Anda di halaman 1dari 12

Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan … (Latifa Garnisti Rifani) 951

EVALUASI PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI ANAK


BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD NEGERI BANGUNREJO 2 YOGYAKARTA

THE EVALUATION OF THE IMPLEMENTATION OF INCLUSIVE EDUCATION


FOR CHILDREN WITH SPECIAL NEEDS IN PUBLIC ELEMENTARY SCHOOL
BANGUNREJO 2 YOGYAKARTA

Oleh: Latifa Garnisti Rifani


Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Universitas Negeri Yogyakarta
garnistirifani@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi implementasi penyelenggaraan pendidikan inklusif di SD
Negeri Bangunrejo 2 Yogyakarta, mencakup (1) mendeskripsikan penyelenggaraan pendidikan inklusif di SD
Negeri Bangunrejo 2 Yogyakarta sesuai atau tidak dengan delapan standar pendidikan inklusif yaitu standar isi,
standar proses, standar kompetensi lulusan, standar penilaian, standar kompetensi guru dan tenaga kependidikan,
standar sarana prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan, (2) mendeskripsikan berbagai hambatan
dalam implementasi pendidikan inklusif di SD Negeri Bangunrejo 2 Yogyakarta, dan (3) solusi yang dapat
dilakukan untuk mengatasi kendala saat penyelenggaraan pendidikan inklusif. Penelitian ini merupakan penelitian
jenis evaluasi program dengan pendekatan model Discrepancy (kesenjangan). Penelitian ini dilakukan di SD Negeri
Bangunrejo 2 Yogyakarta. Subjek penelitian adalah kepala sekolah, guru kelas 1-6, dan guru pembimbing khusus
di SD Negeri Bangunrejo 2 Yogyakarta. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner, wawancara, observasi,
dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) penyelenggaraan pendidikan inklusif di SD Negeri
Bangunrejo 2 Yogyakarta belum sesuai dengan delapan standar pendidikan inklusif, yaitu standar isi, standar
proses, standar kompetensi lulusan, standar penilaian, standar kompetensi guru dan tenaga kependidikan, standar
sarana prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan, (2) hambatan yang dihadapi adalah jumlah Guru
Pembimbing Khusus (GPK) yang tersedia masih kurang dan minimnya pemahaman guru reguler tentang
pendidikan inklusif, dan (3) solusi yang dapat dilakukan guna mengatasi kendala tersebut adalah GPK memberikan
dampingan konsultatif kepada guru reguler, serta GPK dan guru reguler melakukan kerjasama dalam
menyelenggarakan pendidikan inklusif.

Kata kunci : Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif


This study was aimed to evaluate the implementation of Inclusive Education in Public Elementary School
Bangunrejo 2 Yogyakarta, included (1) describe the achievement level of Inclusive Education in Public Elementary
School Bangunrejo 2 Yogyakarta according or not with the eight Inclusive Education standards namely content,
processes, competency, assessment, teachers, infrastructure, management, and financing standards, (2) describe
the various obstacles in the implementation of inclusive education in Public Elementary School Bangunrejo 2
Yogyakarta, and (3) solution that can be done to overcome obstacles when conducting inclusive education. This
research was an evaluation research with discrepancy evaluation model approach.The research was conducted in
Public Elementary School Bangunrejo 2 Yogyakarta. The subjects were the principal, homeroom teachers of
grades 1-6, and guidance teachers in Public Elementary School Bangunrejo 2 Yogyakarta. The data was collected
using questionnaires, interviews, observation, and documentation. The results showed that (1) the achievement
level of inclusive education in Public Elementary School Bangunrejo 2 Yogyakarta have not been in according to
the eight inclusive education standards namely content, processes, competency, assessment, teachers,
infrastructure, management, and financing standards, (2) barriers faced is the number of guidance teachers
available is still lacking and the lack of regular teachers understanding of the inclusive education, and (3) solution
that can be done to overcome these obstacles were guidance teachers provide consultative to regular teachers, as
well as regular teachers and guidance teachers cooperation in organizing the inclusive education.
Keywords : Evaluation of the inclusive education implementation.
952 Jurnal Widia Ortodidaktika Vol 5 No 9 Tahun 2016

PENDAHULUAN pendidikan dan pengakuan terhadap perbedaan


Dalam amanat Undang-undang Nomor 20 minat, kemampuan, dan kebutuhan dalam belajar.
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
ditekankan bahwa pendidikan di Indonesia yang diadakan pada tahun 2006 telah
diselenggarakan secara demokratis dan mendeklarasikan hak-hak anak, dan ditegaskan
berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan bahwa semua anak berhak memperoleh
menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai pendidikan tanpa diskriminasi dalam bentuk
keagamaan, nilai kultural, dan memajemukan apapun.
bangsa. Setiap warga negara dijamin dan Dengan memberi kesempatan yang sama
mempunyai hak yang sama untuk memperoleh kepada anak berkebutuhan khusus untuk
pendidikan yang bermutu. Ini berarti bahwa tidak memperoleh pendidikan, berarti memperkecil
ada pengecualian bagi warga negara yang kesenjangan angka partisipasi anak normal
memiliki kelainan fisik, emosional, mental dan dengan anak berkebutuhan khusus. Di Indonesia,
sosial. telah banyak sekolah yang menggunakan sistem
Penyelenggara pendidikan khusus dapat pendidikan inklusif dalam penyelenggaraannya.
dilakukan melalui satuan pendidikan khusus, Salah satu sekolah yang menggunakan sistem
satuan pendidikan umum, satuan pendidikan pendidikan inklusif dalam penyelenggaraanya
kejuruan, dan/atau satuan pendidikan keagamaan adalah SD Negeri Bangunrejo 2. SD Negeri
(Pasal 130 ayat 2 PP Nomor17 Tahun 2010 Bangunrejo 2 mampu menerima dan mengajar
tentang Pengelolaan dan penyelenggaraan anak berkebutuhan khusus. Baik peserta didik
pendidikan). Penyelenggaraan pendidikan khusus dengan kelainan fisik, emosional, mental dan
pada satuan pendidikan umum dan kejuruan sosial.
diselenggarakan secara inklusif. Di dunia Menjadi sekolah inklusif seperti SD
internasional telah banyak langkah yang Negeri Bangunrejo 2 membutuhkan berbagai hal
dilakukan untuk mewujudkan pendidikan yang berbeda dan pastinya mengalami kendala
inklusif. Lahirnya pendidikan inklusif sejalan yang berbeda pula dengan sekolah umum lainnya.
dengan deklarasi PBB mengenai Hak Azasi Setidaknya sekolah harus mempersiapkan
Manusia (HAM), yaitu hak pendidikan dan berbagai akomodasi dan penyesuaian agar anak
partisipasi penuh bagi semua orang dalam berkebutuhan khusus dapat mengikuti proses
pendidikan. Keberadaan pendidikan inklusif juga pembelajaran dengan baik tanpa mengacuhkan
didukung oleh deklarasi yang disepakati oleh jenis hambatan belajar yang dialaminya. Dalam
beberapa negara, termasuk Indonesia, antara lain menyelenggarakan sistem pendidikan inklusif,
adalah pernyataan Salamanca tahun 1994 sekolah inklusif perlu memperhatikan standar
mengenai hak setiap anak untuk mendapatkan pelayanan minimum sekolah inklusif. Menurut
Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan … (Latifa Garnisti Rifani) 953
Tim ASB (2011 : 30-31) Standar Pelayanan selama ini belum pernah dilakukan evaluasi
Minimum Sekolah Inklusif tercermin ke dalam 8 penyelenggaraan pendidikan inklusif di SD
(delapan) Standar Pendidikan Nasional, yaitu : Negeri Bangunrejo 2. Dengan pertimbangan
Isi, Proses, Kompetensi Lulusan, Penilaian, itulah peneliti tertarik untuk melakukan evaluasi
Kompetensi Guru dan Tenaga Kependidikan, terhadap penyelenggaran pendidikan inklusif di
Sarana Prasarana, Pengelolaan, dan Pembiayaan. SD Negeri Bangunrejo 2. Evaluasi dapat diartikan
Sementara berdasarkan observasi awal di juga penilaian. Evaluasi atau penilaian adalah
SD Negeri Bangunrejo 2, tantangan yang penentuan pencapaian tujuan suatu program.
dihadapi antara lain : Penilaian merupakan suatu bentuk sistem
Pertama,sekolah inklusif SD Negeri pengujian dalam pelaksanaan program evaluasi
Bangunrejo 2 dalam melaksanakan pendidikan untuk mengetahui seberapa jauh kesesuaian
inklusif belum melakukan penyesuaian antara penyelenggaraan pendidikan inklusi di SD Negeri
kurikulum dengan tingkat kemampuan anak Bangunrejo 2.
berkebutuhan khusus yang seharusnya tercermin Dengan evaluasi, bertujuan untuk mengetahui
dalam PPI. Kedua, peran GPK di sekolah tidak secara mendalam apakah terdapat kesenjangan dalam

begitu besar, hanya sebatas mendampingi atau implementasi penyelenggaraan sekolah inklusif di SD
Negeri Bangunrejo 2 dengan kriteria standar
mengakomodasi anak dalam pembelajaran.
pelayanan minimum sekolah inklusif. Berangkat dari
Ketiga, program evaluasi tidak mengukur
pemikiran ini maka evaluasi terhadap
kemampuan siswa ABK dengan tepat karena
penyelenggaraan pendidikan inklusif di SD Negeri
penilaian akhir hanya berdasarkan KKM.
Bangunrejo 2 menjadi penting untuk dilakukan guna
Keempat, sesuai dengan pernyataan di atas bahwa
memperoleh gambaran perbandingan pencapaian
guru tidak melakukan modifikasi dalam program dengan standar mengenai penyelenggaraan
pelaksanaan pembelajaran, berarti bahwa guru pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus di
juga tidak menggunakan media ataupun metode sekolah inklusi SD Negeri Bangunrejo 2 sesuai
pembelajaran yang dapat mengakomodasi anak dengan standar pelayanan minimum sekolah inklusif.
berkebutuhan khusus. Kelima, tidak imbangnya METODE PENELITIAN
jumlah peserta didik berkebutuhan khusus dengan Jenis Penelitian
jumlah guru pembimbing khusus. Keenam, Penelitian ini merupakan penelitian
ketersediaan sarana prasarana yang aksesibel di evaluasi yang dilakukan untuk mendapatkan
sekolah inklusif SD Negeri Bangunrejo 2 masih informasi menyeluruh tentang penyelenggaraan
minim. pendidikan inklusif di SD Negeri Bangunrejo 2.
Melihat banyaknya masalah dan Model evaluasi yang digunakan adalah model
ketidaksesuaian yang muncul dalam evaluasi descrepancy yang dikembangkan oleh
penyelenggaraan sistem pendidikan inklusif di Provus. Alasan peneliti menggunakan model
SD Negeri Bangunrejo 2, di mana perlu dikaji evaluasi descrepancy adalah untuk mengetahui,
kembali standar penyelenggaraan pendidikan mendeskripsikan dan menginterpretasikan data
inklusif dari sekolah tersebut. Serta melihat secara jelas dan rinci tentang implementasi
954 Jurnal Widia Ortodidaktika Vol 5 No 9 Tahun 2016
penyelenggaraan pendidikan inklusif, faktor subjek yang menjadi sumber dalam penelitian ini
penghambat penyelenggaraan, dan bagaimana adalah pihak-pihak yang berada di SD Negeri
Bangunrejo 2 yang terdiri dari kepala sekolah,
upaya dalam mengatasi hambatan
guru dan guru pembimbing khusus (GPK).
penyelenggaraan pendidikan inklusif di SD
Prosedur
Negeri Bangunrejo 2.
Penelitian evaluasi standar pelayanan
Model ini merupakan suatu prosedur
minimum pendidikan inklusi dilakukan melalui
problem-solving untuk mengidentifikasi
beberapa tahap sesuai dengan evaluasi model
kelemahan dan untuk mengambil tindakan
kesenjangan. Tahapan-tahapannya yaitu :
korektif. Dengan model ini, proses evaluasi pada
1) Mengembangkan suatu desain dan standar-
langkah-langkah dan isi kategori sebagai cara
standar yang menspesifikasi karakteristik
memfasilitasi perbandingan capaian program
implementasi. Kriteria standar nasional
dengan standar untuk digunakan sebagai
penyelenggaraan pendidikan inklusif yang
kebijakan di masa depan. Argumentasi Provus,
digunakan disusun dengan
bahwa semua program memiliki daur hidup (life
mempertimbangkan kajian teori, karakteristik
cycle). Karena program terdiri atas langkah-
program yang dievaluasi, dan standar
langkah pengembangan, aktivitas evaluasi banyak
pelayanan minimum pendidikan nasional
diartikan adanya integrasi pada masing-masing
yang terdiri dari 30 indikator.
komponennya.
2) Model evaluasi yang digunakan adalah
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di SD evaluasi model kesenjangan (dyscrepancy).

Negeri Bangunrejo 2 yang merupakan sekolah Implementasi penyelenggaraan program

penyelenggara pendidikan inklusif. Sejak tahun pendidikan inklusif di SD Negeri Bangunrejo

2012 SD Negeri Bangunrejo 2 ditetapkan sebagai 2 Yogyakarta dibandingkan dengan kriteria


delapan Standar Pelayanan Minimum
sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.
Adapun alasan kenapa SD Negeri Bangunrejo 2 Sekolah Inklusif.

yang dipilih sebagai tempat penelitian, karena 3) Menjaring kinerja objek evaluasi meliputi
pelaksanaan dan hasil penelitian.
lokasi sekolah yang mudah dijangkau dan SD
Penyelenggaraan pendidikan inklusif ini
Negeri Bangunrejo 2 yang sudah 4 tahun menjadi
sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, dilihat dari 8 Standar Nasional Pendidikan

namun belum pernah dilakukan evaluasi yang terdiri dari standar isi, standar proses,
standar kompetensi lulusan, standar
penyelenggaraan pendidikan inklusif. Penelitian
ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016. penilaian, standar kompetensi guru dan
tenaga kependidikan, standar sarana
Subjek Penelitian
prasarana, standar pengelolaan, dan standar
Subjek dalam penelitian ini adalah sumber
tempat diperolehnya data dan keterangan pembiayaan.
penelitian. Yang dimaksud dengan subjek 4) Mengidentifikasi ketimpangan-ketimpangan
menurut Spradley (dalam Basrowi dan Suwandi, atau kesenjangan-kesenjangan antara kriteria
2008 : 188) adalah sumber informasi. Maka
Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan … (Latifa Garnisti Rifani) 955
Standar Pelayanan Minimum Sekolah kompetensi guru dan tenaga kependidikan,
Inklusif dengan hasil pelaksanaan program sarana prasarana, pengelolaan, dan
pendidikan inklusif oleh SD Negeri pembiayaan. Sumber informasinya adalah
Bangunrejo 2 Yogyakarta kemudian kepala sekolah, guru wali kelas 1-6 dan guru
menentukan rasio kesenjangannya. pembimbing khusus (GPK) di SD Negeri
5) Menentukan penyebab kesenjangan antara Bangunrejo 2.
kriteria standar pendidikan inklusif dengan 2. Observasi
implementasi penyelenggaraan pendidikan Sutrisno Hadi dalam Sugiyono (2013 :
inklusif di SD Negeri Bangunrejo 2 203) mengemukakan bahwa observasi
Yogyakarta. merupakan suatu proses yang kompleks,
6) Menghilangkan kesenjangan dengan suatu proses yang tersusun dari pelbagai
membuat perubahan-perubahan terhadap proses biologis dan psikologis. Observasi
pelaksanaan program pendidikan inklusif di dilaksanakan untuk mengetahui proses
SD Negeri Bangunrejo 2 Yogyakarta. pembelajaran yang dilakukan oleh guru wali
Perubahan yang dimaksud adalah solusi yang kelas dan GPK, serta untuk mengetahui
dapat dilakukan oleh sekolah agar mencapai ketersediaan sarana prasarana yang
kriteria Standar Pelayanan Minimum Sekolah menunjang aksesibilitas ABK. Observasi
Inklusif. dilakukan dengan mengamati secara
Teknik Pengumpulan Data langsung proses pembelajaran di dalam kelas
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan
ketika guru sedang mengajar dan mengamati
data dilakukan dengan: 1) Kuesioner, 2)
secara langsung ketersediaan dan
Wawancara, 3) Observasi, dan 4) Dokumentasi.
penggunaan sarana prasarana yang
1. Kuesioner
menunjang aksesibilitas ABK.
Kuesioner merupakan teknik
3. Wawancara
pengumpulan data yang dilakukan dengan
Wawancara digunakan sebagai teknik
cara memberi seperangkat pertanyaan atau
pengumpulan data apabila peneliti ingin
pertanyaan tertulis kepada responden untuk
melakukan studi pendahuluan untuk
dijawabnya (Sugiyono, 2013 : 199).
menemukan permasalahan yang harus
Kuesioner menjadi teknik pengumpulan data
diteliti, dan juga apabila peneliti ingin
yang utama berupa pertanyaan yang terdiri
mengetahui hal-hal dari responden yang lebih
dari 42 pertanyaan tentang penyelenggaraan
mendalam dan jumlah respondennya
pendidikan inklusif. Pertanyaan kuesioner ini
sedikit/kecil (Sugiyono, 2013 : 194).
merupakan penjabaran dari Standar
Wawancara dilakukan bertujuan untuk
Pelayanan Minimum (SPM) sekolah inklusif
memperoleh informasi tambahan mengenai
yang terdiri dari 30 indikator yang mencakup
pelaksanaan pendidikan inklusif di SD
8 Standar Nasional Pendidikan, yaitu standar
Negeri Bangunrejo 2 Yogyakarta dan cross
isi, proses, kompetensi lulusan, penilaian,
check kesesuaian data yang telah didapat.
956 Jurnal Widia Ortodidaktika Vol 5 No 9 Tahun 2016
4. Dokumentasi menggunakan metode analisis deskriptif
Menurut Basrowi dan Suwandi (2008 : presentase. Tujuan penggunaan metode analisis
158), metode dokumentasi merupakan suatu deskriptif presentase adalah untuk memberikan
cara pengumpulan data yang menghasilkan gambaran ketercapaian pelaksanaan pendidikan
catatan-catatan penting yang berhubungan inklusif di SD Negeri Bangunrejo 2. Rumus
dengan masalah yang akan diteliti, sehingga deskriptif presentase (kuantitatif) adalah sebagai
akan diperoleh data yang lengkap, sah dan berikut :
bukan berdasarkan pekiraan. Metode ini 𝑛
DP = 𝑁 𝑥 100%
digunakan untuk mengumpulkan data dari Keterangan :
sumber-sumber dokumen yang mendukung DP = Deskriptif Presentase
dalam penelitian. Metode dokumentasi ini n = Skor empiric (skor yang diperoleh)
digunakan untuk meneliti benda-benda N = Skor ideal
tertulis, arsip-arsip, dokumen-dokumen yang Tabel 1. Kriteria Pencapaian
dimiliki SD Negeri Bangunrejo 2 meliputi No. Rentang Keterangan
dokumen sekolah mengenai sejarah
berdirinya sekolah, RPS, RAPBS/RAKS, 1. 76 – 100% Sangat Baik

prestasi belajar ABK, STTB dan data-data 2. 51 – 75% Baik


lain yang mendukung pelaksanaan standar
pelayanan minimum sekolah inklusif di SD 3. 26 – 50% Cukup Baik

Negeri Bangunrejo 2. 4. 0 – 25% Kurang Baik

Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan HASIL PENELITIAN
dalam penelitian ini yaitu dengan menelaah Menurut tingkat pencapaian secara umum,
semua data yang diperoleh melalui hasil SD Negeri Bangunrejo 2 Yogyakarta memperoleh
wawancara, observasi, dan dokumentasi. Jenis skor 78.49 %. Sedangkan tingkat kesenjangan SD
data atau informasi yang diperoleh selama Negeri Bangunrejo 2 Yogyakarta dalam
wawancara, observasi dan dokumentasi dapat pencapaian kriteria Standar Pelayanan Minimum
berupa data kuantitatif dan kualitatif. Data yang Sekolah Inklusif sebesar 21.51 %.
diperoleh dengan membandingkan Kriteria Pelaksanaan kriteria standar pelayanan
pendidikan inklusif ideal dengan pelaksanaan minimum sekolah inklusif komponen penilaian
pendidikan inklusif di SD Negeri Bangunrejo 2. standar isi memenuhi indikator pencapaian
Data dari hasil kuesioner, observasi, sebesar 66.25 %. Pengembangan kurikulum
wawancara dan dokumentasi kemudian dilakukan adaptif dan RPI dilakukan oleh guru pembimbing
penskoran atau penilaian. Menurut Riduwan khusus. Dikarenakan tidak sebandingnya jumlah
(2011 : 89) hasil penskoran dianalisis dengan GPK dan ABK di SD Negeri Bangunrejo 2
Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan … (Latifa Garnisti Rifani) 957
Yogyakarta, maka pengembangan kurikulum bakat dan kompensatoris bagi ABK, SD Negeri
adaptif dan RPI bagi seluruh ABK tidak mampu Bangunrejo 2 Yogyakarta telah mampu
dipenuhi oleh GPK. melaksanakannya. Namun program yang
Pelaksanaan kriteria standar pelayanan dilaksanakan belum disesuaikan dengan
minimum sekolah inklusif komponen penilaian kebutuhan dan kemampuan masing-masing ABK,
standar proses memenuhi indikator pencapaian program masih disamaratakan dengan anak
sebesar 66.25 %. SD Negeri Bangunrejo 2 normal.
Yogyakarta selalu melakukan asesmen awal Pelaksanaan kriteria standar ideal
setiap tahun ajaran baru bagi peserta didik baru, pendidikan inklusif komponen penilaian standar
siswa pindahan dan siswa yang sekiranya penilaian memenuhi indikator pencapaian sebesar
membutuhkan asesmen ulang. SD Negeri 83.75 %. SD Negeri Bangunrejo 2 Yogyakarta
Bangunrejo 2 Yogyakarta menerapkan telah menetapkan secara khusus SKL dan KKM
pengubahan setting kelas 2 kali dalam setahun bagi beberapa ABK. SD Negeri Bangunrejo 2
atau dalam setiap semester. Setting kelas yang Yogyakarta telah 2 tahun menerbitkan atau
biasanya sekolah gunakan adalah setting kelas U memberikan Surat Tanda Tamat Belajar (STTB)
dan setting teater. Sekolah tidak selalu kepada setiap ABK yang lulus USEK. GPK rutin
melaksanakan kurikulum adaptif dan/atau RPI memberikan laporan perkembangan ABK setiap
yang telah disusun sebelumnya. harinya kepada guru kelas. Namun guru kelas
Guru reguler hanya sesekali membawa hanya melaporkan perkembangan ABK kepada
materi belajar tambahan bagi anak berkebutuhan orangtua murid 2 kali dalam setahun atau setiap
khusus, selebihnya disamakan dengan anak pembagian rapor.
normal lainnya. Strategi mengajar yang guru
gunakan belum sesuai dengan seluruh jenis anak PEMBAHASAN
berkebutuhan khusus. Tidak semua ABK Tidak
mendapatkan pendampingan teman sebaya, hal memenuh
i, 21.61%
ini dikarenakan sebagian besar ABK sudah
mampu bersosialisasi dan mengikuti
pembelajaran dengan baik tanpa perlu Memenu
hi,
pendampingan. 78.39%
Pelaksanaan kriteria standar standar
pelayanan minimum sekolah inklusif komponen
penilaian standar kompetensi lulusan memenuhi
Gambar 1. Diagram Ketercapaian Kriteria
indikator pencapaian sebesar 88.125 %. SD
Standar Pelayanan Minimum
Negeri Bangunrejo 2 Yogyakarta telah Sekolah Inklusif SD Negeri
Bangunrejo 2 Yogyakarta
meluluskan siswa ABK selama 2 tahun dengan
tingkat kelulusan 100 % baik UN dan/atau Berdasarkan tingkat pencapaian secara
USEK. Sedangkan untuk program pengembangan umum, keterlaksanaan kriteria standar pelayanan
958 Jurnal Widia Ortodidaktika Vol 5 No 9 Tahun 2016
minimum oleh SD Negeri Bangunrejo 2 berkebutuhan khusus yang tidak mendapatkan
Yogyakarta mencapai 78,39 % dengan kurikulum adaptif dan RPI, tidak mendapatkan
kesenjangan sebesar 21.61 %. Adanya tingkat pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan
kesenjangan sebesar 21.61 % dalam pelaksanaan kemampuan belajar anak.
kriteria Standar Pelayanan Minimum Sekolah Merujuk pada standar proses, kondisi saat
Inklusif dapat diartikan bahwa ada hambatan ini SD Negeri Bangunrejo 2 Yogyakarta dalam
dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif di SD kapasitasnya sebagai sekolah penyelenggara
Negeri Bangunrejo 2 Yogyakarta. pendidikan inklusif belum mencapai standar
Pada standar isi, pelaksanaan kriteria proses dari kriteria standar pelayanan minimum
Standar Pelayanan Minimum Sekolah Inklusif sekolah inklusif. Pelaksanaan kriteria Standar
komponen penilaian standar isi memenuhi Pelayanan Minimum Sekolah Inklusif komponen
indikator pencapaian sebesar 66.25 %. Hal ini penilaian standar proses memenuhi indikator
disebabkan tidak sebandingnya jumlah GPK dan pencapaian sebesar 66.25 %. Permasalahan yang
ABK di SD Negeri Bangunrejo 2 Yogyakarta, muncul dalam pelaksanaan standar proses adalah
maka pengembangan kurikulum adaptif dan RPI kurangnya peran guru. Baik GPK maupun guru
bagi seluruh ABK tidak mampu dipenuhi oleh reguler dalam penyelenggaraan pendidikan
GPK. Kenyataan yang peneliti temui di SD inklusif. Menurut Dieni Laylatul Zakia (2015 :
Negeri Bangunrejo 2 ini sesuai dengan 113) Faktor tenaga pendidik (guru) memiliki
pernyataan N. Praptiningrum (2010:38) yang peran yang sangat besar dalam pencapaian
menyatakan bahwa secara umum ketersediaan kualitas pendidikan secara umum. Sehingga
tenaga pendidik masih belum sesuai dengan kurangnya peran guru dalam temuan penelitian
pedoman penyelenggaraan pendidikan inklusif, ini berdampak besar dalam proses
karena sebagian sekolah inklusif belum penyelenggaraan pendidikan inklusif di SD
memperoleh dukungan guru pembimbing khusus Negeri Bangunrejo 2 Yogyakarta. Faktor
maupun tenaga ahli. Sumber daya manusia yang penghambat yang muncul pada standar proses
tidak memadai (jumlah dan kemampuan) tidak jauh berbeda dengan standar kompetensi
berakibat tidak dapat dilaksanakannya program guru dan tenaga kependidikan, serta standar
secara sempurna, karena mereka tidak bisa pengelolaan di mana permasalahan berorientasi
melakukan pengawasan dengan baik (Prastiyono, pada kurangnya pemahaman guru maupun
2013 : 125). Tidak sebandingnya jumlah GPK sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan
dengan ABK di SD Negeri Bangunrejo 2 inklusif.
Yogyakarta yaitu 3 orang GPK dengan 61 orang Permasalahan yang muncul dalam
ABK, berakibat pada tidak dapat terlaksananya pelaksanaan standar kompetensi guru dan tenaga
pengembangan kurikulum adaptif dan RPI bagi kependidikan adalah kurangnya peran guru baik
setiap ABK. Karena tidak seluruh siswa GPK maupun guru reguler dalam
berkebutuhan khusus mendapatkan kurikulum penyelenggaraan pendidikan inklusif disebabkan
adaptif dan RPI membuat sebagian besar anak kurangnya pemahaman guru kelas tentang
Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan … (Latifa Garnisti Rifani) 959
pengajaran terhadap ABK dan pendidikan pelaksanaan, dan evaluasi. Sehingga dengan
inklusif itu sendiri. Sedangkan permasalahan adanya kolaborasi antara guru dengan tim
dalam pelaksanaan kriteria standar pelayanan interdisipliner, pembelajaran yang diberikan tidak
minimum sekolah inklusif komponen standar terkotak-kotak antara anak normal dan anak
pengelolaan adalah pelaksanaan kebijakan berkebutuhan khusus melainkan menerapkan
sekolah dalam hal pengulangan kelas di mana pembelajaran terpadu berdasarkan hasil
ABK disamakan dengan anak normal. kolaborasi tim interdisipliner. (3) guru
Permasalahan ini disebabkan kurangnya pendamping yang berkualifikasi PLB belum
pemahaman guru maupun sekolah terhadap memiliki keberanian untuk meluruskan sesuai
penyelenggaraan pendidikan inklusif. konsepnya.
Apabila dilihat dari temuan-temuan di Pelaksanaan kriteria Standar Pelayanan
lapangan, penyebab kurangnya pemahaman guru Minimum Sekolah Inklusif komponen penilaian
bukan terletak pada kurangnya pelatihan standar kompetensi lulusan memenuhi indikator
mengenai pendidikan inklusif, melainkan pada pencapaian sebesar 88.125 %. Hal ini
kurangnya kolaborasi antara guru kelas dan GPK dikarenakan program pengembangan bakat yang
dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif. dilaksanakan belum disesuaikan dengan
Sehingga guru kelas tidak memiliki pengetahuan kebutuhan dan kemampuan masing-masing ABK,
mengenai penerapan pendidikan inklusif itu program masih disamaratakan dengan anak
sendiri. Temuan ini sesuai dengan hasil penelitian normal. Seyogyanya program pengembangan
yang dilakukan oleh Sunanto dalam Dieni bakat bagi anak berkebutuhan khusus disesuaikan
Laylatul Zakia (2015:112) di antaranya dengan kemampuan dan kebutuhan masing-
menyatakan bahwa: (1) pada awalnya masing anak sesuai dengan tujuan pendidikan
pembelajaran diterima oleh guru kelas, kini inklusi itu sendiri. Menurut Paramita Isabella,
bergeser pada ketergantungan pada guru khusus dkk, (2014 : 55) Pendidikan inklusif juga
atau guru pendamping. Hal ini menyebabkan bertujuan untuk membangun keterampilan dan
kurangnya peran guru dalam pembelajaran bagi bakat alamiah yang dimiliki peserta didik.
ABK. (2) motivasi, kerjasama dalam mengatasi Tentunya keterampilan dan bakat alamiah yang
masalah tidak tampak dan tidak dilakukan dimiliki masing-masing peserta didik
melalui kolaborasi sebab seluruh aktivitas belajar berkebutuhan khusus berbeda-beda. Sehingga
ABK dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program pengembangan bakat seharusnya
diserahkan sepenuhnya kepada guru pendamping. disesuaikan dengan potensi masing-masing ABK.
Seyogyanya, guru di sekolah inklusif saling Pelaksanaan kriteria Standar Pelayanan
berkolaborasi dalam pelaksanaan program Minimum Sekolah Inklusif komponen penilaian
pembelajaran. Sesuai dengan pendapat Sukinah, standar penilaian memenuhi indikator pencapaian
(2010:45) bahwa guru bekerja dalam tim, guru sebesar 83.75 %. Kesenjangan terletak pada guru
dituntut melakukan kolaborasi dengan profesi kelas yang hanya melaporkan perkembangan
atau sumber daya lain dalam perencanaan, ABK kepada orangtua murid 2 kali dalam setahun
960 Jurnal Widia Ortodidaktika Vol 5 No 9 Tahun 2016
atau setiap pembagian rapor. Laporan tambahan dari luar atau dari lembaga swasta.
perkembangan ABK seharusnya dilaksanakan Dikarenakan pihak sekolah tidak berjejaring atau
secara rutin. Menurut Permendiknas No 20 Tahun dengan LSM atau lembaga swasta di luar
2007 laporan hasil belajar perlu disampaikan Pemerintah. Menurut Sukinah (2010 : 47) harus
kepada peserta didik dan peserta didik yang ada keterlibatan dan partisipasi orangtua,
belum mencapai KKM harus mengikuti masyarakat, dan LSM yang lebih luas; harus ada
pembelajaran remidi. Karena anak harus supporting system. Dengan adanya kerjasama
mengetahui nilai hasil belajar yang didapatnya antara sekolah dengan LSM, maka bertambahlah
sehingga anak mengetahui sejauh mana partisipan pendukung pendidikan inklusif di SD
kemampuannya pada saat itu. Selain itu dengan Negeri Bangunrejo 2 Yogyakarta. Sehingga dapat
anak mengetahui nilai hasil belajarnya, anak membantu mendukung ketersediaan sarana
dapat menyiapkan diri untuk mengikuti prasarana pendidikan inklusif dan program-
pembelajaran remedial apabila nilai yang didapat program pendidikan inklusif di sekolah.
tidak mencapai KKM. Pemberian nilai hasil Berdasarkan kendala yang muncul,
belajar kepada siswa maupun orangtua ini juga diketahui bahwa hambatan utama dalam
penyelenggaraan pendidikan inklusif di SD
dapat memotivasi siswa untuk dapat
Negeri Bangunrejo 2 Yogyakarta adalah jumlah
meningkatkan kemampuannya dan membuat GPK yang tersedia masih kurang dan pemahaman
orangtua dapat mengetahui kemampuan dan yang guru reguler miliki tentang pendidikan
perkembangan anak serta memotivasi anak dalam inklusif masih minim. Menurut Purwandari
(2009) : 7), perlu penyamaan persepsi tentang
belajar. pendidikan inklusif dari semua elemen, sehingga
Pelaksanaan kriteria Standar Pelayanan memiliki pemahaman yang tidak jauh berbeda,
Minimum Sekolah Inklusif komponen penilaian dan dapat menyelenggarakan sekolah inklusif
dengan prosedur dan langkah yang jelas. Selain
standar sarana prasarana memenuhi indikator
itu, hambatan lainnya adalah rendahnya
pencapaian sebesar 75 %. Kesenjangan terletak kerjasama antara guru kelas dengan GPK.
pada minimnya ketersediaan sarana prasarana dan Purwandari (2009 : 7) menjelaskan bahwa perlu
dikembangkan kolaborasi antar tim kerja
alat peraga atau media pembelajaran di sekolah.
professional, sehingga dalam menangani ABK
Hal ini dapat disebabkan dengan kurangnya dana dapat diperoleh solusi yang menguntungkan bagi
dan/atau kurangnya kecakapan sekolah dalam ABK. Dari pendapat di atas menjelaskan bahwa
mengelola sarana prasarana yang dibutuhkan solusi yang tepat dalam mengatasi kendala yang
muncul di SD Negeri Bangunrejo 2 Yogyakarta
sekolah. Berkaitan dengan penggunaan dana, hal
adalah memberikan pemahaman kepada guru
ini merujuk kepada pelaksanaan kriteria Standar reguler mengenai pendidikan inklusif. Salah satu
Pelayanan Minimum Sekolah Inklusif komponen caranya adalah GPK memberikan dampingan
konsultatif kepada guru reguler, serta GPK dan
penilaian standar pembiayaan. Komponen
guru reguler melakukan kerjasama dalam
penilaian standar pembiayaan memenuhi menyelenggarakan pendidikan inklusif.
indikator pencapaian sebesar 90.84 %. SD Negeri
Bangunrejo 2 Yogyakarta hanya mendapatkan SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
dana dari Dinas dan tidak mendapatkan dana
Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan … (Latifa Garnisti Rifani) 961
Setelah diadakan penelitian dan Bagi kepala sekolah, diharapkan dapat
pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai meninjau ulang kebijakan pengulangan kelas
berikut : bagi ABK. Selain itu, diharapkan kepala
1. Pelaksanaan Program Pendidikan Inklusif sekolah dapat mengadakan pertemuan
Penyelenggaraan pendidikan inklusif di orangtua ABK secara rutin guna melaporkan
SD Negeri Bangunrejo 2 Yogyakarta belum perkembangan peserta didik berkebutuhan
sesuai dengan delapan standar pendidikan khusus.
inklusif, yaitu standar isi, standar proses, 3. Guru Kelas dan GPK SD Negeri Bangunrejo
standar kompetensi lulusan, standar 2 Yogyakarta
penilaian, standar kompetensi guru dan Bagi SD Negeri Bangunrejo 2 diharapkan
tenaga kependidikan, standar sarana untuk guru reguler bisa bekerjasama dengan
prasarana, standar pengelolaan, dan standar GPK dalam merancang dan mengembangkan
pembiayaan, kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan
2. Kendala Pelaksanaan Pendidikan Inklusif kemampuan ABK. Serta mengadakan
Jumlah Guru Pembimbing Khusus (GPK) dampingan konsultatif dari GPK kepada guru
yang tersedia masih kurang dan minimnya reguler.
pemahaman guru reguler tentang pendidikan DAFTAR PUSTAKA
inklusif. Basrowi dan Suwandi. (2008). Memahami
Penelitian Kualitatif. Jakarta : Rineka
3. Solusi/Masukan guna Pencapaian Kriteria
Cipta.
Standar Nasional Pendidikan Inklusif
Dieni Laylatul Zakia. (2015). Guru Pembimbing
GPK memberikan dampingan konsultatif
Khusus (GPK) : Pilar Pendidikan Khusus.
kepada guru reguler, serta GPK dan guru Surakata : Prosiding Seminar Nasional
Pendidikan USMS.
reguler melakukan kerjasama dalam
menyelenggarakan pendidikan inklusif. N. Praptiningrum. (2010). Fenomena
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Bagi
Saran
Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta :
Dari hasil penelitian mengenai Jurnal Pendidikan Khusus Vol. 7 No. 2.
penyelenggaraan pendidikan inklusif bagi ABK
Paramita Isabella, dkk. (2014). Evaluasi
di SD Negeri Bangunrejo 2 Yogyakarta, dapat Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Bagi
Peserta Didik Berkebutuhan Khusus di
disarankan beberapa hal sebagai berikut.
SDN 131/IV Kota Jambi. Jambi : Tekno-
1. Bagi Pemerintah Daerah Pedagogi Vol. 4 No.2.
Bagi pemerintah, khususnya Dinas
Permendiknas Tentang Standar Penilaian
Pendidikan Provinsi DIY bidang PLB, Pendidikan. Jakarta : BSNP.
diharapkan untuk menyediakan GPK
Prastiyono. (2013). Implementasi Kebijakan
langsung dari SLB agar dapat menjadi Pendidikan Inklusif. Surabaya : Jurnal
Administrasi Publik Vol. 11 No. 1.
pendamping konsultatif bagi guru reguler.
2. Bagi Kepala Sekolah Purwandari. (2009). Pendidikan Inklusif :
Masalah Ketenagaan dan Peran Serta
962 Jurnal Widia Ortodidaktika Vol 5 No 9 Tahun 2016
Perguruan Tinggi Dalam Penyelenggaraan Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan.
Sekolah Inklusif. Yogyakarta:UNY. Bandung : Alfabeta.
Sukinah. (2010). Manajemen Strategik
Riduwan. 2011. Belajar Mudah Penelitian Untuk Implementasi Pendidikan Inklusif.
Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Yogyakarta : Jurnal Pendidikan Khusus
Bandung : Alfabeta. Volume 7 No. 2.

Anda mungkin juga menyukai