐴233 = � sin(𝑞𝑞𝑞𝑞
0 = 0� 3 ) 0 3 ) 0
𝐴𝐴𝐴𝐴233cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 1
cos(𝑞𝑞𝑞𝑞
0 3 0 3 � 1 Pers. 0 �
6.4 Pers. 6.4
0 0 0 1 0 0 1 0
0 0 0 0 0 1 0 1
0 0 0 0 0 1 0 1
Untuk mempermudah penulisan persamaan, ke depannya penulisan
𝑇𝑇𝑇𝑇 = 𝐴𝐴𝐴𝐴010 𝐴𝐴𝐴𝐴112 𝐴𝐴𝐴𝐴persamaan
beberapa
2
𝑇𝑇𝑇𝑇 = 𝐴𝐴𝐴𝐴0 𝐴𝐴𝐴𝐴12 𝐴𝐴𝐴𝐴223 dipersingkat: cos Pers. 6.5 ,Pers. 6.5
𝑇𝑇𝑇𝑇 = 𝐴𝐴𝐴𝐴1 𝐴𝐴𝐴𝐴2 𝐴𝐴𝐴𝐴233 𝑇𝑇𝑇𝑇 = 𝐴𝐴𝐴𝐴101𝐴𝐴𝐴𝐴12akan
𝐴𝐴𝐴𝐴3 qn menjadi
Pers. 6.5 sin 6.5
cnPers. qn
menjadi sn, cos (qm+qn) menjadi cmn, dan sin (qm+qn) menjadi smn.
𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐 −𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠231 −𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑎𝑎𝑎𝑎21𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠123
𝑐𝑐𝑐𝑐 +𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐 +𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑐𝑐𝑐𝑐1𝑐𝑐𝑐𝑐23 −𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠 −𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐2 +𝑎𝑎𝑎𝑎3𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐11 𝑐𝑐𝑐𝑐23𝑎𝑎𝑎𝑎 2𝑐𝑐𝑐𝑐 1𝑐𝑐𝑐𝑐 2+𝑎𝑎𝑎𝑎 3𝑐𝑐𝑐𝑐 1𝑐𝑐𝑐𝑐 23
Matriks 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐23 𝑠𝑠𝑠𝑠23 𝑠𝑠𝑠𝑠11−𝑐𝑐𝑐𝑐
−𝑠𝑠𝑠𝑠11didapatkan
23yang 𝑐𝑐𝑐𝑐232311 −𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑎𝑎𝑎𝑎2121𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠123
merupakan 1𝑐𝑐𝑐𝑐2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎−𝑐𝑐𝑐𝑐
232
3 1𝑠𝑠𝑠𝑠1 matriks
23 2 1 2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎
3 11𝑐𝑐𝑐𝑐23𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐2 transformasi
3 1𝑠𝑠𝑠𝑠 23
3 1 𝑐𝑐𝑐𝑐23 untuk
𝑇𝑇𝑇𝑇 = �𝑠𝑠𝑠𝑠11𝑐𝑐𝑐𝑐23 −𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑠𝑠𝑠𝑠23
= �𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐−𝑐𝑐𝑐𝑐 1 𝑎𝑎𝑎𝑎
−𝑠𝑠𝑠𝑠 2 𝑠𝑠𝑠𝑠 1 𝑐𝑐𝑐𝑐2 + −𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠
1 1 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑎𝑎𝑎𝑎
23 �2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐Pers.
2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐23 � Pers. 6.6
6.6
𝑇𝑇𝑇𝑇 = � 𝑠𝑠𝑠𝑠
setiap 𝑠𝑠𝑠𝑠link. Namun, 𝑐𝑐𝑐𝑐 1
𝑇𝑇𝑇𝑇 = 23 � hal 𝑠𝑠𝑠𝑠 23 0 𝑐𝑐𝑐𝑐
1
𝑎𝑎𝑎𝑎 23
𝑠𝑠𝑠𝑠 + 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 0 𝑎𝑎𝑎𝑎
� 𝑠𝑠𝑠𝑠 +
Pers. 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠
6.6 � Pers. 6.6
𝑠𝑠𝑠𝑠 0yang𝑐𝑐𝑐𝑐𝑎𝑎𝑎𝑎ingin 2 2 dicari
𝑠𝑠𝑠𝑠 + 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠0 adalah 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 +matriks
3 23 transformasi
23 23 23 23 3 23 2 2
23
0 𝑐𝑐𝑐𝑐 023 23
00 23
20 2 1 3 23 2 2 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠
3 23
0 1
0 0 0 0 0 1 0 1
𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑅𝑅𝑅𝑅
96⎡𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 Dasar-dasar
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑇𝑇𝑇𝑇
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑅𝑅𝑅𝑅
𝑇𝑇𝑇𝑇𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 dan𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥Robotika
𝑅𝑅𝑅𝑅 ⎡ 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑥𝑥𝑥𝑥 ⎤ 𝑅𝑅𝑅𝑅
𝑅𝑅𝑅𝑅 Mekatronika
𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑇𝑇𝑇𝑇 ⎤
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥⎡⎢𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑇𝑇𝑇𝑇𝑥𝑥𝑥𝑥 ⎥⎤ 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑥𝑥𝑥𝑥⎤⎥
𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑇𝑇𝑇𝑇 = ⎡⎢𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑅𝑅𝑅𝑅=𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑇𝑇𝑇𝑇
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑇𝑇𝑇𝑇
𝑥𝑥𝑥𝑥 Pers. 6.7 Pers. 6.7
𝑇𝑇𝑇𝑇 = ⎢ 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥⎢⎢ 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑇𝑇𝑇𝑇 = 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑥𝑥𝑥𝑥 ⎥⎥ 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑥𝑥𝑥𝑥⎥⎥ Pers. 6.7 Pers. 6.7
⎢⎣𝑅𝑅𝑅𝑅0𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥⎢⎣𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑇𝑇𝑇𝑇𝑥𝑥𝑥𝑥 ⎦⎥ 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑥𝑥𝑥𝑥 ⎥⎦
0 0 01 0 0 1
𝐴𝐴𝐴𝐴
𝐴𝐴𝐴𝐴122 =
= ��cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 0 22 ) cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 0 22 ) 01 𝑎𝑎𝑎𝑎22 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 0 222 )�� Pers.
Pers. 6.3
6.3
sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 0 22)) −cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 0 22)) 001 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎22cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 0 2 ))
𝐴𝐴𝐴𝐴12 = � sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 ) 0 0 0 1 2 10 2 � Pers. 6.3
𝐴𝐴𝐴𝐴12 =� 0 02
cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 0
0 2
) 00 1 𝑎𝑎𝑎𝑎2 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞
0 0 2 )�
1
1 Pers. 6.3
0
0 ) − sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 0
0 ) 1 0
cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 0 3 0 3 00 0 𝑎𝑎𝑎𝑎3 cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 1
1 3)
cos(𝑞𝑞𝑞𝑞333))) −
cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞333)))
sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 0 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎333cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 3)
2
𝐴𝐴𝐴𝐴keseluruhan sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 −cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 0 cos(𝑞𝑞𝑞𝑞
sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 3)�
32 = � cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 ) yang − mencakup
cos(𝑞𝑞𝑞𝑞
sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 ) 0 seluruh 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑎𝑎𝑎𝑎 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞
cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 link ))dari Pers. awal 6.4
base hingga ujung
sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 0 ) cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 0 ) 1
0 𝑎𝑎𝑎𝑎 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 0 3))�
𝐴𝐴𝐴𝐴 2 = � 3 3 3 3 33 Pers. 6.4
𝐴𝐴𝐴𝐴 3 = �cos(𝑞𝑞𝑞𝑞3 ) − sin(𝑞𝑞𝑞𝑞3 ) 3 � Pers. 6.4
0 𝑎𝑎𝑎𝑎 cos(𝑞𝑞𝑞𝑞
end-effector.
3
𝐴𝐴𝐴𝐴23 = � sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 00 33Untuk ) cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 mendapatkan
00 33) 1 𝑎𝑎𝑎𝑎matriks
01 3 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞
3 0 33 )T� yang
10 merupakan matriks
Pers. 6.4
transformasi sin(𝑞𝑞𝑞𝑞 0 ) keseluruhan cos(𝑞𝑞𝑞𝑞 0 ) tersebut, 0 𝑎𝑎𝑎𝑎 sin(𝑞𝑞𝑞𝑞
ketiga 1 ) matriks
2
𝐴𝐴𝐴𝐴3 = � 0 3 0 3 1
0 3 0
1 � 3 Pers.ini
6.4dikalikan.
0
0 0
0 1
0 0
1
𝑇𝑇𝑇𝑇 = 𝐴𝐴𝐴𝐴100𝐴𝐴𝐴𝐴121𝐴𝐴𝐴𝐴 0322
2
0 0 1 Pers. 6.5
𝑇𝑇𝑇𝑇 = 𝐴𝐴𝐴𝐴 0 𝐴𝐴𝐴𝐴1
𝑇𝑇𝑇𝑇 = 𝐴𝐴𝐴𝐴1 𝐴𝐴𝐴𝐴2 𝐴𝐴𝐴𝐴33
1 2 𝐴𝐴𝐴𝐴 Pers.
Pers. 6.5
6.5
Transformasi
𝑇𝑇𝑇𝑇 = 𝐴𝐴𝐴𝐴10 𝐴𝐴𝐴𝐴12 𝐴𝐴𝐴𝐴23 T didapatkan sebagai berikut Pers. 6.5
𝑇𝑇𝑇𝑇 = 𝐴𝐴𝐴𝐴𝑐𝑐𝑐𝑐101𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑐𝑐𝑐𝑐231 2 −𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐
2 1 2 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐23 𝑐𝑐𝑐𝑐 +
2 𝐴𝐴𝐴𝐴3 −𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠 Pers. 6.5
1
𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐111𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23
23 −𝑠𝑠𝑠𝑠 −𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑎𝑎𝑎𝑎2𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐1𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐2 + +𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23
23 −𝑐𝑐𝑐𝑐111𝑠𝑠𝑠𝑠23 23
23 11 2 1 2 𝑎𝑎𝑎𝑎 3 3𝑐𝑐𝑐𝑐11𝑐𝑐𝑐𝑐23 23
𝑇𝑇𝑇𝑇 = � 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐23 −𝑐𝑐𝑐𝑐 −𝑐𝑐𝑐𝑐 � Pers. 6.6
𝑇𝑇𝑇𝑇 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐23 23 −𝑠𝑠𝑠𝑠
−𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐23 1 𝑠𝑠𝑠𝑠
1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 −𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠0111 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎2222𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠1112𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐+
2+
2+ 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎3𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠33323 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠111𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23
23
𝑇𝑇𝑇𝑇 == ��𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠11𝑠𝑠𝑠𝑠23 23 � Pers. 6.6
1 23
23 2
an 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑐𝑐𝑐𝑐23
23 −𝑠𝑠𝑠𝑠
−𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐01123𝑠𝑠𝑠𝑠23 −𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠
0011 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑎𝑎𝑎𝑎2222𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠1122𝑐𝑐𝑐𝑐22+
𝑐𝑐𝑐𝑐 +
1+𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐23 � Pers. 6.6
𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑎𝑎𝑎𝑎33𝑎𝑎𝑎𝑎3𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠323
𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑇𝑇𝑇𝑇 = �𝑠𝑠𝑠𝑠1𝑠𝑠𝑠𝑠0023
23 +
2323 231 23 � Pers. 6.6
𝑐𝑐𝑐𝑐 −𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐10 −𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐 + 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐
0
𝑇𝑇𝑇𝑇 = � 1𝑠𝑠𝑠𝑠02323 023𝑠𝑠𝑠𝑠23 0
01 𝑎𝑎𝑎𝑎22 𝑠𝑠𝑠𝑠12 2+1 1 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠3231 23 � Pers. 6.6
a2 𝑠𝑠𝑠𝑠023 𝑐𝑐𝑐𝑐023 0 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠2 +1 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23
a3 Matriks 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 0 T 𝑅𝑅𝑅𝑅 ini 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 terdiri 0 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 dua 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑥𝑥𝑥𝑥0 0 komponen, 1 yaitu komponen rotasional (Rot)
⎡ 𝑅𝑅𝑅𝑅
𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑅𝑅𝑅𝑅
𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑅𝑅𝑅𝑅
𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑇𝑇𝑇𝑇 𝑇𝑇𝑇𝑇 ⎤
𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 ⎤ 𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑇𝑇𝑇𝑇dan= ⎢⎡⎡komponen
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 translasional
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 (Trans) sebagai berikut:
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅
𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥⎥⎤ Pers. 6.7
𝑇𝑇𝑇𝑇 = ⎢ 𝑇𝑇𝑇𝑇 ⎥ Pers.
𝑇𝑇𝑇𝑇 = ⎢⎡⎢𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑇𝑇𝑇𝑇
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑇𝑇𝑇𝑇 𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑥𝑥𝑥𝑥⎦⎥⎥⎤
𝑥𝑥𝑥𝑥

⎥ Pers. 6.7
6.7
ers. 6.1 ⎣⎡
⎢ 𝑅𝑅𝑅𝑅 0 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅0
𝑇𝑇𝑇𝑇 = ⎣𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑥𝑥𝑥𝑥 ⎦
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅
0 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑇𝑇𝑇𝑇
1 𝑥𝑥𝑥𝑥 Pers. 6.7
𝑇𝑇𝑇𝑇 = ⎢⎣ 𝑅𝑅𝑅𝑅0 0𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅0 0𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅0 0𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑇𝑇𝑇𝑇1 1𝑥𝑥𝑥𝑥 ⎥⎦ Pers. 6.7
⎣⎢ 𝑅𝑅𝑅𝑅0𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅0𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅0𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑇𝑇𝑇𝑇1𝑥𝑥𝑥𝑥 ⎦⎥
⎣ 0𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑅𝑅𝑅𝑅
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 0𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 0𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 1 ⎦ 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐23 −𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠23
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅
𝑠𝑠𝑠𝑠1
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23 −𝑠𝑠𝑠𝑠 −𝑐𝑐𝑐𝑐 1𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠23 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠1
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 = �𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥� = �𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐11 1 23 23 −𝑐𝑐𝑐𝑐 11 23
23 −𝑐𝑐𝑐𝑐 1 � Pers. 6.8
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 = � 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑅𝑅𝑅𝑅
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 � = �𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑅𝑅𝑅𝑅 � = � 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠
1 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑐𝑐𝑐𝑐 23 −𝑠𝑠𝑠𝑠
−𝑐𝑐𝑐𝑐
−𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑠𝑠𝑠𝑠 23 −𝑐𝑐𝑐𝑐
0 𝑠𝑠𝑠𝑠
−𝑐𝑐𝑐𝑐 1 � Pers. 6.8
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 = �𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 1 23
1 23 23 1
23
1 23 23 1 � Pers. 6.8
1
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 = � 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 � = � 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠
1 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑐𝑐𝑐𝑐 23 −𝑐𝑐𝑐𝑐
−𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐
1 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑠𝑠𝑠𝑠 23 0 𝑠𝑠𝑠𝑠
−𝑐𝑐𝑐𝑐 1 � Pers. 6.8
1
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑠𝑠𝑠𝑠
1 23
23 23 𝑐𝑐𝑐𝑐
123
23 23 0
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 = �𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑅𝑅𝑅𝑅
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
� = �𝑠𝑠𝑠𝑠1𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐2323 −𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐123𝑠𝑠𝑠𝑠23 −𝑐𝑐𝑐𝑐 0 1 � Pers. 6.8
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑇𝑇𝑇𝑇𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑎𝑎𝑎𝑎2𝑅𝑅𝑅𝑅𝑐𝑐𝑐𝑐𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 1 𝑐𝑐𝑐𝑐2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎3𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐23 1 𝑐𝑐𝑐𝑐23 𝑐𝑐𝑐𝑐23 0
𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑎𝑎𝑎𝑎𝑇𝑇𝑇𝑇𝑠𝑠𝑠𝑠 = �𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥� = �𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎222𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐111𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐222 + + 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎3𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐1𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23�
33 11 23 23 Pers. 6.9
𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑎𝑎𝑎𝑎𝑇𝑇𝑇𝑇𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑇𝑇𝑇𝑇 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎222𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐2111𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐2222 + + 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎33𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐11 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23
𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑎𝑎𝑎𝑎𝑇𝑇𝑇𝑇𝑠𝑠𝑠𝑠 = = ��𝑇𝑇𝑇𝑇𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 �� = = ��𝑎𝑎𝑎𝑎 33 23 1 23
23 � � Pers. 6.9
Pers. 6.9
𝑇𝑇𝑇𝑇
𝑇𝑇𝑇𝑇 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑎𝑎𝑎𝑎𝑇𝑇𝑇𝑇𝑠𝑠𝑠𝑠 = � 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 � = �𝑎𝑎𝑎𝑎2𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠21 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐22 + 𝑎𝑎𝑎𝑎33 𝑠𝑠𝑠𝑠123𝑐𝑐𝑐𝑐23 �
𝑥𝑥𝑥𝑥 2 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑎𝑎𝑎𝑎 1
2 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑠𝑠𝑠𝑠 2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎 3 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑠𝑠𝑠𝑠 1
23 𝑐𝑐𝑐𝑐 23 Pers. 6.9
𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑎𝑎𝑎𝑎𝑇𝑇𝑇𝑇𝑠𝑠𝑠𝑠 = �𝑇𝑇𝑇𝑇 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 � = �𝑎𝑎𝑎𝑎2𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠21 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐22 + + 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎33 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠123𝑐𝑐𝑐𝑐23 � Pers. 6.9
𝑇𝑇𝑇𝑇
Matriks Rot𝑥𝑥𝑥𝑥 dan Trans menunjukkan posisi dan orientasi end effector 𝑎𝑎𝑎𝑎 2 𝑠𝑠𝑠𝑠 2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎 3 𝑠𝑠𝑠𝑠 23
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥
𝐽𝐽𝐽𝐽untuk
𝑣𝑣𝑣𝑣 = 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 ,
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥setiap nilai parameter sendi. Pers. 6.10
𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝑣𝑣𝑣𝑣 = 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 , Pers.
𝑣𝑣𝑣𝑣 = 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 , Pers. 6.10
6.10
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
𝐽𝐽𝐽𝐽Setelah
𝑣𝑣𝑣𝑣 = 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 , didapatkan persamaan transformasiPers. 6.10 kinematics dari
forward
,
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
𝐽𝐽𝐽𝐽𝑣𝑣𝑣𝑣 = 𝜕𝜕𝜕𝜕𝒙𝒙𝒙𝒙 𝜕𝜕𝜕𝜕𝒙𝒙𝒙𝒙 𝜕𝜕𝜕𝜕𝒒𝒒𝒒𝒒 Pers. 6.10
𝒗𝒗𝒗𝒗 = 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
𝑱𝑱𝑱𝑱suatu 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 → 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕robot
𝜕𝜕𝜕𝜕𝒙𝒙𝒙𝒙 manipulator,
𝜕𝜕𝜕𝜕𝒙𝒙𝒙𝒙 𝑱𝑱𝑱𝑱𝒗𝒗𝒗𝒗 𝒒𝒒𝒒𝒒̇.
= 𝑱𝑱𝑱𝑱𝒗𝒗𝒗𝒗 𝜕𝜕𝜕𝜕𝒒𝒒𝒒𝒒 → 𝒙𝒙𝒙𝒙̇ =langkah Pers.
selanjutnya 6.11 mendapatkan
untuk
𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝒗𝒗𝒗𝒗 ==
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 → 𝜕𝜕𝜕𝜕𝒙𝒙𝒙𝒙 = 𝑱𝑱𝑱𝑱 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
𝜕𝜕𝜕𝜕𝒙𝒙𝒙𝒙 𝜕𝜕𝜕𝜕𝒒𝒒𝒒𝒒
→ = 𝑱𝑱𝑱𝑱 𝒗𝒗𝒗𝒗 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 →
𝜕𝜕𝜕𝜕𝒒𝒒𝒒𝒒
→ ̇̇ =
𝒙𝒙𝒙𝒙
𝒙𝒙𝒙𝒙 = ̇̇ ..
𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝒗𝒗𝒗𝒗 𝒒𝒒𝒒𝒒
𝒒𝒒𝒒𝒒 Pers.
Pers. 6.11
6.11
persamaan 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝒒𝒒𝒒𝒒 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
gerak robot
𝒗𝒗𝒗𝒗 𝜕𝜕𝜕𝜕𝒙𝒙𝒙𝒙 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝒒𝒒𝒒𝒒 𝜕𝜕𝜕𝜕𝒙𝒙𝒙𝒙
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 adalah𝒗𝒗𝒗𝒗 dengan menentukan Jacobian kinematics.
𝒗𝒗𝒗𝒗 𝜕𝜕𝜕𝜕𝒒𝒒𝒒𝒒
𝑱𝑱𝑱𝑱𝒗𝒗𝒗𝒗 = 𝜕𝜕𝜕𝜕𝒙𝒙𝒙𝒙 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 → 𝜕𝜕𝜕𝜕𝒙𝒙𝒙𝒙 ̇ = 𝑱𝑱𝑱𝑱𝒗𝒗𝒗𝒗 𝜕𝜕𝜕𝜕𝒒𝒒𝒒𝒒 → 𝒙𝒙𝒙𝒙 = 𝑱𝑱𝑱𝑱𝒗𝒗𝒗𝒗 𝒒𝒒𝒒𝒒.
̇ Pers. 6.11
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥𝜕𝜕𝜕𝜕𝒒𝒒𝒒𝒒
�𝒗𝒗𝒗𝒗 = 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝑦𝑦𝑦𝑦𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑱𝑱𝑱𝑱𝒙𝒙𝒙𝒙 → 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 = 𝑱𝑱𝑱𝑱𝒗𝒗𝒗𝒗 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 → 𝒙𝒙𝒙𝒙̇ = 𝑱𝑱𝑱𝑱𝒗𝒗𝒗𝒗 𝒒𝒒𝒒𝒒̇. Pers. 6.11
� 𝒙𝒙𝒙𝒙 𝑥𝑥𝑥𝑥
� = � 𝑧𝑧𝑧𝑧𝑦𝑦𝑦𝑦�, 𝜕𝜕𝜕𝜕𝒒𝒒𝒒𝒒 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
6.2.2
1 �
�� = �𝑦𝑦𝑦𝑦�, Jacobian
𝑥𝑥𝑥𝑥 Kinematics
��𝒙𝒙𝒙𝒙 � = �1𝑥𝑥𝑥𝑥𝑧𝑧𝑧𝑧𝑧𝑧𝑧𝑧 �,
1

𝒙𝒙𝒙𝒙
1 𝑦𝑦𝑦𝑦
�𝒙𝒙𝒙𝒙� � = �𝑐𝑐𝑐𝑐𝑦𝑦𝑦𝑦𝑧𝑧𝑧𝑧1�𝑐𝑐𝑐𝑐,Jacobian
1 23 −𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐2 +𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐23 0
� � = �𝑠𝑠𝑠𝑠1
Matriks
1 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑧𝑧𝑧𝑧𝑐𝑐𝑐𝑐1�𝑐𝑐𝑐𝑐,𝑐𝑐𝑐𝑐23 −𝑠𝑠𝑠𝑠 −𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠merupakan 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎2sebuah
−𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐1𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐2 + +𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎3alat 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐23yang 0 sangat berguna dan
1 = � 111 23 23 −𝑐𝑐𝑐𝑐11𝑠𝑠𝑠𝑠23
1 23
23 11 2 𝑠𝑠𝑠𝑠 1 2 𝑎𝑎𝑎𝑎 33𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠11𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23 23 0
sering 1𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠11digunakan 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23
23 −𝑐𝑐𝑐𝑐
−𝑠𝑠𝑠𝑠 1 𝑠𝑠𝑠𝑠
dalam −𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎2222𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠1112𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐+
𝑠𝑠𝑠𝑠0111 dunia
𝑎𝑎𝑎𝑎 +𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎3𝑎𝑎𝑎𝑎
2robotik 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠111𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23dan0�,teori kontrol. Pada
� �
𝑐𝑐𝑐𝑐23 −𝑐𝑐𝑐𝑐 2+ 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠33323 23 � �0
−𝑠𝑠𝑠𝑠 1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 23
=
= �� 123 23 1 23
23 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐
2
+ � �0�,�,
dasarnya, 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑠𝑠𝑠𝑠11𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠023𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑐𝑐𝑐𝑐2323 Jacobian −𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠
−𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐01123
𝑠𝑠𝑠𝑠23 011 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
−𝑐𝑐𝑐𝑐
mendefinisikan 2 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠112𝑐𝑐𝑐𝑐22+ +𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
3𝑎𝑎𝑎𝑎3𝑠𝑠𝑠𝑠
hubungan 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑠𝑠𝑠𝑠11 𝑐𝑐𝑐𝑐23𝑐𝑐𝑐𝑐 23 1 dinamik antara dua
0�,
= �𝑠𝑠𝑠𝑠 0𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐 + 23 23 23 0 𝑎𝑎𝑎𝑎 22
2 2 +1 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠
32323 � �
𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 −𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐 0 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐 −𝑐𝑐𝑐𝑐
0 1 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎 2 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑠𝑠𝑠𝑠 1 𝑐𝑐𝑐𝑐 +
21+ 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠
3 𝑠𝑠𝑠𝑠 1 𝑐𝑐𝑐𝑐 23 1
0
1
= � 𝑎𝑎𝑎𝑎 023𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐 + 𝑎𝑎𝑎𝑎023𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐
1 2 23 1 2 13 23 1 23 0 2 2 1 3 23 � � �,
𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠222023 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐111𝑐𝑐𝑐𝑐222 + 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑎𝑎𝑎𝑎023 3𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐11𝑐𝑐𝑐𝑐23
33 1 23 0
23� .
0 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠2 +1 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 0
1
= � 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑎𝑎𝑎𝑎220𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠11 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐22 + + 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑎𝑎𝑎𝑎033 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠11 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23 Pers. 6.12
1 Manipulator
= � 2 2323 23 � . 0 1 Robot
Pers. 6.12 97
= �𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑎𝑎𝑎𝑎22𝑎𝑎𝑎𝑎
2 1 2
𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐1122𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠2222 + + +1 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎
3 1
𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠1123
3𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23 � . Pers. 6.12
𝑎𝑎𝑎𝑎
= �𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐 +1 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐 � . + 𝑎𝑎𝑎𝑎 3
3
3 23 23 Pers. 6.12
= � 2𝑎𝑎𝑎𝑎12 𝑠𝑠𝑠𝑠22 + 1 𝑎𝑎𝑎𝑎33 𝑠𝑠𝑠𝑠12323 � . Pers. 6.12
𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠2 + 1 3 23 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠
3 0 0 1 0
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 00 0 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥00 0 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑥𝑥𝑥𝑥 10
0
01
1
⎡𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 0 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥0 𝑇𝑇𝑇𝑇 ⎤ 0 1
𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑇𝑇𝑇𝑇 = ⎡⎢𝑅𝑅𝑅𝑅0𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥1 2𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑥𝑥𝑥𝑥 ⎤⎥ Pers. 6.7
𝑇𝑇𝑇𝑇
𝑇𝑇𝑇𝑇 =
= ⎢0𝑅𝑅𝑅𝑅10𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝐴𝐴𝐴𝐴
𝐴𝐴𝐴𝐴 𝐴𝐴𝐴𝐴
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝐴𝐴𝐴𝐴 12
1 𝐴𝐴𝐴𝐴2
𝐴𝐴𝐴𝐴
23
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 ⎥ Pers. 6.5
6.7
Pers.6.5
6.5
𝑇𝑇𝑇𝑇 = 𝐴𝐴𝐴𝐴⎢⎣1𝑅𝑅𝑅𝑅0 1 𝐴𝐴𝐴𝐴𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥2 𝐴𝐴𝐴𝐴3𝑅𝑅𝑅𝑅0𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅0𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑇𝑇𝑇𝑇1𝑥𝑥𝑥𝑥 ⎥⎦
2 3 Pers.
representasi ⎣ 0 0 berbeda dari ⎦
𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠1 sebuah sistem. Jacobian juga bisa dilihat
0 1
𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23 −𝑐𝑐𝑐𝑐 −𝑐𝑐𝑐𝑐 1 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠23 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎 2 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐2 +
+ 𝑎𝑎𝑎𝑎33𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐11𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23
𝑎𝑎𝑎𝑎
sebaga 1 matriks
𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑅𝑅𝑅𝑅 23 −𝑐𝑐𝑐𝑐 1𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠transformasi
𝑅𝑅𝑅𝑅1𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 23
23 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 −𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎2𝑐𝑐𝑐𝑐untuk
1 2𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐2 −𝑐𝑐𝑐𝑐
1 2++𝑎𝑎𝑎𝑎kecepatan.
𝑎𝑎𝑎𝑎
3𝑠𝑠𝑠𝑠31𝑠𝑠𝑠𝑠123
23
𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23𝑠𝑠𝑠𝑠1
𝑠𝑠𝑠𝑠 1
23
𝑐𝑐𝑐𝑐 23𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 −𝑠𝑠𝑠𝑠
−𝑠𝑠𝑠𝑠 1 𝑠𝑠𝑠𝑠 23 −𝑐𝑐𝑐𝑐 1 1 𝑎𝑎𝑎𝑎 2
23 𝑠𝑠𝑠𝑠 1 𝑐𝑐𝑐𝑐 2 + 1 𝑎𝑎𝑎𝑎 23 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑇𝑇𝑇𝑇 = �
�𝑠𝑠𝑠𝑠1𝑠𝑠𝑠𝑠�𝑐𝑐𝑐𝑐23
1
23𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 −𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑅𝑅𝑅𝑅 23 𝑠𝑠𝑠𝑠23 𝑅𝑅𝑅𝑅
𝑅𝑅𝑅𝑅1𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
1 23 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥−𝑐𝑐𝑐𝑐 1 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐223
𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐2 −𝑠𝑠𝑠𝑠
2 1 2+ 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐23
3 1 23 � Pers. 6.6
𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇==�=
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐 23
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 � = 0
0 �𝑐𝑐𝑐𝑐11 𝑎𝑎𝑎𝑎
1 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑎𝑎𝑎𝑎 23
2 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠2 + +
−𝑐𝑐𝑐𝑐 1
𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑠𝑠𝑠𝑠323
13𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠
23
23 �𝑠𝑠𝑠𝑠�11 �Pers.
−𝑐𝑐𝑐𝑐 Pers. 6.6
Pers.6.6
6.8
Setelah
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 = �0 𝑠𝑠𝑠𝑠 23
23
𝑅𝑅𝑅𝑅 mendapatkan 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑅𝑅𝑅𝑅 23 0
23
𝑅𝑅𝑅𝑅 � 0 = hubungan
� 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐 2𝑠𝑠𝑠𝑠 2+ 𝑎𝑎𝑎𝑎
−𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑐𝑐𝑐𝑐
3 forward
𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑠𝑠𝑠𝑠 23 −𝑐𝑐𝑐𝑐
0 kinematics
1 � Pers. 6.8 dari robot,
𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 0 1 223 2 1 312323 23
00𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅x0𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 0 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 0 1
23
didapatkan 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 sebagai 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 0 𝑠𝑠𝑠𝑠
posisi 23 1 𝑐𝑐𝑐𝑐
dan 23 orientasi 0 dari end effector
untuk𝑅𝑅𝑅𝑅 setiap 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 koordinat 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑇𝑇𝑇𝑇 x, y, dan z. Sementara q merupakan
⎡⎡𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑎𝑎𝑎𝑎 2 𝑐𝑐𝑐𝑐1𝑇𝑇𝑇𝑇
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑇𝑇𝑇𝑇2𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 ⎤+ ⎤ 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐23
suatu ⎡⎢𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑇𝑇𝑇𝑇 kumpulan 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅
𝑇𝑇𝑇𝑇𝑅𝑅𝑅𝑅
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑎𝑎𝑎𝑎 2 𝑐𝑐𝑐𝑐
sudut
𝑇𝑇𝑇𝑇2𝑥𝑥𝑥𝑥⎤+
𝑥𝑥𝑥𝑥 persendian yang telah dijelaskan
𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑎𝑎𝑎𝑎𝑇𝑇𝑇𝑇𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑇𝑇𝑇𝑇 = ⎢𝑅𝑅𝑅𝑅 = �𝑅𝑅𝑅𝑅
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑥𝑥𝑥𝑥 � = 𝑅𝑅𝑅𝑅�𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
2 𝑠𝑠𝑠𝑠11𝑇𝑇𝑇𝑇𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑇𝑇𝑇𝑇
2𝑥𝑥𝑥𝑥 ⎥+ ⎥
𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎33 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠11 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23 23 � Pers. 6.9
6.7
𝑇𝑇𝑇𝑇 =
sebelumnya.
= ⎢⎢⎢ 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 Jacobian 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑠𝑠𝑠𝑠21 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝑇𝑇𝑇𝑇𝑥𝑥𝑥𝑥 ⎥dari 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠sistem
𝑐𝑐𝑐𝑐23 � ini menghubungkan Pers.6.7
6.7 pergerakan
𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑎𝑎𝑎𝑎𝑇𝑇𝑇𝑇𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑅𝑅𝑅𝑅 = �𝑇𝑇𝑇𝑇
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅
𝑇𝑇𝑇𝑇 𝑥𝑥𝑥𝑥 � =
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 � 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑅𝑅𝑅𝑅 2 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑇𝑇𝑇𝑇 2
2 𝑥𝑥𝑥𝑥 ⎥+
+
⎥ 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎 3
3 1
23
Pers.
Pers. 6.9
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑠𝑠𝑠𝑠𝑥𝑥𝑥𝑥 ⎥⎦+ 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑥𝑥𝑥𝑥
dari⎢⎣⎣ elemen 0 𝑇𝑇𝑇𝑇 0 q dapat
0 2 2⎦ 1 mengakibatkan perubahan dari elemen x.
00 11⎦
3 23
⎣ 00 00
𝑥𝑥𝑥𝑥
Persamaan umum dari Jacobian adalah:
𝑅𝑅𝑅𝑅
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑅𝑅𝑅𝑅
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23 −𝑐𝑐𝑐𝑐 −𝑐𝑐𝑐𝑐11𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠23 𝑠𝑠𝑠𝑠1
𝐽𝐽𝐽𝐽𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅
𝑣𝑣𝑣𝑣 ==𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑅𝑅𝑅𝑅,𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑅𝑅𝑅𝑅
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠11𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐2323 −𝑐𝑐𝑐𝑐
−𝑠𝑠𝑠𝑠 1 𝑠𝑠𝑠𝑠23
23 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠11 Pers. 6.10
−𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 =𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕�
� 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥��=
�=
=���𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠111𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23
23 −𝑠𝑠𝑠𝑠11𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠23 23 −𝑐𝑐𝑐𝑐1 1� Pers.
�Pers. 6.8
𝐽𝐽𝐽𝐽𝑣𝑣𝑣𝑣 ==𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 �𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅,𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠23
23 −𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐12323 −𝑐𝑐𝑐𝑐0 1 �Pers.
Pers.6.106.8
6.8
𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑠𝑠𝑠𝑠:23 23 𝑐𝑐𝑐𝑐23 23 0 0
dan didapatkan 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 hubungan
𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝜕𝜕𝜕𝜕𝒙𝒙𝒙𝒙 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝒙𝒙𝒙𝒙 𝜕𝜕𝜕𝜕𝒒𝒒𝒒𝒒
𝑱𝑱𝑱𝑱𝒗𝒗𝒗𝒗 = 𝜕𝜕𝜕𝜕𝒙𝒙𝒙𝒙 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 → 𝜕𝜕𝜕𝜕𝒙𝒙𝒙𝒙 = 𝑱𝑱𝑱𝑱𝒗𝒗𝒗𝒗 𝜕𝜕𝜕𝜕𝒒𝒒𝒒𝒒 → 𝒙𝒙𝒙𝒙̇ = 𝑱𝑱𝑱𝑱𝒗𝒗𝒗𝒗 𝒒𝒒𝒒𝒒̇. Pers. 6.11
𝑱𝑱𝑱𝑱𝒗𝒗𝒗𝒗 = 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝒒𝒒𝒒𝒒
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝒒𝒒𝒒𝒒 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑥𝑥𝑥𝑥
→ 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑥𝑥𝑥𝑥 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 = 𝑱𝑱𝑱𝑱𝑎𝑎𝑎𝑎
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝒗𝒗𝒗𝒗2
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐→
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 2 +
+𝒙𝒙𝒙𝒙̇ = 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎 3 ̇.
𝑱𝑱𝑱𝑱𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝒗𝒗𝒗𝒗1 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝒒𝒒𝒒𝒒23 Pers. 6.11
𝑎𝑎𝑎𝑎22𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠11𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐22++𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎33𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠11𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23 23
=.���𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 = ���𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑎𝑎𝑎𝑎𝑇𝑇𝑇𝑇𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑎𝑎𝑎𝑎𝑇𝑇𝑇𝑇𝑠𝑠𝑠𝑠=𝑥𝑥𝑥𝑥=
𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑎𝑎𝑎𝑎𝑇𝑇𝑇𝑇𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑇𝑇𝑇𝑇𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 �� =
� =
𝑎𝑎𝑎𝑎22𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠11𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐22++𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎33𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠11𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23 23 �
� Pers.
Pers.6.9 6.9
6.9
ẋ𝒙𝒙𝒙𝒙� dan 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑦𝑦𝑦𝑦q merepresentasikan 𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑇𝑇𝑇𝑇 2 𝑎𝑎𝑎𝑎1 𝑠𝑠𝑠𝑠2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠1turunan 23 � dari x Pers.
dan q terhadap waktu.
� � = � 𝑧𝑧𝑧𝑧 �, 𝑇𝑇𝑇𝑇 𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑎𝑎𝑎𝑎 2 𝑠𝑠𝑠𝑠2 2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎3
𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23
2 3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 23

𝒙𝒙𝒙𝒙
Persamaan
1 𝑦𝑦𝑦𝑦 𝑥𝑥𝑥𝑥 ini menunjukkan bahwa kecepatan dari end effector
� � = � 𝑧𝑧𝑧𝑧 �,
1 1
merupakan 1𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐23 perkalian −𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 dari 𝑠𝑠𝑠𝑠1 matriks 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐23 dengan
Jacobian 0 kecepatan sudut
pada setiap
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠11 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23 joint. −𝑐𝑐𝑐𝑐
−𝑠𝑠𝑠𝑠 1 𝑠𝑠𝑠𝑠
Untuk
𝑠𝑠𝑠𝑠 23 𝑠𝑠𝑠𝑠11 𝑎𝑎𝑎𝑎
−𝑐𝑐𝑐𝑐
mencari 𝑎𝑎𝑎𝑎 2 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑠𝑠𝑠𝑠
1 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑐𝑐𝑐𝑐
matriks
2 + + 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎
3 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑠𝑠𝑠𝑠
3 1 23 0
1 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑐𝑐𝑐𝑐
Jacobian, 23 0 perlu dicari terlebih
𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝑣𝑣𝑣𝑣 == �𝑠𝑠𝑠𝑠 ,, 𝑐𝑐𝑐𝑐23 −𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠23
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥
=𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 −𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑎𝑎𝑎𝑎
2 1 2
𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐 + 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐 �Pers.
� �, 6.10
Pers. 6.10
𝐽𝐽𝐽𝐽𝑣𝑣𝑣𝑣dahulu
𝑣𝑣𝑣𝑣
� , koordinat
==𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝑠𝑠𝑠𝑠
1 23 23 𝑐𝑐𝑐𝑐
1 23 x, y, dan z dari
23 0 1 𝑎𝑎𝑎𝑎
2 𝑠𝑠𝑠𝑠
2 2 end1 +
2 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠
3
3 effector23 1 23 0
� �sesuai
Pers. �, 6.10dengan matriks
𝑠𝑠𝑠𝑠023 𝑐𝑐𝑐𝑐023 0
0 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠2 +1 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 0
1
transformasi 𝑎𝑎𝑎𝑎𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕20𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐𝜕𝜕𝜕𝜕𝒙𝒙𝒙𝒙 forward kinematics yang sudah didapatkan.1 Matriks yang
𝜕𝜕𝜕𝜕𝒙𝒙𝒙𝒙 2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎03 𝑐𝑐𝑐𝑐1𝜕𝜕𝜕𝜕𝒒𝒒𝒒𝒒 𝑐𝑐𝑐𝑐23 0 1
𝑱𝑱𝑱𝑱berisi 𝜕𝜕𝜕𝜕𝒙𝒙𝒙𝒙koordinat
𝒗𝒗𝒗𝒗 =𝜕𝜕𝜕𝜕𝒙𝒙𝒙𝒙 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝑐𝑐𝑐𝑐→𝑐𝑐𝑐𝑐𝜕𝜕𝜕𝜕𝒙𝒙𝒙𝒙+=𝑎𝑎𝑎𝑎𝑱𝑱𝑱𝑱x,
2 𝑠𝑠𝑠𝑠→ 1 𝑐𝑐𝑐𝑐𝜕𝜕𝜕𝜕𝒙𝒙𝒙𝒙
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕+
𝜕𝜕𝜕𝜕𝒒𝒒𝒒𝒒y,→dan
𝑎𝑎𝑎𝑎3𝒗𝒗𝒗𝒗𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝜕𝜕𝜕𝜕𝒒𝒒𝒒𝒒
1 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑐𝑐𝑐𝑐23 →�𝒙𝒙𝒙𝒙𝒙𝒙𝒙𝒙 ̇ = z𝑱𝑱𝑱𝑱 ini 𝒒𝒒𝒒𝒒̇. bisa didapatkan Pers. melalui perkalian
6.11
𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝒗𝒗𝒗𝒗𝒗𝒗𝒗𝒗=== ==𝑎𝑎𝑎𝑎𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱3𝒗𝒗𝒗𝒗𝒗𝒗𝒗𝒗𝑠𝑠𝑠𝑠1𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 .̇ ̇ ==𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝒗𝒗𝒗𝒗𝒗𝒗𝒗𝒗𝒗𝒗𝒗𝒗𝒒𝒒𝒒𝒒𝒒𝒒𝒒𝒒̇ .̇ .
𝒙𝒙𝒙𝒙 Pers. 6.11
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 2 1 2
2 23
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕�𝑎𝑎𝑎𝑎
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝒒𝒒𝒒𝒒
𝜕𝜕𝜕𝜕𝒒𝒒𝒒𝒒→ 𝑠𝑠𝑠𝑠12𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕2𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
+ 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
𝑐𝑐𝑐𝑐 → T Pers. Pers.6.11 6.12
antara matriks
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝒒𝒒𝒒𝒒
=� 2 𝑎𝑎𝑎𝑎 2 + T 𝑎𝑎𝑎𝑎3 dengan
3 23 � . 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
1 23 matriks [0 0 0 1] sebagaiPers. 6.12 berikut:
𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑎𝑎𝑎𝑎 2 𝑠𝑠𝑠𝑠 2 + 1 𝑎𝑎𝑎𝑎 3 𝑠𝑠𝑠𝑠 23

𝒙𝒙𝒙𝒙 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑦𝑦𝑦𝑦 1
� � = �𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦
��𝒙𝒙𝒙𝒙 �
𝒙𝒙𝒙𝒙 � = � �,
�1 1 � = � 𝑧𝑧𝑧𝑧𝑧𝑧𝑧𝑧𝑧𝑧𝑧𝑧��, ,
1 1
11 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐23 −𝑐𝑐𝑐𝑐 −𝑐𝑐𝑐𝑐11𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠23 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐2 + +𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23 0
𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠11𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23
23 −𝑐𝑐𝑐𝑐 23 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠11 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
−𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑎𝑎𝑎𝑎
2 1𝑐𝑐𝑐𝑐 2+𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎3
2 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠 1 𝑐𝑐𝑐𝑐 2 +3 3 1 23 00
𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐31𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐123𝑐𝑐𝑐𝑐23 0
−𝑠𝑠𝑠𝑠 1 𝑠𝑠𝑠𝑠23
𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐 −𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠 −𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎33𝑠𝑠𝑠𝑠11𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23
−𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐 + 𝑎𝑎𝑎𝑎
1 23 1 23 1 2 1 2 23 � �0�,
= � 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐23 −𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠23
1 23 1 23 1 2 1 2
== �� 1𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠23 𝑐𝑐𝑐𝑐 23 0
0 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎 2 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑠𝑠𝑠𝑠2 +
+ 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑠𝑠𝑠𝑠 23 ����00
0�,�,
𝑠𝑠𝑠𝑠23 0
23 𝑐𝑐𝑐𝑐23 0
23 0 𝑎𝑎𝑎𝑎 2𝑠𝑠𝑠𝑠 2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎 3 𝑠𝑠𝑠𝑠 23 01
0 2 2 1 3 23
𝑎𝑎𝑎𝑎 020𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐2 + 0𝑎𝑎𝑎𝑎03 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐23 00 1 1 11
𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎
2 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐2 +𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎3𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐1𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23
2 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐2 + +
+𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎33𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠11𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23
3 1 23
= � 𝑎𝑎𝑎𝑎 2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 1𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐2 23 � . Pers. 6.12
𝑎𝑎𝑎𝑎22𝑠𝑠𝑠𝑠𝑎𝑎𝑎𝑎 23 �. .
= 2+

= � 𝑎𝑎𝑎𝑎22 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠22 + 1 2 𝑎𝑎𝑎𝑎
33 𝑠𝑠𝑠𝑠 123
� Pers.6.12
Pers. 6.12
𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠2 +1𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎 3 𝑠𝑠𝑠𝑠 23
11

98 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


Karena matriks yang menyatakan koordinat x, y, dan z sudah
diketahui, bentuk matriks Jacobian yang pertama, yaitu Jv yang
merupakan Jacobian kecepatan bisa didapatkan. Matriks ini
didapatkan melalui penurunan parsial dari elemen-elemen matriks
tersebut. Sesuai dengan hubungan:
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥
⎡⎡𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 ⎡𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 ⎤ 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕2 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕3 ⎤
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕11 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕22 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕331⎤
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
⎢⎢ 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 ⎢ 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥⎥
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 ⎥,
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 ⎥
𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝑣𝑣𝑣𝑣 = 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 𝐽𝐽𝐽𝐽𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑣𝑣𝑣𝑣 = ⎢𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕31⎥⎥, 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕2 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕3 ⎥
, Pers.
Pers. 6.13
6.13 Pers. 6.13
𝑣𝑣𝑣𝑣 = ⎢⎢𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥
1 2
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕1 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕2 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕3 ⎤
⎡⎢𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 ⎢𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 ⎥ 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 ⎥
⎢⎢ 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥1 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥2 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥3 ⎥⎥
𝐽𝐽𝐽𝐽𝑣𝑣𝑣𝑣 = ⎣⎣⎢𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 ⎣𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 ⎦ 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕2 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕3 ⎦
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕11 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕22 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕331⎦⎥,
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕1 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕2 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕3
Pers. 6.13
dengan ⎢ 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 ⎥
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 ⎣𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 ⎦
1 𝑐𝑐𝑐𝑐,,2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐23 ,
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 =
= −𝑎𝑎𝑎𝑎 1 2 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐22 =

− 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑎𝑎𝑎𝑎−𝑎𝑎𝑎𝑎
33 𝑠𝑠𝑠𝑠1
𝑠𝑠𝑠𝑠2𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠23
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕1 −𝑎𝑎𝑎𝑎 2 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕1 12 3 1 23
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕1
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 = −𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑠𝑠𝑠𝑠2 =
− 𝑎𝑎𝑎𝑎−𝑎𝑎𝑎𝑎 3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 2𝑠𝑠𝑠𝑠 1 𝑠𝑠𝑠𝑠,2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 ,
𝑐𝑐𝑐𝑐23
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥2 = −𝑎𝑎𝑎𝑎2 1 22 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 ,
2 𝑐𝑐𝑐𝑐𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 1 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 2 = −𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐23,
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 ;; −𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 ;
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥1 = −𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠 =
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥3 = −𝑎𝑎𝑎𝑎3
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 3 𝑐𝑐𝑐𝑐𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
1 323
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 3 = −𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 ,
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕2
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 = 𝑎𝑎𝑎𝑎−𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐13𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐21 𝑠𝑠𝑠𝑠+ 𝑎𝑎𝑎𝑎; 3𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐12𝑐𝑐𝑐𝑐23
23= 1 𝑐𝑐𝑐𝑐,2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐23 ,
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕31 = 𝑎𝑎𝑎𝑎2
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕1 2 1 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
2 +1 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐23 ,
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥
1 𝑠𝑠𝑠𝑠,2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 ,
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 = 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠 −= 𝑎𝑎𝑎𝑎3𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠12 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠23
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 = 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 23 ,
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕22 = 𝑎𝑎𝑎𝑎22𝑐𝑐𝑐𝑐11𝑐𝑐𝑐𝑐22 + 2
𝑎𝑎𝑎𝑎33𝑐𝑐𝑐𝑐11𝑐𝑐𝑐𝑐23 ,
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥1 = −𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠 =
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 = −𝑎𝑎𝑎𝑎 3 𝑠𝑠𝑠𝑠 1 𝑠𝑠𝑠𝑠 23 ;; −𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠23;
𝜕𝜕𝜕𝜕3 𝜕𝜕𝜕𝜕3
𝜕𝜕𝜕𝜕3 = 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠31 𝑠𝑠𝑠𝑠12 23 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 ,
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕2
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 = = −𝑎𝑎𝑎𝑎
0, 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠23= ; 0,
𝜕𝜕𝜕𝜕3 = 0, 3 1
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕1
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕11
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 = 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 + 𝑎𝑎𝑎𝑎=𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑎𝑎𝑎𝑎, 𝑐𝑐𝑐𝑐 + 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 ,
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 = 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 + 2𝑎𝑎𝑎𝑎33 𝑐𝑐𝑐𝑐23 23 ,
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 2 2 3 23
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕22 = 0,2 2
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥1 = 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 . = 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 .
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥 = 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 .
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 3 23
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕33 = 𝑎𝑎𝑎𝑎3 2 𝑐𝑐𝑐𝑐23 2 + 3𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 ,
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕2
Sehingga
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥
= 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 didapatkan. matriks Jv , Jacobian kecepatan sebagai berikut :
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕3 −𝑎𝑎𝑎𝑎 −𝑎𝑎𝑎𝑎
−𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐23𝑐𝑐𝑐𝑐2 −−𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐 − 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠21𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐123
−𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎−𝑎𝑎𝑎𝑎
3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 2𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐23
1 𝑠𝑠𝑠𝑠2 −−𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎33𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐11𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠23
23 −𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠23
2 1 𝑠𝑠𝑠𝑠2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 −𝑎𝑎𝑎𝑎
2 1 2 3 1
2 23
1
3 1 23
𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝒗𝒗𝒗𝒗 = � 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐1𝑱𝑱𝑱𝑱𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝒗𝒗𝒗𝒗2 =
𝑎𝑎𝑎𝑎 + �𝑎𝑎𝑎𝑎
+ 𝑎𝑎𝑎𝑎3𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐12𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23
1 𝑐𝑐𝑐𝑐2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎32𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠11𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠23
2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎
− 𝑎𝑎𝑎𝑎3𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠12 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠23
1 𝑠𝑠𝑠𝑠2 − −𝑎𝑎𝑎𝑎
−𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠31𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠123
𝑠𝑠𝑠𝑠23 � Pers.
𝑠𝑠𝑠𝑠 −𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠6.14
1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 � Pers. 6.14
𝒗𝒗𝒗𝒗 = � 2 1 2 3 1 23 2 1 2 3 1 23 3 1 23 � Pers. 6.14
0
0 0 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐2 + + 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑎𝑎𝑎𝑎
3 𝑐𝑐𝑐𝑐323
𝑐𝑐𝑐𝑐23
𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23
−𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐23 −𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐21 𝑠𝑠𝑠𝑠22 − 𝑎𝑎𝑎𝑎33 𝑐𝑐𝑐𝑐23 1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 −𝑎𝑎𝑎𝑎33 𝑐𝑐𝑐𝑐23 1 𝑠𝑠𝑠𝑠23
𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐2 +
𝑱𝑱𝑱𝑱𝒗𝒗𝒗𝒗 = �matriks
Dari Jv 𝑎𝑎𝑎𝑎yang
3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐23 sudah𝑎𝑎𝑎𝑎2didapatkan, 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 maka−𝑎𝑎𝑎𝑎didapatkan 3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 � Pers. 6.14
hubungan
−𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐 −0 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠
−𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐 −𝑎𝑎𝑎𝑎
− 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑐𝑐𝑐𝑐
2 𝑐𝑐𝑐𝑐
− 2 +
𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑎𝑎𝑎𝑎
−𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐 .
𝑠𝑠𝑠𝑠
3 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑐𝑐𝑐𝑐 .
𝑠𝑠𝑠𝑠
23 −𝑎𝑎𝑎𝑎
− 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑠𝑠𝑠𝑠.3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 −𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑞𝑞𝑞𝑞̇̇ 1 3kecepatan 𝑠𝑠𝑠𝑠
1 23 𝑞𝑞𝑞𝑞̇1
antara
𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑥𝑥𝑥𝑥̇̇ kecepatan
−𝑎𝑎𝑎𝑎 2 1 2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠sudut
2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑥𝑥𝑥𝑥2̇ 3 1 𝑐𝑐𝑐𝑐2231 2 setiap
1 23 −𝑎𝑎𝑎𝑎223𝑐𝑐𝑐𝑐111𝑠𝑠𝑠𝑠22joint 23− 𝑎𝑎𝑎𝑎33 𝑐𝑐𝑐𝑐(q 1 𝑠𝑠𝑠𝑠223
1 123 ,1 q2 −𝑎𝑎𝑎𝑎
, dan 3 1 23) dan
33𝑐𝑐𝑐𝑐11𝑠𝑠𝑠𝑠q 2323 𝑞𝑞𝑞𝑞 end
��𝑦𝑦𝑦𝑦
𝑦𝑦𝑦𝑦̇̇ �� = �� 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎2. 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐11.�𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑦𝑦𝑦𝑦22̇ �+
+=𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎3�.𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐11𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐223
𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐2 +𝑎𝑎𝑎𝑎
23 𝑎𝑎𝑎𝑎23𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐11𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐223
𝑎𝑎𝑎𝑎 −
− 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑠𝑠𝑠𝑠𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠223
1 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠2 2− 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠233 � �𝑞𝑞𝑞𝑞−𝑎𝑎𝑎𝑎
−𝑎𝑎𝑎𝑎
−𝑎𝑎𝑎𝑎
1
̇̇ 2 �� 3 𝑠𝑠𝑠𝑠Pers.
Pers.1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 �6.15
�𝑞𝑞𝑞𝑞̇2 � Pers. 6.15
6.15
effector (x, y,dan
= 2
0 z) sebagai
3 2
0 𝑎𝑎𝑎𝑎 berikut:1 2 3 1
𝑐𝑐𝑐𝑐 + 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 + 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐
23 3 1 23 � � 𝑞𝑞𝑞𝑞 2
𝑞𝑞𝑞𝑞̇ 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑞𝑞𝑞𝑞̇
𝑧𝑧𝑧𝑧̇𝑧𝑧𝑧𝑧̇ 𝑧𝑧𝑧𝑧̇ 0
𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐23 −𝑎𝑎𝑎𝑎2𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐21𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠22+−𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎33𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23 𝑎𝑎𝑎𝑎33 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23
2 2 3 23 2 2
−𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐2 − 𝑞𝑞𝑞𝑞̇33 3 23 3
1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 −𝑎𝑎𝑎𝑎 3 1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 𝑞𝑞𝑞𝑞̇1
23
𝑥𝑥𝑥𝑥 ̇
�𝑦𝑦𝑦𝑦̇� = [� 0𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐02 + 𝑎𝑎𝑎𝑎0[3]𝑐𝑐𝑐𝑐01 𝑐𝑐𝑐𝑐23 0 𝑎𝑎𝑎𝑎20𝑠𝑠𝑠𝑠]1 𝑠𝑠𝑠𝑠2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 −𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 � �𝑞𝑞𝑞𝑞̇2 � Pers. 6.15
𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝜔𝜔𝜔𝜔 = 𝑧𝑧𝑧𝑧 0 𝑧𝑧𝑧𝑧𝐽𝐽𝐽𝐽0 =𝑧𝑧𝑧𝑧 0𝑧𝑧𝑧𝑧 . 𝑧𝑧𝑧𝑧1 𝑧𝑧𝑧𝑧2𝑎𝑎𝑎𝑎 .𝑐𝑐𝑐𝑐 + 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 Pers. 6.16 Pers. 6.16
𝑧𝑧𝑧𝑧̇ = [𝑧𝑧𝑧𝑧00 𝑧𝑧𝑧𝑧11𝜔𝜔𝜔𝜔 0𝑧𝑧𝑧𝑧22 ]0.
𝜔𝜔𝜔𝜔 2 2 3 23 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐Pers.23 6.16
𝑞𝑞𝑞𝑞̇3

𝐽𝐽𝐽𝐽𝜔𝜔𝜔𝜔 = [𝑧𝑧𝑧𝑧1 0 0𝑧𝑧𝑧𝑧2 ]1.00 0 0


0
10 𝑧𝑧𝑧𝑧10 0
0
0 0 0 Pers. 6.16
0 Robot
0 1 0 0 Manipulator 99
0
𝐴𝐴𝐴𝐴000 =
𝐴𝐴𝐴𝐴 = ��0
0
1𝐴𝐴𝐴𝐴0 00
= � 0 0 �1→ 0𝑧𝑧𝑧𝑧 00 0
= � 0→� , 𝑧𝑧𝑧𝑧 = �0� ,Pers.
0
Pers. 6.17
6.17 Pers. 6.17
0
0 0
0 1 00
1 0 �0→ 1𝑧𝑧𝑧𝑧00 0 �0� , 0
=
1 0 00 010 0 0 1 1
0
0 0
0 1 1 0
0
𝐴𝐴𝐴𝐴 = � 0 1 00 10
� → 𝑧𝑧𝑧𝑧 0 = �0� , Pers. 6.17
0 0
−𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐23 −𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 −𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠23
𝑱𝑱𝑱𝑱𝒗𝒗𝒗𝒗 = �−𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑎𝑎𝑎𝑎222𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠1−𝑎𝑎𝑎𝑎
−𝑎𝑎𝑎𝑎 1𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐22+
−𝑎𝑎𝑎𝑎
1 𝑐𝑐𝑐𝑐222−
− 𝑠𝑠𝑠𝑠1𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎

𝑐𝑐𝑐𝑐323𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠−
𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠−
𝑐𝑐𝑐𝑐𝑎𝑎𝑎𝑎23
111𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23 3 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23
𝑎𝑎𝑎𝑎23
−𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎22𝑠𝑠𝑠𝑠2𝑐𝑐𝑐𝑐1𝑐𝑐𝑐𝑐−𝑎𝑎𝑎𝑎
−𝑎𝑎𝑎𝑎 1𝑠𝑠𝑠𝑠1𝑠𝑠𝑠𝑠2𝑠𝑠𝑠𝑠22−
−𝑎𝑎𝑎𝑎 2− 𝑐𝑐𝑐𝑐1𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
−𝑐𝑐𝑐𝑐1𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑠𝑠𝑠𝑠323𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐1−1𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠23
𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐−1 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑎𝑎𝑎𝑎23
𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠−𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠23
−𝑎𝑎𝑎𝑎33𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐1−𝑎𝑎𝑎𝑎
−𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1−𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠23
1𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠23
3 𝑐𝑐𝑐𝑐�
𝑐𝑐𝑐𝑐11Pers.
𝑠𝑠𝑠𝑠23 6.14
𝑠𝑠𝑠𝑠23
𝑱𝑱𝑱𝑱𝒗𝒗𝒗𝒗 = 𝑱𝑱𝑱𝑱�𝒗𝒗𝒗𝒗−𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎=22𝑐𝑐𝑐𝑐�𝑠𝑠𝑠𝑠1−𝑎𝑎𝑎𝑎
1𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑎𝑎𝑎𝑎2222+ 𝑠𝑠𝑠𝑠111𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐0 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐232233𝑐𝑐𝑐𝑐+
𝑠𝑠𝑠𝑠−
11𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑎𝑎𝑎𝑎23 3
3 1 23
𝑎𝑎𝑎𝑎23
3𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠11𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23−𝑎𝑎𝑎𝑎
23 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐12−𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎22𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠2222−
1𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐
2−
𝑠𝑠𝑠𝑠2+1 𝑠𝑠𝑠𝑠1𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎2𝑠𝑠𝑠𝑠33232𝑠𝑠𝑠𝑠3−
𝑐𝑐𝑐𝑐𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐1−
𝑠𝑠𝑠𝑠
1 𝑠𝑠𝑠𝑠23
𝑎𝑎𝑎𝑎 23 3 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑎𝑎𝑎𝑎323
𝑠𝑠𝑠𝑠
3 1 𝑠𝑠𝑠𝑠
1 23
23
𝑠𝑠𝑠𝑠−𝑎𝑎𝑎𝑎
−𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎
23 33 𝑐𝑐𝑐𝑐−𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑐𝑐𝑐𝑐 1−𝑎𝑎𝑎𝑎
1𝑠𝑠𝑠𝑠 23
23
233
3 𝑐𝑐𝑐𝑐
3𝑠𝑠𝑠𝑠
� 1
1 𝑠𝑠𝑠𝑠23
𝑠𝑠𝑠𝑠
Pers. � Pers.
6.14 6.14
𝑱𝑱𝑱𝑱𝒗𝒗𝒗𝒗 = 𝑱𝑱𝑱𝑱�𝒗𝒗𝒗𝒗 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎=2𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐�1𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎22+ 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐23 𝑐𝑐𝑐𝑐+1 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑎𝑎𝑎𝑎23 3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐23𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑎𝑎𝑎𝑎22− 𝑠𝑠𝑠𝑠1𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠23 𝑠𝑠𝑠𝑠−123𝑠𝑠𝑠𝑠𝑎𝑎𝑎𝑎23 3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 −𝑎𝑎𝑎𝑎33 𝑠𝑠𝑠𝑠−𝑎𝑎𝑎𝑎
23
1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 3 𝑠𝑠𝑠𝑠�1Pers. 𝑠𝑠𝑠𝑠23
23 � Pers.
6.14 6.14
𝑱𝑱𝑱𝑱𝒗𝒗𝒗𝒗 = �𝑱𝑱𝑱𝑱𝒗𝒗𝒗𝒗 =2 �1 22+ 𝑐𝑐𝑐𝑐01𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐23 𝑐𝑐𝑐𝑐+
0 1 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑎𝑎𝑎𝑎
0
0 23 3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐23𝑎𝑎𝑎𝑎2𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠12𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐𝑎𝑎𝑎𝑎222−
𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 𝑎𝑎𝑎𝑎
+𝑠𝑠𝑠𝑠12𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎
+2 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐233𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐− + 123 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑎𝑎𝑎𝑎233 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐123𝑠𝑠𝑠𝑠23
𝑐𝑐𝑐𝑐23 𝑐𝑐𝑐𝑐+23𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23
−𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐−𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑠𝑠𝑠𝑠𝑎𝑎𝑎𝑎233 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠�23
123 𝑠𝑠𝑠𝑠23
1Pers. � Pers.
6.14 6.14
0 0 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐23 𝑐𝑐𝑐𝑐+ 23𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23
Bentuk
𝑥𝑥𝑥𝑥̇ −𝑎𝑎𝑎𝑎 matriks2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎Jacobian 3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐23 −𝑎𝑎𝑎𝑎yang 2 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠2berikutnya − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 −𝑎𝑎𝑎𝑎 adalah 3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 Jω𝑞𝑞𝑞𝑞̇1 yang merupakan
� 𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑦𝑦𝑦𝑦 ̇ � = 𝑥𝑥𝑥𝑥
� −𝑎𝑎𝑎𝑎
̇ 𝑎𝑎𝑎𝑎 2𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠11−𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐22+
𝑐𝑐𝑐𝑐 2− 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑎𝑎𝑎𝑎
1𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐 32𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠1− 1𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23
𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐−𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑎𝑎𝑎𝑎 2𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐 −𝑎𝑎𝑎𝑎
1𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠22−2−𝑐𝑐𝑐𝑐𝑎𝑎𝑎𝑎1𝑎𝑎𝑎𝑎3𝑠𝑠𝑠𝑠3𝑠𝑠𝑠𝑠2𝑐𝑐𝑐𝑐1− 1𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠−𝑎𝑎𝑎𝑎 −𝑎𝑎𝑎𝑎
23 33𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐11−𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠23
𝑠𝑠𝑠𝑠 233�𝑐𝑐𝑐𝑐1 � 𝑠𝑠𝑠𝑠̇23
𝑞𝑞𝑞𝑞 𝑞𝑞𝑞𝑞̇1
� Pers. 6.15 cara
Jacobian ̇ kecepatan 1 𝑐𝑐𝑐𝑐sudut. 23 Matriks 𝑠𝑠𝑠𝑠2 2−𝑐𝑐𝑐𝑐1𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠32𝑐𝑐𝑐𝑐ini 𝑎𝑎𝑎𝑎dapat 23 3ditemukan 𝑞𝑞𝑞𝑞̇dengan
23 23 23
𝑥𝑥𝑥𝑥̇ 𝑥𝑥𝑥𝑥−𝑎𝑎𝑎𝑎 2
2 𝑠𝑠𝑠𝑠1−𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 2−𝑠𝑠𝑠𝑠1𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐32𝑠𝑠𝑠𝑠−
𝑐𝑐𝑐𝑐2𝑎𝑎𝑎𝑎222+2−
3 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐−𝑎𝑎𝑎𝑎
23
𝑎𝑎𝑎𝑎333𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠111𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23
2 1𝑐𝑐𝑐𝑐 −𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑠𝑠𝑠𝑠2𝑐𝑐𝑐𝑐121𝑠𝑠𝑠𝑠1𝑐𝑐𝑐𝑐−𝑎𝑎𝑎𝑎
− 𝑠𝑠𝑠𝑠23
23
𝑠𝑠𝑠𝑠1𝑠𝑠𝑠𝑠23
𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠−𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠331𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠1123
𝑐𝑐𝑐𝑐1−𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠233 𝑐𝑐𝑐𝑐1𝑞𝑞𝑞𝑞𝑠𝑠𝑠𝑠2̇23 1
1
�𝑦𝑦𝑦𝑦
𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑧𝑧𝑧𝑧̇ ̇ �̇ 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎=
̇ � =��𝑦𝑦𝑦𝑦𝑥𝑥𝑥𝑥−𝑎𝑎𝑎𝑎 22𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠1
𝑐𝑐𝑐𝑐�1𝑐𝑐𝑐𝑐−𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑎𝑎𝑎𝑎 +
𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠1𝑎𝑎𝑎𝑎1𝑐𝑐𝑐𝑐𝑎𝑎𝑎𝑎3𝑐𝑐𝑐𝑐23𝑐𝑐𝑐𝑐2𝑠𝑠𝑠𝑠+
0𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐 11
+
−𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23
𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑎𝑎𝑎𝑎23
𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑎𝑎𝑎𝑎22𝑎𝑎𝑎𝑎
−𝑎𝑎𝑎𝑎
23
𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑠𝑠𝑠𝑠𝑎𝑎𝑎𝑎
2222−
𝑎𝑎𝑎𝑎 +

𝑠𝑠𝑠𝑠2−1𝑐𝑐𝑐𝑐𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠1𝑎𝑎𝑎𝑎323𝑠𝑠𝑠𝑠3𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐2−
𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑐𝑐𝑐𝑐123


1
𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑎𝑎𝑎𝑎23
𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠
−𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎333𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠123
𝑠𝑠𝑠𝑠−𝑎𝑎𝑎𝑎
23
−𝑎𝑎𝑎𝑎
−𝑎𝑎𝑎𝑎
1𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠23
−𝑎𝑎𝑎𝑎
−𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑠𝑠𝑠𝑠 23 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐1�1𝑠𝑠𝑠𝑠𝑞𝑞𝑞𝑞𝑠𝑠𝑠𝑠23
33�
𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠 ̇ 13223 𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞̇ 2̇ 11� Pers.
�� �Pers. 6.15 6.15
�𝑦𝑦𝑦𝑦̇� =��𝑦𝑦𝑦𝑦̇�𝑎𝑎𝑎𝑎=
mengambil � 2baris 233� 1�𝑞𝑞𝑞𝑞23 ̇ 2 �� �Pers.
𝑞𝑞𝑞𝑞̇2yang � Pers.
6.15 6.15
�𝑦𝑦𝑦𝑦
𝑧𝑧𝑧𝑧̇̇ � =��𝑧𝑧𝑧𝑧̇𝑦𝑦𝑦𝑦̇� =
2 1
2 𝑐𝑐𝑐𝑐1�𝑐𝑐𝑐𝑐2𝑎𝑎𝑎𝑎2
2 1 32 1
+ 0𝑐𝑐𝑐𝑐1𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐32𝑐𝑐𝑐𝑐1+ z0𝑐𝑐𝑐𝑐23 𝑎𝑎𝑎𝑎dari
23 3 1 23
3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐23
matriks
𝑎𝑎𝑎𝑎 2 1 2 2 1 transformasi
𝑠𝑠𝑠𝑠12𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐2𝑎𝑎𝑎𝑎
2𝑎𝑎𝑎𝑎 22 −
+ 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠12𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐33322𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐1− 1 233 1 23 3 1 homogen
+
23 𝑠𝑠𝑠𝑠23 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐123𝑠𝑠𝑠𝑠−𝑎𝑎𝑎𝑎 23𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐123 −𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑠𝑠𝑠𝑠23 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠23
3�𝑐𝑐𝑐𝑐 �
1 𝑠𝑠𝑠𝑠̇23
𝑞𝑞𝑞𝑞 � � �Pers.
𝑞𝑞𝑞𝑞
𝑞𝑞𝑞𝑞 ̇ ̇ � sudah
Pers.
6.15 6.15
𝑧𝑧𝑧𝑧̇ 𝑧𝑧𝑧𝑧̇ 0 0 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐32𝑐𝑐𝑐𝑐+ 23 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 𝑞𝑞𝑞𝑞̇3 𝑞𝑞𝑞𝑞̇3 2
3 3 2
didapatkan.
𝑧𝑧𝑧𝑧̇ = [𝑧𝑧𝑧𝑧̇𝑧𝑧𝑧𝑧 0 𝑧𝑧𝑧𝑧 0 𝑧𝑧𝑧𝑧 0 ] .
𝐽𝐽𝐽𝐽𝜔𝜔𝜔𝜔 0 0 𝑎𝑎𝑎𝑎 2 2 𝑐𝑐𝑐𝑐 + 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐
2 32 23 3 23 𝑐𝑐𝑐𝑐 + 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐
3 Pers. 23 3 6.16 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 23𝑞𝑞𝑞𝑞̇3 𝑞𝑞𝑞𝑞̇3
0 1 2
𝐽𝐽𝐽𝐽𝜔𝜔𝜔𝜔 = 𝐽𝐽𝐽𝐽[[𝜔𝜔𝜔𝜔𝑧𝑧𝑧𝑧000= [[𝑧𝑧𝑧𝑧100000 𝑧𝑧𝑧𝑧210000]] . 𝑧𝑧𝑧𝑧200]] . Pers.Pers. 6.16 6.16
𝐽𝐽𝐽𝐽 = 𝐽𝐽𝐽𝐽𝜔𝜔𝜔𝜔𝑧𝑧𝑧𝑧0= 𝑧𝑧𝑧𝑧010 𝑧𝑧𝑧𝑧0210 . 𝑧𝑧𝑧𝑧20 . Pers.Pers. 6.16 6.16
𝑧𝑧𝑧𝑧0= [𝑧𝑧𝑧𝑧𝑧𝑧𝑧𝑧10 𝑧𝑧𝑧𝑧𝑧𝑧𝑧𝑧21] . 𝑧𝑧𝑧𝑧2 ] .
𝐽𝐽𝐽𝐽𝜔𝜔𝜔𝜔𝜔𝜔𝜔𝜔 = 𝐽𝐽𝐽𝐽[𝜔𝜔𝜔𝜔 Pers. Pers. 6.16 6.16
1 0 0 0
Baris z 1tersebut 01 0 000dapat 00 didapatkan
0 0 melalui:
0
𝐴𝐴𝐴𝐴0 = �1 101 10 00� →0 𝑧𝑧𝑧𝑧00 = �0
1 1 0 1
0 0 0
00
0� , 00 Pers. 6.17
𝐴𝐴𝐴𝐴000 =𝐴𝐴𝐴𝐴�00000= 01 � 0 1001 00 0 � →0 �𝑧𝑧𝑧𝑧 →
0 0 0
0 =𝑧𝑧𝑧𝑧� 00
1 �=, �0� , Pers.Pers. 6.17 6.17
𝐴𝐴𝐴𝐴00 =𝐴𝐴𝐴𝐴�00 = 0
1 � 0 1
00 1 01 1 0 � → 0
0 � →00 �𝑧𝑧𝑧𝑧 0→=𝑧𝑧𝑧𝑧�00�=, �0� , � 0
𝑧𝑧𝑧𝑧 → = 0
𝑧𝑧𝑧𝑧� 0 � = , � 0 � , Pers.Pers. 6.17 6.17
𝐴𝐴𝐴𝐴0 = 𝐴𝐴𝐴𝐴�000= 00�0 01 10 0 01 1 Pers. Pers. 6.17 6.17
0 00 0 10 01 0 10 1 1
0 00 00 01 1 1 1
0 00 00 0 1 1
𝑐𝑐𝑐𝑐1 −𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠1 0
𝑐𝑐𝑐𝑐 −𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑐𝑐𝑐𝑐 −𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠 0 0 0 𝑠𝑠𝑠𝑠1
𝐴𝐴𝐴𝐴10 = �𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐111 −𝑠𝑠𝑠𝑠
1 𝑐𝑐𝑐𝑐111 −𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠11 𝑠𝑠𝑠𝑠1 0 � →
−𝑐𝑐𝑐𝑐 1 1 1 −𝑐𝑐𝑐𝑐1 1 0 𝑧𝑧𝑧𝑧 = �−𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠11 �, 𝑠𝑠𝑠𝑠Pers.
𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠11 6.18
1 �−𝑠𝑠𝑠𝑠
−𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑠𝑠𝑠𝑠01111 −𝑠𝑠𝑠𝑠11−𝑐𝑐𝑐𝑐 −𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠1 1 −𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠 0
11 0 0 1
𝐴𝐴𝐴𝐴100 =𝐴𝐴𝐴𝐴�100𝑠𝑠𝑠𝑠0= 𝑠𝑠𝑠𝑠
−𝑠𝑠𝑠𝑠 −𝑠𝑠𝑠𝑠 0
−𝑐𝑐𝑐𝑐 −𝑐𝑐𝑐𝑐 0 � → 0 � 𝑧𝑧𝑧𝑧 0
→ = 𝑧𝑧𝑧𝑧 �0−𝑐𝑐𝑐𝑐
11 �,−𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑠𝑠𝑠𝑠1= 𝑠𝑠𝑠𝑠11 �, Pers.
Pers. 6.18 6.18
0 =1 �,−𝑐𝑐𝑐𝑐 �, Pers.
1 �−𝑠𝑠𝑠𝑠 1 1 1 1 −𝑐𝑐𝑐𝑐10 � → 1 0 1 0 −𝑐𝑐𝑐𝑐 −𝑐𝑐𝑐𝑐
𝐴𝐴𝐴𝐴01 =𝐴𝐴𝐴𝐴�10𝑠𝑠𝑠𝑠0 = −𝑐𝑐𝑐𝑐 0 � 𝑧𝑧𝑧𝑧 → = 𝑧𝑧𝑧𝑧 � Pers. 6.18 6.18
𝐴𝐴𝐴𝐴1 = 𝐴𝐴𝐴𝐴�1001= �𝑠𝑠𝑠𝑠00 011 −𝑠𝑠𝑠𝑠
0 0
010 0
0 0 1 0 110 � →
0
0 � 𝑧𝑧𝑧𝑧11→=𝑧𝑧𝑧𝑧�11−𝑐𝑐𝑐𝑐
0
1=1 ��, Pers. 1 11 �, Pers.6.18 6.18
0 0 0 0 0 1 0 0
1 1 1
0 00 0 0 0 1 1 1 1
0 0 0 0 𝑠𝑠𝑠𝑠0 1 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐1𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐2 −𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠2 1 2 1 2
𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐2 𝑐𝑐𝑐𝑐1−𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠11 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐2 11 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠22−𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠2−𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐2 𝑠𝑠𝑠𝑠1
−𝑠𝑠𝑠𝑠
𝐴𝐴𝐴𝐴02 = �𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐111𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐222 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐11−𝑠𝑠𝑠𝑠
−𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑐𝑐𝑐𝑐2 1 𝑠𝑠𝑠𝑠2−𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠−𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎11222𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐111𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑎𝑎𝑎𝑎22222�𝑐𝑐𝑐𝑐1→ 𝑐𝑐𝑐𝑐2𝒛𝒛𝒛𝒛𝟎𝟎𝟎𝟎 = �−𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠11 �. 𝑠𝑠𝑠𝑠Pers.
𝑠𝑠𝑠𝑠2𝑐𝑐𝑐𝑐 � 𝑠𝑠𝑠𝑠1−𝑐𝑐𝑐𝑐
2 𝑠𝑠𝑠𝑠
−𝑐𝑐𝑐𝑐11𝑠𝑠𝑠𝑠22−𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑐𝑐𝑐𝑐22𝑐𝑐𝑐𝑐12𝑠𝑠𝑠𝑠2−𝑠𝑠𝑠𝑠 0
𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑎𝑎𝑎𝑎
1 −𝑐𝑐𝑐𝑐12
−𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑠𝑠𝑠𝑠1𝑠𝑠𝑠𝑠 22 𝑠𝑠𝑠𝑠1 2 𝟐𝟐𝟐𝟐𝟎𝟎𝟎𝟎
𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑠𝑠𝑠𝑠
1 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠11 6.19
𝐴𝐴𝐴𝐴020 =𝐴𝐴𝐴𝐴�020𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠= 1𝑐𝑐𝑐𝑐 2 𝑠𝑠𝑠𝑠1−𝑠𝑠𝑠𝑠 −𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑐𝑐𝑐𝑐2 1 𝑠𝑠𝑠𝑠 −𝑠𝑠𝑠𝑠
2 1 𝑠𝑠𝑠𝑠
−𝑐𝑐𝑐𝑐
2 1 −𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑎𝑎𝑎𝑎1 2 2
𝑠𝑠𝑠𝑠 1 2
𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑎𝑎𝑎𝑎 2 �
2 →
𝑠𝑠𝑠𝑠 1 𝑐𝑐𝑐𝑐2𝒛𝒛𝒛𝒛
� 𝟎𝟎𝟎𝟎 → = �
𝒛𝒛𝒛𝒛 𝑠𝑠𝑠𝑠1=
𝟎𝟎𝟎𝟎−𝑐𝑐𝑐𝑐
𝟎𝟎𝟎𝟎−𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠11 �. Pers.
Pers.
�−𝑐𝑐𝑐𝑐
11 �. 6.19 6.19
𝐴𝐴𝐴𝐴 =𝐴𝐴𝐴𝐴� 𝑠𝑠𝑠𝑠= 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠 −𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠 01 012𝑎𝑎𝑎𝑎211𝑠𝑠𝑠𝑠22𝑎𝑎𝑎𝑎2�2→ 𝟐𝟐𝟐𝟐 →=𝒛𝒛𝒛𝒛�𝟎𝟎𝟎𝟎𝟐𝟐𝟐𝟐−𝑐𝑐𝑐𝑐=
𝑠𝑠𝑠𝑠22𝒛𝒛𝒛𝒛𝒛𝒛𝒛𝒛��𝟎𝟎𝟎𝟎𝟐𝟐𝟐𝟐→ 𝟐𝟐𝟐𝟐 Pers.
−𝑐𝑐𝑐𝑐
�−𝑐𝑐𝑐𝑐
1 �. 1 �. Pers.
6.19 6.19
𝐴𝐴𝐴𝐴022 = 𝐴𝐴𝐴𝐴�022 1= 𝑠𝑠𝑠𝑠0222�� 1𝑠𝑠𝑠𝑠222𝑐𝑐𝑐𝑐0122 2 𝑐𝑐𝑐𝑐212 2 0 0 0 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 �
𝑎𝑎𝑎𝑎 →
1
𝑠𝑠𝑠𝑠 = �
𝒛𝒛𝒛𝒛 1 =1 �
�. Pers.
1 1 �. Pers.
6.19 6.19
𝑠𝑠𝑠𝑠02 𝑠𝑠𝑠𝑠02 𝑐𝑐𝑐𝑐02 𝑐𝑐𝑐𝑐02 0 0 𝑎𝑎𝑎𝑎221𝑠𝑠𝑠𝑠22 𝑎𝑎𝑎𝑎221𝑠𝑠𝑠𝑠22 𝟐𝟐𝟐𝟐 𝟐𝟐𝟐𝟐 1 1
Matriks 00Jacobian 0 0 0 1sebagai 1 berikut:
0 0 kecepatan 0 00 sudut 0 1
0 1 didapatkan
1
1
0 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠1
�𝒛𝒛𝒛𝒛𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎 0 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑱𝑱𝑱𝑱𝝎𝝎𝝎𝝎 = 𝒛𝒛𝒛𝒛𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟏𝟏𝟏𝟏 𝒛𝒛𝒛𝒛𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟐𝟐𝟐𝟐 � = �0 −𝑐𝑐𝑐𝑐 −𝑐𝑐𝑐𝑐11 �.
𝑱𝑱𝑱𝑱𝝎𝝎𝝎𝝎 = �𝒛𝒛𝒛𝒛𝟎𝟎𝟎𝟎 𝒛𝒛𝒛𝒛𝟏𝟏𝟏𝟏 𝒛𝒛𝒛𝒛𝟐𝟐𝟐𝟐 � = �0 −𝑐𝑐𝑐𝑐11 −𝑐𝑐𝑐𝑐1 �.
1 0 0
dengan 1 0 0
ωx   q 
 ω x   q11 
 ω y  = J ω  q 2 
 ω y  = J ω  q 2  0 0 𝑠𝑠𝑠𝑠1𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠1𝑠𝑠𝑠𝑠1
𝑱𝑱𝑱𝑱𝝎𝝎𝝎𝝎ω z 
𝑱𝑱𝑱𝑱ω𝝎𝝎𝝎𝝎= 𝟎𝟎𝟎𝟎 𝟎𝟎𝟎𝟎 q
=�𝒛𝒛𝒛𝒛�𝒛𝒛𝒛𝒛 𝟎𝟎𝟎𝟎𝒛𝒛𝒛𝒛3 𝟎𝟎𝟎𝟎 𝒛𝒛𝒛𝒛𝟎𝟎𝟎𝟎𝒛𝒛𝒛𝒛�𝟎𝟎𝟎𝟎 �==�0�0 −𝑐𝑐𝑐𝑐−𝑐𝑐𝑐𝑐 −𝑐𝑐𝑐𝑐−𝑐𝑐𝑐𝑐�. �.
𝟎𝟎𝟎𝟎 𝟎𝟎𝟎𝟎𝒛𝒛𝒛𝒛q
 z  3 𝟏𝟏𝟏𝟏 𝟏𝟏𝟏𝟏 𝟐𝟐𝟐𝟐 𝟐𝟐𝟐𝟐 1 1 1 1
11 00 00
ωx , ωy , dan 𝐽𝐽𝐽𝐽𝑣𝑣𝑣𝑣 ωz adalah kecepatan sudut robot manipulator pada
𝐽𝐽𝐽𝐽𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 = � x, y,𝐽𝐽𝐽𝐽z. �, Pers. 6.20
sumbu ω ω
𝐽𝐽𝐽𝐽𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 = � 𝐽𝐽𝐽𝐽𝑣𝑣𝑣𝑣𝜔𝜔𝜔𝜔q q�, Pers. 6.20
  x x  𝐽𝐽𝐽𝐽𝜔𝜔𝜔𝜔1 1 
 ω ω
Matriks y y =  =JJacobian
ωJωq 2q2 yang lengkap, J adalah gabungan antara matriks
 ω ω −𝑎𝑎𝑎𝑎kecepatan −𝑎𝑎𝑎𝑎 2 1𝑐𝑐𝑐𝑐2−
𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐23 −𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐ee1 𝑠𝑠𝑠𝑠2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 −𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠23
  z z ⎡ 𝑎𝑎𝑎𝑎22𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠11q𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐32q23+ − 𝑎𝑎𝑎𝑎33 𝑠𝑠𝑠𝑠linier 𝑐𝑐𝑐𝑐23 dan −𝑎𝑎𝑎𝑎2Jacobian
𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠 − 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 −𝑎𝑎𝑎𝑎sudut 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠23 ⎤sehingga
Jacobian
⎡⎢ 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐matriks 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐11𝑐𝑐𝑐𝑐23 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠11𝑠𝑠𝑠𝑠22− 𝑎𝑎𝑎𝑎33𝑠𝑠𝑠𝑠kecepatan 𝑠𝑠𝑠𝑠23 −𝑎𝑎𝑎𝑎33𝑠𝑠𝑠𝑠11𝑠𝑠𝑠𝑠23
didapatkan 1 𝑐𝑐𝑐𝑐2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎33Jacobian
𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐23 yang 𝑠𝑠𝑠𝑠2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠11sebagai
𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠1lengkap 𝑠𝑠𝑠𝑠23 −𝑎𝑎𝑎𝑎
berikut:
3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 ⎤⎥
0 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 ⎥
𝑱𝑱𝑱𝑱𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆 = ⎢⎢ 𝐽𝐽𝐽𝐽 𝐽𝐽𝐽𝐽 0 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 ⎥ Pers. 6.21
𝐽𝐽𝐽𝐽𝑱𝑱𝑱𝑱𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 ==�⎢⎢ � 𝑣𝑣𝑣𝑣 𝑣𝑣𝑣𝑣
�,0 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠6.20 ⎥ Pers. 6.21
𝐽𝐽𝐽𝐽𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒=
𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆
⎢⎢ 𝐽𝐽𝐽𝐽𝜔𝜔𝜔𝜔𝐽𝐽𝐽𝐽𝜔𝜔𝜔𝜔 0 0 �, 𝑠𝑠𝑠𝑠 Pers.
Pers.6.20 𝑠𝑠𝑠𝑠1 ⎥
−𝑐𝑐𝑐𝑐11 −𝑐𝑐𝑐𝑐11 ⎥⎥
⎢⎣ 0 −𝑐𝑐𝑐𝑐1 −𝑐𝑐𝑐𝑐1 ⎥⎦
⎣ 1 0 0 ⎦
−𝑎𝑎𝑎𝑎
−𝑎𝑎𝑎𝑎 1 0 0 𝑠𝑠𝑠𝑠
2 𝑠𝑠𝑠𝑠21𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐12𝑐𝑐𝑐𝑐− 2− 𝑎𝑎𝑎𝑎3𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠31𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐123 𝑐𝑐𝑐𝑐23 −𝑎𝑎𝑎𝑎
−𝑎𝑎𝑎𝑎
2 𝑐𝑐𝑐𝑐21𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠12𝑠𝑠𝑠𝑠−
2− 𝑎𝑎𝑎𝑎3𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐31𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠123 𝑠𝑠𝑠𝑠23 −𝑎𝑎𝑎𝑎
−𝑎𝑎𝑎𝑎
3 𝑐𝑐𝑐𝑐31𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠123 23
100 ⎡ 1⎡Dasar-dasar 𝑇𝑇𝑇𝑇 Mekatronika dan Robotika ⎤ ⎤
𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 =⎢ 12⎢𝑎𝑎𝑎𝑎𝑞𝑞𝑞𝑞2̇ 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑇𝑇𝑇𝑇𝑐𝑐𝑐𝑐2𝐽𝐽𝐽𝐽1𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒
𝑇𝑇𝑇𝑇 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐12𝑇𝑇𝑇𝑇𝑐𝑐𝑐𝑐+
2𝑀𝑀𝑀𝑀+
𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒31 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑞𝑞𝑞𝑞
1 ̇
23 .𝑐𝑐𝑐𝑐23 𝑎𝑎𝑎𝑎2𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑠𝑠𝑠𝑠
2 1 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑠𝑠𝑠𝑠1 2 𝑠𝑠𝑠𝑠
−2 −
𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑠𝑠𝑠𝑠3 1 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑠𝑠𝑠𝑠
1 23 𝑠𝑠𝑠𝑠23 −𝑎𝑎𝑎𝑎
−𝑎𝑎𝑎𝑎
Pers.3 𝑠𝑠𝑠𝑠
3 1 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑠𝑠𝑠𝑠
6.22 123 𝑠𝑠𝑠𝑠23
𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 = 2 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ 𝐽𝐽𝐽𝐽𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 𝑀𝑀𝑀𝑀 𝐽𝐽𝐽𝐽
0 𝑥𝑥𝑥𝑥0 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 𝑞𝑞𝑞𝑞 ̇ . 𝑎𝑎𝑎𝑎2𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐22𝑐𝑐𝑐𝑐+ 2+𝑎𝑎𝑎𝑎3𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐323 𝑐𝑐𝑐𝑐23 Pers. 6.22
𝑎𝑎𝑎𝑎3𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐323 𝑐𝑐𝑐𝑐23⎥ ⎥
𝑱𝑱𝑱𝑱𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝑱𝑱𝑱𝑱𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆==⎢ ⎢ ⎥ Pers.
⎥ Pers.6.21
6.21
⎢ ⎢ 00 𝑠𝑠𝑠𝑠1𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠1𝑠𝑠𝑠𝑠1 ⎥ ⎥
𝐽𝐽𝐽𝐽𝑣𝑣𝑣𝑣
𝐽𝐽𝐽𝐽𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 = � �, Pers. 6.20
𝐽𝐽𝐽𝐽𝜔𝜔𝜔𝜔

−𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐23 −𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 −𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠23
⎡ 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐23 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 −𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 ⎤
⎢ 0 𝟎𝟎𝟎𝟎 𝟎𝟎𝟎𝟎 0𝟎𝟎𝟎𝟎 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠1+ 0 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 ⎥
2 2 3 23 3 23 ⎥
= ⎢�𝒛𝒛𝒛𝒛𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎 𝒛𝒛𝒛𝒛𝑱𝑱𝑱𝑱𝟎𝟎𝟎𝟎𝟏𝟏𝟏𝟏𝝎𝝎𝝎𝝎 =
𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝝎𝝎𝝎𝝎𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆 = 𝒛𝒛𝒛𝒛𝟎𝟎𝟎𝟎𝟐𝟐𝟐𝟐1� =−𝑐𝑐𝑐𝑐 Pers. 6.21
⎢ 0𝒛𝒛𝒛𝒛𝟐𝟐𝟐𝟐 ��𝒛𝒛𝒛𝒛=
𝟎𝟎𝟎𝟎 �𝒛𝒛𝒛𝒛
0𝟏𝟏𝟏𝟏 −𝑐𝑐𝑐𝑐 �
𝑠𝑠𝑠𝑠1 1 0�. −𝑐𝑐𝑐𝑐 1 −𝑐𝑐𝑐𝑐1 �. 𝑠𝑠𝑠𝑠1

0 𝑠𝑠𝑠𝑠01 𝑠𝑠𝑠𝑠010 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠
⎢ 0 𝟎𝟎𝟎𝟎 𝟎𝟎𝟎𝟎 1𝟎𝟎𝟎𝟎 −𝑐𝑐𝑐𝑐 1 01 01 −𝑐𝑐𝑐𝑐 ⎥
𝑱𝑱𝑱𝑱𝝎𝝎𝝎𝝎 = ⎣�𝒛𝒛𝒛𝒛𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎 𝒛𝒛𝒛𝒛𝑱𝑱𝑱𝑱𝟎𝟎𝟎𝟎𝟏𝟏𝟏𝟏𝝎𝝎𝝎𝝎 = 𝒛𝒛𝒛𝒛 ��𝒛𝒛𝒛𝒛= �𝒛𝒛𝒛𝒛0𝟏𝟏𝟏𝟏 𝒛𝒛𝒛𝒛𝟎𝟎𝟎𝟎𝟐𝟐𝟐𝟐1� =−𝑐𝑐𝑐𝑐�110�. −𝑐𝑐𝑐𝑐1 −𝑐𝑐𝑐𝑐1 �.
−𝑐𝑐𝑐𝑐 1
1 𝟐𝟐𝟐𝟐 𝟎𝟎𝟎𝟎 0 0 ⎦
ω 
Matriks  q ω  1q  0 01 0 0
 x  1 ini 𝑇𝑇𝑇𝑇
 akan 1𝑇𝑇𝑇𝑇 x kemudian  1  digunakan untuk menghitung persamaan
ω
𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 = =
 ω xy  2 yang
lagrange J𝑞𝑞𝑞𝑞̇
ω 𝐽𝐽𝐽𝐽q 
q12ω ω 𝑀𝑀𝑀𝑀
membutuhkan =
𝐽𝐽𝐽𝐽 J 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ .
 xy 𝑥𝑥𝑥𝑥 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 ω  qq12  nilai energi kinetikPers. dan 6.22 potensial.
 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒
ω   q ω   q 
 ω yz  = J ω  q32ω yz  = J ω  q 32 
6.2.3
 ω  Persamaan𝑚𝑚𝑚𝑚1  0  Lagrange 0 0  0 0
 z  ⎡ 0 𝐽𝐽𝐽𝐽𝑣𝑣𝑣𝑣q𝑚𝑚𝑚𝑚 3ω  z  0 𝐽𝐽𝐽𝐽𝑣𝑣𝑣𝑣q 3  ⎤
𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 = � ⎢
𝐽𝐽𝐽𝐽Persamaan 2= �
𝐽𝐽𝐽𝐽𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 �, 0 �, untuk0mendapatkan
0 Pers. persamaan
6.20 Pers.gerak 6.20
lagrange
𝐽𝐽𝐽𝐽𝜔𝜔𝜔𝜔 0 𝑚𝑚𝑚𝑚 𝐽𝐽𝐽𝐽𝜔𝜔𝜔𝜔0 digunakan ⎥
0
⎢ 𝐽𝐽𝐽𝐽𝑣𝑣𝑣𝑣 3 0 0 ⎥.
𝑀𝑀𝑀𝑀𝑥𝑥𝑥𝑥== 𝐽𝐽𝐽𝐽 Pers. 6.20 6.23
𝐽𝐽𝐽𝐽dari
𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒
robot
� ⎢ 0 manipulator. 𝐽𝐽𝐽𝐽𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒0�,= � 0 𝑣𝑣𝑣𝑣Persamaan 𝐼𝐼𝐼𝐼1 �, 0 lagrange 0⎥ melibatkan Pers. energi kinetik
Pers. 6.20
(kinetic−𝑎𝑎𝑎𝑎 energy, 𝐽𝐽𝐽𝐽
𝑠𝑠𝑠𝑠
𝜔𝜔𝜔𝜔 𝑐𝑐𝑐𝑐 − KE) 𝑎𝑎𝑎𝑎 −𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑠𝑠𝑠𝑠 dan𝑐𝑐𝑐𝑐 𝐽𝐽𝐽𝐽𝜔𝜔𝜔𝜔 𝑐𝑐𝑐𝑐energi
𝑠𝑠𝑠𝑠 −
−𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑠𝑠𝑠𝑠 potensial
𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑐𝑐𝑐𝑐 − 𝑎𝑎𝑎𝑎 −𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐 (potential
𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠 −𝑎𝑎𝑎𝑎
− 𝑎𝑎𝑎𝑎 energy,
𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑠𝑠𝑠𝑠 PE)
−𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐dari
⎢0 2 1 2 0 ⎡ 0 3 1 2 23 1 0 2 𝐼𝐼𝐼𝐼
23 1 223 0 ⎥ 3 1 2 23 1 2 3 3 1 1 2323 3 1 𝑠𝑠𝑠𝑠23
⎡ 2 ⎤ ⎤
sistem.⎣ 2 1 2 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐 + 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐 + 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑐𝑐𝑐𝑐 − 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠 −−𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠 −𝑎𝑎𝑎𝑎3 1 𝑠𝑠𝑠𝑠23
𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑠𝑠𝑠𝑠0𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠 0 𝑎𝑎𝑎𝑎0𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐 −
23 11 223𝐼𝐼𝐼𝐼 ⎦3 1 2231 2
0 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐 0− 𝑎𝑎𝑎𝑎⎢3−𝑎𝑎𝑎𝑎
⎢−𝑎𝑎𝑎𝑎 2 1 2 0 3 1 2231 2 0 2
1 2231 2
𝑐𝑐𝑐𝑐 −−𝑎𝑎𝑎𝑎 3 𝑎𝑎𝑎𝑎 −𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠 −𝑎𝑎𝑎𝑎
3 1 23
− 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 ⎥ −𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠 ⎥
𝑎𝑎𝑎𝑎
3 21𝑐𝑐𝑐𝑐2223 + 𝑎𝑎𝑎𝑎33𝑐𝑐𝑐𝑐23 12 𝑎𝑎𝑎𝑎23
21𝑐𝑐𝑐𝑐22+ 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 33𝑐𝑐𝑐𝑐
3 31 𝑐𝑐𝑐𝑐12323
23 23 𝑎𝑎𝑎𝑎3 31𝑐𝑐𝑐𝑐2323
𝑱𝑱𝑱𝑱𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆 = ⎡⎢ 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑱𝑱𝑱𝑱2𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆+=𝑎𝑎𝑎𝑎⎡⎢3 𝑐𝑐𝑐𝑐1𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐223 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐 + 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑐𝑐𝑐𝑐 − 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠 −−𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠 ⎤⎥ Pers.
−𝑎𝑎𝑎𝑎 6.21𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 ⎤⎥ Pers. 6.21
Nilai ⎢⎢energi kinetik 0 ⎢⎢ bisa didapatkan 1 2 0 2 3 1 1 𝑠𝑠𝑠𝑠1
2 23 3dari perkalian
1 2 23 1 𝑠𝑠𝑠𝑠1
2 3 𝑠𝑠𝑠𝑠1antara
1 23 ⎥⎥ matriks
3 1 ⎥
kecepatan ⎢ sudut 0
−𝑎𝑎𝑎𝑎
0 q,
.⎢𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠001 𝑐𝑐𝑐𝑐23
matriks 𝑎𝑎𝑎𝑎2−𝑐𝑐𝑐𝑐
Jacobian 𝑐𝑐𝑐𝑐2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎23𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐123
−𝑎𝑎𝑎𝑎
lengkap 𝑠𝑠𝑠𝑠2𝑎𝑎𝑎𝑎− 𝑐𝑐𝑐𝑐J2𝑎𝑎𝑎𝑎3+𝑐𝑐𝑐𝑐, 1𝑎𝑎𝑎𝑎
2−𝑐𝑐𝑐𝑐 dan 𝑎𝑎𝑎𝑎323
𝑐𝑐𝑐𝑐323
𝑠𝑠𝑠𝑠−𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐23 −𝑎𝑎𝑎𝑎
matriks⎥ 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑻𝑻𝑻𝑻23 ⎥⎥
𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠massa
−𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑱𝑱𝑱𝑱𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆 = ⎢ 𝑱𝑱𝑱𝑱𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆 = 2 ⎢ 1 1 1 ⎥ 3
Pers. 6.21 23 1 ⎥ Pers. 6.21

⎢ 𝑇𝑇𝑇𝑇
⎡ 0 𝑎𝑎𝑎𝑎
1 ⎣
𝑐𝑐𝑐𝑐
⎢ 𝑐𝑐𝑐𝑐 + 𝑎𝑎𝑎𝑎 0
𝑐𝑐𝑐𝑐
1 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠01 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠013ee𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠23𝑠𝑠𝑠𝑠01 −𝑎𝑎𝑎𝑎 ⎦
⎥ 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠⎤01 ⎦⎥
dari sistem, M , dituliskan 2 1 2 3 1 23 3 1 23
⎢1 𝑞𝑞𝑞𝑞̇1 ⎢x 0 ⎢ 0 0 −𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 +−𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑎𝑎𝑎𝑎31𝑐𝑐𝑐𝑐23 −𝑐𝑐𝑐𝑐1 ⎥ 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23−𝑐𝑐𝑐𝑐⎥1 ⎥
𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 =⎣1 �𝑞𝑞𝑞𝑞𝑇𝑇𝑇𝑇̇ 2 � 𝑇𝑇𝑇𝑇⎢ 1 ⎣1 𝑇𝑇𝑇𝑇 𝑇𝑇𝑇𝑇 1 0 ⎦ Pers.
⎥ ⎦
𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 = 22 𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞̇ ̇ 𝐽𝐽𝐽𝐽𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾
⎢ 𝑀𝑀𝑀𝑀= 𝑥𝑥𝑥𝑥 𝐽𝐽𝐽𝐽𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑞𝑞𝑞𝑞
𝑞𝑞𝑞𝑞
̇ ̇ . 0𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑥𝑥𝑥𝑥 𝐽𝐽𝐽𝐽𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 𝑞𝑞𝑞𝑞0̇ .
𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑠𝑠𝑠𝑠1 0Pers. 6.22 𝑠𝑠𝑠𝑠1 6.22 ⎥0
3 2
1 𝑇𝑇𝑇𝑇
⎢ 1 𝑇𝑇𝑇𝑇
0 −𝑐𝑐𝑐𝑐1 −𝑐𝑐𝑐𝑐1 ⎥
𝑇𝑇𝑇𝑇 𝑇𝑇𝑇𝑇
𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾
Matriks = 𝑞𝑞𝑞𝑞M 2 𝑒𝑒𝑒𝑒 ⎣ 𝑀𝑀𝑀𝑀=
̇ 𝐽𝐽𝐽𝐽x𝑒𝑒𝑒𝑒merupakan
𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 2
𝑞𝑞𝑞𝑞̇ ̇ . 𝐽𝐽𝐽𝐽1𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒matriks
𝑥𝑥𝑥𝑥 𝐽𝐽𝐽𝐽𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑞𝑞𝑞𝑞 ̇.
𝑀𝑀𝑀𝑀𝑥𝑥𝑥𝑥 𝐽𝐽𝐽𝐽𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 𝑞𝑞𝑞𝑞massa dari 0 sistem Pers. dalam 6.22 Pers. 0 6.22
koordinat ⎦
kartesian 𝑚𝑚𝑚𝑚1sebagai 0 berikut: 0𝑚𝑚𝑚𝑚1 0 0 00 0 0 0
𝑚𝑚𝑚𝑚1 ⎡00 0𝑚𝑚𝑚𝑚 0 ⎡00 00𝑚𝑚𝑚𝑚 0 00 0 ⎤ 0 0

⎡ 0 ⎢𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 002 ⎢0 2 ⎤
⎥ ⎥
0
21 0 0𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚
0 1 00 0
0
0 00 𝑚𝑚𝑚𝑚03 0 0 0
⎢ ⎡
⎢ ⎡
⎢ 3 ⎥0 0 ⎤⎥ 0 0⎤⎥
𝑀𝑀𝑀𝑀0 = 0 0 𝑀𝑀𝑀𝑀
𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 = 0 0 0 0 𝑚𝑚𝑚𝑚 0 0 . Pers. 0 . 6.23 Pers. 6.23
⎢ 𝑥𝑥𝑥𝑥 ⎢ 0 0 𝐼𝐼𝐼𝐼 ⎢ 00 00
3𝑥𝑥𝑥𝑥2
𝐼𝐼𝐼𝐼1 02 ⎥0
0
00 0 𝐼𝐼𝐼𝐼01⎥ 00 0 ⎥
⎢ 0 ⎢ 00 00 1𝑚𝑚𝑚𝑚 ⎢ 0003 0 0 00 0 𝐼𝐼𝐼𝐼⎥0𝑚𝑚𝑚𝑚 3 0 0⎥. 𝐼𝐼𝐼𝐼02 Pers. 0⎥
0
𝑀𝑀𝑀𝑀
⎢ 0𝑥𝑥𝑥𝑥 = 0 0 𝑀𝑀𝑀𝑀 0 0
𝑥𝑥𝑥𝑥 = 0 𝐼𝐼𝐼𝐼 ⎥20 . 6.23 Pers. 6.23
⎢⎣ 0 0 0 0 𝐼𝐼𝐼𝐼
2 0 0 0 0
𝐼𝐼𝐼𝐼 00 𝐼𝐼𝐼𝐼03 ⎥⎦
⎣0 0 0 ⎣ 00 0 0 0 0 𝐼𝐼𝐼𝐼031⎥⎦
⎢ 1
⎢ 00 0 0 0 ⎢ 00 00 0 𝐼𝐼𝐼𝐼3𝐼𝐼𝐼𝐼⎦2 0 0⎥ 𝐼𝐼𝐼𝐼2 0⎥
−𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠1⎣𝑐𝑐𝑐𝑐02 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠01 𝑐𝑐𝑐𝑐23⎣ 00 −𝑎𝑎𝑎𝑎02 𝑐𝑐𝑐𝑐01 𝑠𝑠𝑠𝑠20−0𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐𝐼𝐼𝐼𝐼10
3𝑠𝑠𝑠𝑠⎦23 0−𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1𝐼𝐼𝐼𝐼𝑠𝑠𝑠𝑠323

⎡ 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐−𝑎𝑎𝑎𝑎 2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3−𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐223 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐2 − −𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑎𝑎𝑎𝑎23𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐223− 𝑎𝑎𝑎𝑎3−𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠223 𝑐𝑐𝑐𝑐⎤1 𝑠𝑠𝑠𝑠2 −𝑎𝑎𝑎𝑎 − 𝑎𝑎𝑎𝑎33𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐11𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠23 𝑻𝑻𝑻𝑻 −𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑻𝑻𝑻𝑻
23 3 1 23
𝑐𝑐𝑐𝑐
⎡ 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐momen 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠 − 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠 −𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠
Dengan
⎢ I adalah 1 23 𝑐𝑐𝑐𝑐 + 𝑎𝑎𝑎𝑎⎡ inersia2 1 2
𝑐𝑐𝑐𝑐1𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐223 3
𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐2roda 1 23
+𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎23𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐ke-1,
11𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐223
3 1
− I𝑎𝑎𝑎𝑎2 3adalah 23
𝑠𝑠𝑠𝑠1𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠223𝑠𝑠𝑠𝑠1⎥𝑠𝑠𝑠𝑠2𝑞𝑞𝑞𝑞momen
̇ 1− 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠inersia
−𝑎𝑎𝑎𝑎 ⎤ −𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 ⎤
𝑞𝑞𝑞𝑞̇110 𝑇𝑇𝑇𝑇 ⎢−𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑞𝑞𝑞𝑞2̇ 1−𝑇𝑇𝑇𝑇 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎⎢3−𝑎𝑎𝑎𝑎 2𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐12𝑐𝑐𝑐𝑐223+ 𝑎𝑎𝑎𝑎 3 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23 23
𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐 −−𝑎𝑎𝑎𝑎
23𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑐𝑐𝑐𝑐 − 𝑎𝑎𝑎𝑎 −𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑞𝑞𝑞𝑞̇2 �, 3 32323 ⎥⎥ −𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐31𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠2323 ⎥⎥
−𝑎𝑎𝑎𝑎
− 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑠𝑠𝑠𝑠
3 𝑻𝑻𝑻𝑻 𝑻𝑻𝑻𝑻
⎢roda ke-2, 1 dan I= adalah
2 1 1 2 0 momen3 1 2 0
inersia2roda 𝑎𝑎𝑎𝑎
3 1𝑐𝑐𝑐𝑐2 223+ 𝑎𝑎𝑎𝑎
ke-3. 3 𝑐𝑐𝑐𝑐
3 23 2 �2 1 2𝑎𝑎𝑎𝑎
23 ⎥ 𝑐𝑐𝑐𝑐
1 2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
3 3 𝑐𝑐𝑐𝑐1𝑐𝑐𝑐𝑐
1 23 23
𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 = � 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ 0� ⎢
𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾
⎡ 3 � 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ � ⎢
⎡ 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠 ⎤ ⎤
⎢ 2 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ 𝑇𝑇𝑇𝑇 ⎢ 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐21 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑞𝑞𝑞𝑞
2 2+ 2 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐1𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐2123
̇ 1 0𝑇𝑇𝑇𝑇 ⎢⎢3 −𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐2 +0𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎23𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐11𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐223− 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠11𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠223
1
𝑠𝑠𝑠𝑠1⎥𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠2𝑞𝑞𝑞𝑞̇− −𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠23
⎥⎥
−𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠23

⎢ 1 𝑞𝑞𝑞𝑞̇30 ⎢
1 ⎢ 1 𝑞𝑞𝑞𝑞̇3 0 1 0 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 + −𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑎𝑎𝑎𝑎 ⎥ 𝑐𝑐𝑐𝑐213+ 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐323 1
𝑐𝑐𝑐𝑐
1
𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 ⎥⎥
𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾
⎣ = 𝑞𝑞𝑞𝑞
� � ̇ ⎢
𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 = � �𝑞𝑞𝑞𝑞 ̇ 0 ⎢
⎢ 0 2 −𝑐𝑐𝑐𝑐 2 1 3 23 −𝑐𝑐𝑐𝑐
2 1 −𝑐𝑐𝑐𝑐 1 23 ⎥
⎥ −𝑐𝑐𝑐𝑐 1 ⎥
2 21 ⎣⎢ 2 20 ⎣⎢ 0 0 𝑠𝑠𝑠𝑠01 0 ⎦ 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠01 ⎦⎥ 𝑠𝑠𝑠𝑠01 ⎦⎥
𝑞𝑞𝑞𝑞̇3 𝑞𝑞𝑞𝑞̇3 1 1 Pers.−𝑐𝑐𝑐𝑐 0
6.24 −𝑐𝑐𝑐𝑐
⎢ 0 ⎢ 0 −𝑐𝑐𝑐𝑐1 1 1 ⎥ −𝑐𝑐𝑐𝑐1 ⎥
𝑚𝑚𝑚𝑚1 0 ⎣ 1 0 0 010 ⎣ 00
0𝑚𝑚𝑚𝑚 01 00 0 0 ⎦ 0 ⎦
⎡ 0 𝑚𝑚𝑚𝑚 0⎡ 0 0 𝑚𝑚𝑚𝑚2 0 0 00⎤ ⎤
2 0 0
⎢𝑚𝑚𝑚𝑚1 0 ⎢ 0⎥ 0 ⎥ Robot Manipulator 101
⎡⎢ 0 0 0 𝑚𝑚𝑚𝑚0⎡⎢3𝑚𝑚𝑚𝑚01 0 0 0 0 0 0𝑚𝑚𝑚𝑚03 0 00
⎤⎥
0
0 0 ⎤⎥
𝑚𝑚𝑚𝑚 0 0 0 𝑚𝑚𝑚𝑚 0 0 00 00 00 ⎥
⎢0 02 ⎢ 0 𝐼𝐼𝐼𝐼1 02 0 0 0𝐼𝐼𝐼𝐼1⎥
0
⎢ 00 00 𝑚𝑚𝑚𝑚0 ⎢300 00 00 0𝐼𝐼𝐼𝐼𝑚𝑚𝑚𝑚 203 00⎥
00 0𝐼𝐼𝐼𝐼2 00 ⎥
⎢0 0 ⎢ 0 𝐼𝐼𝐼𝐼1 0 0 0 0𝐼𝐼𝐼𝐼1⎥
0 0 0⎥
0 ⎣ 03 0 0 00 0⎥
0 𝑚𝑚𝑚𝑚 0 𝐼𝐼𝐼𝐼3 ⎦
𝑀𝑀𝑀𝑀𝑥𝑥𝑥𝑥 = ⎢ . Pers. 6.23
⎢0 0 0 𝐼𝐼𝐼𝐼1 0 0⎥
⎢0 0 0 0 𝐼𝐼𝐼𝐼
−𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠21 𝑐𝑐𝑐𝑐2 −0𝑎𝑎𝑎𝑎⎥3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐23 −𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 −𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 𝑻𝑻𝑻𝑻
⎣0 0 0 𝑇𝑇𝑇𝑇0⎡ 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐01 𝑐𝑐𝑐𝑐2 +𝐼𝐼𝐼𝐼3𝑎𝑎𝑎𝑎⎦3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐23 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 −𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 ⎤
𝑞𝑞𝑞𝑞̇ ⎢
Energi kinetik KE 1dari1 sistem didapatkan 0 sebagai 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23
berikut: 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 ⎥
⎢ 𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 = �𝑞𝑞𝑞𝑞̇2 � ⎥
−𝑎𝑎𝑎𝑎22𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑞𝑞𝑞𝑞2̇ − 𝑎𝑎𝑎𝑎⎢3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐23 −𝑎𝑎𝑎𝑎 0 2 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 𝑠𝑠𝑠𝑠1 −𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 𝑻𝑻𝑻𝑻 𝑠𝑠𝑠𝑠1 ⎥
3 ⎢
⎡ 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐 + 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐 0𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 −𝑐𝑐𝑐𝑐1−𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 ⎤ −𝑐𝑐𝑐𝑐1 ⎥
𝑞𝑞𝑞𝑞̇1 𝑇𝑇𝑇𝑇 ⎢ 2 1 2 ⎣
3 1 23
0 ⎦
1 0 1 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 0 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 ⎥
𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 = �𝑞𝑞𝑞𝑞̇2 � ⎢ ⎥
2
𝑞𝑞𝑞𝑞̇3 𝑚𝑚𝑚𝑚 ⎢ 1 0 00 0 0 01
𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠1 ⎥
⎡ ⎢0 𝑚𝑚𝑚𝑚 00 −𝑐𝑐𝑐𝑐⎤1 −𝑐𝑐𝑐𝑐1 ⎥
2 0 0 0
⎢⎣ 1 0⎥ 0 ⎦
⎢0 0 𝑚𝑚𝑚𝑚3 0 0 0⎥
𝑚𝑚𝑚𝑚1 0 ⎢ 0 0 0 0 0 0𝐼𝐼𝐼𝐼1
0 0 0⎥
⎡ 0 𝑚𝑚𝑚𝑚 ⎢ 0 0 0 0 0 00
0 ⎤ 𝐼𝐼𝐼𝐼2 0 ⎥
2
⎢ ⎣ 30 0 0 0 0 00⎥ 0 𝐼𝐼𝐼𝐼3 ⎦
⎢ 0 0 𝑚𝑚𝑚𝑚 ⎥
⎢0 0 0 𝐼𝐼𝐼𝐼 0 0
−𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠11 𝑐𝑐𝑐𝑐2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐23⎥ −𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 −𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠23
⎢0 0 ⎡0 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐01 𝑐𝑐𝑐𝑐2 + 𝐼𝐼𝐼𝐼𝑎𝑎𝑎𝑎23 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐023⎥ 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 −𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 ⎤
⎣0 0 ⎢0 0 0 𝐼𝐼𝐼𝐼3 ⎦ 𝑞𝑞𝑞𝑞̇
0 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 ⎥ 1
⎢ ⎥ �𝑞𝑞𝑞𝑞̇2 �,
−𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎⎢3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑐𝑐𝑐𝑐23 0−𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 𝑠𝑠𝑠𝑠1 −𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 𝑠𝑠𝑠𝑠1 ⎥
⎡ 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎⎢3 𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑐𝑐𝑐𝑐23 ⎤ 𝑞𝑞𝑞𝑞̇
0𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠23−𝑐𝑐𝑐𝑐1−𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 −𝑐𝑐𝑐𝑐1 ⎥ 3
⎢ 𝑞𝑞𝑞𝑞 ̇
0 ⎣ 1 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 0 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 ⎥ 1 0 ⎦
⎢ ⎥ �𝑞𝑞𝑞𝑞̇2 �, Pers. 6.24
⎢ 0 𝑠𝑠𝑠𝑠1 𝑠𝑠𝑠𝑠1 ⎥
𝑞𝑞𝑞𝑞̇
⎢ 0 −𝑐𝑐𝑐𝑐1 −𝑐𝑐𝑐𝑐1 ⎥ 3
⎣ 1 0 0 ⎦
Pers. 6.24
Energi potensial PE bisa didapatkan berdasarkan bentuk model robot:
𝑃𝑃𝑃𝑃𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐾𝐾𝐾𝐾 =𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑚𝑚𝑚𝑚1 𝑔𝑔𝑔𝑔𝑎𝑎𝑎𝑎1 + +𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑎𝑎𝑎𝑎 2 𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎
sin 1𝑞𝑞𝑞𝑞 ++𝑎𝑎𝑎𝑎2𝑎𝑎𝑎𝑎sin 𝑞𝑞𝑞𝑞2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2𝑞𝑞𝑞𝑞sin[𝑞𝑞𝑞𝑞 ]) 2 − 𝑞𝑞𝑞𝑞3 ])
𝑃𝑃𝑃𝑃𝐾𝐾𝐾𝐾 =
= 𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑚𝑚𝑚𝑚11 𝑔𝑔𝑔𝑔𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑔𝑔𝑔𝑔𝑎𝑎𝑎𝑎11 + ++𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚223𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎111 +
𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎 + 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎222 sin 𝑞𝑞𝑞𝑞222 + 𝑎𝑎𝑎𝑎223 sin[𝑞𝑞𝑞𝑞
sin[𝑞𝑞𝑞𝑞
sin[𝑞𝑞𝑞𝑞222+− ])
−𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞333]).
+𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚331𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎 ++ ]).
𝑃𝑃𝑃𝑃𝐾𝐾𝐾𝐾 =
+𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑔𝑔𝑔𝑔𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑃𝑃𝑃𝑃𝐾𝐾𝐾𝐾111=
𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎 +𝑚𝑚𝑚𝑚𝑎𝑎𝑎𝑎 sin
sin1 1𝑞𝑞𝑞𝑞
𝑎𝑎𝑎𝑎1222𝑔𝑔𝑔𝑔𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑞𝑞𝑞𝑞+22+𝑚𝑚𝑚𝑚+
+𝑎𝑎𝑎𝑎22𝑎𝑎𝑎𝑎 sin[𝑞𝑞𝑞𝑞
𝑎𝑎𝑎𝑎𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎
sin
3 1𝑞𝑞𝑞𝑞+
3 sin[𝑞𝑞𝑞𝑞 22 +
2+
𝑎𝑎𝑎𝑎+ 𝑞𝑞𝑞𝑞sin[𝑞𝑞𝑞𝑞
2𝑎𝑎𝑎𝑎sin 𝑞𝑞𝑞𝑞 + −
3 ]).2 2 2 3
2𝑞𝑞𝑞𝑞3 ]) 2 −Pers.
𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑞𝑞𝑞𝑞sin[𝑞𝑞𝑞𝑞 𝑞𝑞𝑞𝑞3 ]) 6.25
+𝑚𝑚𝑚𝑚3 𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎1+𝑚𝑚𝑚𝑚 + 𝑎𝑎𝑎𝑎32𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎 sin1𝑞𝑞𝑞𝑞+ 2 2 3 +𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑎𝑎𝑎𝑎 sinsin[𝑞𝑞𝑞𝑞
𝑞𝑞𝑞𝑞 +
2 2 33 + 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑞𝑞𝑞𝑞 ]).
sin[𝑞𝑞𝑞𝑞 2 + Pers.
𝑞𝑞𝑞𝑞
Pers.
3 ]). 6.25
6.25
Nilai lagrange didapatkan dari energi kinetik dikurangi Pers. dengan 6.25Pers. energi
6.25
potensial 𝐿𝐿𝐿𝐿 = 𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾berikut
sebagai − 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐾𝐾𝐾𝐾 Pers. 6.26
𝐿𝐿𝐿𝐿
𝐿𝐿𝐿𝐿 = 𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 −
= 𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 − 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐾𝐾𝐾𝐾
𝑃𝑃𝑃𝑃𝐾𝐾𝐾𝐾 Pers.
Pers. 6.26 6.26
𝐿𝐿𝐿𝐿 = 𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 −𝐿𝐿𝐿𝐿𝑃𝑃𝑃𝑃𝐾𝐾𝐾𝐾 = 𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 − 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐾𝐾𝐾𝐾 Pers. 6.26Pers. 6.26
= 𝑞𝑞𝑞𝑞̇1 𝑞𝑞𝑞𝑞̇2 [(𝑚𝑚𝑚𝑚1 − 𝑚𝑚𝑚𝑚2 )(𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠1 )(𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 )(𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠2 )] + 𝑞𝑞𝑞𝑞̇22𝑞𝑞𝑞𝑞̇3 [(𝑚𝑚𝑚𝑚1 𝑐𝑐𝑐𝑐122 + 𝑚𝑚𝑚𝑚2
= 𝑞𝑞𝑞𝑞̇1 𝑞𝑞𝑞𝑞̇2 [(𝑚𝑚𝑚𝑚 − 𝑚𝑚𝑚𝑚2 )(𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠 )(𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 + 𝑎𝑎𝑎𝑎22 𝑐𝑐𝑐𝑐2 )(𝑎𝑎𝑎𝑎 32𝑠𝑠𝑠𝑠 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠2 )] + 𝑞𝑞𝑞𝑞̇2 𝑞𝑞𝑞𝑞̇3 [(𝑚𝑚𝑚𝑚 [(𝑚𝑚𝑚𝑚𝑠𝑠𝑠𝑠11 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐)𝑎𝑎𝑎𝑎
12 + 𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑠𝑠𝑠𝑠 )(𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠2
= 𝑞𝑞𝑞𝑞̇1 𝑞𝑞𝑞𝑞̇2 [(𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚11 − 𝑚𝑚𝑚𝑚 )(𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠1 )(𝑎𝑎𝑎𝑎23 𝑐𝑐𝑐𝑐23 23𝐼𝐼𝐼𝐼1+ 𝑠𝑠𝑠𝑠1𝑎𝑎𝑎𝑎2+ 𝑐𝑐𝑐𝑐2𝐼𝐼𝐼𝐼)(𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠23 2 )] 1+−𝑞𝑞𝑞𝑞𝑚𝑚𝑚𝑚
+ +𝑞𝑞𝑞𝑞̇3𝑎𝑎𝑎𝑎𝑞𝑞𝑞𝑞2̇ 1𝑠𝑠𝑠𝑠[(𝑚𝑚𝑚𝑚 ̇ 2 𝑞𝑞𝑞𝑞̇3)(𝑐𝑐𝑐𝑐 + 𝑚𝑚𝑚𝑚2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 2 )(𝑎𝑎𝑎𝑎 3̇ 𝑠𝑠𝑠𝑠
3 (𝑎𝑎𝑎𝑎32𝑐𝑐𝑐𝑐223 +1 𝑎𝑎𝑎𝑎122𝑐𝑐𝑐𝑐2 ) 3 + 2 𝑐𝑐𝑐𝑐13 ]23 2 1 1 1 23 𝑠𝑠𝑠𝑠23 (𝑎𝑎𝑎𝑎23 𝑐𝑐𝑐𝑐123 2+𝜕𝜕𝜕𝜕𝑎𝑎𝑎𝑎 2 𝑐𝑐𝑐𝑐
22
𝑚𝑚𝑚𝑚3=(𝑎𝑎𝑎𝑎 ̇ 2 [(𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑞𝑞𝑞𝑞3̇ 1𝑐𝑐𝑐𝑐𝑞𝑞𝑞𝑞23 + =12−
𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑞𝑞𝑞𝑞2̇ 1𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑐𝑐𝑐𝑐 )𝑞𝑞𝑞𝑞2̇ 2+ [(𝑚𝑚𝑚𝑚
)(𝑐𝑐𝑐𝑐𝐼𝐼𝐼𝐼11𝑠𝑠𝑠𝑠1𝑠𝑠𝑠𝑠11− )(𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑚𝑚𝑚𝑚32𝐼𝐼𝐼𝐼2𝑐𝑐𝑐𝑐)(𝑐𝑐𝑐𝑐
+ 𝑐𝑐𝑐𝑐
23
2
1+ ]𝑠𝑠𝑠𝑠1+𝑎𝑎𝑎𝑎)(𝑎𝑎𝑎𝑎
2 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑞𝑞𝑞𝑞̇
2 3)(𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐23
𝑞𝑞𝑞𝑞̇ 3+
[(𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑠𝑠𝑠𝑠23𝑎𝑎𝑎𝑎2− 𝑎𝑎𝑎𝑎)(𝑎𝑎𝑎𝑎
+𝑐𝑐𝑐𝑐2𝑚𝑚𝑚𝑚 23)]
22𝑠𝑠𝑠𝑠)(𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠23 +
𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑞𝑞𝑞𝑞𝑎𝑎𝑎𝑎
+)𝑎𝑎𝑎𝑎 2[(𝑚𝑚𝑚𝑚
̇ 232𝑞𝑞𝑞𝑞𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠̇ 323 )]
(𝑎𝑎𝑎𝑎+ 1𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐231𝑞𝑞𝑞𝑞̇2+ 𝑞𝑞𝑞𝑞+̇ 3𝑎𝑎𝑎𝑎[(𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑐𝑐𝑐𝑐21)(𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑚𝑚𝑚𝑚22𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠211)] + + 𝜕𝜕𝜕𝜕3̇ 1𝑠𝑠𝑠𝑠
1𝑚𝑚𝑚𝑚
2
𝑚𝑚𝑚𝑚3 (𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐22) + 𝐼𝐼𝐼𝐼1 𝑠𝑠𝑠𝑠1 + 𝐼𝐼𝐼𝐼2 𝑐𝑐𝑐𝑐12 ] + 𝑞𝑞𝑞𝑞̇3 𝑞𝑞𝑞𝑞̇1𝜕𝜕𝜕𝜕[(𝑚𝑚𝑚𝑚 2 1 2 3 1 ̇ 2 1 − 𝑚𝑚𝑚𝑚22 )(𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠1 )𝑎𝑎𝑎𝑎
2 1 1 1
23)(𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠23 (𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎22𝑐𝑐𝑐𝑐2 )] + 𝜕𝜕𝜕𝜕̇222
3
𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑐𝑐𝑐𝑐1 )𝑐𝑐𝑐𝑐)(𝑎𝑎𝑎𝑎
2 3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 2 ++ 𝑐𝑐𝑐𝑐2𝑐𝑐𝑐𝑐𝜕𝜕𝜕𝜕)𝐼𝐼𝐼𝐼̇ 2222𝑠𝑠𝑠𝑠]++
𝑎𝑎𝑎𝑎22𝐼𝐼𝐼𝐼+ 2𝐼𝐼𝐼𝐼3 ] + [(𝑚𝑚𝑚𝑚 2 ] [(𝑚𝑚𝑚𝑚1 𝑐𝑐𝑐𝑐1 [(𝑚𝑚𝑚𝑚 + 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑠𝑠𝑠𝑠2− 𝑠𝑠𝑠𝑠)𝑎𝑎𝑎𝑎 3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎+ 2 )(𝑎𝑎𝑎𝑎
2 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑎𝑎𝑎𝑎 (𝑎𝑎𝑎𝑎21 3 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑚𝑚𝑚𝑚 (𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑚𝑚𝑚𝑚32 𝑐𝑐𝑐𝑐1 23)(𝑎𝑎𝑎𝑎 2 𝑐𝑐𝑐𝑐 +𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑎𝑎𝑎𝑎 (𝑎𝑎𝑎𝑎
2 𝑐𝑐𝑐𝑐
23 𝑐𝑐𝑐𝑐 32+23𝑎𝑎𝑎𝑎 23 + + 𝐼𝐼𝐼𝐼
2 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐 )
𝑐𝑐𝑐𝑐2 ))𝜕𝜕𝜕𝜕2̇ 12+21 𝐼𝐼𝐼𝐼23 ]] +2 𝜕𝜕𝜕𝜕1̇ 21 [(𝑚𝑚𝑚𝑚 1 + 𝑞𝑞𝑞𝑞 ̇ 3𝐼𝐼𝐼𝐼𝑞𝑞𝑞𝑞𝑐𝑐𝑐𝑐
2 ̇ 2 +
𝑐𝑐𝑐𝑐21 211+ 𝑚𝑚𝑚𝑚12 𝑠𝑠𝑠𝑠132 )(𝑎𝑎𝑎𝑎 −𝑞𝑞𝑞𝑞̇ 𝑚𝑚𝑚𝑚
2 𝑞𝑞𝑞𝑞
̇ 1
2 )(𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠123
1 1+ 3
1 𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠2223)(𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑠𝑠𝑠𝑠2(𝑎𝑎𝑎𝑎 1𝑐𝑐𝑐𝑐)𝑎𝑎𝑎𝑎
)122𝑠𝑠𝑠𝑠3+ 23𝑚𝑚𝑚𝑚33𝑠𝑠𝑠𝑠(𝑎𝑎𝑎𝑎
23 2 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐2+
3)]
𝑐𝑐𝑐𝑐23𝑚𝑚𝑚𝑚+3+
+ 𝑎𝑎𝑎𝑎22𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 2
𝑚𝑚𝑚𝑚2 𝑐𝑐𝑐𝑐1 )(𝑎𝑎𝑎𝑎 3 23
3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 +2𝑎𝑎𝑎𝑎2+
2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 3 +[(𝑚𝑚𝑚𝑚 𝐼𝐼𝐼𝐼3 + 2𝜕𝜕𝜕𝜕̇22 [(𝑚𝑚𝑚𝑚 1
12𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝜕𝜕𝜕𝜕̇2+ 2 𝑚𝑚𝑚𝑚 22 𝑠𝑠𝑠𝑠1 )(𝑎𝑎𝑎𝑎 3 )
𝑠𝑠𝑠𝑠232+ 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠22 + 𝑚𝑚𝑚𝑚32 ] 3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐22 (𝑎𝑎𝑎𝑎 3 23
2 )(𝑎𝑎𝑎𝑎 𝜕𝜕𝜕𝜕̇ 2𝐼𝐼𝐼𝐼2 𝑐𝑐𝑐𝑐1 2])(𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 +2 𝑚𝑚𝑚𝑚2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 )𝑎𝑎𝑎𝑎
2 𝑠𝑠𝑠𝑠 + 𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑎𝑎𝑎𝑎 3𝑐𝑐𝑐𝑐 + 𝐼𝐼𝐼𝐼 𝑠𝑠𝑠𝑠 + 𝐼𝐼𝐼𝐼 𝑐𝑐𝑐𝑐 − 𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑔𝑔𝑔𝑔𝑎𝑎𝑎𝑎 −
2 ] 𝑐𝑐𝑐𝑐)𝑎𝑎𝑎𝑎 2 [(𝑚𝑚𝑚𝑚 2 2 2 2 2 2
2 𝑐𝑐𝑐𝑐23)𝑐𝑐𝑐𝑐223+ 2 ) 2𝑠𝑠𝑠𝑠+ 2𝐼𝐼𝐼𝐼3 ]1+ + 𝑐𝑐𝑐𝑐[(𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑐𝑐𝑐𝑐1)(𝑎𝑎𝑎𝑎
𝐼𝐼𝐼𝐼𝑚𝑚𝑚𝑚𝑐𝑐𝑐𝑐2 𝑐𝑐𝑐𝑐21] + 3𝜕𝜕𝜕𝜕̇𝑐𝑐𝑐𝑐3𝑚𝑚𝑚𝑚2232[(𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑐𝑐𝑐𝑐+
1 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑚𝑚𝑚𝑚+𝐼𝐼𝐼𝐼3𝑠𝑠𝑠𝑠𝑎𝑎𝑎𝑎22+ 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑚𝑚𝑚𝑚22𝑠𝑠𝑠𝑠11+ 𝐼𝐼𝐼𝐼 + 𝑠𝑠𝑠𝑠3 𝑠𝑠𝑠𝑠2𝑚𝑚𝑚𝑚232 𝑠𝑠𝑠𝑠+𝐼𝐼𝐼𝐼1 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑎𝑎𝑎𝑎)(𝑎𝑎𝑎𝑎
22𝑠𝑠𝑠𝑠]23− )𝑠𝑠𝑠𝑠23𝑚𝑚𝑚𝑚
++𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑎𝑎𝑎𝑎32(𝑎𝑎𝑎𝑎 23)𝑐𝑐𝑐𝑐𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑠𝑠𝑠𝑠− +𝑚𝑚𝑚𝑚𝑎𝑎𝑎𝑎32(𝑎𝑎𝑎𝑎
+𝑔𝑔𝑔𝑔�𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐+
1 1 3 23 3 3 23 1 1 2 1 1 1
1 𝑐𝑐𝑐𝑐1 2++ )2+
1 𝑎𝑎𝑎𝑎 + 𝑔𝑔𝑔𝑔𝑎𝑎𝑎𝑎 23 23
𝐼𝐼𝐼𝐼22 𝑐𝑐𝑐𝑐11 2 ] + 𝜕𝜕𝜕𝜕̇232𝑚𝑚𝑚𝑚[(𝑚𝑚𝑚𝑚 3 𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎 1 11 ̇
𝜕𝜕𝜕𝜕
+2𝑎𝑎𝑎𝑎2𝑚𝑚𝑚𝑚s22 𝑠𝑠𝑠𝑠+11 2𝑎𝑎𝑎𝑎)𝑎𝑎𝑎𝑎 3 s3323 𝑠𝑠𝑠𝑠23
23 + 𝑚𝑚𝑚𝑚33 𝑎𝑎𝑎𝑎2 33 𝑐𝑐𝑐𝑐23 23
2
+ 𝐼𝐼𝐼𝐼11 𝑠𝑠𝑠𝑠11 2 + 𝐼𝐼𝐼𝐼22 𝑐𝑐𝑐𝑐11 2 ] − 𝑚𝑚𝑚𝑚11 𝑔𝑔𝑔𝑔𝑎𝑎𝑎𝑎11 − 𝑚𝑚𝑚𝑚22 𝑔𝑔𝑔𝑔�𝑎𝑎𝑎𝑎11 +
𝐼𝐼𝐼𝐼𝑚𝑚𝑚𝑚 2]
31𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎
2 𝑐𝑐𝑐𝑐 ++ 23𝐼𝐼𝐼𝐼𝑎𝑎𝑎𝑎22𝑐𝑐𝑐𝑐[(𝑚𝑚𝑚𝑚
s122 ]+1+ 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑎𝑎𝑎𝑎132s3+ 23 ) 𝑚𝑚𝑚𝑚2 𝑠𝑠𝑠𝑠11𝑐𝑐𝑐𝑐21)𝑎𝑎𝑎𝑎
[(𝑚𝑚𝑚𝑚 2
+
3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 𝑚𝑚𝑚𝑚22 𝑠𝑠𝑠𝑠+ 2 )𝑎𝑎𝑎𝑎
1 𝑚𝑚𝑚𝑚 33𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠323
2 2
𝑐𝑐𝑐𝑐23 ++ 𝑚𝑚𝑚𝑚𝐼𝐼𝐼𝐼31𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠31𝑐𝑐𝑐𝑐223 +2𝐼𝐼𝐼𝐼+ 2] 2
2 𝑐𝑐𝑐𝑐1𝐼𝐼𝐼𝐼1 𝑠𝑠𝑠𝑠 1− + 𝑚𝑚𝑚𝑚1𝐼𝐼𝐼𝐼2𝑔𝑔𝑔𝑔𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐112 ]−−𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚21𝑔𝑔𝑔𝑔�𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑔𝑔𝑔𝑔𝑎𝑎𝑎𝑎1 − +
3 𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎1 + 2𝑎𝑎𝑎𝑎2 s2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎3 s223 )
𝑚𝑚𝑚𝑚 1
𝑚𝑚𝑚𝑚3 𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎1 + 𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑎𝑎𝑎𝑎23s𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎 +
2 1 3 232 2 𝑎𝑎𝑎𝑎 + s 𝑎𝑎𝑎𝑎 )s + 𝑎𝑎𝑎𝑎 3 23 s )
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝑑𝑑𝑑𝑑𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕̇𝑖𝑖𝑖𝑖
− = 𝜏𝜏𝜏𝜏. Pers. 6.27
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝑖𝑖𝑖𝑖
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 − 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 = 𝜏𝜏𝜏𝜏. Pers. 6.27
𝑑𝑑𝑑𝑑𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕̇̇ 𝑖𝑖𝑖𝑖 −
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝑖𝑖𝑖𝑖 =
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝑑𝑑𝑑𝑑 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜏𝜏𝜏𝜏. 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 Pers. 6.27
𝑑𝑑𝑑𝑑𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝑖𝑖𝑖𝑖 − 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝑖𝑖𝑖𝑖 = 𝜏𝜏𝜏𝜏 .−𝑞𝑞𝑞𝑞 ̈ = 𝜏𝜏𝜏𝜏. 𝑞𝑞𝑞𝑞dan
̇ 1 𝑞𝑞𝑞𝑞̇2 Robotika 𝑞𝑞𝑞𝑞̇1 2 Pers. 6.27Pers. 𝜏𝜏𝜏𝜏1 6.27
102 ̇ 𝑖𝑖𝑖𝑖 Dasar-dasar 1 Mekatronika
𝑑𝑑𝑑𝑑𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝑖𝑖𝑖𝑖 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕̇𝑖𝑖𝑖𝑖
𝑑𝑑𝑑𝑑𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 2
𝑞𝑞𝑞𝑞1̈ 𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑞𝑞𝑞𝑞) �𝑞𝑞𝑞𝑞2̈ �𝑞𝑞𝑞𝑞+
𝑞𝑞𝑞𝑞1̈ 𝑞𝑞𝑞𝑞̇1 𝑞𝑞𝑞𝑞̇2
̇ 2 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ ) �𝑞𝑞𝑞𝑞̇2 𝑞𝑞𝑞𝑞̇3 � 𝑞𝑞𝑞𝑞
𝑖𝑖𝑖𝑖
̇ 1 𝑞𝑞𝑞𝑞𝐵𝐵𝐵𝐵(𝑞𝑞𝑞𝑞, ̇+1 2𝐶𝐶𝐶𝐶(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ ) �𝑞𝑞𝑞𝑞̇2 2 � +𝜏𝜏𝜏𝜏𝑁𝑁𝑁𝑁(𝑞𝑞𝑞𝑞)
𝑞𝑞𝑞𝑞̇1 𝜏𝜏𝜏𝜏1 1 = �𝜏𝜏𝜏𝜏 2 � , Pers. 6.28
𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑞𝑞𝑞𝑞) �𝑞𝑞𝑞𝑞
𝑞𝑞𝑞𝑞̈1̈ � + 𝐵𝐵𝐵𝐵(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞1̇ ̈ )3̈ �𝑞𝑞𝑞𝑞
2 𝑞𝑞𝑞𝑞̇̇ 12𝑞𝑞𝑞𝑞
𝑞𝑞𝑞𝑞̇̇ 23 � + 𝐶𝐶𝐶𝐶(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ 1̇ 3𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞̇ 2̇ )̇ 1 �𝑞𝑞𝑞𝑞̇12 22 � + 𝑁𝑁𝑁𝑁(𝑞𝑞𝑞𝑞)
𝑞𝑞𝑞𝑞
𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑞𝑞𝑞𝑞) �𝑞𝑞𝑞𝑞2̈ � + 𝐵𝐵𝐵𝐵(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ ) �𝑞𝑞𝑞𝑞̇2 𝑞𝑞𝑞𝑞̇3 � + 𝐶𝐶𝐶𝐶(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ ) �𝑞𝑞𝑞𝑞̇2 � + 𝑁𝑁𝑁𝑁(𝑞𝑞𝑞𝑞)3 = �𝜏𝜏𝜏𝜏2 �, Pers. 6.28 𝑞𝑞𝑞𝑞
𝑞𝑞𝑞𝑞̇ ̇ 1
3 �𝜏𝜏𝜏𝜏
2
= 𝜏𝜏𝜏𝜏 2
1 �, Pers. 𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏6.28
31
𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑞𝑞𝑞𝑞) �𝑞𝑞𝑞𝑞 ̈ 𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑞𝑞𝑞𝑞)
𝑞𝑞𝑞𝑞̈32̈ � +
𝑞𝑞𝑞𝑞 𝐵𝐵𝐵𝐵(𝑞𝑞𝑞𝑞,�𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞2̇ ̈ )��+ 𝑞𝑞𝑞𝑞̇̇ 23𝐵𝐵𝐵𝐵(𝑞𝑞𝑞𝑞,
𝑞𝑞𝑞𝑞
𝑞𝑞𝑞𝑞̇ 𝑞𝑞𝑞𝑞
𝑞𝑞𝑞𝑞̇̇ 13 � +𝑞𝑞𝑞𝑞̇ )𝐶𝐶𝐶𝐶(𝑞𝑞𝑞𝑞,
𝑞𝑞𝑞𝑞̇ �𝑞𝑞𝑞𝑞̇2 𝑞𝑞𝑞𝑞̇3)��+ 3
2
𝑞𝑞𝑞𝑞̇32𝐶𝐶𝐶𝐶(𝑞𝑞𝑞𝑞,
3 � + 𝑞𝑞𝑞𝑞 ̇ ) �𝑞𝑞𝑞𝑞̇2 2=� +
𝑁𝑁𝑁𝑁(𝑞𝑞𝑞𝑞) �𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏𝑁𝑁𝑁𝑁(𝑞𝑞𝑞𝑞)
3 �, Pers.
3
2 = �𝜏𝜏𝜏𝜏6.28 2 �, Pers. 6.28
= 1𝑞𝑞𝑞𝑞2̇ 11)(𝑎𝑎𝑎𝑎 ̇ 222[(𝑚𝑚𝑚𝑚 21 2 )(𝑐𝑐𝑐𝑐 21 𝑠𝑠𝑠𝑠12)(𝑎𝑎𝑎𝑎 3 232
𝑎𝑎𝑎𝑎𝐼𝐼𝐼𝐼22 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐1222𝑐𝑐𝑐𝑐)(𝑎𝑎𝑎𝑎 2 3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 + 2 2 𝑠𝑠𝑠𝑠2 )] 2 𝑞𝑞𝑞𝑞̇223𝑎𝑎𝑎𝑎𝑞𝑞𝑞𝑞𝑠𝑠𝑠𝑠2̇ 3323 2 1 𝑐𝑐𝑐𝑐1 2 ) 𝑚𝑚𝑚𝑚2𝑚𝑚𝑚𝑚 2 )(𝑎𝑎𝑎𝑎3̇ 2
𝑠𝑠𝑠𝑠23113+
𝑚𝑚𝑚𝑚23 𝑐𝑐𝑐𝑐(𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑞𝑞𝑞𝑞𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑐𝑐𝑐𝑐𝑚𝑚𝑚𝑚 3𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐123
(𝑎𝑎𝑎𝑎 −3𝑎𝑎𝑎𝑎𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑎𝑎𝑎𝑎31)(𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐+
𝑐𝑐𝑐𝑐232 ))𝑐𝑐𝑐𝑐+ 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑎𝑎𝑎𝑎2 )+ 1𝑎𝑎𝑎𝑎
+212𝑐𝑐𝑐𝑐𝐼𝐼𝐼𝐼32+
2𝐼𝐼𝐼𝐼𝑐𝑐𝑐𝑐12𝑠𝑠𝑠𝑠)1
3 𝑐𝑐𝑐𝑐
])2+ +23𝐼𝐼𝐼𝐼223+ ]]+[(𝑚𝑚𝑚𝑚
+ ̇ 321𝑞𝑞𝑞𝑞][(𝑚𝑚𝑚𝑚 +3 1𝑚𝑚𝑚𝑚
2 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐̇ 312𝑞𝑞𝑞𝑞−
𝑠𝑠𝑠𝑠̇ 11+𝑚𝑚𝑚𝑚)(𝑎𝑎𝑎𝑎
2𝑚𝑚𝑚𝑚)(𝑐𝑐𝑐𝑐
[(𝑚𝑚𝑚𝑚 2 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠123+ )(𝑎𝑎𝑎𝑎
+2 )(𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑠𝑠𝑠𝑠[(𝑚𝑚𝑚𝑚
))𝑎𝑎𝑎𝑎
+ 𝑎𝑎𝑎𝑎+2𝑠𝑠𝑠𝑠1𝑠𝑠𝑠𝑠𝑚𝑚𝑚𝑚 + 2(𝑎𝑎𝑎𝑎
(𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎3+23𝑐𝑐𝑐𝑐2𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23 (𝑎𝑎𝑎𝑎
++ 𝑐𝑐𝑐𝑐2𝑠𝑠𝑠𝑠2
𝑎𝑎𝑎𝑎3𝑎𝑎𝑎𝑎2𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝑐𝑐𝑐𝑐2𝑐𝑐𝑐𝑐3̇ 1123
2 + 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼12𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐1122 ̇1+ 𝑞𝑞𝑞𝑞23 123− 𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑠𝑠𝑠𝑠21(𝑎𝑎𝑎𝑎
2232 [(𝑚𝑚𝑚𝑚 1
+ 2+ + 2 𝑞𝑞𝑞𝑞2 1 𝑠𝑠𝑠𝑠 1 )𝑎𝑎𝑎𝑎 3 𝑠𝑠𝑠𝑠 33𝑐𝑐𝑐𝑐 2 )]
3 2 1 123 23 2+ 3
𝑚𝑚𝑚𝑚3 (𝑎𝑎𝑎𝑎33 𝑐𝑐𝑐𝑐23 23 ̇ + 2𝑎𝑎𝑎𝑎 2 𝑐𝑐𝑐𝑐
2 2𝜕𝜕𝜕𝜕)̇ 2 2 + 𝐼𝐼𝐼𝐼 1 12 𝑠𝑠𝑠𝑠 + 𝐼𝐼𝐼𝐼 𝑐𝑐𝑐𝑐
2 1 22] ] + 𝑞𝑞𝑞𝑞 ̇ 𝑞𝑞𝑞𝑞
̇
3 2 1 [(𝑚𝑚𝑚𝑚1[(𝑚𝑚𝑚𝑚 1− 𝑚𝑚𝑚𝑚 2 )(𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠 )𝑎𝑎𝑎𝑎
2 )(𝑐𝑐𝑐𝑐1 1 )𝑎𝑎𝑎𝑎3 23 (𝑎𝑎𝑎𝑎3 23 𝑠𝑠𝑠𝑠 (𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎 2 2 )] 𝑐𝑐𝑐𝑐 )] + 𝜕𝜕𝜕𝜕 ̇ 2
1
2
𝑚𝑚𝑚𝑚 (𝑎𝑎𝑎𝑎
2 ]3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 𝜕𝜕𝜕𝜕+ 32 ]𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 3 + 2 𝐼𝐼𝐼𝐼 𝑠𝑠𝑠𝑠 2 + 2𝐼𝐼𝐼𝐼 𝑐𝑐𝑐𝑐 +
22 𝑞𝑞𝑞𝑞 ̇ 𝑞𝑞𝑞𝑞 ̇ 2 −
2 𝑚𝑚𝑚𝑚 2 2 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠
2 2 𝑐𝑐𝑐𝑐 2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 + 2
2 𝑐𝑐𝑐𝑐1𝑐𝑐𝑐𝑐 2[(𝑚𝑚𝑚𝑚 [(𝑚𝑚𝑚𝑚 2)𝑎𝑎𝑎𝑎 )𝑎𝑎𝑎𝑎+3𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝑚𝑚𝑚𝑚2323[(𝑚𝑚𝑚𝑚 ]− 𝑠𝑠𝑠𝑠] 2−
𝐼𝐼𝐼𝐼𝑚𝑚𝑚𝑚 𝜕𝜕𝜕𝜕 ̇
𝐼𝐼𝐼𝐼+
2 𝑐𝑐𝑐𝑐1𝑐𝑐𝑐𝑐 2 )(𝑎𝑎𝑎𝑎 ++ 𝑎𝑎𝑎𝑎132𝑐𝑐𝑐𝑐2𝑐𝑐𝑐𝑐1𝑐𝑐𝑐𝑐23 + 2 1𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐12𝐼𝐼𝐼𝐼𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠]1+ 𝑚𝑚𝑚𝑚
+𝜕𝜕𝜕𝜕32̇ 2𝐼𝐼𝐼𝐼𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠223 𝑎𝑎𝑎𝑎+3+𝑐𝑐𝑐𝑐𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑐𝑐𝑐𝑐21𝑠𝑠𝑠𝑠321𝑎𝑎𝑎𝑎++ 𝑐𝑐𝑐𝑐𝐼𝐼𝐼𝐼123𝑠𝑠𝑠𝑠21𝑠𝑠𝑠𝑠+ +2 𝐼𝐼𝐼𝐼1𝐼𝐼𝐼𝐼2
+𝑠𝑠𝑠𝑠1𝑐𝑐𝑐𝑐𝑎𝑎𝑎𝑎312𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠23 + 𝐼𝐼𝐼𝐼22 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑔𝑔𝑔𝑔𝑎𝑎𝑎𝑎 12𝑚𝑚𝑚𝑚
−1𝑐𝑐𝑐𝑐𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑔𝑔𝑔𝑔𝑎𝑎𝑎𝑎231𝑔𝑔𝑔𝑔�𝑎𝑎𝑎𝑎−𝑎𝑎𝑎𝑎3𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑐𝑐𝑐𝑐12𝑐𝑐𝑐𝑐2+
3 2 2 1 1 2 1
𝜕𝜕𝜕𝜕 ̇ 3 2 1 1 2 1 1 3 23 3 23 2 2
)(𝑎𝑎𝑎𝑎 )+ 1][(𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑚𝑚𝑚𝑚 + + 2 𝑚𝑚𝑚𝑚 3 𝑠𝑠𝑠𝑠123)(𝑎𝑎𝑎𝑎 2 )+ 𝑎𝑎𝑎𝑎112𝑚𝑚𝑚𝑚 3)(𝑎𝑎𝑎𝑎+ 3 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑚𝑚𝑚𝑚 (𝑎𝑎𝑎𝑎
23)(𝑎𝑎𝑎𝑎
2) )22 + 123 2+ 23 +
2
𝑚𝑚𝑚𝑚22 𝑐𝑐𝑐𝑐11 22 )(𝑎𝑎𝑎𝑎233 𝑐𝑐𝑐𝑐2123 23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐 22
+2𝐼𝐼𝐼𝐼332] + 𝜕𝜕𝜕𝜕̇22223 [(𝑚𝑚𝑚𝑚11 𝑐𝑐𝑐𝑐211 22 + 𝑚𝑚𝑚𝑚 2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 2 )(𝑎𝑎𝑎𝑎 3 23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠2 ) 2 + 𝑚𝑚𝑚𝑚3 (𝑎𝑎𝑎𝑎 3 23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐
2
𝑚𝑚𝑚𝑚23 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎 )(𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑚𝑚𝑚𝑚
1 1 33𝜕𝜕𝜕𝜕̇32223+ 𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐 2 s +
2 12 𝜕𝜕𝜕𝜕2 + + 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐 s
̇ 232 223s ) + )
+ 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝐼𝐼𝐼𝐼
332 23 s ] + ) 2 [(𝑚𝑚𝑚𝑚 1 1 2 𝑐𝑐𝑐𝑐 + 𝑚𝑚𝑚𝑚 2 1𝑠𝑠𝑠𝑠 )(𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠
3 23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎 2 2 𝑠𝑠𝑠𝑠 ) + 𝑚𝑚𝑚𝑚 (𝑎𝑎𝑎𝑎
3 3 23 𝑐𝑐𝑐𝑐 + 𝑎𝑎𝑎𝑎 2 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝐼𝐼𝐼𝐼2 𝑐𝑐𝑐𝑐1 22 ]] + 𝐼𝐼𝐼𝐼 𝑐𝑐𝑐𝑐𝜕𝜕𝜕𝜕̇ ][(𝑚𝑚𝑚𝑚 + 𝑐𝑐𝑐𝑐3 2[(𝑚𝑚𝑚𝑚 + 𝑚𝑚𝑚𝑚 1 𝑐𝑐𝑐𝑐21𝑠𝑠𝑠𝑠1 +
2 )𝑎𝑎𝑎𝑎𝑚𝑚𝑚𝑚2𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠1 22)𝑎𝑎𝑎𝑎 +3𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑠𝑠𝑠𝑠 3 𝑎𝑎𝑎𝑎3+ 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑚𝑚𝑚𝑚223+ 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝐼𝐼𝐼𝐼𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠1222 + + 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐 22 ]+−𝐼𝐼𝐼𝐼 𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑐𝑐𝑐𝑐 2𝑔𝑔𝑔𝑔𝑎𝑎𝑎𝑎 ] − 𝑚𝑚𝑚𝑚 − 𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑔𝑔𝑔𝑔𝑎𝑎𝑎𝑎𝑔𝑔𝑔𝑔�𝑎𝑎𝑎𝑎
1 −1𝑚𝑚𝑚𝑚+
𝐼𝐼𝐼𝐼2 𝑐𝑐𝑐𝑐1 2 +2 𝜕𝜕𝜕𝜕1̇ 2332 [(𝑚𝑚𝑚𝑚11 𝑐𝑐𝑐𝑐211 22 + 𝑚𝑚𝑚𝑚 2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 22 )𝑎𝑎𝑎𝑎332𝑠𝑠𝑠𝑠23 23 2 + 𝑚𝑚𝑚𝑚23 3 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 23 2 +3𝐼𝐼𝐼𝐼1123 𝑠𝑠𝑠𝑠1 2 + 𝐼𝐼𝐼𝐼122 𝑐𝑐𝑐𝑐111 22 ] −2𝑚𝑚𝑚𝑚111 𝑔𝑔𝑔𝑔𝑎𝑎𝑎𝑎11 − 1𝑚𝑚𝑚𝑚22 𝑔𝑔𝑔𝑔�𝑎𝑎𝑎𝑎 +
Persamaan ] +
2 𝑐𝑐𝑐𝑐1𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎
𝐼𝐼𝐼𝐼𝑚𝑚𝑚𝑚 2 lagrange
𝑎𝑎𝑎𝑎 [(𝑚𝑚𝑚𝑚
s +1 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑎𝑎𝑎𝑎1 s+ untuk )𝑚𝑚𝑚𝑚𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠31smendapatkan)𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 + 𝑚𝑚𝑚𝑚3 𝑎𝑎𝑎𝑎persamaan 3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 + 𝐼𝐼𝐼𝐼1 𝑠𝑠𝑠𝑠1 gerak + 𝐼𝐼𝐼𝐼2 𝑐𝑐𝑐𝑐1adalah ] − 𝑚𝑚𝑚𝑚1 𝑔𝑔𝑔𝑔𝑎𝑎𝑎𝑎1 − 𝑚𝑚𝑚𝑚2 𝑔𝑔𝑔𝑔�𝑎𝑎𝑎𝑎11 +
𝑚𝑚𝑚𝑚+ 𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎 2+ 23 ) 3 23
𝑚𝑚𝑚𝑚33 𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎11 +3 2𝑎𝑎𝑎𝑎22 s221 + 𝑎𝑎𝑎𝑎332 s23 23 )
𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎1𝑑𝑑𝑑𝑑+𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
𝑑𝑑𝑑𝑑 3𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝑎𝑎𝑎𝑎2 s2 +
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝑎𝑎𝑎𝑎3 s23 )
− − 𝜏𝜏𝜏𝜏. = 𝜏𝜏𝜏𝜏.
= Pers. 6.27
Pers. 6.27
𝑑𝑑𝑑𝑑𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕̇𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑑𝑑𝑑𝑑𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝑖𝑖𝑖𝑖̇ 𝑖𝑖𝑖𝑖 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝑖𝑖𝑖𝑖
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 −
Persamaan 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕̇ 𝑖𝑖𝑖𝑖 −
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
𝑑𝑑𝑑𝑑𝜕𝜕𝜕𝜕
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 =
1̈ 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
𝑞𝑞𝑞𝑞𝑑𝑑𝑑𝑑𝜕𝜕𝜕𝜕
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝑞𝑞𝑞𝑞 ̈ 𝜏𝜏𝜏𝜏.. 𝑖𝑖𝑖𝑖 =𝑞𝑞𝑞𝑞𝜏𝜏𝜏𝜏

lengkap
𝑖𝑖𝑖𝑖 ̇ 𝑖𝑖𝑖𝑖= 1𝜏𝜏𝜏𝜏𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝑞𝑞𝑞𝑞. ̇ 2 𝑞𝑞𝑞𝑞̇persamaan
̇ 1dari 1 𝑞𝑞𝑞𝑞̇2 𝑞𝑞𝑞𝑞̇1 2 gerakan𝑞𝑞𝑞𝑞̇1 2 Pers.
didapatkan
𝜏𝜏𝜏𝜏1
Pers. 𝜏𝜏𝜏𝜏Pers.
6.27
6.27 1
6.27
sebagai
𝑑𝑑𝑑𝑑𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕̇𝑖𝑖𝑖𝑖 −
berikut: 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕̇𝑖𝑖𝑖𝑖 �𝑞𝑞𝑞𝑞
𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑞𝑞𝑞𝑞)
𝑑𝑑𝑑𝑑𝜕𝜕𝜕𝜕
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
2̈ 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑞𝑞𝑞𝑞)�+ = 𝜏𝜏𝜏𝜏
𝑞𝑞𝑞𝑞2̈ � +
𝑖𝑖𝑖𝑖 �𝐵𝐵𝐵𝐵(𝑞𝑞𝑞𝑞, . �𝑞𝑞𝑞𝑞̇2 𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞̇ 3̇ )� �+𝑞𝑞𝑞𝑞̇2𝐶𝐶𝐶𝐶(𝑞𝑞𝑞𝑞,
𝑞𝑞𝑞𝑞̇ )𝐵𝐵𝐵𝐵(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇3 � +
𝑞𝑞𝑞𝑞̇ )𝐶𝐶𝐶𝐶(𝑞𝑞𝑞𝑞, 2 2
�𝑞𝑞𝑞𝑞̇2 𝑞𝑞𝑞𝑞�̇ )+�𝑞𝑞𝑞𝑞𝑁𝑁𝑁𝑁(𝑞𝑞𝑞𝑞) Pers.
�𝜏𝜏𝜏𝜏2 �=
̇ 2 2� +=𝑁𝑁𝑁𝑁(𝑞𝑞𝑞𝑞) 6.27
, Pers.
�𝜏𝜏𝜏𝜏2 �, 6.28
Pers. 6.28
𝑖𝑖𝑖𝑖 2
𝑞𝑞𝑞𝑞 ̈ 𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞3̈ 1̈ 𝑞𝑞𝑞𝑞̇13𝑞𝑞𝑞𝑞̇21 𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞̇ 3̇ 1𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞̇ 1̇ 2 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ 𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏13 𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏31
𝑞𝑞𝑞𝑞113̈ 𝑞𝑞𝑞𝑞̇1 𝑞𝑞𝑞𝑞̇2 𝑞𝑞𝑞𝑞̇113 2232 𝑞𝑞𝑞𝑞̇3132
𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑞𝑞𝑞𝑞) �𝑞𝑞𝑞𝑞 ̈ � + 𝐵𝐵𝐵𝐵(𝑞𝑞𝑞𝑞,
𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑞𝑞𝑞𝑞) �𝑞𝑞𝑞𝑞2̈ � 𝑞𝑞𝑞𝑞+̇ ) 𝐵𝐵𝐵𝐵(𝑞𝑞𝑞𝑞, � 𝑞𝑞𝑞𝑞̇12𝑞𝑞𝑞𝑞̇23𝑞𝑞𝑞𝑞�̇ )+ �𝑞𝑞𝑞𝑞𝐶𝐶𝐶𝐶(𝑞𝑞𝑞𝑞, � 𝑞𝑞𝑞𝑞
̇ 2 𝑞𝑞𝑞𝑞̇3 � 𝑞𝑞𝑞𝑞+̇ ) 𝐶𝐶𝐶𝐶(𝑞𝑞𝑞𝑞,
𝑞𝑞𝑞𝑞 ̇ ̇ )
1 2 �𝑞𝑞𝑞𝑞̇+ � 𝑞𝑞𝑞𝑞 ̇
𝑁𝑁𝑁𝑁(𝑞𝑞𝑞𝑞) � += 𝜏𝜏𝜏𝜏112 �,=Pers.
𝑁𝑁𝑁𝑁(𝑞𝑞𝑞𝑞)
� � 𝜏𝜏𝜏𝜏2 �,6.28
Pers. Pers.
6.28 6.28
12
𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑞𝑞𝑞𝑞) �𝑞𝑞𝑞𝑞2̈ �𝑀𝑀𝑀𝑀+ 𝐵𝐵𝐵𝐵(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ ) �𝑞𝑞𝑞𝑞𝑀𝑀𝑀𝑀 ̇ 𝑀𝑀𝑀𝑀
2 𝑞𝑞𝑞𝑞̇3 � +𝑀𝑀𝑀𝑀 𝐶𝐶𝐶𝐶(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ ) �𝑞𝑞𝑞𝑞̇22 2 � + 𝑁𝑁𝑁𝑁(𝑞𝑞𝑞𝑞) 2 = �𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏2 �, Pers. 6.28
𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑞𝑞𝑞𝑞) �𝑞𝑞𝑞𝑞23̈ � +11𝐵𝐵𝐵𝐵(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞3̈ 12 𝑀𝑀𝑀𝑀
𝑀𝑀𝑀𝑀𝑞𝑞𝑞𝑞11̇ ) �𝑞𝑞𝑞𝑞̇23𝑞𝑞𝑞𝑞13 12 ̇ 13 � +𝑞𝑞𝑞𝑞𝐶𝐶𝐶𝐶(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇1 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ ) �𝑞𝑞𝑞𝑞
̇ 313 ̇𝑞𝑞𝑞𝑞̇2 33 � + 𝑁𝑁𝑁𝑁(𝑞𝑞𝑞𝑞) 𝑞𝑞𝑞𝑞̇3 3 = � 𝜏𝜏𝜏𝜏3 2
3 �, Pers. 𝜏𝜏𝜏𝜏 3 6.28
𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑞𝑞𝑞𝑞) =𝑞𝑞𝑞𝑞 3̈ �𝑀𝑀𝑀𝑀 = �𝑀𝑀𝑀𝑀
𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑞𝑞𝑞𝑞)
𝑞𝑞𝑞𝑞 3̈ 21 𝑀𝑀𝑀𝑀22 21 𝑞𝑞𝑞𝑞𝑀𝑀𝑀𝑀
𝑞𝑞𝑞𝑞̇𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑞𝑞𝑞𝑞̇1 �, 𝑀𝑀𝑀𝑀 �,
̇ 33 𝑞𝑞𝑞𝑞2322 ̇1 23 𝑞𝑞𝑞𝑞̇33 3
𝑞𝑞𝑞𝑞̇3 Pers.
𝜏𝜏𝜏𝜏3 6.29
Pers. 6.29
𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑀𝑀𝑀𝑀
𝑀𝑀𝑀𝑀
𝑀𝑀𝑀𝑀 11 𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑀𝑀𝑀𝑀
𝑀𝑀𝑀𝑀 12 𝑀𝑀𝑀𝑀
𝑀𝑀𝑀𝑀 13
𝑀𝑀𝑀𝑀11
31 𝑀𝑀𝑀𝑀12
32 31 𝑀𝑀𝑀𝑀13 33 32 33
�, 𝑀𝑀𝑀𝑀23 �,
11 12 13
𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑞𝑞𝑞𝑞) =𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑞𝑞𝑞𝑞) �𝑀𝑀𝑀𝑀21 = 𝑀𝑀𝑀𝑀 �𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑀𝑀𝑀𝑀 Pers. Pers. 6.29
𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑞𝑞𝑞𝑞) = �𝑀𝑀𝑀𝑀11 𝑀𝑀𝑀𝑀 12
22 21 𝑀𝑀𝑀𝑀
𝑀𝑀𝑀𝑀 13
23 22
� , Pers. 6.29 6.29
𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑞𝑞𝑞𝑞) = �𝑀𝑀𝑀𝑀21 21
31
𝑀𝑀𝑀𝑀𝐵𝐵𝐵𝐵
𝑀𝑀𝑀𝑀 22
𝑀𝑀𝑀𝑀
22
𝑀𝑀𝑀𝑀32 31 𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑀𝑀𝑀𝑀23
23
33 32� , 𝑀𝑀𝑀𝑀 33 Pers. 6.29
𝑀𝑀𝑀𝑀31 11 𝑀𝑀𝑀𝑀𝐵𝐵𝐵𝐵 32 𝐵𝐵𝐵𝐵1211 𝑀𝑀𝑀𝑀𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 33 𝐵𝐵𝐵𝐵13
32 𝑀𝑀𝑀𝑀33
13 12
31
= �𝐵𝐵𝐵𝐵𝑞𝑞𝑞𝑞21
𝐵𝐵𝐵𝐵(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ )𝐵𝐵𝐵𝐵(𝑞𝑞𝑞𝑞, ̇ ) = �𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵2221 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵2322�, 𝐵𝐵𝐵𝐵23 �, Pers. 6.30 Pers. 6.30
𝐵𝐵𝐵𝐵 11 𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐵𝐵𝐵𝐵31
𝐵𝐵𝐵𝐵
12 11 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐵𝐵𝐵𝐵32
13 12 𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐵𝐵𝐵𝐵33
13
𝐵𝐵𝐵𝐵11 𝐵𝐵𝐵𝐵12 𝐵𝐵𝐵𝐵13
31 32 33
𝐵𝐵𝐵𝐵(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ )) 𝐵𝐵𝐵𝐵(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞11̇ ) = 𝐵𝐵𝐵𝐵�12 𝐵𝐵𝐵𝐵21 𝐵𝐵𝐵𝐵13 𝐵𝐵𝐵𝐵22 �, 𝐵𝐵𝐵𝐵23 �, Pers. Pers. 6.30
= �𝐵𝐵𝐵𝐵
𝐵𝐵𝐵𝐵(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ = �𝐶𝐶𝐶𝐶 𝐵𝐵𝐵𝐵11 21
𝐶𝐶𝐶𝐶𝐵𝐵𝐵𝐵22
𝐶𝐶𝐶𝐶 11 𝐶𝐶𝐶𝐶
23
𝐵𝐵𝐵𝐵𝐶𝐶𝐶𝐶 12� ,, 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐵𝐵𝐵𝐵13 Pers. 6.30 6.30
𝐵𝐵𝐵𝐵(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ ) = �𝐵𝐵𝐵𝐵21 𝐵𝐵𝐵𝐵 1222
𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐵𝐵𝐵𝐵
13 23
𝐵𝐵𝐵𝐵 � Pers. 6.30
�, 𝐶𝐶𝐶𝐶23 �,
21 22
3231 𝐵𝐵𝐵𝐵23 3332 33
= �𝐶𝐶𝐶𝐶
𝐶𝐶𝐶𝐶(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ )𝐶𝐶𝐶𝐶(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝐵𝐵𝐵𝐵 ̇31
𝑞𝑞𝑞𝑞21
𝐵𝐵𝐵𝐵 31) = 𝐶𝐶𝐶𝐶 �𝐵𝐵𝐵𝐵
𝐵𝐵𝐵𝐵𝐶𝐶𝐶𝐶
32
22 21 𝐶𝐶𝐶𝐶 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐶𝐶𝐶𝐶
23 33 22 Pers. 6.31 Pers. 6.31
31 32
𝐶𝐶𝐶𝐶 33
𝐶𝐶𝐶𝐶 𝐶𝐶𝐶𝐶
𝐶𝐶𝐶𝐶 11
𝐶𝐶𝐶𝐶11
31 𝐶𝐶𝐶𝐶
𝐶𝐶𝐶𝐶12𝐶𝐶𝐶𝐶
12 11
3231 𝐶𝐶𝐶𝐶3332 𝐶𝐶𝐶𝐶 𝐶𝐶𝐶𝐶
13 12 𝐶𝐶𝐶𝐶 13
33
= �𝐶𝐶𝐶𝐶𝑞𝑞𝑞𝑞21̇ ) =𝐶𝐶𝐶𝐶
𝐶𝐶𝐶𝐶(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ )) 𝐶𝐶𝐶𝐶(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝐶𝐶𝐶𝐶�12 𝐶𝐶𝐶𝐶21 𝐶𝐶𝐶𝐶13 𝐶𝐶𝐶𝐶22 �, 𝐶𝐶𝐶𝐶23 �, Pers. Pers. 6.31
𝐶𝐶𝐶𝐶(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ = �𝐶𝐶𝐶𝐶11 22 𝐶𝐶𝐶𝐶 13
23
� , 0 0 Pers. 6.31 6.31
𝐶𝐶𝐶𝐶(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ ) = �𝐶𝐶𝐶𝐶21 21
31 𝐶𝐶𝐶𝐶22 𝐶𝐶𝐶𝐶31 𝐶𝐶𝐶𝐶23
22
32 23
33 𝐶𝐶𝐶𝐶32 �, 𝐶𝐶𝐶𝐶33 Pers. 6.31
𝑵𝑵𝑵𝑵(𝒒𝒒𝒒𝒒) =𝑵𝑵𝑵𝑵(𝒒𝒒𝒒𝒒) �𝑚𝑚𝑚𝑚𝐶𝐶𝐶𝐶
2 𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎
31= �𝑚𝑚𝑚𝑚 2𝐶𝐶𝐶𝐶 + 𝑎𝑎𝑎𝑎𝐶𝐶𝐶𝐶2233
𝑐𝑐𝑐𝑐232𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅[𝑞𝑞𝑞𝑞 − 𝑞𝑞𝑞𝑞3 ])
2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅[𝑞𝑞𝑞𝑞 2− + 𝑞𝑞𝑞𝑞𝑚𝑚𝑚𝑚33])𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎 + 𝑚𝑚𝑚𝑚 + 𝑎𝑎𝑎𝑎23𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐223+)�𝑎𝑎𝑎𝑎, 3Pers.
2 𝑐𝑐𝑐𝑐32𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐23 )�,6.32
Pers. 6.32
𝐶𝐶𝐶𝐶 31 𝐶𝐶𝐶𝐶32 𝐶𝐶𝐶𝐶33
−𝑚𝑚𝑚𝑚2 𝑔𝑔𝑔𝑔𝑎𝑎𝑎𝑎−𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅(𝑞𝑞𝑞𝑞
2 2 𝑔𝑔𝑔𝑔𝑎𝑎𝑎𝑎 2 0 3 2 0
𝑐𝑐𝑐𝑐𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅(𝑞𝑞𝑞𝑞
− 𝑞𝑞𝑞𝑞 ) +− 0𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑞𝑞𝑞𝑞3 ) +
𝑔𝑔𝑔𝑔𝑎𝑎𝑎𝑎 3 23𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑐𝑐𝑐𝑐 3 𝑔𝑔𝑔𝑔𝑎𝑎𝑎𝑎3 23𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑵𝑵𝑵𝑵(𝒒𝒒𝒒𝒒) =𝑵𝑵𝑵𝑵(𝒒𝒒𝒒𝒒) �𝑚𝑚𝑚𝑚2 𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎= �2𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑐𝑐𝑐𝑐22 𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎22−
+ 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅[𝑞𝑞𝑞𝑞 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅[𝑞𝑞𝑞𝑞
03 ])2 +
𝑞𝑞𝑞𝑞 − 𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑞𝑞𝑞𝑞 ]) + 𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎
+ 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐2 + )�𝑎𝑎𝑎𝑎
, 3Pers. 𝑐𝑐𝑐𝑐23 )�,6.32
Pers. 6.32
𝑵𝑵𝑵𝑵(𝒒𝒒𝒒𝒒) = �𝑚𝑚𝑚𝑚 2 𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅[𝑞𝑞𝑞𝑞2 − 𝑞𝑞𝑞𝑞3 ]) + 𝑚𝑚𝑚𝑚333 𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎22 𝑐𝑐𝑐𝑐223 + 𝑎𝑎𝑎𝑎332 𝑐𝑐𝑐𝑐23 23 )�, Pers. 6.32
𝑵𝑵𝑵𝑵(𝒒𝒒𝒒𝒒) =
𝑀𝑀𝑀𝑀11 =𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑚𝑚𝑚𝑚 � 𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑠𝑠𝑠𝑠1 (𝑚𝑚𝑚𝑚 2 𝑐𝑐𝑐𝑐
−𝑚𝑚𝑚𝑚 + 𝑎𝑎𝑎𝑎
2𝑔𝑔𝑔𝑔𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅[𝑞𝑞𝑞𝑞
−𝑚𝑚𝑚𝑚
2 𝑔𝑔𝑔𝑔𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅(𝑞𝑞𝑞𝑞
)(𝑎𝑎𝑎𝑎 −
2 − 𝑞𝑞𝑞𝑞
2)(𝑎𝑎𝑎𝑎
])
𝑐𝑐𝑐𝑐𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅(𝑞𝑞𝑞𝑞
𝑞𝑞𝑞𝑞 )+ + 𝑚𝑚𝑚𝑚
− 𝑚𝑚𝑚𝑚 2𝑔𝑔𝑔𝑔(𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑞𝑞𝑞𝑞 )
𝑔𝑔𝑔𝑔𝑎𝑎𝑎𝑎
) 333𝑎𝑎𝑎𝑎𝑔𝑔𝑔𝑔𝑎𝑎𝑎𝑎 + 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑐𝑐𝑐𝑐
𝐼𝐼𝐼𝐼3)23 2 + 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑔𝑔𝑔𝑔𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 )�, Pers. 6.32
11 1= +−𝑚𝑚𝑚𝑚 1𝑚𝑚𝑚𝑚𝑠𝑠𝑠𝑠1222𝑔𝑔𝑔𝑔𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐+ 𝑚𝑚𝑚𝑚 22𝑐𝑐𝑐𝑐31𝑐𝑐𝑐𝑐2 −+ 𝑞𝑞𝑞𝑞333𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐)23 𝑐𝑐𝑐𝑐2+ +2 𝑐𝑐𝑐𝑐3 3 + 𝐼𝐼𝐼𝐼
2 2 2 2 2 3 3 2 2 3 23
12 2 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅(𝑞𝑞𝑞𝑞 223 22+ 𝑚𝑚𝑚𝑚 32𝑐𝑐𝑐𝑐 23 3
𝑀𝑀𝑀𝑀 =𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 ==𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑚𝑚𝑚𝑚
Komponen
12 12 21 M2(q),
−𝑚𝑚𝑚𝑚
21 1B (q,q), =− 2 𝑔𝑔𝑔𝑔𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑚𝑚𝑚𝑚2.𝑐𝑐𝑐𝑐𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅(𝑞𝑞𝑞𝑞
(𝑚𝑚𝑚𝑚
2 221 dan
− 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑠𝑠𝑠𝑠2 −
)(𝑐𝑐𝑐𝑐 )(𝑎𝑎𝑎𝑎
)(𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑞𝑞𝑞𝑞3 )𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠.+)(𝑎𝑎𝑎𝑎
1 22
𝑚𝑚𝑚𝑚
1C (q,q)+3 𝑔𝑔𝑔𝑔𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠 3𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐+
13 123adalah )(𝑎𝑎𝑎𝑎
23 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐 )(𝑎𝑎𝑎𝑎 + 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐 +) 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 )
3 23 2 2 2 23 223 3 23 2 2 2 2
𝑀𝑀𝑀𝑀 = 𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑚𝑚𝑚𝑚 = (𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠=1𝑀𝑀𝑀𝑀 +
2(𝑚𝑚𝑚𝑚 1𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑠𝑠𝑠𝑠−12(𝑚𝑚𝑚𝑚 1+
𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑚𝑚𝑚𝑚 221)(𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑚𝑚𝑚𝑚
)(𝑐𝑐𝑐𝑐 3𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐12123)𝑎𝑎𝑎𝑎)(𝑎𝑎𝑎𝑎
+
)(𝑐𝑐𝑐𝑐 3𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐223 2+
𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐(𝑎𝑎𝑎𝑎 ))322𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐23 𝑎𝑎𝑎𝑎+2(𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐𝐼𝐼𝐼𝐼+ 33)𝑎𝑎𝑎𝑎 + 𝐼𝐼𝐼𝐼)3 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 )
𝑀𝑀𝑀𝑀11
𝑀𝑀𝑀𝑀 13 =
11 =𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀1311
(𝑚𝑚𝑚𝑚
311 1
= 1 2 +
31 1 =
𝑚𝑚𝑚𝑚 2 1 2 )(𝑎𝑎𝑎𝑎−21𝑚𝑚𝑚𝑚 3 23 + 31𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑎𝑎𝑎𝑎 12)𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑠𝑠𝑠𝑠23 2 3 2 +
23 𝐼𝐼𝐼𝐼 2
3
𝑐𝑐𝑐𝑐23 2 𝑐𝑐𝑐𝑐2+ 2 2
𝑀𝑀𝑀𝑀 = (𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑀𝑀𝑀𝑀
𝑀𝑀𝑀𝑀 = 𝑠𝑠𝑠𝑠=12(𝑚𝑚𝑚𝑚 +
𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑐𝑐𝑐𝑐11𝑚𝑚𝑚𝑚
=− 22 𝑐𝑐𝑐𝑐(𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑚𝑚𝑚𝑚 )(𝑎𝑎𝑎𝑎
21)(𝑐𝑐𝑐𝑐 −3𝑠𝑠𝑠𝑠𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑐𝑐𝑐𝑐2𝑠𝑠𝑠𝑠23 12)(𝑎𝑎𝑎𝑎
+𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠31𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠223
)(𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠1𝑐𝑐𝑐𝑐2)(𝑎𝑎𝑎𝑎
2)+ )2 𝑎𝑎𝑎𝑎+ 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝐼𝐼𝐼𝐼3)23+2)(𝑎𝑎𝑎𝑎
+𝑎𝑎𝑎𝑎3332𝑚𝑚𝑚𝑚 23)(𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠23 + 𝑐𝑐𝑐𝑐223 𝑐𝑐𝑐𝑐+)+ )2𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎+ 𝑐𝑐𝑐𝑐 )2 2 𝐼𝐼𝐼𝐼 𝐼𝐼𝐼𝐼𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐2 +
12 )(𝑎𝑎𝑎𝑎
+33𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐𝑎𝑎𝑎𝑎
(𝑚𝑚𝑚𝑚 )(𝑎𝑎𝑎𝑎 (𝑎𝑎𝑎𝑎 (𝑎𝑎𝑎𝑎 2
𝑀𝑀𝑀𝑀11 =𝑀𝑀𝑀𝑀 1= 22𝑐𝑐𝑐𝑐𝐼𝐼𝐼𝐼212)𝑠𝑠𝑠𝑠1++
1𝑐𝑐𝑐𝑐 +
𝑀𝑀𝑀𝑀 22 =
12
12 𝑀𝑀𝑀𝑀 12
2221
21 = 1 (𝑚𝑚𝑚𝑚 21 1𝑚𝑚𝑚𝑚 12 − 𝑠𝑠𝑠𝑠+1𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 2 2 𝑠𝑠𝑠𝑠311
)(𝑐𝑐𝑐𝑐 1 𝑠𝑠𝑠𝑠23 1
+
)(𝑎𝑎𝑎𝑎 3 323 𝑠𝑠𝑠𝑠23
2 + +𝑎𝑎𝑎𝑎3+ 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠2223 2 2 )(𝑎𝑎𝑎𝑎
23
23
+ 𝑎𝑎𝑎𝑎2322𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐222) 1 21 1 𝐼𝐼𝐼𝐼
𝑀𝑀𝑀𝑀 = 𝑀𝑀𝑀𝑀
𝑀𝑀𝑀𝑀 = = (𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑀𝑀𝑀𝑀
(𝑚𝑚𝑚𝑚 =− − 2 (𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑚𝑚𝑚𝑚 )(𝑐𝑐𝑐𝑐
)(𝑐𝑐𝑐𝑐− 2 𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑠𝑠𝑠𝑠 2 )(𝑎𝑎𝑎𝑎
)(𝑐𝑐𝑐𝑐
)𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑠𝑠𝑠𝑠2 )𝑎𝑎𝑎𝑎
(𝑎𝑎𝑎𝑎 + 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠
(𝑎𝑎𝑎𝑎
+ )(𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐
+
) 𝑎𝑎𝑎𝑎+ 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑎𝑎𝑎𝑎 ) 𝑐𝑐𝑐𝑐 ) 2
𝑀𝑀𝑀𝑀1312
23 =𝑀𝑀𝑀𝑀
21
32=
13
𝑀𝑀𝑀𝑀2331 =2𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑚𝑚𝑚𝑚 31
321 1=
1 𝑐𝑐𝑐𝑐−12(𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚+ 2
21)(𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑐𝑐𝑐𝑐1211𝑠𝑠𝑠𝑠+ 1 1
2
𝑠𝑠𝑠𝑠1211 )𝑎𝑎𝑎𝑎 )𝑎𝑎𝑎𝑎2333𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠123
𝑚𝑚𝑚𝑚 13
23)𝑎𝑎𝑎𝑎
1 23 (𝑎𝑎𝑎𝑎333𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠23
(𝑎𝑎𝑎𝑎 3
23(𝑎𝑎𝑎𝑎
23 2
+ 2
+32𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠2223
3
2𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠2
23 3
22)
+) + 23 𝑎𝑎𝑎𝑎2𝑚𝑚𝑚𝑚
2 𝑠𝑠𝑠𝑠23)(𝑎𝑎𝑎𝑎
2 2 2
+3𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑐𝑐𝑐𝑐 3 (𝑎𝑎𝑎𝑎 +3𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐223 22𝑐𝑐𝑐𝑐2+ ) 𝑎𝑎𝑎𝑎+ 𝑐𝑐𝑐𝑐𝐼𝐼𝐼𝐼21)𝑠𝑠𝑠𝑠2
𝑀𝑀𝑀𝑀 13 = 𝑀𝑀𝑀𝑀
𝑀𝑀𝑀𝑀 31
= = (𝑚𝑚𝑚𝑚
(𝑚𝑚𝑚𝑚 1
𝑐𝑐𝑐𝑐 − 𝑚𝑚𝑚𝑚 + 2 2 )(𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠 )𝑎𝑎𝑎𝑎
)(𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 23
𝑠𝑠𝑠𝑠 (𝑎𝑎𝑎𝑎 + 2𝑐𝑐𝑐𝑐𝑎𝑎𝑎𝑎23 𝑠𝑠𝑠𝑠 + ) 𝑎𝑎𝑎𝑎 + 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑚𝑚𝑚𝑚 ) (𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 + 2 23 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 )
22 2
𝑀𝑀𝑀𝑀
𝑀𝑀𝑀𝑀22
𝑀𝑀𝑀𝑀 13
33 =
= (𝑚𝑚𝑚𝑚
=𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑚𝑚𝑚𝑚
(𝑚𝑚𝑚𝑚 31
221
33 1=
𝑐𝑐𝑐𝑐 2
𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐111 22(𝑚𝑚𝑚𝑚 +
+
+ 11𝑚𝑚𝑚𝑚
1𝑚𝑚𝑚𝑚 2 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑐𝑐𝑐𝑐11222 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠+
𝑚𝑚𝑚𝑚 1
1
2 2 )(𝑎𝑎𝑎𝑎
)𝑎𝑎𝑎𝑎
2𝑚𝑚𝑚𝑚
)(𝑎𝑎𝑎𝑎 2
1
2𝑠𝑠𝑠𝑠3
3
𝑠𝑠𝑠𝑠 2
𝑠𝑠𝑠𝑠21𝑠𝑠𝑠𝑠23
123 1 2
)𝑎𝑎𝑎𝑎+ +
+3
3 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑠𝑠𝑠𝑠3𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑚𝑚𝑚𝑚
23
23223 3
2𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑎𝑎𝑎𝑎22+ )
)
3
3
𝑐𝑐𝑐𝑐𝑚𝑚𝑚𝑚
2
23
+
+23 2
23 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑚𝑚𝑚𝑚 2+ 3
(𝑎𝑎𝑎𝑎
3𝑐𝑐𝑐𝑐(𝑎𝑎𝑎𝑎
𝐼𝐼𝐼𝐼23 1
2 2
𝑠𝑠𝑠𝑠331𝑐𝑐𝑐𝑐+ 2𝑐𝑐𝑐𝑐 2 23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎
2
+𝐼𝐼𝐼𝐼1+𝐼𝐼𝐼𝐼𝑠𝑠𝑠𝑠231𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐22123
3 𝑐𝑐𝑐𝑐
+2
𝑐𝑐𝑐𝑐 2 )
; )𝐼𝐼𝐼𝐼22𝑐𝑐𝑐𝑐+ + 1
2 𝐼𝐼𝐼𝐼
2 𝐼𝐼𝐼𝐼;2 1 𝑠𝑠𝑠𝑠1 2 + 1𝐼𝐼𝐼𝐼21𝑐𝑐𝑐𝑐1 2+
𝑠𝑠𝑠𝑠 + + 𝐼𝐼𝐼𝐼 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝐼𝐼𝐼𝐼 𝑐𝑐𝑐𝑐
2 2 2
𝑀𝑀𝑀𝑀
22
𝑀𝑀𝑀𝑀23 = = (𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑀𝑀𝑀𝑀
𝑀𝑀𝑀𝑀
1
1 𝑐𝑐𝑐𝑐 = = 1 𝑀𝑀𝑀𝑀 +321𝑚𝑚𝑚𝑚𝑐𝑐𝑐𝑐=21𝑠𝑠𝑠𝑠22(𝑚𝑚𝑚𝑚
(𝑚𝑚𝑚𝑚 1
1+)(𝑎𝑎𝑎𝑎 1𝑚𝑚𝑚𝑚
3
𝑐𝑐𝑐𝑐123𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠1+ 23 2 )𝑎𝑎𝑎𝑎 +32𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠23
𝑚𝑚𝑚𝑚 2
2 𝑠𝑠𝑠𝑠(𝑎𝑎𝑎𝑎
2
2 )3 𝑠𝑠𝑠𝑠+
)𝑎𝑎𝑎𝑎 23 (𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑚𝑚𝑚𝑚+33(𝑎𝑎𝑎𝑎 3
𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠223 3𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐 2+
23
)) + 𝑎𝑎𝑎𝑎+2𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑎𝑎𝑎𝑎232)(𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐+ 2 )𝑐𝑐𝑐𝑐𝑚𝑚𝑚𝑚23 + 3 (𝑎𝑎𝑎𝑎
+
1 1
𝐼𝐼𝐼𝐼13𝑠𝑠𝑠𝑠𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐1223
𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐+
2+
2
))22𝐼𝐼𝐼𝐼2𝑎𝑎𝑎𝑎+𝑐𝑐𝑐𝑐21𝑐𝑐𝑐𝑐𝐼𝐼𝐼𝐼221)𝑠𝑠𝑠𝑠
1
𝑀𝑀𝑀𝑀22 = 𝑀𝑀𝑀𝑀 23
32
23 = 𝑀𝑀𝑀𝑀32 =2(𝑚𝑚𝑚𝑚1 𝑐𝑐𝑐𝑐12 + = (𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑐𝑐𝑐𝑐 2 + 𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑠𝑠𝑠𝑠 23 2 )𝑎𝑎𝑎𝑎
2 𝑠𝑠𝑠𝑠 1 (𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 + 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 23
+ 𝑚𝑚𝑚𝑚 (𝑎𝑎𝑎𝑎 23
𝑐𝑐𝑐𝑐 + 𝑎𝑎𝑎𝑎 2 + 𝐼𝐼𝐼𝐼 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑀𝑀𝑀𝑀
𝐵𝐵𝐵𝐵1133 =
23 𝑀𝑀𝑀𝑀
(𝑚𝑚𝑚𝑚
(𝑚𝑚𝑚𝑚
𝐵𝐵𝐵𝐵 32
33 1= 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐=
𝑠𝑠𝑠𝑠 12 2(𝑚𝑚𝑚𝑚
(𝑚𝑚𝑚𝑚
+ + 𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑠𝑠𝑠𝑠
1 1 𝑐𝑐𝑐𝑐1221𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠+1+
𝑚𝑚𝑚𝑚 22 )𝑎𝑎𝑎𝑎
)(𝑎𝑎𝑎𝑎
2𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑚𝑚𝑚𝑚32𝑐𝑐𝑐𝑐22𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠23
𝑚𝑚𝑚𝑚 212
1
1 2)𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠232(𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23
)(𝑎𝑎𝑎𝑎 2)𝑎𝑎𝑎𝑎
+ + 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑚𝑚𝑚𝑚
33𝑎𝑎𝑎𝑎 2323 32𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑠𝑠𝑠𝑠 + +
)(𝑎𝑎𝑎𝑎
33 𝑚𝑚𝑚𝑚23
𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑎𝑎𝑎𝑎23 𝑠𝑠𝑠𝑠
2 𝑎𝑎𝑎𝑎
2 )(𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐
3 +3+ 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑎𝑎𝑎𝑎
𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼23 2 𝑠𝑠𝑠𝑠222) + 𝑚𝑚𝑚𝑚32(𝑎𝑎𝑎𝑎
132𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐12322𝑐𝑐𝑐𝑐 ++ + )𝐼𝐼𝐼𝐼1𝐼𝐼𝐼𝐼𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠21𝑐𝑐𝑐𝑐3𝑐𝑐𝑐𝑐1 22+ );; 33𝐼𝐼𝐼𝐼𝑐𝑐𝑐𝑐223 23𝑐𝑐𝑐𝑐1 2+; 𝑎𝑎𝑎𝑎22 𝑐𝑐𝑐𝑐22 ) + 𝐼𝐼𝐼𝐼11 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑀𝑀𝑀𝑀 = (𝑚𝑚𝑚𝑚
11 1 1 2 + 1 𝑚𝑚𝑚𝑚
1 2 𝑠𝑠𝑠𝑠
1 )𝑎𝑎𝑎𝑎 2 3 𝑠𝑠𝑠𝑠
1 23 +
2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 2 )𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 2 + 𝑚𝑚𝑚𝑚3 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 2 + 𝐼𝐼𝐼𝐼1 𝑠𝑠𝑠𝑠1 2 + 𝐼𝐼𝐼𝐼2 𝑐𝑐𝑐𝑐1 2 ; 3 𝑚𝑚𝑚𝑚 23
2 𝑎𝑎𝑎𝑎 2 3 2 23 + 2 2+ 𝐼𝐼𝐼𝐼 2 𝑐𝑐𝑐𝑐 2
𝑀𝑀𝑀𝑀3333 = 2(𝑚𝑚𝑚𝑚 (𝑚𝑚𝑚𝑚11=𝑐𝑐𝑐𝑐11− +
𝑚𝑚𝑚𝑚12𝑚𝑚𝑚𝑚 )𝑎𝑎𝑎𝑎
𝐵𝐵𝐵𝐵 12 = 𝐵𝐵𝐵𝐵 2(𝑚𝑚𝑚𝑚 − 1 )𝑎𝑎𝑎𝑎 (𝑎𝑎𝑎𝑎333𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23 (𝑎𝑎𝑎𝑎 )(𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑎𝑎𝑎𝑎2321 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠12))(𝑐𝑐𝑐𝑐11 𝑠𝑠𝑠𝑠11 ) 2 1
2 𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑐𝑐𝑐𝑐23 +3𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐23 2 𝑐𝑐𝑐𝑐2+
1 3 3
12 2 2 23 2 23
223
𝐵𝐵𝐵𝐵 = 𝐵𝐵𝐵𝐵
(𝑚𝑚𝑚𝑚 =
𝑠𝑠𝑠𝑠 2(𝑚𝑚𝑚𝑚
+ 𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑠𝑠𝑠𝑠 2 𝑐𝑐𝑐𝑐 + 2 𝑚𝑚𝑚𝑚
)(𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠 2 )(𝑎𝑎𝑎𝑎 + 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠 +
)(𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠23
𝑎𝑎𝑎𝑎3233𝑠𝑠𝑠𝑠2𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23 )(𝑎𝑎𝑎𝑎
+ 𝑎𝑎𝑎𝑎23 𝑐𝑐𝑐𝑐223 𝑐𝑐𝑐𝑐2+ ) 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 )
𝐵𝐵𝐵𝐵 13 =
𝐵𝐵𝐵𝐵11
11 = 𝐵𝐵𝐵𝐵(𝑚𝑚𝑚𝑚
(𝑚𝑚𝑚𝑚
13
(𝑚𝑚𝑚𝑚
111 1=
1
𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠111 22(𝑚𝑚𝑚𝑚 +
+11𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑠𝑠𝑠𝑠11222 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐+
𝑚𝑚𝑚𝑚 1 2𝑚𝑚𝑚𝑚
1
1
2 )(𝑎𝑎𝑎𝑎
)(𝑎𝑎𝑎𝑎
)(𝑎𝑎𝑎𝑎 22𝑐𝑐𝑐𝑐3 31𝑐𝑐𝑐𝑐
3 𝑠𝑠𝑠𝑠123 23
23
)(𝑎𝑎𝑎𝑎 +
+33𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐23 223
2
2
𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠222+)𝑎𝑎𝑎𝑎)(𝑎𝑎𝑎𝑎
)(𝑎𝑎𝑎𝑎 223 2)𝑎𝑎𝑎𝑎 + 3 𝑠𝑠𝑠𝑠3𝑎𝑎𝑎𝑎 2 𝑐𝑐𝑐𝑐 2)
𝐵𝐵𝐵𝐵 = 𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑠𝑠𝑠𝑠
= +
2(𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑚𝑚𝑚𝑚 −𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑚𝑚𝑚𝑚 )𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐 +
(𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠 + 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑐𝑐𝑐𝑐 +
)(𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐 )2 )− 𝐼𝐼𝐼𝐼𝑠𝑠𝑠𝑠 )))(𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠 ))
𝐵𝐵𝐵𝐵11
𝐵𝐵𝐵𝐵 21 =
12
12
= 𝐵𝐵𝐵𝐵2(𝑚𝑚𝑚𝑚
2((𝑚𝑚𝑚𝑚
2(𝑚𝑚𝑚𝑚
21121= 212−
2− 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚1121)𝑎𝑎𝑎𝑎
−𝑚𝑚𝑚𝑚
2((𝑚𝑚𝑚𝑚 )𝑎𝑎𝑎𝑎
)𝑎𝑎𝑎𝑎
2)(𝑐𝑐𝑐𝑐
2− 31𝑐𝑐𝑐𝑐
3 𝑐𝑐𝑐𝑐 1𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑠𝑠𝑠𝑠1(𝑎𝑎𝑎𝑎
231(𝑎𝑎𝑎𝑎
23 )(𝑎𝑎𝑎𝑎
)(𝑐𝑐𝑐𝑐
(𝑎𝑎𝑎𝑎
33 23
3 𝑐𝑐𝑐𝑐 1322323123
+
𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 )(𝑎𝑎𝑎𝑎
++ 3𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎3222𝑎𝑎𝑎𝑎23 22
2 𝑠𝑠𝑠𝑠)(𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23
2 )(𝑐𝑐𝑐𝑐
)(𝑐𝑐𝑐𝑐
2+ ) 311+ 𝑎𝑎𝑎𝑎2𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠223
1(𝐼𝐼𝐼𝐼
1)
𝑠𝑠𝑠𝑠)21)−
2
)
+ 1 𝐼𝐼𝐼𝐼2(𝐼𝐼𝐼𝐼 2 )1(𝑐𝑐𝑐𝑐
1 1 21 1 1
𝐵𝐵𝐵𝐵
𝐵𝐵𝐵𝐵 =
= 2(𝑚𝑚𝑚𝑚
𝐵𝐵𝐵𝐵131=
(𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠=
2(𝑎𝑎𝑎𝑎 −
2(𝑚𝑚𝑚𝑚
+ 𝑚𝑚𝑚𝑚 1𝑚𝑚𝑚𝑚
1(𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠+ 2
123𝑐𝑐𝑐𝑐 1+
𝑐𝑐𝑐𝑐 2 𝑚𝑚𝑚𝑚+)(𝑎𝑎𝑎𝑎
)(𝑎𝑎𝑎𝑎 23𝑐𝑐𝑐𝑐 3𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐 )(𝑎𝑎𝑎𝑎 + +
)(𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐223 𝑐𝑐𝑐𝑐 22+
𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐23 )𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑎𝑎𝑎𝑎
) 3 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑐𝑐𝑐𝑐122𝑚𝑚𝑚𝑚 )𝑎𝑎𝑎𝑎)3− 𝑠𝑠𝑠𝑠(𝑎𝑎𝑎𝑎 (𝑎𝑎𝑎𝑎 )𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎32𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐23 2
𝐵𝐵𝐵𝐵12 2 )𝑎𝑎𝑎𝑎
𝐵𝐵𝐵𝐵 = 4𝑚𝑚𝑚𝑚
𝐵𝐵𝐵𝐵 4𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑠𝑠𝑠𝑠 3𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑠𝑠𝑠𝑠 223 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑎𝑎𝑎𝑎 23 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑐𝑐𝑐𝑐 3+ 2𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐 + 1𝑎𝑎𝑎𝑎
− 𝑐𝑐𝑐𝑐 2𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑐𝑐𝑐𝑐 + 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐
13
22 = (𝑚𝑚𝑚𝑚
22 3 12
13 = (𝑚𝑚𝑚𝑚1 𝑠𝑠𝑠𝑠1 2 + 𝑚𝑚𝑚𝑚2 𝑐𝑐𝑐𝑐1 )(𝑎𝑎𝑎𝑎)(𝑐𝑐𝑐𝑐 3 + 23 3 𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑐𝑐𝑐𝑐 23
2 )(𝑎𝑎𝑎𝑎 2 123
𝑐𝑐𝑐𝑐
3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 +
23 223+ 𝑎𝑎𝑎𝑎 3 2
2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 )𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 ))𝑎𝑎𝑎𝑎 2 2
𝑠𝑠𝑠𝑠 23 2 2 3 23 3 23 3 3 23
2 2+ +32(𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑠𝑠𝑠𝑠23 + 1 𝑐𝑐𝑐𝑐2( 1
𝐵𝐵𝐵𝐵 13
𝑚𝑚𝑚𝑚21 2 𝐵𝐵𝐵𝐵
2((𝑚𝑚𝑚𝑚
)𝑎𝑎𝑎𝑎 1 = 2 1 2((𝑚𝑚𝑚𝑚

)𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑚𝑚𝑚𝑚
(𝑎𝑎𝑎𝑎33𝑐𝑐𝑐𝑐𝑚𝑚𝑚𝑚 −
)(𝑐𝑐𝑐𝑐
(𝑎𝑎𝑎𝑎1 𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑠𝑠𝑠𝑠 )(𝑎𝑎𝑎𝑎 3 ) 𝑎𝑎𝑎𝑎 23 𝑠𝑠𝑠𝑠 )(𝑎𝑎𝑎𝑎
+𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑠𝑠𝑠𝑠 ) 𝑎𝑎𝑎𝑎22 𝑠𝑠𝑠𝑠22 ) + (𝐼𝐼𝐼𝐼11 − 𝐼𝐼𝐼𝐼22 ) (𝑐𝑐𝑐𝑐11 𝑠𝑠𝑠𝑠11 ))
2 2 + ) 3 + 𝑎𝑎𝑎𝑎
23 (𝐼𝐼𝐼𝐼 𝑠𝑠𝑠𝑠 − + 𝐼𝐼𝐼𝐼 (𝐼𝐼𝐼𝐼 ) (𝑐𝑐𝑐𝑐− 𝐼𝐼𝐼𝐼
𝑠𝑠𝑠𝑠 )
)) (𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠 ))
2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 = 𝑚𝑚𝑚𝑚 23𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐1232 𝑠𝑠𝑠𝑠23 + 1𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠23 1𝑠𝑠𝑠𝑠)(𝑎𝑎𝑎𝑎 2+
𝐵𝐵𝐵𝐵 21
2((𝑚𝑚𝑚𝑚 2
1 )(𝑐𝑐𝑐𝑐 1 1 1 3 23 2 2 1 2 1 1
2− 1 )(𝑐𝑐𝑐𝑐31 𝑠𝑠𝑠𝑠
3 𝑠𝑠𝑠𝑠
21 23
𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠2211+ 223 232 + )𝑐𝑐𝑐𝑐)(𝑐𝑐𝑐𝑐
𝐵𝐵𝐵𝐵
𝐵𝐵𝐵𝐵 =
= 2((𝑚𝑚𝑚𝑚
𝐵𝐵𝐵𝐵223=
4𝑚𝑚𝑚𝑚 =(𝑎𝑎𝑎𝑎 −
4𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑚𝑚𝑚𝑚 (𝑎𝑎𝑎𝑎
1+ 𝑠𝑠𝑠𝑠21𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑎𝑎𝑎𝑎
)(𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠 )(𝑎𝑎𝑎𝑎
)(𝑎𝑎𝑎𝑎
)𝑎𝑎𝑎𝑎
)(𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑎𝑎𝑎𝑎3332𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠23 )𝑎𝑎𝑎𝑎
(𝑎𝑎𝑎𝑎 +𝑠𝑠𝑠𝑠3𝑠𝑠𝑠𝑠𝑎𝑎𝑎𝑎
)(𝑎𝑎𝑎𝑎
+ 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐2223 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠+
(𝑎𝑎𝑎𝑎 2+ )))3𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠−+ (𝐼𝐼𝐼𝐼
𝑎𝑎𝑎𝑎2𝑠𝑠𝑠𝑠2𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑐𝑐𝑐𝑐12) )+ −𝑎𝑎𝑎𝑎− (𝑎𝑎𝑎𝑎 𝐼𝐼𝐼𝐼𝑠𝑠𝑠𝑠22𝑚𝑚𝑚𝑚 31(𝑎𝑎𝑎𝑎 𝐼𝐼𝐼𝐼+ 𝑎𝑎𝑎𝑎))
𝑠𝑠𝑠𝑠1)(𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑐𝑐𝑐𝑐223 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠2𝐼𝐼𝐼𝐼1+)𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠2 )𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎3 2𝑠𝑠𝑠𝑠23 + 𝑠𝑠𝑠𝑠23 1+𝑐𝑐𝑐𝑐1222
32(𝑚𝑚𝑚𝑚
2(𝐼𝐼𝐼𝐼 (𝐼𝐼𝐼𝐼 ))
)(𝑐𝑐𝑐𝑐 1 ))
𝐵𝐵𝐵𝐵 21 = 2((𝑚𝑚𝑚𝑚
𝐵𝐵𝐵𝐵 22((𝑚𝑚𝑚𝑚 − 𝑚𝑚𝑚𝑚 − 23
23 = 4𝑚𝑚𝑚𝑚
𝐵𝐵𝐵𝐵22
22 23 3 (𝑎𝑎𝑎𝑎 2 3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 12
3 23 3 + 3 𝑎𝑎𝑎𝑎 23
1𝑠𝑠𝑠𝑠2 1 )(𝑎𝑎𝑎𝑎 313 𝑐𝑐𝑐𝑐 23 2
123 + 33 𝑎𝑎𝑎𝑎 2323 2 − 2 2𝑚𝑚𝑚𝑚
23 2+ 3 (𝑎𝑎𝑎𝑎 21𝑐𝑐𝑐𝑐
3 −
23+ + 23 1𝑎𝑎𝑎𝑎− 1 2)𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠
123 + 2(𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝐵𝐵𝐵𝐵
𝑚𝑚𝑚𝑚
𝐵𝐵𝐵𝐵222 𝑠𝑠𝑠𝑠
=
= 4𝑚𝑚𝑚𝑚
2 )𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑚𝑚𝑚𝑚32𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠3=
2((𝑚𝑚𝑚𝑚
2𝐵𝐵𝐵𝐵 (𝑎𝑎𝑎𝑎(𝑎𝑎𝑎𝑎
2
1 22((𝑚𝑚𝑚𝑚 3−𝑠𝑠𝑠𝑠323
)𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐23
𝑚𝑚𝑚𝑚 +)(𝑐𝑐𝑐𝑐
−+ 𝑎𝑎𝑎𝑎23𝑚𝑚𝑚𝑚
(𝑎𝑎𝑎𝑎 2
𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠2223 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠)(𝑎𝑎𝑎𝑎
)𝑎𝑎𝑎𝑎
)(𝑐𝑐𝑐𝑐 2+ ))313𝑠𝑠𝑠𝑠𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐23 223 2+
𝑠𝑠𝑠𝑠(𝑎𝑎𝑎𝑎
)𝑎𝑎𝑎𝑎 ) 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑎𝑎𝑎𝑎2 (𝑎𝑎𝑎𝑎 2 𝑐𝑐𝑐𝑐+ 2
2 )𝑎𝑎𝑎𝑎 − 𝑠𝑠𝑠𝑠2𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑠𝑠𝑠𝑠 + )
3
+
3𝑎𝑎𝑎𝑎 (𝑎𝑎𝑎𝑎(𝐼𝐼𝐼𝐼 𝑠𝑠𝑠𝑠
3
3 𝑐𝑐𝑐𝑐 )
23

23+ +
𝐼𝐼𝐼𝐼(𝐼𝐼𝐼𝐼 𝑎𝑎𝑎𝑎−
)(𝑐𝑐𝑐𝑐
2
2 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠
2
2𝐼𝐼𝐼𝐼 )𝑎𝑎𝑎𝑎 ))
3
3 𝑠𝑠𝑠𝑠23
)(𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠 + 2(𝑚𝑚𝑚𝑚11 𝑐𝑐𝑐𝑐11 2
))
𝑚𝑚𝑚𝑚 31 𝑠𝑠𝑠𝑠 1
2 )𝑎𝑎𝑎𝑎
31 𝑐𝑐𝑐𝑐 23 (𝑎𝑎𝑎𝑎
2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 )𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 (𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠)(𝑐𝑐𝑐𝑐 1 2 + 1𝑎𝑎𝑎𝑎 1 2) 1 3 3 2323 3 23
2 2 2 2 1 2 1 1 12 1 1
𝑚𝑚𝑚𝑚 𝐵𝐵𝐵𝐵23 =2 2((𝑚𝑚𝑚𝑚 2)(𝑐𝑐𝑐𝑐−= 𝑚𝑚𝑚𝑚 )𝑎𝑎𝑎𝑎 )𝑎𝑎𝑎𝑎 23(𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑠𝑠𝑠𝑠12(2𝑚𝑚𝑚𝑚
(𝑎𝑎𝑎𝑎 (𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠223 + ) 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠12)𝑎𝑎𝑎𝑎 )−+(𝑚𝑚𝑚𝑚 (𝐼𝐼𝐼𝐼1+ − 𝑠𝑠𝑠𝑠𝐼𝐼𝐼𝐼1+ )(𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑐𝑐𝑐𝑐1122𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠1+ ))
𝐵𝐵𝐵𝐵 = 2((𝑚𝑚𝑚𝑚 −
−3𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠21𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑠𝑠𝑠𝑠123 (𝑎𝑎𝑎𝑎333𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠23 +
+33𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 +)𝑎𝑎𝑎𝑎 +32𝑠𝑠𝑠𝑠2𝑐𝑐𝑐𝑐(𝐼𝐼𝐼𝐼
+ −3 𝑠𝑠𝑠𝑠𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼2223)(𝑐𝑐𝑐𝑐 12 2)) 2 )(𝑎𝑎𝑎𝑎 2 )(𝑎𝑎𝑎𝑎
1𝐵𝐵𝐵𝐵 12(2𝑚𝑚𝑚𝑚 3 (𝑎𝑎𝑎𝑎 (𝑚𝑚𝑚𝑚 2 𝑠𝑠𝑠𝑠31𝑐𝑐𝑐𝑐23 )
2 =
3 + 22𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠22 21 + 1 𝑐𝑐𝑐𝑐1 1𝑚𝑚𝑚𝑚 1 𝑚𝑚𝑚𝑚
2 1 3 23
23 =
𝐵𝐵𝐵𝐵23 2((𝑚𝑚𝑚𝑚 2 𝑚𝑚𝑚𝑚23 1 )(𝑐𝑐𝑐𝑐
32 1
)(𝑐𝑐𝑐𝑐 1 1 )𝑎𝑎𝑎𝑎
)𝑎𝑎𝑎𝑎 323 3 𝑠𝑠𝑠𝑠 23 (𝑎𝑎𝑎𝑎 23 𝑎𝑎𝑎𝑎23 2) )
(𝐼𝐼𝐼𝐼
23
(𝐼𝐼𝐼𝐼
)(𝑐𝑐𝑐𝑐
)(𝑐𝑐𝑐𝑐 1 𝑠𝑠𝑠𝑠 1 )) ))
𝐵𝐵𝐵𝐵
𝑎𝑎𝑎𝑎 23𝑠𝑠𝑠𝑠 = +2((𝑚𝑚𝑚𝑚
𝐵𝐵𝐵𝐵
𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑠𝑠𝑠𝑠
31 = (𝑎𝑎𝑎𝑎
2+−
2 −
2((𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑠𝑠𝑠𝑠 (𝑎𝑎𝑎𝑎
1+
1 2 − 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑠𝑠𝑠𝑠 1 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑠𝑠𝑠𝑠 12+
1 1 )(𝑐𝑐𝑐𝑐
)(𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
3 𝑠𝑠𝑠𝑠
1 𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑠𝑠𝑠𝑠
23 𝑐𝑐𝑐𝑐1 )𝑎𝑎𝑎𝑎
)(𝑎𝑎𝑎𝑎 + 3 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐
23 (𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐 + + ) 3𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑎𝑎𝑎𝑎
2 23 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐
2 + ) + 𝑎𝑎𝑎𝑎 2 𝑠𝑠𝑠𝑠 1
2 ) − + 𝐼𝐼𝐼𝐼 2(𝐼𝐼𝐼𝐼 1 −1 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝐼𝐼𝐼𝐼
1 2 )(𝑐𝑐𝑐𝑐 1 𝑠𝑠𝑠𝑠 1 ))
𝐵𝐵𝐵𝐵331 =
23 2((𝑚𝑚𝑚𝑚
3 23 3 3 𝑚𝑚𝑚𝑚
233 )(𝑐𝑐𝑐𝑐
3 123
2 𝑠𝑠𝑠𝑠 )𝑎𝑎𝑎𝑎 32 𝑠𝑠𝑠𝑠
3 23 223 (𝑎𝑎𝑎𝑎 33 𝑠𝑠𝑠𝑠 23 23
2 + 2 𝑎𝑎𝑎𝑎 22 𝑠𝑠𝑠𝑠 22 ) + (𝐼𝐼𝐼𝐼 1 − 𝐼𝐼𝐼𝐼2 )(𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠1 ))
𝐵𝐵𝐵𝐵31
31 = 2((𝑚𝑚𝑚𝑚 2 − 𝑚𝑚𝑚𝑚1 )(𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠1 )𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 (𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠2 ) + (𝐼𝐼𝐼𝐼1 − 𝐼𝐼𝐼𝐼2 )(𝑐𝑐𝑐𝑐12
2 − 𝑚𝑚𝑚𝑚1𝐵𝐵𝐵𝐵)(𝑐𝑐𝑐𝑐 = 𝐵𝐵𝐵𝐵)𝑎𝑎𝑎𝑎 =23 2(2𝑚𝑚𝑚𝑚
(𝑎𝑎𝑎𝑎 312(𝑎𝑎𝑎𝑎 𝐼𝐼𝐼𝐼𝑐𝑐𝑐𝑐(𝐼𝐼𝐼𝐼 +)𝑎𝑎𝑎𝑎 𝐼𝐼𝐼𝐼𝑎𝑎𝑎𝑎33122𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠)); 𝑐𝑐𝑐𝑐21)𝑎𝑎𝑎𝑎 +𝑠𝑠𝑠𝑠13(𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑠𝑠𝑠𝑠2231 𝑐𝑐𝑐𝑐+112𝑠𝑠𝑠𝑠(𝑚𝑚𝑚𝑚 1 )) 2 2
𝑐𝑐𝑐𝑐12 𝑠𝑠𝑠𝑠1+2 )(𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑠𝑠𝑠𝑠 2 )()
=𝑠𝑠𝑠𝑠112(2𝑚𝑚𝑚𝑚
2 33𝑐𝑐𝑐𝑐(𝐼𝐼𝐼𝐼 +
𝐵𝐵𝐵𝐵 33 = 𝐵𝐵𝐵𝐵 2((𝑚𝑚𝑚𝑚
33 =22((𝑚𝑚𝑚𝑚 1𝐵𝐵𝐵𝐵2 32 − 11𝑚𝑚𝑚𝑚
32
)(𝑐𝑐𝑐𝑐
2(2𝑚𝑚𝑚𝑚 323 31𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠23 13
3
)𝑎𝑎𝑎𝑎
(𝑎𝑎𝑎𝑎+ 33𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑐𝑐𝑐𝑐 23
23
23
23 + −+3𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑎𝑎𝑎𝑎 2223
2
2
𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐1Robot
)(𝑐𝑐𝑐𝑐 22−
2 1 𝑠𝑠𝑠𝑠
)𝑎𝑎𝑎𝑎 )(𝑐𝑐𝑐𝑐
Manipulator
23
23 1+ (𝑚𝑚𝑚𝑚 )); 1 𝑐𝑐𝑐𝑐1 2
1+
+103 1𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑚𝑚𝑚𝑚 2 𝑠𝑠𝑠𝑠 1 2 )(𝑎𝑎𝑎𝑎233 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐123 23 )
𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠23 + 𝑚𝑚𝑚𝑚3𝐵𝐵𝐵𝐵 (𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠2= 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠22(2𝑚𝑚𝑚𝑚
+ 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠2(𝑎𝑎𝑎𝑎 )(𝑎𝑎𝑎𝑎 3 𝑐𝑐𝑐𝑐3𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐223 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐+2+ ))𝑎𝑎𝑎𝑎2𝑎𝑎𝑎𝑎𝑐𝑐𝑐𝑐22𝑐𝑐𝑐𝑐)𝑎𝑎𝑎𝑎 2 )3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 + (𝑚𝑚𝑚𝑚1 𝑐𝑐𝑐𝑐1 + 𝑚𝑚𝑚𝑚2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 )(𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 )
𝑎𝑎𝑎𝑎33 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠23
𝑎𝑎𝑎𝑎
23
+
+ 3𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑚𝑚𝑚𝑚33 (𝑎𝑎𝑎𝑎 (𝑎𝑎𝑎𝑎33 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠23 23
+
+ 32 3𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎 2
23
2
)(𝑎𝑎𝑎𝑎
)(𝑎𝑎𝑎𝑎332𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐323 23
+
+ 23
𝑎𝑎𝑎𝑎 2 2
𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠23 + 𝐵𝐵𝐵𝐵33𝑚𝑚𝑚𝑚3=(𝑎𝑎𝑎𝑎 2 2((𝑚𝑚𝑚𝑚3 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑚𝑚𝑚𝑚
231+ 2)(𝑐𝑐𝑐𝑐−𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑠𝑠𝑠𝑠 )(𝑎𝑎𝑎𝑎 )(𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐123 2)𝑎𝑎𝑎𝑎+𝑠𝑠𝑠𝑠(𝐼𝐼𝐼𝐼
3 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐22+ ) (𝐼𝐼𝐼𝐼1 − 𝐼𝐼𝐼𝐼 )(𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠1 ));
𝐵𝐵𝐵𝐵
𝐵𝐵𝐵𝐵333 =
= 2((𝑚𝑚𝑚𝑚
2((𝑚𝑚𝑚𝑚 −
− 𝑚𝑚𝑚𝑚 )(𝑐𝑐𝑐𝑐112𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠1121)𝑎𝑎𝑎𝑎 )𝑎𝑎𝑎𝑎33 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠1323 2+
2 + (𝐼𝐼𝐼𝐼
23 1−
2
− 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼22 )(𝑐𝑐𝑐𝑐 )(𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠12)); ));
𝐵𝐵𝐵𝐵33 = 2((𝑚𝑚𝑚𝑚2 − 𝑚𝑚𝑚𝑚1 1 𝑠𝑠𝑠𝑠1 3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 + 1 − 𝐼𝐼𝐼𝐼2 )(𝑐𝑐𝑐𝑐11 𝑠𝑠𝑠𝑠11 ));
33 2 1 )(𝑐𝑐𝑐𝑐 )𝑎𝑎𝑎𝑎 23 (𝐼𝐼𝐼𝐼 1
(𝑚𝑚𝑚𝑚1 𝑠𝑠𝑠𝑠1 2 + 𝑚𝑚𝑚𝑚𝐵𝐵𝐵𝐵213 𝑐𝑐𝑐𝑐1 2=)(𝑎𝑎𝑎𝑎 (𝑚𝑚𝑚𝑚
3 𝑐𝑐𝑐𝑐123𝑠𝑠𝑠𝑠1 2++𝑎𝑎𝑎𝑎2𝑚𝑚𝑚𝑚𝑐𝑐𝑐𝑐2 )𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐1 23)(𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑠𝑠𝑠𝑠23 3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 )𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23
2((𝑚𝑚𝑚𝑚2 − 𝑚𝑚𝑚𝑚1𝐵𝐵𝐵𝐵)(𝑐𝑐𝑐𝑐 21 1= )(𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠223−+𝑚𝑚𝑚𝑚𝑎𝑎𝑎𝑎12)(𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑠𝑠𝑠𝑠12((𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑠𝑠𝑠𝑠2 )1 𝑠𝑠𝑠𝑠+1 )(𝑎𝑎𝑎𝑎
(𝐼𝐼𝐼𝐼13− 𝐼𝐼𝐼𝐼2 )+(𝑐𝑐𝑐𝑐𝑎𝑎𝑎𝑎12𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠12))
𝑠𝑠𝑠𝑠23 ) + (𝐼𝐼𝐼𝐼1 − 𝐼𝐼𝐼𝐼2 ) (𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠1 ))
4𝑚𝑚𝑚𝑚3 (𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 + 𝐵𝐵𝐵𝐵22 𝑎𝑎𝑎𝑎2= )(𝑎𝑎𝑎𝑎33(𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑠𝑠𝑠𝑠24𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑐𝑐𝑐𝑐233 𝑠𝑠𝑠𝑠+23𝑎𝑎𝑎𝑎+ 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐
2 22 2 ) 𝑠𝑠𝑠𝑠
− )(𝑎𝑎𝑎𝑎
2𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑐𝑐𝑐𝑐
33 233 23 2 2 2−
(𝑎𝑎𝑎𝑎 +𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑎𝑎𝑎𝑎 + 𝑐𝑐𝑐𝑐 )
𝑎𝑎𝑎𝑎 )𝑎𝑎𝑎𝑎33𝑠𝑠𝑠𝑠(𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐22𝑚𝑚𝑚𝑚 23 3+ 𝑐𝑐𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎
2(𝑚𝑚𝑚𝑚 1 𝑐𝑐𝑐𝑐
2
+ 3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 + 2(𝑚𝑚𝑚𝑚1 𝑐𝑐𝑐𝑐1 2
21𝑐𝑐𝑐𝑐2 )𝑎𝑎𝑎𝑎
2 )𝑎𝑎𝑎𝑎
)𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 (𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23𝑚𝑚𝑚𝑚+ 2 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑎𝑎𝑎𝑎
1 2 𝑠𝑠𝑠𝑠2 3 ) 𝑐𝑐𝑐𝑐23 (𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠2 )
2((𝑚𝑚𝑚𝑚2 − 𝑚𝑚𝑚𝑚1 )(𝑐𝑐𝑐𝑐 𝐵𝐵𝐵𝐵 = 2((𝑚𝑚𝑚𝑚
23 1 𝑠𝑠𝑠𝑠1 )𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 − 3𝑚𝑚𝑚𝑚𝑠𝑠𝑠𝑠123)(𝑐𝑐𝑐𝑐
2 (𝑎𝑎𝑎𝑎 +1𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠12)𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑠𝑠𝑠𝑠2 3) 𝑠𝑠𝑠𝑠+23(𝐼𝐼𝐼𝐼(𝑎𝑎𝑎𝑎13− 𝑠𝑠𝑠𝑠23𝐼𝐼𝐼𝐼2 + ) + (𝐼𝐼𝐼𝐼1 − 𝐼𝐼𝐼𝐼2 )(𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠1 ))
)(𝑐𝑐𝑐𝑐𝑎𝑎𝑎𝑎12𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠12))
2((𝑚𝑚𝑚𝑚2 − 𝑚𝑚𝑚𝑚1𝐵𝐵𝐵𝐵)(𝑐𝑐𝑐𝑐 31 1= 𝑠𝑠𝑠𝑠12((𝑚𝑚𝑚𝑚
)𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 − 3𝑚𝑚𝑚𝑚𝑠𝑠𝑠𝑠123)(𝑐𝑐𝑐𝑐
2 (𝑎𝑎𝑎𝑎 +1𝑎𝑎𝑎𝑎𝑠𝑠𝑠𝑠12)𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑠𝑠𝑠𝑠2 3) 𝑠𝑠𝑠𝑠+23(𝐼𝐼𝐼𝐼(𝑎𝑎𝑎𝑎13− 𝑠𝑠𝑠𝑠23𝐼𝐼𝐼𝐼2 + ) + (𝐼𝐼𝐼𝐼1 − 𝐼𝐼𝐼𝐼2 )(𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠1 ))
)(𝑐𝑐𝑐𝑐𝑎𝑎𝑎𝑎12𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠12))
𝐵𝐵𝐵𝐵32 = 2(2𝑚𝑚𝑚𝑚3 (𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 𝐵𝐵𝐵𝐵32+= 𝑐𝑐𝑐𝑐2 )𝑎𝑎𝑎𝑎33𝑠𝑠𝑠𝑠(𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑎𝑎𝑎𝑎22(2𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑐𝑐𝑐𝑐 (𝑚𝑚𝑚𝑚
23 3 23 1 12 2 𝑚𝑚𝑚𝑚
+ + 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑐𝑐𝑐𝑐 2𝑐𝑐𝑐𝑐 )𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 2+
+ 32 𝑠𝑠𝑠𝑠
23 1 )(𝑎𝑎𝑎𝑎(𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑐𝑐𝑐𝑐1)2 + 𝑚𝑚𝑚𝑚2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 2 )(𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 )
3 𝑐𝑐𝑐𝑐123
+ 𝑚𝑚𝑚𝑚3 (𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 𝑎𝑎𝑎𝑎+3 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑎𝑎𝑎𝑎232 𝑠𝑠𝑠𝑠+ 𝑚𝑚𝑚𝑚33(𝑎𝑎𝑎𝑎
2 )(𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐233 𝑠𝑠𝑠𝑠+23𝑎𝑎𝑎𝑎+2 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑎𝑎𝑎𝑎
22 ) 𝑠𝑠𝑠𝑠2 )(𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 )
2 )(𝑐𝑐𝑐𝑐 )𝑎𝑎𝑎𝑎31𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠23 2
2((𝑚𝑚𝑚𝑚2 − 𝑚𝑚𝑚𝑚1 )(𝑐𝑐𝑐𝑐 𝐵𝐵𝐵𝐵 = 2((𝑚𝑚𝑚𝑚
33 1 𝑠𝑠𝑠𝑠1 )𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 −
2 + (𝐼𝐼𝐼𝐼 𝑚𝑚𝑚𝑚1 1 −1 𝑠𝑠𝑠𝑠 𝐼𝐼𝐼𝐼21)(𝑐𝑐𝑐𝑐 1 ));+ (𝐼𝐼𝐼𝐼1 − 𝐼𝐼𝐼𝐼2 )(𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠1 ));

𝐶𝐶11 = (𝑚𝑚1 − 𝑚𝑚2 )(𝑐𝑐1 𝑠𝑠1 )(𝑎𝑎3 𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎2 𝑐𝑐2 )2


𝐶𝐶12 = (𝑚𝑚1 − 𝑚𝑚2 )(𝑐𝑐1 𝑠𝑠1 )(𝑎𝑎3 𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎2 𝑐𝑐2 )2 + (𝐼𝐼1 − 𝐼𝐼2 )(𝑐𝑐1 𝑠𝑠1 )
𝐶𝐶13 = (𝑚𝑚1 − 𝑚𝑚2 )(𝑐𝑐1 𝑠𝑠1 )𝑎𝑎3 𝑐𝑐23 (𝑎𝑎3 𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎2 𝑐𝑐2 ) − (𝐼𝐼1 − 𝐼𝐼2 )(𝑐𝑐1 𝑠𝑠1 )
𝐶𝐶21 = (𝑚𝑚1 𝑠𝑠1 2 + 𝑚𝑚2 𝑐𝑐1 2 )(𝑎𝑎3 𝑠𝑠23 + 𝑎𝑎2 𝑠𝑠2 )(𝑎𝑎3 𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎2 𝑐𝑐2 ) +
(𝑚𝑚1 − 𝑚𝑚2)(𝑐𝑐12 − 𝑠𝑠12)𝑎𝑎3𝑠𝑠23(𝑎𝑎3𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎2𝑐𝑐2)
𝐶𝐶22 = (𝑚𝑚1𝑐𝑐12 + 𝑚𝑚2𝑠𝑠12)(𝑎𝑎3𝑠𝑠23 + 𝑎𝑎2𝑠𝑠2)(𝑎𝑎3𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎2𝑐𝑐2) − 𝑚𝑚3(𝑎𝑎3𝑠𝑠23 + 𝑎𝑎2𝑠𝑠2)
(𝑎𝑎3𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎2𝑐𝑐2)
𝐶𝐶23 = (𝑚𝑚1𝑐𝑐12 + 𝑚𝑚2𝑠𝑠12)(𝑎𝑎3𝑠𝑠23 + 𝑎𝑎2𝑠𝑠2)𝑎𝑎3𝑐𝑐23 + 2𝑚𝑚3(𝑎𝑎3𝑐𝑐23𝑎𝑎2𝑐𝑐2) 𝑎𝑎3𝑠𝑠23 +
𝑚𝑚3(𝑎𝑎3𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎2𝑐𝑐2)(𝑎𝑎3𝑠𝑠23 + 𝑎𝑎2𝑠𝑠2)
𝐶𝐶31 = (𝑚𝑚1 𝑠𝑠1 2 + 𝑚𝑚2 𝑐𝑐1 2 )𝑎𝑎3 𝑠𝑠23 (𝑎𝑎3 𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎2 𝑐𝑐2 ) + (𝑚𝑚1 − 𝑚𝑚2 )(𝑐𝑐12 − 𝑠𝑠1 2 )
𝑎𝑎3 𝑠𝑠23 (𝑎𝑎3 𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎2 𝑐𝑐2 )
𝐶𝐶32 = 3𝑚𝑚3 𝑎𝑎3 𝑠𝑠23 (𝑎𝑎3 𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎2 𝑐𝑐2 ) + (𝑚𝑚1 𝑐𝑐1 2 + 𝑚𝑚2 𝑠𝑠1 2 )𝑎𝑎3 𝑠𝑠23 (𝑎𝑎3 𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎2 𝑐𝑐2 )
𝐶𝐶33 = (𝑚𝑚1 𝑐𝑐1 2 + 𝑚𝑚2 𝑠𝑠1 2 )𝑎𝑎3 𝑠𝑠23 (𝑎𝑎3 𝑐𝑐23 ) + 𝑚𝑚3 𝑎𝑎3 𝑠𝑠23 (𝑎𝑎3 𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎2 𝑐𝑐2 ).

Melalui persamaan di atas, dapat ditentukan besar torsi yang


diperlukan oleh setiap motor dalam mengompensasi akibat pengaruh
dari energi kinetik dan energi potensial dari dinamik sistem.

6.3 Pembangkitan Lintasan Berbasis Jacobian Inverse dan Sistem


Kontrol dengan Kompensasi Dinamik

Persamaan kinematika Pers. 6.11 menunjukkan hubungan


antara kecepatan liniear dan kecepatan sudut sendi-sendi robot,
.
ẋ = Jv q. Dengan mendapatkan inversinya, maka didapatkan hubungan
.
q = Jv-1 ẋ , atau persamaan beda dapat dituliskan sebagai berikut:

104 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


𝐶𝐶𝐶𝐶 2 𝑐𝑐𝑐𝑐2=
𝑎𝑎𝑎𝑎32 3𝑚𝑚𝑚𝑚
)(𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑎𝑎𝑎𝑎3+
3 𝑠𝑠𝑠𝑠323 𝑎𝑎𝑎𝑎(𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑠𝑠𝑠𝑠23 ) (𝑚𝑚𝑚𝑚1 𝑐𝑐𝑐𝑐1 2 + 𝑚𝑚𝑚𝑚2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 2 )𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 (𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 )
2 𝑠𝑠𝑠𝑠23)𝑐𝑐𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 +
2 2
𝐶𝐶𝐶𝐶33
31
= (𝑚𝑚𝑚𝑚11𝑐𝑐𝑐𝑐𝑠𝑠𝑠𝑠11 + 𝑚𝑚𝑚𝑚22𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑐𝑐11 )𝑎𝑎𝑎𝑎33𝑠𝑠𝑠𝑠23
2 2 (𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑐𝑐𝑐𝑐 23)++𝑎𝑎𝑎𝑎𝑚𝑚𝑚𝑚
23 33 23
(𝑎𝑎𝑎𝑎13 𝑐𝑐𝑐𝑐−23𝑚𝑚𝑚𝑚+2 )(𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑠𝑠𝑠𝑠 (𝑚𝑚𝑚𝑚
2 𝑐𝑐𝑐𝑐32 )3+23
𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐122).− 𝑠𝑠𝑠𝑠1 2 )𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 (𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐
2 2
𝐶𝐶𝐶𝐶32 = 3𝑚𝑚𝑚𝑚3 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 (𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 ) + (𝑚𝑚𝑚𝑚1 𝑐𝑐𝑐𝑐1 + 𝑚𝑚𝑚𝑚2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 )𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 (𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 )
𝐶𝐶𝐶𝐶33 = (𝑚𝑚𝑚𝑚1 𝑐𝑐𝑐𝑐1 2 + 𝑚𝑚𝑚𝑚2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 2 )𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 (𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 ) + 𝑚𝑚𝑚𝑚3 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 (𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 ).
d𝑞𝑞𝑞𝑞 = 𝐽𝐽𝐽𝐽𝑣𝑣𝑣𝑣 −1 d𝑥𝑥𝑥𝑥, Pers. 6.33
dengan dq = q(k) - q(k - 1), dan k adalah sekuens waktu sampling.
d𝑞𝑞𝑞𝑞 = 𝐽𝐽𝐽𝐽𝑣𝑣𝑣𝑣 −1
Dengan d𝑥𝑥𝑥𝑥,
hubungan persamaan beda, pembangkitan Pers. 6.33 sendi-
𝒒𝒒𝒒𝒒(𝑘𝑘𝑘𝑘) = 𝒒𝒒𝒒𝒒(𝑘𝑘𝑘𝑘 − 1) + d𝒒𝒒𝒒𝒒 . Pers.lintasan 6.34
sendi q pada saat waktu k dapat ditentukan dari beda sendi dq, atau
𝒒𝒒𝒒𝒒(𝑘𝑘𝑘𝑘) = 𝒒𝒒𝒒𝒒(𝑘𝑘𝑘𝑘 − 1) + d𝒒𝒒𝒒𝒒. Pers. 6.34
Robot
Secara bersamaan, lintasan yang dibangkitkan dapat dijejaki Manipulato
dengan pengontrol proporsional-integral, dan kompensasi dinamik. Robot
Blok diagram dari pembangkitan lintasan dan pengontrolan robot Manipulato
manipulator RRR yang dibahas pada subbab sebelumnya ditunjukkan
(𝑚𝑚𝑚𝑚1 − 𝑚𝑚𝑚𝑚2 )(𝑐𝑐𝑐𝑐16.6. 2
pada𝐶𝐶𝐶𝐶11 = Gambar 𝑠𝑠𝑠𝑠1 )(𝑎𝑎𝑎𝑎3x𝑐𝑐𝑐𝑐23 , +y 𝑎𝑎𝑎𝑎,2z𝑐𝑐𝑐𝑐2 ) adalah titik tujuan robot, sedangkan x, y,
𝐶𝐶𝐶𝐶12 = (𝑚𝑚𝑚𝑚1 − 𝑚𝑚𝑚𝑚2 )(𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠1 )(𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐d23 +d𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2d)2 + (𝐼𝐼𝐼𝐼1 − 𝐼𝐼𝐼𝐼2 )(𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠1 )
z 𝐶𝐶𝐶𝐶adalah
13 = (𝑚𝑚𝑚𝑚1 − titik 1 𝑠𝑠𝑠𝑠1 )𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 (𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23robot
𝑚𝑚𝑚𝑚2 )(𝑐𝑐𝑐𝑐end-effector + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 ) yang
− (𝐼𝐼𝐼𝐼1 − 𝐼𝐼𝐼𝐼dihitung
2 )(𝑐𝑐𝑐𝑐1 𝑠𝑠𝑠𝑠1 ) dari posisi enkoder q
𝐶𝐶𝐶𝐶21 = (𝑚𝑚𝑚𝑚1persamaan
melalui 𝑠𝑠𝑠𝑠1 2 + 𝑚𝑚𝑚𝑚2 𝑐𝑐𝑐𝑐1 2 )(𝑎𝑎𝑎𝑎3forward )(𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 )Selisih
𝑠𝑠𝑠𝑠23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠2kinematics. + (𝑚𝑚𝑚𝑚1 − 𝑚𝑚𝑚𝑚 2
2 )(𝑐𝑐𝑐𝑐1 −titik
antara 𝑠𝑠𝑠𝑠1 2 )𝑎𝑎𝑎𝑎tujuan
3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 (𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23robot
+
𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 )
dan 𝐶𝐶𝐶𝐶22 =posisi(𝑚𝑚𝑚𝑚1 𝑐𝑐𝑐𝑐1 2 + 𝑚𝑚𝑚𝑚2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 2 )(𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 robot
end-effector sebenarnya
+ 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠2 )(𝑎𝑎𝑎𝑎 3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 ) − 𝑚𝑚𝑚𝑚 menghasilkan
3 (𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠2 )(𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 beda+ 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2dx, ) dy,
𝐶𝐶𝐶𝐶 = (𝑚𝑚𝑚𝑚1 𝑐𝑐𝑐𝑐1 2 + 𝑚𝑚𝑚𝑚2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 2 )(𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠2 )𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 + 2𝑚𝑚𝑚𝑚3 (𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 )𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 + 𝑚𝑚𝑚𝑚3 (𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 +
dz. 23 Perkalian invers
𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 )(𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑠𝑠𝑠𝑠2 )
Jacobian dan vektor beda dx, dy, dz menghasilkan
beda𝐶𝐶𝐶𝐶31 = dq. (𝑚𝑚𝑚𝑚1 𝑠𝑠𝑠𝑠1Dengan
2
+ 𝑚𝑚𝑚𝑚2 𝑐𝑐𝑐𝑐1 2 )𝑎𝑎𝑎𝑎3menggunakan informasi
𝑠𝑠𝑠𝑠23 (𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 ) + (𝑚𝑚𝑚𝑚 1 − 𝑚𝑚𝑚𝑚2 )(𝑐𝑐𝑐𝑐1 −
2 q saat ini
𝑠𝑠𝑠𝑠1 2 )𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 (𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐dan
23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎beda
2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 ) dq,
𝐶𝐶𝐶𝐶32 = 3𝑚𝑚𝑚𝑚3 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 (𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 ) + (𝑚𝑚𝑚𝑚1 𝑐𝑐𝑐𝑐1 2 + 𝑚𝑚𝑚𝑚2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 2 )𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 (𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 )
ditentukan q pada saat berikutnya, seperti pada Pers. 6.34. Lintasan
𝐶𝐶𝐶𝐶33 = (𝑚𝑚𝑚𝑚1 𝑐𝑐𝑐𝑐1 2 + 𝑚𝑚𝑚𝑚2 𝑠𝑠𝑠𝑠1 2 )𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 (𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 ) + 𝑚𝑚𝑚𝑚3 𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑠𝑠𝑠𝑠23 (𝑎𝑎𝑎𝑎3 𝑐𝑐𝑐𝑐23 + 𝑎𝑎𝑎𝑎2 𝑐𝑐𝑐𝑐2 ).
q terbaru ini kemudian dijejaki dengan menggunakan kontrol PI dan
kompensasi
d𝑞𝑞𝑞𝑞 = 𝐽𝐽𝐽𝐽𝑣𝑣𝑣𝑣 −1 d𝑥𝑥𝑥𝑥,
dinamik. PengulanganPers. proses
6.33
perhitungan ini secara
berulang-ulang akan membuat titik end-effector robot manipulator x,
z akan
y,𝒒𝒒𝒒𝒒(𝑘𝑘𝑘𝑘) = 𝒒𝒒𝒒𝒒(𝑘𝑘𝑘𝑘mencapai
− 1) + d𝒒𝒒𝒒𝒒. titik tujuan robotPers. xd, y6.34 d d
, z . Bukti diberikan sebagai
berikut.
Robot
Manipulator

𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑞𝑞𝑞𝑞)𝑞𝑞𝑞𝑞̈ + 𝑉𝑉𝑉𝑉(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ )𝑞𝑞𝑞𝑞̇ + 𝐶𝐶𝐶𝐶(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ ) + 𝑁𝑁𝑁𝑁(𝑞𝑞𝑞𝑞) = 𝜏𝜏𝜏𝜏. Pers. 6.35

𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑞𝑞𝑞𝑞)𝑞𝑞𝑞𝑞̈ + 𝑉𝑉𝑉𝑉(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ )𝑞𝑞𝑞𝑞̇ + 𝐶𝐶𝐶𝐶(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ ) + 𝑁𝑁𝑁𝑁(𝑞𝑞𝑞𝑞) = 𝜏𝜏𝜏𝜏. Pers. 6.35
𝜏𝜏𝜏𝜏 = 𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑞𝑞𝑞𝑞)𝑞𝑞𝑞𝑞̈ + 𝑉𝑉𝑉𝑉(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ )𝑞𝑞𝑞𝑞̇ + 𝐶𝐶𝐶𝐶(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ ) + 𝑁𝑁𝑁𝑁(𝑞𝑞𝑞𝑞) + 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐼𝐼𝐼𝐼. Pers. 6.36

1 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ )𝑞𝑞𝑞𝑞̇ + 𝐶𝐶𝐶𝐶(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ ) + 𝑁𝑁𝑁𝑁(𝑞𝑞𝑞𝑞) + 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐼𝐼𝐼𝐼 .


𝜏𝜏𝜏𝜏 = 𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑞𝑞𝑞𝑞)𝑞𝑞𝑞𝑞̈ + 𝑉𝑉𝑉𝑉(𝑞𝑞𝑞𝑞, Pers. 6.36
𝑃𝑃𝑃𝑃𝐼𝐼𝐼𝐼 = 𝐾𝐾𝐾𝐾𝑃𝑃𝑃𝑃 (𝑒𝑒𝑒𝑒𝜕𝜕𝜕𝜕 + 𝑇𝑇𝑇𝑇 ∫ 𝑒𝑒𝑒𝑒𝜕𝜕𝜕𝜕 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑅𝑅𝑅𝑅) Pers. 3.37
𝐼𝐼𝐼𝐼
Gambar 6.6 Pembangkitan 1
lintasan robot manipulator dan sistem kontrol dengan
𝑃𝑃𝑃𝑃𝐼𝐼𝐼𝐼 = 𝐾𝐾𝐾𝐾𝑃𝑃𝑃𝑃 (𝑒𝑒𝑒𝑒𝜕𝜕𝜕𝜕 + ∫ 𝑒𝑒𝑒𝑒kompensasi
1 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑅𝑅𝑅𝑅)
𝑇𝑇𝑇𝑇
dinamika lengan robot. Pers. 3.37
(𝑒𝑒𝑒𝑒𝜕𝜕𝜕𝜕 + ∫ 𝑒𝑒𝑒𝑒𝜕𝜕𝜕𝜕 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑅𝑅𝑅𝑅)𝐼𝐼𝐼𝐼 = 0, Pers. 3.38
𝑇𝑇𝑇𝑇𝐼𝐼𝐼𝐼 Robot Manipulator 105
𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑞𝑞𝑞𝑞)𝑞𝑞𝑞𝑞̈ + 𝑉𝑉𝑉𝑉(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ )𝑞𝑞𝑞𝑞̇ + 𝐶𝐶𝐶𝐶(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ ) + 𝑁𝑁𝑁𝑁(𝑞𝑞𝑞𝑞) = 𝜏𝜏𝜏𝜏. Pers. 6.35
1
(𝑒𝑒𝑒𝑒𝜕𝜕𝜕𝜕 + ∫ 𝑒𝑒𝑒𝑒𝜕𝜕𝜕𝜕 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑅𝑅𝑅𝑅) = 0, Pers. 3.38
𝑇𝑇𝑇𝑇𝐼𝐼𝐼𝐼
𝜏𝜏𝜏𝜏 = 𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑞𝑞𝑞𝑞)𝑞𝑞𝑞𝑞̈ + 𝑉𝑉𝑉𝑉(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ )𝑞𝑞𝑞𝑞̇ + 𝐶𝐶𝐶𝐶(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ ) + 𝑁𝑁𝑁𝑁(𝑞𝑞𝑞𝑞) + 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐼𝐼𝐼𝐼. Pers. 6.36
Persamaan dinamik Lagrange, nilai torsi untuk motor adalah:
𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑞𝑞𝑞𝑞)𝑞𝑞𝑞𝑞̈ + 𝑉𝑉𝑉𝑉(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ )𝑞𝑞𝑞𝑞̇ + 𝐶𝐶𝐶𝐶(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ ) + 𝑁𝑁𝑁𝑁(𝑞𝑞𝑞𝑞) = 𝜏𝜏𝜏𝜏. Pers. 6.35
.
M (q) merupakan inersia dari sistem, B (q,q) adalah centrifugal dari
𝜏𝜏𝜏𝜏sistem,
= 𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑞𝑞𝑞𝑞)𝑞𝑞𝑞𝑞 .
̈ + 𝑉𝑉𝑉𝑉(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ )𝑞𝑞𝑞𝑞̇ + 𝐶𝐶𝐶𝐶(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ ) + 𝑁𝑁𝑁𝑁(𝑞𝑞𝑞𝑞) + 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐼𝐼𝐼𝐼 . Pers.
C (q,q) merepresentasikan corriolis sistem, dan6.36
N (q) adalah
..
pengaruh gravitasi terhadap sistem. q adalah turunan kedua dari
.
posisi sudut q, 1sementara q adalah turunan pertamanya. Kemudian,
𝑃𝑃𝑃𝑃𝐼𝐼𝐼𝐼 = 𝐾𝐾𝐾𝐾𝑃𝑃𝑃𝑃 (𝑒𝑒𝑒𝑒𝜕𝜕𝜕𝜕 + 𝑇𝑇𝑇𝑇 ∫ 𝑒𝑒𝑒𝑒𝜕𝜕𝜕𝜕 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑅𝑅𝑅𝑅) Pers. 3.37
𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑞𝑞𝑞𝑞)𝑞𝑞𝑞𝑞
input kontrol ̈ + 𝑉𝑉𝑉𝑉(𝑞𝑞𝑞𝑞,menggunakan + 𝑁𝑁𝑁𝑁(𝑞𝑞𝑞𝑞) = 𝜏𝜏𝜏𝜏. dinamikPers.
𝑞𝑞𝑞𝑞̇ 𝐼𝐼𝐼𝐼)𝑞𝑞𝑞𝑞̇ + 𝐶𝐶𝐶𝐶(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ ) kompensator 6.35
dan pengontrol PI
diberikan sebagai berikut:
𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑞𝑞𝑞𝑞)𝑞𝑞𝑞𝑞1̈ + 𝑉𝑉𝑉𝑉(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ )𝑞𝑞𝑞𝑞̇ + 𝐶𝐶𝐶𝐶(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ ) + 𝑁𝑁𝑁𝑁(𝑞𝑞𝑞𝑞) = 𝜏𝜏𝜏𝜏. Pers. 6.35
(𝑒𝑒𝑒𝑒
𝜏𝜏𝜏𝜏 =𝜕𝜕𝜕𝜕 + ∫ 𝑒𝑒𝑒𝑒̈ 𝜕𝜕𝜕𝜕+𝑑𝑑𝑑𝑑𝑅𝑅𝑅𝑅)
𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑞𝑞𝑞𝑞)𝑞𝑞𝑞𝑞
𝑇𝑇𝑇𝑇
𝑉𝑉𝑉𝑉(𝑞𝑞𝑞𝑞, , ̇ + 𝐶𝐶𝐶𝐶(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ ) + 𝑁𝑁𝑁𝑁(𝑞𝑞𝑞𝑞) + 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐼𝐼𝐼𝐼. Pers. 3.38
= 𝑞𝑞𝑞𝑞0̇ )𝑞𝑞𝑞𝑞 6.36
𝐼𝐼𝐼𝐼
dengan PI merupakan:
1 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ )𝑞𝑞𝑞𝑞̇ + 𝐶𝐶𝐶𝐶(𝑞𝑞𝑞𝑞, 𝑞𝑞𝑞𝑞̇ ) + 𝑁𝑁𝑁𝑁(𝑞𝑞𝑞𝑞) + 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐼𝐼𝐼𝐼 .
𝜏𝜏𝜏𝜏 = 𝑀𝑀𝑀𝑀(𝑞𝑞𝑞𝑞)𝑞𝑞𝑞𝑞̈ + 𝑉𝑉𝑉𝑉(𝑞𝑞𝑞𝑞, Pers. 6.36
𝑃𝑃𝑃𝑃𝐼𝐼𝐼𝐼 = 𝐾𝐾𝐾𝐾𝑃𝑃𝑃𝑃 (𝑒𝑒𝑒𝑒𝜕𝜕𝜕𝜕 + 𝑇𝑇𝑇𝑇 ∫ 𝑒𝑒𝑒𝑒𝜕𝜕𝜕𝜕 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑅𝑅𝑅𝑅) Pers. 6.37
3.37
𝑇𝑇𝑇𝑇𝐼𝐼𝐼𝐼

𝑃𝑃𝑃𝑃𝐼𝐼𝐼𝐼 = e𝐾𝐾𝐾𝐾
dan q = qd − q1 , KP dan TI secara berurutan adalah parameter
𝑃𝑃𝑃𝑃 (𝑒𝑒𝑒𝑒𝜕𝜕𝜕𝜕 + 𝑇𝑇𝑇𝑇 ∫ 𝑒𝑒𝑒𝑒𝜕𝜕𝜕𝜕 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑅𝑅𝑅𝑅) Pers. 3.37
pengontrol 1 proporsional
𝐼𝐼𝐼𝐼 dan integral, keduanya bernilai positif.
(𝑒𝑒𝑒𝑒𝜕𝜕𝜕𝜕 + ∫ 𝑒𝑒𝑒𝑒𝜕𝜕𝜕𝜕 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑅𝑅𝑅𝑅) = 0, Pers. 3.38
Substitusi 𝑇𝑇𝑇𝑇𝐼𝐼𝐼𝐼 Pers. 6.36 ke Pers. 6.35 menghasilkan
1
(𝑒𝑒𝑒𝑒𝜕𝜕𝜕𝜕 + ∫ 𝑒𝑒𝑒𝑒𝜕𝜕𝜕𝜕 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑅𝑅𝑅𝑅) = 0, Pers. 6.38
3.38
𝑇𝑇𝑇𝑇𝐼𝐼𝐼𝐼
yang menunjukkan bahwa eq (t)→0 ketika t→∞. Dengan demikian,
seiring waktu berjalan, q akan menuju nilai qd. Dengan forward
kinematics, q akan ditransformasikan ke posisi x, y, z yang baru dengan
nilai yang mendekati nilai xd, yd, zd. Ketika x, y, z sudah sama dengan
xd, yd, zd, maka nilai dq = 0, dan q(k* )=q(k*-1), terjadi kesetimbangan
pada input kontrol τ pada waktu ketika terjadi kesetimbangan, k*.
Dengan demikian, (xd – x = 0, yd – y = 0, zd – z = 0) merupakan titik
yang stabil asimtotik global, dengan kata lain, dari semua titik mula
manapun, titik eror (xd – x, yd – y, zd – z) akan menuju nol pada waktu
tak hingga. Untuk penjelasan bukti yang lebih mendalam, pembaca
perlu mendalami sistem nonlinier (Khalil, 2013).

Untuk dapat melihat bagaimana strategi pembangkitan dan kontrol


penjejakan lintasan ini bekerja pada robot RRR yang dibahas pada
bab ini, dilakukan simulasi pergerakan robot yang diharapkan melalui
titik-titik set point seperti yang tertera di Tabel 6.2. Hasil simulasi
dapat dilihat pada Gambar 6.7.

106 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


Tabel 6.2 Set Point xd , yd , dan zd yang dirancang untuk dilalui oleh end-effector robot
manipulator.
zd (mm)
Posisi xd (mm) yd (mm)

500
Posisi Awal 500 0

300
Set Point 0 400 -200

300
Set Point 1 400 -120

Set Point 2 400 -40 300

Set Point 3 400 40 300

Set Point 4 400 120 300

Set Point 5 400 200 300

(a) (b)

(c) (d)

Robot Manipulator 107


(c) (d)

(e) (f)

(g)
Gambar 6.7 Hasil simulasi pembangkitan dan kontrol penjejakan lintasan dengan set
point yang tertera di Tabel 6.2.

6.4 Rangkuman Robot Manipulator

Dalam bab ini telah dibahas tentang pemodelan serta strategi


pengontrolan robot manipulator dan diberi contoh aplikasi pada robot
spherical dengan struktur RRR. Strategi kontrol yang digunakan di
subbab ini masih sangat sederhana, yakni hanya digunakan algoritma
pengontrol PI dan kompensasi dinamik robot. Dalam aplikasinya,
parameter dinamik robot dapat dihitung inersia, karakteristik friksi,
dan lain-lain. Kompleksitas dan ketidaktepatan penentuan parameter
fisik menjadi isu penting, yakni pengontrol bisa tidak memberikan
performa terbaiknya. Untuk menyelesaikan hal ini, diperlukan
strategi algoritma pengontrol yang lebih canggih seperti pengontrolan
adaptif, iterative-learning, hybrid, robust, neural networks, dan lain-lain.

108 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


Dalam bab ini hanya dibahas pengontrolan gerak robot manipulator
dengan menggunakan sensor enkoder. Dalam perkembangan saat
ini dan ke depan, lintasan dari robot dapat dibangun berdasarkan
sensor lingkungan sehingga robot dapat melakukan penghindaran
tumbukan (collision avoidance). Selain itu, pengontrolan impedansi
juga dapat diaplikasikan untuk robot manipulator untuk mengurangi
dampak akibat tumbukan.

6.5 Latihan Soal

VI.1 Jelaskan mekanisme pengontrolan robot manipulator Cartesian


dengan susunan sendi PPP.

VI.2 Lakukan desain pengontrolan robot manipulator RRR yang


dibahas pada bab ini dengan strategi pengontrolan selain
algoritma pengontrol PI, seperti kontrol adaptif, hybrid, robust,
adaptif, iterative-learning, hybrid, robust, neural networks, atau yang
lain.

Robot Manipulator 109


110 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika
7
ROBOT BERODA

7.1 Pendahuluan

Robot beroda merupakan kategori robot mobil yang berbeda dengan


robot manipulator. Dalam robot beroda, tidak ada link dan sendi
yang tetap sehingga seluruh tubuh robot dapat bergerak secara bebas
dalam ruang koordinat.

Model persamaan gerak dari robot beroda bergantung pada jenis


rodanya. Tipe-tipe roda ditunjukkan dalam Gambar 7.1. Roda
tetap hanya bisa menggelinding pada pusatnya dengan arah gerakan
searah kecepatan putar ω. Pada roda berorientasi tengah dan tak
tengah, roda selain dapat menggelinding ke arah kecepatan sudut
putar ωw , juga dapat berotasi pada arah δw . Pada roda Swedish,
roda dapat diorientasikan membentuk sudut a. Keunikan pada
robot beroda adalah robot tidak dapat dikontrol dengan feedback
langsung karena adanya batasan nonholonomik (Brocket, 1983),
kecuali roda Swedish. Teknik seperti waktu variasi dan tak
kontinu biasa digunakan untuk mengatasi permasalahan kontrol
untuk robot dengan batasan nonholonomik (Ge & Lewis, 2006).

Robot Beroda 111


δw

ωw
(a) ωw
(b)

δ
w
ωw

ωw
(c) (d)
Gambar 7.1 Tipe-tipe roda robot beroda: (a) roda tetap, (b) roda terorientasi tengah,
(c) roda terorientasi tak tengah, (d) roda Swedish yang memiliki properti segala arah.

7.2 Skema Pengontrolan Robot Beroda

Dalam robot beroda, terdapat beberapa skema pengontrolan, yaitu


stabilisasi titik (point stabilization), penjejakan lintasan (trajectory
tracking), dan pengikut lajur (line following).
Postur Pada
awal skema pengontrolan
stabilisasi titik, robot dikontrol agar bergerak dari suatu postur suatu
titik koordinat dan orientasi tertentu untuk mencapai titik koordinat
Postur tujuan
dan orientasi tujuan. Pada penjejakan lintasan, robot (a) dikontrol
agar bergerak mengikuti postur yang bergerak. Dalam hal ini, robot
diharapkan mencapai titik lintasan atau postur yang telah ditentukan
pada setiap waktu.

Pada skema pengikut lajur, robot dikontrol agar bergerak mengikutiPostur pada
suatu lintasan yang telah
Postur pada ditentukan. Robot beroda industri seperti waktu t
waktu
Automated Guided Vehicle t (AGV) sering menggunakan skema
pengontrolan ini. Seluruh skema pengontrolan ini diilustrasikan
dalam Gambar 7.2.
Proyeksi p
Postur referensi
pada la
pada waktu t
(c)
(b)

112 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


ωw
(c) (d)

Postur awal

Postur tujuan
(a)

Postur pada
Postur pada waktu t
waktu t

Proyeksi postur
Postur referensi
pada lajur
pada waktu t
(c)
(b)

Gambar 7.2 Skema pengontrolan robot beroda: (a) Stabilisasi titik, (b) penjejakan
lintasan, (c) pengikut lajur.

Titik tujuan stabilisasi, lintasan, serta lintasan dibangkitkan melalui


mekanisme perencanaan gerak (motion planning). Kemudian,
pengontrol dieksekusi
ω ketika perencanaan gerak telah dilaksanakan.
ωL
Sama seperti pada robot manipulator, perencanaan gerak ini dapat
melibatkan skema penghindar tumbukan (collision avoidance).
Pembaca yang tertarik dengan perencanaan gerak, dapat mengacu
pada literatur (Lavalle,
ωR 2006).

7.3 Model Kinematika Badan Robot Beroda

Agar dapat mendesain suatu algoritma kontrol agar robot beroda


dapat mengeksekusi skema pengontrolan yang dimaksud pada
subbab 7.2, diperlukan suatu pemahaman terhadap model robot
beroda. Pertama-tama akan dimodelkan kinematika dari badan
robot beroda pada koordinat dua dimensi. Ilustrasi dari robot beroda
adalah seperti pada Gambar 7.3.

Robot Beroda 113


ω
ωL

ωR

Gambar 7.3 Skematik robot beroda dengan mekanisme roda diferensial.

Sebuah robot beroda dengan jarak antar-titik tengah roda sebesar 2L


diilustrasikan dalam sebuah bidang koordinat dua dimensi, dengan
titik pusat O pada suatu koordinat x, y dan memiliki kecepatan v
pada arah θ, memiliki koordinat umum q = [x, y, θ]T . Gambar 7.3
menunjukkan batasan robot beroda, yaitu
x sin   y cos 
0. Pers. 7.1
Batasan
T pada Pers. 7.1 mengandung unsur derivatif dari koordinat
S ( q ) J ( q)  0 ,
umum, maka batasan ini disebut dengan batasanPers. 7.2
nonholonomik.
Pada gerakan
cos badan0 robot, batasan nonholonomik ini membatasi
gerakanrobot untuk  . bergerak ke arah sisi secaraPers.
langsung. Untuk
S (q)   sin
bergerak ke arah0sisi, 7.3
robot dengan batasan nonholonomik perlu
melakukan  0 1 
 gerak memutar.

Dengan x mendefinisikan
cos cosθ 0]T, terdapat
cos 0. suatu vektor J(q) = [sinθ - Pers.
xx sin y

sin   y cos S
 
0
0unik v  Pers. 7.1
q   yvektor
suatu yang . memenuhi 7.1
   sin  0    , Pers. 7.4
T
SS T ((qq))JJ ((qq)) 
 000 ,, 1   Pers.
Pers. 7.2
7.2
   
atau
1 Tcos cos 00
K   Mq , 
q Pers. 7.5
S ((q
S q)) 2   sinsin 
 00 .. Pers.
Pers. 7.3
7.3
 0 1
m 00 01
M 114 xx 0 Dasar-dasar
mcos0 , 0
  cos Mekatronika 0  v  dan Robotika
Pers. 7.6
q
q  
 y 0  0sin I 0  v  ,
  Pers.
  y    sin  0   , Pers. 7.4
7.4
   0  
L K P, 0 1  
1
Pers. 7.7
S T (q) J (q)  0 , Pers. 7.2

cos 0
S (q)   mendefinisikan
Dengan sin  0 . Pers. 7.3 putar ω
kecepatan linier v, dan kecepatan
dari badan robot, persamaan kinematika dari robot beroda dengan
 0 1
kecepatan batasan nonholonomik ini adalah
 x  cos 0
v
q   y    sin  0   ,. Pers. 7.4
 
x sin  y cos0  01. Pers. 7.1
x sin   y cos  0. Pers. 7.1
7.4 q1) Jq(TqM
SKTT (Model )dan
q , 0 Pengontrolan
, Dinamika Robot Roda Diferensial
Pers.
Pers. 7.2
7.5
S ((Differential-Wheeled
q2) J (q)  0 , Robot) Pers. 7.2
x sin   y cos  0. Pers. 7.1
cos 0
mcos0 ini 00
Dalam
S (q()q)Jsubbab
T
 q)  0 ,0akan
(sin .
dibahas robot roda diferensial. Robot terbuat
Pers. 7.2
7.3
M
dariS (q) 0 sinm 00, .
dua roda tetap yang dipasang pada badan robot kiri7.3
Pers. 7.6dan kanan

 0 1 

gerakan cos
 0robot 00 dilakukan
I 10 dengan pengaturan kecepatan roda kiri (ωL)
dan kanan  (ωR), seperti  terlihat pada Gambar 7.3.
S (q) x  sincos  0 .0 Pers. 7.3
 L Kx  
 P , cos  0  v  Pers. 7.7
Model
q   y dinamik  0sin kedua 1 dari v  , robot beroda diturunkan dengan
7.4 metode
q  y   sin   0 0   Pers.
d L Energi
  L kinetik , Pers. 7.4 sebagai
0 0 ,10  
lagrange. dari robot beroda, K, diturunkan
x  cos Pers. 7.8
d t q q0
berikut 1 v
 
q  1y  T  sin  0   , Pers. 7.4
K T 1
MS q  q T(M
 M qS T,  C)q   J T  , Pers.
Pers. 7.5
7.9
K  2 q M q ,0 1 q Pers. 7.5
dengan 2 M adalah matriks inersia robot
SMS 1Tum   (0SMS0T  SC)u   v, , Pers. 7.10
K  m q T M0q , 0 Pers. 7.5
M  2 0 m 0 , Pers. 7.6
M m 0
  0 m 0 1, v   C C 
2   v   v  Pers.7.11
7.6
 0 Im 0 0  I        , Pers.
  0 00 0IC3 C 4      
M L K 0 P m , 0 ,
 7.6
Pers. 7.7
m
 v
L  K R P ,
adalah massa1   R  momen inersia putar Pers.
dan1 I adalah pada 7.7titik (x, y).
Lagrangian
  
d  L  1/ L 0  0 I 
 1 / L    
d  L2   L LL ditetapkan
0 ,  L  Pers. 7.8
 d t  K
L qP ,q  0 , , Pers.
Pers.7.12
7.8
 7.7
d t  q  Rq   
 T adalah
dengan
MSd TTqLP( MLSL T  C

energi potensial
)q   q  J TT  ,
yang dalam hal ini P = 0 karena
Pers. 7.9
tidak  ada  
MS q (MS  C)q   q  J  ,
gaya  T 0
gravitasi, yang memengaruhi Pers.
gerakan 7.8 bergerak
(robot
7.9
pada d t   q
   q
SMS TTbidang
dan u  (SMdatar). S TT  SCPersamaan
)u   v, , lagrange memberikan Pers. 7.10 persamaan
SMST u yaitu
dinamik, (SM S  SC )u   , Pers. 7.10
MS  R q  (M S T  C)q   q  Jv,T  , Pers. 7.9
1  v C
   T   . 1 C 2   v   v 
m 0 v Pers. 7.13
 mL T0  v CT1 C 2   v    v  , Pers. 7.11
SMS
 0 Iu (SM  SC3  SC C 4)u   ,   ,
v, Pers. 7.10
Pers.Beroda
Robot 7.11 115
 0 I  
 *   3 C C 4     
m   C   
m v R 0R vR 1R C1R 1 C2vR  v  Pers.
 v R    1  R    , Pers. 7.14
7.11
m C *1 
qS (q) y   sin  0
S (q)  sin  00 ..   
, Pers. 7.4
sin  Pers.
Pers. 7.3
7.3
M 10 T m 00 00I 1, 1 Pers. 7.6

K  q M0q , 1   Pers. 7.5
2 0 0 I 
 L K1  TP , Pers. 7.7
K  xxmq M0cos q , 0
cos  0
0  Pers. 7.5
 Ld  K 

 2LP ,L    vv  Pers. 7.7
q   yy    sin sin 0
00, , 0 
q  , Pers. 7.4
M 0 m  , Pers. 7.8
7.4
ddt L qm 0L q 0  1    Pers. 7.6
  0  0 0 0 I 0 , 1 Pers. 7.8
d M t
Menggunakan 
  
 q 
T 0 m T Pers.  q 0 , 7.5 dan Pers. T 7.4, Pers. 7.8 menjadi
Pers. 7.9
7.6
MS q1  (MS C)q   q  J  , Pers.
LK 1
TKq2  0qq TP
T
 MS K  (M M,0S q
q T,, IC)q   q  J T  , Pers. 7.9
Pers. 7.7
7.5
7.5
T2 
SMS u  (SMS  SC)u   v, , T
Pers. 7.10
 Ld  K
dengan TLCP adalah ,L T 0 matriks Pers. 7.8, τq
Pers.7.10
7.7
SMS  um  (SM
m 00 S00 , SC)u  kopel  v, , hasil dari diferensiasi Pers.
Pers. 7.8
dmt  0qvektor
adalah 
 v    q  C
torka C
input   v
pada  
arah 
koordinat umum q, serta λ adalah
M
M
torkad   L00 m m L001 ,, 2      v  , Pers.
Pers.
Pers. 7.11
7.6
7.6
MS 0 T 0Ihalangan
m   v  T C 130 , C 24  
nonholonomik. v  TPerkalianv  matriks SPers.
dengan7.8 Pers. 7.9
d t  q

 0 I 0 0 C
menghasilkan  q 
0  ( M 0 S q  
I  C ) q       J  ,  , Pers.
Pers. 7.9
7.11
I  q
     3 C 4      
MS quR
SMS v T T
P (M (SM 1
,, S S C
T T 1
)SC q  )uq R vJ,T, ,

L L K

 
K  P Pers.
Pers. 7.9
Pers.7.10
7.7
 v  R2 
 1 1
/ L  1 1/ L    7.7
dengan  T u = [v,ω]TT dan τ  adalah L
R
vektor torka input pada arah liniear v
SMS ddm 0L
 Lu  2 v1(SM L
/ LSC1  1 /SC
C L )uv  v,,, v 
v,ω Pers.
Pers. 7.12
7.10
danarah
  

rotasionalR    00 ,, ω. Hasil 2  L dari  Pers. , 7.10 adalah Pers.
Pers. 7.8
7.11
Pers.7.12
7.8
d0t  IqT
dmt  0q   qqC3 C 4    ,    Pers.
  T v RL  C1 C 2   v   v  
T    
S TT   
, Pers. 7.11
danMS
MS v0 T q qI R 
 ((M
M L1S C 3C C1))q qC4  J TT , 
qqR J , 
Pers.
Pers. 7.9
7.9
  T 2 1 / L T 1 / L  
Dengan v R T u C1-4 ))u
u LR  vv,,,dari
SMS ((SM S 
uR S T  1SC
T
dan SMS SM 1adalah komponen
SC ,, perkalian matriksPers. kopel
7.10 SMṠ +
7.10
1v 
Pers. 7.12
Pers.
SC di Pers. T 1R7.10. / vL .  1 / L   Pers. 7.13
 m L 
m  0T
R  0 T 2
v 
v
 1   C C
  C. 11 C 22   v  ,  vv  ,  v L   Pers. 7.13
    L 
      
   ,
Pers.
Pers.
Pers.
7.12
7.11
7.11ω dengan
Untuk
m 0 L  I  
robot    
roda
C 
diferensial,
C     
kecepatan
 antara v dan
 0 R I T C R
*
  R 
R C  3 R C4      
3 4 
dan kecepatan *roda  kiri ωL dan kanan ωR memiliki hubungan Pers. 7.14
m
m 
  
R  C R 1 C  * L 
R   R 1
v 
 v L R R L 1L L 1  
  RR  Pers. 7.14
mR 
dan   C *1  v 
      
  L  2T
   2 1/L  1 / L  LL 
L 1 /
L L . 
 1 / L Pers. 7.13
L 
L

 v  ,, Pers.
Pers. 7.12
7.12
R
 T 
 
  1 R 
 . Pers. 7.13
  T * R 
m  LRTCR   
  
* LL 
R  R
Pers. 7.14
m
dan  
mLR  CLRLR   C *  LR
dan
Pers. 7.14
RRL CTL11 L vv
 L
*
m

   T   .. Pers.
Pers. 7.13
7.13
 LL   

m C RR*   R
*
m C
 RR   RR 
 R
Pers.
Pers. 7.14
7.14
m C L  L
**
m L C L  
L L L L
116 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika
T R
 L 
dan

 R  substitusi
Dengan 1  v 
Pers. 7.12 ke Pers. 7.11 dan mengumpamakan
 T
 perkalian
hasil  kopel matriks SMṠT + SC dengan C*Pers.
. 7.13
, maka persamaan
 L  
gerak roda kanan dan roda kiri dapat dituliskan sebagai berikut:
m R  C R*  R 
 R
Pers. 7.14
m L  C L* L 
 L
dengan C*L,R adalah hasil substitusi Pers. 7.12 ke Pers. 7.11 pada
komponen kopel matriks, serta τωR, dan τωL adalah torka input pada
roda kanan dan kiri.

Pers. 7.14 mengingatkan pada bentuk persamaan untuk pengontrolan


kecepatan motor. Pengontrol PID, adaptive, robas, dan lain sebagainya
dapat diterapkan untuk dapat mengontrol dinamika kecepatan motor
robot beroda dengan referensi kecepatan yang diinginkan. Model
dinamik gerak di Pers. 7.14 hanya merepresentasikan gerakan roda
kanan dan kiri. Digabungkan dengan Pers. 7.4, maka persamaan
gerak robot roda diferensial telah lengkap, yaitu
x  v cos ,
y  v sin  ,
   , Pers. 7.15
m R  C  R    R ,
*
R

m L  C L*  L    L ,

v R 1 1   R 
dengan    .
  2 1 / L  1 / L  L 

Strategi pengontrolan gerak agar robot beroda dapat mengikuti
skema pengontrolan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu dengan
 ~
merancang ~
x 2  referensi
y2 kecepatan v dan ω, lalu melakukan pencarian
referensi kecepatan roda kanan ωR dan kiri ωL dari hubungan Pers.
7.14, kemudian pengontrolan kecepatan dilakukan dengan referensi
kecepatan
  v cosroda
 , kanan dan kiri yang telah didapatkan.
Pers. Pengontrolan
7.16
kecepatan telah dibahas pada subbab 5.4. Berikutnya, akan dibahas
  (v /  ) sin  , Pers. 7.17

  (v /  ) sin    . Pers.Beroda
Robot 7.18 117
mengenai pengontrolan gerak untuk dapat mengontrol robot bergerak
sesuai dengan skema pengontrolan stabilisasi titik, penjejakan
lintasan, dan pengikut lajur.

Dalam hal robot beroda, postur didefinisikan sebagai posisi dan


orientasi yang dalam buku ini posisi adalah koordinat (x, y) dan
orientasi adalah θ. Input kontrol yang akan dirancang adalah
kecepatan linier v dan rotasional ω dari badan robot yang nantinya
menjadi referensi pada robot roda diferensial untuk dapat menentukan
kecepatan roda kiri dan kanan. Persamaan kinematik Pers. 7.4
digunakan sebagai model gerak.

7.5 Stabilisasi Titik (Point Stabilization)

Pada skema kontrol stabilisasi titik, robot beroda diharapkan untuk


bergerak dari suatu postur awal ke postur akhir yang diinginkan.
Seperti didiskusikan pada subbab 7.1 bahwa persamaan 7.4 tidak
dapat distabilisasi dengan menggunakan fungsi umpan balik (feedback)
linier biasa, tetapi dengan fungsi waktu-berubah (time-varying) atau
diskontinu. Dalam subbab ini akan diberikan teknik stabilisasi dengan
menggunakan sistem diskontinu dengan mentransformasi koordinat
umum (x, y, θ) ke koordinat polar yang memiliki titik diskontinuitas.

Misalnya postur robot beroda ditandai oleh (x, y, θ) dan diharapkan


suatu algoritma kontrol yang menstabilkan titik tujuan Og(xg, yg, θg)
dari semua titik awal Ob(x, y, θ). Transformasi dilakukan dari koordinat
umum ke koordinat polar Gambar 7.4. Eror antara postur awal dan
~ ~
tujuan ditandai oleh ~p = [ ~x , ~y , θ ]T , dimana x = x − x g , ~y = y − y g ,
~
dan θ = θ − θ g . Vektor ρ definisikan sebagai vektor jarak antara Ob

dan Og, dengan magnituda ρ = ~


x2 + ~
y 2 . Variabel ϕ adalah sudut
antara sumbu-X ke sudut sumbu-Xg, yaitu φ = arctan 2(− ~y , − ~x ) − θ g

Variabel α adalah sudut yang dibentuk dari sumbu-Xb ke vektor ρ ,

118 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


v R  1 1   RR  .
dengan   
dengan      .

  2 1 / L  1 LR 
2 1 / L  v1 // L 1LLL  1   R 
dengan       .
  2 1 / L  1 / L  L 
~
~α22= arctan2 ~ ~
yaitu,

  xx 2  ~yy 222 (− y , − x ) − θ . Variabel-variabel (ρ,ϕ,α) merupakan
representasi dari koordinat eror ~p . Persamaan kinematika dari
  ~ x2  ~ y2
koordinat polar menjadi sebagai berikut:

 
 cos
vv cos  ,, Pers.
Pers. 7.16
7.16
  (v // 
 (v sin 
 )) sin ,,  v cos , Pers.
Pers. 7.17
7.17
Pers. 7.16
 (v. /  ) sin  ,
 (v
  (v //  )) sin
sin   . Pers.
Pers. 7.18
7.18 Pers. 7.17
Persamaan diferensial
  (v /koordinat
 ) sin  polar,
 . Pers. 7.16 Pers. 7.18, memiliki
Pers. 7.18
titik diskontinu pada titik ρ =0 dimana Pers. 7.17 dan Pers. 7.18
menjadi tidak terdefinisi. Dengan demikian, algoritma kontrol yang
Y
Y
Yggg
dirancang hanya berlaku pada ρ ≠0.
X
Xg
Xgg
ϕ
ϕ
ϕ Yg
ɸ
Xg
Oggg(t)
O
O (t)
(t) ϕθg
ρρρ α
α
α
Og(t)
Y
Y
Ybbb vvv ρ α
X
X
Xbbb
ω
ω
ω Yb
θ
v
θ
θ Xb
O
O ω
Obbb
Y
Y
Y θ

Ob
Y
O
O
O
X
X
X

V
V V V
V111  V222 ,, O X

2)) 
2
V  ((1
V111  1 //Gambar
2  2 ,, 7.4
2
V Transformasi Pers.
Pers. 7.19
 V1  V2 , koordinat umum menadi koordinat polar.
7.19
)( 
2 2
V22  ((1
1 // 2
2)(  2 ).
2 2
Ketika 2 2 V (1 / 2)  2 ,
). ~ ~
variabel 1ρ bergerak menuju nol, nilai eror x , y juga akan Pers. 7.19
   . menuju / 2)(Karena
V2  (1nol. 2
  ). eror orientasi
2 ~
V
bergerak
V 111   .
Pers. juga dapat
Pers.θ7.20
7.20
~
dideskripsikan sebagai θ = φ − α , maka pergerakan ϕ dan α menuju

 V.. 1   . θ menuju nol. Dengan demikian,
 akan  ~
V
V
nol 11  
1  cos 
cos
vv mengakibatkan Pers.
Pers. 7.21
Pers. 7.20
7.21stabilisasi
~
titik (ρ, ϕ,cos
α) =(0, ( ~x , ~y , θ ) =(0, 0, Pers.
 0, 0) merupakan stabilisasi titik Pers. 0). 7.21
 kk  
vv   ,,V1   v cos  .
 cos Pers. 7.22 7.22

V  k v cosv 222 k   cos , Pers. 7.22


  k  v cos 
V111  Pers.
Pers. 7.23
7.23
 00..
 V   k v cos 
2
1  Robot Beroda 119
Pers. 7.23
 0.
Yvg ϕX g ρ α
Xb ϕ
Xg
ω YOg(t)
Ygg ϕ Yb
αOg(t)
ρθ X
Xgg
v
αOg(t) ϕ Xb
Ob ρ ϕ ω
Yb ρ α
Y
Perancangan
Yb v
algoritma Og(t)
O
kontrol
(t) kecepatan v danθ ω untuk stabilisasi
v Xbα g
Yb ρ Ob
titik dilakukanω langkah bα
vρ Xsebagai berikut. Pertama, didefinisikan suatu
ω Y
O YbLyapunov definit positif
fungsi X θ X b sebagai berikut:
Yb ω vv θ
Ob
θ X
V Y V1  V2 , ωOb Xbb O X
Y ωO
2 b θ
V1 Y (1 / 2)  , θ
V  V1  V2 , Pers. 7.19
O X O Obb
V2OYY (1 / 2)(X 2   2 ). V1  (1 / 2)  2 , Pe
VO V  V X,
V VOV11.Vakan
Pertama, 2
2X, 2
dilakukan V perancangan 2 algoritma kontrol untuk
2  (1 / 2)(   ).Pers. 7.20
2
1O
V1 V(11 
kecepatan / 2V)linier , , v dengan tujuan agar energi V1 meluruh
X Pers. 7.19
ke nol (yaitu
V1  (1 / 2)2 222,  Pers. 7.19
VV112 
dengan
V((1111
V //v22V
 ))(22,, 2, .  2 ).
Vcos
membuat de
2 V1   .
rivatif 
kurang dari nol). Turunan
7.19 terhadap
Pers. 7.21 Pe
V2  (1dari
waktu / 2)(fungsi22  V21).adalah sebagai berikut:
vV 12 (((1 /// cos
2 )))( 2,
V11   . 2,,  2 ).
V 
k 1 1 2
2  V1   v cos  . Pers. 7.22
7.19
 Pers. 7.19
Pers. 7.20 Pe
V12  (1/ 2. )( 2   2 ).
V Pers. 7.20
Dengan 2. )(  2 ). Pers. v7.16,
V12 (1k/vmenggunakan
V  k Pers.
 cos7.20
 , menjadi
 cos . 
V v cos Pers. 7.20 Pe
 11  Pers. 7.23
7.21
V
V 11    v..cos  . Pers.
Pers.
Pers.
7.21
7.20
7.20
Vv 11k0. v cos  . V   k v cos  2
Pers. 7.21
Kecepatan   cos  , v dirancang sebagai
linier 1  berikut: Pers. 7.22 Pe
v  k  vcos  ,. Pers. 7.21
7.22
V
Vv11 k   cos
cos
vcos , . 2  0. Pers.
Pers.
Pers. 7.21
7.22
V1   k  v cos 2
Vvv1
dengan kk k kcos >0
cos v cos  ,, 2 konstanta pengontrol kecepatan
adalah Pers. 7.23
Pers.sehingga
7.22
7.22 Pers.
0.k  v cos 
ρ
V1   menjadi Pers. 7.23
7.21
  0. Pers. 7.23
V 1 
 0
V   k vρ cos  .k   v cos  2
2
Pers.
1 
Pers. 7.23
7.23
 00..

Kedua, dengan menggunakan derivatif fungsi V2, serta Pers. 7.17,
Pers. 7.18, dan Pers. 7.22,
V2     ,
V2     , Pers. 7.24
 k  (   ) cos sin   , Pers. 7.24
 k  (   ) cos sin   ,
dirancang sebuah pengontrol kecepatan putar ω , yaitu
sin 
  k   k  (   ) cos sin  . Pers. 7.25
  k   k  (   ) cos  . Pers. 7.25

sin α
Catatan bahwa pada algoritma kontrol Pers. 7.25 αlim
→0 α
= 1. Substitusi
Pers. 7.25 ke Pers. 7.24 menghasilkan
sin 
Catatan bahwa pada algoritma kontrol Pers. 7.25 lim sin   1 . Substitusi Pers. 7
Catatan bahwa pada algoritma kontrol Pers. 7.25 lim   1 . Substitusi Pers. 7
  0
 0 
menghasilkan
menghasilkan
120 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika
V2  k  22  k  (   ) cos sin  ,
V2  k   k  (   ) cos sin  ,
 k  (   ) cos sin  , Pers. 7.26
 k  (   ) cos sin  , Pers. 7.26
 kk(bahwa  k ()cos )algoritma
sin 
cos   ,. Pers.sin 
7.25
Catatan pada sin  kontrol Pers. 7.25 lim  1 . Substitusi Pers.
  k   k  (   ) cos . Pers. 
  07.25
sin  .
  k   k  (   ) cos
menghasilkan
Pers. 7.25

sin 
V2  kbahwa
Catatan  2  kpada (   ) cos kontrol
algoritma sin  , Pers. 7.25 lim  1 . Substitusi Pers.
 0 
sin   1 . Substitusi Pers. 7.2
Catatan bahwa pada algoritma
 k  (   ) cos sin  , kontrol Pers. 7.25 lim
 Pers.
0 sin 7.26

Catatan bahwa pada algoritma kontrol Pers. 7.25 lim
menghasilkan  1 . Substitusi Pers.
 0 
 k  2  0.
menghasilkan
2

V2  k   k  (   ) cos sin  ,


 menghasilkan
Pers. 7.26 menunjukkan bahwa turunan persamaan lyapunov V2
V2 (v k/2)  sink (,   ) cos sin  , Pers.
adalah k (  2  ) cos

 negatif  sin  , sehingga bisa disimpulkan
semidefinit Pers. 7.27
7.26 bahwa
V   k   k (   ) cos  sin  ,
2 k (  
α menuju  nol) cos   sin 
seiring ,
dengan waktu t menujuPers. tak 7.26
hingga. Hal ini
k  2  0.
 k ( 
belum menyimpulkan
 k  2  0.
  ) cos  sin  ,
bahwa variabel ϕ menuju nol. Untuk
Pers. 7.26 itu perlu
ditelaah sin 
k/klebih
 (v
  2 k
) sin lanjut
0 ,.  sin
cos dengan
  k mensubstitusikan
(   ) cos Pers.
, 7.27
Pers. 7.25 ke Pers.
 7.18.
(v / Dengan
) sin  ,memperhatikan Pers. 7.17 dan Pers. Pers.7.18:
7.27 7.28
Pers.

  k(v cos
/  ) α
sinsin α
, sin  Pers. 7.27
ρk   k  cos
  .
 sin 
  k   k  cos sin   k  (   ) cossin   ,
  k   k  cos sin   k  (   ) cos ,
sin  sin  Pers. 7.28
 
 
kk  cossin  .k  (   ) cos  Pers.
 kk  cos , 7.28
 sin .
 k   k   cos 10 Pers. 7.28
Karena telah disimpulkan sin bahwa α menuju nol seiring dengan waktu
 k   k   cos 8  dan tidak.
t menuju tak hingga  ada dinamika pada waktu tersebut
.
sehingga kecepatan6 perubahan α, yaitu . α, akan sama dengan nol,
maka didapatkan 10dari Pers. 7.27 bahwa ϕ akan menuju nol pada waktu
t menuju tak 10 4
hingga, atau dengan kata lain, variabel ϕ akan menuju
8 .
10
nilai konstan. 8Merujuk
2
ke Pers. 7.28 dan α dan α akan menuju nol
6 sin 
pada waktu tak hingga,
8 k   cos akan sama dengan nol, dimana

y (m)

6 0 sin 
cos α= cos 0 =1 dan
4 lim  1 dan kp adalah konstanta positif, maka
6  0  sin 
4 -2 sin 
pembuat nol dari2bentuklim0  cos
k
1
tidak ada yang lain adalah ϕ.
4 
2 -4 pada waktu tak hingga, variabel ϕ menuju suatu
Dengan demikian,
y (m) y (m)

0
konstanta yang tidak lainlim sin 
berharga
2  1nol. Simpulan ini dikemas dalam
y (m)

0 -6  0 
Teorema 7.1. -2
0
-2 -8
Teorema 7.1. Perhatikan
-4 sistem Pers. 7.16 - Pers. 7.18. Dengan
-2
menggunakan-4algoritma
-10 kontrol Pers. 7.22 untuk kecepatan linier y
-6-10 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 10
-4 kecepatan putar ω, maka titik origin (ρ, ϕ, α) =(0,
dan Pers. 7.25 untuk
-6
0, 0) adalah stabil-8asimtotik, atau denganx kata (m) lain ρ, ϕ, α menuju nol
-6
seiring dengan-8waktu t menuju tak hingga.
-10
-8-10 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 10
-10 Robot Beroda 121
-10 -8 -6 -4 -2 0x (m) 2 4 6 8 10
-10
-10 -8 -6 -4 -2x (m) 0 2 4 6 8 10
x (m)
sin 
  k   k  cos sin   k  (   ) cos ,
 Pers.performa
Catatan: konstanta positif kρ dan kα memberikan 7.28 gerakan
dari robot berodasin  mencapai titik tujuan.
untuk
 k   k   cos .

Simulasi dari pengontrol stabilisasi titik ini dapat dilihat pada Gambar
7.5 dan Gambar 7.6. Dapat dilihat bahwa robot beroda dari berbagai
posisi awal bergerak menuju ke titik tujuan di (x, y, θ) = (0, 0, 0).
10

2
y (m)

-2

-4

-6

-8

-10
-10 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 10
x (m)
Gambar 7.5 Stabilisasi titik menggunakan kontrol Pers. 7.22 dan Pers. 7.25 di titik (x, y,
θ) = (0, 0, 0) dari berbagai posisi dengan θ(0) = 0.

122 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


10

2
y (m)

-2

-4

-6

-8

-10
-10 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 10
x (m)
Gambar 7.6 Stabilisasi titik menggunakan kontrol Pers. 7.22 dan Pers. 7.25 di titik (x, y,
θ) = (0, 0, 0) dari berbagai posisi dengan θ(0) = π/2.
 xb   x  b cos 
 y  Ada 
 y  berbagai .
macam skema kontrol yang Pers. 7.29
lain, misalnya dengan
   b sin  metode
 b  menggunakan  waktu variasi (time-varying) menggunakan
transformasi rantai (chain form) atau pengontrol diskontinu berbasis
 x b  cos  b sin    v  v 
 y  transformasi
 sin  b cosbentuk
   T
daya ( )  form)
(power . (S.Pers.
S. Ge and F. L. Lewis,
7.30

 b  2006).      
Dari perbandingan skema kontrol, transformasi ke koordinat
polar memiliki keunggulan dalam gerakan robot beroda yang lebih
 u1  natural vdan
 tidak berosilasi.
u   T( )  . Pers. 7.31
 2  
7.6 Penjejak Lintasan (Trajectory Tracking)
v  u1   cos sin    u 
 T 1
( )    sin  cos    1memberikan
. Pers. kemampuan pada
  Skema kontrol  u 2 
penjejak lintasan
  robot beroda u  bberada pada
 2  untuk  
b suatu postur pada posisi dan waktu
tertentu. Diasumsikan bahwa lintasan yang diinginkan (xtr(t), ytr(t))
pada setiap waktu t telah ditentukan, diharapkan robot beroda dapat
mencapai lintasan tersebut.

Robot Beroda 123

O
-22
-4
-2 2

y (m)
-40
-6

y (m)
-4 0
-2
-6
Untuk memudahkan -8
-6 pemecahan persoalan ini, dilakukan suatu
-2
-4
-8referensi dari titik O(x, y) ke titik B(x , y ) dengan
pemindahan titik-10 b b
-8
b-10
penetapan jarak-10
-6 > 0-4-8 -6 terlihat
seperti -4 -2
pada0Gambar2 4 6 8
7.7. Menurut 10
gambar, titik B(x -10 -8 -6 -4 -2 x (m) titik O(x, y) sebagai 10
, yb)-6memiliki relasi dengan 0 2 4 6 8
-10
b
-8-10 -8 -6 -4 -2
berikut: x0(m) 2 4 6 8 10
-8 x (m)
 xb   x  b-10 -10  -8
cos -6 -4 -2 0 2 4
 xyb    xy   bb cos -10 
 . Pers. 7.29 6 8 10

 xb    x   b cos sin  -10 . -8 -6 -4 (m) Pers.
x-2 0 7.29 4
2 6 8 10
Persamaan ybb    y    b sin  . Pers. 7.29
 y   y  diferensial   terhadap waktu dari Pers. x7.29 (m) menjadi
 xx b  cos    bsin b sin   v   v
 xb   cos x   b  cossin      v   T( )  v . Pers. 7.30
 xyy bb     sin
   bbcos .     T( )  . Pers. 7.29
 
 cos Pers. 7.30
 y bb  xbcos y   xb sin
sin
  b

b
sin
bcos v 
.
v 

 y   ysin  y  b cos     T ( )  . Pers. Pers.
7.30 7.29
 ux1b   bcos
Diperkenalkan   vkontrol   b sin    
 
 
uu1b   T( ) v  . b sininput    v u1 dan u2 sebagai v berikut
Pers. 7.31

 uy2  xT  sin
( )    .     T ( )  . Pers. 7.30
u 12b   T b   cos
 v  bcosb sin    v     v  Pers. 7.31
u   y ()  .
 cos     T( )  . Pers. Pers. 7.31 7.30
 uv2  b 1  vsin 
u   bcos sin
   u   
Jika TT(() )  u1.    cos
v1input sin cos sin    u1 . Pers. 7.31
Pers.
uv2 uT1 1kontrol ( )
uu12 u1vdan usin
 cos 2 
b
telah cos
dirancang,
sin  
 u 12 input
b  uu1  . kontrol robot v dan
Pers.
ω  dapat 1  T(u
dihitung  1)sebagai . berikut: Pers.Pers. 7.31
  uT  ( )  2 
  
  sin
 b  cos b    2 .
 v 
2 u
 u2   cos b
u
sinb    u2 
   vT ( ) u  u   cos  sin  sin  cos
1
1
  1 . Pers. 7.32
    u  u 
  2
   T ( ) u   b  sin b cos
1 1
  2   . 1
Pers.
7.32bselalu terdefinisi u
Perludicatat  bahwa Pers. 2 b   2 karena jarak b > 0
telah ditetapkan.

O
O
O

O
O

 xb   u1 
 xyb   uu1 . Pers. 7.33
 x b    u2 . Pers. 7.33
 yGambar u 
u 12 Pemindahan
 bb   7.7 . titik referensi robot roda diferensialPers.
dari titik
7.33 O ke titik B.
y
 x b   u2 
124
b 1
 y  x u . u 
Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika Pers. 7.33
 b   2 b 1
 y  u . Pers. 7.33
 b  2
Dengan menggunakan input kontrol u1 dan u2, Pers. 7.30 menjadi
 xb   u1 
 y   u . Pers. 7.33
 b  2
Input u1 dan u2 dirancang dengan algoritma pengontrol sebagai
berikut:
 u1   k x xtr  k x ( xtr  xb ) 
u   k y  k ( y  y ), Pers. 7.34
 u2   ky xtr  k y ( x tr  x b) 
 1 x tr x tr
 u1   kk x, xktr ,k k,xk( x>0
dengan xbb ) , penguat positif. Substitusi
tr adalah Pers. 7.34Pers. 7.34
x
u
u 2bPers.
ke   k
  7.33kẋ x
y

yx tr

tr  k
x
yx (yx
y tr  xybb ) , Pers. 7.34
 k y ( ytr  yb ),
yu2  kkky yyxtrmenghasilkan: Pers. 7.35
 x b1    kyx xtrtr   k yx ( xytr  xybb ))
 b   x tr k x ( xtr  xb ) , Pers. 7.34
xb2   kkyx yx tr  k xy ( xytrtr  xybb)),
u Pers. 7.35
 kyxb(xtrkxby)ytrk x (kxtry (yxtrb ) yb)0, Pers. 7.35
ky b(y yk y)ytrk(ky y (yytr )  yb). Pers. 7.36
 xyb  tr  kb x x tr y ktrx ( xtrb  xb)0
sehingga
k x (xtrxb )  k x ( xtr  xb )  0, Pers. 7.35
( yxtrb ) yb)0.
kyTxb(xtr Txkby) ytrk x( xktry  Pers. 7.36
ke y (eytr ke yeb )
k
k ( y  y
0k.y ( ytr  yb )  0.
)  k ( y  y )
Pers.
Pers. 7.37
7.36
 y
  tr
 b y tr b  0 
 kT ( x Txeb=[ )  kk x ( xtrk y]Tx,b )k =[0k k y ]T.
k e Txe trk ekmendefinisikan
dimana e 0 .x e
.
 vektor
x
galat e = [xtr Pers.
- xb , y7.37
7.36
) 0k. y ( ytr  yb ) 0
Dengan suatu - yb ]T, maka
kke y e( ytrke yeb 
T
Pers. 7.37
tr
dinamika
dimana k egalat
=[ k xpada k y ]Pers.
T
, k e =[7.36
k x adalah
k y ]TT.
k e e  k ek ee=[
dimana 0k.x k y ] , k e =[ k x k y ] .
T T
T
 Pers. 7.37
5
t = 27,5 detik t = 55 de
dimana k e =[ ktx = 0kdetik
y ] , k e =[ k x
T
k y ]T.
y (m) y (m)

5
0
Solusi Pers. 7.37
5 menunjukkan bahwa galatt =e27,5
akan menuju nol pada
detik t = 55 de
t = 0 detik t = 27,5 detik t = 55 de
seiring berjalannya waktu. Dengan demikian, xtr = xb dan ytr = yb . Hasil
t = 0 detik
0
y (m) y (m)

pengontrol ini
-55 dirangkum dalam Teorema 7.2.
0 0 10 20 t = 27,5 detik
30 40 t 50
= 55 de
(x,t =y,0θ)(t
detik
= 0)=(0,– 2, π/2)
x (m)
Teorema 7.2.-50 Perhatikan sistem Pers. 7.33. Dengan menggunakan Lintasan r
-5 0 10 20 30 40 50
algoritma kontrol(x, y, Pers.
θ)(t 7.34, 2,maka
0 = 0)=(0,– 10π/2) titik galat
20 antara30(xtr- xb , ytr -40yb) = 50
(x, y, θ)(t = 0)=(0,– 2, π/2) x (m) Lintasan (
(0,0) adalah stabil asimtotik, atau dengan kata lain x (m) galat xtr - xb dan Lintasan r
-5 Lintasan r
ytr - yb menuju nol seiring
0 dengan
10 waktu t20menuju tak30 hingga. 40 50
Lintasan (
(x, y, θ)(t = 0)=(0,– 2, π/2)
x (m) Lintasan (
Simulasi pada Gambar 7.8 menunjukkan robot beroda bergerak dari Lintasan

titik (x, y, θ)(t = 0)=(0,– 2, π/2) mengikuti lintasan sepanjang x = 0 Lintasan


dengan kecepatan lintasan
v 1 m/detik.
ω
θ
v Robot Beroda 125

ω e
θ
ω
θ
v
θe
u 
dimana k e =[ k x
 2
k y ]T, k e =[ k x
k y y tr  k y ( ytr  yb )
k y ]T.
 xb   k x xtr  k x ( xtr  xb ) 
 y   k y  k ( y  y ), Pers. 7.35
 b   y tr y tr b 
5

t = 0 detik  k x ( xtr  xb ) tk=x 27,5


( xtr detik
xb )  0 t = 55 detik
k ( y  y )  k ( y  y )   . Pers. 7.36
y (m)

0  y tr b y tr b  0
T T
k e e  k e e 
0. Pers. 7.37
-5
0 10 20 30 40 50 60
dimana
(x, y, θ)(t = 0)=(0,– 2, π/2) k e =[ k x k y ]T, k e =[ k x k y ]T.
x (m)
Lintasan robot

Lintasan (xtr, ytr)


Gambar 7.8 Simulasi penjejakan lintasan
5 dengan lintasan y = 0, mulai dari (x, y) = (0, 0)
t = 27,5 detik
pada t = 0 melaju ke arah
t = 0xdetik
> 0 dengan laju 1 m/detik.
y (m)
0
7.7 Pengikut Lajur (Line Following)

Skema vkontrol pengikut -5lajur0 banyak 10sekali diaplikasikan, 20 30 40


ω oleh para penggemar hobi
baik (x, y,robotika
θ)(t = 0)=(0,–maupun
2, π/2) industri. Kontrol
θ x (m)
pengikutθlajur
e
dalam buku ini didekati dari sisi saintifik (pemodelan,
perancangan, dan pembuktian) sehingga diharapkan sistem kontrol
yang dibangun memiliki konsistensi dan reliabilitas yang tinggi.
Diasumsikan bahwa lajur yang diinginkan telah ditentukan dengan
suatu fungsiLajur
f, yaitu y = f(x).

θd v
ω
θ

θe

h
e v sin  e ,
Pers. 7.38
  .
e Lajur

θd

Gambar 7.9 Skematik robot roda diferensial pengikut lajur.

Ilustrasi skematik robot roda diferensial dengan lajur yang akan


diikuti diberikan pada Gambar 7.9. Diasumsikan bahwa robot beroda
h
dapat mengukur galat e v sin  eh, dan galat orientasi θ robot terhadap
posisi
e e Pers. 7.38
lajur. Dari Gambar  . θd adalah sudut lajur terhadap sumbu-x, dan
e 7.9,

126 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


Lajur
θ adalah sudut robot terhadap sumbu-x. Maka, galat orientasi robot
θd
terhadap lajur didapatkan θe = θ – θd. Jika diasumsikan pada waktu
.
yang sangat
. singkat θ d
tidak berubah (atau konstan), maka θ e

karena θd = 0 . Persamaan kinematika galat posisi dan orientasi dapat
diturunkan sebagai berikut:
h 
e
v vsin
sinθ ,,
ee
Pers. 7.38
e  .
Dalam skema kontrol pengikut lajur, tidak ditetapkan di mana posisi
robot pada waktu tertentu seperti di skema kontrol penjejak lintasan.
Dengan demikian, robot dapat diberikan sembarang nilai kecepatan
untuk dapat mengikuti lajur, misalnya kecepatan linier robot v
ditetapkan berharga positif, v = vc > 0. Dalam perancangan kontrol
pengikut lajur, diharapkan he dan θe menuju nol yang berarti bahwa
robot berhimpitan dengan posisi dan orientasi lajur.

Perancangan kontrol pengikut lajur dilakukan melalui mekanisme


Lyapunov. Suatu fungsi definit positif kandidat Lyapunov ditetapkan
sebagai berikut:
1 2 1 2
V 1 he 2  1  e 2 . Pers. 7.39
V 2 he  2  e . Pers. 7.39
1
2 h 2 terhadap1
2  2 . waktu dari fungsi Lyapunov tersebut
VTurunan 1  adalah
Pers. 7.39
V h 2ehhee221 2eee.22 .
e e
V 1 1 Pers. 7.39
Pers. 7.40

V h 2ehhee 2eee. . 7.40
Pers. 7.39
V   2 vh sin
h
h   2.  .
 Pers. 7.40
7.41
 Substitusi
  hheevhce sin
 Pers.

e e e 7.38
 . e dan v = vc > 0 ke Pers. 7.40 menghasilkan
V  . Pers. 7.40
7.41
V  hheevhce sin
e e e e
 eee. e Pers. 7.40
V sin 
. Pers. 7.41
  heekvccsin
V e hee v
e
 csin
e
 
.
e
. Pers.
Pers. 7.42
7.41

V   hkv sin
Dirancang h v input
suatu
e c e  ee csin
e
 . ekontrol
ee
. kecepatan putar ω Pers.
sebagai berikut:
7.42
7.41
 k  e 2 he vc sin e e .
 Pers. 7.42

V  k  e  he vc sin  e ee . Pers. 7.42

V  kk e  he vc  e .
 e2
Pers. 7.43
7.42
 0 .  e
2 
  k  Pers. 7.42 ke Pers. 7.41 menghasilkan Pers. 7.43
V 
Substitusi e

V   0.k  e 22 Pers. 7.43


V 
h  0
.kv e
 sin  , Pers. 7.43
e c e e
he 0 .vc sin e , Pers. 7.43
  0 .
vkc sin sin
 e ,e vc sin  .  Pers. 7.44
hee e h
e
Pers. 7.44
h vkc sin
e h
 e ,e vc  e e .
h v sin  , sin  e e .
ee Pers. 7.44
ee kc  e  he e vc sin  Pers. 7.44
e k  e  he vc sin  e ee . Robot
Pers.Beroda
7.44 127
e k  e  he vc  e .
sin  e e
he vc sin  e
hv 
V he he  ee . Pers. 7.40
1 2 1 2 1 2 1 2
. V
V . he   e  he   e . Pers
V  he vc sin 
e   e 2 2 2 2 Pers. 7.41Pers. 7.39

 hdisimpulkan
Vsin    V he he  ee . Pers
Dari Pers. 7.43, dapat eehe   e e . bahwa θe akan menuju nol Pers.seiring
7.40
 k  e  he vc . Pers. 7.42
 tak hingga. Pada saat θe telah
dengan berjalannya V 
 ewaktu
he vc sin te menuju
  e V.  he vc sin  e   e . Pers. 7.41 Pers
stabil di nilai nol, θe juga akan sama dengan nol.
 k  2
V sin e k   h v sin  e .
 e   k  e  he vc  .  e e c
Pers.
he e 7.43Pers. 7.42 Pers
Untuk mendapatkan bukti bahwa  e galat posisi menuju nol,
 0.
dilakukan substitusi Pers. 7.42 ke Pers.
 k  2  7.38
V k  e
2sebagai berikut:

 V Pers
h
e vc sin  e ,  e
 0.
Pers. 7.43
 0.
sin  e h vc sin  e ,
Pers. 7.44
e k  e  he vch vc .sin  e , e
e
e
sin e k   h v sin  e . Pers. 7.44
Pers
 
 e k  eakan 
 he vcmenujue . nol,
Karena θe telah dianalisis  e Pers.
e c 7.44 yang pertama

e e
menunjukkan bahwa. he akan menuju nilai konstan. Pada saat θe telah
stabilsin  e θe juga akan sama dengan nol. Dari Pers. 7.44 yang
he vc di nol,
kedua,ditunjukkan sin  e bentuk h v sin  e juga akan sama dengan
e he vcbahwa e c
e
e
nol. sin
Dari bentuk tersebut terlihat bahwa pembuat nol adalah variabel he
lim e
1 sin  e sin  e
lim  1 dapat disimpulkan
karena
e 0 e c
v >0, danlim
0 
e
 1. Dengan
 0 demikian,
e e
e
bahwa menggunakan pengontrol v = vc >0 dan ω sama dengan Pers.
7.42, maka
12
he dan θe akan menuju nol. Hasil ini dirangkum dalam
12
12

Teorema 7.3. 10
10
10

Teorema 7.3. Perhatikan sistem Pers. 7.38. Dengan menggunakan


8
8

8
input kontrol kecepatan linier v = vc >0 dan kecepatan ω seperti pada
6
6

Pers. 7.42,
6
galat posisi he dan θe pada titik (0, 0) adalah asimtotik
4
4

stabil, atau
4
dengan kata lain he dan θe bergerak menuju nol seiring
2
2
dengan bertambahnya nilai waktu t menuju tak hingga.
0
2 0

Simulasi pengontrolan pengikut lajur ditunjukkan pada Gambar-2


7.10. Robot
0 mulai dari titik (x, y) = (1, 2) dan orientasi θ = 0, pada
-2

-2 0 2 4 6 8 10 12
awalnya mengikuti lajur yd = 0 dan θd = 0. Kemudian pada titik (x, y)
-2 0 2 4 6 8 10 12

= (10, 0),
-2
lajur berganti menjadi xd = 10 m, θd = π/2 radian. Ketika
robot sampai-2 ke 0titik (x,
2 y) =
4 (10,6 10), 8lajur10
menjadi
12 yd = 10 m, θd = π
radian. Pada saat robot sampai ke titik (x, y) = (0, 10), lajur terakhir
adalah xd = 0 m, θd = 3π/2 radian. Dengan demikian, lajur yang dibentuk

128 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


merupakan bentuk kotak yang di dalam gambar diilustrasikan dengan
garis titik-titik berwarna. Lintasan robot digambarkan dengan garis
hitam dan potret robot pada waktu t = 0, t = 25 detik, dan t = 50 detik
diberikan pada Gambar 7.10.

Gambar 7.10 Simulasi pengontrolan robot untuk skema pengikut lajur, mengikuti lajur
yang ditandai garis titik-titik berwarna hijau.

7.8 Rangkuman Robot Beroda

Pada bab ini telah dibahas mengenai pengontrolan robot beroda,


khususnya robot beroda dengan roda diferensial. Untuk robot beroda
yang lainnya beberapa makalah ilmiah telah banyak membahasnya,
misalnya untuk forklift (Widyotriatmo dan Hong, 2012) atau truck-
trailer (Widyotriatmo, Siregar, Nazaruddin, 2017).

Pengontrolan gerakan ini masih mengasumsikan bahwa perencanaan


lintasan atau lajur telah tersedia. Begitu juga untuk skema penghindar
rintangan (collision avoidance) belum dibahas pada bab ini.

Robot Beroda 129


7.9 Latihan Soal

VII.1 Buatlah blok diagram skema pengontrolan dinamik dan


kinematik dari robot beroda dari yang telah dibahas pada bab
7.3 sampai dengan 7.7. Komponen apa saja yang dibutuhkan
untuk mengimplementasikan skema pengontrolan robot
beroda (misalnya sensornya apa saja, aktuatornya apa saja,
dan bagaimana mekanisme pengintegrasiannya).

VII.2 Diskusikan metode-metode perencanaan lintasan (trajectory


planning) atau perencanaan lajur (path planning) yang telah ada
dalam literatur-literatur.

VII.3 Tuliskan kode MATLAB untuk simulasi untuk pengontrolan:


• Stabilisasi Titik
• Penjejak Lintasan
• Pengikut Lajur

130 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


PUSTAKA

Aristidou, A., Lasenby, J., Chrysanthou, Y., Shamir, A. (2017)


Inverse Kinematics Techniques in Computer Graphics: A
Survey. Computer Graphics Forum.

Astrom K. J., T. Hagllund, (1994). PID controllers


Theory, Design and Tuning, 2nd edition, Instrument
Society of America, 1994.

Braga, N. C. (2001). Robotics, Mechatronics, and Artificial


Intelligence: Experimental Circuit Blocks for Designers.
First Edition, Elsevier.

Brocket, R. W. (1983). Asymptotic stability and feedback


stabilization, in Differential Geometric Control Theory, W
.R.
Brockett, R. S. Millman, and H. J. Sussman, Eds.
Boston, MA: Birkhäuser, 181–191.

S. S. Ge and F. L. Lewis, Eds., (2006). Autonomous


Mobile Robots: Sensing, Control, Decision Making, and
Applications. Boca Raton, FL: CRC Press.

Khalil, H., (2013). Nonlinear Systems, 3rd edition, Pearson.

Lavalle, S. M. (2006). Planning Algorithms, Cambridge University


Press.

Pustaka 131
Maharnani, C., Widyotriatmo, A., Suprijanto (2016).
Free regressor adaptive impedance control for
arm rehabilitation robot,” Proceedings of the 2016
International Conference on Instrumentation, Control,
and Automation, pp. 76-80, Bandung, 2016.

Nise, N. S., (2014). Control Systems Engineering, 7th Edition,


Wiley.

Widyotriatmo, A., Hong, K.-S. (2012). Switching algorithm


for robust configuration control of a wheeled vehicle. Control
Engineering Practice, 20(3), 315-325.

Widyotriatmo, A., Siregar, P.I., Nazaruddin, Y.Y. (2017).


Line following control of an autonomous
truck-Trailer, Proceedings of the 2017 International Conference
on Robotics, Biomimetics, and Intelligent Computational Systems,
Robionetics Desember 2017, pp. 24-28.

Spong, M. W., Hutchinson, S., Vidyasagar, M. (2016). Robot


Modeling and Conrol. John Wiley & Sons, Inc.

132 Dasar-dasar Mekatronika dan Robotika


TENTANG PENULIS

Augie Widyotriatmo meraih gelar S-1 Sarjana


Teknik (ST) dari Program Teknik Fisika, Institut
Teknologi Bandung (ITB), S-2 Magister Teknik
(MT) dari Program Instrumentasi dan Kontrol,
ITB, serta S-3 Doctor of Philosophy (Ph.D.) dari
Pusan National University, Korea Selatan. Saat
ini, Augie Widyotriatmo bergabung sebagai
dosen di Fakultas Teknologi Industri, ITB,
dalam kelompok keilmuan Instrumentasi
dan Kontrol dan mengampu mata kuliah untuk program sarjana S-1
Teknik Fisika, ITB, program magister S-2 Instrumentasi dan Kontrol,
ITB, dan membimbing mahasiswa program doktor S-3 Teknik Fisika,
ITB. Riset yang diminati meliputi robotika, instrumentasi industri,
kontrol nonlinier, otomasi, dan instrumentasi medik. Beliau telah
mempublikasikan banyak makalah teknikal, baik di jurnal nasional
maupun internasional. Sampai saat ini, beliau menjadi Associate Editors
pada jurnal internasional, International Journal of Control, Automation,
and Systems (IJCAS) dan jurnal nasional, Journal of Measurement,
Electronics, Communications and Systems (JMECS). Beliau adalah ketua
dari organisasi IEEE Indonesia Section Control Systems and Robotics and
Automation Joint Chapter Societies (CSS/RAS) Joint Chapter pada tahun
2017-2018. Beberapa prestasi yang pernah diraih berupa Apresiasi
Inovasi dari ITB pada tahun 2016 dengan inovasi kursi roda robotik
dan pada tahun 2018 dengan inovasi robot kecoa, best paper award
pada the 3rd International Conference on Robotics, Biomimetics & Intelligent
Computational Systems 2018 (ROBIONETICS 2018), Indonesia, best
paper paper award pada the 4th International Conference on Industrial
Internet of Things 2018 (ICIIOT 2018), Indonesia, dan outstanding paper
award pada the 18th International Conference on Control, Automation, and
System 2018 (ICCAS 2018), South Korea.
Tentang Penulis 133

Anda mungkin juga menyukai