Bab II. Tinjauan Pustaka
Bab II. Tinjauan Pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
umum menganalisis efektivitas layanan JPO, dan desain bangunan JPO. Analisis
dan/atau paling relevan dengan fokus analisis studi ini dilakukan oleh Irawan et
al., (2021); Yunus dkk., (2020); dan Rahman et al., (2017). Ketiga penelitian
dan/atau membantu penjelasan (sebab akibat) hasil penelitian nanti, juga didukung
dengan penelitian lain seperti Isradi et al., (2022); Dermawan et al., (2021);
Sulistyorini dan Wijayanti (2020); Nawir dan Rusmiyanti (2019); serta Priastama
(2015). Uraian penelitian terdahulu selengkapnya disajikan pada pada Tabel 2.1.
Penyeberangan Orang (JPO) khusus di Kota Kendari hingga saat ini belum
tersedia, sehingga studi ini (analisis kelayakan JPO di Kota Kendari) pertama kali
Kedua bahwa studi terdahulu yang relevan atau mirip dengan penelitian ini
adalah dilakukan oleh Irawan et al., (2021); dan Rahman dkk., (2017) yang
analisis dimana studi Irawan et al., (2021) hanya berdasarkan pada jumlah pejalan
10
kaki yang melakukan penyeberangan, sedangkan Rahman pada tiga (3) aspek
yakni teknis, sosial budaya, dan ekonomi. Sementara itu studi ini menggunakan
empat cakupan analisis dengan menambah satu dari studi Rahman dkk., (2017)
yakni kepadatan lalu lintas (lalu lintas harian/LHR), aspek teknik, sosial dan
keuangan atau ekonomi. Penggunaan kepadatan lalu lintas juga didasarkan saran
dari Yunus dkk., (2020) bahwa untuk analisi selanjutnya menambahkan volume
kendaraan. Atas dasar tersebut, aspek kepadatan lalu lintas (lalu lintas
harian/LHR) sebagai langkah awal untuk menetukan titik atau lokasi, serta untuk
JPO.
dalam penelitian ini sekaligus memperkuat posisi penelitian saat ini (state of the
art). karena itu, penelitian ini melegkapi studi terdahulu dan akan memperkaya
transportasi) pejalan kaki. Oleh karena berjalan di lintasan, maka aspek terpenting
yang menjadi perhatian pemerintah, hak-hak dan kewajiban pejalan kaki. Hak dan
kewajiban ini telah diatur dalam Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 131 UU tersebut menyebutkan
bahwa “pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung berupa trotoar,
prioritas pada saat menyeberang jalan di tempat penyeberangan, dan dalam hal
pejalan kaki, maka setiap pejalan kaki wajib berjalan pada bagian jalan dan
Hak dan kewajiban ini telah diatur dalam memfasilitasi pergerakan pejalan kaki
keamanan dan kenyamanan bagi pejalan kaki telah diatur dalam Peraturan
lintas termasuk didalamnya adalah pejalan kaki. Hal ini ditekankan oleh para ahli
untuk pejalan kaki maka perlu ada aspek perencanaan pengguna fasilitas pejalan
(attractiveness).
dapat diakses oleh seluruh pengguna, termasuk oleh pengguna dengan berbagai
keterbatasan fisik.
antara pejalan kaki dan kendaraan. Jenis fasilitas penyeberangan tidak sebidang
Ada babarapa jenis penyeberangan sebidang yaitu zebra cross tanpa atau
dengan pelindung dan pelikan tanpa atau dengan pelindung. Penyeberangan tanpa
pulau pelindung dan rambu peringatan awal bangunan pemisah untuk lalu lintas
sebagai berikut:
a) Berdasarkan pada rumus empiris (PV2), dimana P adalah arus pejalan kaki
yang menyeberang ruas jalan sepanjang 100 meter (m) setiap jam (pejalan
kaki/jam) dan V adalah arus kendaraan setiap jam dalam dua arah (kend/jam);
dan
21
b) P dan V merupakan arus rata-rata pejalan kaki dan kendaraan pada jam sibuk,
ruas jalan dala, bentuk Zebra Cross, Pelican, dan Pedestrian Platform. Ketentuan
No.02/SE/M/2018):
a) Dipasang di kaki persimpangan tanpa atau dengan alat pemberi isyarat lalu
b) Jika persimpangan diatur dengan lampu pengatur lalu lintas, pemberian waktu
Marka Jalan.
22
dimaksud adalah pada: a) Ruas jalan, minimal 300 meter dari persimpangan, dan
b) Jalan dengan kecepatan operasional rata-rata lalu lintas kendaraan > 40 km/jam
Pedestrian platform dapat ditempatkan di ruas jalan (seperti Gambar 2.1) pada
jalan lokal, jalan kolektor, serta lokasi lainnya seperti tempat menurunkan
Gambar 2.1 Contoh Pedestrian Platform di Ruas Jalan (SE Menteri PUPR
No.02/SE/M/2018)
tiga yakni ramp pendekat kendaraan, ukuran, dan penempatan (lokasi). Ramp
pelandaian utama harus rata dengan permukaan jalan; dan pelandaian harus diberi
marka dengan jelas. Hal ukuran pedestrian platform adalah tinggi pedestrian
ada,
ruas jalan yang memiliki kriteria sebagai berikut (Nawir dan Rusmiyanti, 2019):
a. Pada ruas jalan dengan kecepatan rencana > 70 km/jam, atau pada jalan
(kendaraan/jam) > 750 kend/jam. Nilai V yang diambil adalah dari arus rata-
Dikutip dari Nawir dan Rusmiyanti (2019); dan Idris (2007) bahwa kriteria yang
26
diakses dengan mudah oleh penyandang cacat, misal dengan penambahan ram
bagi para pejalan kaki; dan c. Lokasi dan bangunan harus memperhatikan nilai
orang.
pejalan kaki adalah 2,5 m. Bila jembatan penyeberangan juga diperuntukkan bagi
sepeda, maka lebar minimal adalah 2,75 m. Kelima, bila menggunakan tangga,
27
minimal 3 (tiga) m. Beberapa tipikal terowongan pejalan kaki dapat dilihat pada
Gambar 2.3.
jembatan yang hanya diperuntukan bagi lalu lintas pejalan kaki yang melintas di
atas jalan raya atau jalan kereta api. Pembangunan jembatan penyeberangan
a. Bila zebra cross dan pelican cross mengganggu lalu lintas yang ada,
b. Pada ruas jalan terjadinya frekuensi kecelakaan yang melibatkan pejalan kaki
tinggi,
c. Pada ruas jalan yang memiliki arus pejalan kaki yang tinggi serta arus
jalan raya atau jalur kereta yaitu pelaksanaanya cepat dan mudah, tidak
tangga dan kepala jembatan diletakkan di luar jalur trotoar, pilar tengah
diletakkan di median.
JPO adalah jembatan yang dibuat bersilangan dengan jalan raya atau jalur
kereta api, letaknya berada di atas kedua objek tersebut, dan hanya diperuntukkan
bagi pejalan kaki yang melintas (menyeberang) jalan raya atau jalur kereta api
pejalan kaki untuk menyeberang jalan yang ramai dan lebar, menyeberang jalan
tol, atau jalur kereta api dengan menggunakan jembatan tersebut, sehingga alur
sirkulasi orang dan lalu lintas kendaraan dipisah secara fisik dan kemungkinan
pemberhentian halte angkot. Karena posisinya yang lebih tinggi dari tanah, untuk
memberikan akses kepada penderita cacat yang menggunakan kursi roda, di dekat
29
tangga jembatan terdapat ramp dengan kelandaian tertentu. Langkah lain yang
juga dilakukan untuk memberikan kemudahan akses bagi penderita cacat adalah
Kementerian PU, ada delapan (8) hal ketentuan dalam perencanaan JPO yakni:
Kementerian PU,
menyeberang pejalan kaki dari satu sisi jalan ke sisi jalan yang lainnya.
memadai,
30
dilengkapi pelandaian yang dapat digunakan sebagai fasilitas untuk kursi roda
g. Lokasi dan bangunan jembatan penyeberang pejalan kaki harus sesuai dengan
bahwa kemiringan yang disarankan sekitar 58%. Kemudian tinggi JPO dari tanah
disyaratkan minimal 5 m.
31
Gambar 2.5. Contoh Tipikal Jembatan Penyeberangan Orang (SE Menteri PUPR
No.02/SE/M/2018)
Suatu jembatan dikatakan bermanfaat atau tidak dapat dianalisis melalui
kemanfaatan JPO diutarakan sejak tahun 1958 oleh Hankin B.D., Wright R.A.
Dikutip dari Rahmani (2002); Yamali (2018); Simajuntak dkk., (2018); dan
Yunus dkk., (2020) kriteria penilaian dimaksud Hankin B.D., Wright R.A terdiri
dari lima (5) kategori yakni sangat tidak bermanfaat, tidak bermanfaat, cukup
berdasarkan persentase (%) jumlah pejalan kaki yang menggunakan dan yang
Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Kriteria Penilaian Tingkat Pemanfaatan JPO oleh Hankin B.D., Wright
R.A (1958)
No. Tingkat Pemanfaatan Memakai JPO (%) Tidak Memakai JPO (%)
1 Sangat Tidak
0 – 20 100 – 80
Bermanfaat
2 Tidak Bermanfaat 21 – 40 79 – 60
3 Cukup Bermanfaat 41 – 60 59 – 40
4 Bermanfaat 61 – 80 39 – 20
5 Sangat Bermanfaat 81 – 100 19 – 0
Sumber: Rahmani (2003); Yamali (2018); Simajuntak dkk., (2018); dan Yunus dkk.,
(2020)
4) Pemeliharaan cepat dan mudah tidak perlu dilakukan secara intensif; serta
dari 1,10,
33
2) Kondisi batas layan dengan mengambil atribut keamanan lebih besar dari
1,10, dan
d. Bila metode perjalanan menyimpang dari tata cara ini harus mengikuti
meinimal enam (6) tahap kegiatan. Enam tahap kegiatan dimaksud dijelaskan
sebagai berikut:
1. Pemilihan lokasi
Lokasi jembatan penyeberangan untuk lalu lintas pejalan kaki yang melintas
2. Pemetaan Situasi
b) Dimensi, jenis dan konfigurasi sarana utilitas (pipa air bersih, kabel
a) Jalan raya yang dilalui Bus Susu, tinggi minimal ruang bebas adalah
5,10 m,
b) Jalan raya yang tidak dilalui Bus Susun adalah 4,60 m, dan
Pada kedua sisi jalur pejalan kaki dan tangga harus dipasang
dan
5. Membuat perencanaan detail bangunan atas dan bawah, pondasi tangga dan
spesifikasi elemen jembatan dan tata cara perencanaan pondasi jembatan yang
berlaku; dan
berlaku.
(sarana dan prasarana) untuk pejalan kaki. UU tersebut sebagai dasar pengaturan
hak pejalan kaki untuk disediakan fasilitas, dan melekat kewajiban didalamnya
bisa sudah diselenggaran. Sarana dan prasarana pejalan kaki dimaksud UU No. 22
(penyediaan) JPO sebagai upaya dalam menjamin hak pejalan kaki dalam
dan kenyamana. JPO menjadi penting sebab pertumbuhan volume lalu lintas terus
yang melakukan penyeberangan yang tidak pada tempatnya (belum tersedia) akan
Bagi kota seperti Kota Kendari yang belum memiliki JPO sementara
volume lalu lintas terus bertambah, maka perlu ada JPO. Menganalisis layak dan
penelitian ini. Analisis difokus pada empat aspek yakni: 1) Kepadatan lalu lintas,
yakni volume lalu lintas harian (LHR) (unit/hari); 2) Teknik, yakni titik atau
lokasi pembangunan JPO berdasarkan data LHR dan ketersediaan lokasi; dan 3)
Sosial, yakni persepsi masyarakat tentang perlu dan tidaknya JPO. Hasil utama
penelitian ini adalah sebaran lokasi yang layak dibangun JPO di Kota Kendari.
2.6.
37