Anda di halaman 1dari 12

PERMASALAHAN-PERMASALAHAN YANG DIHADAPI SEKOLAH

PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSI PADA TINGKAT SD

Pranowo Wisnuaji Pangaribowo


Fakultas Bahasa Dan Seni, Pend. Seni Musik , Universitas Negeri Yogyakarta,
pranowo.wisnu@gmail.com

Abstrak
Dicanangkannya pendidikan inklusi di Indonesia dengan tujuan untuk memfasilitasi
kebutuhan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) sudah banyak dijalankan
di seluruh Indonesia khususnya kota-kota besar seperti Jakarta, Yogyakarta, Surabaya,
Malang, tetapi dalam pelaksanannya menemukan banyak kendala-kendala atau
permasalahan di sekolah khususnya bagi guru. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui permasalahan-permasalahan yang dialami guru dan sekolah dalam
penyelengaraan pendidikan inklusi pada tingkat SD di wilayah Kota Yogyakarta.
Subyek penelitian adalah guru yang mengajar di sekolah penyelenggara Pendidikan
Inklusi. Data diperoleh melalui open-ended questionnaire (pertanyaan terbuka). Metode
yang digunakan adalah kualitatif dengan analisis menggunakan teknik koding. Desain
penelitian yang digunakan menggunakan pendekatan indigenous psychology bagian dari
tradisi pendekatan ilmiah dimana aspek yang penting dalam pendekatan ini adalah
usaha untuk menemukan metode yang sesuai untuk mengungkap fenomena dalam suatu
investigasi. Hasil penelitian menunjukkan ada berbagai permasalahan yang ditemui
guru terkait kesiapan sekolah itu sendiri seperti kurangnya kompetensi guru dalam
menghadapi siswa ABK, permasalahan terkait kurangnya kepedulian orangtua terhadap
ABK, selain itu banyaknya siswa ABK dalam satu kelas, dan kurangnya kerjasama dari
berbagai pihak seperti masyarakat, ahli professional dan pemerintah.

Kata Kunci: anak berkebutuhan khusus, pendidikan inklusi, indigenous psychology


Pendahuluan memiliki kapabilitas dalam mengajar anak-
anak ABK masih dinilai kurang (seperti
Meningkatnya jumlah Anak
guru belum mengetahui karateristik ABK
Berkubutuhan Khusus (ABK) di Indonesia
dan metode-metode untuk menanganinya),
dari tahun ke tahun semakin besar.
kurangnya guru pendamping kelas, belum
Menurut data BPS tahun 2005
siapnya sekolah menampung ABK, masih
diperkirakan ada kurang lebih 4,2 juta
banyaknya siswa dalam kelas, masih adanya
ABK di Indonesia (Republika,2013).
intimidasi anak ABK oleh teman sekelasnya
Berdasarkan data BPS tahun 2007 ada 8,3
(Kompas, 2012)
juta ABK di Indonesia, sehingga dapat
Secara konseptual akademik inklusi
disimpulkan dari tahun ke tahun jumlah
diartikan dengan integrasi yang menyeluruh
ABK semakin meningkat. Sebagian besar
untuk semua siswa tanpa terkecuali siswa
ABK belum mengeyam pendidikan.
dengan kebutuhan khusus dalam kelas
Berdasarkan UU No 20 tahun 2003, Pasal
regular yang disesuaikan dengan umur
5 menyatakan bahwa “Setiap warga
siswa dan letak sekolah (Bélanger dalam
negara mempunyai hak yang sama untuk
Schmidt dan Venet 2012). Pendidikan
mengeyam pendidikan, dan warga Negara
inklusi adalah sistem pengajaran yang
yang memiliki kelainan fisik, emosional,
pelaksanaannya menggabungkan anak
intelektual, mental dan/atau sosial berhak
berkebutuhan khusus dengan anak normal
memperoleh pendidikan khusus”.
dan menggabarkan separuh atau seluruh
Pemerintah Indonesia sendiri berusaha
waktu belajar siswa berkebutuhan khusus
memfasilitasi kebutuhan pendidikan bagi
dalam kelas regular, dimana lingkungan
ABK dengan diselenggarakannya sekolah luar
sekolah memberi kebebasan untuk
Biasa (SLB) yang sudah tersebar ke seluruh
mendukung anak berkebutuhan khusus
wilayah Indonesia, tetapi jika dibandingkan
(eripek, 2007 dan Kircal-Iftar, 1998 dalam
jumlah ABK yang semakin tahun semakin
Sadioglu, Batu, Bilgin, dan Oksal, 2013).
meningkat jumlahnya, maka jumlah SLB tidak
Di Indonesia, pendidikan inklusif
bisa menampung ABK. Berkaitan dengan
secara resmi didefinisikan sebagai berikut:
masalah tersebut dan terkait UU no 20 tahun Pendidikan inklusi dimaksudkan
2003, pemerintah Indonesia telah sebagai sistem layanan pendidikan
melaksanakan pendidikan inklusi untuk yang mengikutsertakan anak
memfasilitasi dan memberikan hak kepada berkebutuhan khusus belajar
anak-anak berkubutuhan khusus. Tahun 2001, bersama dengan anak sebayanya di
pemerintah mulai melakukan uji coba sekolah reguler yang terdekat dengan
perintisan sekolah inklusi di daerah Istimewa tempat tinggalnya. Penyelenggaraan
Yogyakarta dan daerah Ibu Kota Jakarta. pendidikan inklusif menuntut pihak
Tahun 2004, Pemerintah Indonesia melalui sekolah melakukan penyesuaian baik
deklarasi di Bandung mengumumkan secara dari segi kurikulum, sarana dan
resmi program “Indonesia Menuju Pendidikan prasarana pendidikan, maupun
Inklusif” , tetapi dalam pelaksanaan masih sistem pembelajaran yang
ditemukan banyak kendala dibeberapa kota disesuaikan dengan kebutuhan
seperti seperti, manajemen sekolah inklusi individu peserta didik (Direktorat PSLB,
masih belum optimal, tenaga kerja yang 2004).
Permasalahan-Permasalahan yang Dihadapi Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi pada 52
Tingkat SD

Berdasarkan Pasal 1 Peraturan microsistem yang berbeda (spt keluarga dan


Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 70 sekolah) yang salah satunya dapat
Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif memberikan atribusi untuk suksesnya atau
Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan kegagalan dari sekolah inklusi. Anak juga
dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau dipengaruhi oleh: a) Interaksi sosial antara
Bakat Istimewa, disebutkan bahwa: dua atau lebih mikrosistem seperti relasi
Pendidikan inklusif adalah sistem antara keluarganya dan sekolahnya. b).
penyelenggaraan pendidikan yang Relasi antara satu mikrosistem dan system
memberikan kesempatan kepada yang lain, yang tidak termasuk ekosistem
semua peserta didik yang memiliki seperti hubungan antara sekolahnya dengan
kelainan dan memiliki potensi dewan pengurus sekolah dan c). masyarakat
kecerdasan dan/atau bakat istimewa dimana dia tinggal atau makrosistem yang
untuk mengikuti pendidikan atau dipengaruhi oleh budaya, institusi, wilayah
pembelajaran dalam satu lingkungan dan sebagainya dimana anak tumbuh. Dari
pendidikan secara bersama-sama sudut ini, akan menjadi mungkin untuk
dengan peserta didik pada umumnya. dianalisis prinsip penting yang berkenaan
dengan masa depan anak. Siswa juga
Sedangkan dalam pasal 2 peraturan dipengaruhi oleh makrosistem dari
tersebut dijelaskan bahwa Pendidikan pemerintah. Ada beberapa yang memegang
inklusif bertujuan: otoritas yang memegang peranan penting
(1) memberikan kesempatan yang dalam suksesnya implementasi di sekolah
seluas-luasnya kepada semua peserta inklusi, apakah itu dari point managerial
didik yang memiliki kelainan fisik, atau point filosofi (Beaupré et al. Bélanger,
emosional, mental, dan sosial atau Collins & White, Guzmán, Ingram, Parent,
memiliki potensi kecerdasan dan/atau Praisner, dalam Schmidt dan Venet 2012).
bakat istimewa untuk memperoleh Sekolah yang menyelenggarakan
pendidikan yang bermutu sesuai pendidikan inklusi di provinsi Yogyakarta
dengan kebutuhan dan tersebar diberbagai wilayah seperti di
kemampuannya; (2) mewujudkan Kabupaten Gunung Kidul ada 239 sekolah
penyelenggaraan pendidikan yang yang menyelenggarakan pendidikan inklusi
menghargai keanekaragaman, dan (217 SD, 20 SMP dan 1 SMA), di kota
tidak diskriminatif bagi semua yogya terdapat 20 sekolah (SD-SMA),
peserta didik sementara di kabupaten Bantul dan Sleman
akan segera ditetapkan ditahun ajaran
Implikasi suksesnya program inklusi 2011/2012 (DEPDIKNAS DIY, 2011). Data
adalah adanya guru yang mengakomodasi yang didapatkan peneliti ada 10-15 sekolah
dan memberi dukungan untuk kebutuhan inklusi yang ada didaerah bantul dan
semua siswa dalam kelas, tidak terlalu sleman. Di Yogyakarta sendiri, pelaksanaan
banyak paksaan dan tidak mengurangi hak sekolah inklusi masih banyak mengalami
siswa (Bélanger dan Maertens, 2004). persoalan seperti: Sumber Daya Manusia
Sesuai dengan model Bronfenbrenner’s dan fasilitas masih terbatas serta penanaman
ecological perkembangan anak adalah yang kurang kepada siswa lain untuk dapat
hasil dari interaksi yang beragam dengan menerima ABK (HarianJogya, 2013).
lingkungan dekat mereka, yaitu: Di Indonesia, inklusi memberi
53

kesempatan kepada anak berkelainan dan pemerintah, sehingga implementasinya


anak yang lainya yang selama ini tidak belum menasional dan menyeluruh,
bisa sekolah karena berbagai hal yang sehingga ranking tersebut terus mengalami
menghambat mereka untuk mendapatkan kemerosotan, pada tahun 2008 berada pada
kesempatan sekolah, seperti letak sekolah ranking ke 63 dan pada tahun 2009 berada
luar biasa yang jauh, harus bekerja membantu pada ranking ke 71 (Kompas).
orangtua, dan sebab lainya seperti berada di Peneliti tertarik untuk mengetahui
daerah konflik atau terkena bencana alam lebih dalam masalah-masalah apa saja yang
(Sugiarmin dalam Smith (2012). Sekolah dihadapi sekolah khususnya terkait dengan
inklusi bertujuan untuk memberi kesempatan penyelenggaraan pendidikan inklusi, sebagai
bagi seluruh siswa untuk mengoptimalkan upaya untuk memperoleh gambaran secara
potensinya dan memenuhi kebutuhan menyeluruh dan mendalam yang diperoleh
belajarnya melalui program pendidikan dari persepsi guru yang berkaitan dengan
inklusi. Pendidikan inklusif ialah program kendala-kendala atau permasalahan yang
pendidikan yang mengakomodasi seluruh dihadapi oleh sekolah maupun guru dalam
siswa dalam kelas yang sama sesuai dengan penyelenggaraan sekolah inklusi. Hasil
usianya dan perkembangannya (Schmidt penelitian ini diharapkan dapat memberikan
dan Venet, 2011). Pendidikan inklusi kontribusi bagi dunia pendidikan khususnya
juga membuktikan bahwa mendidik anak psikologi pendidikan dan memberi gambaran
dengan kebutuhan khusus bersama dengan kepada pemerintah, masyarakat yang
anak normal menunjukkan perkembangan bergerak dan mendalami dunia pendidikan
yang signifikan (Sadioglu, Batu, Bilgin, khususnya, tentang kendala-kendala yang
dan Oksal, 2013). Berdasarkan paparan dihadapi guru maupun pihak sekolah
diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi
dalam penyelenggaraan sekolah inklusi tingkat SD. Harapannya kendala-kendala
perlu adanya integrasi antara seluruh pihak atau hambatan-hambatan tersebut dapat
yaitu dari pihak sekolah seperti manajemen dipetakan sesuai karateristiknya sehingga
sekolah (kurikulum, sarana prasarana ke depan dapat diberikan intervensi yang
yang mendukung), guru, siswa, orangtua, sesuai.
masyarakat dan pemerintah, sehingga
pendidikan inklusi dapat berjalan dengan
Metode Penelitian
baik.
Pemerintah Indonesia perlu Penelitian ini menggunakan
mensyukuri bahwa sejak digulirkannya pendekatan yang diarahkan untuk
pendidikan inklusi di Indonesia, sambutan mengupayakan indigenous. Kim dan
dan apresiasi masyarakat sangat luar biasa, Berry,1993 (dalam Kim, Shu Yang dan Kuo
sehingga implementasinya tumbuh dan Hwang, 2010) mendefinisikan indigenous
berkembang cepat di berbagai pelosok psychology adalah kajian ilmiah tentang
negeri. UNESCO menilai bahwa dalam perilaku atau pikiran manusia yang
penyelenggaraan pendidikan inklusi native (asli), yang tidak ditransportasikan
bagi ABK, Indonesia pada tahun 2007 dari wilayah lain, dan dirancang untuk
menduduki ranking ke 58 dari 130 negara. masyarakatnya. Indigenous psychology
Sayangnya, karena berbagi faktor, terutama menekankan penemuan fenomena dalam
kurangnya komitmen dan dukungan masyarakat sesuai dengan konteksnya.
Permasalahan-Permasalahan yang Dihadapi Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi pada 54
Tingkat SD

Indigenous psychology adalah bagian dari (1989) adalah pertanyaan yang variasi
tradisi pendekatan ilmiah dimana aspek yang jawabannya belum ditentukan terlebih
penting dalam pendekatan ini adalah usaha dahulu sehingga responden mempunyai
untuk menemukan metode yang sesuai untuk kebebasan untuk menjawab pertanyaan
mengungkap fenomena dalam suatu yang diajukan.
investigasi. Indigenous psychology Data yang diperoleh dari pertanyaan
menggunakan analisis multi-methods (Kim & terbuka akan memunculkan tema-tema.
Berry, 1993). Indigenous tidak menghalangi Menurut Hayes (dalam Kurniastuti, 2010)
pada pemakaian metode tertentu. Indigenous langkah yang digunakan untuk menganalisis
psychology menganjurkan penggunaan tema-tema yang muncul itu adalah sebagai
berbagai metodologi seperti kualitatif, berikut: (a) menyiapkan data yang akan
kuantitatif, eksperimental, komparatif, dan dianalisis, (b) mengidentifikasi informasi
analisis filosofis. Hasil-hasil dari multiple aitem yang spesifik yang nampak relevan
methods seharusnya dintegrasikan untuk dengan topik yang sedang diteliti, (c)
memberikan pemahaman yang lebih memilah-milahkan data berdasar tema yang
komprehensif tentang fenomena psikologis muncul, (d) memeriksa tema-tema yang
((Kim & Berry, 1993). Dalam penelitian ini muncul dan membuat formula definisi, (e)
peneliti menggunakan metode kualitatif memberi perhatian pada masing-masing
dengan menggunakan analisis dengan teknik tema secara terpisah dan dengan hati-hati
koding. meninjau kembali masing-masing transkrif
Data penelitian diambil dari guru dengan material yang relevan dengan tema,
sekolah-sekolah yang terdaftar sebagai (f) menggunakan seluruh bahan yang
sekolah inklusi yang ada di kota Yogyakarta. berhubungan dengan masing-masing tema
Peneliti mengambil subyek dari semua guru untuk membuat konstruk, yang hasil
yang terlibat disekolah inklusi tingkat SD akhirnya nanti berisi nama kategori dan
yang ada di kota Yogyakarta. Dari 22 sekolah definisi dengan data yang mendukung, dan
yang ditunjuk oleh Dinas Pendidikan kota (g) memilih data yang relevan untuk
Yogya ada 4 sekolah yang tidak bersedia dijadikan ilustrasi dalam mendeskripsikan
untuk diambil datanya karena beberapa alasan masing-masing tema.
seperti: sudah terlibat MOU dengan lembaga Setelah data terkumpul dilakukan
lain, tidak merasa bahwa sekolah inklusi. Dari proses analisis data. Secara lebih rinci,
18 Sekolah Inklusi tingkat SD yang bersedia proses analisis data akan dijelaskan dalam
di jadikan tempat penelitian hanya terkumpul langkah-langkah berikut ini.
112 data dari guru. 1. Memasukkan data kualitatif
Metode pengumpulan data dalam Memasukkan data yang berupa respon
penelitian ini adalah dengan cara menyebar subyek ke progam computer yang
kuesioner berisi pertanyaan terbuka. dilakukan oleh asisten peneliti.
Kuesioner ini disusun berdasarkan dari 2. Kategorisasi Data Kualitatif
aspek apa yang diperlukan dalam suksesnya Kategorisasi dilakukan oleh peneliti
program pendidikan inklusi. Responden bersama asisten peneliti. Kategorisasi
yang terdiri dari guru Sekolah Inklusi dilakukan dengan cara semua respon
diminta untuk menjawab open-ended didiskusikan terlebih dahulu untuk
questionnaire (pertanyaan terbuka). memperjelas dari maksud responden
Pertanyaan terbuka menurut Tukiran dkk. kemudian dicetak. Tahap selanjutnya
55

adalah digunting. Guntingan-guntingan a. Guru.


kertas yang berisi respon kemudian Permasalahan-permasala
dikategorikan sesuai dengan tema h a n yang muncul terkait guru berdasarkan
kecil-kecil yang muncul. Tahap kategori yang muncul, terdapat sepuluh
selanjutnya tema-tema kategori permasalahan yang diungkapkan
kecildimasukkan dalam kategori besar guru. Permasalahan utama yang banyak
sesuai dengan teori yang ada dengan dikeluhkan guru adalah kurangnya Guru
cara ditempel yang sesuai dengan tema Pendamping Kelas (GPK) sebesar 27,39%,
yang ada. Untuk memastikan ketepatan kurangnya kompetensi guru dalam
tema, dilakukan ketgorisasi oleh menangani ABK sebanyak 19,64%, guru
peneliti dan asisten peneliti secara kesulitan dalam Kegiatan Belajar Mengajar
kelompok. Proses kategorisasi ini (KBM) sebanyak (17,86%), kurangnya
minimal harus disetujui oleh tiga orang pemahaman guru tentang ABK dan Sekolah
untuk mengurangi subyektifitas. Inklusi sebanyak (16,67%), latar belakang
Pada penelitian ini, peneliti pendidikan guru yang tidak sesuai (5,95%),
membuat kategori jawaban, kemudian beban administrasi yang semakin berat
masing-masing kategori jawaban diberi untuk guru (5,36%), kurangnya kesabaran
kode angka (Tukiran, Handayani, & guru dalam menghadapi ABK (2,39%) dan
Hagul, dalam Kurniastuti, 2010). Tahap terakhir guru mengalami kesulitan dengan
pertama dalam mengkode, menurut orangtua (1,78%).
Tukiran dkk (1989) adalah mempelajari
jawaban responden, memutuskan perlu b. Orangtua
tidaknya jawaban tersebut dikategorikan Permasalahan-permasalahan yang
terlebih dahulu dan memberikan kode muncul terkait Orangtua yang paling
pada jawaban yang ada. banyak dikeluhkan oleh guru adalah:
3. Analisis Deskriptif Data Kualitatif kepedulian orangtua terhadap penanganan
Jawaban yang sudah dikategori kemudian ABK kurang (47,27%), selanjutnya
di masukkan kembali oleh asisten peneliti permasalahan yang muncul adalah
dalam program Microsoft excel untuk pemahaman orangtua tentang ABK kurang
diberi kode lebih lanjut untuk dibuat (41,21%), orangtua merasa malu sehingga
kategori superordinat,. Respon yang tidak menginginkan anaknya disekolah umum
masuk dalam kategori manapun (3,64%), toleransi dari orangtua siswa
dimasukkan dalam kategori lainnya. reguler terhadap ABK kurang (3,64%),
orangtua buta huruf (2,42%), orangtua
Hasil dan Pembahasan kurang sabar menangani ABK (1,21%),
pengasuhan orangtua tunggal (0,61%).
Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif. Data didapatkan dari hasil c. Siswa
kategorisasi pertanyaan terbuka yang sudah Permasalahan-permasalahan yang muncul
dikoding. Hasil dari analisis dipaparkan terkait siswa yang dikemukakan guru adalah: ABK
dalam paparan hasil berikut ini. dengan permasalahan berbeda dan memerlukan
Permasalahan-permasalahan yang muncul penanganan yang berbeda (35,29%), ABK
dalam pelaksanaan sekolah inklusi mengalami Kesulitan mengikuti materi pelajaran
berdasarkan persepsi dari guru, dalam hal : (21,18%), sikap
Permasalahan-Permasalahan yang Dihadapi Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi pada 56
Tingkat SD

ABK yang belum bisa mengikuti aturan pengetahuan masyarakat terkait


sehingga mengganggu proses KBM pendidikan inklusi dan ABK (41.76%),
(20%), permasalahan siswa regular pandangan negatif masyarakat terhadap
terhadap ABK (14,71%), dan ABK dan sekolah inklusi, Kurangnya
permasalahan terakhir yang muncul terkait dukungan masyarakat terkait pelaksanaan
siswa adalah jumlah ABK yang melebihi inklusi (24.17%).
Kuota dalam tiap kelasnya (8,82%).
g. Lainnya
d. Manajemen Sekolah Permasalahan- Permasalahan-permasalahan yang
permasalahan yang muncul terkait yang lainnya adalah:
muncul terkait Manajemen Sekolah yang kurangnya sarana dan prasarana yang
dikemukakan oleh guru adalah: belum mendukung pelaksanaan inklusi (87.10%),
siapnya sekolah dengan program sekolah kurangnya keterlibatan dari semua pihak
inklusi baik dari segi administrasi dan (akademisi, tenaga ahli, guru, sekolah,
SDM (75%), proses KBM yang belum orangtua, dan pemerintah) terkait
berjalan maksimal (17,86%), dan terakhir pelaksanaan sekolah inklusi (6,45%), latar
permasalahan yang muncul terkait belakang sosial yang mempengaruhi ABK
orangtua adalah belum adanya program (3.23%), predikat sekolah inklusi
pertemuan rutin dengan orangtua yang membuat sekolah kehilangan siswa-siswa
diadakan sekolah (7,14%). cerdas (1.61%), belum ada kesepahaman
tentang pelaksanaan inklusi antara
e. Pemerintah berbagai pihak (1.61%).
Permasalahan-permasalah Permasalahan yang muncul antara satu
a n yang muncul terkait Pemerintah yang dengan yang lain bila dikaji lebih lanjut akan
dikemukakan oleh guru adalah: perhatian dan saling berkaitan antara satu dengan yang lain,
kepedulian pemerintah terhadap pelaksanaan baik dari permasalahan guru, siswa, sekolah,
sekolah inklusi kurang (24.64%), kebijakan masyarakat, maupun pemerintah. Pertama
terkait pelaksanaan sekolah inklusi belum terkait permasalahan guru, guru mengeluhkan
jelas (21.74%), belum adanya modifikasi bahwa kurang kompetensi dalam menangani
kurikulum khusus sekolah inklusi (20.29%), ABK. Hal ini disebabkan karena kurangnya
kurangnya pelatihan tentang pendidikan pemahaman guru tentang ABK dan sekolah
inklusi kepada guru (18.84%), Perhatian inklusi yang kemudian berdampak pada
pemerintah terhadap tenaga professional yang permasalahan yang muncul selanjutnya yaitu
mendukung sekolah inklusi kurang baik dari guru kesulitan dalam kegiatan belajar
segi jumlah dan kesejahteraannya (10.87%), mengajar. Hal ini juga didukung dengan
program yang dilakukan pemerintah belum kenyataan bahwa ada beberapa guru yang
berkelanjutan (2.90%), belum ada lembaga memiliki latar pendidikan yang tidak sesuai
khusus yang menangani pelatihan dan kurangnya Guru Pendamping Kelas
pendampingan ABK (0.72%). sehingga semakin menambah beban kerja
guru yang berat baik beban administrasi
f. Masyarakat maupun beban mengajar hal ini juga secara
Permasalahan-permasala tidak langsung memberi dampak pada
h a n yang muncul terkait Masyarakat yang bagaimana guru menangani siswa di sekolah
dikemukakan oleh guru adalah: minimnya menjadi tidak maksimal,
57

selain itu guru juga dihadapkan pada berbagai sekolah inklusi yang sesuai dengan aturan
permasalahan ABK yang berbeda-beda dan yang ada. Hal ini dikarenakan Pemerintah
memerlukan penanganan yang berbeda serta dianggap kurang bisa mensosialisasikan
jumlah ABK yang melebihi kuota dalam tiap kebijaksanan yang terkait dengan
kelasnya sehingga berdampak pada kurang pelaksanaan sekolah inklusi atau
lancarnya proses KBM. kebijakan tentang sekolah inklusi sendiri
Beban guru semakin berat, pada saat belum jelas dan kurang nya pelatihan
menerima kenyataan dilapangan bahwa yang diadakan oleh Pemerintah yang bisa
banyak dari orangtua ABK tidak peduli meningkatkan kompetensi guru. Guru
terhadap perkembangan anak nya. Banyak menganggap bahwa perhatian dan
orangtua yang kemudian hanya pasrah kepedulian pemerintah terhadap sekolah
sepenuhnya tentang perkembangan anak nya inklusi kurang baik dari segi kesejahteraan
kepada sekolah. Hal ini juga bisa SDM maupun terkait kompetensi SDM.
disebabkan karena pemahaman orangtua Hasil penelitian juga menunjukkan
tentang ABK masih kurang. Permasalahan bahwa banyak berbagai masalah yang
lain yang muncul yaitu toleransi atau muncul terkait pelaksanaan sekolah
pengertian dari orangtua siswa regular inklusi dalam hal guru, siswa, orangtua,
terhadap kebutuhan ABK masih kurang sekolah, masyarakat, pemerintah, sarana
karena banyak dari masyarakat yang masih dan prasarana yang kurang, dan
memandang rendah ABK dan sekolah kurangnya kerjasama dari berbagai pihak
inklusi sehingga masyarakat kurang sehingga berdampak kurang maksimalnya
memberi dukungan terkait pelaksanaan pelaksanaan sekolah inklusi yang ada.
sekolah inklusi. Hal ini bisa disebabkan Berikut Dinamika Permasalahan yang
karena minimnya pengetahuan masyarakat dikeluhkan guru terkait pelaksanaan sekolah
yang terkait pendidikan inklusi dan ABK. inklusidapat dilihat pada gambar 1.
Hal tersebut membuat beban guru dan
sekolah semakin berat, dimana secara
umum, sekolah sendiri belum siap baik dari
segi administrasi maupun SDM dalam
pelaksanaan pendidikan inklusi
disekolahnya, ditambah dengan kurangnya
dukungan dan kerjasama dari semua pihak,
kurangnya sarana prasarana yang disediakan
pemerintah terkait pelaksanaan sekolah
inklusi sehingga pelaksanaan sekolah
inklusi tidak bisa berjalan maksimal.
Peneliti melihat bahwa permasalahan-
permasalahan yang muncul sebenarnya
dikarenakan baik sekolah, masyarakat dan
guru belum sepenuhnya memahami dan
mengetahui bagaimana cara menangani
ABK pada khususnya. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa sekolah dan guru juga
belum mengetahui bagaimana pelaksanaan
Permasalahan-Permasalahan yang Dihadapi Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi pada 58
Tingkat SD

Guru: Kurang Kompetensi orangtua ABK tidak peduli terhadap perkembangan


anak nya, orangtua hanya pasrah sepenuhnya
dalam menangani ABK, Guru Latar belakang pendidikan guru tentang perkembangan anak nya kepada sekolah,
kesulitan dalam kegiatan tidak sesuai. Kurangnya GPK toleransi atau pengertian dari orangtua siswa regular
terhadap kebutuhan ABK masih kurang, masyarakat
Belajar mengajar, Guru <-----(2)-- yang masih memandang rendah ABK dan sekolah
dihadapkankan pada inklusi, masyarakat kurang memberi dukungan
terkait pelaksanaan sekolah inklusi

(1)

Guru: Kurangnya (5)


pemahaman guru tentang
minimnya pengetahuan
ABK dan sekolah inklusi masyarakat yang terkait
(4) pendidikan inklusi dan ABK.

(3) Beban guru meningkat � Tidak maksimal dalam


menangani siswa�Proses KBM tidak berjalan
lancer � PELAKSANAAN SEKOLAH INKLUSI
TIDAK MAKSIMAL (7)
(9)

kurangnya dukungan dan kerjasama


sekolah sendiri belum siap baik dari segi dari semua pihak, kurangnya sarana
administrasi maupun SDM nya dalam (6 prasarana yang disediakan
pelaksanaan pendidikan inklusi pemerintah terkait pelaksanaan
disekolahnya. sekolah inklusi

Pemerintah kurang bisa mensosialisasikan kebijaksanan


(10) yang terkait dengan pelaksanaan(8)sekolah inklusi (11)
kebijakan tentang sekolah inklusi sendiri belum jelas

kurang nya pelatihan yang diadakan oleh Pemerintah yang


bisa meningkatkan kompetensi guru.

Gambar 1. Dinamika Permasalahan Inklusi

Keterangan:

No 1, 5,8 : Menyebabkan

------� No 2 : Secara tidak langsung berpengaruh

No 3,4,6,7 : Mengakibatkan

No 9,10, 11: Bisa disebabkan oleh

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti berusaha merangkum elemen-eleman yang


harus terlibat dalam kelancaran sekolah inklusi:
59

Keterlibatan Pihak Sekolah


- Guru (Kompetensi Guru dalam Keterlibatan Masyarakat
menangani ABK) -Orangtua ABK
- Pihak Pendukung (psikolog dll)
- Masyarakat umum
- Sdm (Guru dan GPK)
- Siswa
- Kurikulum Sekolah Inklusi

Pemerintah
- Kebijakan pemerintah
Ket.
- Pelatihan dalam rangka peningkatan kompetensi guru
: adanya hub - Sarana dan Prasarana pendukung sekolah inklusi
kerjasama antar
pihak - Aturan yang jelas tentang pelaksanaan sekolah inklusi
- Kurikulum untuk sekolah inklusi

Gambar 2. Eleman-eleman yang harus terlibat dalam kelancaran sekolah inklusi.

Hal ini sesuai dengan yang Carington dan Robinson, 2004) bahwa guru
dikemukakan Sunaryo (2007) bahwa untuk adalah aktor yang penting dalam proses
keberhasilan sekolah inklusi perlu melibatkan reformasi sekolah. Harapannya jika guru
banyak pihak. Bines (dalam Carrington dan sudah memahami dan mampu melaksanakan
Robinson, 2004) mengemukakan bahwa pendidikan inklusi di sekolahnya, guru dapat
sekolah inklusi adalah suatu proses yang menyalurkan pengetahuannya ke masyarakat
melibatkan semua staf sekolah dan siswa melalui orangtua wali murid baik orangtua
untuk perkembangannya seperti bagaimana dari ABK maupun orangtua dari Non ABK.
pendekatan mengorganisasi siswa, peran Pemerintah memiliki tanggung
staf pengajar, pendekatan dalam mengajar jawab untuk pengembangan profesional/
dan kurikulum. Hal ini juga dikemukakan peningkatan kompetensi guru walaupun
oleh Giangreco (2013) sekolah juga terkadang sistem tangggung jawab itu
harus bekerjasama dengan komunitas sebagian diserahkan kepada organisasi
sekolah seperti guru, guru pendamping sekolah, karena sekolah juga memiliki peran
kelas, orangtua, siswa, tim administratif untuk melakukan perubahan disekolahnya
sekolah, dan komunitas sekolah untuk terutama kepala sekolah (Carrington dan
memaksimalkan kinerja guru. Robinson, 2004), tetapi tidak hanya berfokus
Harapan peneliti, bahwa kedepan kepada guru atapun karyawan dan orang-
peneliti lain maupun pemerintah bisa orang yang terlibat dalam pelaksanaan
berfokus pada penyelesaian permasalahan sekolah tetapi juga perlu meningkatkan
yang berkaitan dengan guru, seperti kepedulian sosial masyarakat terhadap
peningkatan pemahaman dan kompetensi adanya sekolah inklusi. Hal ini menunjukkan
guru karena guru adalah ujung tombak bahwa sebenarnya sekolah juga bisa
dalam pelaksanaan pendidikan. Hal ini mengembangakan peningkatan kualitas
juga dikemukakan oleh Hatam (dalam sekolah melalui guru dan pihak-pihak yang
Permasalahan-Permasalahan yang Dihadapi Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi pada 60
Tingkat SD
terlibat didalamnya. Sekolah juga memiliki The International Journal of
kewajiban dalam peningkatan kepedulian Inclusive Education 8(2):141-153
masyarakat dengan dukungan dari berbagai
Deklarasi Bandung. (2004). www.idp-
pihak khusus nya pemerintah.
europe.org.
Depdiknas DIY. (2011). Monitoring
Simpulan
Pendidikan Inklusif, belum optimal.
Berdasarkan hasil penelitian dapat http://www.pendidikan-diy.go.id
disimpulkan permasalahan permasalahan yang
muncul terkait pelaksanaan inklusi adalah
Giangreco, M.F. (2013). Teacher Assistant
terkait dengan guru, siswa, orangtua, sekolah,
Supports in Inclusive Scholls:
masyarakat, pemerintah dan kurangnya sarana Research, Practices and
prasarana yang mendukung pelaksanaan Alternatives. Australasian Journal
sekolah inklusi. Hal ini juga dikarenakan of Special Education.Vol 37.Issue
kurang adanya kerjasama dari berbagai pihak. 2 : 93-106. Doi:10.1017/jse.2013.1
Guru merupakan faktor utama dalam proses Harian Yogya. (2013). Sekolah Inklusi di
pendidikan inklusi, tetapi tanpa adanya Yogya Belum Pro Anak Berkebutuhan
bantuan dari pihak lain pelaksanaan sekolah Khusus. http://www.harianjogya.com.
inklusi tidak bisa berjalan dengan maksimal,
Kim, U., Shu Yang, K dan Kuo Hwang, K.
sehingga selain guru yang ditangani, perlu
(2010). Indigenous and Cultural
juga menumbuhkan budaya sekolah inklusi
Psychology. Penterjemah: Soetjipto,
baik didalam sekolah itu sendiri ataupun
H.P dan Soetjipto, S.R. Yogyakarta:
komunitas diluar sekolah tersebut, selain itu
Pustaka Pelajar.
kebijakan pemerintah juga sangat menentukan
pelaksanaan sekolah inklusi. Penelitian awal Kurniaastuti, I. (2010). Dinamika Pencapaian
ini masih belum mendalam. Penelitian ini Prestasi Remaja Jawa. Skripsi. Tidak
mempunyai keterbasan dengan tidak adanya diterbitkan. Yogyakarta: Universitas
elaborasi data lebih lanjut. Untuk itu Gadjah Mada
penelitian selanjutnya sebaiknya: Melakukan Mikail, B (2012) Sekolah inklusi belum
wawancara mendalam atau FGD siap Menampung ABK.
komprehensif dengan guru, siswa, orangtua,
http://Edukasi. kompas.com.
masyarakat dan pemerintah yang terlibat
dalam pelaksanaan sekolah inklusi. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI
Nomor 70 Tahun 2009
Poerwandari, E.K. (2007). Pendekatan
Daftar Pustaka Kualitatif untuk Penelitian Perilaku
Manusia. Jakarta: Lembaga
Afifah, R (2012) .Manajemen Sekolah
Pengembangan Sarana Pengukuran
inklusi masih “Memble”.http://
dan Pendidikan Psikologi.
Edukasi.kompas.com
Republika. (2013). Jumlah Anak
Carrington, S., Robinson, R. (2004) A
Berkubutuhan Khusus di Indonesia
case study of inclusive school
http://m. republika.co.id/berita/
development: a journey of learning. nasional.. 17 Juli 2013
61

Rumah ADHD. (2013. Daftar Sekolah Smith, D.J. (2012). Inclusion, School for
Inklusi D.I Yogyakarta. http:// All Student. Penerjemah: Denis, E.
rumahadhd.blogspot.com. Bandung: Penerbit Nuansa
Sadioglu, O. Batu, S. Bilgin, A dan Oksal, Sunaryo. (2009). Manajemen Pendidikan
A. 2013. Problem, Expectations, and Inklusif. Manjpendinklusi.wordpres.
Suggestion of Elementary Teacher Surat Keputusan Diknas . (2012). Daftar
Regarding Inclusion. Educational
Sekolah Inklusi Di Kota Yogyakarta.
Science: Theory & Practice. DOI:
10.12738/estp.20133.1546 Tukiran., Handayani, T., & Hagul, P. (1989).
Mengkode Data. In, Singarimbun, M.,
Schmidt, S & Venet, M. (2012). Principals
& Effendi, S (Eds), Metode
Facing Inclusive Schooling or
Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.
Integration. Canadian Journal Of
Education 35, 1 :217-238.

Anda mungkin juga menyukai