Anda di halaman 1dari 9

PENGARUH KUALITAS PENDIDIKAN INKLUSI DALAM

MEMINIMALISASI KEGAGALAN ANAK BERKEBUTUHAN


KHUSUS

Disusun Guna Memenuhi Tugas Ulangan Tengah Semester 4 Pendidikan Inklusi


Dosen Pengampu:
Budi Wahyono, S. Pd, M.Pd.

Disusun Oleh:
Nama : Nur Faidah
Nim : K7617059 (B)

PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019

A. PENDAHULUAN

Hidup memang tak selalu adil, terbukti beberapa anak terlahir dengan
sempurna (wajah cantik, tampan, otak cerdas, tubuh sehat, bertalenta), beberapa
pula terlahir dengan kondisi cacat sejak lahir, ditimpa kecelakaan dalam hidupnya,
memiliki gangguan mental pada anak umumnya. Untungnya zaman sudah
berubah, era globalisasi dan modernisasi melahirkan kemudahan baru bagi anak
yang berkebutuhan khusus (ABK).
Ketakutan orang tua dalam memikirkan “mau dibawa kemana si buah hati
yang memiliki kelainan?” hal ini tentulah menjadi masalah-masalah pokok yang
muncul bersamaan dengan keinginan orang tua atau si anak ABK untuk
memperoleh hak belajar dalam pendidikan.
Persiapan dan pertimbangan dari faktor yang ada mengarahkan orang tua
untuk membawa anaknya membuka lembar kebahagian baru melalui Pendidikan
Inklusi. kesempatan bagi anak special dengan kebutuhan masing-masing untuk
bergabung dengan anak normal di sekolah umum.
Sejalan dengan ditetapkannya Undang-Undang Republik Indonesia No. 20
Tahun 2003 pasal 5 tentang Pendidikan Khusus, ternyata dalam pelaksanaanya
menuai pro dan kontra tentang sistem pendidikan inklusi. beberapa orang
menentang, yaitu dengan menyatukan siswa normal dengan siswa ABK
(disability) dalam satu sekolah/kelas akan menimbulkan masalah pembelajaran
bagi siswa normal terlebih akan memunculkan gap bagi keduannya.
Hal ini berbeda dengan pihak yang pro, bahwa dengan adanya pendidikan
inklusi ternyata menciptakan pembelajaran untuk menerima perbedaan (mampu
bertoleransi) antara siswa penyandang disability dengan siswa normal. Untuk itu,
sekolah perlu menyiapkan dan mengembangkan pendidikan inklusi yang
berkualitas supaya meminimalisir dampak negatif dari kegagalan anak
berkebutuhan khusus dalam memperoleh pembelajaran di dunia pendidikan

B. PEMBAHASAN

1. Ketidak seimbangan ABK dengan Sekolah Pendidikan Inklusi


Perkembangan zaman yang semakin pesat diiringi dengan meningkatnya
jumlah kelahiran anak yang mengalami kelainan khusus. Sementara itu,
terbatasanya jumlah sekolah yang mampu melayani anak penyandang disability
menjadi pemasalahan saat ini. Apalagi dunia international membuat
kesepakatan tentang setiap negara wajib menyelengarakan pendidikan inklusi
di setiap tingkatannya. Di Indonesia sendiri diperkuat dengan ditetapkan UUD
1945 pasal 31 tentang hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan
dasar dan UU RI No. 20 Tahun 2003 pasal 5 tentang pendidikan khusus serta
Permendiknas No. 70 Tahun 2009 tentang diberikannya kesempatan ABK
untuk mengenyam pendidikan reguler.
Meskipun dunia memberikan hak kepada ABK tapi faktanya masih
banyak jumlah ABK kususnya anak sekolah dasar dan menengah tinggi yang
tidak bisa merasakan penyelenggaran pendidikan disatuan pendidikan khusus
(SLB) karena biaya yang mahal. Selain itu, sulitnya akses bagi anak ABK
terhadap penyebaran SLB yang tidak merata antara di daerah perkotaan dan
pedesaan membawa masalah penting bagi dunia pendidikan di Indonesia.
Untuk itu antisipasi pemerintah dengan menyelenggarakan sekolah inklusif.

2. Masalah dalam Pendidikan Inklusi


Sekolah yang menerapkan inklusi diharapkan mampu memenuhi
kebutuhan kharakteristik, menghargai keberagaman dan menepis diskriminasi
anak berkebutuhan khusus. Menurut Yusuf (2012: 14) mengatakan Sekolah
inklusif adalah satuan pendidikan formal atau sekolah reguler yang
menyelenggarakan pendidikan dengan mengikutsertakan anak berkebutuhan
khusus yang mengalami hambatan dalam akses pendidikan untuk memperoleh
pendidikan bermutu bersama dengan peserta didik lainnya.
Namun ternyata, tujuan pendidikan inklusif tidaklah mudah untuk dicapai
seperti yang kita bayangkan. Hal ini disebabkan adanya hambatan dan
kesulitan yang dialami oleh sekolah, guru, ataupun dari peserta didik itu sendiri
dalam menerapkan pendidikan inklusi.
contohnya seperti kurikulum yang tersususn secara kaku dan belum
mempertimbangkan terhadap ABK yang berbeda, kurangnya ketersediaan
biaya anggaran dari pemerintah, kebijakan pemerintah yang sepenuhnya belum
menyamakan dengan anak normal, kurangnya sumber daya manusia yang
berkompeten, dan dukungan dari masyarakat ataupun lingkungan sekitar.
Kantavang (2017: 4) mengatakan bahwa guru masalah utama di Thailand dan
Indonesia apabila tidak memiliki pengetahuan atau teknik untuk meningkatkan
pengembangan siswa kebutuhan khusus di kelas reguler.
Hambatan pendidikan inklusi tersebut seharusnya segera diatasi oleh
masing-masing aspek dalam sekolah. Dengan apa? Yaitu dengan merencanakan
dan mengembangkan kualitas yang dimiliki oleh 7 aspek pendidikan inklusi,
agar mampu meminimalisir kegagalan anak berkebutuhan khusus dan mampu
mencapai tujuan dari pendidikan inklusi itu sendiri.

3. Fokus Kualitas pendidikan Inklusi dalam upaya memimalisasi kegagalan


anak berkebutuhan khusus
Jauh-jauh ini, untuk mencapai kesuksesan diperlukan sebuah usaha dan
perencanaan yang matang. Sebab perencanaan yang salah (tidak sistematis)
mampu memunculkan kegagalan. Tidak semata-mata perencanaan hanya
dijadikan sebagai syarat pemenuhan saja dalam penyelenggaraan sekolah
berpendidikan inklusi tetapi juga focus terhadap perencaanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi dalam pengembangakan yang berkelanjutan dalam memperoleh
output keberhasilan.
Berdasarkan dari journal, buku dan penelitian yang sudah ada, focus untuk
mengoptimalkan kualitas pendidikan inklusi dapat dilakukan dengan cara:
a. Metode pembelajaran dan kurikulum bersifat fleksibel
Sepaket rencana pembelajaran yang didalamnya berisi tujuan , isi,
proses, dan evaluasi dari penggunaan strategi dan metode pembelajaran
yang selanjutnya akan diterapkan proses pembelajaran haruslah cocok/
disesuaikan dengan kebutuhan/potensi/kemampuan dari ABK. variasi
dari masing-masing ABK memngharuskan sekolah untuk menggunakan
kurikulum reguler yang berlaku di sekolah pada umumnya. sehingga
diharpkan dengan perencanaan kurikulum yang terstruktur mampu
membantu peserta didik mengembangkan potensi/ketrampilan dan
hambatan dalam belajar, menjadi pedoman dalam penyelenggaran
program pendidikan inklusi.
Anabel (2017: 11) Mengatakan sebuah pendekatan pengajaran
dengan desain universal dan strategi inklusif dalam merancang
kurikulum haruslah menguntungkan semua murid-murid.
Dapat disimpulkan bahwa memrancamg dan mempersiapkan
kurikulum yang fleksibel dalam pendidikan inklusi mampu mendorong
keberhasilan dalam penyelenggaraan sekolah inklusi.
b. Pendidik yang mempunyai pengetahuan tentang anak berkebutuhan
khusus.
Guru dalam metode pengajarannya membutuhkan sebuah
pengetahuan tentang bagaimana menyusun dan menciptakan program
pembelajaran yang tepat bagi ABK dan anak normal ketika dalam kelas
inklusif. Kompetensi dan ketrampilan khusus yang dimiliki guru dapat
mempermudah ABK di sekolah reguler. Sheehy (2013: 1146)
menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa bukti pekerjaan,
pengalaman mengajara anak disability membawa pengaruh relevan
yang positf dalam keberhasilan pendidikan inklusi.
Ada juga beberapa sekolah inklusi menyiapkan guru khusus yang
bertugas untuk mendampingi ABK disekolah mereka. Guru tersebut
sering kita sebut dengan Shadow Teacher atau Guru bayangan.Olivia
(2017: 39) mengatakan bahwa intinya guru bayangan membantu ABK
agar berfungsi maksimal dalam mengatasi kesulitan-kesulitannya ketika
disekolah reguler bersama anak normal lainnya.
Pernyataan ini didukung kuat oleh Yusuf (2018: 417) yang
mengatakan dalam penelitiannya bahwa “ada hubungan positif antara
bimbingan karir dan kinerja guru bayangan di sekolah inklusif di
Indonesia dengan kontribusi 0,59%” yang memiliki arti bahwa apabila
bimbingan karir baik maka kinerjanya juga baik, begitu sebaliknya.
Dalam hal ini karier diartikan sebagai ketrampilan dalam jabatan.
c. Kerjasama antara komponen sekolah dan Partisipasi dari orang tua
Semua pihak baik secara langsung atau tidak langsung mendukung
dan bekerjasama terkait pencapaian tujuan dalam pendidikan inklusi.
hubungan antara komponen sekolah dan partisipasi orang tua sangat
diperlukan untuk mensukseskan setiap program penyelenggaraan
pendidikan inklusi agar berjalan dengan baik, semana mestinya.
Implementasi secara nyatanya misalnya Pemberian Pelatihan
kepada kepala sekolah, pendidik dan tenaga pendidik untuk agar dengan
mudah mencapai tujuan pendidikan inklusi seoptimal mungkin. Anabel
(2017: 9) menyatakan bahwa “ ada perubahan sikap anggota fakultas
membaik setelah diadakan pelatihan,( Misalnya Teachability), seperti
mereka lebih banyak pengalaman bagaimana menanggapi kebutuhan
siswaa penyandang cacat”.
Untuk partisipasi orang tua misalnya dalam contoh kecil yaitu
orang tua yang memiliki anak ABK sebelum disekolahkan di sekolah
umum mempertimbangkan bersama konsultan professional untuk
menentukan si buah hatinya apakah mampu untuk dilepas disekolahan
reguler? Sekolah mana yang akan dipilih oleh orang tua untuk kondisi
spesifik yang dimiliki oleh anaknya?
Sedangkan untuk sekolah sendiri memperkuat label pendidikan
inklusinya apakah bisa dipercaya oleh orangtua/ masyarakat ketika
dititipkan anak ABK dengan sarana prasrana yang dimiliki? Ataukah
mampu menerima anak berkebutuhan khusus dengan kelainan yang
dimiliki?.
Blecker (2010: 432) menyatakan bahwa tidk hanya guru
memerlukan ketrampilan khusus, melainkan juga membutuhkan mereka
juga memerlukan keterampilan komunikasi dan strategi kolaboratif
yang akan memungkinkan mereka untuk bekerja dengan rekan-rekan”.
Jadi menurut blecker bahwa adanya komunikasi yang aktif antara
pendidik dengan tenaga pendidik atau sebaliknya.
d. Ketersedian Sarana prasarana dan biaya
Zaman globalisasi dan modernisasi yang membantu anak berkebutuhan
khusus dalam memperoleh fasilitas yang dibutuhkan dalam
pembelajaran. Jika sekolah memiliki sarana dan prasarana maka guru
tentu mengunakan ketrampilannya untuk mengoptimalkan penggunaan
media. Contohnya guru menyediakan waktu yang lama bagi anak tuna
netra saat tes karena menggunakan huruf Braille, guru membagikan
catatan powerpoint dengan media yang sudah dilengkapi dengan virtual
aksesbilitas.
Apabila sekolah tidak memiliki sarana prasarana maka sekolah bisa
menyediakan anggaran untuk membantu kegiatan opersional peserta
didik dalam kelas reguler.
e. Manajemen dan Kepemimpinan dari kepala sekolah
Induk dari manajemen dan kepemimpinan kepala sekolah sangat
berpengaruh besar dalam mengerakan sumber daya sekolah. Pendidikan
inklusi akan berhasil apabila kepala sekolah mampu mengelola dan
memimpin secara baik dan dapat diteriam oleh setiap komponen
sekolah.
Kebijakan yang diputuskan dan dikeluarkan oleh kepala sekolah
diharapkan mampu mengoptimalkan setiap program penyelengaraan
inklusi secara efektif dan efisien. Ternyata kegagalan pendidikan inklusi
juga kadang disebabkan oleh kurangnya kepala sekolah dalam
memanjemen sekolahnya, untuk itu diperlukan pelatihan kepala sekolah
untuk meningkatkan potensi yang dimiliki agar setara dengan
kompetensi yang dijadikan standar syarat keberhasilan sekolah inklusif.
f. Perlunya kerjasama dengan pihak lain
Misalnya untuk meminimalisasi kegagalan ABK sekolah yang berbasis
dan berlabel pendidikan inklusi dapat bekerjasama dengan pihak
sekolah lain yang lebih unggul/relevan dalam memenuhi kebutuhan
sarana dan prasarana misalnya dengan rumah sakit terdekat, pihak SLB
terdekat, LSM yang relevan (Psikolog) atau dengan dinas pemerintahan
setempat.
Kantavong (2017: 5) menyatakan bahwa di Indonesia para guru
tidak menerima bantuan dari personil di pusat / pengajaran bantuan SE
seperti guru Thailand lakukan. Akibatnya, rata skor rata mereka di
bawah dimensi ini lebih rendah dari skor Thailand.
Nah ternyata kerjasama dengan pihak lain diyakini mampu
meminimalisir kegagalan ABK dalam memperoleh pembelajarannya.

4. Evaluasi dan Pegembangan berkelanjutan dalam Pendidikan Inklusi.


Pelaksanaan pendidikan inklusi tidak serta merta selesai apabila
menghasilkan output yang baik. Diperlukan proses evaluasi untu
mengukur seberapa jauh tingkatan keberhasilan serta adanya
pengembangan berkelanjutan. Cahyana (2017: 2530) menyatakan bahwa
di jawa barat program pendidikan inklusi berencana secata teratur lima
tahun sekali untu memperbarui respon kebutuhan pendidikan ABK.
Tak dapat dipungkiri bahwa kegiatan mengevaluasi program setiap
setangah tahun atau akhir tahun dalam dunia pendidikan inklusi sangatlah
penting sebab untuk memperoleh masukan / saran dalam perencanaan
selanjutnya. Baik dalam hal perencanaan SDM, Sarana prasarana & biaya,
ataupun kerjasama antar komponen sekolah, pihak lain dan pastisipasi
orang tua.

C. PENUTUP

Pendidikan inklusi memang merupaka terobosan terbaru dalam dunia


pendidikan yang akhir-akhir ini yang membawa obor yang penuh cahaya bagi
para anak berkebutuhan khusus yaitu sistem pembelajaran/ pendidikannya
bisa diakses oleh ABK untuk bersekolah di sekolah reguler.
Dengan menggunakan 6 aspek keberhasilan dalam penyelenggaraan
pendidikan inklusif diharapkan mampu meminimalisir setiap kegagalan yang
dialami oleh anak berkebutuhan khusus sehingga mengurangi dampak
negative yang ditimbulkan oleh pendidikan inklusi, mengurangi gap/
diskriminasi dan stereotip bagi anak berkebutuhan khusus. Dan mampu
menciptakan kondisi tujuan yang dicapai.

DAFTAR PUSTAKA
Anabel, M. 2017. Inclusive education in higher education: challenges and
opportunities. European Journal of Special Needs Education, Vol 32, 3-17.

Blecker, N.S. & Boakes, N. J., 2010. Creating a learning environment for all
children: are teachers able an willing?. International Journal of Inclusive
Education, Vol. 14 (5), 435-447.

Cahyana, C. 2017. Inclusive Education Program In Primary Education Office


in West Java Province Indonesia. International Bussiness Information
Management Association (IBIMA), Vol. 34 E, 2527-2532.

Kantavong, P., Surjawanto., Rerkjaree, S., Budiyanto. 2017. A comparative


study of teacher’s opinions relating to inclusive classrooms in Indonesia and
Thailand. Kasetsart Journal of Social Sciences, hal 5-6.

Olivia, S. 2017. Pendidikan Inklusi untuk anak-anak berkebutuhan


khusus: diintegrasikan belajar di sekolah umum. Yogyakarta: CV ANDI OFSET
(Penerbit Andi)

Permendiknas No. 70 Tahun 2009 tentang diberikannya kesempatan ABK


untuk mengenyam pendidikan reguler.

Sheehy, K., Budiyanto. 2014. Teacher’s attitudes tosigning for children with
severe learning disabilities in Indonesia. International Journal of Inclusive
Education, Vol 18 (11), 1143-1161.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 pasal 5 tentang


Pendidikan Khusus,

Yusuf, M., Sari, E. K., Supratiwi, M., & Anggrellanggi, A. 2018. Performance
of shadow teachers in inclusive schools in Indonesia viewed from working
understanding, appreciation of work and career guidance. Education Economics
and Development, Vol. 9 (4), 411 -419.

Yusuf, M. dkk. 2012. Pendidikan Inklusif & Perlindungan anak. Surakarta:


Tiga serangkai.

Anda mungkin juga menyukai