Anda di halaman 1dari 29

9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terkait (Orisinalitas dan Posisi Penelitian)

Studi tentang analisis terkiat Jembatan Penyeberang Orang (JPO) lebih

umum menganalisis efektivitas layanan JPO, dan desain bangunan JPO. Analisis

secara khusus mengenai kelayakan perencanaan pembangunan JPO sesuai

dan/atau paling relevan dengan fokus analisis studi ini dilakukan oleh Irawan et

al., (2021); Yunus dkk., (2020); dan Rahman et al., (2017). Ketiga penelitian

tersebut menjadi rujukan utama pelaksanaan penelitian ini. Upaya memperluas

dan/atau membantu penjelasan (sebab akibat) hasil penelitian nanti, juga didukung

dengan penelitian lain seperti Isradi et al., (2022); Dermawan et al., (2021);

Sulistyorini dan Wijayanti (2020); Nawir dan Rusmiyanti (2019); serta Priastama

(2015). Uraian penelitian terdahulu selengkapnya disajikan pada pada Tabel 2.1.

Berdasarkan hasil studi peneliti terdahulu beberapa peneliti di atas

diketahui bahwa penelitian tentang analisis kelayakan pembangunan Jembatan

Penyeberangan Orang (JPO) khusus di Kota Kendari hingga saat ini belum

tersedia, sehingga studi ini (analisis kelayakan JPO di Kota Kendari) pertama kali

dilakuka oleh peneliti. Posisi ini sekaligus sebagai keaslian (orisinalitas)

penelitian dari persektif subjek (tempat atau lokasi).

Kedua bahwa studi terdahulu yang relevan atau mirip dengan penelitian ini

adalah dilakukan oleh Irawan et al., (2021); dan Rahman dkk., (2017) yang

menganalisis kelayakan pembangunan JPO. Perbedaanya terletak pak aspek

analisis dimana studi Irawan et al., (2021) hanya berdasarkan pada jumlah pejalan
10

kaki yang melakukan penyeberangan, sedangkan Rahman pada tiga (3) aspek

yakni teknis, sosial budaya, dan ekonomi. Sementara itu studi ini menggunakan

empat cakupan analisis dengan menambah satu dari studi Rahman dkk., (2017)

yakni kepadatan lalu lintas (lalu lintas harian/LHR), aspek teknik, sosial dan

keuangan atau ekonomi. Penggunaan kepadatan lalu lintas juga didasarkan saran

dari Yunus dkk., (2020) bahwa untuk analisi selanjutnya menambahkan volume

kendaraan. Atas dasar tersebut, aspek kepadatan lalu lintas (lalu lintas

harian/LHR) sebagai langkah awal untuk menetukan titik atau lokasi, serta untuk

mendukung aspek teknik terutama penentuan lokasi yang layak pembangunan

JPO.

Aspek kepadatan lalu lintas (lalu lintas harian/LHR) yang digunakan

dalam penelitian ini sekaligus memperkuat posisi penelitian saat ini (state of the

art). karena itu, penelitian ini melegkapi studi terdahulu dan akan memperkaya

informasi terkait dengan studi perencanaan kelayakan pembanguna JPO.


11

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu yang Relevan


Nama dan Posisi Penelitian
Judul Hasil
Tahun Kesamaan Perbedaan
Isradi et al., The Effectiveness a. Jumlah orang yang melintasi Jembatan Menganalisis JPO Menganalisis
(2022) of Users of the Penyeberangan Rakyat pada masa pandemi pada berdasarkan jumlah kelayakan
People's Crossing Selasa 20 April 2021 sebanyak 126 orang pejalan kaki pembangunan
Bridge (JPO) at menggunakan fasilitas JPO, sedangkan 176 orang JPO menurut
the Youth Center of menyebrang sembarangan. Sedangkan pada Minggu, LHR dan jumlah
the City of North 25 April 2021, 21 orang menggunakan fasilitas JPO pejalan kaki,
Jakarta dan 24 orang melintas sembarangan. Jadi total 2 hari aspek sosial, dan
Administration menghasilkan 147 orang menggunakan fasilitas JPO teknik
during the COVID- b. Hampir 58% masyarakat tidak menggunakan
19 Pandemic fasilitas JPO dan hanya 42% masyarakat yang
menggunakan fasilitas JPO. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa JPO di Youth Center
Administrasi Kota Jakarta Utara tergolong JPO yang
cukup efektif.
c. Pejalan kaki yang menggunakan JPO di arena
pemuda dilihat dari lokasi JPO yang dapat dilihat
dengan jelas, pertanyaan ini didapat 89% orang
setuju. Sehingga JPO dapat dengan mudah dilihat
dan digunakan oleh pejalan kaki.
d. Progres Jembatan Lintas Pemuda Administrasi Kota
Jakarta Utara dalam 5 tahun ke depan akan sebanyak
40 orang pada setiap jam sibuk setiap harinya.
Dimana jumlah ini bisa dikatakan bahwa dalam 5
tahun ke depan JPO ini akan sangat efektif untuk
pejalan kaki.
Saran khusus Penelitian Selanjutnya:
12

Nama dan Posisi Penelitian


Judul Hasil
Tahun Kesamaan Perbedaan
-
Dermawan et Analysis of a. Berdasarkan hasil perhitungan efektifitas Jembatan Menganalisis Penelitian
al., (2021) Characteristics Pejalan Kaki (JPO) Pada perhitungan survey pejalan kelayakan menambah objek
Utilization kaki menggunakan Pedestrian Bridge dan pembangunan JPO analisis selain
Pedestrian penyeberangan jalan raya, selama survey 7 hari menurut jumlah pejalan kaki yakni
Crossing Bridge (A ditemukan pengguna yang melintasi Kranji JPO pejalan kaki aspek kepadatan
Case Study at sebanyak 3663 pejalan kaki dan pejalan kaki yang lalu lintas, dan
Sultan Agung melintasi jalan raya sebanyak 2.200 pejalan kaki teknik
Street, Kranji, total selama 7 hari sebanyak 5683 pejalan kaki.
Bekasi) Jembatan Pejalan Kaki di Jalan Sultan Agung,
Kranji, Bekasi mendapatkan kategori “Efektif”
sebesar 61,70% berdasarkan kategori Efektif mulai
dari 60%.
b. Berdasarkan hasil survey dan perhitungan rerata
harian jumlah orang yang melintasi jembatan (JPO)
dengan menggunakan rumus, rerata/rata-rata adalah
523 orang/hari.
c. Berdasarkan hasil perhitungan waktu tempuh rata-
rata dalam menghitung waktu tempuh maka peneliti
menggunakan stopwatch untuk menghitung setiap
pejalan kaki yang menggunakan Kranji JPO dan
peneliti mengambil jumlah sampel yang waktunya
100 orang kemudian dihitung dengan rumus rata-rata
adalah 1,06 detik/orang.
d. Berdasarkan hasil identifikasi kondisi fisik Jembatan
Pejalan Kaki di Jalan Sultan Agung, Kranji, Bekasi.
Ada beberapa komponen yang tidak sesuai dengan
ketentuan pedoman Bina Marga 1995 diantaranya
13

Nama dan Posisi Penelitian


Judul Hasil
Tahun Kesamaan Perbedaan
jalan licin karena tidak ada atap jika hujan, undakan
belum sesuai ukuran, bagian tangga 1,5 m sedangkan
juklak sedang minimal 2 m, dari kemiringan anak
tangga yang terlalu curam menyebabkan pengguna
merasa kurang nyaman dan jarak dari simpang ke
JPO agak jauh karena jarak yang dibutuhkan kurang
dari 50 m. Kemudian kendala yang ada di JPO
adalah pengemis, pedagang, kabel dan tiang listrik
yang sangat dekat dengan JPO, tidak ada pembatas
untuk difabel untuk difabel. Sebagian besar
responden yang menggunakan JPO dalam seminggu
lebih dari 5 kali atau 44,9% dalam seminggu
kemudian, dari hasil kuisioner responden mengenai
kondisi fisik JPO sangat perlu dilakukan
pembenahan JPO atau penambahan fasilitas
penunjang dalam hal keselamatan, kenyamanan,
keamanan dan kemudahan akses.
e. Berdasarkan metode Importance Performance
Analisis menunjukkan bahwa prioritas utama yang
harus diperhatikan adalah kondisi visual (banyak
sampah dan kotor) kemudian dari segi kondisi lantai
JPO yang licin yang harus dijaga adalah penambahan
CCTV untuk keamanan, penambahan atap.
Saran khusus Penelitian Selanjutnya:
-
Irawan et al., Analysis of Hasil analisis diperoleh bahwa sesuai dengan hasil Menganalisis Penelitian
(2021) Pedestrian survei penyeberangan pejalan kaki di ruas jalan Khatib kelayakan menambah objek
Crossing Needs in Sulaiman pada Sabtu dan Minggu (30-31 Maret 2019 pembangunan JPO analisis selain
14

Nama dan Posisi Penelitian


Judul Hasil
Tahun Kesamaan Perbedaan
the Transmart pukul 14.00-18.00 WIB) diperoleh pejalan kaki yang menurut jumlah pejalan kaki yakni
Shopping Center melintas rata-rata sebanyak 278,25 orang/jam. Fasilitas pejalan kaki aspek kepadatan
Area in Padang penyeberangan yang direkomendasikan adalah Jembatan lalu lintas, dan
City” Penyeberangan Orang (JPO). Lokasi jembatan teknik
penyeberangan pejalan kaki yang direkomendasikan
adalah Titik B dengan nilai bobot 2,45 dan koordinat 0°
54'44”, 100° 21'27”).
Saran Penelitian Selanjutnya:
-
Yunus dkk., Analisa Efektifitas  Dimensi Standarisasi pada JPO Masjid Agung Menganalisis Menganalisis
(2020) dan Kelayakan Palembang, Sebagian besar telah memenuhi syarat kelayakan kelayakan
Jembatan dan ketentuan berdasarkan “Tata Cara Perencanaan pembangunan JPO rencana
Penyeberangan Jembatan Penyeberangan untuk Pejalan Kaki pada JPO yang pembangunan
Orang (JPO) Diperkotaan DPU- 1995”. sudah terbangun JPO
Masjid Agung di  Volume maksimal penyeberang pejalan kaki adalah
Kota Palembang 4979 orang. Volume Tertinggi yang menggunakan
Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) jatuh pada
hari Minggu dengan total volume 891 orang dan
yang tidak menggunakan Jembatan Penyeberangan
Orang (JPO) jatuh pada hari Jum’at dengan total
volume 900 orang. Volume terpadat adalah pada jam
11.00 - 13.00 setiap harinya. Maka didapat
persentase efektifitas sebesar 54,23%.
 Karakteristik persentase penyeberang pejalan kaki
berjenis kelamin perempuan terbanyak yaitu 67%,
sedangkan Usia 17 sampai 25 Tahun memiliki
persentase sebesar 45%. Pelajar/Mahasiswa
pekerjaan yang memiliki persentase sebesar 43%.
15

Nama dan Posisi Penelitian


Judul Hasil
Tahun Kesamaan Perbedaan
 Faktor paling dominan adalah keselamatan pada
kedua alternatif tersebut dengan masing-masing
persentase, alternatif menyeberang menggunakan
JPO (36,95%) dan menyeberang langsung pada ruas
jalan (37,59%). Maka dinyatakan bahwa tingkat
kesadaran penyeberang pejalan kaki adalah kurang
dalam mengetahui fungsi dari Jembatan
Penyeberangan Orang.
Saran Penelitian Selanjutnya:
Perhitungan volume kendaraan atau lalu lintas juga pada
daerah sekitar jembatan penyeberangan orang tersebut
untuk penelitian selanjutnya
Sulistyorini Analisis Kinerja Jalur pejalan kaki memiliki tingkat pelayanan atau Level Pebangunan Studi ini khusus
dan Wijayanti Trotoar dan of Service (LOS) E, dan kondisi JPO yang tidak nyaman jembatan dari aspek menganalisi aspek
(2020) Fasilitas membuat pasarana ini kurang efektif. Dari keseluruhan lokasi kelayakan
Penyeberangan segmen jalur pejalan kaki, sekitar 60% sudah memiliki pembangunan
Orang di Perkotaan LOS A, dan 40% Level of Service dibawahnya. JPO, sementara
(Studi Kasus Area Akhirnya diperoleh bahwa kinerja jalur pejalan kaki dan studi Sulistyorini
Pusat Kegiatan JPO dari sisi kenyamanan dan kemudahan perlu dan Wijayanti
Kota Bandar mendapat perhatian dari instansi terkait di Kota (2021) mengalisis
Lampung)” Bandarlampung, utamanya adalah jalur pejalan kaki JPO yang sudah
dengan kualitas buruk dan JPO yang masih belum terbangun
efektif. Peningkatan kualitas dapat dimulai dari
peningkatan fasilitas utama dari jalur pejalan kaki dan
JPO. Peningkatan-peningkatan yang dilaksanakan dapat
mengurai permasalahan lalu lintas di perkotaan seperti
di Kota Bandarlampug.
Saran Penelitian Selanjutnya:
16

Nama dan Posisi Penelitian


Judul Hasil
Tahun Kesamaan Perbedaan
-
Nawir dan Studi Analisis
Dengan menghitung menggunakan rumus P.V2 yaitu Menganalisis Menganalisis
Rusmiyanti Fasilitas Jembatan
perhitungan P rata-rata 66 orang/jam dikalikan dengan pembangunan JPO kelayaka
(2019) Penyeberangan V rata-rata 5126 kendaran/jam didapatkan hasil menurut jumlah pembangunan
Orang di Kota perhitungan PV2 1728882386.2. Sesuai dengan kriteria pejalan kaki dan JPO menurut
Tarakan untuk lokasi jalan Raya Yos Sudarso, jenis LHR jumlah pejalan
penyeberangan yang diperlukan sesuai rekomendasikan kaki, LHR, sosial
adalah penyeberangan sebidang yaitu pelican dengan dan teknik
pelindung atau Pelican Crossing dengan lapak tunggu
yang memiliki kriteria jumlah P= 50 – 1100 orang/jam,
V >700 kend/jam dan nilai PV2>2 x 108. Artinya
bahwa pembangunan JPO belum layak dilakukan.
Saran khusus bagi penelitian selanjutnya:
-
Rahman., dkk Analysis of Kesimpulan: Menganalisis Menganalisis
(2017) Investment  Kelayakan pembangunan jembatan penyeberangan kelayakan rencana kelayaka
Feasibility to Muara Teweh – Jingah ditinjau dari aspek teknis dan pembangunan JPO pembangunan
Pedestrian Bridge aspek ekonomi dan budaya adalah secara aspek menurut teknik, JPO menurut
in Muara Teweh – teknis layak dibangun JPO sosial budaya, dan jumlah pejalan
Jingah  Aspek ekonomi dan budaya dapat menerima sebab keuangan. kaki, LHR, sosial
mampu memberikan dampak-dampak yang dinilai dan teknik
positif.
 Aspek keuangan dari nilai Benefit Cost Ratio, NPV,
dan IRR layak dibangun JPO
Saran Penelitian Selanjutnya:
-
Priastama Analisis Kebutuhan Pada tahun penagmatan yakni 2015, berdasarkan Menganalisis Penelitian yang
(2015) Jembatan volume kendaraan dan jumlah orang yang menyeberang, kelayakan rencana dilakukan
17

Nama dan Posisi Penelitian


Judul Hasil
Tahun Kesamaan Perbedaan
Penyeberangan Jalan Laksda Adisutjipto, dan Kalan Diponegoro belum pembangunan JPO berdasakran
Orang di Jalan membutuhkan JPO. Sesuai dengan tren peningkatan menurut volume volume kendaran,
Laksda Adisutjipto, volume kendaran dan jumlah orang yang melakukan kendaraan dan teknik, dan sosial.
dan Kalan penyeberangan, maka JPO akan dibutuhkan nanti pada jumlah orang yang
Diponegoro tahun 2019. melakukan
penyeberangan
Saran Penelitian Selanjutnya:
-
18

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Pejalan Kaki (Pengertian, Hak dan Kewajiban)

Umumnya pejalan kaki diartikan sebagai orang berjalan di lintasan (jalur

transportasi) pejalan kaki. Oleh karena berjalan di lintasan, maka aspek terpenting

yang menjadi perhatian pemerintah, hak-hak dan kewajiban pejalan kaki. Hak dan

kewajiban ini telah diatur dalam Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun 2009

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 131 UU tersebut menyebutkan

bahwa “pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung berupa trotoar,

tempat penyeberangan dan fasilitas lain, pejalan kaki berhak mendapatkan

prioritas pada saat menyeberang jalan di tempat penyeberangan, dan dalam hal

belum tersedia fasilitas sebagaimana dimaksud tadi pejalan kaki berhak

menyeberang di tempat yang dipilih dengan memperhatikan dirinya”. Poin ini

menjadi hak pejalan kaki dalam hal lalu lintas.

Hal terpenting adalah unsur keselamatan, kemanan dan kenyamana bagi

pejalan kaki, maka setiap pejalan kaki wajib berjalan pada bagian jalan dan

menyeberang pada tempat penyeberangan yang telah disediakan fasilitas

penyeberangan yang merupakan fasilitas pejalan kaki untuk penyeberangan jalan.

Hak dan kewajiban ini telah diatur dalam memfasilitasi pergerakan pejalan kaki

dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menjamin unsur keselamatan,

keamanan dan kenyamanan bagi pejalan kaki telah diatur dalam Peraturan

Menteri PU No.03/PRT/M/2014 Tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan

Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan.


19

Instrument kebijakan di atas semata-mata untuk menjamin kelancaran arus

lintas termasuk didalamnya adalah pejalan kaki. Hal ini ditekankan oleh para ahli

sebagaimana dikatakan Fruin (1971) bahwa penyelengaran layanan lalu lintas

untuk pejalan kaki maka perlu ada aspek perencanaan pengguna fasilitas pejalan

kaki melalui penyeberangan (jembatan penyeberangan orang). Perencanaan yang

dimaksud adalah memenuhi tujuh sasaran utama yang meliputi: keselamatan

(safety), keamanan (security), kemudahan (convenience), kelancaran (continuity),

kenyamanan (comfort), keterpaduan sistem (system coherence), dan daya tarik

(attractiveness).

Surat Edaran (SE) Menteri PUPR No.02/SE/M/2018 tentang Pedoman

Perancanaan Teknis Fasilitas Pejalan Kaki mengatur ketentuan umum

perencanaan fasilitas pejalan kaki. Ketentuan atau kaidah dimaksud sekurang-

kurangnya memenuhi kaidah sebagai berikut: a) Memenuhi kaidah aspek

keterpaduan sistem, dari penataan lingkungan, sistem transportasi, dan

aksesilibitas antar Kawasan; b) Memenuhi kaidah aspek kontinuitas, yaitu

menghubungkan antara tempat asal ke tempat tujuan, dan sebaliknya; c)

Memenuhi kaidah aspek keselamatan, keamanan, dan kenyamanan; dan d)

Memenuhi kaidah aspek aksesibilitas, dimana fasilitas yang direncanakan harus

dapat diakses oleh seluruh pengguna, termasuk oleh pengguna dengan berbagai

keterbatasan fisik.

2.2.2. Fasilitas Penyeberangan Orang

Surat Edaran Menteri PUPR No.02/SE/M/2018 tentang Pedoman

Perancanaan Teknis Fasilitas Pejalan Kaki pengelompokkan fasilitas


20

penyeberangan jalan menjadi dua jenis yaitu penyeberangan sebidang,

penyeberangan tidak sebidang. Penyeberangan sebidang sebagai tipe fasilitas

penyeberangan yang paling banyak digunakan karena biaya pengadaan dan

operasional murah. Penyeberangan tidak sebidang adalah pemisahan ketinggian

antara pejalan kaki dan kendaraan. Jenis fasilitas penyeberangan tidak sebidang

dapat berupa jembatan penyeberangan (JPO) atau terowongan penyeberangan

(Nawir dan Rusmiyanti, 2019).

2.2.2.1. Penyeberangan Sebidang

Ada babarapa jenis penyeberangan sebidang yaitu zebra cross tanpa atau

dengan pelindung dan pelikan tanpa atau dengan pelindung. Penyeberangan tanpa

pelindung adalah penyeberangan yang tidak dilengkapi dengan pulau pelindung.

Penyeberangan dengan pelindung adalah penyeberangan yang dilengkapi dengan

pulau pelindung dan rambu peringatan awal bangunan pemisah untuk lalu lintas

dua arah (Nawir dan Rusmiyanti, 2019).

Surat Edaran Menteri PUPR No.02/SE/M/2018 tentang Pedoman

Perancanaan Teknis Fasilitas Pejalan Kaki dalam pemilihan penyeberangan

sebidang berdasarkan pada dua kriteria umum. Kriteria-kriteria dimakaud adalah

sebagai berikut:

a) Berdasarkan pada rumus empiris (PV2), dimana P adalah arus pejalan kaki

yang menyeberang ruas jalan sepanjang 100 meter (m) setiap jam (pejalan

kaki/jam) dan V adalah arus kendaraan setiap jam dalam dua arah (kend/jam);

dan
21

b) P dan V merupakan arus rata-rata pejalan kaki dan kendaraan pada jam sibuk,

dengan rekomendasi awal seperti Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kriteria Penentuan Fasilitas Penyeberangan Sebidang


No P V
PV2 Rekomendasi
. (orang/jam) (Kendaraan/jam)
1 Zebra Cross atau
5 - 1.100 300 – 500 > 108
pedestrian platform
2 Zebra Cross dengan
5 - 1.100 400 0 750 > 2 x 108
lapak tunggu
3 5 - 1.100 > 500 > 108 Pelican
4 >1.100 > 300 > 108 Pelican
5 Pelican dengan lapak
5 - 1.100 > 750 > 2 x 108
tunggu
6 Pelican dengan lapak
>1.100 > 400 > 2 x 108
tunggu
Sumber: SE Menteri PUPR No.02/SE/M/2018

Penyeberangan sebidang dapat diaplikasikan pada persimpangan mau pun

ruas jalan dala, bentuk Zebra Cross, Pelican, dan Pedestrian Platform. Ketentuan

pembangunan Zebra Cross diantaranya adalah (SE Menteri PUPR

No.02/SE/M/2018):

a) Dipasang di kaki persimpangan tanpa atau dengan alat pemberi isyarat lalu

lintas atau di ruas jalan,

b) Jika persimpangan diatur dengan lampu pengatur lalu lintas, pemberian waktu

penyeberangan bagi pejalan kaki menjadi satu kesatuan dengan lampu

pengatur lalu lintas persimpangan,

c) Jika persimpangan tidak menggunakan lampu pengatur lalu lintas, maka

ketentuan batas kecepatan kendaraan bermotor adalah < 40 km/jam, dan

d) Pelaksanaan penyeberangan zebra mengacu pada Petunjuk Pelaksanaan

Marka Jalan.
22

Penyeberangan Pelican dipasang umumnya pada dua ketentuan. Ketentuan

dimaksud adalah pada: a) Ruas jalan, minimal 300 meter dari persimpangan, dan

b) Jalan dengan kecepatan operasional rata-rata lalu lintas kendaraan > 40 km/jam

(SE Menteri PUPR No.02/SE/M/2018).

Pedestrian Platform merupakan jalur pejalan kaki berupa fasilitas

penyeberangan sebidang yang permukaannya lebih tinggi dari permukaan jalan.

Pedestrian platform dapat ditempatkan di ruas jalan (seperti Gambar 2.1) pada

jalan lokal, jalan kolektor, serta lokasi lainnya seperti tempat menurunkan

penumpang (drop-off zone), serta penjemputan (pick-up zones) di bandara, pusat

perbelanjaan, atau kampus (SE Menteri PUPR No.02/SE/M/2018).

Gambar 2.1 Contoh Pedestrian Platform di Ruas Jalan (SE Menteri PUPR
No.02/SE/M/2018)

Pedestrian platform juga dapat ditempatkan pada persimpangan

(sebagaimana ditunjukkan Gambar 2.2) yang berbahaya bagi penyeberang jalan.


23

Biasanya menggunakan permukaan yang kontras agar terlihat jelas oleh

pengendara. Desain pedestrian platform ditentukan oleh: a) volume penyeberang

jalan; b) volume kendaraan; c) fungsi jalan; d) lebar jalan; e) atribut lansekap

jalan; f) tipe kendaraan; g) kecepatan kendaraan; dan h) kemiringan jalan dan

drainase (SE Menteri PUPR No.02/SE/M/2018).

Gambar 2.2 Contoh Pedestrian Platform di Persimpangan (SE Menteri PUPR


No.02/SE/M/2018)

Kriteria pembangunan/pemasangan pedestrian platform di Indonesia

mengacu pada SE Menteri PUPR No.02/SE/M/2018 yang secara umum dibagi

tiga yakni ramp pendekat kendaraan, ukuran, dan penempatan (lokasi). Ramp

pendekat kendaraan paling tidak adalah pelandaian (ramp) 5% - 10%; tepi

pelandaian utama harus rata dengan permukaan jalan; dan pelandaian harus diberi

marka dengan jelas. Hal ukuran pedestrian platform adalah tinggi pedestrian

platform 7,5 - 10 cm; dan Lebar 2 - 6 m. Uraian ketiga kriteria tersebut

selengkapnya disajikan pada Tabel 2.3.


24

Tabel 2.3. Kriteria Desain Pedestrian Platform


No. Elemen Kriteria Hal Yang Diperhatikan Informasi Tambahan
1 Ramp pendekat Pelandaian (ramp) 5% - Nilai pelandaian yang
kendaraan 10% lebih besar akan lebih
Tepi pelandaian utama efektif menurunkan
harus rata dengan kecepatan kendaraan
permukaan jalan
Pelandaian harus diberi
marka dengan jelas
2 Ukuran Tinggi pedestrian platform Pedestrian platform
7,5 - 10 cm harus cukup tinggi
untuk “memaksa”
kendaraan menurunkan
kecepatannya, dan
dapat disambung serta
disesuaikan dengan
ketinggian kerb yang
berdekatan
Lebar 2 - 6 m Gunakan platform yang
lebih lebar bila terdapat
jumlah kendaraan atau
penyeberang yang
tinggi
3 Penempatan Bukan pada tikungan yang tajam
Lebar jalan sebaiknya tidak lebih dari dua jalur lalu
lintas, satu lajur untuk masing-masing arah
Mundur sekitar 5 m atau lebih dari mulut
persimpangan
Harus didahului dengan suatu perangkat yang
menyebabkan kendaraan menurunkan kecepatannya
(seperti rambu yield – beri jalan)
Batas kecepatan 50 km/jam atau kurang
Hanya untuk jalan lokal dan memungkinkan juga
untuk kolektor. Tidak untuk jalan arteri kecuali di
daerah perbelanjaan utama di mana fungsi ini lebih
dominan dari fungsi arteri
Sumber: SE Menteri PUPR No.02/SE/M/2018

2.2.2.2. Penyeberangan Tidak Sebidang


25

Surat Edaran (SE) Menteri PUPR No.02/SE/M/2018 tentang Pedoman

Perancanaan Teknis Fasilitas Pejalan Kaki ketentuan umum perencanaan fasilitas

pejalan kaki. Penyeberangan tidak sebidang digunakan bila:

a) Fasilitas penyeberangan sebidang sudah mengganggu arus lalu lintas yang

ada,

b) Frekuensi kecelakaan yang melibatkan pejalan kaki sudah cukup tinggi,

c) Pada ruas jalan dengan kecepatan rencana 70 km/jam, dan

d) Pada kawasan strategis, tetapi tidak memungkinkan para penyeberang jalan

untuk menyeberang jalan selain pada penyeberangan tidak sebidang.

Jenis fasilitas penyeberangan tidak sebidang dapat berupa jembatan

penyeberangan atau terowongan penyeberangan. Fasilitas ini ditempatkan pada

ruas jalan yang memiliki kriteria sebagai berikut (Nawir dan Rusmiyanti, 2019):

a. Pada ruas jalan dengan kecepatan rencana > 70 km/jam, atau pada jalan

primer (status jalan nasional atau provinsi dalam kota),

b. Pada kawasan strategis, tapi para penyeberang jalan tidak memungkinkan,

c. Untuk menyeberang jalan, kecuali hanya pada jembatan penyeberangan, dan

d. PxV2: > 2 x 108, dengan: P (orang/jam) > 1.100 orang/jam, dan V

(kendaraan/jam) > 750 kend/jam. Nilai V yang diambil adalah dari arus rata-

rata selama 4 jam tersibuk.

Selain ketentuan di atas, sumber lain yang mengatur kelayakan

pembangunan JPO dilakukan oleh Departemental Advice Note TA/10/80.

Dikutip dari Nawir dan Rusmiyanti (2019); dan Idris (2007) bahwa kriteria yang
26

dikeluarkan oleh Departemental Advice Note TA/10/80 untuk pembangunan JPO

bilamana nilai P = 100-1.250 orang/jam, dengan nilai V= >7.000 kendaraan/jam.

Beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam perencanaan fasilitas

penyeberangan tidak sebidang: a. Penyeberangan tidak sebidang harus dapat

diakses dengan mudah oleh penyandang cacat, misal dengan penambahan ram

(pelandaian) atau dengan elevator; b. Fasilitas penyeberangan tersebut harus

dilengkapi dengan pencahayaan yang baik yang dapat meningkatkan keamanan

bagi para pejalan kaki; dan c. Lokasi dan bangunan harus memperhatikan nilai

estetika serta kebutuhan pejalan kaki (SE Menteri PUPR No.02/SE/M/2018).

Penyeberangan tidak sebidang diimplementasikan dalam bentuk jembatan

penyeberangan orang (JPO), dan ada dalam bentuk terowongan penyeberangan

orang.

2.2.3. Terowongan Penyeberangan Orang

Beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam perencanaan fasilitas

terowongan. SE Menteri PUPR No.02/SE/M/2018 meyebutkan kriteria dimaksud,

Pertama adalah terowongan penyeberang pejalan kaki harus dibangun dengan

konstruksi yang kuat dan mudah dipelihara. Kedua bahwa terowongan

penyeberang pejalan kaki harus mempertimbangkan fasilitas sistem aliran udara

sesuai dengan kebutuhan. Ketiga, terowongan harus dilengkapi dengan

penerangan yang memadai. Spesifikasi dan pedoman penempatan penerangan

akan diatur dalam dokumen tersendiri. Keempat, Lebar minimal terowongan

pejalan kaki adalah 2,5 m. Bila jembatan penyeberangan juga diperuntukkan bagi

sepeda, maka lebar minimal adalah 2,75 m. Kelima, bila menggunakan tangga,
27

kelandaian tangga paling besar 20 derajat. Keenam, tinggi terendah terowongan

minimal 3 (tiga) m. Beberapa tipikal terowongan pejalan kaki dapat dilihat pada

Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Tipikal Terowongan Pejalan Kaki (SE Menteri PUPR


No.02/SE/M/2018)

2.2.4. Jembatan Penyeberangan Orang (JPO)

2.2.4.1. Konsep Dasar dan Arahan JPO

Arahan jembatan penyeberangan sebagaimana disebutkan dalam Pedoman

Tata Cara Perencanaan Jembatan Penyeberangan Untuk Pejalan Kaki di Perkotaan

No. 027/T/Bt/1995, menyebutkan bahwa penyeberangan pejalan kaki adalah

jembatan yang hanya diperuntukan bagi lalu lintas pejalan kaki yang melintas di

atas jalan raya atau jalan kereta api. Pembangunan jembatan penyeberangan

dibuat apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut:


28

a. Bila zebra cross dan pelican cross mengganggu lalu lintas yang ada,

b. Pada ruas jalan terjadinya frekuensi kecelakaan yang melibatkan pejalan kaki

tinggi,

c. Pada ruas jalan yang memiliki arus pejalan kaki yang tinggi serta arus

kendaraan yang memiliki kecepatan tinggi,

d. Jembatan penyeberangan untuk pejalan kaki yang dibangun melintas diatas

jalan raya atau jalur kereta yaitu pelaksanaanya cepat dan mudah, tidak

mengganggu kelancaran lalu lintas, serta

e. Memenuhi tuntutan estetika dan keserasian dengan lingkungan dan

sekitarnya, seperti jembatan penyeberangan yang melintas di atas jalan raya

tangga dan kepala jembatan diletakkan di luar jalur trotoar, pilar tengah

diletakkan di median.

JPO adalah jembatan yang dibuat bersilangan dengan jalan raya atau jalur

kereta api, letaknya berada di atas kedua objek tersebut, dan hanya diperuntukkan

bagi pejalan kaki yang melintas (menyeberang) jalan raya atau jalur kereta api

(Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009). JPO juga dimaknai sebagai fasilitas

pejalan kaki untuk menyeberang jalan yang ramai dan lebar, menyeberang jalan

tol, atau jalur kereta api dengan menggunakan jembatan tersebut, sehingga alur

sirkulasi orang dan lalu lintas kendaraan dipisah secara fisik dan kemungkinan

terjadi kecelakaan dapat dikurangi.

Jembatan penyeberangan orang juga digunakan untuk menuju tempat

pemberhentian halte angkot. Karena posisinya yang lebih tinggi dari tanah, untuk

memberikan akses kepada penderita cacat yang menggunakan kursi roda, di dekat
29

tangga jembatan terdapat ramp dengan kelandaian tertentu. Langkah lain yang

juga dilakukan untuk memberikan kemudahan akses bagi penderita cacat adalah

dengan menggunakan tangga berjalan ataupun dengan menggunakan lift, sehingga

mereka dapat dengan dengan mudah menggunakan fasilitas meskipun cacat

(Peraturan Menteri PU No.03/PRT/M/2014).

Ada hal-hal pokok persyaratan atau ketentuan yang harus diperhatikan

dalam perencanaan fasilitas jembatan penyeberangan orang. Dikutip dari

Kementerian PU, ada delapan (8) hal ketentuan dalam perencanaan JPO yakni:

a. Mengikuti ketentuan teknis konstruksi jembatan penyeberangan sebagaimana

diatur dalam NSPK No.027/T/Bt/1995 tentang Tata Cara Perencanaan

Jembatan Penyeberangan Untuk Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan oleh

Kementerian PU,

b. Jembatan penyeberangan pejalan kaki adalah jembatan yang digunakan untuk

menyeberang pejalan kaki dari satu sisi jalan ke sisi jalan yang lainnya.

Jembatan penyeberang pejalan kaki harus dibangun dengan konstruksi yang

kuat dan mudah dipelihar,

c. Jembatan penyeberangan orang memiliki lebar minimum 2 (dua) meter dan

kelandaian tangga maksimum 20 derajat,

d. Bila jembatan penyeberangan juga diperuntukkan bagi sepeda, maka lebar

minimal adalah 2,75 meter,

e. Jembatan penyeberangan pejalan kaki harus dilengkapi dengan pagar yang

memadai,
30

f. Pada bagian tengah tangga jembatan penyeberangan pejalan kaki harus

dilengkapi pelandaian yang dapat digunakan sebagai fasilitas untuk kursi roda

bagi penyandang cacat,

g. Lokasi dan bangunan jembatan penyeberang pejalan kaki harus sesuai dengan

kebutuhan pejalan kaki dan estetika, dan

h. Penempatan jembatan tidak boleh mengurangi lebar efektif trotoar.

Perspektif jembatan penyeberangan orang (JPO) dapat dilihat pada

Gambar 2.4, dan Tipikal JPO diilustrasikan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.4. Contoh Perspektif Jembatan Penyeberangan Orang (SE Menteri


PUPR No.02/SE/M/2018)

Tipikal pembangunan JPO sebagaimana ditunjukan pada Gambar 2.5

bahwa kemiringan yang disarankan sekitar 58%. Kemudian tinggi JPO dari tanah

disyaratkan minimal 5 m.
31

Gambar 2.5. Contoh Tipikal Jembatan Penyeberangan Orang (SE Menteri PUPR
No.02/SE/M/2018)
Suatu jembatan dikatakan bermanfaat atau tidak dapat dianalisis melalui

pendekatan kriteria tingkat pemanfaatan JPO. Dasar penilaian tingkat

kemanfaatan JPO diutarakan sejak tahun 1958 oleh Hankin B.D., Wright R.A.

Dikutip dari Rahmani (2002); Yamali (2018); Simajuntak dkk., (2018); dan

Yunus dkk., (2020) kriteria penilaian dimaksud Hankin B.D., Wright R.A terdiri

dari lima (5) kategori yakni sangat tidak bermanfaat, tidak bermanfaat, cukup

bermanfaat, bermanfaat, dan sangat bermanfaat. Kelima kategori ini dinilai

berdasarkan persentase (%) jumlah pejalan kaki yang menggunakan dan yang

tidak menggunakan JPO. Kriteria penilaian tersebut selangkapnya disajikan pada

Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Kriteria Penilaian Tingkat Pemanfaatan JPO oleh Hankin B.D., Wright
R.A (1958)
No. Tingkat Pemanfaatan Memakai JPO (%) Tidak Memakai JPO (%)
1 Sangat Tidak
0 – 20 100 – 80
Bermanfaat
2 Tidak Bermanfaat 21 – 40 79 – 60
3 Cukup Bermanfaat 41 – 60 59 – 40
4 Bermanfaat 61 – 80 39 – 20
5 Sangat Bermanfaat 81 – 100 19 – 0
Sumber: Rahmani (2003); Yamali (2018); Simajuntak dkk., (2018); dan Yunus dkk.,
(2020)

2.2.4.2. Dasar Perencanaan JPO


32

Tata Cara Perencanaan Jembatan Penyeberangan Orang di Perkotaan

disebutkan dalam NSPK No.027/T/Bt/1995 Tahun 1995 oleh Kementerian PU

Republik Indonesia. NSPK No.027/T/Bt/1995 menyebutkan rencana teknik

pembangunan jembatan penyeberangan untuk pejalan kaki di perkotaan harus

dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku serta mempertimbangkan atribut-

atribut sebagai berikut:

a. Jembatan penyeberangan orang yang dibangun melintas di atas jalan raya

atau jalan kereta api dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1) Pelaksanaannya cepat dan lebih mudah,

2) Tidak mengganggu kelancaran lalu lintas,

3) Memenuhi kriteria keselamatan dan kenyamanan para pemakai jembatan

serta keamanan bagi pemakai jalan yang melintas di bawahnya, dan

4) Pemeliharaan cepat dan mudah tidak perlu dilakukan secara intensif; serta

b. Memenuhi tuntutan estetika dan keserasian dengan lingkungan di sekitarnya.

2.2.4.3. Metode Perencanaan JPO

Tata Cara Perencanaan Jembatan Penyeberangan Orang di Perkotaan

No.027/T/Bt/1995 Tahun 1995, Metode dalam perencanaan jembatan

penyeberangan untuk pejalan kaki di perkotaan minimal harus memenuhi empat

(4) ketentuan. Ketentuan dimaksud diuraikan sebagai berikut:

a. Perencanaan struktur jembatan harus dilakukan dengan salah satu metode:

1) Kondisi batas ultimate dengan mengambil atribut keamanan lebih besar

dari 1,10,
33

2) Kondisi batas layan dengan mengambil atribut keamanan lebih besar dari

1,10, dan

3) Kondisi batas beban kerja dengan mengambil atribut keamanan lebih

besar dari 2,0;

b. Analisis perencanaan harus dilakukan dengan cara-cara mekanika yang baku;

c. Analisis dengan komputer harus memberitahukan prinsip program dan harus

ditunjukkan dengan jelas data masukan dan data keluaran; dan

d. Bila metode perjalanan menyimpang dari tata cara ini harus mengikuti

ketentuan sebagai berikut:

1) Struktur yang dihasilkan dapat dibuktikan dengan perhitungan dan atau

percobaan cukup aman, serta

2) Tanggung jawab atas penyimpangan dipikul oleh perencana dan

pelaksana yang bersangkutan.

2.2.4.4. Tahap Perencanaan JPO

Tata Cara Perencanaan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di

Perkotaan No.027/T/Bt/1995 Tahun 1995, perencanaan JPO harus dilakukan

meinimal enam (6) tahap kegiatan. Enam tahap kegiatan dimaksud dijelaskan

sebagai berikut:

1. Pemilihan lokasi

Lokasi jembatan penyeberangan untuk lalu lintas pejalan kaki yang melintas

di atas jalan raya mengenai ketentuan:

a. Mudah dilihat serta dapat dijangkau dengan mudah dan aman,


34

b. Jarak maksimum dari pusat-pusat kegiatan dan keramaian serta

pemberhentian Bus dan angkutan umum lain adalah 50 meter, dan

c. Jarak minimum dari persimpangan jalan adalah 50 meter;

2. Pemetaan Situasi

Pada lokasi jembatan penyeberangan orang direncanakan harus dilakukan

pengukuran situasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku:

a. Hasil pengukuran disajikan dalam bentuk peta situasi dan potongan

melintang dengan skala 1 (satu) berbanding 100; dan

b. Peta situasi potongan melintang harus menyajikan data sebagai berikut:

a) Lebar dan elevasi permukaan bagian-bagian jalan (jalur lalu lintas

trotoar, median dan sarana drainase jalan),

b) Dimensi, jenis dan konfigurasi sarana utilitas (pipa air bersih, kabel

telepon, kabel listrik baik yang ada di atas maupun di bawah

permukaan tanah), dan

c) Lebar dan profil melintang daerah milik jalan kereta api;

3. Membuat Gambar Prarencana

Gambar prarencana dibuat dengan skala 1 (satu) berbanding 50 meliputi

denah potongan melintang dan potongan memanjang dengan ketentuan:

a. Tinggi ruang bebas ditetapkan sesuai ketentuan berikut ini:

a) Jalan raya yang dilalui Bus Susu, tinggi minimal ruang bebas adalah

5,10 m,

b) Jalan raya yang tidak dilalui Bus Susun adalah 4,60 m, dan

c) Jalan kereta api adalah 6,50 m.


35

b. Jembatan penyeberangan yang melintas di atas jalan raya meliputi

ketentuan sebagai berikut:

a) Tangga dan kepala jembatan di letak kan di luar jalur trotoar,

b) Pilar tengah diletakkan di tengah median, dan

c) Lebar jembatan yang ditetapkan adalah sebagai berikut;

 Lebar minimum jalur pejalan kaki dan tangga adalah 2 meter,

 Pada kedua sisi jalur pejalan kaki dan tangga harus dipasang

sandaran yang mempunyai ukuran sesuai ketentuan yang berlaku,

dan

 Pada jembatan penyeberangan pejalan kaki yang melintas di atas

jalan, sepanjang bagian bawah sisi luar sandaran dapat dipasang

elemen yang berfungsi untuk menanam tanaman hias yang bentuk

dan dimensinya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

4. Melakukan penyelidikan geoteknik pada lokasi jembatan dengan ketentuan

dan aturan aturan yang berlaku;

5. Membuat perencanaan detail bangunan atas dan bawah, pondasi tangga dan

sandaran serta elemen lainnya yang mengacu pada ketentuan pembebanan,

spesifikasi elemen jembatan dan tata cara perencanaan pondasi jembatan yang

berlaku; dan

6. Menyusun spesifikasi untuk pelaksanaan sesuai dengan ketentuan yang

berlaku.

2.3. Kerangka Pikir Penelitian


36

Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan telah mengatur kewajiban pemerintah untuk menyediakan fasilitas

(sarana dan prasarana) untuk pejalan kaki. UU tersebut sebagai dasar pengaturan

hak pejalan kaki untuk disediakan fasilitas, dan melekat kewajiban didalamnya

bisa sudah diselenggaran. Sarana dan prasarana pejalan kaki dimaksud UU No. 22

Tahun 2009 adalah trotoar dan jembatan penyeberangan (JPO). Pembangunan

(penyediaan) JPO sebagai upaya dalam menjamin hak pejalan kaki dalam

penyelenggaran lalu lintas perkotaan terutama mengenai keselamatan, keamanan,

dan kenyamana. JPO menjadi penting sebab pertumbuhan volume lalu lintas terus

meningkar, sehingga dibeberapa titik ditemukan kepadatan, tundaan/kemacetan

sehingga menggangu aktivitas penyeberangan orang. Sebaliknya, rutinitas orang

yang melakukan penyeberangan yang tidak pada tempatnya (belum tersedia) akan

menggangu kelancaran lalu lintas hingga kemacetan.

Bagi kota seperti Kota Kendari yang belum memiliki JPO sementara

volume lalu lintas terus bertambah, maka perlu ada JPO. Menganalisis layak dan

tidaknya (rencana) pembangunan JPO di Kota Kendari akan dijawab dalam

penelitian ini. Analisis difokus pada empat aspek yakni: 1) Kepadatan lalu lintas,

yakni volume lalu lintas harian (LHR) (unit/hari); 2) Teknik, yakni titik atau

lokasi pembangunan JPO berdasarkan data LHR dan ketersediaan lokasi; dan 3)

Sosial, yakni persepsi masyarakat tentang perlu dan tidaknya JPO. Hasil utama

penelitian ini adalah sebaran lokasi yang layak dibangun JPO di Kota Kendari.

Secara sederahan kerangka pikir penelitian di atas divisualisasikan dalam Gambar

2.6.
37

Hak dan Kewajiban UU No. 22


Pejalan Kaki Tahun 2009

Jembatan Penyeberangan Keselamatan, Keamanan,


Orang (JPO) Kenyamana Pejalan Kaki

Kepadatan Lalu Lintas: Volume lalu


lintas harian (LHR) (unit/hari)
Analisis Kelayakan JPO
Teknik: Titik atau lokasi pembangunan
JPO berdasarkan data LHR dan
ketersediaan lokasi

Sosial: Persepsi masyarakat tentang


perlu dan tidaknya JPO

Sebaran Lokasi JPO di Kota Kendari

Gambar 2.6. Kerangka Pikir Penelitian

Anda mungkin juga menyukai