Anda di halaman 1dari 27

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI


2.1 Tinjauan Pustaka
Kerusakan permukaan jalan sangat mempengaruhi tingkat kenyamanan
pengguna jalan, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan kondisi jalan secara
berkala. Kondisi jalan yang mantap tersebut akan berpengaruh pada kualitas
perjalanan, kenyamanan berkendara, dan kecepatan tempuh yang dapat
dicapai. Rehabilitasi dan pemeliharaan jalan merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk mempertahankan kondisi jalan agar kondisi mantap jalan
dapat terus dipertahankan hingga mencapai umur layan sesuai yang
direncanakan.

Beberapa studi terdahulu telah mencoba melakukan penelitian tentang


kemantapan jalan. Amrina Rosada, dkk (2019) melakukan penelitian untuk
menentukan kondisi perkerasan masa depan yang dapat diprediksi hanya
dengan menggunakan informasi nilai SDI sekarang dan umur perkerasan. Data
yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari data survei kondisi jalan
pada ruas perkerasan jalan antara wilayah Betung sampai Palembang. Hasil
prediksi kondisi perkerasan dibandingkan dengan nilai SDI terukur aktual dan
metode lain yang ada. Perbandingan dilakukan antara model RBFNN (Radial
Basis Function Neural Network) dan model Regresi. Perbandingan juga
dilakukan untuk mengevaluasi fleksibilitas RBFNN (Radial Basis Function
Neural Network) dengan memulai dari titik yang terletak di sepanjang kurva
deteriorasi aktual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model RBFNN
(Radial Basis Function Neural Network) memiliki kemampuan yang lebih baik
daripada model regresi untuk digunakan dalam memprediksi kondisi
perkerasan di masa mendatang, dan penerapannya sangat fleksibel.

Andrew Ghea Mahardika, dkk (2021) melakukan penelitian yang


membandingkan pengukuran tingkat kemantapan jalan dengan menggunakan
metode IRI (International Roughness Index) dan juga SDI (surface distress

5
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6

index). Sumber data dilakukan dengan cara survei lapangan dan menggunakan
alat rough meter III, serta sumber teori tentang program penentuan dan evaluasi
metode International Roughness Index (IRI) dan perhitungan Surface Distress
Index (SDI) untuk perkerasan lentur berdasarkan hasil penelitian dari sta 00 +
000 hingga 02+ 700 Nilai IRI : kondisi rata-rata sedang, 02 + 700 hingga 07 +
635 memiliki nilai kerusakan ringan hingga kerusakan berat, nilai SDI: dari sta
00 + 000 hingga 2 + 700 memiliki nilai kondisi baik, 02 + 700 hingga 6 + 800
memiliki nilai kondisi sedang, dan sta 02 + 600 hingga 7 + 635 memiliki
kondisi rusak ringan hingga rusak berat.

Bagus setiadji (2019) melakukan studi evaluasi terhadap kondisi jalan,


baik secara struktural maupun fungsional. Selama ini penilaian kondisi
fungsional jalan menggunakan dua indeks, yaitu surface distress index (SDI)
dan international roughness index (IRI). SDI yang saat ini digunakan oleh
Direktorat Jenderal Bina Marga (DJBM) memiliki prosedur yang sederhana
dan mudah digunakan. Berbicara soal akurasi dalam memperkirakan kondisi
fungsional jalan, tampaknya SDI masih jauh dari kata memuaskan. Dalam studi
ini, upaya untuk mengevaluasi SDI, khususnya untuk kerusakan retak, akan
diusulkan dengan mempertimbangkan semua jenis kerusakan retak dan
dimensi dan tingkat keparahan yang sesuai. Indeks kondisi perkerasan jalan
(PCI), metode paling komprehensif untuk mengevaluasi kondisi fungsional
jalan, akan digunakan sebagai acuan. Sepertinya PCI merupakan pilihan
terbaik sebagai alat evaluasi kondisi fungsional jalan di Indonesia, namun
lemahnya kemampuan personel lapangan menjadi kendala dalam
mengoptimalkan potensi PCI. Oleh karena itu, memperbarui SDI sekarang
dapat dianggap sebagai solusi terbaik.

Anisa Gusnilawati, Yusfita Chrisnawati dan Woro Partini Maryunani


(2021) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi kondisi
permukaan perkerasan jalan dan membandingkan nilai kondisi perkerasan
jalan berdasarkan tiga metode, yaitu Bina Marga, PCI (Pavement Condition
Index), SDI (Surface Distress Index) yang digunakan sebagai dasar untuk
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7

mengetahui jenis penanganan pemeliharaan jalan dan untuk menghitung tebal


perkerasan menggunakan metode Bina Marga 2013. Penilaian kondisi visual
diperoleh dengan melakukan survey lapangan secara langsung. Hasil penelitian
nilai kondisi kerusakan Jalan Patuk Dlingo pada ketiga metode yaitu metode
Bina Marga nilai UP 7,92 tergolong program pemeliharaan rutin, nilai rata-rata
39,7% yang kategori jelek (poor), metode SDI rata-rata nilai 11,8 tergolong
dalam penanganan pemeliharaan secara rutin. Dengan adanya penelitian
penilaian kondisi jalan yang menggunakan metode Bina Marga, PCI, dan SDI
dapat memberikan gambaran tingkat kerusakan Jalan Patuk Dlingo, yang dapat
digunakan sebagai data base untuk perencanaan dan pelaksanaan rehabilitasi
dan pemeliharaan jalan.

Heidy Amelia Setiaputri (2021) melakukan penelitian yang bertujuan


untuk mengevaluasi kondisi perkerasan jalan secara fungsional dan
membandingkan nilai kondisi perkerasan jalan berdasarkan dua metode yaitu
PCI (Pavement Condition Index) dan SDI (Surface Distress Index) yang
digunakan sebagai dasar untuk mengetahui jenis penanganan pemeliharaan
jalan. Penelitian ini menggunakan metode observasi langsung di lapangan
dengan melakukan survei visual terhadap kondisi perkerasan jalan, dimana
panjang jalan ini terbagi menjadi 42 ruas dengan satu ruas 100 meter. Dari hasil
penelitian kerusakan jalan Letjen. S. Parman dengan metode PCI (Pavement
Condition Index) dan SDI (Surface Distress Index) tidak terdapat perbedaan
hasil yang signifikan. Untuk metode Indeks Kondisi Perkerasan PCI
mendapatkan hasil persentase 90% dengan nilai sempurna dan 10% dengan
nilai sangat baik sedangkan dengan metode Surface Distress Index SDI
mendapatkan hasil persentase 96,5% dengan kategori baik dan 3,5% dengan
kategori sedang.

Ferdi Kurniawan (2018) melakukan penelitian yang bertujuan untuk


menilai kondisi jalan secara fungsional dan struktural, menganalisis korelasi
antara PCI (Pavement Condition Index) dan SDI (Structural Number), serta
mengidentifikasi, membandingkan dan merekomendasikan tindakan yang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8

dilakukan untuk meningkatkan kemantapan jalan provinsi yang ada pada


Kabupaten Karanganyar oleh pihak penyelenggara. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ruas jalan provinsi Palur-Karanganyar memilki nilai PCI
sebesar 90,82 dan 94,35 (Good) untuk setiap sisi dan ruas Karanganyar-
Tawangmangu-Kalisoro memiliki nilai PCI sebesar 70,13 (Satisfactory). Ruas
Palur-Karanganyar memiliki nilai SN sebesar 3,54 dan 3,58 untuk setiap sisi
dan ruas Karanganyar-Tawangmangu-Kalisoro memilki nilai SN sebesar 3,31.
Kondisi struktural pada ruas jalan Palur-Karanganyar diprediksi mampu
melayani lalu lintas sampai dengan umur rencana 5 tahun dan ruas jalan
Karanganyar-Tawangmangu-Kalisoro hanya mampu melayani lalu lintas
kurang dari 5 tahun. Korelasi PCI dan SN pada ruas jalan Palur-Karanganyar
adalah lemah karena memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0,49 dan 0,09
sedangkan ruas Karanganyar-Tawangmangu-Kalisoro berkorelasi kuat karena
memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0,83.

Sara McPherson (2018) telah menerbitkan karya publikasi yang


bertujuan untuk mendeskripsikan metode Delphi sebagai pendekatan penelitian
kualitatif dan memberikan contoh studi kasus dari penelitian yang
menggunakan metode Delphi untuk menunjukkan kelebihan dan tantangan dari
pendekatan metodologi ini. Menggunakan metode Delphi dalam penelitian
keperawatan menjadi lebih mudah. Dengan teknologi yang muncul,
komunikasi dengan para ahli yang beragam secara geografis dapat dicapai
dengan mudah dan terjangkau. Dengan perangkat lunak yang diperbarui, hasil
dapat segera diinterpretasikan, dan putaran tambahan Delphi terjadi pada
waktu yang tepat, meningkatkan partisipasi dan mengurangi tingkat gesekan.
Metode Delphi adalah pilihan yang layak untuk peneliti perawat mencari
pendapat ahli.

Simon Ofori Ametepey (2019) mengungkapkan dalam karya


publikasinya yang berjudul “Assessment of the Use of Delphi Technique in
Sustainable Infrastructure Development Research” bagaimana proses teknik
Delphi digunakan untuk memprediksi dan memahami masalah seputar
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9

infrastruktur berkelanjutan pembangunan di negara berkembang. Tujuan


makalah ini didasarkan pada premis bahwa teknik ini belum banyak digunakan
untuk mempelajari pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan, meskipun
beberapa studi empiris telah dilakukan untuk mendukungnya. Ini adalah karena
pendekatan Delphi mengumpulkan pandangan para ahli.

Dari hasil proses identifikasi pustaka ada berbagai jenis perbedaan dalam
penilaian terhadap kondisi kemantapan jalan, ruas jalan yang dituju, dan juga
metode pendekatan dalam pengolahan data. kondisi kemantapan jalan diolah
dengan men metode PCI yang dilakukan dengan cara penilaian langsung di
lapangan dan juga dengan menganalisis metode SDI yang sebelumnya telah di
lakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum bidang Bina Marga di kabupaten Sragen.
Ruas jalan yang di tinjau juga sudah di tetapkan berlokasi di kabupaten Sragen.

2.2 Landasan teori


a. Pengertian jalan
Menurut peraturan pemerintah RI No. 34 tahun 2006, jalan adalah prasarana
transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang
berasa pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah/air, dan di atas permukaan.

b. Klasifikasi jalan
Berdasarkan UU No. 38/2004 dijelaskan tentang klasifikasi jalan umum di
Indonesia yang terbagi berdasarkan sistem, fungsi, status dan kelas.
Klasifikasi jalan umum berdasarkan sistem terbagi atas sistem jaringan jalan
primer dan sekunder. Ciri khas dari pembagian jaringan jalan berdasarkan
sistem adalah perannya sebagai pelayanan distribusi barang dan jasa untuk
pengembangan wilyah di tingkat nasional dan kawasan perkotaan

c. Persyaratan teknis jalan


Klasifikasi jalan umum menurut fungsi dan kelas jalan memiliki persyaratan
teknis. Setiap jalan memiliki karakteristiknya masing-masing berdasarkan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10

fungsi dan kelas jalan. Persyaratan teknis ini harus dipenuhi untuk setiap
fungsi dan kelas jalan. Penetapan persyaratan teknis jalan sejalan dengan
peran jalan dalam distribusi barang dan jasa di tingkat daerah tertentu
berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.
Persyaratan teknis jalan menurut sistem dan fungsi jalan diberikan dalam PP
No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan pada Lampiran.

Sedangkan persyaratan teknis jalan berdasarkan kelas jalan dijelaskan


dalam PP Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan dan Keputusan Nomor 43
Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan dan Prasarana Jalan. Pasal 31 Jalan PP
No. 34 Tahun 2006 menyatakan bahwa kelas jalan diklasifikasikan menurut
spesifikasi penggunaan jalan, kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan, serta
pembangunan prasarana jalan.

1) Kelas jalan berdasarkan penggunaan jalan, kelancaran lalu lintas


dan angkutan jalan.
Tabel 2.1. Persyaratan Teknis Kelas Jalan
Klasifikasi Fungsi jalan Dimensi Sumbu
Kendaraan Terberat
danMuatan
Kelas I Arteri 2500 x 18000 10 ton
mm
Kelas II Arteri 2500 x 18000 10 ton
mm
Kelas III A Arteri atau 2500 x 18000 8 ton
Kolektor mm
Kelas III B Kolektor 2500 x 12000 8 ton
mm
Kelas III C Lokal 2100 x 9000 8 ton
mm
Sumber: Pasal 11 PP No. 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu
Lintas Jalan
2) Kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana
jalan.
Tabel 2.2. Spesifikasi Penyediaan Prasarana Jalan
Klasifikasi Fungsi jalan Dimensi Sumbu
Kendaraan Terberat
danMuatan
Kelas I Arteri 2500 x 18000 10 ton
mm
Kelas II Arteri 2500 x 18000 10 ton
mm
Kelas III A Arteri atau 2500 x 18000 8 ton
Kolektor mm
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11

Klasifikasi Fungsi jalan Dimensi Sumbu


Kendaraan Terberat
danMuatan
Kelas III B Kolektor 2500 x 12000 8 ton
mm
Kelas III C Lokal 2100 x 9000 8 ton
mm

Tabel 2.3. Lebar Ruang Milik Jalan (Rumija)


Klasifikasi Spesifikasi
Jalan Bebas a. Pengendalian jalan masuk secara penuh.
Hambatan b. Tidak ada persimpangan sebidang.
c. Dilengkapi pagar ruang milik jalan.
d. Dilengkapi dengan median.
e. Memiliki paling sedikit 2 lajur setiap arah.
f. Lebar lajur paling sedikit 3,5 meter.
Jalan Raya a. Jalan umum untuk lalu lintas secarapengendalian menerus dengan
jalan masuk secara terbatas.
b. Dilengkapi dengan median.
c. Memiliki paling sedikit 2 lajur setiap arah.
d. Lebar lajur paling sedikit 3,5 meter.
Jalan Sedang a. Jalan umum dengan lalu lintas jarak sedang dengan
pengendalian jalan masuk tidak dibatasi.
b. Memiliki paling sedikit 2 lajur untuk 2 arah.
c. Lebar jalur paling sedikit 7 meter.
Jalan Kecil a. Jalan umum untuk melayani lalu lintas setempat.
b. Memiliki paling sedikit 2 lajur untuk 2 arah.
c. Lebar jalur paling sedikit 5,5 meter.
Sumber: Pasal 32 PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan

Tabel 2.5. klasifikasi Kelas Jalan


Klasifikasi Ruang Milik jalan (m)
Jalan Bebas Hambatan 30
Jalan Raya 25
Jalan Sedang 15
Jalan Kecil 11
Sumber: Pasal 40 PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan

d. Persyaratan teknis jalan


Undang-undang Jalan No. 38 Tahun 2004 tidak memberikan rincian tentang
jenis pelayanan jalan yang ditingkatkan oleh SPM. Dalam PP No. 34 Tahun
2006 tentang Jalan, Pasal 112 memuat ketentuan tentang SPM Jalan, tetapi
hanya menjelaskan jenis-jenis SPM Jalan dan tidak lebih. Klarifikasi lebih
lanjut mengenai jalan raya nasional SPM dijelaskan dalam perintah menteri.
Pada tahun 2001, Depkimpraswil (sekarang Departemen Pekerjaan Umum)
melalui Kepmenkimpraswil No. 534/KPTS/M/2001 menyerahkan sejumlah
pelayanan kepada SPM Kepmenkimpraswil dalam hal mobilitas,
aksesibilitas, keselamatan, kondisi jalan dan operasional terdiri dari item.
kondisi. Untuk detail di paparkan di Lampiran.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12

e. Konsep kemantapan jalan


Brown (1990) menjelaskan tentang konsep campuran beraspal yang
mendukung kemantapan jalan harus memenuhi 4 kriteria, antara lain:
memiliki daya tahan/resistensi terhadap deformasi permanen; memiliki
kekakuan yang cukup dalam mendukung perkerasan jalan secara stuktural;
memiliki daya fleksibilitas, tidak mudah mengelupas dan tidak mudah retak;
memiliki daya tahan/resistensi terhadap kelelahan campuran beraspal.

Kemantapan jalan juga merupakan definisi lalu lintas jalan yang


menunjukkan kualitas fisik dan pelayanan jalan yang dianggap cukup untuk
memenuhi persyaratan minimum agar jalan dapat beroperasi secara optimal.
Berdasarkan hal tersebut, maka definisi kemantapan jalan dapat digunakan
sebagai gambaran kondisi minimum ruas jalan yang diharapkan dapat
memenuhi standar pelayanan minimum sektor jalan. Pengertian kemantapan
pembangunan jalan dan stabilitas pelayanan angkutan jalan yang
dikembangkan selama ini secara umum dapat dirumuskan sebagai:

1) Kemantapan Konstruksi Jalan.


a) Konstruksi jalan mantab adalah jalan dengan kondisi
konstruksi dalam koridor 'mantab', hanya memerlukan
pemeliharaan rutin dan rutin untuk pengoperasiannya dan
menambah nilai rutin atau maksimum pada struktur
konstruksi yang ada. Tidak dimaksudkan untuk ditambahkan.
b) Konstruksi jalan terputus adalah jalan yang berada di luar
koridor “mantab", dan dilakukan pemeliharaan secara
berkala untuk perawatan minimal dan peningkatan jalan yang
maksimal, dengan tujuan untuk meningkatkan nilai struktur
yang dibangun.
2) Kemantapan Layanan Lalu Lintas Jalan.
a) Jalan Mantap Layanan adalah jalan dengan kondisi lalu
lintas dalam koridor “mantap” yang mana untuk
penanganannya tidak diperlukan penambahan lebar jalan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13

b) Jalan Tak Mantap Layanan adalah jalan dengan kondisi lalu


lintas di luar koridor “mantap” yang mana untuk
penanganannya diperlukan penambahan lebar jalan.
Untuk menentukan apakah jalan-jalan di koridor tersebut “mantab”,
diperlukan beberapa parameter yang dapat digunakan sebagai benchmark
untuk analisis kami. Untuk alasan praktis, parameter yang diinginkan harus
memenuhi beberapa persyaratan utama::

a. Parameter dapat mewakili/mencerminkan kondisi jalan yang diwakilinya


b. Tersedia untuk semua jalan yang dievaluasi
c. Direhabilitasi setidaknya setiap tahun dengan biaya yang tidak mahal
(Ekonomis)
d. Parameter memiliki pemeliharaan rutin yang tidak terlalu terpengaruh
oleh.
Pada umumnya parameter yang digunakan untuk menentukan tingkat
kemantapan jalan adalah sebagai berikut:

a. Parameter Kekasaran Jalan atau International Roughness Index (IRI)


dan atau Roughness Coeficient Index (RCI),
b. Parameter Lebar Jalan dan Rasio Volume/Kapasitas (VCR),
c. Parameter Lebar Jalan dan Volume Lalu lintas Harian (LHR).
Pada dasarnya konsep kemantapan dalam pembangunan dan pengoperasian
jalan di atas meliputi jalan raya dan jalan utama yang merupakan jalan raya
nasional dan propinsi yang sistem pemeliharaannya termasuk dalam IIRMS.
Pada jalan yang relatif sibuk (arteri dan kolektor), parameter riding quality
(IRI) dan tingkat kemacetan jalan (VCR) merupakan ukuran kemantapan
ruas jalan yang baik..

f. Kerusakan jalan sebagai kegagalan bangunan


Pada dasarnya setiap struktur perkerasan jalan akan mengalami proses
pengrusakan secara progresif sejak jalan tersebut pertama kali dibuka untuk
lalu lintas seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.1
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14

Gambar 2.1 proses kerusakan progresif perkerasan jalan


Kerusakan jalan dapat dibagi menjadi kerusakan struktural dan kerusakan
non-struktural. Perlu dicatat bahwa muatan dari kendaraan ringan (mobil
penumpang) tidak berkontribusi pada proses kerusakan jalan tersebut.
Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu cara untuk mengetahui
kondisi jalan agar dapat menyusun program pemeliharaan jalan yang
diperlukan.

Kerusakan struktural meliputi kegagalan perkerasan dan kerusakan pada


satu atau lebih komponen perkerasan yang menyebabkan perkerasan tidak
mampu menahan beban lalu lintas. Kerusakan nonstruktural adalah
kerusakan yang mengurangi kenyamanan dan keselamatan pengguna jalan
serta meningkatkan biaya operasional kendaraan. Kerusakan nonstruktural
ini dapat terjadi secara tersendiri atau dapat diikuti dengan kerusakan
struktural. Kerusakan non-struktural dapat diperbaiki melalui pemeliharaan,
sedangkan kerusakan struktural biasanya perlu diperbaiki dengan
membangun kembali struktur jalan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15

Kerusakan jalan adalah kegagalan bangunan dari suatu konstruksi jalan.


Bedasarkan definisi dari kegagalan bangunan menurut UU 18/1999 tentang
Jasa Konstruksi, kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan, yang
setelah diserahterimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa, menjadi
tidak berfungsi baik sebagian atau secara keseluruhan dan/atau tidak sesuai
dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau
pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa
dan/atau pengguna jasa. Pada pasal 43 UU 18/1999, sangsi untuk kegagalan
bangunan dapat terjadi pada proses perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan konstruksi.

Secara umum penyebab kerusakan jalan dapat dikelompokan kedalam 4


penyebab utama, antara lain:

1) Kerusakan jalan yang diakibatkan karena kualitas/mutu konstruksi;


2) Kerusakan jalan yang diakibatkan karena kesalahan desain strukutural;
3) Kerusakan jalan yang diakibatkan beban lalu lintas berlebih
(overloading);
4) Kerusakan jalan yang diakibatkan karena bencana alam.
Kerusakan jalan akibat kualitas konstruksi yang buruk dapat terjadi pada
saat perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan proses konstruksi.
Kerusakan jalan akibat buruknya pengendalian mutu konstruksi saat ini
harus dikendalikan melalui penerbitan Standar Normatif dan Pedoman Mutu
Konstruksi Jalan (NSPM), Spesifikasi Umum Jalan dan Jembatan (2005)
yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Spesifikasi umum
jalan dan jembatan memuat aturan teknis terperinci untuk meminimalkan
kerusakan jalan akibat kualitas konstruksi yang buruk. Selama perencanaan,
kesalahan desain dapat menyebabkan kerusakan jalan. Kesalahan karena
cacat desain adalah kesalahan paling mendasar. Kesalahan yang terjadi bisa
karena kesalahan dalam peramalan lalu lintas di jalan raya dan bisa juga
karena perubahan tata guna lahan akibat perubahan RTRW (Renchana Tata
Ruang Willayah). Kesalahan ini disebabkan oleh kenyataan bahwa
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16

Departemen Pekerjaan Umum mengeluarkan Peraturan Teknis tentang


Aturan Perencanaan Geometrik untuk Jalan Raya pada tahun 1970, 1990
dan 1997, dan Peraturan Perencanaan Tebal Perkerasan untuk Jalan
Fleksibel dan Tetap pada tahun 1987 dan 1988. diminimalkan dengan
diterbitkannya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum..

Kerusakan jalan akibat lalu lintas yang berlebihan (kemacetan) dapat terjadi
selama desain dan pelaksanaan, tetapi biasanya terjadi sepanjang waktu
selama pelaksanaan dan pemantauan. Pembebanan dilakukan di semua ruas
jalan, namun pemantauan hanya dilakukan pada ruas jalan tertentu karena
keterbatasan dana untuk pembangunan jembatan timbang. Saat ini jembatan
timbang tersebut dioperasikan oleh Kementerian Perhubungan bekerja sama
dengan Kementerian Perhubungan, namun sayangnya belum ada kerja sama
dengan otoritas teknis terkait yang menangani masalah pembangunan jalan,
Kementerian Umum. Dinas Pekerjaan Umum dan Pekerjaan Umum..

g. Otonomi daerah
Otonomi Daerah (OTODA) dan desentralisasi pada dasarnya
mempersoalkan pembagian kewenangan kepada organ-organ
penyelenggara Negara, sedangkan otonomi menyangkut hak yang
mengikuti pembagian wewenang tersebut (Mardenis, 2017: 84). Pengertian
“otonomi daerah” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti
bahwa hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Pengertian ini ternyata tidak berbeda dengan Pasal
1 huruf c UU No.32 Tahun 2004: “otonomi daerah adalah hak, wewenang
dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Pengertian itu tidak terlepas dari pengertian otonomi yang dalam konteks
politik dan pemerintahan mengandung makna pemerintahan sendiri. Kata
“otonomi” berasal dari kata “otonom” yang mempunyai dua
pengertian.Pertama, berdiri sendiri; dengan pemerintah sendiri; dan daerah
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17

otonom. Kedua, kelompok sosial yang memiliki hak dan kekuasaan


menentukan arah tindakannya sendiri

Pengertian otonomi menurut UU No. 32 Tahun 2004 dibedakan dengan


pengertian desentralisasi. Karena pada pengertian otonomi mengandung
unsur “kewenangan untuk mengatur” atau dengan kata lain terkandung juga
pengertian kemandirian.

Mengacu pada definisi normatif dalam UU No. 32 Tahun 2004, maka unsur
otonomi daerah adalah :

1) Hak;
2) Wewenang;
3) Kewajiban daerah otonom.

Desentralisasi dalam Pasal 1 angka 7 UU No. 32 Tahun 2004 dijelaskan


bahwa penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah
otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem
NKRI.

Prinsip otonomi daerah yang dianut oleh UUNo. 32Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah adalah otonomi daerah yang luas, nyata dan
bertanggung jawab. Dengan prinsip otonomi luas, nyata dan bertanggung
jawab, maka memberikan kewenangan yang lebih banyak kepada daerah
Kabupaten/Kota yang didasarkan atas asas desentralisasi.

Kewenangan otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab sebagaimana


dimaksud dalam penjelasan umum UU No. 32 Tahun 2004 adalah:

a. Otonomi daerah adalah kebebasan suatu wilayah untuk


menyelenggarakan pemerintahan, termasuk semua kecuali politik luar
negeri, pertahanan, keamanan, peradilan, keuangan, keuangan, agama,
dan kewenangan bidang lain yang ditetapkan dengan peraturan
pemerintah. Termasuk izin di bidang. Selanjutnya, fleksibilitas otonomi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18

daerah mencakup kewenangan penuh dan bulat atas pelaksanaan, mulai


dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pengujian dan evaluasi.
b. Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan
kewenangan pemerintah dibidang tertentu yang secara nyata dan
diperlukan serta tumbuh dan berkembangdidaerah.
c. Otonomi yang bertanggung jawab adalah merupakan perwujudan
pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan
berkembang di daerah.

Kewenangan yang diberikan kepada daerah dengan sistem yang luas


didasarkan pada klasifikasi dengan tiga kriteria: eksternalitas, akuntabilitas,
dan efisiensi.

Berdasarkan Pasal 11 UU No. 32 tahun 2004 disebutkan:

1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan


kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan
keserasian hubungan antar susunan pemerintahan.
2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat
3) merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antara Pemerintah dan
pemerintahan daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota atau antar
pemerintahan. Daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis
sebagai satu sistem pemerintahan.
4) Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah,
yang diselenggarakan berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.
5) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang
berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara
bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah.

Menurut Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2007, pemekaran


daerah/wilayah adalah pemecahan suatu pemerintah baik propinsi,
Kabupaten/Kota, Kecamatan, Desa / Kelurahan menjadi dua daerah atau
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19

lebih.Menurut Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000, tentang


persyaratan pembentukan dan kriteria pemekaran, penghapusan dan
pengabungan daerah, pada pasal 2 menyebutkan pemekaran daerah/wilayah
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui :

a. Percepatan pelayanan kepada masyarakat


b. Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi
c. Percepatan pertumbuhan pembangunan ekonomi daerah
d. Percepatan pengelolaan potensi daerah
e. Peningkatan keamanan dan ketertiban
f. Peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.

h. Kerusakan permukaan (surface distress)


1) Jenis-jenis Kerusakan
Jenis kerusakan jalan pada perkerasan dapat dikelompokkan atas 2
macam, yaitu:
a) Kerusakan Struktural
Kerusakan struktural adalah kerusakan pada struktur jalan, sebagian
atau seluruhnya, yang menyebabkan perkerasan jalan tidak lagi
mampu menahan beban yang bekerja diatasnya.
b) Kerusakan Fungsional
Kerusakan fungsional merupakan kerusakan pada permukaan jalan
yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi jalan tersebut.

Nilai Pavement Condition Index (PCI) digunakan untuk menentukan


nilai kondisi permukaan untuk segmen jalan dimana kondisi permukaan
perkerasan akibat terjadinya kerusakan mempengaruhi elevasi.

2) Survei kerusakan
Survei kerusakan dilakukan untuk mengetahui kerusakan yang terjadi
pada jalur lalu lintas. Hasilnya digunakan untuk mengetahui tingkat
kerusakan jalan, jenis pemeliharaan yang akan dilakukan, prioritas
pekerjaan dan besaran dana yang dibutuhkan..
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20

Pengidentifikasian kerusakan dimaksudkan untuk menentukan jenis-


jenis kerusakan, luas kerusakan dan kelas kerusakan. Adapun jenis-jenis
kerusakan yang diamati dan kriteria pengukuran dapat disajikan pada
Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Kriteria Pengukuran Kerusakan


No Type Kerusakan Kriteria Pengukuran
1 Deformasi
a. Ambles, alur Kedalaman (mm) diukur di bawah
b. Keriting penggaris 1,2 m. Kedalaman (mm) diukur
di bawah penggaris 1,2 m jarak dari puncak
c. Sungkur/jembul ke puncak gelombang
Kedalaman (mm) diukur di bawah
penggaris 1,2 m

2 Retak
a. Retak bulan sabit, retak Lebar retak (mm) yang paling dominan
diagonal, retak tengah, (lebar)
retak melintang
b. Retak blok, retak kulit
buaya,retak memanjang Lebar retak (mm) yang paling dominan
Kerusakan Tepi (lebar) jarak antar celah (lebar kotak)

3 a. Rusak tepi Lebar maksimum dari lapis permukaan


yang lepas (mm)
b. Penurunan tepi Tinggi penurunan (mm)

4 Cacat permukaan
a. Pengelupasan Ketebalan dari lapisan yang mengelupas
b. Kegemukan, pengausan, (mm)
pelepasan butir, tergerus Tidak ada spesifikasi

5 Lubang Kedalaman lubang (mm)


6 Path Tidak ada spesifikasi
Sumber : Austroads, 1987
Cara mengukur luas kerusakan adalah sebagai berikut, daerah yang rusak
terlebih dahulu ditandai dengan cat atau kapur untuk menandai batas-batas
pengukuran dengan membuat garis segi empat panjang dengan dua sisinya
sejajar dengan centre line, setiap sisi segi empat dibuat minimum berjarak
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21

10 cm dari daerah kerusakan. Cara mengukur luas kerusakan seperti tampak


dalam Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Contoh Pengukuran Kerusakan Jalan


Data-data hasil survei kerusakan perkerasan jalan dikelompokkan
berdasarkan kelas kerusakan seperti ditunjukkan pada Tabel 2.9.

Tabel 2.5. Kelas-kelas Kerusakan Jalan

Batas Kerusakan
Kerusakan Elemen (mm) Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3
(S) (M) (L)
Keriting, alur, ambles, Kedalaman 0 – 10 11 – 20 > 20
retak diagonal, retak
memanjang, retak Lebar retak 0 – 0,5 0 – 0,5 >2
tengah, retak buaya, dan
retak melintang
Jembul, retak blok
Penurunan tepi Kedalaman 0 – 15 15 – 40 > 40
Lebar retak 0–2 2–5 >5
Rusak tepi Kedalaman 0 – 20 20 – 50 > 50
Lebar 0 – 75 75 – 150 > 150
Lubang Kedalaman 0 – 25 25 – 100 > 100

Sumber : Austroads, 1987


Menurut Austroads, 1987, untuk menentukan tingkat keparahan masing-
masing kerusakan adalah sebagai berikut :

1) Alligator Cracking (retak kulit buaya)


a) Tingkat keparahan rendah (L)
Halus, retakan-retakan sebesar rambut yang letaknya saling sejajar
dengan sedikit atau tidak ada retakan-retakan yang saling
bersambung. Retakan-retakan tersebut disebut spaling.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22

b) Tingkat keparahan sedang (M)


Perkembangan lanjut dari retakan-retakan aligator ringan ke dalam
suatu pola atau jaringan retakan yang mungkin agak sedikit terjadi
spalling.
c) Tingkat keparahan tinggi (H)
Jaringan atau pola keretakan telah berkembang sehingga potongan-
potongan tampak jelas dan terjadi spalling pada tepi-tepinya, beberapa
potongan berguncang di bawah lintasan.
2) Pelepasan Butir
Erosi lapis permukaan sebagai akibat dari lalu lintas, hujan dan siklus
pembekuan pencairan. Hal ini terjadi lapis permukaan aspal dan
permukaan batuan.
3) Block Cracking (retak kotak-kotak)
a) Tingkat keparahan rendah (L)
Blok-blok dikarakteristik dengan retakan-retakan yang tidak terjadi
spalling (sisi-sisi retakan adalah vertikal) atau hanya ada sedikit
spalling dengan tidak ada partikel-partikel yang terlepas. Retakan-
retakan yang tidak terisi mempunyai lebar ¼ inchi atau kurang dari
lebar rata-rata dan retakan-retakan yang terisi mempunyai suatu filler
(isian) dalam kondisi yang memuaskan.
b) Tingkat keparahan sedang (M)
Salah satu kondisi-kondisi berikut ada :
(1) Retakan-retakan yang terisi atau tidak terisi dengan spalling
terjadi dalam tingkat sedang serta beberapa partikel terlepas.
(2) Retakan-retakan yang terisi dan tidak terjadi spalling atau hanya
sedikit spalling dengan sedikit partikel yang terlepas namun
mempunyai suatu lebar rata-rata lebih besar dari kira-kira ¼ inchi.
(3) Retakan-retakan yang terisi dan tidak terjadi spalling atau sedikit
terjadi spalling dengan sedikit partikel terlepas, namun
mempunyai filler dalam kondisi yang tidak memuaskan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23

c) Tingkat keparahan tinggi (H)


Blok-blok ditegaskan dengan sedikit retakan-retakan yang sangat ter-
spalling serta partikel-partikel terlepas dan hilang.
4) Corrugation (keriting)
a) Tingkat keparahan rendah (L)
Gelombangnya kecil dan tidak mempengaruhi kualitas ride
(perjalanan).
b) Tingkat keparahan sedang (M)
Gelombang-gelombang kelihatan dan secara signifikan
mempengaruhi kualitas ride.
c) Tingkat keparahan tinggi (H)
Gelombang tampak jelas dan sangat mempengaruhi ride.
5) Depression (ambles)
a) Tingkat keparahan rendah (L)
Depresi-depresi dapat dilihat atau dibatasi oleh area-area yang
menghitam hanya sedikit mempengaruhi kualitas riding pavement,
aspal dan bisa menyebabkan potensial hydroplaning.
b) Tingkat keparahan sedang (M)
Depresi dapat dilihat, agak mempengaruhi kualitas ride, dan
menyebabkan potensial hydroplaning.
c) Tingkat keparahan tinggi (H)
Depresi tampak jelas, sangat mempengaruhi kualitas ride,
menyebabkan potensial hydroplaning yang pasti.
6) Lubang
Lubang-lubang, ambles berbentuk mangkuk (lubang) pada perkerasan
dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan kerusakan-kerusakan
permukaan lainnya.
7) Pengelupasan
Lapisan permukaan mengelupas dari lapisan bawahnya membentuk
lubang-lubang ke dalam lapisan aspal. Lapisan permukaan bergerak
dalam arah memanjang atau melintang akibat pergerakan lalu lintas
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24

membuat retak-retak terbuka ke lapisan aspal bawah (khususnya pada


persimpangan). Jika tidak ada ikatan antara dua lapisan aspal teratas
maka lalu lintas akan menimbulkan getaran-getaran pada lapisan
permukaan dan akan mulai hancur, gejala awal bisa berupa retak-retak
yang berkembang secara cepat menjadi retakan kulit buaya dan dengan
kecepatan yang sama menjadi lubang-lubang.
a) Tingkat keparahan rendah (L)
Ketebalan lapisan terdelaminasi : < 20 mm (slurry seals dan surface
treatment).
b) Tingkat keparahan sedang (M)
Ketebalan lapisan terdelaminasi : 20 – 50 mm (overlay).
c) Tingkat keparahan tinggi (H)
Ketebalan lapisan terdelaminasi : > 50 mm (overlay).
8) Retak melintang dan longitudinal
a) Tingkat keparahan rendah (L)
Retakan-retakan terjadi spalling atau tidak ada spalling dengan tidak
ada partikel-partikel yang terlepas. Retakan-retakan terebut dapat
tidak ada partikel-partikel yang terlepas. Retakan-retakan tersebut
dapat terisi ataupun tidak terisi. Retakan-retakan yang tidak terisi
mempunyai lebar rata-rata ¼ inchi atau kurang. Retakan-retakan
yang terisi lebarnya sembarang, tetapi bahan filler-nya dalam
kondisi yang memuaskan.
b) Tingkat keparahan sedang (M)
Salah satu kondisi-kondisi berikut adalah :
(1) Retakan-retakan terjadi spalling sedang dengan sedikit partikel
terlepas dan dapat terisi atau tidak dengan lebar sembarang.
(2) Retakan-retakan yang terisi tidak terjadi spalling atau sedikit
terjadi spalling, tetapi filler-nya dalam kondisi yang tidak
memuaskan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25

(3) Retakan-retakan tidak terisi serta tidak terjadi spalling atau


hanya sedikit terjadi spalling, tetapi lebar retakan rata-rata lebih
besar dari ¼ inchi.
(4) Keretakan acak ringan terjadi di dekat retakan tersebut atau pada
sudut-sudut retakan-retakan yang berpotongan.
c) Tingkat keparahan tinggi (H)
Retakan-retakan sangat ter-spalling dengan partikel-partikel
terlepas dan hilang. Retakan-retakan tersebut dapat terisi maupun
tidak terisi dengan lebar sembarang.
9) Oli Splillage
Tidak ada tingkat keparahan yang tegas. Cukup dengan menunjukkan
bahwa oli spillage ada.
10) Patching and utility cut patch (tambalan)
a) Tingkat keparahan rendah (L)
Patch (suatu area pavement dimana permukaan aslinya telah
diganti) dan kondisi yang bagus dan berfungsi dengan memuaskan.
b) Tingkat keparahan sedang (M)
Patch agak rusak dan agak mempengaruhi kualitas ride.
c) Tingkat keparahan tinggi (H)
Patch sangat buruk dan mempengaruhi kualitas ride secara
signifikan. Patch harus segera diganti.

11) Polished Aggregate


Tingkat keparahan tidak terdefinisi dengan jelas. Namun, derajat
kegilapan harus signifikan sebelum dimasukkan ke dalam survei
kondisi dan dinilai sebagai suatu kerusakan.
12) Raveling and weathering (tergerus)
a) Tingkat keparahan rendah (L)
Agregat atau binder telah mulai usang atau aus dengan sedikit
partikel yang hilang, jika ada.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26

b) Tingkat keparahan sedang (M)


Agregat atau binder telah usang dengan beberapa partikel lepas dan
hilang. Tektur permukaan agak kasar dan berbintik-bintik.

c) Tingkat keparahan tinggi (H)


Agregat atau binder telah usang dengan sejumlah besar partikel
terlepas dan hilang. Tektur permukaan sangat kasar dan berbintik-
bintik.

13) Rutting (Alur)


Keparahan semua
L ukuran ¼ - ½ inchi (0,635 – 1,27 cm)
M ukuran > ½ - 1 inchi (>1,27 – 2,54 cm)
H ukuran > 1 inchi (>2,54 cm)
14) Shoving (jembul dan sungkur)
a) Tingkat keparahan rendah (L)
Sejumlah dorongan kecil telah terjadi dengan sedikit pengaruh
terhadap kualitas ride dan tidak ada keretakan pada perkerasan
aspal.

b) Tingkat keparahan sedang (M)


Sejumlah dorongan yang signifikan telah terjadi yang menyebabkan
kekerasan sedang dan sedikit keretakan atau tidak ada keretakan
pada perkerasan aspal.

c) Tingkat keparahan tinggi (H)


Sejumlah dorongan yang besar telah terjadi yang menyebabkan
kekasaran yang parah atau perpecahan pavement aspal.

15) Slippage Cracking (retak bulan sabit)


Tingkat keparahan tidak terdefinisi dengan jelas, cukup dengan
menunjukkan retak bulan sabit terjadi.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27

16) Kegemukan
Tingkat keparahan tidak terdefinisi dengan jelas, kegemukan harus
diperlihatkan ketika cukup hebat untuk menyebabkan penurunan dalam
resistensi terhadap kelicinan.

Tabel 2.6 Jenis Kerusakan Perkerasan Beraspal


Modus Jenis Ciri
• Retak • Retak • Memanjang searah sumbu jalan
memanjang
• Retak • Melintang tegak lurus sumbu jalan
melintang
• Retak tidak • Tlidak berhubungan dengan pola tidak
beraturan jelas
• Retak selip • Membentuk parabola atau bulan sabit
• Retak blok • Membentulk poligon, spasi jarak > 300
mm
• Retak buaya • Membentuk poligon, spasi jarak < 300
mm

• Deformasi • Alur • Penurunan sepanjang jejak roda

• Keriting • Penurunan regular melintang,


• Amblas • berdekatan
• Sungkur • Cekungan pada lapis permukaan
• Peninggaian lokal pada lapis
permukaan
• Cacat • Lubang • Tergerusnya lapisan aus di penTlukaan
• Permukaan • Perkerasan yang berbentuk seperti
• mangkok.
• Delaminasi • Terkelupasnya lapisan tambah pada
• perkerasan yang lama.
• Pelepasan • .Lepasnya butir-butir agregat dari
butiran
• permukaan
• Pengausan • Ausnya batuan sehingga menjadi licin
• Kegemukan • Pelelehan aspal pada permukaan
• Perkerasan

• Tambalan • Perbaikan lubang pada permukaan


• perkerasan
• Cacat tepi • Gerusan tepi • Lepasnya bagian tepi perkerasan
• Perkerasan • Penurunan • Penurunan bahu jalan dari tepi
tepi
• perkerasan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28

3) Perhitungan PCI
Adapun langkah-langkah untuk menghitung PCI sebagai berikut :
1) Menentukan densitas kerusakan
Densitas didapat dari luas kerusakan dibagi dengan luas perkerasan
jalan (tiap segmen) kemudian dikalikan 100%. Rumus lengkapnya
adalah sebagai berikut :

Densitas = Luas Kerusakan x 100%


(2.5) Luas Perkerasan
2) Mencari deduct value (DV)
Cara untuk menentukan DV, yaitu dengan memasukkan persentase
densitas pada grafik (Gambar 2.3. s/d Gambar 2.13) masing-masing
jenis kerusakan kemudian menarik garis vertikal sampai memotong
tingkat kerusakan (low, medium, hight), selanjutnya pada pertolongan
tersebut ditarik garis horizontal dan akan didapat DV.
3) Menjumlah total deduct value
Total deduct value yang diperoleh pada suatu segmen jalan yang
ditinjau sehingga diperoleh total deduct value (TDV).
4) Mencari corrected deduct value
Corrected deduct value (CDV) dengan jalan memasukkan nilai DV ke
grafik CDV dengan cara menarik garis vertikal pada nilai TDV sampai
memotong garis q kemudian ditarik garis horizontal. Nilai q
merupakan jumlah masukan dengan DV > 5. grafik CDV.
5) Menghitung nilai kondisi perkerasan
Nilai kondisi perkerasan dengan mengurangi seratus dengan nilai
CDV yang diperoleh. Rumus lengkapnya adalah sebagai berikut :

PCI = 100 – CDV


(2.6)

dengan :
PCI = nilai kondisi perkerasan
CDV = Corrected Deduct value
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29

Nilai yang diperoleh tersebut dapat menunjukkan kondisi perkerasan


pada segmen yang ditinjau, apakah baik, sangat baik atau bahkan
buruk sekali.

6) Prioritas penanganan kerusakan


Dengan menggunakan nilai kondisi jalan yang dihasilkan untuk setiap
segmen, Anda dapat menentukan prioritas perawatan kerusakan
dengan memprioritaskan perawatan kerusakan untuk jalur dengan
nilai kondisi jalan terendah terlebih dahulu. Untuk mendapatkan nilai
total kondisi jalan (jalan yang diuji), Anda perlu menjumlahkan semua
nilai kondisi jalan untuk setiap segmen dan membaginya dengan
jumlah total segmen. Rumus yang dipakai sebagai berikut :

Rata-rata PCI untuk ruas jalan = PCI Tiap Segmen


(2.7) Jumlah Segmen
Rata-rata PCI yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam parameter,
seperti ditunjukkann pada Gambar 2.2.

PCI : 0 – 10 10 – 25 25 – 40 40 – 55 55 – 70 70 – 85 85 - 100

Rating : Failed Very Poor Poor Fair Good Very Good Excellent

Gambar 2.2. Indek dan Kondisi Lapis Permukaan Jalan


(Sumber : U.S. Department of Transportation, 1982)
i. Teknik Delphi
Teknik Delphi adalah suatu cara atau metode untuk mengorganisasikan ide
di antara pakar dalam rangka memperbaiki kondisi institusi pada masa yang
akan dating. Teknik Delphi diartikan sebagai suatu proses untuk
mengumpulkan pendapat diantara para pakar tentang fenomena sosial yang
akan mempengaruhi situasi institusi. sedang witkins (1984) mendefinisikan
teknik Delphi sebagai cara menentukan pendapat secara konsensus
(mufakat) di antara para pakar mengenai tujuandan kebutuhan yang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30

mendesak dari suatu institusi. dari ketiga pengertian tersebut, teknik Delphi
daoat diartikan sebagai suatu cara yang sistematis untuk memperoleh
kesepakatan pendapat diantara para pakar yang mempunyai kepentingan
dan yang relevan dengan pembuatan keputusan, untuk menentukan tujuan
organisasi, menentukan prioritas kegiatan program, dan menentukan
rencana program suatu institusi di masa yang akan datang

Kegunaan Metode Delphi Tujuan dari teknik Delphi adalah untuk


mengembangkan suatu perkiraan konsensus masa depan dengan meminta
pendapat para ahli, dan pada saat yang sama menghilangkan masalah sering
terjadi yaitu komunikasi tatap muka.

Sedangkan menurut Delbecq, Van de Ven dan Gustafson, teknik Delphi


dapat digunakan untuk mencapai tujuan sebagai berikut :

1) Untuk menentukan atau mengembangkan berbagai alternatif program


yang mungkin.
2) Untuk menjelajahi atau mengekspos asumsi yang mendasari atau
informasi yang mengarah ke penilaian yang berbeda.
3) Untuk mencari informasi yang dapat menghasilkan konsensus sebagai
bagian dari kelompok responden.
4) Untuk menghubungkan penilaian informasi pada topik yang mencakup
berbagai disiplin, dan.
5) Untuk mendidik kelompok responden mengenai aspek beragam dan
saling terkait dari topik.

Ada empat tahap penting dalam metode Delphi, yaitu :

1) Permintaan Komentar Dalam hal ini, tim peneliti mengirimkan


beberapa pertanyaan kepada para ahli terkait dengan masalah yang
dihadapi. Pertanyaan-pertanyaan ini dapat diajukan secara tertulis
(surat atau email) atau secara lisan . Para ahli diminta untuk menjawab
semua pertanyaan dan mengirimkannya kembali ke tim peneliti.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31

2) Agregasi Pendapat Ahli dan Umpan Balik Semua komentar yang


diterima dikumpulkan oleh tim peneliti dan dikirim kembali ke semua
ahli sehingga setiap ahli dapat mempelajari pendapat dari para ahli
lainnya. Setiap pakar memiliki kebebasan untuk mempertahankan
pendapatnya atau memodifikasinya berdasarkan sudut pandang pakar
lain dan mengirimkannya kembali ke tim peneliti.
3) Mencari informasi mengenai alasan para pakar terkait atas pendapat
yang disampaikan Revisi pendapat pada tahap dua memberi dua
kemungkinan hasil yaitu pendapat yang konvergen atau divergen. Jika
terdapat pendapat yang agak berbeda dari pendapat lain, tim investigasi
kembali mencari informasi mengenai alasan pakar atas pendapat yang
disampaikan.
4) Evaluasi Proses berlangsung hingga tim investigasi merasa yakin
bahwa semua pendapat merupakan hasil pemikiran yang matang.

Sedangkan menurut Mansoer (2009) Ciri khas langkah-langkah proses


teknik Delphi adalah sebagai berikut:

1) Masalah diidentifikasikan dan melalui seperangkat pertanyaan yang


disusun secara cermat anggota kelompok diminta menyampaikan
kesimpulan-kesimpulannya yang potensial.
2) Kuesioner pertama diisi oleh anggota secara terpisah dan bebas tanpa
mencantumkan nama.
3) Hasil kuesioner pertama dihimpun, dicatat dan diperbanyak dipusat
(sekretariat kelompok).
4) Setiap anggota dikirimi tembusan hasil rekaman.
5) Setelah meninjau hasil, para anggota ditanyai lagi tentang kesimpulan-
kesimpulan mereka. Hasil yang baru biasanya menggugah para anggota
untuk memberi kesimpulan baru, malah ada kalanya mereka mengubah
sama sekali kesimpulan pertama mereka.
6) Langkah ke-4 dan ke-5 ini diulangi sesering ia diperlukan,sampai
tercapai satu konsensus.

Anda mungkin juga menyukai