Anda di halaman 1dari 2

1.

Video perundungan anak berkebutuhan khusus ( ABK ) terjadi di SDN Depok Baru 8 pada
Kamis 21 April 2022 tersebar luas. Kepala korban diduduki oleh pelaku yang sama-sama
ABK. Total empat ABK terlibat. Tiga ABK di dalam video dan seorang ABK yang
menyiarkan dan memvideokan.
Korban berinisial G dan Pelaku J, tidak pernah berbuat demikian sebelumnya. Itu adalah
kejadian pertama. Tanpa sepengetahuan guru dan wali murid, para ABK membuat grup chat
sendiri. video tersebut dikirim di grup tersebut, lalu di kirim di grup lain yang kebetulan
kakak dari salah satu ABK menjadi anggota grup chat tersebut. begitulah video itu
ditemukan. Dikatakan, saat kejadian itu ada guru yang mondar-mandir sebentar. Anak-anak
lainnya sedang menggambar. Kemudian terjadilah peristiwa tersebut. Pengakuan pelaku, hal
itu dilakukan hanya bercanda.
Ditegaskan, anak-anak tidak pernah membawa handphone sebelumnya. Dia pun mengaku
heran mengapa ada anak yang membawa handphone. Saat itu anak-anak sedang menggambar
dan mewarnai. Menurut cerita dari gurunya, ketika balik anak ada yang memberitahu kalau
korban menangis dan berantem dengan J. Ketika guru datang, G dan J sudah keluar kelas dan
G sedang menangis.
Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Sabtu, 23 April 2022 - 13:37
WIB oleh R Ratna Purnama dengan judul "Kasus Perundungan Siswa Berkebutuhan Khusus,
Begini Penjelasan Kepala Sekolah". Untuk selengkapnya kunjungi:
https://metro.sindonews.com/read/751847/170/kasus-perundungan-siswa-berkebutuhan-
khusus-begini-penjelasan-kepala-sekolah-1650693840
Hasil analisis:
Perundungan terjadi karena kelalaian guru. Seharusnya guru selalu standby di dalam kelas
mengawasi murid-muridnya, mengingat di dalam kelas tersebut terdapat anak berkebutuhan
khusus. Jika guru ada di dalam kelas, minimal jika terdapat ABK yang mulai membuat ulah,
maka guru bisa menghandle dan mencegahnya. Tidak peduli ditinggal sebentar atau tidak,
sebaiknya ABK jangan ditinggal tanpa pengawasan seorang gurupun.

2. Pemerintah sendiri telah mengamanatkan hak atas pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia yaitu:
Setiap anak yang cacat fisik dan atau mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan,
pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupannya sesuai
dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam
kehidupan masyarakat dan bernegara.
Penjelasan: Tidak pandang suku, agama, ataupun kemampuan finansial orang tua, semua
anak berkebutuhan khusus berhak untuk mendapat pelatihan secara gratis guna menjamin
kehidupannya kedepan. ABK harus dilatih untuk tidak terus bergantung pada orang lain.
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(“UU Sisdiknas”) mengamanatkan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, yang
berbunyi:
Warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial
berhak memperoleh pendidikan khusus.
Pasal 32 UU Sisdiknas menjelaskan:
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan
dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial,
dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
3. Kurangnya sosialisasi dari pemangku kebijakan pada orang tua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus, spesialnya pada masyarakat kurang mampu. Mereka (Masyarakat
kurang mampu) menganggap jika anak berkebutuhan khusus tidak punya masa depan.
Disekolahkan ataupun tidak, hasilnya pun akan sama. Padahal kenyataannya, tidak. Di
sekolah, mereka akan dididik oleh tenaga professional dan akan diajari membuat
keterampilan guna menunjang kehidupan selanjutnya, berharap mereka bisa mandiri. Selain
itu, bisa juga dari kurangnya persebaran SLB di suatu wilayah. Kebanyakan SD tidak bisa
mengahndle ABK karena guru-gurunya belum paham benar bagaimana caranya.
4. Sistem layanan pendidikan segresi diselenggarakan terpisah dari pendidikan anak normal.
Artinya, anak berkebutuhan khusus diberikan layanan pendidikan pada lembaga yang
memang diperuntukkan untuk ABK, misalnya SLB atau Sekolah Luar Biasa, baik tingkat SD,
SMP, maupun SMA.
Pendidikan inklusi merupakan sistem pendidikan yang memberikan kesempatan pada anak
berkebutuhan khusus dan semua siswa yang memiliki potensi kecerdasan serta bakat
istimewa untuk bisa belajar bersama-sama dengan siswa pada umumnya.
Bentuk layanan pendidikan integrasi (mainstreaming) seringkali disebut dengan istilah
sekolah terpadu. Bentuk layanan pendidikan ini merupakan integrasi sosial, instruksional dan
temporal anak berkebutuhan khusus dengan teman-teman lainnya yang “normal”, yang
didasarkan pada kebutuhan pendidikan yang diukur secara individual.
Menurut pendapat saya,bentuk layanan integrasi-lah yang paling tepat diaplikasikan di
Indonesia. Memang biaya yang dibutuhkan lumayan mahal, tetapi bisa mendukung
kemampuan ABK secara optimal. Para ABK secara fisik akan berada dalam satu ruangan
dengan anak normal untuk belajar dan bermain. Selain itu, bisa juga memunculkan interaksi
positif jika mereka saling menyapa atau bersendau gurau.

5. Model layanan yang paling efektif untuk diterapkan pada anak berbakat dari aspek kognitif
adalah model layanan kognitif afektif. Di dalam model layanan ini sangat
mempertimbangkan kreativitas dan sisi kognitif afektif yang merupakan dinamika
darinproses perekmbangan bakat tersebut.

Anda mungkin juga menyukai