Anda di halaman 1dari 8

TUGAS 1

PENGANTAR PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Disusun Oleh :

NAMA : RESTI JUWITA

NIM : 857530065

PROGRAM STUDI PGSD S1


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TERBUKA

2024
1. Saudara telah mempelajari mengenai Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
melalui sesi 1,2, dan 3. Silakan jabarkan satu kasus mengenai ABK, Saudara
dapat mengambil dari berita atau youtube atau sumber lain tetapi harus
menampilkan sumber tersebut! Setelah itu jelaskan kasus tersebut dengan
teori yang telah diperoleh dalam sesi 1 sampai sesi 3, jelaskan dengan kalimat
Saudara mengenai kasus tersebut!

• Nasib Anak berkebutuhan Khusus di Masa Pandemi ( https://youtu.be/wlw56kUNcDI)

Saat wabah covid-19 ini muncul dan melanda dunia seluruh aktivitas manusia dibatasi,
termasuk kegiatan pembelajaran baik di sekolah dasar sampai perkuliahan. Sehingga menuntut
sekolah dasar untuk bisa melakukan penyesuaian dalam penyelenggaraan pendidikan. Salah
satunya mengubah pembelajaran tatap muka (luring) menjadi daring saat pandemi.
Pembelajaran daring sendiri dapat dipahami sebagai pendidikan formal yang diselenggarakan
oleh sekolah yang siswanya dan instrukturnya (guru) berada di lokasi terpisah sehingga
memerlukan sistem telekomunikasi interaktif untuk menghubungkan keduanya dan berbagai
sumber daya yang diperlukan didalamya guna membatasi penyebaran virus yang masif
(Bilfaqih & Qomarudin, 2015). The education system made adjustments due to Pandemic
Covid19, one of them was learning media where previously the system through face- to-face
directly became online learning. To realize this learning, teachers used various platforms such
as WhatsApp, YouTube, Email, Edmodo, and others. (Herman Zaini, Afriantoni, Abdul Hadi,
Fuaddilah Ali Sofyan, Faisal, 2021). Pembelajaran digital atau Pembelajaran online yang
berbasis pada penggunaan media teknologi untuk pembelajaran mendapatkan respon yang
beragam dari dosen dan mahasiswa. Beberapa kendala teknis bagi dosen antara lain
mengupload materi, ruang konsultasi, mengupload video, dan tugas. Terkadang materi yang
diunggah kurang komunikatif sehingga menimbulkan banyak pertanyaan dari mahasiswa
terkait tugas, sehingga hasil kerja mahasiswa tidak maksimal seperti yang diharapkan dosen.
Kendala mahasiswa antara lain terkait dengan proses perkuliahan melalui siakad, download
materi, presensi, dan pengunggahan tugas melalui siakad. (Salamah et al., 2020)
Diberlakukannya pembelajaran daring memberikan tantangan tersendiri bagi guru pendamping
di sekolah umum yang memiliki siswa berkebutuhan khusus karena siswa berkebutuhan khusus
termasuk kelompok yang paling rentan terjadi degradasi dalam pendidikan bila diterapkan
pembelajaran jarak jauh yang berkepanjangan. Pembelajaran daring bagi siswa berkebutuhan
khusus akan mengalami banyak hambatan dan kendala jika tidak ada kerjasama dari orang tua
2. Saat ini hak memperoleh Pendidikan bagi ABK sudah diatur dalam Undang-
Undang. Silakan jabarkan peraturan di Indonesia yang mengatur hak
tersebut dan jelaskan dengan kalimat Saudara sendiri!

• Anak berkebutuhan khusus didefinisikan sebagai anak yang mengalami keterbatasan


atau keluarbiasaan, baik fisik, mental-intelektual, sosial, maupun emosional, yang
berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya.

dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia dengannya. Pemerintah sendiri telah
mengamanatkan hak atas pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus sebagaimana
diatur dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
yaitu:

“ Setiap anak yang cacat fisik dan atau mental berhak memperoleh perawatan,
pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin
kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan diri, dan kemampuan
berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat dan bernegara”.
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (“UU Sisdiknas”) mengamanatkan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus,
yang berbunyi:

“ Warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau
sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”
Selanjutnya dalam Pasal 32 UU Sisdiknas
menjelaskan:
“ Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental,
sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa”
Adapun telah tersedia satuan pendidikan yang diperuntukan bagi peserta didik
berkebutuhan khusus, baik pada jenjang pendidikan dasar maupun menengah yaitu
satuan pendidikan khusus seperti Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)/Sekolah Menengah
Pertama Luar Biasa (SMPLB)/Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB).
Selain pada satuan pendidikan khusus, siswa berkebutuhan khusus juga dapat menempuh
pendidikan pada sekolah terpadu. Sekolah terpadu merupakan sekolah reguler yang
menerima anak berkebutuhan khusus, dengan kurikulum, sarana prasarana yang sama
untuk seluruh peserta didik. Sekolah terpadu saat ini lebih dikenal dengan sekolah inklusif.

3. Dari pertanyaan no 2, terlihat peraturan mengenai Pendidikan bagi ABK


memang sudah ada. Menurut Saudara apakah peraturan tersebut sudah
benar-benar terlaksana di Indonesia saat ini? Berikan alasannya disertai
bukti-bukti konkret dari internet atau sumber lain (harus melampirkan
sumbernya)!

Di Indonesia, pendidikan inklusif berpedoman pada UU No. 20 tahun 2003 bahwa sistem
pendidikan harus secara demokratis, berkeadilan serta tidak diskriminatif. Sejak disahkannya
undang-undang tersebut sudah sepatutnya sekolahsekolah reguler mulai merintis menjadi
sekolah inklusi. Pada pendidikan dasar, kehadiran pendidikan inklusi perlu mendapat perhatian
lebih. Pendidikan inklusif sebagai layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak
berkebutuhan khusus (ABK) belajar bersama anak normal (non- ABK) usia sebayanya di kelas
biasa yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Menerima ABK di Sekolah Dasar terdekat
merupakan mimpi yang indah yang dirasakan orang tua yang memiliki anak dengan kebutuhan
khusus. Sayangnya, SD inklusi yang sudah menerima tidak langsung dengan mudahnya
menangani anak-anak yang sekolah dengan kebutuhan khusus itu. Kurikulum harus dapat
disesuaikan dengan kelas yang heterogen dengan memiliki anak didik dengan karakteristik
ABK dan reguler. Guru belum siap untuk menangani anak-anak di kelasnya dengan
karakteristik yang berbeda. Akhirnya, guru-guru yang berhadapan langsung dengan ABK di
kelas mengeluh dan sulit untuk mengajar satu metode yang sama dan dengan perlakuan yang
sama sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai seperti yang diharapkan. Pengembangan
kurikulum dapat dilakukan sebagai upaya menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan
tujuan pembelajaran dapat tercapai dalam pendidikan inklusi.( Rombort, 2017) Pendidikan
inklusi di SD belum beriringan dengan visi pendidikan yang mengedepankan keragaman dan
kesamaan hak dalam memperoleh pedidikan. Kurikulum dan metode pengajaran yang kaku
dan sulit diakses oleh ABK masih ditemukan pada kelas inklusi. Pengintergrasian kurikulum
belum dapat dilakukan oleh guru karena kemampuan guru yang terbatas. Guru-guru belum
mendapatkan training yang praktikal dan kebanyakan yang diberikan sifatnya hanya sebatas
sosialisasi saja. Wali kelas dan atau guru bidang studi yang kedapatan di kelasnya ada ABK
masih menunjukkan sikap “terpaksa” dalam mendampingi ABK memahami materi. Indonesia
menuju pendidikan inklusi secara formal dideklarasikan pada tanggal 11 Agustus 2004 di
Bandung, dengan harapan dapat

menggalang sekolah reguler untuk mempersiapkan pendidikan bagi semua anak termasuk
difabel. Setiap ABK berhak memperolah pendidikan pada semua sektor, jalur, jenis dan jenjang
pendidikan (Pasal 6 ayat 1). ABK memiliki hak yang sama untuk menumbuh kembangkan
bakat, kemampuan dan kehidupan sosialnya.

Masalah-Masalah yang muncul dengan kebijakan program pendidikan inklusif yang nyatanya
belum siap secara utuh menjadi pendidikan inklusif, diantaranya:

1) Masih jarangnya sekolah yang mau menerima peserta didik dengan hambatan baik fisik,
intelegensi, emosi, dan sosial.
2) Beberapa sekolah yang telah memenuhi syarat menjadi sekolah inklusi, masih subyektif
dengan mementingkan beberapa aspek pandangan saja tanpa kesiapan menyeluruh.
3) Sangat kurangnya guru yang berlatar belakang S1 pendidikan khusus berkaitan dengan
layanan pendidikan bagi ABK.
4) Kurangnya kesadaran masyarakat dengan adanya anggapan bahwa anak-anak berkebutuhan
khusus bisa menular. Ini menjadi salah satu jurang pemisah antara ABK dengan anak
“normal“ pada umumnya.
5) Sumber : ( https://publikasiilmiah.ums.ac.id)

4. Layanan Pendidikan bagi ABK terdapat beberapa macam yaitu layanan


Pendidikan segregasi, inklusi, dan integrasi. Menurut Saudara layanan
Pendidikan manakah yang paling tepat? Dan berikan alasannya!

Pemilihan layanan pendidikan yang paling tepat untuk anak berkebutuhan khusus (ABK) sangat
tergantung pada kebutuhan individu mereka, preferensi orang tua, dan konteks sekolah atau
lingkungan belajar yang tersedia. Mari kita bahas masing-masing layanan pendidikan ini:
- Segregasi: Ini adalah model pendidikan di mana anak-anak berkebutuhan khusus
diajarkan terpisah dari anak-anak tanpa kebutuhan khusus. Alasan mendasar untuk
menggunakan pendekatan ini mungkin termasuk penyediaan lingkungan yang lebih
terstruktur dan khusus untuk memenuhi kebutuhan mereka secara lebih fokus.
- Inklusi: Model inklusi mencakup anak-anak berkebutuhan khusus dalam kelas reguler
bersama dengan anak-anak tanpa kebutuhan khusus. Pendekatan ini mendorong interaksi
sosial yang lebih luas, pembelajaran bersama, dan mempromosikan penghargaan
terhadap keberagaman.
- Integrasi: Integrasi mengacu pada penyediaan layanan pendidikan khusus untuk anak-
anak berkebutuhan khusus di dalam kelas reguler, tetapi dengan tingkat dukungan
tambahan yang mungkin lebih rendah daripada model inklusi.

Pemilihan layanan pendidikan yang paling tepat harus mempertimbangkan kebutuhan spesifik
dan kemampuan anak, serta dukungan yang tersedia dari sekolah dan komunitas. Namun,
banyak penelitian telah menunjukkan bahwa model inklusi cenderung memberikan hasil yang
lebih positif bagi anak-anak berkebutuhan khusus, karena mereka memiliki kesempatan untuk
belajar dari interaksi sosial dengan rekan-rekan sekelasnya tanpa kebutuhan khusus, serta
mendapatkan dukungan dari guru dan staf yang terlatih secara khusus dalam inklusi. Selain itu,
inklusi dapat memperkuat nilai-nilai kemanusiaan dan penghargaan terhadap keberagaman di
antara semua siswa.

5. Model-model layanan untuk anak berbakat terdiri dari model layanan


kognitif-afektif, model layanan perkembangan moral, model perkembangan
nilai dan layanan berbagai bidang khusus. Dari seluruh model layanan
tersebut, menurut Saudara manakah model layanan yang paling efektif
untuk diterapkan pada anak berbakat dari aspek kognitif? Berikan
alasannya!

Model-model layanan tersebut memiliki nilai masing-masing dalam mendukung perkembangan


anak berbakat, namun untuk fokus pada aspek kognitif, model layanan kognitif-afektif mungkin
menjadi yang paling efektif.
Alasan utamanya adalah bahwa model ini menekankan pengembangan tidak hanya pada aspek
kognitif, tetapi juga pada aspek afektif atau emosional. Hal ini penting karena anak-anak
berbakat seringkali memiliki kebutuhan emosional yang kompleks, seperti kecenderungan untuk
merasa terisolasi atau frustrasi karena perbedaan mereka dengan rekan-rekan sebaya. Dengan
memperhatikan aspek afektif ini, model layanan kognitif-afektif dapat membantu anak berbakat
mengelola stres, kecemasan, dan perasaan negatif lainnya yang mungkin menghambat
perkembangan kognitif mereka.

Selain itu, model layanan kognitif-afektif seringkali menekankan pada dukungan sosial dan
pembentukan hubungan yang positif dengan guru, teman sebaya, dan orang tua. Hal ini dapat
menciptakan lingkungan yang mendukung untuk pertumbuhan kognitif, karena anak berbakat
merasa didukung, dipahami, dan diterima.

Terakhir, model ini sering menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa, yang berarti
bahwa intervensi dan bantuan disesuaikan dengan kebutuhan individu setiap anak. Ini
memastikan bahwa mereka mendapatkan stimulasi yang sesuai dengan tingkat kognitif mereka,
memungkinkan mereka untuk berkembang sejauh potensi mereka.

Dengan demikian, model layanan kognitif-afektif mungkin menjadi yang paling efektif dalam
mendukung perkembangan kognitif anak berbakat karena pendekatan yang holistik, perhatian
terhadap aspek emosional, dan penekanan pada dukungan sosial dan individualisasi.
DAFTAR PUSTAKA

 BMP Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus/ PDGK4407


 Booth, T., & Ainscow, M. (2016). Guide to inclusive education: Supporting
diversity in the classroom. Routledge.
 ( https://publikasiilmiah.ums.ac.id)
 ( https://youtu.be/wlw56kUNcDI)

Anda mungkin juga menyukai