Dede Surya Atmaja - WM
Dede Surya Atmaja - WM
WILAYAH BOGOR
(Studi Kasus Kota dan Kabupaten Bogor)
Skripsi
Oleh
Dede Surya Atmaja
NIM 11180150000004
Skripsi
Oleh
Dede Surya Atmaja
NIM 11180150000004
Yang mengesahkan,
Dosen Pembimbing Skripsi I Dosen Pembimbing Skripsi II
i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Yang mengesahkan,
Dosen Pembimbing Skripsi I Dosen Pembimbing Skripsi II
ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Dosen Penguji I
Andri Noor Ardiansyah, M.Si.
NIP. 19840312 201503 1 002 16-8-2022 ____________
Dosen Penguji II
Neng Sri Nuraeni, M.Pd.
NIDN. 20050588801 16-8-2022 ____________
Mengetahui
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
iii
LEMBAR PERNYATAAN UJI REFERENSI
Yang menguji,
Penguji I Penguji II
iv
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya
sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.
Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.
v
ABSTRAK
vi
ABSTRACT
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesehatan jasmani dan rohani serta waktu yang bermanfaat bagi penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
senantiasa terlimpahcurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada
keluarganya, para sahabatnya, hingga pada umatnya hingga akhir zaman. Aamiin.
Skripsi yang berjudul Analisis Fenomena Urban Heat Island Permukaan
Wilayah Perkotaan dan Pedesaan (Studi Kasus Kota dan Kabupaten Bogor) ini
diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada
program studi Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis
menyadari bahwa karya ini dapat terselesaikan berkat bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Lubis, Lc., MA. selaku Rektor UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Sururin, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Tadris Ilmu
Pengetahuan Sosial.
4. Bapak Andri Noor Ardiansyah, M.Si. selaku Sekretaris Program Studi Tadris
Ilmu Pengetahuan Sosial.
5. Bapak Dr. Sodikin, S.Pd., M.Si., M.P.W.K. dan Bapak Syairul Bahar, M.Pd.
selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan kritik dan saran
selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu dosen Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan
ilmunya kepada penulis selama proses perkuliahan. Semoga selalu diberikan
kesehatan dalam lindungan-Nya sehingga ilmu yang diberikan bermanfaat.
7. Bapak Sumaryono dan Ibu Yusmiati selaku kedua orang tua penulis dan
keluarga besar yang selalu berdoa dan senantiasa melimpahkan kasih sayang
untuk penulis.
viii
8. Saudari Novia Alfaini, S.K.Pm. selaku teman dekat yang selalu membantu
dalam proses diskusi, pencarian literatur, peninauan lokasi, pengambilan data,
serta penulisan sehingga terselesaikan skripsi ini.
9. Teman-teman seperjuangan selama kuliah dan penyusunan skripsi dalam satu
atap kos Barbar serta teman-teman PIPS angkatan 2018 khususnya kelas
geo18.
Semoga Allah SWT. memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua.
Kritik dan saran yang membangun terhadap karya ini akan diterima penulis
dengan senang hati demi perbaikan selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat dan menadi inspirasi bagi penulis-penulis selanjutnya. Hanya kepada
Allah SWT penulis serahkan segalanya.
ix
DAFTAR ISI
x
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 48
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ....................................................... 48
B. Hasil Penelitian ......................................................................................... 53
1. Land Surface Temperature Wilayah Kota Bogor ...................................... 53
2. Land Surface Temperature Wilayah Kabupaten Bogor ............................ 57
3. Urban Heat Island Permukaan di wilayah Bogor ...................................... 65
4. Pengaruh Luas Area Perhitungan terhadap Intensitas UHI di Wilayah Bogor . 72
C. Pembahasan Mengenai Fenomena Urban Heat Island Wilayah Bogor ... 75
D. Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 79
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 81
A. Kesimpulan................................................................................................ 81
B. Implikasi .................................................................................................... 81
C. Saran .......................................................................................................... 82
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 83
Buku .................................................................................................................. 83
Artikel Jurnal Ilmiah ......................................................................................... 83
Skripsi, Tesis, dan Disertasi .............................................................................. 85
Sumber Lainnya ................................................................................................ 85
LAMPIRAN................................................................................................................... 87
BIODATA PENULIS ................................................................................................ 113
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Kondisi suhu di Kota dan Kabupaten Bogor tahun 2021 ....................... 5
Tabel 2.1 Spesifikasi Band 8-9 OLI/TIRS ........................................................... 19
Tabel 2.2 Penelitian terdahulu yang relevan ........................................................ 26
Tabel 3.1 Waktu penelitian................................................................................... 28
Tabel 3.2 Konsep, indikator, variabel, dan definisi operasional penelitian ......... 31
Tabel 3.3 Data sekunder, sumber data, dan teknik pengumpulan data ................ 32
Tabel 3.5 Data yang diisi pada tabel reclassify by table ...................................... 39
Tabel 3.4 Kelas suhu permukaan pada peta LST ................................................. 40
Tabel 3.6 Kelas UHI pada peta persebaran dan distribusi UHI ........................... 43
Tabel 4.1 Luas wilayah, jumlah penduduk, dan kepadatan penduduk berdasarkan
kecamatan di Kota Bogor 2021 ............................................................ 49
Tabel 4.2 Kondisi iklim Kota Bogor tahun 2021 ................................................. 50
Tabel 4.3 Luas wilayah, jumlah penduduk, dan kepadatan penduduk berdasarkan
kecamatan di Kabupaten Bogor 2021 ................................................... 51
Tabel 4.4 Kondisi iklim Kabupaten Bogor tahun 2021 ........................................ 53
Tabel 4.5 Luas land surface temperature wilayah Kota Bogor berdasarkan kecamatan 55
Tabel 4.6 Luas Land surface temperature wilayah Kab Bogor berdasarkan kecamatan 59
Tabel 4.7 Perhitungan intensitas UHI Bogor ....................................................... 69
Tabel 4.8 Luas intensitas urban heat island berdasarkan kelas ........................... 71
Tabel 4.9 Hasil uji regresi linear sederhana antara luas area perhitungan (x)
terhadap intensitas UHI (y) di wilayah Bogor ...................................... 73
Tabel 4.10 Hasil uji asumsi klasik pada data variabel luas area perhitungan (x)
dan intensitas UHI (y) di wilayah Bogor .............................................. 74
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1
N. Daldjoeni, Geografi Manusia (Yogyakarta: Ombak, 2020), 44.
2
Sugiono Soetomo, Urbanisasi dan Morfologi: Proses Perkembangan Peradaban dan
Wadah Ruangnya Menuju Ruang Yang Manusiawi (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), 44-45.
3
Rizky Suryarandika dan Dwi Murdaningsih, Paparan Panas Perkotaan Naik 3 kali
Lipat di Dunia, (Republika.co.id, 2021), https://www.republika.co.id/berita/r0hwvg368/paparan-
panas-perkotaan-naik-3-kali-lipat-di-dunia
4
Badan Pusat Statistik, Persentase Penduduk Daerah Perkotaan menurut Provinsi, 2010-
2035. (BPS, 2020), https://www.bps.go.id/statictable/2014/02/18/1276/persentase-penduduk-
daerah-perkotaan-menurut-provinsi-2010-2035.html
5
CNN Indonesia, Kemendes Akui Ekonomi Desa Masih Tertinggal Kota, (CNN
Indonesia, 2020), https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20201028123928-532-
563671/kemendes-akui-ekonomi-desa-masih-tertinggal-dari-kota
1
2
6
Sugiono Soetomo, Urbanisasi dan Morfologi (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), 55.
7
Oke (1982) dalam Nurul Ihsan Fawzi “Mengukur Urban Heat Island Menggunakan
Penginderaan Jauh, Kasus di Kota Yogyakarta”. Majalah Ilmiah Globe 19, no.2 (2017): 196.
8
Lai dan Cheng (2009); Ng dan Ren, (2017); Road dkk., (2010); Skelhorn dkk., (2016);
Stone dkk., (2010); Tan dkk., (2010); McLeod dkk. dalam Ibid., Nurul Ihsan Fawzi: 196.
9
Sobri Effendy, “Keterkaitan Ruang Terbuka Hijau dengan Urban Heat Island Wilayah
Jabotabek”. (Disertasi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2007), 85.
10
Rizky Suryarandika dan Dwi Murdaningsih, Paparan Panas Perkotaan Naik 3 kali
Lipat di Dunia, (Republika.co.id, 2021), https://www.republika.co.id/berita/r0hwvg368/paparan-
panas-perkotaan-naik-3-kali-lipat-di-dunia
3
25,4 25,4
25 24,6
Suhu Terendah
Suhu Tertinggi
24
23
1900-1930 1960-1990 1990-2009
Tahun
1.052.359
Populasi Penduduk (jiwa) 5.489.536
118,5 Kota Bogor
Luas Wilayah (km2) 2.986,2
Kabupaten Bogor
12
Nurul Ihsan Fawzi, “Pemetaan Emisivitas Permukaan menggunakan Indeks Vegetasi’,
Majalah Ilmiah Globe 16, no.2 (2014): 196.
13
Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah, Profil Kota Bogor,
http://perkotaan.bpiw.pu.go.id/v2/kota-besar/19.
14
Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Puncak, Cianjur terdiri dari 191 kecamatan yang
berasal dari 10 kota dan 4 kabupaten. Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah, Metropolitan
Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Puncak, Cianjur,
http://perkotaan.bpiw.pu.go.id/v2/metropolitan/3
15
Badan Pusat Statistik, Kota Bogor Dalam Angka 2022, (BPS Kota Bogor, 2022). 35-
36.
16
Badan Pusat Statistik, Kabupaten Bogor Dalam Angka 2022, (BPS Kabupaten Bogor,
2022). 55-58.
5
batas tersebut. Tidak hanya menunjukkan adanya perbedaan suhu antara pusat
kota dan yang mendekati batas kota (secara administratif). Tapi juga
mengukur UHI di wilayah pedesaan Kabupaten Bogor. Supaya terlihat
wilayah mana saja yang memiliki suhu yang tinggi dan rendah. Oleh karena
itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian berjudul Analisis Fenomena
Urban Heat Island (UHI) Permukaan Wilayah Perkotaan dan Pedesaan
(Studi Kasus di Kota dan Kabupaten Bogor).
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, identifikasi masalah dalam penelitian
ini adalah:
1. Kota sebagai mesin ekonomi menimbulkan masalah kerusakan ekologis.
2. Suhu panas memengaruhi keberlangsungan hidup masyarakat perkotaan.
3. Pengukuran dengan metode in situ relatif tidak efektif ketimbang dengan
memanfaatkan penginderaan jauh dalam menggambarkan fenomena UHI.
4. Perhitungan UHI yang tidak menggambarkan perbandingan suhu antara
wilayah perkotaan dan pedesaan karena terbatas oleh batas kota itu sendiri.
5. Belum terdapat penelitian UHI di Bogor yang menentukan ambang batas
dalam perhitungan intensitas UHI.
C. Batasan Masalah
Agar masalah yang dikaji dalam penelitian ini tidak berkembang ke
masalah lainnya maka peneliti membatasi cakupan wilayah dan masalah
dalam penelitian ini mengingat terbatasnya waktu, tenaga, dan biaya. Cakupan
wilayah penelitian ini mengkaji wilayah Kota Bogor dan Kabupaten Bogor.
Adapun perhitungan UHI dilakukan di wilayah Kota Bogor dan pedesaan di
Kabupaten Bogor yang terbatas pada area lima kilometer dari batas wilayah
Kota Bogor. Batasan masalah dalam penelitian ini yakni perhitungan UHI
yang tidak menggambarkan perbandingan suhu antara wilayah perkotaan dan
pedesaan karena terbatas oleh batas kota itu sendiri serta belum terdapat
penelitian UHI di Bogor yang menentukan ambang batas dalam menentukan
intensitas UHI.
7
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah, maka pertanyaan rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana distribusi dan perbandingan suhu permukaan di wilayah Kota
dan Kabupaten Bogor?
2. Bagaimana pengaruh luas area perhitungan terhadap intensitas UHI di
wilayah Kota dan Kabupaten Bogor?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertanyaan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian
ini adalah untuk:
1. Menggambarkan distribusi dan perbandingan suhu permukaan di wilayah
Kota dan Kabupaten Bogor.
2. Mengetahui pengaruh luas area perhitungan terhadap intensitas UHI di
wilayah Kota dan Kabupaten Bogor.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu manfaat secara teoritis
dan manfaat secara praktis.
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan
dan pemikiran baru untuk dunia pendidikan yang semakin berkembang
dan praktisi keilmuan di bidang Geografi, Sistem Informasi Geografis,
Penginderaan Jauh, Perencanaan Wilayah, Klimatologi, khususnya kajian
mengenai fenomena UHI.
2. Manfaat praktis
a. Guru dan Siswa
Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan kontribusi
yang baik dalam bidang pendidikan. Penelitian ini bisa menjadi
referensi pendukung baik untuk guru maupun siswa pada mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, khususnya Geografi. Mengingat
materi sistem informasi geografis (SIG) dan penginderaan jauh (PJ)
menjadi salah satu kompetensi dasar yang temuat dalam kurikulum
nasional.
8
b. Masyarakat Bogor
Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan
pemahaman masyarakat di Kota dan Kabupatan Bogor dalam
memahami fenomena UHI.
c. Pemerintah
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pemerintah Kota dan
Kabupaten Bogor sebagai acuan dalam menyusun kebijakan
pembangunan wilayah perkotaan yang berwawasan lingkungan. Selain
itu juga diharapkan dapat menjadi pedoman bagi pihak-pihak terkait
dalam mengambil keputusan yang tepat.
d. Peneliti selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pembanding untuk
penelitian sejenis, baik penelitian yang sedang berlangsung maupun
yang akan dilakukan. Selain itu juga diharapkan dapat dikembangkan
dengan cara yang lebih baik oleh peneliti selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
Oke (1982) dalam Nurul Ihsan Fawzi, “Mengukur Urban Heat Island Menggunakan
Penginderaan Jauh, Kasus di Kota Yogyakarta”. Majalah Ilmiah Globe 19, no.2 (2017): 196.
2
Laras Tursilowati, “Urban Heat Island dan Kontribusinya pada Perubahan Iklim dan
Hubungannya dengan Perubahan Lahan”. Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan
Perubahan Global, (2007): 89.
3
Voogt (2002) dalam Sobri Effendy, “Keterkaitan Ruang Terbuka Hijau dengan Urban
Heat Island Wilayah Jabotabek”. (Disertasi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor,
2007), 5.
4
Elvina Noviyanti, “Konsep Manajemen UHI (Urban Heat Island) di Kawasan CBD Kota
Surabaya (UP. Tunjungan)”. (Tesis, Jurusan Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Surabaya, 2016), 20
9
10
UHI dapat terjadi akibat campur tangan manusia yang disebut sebagai
panas antropogenik5. Panas tersebut dibebaskan dari pembakaran bahan bakar
fosil, AC dan sumber panas lainnya, dan karena panas yang tersimpan
kemudian dilepas-ulang oleh struktur perkotaan yang besar dan kompleks6.
Panas di pusat kota artinya sangat erat dengan aktivitas manusia di dalamnya.
Ditambah dengan terkonsentrasinya penduduk di kota yang berarti aktivitas
manusianya semakin tinggi.
UHI juga ditandai karena terdapat apa yang disebut impervious surface
(material kedap air). Material ini banyak ditemukan di berbagai permukaan
yang memiliki kapasitas menyimpan energi panas yang baik 7. Hal ini yang
menurut Novianto bahwa UHI dipicu pula oleh panas relatif material di
atasnya8. Tidak hanya faktor aktivitas manusia tapi UHI juga dipengaruhi oleh
jumlah material yang ada perkotaan.
5
Rizki Cholik Zulkarnain, “Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan terhadap Perubahan
Suhu Permukaan di Kota Surabaya”. (Skripsi, Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2016), 17.
6
Ghazanfari, dkk. (2009) dalam Elvina Noviyanti, “Konsep Manajemen UHI (Urban
Heat Island) di Kawasan CBD Kota Surabaya (UP. Tunjungan)”. (Tesis, Jurusan Arsitektur,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2016), 18.
7
Yuan dan Bauer (2007) dalam Handis Muzaky dan Lalu Muhamad Jaelani, “Analisis
Pengaruh Tutupan Lahan terhadap Distribusi Suhu Permukaan: Kajian Urban Heat Island di
Jakarta, Bandung, Surabaya”. Jurnal Penginderaan Jauh Indonesia 1, no.2 (2019): 46.
8
Adhitya Novianto, “Distribusi Spasial dan Temporal Urban Heat Island Wilayah
Bogor”. (Skripsi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2013),
6.
11
9
Sebastian Wypych (2003); Juju (2013); dan Gilang (2012) dalam Elvina Noviyanti,
“Konsep Manajemen UHI (Urban Heat Island) di Kawasan CBD Kota Surabaya (UP.
Tunjungan)”. (Tesis, Jurusan Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2016),
22
10
Voogt dan Oke (2003) dalam I G. A. A. Rai Asmiwyati. eds. Urban Heat Island;
Sebuah Tinjauan Pustaka. (Badung: Universitas Udayana, 2018), bab. 2, 14
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/7d4d6503d9cedbe30c31a6f82e42e000.pdf
12
B. UHI Permukaan
Secara umum UHI terbagi menjadi dua tipe dasar, pertama mengenai UCL
dan UBL (Urban Canopy Layer dan Urban Boundary Layer), kedua mengenai
Surface Urban Heat Island (SUHI) atau UHI permukaan11. Menurut Roth,
UCL, UBL, dan SUHI ialah sebagai berikut12: (1) UCL atau lapisan kanopi
UHI ditemukan di dalam atmosfer di bawah puncak bangunan dan pepohonan;
(2) UBL atau lapisan batas UHI merupakan fenomena lokal hingga skala meso
dan intensitasnya lebih rendah dibandingkan dengan yang diukur di lapisan
kanopi (~1,5 °C - 2 °C); dan (3) SUHI atau UHI permukaan ditentukan oleh
suhu permukaan yang meluas di seluruh permukaan tiga dimensi. Ini adalah
fenomena keseimbangan energi permukaan dan melibatkan semua aspek
perkotaan (jalan, dinding vertikal, atap, pohon, dll.). Perbedaan UCL, UBL,
dan SUHI disajikan pada Gambar 2.3.
11
Voogt dan Oke (2003) dalam I G. A. A. Rai Asmiwyati, Ibid.,. 7.
12
M. Rooth. eds. Urban Heat Island. In Fernando, H.J.S., Handbook of Environmental
Fluid Dynamics, Volume Two. CRC Press/Taylor & Francis Group, LLC, 2013, 149.
13
(a)
(b)
13
Voogt dan Oke (2003) dalam I G. A. A. Rai Asmiwyati. eds. Urban Heat Island;
Sebuah Tinjauan Pustaka. (Badung: Universitas Udayana, 2018), bab. 2, h. 11.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/7d4d6503d9cedbe30c31a6f82e42e000.pdf
14
Mitchel (2011) dalam Ibid., 11.
15
I Gusti Agung Ayu Rai Asmiwyati, dkk., “Identifikasi Suhu Permukaan terhadap
Penutupan Lahan dari Landsat 8: Studi Kasus Kota Denpasar”, Jurnal Arsitektur Lansekap 6, no.2
(2020); dan I G. A. A. Rai Asmiwyati, Urban Heat Island; Sebuah Kajian Pustaka, (Universitas
Udayana, 2018).
16
Iain D. Stewart dan Gerald Mills, The Urban Heat Island A Guidebook. (Amsterdam:
Elsevier, 2021) 13-18.
14
17
I Gusti Agung Ayu Rai. Asmiwyati, dkk., “Identifikasi Suhu Permukaan terhadap
Penutupan Lahan dari Landsat 8: Studi Kasus Kota Denpasar”, Jurnal Arsitektur Lansekap 6, no.2
(2020): 240-246.
18
Rosmini Maru, “Perkembangan Fenomena Urban Heat Island”, Simposium Nasional
MIPA Universitas Negeri Makassar, (2017): 23-29.
19
Irland Fardani, dkk., “Penggunaan Satelit Landsat untuk Analisis Urban Heat Island
Studi Kasus Kota Bandung”, Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan
Pengembangan Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional (2018): 1137-1146.
20
Sobirin dan Rizka Nurul Fatimah, “Urban Heat Island Kota Surabaya”, Geoedukasi 4,
no.2 (2015): 46-69.
21
Adenan Yandra Nofrizal dan Muhammad Hanif, “Identifikasi Urban Heat Island di
Kota Solok menggunakan Algoritma Landsat-9 OLI Landsurface Temperature”, Media
Komunikasi Geografi 19, no.1 (2018): 31-41.
22
Seprila Putri Darlina, dkk., “Analisis Fenomena Urban Heat Island serta Mitigasinya
(Studi Kasus: Kota Semarang), Jurnal Geodesi Undip 7, no.3 (2018): 77-87.
23
Nurul Ihsan Fawzi “Mengukur Urban Heat Island Menggunakan Penginderaan Jauh,
Kasus di Kota Yogyakarta”. Majalah Ilmiah Globe 19 no.2 (2017): 196.
24
Iain D. Stewart dan Gerald Mills, The Urban Heat Island A Guidebook. (Amsterdam:
Elsevier, 2021) 13-18.
15
UHI lebih efisien dalam wilayah cakupan yang luas. Penggunaan citra
penginderaan jauh juga mampu memperoleh efek UHI secara spasial dan
temporal.
Penginderaan jauh atau biasa disingkat inderaja menurut Lilesand, dkk.
dalam Sutanto adalah “Ilmu pengetahuan dan seni untuk memperoleh
informasi tentang objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang
diperoleh menggunakan piranti tanpa kontak langsung dengan objek, daerah,
atau fenomena yang dikaji”.25 Adapun menurut Aronoff dalam Sutanto,
penginderaan jauh ialah “Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni perolehan
informasi objek dari suatu jarak (jauh)”.26 Dan menurut Insyani penginderaan
jauh merupakan “suatu cara penggambaran keadaan wilayah melalui suatu alat
pengindera atau sensor yang umumnya dipasang di wahana baik itu berupa
balon udara, pesawat udara, satelit, dan masih banyak lagi.”27 Sutanto
menyebutkan tiga hal esensial yang yang melekat dalam penginderaan jauh
yaitu, (1) objek yang dikaji bukan objek asli melainkan hasil rekaman, (2)
menggunakan sensor penginderaan jauh, dan (3) perekaman objek dilakukan
dengan suatu jarak.
Terdapat beberapa kata kunci yang sama dari beberapa pengertian di atas,
yaitu ilmu pengetahuan, perolehan informasi, suatu tempat, bantuan alat, tanpa
kontak langsung. Maka penginderaan jauh dapat didefinisikan sebagai ilmu
memperoleh informasi suatu wilayah tanpa bersentuhan secara langsung
dengan menggunakan bantuan alat berupa wahana terbang.
Ahli geografi menggunakan teknik penginderaan jauh untuk memantau
fenomena yang dapat ditemukan pada lapisan litosfer, biosfer, hidrosfer, dan
atmosfer bumi. Citra penginderaan jauh dapat diaplikasikan dalam pemetaan
penggunaan lahan, tutupan lahan, pertanian, pemetaan tanah, kehutanan,
perencanaan kota, penyelidikan arkeologi, pengamatan militer, dan survei
geomorfologi, di antara kegunaan lainnya28.
25
Sutanto, Metode Penelitian Penginderaan Jauh (Yogyakarta: Ombak, 2016), 7.
26
Sutanto, Ibid.,7.
27
Insyani, Dasar-Dasar Penginderaan Jauh (Semarang: Alprin, 2010), 4.
28
Michael Pidwirny, Understanding Physical Geography, Chapter 2: Maps, GIS and
Remote Sensing (Kelowna: Our Planet Earth Publishing, 2021), 28.
16
Agar citra yang dipilih memang sesuai dengan hasil yang diharapkan perlu
pertimbangan untuk memilih citra yang tepat. Sutanto mengusulkan tujuh
pertimbangan yang harus dilakukan dalam memilih citra yang sesuai, yakni
resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi temporal, resolusi radiometrik,
kerumitan lingkungan, harga citra, dan ketersediaan citra29. Adapun keempat
konsep resolusi yang disebutkan di awal juga dijelaskan Danoedoro, bahwa
dalam penginderaan jauh konsep tersebut memegang peranan yang sangat
penting. Bahkan Danoedoro menambahkan satu konsep resolusi lain yakni
resolusi layar, yang berkaitan langsung pada saat pengolahan citra30.
1. Resolusi Spasial
Resolusi spasial terkait erat dengan interpretabilitas, akurasi hasil
interpretasi dan kerincian informasi31. Dalam citra digital resolusi spasial
ialah ukuran objek terkecil yang dapat direkam oleh piksel dalam citra.
Biasanya dituliskan dalam satuan meter per piksel. Misalnya resolusi
spasial sebuah citra adalah 10 meter, berarti setiap piksel pada citra
tersebut dapat menampilkan objek di atas 10 meter. Objek di lapangan
yang kurang dari 10 meter tidak dapat dikenali atau terdeteksi. Semakin
tinggi resolusi spasial sebuah citra, maka semakin besar dan detail
informasi objek yang dapat dideteksi dan dihasilkan. Gambar 2.5
menunjukkan kenampakan lapangan baseball pada citra dengan resolusi
spasial 30 meter32.
29
Sutanto, Metode Penelitian Penginderaan Jauh (Yogyakarta: Ombak, 2016), 7, 33-60.
30
Projo Danoedoro, Pengantar Penginderaan Jauh Digital (Yogyakarta: ANDI, 2012),
34.
31
Sutanto, Metode Penelitian Penginderaan Jauh (Yogyakarta: Ombak, 2016), 34.
32
U. S. Geological Survey, Landsat 7 (L7) Data Userrs Handbook, (Sioux Falls: EROS,
2019a), v. 2.0, 96.
17
2. Resolusi Spektral
Resolusi spektral merupakan kemampuan sensor untuk merekam objek
dengan lebar pita (band with) atau kisaran panjang gelombang tertentu.
Resolusi spektral yang tinggi meningkatkan interpretabilitas citra, karena
beda nilai spektral (kontras), yang lebih tinggi pada umumnya diperoleh
pada pita sempit33. Secara praktis dapat disebutkan jika sebuah citra
terdapat saluran yang banyak maka kemungkinan untuk membedakan
objek berdasarkan respons spektralnya semakin tinggi, apalagi jika
masing-masing saluran cukup sempit. Dengan kata lain, citra satelit dapat
dikatakan memiliki resolusi spektral yang tinggi jika semakin sempit
interval panjang gelombangnya dan atau semakin banyak jumlah
salurannya34. Gambar 2.6 merupakan gambaran band spektral dan panjang
gelombang pada sensor satelit Landsat35.
33
Sutanto, Metode Penelitian Penginderaan Jauh (Yogyakarta: Ombak, 2016), 51-52.
34
Projo Danoedoro, Pengantar Penginderaan Jauh Digital (Yogyakarta: ANDI, 2012),
39-40.
35
U. S. Geological Survey, Landsat 8 (L8) Data Userrs Handbook, (Sioux Falls: EROS,
2019b), v. 5.0, 50.
18
36
U. S. Geological Survey, Ibid., 40.
37
Sutanto, Metode Penelitian Penginderaan Jauh (Yogyakarta: Ombak, 2016), 58.
38
Sutanto, Metode Penelitian Penginderaan Jauh (Yogyakarta: Ombak, 2016), 57-58,
dan Projo Danoedoro, Pengantar Penginderaan Jauh Digital (Yogyakarta: ANDI, 2012), 40.
39
Projo Danoedoro, Pengantar Penginderaan Jauh Digital (Yogyakarta: ANDI, 2012),
41.
19
memiliki resolusi spasial 100 meter dan pada resolusi spektral 10,6 - 1,38; dan
11,50 - 12,51. Pada band 10 dan 11 ini juga berguna untuk pemetaan termal40.
Meskipun Landsat 9 telah mengorbit, namun citra yang dibutuhkan ialah
akuisisi pada musim kemarau yang terjadi di Indonesia, khususnya Kota
Bogor pada tahun 2021 sedangkan citra Landsat 9 baru mengorbit pada bulan
September 2021.
Selain itu digunakan juga band 4 dan 5 untuk menentukan estimasi
emisivitas permukaan. Kedua band ini diturunkan menjadi citra indeks
kerapatan vegetasi kemudian nilainya diturunkan lagi untuk menghasilkan
nilai proporsi vegetasi dan terakhir menjadi citra estimasi emisivitas
permukaan. Menurut Fawzi emisivitas penting keterlibatannya ketika berusaha
menghasilkan citra estimasi LST, karena berfungsi untuk mengurangi
kesalahan dalam mengestimasi suhu permukaan yang menggunakan citra
satelit41.
Penelitian-penelitian yang disebutkan sebelumnya yakni Asmiwyati,
dkk.42; Maru43; Fardani, dkk.44; Sobirin dan Fatimah45; Nofrizal dan Hanif46;
Pratiwi dan Jaelani47; Putra48; Fawzi49; serta Darlina, dkk.50 juga
40
U.S. Geological Survey, What are the band designations for the Landsat satellites?,
(USGS, 2021), https://www.usgs.gov/faqs/what-are-best-landsat-spectral-bands-use-my-
research?qt-news_science_products=0#qt-news_science_products
41
Nurul Ihsan Fawzi, “Pemetaan Emisivitas Permukaan menggunakan Indeks Vegetasi’,
Majalah Ilmiah Globe 16, no.2 (2014): 133.
42
I Gusti Agung Ayu Rai. Asmiwyati, dkk., “Identifikasi Suhu Permukaan terhadap
Penutupan Lahan dari Landsat 8: Studi Kasus Kota Denpasar”, Jurnal Arsitektur Lansekap 6, no.2
(2020): 240-246.
43
Rosmini Maru, “Perkembangan Fenomena Urban Heat Island”, Simposium Nasional
MIPA Universitas Negeri Makassar, (2017): 23-29.
44
Irland Fardani, dkk., “Penggunaan Satelit Landsat untuk Analisis Urban Heat Island
Studi Kasus Kota Bandung”, Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan
Pengembangan Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional (2018): 1137-1146.
45
Sobirin dan Rizka Nurul Fatimah, “Urban Heat Island Kota Surabaya”, Geoedukasi 4,
no.2 (2015): 46-69.
46
Adenan Yandra Nofrizal dan Muhammad Hanif, “Identifikasi Urban Heat Island di
Kota Solok menggunakan Algoritma Landsat-9 OLI Landsurface Temperature”, Media
Komunikasi Geografi 19, no.1 (2018): 31-41.
47
Arik Yumna Pratiwi dan Lalu Muhamad Jaelani, “Analisis Perubahan Distribusi Urban
Heat Island (UHI) di Kota Surabaya Menggunakan Citra Satelit Landsat Multitemporal”, Jurnal
Teknik ITS 9, no.2 (2020): C48-C55.
48
Putra, Arfina Kusuma. dkk.. “Analisis Hubungan Perubahan Tutupan Lahan terhadap
Suhu Permukaan terkait Fenomena Urban Heat Island menggunakan Citra Landsat (Studi Kasus:
Kota Surakarta)”. Jurnal Geodesi Undip 7, no.3 (2018): 22-31.
49
Nurul Ihsan Fawzi, “Mengukur Urban Heat Island Menggunakan Penginderaan Jauh,
Kasus di Kota Yogyakarta”. Majalah Ilmiah Globe 19, no.2 (2017): 195-206.
21
50
Seprila Putri Darlina, dkk., “Analisis Fenomena Urban Heat Island serta Mitigasinya
(Studi Kasus: Kota Semarang), Jurnal Geodesi Undip 7, no.3 (2018): 77-87.
51
Burrough (1986) dalam Sulistiyanto, Sistem Informasi Geografis Teori dan Praktik
dengan Quantum GIS, (Malang: Ahlimedia Press, 2021), 1.
52
Barkey, dkk., Buku Ajar Sistem Informasi Geografis, (Laboratorium Perencanaan dan
Sistem Informasi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Hasanudin, 2009), 2.
22
overlay. Penggunaan teknik buffer pada suatu titik misalnya bila ingin
mengetahui jangkauan radius jarak tertentu akan seluas apa dan daerah
mana saja yang berada pada radius dari titik tersebut. Penggunaannya pada
garis biasanya untuk mengetahui radius tertentu di sepanjang jalan atau
sungai. Begitu pula dengan buffer suatu area, maka menghasilkan area
baru sesuai seberapa luas area yang telah ditentukan sesuai keperluan.
5. Layout Peta
Fitur layout atau penataletakan peta berfungsi sebagai penyusunan
hasil pengolahan menjadi sebuah informasi yang mudah dipahami oleh
pengguna berupa peta. Peta merupakan bentuk luaran (output) dari
perangkat lunak SIG. Peta yang disusun ialah distribusi intensitas UHI
hasil perhitungan. Penataletakan peta terakhir di-export menjadi format
JPG untuk memudahkan pengguna membuka peta di berbagai media
elektronik.
54
I Gusti Agung Ayu Rai. Asmiwyati, dkk., “Identifikasi Suhu Permukaan terhadap
Penutupan Lahan dari Landsat 8: Studi Kasus Kota Denpasar”, Jurnal Arsitektur Lansekap 6, no.2
(2020): 240-246.
55
Rosmini Maru, “Perkembangan Fenomena Urban Heat Island”, Simposium Nasional
MIPA Universitas Negeri Makassar, (2017): 23-29.
56
Irland Fardani, dkk., “Penggunaan Satelit Landsat untuk Analisis Urban Heat Island
Studi Kasus Kota Bandung”, Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan
Pengembangan Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional (2018): 1137-1146.
57
Sobirin dan Rizka Nurul Fatimah, “Urban Heat Island Kota Surabaya”, Geoedukasi 4,
no.2 (2015): 46-69.
24
Kota Solok58; dan Darlina, dkk., di Kota Semarang59. Padahal perlu adanya
perbandingan antara suhu di wilayah perkotaan dan pedesaan.
Metode perhitungan area terjadinya UHI permukaan dari citra yang telah
diolah juga beragam. Penelitian Asmiwyati, dkk.60; Maru61; Fardani, dkk62;
serta Nofrizal dan Hanif63 menggunakan selisih suhu maksimal dan minimal,
rata-rata, serta mengelaskan variasi suhu dalam interval tertentu untuk
menggambarkan keberadaan UHI, kemudian dipetakan distribusinya. Berbeda
dengan penelitian Darlini, dkk.64; Pratiwi dan Jaelani65; Putra66; serta Fawzi67
yang menetapkan nilai ambang batas UHI. Nilai ambang batas UHI
membatasi antara wilayah terjadinya UHI dengan wilayah yang tidak terjadi
UHI pada suhu tertentu. Dengan kata lain, ambang batas UHI memberikan
kejelasan nilai batasan antara yang terkena efek UHI dan yang tidak. Besaran
efek yang dihasilkan dari selisih nilai ambang batas terhadap suhu maksimal
ini yang disebut sebagai intensitas UHI. Intensitas UHI menggambarkan
seberapa hangat wilayah terjadinya UHI ketimbang yang tidak dalam besaran
suhu. Intensitas UHI juga berarti sama dengan membandingkan suhu dengan
wilayah lain, termasuk wilayah perkotaan dan pedesaan.
58
Adenan Yandra Nofrizal dan Muhammad Hanif, “Identifikasi Urban Heat Island di
Kota Solok menggunakan Algoritma Landsat-9 OLI Landsurface Temperature”, Media
Komunikasi Geografi 19, no.1 (2018): 31-41.
59
Seprila Putri Darlina, dkk., “Analisis Fenomena Urban Heat Island serta Mitigasinya
(Studi Kasus: Kota Semarang), Jurnal Geodesi Undip 7, no.3 (2018): 77-87.
60
I Gusti Agung Ayu Rai. Asmiwyati, dkk., “Identifikasi Suhu Permukaan terhadap
Penutupan Lahan dari Landsat 8: Studi Kasus Kota Denpasar”, Jurnal Arsitektur Lansekap 6, no.2
(2020): 245.
61
Rosmini Maru, “Perkembangan Fenomena Urban Heat Island”, Simposium Nasional
MIPA Universitas Negeri Makassar, (2017): 25.
62
Irland Fardani, dkk., “Penggunaan Satelit Landsat untuk Analisis Urban Heat Island
Studi Kasus Kota Bandung”, Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan
Pengembangan Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional (2018): 1141.
63
Adenan Yandra Nofrizal dan Muhammad Hanif, “Identifikasi Urban Heat Island di
Kota Solok menggunakan Algoritma Landsat-9 OLI Landsurface Temperature”, Media
Komunikasi Geografi 19, no.1 (2018): 31-41.
64
Seprila Putri Darlina, dkk., “Analisis Fenomena Urban Heat Island serta Mitigasinya
(Studi Kasus: Kota Semarang), Jurnal Geodesi Undip 7, no.3 (2018): 77-87.
65
Arik Yumna Pratiwi dan Lalu Muhamad Jaelani, “Analisis Perubahan Distribusi Urban
Heat Island (UHI) di Kota Surabaya Menggunakan Citra Satelit Landsat Multitemporal”, Jurnal
Teknik ITS 9, no.2 (2020): C48-C55.
66
Putra, Arfina Kusuma. dkk.. “Analisis Hubungan Perubahan Tutupan Lahan terhadap
Suhu Permukaan terkait Fenomena Urban Heat Island menggunakan Citra Landsat (Studi Kasus:
Kota Surakarta)”. Jurnal Geodesi Undip 7, no.3 (2018): 22-31.
67
Nurul Ihsan Fawzi, “Mengukur Urban Heat Island Menggunakan Penginderaan Jauh,
Kasus di Kota Yogyakarta”. Majalah Ilmiah Globe 19, no.2 (2017): 195-206.
25
68
Nurul Ihsan Fawzi. Ibid.,
69
Nurul Ihsan Fawzi. Ibid.,
70
Nurul Ihsan Fawzi. Ibid.,
71
Nurul Ihsan Fawzi. Ibid.,
Tabel 2.2 Penelitian terdahulu yang relevan
Penelitian Nurul Ihsan Fawzi Metode ekstraksi suhu Hasil penelitian Fawzi Persamaan terletak pada metode Perbedaan terletak pada wilayah
berjudul Mengukur Urban Heat permukaan menunjukkan intensitas perhitungan intensitas UHI. Area kajian dan luas area perhitungan
Island Menggunakan menggunakan inversi UHI sebesar ± 2,5 °C perhitungan sama-sama UHI. Penelitian Fawzi melibatkan
Penginderaan Jauh, Kasus di persamaan Planck pada Kota Yogyakarta melibatkan wilayah pedesaan wilayah pedesaan seluas 1 km di
Kota Yogyakarta dalam dengan koreksi dan intensitas UHI dengan teknik buffer dari batas sekitar Kota Yogyakarta.
Majalah Ilmiah Globe Vol. 19 emisivitas dan sebesar ± 3,23 °C untuk kota. Sedangkan peneliti mengkaji
No. 2 tahun 2017. atmosfer menggunakan area Kota Yogyakarta pedesaan di Kabupaten Bogor
radiative transfer yang melibatkan dengan area perhitungan hingga 5
equation. pedesaan. km dari batas Kota Bogor.
Penelitian Seprila Putri Darlina, Metode ekstraksi suhu Hasil penelitian Darlina, Persamaan terletak pada metode Perbedaannya terletak pada area
dkk. berjudul Analisis permukaan dan tutupan dkk menunjukkan nilai perhitungan UHI yang sama- kajian. Penelitian Darlina, dkk.
Fenomena Urban Heat Island lahan diperoleh dari ambang batas fenomena sama menentukan nilai ambang terbatas pada batas administrasi
Serta Mitigasinya (Studi Kasus: pengolahan citra UHI di Kota Semarang batas untuk mengklasifikasikan Kota Semarang sedangkan
Kota Semarang) dalam Jurnal Landsat multitemporal pada 2009, 2013, dan persebaran suhu permukaan. wilayah kajian peneliti tidak
Geodesi Undip Vol. 7 No. 3 dengan algoritma land 2017 secara berturut- Nilai yang lebih rendah dari nilai terbatas pada administrasi Kota
tahun 2018. surface temperature turut sebesar 26,32; ambang batas UHI disebut Non- Bogor saja, tapi juga dilakukan
(LST) dan klasifikasi 32,29; dan 31,30 derajat UHI sedangkan yang lebih tinggi pada wilayah pedesaan di
terbimbing Celsius. disebut UHI atau terdampak UHI. Kabupaten Bogor.
Penelitian Arfina Kusuma (supervised).
Metode ekstraksi data Hasil penelitian Putra, Persamaan terletak pada area Namun penelitian Putra, dkk.
Putra, dkk. (2018) berjudul penginderaan jauh dkk. terkait fenomena perhitungan UHI yang tidak tidak menggunakan teknik buffer
Analisis Hubungan Perubahan dengan cara klasifikasi UHI ialah perbedaan dibatasi oleh batas kota. dalam menentukan wilayah
Tutupan Lahan terhadap Suhu terbimbing suhu permukaan antara Perhitungan UHI dilakukan pedesaan di luar Kota Surakarta.
Permukaan terkait Fenomena (supervised), NDVI pusat Kota Surakarta dengan melibatkan area pedesaan Penelitian Putra, dkk. memotong
Urban Heat Island (Normalized Difference dengan daerah sub urban di sekitar kota yang menjadi citra berbentuk persegi panjang
Menggunakan Citra Landsat Vegetation Index), dan adalah sebesar ± 1 - 2,5 wilayah kajian. meskipun tetap memasukkan
(Studi Kasus: Kota Surakarta) LST (Land Surface °C. batas Kota Surakarta.
dalam Jurnal Geodesi Undip Temperature).
Vol. 7 No. 3 tahun 2018.
26
27
H. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir penelitian ini disajikan pada Gambar 2.8.
Urbanisasi
Meningkatnya alih
Lahan bervegetasi
fungsi lahan
yang lebih luas
bervegetasi menjadi
dibanding kota
lahan terbangun
Perbedaan
karakteristik wilayah
kota dan desa
Keterangan :
Fenomena
Meningkatnya
Urban Heat Island Karakteristik wilayah
suhu di kota
(UHI) Menyebabkan
I. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan pertanyaan rumusan masalah, deskripsi teori, dan penelitian
yang relevan, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Wilayah Kota Bogor memiliki suhu permukaan yang lebih tinggi
dibanding wilayah Kabupaten Bogor.
2. Terdapat pengaruh antara luas area perhitungan terhadap intensitas UHI di
Wilayah Bogor.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Feb
Jan
Des
Agenda
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan BAB I
Penyusunan BAB II
Penyusunan BAB III
Seminar Proposal
Bimbingan
Revisi BAB I
Revisi BAB II
Revisi BAB III
Penyusunan BAB IV
Revisi BAB IV
Penyusunan BAB V
Uji Akurasi
28
29
1
Bambang Prasetyo dan Lina M. Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan
Aplikasi (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), 28-34.
2
Lehmann dalam A. Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan
Penelitian Gabungan, (Jakarta: Kencana, 2014), Ed. 1, 62.
3
Furqan Ishak Aksa, Sugeng Utaya, Syamsul Bachri, “Geografi dalam Perspektif Filsafat
Ilmu”, Majalah Geografi Indonesia 33, no.1 (2019): 44.
4
Jensen (2003); Hagget (1983) dalam Furqan Ishak Aksa, dkk., Ibid.
30
5
Restu Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian (Sebuah Pengenalan dan Penentuan
Langkah demi Langkah Pelaksanaan Penelitian) (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), 157-159.
31
6
Restu Kartiko Widi, Ibid. 162-180.
7
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D), (Bandung: Alfabeta, 2016) cet. 23, 117.
32
dan nilai suhu permukaan pada piksel sehingga penelitian ini menggunakan
teknik sampel jenuh atau total sampling. Namun untuk mengetahui pengaruh
luas area perhitungan terhadap intensitas UHI, penelitian ini menggunakan 11
area perhitungan.
8
Moh. Nazir, Metode Penelitian (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), Cet. 8, 174.
33
Peta LST dilakukan uji akurasi dengan survei lapangan (ground check).
Selain itu peta LST juga dilakukan perhitungan luas area tiap kelas suhu
berdasarkan kecamatan di Kota dan Kabupaten Bogor. Data luas area tiap
kelas suhu berdasarkan kecamatan diinput pada perangkat lunak Microsoft
Excel dan dilakukan analisis data statistik deskriptif untuk mengetahui
distribusi dan perbandingan suhu permukaan di wilayah Kota dan Kabupaten
Bogor. Kemudian peta profil suhu permukaan wilayah Bogor dibuat untuk
menggambarkan grafik nilai piksel suhu permukaan yang dilalui garis
melewati wilayah Kabupaten Bogor – Kota Bogor – Kabupaten Bogor dari
utara ke selatan, barat laut ke tenggara, barat ke timur, dan barat daya ke timur
laut. Apabila grafik menunjukkan suhu permukaan yang lebih tinggi di bagian
Kota Bogor dan lebih rendah di Kabupaten Bogor maka wilayah Kota Bogor
dapat dikatakan merupakan pusat terjadinya Urban Heat Island di wilayah
Bogor.
Adapun peta distribusi intensitas UHI wilayah Bogor dibuat menjadi
sebelas peta. Sebelas peta ini memiliki perbedaan luas perhitungan namun
tetap dari turunan peta LST yang sama. Kesebelas ukuran ini yaitu area Kota
Bogor, area Kota Bogor yang diperluas/buffer hingga 5 km dengan rentang 0,5
km. Setiap peta dilakukan analisis perhitungan UHI dan menghasilkan
intensitas UHI yang berbeda sehingga menghasilkan data luas area
perhitungan dan intensitas UHI. Analisis regresi linear sederhana dilakukan
untuk menggambarkan pengaruh antara luas area perhitungan dan intensitas
UHI. Analisis regresi linear sederhana dilakukan menggunakan perangkat
lunak IBM SPSS Statistics. Alur tahapan pengolahan data dapat dilihat pada
Gambar 3.2.
34
dimana:
TBk = Brightness temperature (Kelvin)
9
Nurul Ihsan Fawzi, “Mengukur Urban Heat Island Menggunakan Penginderaan Jauh,
Kasus di Kota Yogyakarta”, Majalah Ilmiah Globe 19, no.2 (2017): 197.
10
U.S. Geological Survey, Landsat 8 (L8) Data Userrs Handbook, (Sioux Falls: EROS,
2019a), v. 5.0, 54.
11
NASA (2011) dalam I Gusti Agung Ayu Rai Asmiwyati, dkk., “Identifikasi Suhu
Permukaan terhadap Penutupan Lahan dari Landsat 8: Studi Kasus Kota Denpasar”, Jurnal
Arsitektur Lansekap 6, no.2 (2020): 243.
12
Op.Cit., U. S. Geological Survey, 55.
36
dimana:
NDVI = Normalized Difference Vegetation Index
13
Nurul Ihsan Fawzi, “Pemetaan Emisivitas Permukaan menggunakan Indeks Vegetasi’,
Majalah Ilmiah Globe 16, no.2 (2014): 133.
14
Amborish Das, “A Spatio-Temporal Analysis of Land Surface Temperature (LST) in
Bunkara District, West Bengal (India) Using Landsat Images”, International Journal of Current
Research 7, no.7 (2015): 18.848.
15
John Wier dan David Herring, Measuring Vegetation (NDVI & EVI), Earth
Observatory, NASA, 2000.
https://earthobservatory.nasa.gov/features/MeasuringVegetation/measuring_vegetation_1.php
37
dimana:
Pv = Proporsi Vegetasi
NDVI = Normalized Difference Vegetation Index
NDVImin = Nilai NDVI minimal
NDVImax = Nilai NDVI maksimal
3) Emisivitas
Setelah didapat nilai Pv selanjutnya menghitung emisivitas
dengan Persamaan (6)17.
0,004 Pv + 0,986 ...............................(6)
dimana:
ε = Emisivitas
Pv = Proporsi Vegetasi
d) Citra Estimasi Land Surface Temperature
Setelah dihasilkan citra band 10 yang dikonversikan ke dalam
derajat Celsius dan emisivitas pada Persamaan (3) dan (6). Maka untuk
menghasilkan citra estimasi LST dapat menggunakan Persamaan (7).
Kalkulasi dengan melibatkan emisivitas merujuk pada Artis dan
Carnahan dalam Das18.
TBC
LST TBC ............................................(7)
1+w( ) ln(ε)
16
Carlson dan Ripley (1997) dalam Nurul Ihsan Fawzi, “Pemetaan Emisivitas Permukaan
menggunakan Indeks Vegetasi’, Majalah Ilmiah Globe 16, no.2 (2014): 135.
17
Amborish Das, “A Spatio-Temporal Analysis of Land Surface Temperature (LST) in
Bunkara District, West Bengal (India) Using Landsat Images”, International Journal of Current
Research 7, no.7 (2015): 18.848.
18
Ibid., Amborish Das, 18.848.
38
dimana:
LST = Suhu permukaan lahan
TBC = Brightness temperature dalam Celsius
w = Panjang gelombang radian yang dipancarkan band 10
(10,8 µm)
= h c / j (1,438 × 10-2 m K = 14380 µm K)
h = Konstanta Planck (6,626 × 10-34 J s)
c = Velocity of light (2,998 × 108 m/s)
j = Konstanta Boltzmann (1,38 × 10-23 J/K)
ε = Emisivitas
e) Menyiapkan Data Vektor Area Perhitungan
Di samping pengolahan citra estimasi LST yang dihasilkan dari
Persamaan (7), data vektor untuk memotong citra juga perlu diolah.
Batas administrasi Kota Bogor menjadi acuan dalam perluasan area
menggunakan teknik buffer. Teknik buffer merupakan sebentuk zona
yang mengarah keluar dari sebuah obyek pemetaan19.
Penelitian ini membutuhkan 11 area perhitungan UHI dengan
ukuran yang berbeda. Area pertama ialah batas administrasi Kota
Bogor tanpa di-buffer (diperluas). Area selanjutnya ialah wilayah
pedesaan di Kabupaten Bogor dengan area Kota Bogor yang diperluas
hingga 5 km dengan rentang 0,5 km, sehingga didapat 11 area.
f) Memotong Citra Estimasi Land Surface Temperature
Pemotongan citra biasa disebut sebagai croping atau masking.
Citra estimasi LST hasil Persamaan (7) dipotong seluas area
berdasarkan data vektor yang telah dilakukan pada tahap (e). Sehingga
ada 11 citra yang dihasilkan dari satu citra yang sama (citra estimasi
LST).
g) Menghitung Luas Area
Citra estimasi LST masih dalam bentuk data raster, sedangkan
untuk menghitung luas area di QGIS dibutuhkan data vektor. Langkah
pertama sebelum data raster dikonversi adalah mengkelaskan nilai
19
Prahasta (2002) dalam Wafirul Aqli, “Analisa Buffer dalam Sistem Informasi Geografis
untuk Perencanaan Ruang Kawasan”, INERSIA 6, no.2 (2010): 195.
39
j) Uji Akurasi
Uji akurasi dilakukan dengan teknik survei lapangan. Hal ini
dilakukan untuk mengukur keakuratan nilai suhu pada citra estimasi
20
Nafiriair Yufan Madakarah, Supriatna, Adi Wibowo, Masita Dwi Mandini Manessa,
dan Ristya, “Variations of Land Surface Temperature and Its Relationship with Land Cover and
Change in IPB Campus, Dramaga Bogor 2013-2018” E3S Web of Conferences 123, (2019): 6-7.
21
A Nurwanda dan T Honjo, “City expansion and urban heat island in Bogor”, IOP Conf.
Series: Earth and Environmental Science 179 (2018): 6.
41
dimana:
N : jumlah sampel
Z : 2 (standard normal deviate untuk derajat kepercayaan 95%)
p : persentase tingkat akurasi yang diharapkan
q : selisih 100 - p
E : persentase tingkat kesalahan yang diinginkan
Peneliti menetapkan 10% sebagai tingkat kesalahan yang
diinginkan (dengan derajat kepercayaan 95%) serta 85% akurasi yang
22
Nurul Ihsan Fawzi “Mengukur Urban Heat Island Menggunakan Penginderaan Jauh,
Kasus di Kota Yogyakarta”. Majalah Ilmiah Globe 19, no.2 (2017): 202.
23
Projo Danoedoro, Pengantar Penginderaan Jauh Digital (Yogyakarta: ANDI, 2012),
304-305.
42
24
Ma, dkk. (2010) dalam Nurul Ihsan Fawzi, “Mengukur Urban Heat Island
Menggunakan Penginderaan Jauh, Kasus di Kota Yogyakarta”, Majalah Ilmiah Globe 19, no.2
(2017): 199.
43
jumlah yang berbeda, maka rata-rata, standar deviasi, dan nilai ambang
batas UHI setiap area ikut berubah mengikuti variasi suhu setiap area.
Untuk mendapatkan nilai intensitas UHI setiap area perlu mengurangi
suhu permukaan yang lebih hangat dari suhu sekitarnya. Intensitas UHI
juga dapat disebut sebagai efek UHI. Dengan kata lain intensitas UHI
menunjukkan seberapa hangat/panas dibanding area yang tidak terjadi
UHI. Perhitungan intensitas merujuk pada Alves dan Lopes serta Ozdemir
dkk. dalam Fawzi disajikan pada Persamaan (13)25:
Intensitas UHI T - Tab ................................ (13)
dimana:
Tmax= Suhu maksimal pada citra estimasi LST
Tab = Nilai ambang batas UHI
25
Alves dan Lopes (2017) serta Ozdemir dkk (2012) dalam Ibid., 199.
44
Y a + bX ........................................... (14)
dimana:
Y’ = Nilai yang diprediksi
a = Konstanta atau bila nilai X = 0
b = Koefisien regresi
X = Nilai variabel independen
- Jika Sig. < 0,05 dan thitung > ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.
- Jika Sig. > 0,05 dan thitung < ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak.
26
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D), (Bandung: Alfabeta, 2016) cet. 23, 117. Ibid., 261.
27
Gun Mardiatmoko, “Pentingnya Uji Asumsi Klasik pada Analisis Regresi Linier
Berganda (Studi Kasus Penyusunan Persamaan Allometrik Kenari Muda [Canarium indicium l.]),
Barekeng Jurnal Ilmu Matematika dan Terapan 14, no.5 (2020): 334.
45
28
Ibid., Gun Mardiatmoko, 336.
29
Elvi Yati, Dodi Devianto, Yudiantri Asdi, “Transformasi Box-Cox pada Analisis
Regresi Linier Sederhana”, Jurnal Matematika UNAND 2, no.2 (2013): 116-117.
30
Op.Cit., Gun Mardiatmoko.
31
Lisa Susanti, Primadina Hasanah, dan Winarni, “Peramalan Suhu Udara dan
Dampaknya terhadap Konsumsi Energi Listrik di Kalimantan Timur”, Barekeng: Jurnal Ilmu
Matematika dan Terapan 14, no. 3 (2020): 400.
32
Ridho Rachman, “Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan Daerah terhadap
Pertumbuhan Ekonomi (Studi Kasus di Pemerintahan Kota Tangerang Selatan Tahun 2011 –
2018)”. (Skripsi, Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2020),
51.
46
a) Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan agar diketahui nilai residual terdistribusi
normal atau tidak. Jika nilai residual terdistribusi normal berarti model
regresi yang didapat baik dugunakan. Menurut Ghozali dalam
Mardiatmoko normal atau tidaknya nilai residual dapat dideteksi
dengan melihat penyebaraan data pada sumber diagonal grafik Normal
P-P Plot of regression standardized. Jika menyebar sekitar garis dan
mengikuti garis diagonal maka model regresi tersebut normal dan
layak dipakai untuk memprediksi variabel bebas begitu pun
sebaliknya33. Uji normalitas yang dilakukan ialah One Sample
Kolmogorov Smirnov (K-S) dengan kriteria pengujiannya sebagai
berikut34:
- Jika nilai Signifikansi (Asym Sig 2 tailed) > 0,05 maka data
berdistribusi normal.
- Jika nilai Signifikansi (Asym Sig 2 tailed) < 0,05 maka data tidak
berdistribusi normal
b) Uji Linearitas
Menurut Ghozali uji linearitas dipakai ketika peneliti hendak
melihat apakah data variabel yang ada sudah linear atau belum35. Dasar
pengambilan keputusan dilihat dari nilai signifikan.
- Jika nilai Deviation from Linearity Sig. > 0,05, maka variabel X
dengan Y adalah linear.
- Jika nilai Deviation from Linearity Sig. < 0,05, maka variabel X
dan Y adalah tidak linear.
c) Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas yaitu kondisi saat terjadinya ketidaksamaan
varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi.
Mardiatmo menyebutkan cara pengujiannya yaitu dengan Uji Glejser.
33
Op.Cit., I. Ghozali (2016) dalam Gun Mardiatmoko, 335.
34
Ibid., S. Santoso (2013) dalam Gun Mardiatmoko, 335.
35
I. Ghozali (2016) dalam Ivan Pranata, “Pengaruh Harga, Tempat, dan Promosi
terhadap Keputusan Konsumen Membeli Kaos Polos pada Chang Kaos Pontianak”, (Skripsi,
Program Studi Manajemen, Universitas Muhammadiyah Pontianak, 2019), 18.
47
1
Pemerintah Kota Bogor, Laporan Akhir Penyusunan Layanan Persampahan Kota
Bogor 2014, (sanitasi.kotabogor.go.id, 2015), II.3-II.12.
https://sanitasi.kotabogor.go.id/docs/post/single/23-laporan-akhir-penyusunan-layanan-
persampahan-kota-bogor-tahun-2014.html
2
Badan Pusat Statistik, Kota Bogor Dalam Angka 2022, (BPS Kota Bogor, 2022). 7.
3
Badan Pusat Statistik, Ibid., 35-37.
48
49
Tabel 4.1 Luas wilayah, jumlah penduduk, dan kepadatan penduduk berdasarkan kecamatan
di Kota Bogor 2021
Luas wilayah Kepadatan Penduduk
Kecamatan Jumlah Penduduk
(km2) (per km2)
Bogor Utara 17,72 188.240 10.623
Bogor Barat 32,85 235.770 7.177
Bogor Timur 10,15 105.188 10.363
Bogor Selatan 30,81 206.217 6.693
Bogor Tengah 8,13 96.180 11.830
Tanah Sareal 18,84 220.764 11.718
Kota Bogor 118,50 1.052.359 8.881
Sumber: Kota Bogor Dalam Angka (2022)
Berdasarkan Tabel 4.1 kecamatan terluas di Kota Bogor adalah Bogor
Barat dengan luas 32,85 km2, sedangkan kecamatan dengan luas wilayah
paling kecil adalah Bogor Tengah seluas 8,13 km2. Bogor Barat memiliki
populasi terbanyak di antara kecamatan lainnya di Kota Bogor dengan jumlah
235.770 jiwa. Meskipun dengan populasi terbanyak namun kepadatan
penduduk di Bogor Barat terendah, yakni sebesar 7.177 jiwa per km2. Bogor
Tengah menjadi kecamatan paling padat dengan rata-rata jumlah penduduk
sebanyak 11.830 per km2.
4
Badan Pusat Statistik, Ibid., 10-12
51
5
Disbudpar, Kondisi Geografis Daerah Kabupaten Bogor, (disbudpar.bogorkab.go.id,
2019) https://disbudpar.bogorkab.go.id/kondisi-geografis-daerah-kabupaten-bogor/
6
Badan Pusat Statistik, Kabupaten Bogor Dalam Angka 2022, (BPS Kabupaten Bogor,
2022). 56.
52
Purwakarta; (5) timur laut berbatasan dengan Kabupaten Bekasi; (6) tenggara
berbatasan dengan Kabupaten Cianjur; dan (7) di tengah berbatasan dengan
Kota Bogor.
Tabel 4.4 Kondisi iklim Kabupaten Bogor tahun 2021
Unsur Iklim Min (bulan) Maks (bulan)
Suhu (°C) 16,00 (September) 29,00 (Mei)
Kelembaban (%) 41,00 (Juli) 100 (Jan, Feb, Nov, Des)
Curah Hujan (mm) 66,30 (Juli) 678,60 (Februari)
Kecepatan Angin (m/det) - 22,0 (Juni)
Tekanan Udara (mb) 898,9 (Februari) 1.011,6 (Desember)
Sumber: Kabupaten Bogor Dalam Angka (2022)
Tabel 4.4 menggambarkan temperatur Kabupaten Bogor pada 2021
berkisar antara 16,00 – 29,00 °C dengan kelembaban antara 41,00 – 100,00 %.
Curah hujan maksimum terjadi pada Februari sebesar 678,60 mm, sedangkan
curah hujan minimum pada Juli sebesar 66,30 mm. Kecepatan angin maksimal
terjadi di bulan Juni dengan kecepatan 22,00 m/det. Adapun tekanan udara
minimum terjadi pada Februari sebesar 898,9 mb, sedangkan tekanan udara
maksimum sebesar 1.011,6 mb pada Desember. Tabel 4.4 merupakan
Pengamatan unsur iklim di stasiun pengamatan Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bogor di Kabupaten Bogor pada tahun
2021.
B. Hasil Penelitian
Gambar 4.3 Land surface temperature wilayah Kota Bogor citra Landsat OLI/TIRS akuisisi 11
Mei 2021
55
Tabel 4.5 Luas land surface temperature wilayah Kota Bogor berdasarkan kecamatan
Persentase 0,31 1,25 5,81 11,59 14,59 16,42 20,11 29,92 100,00
Berdasarkan Gambar 4.3 dan Tabel 4.5 terlihat bahwa wilayah Kota
Bogor didominasi oleh suhu permukaan kelas VIII atau > 32 °C yakni
seluas 3.358 ha atau setara dengan 29,92 % dari luas Kota Bogor. Disusul
oleh kelas VII sampai kelas I secara berurutan.
Wilayah Kota Bogor dengan suhu < 26 °C pada suhu permukaan kelas
I yakni seluas 35 ha atau setara dengan 0,31 % dari total luas Kota Bogor.
Begitu juga pada suhu permukaan kelas II dengan suhu 26 – 27 °C seluas
140 ha atau sama dengan 1,25 % luas Kota Bogor. Dengan kata lain luas
suhu permukaan yang kurang dari 27 °C di Kota Bogor yaitu kurang dari
dua persen. Dua persen wilayah ini juga hanya terjadi di Bogor Selatan.
Sedangkan 98 % luas wilayah Kota Bogor lainnya berada pada suhu
permukaan di atas 27 °C.
Suhu permukaan kelas III atau pada rentang suhu 27 – 28 °C di Kota
Bogor paling luas terdapat di Bogor Selatan yaitu seluas 559 ha. Adapun
kecamatan lainnya seperti Bogor Barat seluas 72 ha, Bogor Tengah seluas
12 ha, Bogor Timur seluas 6 ha, dan Bogor Utara seluas 3 ha. Sedangkan
Tanahsareal tidak ada area yang memiliki suhu permukaan pada kelas ini.
Sehingga total luas suhu permukaan kelas III pada rentang suhu 27 – 28 °C
di Kota Bogor seluas 652 ha atau setara dengan 5,81 % dari total luas Kota
Bogor.
Suhu permukaan kelas IV atau pada rentang suhu 28 – 29 °C di Kota
Bogor paling luas terdapat di Bogor Selatan yakni seluas 745 ha.
Kecamatan dengan luas terkecil pada kelas ini ada di Bogor Tengah yaitu
seluas 48 ha, namun luas ini tidak jauh berbeda dengan Bogor Timur dan
56
Adapun kecamatan lainnya, Bogor Barat seluas 697 ha, Bogor Utara seluas
667 ha, dan Bogor Tengah seluas 446 ha. Sehingga total luas suhu
permukaan kelas VIII pada suhu > 32 °C di Kota Bogor seluas 3.358 ha
atau setara dengan 29,92 % dari total luas Kota Bogor.
Gambar 4.4 Land surface temperature wilayah Kabupaten Bogor citra Landsat 8 OLI/TIRS
akuisisi 11 Mei 2021
59
Tabel 4.6 Luas Land surface temperature wilayah Kabupaten Bogor berdasarkan kecamatan
Berdasarkan Gambar 4.4 dan Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa wilayah
Kabupaten Bogor didominasi oleh suhu permukaan kelas I atau suhu < 26
°C yakni seluas 76.238 ha setara dengan 25,78 % dari luas Kabupaten
Bogor. Disusul oleh kelas III seluas 67.798 ha, kelas II seluas 59.261 ha,
kelas IV seluas 44.199 ha. Adapun suhu permukaan kelas V sampai VIII
masing-masing kurang dari delapan persen. Luas terkecil ada pada kelas
VIII yakni seluas 5.804 ha atau 1,96 % dari total luas Kabupaten Bogor.
Gambar 4.5 Luas suhu permukaan kelas I Kabupaten Bogor berdasarkan urutan
Gambar 4.6 Luas suhu permukaan kelas II Kabupaten Bogor berdasarkan urutan
62
Gambar 4.7 Luas suhu permukaan kelas III Kabupaten Bogor berdasarkan urutan
Berdasarkan Gambar 4.7 suhu permukaan kelas III atau pada rentang
suhu 27 – 28 °C di Kabupaten Bogor terluas terdapat di Rumpin dan
Jonggol dengan masing-masing seluas 5.990 ha dan 5.302 ha. Adapun
kecamatan dengan luas terkecil pada kelas ini yaitu Bojonggede seluas 58
ha. Total luas suhu permukaan kelas III pada rentang suhu 27 – 28 °C di
Kabupaten Bogor seluas 67.798 ha atau setara dengan 22,93 % dari total
luas Kabupaten Bogor.
Gambar 4.8 Luas suhu permukaan kelas IV Kabupaten Bogor berdasarkan urutan
63
Gambar 4.9 Luas suhu permukaan kelas V Kabupaten Bogor berdasarkan urutan
Gambar 4.10 Luas suhu permukaan kelas VI Kabupaten Bogor berdasarkan urutan
Gunungputri dengan luas 1.317 ha. Kecamatan dengan suhu pada rentang
30 – 31°C yang kurang dari seratus hektar di Kabupaten Bogor antara lain
Sukajaya, Sukamakmur, Tenjo, Nanggung, Megamendung, Tanjungsari,
Cariu, Jasinga, Cijeruk, Tenjolaya, dan Pamijahan. Total luas suhu
permukaan kelas ini di Kabupaten Bogor sebesar 14.111 ha atau setara
dengan 4,77 % dari luas Kabupaten Bogor.
Gambar 4.11 Luas suhu permukaan kelas VII Kabupaten Bogor berdasarkan urutan
Gambar 4.12 Luas suhu permukaan kelas VIII Kabupaten Bogor berdasarkan urutan
65
Sama seperti kelas VII, suhu permukaan kelas VIII dengan suhu > 32
°C di Kabupaten Bogor berdasarkan Gambar 4.12 paling luas terdapat di
Gunungputri dengan luas 1.101 ha dan Cibinong seluas 1.008 ha. Namun
kecamatan tanpa kelas ini lebih banyak dibanding kelas sebelumnya yakni
6 kecamatan, antara lain Sukamakmur, Sukajaya, Tanjungsari, Jasinga,
Cijeruk, dan Pamijahan. Kecamatan-kecamatan tersebut justru didominasi
oleh suhu permukaan kelas I. Adapun terdapat 22 kecamatan dengan luas
kurang dari seratus hektar pada kelas ini antara lain Megamendung,
Rancabungur, Cariu, Nanggung, Tenjolaya, Ciawi, Ciseeng, Tenjo,
Caringin, Cigombong, Cigudeg, Rumpin, Kemang, Leuwisadeng, Cisarua,
Gunungsindur, Tamansari, Cibungbulang, Dramaga, Leuwiliang,
Parungpanjang, Tajurhalang, dan Ciampea. Sedangkan 10 kecamatan
lainnya seluas 100 sampai 800 hektar. Total luas suhu permukaan kelas
VIII dengan suhu > 32 °C di Kabupaten Bogor adalah sebesar 5.804 ha
atau setara dengan 1,96 % dari total luas Kabupaten Bogor.
(a) (b)
Gambar 4.13 Boks plot antara luas terhadap kelas suhu permukaan di Kota Bogor (a)
dan Kabupatan Bogor (b)
grafik (a) sebaran suhu permukaan Kota Bogor terbanyak berada di kelas
VIII dengan rata-rata tiap kecamatan memiliki luas area 556,5 ha, luas
maksimum 846 ha, dan luas minimum 351 ha; sedangkan grafik (b)
sebaran suhu permukaan Kabupaten Bogor terbanyak berada di kelas I
dengan rata-rata tiap kecamatan memiliki luas area 329 ha, luas
maksimum 12.761 ha, luas minimum 0 ha yang berarti ada kecamatan di
Kabupaten Bogor yang tidak memiliki suhu permukaan kelas I.
Keberadaan fenomena UHI di wilayah Bogor selain melihat luas tiap
kelas suhu permukaan, juga dapat dilihat melalui profil suhu permukaan
pada peta LST. Hasilnya selaras dengan Nurwanda dan Honjo terutama di
bagian Kota Bogor pada garis C – C’ saat melewati Kebun Raya Bogor.
Berdasarkan pengukuran profil suhu permukaan menunjukkan bahwa
adanya fenomena UHI di wilayah Bogor. Profil tersebut dibuat empat
garis, dengan titik mulai dan akhir berada pada perbatasan Kabupaten
Bogor. Profil suhu permukaan menggambarkan grafik nilai piksel suhu
permukaan yang dilalui garis melewati wilayah Kabupaten Bogor – Kota
Bogor – Kabupaten Bogor dari utara ke selatan, barat laut ke tenggara,
barat ke timur, dan barat daya ke timur laut. Keempat garis tersebut yakni:
(1) A – A’ dari utara ke selatan, (2) B – B’ dari barat laut ke tenggara, (3)
C – C’ dari barat ke timur, dan (4) D – D’ dari barat daya ke barat laut.
Garis dan hasil pengukuran profil LST wilayah Bogor disajikan pada
Gambar 4.14. Setiap garis menampilkan grafik nilai suhu tiap piksel yang
dilewati garis.
67
Gambar 4.14 Profil suhu permukaan wilayah Bogor berdasarkan LST Citra Landsat 8
OLI/TIRS akuisisi 19 Mei 2021
68
Gambar 4.15 Peta intensitas dan distribusi urban heat island wilayah Kota Bogor dan
diperluas hingga lima kilometer dari batas Kota Bogor.
71
Berdasarkan Gambar 4.15 dan Tabel 4.8 diketahui persebaran UHI dan
luas masing-masing kelas setiap area perhitungan. Kelas dibagi menjadi
enam yakni non-UHI, UHI 1 sampai 5. Kelas non-UHI merupakan area
yang memiliki suhu permukaan di bawah ambang batas hingga ke suhu
permukaan minimal di setiap area. Adapun kelas UHI 1 sampai 5
merupakan area yang memiliki suhu permukaan di atas ambang batas.
UHI 1 berarti area tersebut memiliki nilai intensitas UHI sebesar 0 – 1 °C.
Dengan kata lain, area UHI 1 lebih hangat 0 – 1 °C dari nilai ambang
batas. Begitu pula kelas selanjutnya. Berdasarkan Tabel 4.8 diketahui
bahwa kelas terluas yakni kelas non-UHI ketimbang kelas UHI 1 sampai 5
di setiap area perhitungan. Perbandingan antara luas wilayah terjadinya
UHI dan non-UHI disajikan grafik pada Gambar 4.16.
Gambar 4.16 Perbandingan luas area UHI dan Non-UHI di Kota Bogor
7
Nurul Ihsan Fawzi “Mengukur Urban Heat Island Menggunakan Penginderaan Jauh,
Kasus di Kota Yogyakarta”. Majalah Ilmiah Globe 19, no.2 (2017): 200.
73
Tabel 4.9 Hasil uji regresi linear sederhana antara luas area perhitungan (x) terhadap
intensitas UHI (y) di wilayah Bogor
Tabel 4.10 Hasil uji asumsi klasik pada data variabel luas area perhitungan (x) dan
intensitas UHI (y) di wilayah Bogor
Uji Normalitas Uji Linearitas Uji Heteroskedastisitas
(Asymp. Sig. (2-tailed)) (Deviation from Linearity Sig.) (Sig.)
0,200 0,225 0,298
8
Oke (1982) dalam Nurul Ihsan Fawzi, “Mengukur Urban Heat Island Menggunakan
Penginderaan Jauh, Kasus di Kota Yogyakarta”. Majalah Ilmiah Globe 19, no.2 (2017): 196.
9
Laras Tursilowati, “Urban Heat Island dan Kontribusinya pada Perubahan Iklim dan
Hubungannya dengan Perubahan Lahan”. Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan
Perubahan Global, (2007): 89.
10
Voogt (2002) dalam Sobri Effendy, “Keterkaitan Ruang Terbuka Hijau dengan Urban
Heat Island Wilayah Jabotabek”. (Disertasi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor,
2007), 5.
11
Elvina Noviyanti, “Konsep Manajemen UHI (Urban Heat Island) di Kawasan CBD
Kota Surabaya (UP. Tunjungan)”. (Tesis, Jurusan Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, Surabaya, 2016), 20
76
12
Aguiar (2012) dalam I G. A. A. Rai Asmiwyati. eds. Urban Heat Island; Sebuah
Tinjauan Pustaka. (Badung: Universitas Udayana, 2018), bab. 2, 14
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/7d4d6503d9cedbe30c31a6f82e42e000.pdf
13
Rizki Cholik Zulkarnain, “Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan terhadap Perubahan
Suhu Permukaan di Kota Surabaya”. (Skripsi, Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2016), 17.
14
Ghazanfari, dkk. (2009) dalam Elvina Noviyanti, “Konsep Manajemen UHI (Urban
Heat Island) di Kawasan CBD Kota Surabaya (UP. Tunjungan)”. (Tesis, Jurusan Arsitektur,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2016), 18.
15
Atik Nurwanda dan Tsuyoshi Honjo, “Analysis of Land Use Change and Expansion of
Surface Urban Heat Island in Bogor City by Remote Sensing”. ISPRS Int. J. Geo-Information 7
(2018): 2.
77
16
I R Rosalena, Rokhmatuloh, dan Revi Hernina, “Water Supplying Vegetation Index
(WSVI) Analysis for Drought Rate Mapping in Bogor Regency”. IOP Conf. Series: Earth and
Environmental Science 284, (2019): 6.
17
Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Bogor dalam BPS, Jumlah
Perusahaan Industri Menengah Besar 2017-2019.
https://bogorkab.bps.go.id/indicator/9/160/1/jumlah-perusahaan-industri-menengah-besar.html
18
Atik Nurwanda dan Tsuyoshi Honjo, “The prediction of city expansion and land
surface temperature in Bogor City, Indonesia”. Sustainable Cities and Society 52, (2020): 6.
78
tumbuhan lebih dari dua belas ribu spesimen19. Hasil yang menunjukkan
bahwa kelas suhu permukaan di area Kebun Raya Bogor lebih rendah dari
pemukiman padat disekitarnya juga selaras dengan penelitian Rahayu dan
Yusri bahwa Kebun Raya Bogor memiliki peran lingkungan sebagai Urban
Cool Island (UCI) karena vegetasi yang ada di dalamnya dapat mengatur
iklim mikro dan kualitas udara di sekitarnya20.
Terkait dengan metode ekstrasi citra landsat menjadi peta LST
menunjukkan bahwa jenis UHI yang diteliti ialah UHI permukaan atau
Surface Urban Heat Island (SUHI). Menurut Rooth, UHI permukaan
ditentukan oleh suhu permukaan yang meluas di seluruh permukaan tiga
dimensi. Ini adalah fenomena keseimbangan energi permukaan dan
melibatkan semua aspek perkotaan (jalan, dinding vertikal, atap, pohon,
dll.)21. Rekaman citra landsat melalui sensor Thermal Infrared (TIRS) pada
akuisisi 11 Mei 2021 path 122 row 065 khususnya pada saluran/band 4, 5, dan
10 berhasil menggambarkan kondisi suhu permukaan di wilayah Bogor dalam
penelitian ini, dengan tingkat akurasi sebesar 80,39 persen dari 51 titik piksel
yang dilakukan pengecekan lapang. Komputasi persamaan dalam perangkat
lunak Sistem Informasi Geografis (SIG) Quantum GIS juga memudahkan
peneliti dalam mengambarkan distribusi suhu dan memperoleh data suhu
permukaan, data luas area, profil suhu permukaan sehingga dapat disajikan
dan diinterpretasi.
Terakhir mengenai hasil analisis regresi linear sederhana antara luas area
perhitungan (X) terhadap intensitas UHI (Y) menunjukkan bahwa tidak
adanya pengaruh yang signifikan antara dua variabel tersebut. Intensitas UHI
di Kota Bogor dipengaruhi sangat kecil sekali oleh luas area perhitungan
yakni sebesar 0,00001026. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah pedesaan
yang dilibatkan dalam perhitungan memiliki suhu permukaan yang tidak jauh
19
Tim Humas Biro Kerja Sama, Hukum, dan Humas LIPI dan Tim Komunikasi
Pemerintah Kemkominfo, 200 Tahun Kebun Raya Bogor, Kokoh sebagai Benteng Terakhir
Penyelamatan Flora, (kominfo.go.id, 2017), https://www.kominfo.go.id/content/detail/9657/200-
tahun-kebun-raya-bogor-kokoh-sebagai-benteng-terakhir-penyelamatan-flora/0/artikel_gpr
20
E M D Rahayu dan S Yusri, “Bogor Botanic Gardens as nature-based solution for
mitigation urban heat island and microclimate regulation. IOP Conf. Series: Earth and
Environmental Science 914, (2021):6.
21
M. Rooth. eds. Urban Heat Island. In Fernando, H.J.S., Handbook of Environmental
Fluid Dynamics, Volume Two. CRC Press/Taylor & Francis Group, LLC, 2013, 149.
79
D. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan penelitian yang mencakup hal-hal
berikut:
1. Data suhu yang didapat terbatas pada suhu permukaan hasil ekstrasi citra
satelit menjadi citra estimasi LST. UHI yang digambarkan dalam
penelitian ini juga menjadi terbatas pada jenis Surface Urban Heat Island
(SUHI) atau UHI permukaan. Penelitian ini tidak menggambarkan UHI
pada bagian Canopy Layer, dan Boundary Layer.
2. Pengecekan uji akurasi pada peta LST terbatas pada tingkat kesalahan
10% sehingga jumlah titik yang diuji terbatas pada 51 titik. Serta dalam
penentuan lokasi yang hendak diuji terbatas menggunakan teknik simple
random sampling.
3. Variabel kontrol yang digunakan untuk mengukur perngaruh terhadap
intensitas UHI terbatas satu variabel yakni luas area perhitungan. Faktor-
faktor lain penyebab terbentuknya UHI di wilayah perkotaan tidak
dihitung pada penelitian ini.
80
4. Jumlah area perhitungan UHI penelitian ini hanya diperluas sampai lima
kilometer sehingga frekuensi data luas area perhitungan dan intensitas
UHI terbatas 11 area. Perluasan area perhitungan dari batas Kota Bogor
tidak mencapai ujung batas Kabupaten Bogor.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan untuk menjawab
pertanyaan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Distribusi suhu permukaan di wilayah Kota Bogor didominasi oleh suhu
permukaan kelas VIII atau > 32 °C yakni seluas 3.358 ha atau setara
dengan 29,92 % dari luas Kota Bogor. Adapun distribusi suhu permukaan
di wilayah Kabupaten Bogor didominasi oleh suhu permukaan kelas I atau
suhu < 26 °C yakni seluas 76.238 ha setara dengan 25,78 % dari luas
Kabupaten Bogor. Hal ini juga dapat dilihat dari grafik perbandingan luas
tiap kelas suhu permukaan antara wilayah Kota dan Kabupaten Bogor.
Sebaran suhu permukaan kelas VIII di Kota Bogor rata-rata tiap
kecamatan memiliki luas area 556,5 ha, luas maksimum 846 ha, dan luas
minimum 351 ha; sedangkan sebaran suhu permukaan kelas I di
Kabupaten Bogor rata-rata tiap kecamatan memiliki luas area 329 ha, luas
maksimum 12.761 ha, luas minimum 0 ha yang berarti ada kecamatan di
Kabupaten Bogor yang tidak memiliki suhu permukaan kelas I.
2. Luas area perhitungan tidak ada pengaruh signifikan terhadap intensitas
UHI di wilayah Bogor. Persamaan regresi didapatkan Y = 4,268 +
0,00001056X yang berarti setiap penambahan satu satuan luas area
perhitungan maka meningkatkan intensitas UHI sebesar 0,00001056.
Koefisien regresi yang positif menunjukkan bahwa jika luas area
perhitungan meningkat maka intensitas UHI juga meningkat, begitu pun
sebaliknya. Nilai R Square sebesar 0,103 yang berarti bahwa pengaruh
luas area perhitungan terhadap intensitas UHI sebesar 10,3 % sedangkan
89,7 % intensitas UHI dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti.
B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian, kondisi suhu permukaan yang tinggi terpusat
di wilayah Kota Bogor, kemudian suhu permukaan di Kabupaten Bogor lebih
rendah seiring menjauh dari Kota Bogor. Implikasi dari adanya fenomena
81
82
Urban Heat Island (UHI) ini adalah masyarakat yang tinggal di Kota Bogor
akan merasa lebih hangat atau lebih panas ketimbang sebagian besar
masyarakat yang ada di Kabupaten Bogor. Kecuali masyarakat Kabupaten
Bogor yang ada di kecamatan-kecamatan yang berbatasan langsung dengan
Kota Bogor. Karena kecamatan-kecamatan tersebut cenderung menunjukkan
adanya kemiripan kondisi suhu permukaan dengan Kota Bogor. Kemudian,
implikasi dari tidak adanya pengaruh signifikan antara luas area perhitungan
terhadap intensitas UHI di Kota Bogor berarti masyarakat yang tinggal di
pedesaan yang dilibatkan dalam perhitungan merasakan intensitas UHI yang
tidak jauh berbeda dengan sebagian besar masyarakat Kota Bogor.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa saran yang dapat menjadi
bahan pertimbangan bagi berbagai pihak, antara lain:
1. Bagi masyarakat Kota Bogor, berdasarkan hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa suhu permukaan di wilayah Kota Bogor lebih hangat
dapat menekan efek UHI dengan cara menanam dan merawat pohon di
lingkungan sekitar serta bijak dan hemat terhadap penggunaan teknologi
yang berhubungan langsung dengan pembakaran energi fosil.
2. Bagi pemerintah Kota dan Kabupaten Bogor dapat mengoptimalkan
kebijakan yang sudah ada maupun yang baru untuk menekan terjadinya
penyebaran UHI, misalnya dengan membatasi laju urbanisasi, pengecekan
uji emisi gas kendaraan, maupun perluasan ruang terbuka hijau.
3. Bagi peneliti selanjutnya dapat meneliti faktor lain yang dapat
memengaruhi intensitas UHI. Namun apabila ingin menggambarkan
fenomena UHI di suatu kota disarankan untuk melibatkan wilayah
pedesaan di sekitarnya agar hasil yang didapat merupakan perbandingan
suhu wilayah perkotaan dan pedesaan. Kemudian teknik penentuan lokasi
yang hendak dilakukan uji akurasi disarankan menggunakan teknik cluster
random sampling berdasarkan kelas suhu permukaan sehingga titik yang
diuji merata berdasarkan kelas.
83
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Badan Pusat Statistik, Kota Bogor Dalam Angka 2022. BPS Kota Bogor, 2022.
Badan Pusat Statistik, Kabupaten Bogor Dalam Angka 2022. BPS Kabupaten
Bogor, 2022
Barkey, dkk.. Buku Ajar Sistem Informasi Geografis. Laboratorium Perencanaan
dan Sistem Informasi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas
Hasanudin, 2009.
Daldjoeni, N. Geografi Manusia. Yogyakarta: Ombak, 2020.
Danoedoro, Projo. Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Yogyakarta: ANDI,
2012.
Insyani. Dasar-Dasar Penginderaan Jauh. Semarang: Alprin, 2010.
Nazir, Moh. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia, 2013.
Pidwirny, Michael. Understanding Physical Geography, Chapter 2: Maps, GIS
and Remote Sensing. Kelowna: Our Planet Earth Publishing, 2021.
Prasetyo, Bambang dan Jannah, Lina M. Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan
Aplikasi. Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
Soetomo, Sugiono. Urbanisasi dan Morfologi: Proses Perkembangan Peradaban
dan Wadah Ruangnya Menuju Ruang Yang Manusiawi. Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009.
Stewart, Iain D. dan Mills, Gerald. The Urban Heat Island A Guidebook..
Amsterdam: Elsevier, 2021.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D). Bandung: Alfabeta, 2016.
Sulistiyanto. Sistem Informasi Geografis Teori dan Praktik dengan Quantum GIS.
Malang: Ahlimedia Press, 2021.
Sutanto. Metode Penelitian Penginderaan Jauh. Yogyakarta: Ombak, 2016.
U.S. Geological Survey. Landsat 7 (L7) Data Userrs Handbook. v.2.0. Sioux
Falls: EROS, 2019a.
. Landsat 8 (L8) Data Userrs Handbook. v.5.0. Sioux Falls: EROS, 2019b.
Widi, Restu Kartiko. Asas Metodologi Penelitian (Sebuah Pengenalan dan
Penentuan Langkah demi Langkah Pelaksanaan Penelitian). Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2010.
Yusuf, A. Muri. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian
Gabungan. Jakarta: Kencana, 2014.
Susanti, Lisa dkk.. “Peramalan Suhu Udara dan Dampaknya terhadap Konsumsi
Energi Listrik di Kalimantan Timur”. Barekeng: Jurnal Ilmu Matematika
dan Terapan 14, no. 3 (2020): 397-410.
Tursilowati, Laras. “Pulau Panas Perkotaan Akibat Perubahan Tata Guna dan
Penutup Lahan di Bandung dan Bogor”. Jurnal Sains Dirgantara 3, no.1
(2005): 43-64.
_____. “Urban Heat Island dan Kontribusinya pada Perubahan Iklim dan
Hubungannya dengan Perubahan Lahan”. Prosiding Seminar Nasional
Pemanasan Global dan Perubahan Global, (2007): 89-96.
Yati, Elvi dkk.. “Transformasi Box-Cox pada Analisis Regresi Linier Sederhana”.
Jurnal Matematika UNAND 2, no.2 (2013): 115-122.
Sumber Lainnya
. Metropolitan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Puncak, Cianjur.
http://perkotaan.bpiw.pu.go.id/v2/metropolitan/3
Asmiwyati. I G. A. A. Rai. eds. Urban Heat Island; Sebuah Tinjauan Pustaka.
Badung: Universitas Udayana, 2018, juga dapat diunduh pada
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/7d4d6503d9cedbe
30c31a6f82e42e000.pdf
Badan Informasi Geospasial. Ina-Geoportal.
https://tanahair.indonesia.go.id/portal-web/
Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah. Profil Kota Bogor.
http://perkotaan.bpiw.pu.go.id/v2/kota-besar/19.
86
LAMPIRAN
88
Variables Entered/Removeda
Variables Variables
Model Entered Removed Method
b
1 Luas Area . Enter
a. Dependent Variable: Intensitas UHI
b. All requested variables entered.
Model Summary
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
a
1 ,321 ,103 ,003 ,38088
a. Predictors: (Constant), Luas Area
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
b
1 Regression ,150 1 ,150 1,032 ,336
Residual 1,306 9 ,145
Total 1,455 10
a. Dependent Variable: Intensitas UHI
b. Predictors: (Constant), Luas Area
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 4,268 ,314 13,585 ,000
Luas Area 1,056E-5 ,000 ,321 1,016 ,336
a. Dependent Variable: Intensitas UHI
89
1. Uji Normalitas
2. Uji Linearitas
ANOVA Table
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Intensitas UHI * Between (Combined) 1,441 9 ,160 11,079 ,229
Luas Area Groups Linearity ,114 1 ,114 7,860 ,218
Perhitungan Baru Deviation from 1,327 8 ,166 11,481 ,225
Linearity
Within Groups ,014 1 ,014
Total 1,455 10
3. Uji Heteroskedastisitas
Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
a
1 ,346 ,120 ,022 ,20093
a. Predictors: (Constant), Luas Area
b. Dependent Variable: Abs_RES
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
b
1 Regression ,049 1 ,049 1,222 ,298
Residual ,363 9 ,040
Total ,413 10
a. Dependent Variable: Abs_RES
b. Predictors: (Constant), Luas Area
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) ,114 ,166 ,691 ,507
Luas Area 6,064E-6 ,000 ,346 1,105 ,298
a. Dependent Variable: Abs_RES
91
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value ,1826 ,3960 ,2849 ,07023 11
Residual -,36621 ,37295 ,00000 ,19062 11
Std. Predicted Value -1,456 1,581 ,000 1,000 11
Std. Residual -1,823 1,856 ,000 ,949 11
a. Dependent Variable: Abs_RES
92
Lampiran 3. Boks plot antara luas terhadap kelas suhu permukaan di Kota
Bogor (a) dan Kabupatan Bogor (b)
(a)
(b)
93
Kelas Suhu
Permukaan Dokumentasi
Plot Keterangan Kenampakan Di
Pada
Di Lapangan
Peta
LST Lapang
Koordinat : x 106,73461 ; y -6,56267
Ketinggian : 206,5 mdpl
1 Tanggal : 04-07-2022 V VI
Jam : 09:29
Suhu di lapang : 30,9 °C
Koordinat : x 106,74624 ; y -6,567154
Ketinggian : 211,7 mdpl
2 Tanggal : 04-07-2022 V VI
Jam : 09:41
Suhu di lapang : 30,8 °C
Koordinat : x 106,75201 ; y -6,55695
Ketinggian : 187,8 mdpl
3 Tanggal : 04-07-2022 IV VI
Jam : 10:01
Suhu di lapang : 30,1 °C
Koordinat : x 106,77454 ; y -6,568152
Ketinggian : 215,3 mdpl
4 Tanggal : 04-07-2022 VIII VIII
Jam : 10:31
Suhu di lapang : 33,4 °C
Koordinat : x 106,78312 ; y -6,543515
Ketinggian : 186,3 mdpl
5 Tanggal : 04-07-2022 VII VII
Jam : 10:51
Suhu di lapang : 30,9 °C
Koordinat : x 106,792885 ; y -6,539084
Ketinggian : 185,5 mdpl
6 Tanggal : 04-07-2022 VIII VIII
Jam : 11:09
Suhu di lapang : 31,9 °C
Koordinat : x 106,8099 ; y -6,54561
Ketinggian : 200,3 mdpl
7 Tanggal : 04-07-2022 VIII VIII
Jam : 11:34
Suhu di lapang : 32,6 °C
Koordinat : x 106,81164 ; y -6,554825
Ketinggian : 202,8 mdpl
8 Tanggal : 04-07-2022 VIII VIII
Jam : 11:56
Suhu di lapang : 32,6 °C
Koordinat : x 106,80895 ; y -6,557034
Ketinggian : 173 mdpl
9 Tanggal : 04-07-2022 VIII VIII
Jam : 12:04
Suhu di lapang : 32,7 °C
95
Kelas Suhu
Permukaan Dokumentasi
Plot Keterangan Pada
Kenampakan Di
Di Lapangan
Peta
LST Lapang
Koordinat : x 106,8166 ; y -6,585058
Ketinggian : 216,2 mdpl
10 Tanggal : 04-07-2022 VIII VIII
Jam : 12:34
Suhu di lapang : 32,8 °C
Koordinat : x 106,76505 ; y -6,534417
Ketinggian : 167,2 mdpl
11 Tanggal : 05-07-2022 VI VI
Jam : 09:09
Suhu di lapang : 36 °C
Koordinat : x 106,72772 ; y -6,553538
Ketinggian : 196,3 mdpl
12 Tanggal : 05-07-2022 V V
Jam : 10:22
Suhu di lapang : 28,6 °C
Koordinat : x 106,73769 ; y -6,576295
Ketinggian : 211,6 mdpl
13 Tanggal : 05-07-2022 VI VI
Jam : 10:48
Suhu di lapang : 31,1 °C
Koordinat : x 106,76565 ; y -6,580337
Ketinggian : 107 mdpl
14 Tanggal : 05-07-2022 VIII VIII
Jam : 11:04
Suhu di lapang : 32,5 °C
Koordinat : x 106,77889 ; y -6,582195
Ketinggian : 243,4 mdpl
15 Tanggal : 05-07-2022 VI VI
Jam : 11:15
Suhu di lapang : 32,3 °C
Koordinat : x 106,78692 ; y -6,582962
Ketinggian : 258,3 mdpl
16 Tanggal : 05-07-2022 VI VI
Jam : 11:22
Suhu di lapang : 31,9 °C
Koordinat : x 106,79702 ; y -6,586649
Ketinggian : 261,8 mdpl
17 Tanggal : 05-07-2022 VII VII
Jam : 11:35
Suhu di lapang : 31,4 °C
Koordinat : x 106,79796 ; y -6,589292
Ketinggian : 247,9 mdpl
18 Tanggal : 05-07-2022 VII VII
Jam : 11:45
Suhu di lapang : 32 °C
96
Kelas Suhu
Permukaan Dokumentasi
Plot Keterangan Pada
Kenampakan Di
Di Lapangan
Peta
LST Lapang
Koordinat : x 106,80332 ; y -6,593285
Ketinggian : 268,6 mdpl
19 Tanggal : 05-07-2022 VI VI
Jam : 11:56
Suhu di lapang : 32 °C
Koordinat : x 106,81039 ; y -6,608395
Ketinggian : 286,2 mdpl
20 Tanggal : 05-07-2022 V V
Jam : 12:23
Suhu di lapang : 33 °C
Koordinat : x 106,691246 ; y -6,567596
Ketinggian : 216,5 mdpl
21 Tanggal : 06-07-2022 VI VI
Jam : 09:52
Suhu di lapang : 29,3 °C
Koordinat : x 106,68609 ; y -6,587907
Ketinggian : 246,9 mdpl
22 Tanggal : 06-07-2022 V V
Jam : 10:01
Suhu di lapang : 28,7 °C
Koordinat : x 106,684845 ; y -6,616098
Ketinggian : 380,3 mdpl
23 Tanggal : 06-07-2022 V V
Jam : 10:15
Suhu di lapang : 27,7 °C
Koordinat : x 106,68469 ; y -6,654155
Ketinggian : 605,3 mdpl
24 Tanggal : 06-07-2022 IV IV
Jam : 10:36
Suhu di lapang : 26,3 °C
Koordinat : x 106,68915 ; y -6,676065
Ketinggian : 780,1 mdpl
25 Tanggal : 06-07-2022 I I
Jam : 10:53
Suhu di lapang : 26,3 °C
Koordinat : x 106,691765 ; y -6,662406
Ketinggian : 642,5 mdpl
26 Tanggal : 06-07-2022 III III
Jam : 11:11
Suhu di lapang : 26,5 °C
Koordinat : x 106,70515 ; y -6,659715
Ketinggian : 630,1 mdpl
27 Tanggal : 06-07-2022 III III
Jam : 11:19
Suhu di lapang : 26,7 °C
97
Kelas Suhu
Permukaan Dokumentasi
Plot Keterangan Pada
Kenampakan Di
Di Lapangan
Peta
LST Lapang
Koordinat : x 106,71677 ; y -6,660328
Ketinggian : 672,8 mdpl
28 Tanggal : 06-07-2022 III III
Jam : 11:34
Suhu di lapang : 26 °C
Koordinat : x 106,72368 ; y -6,662046
Ketinggian : 647,6 mdpl
29 Tanggal : 06-07-2022 III III
Jam : 11:43
Suhu di lapang : 26,3 °C
Koordinat : x 106,73543 ; y -6,657785
Ketinggian : 674,5 mdpl
30 Tanggal : 06-07-2022 V V
Jam : 12:08
Suhu di lapang : 30 °C
Koordinat : x 106,75887 ; y -6,649462
Ketinggian : 525,9 mdpl
31 Tanggal : 06-07-2022 VI VII
Jam : 12:33
Suhu di lapang : 25,9 °C
Koordinat : x 106,73593 ; y -6,559117
Ketinggian : 192,4 mdpl
32 Tanggal : 07-07-2022 VIII VIII
Jam : 09:41
Suhu di lapang : 32,3 °C
Koordinat : x 106,7353 ; y -6,568322
Ketinggian : 195,8 mdpl
33 Tanggal : 07-07-2022 V V
Jam : 10:07
Suhu di lapang : 30,6 °C
Koordinat : x 106,74881 ; y -6,579242
Ketinggian : 212,9 mdpl
34 Tanggal : 07-07-2022 V V
Jam : 10:13
Suhu di lapang : 30,7 °C
Koordinat : x 106,75936 ; y -6,589932
Ketinggian : 229 mdpl
35 Tanggal : 07-07-2022 VIII VIII
Jam : 10:19
Suhu di lapang : 32,4 °C
Koordinat : x 106,761894 ; y -6,602006
Ketinggian : 263,3 mdpl
36 Tanggal : 07-07-2022 VIII VIII
Jam : 10:24
Suhu di lapang : 32,6 °C
98
Kelas Suhu
Permukaan Dokumentasi
Plot Keterangan Pada
Kenampakan Di
Di Lapangan
Peta
LST Lapang
Koordinat : x 106,77648 ; y -6,60208
Ketinggian : 277,1 mdpl
37 Tanggal : 07-07-2022 VIII VIII
Jam : 10:31
Suhu di lapang : 32,6 °C
Koordinat : x 106,78084 ; y -6,60373
Ketinggian : 276,9 mdpl
38 Tanggal : 07-07-2022 VII VII
Jam : 10:36
Suhu di lapang : 31,7 °C
Koordinat : x 106,78189 ; y -6,613003
Ketinggian : 279,5 mdpl
39 Tanggal : 07-07-2022 VII VIII
Jam : 10:40
Suhu di lapang : 32,3 °C
Koordinat : x 106,79141 ; y -6,611407
Ketinggian : 292,6 mdpl
40 Tanggal : 07-07-2022 VII VII
Jam : 10:45
Suhu di lapang : 31,7 °C
Koordinat : x 106,79715 ; y -6,60874
Ketinggian : 280,3 mdpl
41 Tanggal : 07-07-2022 VIII VIII
Jam : 10:54
Suhu di lapang : 33,4 °C
Koordinat : x 106,804855 ; y -6,610025
Ketinggian : 304,7 mdpl
42 Tanggal : 07-07-2022 VIII VIII
Jam : 11:07
Suhu di lapang : 33,2 °C
Koordinat : x 106,81914 ; y -6,617947
Ketinggian : 318,9 mdpl
43 Tanggal : 07-07-2022 VIII VIII
Jam : 11:31
Suhu di lapang : 33,9 °C
Koordinat : x 106,82838 ; y -6,62365
Ketinggian : 336,6 mdpl
44 Tanggal : 07-07-2022 VII VIII
Jam : 11:38
Suhu di lapang : 32,6 °C
Koordinat : x 106,819756 ; y -6,610837
Ketinggian : 336,3 mdpl
45 Tanggal : 07-07-2022 VI VI
Jam : 11:44
Suhu di lapang : 30,9 °C
99
Kelas Suhu
Permukaan Dokumentasi
Plot Keterangan Pada
Kenampakan Di
Di Lapangan
Peta
LST Lapang
Koordinat : x 106,83445 ; y -6,617638
Ketinggian : 326,6 mdpl
46 Tanggal : 07-07-2022 VI VIII
Jam : 11:54
Suhu di lapang : 32,5 °C
Koordinat : x 106,838974 ; y -6,604378
Ketinggian : 292,5 mdpl
47 Tanggal : 07-07-2022 VI VI
Jam : 11:59
Suhu di lapang : 30,8 °C
Koordinat : x 106,83914 ; y -6,59339
Ketinggian : 257,1 mdpl
48 Tanggal : 07-07-2022 IV IV
Jam : 12:03
Suhu di lapang : 28,8 °C
Koordinat : x 106,85515 ; y -6,590145
Ketinggian : 258,3 mdpl
49 Tanggal : 07-07-2022 III IV
Jam : 12:13
Suhu di lapang : 28,8 °C
Koordinat : x 106,857414 ; y -6,58006
Ketinggian : 216,9 mdpl
50 Tanggal : 07-07-2022 IV V
Jam : 12:18
Suhu di lapang : 29,5 °C
Koordinat : x 106,860664 ; y -6,568819
Ketinggian : 201,4 mdpl
51 Tanggal : 07-07-2022 VI VIII
Jam : 12:23
Suhu di lapang : 30,8 °C
100
= 80,39 %
101
Lampiran 5. Peta intensitas dan distribusi urban heat island wilayah Kota
Bogor dan diperluas hingga lima kilometer dari batas Kota Bogor
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
BIODATA PENULIS
***