Anda di halaman 1dari 12

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KURANGNYA PARTISIPASI

ABK PADA SEKOLAH INKLUSI DI KECAMATAN KUTOWINANGUN

Agustina Puspa Mentari 1, Deby Amira2, dan Evi Fitriyani Mungarofah3

Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Kebumen, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK

Tujuan pembuatan artikel ini adalah untuk (1) mengidentifikasi urgensi pendidikan
inklusi di sekolah dasar, (2) mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi kurangnya
partisipasi ABK di sekolah inklusi Kecamatan Kutowinangun, (3) mengidentifikasi
cara atau metode yang tepat dalam pelaksanaan sosialisasi sekolah inklusi kepada
masyarakat Kecamatan Kutowinangun. Data yang dijadikan latar belakang
pembuatan artikel ini diperoleh melalui observasi evaluasi diri sekolah inklusi di
SDN Tunjungseto, Kutowinangun, Kebumen.

Kesimpulan dari artikel ini adalah terdapat (1) adanya urgensi pendidikan inklusi di
sekolah dasar, (2) adanya faktor – faktor yang mempengaruhi partisipasi ABK di
sekolah inklusi Kecamatan Kutowinangun, yaitu di antaranya kurangnya ketersediaan
fasilitas bagi ABK, kurangnya informasi masyarakat tentang keberadaan sekolah
inklusi, kurangnya sosialisasi kepada masyarakat Kecamatan Kutowinangun tentang
sekolah inklusi, dan lainnya. Maka, untuk mengatasi beberapa faktor tersebut (3)
perlu adanya sosialisasi tentang sekolah inklusi kepada masyarakat sekitar, agar
masyarakat mau menyekolahkan anaknya di sekolah inklusi seperti SDN
Tunjungseto.

Kata kunci : inklusi, urgensi, faktor, sosialisasi.


ABSTRACT

The purpose of this article is to (1) identify the urgency of inclusive education in
elementary schools, (2) identify factors that influence the lack of ABK participation in
inclusive schools in Kutowinangun District, (3) identify the right way or method in
implementing inclusive school socialization to the community in the District of
Kutowinangun. Kutowinangun. The data used as the background for this article was
obtained through self-evaluation observations of inclusive schools at SDN
Tunjungseto, Kutowinangun, Kebumen.

The conclusion of this article is that there are (1) the urgency of inclusive education
in elementary schools, (2) the factors that influence the participation of ABK in
inclusive schools in Kutowinangun District, including the lack of availability of
facilities for ABK, lack of public information about the existence of inclusive schools,
lack of socialization to the people of Kutowinangun District about inclusive schools,
and others. So, to overcome some of these factors (3) there is a need for socialization
about inclusive schools to the surrounding community, so that people want to send
their children to inclusive schools such as SDN Tunjungseto.

Keywords: inclusion, urgency, factors, socialization.

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan salah satu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan mutu
sumber daya manusia Indonesia. Pendidikan dapat diperoleh melalui lembaga
pendidikan baik formal, informal, dan non formal. Pendidikan merupakan hak dasar
setiap warga Negara Indonesia, tak terkecuali mereka yang berkebutuhan khusus.
Seperti halnya dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pada Pasal 5 Ayat 1,
bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu.
Anak berkebutuhan khusus merupakan istilah lain untuk mengartikan Anak Luar
Biasa (ALB) yaitu anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada
umumnya, perbedaan tersebut terletak pada fisik, mental, intelektual, sosial, dan
emosional, sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak berkebutuhan
khusus memiliki karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lain. Peraturan
Menteri Pendidikan Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta
Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat
Istimewa. Dalam pasal 1 peraturan ini yang dimaksud dengan pendidikan inklusi
adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada
semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki kecerdasan dan/ atau bakat
istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan
pendidikan bersama - sama dengan peserta didik pada umumnya.

Pendidikan inklusi adalah suatu penyelenggaraan layanan pendidikan yang


menggabungkan anak berkebutuhan khusus dan anak normal dalam satu tempat atau
satu sekolah sehingga dengan beragam kemampuan dan latar belakangnya dapat
belajar bersama dan berhasil mencapai tujuan pendidikannya masing-masing.

Di Indonesia sudah banyak sekolah berbasis sekolah inklusi. Namun, dalam


pelaksanaannya masih terdapat urgensi tentang pelaksanaan pendidikan inklusi di
sekolah yang salah satunya menyebabkan masih saja ada sekolah berbasis inklusi
yang di dalamnya tidak ada siswa anak berkebutuhan khusus (ABK). Salah satu
sekolah tersebut yaitu SDN Tunjungseto yang berada di Kecamatan Kutowinangun,
Kabupaten Kebumen. Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor yang
mempengaruhi partisipasi ABK di sekolah inklusi tersebut dan salah satunya, yaitu
kurangnya komunikasi antara pihak sekolah dengan masyarakat Kecamatan
Kutowinangun tentang pengadaan sekolah inklusi. Sehingga masyarakat kurang
bahkan tidak mengetahui tentang adanya sekolah berbasis sekolah inklusi dan SDN
Tunjungseto merupakan salah satu sekolah berbasis sekolah inklusi. Hal tersebut
menyebabkan masyarakat tidak menyekolahkan anaknya yang berkebutuhan khusus
di SD tersebut.

Untuk menjawab permasalahan – permasalahan tersebut, maka dalam artikel ini


membuat rumusan masalah di antaranya, (1) Apa saja urgensi pendidikan inkluai di
sekolah dasar, (2) Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi partisipasi ABK di
sekolah inklusi Kecamatan Kutowinangun, dan (3) Bagaimana cara atau metode yang
tepat dalam pelaksanaan sosialisasi tentang sekolah inklusi kepada masyarakat
Kecamatan Kutowinangun. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, artikel ini
bertujuan untuk (1) mengidentifikasi urgensi pendidikan inklusi di sekolah dasar, (2)
mengidentifikasi faktor – faktor yang mempengaruhi partisipasi ABK di sekolah
inklusi Kecamatan Kutowinangun, dan (3) mengidentifikasi cara atau metode yang
tepat dalam pelaksanaan sosialisasi sekolah inklusi kepada masyarakat Kecamatan
Kutowinangun.

METODE

Subjek penelitian ini adalah enam kelas di SD N Tunjungseto yang merupakan


sekolah dasar inklusi di Kabupaten Kebumen yaitu sekolah yang menerima dan
melayani anak yang berkebutuhan khusus.

Data keberadaan ABK, jumlah siswa secara keseluruhan, jumlah guru, program
kegiatan sekolah, serta hubungan antara guru dan murid diperoleh melalui wawancara
dengan kepala sekolah. Dari jumlah siswa secara keseluruhan didapatkan bahwa
tidak ada anak berkebutuhan khusus (ABK) yang bersekolah di SD N Tunjungseto.
Profil implementasi pendidikan inklusi diperoleh dengan angket yang meliputi data
umum sekolah, data khusus sekolah, dan data implementasi pendidikan inklusi
dengan skor total indeks 381.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A . Pendidikan Inklusi
Secara etimologis inklusif berasal dari kata (include) yang artinya menjadi bagian
dari sesuatu (being a part of something), menyatu dalam satu kesatuan (being
embraced into the whole). Inklusif digunakan untuk memberikan pelayanan pada
sebuah keberagama peserta didik (Minsih, 2020 : 2). Pendidikan inklusi merupakan
sebuah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus
dapat melaksanakan pembelajaran di sekolah terdekat bersama dengan anak-anak
seusianya sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas
yang saa tanpa membeda-bedakan.

Permendiknas No.70 Tahun 2009 Pasal 1 menyatakan bahwa pendidikan inklusif


merupakan sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada
semua peserta didik yang mempunyai kelainan dan memiliki potensi kecerdasan
maupun bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam
lingkungan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Adanya
pendidikan inklusi ini akan memberikan kesempatan yang luas kepada semua peserta
didik agar dapat memperoleh pembelajaran yang sama dan bermutu.

Pendidikan inklusif merupakan suatu proses untuk menangani dan menyatukan


kebutuhan peserta didik yang berbeda dengan mengoptimalkan partisipasi mereka
dalam belajar (Baedowi, 2015: 72). Pendidikan inklusif termausk wujud nyata dari
komitmen penyediaan kesempatan belajar bagi semua peserta didik tanpa adanya
pembeda. Dengan pendidikan inklusif ini juga memastikan bahwa semua orang
berhak menapatkan kesempatan belajar yang sama dan di tempat yang sama.

Jadi, pendidikan inklusif merupakan layanan pendidikan yang memberikan pelayanan


pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus sama dengan peserta didik normal
umunya tanpa membeda-bedakan perlakuan fisik dan emosionalnya. Peserta didik
dapat melaksanakan pembelajaran dalam kelas inklusif apabila pembelajaran dalam
kelas dilakukan secara bersama dan kolaborasi antara anak berkebutuhan khusus
dengan anak normal pada umumnya. Karena bagaimanapun mereka mempunyai hak
akses yang sama untuk memperoleh pendidikan.

B . Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dinyatakan anak yang memiliki tingkat kesulitan
dalam proses pembelajaran karena memiliki hambatan atau keterbatasan fisik, sosial,
mental, atau memiliki bakat kecenderungan istimewa (Machrus , 2020: 28). Dulu
anak berkebutuhan khusus disebut sebagai anak luar biasa yang didefinisikan sebagai
peserta didik yang memiliki layanan khusus dalam pendidikan untuk dapat
mengembangkan potensi yang mereka miliki. Kemudian disebut dengan anak
berkebutuhan khusus karena dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, peserta didik
tersebut membutuhkan layanan dan perhatian yang khusus.

C . Tujuan Pendidikan Inklusi

Dalam hal ini tujuan pendidikan inklusif dapat dipandang sebagai bentuk keperdulian
untuk merespon kebutuhan peserta didik yang berbeda. Dengan maksud lain agar
tidak ada pembeda antara anak berkebutuhan khusus dengan anak normal pada
umumnya.

Adapun tujuan pendidikan inklusi menurut Permendiknas No. 70 Tahun 2009 Pasal 2
adalah : (1) Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik yang
memiliki kelainan emosional, mental, dan sosial ataupun potensi kecerdasan atau
bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan. (2) Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang
menghargai keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik
(Minsih, 2020 : 5).

Adanya pendidikan inklusi itu memberikan pemahaman bahwa anak berkebutuhan


khusus dan anak normal itu sama dalam aspek pendidikan. Hanya saja dalam hal itu
ada beberapa yang membedakannya. Anak berkebutuhan khusus bukan berarti tidak
bisa mendapatkan pembelajaran seperti peserta didik lainnya. Namun, dalam
pelaksanaanya mereka membuthkan waktu yang berbeda dengan teman-temanya
untuk dapat memahami.

D . Urgensi Pendidikan Inklusi untuk Sekolah Dasar

Pendidikan inklusi sangat perlu untuk dikembangkan pada tingkat sekolah dasar.
Dalam pendidikan inklusi layanan pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan individu
anak. Pendidikan inklusi merupakan sarana pembelajaran yang cocok dikembangkan
untuk semua anak sebagai wadah untuk bersosialisasi dengan keberagaman. Dan juga
dapat memberikan peluang yang sama untuk anak berkebutuhan khusus memperoleh
pendidikan tanpa adanya diskriminatif.

Beberapa alasan pentingnya pendidikan inklusi (Jauhari, 2017: 33), yaitu : semua
anak berhak mendapatkan pembelajaran yang sama tanpa adanya pembeda antara
anak berkebutuhan khusus dengan anak normal, tidak diberi label secara khusus
tetapi bisa dipandang bahwa mereka memiliki kesulitan belajar, peserta didik
memiliki kesamaan dalam memilih apa yang mereka harapkan, peserta didik dapat
menunjukkan hasil akademik dan sosial dengan baik apabila berada di satu settingan
sama, akan lebih efektif karena peserta didik berkebutuhan khusus dengan yang
normal sama-sama saling berinteraksi, semua peserta didik membutuhkan pendidikan
yang sama untuk mengembangkan dan mempersiapkan hidup bermasyarakat, dan
pendidikan inklusi dapat menghilangkan rasa takut pada peserta didik untuk
bersosialisasi dengan lingkungannya. Dengan memperhatikan alasan pentingnya
pendidikan inklusi di terapkan, dapat di ambil pengertian bahwa pendidikan inklusi
dapat memenuhi kebutuhan peserta didik sesuai dengan kemampuannya.

E . Hasil Observasi

Menindaklanjuti SK No diketahui bahwa Sekolah Dasar Negeri Tunjungseto menjadi


salah satu yang ditunjuk sebagai sekolah inklusi di Kecamatan Kutowinangun.
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan pada tanggal 14 Mei 2022 diketahui
bahwa SD N Tunjungseto dengan Kepala Sekolah Bapak Bandi S.Pd yang juga
merangkap jabatan dengan SD lain di Kutowinangun, mendapati jumlah siswa
sebanyak 147 siswa. Dengan perincian 68 siswa berjenis kelamin laki-laki dan 79
siswa berjenis kelamin perempuan,

Dari jumlah 147 didapatkan bahwa tidak ada anak berkebutuhan khusus (ABK) yang
bersekolah di SD N Tunjungseto. Padahal letak SD N Tunjungseto terbilang strategis
persis di samping jalan provinsi, tepatnya di Jln. Kutoarjo, Tunjungseto,
Kutowinangun. Setelah dilakukan wawancara dengan kepala sekolah setempat,
berikut didapatkan beberapa alasan yang menjadi pemicu tidak adanya ABK yang
bersekolah di SD N Tunjungseto:

1. Sosialisasi akan Pendidikan inklusi yang masih kurang di kalangan masyarakat


Soekanto dalam Lindriati dkk (2017) berpendapat sosialisasi merupakan proses sosial
tempat seorang individu mendapatkan pembentukan sikap untuk berperilaku yang
sesuai dengan perilaku orang-orang disekitarnya. Menurut Agustin (2014), tujuan
sosialisasi antara lain:

1) Memberi keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk melangsungkan


kehidupan seseorang kelak ditengah-tengah masyarakat.

2)Menambah kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien serta


mengembangkan kemampuan membaca, menulis,dan bercerita.

3) Membantu pengendalian fungsi-fungsi organik melalui pelatihan mawas diri yang


tepat.

4) Membiasakan individu dengan nilai-nilai kepercayaan yang ada di masyarakat.

Melansir dari wawancara bersama Bapak Bandi S.Pd selaku kepala sekolah, beliau
menuturkan bahwa masyarakat masih tabu akan sekolah inklusi. Sepengetahuan
mereka, ketika mendapati ABK maka solusinya adalah di SLB. Padahal sekolah
inklusi didirikan agar tidak ada pembeda antara anak berkebutuhan khusus dengan
anak normal pada umumnya.

2. Kurangnya sarana prasarana Pendidikan inklusi


Sarana dan prasarana pendidikan inklusif adalah perangkat keras maupun perangkat
lunak yang dipergunakan untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan pendidikan
inklusif pada satuan pendidikan tertentu.

Pada hakekatnya semua sarana dan prasarana pendidikan pada satuan pendidikan
tertentu itu dapat dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi, tetapi
untuk mengoptimalkan proses pembelajaran perlu dilengkapi asesibilitas bagi
kelancaran mobilisasi anak berkebutuhan khusus, serta media pembelajaran yang
sesuai dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus. Adapun sarana prasarana guna
menunjang Pendidikan inklusi pada umumnya meliputi:

1) Ruang kelas beserta perlengkapannya.


2) Ruang praktikum atau laboratorium beserta perangkatnya
3) Ruang perpustakaan beserta perangkatnya
4) Ruang serbaguna beserta perlengkapannya
5) Ruang BP/BK beserta perlengkapannya
6) Ruang UKS berta perangkatnya
7) Ruang kepala sekolah, guru, dan tata usaha, beserta perlengkapannya
8) Lapangan olahraga, beserta peralatannya
9) Toilet.
10) Ruang ibadah, beserta perangkatnya
11) Kantin.
12) Ruang sumber
Namun, melihat kondisi di lapangan bahwa di SD N Tunjungseto hanya tersedia toilet
khusus ABK, itupun dari segi peralatan masih sangat kurang. Untuk ruangan lainnya
masih belum memadai untuk ABK
3. Kurangnya koordinasi antara pihak sekolah, koordinator wilayah dan pemerintah
Kabupaten Kebumen
Diketahui bahwa dari pihak sekolah pun secara umum saat ditanyakan akan
kesiapannya, masih dibilang belum siap. Mengingat dari segi sumber daya manusia
yang belum mencukupi, banyak guru yang pernah mengikuti pelatihan inklusi tetapi
mereka sudah pension dan beberapa ada yang lolos program PPPK namun
penempatannya bukan di SD N Tunjungseto.

Hal ini juga kurang didukung adanya monitoring dari koordinator wilayah (korwil),
serta pemantauan yang masih terbilang kurang optimal dari pihak pemerintah
Kabupaten Kebumen. Diketahui dari pemerintah Kabupaten Kebumen belum
melakukan kunjungan rutin untuk memantau keberjalanan sekolah inklusi khususnya
di Kecamatan Kutowinangun. Pernah dilakukan kunjungan oleh pemerintah setempat,
namun itu di awal SK itu turun.

F . Metode Sosialisasi

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat kita lihat bahwa pentingnya sosialisasi kepada
masyarakat khususnya di Kecamatan Kutowinangun terhadap sekolah inklusi.
Kecamatan Kutowinangun yang memiliki luas wilayah sebesar 33,73 km2, dengan
jumlah penduduk 42,417 jiwa. Guna memaksimalkan sosialisasi kepada masyarakat
terhadap sekolah inklusi, terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui. Menurut
Mead dalam Bonawati dan Aulia (2015), tahap-tahap sosialisasi antara lain:

1) Tahap persiapan, dialami saat seorang mempersiapkan diri untuk mengenal dunia
sosial termasuk memperoleh pemahaman tentang diri.

2) Tahap meniru, tahap ini mulai terbentuk kesadaran kemampuan untuk


menempatkan diri pada posisi yang lain.
3) Tahap siap bertindak, peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan
digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh
kesadaran.

4) Tahap penerimaan norma kolektif, tahap ini seseorang telah dianggap dewasa dan
harus mandiri menjadi masyarakat

Sosialisasi yang dilakukan hendaknya dapat melibatkan masyarakat secara aktif dan
komunikasi berjalan dua arah. Sehingga nantinya aka nada pertukaran informasi baik
dari pihak sekolah/ pemerintah dengan masyarakat mengenai kendala atau hambatan
yang mereka dapatkan mengenai sekolah inklusi.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta rumusan masalah, maka dapat
disampaikan kesimpulan penelitian sebagai berikut :

1 . Pendidikan inklusi sangat perlu untuk dikembangkan pada tingkat sekolah dasar.
Dalam pendidikan inklusi layanan pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan
individu anak. Pendidikan inklusi cocok dikembangkan untuk semua anak sebagai
wadah untuk bersosialisasi dengan keberagaman serta dapat memberikan peluang
yang sama untuk anak berkebutuhan khusus memperoleh pendidikan tanpa adanya
diskriminatif.

2 . Faktor – faktor yang mempengaruhi partisipasi ABK di sekolah inklusi Kecamatan


Kutowinangun, yaitu di antaranya kurangnya ketersediaan fasilitas bagi ABK,
kurangnya informasi masyarakat tentang keberadaan sekolah inklusi, kurangnya
sosialisasi kepada masyarakat Kecamatan Kutowinangun tentang sekolah inklusi,
dan lainnya.
3 . Untuk mengatasi faktor – faktor yang mempengaruhi partisipasi ABK di sekolah
inklusi Kecamatan Kutowinangun perlu diadakan sosialisasi tentang sekolah
inklusi kepada masyarakat sekitar, agar masyarakat mau menyekolahkan anaknya
di sekolah inklusi seperti SDN Tunjungseto.

DAFTAR PUSTAKA

Baedowi, dkk. (2015). Manajemen Sekolah Efektif: Pengalaman Sekolah Sukma


Bangsa. PT Pustaka Alvabet: Tangerang Selatan.

Darma Indah P. & Binahayati. (2015). Pelaksanaan Sekolah Inklusi Di Indonesia.


Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(2), 147-300.

Eva, Banowati dan Aulia Paramita. (2015). Implementasi Dan Sosialisasi Model
Pelatihan Dalam Pemberdayaan Penduduk Miskin Perkotaan. Jurnal Geografi
Volume 12(1), 62-114.

Hufron A., Ali Imron & Mustiningsih. (2016). Managemen Kesiswaan Pada Sekolah
Inklusi. Jurnal Pendidikan Humaniora, 4(2), 95-105.

Minsih, Mujahid, Imam., dan Suparno. (2020). Supporting system in inclusive


education: A case study from Indonesian elementary school. International
Journal of Scientific and Technology Research, 9(3), 5256–5261.

Pratiwi Jamilah C. (2016). Sekolah Inklusi untuk Anak Berkebutuhan Khusus :


Tanggapan Terhadap Tantangan Kedepannya. Prosiding Ilmu Pendidikan,
1(2), 237-242.

Rusdiyanto. (2021). Sosialisasi Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun


2020 tentang Akomodasi yang Layak bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Sekolah Inklusi di SDN Wirolegi 1 Kabupaten Jember. Mujtama' :Jurnal
Pengabdian Masyarakat, 1(2), 109-118

Anda mungkin juga menyukai