Anda di halaman 1dari 128

ANALISIS FENOMENA URBAN HEAT ISLAND PERMUKAAN

WILAYAH BOGOR
(Studi Kasus Kota dan Kabupaten Bogor)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan


Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh
Dede Surya Atmaja
NIM 11180150000004

PROGRAM STUDI TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2022 M / 1443 H
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Analisis Fenomena Urban Heat Island Permukaan Wilayah Bogor


(Studi Kasus Kota dan Kabupaten Bogor)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan


Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh
Dede Surya Atmaja
NIM 11180150000004

Yang mengesahkan,
Dosen Pembimbing Skripsi I Dosen Pembimbing Skripsi II

Dr. Sodikin, S.Pd., M.Si., M.P.W.K. Syairul Bahar, M.Pd.


NIP. 198702222022031002 NIP. 1989012320190301011

PROGRAM STUDI TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2022 M / 1443 H

i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi berjudul Analisis Fenomena Urban Heat Island Permukaan Wilayah


Bogor (Studi Kasus Kota dan Kabupaten Bogor) disusun oleh Dede Surya
Atmaja, NIM. 11180150000004, Program Studi Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya
ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang
ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, 11 Juli 2022

Yang mengesahkan,
Dosen Pembimbing Skripsi I Dosen Pembimbing Skripsi II

Dr. Sodikin, S.Pd., M.Si., M.P.W.K. Syairul Bahar, M.Pd.


NIP. 198702222022031002 NIP. 1989012320190301011

ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI

Skripsi berjudul Analisis Fenomena Urban Heat Island Permukaan Wilayah


Bogor (Studi Kasus Kota dan Kabupaten Bogor) disusun oleh Dede Surya
Atmaja, NIM. 11180150000004, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah
dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 11 Agustus 2022 di
hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan (S.Pd) dalam Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial.

Jakarta, 11 Agustus 2022

Panitia Ujian Munaqasah

Tanggal Tanda Tangan


Ketua Sidang (Kepala Program Studi Tadris
Ilmu Pengetahuan Sosial)
Dr. Iwan Purwanto, M.Pd.
NIP. 19730424 200801 1 012 16-8-2022 ____________

Sekretaris Sidang (Sekretaris Program Studi


Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial)
Andri Noor Ardiansyah, M.Si.
NIP. 19840312 201503 1 002 16-8-2022 ____________

Dosen Penguji I
Andri Noor Ardiansyah, M.Si.
NIP. 19840312 201503 1 002 16-8-2022 ____________

Dosen Penguji II
Neng Sri Nuraeni, M.Pd.
NIDN. 20050588801 16-8-2022 ____________

Mengetahui
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Dr. Sururin, M.Ag.


NIP. 19710319 199803 2 001

iii
LEMBAR PERNYATAAN UJI REFERENSI

Seluruh referensi yang digunakan dalam penelitian yang berjudul “Analisis


Fenomena Urban Heat Island Permukaan Wilayah Bogor (Studi Kasus Kota
dan Kabupaten Bogor)” yang disusun oleh:

Nama : Dede Surya Atmaja


NIM : 11180150000004
Program Studi : Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Telah diuji kebenaran oleh Dosen Pembimbing pada 11 Juli 2022.

Yang menguji,

Penguji I Penguji II

Dr. Sodikin, S.Pd., M.Si., M.P.W.K. Syairul Bahar, M.Pd.


NIP. 198702222022031002 NIP. 1989012320190301011

iv
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

Saya yang bertandatangan di bawah ini,

Nama : Dede Surya Atmaja


Tempat/ Tgl.Lahir : Bogor, 15 Februari 2001
NIM : 11180150000004
Program Studi : Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial
Judul Skripsi : Analisis Fenomena Urban Heat Island Permukaan
Wilayah Bogor (Studi Kasus Kota dan Kabupaten
Bogor)

Dosen Pembimbing : 1. Dr. Sodikin, S.Pd., M.Si. M.P.W.K.


2. Syairul Bahar, M.Pd.

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya
sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.

Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.

Jakarta, 9 Juli 2022


Mahasiswa Ybs.

Dede Surya Atmaja


NIM. 11180150000004

v
ABSTRAK

Dede Surya Atmaja (11180150000004): Analisis Fenomena Urban Heat Island


Permukaan Wilayah Bogor (Studi Kasus Kota dan Kabupaten Bogor).
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan distribusi dan
perbandingan suhu permukaan serta untuk mengetahui pengaruh luas area
perhitungan terhadap intensitas UHI di wilayah Kota dan Kabupaten Bogor.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan jenis penelitian deskriptif
dengan memanfaatkan data Citra Landsat 8 OLI-TIRS akuisisi 11 Mei 2021. Citra
diolah dan diekstraksi menggunakan perangkat lunak QGIS untuk menghasilkan
peta LST, mengetahui luas area, mengidentifikasi profil suhu permukaan, dan
melakukan analisis perhitungan UHI. Uji akurasi suhu permukaan pada peta LST
dilakukan dengan ground check. Perhitungan UHI dilakukan di 11 area yaitu
wilayah Kota Bogor tanpa diperluas dan area Kota Bogor yang diperluas sampai 5
km dengan rentang 0,5 km. Analisis regresi linear sederhana dilakukan antara luas
area perhitungan (x) terhadap intensitas UHI (y). Hasil penelitian menunjukkan
Kota Bogor menjadi pusat fenomena UHI di wilayah Bogor. Kota Bogor
didominasi suhu permukaan kelas VIII sedangkan Kabupaten Bogor didominasi
suhu permukaan kelas I. Hasil uji akurasi pada peta LST sebesar 80,39%.
Berdasarkan analisis perhitungan intensitas UHI di area perhitungan terbatas
wilayah Kota Bogor, intensitas UHI wilayah ini sebesar 4,11°C; dan intensitas
UHI area perhitungan Kota Bogor yang diperluas 5 km sebesar 4,29°C. Analisis
regresi linear sederhana antara luas area perhitungan dan intensitas UHI
didapatkan persamaan Y = 4,268 + 0,00001056X; nilai R Square sebesar 0,103;
nilai thitung 1,016 dan ttabel 2,201 itu berarti thitung < ttabel; serta nilai Sig. sebesar
0,677 > 0,050. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada pengaruh
signifikan antara luas area perhitungan terhadap intensitas UHI.
Kata kunci: intensitas UHI, pulau panas perkotaan, suhu permukaan lahan.

vi
ABSTRACT

Dede Surya Atmaja (11180150000004): Analysis of Surface Urban Heat Island


Phenomenon on Bogor Region (Case Study of Bogor City and Regency).
This study aims to describe the distribution and comparison of surface
temperatures and to determine the effect of the calculated area on the UHI
intensity in the City and District of Bogor. This research uses a quantitative
approach and a descriptive type of research by utilizing Landsat 8 OLI-TIRS
image data acquired on 11 May 2021. The images are processed and extracted
using QGIS software to produce LST maps, determine the area, identify surface
temperature profiles, and perform UHI calculation analysis. The surface
temperature accuracy test on the LST map is carried out with a ground check.
UHI calculations were carried out in 11 areas, namely the Bogor City area
without being expanded and the Bogor City area being expanded to 5 km with a
range of 0.5 km. Simple linear regression analysis was carried out between the
calculation area (x) and the UHI intensity (y). The results showed that the city of
Bogor became the center of the UHI phenomenon in the Bogor area. Bogor City
is dominated by surface temperature class VIII, while Bogor Regency is
dominated by surface temperature class I. The results of the accuracy test on the
LST map are 80.39%. Based on the analysis of the UHI intensity calculation in
the limited calculation area of the Bogor City area, the UHI intensity in this area
is 4.11°C; and the UHI intensity of the calculation area of Bogor City which is
expanded by 5 km is 4.29°C. Simple linear regression analysis between the
calculation area and UHI intensity obtained the equation Y = 4.268 +
0.00001056X; R Square value of 0.103; the value of tcount is 1.016 and ttable is
2.201, it means that tcount < ttable; as well as the value of Sig. of 0.677 > 0.050.
So it can be concluded that there is no significant effect between the area of the
calculation on the intensity of UHI.

Keyword: land surface temperature, UHI intensity, urban heat island

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesehatan jasmani dan rohani serta waktu yang bermanfaat bagi penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
senantiasa terlimpahcurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada
keluarganya, para sahabatnya, hingga pada umatnya hingga akhir zaman. Aamiin.
Skripsi yang berjudul Analisis Fenomena Urban Heat Island Permukaan
Wilayah Perkotaan dan Pedesaan (Studi Kasus Kota dan Kabupaten Bogor) ini
diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada
program studi Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis
menyadari bahwa karya ini dapat terselesaikan berkat bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Lubis, Lc., MA. selaku Rektor UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Sururin, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Tadris Ilmu
Pengetahuan Sosial.
4. Bapak Andri Noor Ardiansyah, M.Si. selaku Sekretaris Program Studi Tadris
Ilmu Pengetahuan Sosial.
5. Bapak Dr. Sodikin, S.Pd., M.Si., M.P.W.K. dan Bapak Syairul Bahar, M.Pd.
selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan kritik dan saran
selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu dosen Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan
ilmunya kepada penulis selama proses perkuliahan. Semoga selalu diberikan
kesehatan dalam lindungan-Nya sehingga ilmu yang diberikan bermanfaat.
7. Bapak Sumaryono dan Ibu Yusmiati selaku kedua orang tua penulis dan
keluarga besar yang selalu berdoa dan senantiasa melimpahkan kasih sayang
untuk penulis.

viii
8. Saudari Novia Alfaini, S.K.Pm. selaku teman dekat yang selalu membantu
dalam proses diskusi, pencarian literatur, peninauan lokasi, pengambilan data,
serta penulisan sehingga terselesaikan skripsi ini.
9. Teman-teman seperjuangan selama kuliah dan penyusunan skripsi dalam satu
atap kos Barbar serta teman-teman PIPS angkatan 2018 khususnya kelas
geo18.
Semoga Allah SWT. memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua.
Kritik dan saran yang membangun terhadap karya ini akan diterima penulis
dengan senang hati demi perbaikan selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat dan menadi inspirasi bagi penulis-penulis selanjutnya. Hanya kepada
Allah SWT penulis serahkan segalanya.

Bogor, 9 Juli 2022

Dede Surya Atmaja

ix
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ......................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ......................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ........................................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN UJI REFERENSI ....................................................... iv
ABSTRAK ...................................................................................................................... vi
ABSTRACT .................................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................................... 6
C. Batasan Masalah .......................................................................................... 6
D. Rumusan Masalah ....................................................................................... 7
E. Tujuan Penelitian......................................................................................... 7
F. Manfaat Penelitian....................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 9
A. Fenomena Urban Heat Island ..................................................................... 9
B. UHI Permukaan ......................................................................................... 12
C. Menentukan Citra Satelit dalam Penginderaan Jauh ................................. 14
D. Mengekstrak Citra Landsat menjadi Land Surface Temperature ............. 18
E. Sistem Informasi Geografis untuk Mengolah Citra Landsat menjadi Land
Surface Temperature ................................................................................. 21
F. Pengaruh Luas Area Perhitungan terhadap Intensitas UHI ....................... 23
G. Penelitian Terdahulu yang Relevan ........................................................... 25
H. Kerangka Berpikir ..................................................................................... 27
I. Hipotesis Penelitian ................................................................................... 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 28
A. Lokasi dan Waktu Penelitian..................................................................... 28
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian ................................................................ 29
C. Bahan dan Alat Penelitian ......................................................................... 30
D. Variabel, Indikator dan Definisi Operasional Penelitian........................... 30
1. Sudut pandang kausal (sebab akibat) ........................................................... 31
2. Sudut pandang unit ukuran............................................................................ 31
E. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................ 31
F. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ....................................................... 32
G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ...................................................... 32
1. Membuat Peta Land Surface Temperature ................................................. 34
2. Perhitungan Urban Heat Island.................................................................... 42
3. Analisis Regresi Linear Sederhana .............................................................. 43

x
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 48
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ....................................................... 48
B. Hasil Penelitian ......................................................................................... 53
1. Land Surface Temperature Wilayah Kota Bogor ...................................... 53
2. Land Surface Temperature Wilayah Kabupaten Bogor ............................ 57
3. Urban Heat Island Permukaan di wilayah Bogor ...................................... 65
4. Pengaruh Luas Area Perhitungan terhadap Intensitas UHI di Wilayah Bogor . 72
C. Pembahasan Mengenai Fenomena Urban Heat Island Wilayah Bogor ... 75
D. Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 79
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 81
A. Kesimpulan................................................................................................ 81
B. Implikasi .................................................................................................... 81
C. Saran .......................................................................................................... 82
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 83
Buku .................................................................................................................. 83
Artikel Jurnal Ilmiah ......................................................................................... 83
Skripsi, Tesis, dan Disertasi .............................................................................. 85
Sumber Lainnya ................................................................................................ 85
LAMPIRAN................................................................................................................... 87
BIODATA PENULIS ................................................................................................ 113

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Suhu rata-rata di Indonesia tahun 1900 - 2009 ................................ 3


Gambar 1.2 Perbandingan populasi penduduk, luas wilayah, dan kepadatan
penduduk Kota dan Kabupaten Bogor tahun 2021.......................... 4
Gambar 2.1 Istoterm pada garis berkumpul di tengah-tengah pada kepadatan
bangunan yang tinggi. ................................................................... 10
Gambar 2.2 Faktor yang memengaruhi pembentukan UHI menurut Aguiar (2012).. 11
Gambar 2.3 Struktur vertikal spasial atmosfer kota pada (a) keseluruhan kota (skala
meso), (b) daerah penggunaan dan tutupan lahan (skala lokal) dan (c)
lembah jalan (skala mikro). Ketiga tipe UHI yang terhubung ke setiap
skala terletak pada area yang berwarna abu-abu (c) ............................ 12
Gambar 2.4 Garis tebal menunjukkan UHI permukaan (UHI Surface) dan garis putus-
putus menggambarkan suhu udara (UHI air) pada siang dan malam ...... 13
Gambar 2.5 Kenampakan lapangan baseball pada citra dengan resolusi spasial
30 meter ......................................................................................... 16
Gambar 2.6 Band spektral dan panjang gelombang untuk sensor Landsat ....... 17
Gambar 2.7 Garis waktu citra Landsat sejak 1972 hingga sekarang ................. 19
Gambar 2.8 Kerangka berpikir .......................................................................... 27
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian ................................................................... 28
Gambar 3.2 Alur tahapan pengolahan citra ....................................................... 34
Gambar 3.3 Ilustrasi identifikasi profil suhu permukaan .................................. 40
Gambar 4.1 Batas administrasi Kota Bogor ...................................................... 49
Gambar 4.2 Batas administrasi Kabupaten Bogor............................................. 52
Gambar 4.3 Land surface temperature wilayah Kota Bogor citra Landsat
OLI/TIRS akuisisi 11 Mei 2021 .................................................... 54
Gambar 4.4 Land surface temperature wilayah Kabupaten Bogor citra Landsat
8 OLI/TIRS akuisisi 11 Mei 2021 ................................................. 58
Gambar 4.5 Luas suhu permukaan kelas I Kabupaten Bogor berdasarkan urutan ...... 61
Gambar 4.6 Luas suhu permukaan kelas II Kabupaten Bogor berdasarkan urutan .... 61
Gambar 4.7 Luas suhu permukaan kelas III Kabupaten Bogor berdasarkan urutan ... 62
Gambar 4.8 Luas suhu permukaan kelas IV Kabupaten Bogor berdasarkan urutan ... 62
Gambar 4.9 Luas suhu permukaan kelas V Kabupaten Bogor berdasarkan urutan .... 63
Gambar 4.10 Luas suhu permukaan kelas VI Kabupaten Bogor berdasarkan urutan ... 63
Gambar 4.11 Luas suhu permukaan kelas VII Kabupaten Bogor berdasarkan urutan.. 64
Gambar 4.12 Luas suhu permukaan kelas VIII Kabupaten Bogor berdasarkan urutan 64
Gambar 4.13 Boks plot antara luas terhadap kelas suhu permukaan di Kota
Bogor (a) dan Kabupatan Bogor (b) .............................................. 65
Gambar 4.14 Profil suhu permukaan wilayah Bogor berdasarkan LST Citra
Landsat 8 OLI/TIRS akuisisi 19 Mei 2021 ................................... 67
Gambar 4.15 Peta intensitas dan distribusi urban heat island wilayah Kota Bogor dan
diperluas hingga lima kilometer dari batas Kota Bogor. ......................... 70
Gambar 4.16 Perbandingan luas area UHI dan Non-UHI di Kota Bogor ........... 71
Gambar 4.17 Normal P-P Plot of regression standardized ................................ 74

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Kondisi suhu di Kota dan Kabupaten Bogor tahun 2021 ....................... 5
Tabel 2.1 Spesifikasi Band 8-9 OLI/TIRS ........................................................... 19
Tabel 2.2 Penelitian terdahulu yang relevan ........................................................ 26
Tabel 3.1 Waktu penelitian................................................................................... 28
Tabel 3.2 Konsep, indikator, variabel, dan definisi operasional penelitian ......... 31
Tabel 3.3 Data sekunder, sumber data, dan teknik pengumpulan data ................ 32
Tabel 3.5 Data yang diisi pada tabel reclassify by table ...................................... 39
Tabel 3.4 Kelas suhu permukaan pada peta LST ................................................. 40
Tabel 3.6 Kelas UHI pada peta persebaran dan distribusi UHI ........................... 43
Tabel 4.1 Luas wilayah, jumlah penduduk, dan kepadatan penduduk berdasarkan
kecamatan di Kota Bogor 2021 ............................................................ 49
Tabel 4.2 Kondisi iklim Kota Bogor tahun 2021 ................................................. 50
Tabel 4.3 Luas wilayah, jumlah penduduk, dan kepadatan penduduk berdasarkan
kecamatan di Kabupaten Bogor 2021 ................................................... 51
Tabel 4.4 Kondisi iklim Kabupaten Bogor tahun 2021 ........................................ 53
Tabel 4.5 Luas land surface temperature wilayah Kota Bogor berdasarkan kecamatan 55
Tabel 4.6 Luas Land surface temperature wilayah Kab Bogor berdasarkan kecamatan 59
Tabel 4.7 Perhitungan intensitas UHI Bogor ....................................................... 69
Tabel 4.8 Luas intensitas urban heat island berdasarkan kelas ........................... 71
Tabel 4.9 Hasil uji regresi linear sederhana antara luas area perhitungan (x)
terhadap intensitas UHI (y) di wilayah Bogor ...................................... 73
Tabel 4.10 Hasil uji asumsi klasik pada data variabel luas area perhitungan (x)
dan intensitas UHI (y) di wilayah Bogor .............................................. 74

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel-tabel hasil perhitungan regresi linear menggunakan IBM


SPSS Statistics ................................................................................. 88
Lampiran 2. Tabel-tabel hasil perhitungan uji asumsi klasik menggunakan SPSS ..... 89
Lampiran 3. Boks plot antara luas terhadap kelas suhu permukaan di Kota Bogor
(a) dan Kabupatan Bogor (b) ........................................................... 92
Lampiran 4. Hasil ground check uji akurasi suhu permukaan ............................ 93
Lampiran 5. Peta intensitas dan distribusi urban heat island wilayah Kota Bogor
dan diperluas hingga lima kilometer dari batas Kota Bogor ......... 101
Lampiran 6. Surat Bimbingan Skripsi ............................................................... 112

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Fenomena panas di suatu kota tidak lepas dari proses urbanisasi yang
berlangsung di kota itu sendiri. Sebelum kota-kota besar di dunia terbentuk
seperti saat ini dahulu manusia mula-mula berpindah dari satu tempat ke
tempat lain berdasarkan dorongan naluri saja, hingga akhirnya dilakukan
dengan kesadaran1. Suatu tempat awalnya dihuni oleh kelompok kecil
sederhana, kemudian berkembang menjadi pemukiman yang semakin
kompleks hingga membentuk morfologi kota2.
Saat ini tempat tinggal manusia terus terkonsentrasi di wilayah perkotaan.
Menurut para peneliti yang diterbitkan oleh Proceedings of the National
Academy of Sciences, ratusan juta orang di dunia telah pindah dari desa ke
kota selama 40 tahun terakhir. Wilayah kota menampung lebih dari setengah
jumlah penduduk dunia saat ini3. Di Indonesia saja, tercatat sebanyak 56,7 %
penduduknya yang tinggal di wilayah perkotaan pada 2020, dan diprediksi
akan terus meningkat hingga 66,6 % pada 20354. Fasilitas perkotaan yang
mendukung dan memadai membuat pusat kota memiliki daya tarik tersendiri
bagi penduduk di luar perkotaan. Dilihat dari sektor ekonomi, wilayah
perkotaan di Indonesia jauh lebih produktif ketimbang desa. Tahun 2020
wilayah perkotaan di Indonesia menyumbang sebesar 86 % dari total PDB
nasional, sedangkan sisanya berasal dari desa5. Hal tersebut menunjukkan
dominasi wilayah perkotaan dari sisi populasi maupun sektor ekonomi.

1
N. Daldjoeni, Geografi Manusia (Yogyakarta: Ombak, 2020), 44.
2
Sugiono Soetomo, Urbanisasi dan Morfologi: Proses Perkembangan Peradaban dan
Wadah Ruangnya Menuju Ruang Yang Manusiawi (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), 44-45.
3
Rizky Suryarandika dan Dwi Murdaningsih, Paparan Panas Perkotaan Naik 3 kali
Lipat di Dunia, (Republika.co.id, 2021), https://www.republika.co.id/berita/r0hwvg368/paparan-
panas-perkotaan-naik-3-kali-lipat-di-dunia
4
Badan Pusat Statistik, Persentase Penduduk Daerah Perkotaan menurut Provinsi, 2010-
2035. (BPS, 2020), https://www.bps.go.id/statictable/2014/02/18/1276/persentase-penduduk-
daerah-perkotaan-menurut-provinsi-2010-2035.html
5
CNN Indonesia, Kemendes Akui Ekonomi Desa Masih Tertinggal Kota, (CNN
Indonesia, 2020), https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20201028123928-532-
563671/kemendes-akui-ekonomi-desa-masih-tertinggal-dari-kota

1
2

Kota sebagai mesin ekonomi menimbulkan masalah-masalah yang luas


termasuk kerusakan ekologis6. Urbanisasi mendorong terjadinya alih fungsi
lahan terus menerus di wilayah perkotaan. Proses urbanisasi di perkotaan yang
terus menggerus lahan bervegetasi baik berupa sawah, tegalan, atau ladang
berimplikasi pada kondisi cuaca dan iklim lokal di perkotaan. Tutupan lahan
di wilayah perkotaan dipenuhi oleh lahan terbangun, sedangkan wilayah desa
atau sub-urban perkotaan masih banyak lahan nonterbangun dan ditutupi
vegetasi yang rapat. Perbedaan karakteristik wilayah antara desa dan kota
tersebut menjadikan suhu di wilayah perkotaan lebih tinggi atau lebih hangat
ketimbang di desa. Fenomena tersebut didefinisikan sebagai urban heat island
(UHI) atau pulau panas perkotaan.
Menurut Oke dalam Fawzi konsep dasar UHI ialah interaksi energi termal
dari matahari yang diterima objek di permukaan bumi memberi level termal
yang berbeda antara desa dan kota akibat perbedaan konduktivitas termalnya 7.
Dengan kata lain suhu udara semakin turun bila semakin jauh dari pusat kota.
Disebut pulau karena distribusi suhu permukaan lebih tinggi ketimbang
sekitarnya, posisi panas berada di tengah-tengah kota sehingga tampak seperti
pulau bila dipetakan.
Suhu panas perkotaan yang tinggi dapat memengaruhi kualitas udara,
penggunaan energi, kesehatan, perubahan iklim, hingga masalah pertanian8.
Tingkat kenyamanan penduduk di perkotaan juga ikut berkurang seiring
meningkatnya panas perkotaan9. Dampak lain juga pada produktivitas orang
yang bekerja dan menghasilkan output ekonomi yang lebih rendah akibat
paparan panas perkotaan di dunia yang saat ini naik hingga tiga kali lipat sejak
1980-an10. Hal ini menunjukkan bagaimana suhu panas memengaruhi keber-
langsungan hidup manusia khususnya masyarakat di wilayah perkotaan.

6
Sugiono Soetomo, Urbanisasi dan Morfologi (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), 55.
7
Oke (1982) dalam Nurul Ihsan Fawzi “Mengukur Urban Heat Island Menggunakan
Penginderaan Jauh, Kasus di Kota Yogyakarta”. Majalah Ilmiah Globe 19, no.2 (2017): 196.
8
Lai dan Cheng (2009); Ng dan Ren, (2017); Road dkk., (2010); Skelhorn dkk., (2016);
Stone dkk., (2010); Tan dkk., (2010); McLeod dkk. dalam Ibid., Nurul Ihsan Fawzi: 196.
9
Sobri Effendy, “Keterkaitan Ruang Terbuka Hijau dengan Urban Heat Island Wilayah
Jabotabek”. (Disertasi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2007), 85.
10
Rizky Suryarandika dan Dwi Murdaningsih, Paparan Panas Perkotaan Naik 3 kali
Lipat di Dunia, (Republika.co.id, 2021), https://www.republika.co.id/berita/r0hwvg368/paparan-
panas-perkotaan-naik-3-kali-lipat-di-dunia
3

Peningkatan suhu juga terjadi di Indonesia dari tahun ke tahun. Menurut


Edvin dalam Utomo, peningkatan paling terasa terjadi di kota-kota besar di
Indonesia. Climate Data World Bank dalam Utomo menunjukkan keadaan
suhu di Indonesia dari rentang tahun 1900 hingga 2009. Suhu terendah
sepanjang tahun rata-rata antara tahun 1900 – 1930 adalah 24,6 °C, meningkat
1,3 °C pada tahun 1990 – 2009 menjadi sebesar 25,9 °C. Suhu tertinggi
mengalami peningkatan 0,9 °C antara tahun 1900 – 1930 dan 1990 – 2009,
dari yang sebelumnya 25,4 °C menjadi 16,5 °C11. Data suhu rata-rata di
Indonesia menurut Climate Data World Bank dalam Utomo dapat dilihat pada
Gambar 1.1.
27
26,5
26,2
25,9
26
Derajat Celsius

25,4 25,4

25 24,6
Suhu Terendah
Suhu Tertinggi
24

23
1900-1930 1960-1990 1990-2009
Tahun

Sumber: Climate Data World Bank dalam Utomo (2014)


Gambar 1.1 Suhu rata-rata di Indonesia tahun 1900 - 2009

Keadaan suhu kota-kota di Indonesia salah satunya dapat diketahui dari


hasil penelitian mengenai UHI dengan melihat intensitasnya. Intensitas UHI
menggambarkan seberapa hangat wilayah terjadinya UHI ketimbang yang
tidak dalam besaran suhu. Intensitas UHI sangat ditentukan oleh variasi suhu
yang ada pada suatu luasan area perhitungan tertentu. Seperti penelitian yang
dilakukan Fawzi di Kota Yogyakarta. Penelitian Fawzi tahun 2017
menunjukkan adanya perbedaan intensitas UHI pada perhitungan yang
dilakukan di area Kota Yogyakarta saja dengan perhitungan yang melibatkan
pedesaan di sekitar Kota Yogyakarta. Area pedesaan yang dimaksud ialah
desa-desa yang ada di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Perhitungan
pertama didapatkan intensitas UHI maksimal sebesar 2,5 °C, sedangkan
11
Yunanto Wiji Utomo, Kota-kota di Indonesia Memanas, (Kompas.com, 2014),
https://sains.kompas.com/read/2014/05/09/1823276/Kota-kota.di.Indonesia.Memanas?page=all
4

perhitungan intensitas UHI yang melibatkan pedesaan mencapai 3,2 °C.


Intensitas dan distribusi UHI ikut meningkat seiring perluasan area yang
diukur12. Berangkat dari penelitian Fawzi yang melibatkan wilayah pedesaan,
peneliti tertarik untuk melihat lebih lanjut bagaimana luas area perhitungan
memengaruhi intensitas UHI di wilayah kajian yang berbeda. Peneliti tertarik
untuk mengkaji hal serupa dengan Fawzi di wilayah Bogor dengan melibatkan
wilayah desa di Kabupaten Bogor dan Kota Bogor.
Sebagaiama diketahui, Kota Bogor merupakan kota penyangga ibukota13
yang menjadi tempat terkonsentrasinya penduduk dari daerah suburban
perkotaan di sekitarnya, terutama wilayah Metropolitan Jabodetabekpunjur14.
Jumlah penduduk Kota Bogor mencapai 1.052.359 jiwa dan kepadatan
penduduk di angka 8.881 jiwa/km2 pada tahun 202115. Adapun Kabupaten
Bogor merupakan wilayah yang mengelilingi Kota Bogor. Wilayahnya lebih
luas dibanding Kota Bogor dengan populasi penduduk sebanyak 5.489.536
jiwa pada 2021. Namun kepadatan penduduk Kabupaten Bogor lebih rendah
ketimbang Kota Bogor yakni 1.838 jiwa per kilometer16. Perbandingan
populasi, luas wilayah, dan kepadatan penduduk menurut Badan Pusat
Statistik (BPS) dapat dilihat pada Gambar 1.2.

1.052.359
Populasi Penduduk (jiwa) 5.489.536
118,5 Kota Bogor
Luas Wilayah (km2) 2.986,2
Kabupaten Bogor

Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) 8.881 1.838

Sumber: BPS Kota Bogor dan Kabupaten Bogor (2022)


Gambar 1.2 Perbandingan populasi penduduk, luas wilayah, dan kepadatan penduduk Kota
dan Kabupaten Bogor tahun 2021

12
Nurul Ihsan Fawzi, “Pemetaan Emisivitas Permukaan menggunakan Indeks Vegetasi’,
Majalah Ilmiah Globe 16, no.2 (2014): 196.
13
Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah, Profil Kota Bogor,
http://perkotaan.bpiw.pu.go.id/v2/kota-besar/19.
14
Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Puncak, Cianjur terdiri dari 191 kecamatan yang
berasal dari 10 kota dan 4 kabupaten. Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah, Metropolitan
Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Puncak, Cianjur,
http://perkotaan.bpiw.pu.go.id/v2/metropolitan/3
15
Badan Pusat Statistik, Kota Bogor Dalam Angka 2022, (BPS Kota Bogor, 2022). 35-
36.
16
Badan Pusat Statistik, Kabupaten Bogor Dalam Angka 2022, (BPS Kabupaten Bogor,
2022). 55-58.
5

Secara umum, dalam publikasi tahunan BPS kota dalam angka


menunjukkan kondisi suhu rata-rata tiap bulan yang berbeda antara wilayah
Kota Bogor dan Kabupaten Bogor pada tahun 2021. Suhu rata-rata tiap bulan
di Kota Bogor berkisar 24,6 – 26,8 °C dengan suhu terendah 19,3 – 21,5 °C
dan suhu tertinggi 31,9 – 34,2 °C17. Adapun suhu rata-rata tiap bulan di
Kabupaten Bogor berkisar 20,5 – 22,6 °C dengan suhu terendah 16,0 – 18,4
°C dan suhu tertinggi 26,6 – 29,0 °C18. Perbandingan kondisi suhu antara Kota
Bogor dan Kabupaten Bogor pada tahun 2021 menurut BPS ditunjukkan pada
Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Kondisi suhu di Kota dan Kabupaten Bogor tahun 2021
Wilayah Suhu rata-rata (°C) Suhu terendah (°C) Suhu tertinggi (°C)
Kota Bogor 24,6 26,8 19,3 21,5 31,9 34,2
Kabupaten Bogor 20,5 22,6 16,0 18,4 26,6 29,0
Sumber: BPS (2022)
Data pada Tabel 1.1 belum menunjukkan sebaran suhu yang terjadi di
Bogor. Sebaran suhu di Bogor dapat dilakukan penelitian mengenai UHI
untuk melihat perbandingan suhu antara Kota Bogor dan Kabupaten Bogor.
Beberapa penelitian mengenai UHI yang mengkaji di wilayah Bogor telah
dilakukan sebelumnya. Seperti penelitian Muharam19, Novianto20, Effendy21,
dan Tursilowati22. Namun penelitian-penelitian tersebut belum menentukan
nilai ambang batas UHI dalam perhitungannya. Ambang batas UHI
memberikan kejelasan nilai batasan antara yang terkena efek UHI dan yang
tidak. Besaran efek yang dihasilkan dari selisih nilai ambang batas terhadap
suhu maksimal ini yang disebut sebagai intensitas UHI.
Untuk itu penelitian UHI di wilayah Kota dan Kabupaten Bogor dengan
menetapkan nilai ambang batas penting dilakukan. Kemudian
mengelompokkan area terjadinya UHI dan non-UHI dengan nilai ambang
17
Badan Pusat Statistik, Kota Bogor Dalam Angka 2022, (BPS Kota Bogor, 2022). 10.
18
Badan Pusat Statistik, Kabupaten Bogor Dalam Angka 2022, (BPS Kabupaten Bogor,
2022). 11.
19
Fauzan Nafis Muharam, “Analisis Fenomena Urban Heat Island di Kota Bogor dengan
Pemanfaatan Teknologi Cloud Computing”. (Skripsi, Departemen Geofisika dan Meteorologi,
Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2021).
20
Adhitya Novianto, “Distribusi Spasial dan Temporal Urban Heat Island Wilayah
Bogor”. (Skripsi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2013).
21
Sobri Effendy, “Keterkaitan Ruang Terbuka Hijau dengan Urban Heat Island Wilayah
Jabotabek”. (Disertasi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2007).
22
Laras Tursilowati, “Pulau Panas Perkotaan Akibat Perubahan Tata Guna dan Penutup
Lahan di Bandung dan Bogor”, Jurnal Sains Dirgantara 3, no.1 (2005): 43-64.
6

batas tersebut. Tidak hanya menunjukkan adanya perbedaan suhu antara pusat
kota dan yang mendekati batas kota (secara administratif). Tapi juga
mengukur UHI di wilayah pedesaan Kabupaten Bogor. Supaya terlihat
wilayah mana saja yang memiliki suhu yang tinggi dan rendah. Oleh karena
itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian berjudul Analisis Fenomena
Urban Heat Island (UHI) Permukaan Wilayah Perkotaan dan Pedesaan
(Studi Kasus di Kota dan Kabupaten Bogor).

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, identifikasi masalah dalam penelitian
ini adalah:
1. Kota sebagai mesin ekonomi menimbulkan masalah kerusakan ekologis.
2. Suhu panas memengaruhi keberlangsungan hidup masyarakat perkotaan.
3. Pengukuran dengan metode in situ relatif tidak efektif ketimbang dengan
memanfaatkan penginderaan jauh dalam menggambarkan fenomena UHI.
4. Perhitungan UHI yang tidak menggambarkan perbandingan suhu antara
wilayah perkotaan dan pedesaan karena terbatas oleh batas kota itu sendiri.
5. Belum terdapat penelitian UHI di Bogor yang menentukan ambang batas
dalam perhitungan intensitas UHI.

C. Batasan Masalah
Agar masalah yang dikaji dalam penelitian ini tidak berkembang ke
masalah lainnya maka peneliti membatasi cakupan wilayah dan masalah
dalam penelitian ini mengingat terbatasnya waktu, tenaga, dan biaya. Cakupan
wilayah penelitian ini mengkaji wilayah Kota Bogor dan Kabupaten Bogor.
Adapun perhitungan UHI dilakukan di wilayah Kota Bogor dan pedesaan di
Kabupaten Bogor yang terbatas pada area lima kilometer dari batas wilayah
Kota Bogor. Batasan masalah dalam penelitian ini yakni perhitungan UHI
yang tidak menggambarkan perbandingan suhu antara wilayah perkotaan dan
pedesaan karena terbatas oleh batas kota itu sendiri serta belum terdapat
penelitian UHI di Bogor yang menentukan ambang batas dalam menentukan
intensitas UHI.
7

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah, maka pertanyaan rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana distribusi dan perbandingan suhu permukaan di wilayah Kota
dan Kabupaten Bogor?
2. Bagaimana pengaruh luas area perhitungan terhadap intensitas UHI di
wilayah Kota dan Kabupaten Bogor?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertanyaan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian
ini adalah untuk:
1. Menggambarkan distribusi dan perbandingan suhu permukaan di wilayah
Kota dan Kabupaten Bogor.
2. Mengetahui pengaruh luas area perhitungan terhadap intensitas UHI di
wilayah Kota dan Kabupaten Bogor.

F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu manfaat secara teoritis
dan manfaat secara praktis.
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan
dan pemikiran baru untuk dunia pendidikan yang semakin berkembang
dan praktisi keilmuan di bidang Geografi, Sistem Informasi Geografis,
Penginderaan Jauh, Perencanaan Wilayah, Klimatologi, khususnya kajian
mengenai fenomena UHI.
2. Manfaat praktis
a. Guru dan Siswa
Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan kontribusi
yang baik dalam bidang pendidikan. Penelitian ini bisa menjadi
referensi pendukung baik untuk guru maupun siswa pada mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, khususnya Geografi. Mengingat
materi sistem informasi geografis (SIG) dan penginderaan jauh (PJ)
menjadi salah satu kompetensi dasar yang temuat dalam kurikulum
nasional.
8

b. Masyarakat Bogor
Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan
pemahaman masyarakat di Kota dan Kabupatan Bogor dalam
memahami fenomena UHI.
c. Pemerintah
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pemerintah Kota dan
Kabupaten Bogor sebagai acuan dalam menyusun kebijakan
pembangunan wilayah perkotaan yang berwawasan lingkungan. Selain
itu juga diharapkan dapat menjadi pedoman bagi pihak-pihak terkait
dalam mengambil keputusan yang tepat.
d. Peneliti selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pembanding untuk
penelitian sejenis, baik penelitian yang sedang berlangsung maupun
yang akan dilakukan. Selain itu juga diharapkan dapat dikembangkan
dengan cara yang lebih baik oleh peneliti selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Fenomena Urban Heat Island


Pulau panas perkotaan atau populer dengan istilah urban heat island (UHI)
pertama kali dibahas oleh ahli meteorologi Luke Howard pada 1818. UHI
terjadi karena hasil dari energi termal matahari yang mengenai objek di
permukaan bumi sehingga ada interaksi di sana, ditambah dengan perbedaan
karakteristik desa dan kota maka timbul perbedaan konduktivitas termalnya 1.
Menurut Tursilowati, UHI dicirikan sebagai “pulau” udara permukaan panas
dengan temperatur yang terpusat di area urban dan semakin turun bila semakin
jauh ke daerah suburban2. Dengan kata lain, berbicara UHI berarti berbicara
soal adanya perbedaan besaran kemampuan menghantarkan energi termal dari
area urban ke suburban.
Dinamakan pulau panas karena garis isoterm di suatu wilayah tergambar
layaknya sebuah pulau. Suhu tertinggi terlihat berada di tengah-tengah
wilayah tersebut dibanding wilayah sekelilingnya apabila digambarkan secara
spasial3. Perbedaan tersebut yang menjadi indikasi terjadinya UHI, energi
panas yang tinggi terjadi di CBD sebagai pusat kota, kemudian turun secara
berangsur ke arah luar menjauh dari kota sampai desa4. Penyebutan pulau
didasarkan pada gambaran spasial garis isoterm di peta. Kemudian dapat
dikatakan suatu wilayah terjadi UHI apabila suhu tertinggi berada di pusat
kota yang padat bangunan dan berangsur rendah ke area suburban. Ilustrasi
yang menggambarkan isoterm seperti pulau dapat dilihat pada Gambar 2.1.

1
Oke (1982) dalam Nurul Ihsan Fawzi, “Mengukur Urban Heat Island Menggunakan
Penginderaan Jauh, Kasus di Kota Yogyakarta”. Majalah Ilmiah Globe 19, no.2 (2017): 196.
2
Laras Tursilowati, “Urban Heat Island dan Kontribusinya pada Perubahan Iklim dan
Hubungannya dengan Perubahan Lahan”. Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan
Perubahan Global, (2007): 89.
3
Voogt (2002) dalam Sobri Effendy, “Keterkaitan Ruang Terbuka Hijau dengan Urban
Heat Island Wilayah Jabotabek”. (Disertasi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor,
2007), 5.
4
Elvina Noviyanti, “Konsep Manajemen UHI (Urban Heat Island) di Kawasan CBD Kota
Surabaya (UP. Tunjungan)”. (Tesis, Jurusan Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Surabaya, 2016), 20

9
10

Sumber: Voogt (2002) dalam Novianto (2013)


Gambar 2.1 Istoterm pada garis berkumpul di tengah-tengah pada kepadatan bangunan yang
tinggi.

UHI dapat terjadi akibat campur tangan manusia yang disebut sebagai
panas antropogenik5. Panas tersebut dibebaskan dari pembakaran bahan bakar
fosil, AC dan sumber panas lainnya, dan karena panas yang tersimpan
kemudian dilepas-ulang oleh struktur perkotaan yang besar dan kompleks6.
Panas di pusat kota artinya sangat erat dengan aktivitas manusia di dalamnya.
Ditambah dengan terkonsentrasinya penduduk di kota yang berarti aktivitas
manusianya semakin tinggi.
UHI juga ditandai karena terdapat apa yang disebut impervious surface
(material kedap air). Material ini banyak ditemukan di berbagai permukaan
yang memiliki kapasitas menyimpan energi panas yang baik 7. Hal ini yang
menurut Novianto bahwa UHI dipicu pula oleh panas relatif material di
atasnya8. Tidak hanya faktor aktivitas manusia tapi UHI juga dipengaruhi oleh
jumlah material yang ada perkotaan.

5
Rizki Cholik Zulkarnain, “Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan terhadap Perubahan
Suhu Permukaan di Kota Surabaya”. (Skripsi, Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2016), 17.
6
Ghazanfari, dkk. (2009) dalam Elvina Noviyanti, “Konsep Manajemen UHI (Urban
Heat Island) di Kawasan CBD Kota Surabaya (UP. Tunjungan)”. (Tesis, Jurusan Arsitektur,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2016), 18.
7
Yuan dan Bauer (2007) dalam Handis Muzaky dan Lalu Muhamad Jaelani, “Analisis
Pengaruh Tutupan Lahan terhadap Distribusi Suhu Permukaan: Kajian Urban Heat Island di
Jakarta, Bandung, Surabaya”. Jurnal Penginderaan Jauh Indonesia 1, no.2 (2019): 46.
8
Adhitya Novianto, “Distribusi Spasial dan Temporal Urban Heat Island Wilayah
Bogor”. (Skripsi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2013),
6.
11

Noviyanti merangkum beberapa penelitian sebelum penelitiannya


mengenai aspek-aspek penyebab terjadinya UHI. Pertama menurut Wypych
penyebab UHI disebabkan karena penggunaan lahan, populasi penduduk,
adanya kegiatan industri dan transportasi oleh manusia, termasuk ukuran dan
kondisi struktur kota. Hal yang sama disampaikan menurut Juju, penyebabnya
karena material yang digunakan pada bangunan, gedung-gedung yang tinggi,
serta keadaan jalan baik panjang dan jenis perkerasan aspal. Adapun menurut
Gilang, selain karena gedung tinggi, pembakaran dan penggunaan energi
akibat urbanisasi, ada faktor kelembaban tanah yang kurang dan vegetasi yang
sedikit yang menyebabkan terjadinya UHI9.
Menurut Voogt dan Oke dalam Asmiwyati, dari sekian banyak faktor
pembentuk UHI, yang menjadi faktor penggerak utama adalah energi
matahari10. Adapun Aguiar dalam Asmiwyati membaginya menjadi faktor
yang dapat dikendalikan dan yang tidak dapat dikendalikan. Faktor yang dapat
dikendalikan terdiri dari dua yakni, (1) struktur kota, terdiri dari vegetasi,
material bangunan, dan geometri kota; (2) fungsi kota, terdiri dari panas
antropogenik dan polusi. Faktor yang tidak dapat dikendalikan yaitu waktu,
tutupan awan dan angin, serta klimatologi dan topografi seperti ditampilkan
pada Gambar 2.2.

Sumber: Aguiar (2012) dalam Asmiwyati (2018)


Gambar 2.2 Faktor yang memengaruhi pembentukan UHI menurut Aguiar (2012)

9
Sebastian Wypych (2003); Juju (2013); dan Gilang (2012) dalam Elvina Noviyanti,
“Konsep Manajemen UHI (Urban Heat Island) di Kawasan CBD Kota Surabaya (UP.
Tunjungan)”. (Tesis, Jurusan Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2016),
22
10
Voogt dan Oke (2003) dalam I G. A. A. Rai Asmiwyati. eds. Urban Heat Island;
Sebuah Tinjauan Pustaka. (Badung: Universitas Udayana, 2018), bab. 2, 14
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/7d4d6503d9cedbe30c31a6f82e42e000.pdf
12

B. UHI Permukaan
Secara umum UHI terbagi menjadi dua tipe dasar, pertama mengenai UCL
dan UBL (Urban Canopy Layer dan Urban Boundary Layer), kedua mengenai
Surface Urban Heat Island (SUHI) atau UHI permukaan11. Menurut Roth,
UCL, UBL, dan SUHI ialah sebagai berikut12: (1) UCL atau lapisan kanopi
UHI ditemukan di dalam atmosfer di bawah puncak bangunan dan pepohonan;
(2) UBL atau lapisan batas UHI merupakan fenomena lokal hingga skala meso
dan intensitasnya lebih rendah dibandingkan dengan yang diukur di lapisan
kanopi (~1,5 °C - 2 °C); dan (3) SUHI atau UHI permukaan ditentukan oleh
suhu permukaan yang meluas di seluruh permukaan tiga dimensi. Ini adalah
fenomena keseimbangan energi permukaan dan melibatkan semua aspek
perkotaan (jalan, dinding vertikal, atap, pohon, dll.). Perbedaan UCL, UBL,
dan SUHI disajikan pada Gambar 2.3.

Sumber : Oke dimodifikasi oleh Roth (2013)


Gambar 2.3 Struktur vertikal spasial atmosfer kota pada (a) keseluruhan kota (skala meso),
(b) daerah penggunaan dan tutupan lahan (skala lokal) dan (c) lembah jalan
(skala mikro). Ketiga tipe UHI yang terhubung ke setiap skala terletak pada
area yang berwarna abu-abu (c)

Penelitian ini mencoba menggambarkan UHI di wilayah Bogor pada


lapisan permukaan atau UHI permukaan. Menurut Voogt dan Oke dalam
Asmiwyati, UHI permukaan dapat dideteksi dengan menghitung estimasi LST

11
Voogt dan Oke (2003) dalam I G. A. A. Rai Asmiwyati, Ibid.,. 7.
12
M. Rooth. eds. Urban Heat Island. In Fernando, H.J.S., Handbook of Environmental
Fluid Dynamics, Volume Two. CRC Press/Taylor & Francis Group, LLC, 2013, 149.
13

(Land Surface Temperature)13. Meskipun suhu permukaan tidak sama dengan


suhu udara, namun suhu permukaan merupakan faktor penyebab utama suhu
dasar dan menjadi faktor penting dalam mengendalikan lingkungan termal
perkotaan. Suhu permukaan dalam fenomena skala mikro biasa dikenal Micro
Urban Heat Island (MUHI) dicirikan oleh permukaan UHI kecil terkait
dengan suhu struktur individu atau kelompok struktur14. Gambar 2.4
menggambarkan bagaimana hubungan antara suhu permukaan dan suhu udara
pada siang dan malam hari.

(a)

(b)

Sumber: Voogt (2002) dalam Novianto (2013)


Gambar 2.4 Garis tebal menunjukkan UHI permukaan (UHI Surface) dan garis putus-putus
menggambarkan suhu udara (UHI air) pada siang (a) dan malam (b)

Sejak pertengahan 1970-an sistem pengamatan satelit telah menyertakan


sensor TIR (thermal infrared) yang dapat memperkirakan LST pada citra15.
Instrumen TIR berbasis satelit, menjadikan studi mengenai UHI permukaan
berkembang pesat beberapa dekade terakhir, karena data telah terakumulasi
dan instrumen menjadi semakin canggih dalam hal resolusi spektral dan
spasial16.

13
Voogt dan Oke (2003) dalam I G. A. A. Rai Asmiwyati. eds. Urban Heat Island;
Sebuah Tinjauan Pustaka. (Badung: Universitas Udayana, 2018), bab. 2, h. 11.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/7d4d6503d9cedbe30c31a6f82e42e000.pdf
14
Mitchel (2011) dalam Ibid., 11.
15
I Gusti Agung Ayu Rai Asmiwyati, dkk., “Identifikasi Suhu Permukaan terhadap
Penutupan Lahan dari Landsat 8: Studi Kasus Kota Denpasar”, Jurnal Arsitektur Lansekap 6, no.2
(2020); dan I G. A. A. Rai Asmiwyati, Urban Heat Island; Sebuah Kajian Pustaka, (Universitas
Udayana, 2018).
16
Iain D. Stewart dan Gerald Mills, The Urban Heat Island A Guidebook. (Amsterdam:
Elsevier, 2021) 13-18.
14

Penelitian-penelitian mengenai UHI permukaan dengan memanfaat citra


satelit berbasis sensor TIR telah banyak dilakukan di kota-kota di Indonesia.
Umumnya dilakukan di wilayah kota-kota besar dengan morfologi kota yang
padat baik oleh populasi maupun bangunannya. Sebut saja penelitian
Asmiwyati, dkk. mengkaji UHI di Kota Denpasar17; Maru di Kota Makassar18;
Fardani, dkk. di Kota Bandung19; Sobirin dan Fatimah di Kota Surabaya20;
Nofrizal dan Hanif di Kota Solok21; dan Darlina, dkk., di Kota Semarang22.

C. Menentukan Citra Satelit dalam Penginderaan Jauh


Mengukur UHI dengan menggunakan LST disebut juga sebagai
penggunaan metode penginderaan jauh. Sebab pengukuran UHI dapat
dilakukan dengan dua cara yakni dengan metode in situ (mengecek langsung
di lapangan dan memanfaatkan stasiun cuaca), dan teknik penginderaan
jauh23. Untuk mengecek langsung di lapangan memang memiliki kelebihan
pada keakuratan suhu di lapangan namun memiliki kekurangan dalam
memperoleh cakupan wilayah yang luas. Pengukuran langsung di lapangan
memerlukan SDM yang banyak seluas area yang mau diukur karena
pengukuran perlu dilakukan pada waktu yang bersamaan. Walaupun pada
awalnya Luke Howard (orang yang pertama kali menggunakan konsep UHI)
mengukur langsung di lapangan24, namun untuk saat ini cara tersebut relatif
tidak efisien bila dibandingkan dengan memanfaatkan penginderaan jauh.
Dengan memanfaatkan penginderaan jauh, perolehan data untuk mengukur

17
I Gusti Agung Ayu Rai. Asmiwyati, dkk., “Identifikasi Suhu Permukaan terhadap
Penutupan Lahan dari Landsat 8: Studi Kasus Kota Denpasar”, Jurnal Arsitektur Lansekap 6, no.2
(2020): 240-246.
18
Rosmini Maru, “Perkembangan Fenomena Urban Heat Island”, Simposium Nasional
MIPA Universitas Negeri Makassar, (2017): 23-29.
19
Irland Fardani, dkk., “Penggunaan Satelit Landsat untuk Analisis Urban Heat Island
Studi Kasus Kota Bandung”, Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan
Pengembangan Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional (2018): 1137-1146.
20
Sobirin dan Rizka Nurul Fatimah, “Urban Heat Island Kota Surabaya”, Geoedukasi 4,
no.2 (2015): 46-69.
21
Adenan Yandra Nofrizal dan Muhammad Hanif, “Identifikasi Urban Heat Island di
Kota Solok menggunakan Algoritma Landsat-9 OLI Landsurface Temperature”, Media
Komunikasi Geografi 19, no.1 (2018): 31-41.
22
Seprila Putri Darlina, dkk., “Analisis Fenomena Urban Heat Island serta Mitigasinya
(Studi Kasus: Kota Semarang), Jurnal Geodesi Undip 7, no.3 (2018): 77-87.
23
Nurul Ihsan Fawzi “Mengukur Urban Heat Island Menggunakan Penginderaan Jauh,
Kasus di Kota Yogyakarta”. Majalah Ilmiah Globe 19 no.2 (2017): 196.
24
Iain D. Stewart dan Gerald Mills, The Urban Heat Island A Guidebook. (Amsterdam:
Elsevier, 2021) 13-18.
15

UHI lebih efisien dalam wilayah cakupan yang luas. Penggunaan citra
penginderaan jauh juga mampu memperoleh efek UHI secara spasial dan
temporal.
Penginderaan jauh atau biasa disingkat inderaja menurut Lilesand, dkk.
dalam Sutanto adalah “Ilmu pengetahuan dan seni untuk memperoleh
informasi tentang objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang
diperoleh menggunakan piranti tanpa kontak langsung dengan objek, daerah,
atau fenomena yang dikaji”.25 Adapun menurut Aronoff dalam Sutanto,
penginderaan jauh ialah “Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni perolehan
informasi objek dari suatu jarak (jauh)”.26 Dan menurut Insyani penginderaan
jauh merupakan “suatu cara penggambaran keadaan wilayah melalui suatu alat
pengindera atau sensor yang umumnya dipasang di wahana baik itu berupa
balon udara, pesawat udara, satelit, dan masih banyak lagi.”27 Sutanto
menyebutkan tiga hal esensial yang yang melekat dalam penginderaan jauh
yaitu, (1) objek yang dikaji bukan objek asli melainkan hasil rekaman, (2)
menggunakan sensor penginderaan jauh, dan (3) perekaman objek dilakukan
dengan suatu jarak.
Terdapat beberapa kata kunci yang sama dari beberapa pengertian di atas,
yaitu ilmu pengetahuan, perolehan informasi, suatu tempat, bantuan alat, tanpa
kontak langsung. Maka penginderaan jauh dapat didefinisikan sebagai ilmu
memperoleh informasi suatu wilayah tanpa bersentuhan secara langsung
dengan menggunakan bantuan alat berupa wahana terbang.
Ahli geografi menggunakan teknik penginderaan jauh untuk memantau
fenomena yang dapat ditemukan pada lapisan litosfer, biosfer, hidrosfer, dan
atmosfer bumi. Citra penginderaan jauh dapat diaplikasikan dalam pemetaan
penggunaan lahan, tutupan lahan, pertanian, pemetaan tanah, kehutanan,
perencanaan kota, penyelidikan arkeologi, pengamatan militer, dan survei
geomorfologi, di antara kegunaan lainnya28.

25
Sutanto, Metode Penelitian Penginderaan Jauh (Yogyakarta: Ombak, 2016), 7.
26
Sutanto, Ibid.,7.
27
Insyani, Dasar-Dasar Penginderaan Jauh (Semarang: Alprin, 2010), 4.
28
Michael Pidwirny, Understanding Physical Geography, Chapter 2: Maps, GIS and
Remote Sensing (Kelowna: Our Planet Earth Publishing, 2021), 28.
16

Agar citra yang dipilih memang sesuai dengan hasil yang diharapkan perlu
pertimbangan untuk memilih citra yang tepat. Sutanto mengusulkan tujuh
pertimbangan yang harus dilakukan dalam memilih citra yang sesuai, yakni
resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi temporal, resolusi radiometrik,
kerumitan lingkungan, harga citra, dan ketersediaan citra29. Adapun keempat
konsep resolusi yang disebutkan di awal juga dijelaskan Danoedoro, bahwa
dalam penginderaan jauh konsep tersebut memegang peranan yang sangat
penting. Bahkan Danoedoro menambahkan satu konsep resolusi lain yakni
resolusi layar, yang berkaitan langsung pada saat pengolahan citra30.
1. Resolusi Spasial
Resolusi spasial terkait erat dengan interpretabilitas, akurasi hasil
interpretasi dan kerincian informasi31. Dalam citra digital resolusi spasial
ialah ukuran objek terkecil yang dapat direkam oleh piksel dalam citra.
Biasanya dituliskan dalam satuan meter per piksel. Misalnya resolusi
spasial sebuah citra adalah 10 meter, berarti setiap piksel pada citra
tersebut dapat menampilkan objek di atas 10 meter. Objek di lapangan
yang kurang dari 10 meter tidak dapat dikenali atau terdeteksi. Semakin
tinggi resolusi spasial sebuah citra, maka semakin besar dan detail
informasi objek yang dapat dideteksi dan dihasilkan. Gambar 2.5
menunjukkan kenampakan lapangan baseball pada citra dengan resolusi
spasial 30 meter32.

Sumber : USGS (2019a)


Gambar 2.5 Kenampakan lapangan baseball pada citra dengan resolusi spasial 30 meter

29
Sutanto, Metode Penelitian Penginderaan Jauh (Yogyakarta: Ombak, 2016), 7, 33-60.
30
Projo Danoedoro, Pengantar Penginderaan Jauh Digital (Yogyakarta: ANDI, 2012),
34.
31
Sutanto, Metode Penelitian Penginderaan Jauh (Yogyakarta: Ombak, 2016), 34.
32
U. S. Geological Survey, Landsat 7 (L7) Data Userrs Handbook, (Sioux Falls: EROS,
2019a), v. 2.0, 96.
17

2. Resolusi Spektral
Resolusi spektral merupakan kemampuan sensor untuk merekam objek
dengan lebar pita (band with) atau kisaran panjang gelombang tertentu.
Resolusi spektral yang tinggi meningkatkan interpretabilitas citra, karena
beda nilai spektral (kontras), yang lebih tinggi pada umumnya diperoleh
pada pita sempit33. Secara praktis dapat disebutkan jika sebuah citra
terdapat saluran yang banyak maka kemungkinan untuk membedakan
objek berdasarkan respons spektralnya semakin tinggi, apalagi jika
masing-masing saluran cukup sempit. Dengan kata lain, citra satelit dapat
dikatakan memiliki resolusi spektral yang tinggi jika semakin sempit
interval panjang gelombangnya dan atau semakin banyak jumlah
salurannya34. Gambar 2.6 merupakan gambaran band spektral dan panjang
gelombang pada sensor satelit Landsat35.

Sumber : USGS (2019b)


Gambar 2.6 Band spektral dan panjang gelombang untuk sensor Landsat
3. Resolusi Radiometrik
Sensor memiliki kemampuan ketika menerima dan menuliskan respons
spektral objek berupa radiansi spektral, kemampuan ini yang disebut
sebagai resolusi radiometrik. Intensitas radiansi yang datang mencapai
sensor bisa bervariasi, sensor bekerja agar bisa membedakan selisih respon
bahkan yang paling lemah. Kemampuan tersebut berkaitan langsung
dengan kemampuan mengkodekan atau koding, sehingga intensitas

33
Sutanto, Metode Penelitian Penginderaan Jauh (Yogyakarta: Ombak, 2016), 51-52.
34
Projo Danoedoro, Pengantar Penginderaan Jauh Digital (Yogyakarta: ANDI, 2012),
39-40.
35
U. S. Geological Survey, Landsat 8 (L8) Data Userrs Handbook, (Sioux Falls: EROS,
2019b), v. 5.0, 50.
18

pantulan tadi diubah menjadi angka-angka digital dan dinyatakan dalam


bit36. Sensor yang merekam dengan 8 bit resolusi radiometriknya lebih
tinggi daripada merekam dengan 6 bit37.
4. Resolusi Temporal
Satelit diatur sedemikian rupa hingga dapat merekam ulang pada suatu
daerah. Jumlah waktu yang dibutuhkan untuk merekam ulang di suatu
daerah yang sama ini disebut resolusi temporal. Setiap satelit memiliki
variasi waktu perekaman ulang di tempat yang sama. Biasanya waktu
untuk menyatakannya adalam hari atau jam. Tidak ada hubungan antara
resolusi temporal dengan resolusi spektral maupun resolusi spasial,
meskipun demikian, pada umumnya yang memiliki resolusi temporal
tinggi maka resolusi spasialnya rendah38.
5. Resolusi Layar
Layar monitor yang digunakan untuk mengolah citra juga turut
memengaruhi. Penyajian hal-hal yang nampak dari hasil perekaman pada
layar berarti berkaitan dengan dengan kualitas perangkat keras, yakni
kualitas monitor dalam menyajikan citra pada layar. Sebagai
perbandingan, sebanyak 256 warna dapat ditampilkan pada layar monitor
8 bit (dihasilkan dari 2 pangkat 8), sedangkan hampir tujuh belas juta atau
tepatnya 16,7 juta warna dapat ditampilkan pada layar monitor dengan
kapasitas 24 bit (2 pangkat 24).39

D. Mengekstrak Citra Landsat menjadi Land Surface Temperature


Salah satu citra yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan objek-
objek kekotaan adalah satelit Landsat milik Amerika Serikat. Pada 1972,
satelit ini bernama ERTS-1 pada saat pertama kali meluncur. Tiga tahun
setelahnya, sensor RBV (Restore Beam Vidcin) dan MSS (Multi Spectral
Scanner) diluncurkan pada satelit ERTS-2 dengan kapasitas resolusi spasial
mencapai 80 meter. Lalu keduanya (ERTS-1 dan 2) berubah nama menjadi

36
U. S. Geological Survey, Ibid., 40.
37
Sutanto, Metode Penelitian Penginderaan Jauh (Yogyakarta: Ombak, 2016), 58.
38
Sutanto, Metode Penelitian Penginderaan Jauh (Yogyakarta: Ombak, 2016), 57-58,
dan Projo Danoedoro, Pengantar Penginderaan Jauh Digital (Yogyakarta: ANDI, 2012), 40.
39
Projo Danoedoro, Pengantar Penginderaan Jauh Digital (Yogyakarta: ANDI, 2012),
41.
19

Landsat, dan dilanjut dengan seri-seri berikutnya. Generasi terbaru ialah


Landsat 9 yang diluncurkan pada 27 September 2021. Gambar 2.7
menjelaskan usia satelit Landsat dari generasi ke generasi.

Sumber: USGS (2021)


Gambar 2.7 Garis waktu citra Landsat sejak 1972 hingga sekarang

Generasi terakhir saat ini adalah Landsat 8 dan 9. Resolusi spasialnya


mencapai 30 meter pada band 1 sampai 7, ternasyj band 9. Setiap band
memiliki porsi fungsinya masing-masing. Jika ingin melihat suhu permukaan
yang berhasil direkam, ada pada pita termal di band 10 dan 11. Kedua band
ini mampu merekam dengan resolusi spasial hingga 30 meter untuk tiap
pikselnya. Sebagai perbandingan tiap band pada citra Landast 8-9, dapat
dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Spesifikasi Band 8-9 OLI/TIRS
Bands Wavelength (mikrometer) Resolusi Spasial (m)
Band 1 – Coastal aerosol 0,43-0,45 30
Band 2 – Blue 0,45-0,51 30
Band 3 – Green 0,53-0,59 30
Band 4 – Red 0,64-0,67 30
Band 5 – Near Infrared (NIR) 0,85-0,88 30
Band 6 – SWIR 1 1,57-1,65 30
Band 7 – SWIR 2 2,11-2,29 30
Band 8 – Panchromatic 0,50-0,68 15
Band 9 – Cirrus 1,36-1,38 30
Band 10 – Thermal Infrared (TIRS) 1 10,6-1,38 100
Band 11 – Thermal Infrared (TIRS) 2 11,50-12,51 100
Sumber: USGS (2021)
Penelitian ini menggunakan citra Landsat 8 OLI/TIRS, pertimbangannya
didasarkan pada resolusi spektral dengan ketersediaan sensor termal
inframerah (TIRS) pada Landsat 8 di band 10 dan 11. Kedua band tersebut
20

memiliki resolusi spasial 100 meter dan pada resolusi spektral 10,6 - 1,38; dan
11,50 - 12,51. Pada band 10 dan 11 ini juga berguna untuk pemetaan termal40.
Meskipun Landsat 9 telah mengorbit, namun citra yang dibutuhkan ialah
akuisisi pada musim kemarau yang terjadi di Indonesia, khususnya Kota
Bogor pada tahun 2021 sedangkan citra Landsat 9 baru mengorbit pada bulan
September 2021.
Selain itu digunakan juga band 4 dan 5 untuk menentukan estimasi
emisivitas permukaan. Kedua band ini diturunkan menjadi citra indeks
kerapatan vegetasi kemudian nilainya diturunkan lagi untuk menghasilkan
nilai proporsi vegetasi dan terakhir menjadi citra estimasi emisivitas
permukaan. Menurut Fawzi emisivitas penting keterlibatannya ketika berusaha
menghasilkan citra estimasi LST, karena berfungsi untuk mengurangi
kesalahan dalam mengestimasi suhu permukaan yang menggunakan citra
satelit41.
Penelitian-penelitian yang disebutkan sebelumnya yakni Asmiwyati,
dkk.42; Maru43; Fardani, dkk.44; Sobirin dan Fatimah45; Nofrizal dan Hanif46;
Pratiwi dan Jaelani47; Putra48; Fawzi49; serta Darlina, dkk.50 juga

40
U.S. Geological Survey, What are the band designations for the Landsat satellites?,
(USGS, 2021), https://www.usgs.gov/faqs/what-are-best-landsat-spectral-bands-use-my-
research?qt-news_science_products=0#qt-news_science_products
41
Nurul Ihsan Fawzi, “Pemetaan Emisivitas Permukaan menggunakan Indeks Vegetasi’,
Majalah Ilmiah Globe 16, no.2 (2014): 133.
42
I Gusti Agung Ayu Rai. Asmiwyati, dkk., “Identifikasi Suhu Permukaan terhadap
Penutupan Lahan dari Landsat 8: Studi Kasus Kota Denpasar”, Jurnal Arsitektur Lansekap 6, no.2
(2020): 240-246.
43
Rosmini Maru, “Perkembangan Fenomena Urban Heat Island”, Simposium Nasional
MIPA Universitas Negeri Makassar, (2017): 23-29.
44
Irland Fardani, dkk., “Penggunaan Satelit Landsat untuk Analisis Urban Heat Island
Studi Kasus Kota Bandung”, Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan
Pengembangan Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional (2018): 1137-1146.
45
Sobirin dan Rizka Nurul Fatimah, “Urban Heat Island Kota Surabaya”, Geoedukasi 4,
no.2 (2015): 46-69.
46
Adenan Yandra Nofrizal dan Muhammad Hanif, “Identifikasi Urban Heat Island di
Kota Solok menggunakan Algoritma Landsat-9 OLI Landsurface Temperature”, Media
Komunikasi Geografi 19, no.1 (2018): 31-41.
47
Arik Yumna Pratiwi dan Lalu Muhamad Jaelani, “Analisis Perubahan Distribusi Urban
Heat Island (UHI) di Kota Surabaya Menggunakan Citra Satelit Landsat Multitemporal”, Jurnal
Teknik ITS 9, no.2 (2020): C48-C55.
48
Putra, Arfina Kusuma. dkk.. “Analisis Hubungan Perubahan Tutupan Lahan terhadap
Suhu Permukaan terkait Fenomena Urban Heat Island menggunakan Citra Landsat (Studi Kasus:
Kota Surakarta)”. Jurnal Geodesi Undip 7, no.3 (2018): 22-31.
49
Nurul Ihsan Fawzi, “Mengukur Urban Heat Island Menggunakan Penginderaan Jauh,
Kasus di Kota Yogyakarta”. Majalah Ilmiah Globe 19, no.2 (2017): 195-206.
21

menggunakan citra Landsat untuk mengekstraknya menjadi LST dalam


menggambarkan UHI permukaan di kota kajiannya masing-masing. Meskipun
band pada sensor termal memiliki data suhu yang diperlukan, namun data
tersebut perlu melalui beberapa tahap pengolahan. Secara garis besar
penelitian-penelitian untuk menggambarkan UHI permukaan melalui tiga
langkah utama untuk mengekstrak citra Landsat menjadi LST, yakni (1)
mengubah nilai Digital Number (DN) menjadi spektral radian; (2) mengubah
spektral radian menjadi brigthness temperature (suhu kecerahan); dan (3)
melibatkan nilai emisivitas untuk mengubah brigthness temperature menjadi
suhu permukaan lahan (LST).

E. Sistem Informasi Geografis untuk Mengolah Citra Landsat menjadi Land


Surface Temperature
Sistem Informasi Geografis (SIG) menurut Burrough dalam Sulisyanto
adalah kegiatan mengumpulkan, menyempurnakan, mengambil kembali,
mengubah, dan menampilkan data spasial bumi pada suatu sistem perangkat
untuk kebutuhan tertentu51. Pendapat serupa menurut Barkey, dkk. yang
mendefinisikan SIG dengan tambahan kata kunci mengaitkan data geografis
di permukaan bumi52. Kedua pendapat tersebut dapat diartikan SIG sebagai
perangkat lunak di komputer untuk memproses informasi kenampakan
geografis di permukaan bumi.
Perangkat lunak SIG berbeda dengan perangkat lunak grafis lain.
Berdasarkan pengertian di atas dapat dilihat bahwa yang membedakannya
bahwa perangkat lunak SIG memiliki referensi dimensi bumi berupa koordinat
sebagai acuan. Sehingga penentuan ukuran seperti lokasi, jarak, maupun luas,
dapat dihitung melalui perangkat lunak SIG. Perangkat lunak SIG memiliki
banyak fitur yang digunakan sesuai keperluan. Setidaknya terdapat lima fitur
utama yang digunakan untuk mengolah citra termal dalam menggambarkan
intensitas UHI.

50
Seprila Putri Darlina, dkk., “Analisis Fenomena Urban Heat Island serta Mitigasinya
(Studi Kasus: Kota Semarang), Jurnal Geodesi Undip 7, no.3 (2018): 77-87.
51
Burrough (1986) dalam Sulistiyanto, Sistem Informasi Geografis Teori dan Praktik
dengan Quantum GIS, (Malang: Ahlimedia Press, 2021), 1.
52
Barkey, dkk., Buku Ajar Sistem Informasi Geografis, (Laboratorium Perencanaan dan
Sistem Informasi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Hasanudin, 2009), 2.
22

1. Komputasi Mengekstrak Nilai Citra


Citra Landsat yang telah diperoleh, kemudian diolah menggunakan
perangkat lunak SIG. Dalam penelitian ini, citra yang diekstrak untuk
menunjukkan kenampakan LST dikomputasi dalam perangkat lunak SIG.
Fitur yang digunakan ialah raster calculation. Rumus-rumus yang ada
untuk mengubah sekumpulan nilai pada suatu raster diolah hingga
memperoleh intensitas UHI menggunakan fitur ini.
2. Pemotong Citra
Citra estimasi LST hasil ekstraksi belum bisa langsung dilakukan
perhitungan UHI suatu wilayah tertentu. Citra tersebut perlu dipotong
dengan data vektor seluas area yang dibutuhkan. Perangkat lunak SIG
memiliki fitur pemotongan data raster yang biasa disebut clip atau mask.
Fitur ini untuk membatasi area yang menjadi fokus kajian.
3. Menentukan Luas Data Vektor
Sebelum perangkat SIG dapat menentukan luas, perlu disiapkan data
vektor, baik itu titik, garis, atau area (point, polyline, polygon). Data
vektor dapat dibuat sendiri atau dapat diperoleh dari sumber lain. Sumber
lain yang dapat dipercaya misalnya badan pemerintahan yang berwenang
seperti BIG (Badan Informasi Geospasial). BIG adalah badan
pemerintahan untuk menyediaan data geografis wilayah Indonesia, salah
satunya melalui situs web www.inageoportal.go.id .
Setelah data vektor diperoleh, data tersebut dapat diolah di dalam
perangkat lunak SIG. Di dalam perangkat lunak SIG terdapat fitur
kalkulasi geometri. Fitur ini dapat menghitung panjang maupun luas pada
suatu data vektor. Fitur ini juga yang menentukan luas area untuk
memotong citra LST yang telah diekstrak.
4. Memperluas Area dengan Teknik Buffer
Teknik buffer adalah cara untuk membuat area baru yang dibentuk dari
sebuah objek pemetaan yang mengarah keluar53. Suatu titik, garis, maupun
area dapat diperluas ke arah luar dengan ukuran tertentu. Teknik ini
biasanya digunakan untuk keperluan analisis lanjutan dengan teknik
53
Prahasta (2002) dalam Wafirul Aqli, “Analisa Buffer dalam Sistem Informasi Geografis
untuk Perencanaan Ruang Kawasan”, INERSIA 6, no.2 (2010): 195.
23

overlay. Penggunaan teknik buffer pada suatu titik misalnya bila ingin
mengetahui jangkauan radius jarak tertentu akan seluas apa dan daerah
mana saja yang berada pada radius dari titik tersebut. Penggunaannya pada
garis biasanya untuk mengetahui radius tertentu di sepanjang jalan atau
sungai. Begitu pula dengan buffer suatu area, maka menghasilkan area
baru sesuai seberapa luas area yang telah ditentukan sesuai keperluan.
5. Layout Peta
Fitur layout atau penataletakan peta berfungsi sebagai penyusunan
hasil pengolahan menjadi sebuah informasi yang mudah dipahami oleh
pengguna berupa peta. Peta merupakan bentuk luaran (output) dari
perangkat lunak SIG. Peta yang disusun ialah distribusi intensitas UHI
hasil perhitungan. Penataletakan peta terakhir di-export menjadi format
JPG untuk memudahkan pengguna membuka peta di berbagai media
elektronik.

F. Pengaruh Luas Area Perhitungan terhadap Intensitas UHI


Penelitian mengenai UHI permukaan di suatu wilayah yang dibatasi oleh
batas administrasi kota itu sendiri tidak menggambarkan perbandingan suhu
dengan wilayah pedesaan di sekitar perkotaan. Penggambaran UHI permukaan
yang demikian terbatas oleh batas kota administrasi itu sendiri. Hal ini yang
menurut peneliti bertentangan dengan konsep UHI yakni membandingkan
suhu di pusat kota dengan desa; dalam konteks batas secara administrasi
pemerintahan. Misalnya penelitian Asmiwyati, dkk. mengkaji UHI permukaan
di Kota Denpasar54; Maru di Kota Makassar55; Fardani, dkk. di Kota
Bandung56; Sobirin dan Fatimah di Kota Surabaya57; Nofrizal dan Hanif di

54
I Gusti Agung Ayu Rai. Asmiwyati, dkk., “Identifikasi Suhu Permukaan terhadap
Penutupan Lahan dari Landsat 8: Studi Kasus Kota Denpasar”, Jurnal Arsitektur Lansekap 6, no.2
(2020): 240-246.
55
Rosmini Maru, “Perkembangan Fenomena Urban Heat Island”, Simposium Nasional
MIPA Universitas Negeri Makassar, (2017): 23-29.
56
Irland Fardani, dkk., “Penggunaan Satelit Landsat untuk Analisis Urban Heat Island
Studi Kasus Kota Bandung”, Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan
Pengembangan Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional (2018): 1137-1146.
57
Sobirin dan Rizka Nurul Fatimah, “Urban Heat Island Kota Surabaya”, Geoedukasi 4,
no.2 (2015): 46-69.
24

Kota Solok58; dan Darlina, dkk., di Kota Semarang59. Padahal perlu adanya
perbandingan antara suhu di wilayah perkotaan dan pedesaan.
Metode perhitungan area terjadinya UHI permukaan dari citra yang telah
diolah juga beragam. Penelitian Asmiwyati, dkk.60; Maru61; Fardani, dkk62;
serta Nofrizal dan Hanif63 menggunakan selisih suhu maksimal dan minimal,
rata-rata, serta mengelaskan variasi suhu dalam interval tertentu untuk
menggambarkan keberadaan UHI, kemudian dipetakan distribusinya. Berbeda
dengan penelitian Darlini, dkk.64; Pratiwi dan Jaelani65; Putra66; serta Fawzi67
yang menetapkan nilai ambang batas UHI. Nilai ambang batas UHI
membatasi antara wilayah terjadinya UHI dengan wilayah yang tidak terjadi
UHI pada suhu tertentu. Dengan kata lain, ambang batas UHI memberikan
kejelasan nilai batasan antara yang terkena efek UHI dan yang tidak. Besaran
efek yang dihasilkan dari selisih nilai ambang batas terhadap suhu maksimal
ini yang disebut sebagai intensitas UHI. Intensitas UHI menggambarkan
seberapa hangat wilayah terjadinya UHI ketimbang yang tidak dalam besaran
suhu. Intensitas UHI juga berarti sama dengan membandingkan suhu dengan
wilayah lain, termasuk wilayah perkotaan dan pedesaan.

58
Adenan Yandra Nofrizal dan Muhammad Hanif, “Identifikasi Urban Heat Island di
Kota Solok menggunakan Algoritma Landsat-9 OLI Landsurface Temperature”, Media
Komunikasi Geografi 19, no.1 (2018): 31-41.
59
Seprila Putri Darlina, dkk., “Analisis Fenomena Urban Heat Island serta Mitigasinya
(Studi Kasus: Kota Semarang), Jurnal Geodesi Undip 7, no.3 (2018): 77-87.
60
I Gusti Agung Ayu Rai. Asmiwyati, dkk., “Identifikasi Suhu Permukaan terhadap
Penutupan Lahan dari Landsat 8: Studi Kasus Kota Denpasar”, Jurnal Arsitektur Lansekap 6, no.2
(2020): 245.
61
Rosmini Maru, “Perkembangan Fenomena Urban Heat Island”, Simposium Nasional
MIPA Universitas Negeri Makassar, (2017): 25.
62
Irland Fardani, dkk., “Penggunaan Satelit Landsat untuk Analisis Urban Heat Island
Studi Kasus Kota Bandung”, Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan
Pengembangan Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional (2018): 1141.
63
Adenan Yandra Nofrizal dan Muhammad Hanif, “Identifikasi Urban Heat Island di
Kota Solok menggunakan Algoritma Landsat-9 OLI Landsurface Temperature”, Media
Komunikasi Geografi 19, no.1 (2018): 31-41.
64
Seprila Putri Darlina, dkk., “Analisis Fenomena Urban Heat Island serta Mitigasinya
(Studi Kasus: Kota Semarang), Jurnal Geodesi Undip 7, no.3 (2018): 77-87.
65
Arik Yumna Pratiwi dan Lalu Muhamad Jaelani, “Analisis Perubahan Distribusi Urban
Heat Island (UHI) di Kota Surabaya Menggunakan Citra Satelit Landsat Multitemporal”, Jurnal
Teknik ITS 9, no.2 (2020): C48-C55.
66
Putra, Arfina Kusuma. dkk.. “Analisis Hubungan Perubahan Tutupan Lahan terhadap
Suhu Permukaan terkait Fenomena Urban Heat Island menggunakan Citra Landsat (Studi Kasus:
Kota Surakarta)”. Jurnal Geodesi Undip 7, no.3 (2018): 22-31.
67
Nurul Ihsan Fawzi, “Mengukur Urban Heat Island Menggunakan Penginderaan Jauh,
Kasus di Kota Yogyakarta”. Majalah Ilmiah Globe 19, no.2 (2017): 195-206.
25

Penelitian Fawzi68 menunjukkan adanya perbedaan intensitas UHI pada


area perhitungan yang dibatasi oleh batas administrasi Kota Yogyakarta
dengan area perhitungan batas administrasi Kota Yogyakarta yang diperluas
satu kilometer. Wilayah intensitas dan distribusi UHI ikut meningkat seiring
perluasan area perhitungan.
Berdasarkan penelitian Fawzi69 dapat dilihat bahwa intensitas UHI sangat
ditentukan oleh variasi suhu yang ada pada suatu luasan area perhitungan
tertentu. Perhitungan yang melibatkan wilayah pedesaan yang lebih luas,
memungkinkan penggambaran UHI di wilayah perkotaan tampak lebih nyata.
Sebab suhu yang dibandingkan adalah tidak hanya suhu yang ada di wilayah
perkotaan saja, tapi juga membandingkannya dengan wilayah pedesaan sesuai
konsep UHI. Berangkat dari penelitian Fawzi70 ini juga, yang menetapkan
ambang batas UHI dan melibatkan area satu kilometer di luar batas Kota
Yogyakarta. Pada penelitian ini juga menggunakan metode yang sama untuk
membuktikan dan melihat lebih lanjut pengaruh luas area perhitungan
terhadap intensitas UHI dengan memperluas area lebih dari satu kilometer
pada wilayah kajian yang berbeda. Peneliti tertarik untuk mengkaji hal serupa
dengan Fawzi71 di wilayah Kota Bogor sebagai acuan untuk area perluasan.

G. Penelitian Terdahulu yang Relevan


Tabel 2.2 menjelaskan penelitian terkait UHI yang pernah dilakukan
sebelumnya.

68
Nurul Ihsan Fawzi. Ibid.,
69
Nurul Ihsan Fawzi. Ibid.,
70
Nurul Ihsan Fawzi. Ibid.,
71
Nurul Ihsan Fawzi. Ibid.,
Tabel 2.2 Penelitian terdahulu yang relevan

Identitas Metode Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan

Penelitian Nurul Ihsan Fawzi Metode ekstraksi suhu Hasil penelitian Fawzi Persamaan terletak pada metode Perbedaan terletak pada wilayah
berjudul Mengukur Urban Heat permukaan menunjukkan intensitas perhitungan intensitas UHI. Area kajian dan luas area perhitungan
Island Menggunakan menggunakan inversi UHI sebesar ± 2,5 °C perhitungan sama-sama UHI. Penelitian Fawzi melibatkan
Penginderaan Jauh, Kasus di persamaan Planck pada Kota Yogyakarta melibatkan wilayah pedesaan wilayah pedesaan seluas 1 km di
Kota Yogyakarta dalam dengan koreksi dan intensitas UHI dengan teknik buffer dari batas sekitar Kota Yogyakarta.
Majalah Ilmiah Globe Vol. 19 emisivitas dan sebesar ± 3,23 °C untuk kota. Sedangkan peneliti mengkaji
No. 2 tahun 2017. atmosfer menggunakan area Kota Yogyakarta pedesaan di Kabupaten Bogor
radiative transfer yang melibatkan dengan area perhitungan hingga 5
equation. pedesaan. km dari batas Kota Bogor.
Penelitian Seprila Putri Darlina, Metode ekstraksi suhu Hasil penelitian Darlina, Persamaan terletak pada metode Perbedaannya terletak pada area
dkk. berjudul Analisis permukaan dan tutupan dkk menunjukkan nilai perhitungan UHI yang sama- kajian. Penelitian Darlina, dkk.
Fenomena Urban Heat Island lahan diperoleh dari ambang batas fenomena sama menentukan nilai ambang terbatas pada batas administrasi
Serta Mitigasinya (Studi Kasus: pengolahan citra UHI di Kota Semarang batas untuk mengklasifikasikan Kota Semarang sedangkan
Kota Semarang) dalam Jurnal Landsat multitemporal pada 2009, 2013, dan persebaran suhu permukaan. wilayah kajian peneliti tidak
Geodesi Undip Vol. 7 No. 3 dengan algoritma land 2017 secara berturut- Nilai yang lebih rendah dari nilai terbatas pada administrasi Kota
tahun 2018. surface temperature turut sebesar 26,32; ambang batas UHI disebut Non- Bogor saja, tapi juga dilakukan
(LST) dan klasifikasi 32,29; dan 31,30 derajat UHI sedangkan yang lebih tinggi pada wilayah pedesaan di
terbimbing Celsius. disebut UHI atau terdampak UHI. Kabupaten Bogor.
Penelitian Arfina Kusuma (supervised).
Metode ekstraksi data Hasil penelitian Putra, Persamaan terletak pada area Namun penelitian Putra, dkk.
Putra, dkk. (2018) berjudul penginderaan jauh dkk. terkait fenomena perhitungan UHI yang tidak tidak menggunakan teknik buffer
Analisis Hubungan Perubahan dengan cara klasifikasi UHI ialah perbedaan dibatasi oleh batas kota. dalam menentukan wilayah
Tutupan Lahan terhadap Suhu terbimbing suhu permukaan antara Perhitungan UHI dilakukan pedesaan di luar Kota Surakarta.
Permukaan terkait Fenomena (supervised), NDVI pusat Kota Surakarta dengan melibatkan area pedesaan Penelitian Putra, dkk. memotong
Urban Heat Island (Normalized Difference dengan daerah sub urban di sekitar kota yang menjadi citra berbentuk persegi panjang
Menggunakan Citra Landsat Vegetation Index), dan adalah sebesar ± 1 - 2,5 wilayah kajian. meskipun tetap memasukkan
(Studi Kasus: Kota Surakarta) LST (Land Surface °C. batas Kota Surakarta.
dalam Jurnal Geodesi Undip Temperature).
Vol. 7 No. 3 tahun 2018.
26
27

H. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir penelitian ini disajikan pada Gambar 2.8.

Urbanisasi

Jumlah dan Jumlah dan kepadatan


kepadatan penduduk penduduk di desa
di kota lebih tinggi lebih rendah

Meningkatnya alih
Lahan bervegetasi
fungsi lahan
yang lebih luas
bervegetasi menjadi
dibanding kota
lahan terbangun

Perbedaan
karakteristik wilayah
kota dan desa

Keterangan :
Fenomena
Meningkatnya
Urban Heat Island Karakteristik wilayah
suhu di kota
(UHI) Menyebabkan

Gambar 2.8 Kerangka berpikir

I. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan pertanyaan rumusan masalah, deskripsi teori, dan penelitian
yang relevan, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Wilayah Kota Bogor memiliki suhu permukaan yang lebih tinggi
dibanding wilayah Kabupaten Bogor.
2. Terdapat pengaruh antara luas area perhitungan terhadap intensitas UHI di
Wilayah Bogor.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini mengkaji wilayah Bogor baik itu wilayah Kota Bogor dan
Kabupaten Bogor, Jawa Barat secara administratif pemerintahan. Peta lokasi
penelitian disajikan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan dalam jangka waktu sembilan bulan terhitung dari


bulan November 2021 hingga Juli 2022. Rincian waktu dan jenis kegiatan
dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Waktu penelitian
Maret April Mei Juni Juli
Nov

Feb
Jan
Des

Agenda
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan BAB I
Penyusunan BAB II
Penyusunan BAB III
Seminar Proposal
Bimbingan
Revisi BAB I
Revisi BAB II
Revisi BAB III
Penyusunan BAB IV
Revisi BAB IV
Penyusunan BAB V
Uji Akurasi

28
29

B. Pendekatan dan Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Prasetyo dan
Jannah pendekatan kuantitatif didasarkan pada empat asumsi dasar. Pertama
asumsi dasar ontologi yang melihat gejala sosial sebagai sesuatu yang nyata
dan diungkap oleh indra manusia. Kedua asumsi dasar epistemologi yang
berkaitan tiga hal yakni individu bersifat bebas nilai dan obyektif, ilmu
pengetahuan adalah cara terbaik memperoleh pengetahuan, dan berpola pikir
deduktif. Ketiga asumsi hakikat dasar manusia bahwa sesungguhnya manusia
diatur dan dipengaruhi oleh lingkungannya yang bersifat universal. Terakhir
asumsi dasar aksiologi berkaitan tujuan dilakukannya sebuah penelitian yakni
menemukan hukum universal dan mencari penjelasan1. Penelitian ini termasuk
ke dalam jenis penelitian deskriptif. Menurut Lehmann dalam Yusuf
penelitian deskriptif berarti menggambarkan fakta dan sifat suatu populasi
tertentu dengan sistematis, faktual, dan akurat secara rinci 2. Hal yang
digambarkan yaitu kondisi suhu permukaan wilayah Kota dan Kabupaten
Bogor. Selain itu, untuk mendeskripsikan intensitas UHI dan mencoba
menemukan pengaruh luas area perhitungan terhadap intensitas UHI di
wilayah Bogor.
Dilihat dari sudut pandang ilmu geografi, pendekatan yang digunakan
dalam mengkaji penelitian ini adalah pendekatan kompleks wilayah.
Pendekatan ini merupakan salah satu dari tiga pendekatan yang merupakan
ciri khas geografi yang tidak dimiliki ilmu lain3. Pendekatan kompleks
wilayah merupakan gabungan dari pendekatan keruangan dan keilmuan yang
secara komprehensif mengintegrasikan aspek fisik dan sosial dalam
menjelaskan fenomena geosfer4.

1
Bambang Prasetyo dan Lina M. Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan
Aplikasi (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), 28-34.
2
Lehmann dalam A. Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan
Penelitian Gabungan, (Jakarta: Kencana, 2014), Ed. 1, 62.
3
Furqan Ishak Aksa, Sugeng Utaya, Syamsul Bachri, “Geografi dalam Perspektif Filsafat
Ilmu”, Majalah Geografi Indonesia 33, no.1 (2019): 44.
4
Jensen (2003); Hagget (1983) dalam Furqan Ishak Aksa, dkk., Ibid.
30

C. Bahan dan Alat Penelitian


Bahan yang digunakan penelitian ini adalah: (1) citra Landsat 8 OLI/TIRS
(path 122, row 065) tanggal perekaman 11 Mei 2021 untuk membuat peta
LST di wilayah Bogor, dan (2) peta RBI skala 25.000 format shapefile (.shp)
wilayah Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Adapun alat yang digunakan pada
penelitian ini berupa perangkat komputer Notebook Asus tipe X455L. Di
dalamnya terdapat: (1) perangkat lunak Quantum GIS (QGIS) untuk
pengolahan citra satelit dan sistem informasi geografis dalam memperoleh
data suhu permukaan yang ada di Bogor, (2) Microsoft Excel 2010, dan IBM
SPSS Statistics 24 untuk pengolahan data statistik dalam menghitung analisis
regresi linear sederhana hubungan antara pengaruh luas area perhitungan
terhadap Intensitas UHI di Bogor. Selain itu digunakan alat GPS Essentials di
aplikasi gawai untuk mengetahui titik koordinat; dan thermohygrometer HTC-
1 untuk mengukur suhu permukaan saat uji akurasi dengan survei lapangan
(ground check).

D. Variabel, Indikator dan Definisi Operasional Penelitian


Pemilihan variabel penelitian didasarkan pada hasil sintesa pustaka dari
studi literatur terkait. Widi menjelaskan variabel adalah konsep yang
mempunyai nilai dan dapat diukur. Konsep sendiri merupakan gambaran
fenomena yang dibentuk dengan cara membuat generalisasi terhadap hal yang
khas. Agar variabel dapat ditentukan dan diukur maka terlebih dahulu
dilakukan operasionalisasi yang memerlukan identifikasi indikator. Indikator
merupakan refleksi yang logis dari suatu konsep5. Tabel 3.2 merupakan
konsep, indikator, variabel, dan definisi operasional pada penelitian ini. Tabel
3.2 merupakan adaptasi dari tabel yang dicontohkan Widi dalam menerangkan
perubahan dari konsep ke variabel.

5
Restu Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian (Sebuah Pengenalan dan Penentuan
Langkah demi Langkah Pelaksanaan Penelitian) (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), 157-159.
31

Tabel 3.2 Konsep, indikator, variabel, dan definisi operasional penelitian


Konsep Indikator Variabel Definisi operasional
Luas Besaran Luas area Luas area berdasarkan data vektor (shp) wilayah
ukuran dua perhitungan Kota Bogor buatan Badan Informasi Geospasial
dimensi termasuk area yang diperluas menggunakan
teknik buffer dari batas Kota Bogor untuk
memotong citra estimasi LST dalam satuan
hektar (ha).
Intensitas Selisih Intensitas Besaran derajat Celsius yang dihasilkan dari
suhu UHI selisih antara suhu maksimal dengan nilai
ambang batas UHI pada citra estimasi LST hasil
olahan citra satelit.

Variabel pada Tabel 3.2 dapat digolongkan menjadi jenis-jenis variabel


berdasarkan dari sudut pandang kausal dan sudut pandang unit ukuran6.
1. Sudut pandang kausal (sebab akibat)
a. Variabel bebas (independent variables) yakni suatu penyebab yang
bertanggung jawab membawa perubahan dalam suatu fenomena.
Variabel bebas penelitian ini adalah luas area perhitungan.
b. Variabel terikat (dependent variables) yakni dampak atau hasil yang
diperoleh akibat adanya perubahan dari variabel bebas. Dalam
penelitian ini intensitas UHI dijadikan sebagai variabel terikat.
2. Sudut pandang unit ukuran
Kedua variabel tergolong ke dalam jenis variabel kontinu. Luas area
perhitungan dan intensitas UHI dinyatakan dalam angka yang datanya
bersifat kuantitatif yakni hektar dan suhu derajat Celsius. Keduanya sama-
sama tergolong ke dalam jenis skala rasio.

E. Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi didefinisikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek
atau subyek dengan karakteristik tertentu untuk dipelajari dan ditarik
kesimpulannya oleh peneliti7. Pada penelitian ini untuk mengetahui suhu
permukaan di wilayah Bogor, populasinya adalah jumlah piksel citra pada
area Kabupaten Bogor dan Kota Bogor dengan masing-masing wilayah
berjumlah 5.451.264 piksel dan 262.293 piksel, sehingga total menjadi
5.713.657 piksel. Seluruh anggota populasi diambil datanya berupa luas area

6
Restu Kartiko Widi, Ibid. 162-180.
7
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D), (Bandung: Alfabeta, 2016) cet. 23, 117.
32

dan nilai suhu permukaan pada piksel sehingga penelitian ini menggunakan
teknik sampel jenuh atau total sampling. Namun untuk mengetahui pengaruh
luas area perhitungan terhadap intensitas UHI, penelitian ini menggunakan 11
area perhitungan.

F. Teknik Pengumpulan Data Penelitian


Pengumpulan data merupakan prosedur yang sistematis dan standar untuk
memperoleh data yang diperlukan8. Penelitian ini menggunakan data sekunder
sebagai bahan utama untuk mengetahui suhu permukaan di wilayah Bogor,
yakni: (1) citra Landsat 8 OLI/TIRS yang dapat diunduh melalui situs web
United States Geological Survey (USGS) Explorer
https://earthexplorer.usgs.gov/, dan (2) peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala
25.000 format .shp (shapefile) wilayah Kota Bogor dan Kabupaten Bogor
yang diperoleh melalui situs web Badan Informasi Geospasial (BIG)
https://tanahair.indonesia.go.id. Pengumpulan data sekunder juga dilakukan
peneliti lewat studi literatur buku, penelitian relevan, artikel ilmiah dan
berselancar di internet untuk mendapatkan informasi lainnya yang berkaitan
dengan penelitian ini. Data penelitian berupa sumber dan teknik pengumpulan
data disajikan pada Tabel 3.3
Tabel 3.3 Data sekunder, sumber data, dan teknik pengumpulan data
No Data Sekunder Sumber Data Teknik Pengumpulan Data
1 Citra Landsat 8 OLI/TIRS United States Survei Media
(path 122, row 065) tanggal Geological
perekaman 11 Mei 2021 Survey
2 Peta RBI skala 25.000 format Badan Informasi Survei Media
.shp wilayah Kota Bogor dan Geospasial
Kabupaten Bogor

G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data


Penelitian ini mengolah citra satelit untuk memperoleh data suhu
permukaan yang kemudian dianalisis. Citra diolah untuk menghasilkan (1)
peta Land Surface Temperature (LST) wilayah Kota dan Kabupaten Bogor,
(2) peta profil suhu permukaan wilayah Bogor, dan (3) peta distribusi
intensitas UHI wilayah Bogor. Seluruh persamaan untuk membuat ketiga peta
tersebut diinput dan diolah menggunakan perangkat lunak Quantum GIS.

8
Moh. Nazir, Metode Penelitian (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), Cet. 8, 174.
33

Peta LST dilakukan uji akurasi dengan survei lapangan (ground check).
Selain itu peta LST juga dilakukan perhitungan luas area tiap kelas suhu
berdasarkan kecamatan di Kota dan Kabupaten Bogor. Data luas area tiap
kelas suhu berdasarkan kecamatan diinput pada perangkat lunak Microsoft
Excel dan dilakukan analisis data statistik deskriptif untuk mengetahui
distribusi dan perbandingan suhu permukaan di wilayah Kota dan Kabupaten
Bogor. Kemudian peta profil suhu permukaan wilayah Bogor dibuat untuk
menggambarkan grafik nilai piksel suhu permukaan yang dilalui garis
melewati wilayah Kabupaten Bogor – Kota Bogor – Kabupaten Bogor dari
utara ke selatan, barat laut ke tenggara, barat ke timur, dan barat daya ke timur
laut. Apabila grafik menunjukkan suhu permukaan yang lebih tinggi di bagian
Kota Bogor dan lebih rendah di Kabupaten Bogor maka wilayah Kota Bogor
dapat dikatakan merupakan pusat terjadinya Urban Heat Island di wilayah
Bogor.
Adapun peta distribusi intensitas UHI wilayah Bogor dibuat menjadi
sebelas peta. Sebelas peta ini memiliki perbedaan luas perhitungan namun
tetap dari turunan peta LST yang sama. Kesebelas ukuran ini yaitu area Kota
Bogor, area Kota Bogor yang diperluas/buffer hingga 5 km dengan rentang 0,5
km. Setiap peta dilakukan analisis perhitungan UHI dan menghasilkan
intensitas UHI yang berbeda sehingga menghasilkan data luas area
perhitungan dan intensitas UHI. Analisis regresi linear sederhana dilakukan
untuk menggambarkan pengaruh antara luas area perhitungan dan intensitas
UHI. Analisis regresi linear sederhana dilakukan menggunakan perangkat
lunak IBM SPSS Statistics. Alur tahapan pengolahan data dapat dilihat pada
Gambar 3.2.
34

Gambar 3.2 Alur tahapan pengolahan citra

1. Membuat Peta Land Surface Temperature


a) Pemilihan Band Citra
Tidak semua band pada citra Landsat 8 OLI/TIRS digunakan.
Penelitian ini menggunakan 3 band yakni band 4, band 5, dan band
10. Band 4 dan 5 digunakan untuk keperluan perhitungan NDVI dan
Proporsi Vegetasi (PV) untuk menghasilkan emisivitas. Adapun band
10 digunakan sebagai dasar menghasilkan citra estimasi suhu
permukaan lahan (LST) karena band 10 menggunakan sensor TIRS
(Thermal Infrared Sensor). Meskipun pada citra Landsat 8 terdapat 2
band yang menggunakan sensor TIRS yakni band 10 dan band 11.
35

Penggunaan band 10 merujuk pada Loyd dalam penelitian Fawzi9


yang menyarankan penggunaan band 10 dengan keakuratan hingga 1
°K untuk estimasi sederhana. Beberapa formula konversi yang
dilakukan pada suatu band telah disediakan oleh buku panduan yang
disusun oleh USGS.
b) Pengolahan Band 10
1) Spektral radian
Pertama, nilai digital number (DN) pada citra dikonversi
menjadi spektral radian menggunakan Persamaan (1)10.
L ML Qcal + AL ...................................(1)
dimana:
L = Radian spektral pada band 10 (W/(m2 * sr * μm))
ML = Radiance multiplicative scaling factor dari metadata
(RADIANCE_MULT_BAND_10)
Qcal = Nilai piksel citra satelit band 10 (DN)
AL = Radiance additive scaling factor dari metadata
(RADIANCE_ADD_BAND_10)
2) Brightness temperature dalam Kelvin
Nilai radian spektral di atas selanjutnya diubah menjadi top of
atmosphere (TOA) brightness temperature yang dilambangkan
TB. Brightness temperature sendiri merupakan suhu efektif di
satelit dengan asumsi tingkat emisivitas seragam11. Persamaan (2)
digunakan untuk konversi ini12.
K
K K
.....................................(2)
ln( )+1
L

dimana:
TBk = Brightness temperature (Kelvin)

9
Nurul Ihsan Fawzi, “Mengukur Urban Heat Island Menggunakan Penginderaan Jauh,
Kasus di Kota Yogyakarta”, Majalah Ilmiah Globe 19, no.2 (2017): 197.
10
U.S. Geological Survey, Landsat 8 (L8) Data Userrs Handbook, (Sioux Falls: EROS,
2019a), v. 5.0, 54.
11
NASA (2011) dalam I Gusti Agung Ayu Rai Asmiwyati, dkk., “Identifikasi Suhu
Permukaan terhadap Penutupan Lahan dari Landsat 8: Studi Kasus Kota Denpasar”, Jurnal
Arsitektur Lansekap 6, no.2 (2020): 243.
12
Op.Cit., U. S. Geological Survey, 55.
36

K1 = Konstanta kalibrasi band-specific thermal dari


metadata (K1_CONSTANT_BAND_10)
K2 = Konstanta kalibrasi band-specific thermal dari
metadata (K2_CONSTANT_BAND_10)
L = Radian spektral pada band 10 (W/(m2 * sr * μm))
3) Brightness temperature dalam Celsius
Untuk mendapatkan nilai derajat Celsius (TBC) maka perlu
dikurangi dengan nilai absolut nol (273,15 °C) seperti disajikan
pada Persamaan (3).
TBC TBK - 273,15 ...............................(3)
c) Pengolahan Band 4 dan 5
Data suhu yang dihasilkan oleh citra berdasarkan persamaan (3) di
atas bukan nilai aktual suhu permukaan lahan namun suhu yang
berhasil direkam oleh sensor satelit. Oleh karena itu perlu
memperhatikan kealamian penggunaan lahan. Sehingga nilai TBC
diperlukan pengaturan untuk emisivitas spektral yang dilambangkan
sebagai ε (epsilon). Emisivitas menjadi penting terutama untuk
mengurangi kesalahan dalam estimasi suhu permukaan menggunakan
citra satelit13. Langkah-langkah memperoleh emisivitas sebagai
berikut14.
1) NDVI
Normalized Difference Vegetation Index dihitung dengan
Persamaan (4)15.
-
NDVI ......................................(4)

dimana:
NDVI = Normalized Difference Vegetation Index
13
Nurul Ihsan Fawzi, “Pemetaan Emisivitas Permukaan menggunakan Indeks Vegetasi’,
Majalah Ilmiah Globe 16, no.2 (2014): 133.
14
Amborish Das, “A Spatio-Temporal Analysis of Land Surface Temperature (LST) in
Bunkara District, West Bengal (India) Using Landsat Images”, International Journal of Current
Research 7, no.7 (2015): 18.848.
15
John Wier dan David Herring, Measuring Vegetation (NDVI & EVI), Earth
Observatory, NASA, 2000.
https://earthobservatory.nasa.gov/features/MeasuringVegetation/measuring_vegetation_1.php
37

NIR = Near Infrared (band 5)


VIS = Vissible (band 4)
2) Proporsi Vegetasi
NDVI selanjutnya diturunkan dalam rumus menggambarkan
Proporsi Vegetasi (Pv). Nilai Pv bervariasi dari 0,00 – 1,00 yang
dihasilkan melalui Persamaan (5)16.
2
NDVI - NDVImin
Pv *NDVImax - NDVImin+ ...............................(5)

dimana:
Pv = Proporsi Vegetasi
NDVI = Normalized Difference Vegetation Index
NDVImin = Nilai NDVI minimal
NDVImax = Nilai NDVI maksimal
3) Emisivitas
Setelah didapat nilai Pv selanjutnya menghitung emisivitas
dengan Persamaan (6)17.
0,004 Pv + 0,986 ...............................(6)
dimana:
ε = Emisivitas
Pv = Proporsi Vegetasi
d) Citra Estimasi Land Surface Temperature
Setelah dihasilkan citra band 10 yang dikonversikan ke dalam
derajat Celsius dan emisivitas pada Persamaan (3) dan (6). Maka untuk
menghasilkan citra estimasi LST dapat menggunakan Persamaan (7).
Kalkulasi dengan melibatkan emisivitas merujuk pada Artis dan
Carnahan dalam Das18.
TBC
LST TBC ............................................(7)
1+w( ) ln(ε)

16
Carlson dan Ripley (1997) dalam Nurul Ihsan Fawzi, “Pemetaan Emisivitas Permukaan
menggunakan Indeks Vegetasi’, Majalah Ilmiah Globe 16, no.2 (2014): 135.
17
Amborish Das, “A Spatio-Temporal Analysis of Land Surface Temperature (LST) in
Bunkara District, West Bengal (India) Using Landsat Images”, International Journal of Current
Research 7, no.7 (2015): 18.848.
18
Ibid., Amborish Das, 18.848.
38

dimana:
LST = Suhu permukaan lahan
TBC = Brightness temperature dalam Celsius
w = Panjang gelombang radian yang dipancarkan band 10
(10,8 µm)
= h c / j (1,438 × 10-2 m K = 14380 µm K)
h = Konstanta Planck (6,626 × 10-34 J s)
c = Velocity of light (2,998 × 108 m/s)
j = Konstanta Boltzmann (1,38 × 10-23 J/K)
ε = Emisivitas
e) Menyiapkan Data Vektor Area Perhitungan
Di samping pengolahan citra estimasi LST yang dihasilkan dari
Persamaan (7), data vektor untuk memotong citra juga perlu diolah.
Batas administrasi Kota Bogor menjadi acuan dalam perluasan area
menggunakan teknik buffer. Teknik buffer merupakan sebentuk zona
yang mengarah keluar dari sebuah obyek pemetaan19.
Penelitian ini membutuhkan 11 area perhitungan UHI dengan
ukuran yang berbeda. Area pertama ialah batas administrasi Kota
Bogor tanpa di-buffer (diperluas). Area selanjutnya ialah wilayah
pedesaan di Kabupaten Bogor dengan area Kota Bogor yang diperluas
hingga 5 km dengan rentang 0,5 km, sehingga didapat 11 area.
f) Memotong Citra Estimasi Land Surface Temperature
Pemotongan citra biasa disebut sebagai croping atau masking.
Citra estimasi LST hasil Persamaan (7) dipotong seluas area
berdasarkan data vektor yang telah dilakukan pada tahap (e). Sehingga
ada 11 citra yang dihasilkan dari satu citra yang sama (citra estimasi
LST).
g) Menghitung Luas Area
Citra estimasi LST masih dalam bentuk data raster, sedangkan
untuk menghitung luas area di QGIS dibutuhkan data vektor. Langkah
pertama sebelum data raster dikonversi adalah mengkelaskan nilai
19
Prahasta (2002) dalam Wafirul Aqli, “Analisa Buffer dalam Sistem Informasi Geografis
untuk Perencanaan Ruang Kawasan”, INERSIA 6, no.2 (2010): 195.
39

piksel sesuai kelasnya menggunakan fitur Reclassify by table dengan


data pada tabel diisi seperti disajikan pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Data yang diisi pada tabel reclassify by table

Minimum Maximum Value


0 26 1
26 27 2
27 28 3
28 29 4
29 30 5
30 31 6
31 32 7
32 100 8

Setelah nilai piksel dikelaskan, data raster tersebut dikonversi


menjadi data vektor menggunakan fitur Polygonize (Raster to Vektor).
Berikutnya data vektor hasil konversi perlu dikelaskan kembali
menggunakan fitur Dissolve. Setelah dikelaskan, dibuat kolom baru
untuk mengisi luas setiap kelas pada data attribute table. Satuan luas
yang digunakan penelitian ini adalah kilometer persegi, sedangkan
satuan luas pada data vektor masih menggunakan satuan hektar (ha).
Sehingga pada saat memasukkan rumus menggunakan fitur Field
Calculator yaitu dengan expression $area/10000. Cara menghitung
luas area ini dilakukan setiap kecamatan di Kota dan Kabupaten
Bogor. Termasuk juga menghitung luas area pada peta persebaran dan
distribusi UHI.
h) Menampilkan Peta Land Surface Temperature
Peneliti menampilkan suhu dengan gradasi warna biru ke oranye dengan
arti biru menunjukkan suhu permukaan yang lebih rendah sedangkan warna
oranye suhu permukaan yang lebih tinggi. Kelas suhu permukaan dibagi
menjadi delapan kelas. Selain kelas terendah (<26 °C) dan tertinggi (>32 °C),
rentang nilai tiap kelas yakni satu derajat Celsius seperti yang disajikan pada
Tabel 3.5.
40

Tabel 3.5 Kelas suhu permukaan pada peta LST

Kelas Suhu Permukaan (°C) Warna Pada Peta


I < 26
II 26 – 27
III 27 – 28
IV 28 – 29
V 29 – 30
VI 30 – 31
VII 31 – 32
VIII > 32

i) Mengidentifikasi Profil Suhu Permukaan


Identifikasi profil suhu permukaan dilakukan dengan cara
mengetahui nilai piksel dari peta LST yang sudah terolah pada garis
tertentu. Cara ini juga dipakai oleh penelitian Madakarah, dkk 20; serta
Nurwanda dan Honjo21. Dalam penelitian ini, digunakan salah satu
fitur yang ada di perangkat lunak QGIS yakni Profile Tool. Garis
vektor dibuat di atas wilayah yang mau menggambarkan profil suhu
permukaan. Ilustrasi pembuatan profil suhu permukaan digambarkan
pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3 Ilustrasi identifikasi profil suhu permukaan

j) Uji Akurasi
Uji akurasi dilakukan dengan teknik survei lapangan. Hal ini
dilakukan untuk mengukur keakuratan nilai suhu pada citra estimasi

20
Nafiriair Yufan Madakarah, Supriatna, Adi Wibowo, Masita Dwi Mandini Manessa,
dan Ristya, “Variations of Land Surface Temperature and Its Relationship with Land Cover and
Change in IPB Campus, Dramaga Bogor 2013-2018” E3S Web of Conferences 123, (2019): 6-7.
21
A Nurwanda dan T Honjo, “City expansion and urban heat island in Bogor”, IOP Conf.
Series: Earth and Environmental Science 179 (2018): 6.
41

LST dengan suhu permukaan lahan sebenarnya di lapangan. Idealnya


uji akurasi maupun validasi suhu permukaan pada sebuah citra termal
dilakukan berbarengan saat satelit melakukan perekaman. Dengan
begitu kondisi saat uji di lapangan sama persis keadaannya dengan
hasil perekaman. Masalah akurasi dan validasi ini menjadi salah satu
perhatian bagi penelitian terkait UHI menggunakan teknik
penginderaan jauh. Bahkan Fawzi menuliskan “jika dilakukan
pengukuran di lapangan dalam kondisi cuaca hujan atau berawan
(berbeda dengan kondisi citra), maka hasil terbaik adalah hasil suhu
perekaman pada citra, walaupun tanpa validasi22. Sehingga dalam
kegiatan survei lapangan pada penelitian ini untuk menguji akurasi
dilakukan pada kondisi tertentu. Pertama dilakukan sekitar pukul 10.00
dengan pertimbangan karena perekaman citra Landsat 8 dilakukan
pada waktu tersebut. Kedua dilakukan saat kondisi cuaca tidak hujan
dan tidak dipenuhi awan. Kedua hal tersebut menjadi syarat untuk
menentukan waktu melakukan survei lapangan.
Jumlah sampel untuk uji akurasi ditentukan berdasarkan rumus
yang digunakan oleh Fitzpatrick (1981) serta Congalton dan Green
(2010) dalam Danoedoro23 pada persamaan (8) sebagai berikut:
Z2 (p)(q)
N .................................... (8)
E2

dimana:
N : jumlah sampel
Z : 2 (standard normal deviate untuk derajat kepercayaan 95%)
p : persentase tingkat akurasi yang diharapkan
q : selisih 100 - p
E : persentase tingkat kesalahan yang diinginkan
Peneliti menetapkan 10% sebagai tingkat kesalahan yang
diinginkan (dengan derajat kepercayaan 95%) serta 85% akurasi yang

22
Nurul Ihsan Fawzi “Mengukur Urban Heat Island Menggunakan Penginderaan Jauh,
Kasus di Kota Yogyakarta”. Majalah Ilmiah Globe 19, no.2 (2017): 202.
23
Projo Danoedoro, Pengantar Penginderaan Jauh Digital (Yogyakarta: ANDI, 2012),
304-305.
42

diharapkan. Maka jumlah sampelnya dihitung menggunakan


Persamaan (9).
22 (85)(100 - 85) 5.100
N 51 ..............................(9)
102 100

Dari perhitungan Persamaan (9) didapatkan jumlah titik yang dicek


kondisi sebenarnya di lapangan sejumlah 51 titik. Titik pengecekan
dibagi menggunakan teknik simple random sampling. Hasil cek
lapangan direkap pada tabel verifikasi suhu permukaan. Kemudian
dibuatkan tabel matriks kesalahan untuk menghasilkan jumlah
persentase keakuratan dengan perhitungan menggunakan Persamaan
(10).
piksel yang
Tingkat akurasi = × 100 % ....................(10)

2. Perhitungan Urban Heat Island


Dalam perhitungan UHI, ditentukan nilai ambang batas suhu
(threshold temperature) untuk area yang terjadi UHI. Penggunaan ambang
batas merujuk pada Ma, dkk. dalam penelitian Fawzi dengan Persamaan
(11).24
Tab x + 0,5 .......................................... (11)
dimana:
Tab = Nilai ambang batas UHI
x = Rata-rata suhu
= Standar deviasi suhu

Persamaan (11) menunjukkan area terjadinya UHI. Adapun untuk area


yang tidak terjadi UHI didapat melalui persamaan (12) sebagai berikut:
0 Tab x + 0,5 .....................................(12)
Perhitungan dilakukan pada kesebelas area citra estimasi LST hasil
pemotongan. Karena jumlah piksel setiap area perhitungan memiliki

24
Ma, dkk. (2010) dalam Nurul Ihsan Fawzi, “Mengukur Urban Heat Island
Menggunakan Penginderaan Jauh, Kasus di Kota Yogyakarta”, Majalah Ilmiah Globe 19, no.2
(2017): 199.
43

jumlah yang berbeda, maka rata-rata, standar deviasi, dan nilai ambang
batas UHI setiap area ikut berubah mengikuti variasi suhu setiap area.
Untuk mendapatkan nilai intensitas UHI setiap area perlu mengurangi
suhu permukaan yang lebih hangat dari suhu sekitarnya. Intensitas UHI
juga dapat disebut sebagai efek UHI. Dengan kata lain intensitas UHI
menunjukkan seberapa hangat/panas dibanding area yang tidak terjadi
UHI. Perhitungan intensitas merujuk pada Alves dan Lopes serta Ozdemir
dkk. dalam Fawzi disajikan pada Persamaan (13)25:
Intensitas UHI T - Tab ................................ (13)
dimana:
Tmax= Suhu maksimal pada citra estimasi LST
Tab = Nilai ambang batas UHI

Peneliti menampilkan kelas non-UHI berwarna hijau pada peta,


sedangkan kelas UHI diberi warna gradasi kuning ke oranye. Warna
kuning merupakan suhu permukaan yang lebih rendah sedangkan warna
oranye suhu permukaan yang lebih tinggi. Kelas UHI dibagi menjadi lima
kelas. Rentang nilai tiap kelas yakni satu derajat Celsius seperti yang
disajikan pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6 Kelas UHI pada peta persebaran dan distribusi UHI

Kelas Intensitas UHI (°C) Warna Pada Peta


Non-UHI -11 – 0
UHI 1 0–1
UHI 2 1–2
UHI 3 2–3
UHI 4 3–4
UHI 5 >4

3. Analisis Regresi Linear Sederhana


Analisis regersi linear sederhana dilakukan untuk mengetahui besaran
dan arah hubungan pengaruh luas area perhitungan terhadap intensitas
UHI. Persamaan regresi dapat digunakan untuk melakukan prediksi
seberapa tinggi nilai variabel dependen (intensitas UHI) bila nilai

25
Alves dan Lopes (2017) serta Ozdemir dkk (2012) dalam Ibid., 199.
44

independennya (luas area perhitungan) diubah. Secara umum persamaan


regresi sederhana dapat dirumuskan pada Persamaan (14)26.

Y a + bX ........................................... (14)
dimana:
Y’ = Nilai yang diprediksi
a = Konstanta atau bila nilai X = 0
b = Koefisien regresi
X = Nilai variabel independen

Adapun saat perhitungan menggunakan IBM SPSS Statistics juga akan


didapatkan nilai R Square atau koefisien determinasi, yakni ukuran yang
menunjukkan seberapa besar variabel X memberikan kontribusi terhadap
variabel Y27. Dalam penelitian ini, nilai yang dihasilkan akan diketahui
persentase besaran pengaruh variabel Luas Area Perhitungan (X) terhadap
Intensitas UHI (Y).
Kemudian dilakukan uji t untuk mengetahui apakah model regresi
variabel X berpengaruh signifikan terhadap variabel Y dengan hipotesis
sebagai berikut:
- H0 : Tidak ada pengaruh signifikan antara luas area perhitungan (X)
terhadap Intensitas UHI (Y)
- H1 : Ada pengaruh signifikan antara luas area perhitungan (X) terhadap
Intensitas UHI (Y)

Adapun yang menjadi dasar pengambilan keputusan dengan melihat


nilai signifikansi (Sig.) dan membandingkan nilai thitung dengan ttabel
sebagai berikut:

- Jika Sig. < 0,05 dan thitung > ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.
- Jika Sig. > 0,05 dan thitung < ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak.

26
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D), (Bandung: Alfabeta, 2016) cet. 23, 117. Ibid., 261.
27
Gun Mardiatmoko, “Pentingnya Uji Asumsi Klasik pada Analisis Regresi Linier
Berganda (Studi Kasus Penyusunan Persamaan Allometrik Kenari Muda [Canarium indicium l.]),
Barekeng Jurnal Ilmu Matematika dan Terapan 14, no.5 (2020): 334.
45

Dalam statistik, persamaan regresi yang didapat perlu dilakukan uji


asumsi klasik. Jika tidak maka akan menimbulkan ketidakpastian bahwa
estimasi persamaan regresi yang didapatkan tepat, tidak bias, dan
konsisten28. Yati dkk. menyebutkan asumsi yang harus dipenuhi ialah
kenormalan data, kehomogenan ragam, dan kelinearan data, ketiganya
dilakukan dengan melakukan uji normalitas, uji homogenitas, dan uji
linearitas29. Namun penelitian ini tidak melakukan uji homogenitas karena
uji ini untuk mengetahui perbedaan dari dua atau lebih kelompok data
dengan varians yang berbeda; sedangkan data penelitian ini (luas area
perhitungan dan intensitas UHI) tidak memiliki kelompok data di
dalamnya sehingga tidak ada varians yang berbeda untuk dilihat
homogenitasnya.
Adapun Mardiatmoko30; Susanti dkk.31; dan Rachman32 melakukan uji
heteroskedastisitas dan uji autokoreksi dalam uji asumsi klasik analisis
regresi pada penelitiannya. Uji heteroskedastisitas terkait ketidaksamaan
varian dari residual sedangkan uji autokorelasi terkait adanya korelasi
antar anggota karena waktu. Penelitian ini tidak melakukan uji
autokorelasi karena data berasal dari ekstraksi rekaman citra satelit yang
dilakukan di waktu yang sama sehingga data tidak terpengaruh runtutan
waktu. Namun penelitian ini melakukan uji heteroskedastisitas, sehingga
ada tiga uji asumsi klasik yang dilakukan terdiri dari uji normalitas, uji
linearitas, dan uji heteroskedastisitas. Seluruh analisis statistik dalam
analisis regresi linear sederhana dalam penelitian ini dilakukan
menggunakan perangkat lunak IBM SPSS Statistics.

28
Ibid., Gun Mardiatmoko, 336.
29
Elvi Yati, Dodi Devianto, Yudiantri Asdi, “Transformasi Box-Cox pada Analisis
Regresi Linier Sederhana”, Jurnal Matematika UNAND 2, no.2 (2013): 116-117.
30
Op.Cit., Gun Mardiatmoko.
31
Lisa Susanti, Primadina Hasanah, dan Winarni, “Peramalan Suhu Udara dan
Dampaknya terhadap Konsumsi Energi Listrik di Kalimantan Timur”, Barekeng: Jurnal Ilmu
Matematika dan Terapan 14, no. 3 (2020): 400.
32
Ridho Rachman, “Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan Daerah terhadap
Pertumbuhan Ekonomi (Studi Kasus di Pemerintahan Kota Tangerang Selatan Tahun 2011 –
2018)”. (Skripsi, Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2020),
51.
46

a) Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan agar diketahui nilai residual terdistribusi
normal atau tidak. Jika nilai residual terdistribusi normal berarti model
regresi yang didapat baik dugunakan. Menurut Ghozali dalam
Mardiatmoko normal atau tidaknya nilai residual dapat dideteksi
dengan melihat penyebaraan data pada sumber diagonal grafik Normal
P-P Plot of regression standardized. Jika menyebar sekitar garis dan
mengikuti garis diagonal maka model regresi tersebut normal dan
layak dipakai untuk memprediksi variabel bebas begitu pun
sebaliknya33. Uji normalitas yang dilakukan ialah One Sample
Kolmogorov Smirnov (K-S) dengan kriteria pengujiannya sebagai
berikut34:
- Jika nilai Signifikansi (Asym Sig 2 tailed) > 0,05 maka data
berdistribusi normal.
- Jika nilai Signifikansi (Asym Sig 2 tailed) < 0,05 maka data tidak
berdistribusi normal

b) Uji Linearitas
Menurut Ghozali uji linearitas dipakai ketika peneliti hendak
melihat apakah data variabel yang ada sudah linear atau belum35. Dasar
pengambilan keputusan dilihat dari nilai signifikan.
- Jika nilai Deviation from Linearity Sig. > 0,05, maka variabel X
dengan Y adalah linear.
- Jika nilai Deviation from Linearity Sig. < 0,05, maka variabel X
dan Y adalah tidak linear.

c) Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas yaitu kondisi saat terjadinya ketidaksamaan
varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi.
Mardiatmo menyebutkan cara pengujiannya yaitu dengan Uji Glejser.

33
Op.Cit., I. Ghozali (2016) dalam Gun Mardiatmoko, 335.
34
Ibid., S. Santoso (2013) dalam Gun Mardiatmoko, 335.
35
I. Ghozali (2016) dalam Ivan Pranata, “Pengaruh Harga, Tempat, dan Promosi
terhadap Keputusan Konsumen Membeli Kaos Polos pada Chang Kaos Pontianak”, (Skripsi,
Program Studi Manajemen, Universitas Muhammadiyah Pontianak, 2019), 18.
47

Pengujian dilakukan dengan meregresikan variabel-variabel bebas


terhadap nilai absolute residual. Residual yaitu selisih antara nilai
variabel Y dengan nilai variabel Y yang diprediksi, dan absolut adalah
nilai mutlaknya. Dasar pengambilan keputusan ada tidaknya gejala
heteroskedastisitas sebagai berikut:
- Jika nilai signifikansi > 0,05 maka tidak terjadi
heteroskedastisitas.
- Jika nilai signifikansi < 0,05 maka tidak terjadi
heteroskedastisitas.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian


Kota Bogor terletak di antara 106°48’ BT dan -6°26’ LS. Lokasinya
berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor dan di selatan dari ibukota
negara DKI Jakarta. Kondisi topografi Kota Bogor memiliki variasi antara 0-
200 mdpl sampai dengan >300 mdpl. Semakin ke arah selatan, wilayah Kota
Bogor semakin tinggi dengan ketinggian >300 mdpl karena merupakan kaki
Gunung Salak. Kondisi kemiringan lereng di Kota Bogor didominasi
kemiringan di bawah 15% atau pada klasifikasi datar dan landai. Kota Bogor
memiliki struktur geologi terdiri dari andesit, kipas aluvial, endapan tufa, dan
lanau breksi tufan dan capili. Umumnya jenis tanah di Kota Bogor sifatnya
agak peka terhadap erosi, yang sebagian besar mengandung tanah liat, dengan
tekstur tanah yang umumnya halus hingga kasar. Sungai yang ada di Kota
Bogor terdapat dua sungai besar yakni Ciliwung dan Cisadane dengan pola
yang dibentuk ialah pararel-subpararel oleh anak-anak sungai ini. Kondisi
fisik ini yang membuat wilayah Kota Bogor memiliki potensi rawan bencana
longsor dan rawan bencana banjir, sedangkan kawasan pusat kota yang
memiliki kepadatan pemukiman yang tinggi dengan jarak antar rumah
berdempetan dan akses jalan yang minim berpotensi terjadi bencana
kebakaran1.
Berdasarkan laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor, luas
wilayah Kota Bogor secara administrasi seluas 118,50 km2 yang dibagi
menjadi 6 kecamatan dan 68 kelurahan2. Populasi penduduk Kota Bogor
diperkirakan sebanyak 1.052.359 jiwa pada tahun 2021. Jumlah ini lebih
banyak 0,84 % dibanding tahun sebelumnya. Dengan jumlah laki-laki
sebanyak 533.755 jiwa sedangkan jumlah perempuan sebanyak 518.585 jiwa3.

1
Pemerintah Kota Bogor, Laporan Akhir Penyusunan Layanan Persampahan Kota
Bogor 2014, (sanitasi.kotabogor.go.id, 2015), II.3-II.12.
https://sanitasi.kotabogor.go.id/docs/post/single/23-laporan-akhir-penyusunan-layanan-
persampahan-kota-bogor-tahun-2014.html
2
Badan Pusat Statistik, Kota Bogor Dalam Angka 2022, (BPS Kota Bogor, 2022). 7.
3
Badan Pusat Statistik, Ibid., 35-37.

48
49

Tabel 4.1 Luas wilayah, jumlah penduduk, dan kepadatan penduduk berdasarkan kecamatan
di Kota Bogor 2021
Luas wilayah Kepadatan Penduduk
Kecamatan Jumlah Penduduk
(km2) (per km2)
Bogor Utara 17,72 188.240 10.623
Bogor Barat 32,85 235.770 7.177
Bogor Timur 10,15 105.188 10.363
Bogor Selatan 30,81 206.217 6.693
Bogor Tengah 8,13 96.180 11.830
Tanah Sareal 18,84 220.764 11.718
Kota Bogor 118,50 1.052.359 8.881
Sumber: Kota Bogor Dalam Angka (2022)
Berdasarkan Tabel 4.1 kecamatan terluas di Kota Bogor adalah Bogor
Barat dengan luas 32,85 km2, sedangkan kecamatan dengan luas wilayah
paling kecil adalah Bogor Tengah seluas 8,13 km2. Bogor Barat memiliki
populasi terbanyak di antara kecamatan lainnya di Kota Bogor dengan jumlah
235.770 jiwa. Meskipun dengan populasi terbanyak namun kepadatan
penduduk di Bogor Barat terendah, yakni sebesar 7.177 jiwa per km2. Bogor
Tengah menjadi kecamatan paling padat dengan rata-rata jumlah penduduk
sebanyak 11.830 per km2.

Gambar 4.1 Batas administrasi Kota Bogor


50

Gambar 4.1 menggambarkan bahwa setiap kecamatan yang ada di Kota


Bogor berbatasan langsung dan dikelilingi oleh Kabupaten Bogor sebagai
berikut: (1) utara berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan
Sukaraja; (2) timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja, dan Ciawi; (3)
barat berbatasan dengan Kecamatan Dramaga, dan Ciomas; dan (4) selatan
berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Caringin.
Tabel 4.2 Kondisi iklim Kota Bogor tahun 2021
Unsur Iklim Min (bulan) Maks (bulan)
Suhu (°C) 19,30 (Juli) 34,20 (Maret dan Desember)
Kelembaban (%) 58,00 (Juli) 96,00 (Februari dan Juni)
Curah Hujan (mm) 115,60 (Juli) 566,50 (Oktober)
Kecepatan Angin (m/det) - 5,40 (Sept. dan November)
Tekanan Udara (mb) 1.007,8 (November) 1.014,3 (Oktober)
Sumber: Kota Bogor Dalam Angka (2022)
Berdasarkan Tabel 4.2, pada tahun 2021 kondisi iklim di Kota Bogor,
menurut pengamatan unsur iklim di stasiun pengamatan Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bogor di Kota Bogor temperatur kota ini
berkisar antara 19,30 – 34,20 °C dengan kelembaban antara 58,00 – 96,00 %.
Curah hujan maksimum terjadi pada Oktober sebesar 566,50 mm, sedangkan
curah hujan minimum pada Juli sebesar 115,60 mm. Kecepatan angin
maksimal terjadi di bulan September dan November dengan kecepatan 5,40
m/det. Adapun tekanan udara minimum terjadi pada Desember sebesar
1.007,8 mb, sedangkan tekanan udara maksimum sebesar 1.014,3 mb pada
Oktober4.
Adapun Kabupaten Bogor terletak di antara 6º18’0″ – 6º47’10” LS dan
106º23’45” – 107º13’30” BT. Luas wilayah Kabupaten Bogor secara
administrasi seluas 298.838,304 ha yang dibagi menjadi 40 kecamatan.
Kondisi topografi Kabupaten Bogor bervariasi, mulai dari yang relatif rendah
di bagian utara dan semakin tinggi di bagian selatan, sekitar 42,62%
wilayahnya berada pada ketinggian 100-500 mdpl, dengan rentang sekitar 15
mdpl sampai dengan 2.500 mdpl. Struktur batuan penyusun didominasi oleh
hasil letusan gunung, yang terdiri dari andesit, tufa dan basalt. Jenis tanah
didominasi oleh material vulkanik lepas agak peka dan sangat peka terhadap
erosi sehingga membuat beberapa wilayah di Kabupaten Bogor rawan tanah

4
Badan Pusat Statistik, Ibid., 10-12
51

longsor. Kondisi hidrologi, wilayah Kabupaten Bogor memiliki delapan


Daerah Aliran Sungai (DAS), yakni DAS Cidurian, Cimanceuri, Cisadane,
Ciliwung, Cileungsi, Cikarang, Cibeet, dan Ciberang5.
Populasi penduduk Kabupaten Bogor diperkirakan sebanyak 5.489.536
jiwa pada tahun 2021. Jumlah ini lebih banyak 1,14 % dibanding tahun
sebelumnya. Dengan jumlah laki-laki sebanyak 2.826.447 jiwa sedangkan
jumlah perempuan sebanyak 2.671.978 jiwa6.
Tabel 4.3 Luas wilayah, jumlah penduduk, dan kepadatan penduduk berdasarkan kecamatan
di Kabupaten Bogor 2021
Luas wilayah Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk
Kecamatan
(km2) (ribu) ( per km2)
Nanggung 159,30 99,81 627
Leuwiliang 91,03 125,55 1.379
Leuwisadeng 35,40 77,87 2.200
Pamijahan 124,86 159,24 1.275
Cibungbulang 38,45 147,55 3.838
Ciampea 33,04 170,21 5.152
Tenjolaya 41,35 64,43 1.558
Dramaga 25,29 111,11 4.394
Ciomas 18,65 172,34 9.241
Tamansari 34,32 110,48 3.219
Cijeruk 47,92 92,84 1.937
Cigombong 96,07 98,39 1.024
Caringin 47,16 132,48 2.809
Ciawi 77,55 115,82 1.493
Cisarua 47,07 128,31 2.726
Megamendung 73,97 107,95 1.459
Sukaraja 62,43 209,42 3.354
Babakanmadang 43,76 115,58 2.641
Sukamakmur 92,38 86,53 937
Cariu 170,17 52,06 306
Tanjungsari 85,43 57,63 675
Jonggol 158,86 145,40 915
Cileungsi 133,31 292,16 2.192
Klapanunggal 70,57 131,02 1.857
Gunungputri 60,87 301,40 4.951
Citeureup 68,81 215,82 3.137
Cibinong 46,62 366,40 7.859
Bojonggede 28,34 292,47 10.320
Tajurhalang 30,78 126,10 4.097
Kemang 33,61 105,94 3.152
Rancabungur 22,67 61,73 2.723
Parung 25,74 123,87 4.812
Ciseeng 41,29 111,63 2.703
Gunung Sindur 49,39 129,16 2.615

5
Disbudpar, Kondisi Geografis Daerah Kabupaten Bogor, (disbudpar.bogorkab.go.id,
2019) https://disbudpar.bogorkab.go.id/kondisi-geografis-daerah-kabupaten-bogor/
6
Badan Pusat Statistik, Kabupaten Bogor Dalam Angka 2022, (BPS Kabupaten Bogor,
2022). 56.
52

Lanjutan Tabel 4.3


Rumpin 136,84 147,43 1.077
Cigudeg 177,61 135,37 762
Sukajaya 156,18 67,99 435
Jasinga 144,54 107,49 744
Tenjo 83,22 73,85 887
Parung Panjang 71,34 118,73 1.664
Kabupaten Bogor 2.986,20 5.489,536 1.838
Sumber: Kabupaten Bogor Dalam Angka (2022)
Berdasarkan Tabel 4.3 kecamatan terluas di Kabupaten Bogor yaitu
Cigudeg yang berada di bagian barat Kabupaten Bogor dengan luas 177,61
km2. Sedangkan kecamatan dengan luas wilayah paling kecil di antara
kecamatan lainnya di Kabupaten Bogor adalah Ciomas dengan luas 18,65
km2. Kecamatan dengan populasi terbanyak berada di Cibinong dengan total
penduduk sebanyak 366,40 ribu jiwa, yang menjadikan kecamatan ini menjadi
kecamatan paling padat ketiga yakni sebesar 7.859 jiwa/km2 setelah
Bojonggede (10.320 jiwa/km2) dan Ciomas (9.241 jiwa/km2). Adapun
kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit yaitu Cariu sebanyak 52,06
ribu jiwa. Kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah berada di
Sukajaya.

Gambar 4.2 Batas administrasi Kabupaten Bogor

Berdasarkan Gambar 4.2 letak geografis Kabupaten Bogor memiliki batas-


batas sebagai berikut: (1) utara berbatasan dengan Kota Depok; (2) selatan
berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi; (3) barat berbatasan dengan
Kabupaten Lebak, Banten; (4) timur berbatasan dengan Kabupaten
53

Purwakarta; (5) timur laut berbatasan dengan Kabupaten Bekasi; (6) tenggara
berbatasan dengan Kabupaten Cianjur; dan (7) di tengah berbatasan dengan
Kota Bogor.
Tabel 4.4 Kondisi iklim Kabupaten Bogor tahun 2021
Unsur Iklim Min (bulan) Maks (bulan)
Suhu (°C) 16,00 (September) 29,00 (Mei)
Kelembaban (%) 41,00 (Juli) 100 (Jan, Feb, Nov, Des)
Curah Hujan (mm) 66,30 (Juli) 678,60 (Februari)
Kecepatan Angin (m/det) - 22,0 (Juni)
Tekanan Udara (mb) 898,9 (Februari) 1.011,6 (Desember)
Sumber: Kabupaten Bogor Dalam Angka (2022)
Tabel 4.4 menggambarkan temperatur Kabupaten Bogor pada 2021
berkisar antara 16,00 – 29,00 °C dengan kelembaban antara 41,00 – 100,00 %.
Curah hujan maksimum terjadi pada Februari sebesar 678,60 mm, sedangkan
curah hujan minimum pada Juli sebesar 66,30 mm. Kecepatan angin maksimal
terjadi di bulan Juni dengan kecepatan 22,00 m/det. Adapun tekanan udara
minimum terjadi pada Februari sebesar 898,9 mb, sedangkan tekanan udara
maksimum sebesar 1.011,6 mb pada Desember. Tabel 4.4 merupakan
Pengamatan unsur iklim di stasiun pengamatan Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bogor di Kabupaten Bogor pada tahun
2021.

B. Hasil Penelitian

1. Land Surface Temperature Wilayah Kota Bogor


Berdasarkan hasil analisis dari citra Landsat 8 tahun 2021 diketahui
bahwa land surface temperature (LST) atau suhu permukaan lahan di Kota
Bogor, sekitar 70 % wilayahnya berada di suhu lebih dari 30 °C. Peta pada
Gambar 4.3 merepresentasikan suhu permukaan yang tertangkap rekaman
citra Landsat 8 OLI/TIRS akuisisi 11 Mei 2021. Berdasarkan hasil ground
check, tingkat akurasi pada peta LST ini sebesar 80,39 persen. Tabel 4.5
menjelaskan luas tiap kelas suhu permukaan wilayah Kota Bogor
berdasarkan kecamatan.
54

Gambar 4.3 Land surface temperature wilayah Kota Bogor citra Landsat OLI/TIRS akuisisi 11
Mei 2021
55

Tabel 4.5 Luas land surface temperature wilayah Kota Bogor berdasarkan kecamatan

Luas Tiap Kelas (ha) Total


Kecamatan
I II III IV V VI VII VIII Luas (ha)
Bogor Utara 0 0 3 150 265 309 400 667 1.794
Bogor Barat 0 0 72 182 304 436 594 697 2.285
Bogor Timur 0 0 6 83 189 213 257 351 1.099
Bogor Selatan 35 140 559 745 569 424 322 351 3.145
Bogor Tengah 0 0 12 48 47 83 158 446 794
Tanahsareal 0 0 0 93 263 378 526 846 2.106
Total Luas 35 140 652 1.301 1.637 1.843 2.257 3.358 11.223

Persentase 0,31 1,25 5,81 11,59 14,59 16,42 20,11 29,92 100,00

Berdasarkan Gambar 4.3 dan Tabel 4.5 terlihat bahwa wilayah Kota
Bogor didominasi oleh suhu permukaan kelas VIII atau > 32 °C yakni
seluas 3.358 ha atau setara dengan 29,92 % dari luas Kota Bogor. Disusul
oleh kelas VII sampai kelas I secara berurutan.
Wilayah Kota Bogor dengan suhu < 26 °C pada suhu permukaan kelas
I yakni seluas 35 ha atau setara dengan 0,31 % dari total luas Kota Bogor.
Begitu juga pada suhu permukaan kelas II dengan suhu 26 – 27 °C seluas
140 ha atau sama dengan 1,25 % luas Kota Bogor. Dengan kata lain luas
suhu permukaan yang kurang dari 27 °C di Kota Bogor yaitu kurang dari
dua persen. Dua persen wilayah ini juga hanya terjadi di Bogor Selatan.
Sedangkan 98 % luas wilayah Kota Bogor lainnya berada pada suhu
permukaan di atas 27 °C.
Suhu permukaan kelas III atau pada rentang suhu 27 – 28 °C di Kota
Bogor paling luas terdapat di Bogor Selatan yaitu seluas 559 ha. Adapun
kecamatan lainnya seperti Bogor Barat seluas 72 ha, Bogor Tengah seluas
12 ha, Bogor Timur seluas 6 ha, dan Bogor Utara seluas 3 ha. Sedangkan
Tanahsareal tidak ada area yang memiliki suhu permukaan pada kelas ini.
Sehingga total luas suhu permukaan kelas III pada rentang suhu 27 – 28 °C
di Kota Bogor seluas 652 ha atau setara dengan 5,81 % dari total luas Kota
Bogor.
Suhu permukaan kelas IV atau pada rentang suhu 28 – 29 °C di Kota
Bogor paling luas terdapat di Bogor Selatan yakni seluas 745 ha.
Kecamatan dengan luas terkecil pada kelas ini ada di Bogor Tengah yaitu
seluas 48 ha, namun luas ini tidak jauh berbeda dengan Bogor Timur dan
56

Tanahsareal yang sama-sama berada kurang dari seratus hektar dengan


masing-masing luas 83 dan 93 ha. Sehingga total luas suhu permukaan
kelas IV pada rentang suhu 28 – 29 °C di Kota Bogor seluas 1.301 ha atau
sama dengan 11,59 % dari total luas Kota Bogor.
Suhu permukaan kelas V atau pada rentang suhu 29 – 30 °C di Kota
Bogor paling luas ada di Bogor Selatan yaitu seluas 569 ha. Kecamatan
dengan luas terkecil pada kelas ini terdapat di Bogor Tengah yakni seluas
43 ha. Adapun kecamatan lainnya, Bogor Barat seluas 304 ha, Bogor Utara
265 ha, Tanahsareal 263 ha, dan Bogor Timur 189 ha. Sehingga total luas
suhu permukaan kelas V pada rentang 29 – 30 °C di Kota Bogor seluas
1.637 ha atau sebesar 16,37 % dari total luas Kota Bogor.
Suhu permukaan kelas VI atau pada rentang suhu 30 – 31 °C di Kota
Bogor paling luas terdapat di Bogor Barat dengan luas 436 ha, namun
selisih ini tidak jauh berbeda dengan yang ada di Bogor Selatan dengan
luas 424 ha. Sedangkan kecamatan dengan luas paling kecil pada suhu
permukaan kelas ini ada di Bogor Tengah seluas 83 ha. Adapun kecamatan
lainnya, Tanahsareal seluas 378 ha, Bogor Utara seluas 309 ha, dan Bogor
Timur seluas 213 ha. Sehingga total luas suhu permukaan kelas VI pada
rentang 30 – 31 °C di Kota Bogor seluas 1.843 ha atau setara dengan
16,42% dari total luas Kota Bogor.
Suhu permukaan kelas VII atau pada rentang suhu 31 – 32 °C di Kota
Bogor paling luas ada di Bogor Barat yakni seluas 594 ha. Sedangkan
kecamatan dengan luas paling kecil pada suhu permukaan kelas ini ada di
Bogor Tengah dengan luas 158 ha. Adapun kecamatan lainnya,
Tanahsareal seluas 526 ha, Bogor Utara seluas 400 ha, Bogor Selatan
seluas 322 ha, dan Bogor Timur seluas 257 ha. Sehingga total luas suhu
permukaan kelas VII pada rentang 31 – 32 °C di Kota Bogor seluas 2.257
ha atau setara dengan 20,11 % dari total luas Kota Bogor.
Suhu permukaan kelas VIII atau pada suhu > 32 °C di Kota Bogor
paling luas terdapat di Tanahsareal dengan luas 846 ha. Sedangkan
kecamatan dengan luas paling kecil pada suhu permukaan kelas ini ada di
Bogor Timur dan Bogor Selatan dengan luas yang sama yakni 351 ha.
57

Adapun kecamatan lainnya, Bogor Barat seluas 697 ha, Bogor Utara seluas
667 ha, dan Bogor Tengah seluas 446 ha. Sehingga total luas suhu
permukaan kelas VIII pada suhu > 32 °C di Kota Bogor seluas 3.358 ha
atau setara dengan 29,92 % dari total luas Kota Bogor.

2. Land Surface Temperature Wilayah Kabupaten Bogor


Berdasarkan Berdasarkan hasil analisis dari citra Landsat 8 tahun 2021
diketahui bahwa land surface temperature (LST) atau suhu permukaan
lahan di wilayah Kabupaten Bogor, sekitar 70 % wilayahnya berada di
suhu kurang dari 27 °C. Hal ini berkebalikan dengan Kota Bogor yang
justru 70 % luas wilayahnya didominasi oleh kelas suhu di atas 30 °C.
Masih menggunakan citra yang sama dengan wilayah Kota Bogor, peta
pada Gambar 4.4 merepresentasikan suhu permukaan yang tertangkap
rekaman citra Landsat 8 OLI/TIRS akuisisi 11 Mei 2021.
Apabila diperhatikan, Gambar 4.4 menunjukkan bahwa wilayah
Kabupaten Bogor dengan suhu permukaan yang tinggi berada di bagian
tengah dan utara yang dekat dengan wilayah perkotaan. Selain
Gunungputri, ada juga Cibinong, Cileungsi, Bojonggede, Ciomas,
Citeureup, Sukaraja, dan Klapanunggal, yang memiliki luas lebih dari
seratus hektar pada kelas VIII. Dilihat dari angka populasi dan kepadatan
penduduk, Bojonggede dan Cibinong termasuk dua kecamatan dengan
populasi dan kepadatan tertinggi di Kabupaten Bogor. Dua kecamatan ini
pula yang memiliki area dengan suhu permukaan yang tinggi di antara
kecamatan lainnya di Kabupaten Bogor. Tabel 4.6 menjelaskan luas tiap
kelas suhu permukaan wilayah Kabupaten Bogor berdasarkan kecamatan.
58

Gambar 4.4 Land surface temperature wilayah Kabupaten Bogor citra Landsat 8 OLI/TIRS
akuisisi 11 Mei 2021
59

Tabel 4.6 Luas Land surface temperature wilayah Kabupaten Bogor berdasarkan kecamatan

Luas Tiap Kelas (ha)


No Kecamatan
I II III IV
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Nanggung 10.937 2.484 1.594 576
2 Leuwiliang 2.955 2.315 2.063 1.038
3 Leuwisadeng 144 712 1.453 760
4 Pamijahan 7.229 1.785 2.020 1.024
5 Cibungbulang 0 82 790 1.276
6 Ciampea 0 23 388 1.062
7 Tenjolaya 1.319 641 721 601
8 Dramaga 0 16 519 967
9 Ciomas 0 4 87 284
10 Tamansari 1.198 413 844 655
11 Cijeruk 1.207 891 1.581 720
12 Cigombong 1.613 731 1.089 730
13 Caringin 4.095 1.271 1.246 695
14 Ciawi 2.636 586 590 449
15 Cisarua 4.487 727 803 623
16 Megamendung 3.730 1.125 767 410
17 Sukaraja 123 296 713 1.043
18 Babakanmadang 2.643 1.630 1.711 1.268
19 Sukamakmur 8.435 5.564 3.438 761
20 Cariu 650 3.441 3.356 762
21 Tanjungsari 3.197 4.888 4.737 1.373
22 Jonggol 413 3.706 5.302 2.578
23 Cileungsi 0 112 905 1.719
24 Klapanunggal 1.110 2.002 2.459 1.867
25 Gunungputri 0 5 373 956
26 Citeureup 52 770 2.593 1.204
27 Cibinong 0 3 108 476
28 Bojonggede 0 0 58 297
29 Tajurhalang 3 3 131 1.024
30 Kemang 0 243 478 1.011
31 Rancabungur 0 345 676 693
32 Parung 0 9 929 353
33 Ciseeng 1 145 1.224 1.711
34 Gunungsindur 7 101 1.076 1.473
35 Rumpin 244 2.383 5.990 3.794
36 Cigudeg 4.030 8.239 3.492 1.299
37 Sukajaya 12.761 2.871 803 136
38 Jasinga 1.016 7.567 4.000 974
39 Tenjo 3 1.030 4.479 2.419
40 Parungpanjang 0 102 2.212 3.138
Total 76.238 59.261 67.798 44.199
Persentase 25,78 20,04 22,93 14,95
60

Lanjutan Tabel 4.6


Luas Tiap Kelas (ha) Total
No. Kecamatan Luas
V VI VII VIII (ha)
(1) (2) (7) (8) (9) (10) (11)
1 Nanggung 150 39 8 2 16.597
2 Leuwiliang 485 211 114 58 1.808
3 Leuwisadeng 265 139 58 28 2.843
4 Pamijahan 338 90 19 0 2.724
5 Cibungbulang 1.019 459 173 52 6.250
6 Ciampea 898 534 304 97 4.696
7 Tenjolaya 265 78 14 2 4.582
8 Dramaga 585 291 131 54 15.790
9 Ciomas 307 274 336 516 3.641
10 Tamansari 343 216 177 41 7.272
11 Cijeruk 236 73 18 0 3.887
12 Cigombong 368 170 59 14 2.257
13 Caringin 299 115 35 8 7.764
14 Ciawi 265 130 36 4 4.726
15 Cisarua 361 172 65 34 4.774
16 Megamendung 158 48 11 1 3.559
17 Sukaraja 713 688 538 309 18.293
18 Babakanmadang 908 621 311 122 8.476
19 Sukamakmur 86 9 0 0 6.140
20 Cariu 183 57 26 1 2.563
21 Tanjungsari 283 52 3 0 13.911
22 Jonggol 703 321 320 102 3.390
23 Cileungsi 1.579 1.247 867 592 3.094
24 Klapanunggal 755 659 443 250 12.505
25 Gunungputri 1.219 1.317 1.168 1.101 6.139
26 Citeureup 677 601 504 479 4.423
27 Cibinong 811 1.077 1.099 1.008 3.306
28 Bojonggede 491 701 771 525 6.880
29 Tajurhalang 1.226 498 150 59 9.214
30 Kemang 986 486 163 23 3.851
31 Rancabungur 391 126 25 1 17.747
32 Parung 434 790 27 182 14.533
33 Ciseeng 661 203 43 4 4.903
34 Gunungsindur 1.376 648 183 39 3.992
35 Rumpin 1.044 334 97 17 7.021
36 Cigudeg 493 146 32 16 9.545
37 Sukajaya 21 4 1 0 8.183
38 Jasinga 272 72 10 0 13.445
39 Tenjo 225 19 3 5 7.078
40 Parungpanjang 921 396 251 58 13.903
Total 22.800 14.111 8.593 5.804 295.705
Persentase 7,71 4,77 2,91 1,96 100,00
61

Berdasarkan Gambar 4.4 dan Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa wilayah
Kabupaten Bogor didominasi oleh suhu permukaan kelas I atau suhu < 26
°C yakni seluas 76.238 ha setara dengan 25,78 % dari luas Kabupaten
Bogor. Disusul oleh kelas III seluas 67.798 ha, kelas II seluas 59.261 ha,
kelas IV seluas 44.199 ha. Adapun suhu permukaan kelas V sampai VIII
masing-masing kurang dari delapan persen. Luas terkecil ada pada kelas
VIII yakni seluas 5.804 ha atau 1,96 % dari total luas Kabupaten Bogor.

Gambar 4.5 Luas suhu permukaan kelas I Kabupaten Bogor berdasarkan urutan

Berdasarkan grafik pada Gambar 4.5 diketahui bahwa suhu permukaan


kelas I atau pada suhu < 26 °C di Kabupaten Bogor paling luas terdapat di
Sukajaya seluas 12.761 ha. Berbeda dengan Cibungbulang, Ciampea,
Dramaga, Ciomas, Cileungsi, Gunungputri, Cibinong, Bojonggede,
Kemang, Rancabungur, dan Parung yang tidak terdapat area dengan suhu
permukaan pada kelas ini. Kecamatan-kecamatan tersebut memiliki
kepadatan penduduk rata-rata di atas seribu jiwa setiap kilometer persegi.
Kecamatan-kecamatan ini pula letaknya berbatasan langsung dengan Kota
Bogor di tengah dan kota-kota lainnya di utara yang tergabung ke dalam
metropolitan Jabodetabekpunjur.

Gambar 4.6 Luas suhu permukaan kelas II Kabupaten Bogor berdasarkan urutan
62

Gambar 4.6 memperlihatkan bahwa suhu permukaan kelas II atau pada


rentang suhu 26 – 27 °C di Kabupaten Bogor terluas ada di Cigudeg
dengan luas 8.239 ha. Kecamatan Bojonggede merupakan kecamatan yang
tidak terdapat suhu permukaan kelas II, sedangkan kecamatan dengan luas
terkecil pada kelas ini yaitu Cibinong dan Tajurhalang yang sama-sama
seluas 3 ha, kemudian Ciomas seluas 4 ha. Adapun 5 kecamatan lain yang
luasnya kurang dari seratus hektar yakni Gunungputri, Parung, Dramaga,
Ciampea, dan Cibungbulang. Total luas suhu permukaan kelas II pada
rentang suhu 26 - 27 °C di Kabupaten Bogor seluas 59.261 ha atau setara
dengan 20,04 % dari total luas Kabupaten Bogor.

Gambar 4.7 Luas suhu permukaan kelas III Kabupaten Bogor berdasarkan urutan

Berdasarkan Gambar 4.7 suhu permukaan kelas III atau pada rentang
suhu 27 – 28 °C di Kabupaten Bogor terluas terdapat di Rumpin dan
Jonggol dengan masing-masing seluas 5.990 ha dan 5.302 ha. Adapun
kecamatan dengan luas terkecil pada kelas ini yaitu Bojonggede seluas 58
ha. Total luas suhu permukaan kelas III pada rentang suhu 27 – 28 °C di
Kabupaten Bogor seluas 67.798 ha atau setara dengan 22,93 % dari total
luas Kabupaten Bogor.

Gambar 4.8 Luas suhu permukaan kelas IV Kabupaten Bogor berdasarkan urutan
63

Berdasarkan Gambar 4.8 suhu permukaan kelas IV atau pada rentang


suhu 28 – 29 °C di Kabupaten Bogor terluas ada di Rumpin dan
Parungpanjang dengan masing-masing seluas 3.794 ha dan 3.138 ha.
Adapun kecamatan dengan luas terkecil pada kelas ini yaitu Sukajaya
dengan seluas 136 ha. Total luas suhu permukaan kelas IV pada rentang
suhu 28 – 29 °C di Kabupaten Bogor seluas 44.199 ha atau setara dengan
14,95 % dari total luas Kabupaten Bogor.

Gambar 4.9 Luas suhu permukaan kelas V Kabupaten Bogor berdasarkan urutan

Berdasarkan Gambar 4.9 suhu permukaan kelas V atau pada rentang


suhu 29 – 30 °C di Kabupaten Bogor paling luas terdapat di Cileungsi
yakni seluas 1.579 ha. Adapun kecamatan dengan luas paling kecil pada
kelas ini adalah Sukajaya seluas 21 ha. Total luas suhu permukaan kelas V
pada rentang suhu 29 – 30 °C di Kabupaten Bogor seluas 22.800 ha atau
setara dengan 7,71 % dari total luas Kabupaten Bogor.

Gambar 4.10 Luas suhu permukaan kelas VI Kabupaten Bogor berdasarkan urutan

Suhu permukaan kelas VI atau pada rentang suhu 30 – 31 °C di


Kabupaten Bogor berdasarkan Gambar 4.10 paling luas terdapat di
64

Gunungputri dengan luas 1.317 ha. Kecamatan dengan suhu pada rentang
30 – 31°C yang kurang dari seratus hektar di Kabupaten Bogor antara lain
Sukajaya, Sukamakmur, Tenjo, Nanggung, Megamendung, Tanjungsari,
Cariu, Jasinga, Cijeruk, Tenjolaya, dan Pamijahan. Total luas suhu
permukaan kelas ini di Kabupaten Bogor sebesar 14.111 ha atau setara
dengan 4,77 % dari luas Kabupaten Bogor.

Gambar 4.11 Luas suhu permukaan kelas VII Kabupaten Bogor berdasarkan urutan

Adapun suhu permukaan kelas VII atau pada rentang suhu 31 – 32 °C


di Kabupaten Bogor berdasarkan Gambar 4.11 paling luas ada di
Gunungputri mencapai 1.168 ha dan Cibinong seluas 1.099 ha. Kecamatan
tanpa adanya suhu ini ada di Sukamakmur. Adapun kecamatan dengan
luas kurang dari satu kilometer persegi pada kelas ini antara lain Sukajaya,
Tenjo, Tanjungsari, Nanggung, Jasinga, Megamendung, Tenjolaya,
Cijeruk, Pamijahan, Rancabungur, Cariu, Parung, Cigudeg, Caringin,
Ciawi, Ciseeng, Leuwisadeng, Cigombong, Cisarua, dan Rumpin. Total
luas suhu permukaan kelas VII atau pada rentang suhu 31 – 32 C di
Kabupaten Bogor yakni 8.593 ha atau setara dengan 2,91 % dari total luas
Kabupaten Bogor.

Gambar 4.12 Luas suhu permukaan kelas VIII Kabupaten Bogor berdasarkan urutan
65

Sama seperti kelas VII, suhu permukaan kelas VIII dengan suhu > 32
°C di Kabupaten Bogor berdasarkan Gambar 4.12 paling luas terdapat di
Gunungputri dengan luas 1.101 ha dan Cibinong seluas 1.008 ha. Namun
kecamatan tanpa kelas ini lebih banyak dibanding kelas sebelumnya yakni
6 kecamatan, antara lain Sukamakmur, Sukajaya, Tanjungsari, Jasinga,
Cijeruk, dan Pamijahan. Kecamatan-kecamatan tersebut justru didominasi
oleh suhu permukaan kelas I. Adapun terdapat 22 kecamatan dengan luas
kurang dari seratus hektar pada kelas ini antara lain Megamendung,
Rancabungur, Cariu, Nanggung, Tenjolaya, Ciawi, Ciseeng, Tenjo,
Caringin, Cigombong, Cigudeg, Rumpin, Kemang, Leuwisadeng, Cisarua,
Gunungsindur, Tamansari, Cibungbulang, Dramaga, Leuwiliang,
Parungpanjang, Tajurhalang, dan Ciampea. Sedangkan 10 kecamatan
lainnya seluas 100 sampai 800 hektar. Total luas suhu permukaan kelas
VIII dengan suhu > 32 °C di Kabupaten Bogor adalah sebesar 5.804 ha
atau setara dengan 1,96 % dari total luas Kabupaten Bogor.

3. Urban Heat Island Permukaan di wilayah Bogor


Berdasarkan data luasan tiap kelas di Bogor baik di kota dan
kabupaten yang disajikan Tabel 4.5 dan Tabel 4.6 dibuatkan grafik boks
plot antara luas terhadap kelas suhu permukaan seperti yang disajikan pada
Gambar 4.13.

(a) (b)
Gambar 4.13 Boks plot antara luas terhadap kelas suhu permukaan di Kota Bogor (a)
dan Kabupatan Bogor (b)

Berdasarkan Gambar 4.13 dapat dilihat perbandingan grafik sebaran


data luas tiap kelas suhu permukaan di Kota dan Kabupaten Bogor. Pada
66

grafik (a) sebaran suhu permukaan Kota Bogor terbanyak berada di kelas
VIII dengan rata-rata tiap kecamatan memiliki luas area 556,5 ha, luas
maksimum 846 ha, dan luas minimum 351 ha; sedangkan grafik (b)
sebaran suhu permukaan Kabupaten Bogor terbanyak berada di kelas I
dengan rata-rata tiap kecamatan memiliki luas area 329 ha, luas
maksimum 12.761 ha, luas minimum 0 ha yang berarti ada kecamatan di
Kabupaten Bogor yang tidak memiliki suhu permukaan kelas I.
Keberadaan fenomena UHI di wilayah Bogor selain melihat luas tiap
kelas suhu permukaan, juga dapat dilihat melalui profil suhu permukaan
pada peta LST. Hasilnya selaras dengan Nurwanda dan Honjo terutama di
bagian Kota Bogor pada garis C – C’ saat melewati Kebun Raya Bogor.
Berdasarkan pengukuran profil suhu permukaan menunjukkan bahwa
adanya fenomena UHI di wilayah Bogor. Profil tersebut dibuat empat
garis, dengan titik mulai dan akhir berada pada perbatasan Kabupaten
Bogor. Profil suhu permukaan menggambarkan grafik nilai piksel suhu
permukaan yang dilalui garis melewati wilayah Kabupaten Bogor – Kota
Bogor – Kabupaten Bogor dari utara ke selatan, barat laut ke tenggara,
barat ke timur, dan barat daya ke timur laut. Keempat garis tersebut yakni:
(1) A – A’ dari utara ke selatan, (2) B – B’ dari barat laut ke tenggara, (3)
C – C’ dari barat ke timur, dan (4) D – D’ dari barat daya ke barat laut.
Garis dan hasil pengukuran profil LST wilayah Bogor disajikan pada
Gambar 4.14. Setiap garis menampilkan grafik nilai suhu tiap piksel yang
dilewati garis.
67

Gambar 4.14 Profil suhu permukaan wilayah Bogor berdasarkan LST Citra Landsat 8
OLI/TIRS akuisisi 19 Mei 2021
68

Berdasarkan Gambar 4.14 diketahui bahwa garis A – A’ dimulai dari


perbatasan Kabupaten Bogor di utara dan selatan serta melewati Kota
Bogor di tengah. Kecamatan yang dilalui yakni Bojonggede, Sukaraja,
Tanah Sareal, Bogor Tengah, Bogor Selatan, Cijeruk, dan Cigombong.
Garis A – A’ juga menunjukkan bahwa di Kabupaten Bogor suhu tertinggi
berada di Kecamatan Bojong Gede dan semakin tinggi terjadi di
Kecamatan Tanah Sareal di Kota Bogor.
Garis B – B’ dimulai dari perbatasan Kabupaten Bogor di barat laut
dan tenggara serta melewati Kota Bogor di tengah. Kecamatan yang
dilalui yakni Tenjo, Parung Panjang, Cigudeg, Rumpin, Rancabungur,
Dramaga, Bogor Barat, Bogor Tengah, Bogor Timur, Sukaraja,
Megamendung, dan Cisarua. Garis B – B’ menunjukkan bahwa suhu
permukaan tertinggi ada di Kota Bogor. Suhu terendah terjadi di
Kabupaten Bogor yakni mulai dari Sukaraja, Megamendung, dan Cisarua.
Garis C – C’ dimulai dari perbatasan Kabupaten Bogor di barat dan
tenggara serta melewati Kota Bogor di tengah. Kecamatan yang dilalui
yakni Sukajaya, Nanggung, Leuwisadeng, Leuwiliang, Cibungbulang,
Ciampea, Dramaga, Ciomas, Bogor Barat, Bogor Tengah, Bogor Timur,
Sukaraja, Babakan Madang, Citeureup, Klapanunggal, dan Cileungsi.
Garis C – C’ menunjukkan bahwa suhu permukaan tertinggi terjadi di
Ciomas dan Bogor Tengah. Adapun suhu permukaan yang lebih rendah di
Kabupaten Bogor yakni mulai dari Sukajaya, Nanggung, Leuwisadeng,
Leuwiliang, Cibungbulang, Ciampea, Dramaga, Sukaraja, Babakan
Madang, Citeureup, Klapa Nunggal, dan Cileungsi.
Garis D – D’ dimulai dari perbatasan Kabupaten Bogor di barat daya
dan timur laut serta melewati Kota Bogor di tengah Kecamatan yang
dilalui yakni Leuwiliang, Pamijahan, Tenjolaya, Tamansari, Ciomas,
Bogor Barat, Bogor Tengah, Bogor Utara, Sukaraja, Babakanmadang,
Citeureup, Klapanunggal, Cileungsi. Garis D – D’ menujukkan bahwa
suhu permukaan tertinggi ada di Bogor Tengah. Adapun suhu yang lebih
rendah terjadi di Kabupaten Bogor yakni mulai dari Leuwiliang,
69

Pamijahan, Tenjolaya, Tamansari, Ciomas, Sukaraja, Babakanmadang,


Citeureup, Klapanunggal, dan Cileungsi.
Kota Bogor menjadi pusat terjadinya UHI bila melihat persebaran suhu
permukaan yang dilihat dari peta LST. Setelah dilakukan analisis
perhitungan intensitas UHI ditemukan bahwa apabila perhitungan
intensitas UHI dilakukan terbatas wilayah Kota Bogor maka nilai
intensitas UHI sebesar 4,11 °C; namun intensitas UHI berkurang pada saat
area perhitungan diperluas satu sampai lima kilometer dari batas wilayah
Kota Bogor. Tabel 4.7 merincikan hasil perhitungan intensitas UHI
tersebut.

Tabel 4.7 Perhitungan intensitas UHI Bogor


Area Total Suhu Permukaan Lahan (°C) Ambang Intensitas
No Perhitungan Luas Rata- Batas UHI UHI Max
(ha) Std Min Max (°C) (°C)
Kota Bogor Rata
1 Tanpa diperluas 11.249 30,80 1,83 20,49 35,82 31,71 4,11
2 Diperluas 0,5 km 14.587 30,63 1,84 20,49 35,82 31,54 4,28
3 Diperluas 1 km 17.726 30,43 1,87 20,49 35,82 31,36 4,46
4 Diperluas 1,5 km 20.898 30,25 1,87 20,49 35,82 31,19 4,63
5 Diperluas 2 km 24.179 30,08 1,89 20,49 35,82 31,02 4,80
6 Diperluas 2,5 km 27.571 29,92 1,91 19,77 35,82 30,87 4,95
7 Diperluas 3 km 31.075 29,85 1,91 20,49 34,73 30,80 3,92
8 Diperluas 3,5 km 34.702 29,61 1,95 24,72 35,58 30,58 4,99
9 Diperluas 4 km 38.467 29,52 1,97 23,55 35,58 30,50 5,07
10 Diperluas 4,5 km 42.375 29,36 1,96 21,35 35,04 30,34 4,71
11 Diperluas 5 km 46.425 29,28 2,02 19,77 34,58 30,29 4,29

Berdasarkan Tabel 4.7 diketahui bahwa rata-rata suhu permukaan


setiap area berkisar antara 30,80 – 29,28; dengan nilai suhu minimal antara
19,77 – 24,72; dan suhu maksimal antara 34,58 – 35,82 dalam satuan
derajat Celsius. Adapun nilai ambang batas UHI semakin turun seiring
perluasan area perhitungan. Hal ini karena semakin luas area perhitungan
maka semakin banyak dan beragam piksel yang dihitung. Keragaman
piksel dapat terlihat pada standar deviasi yang semakin tinggi seiring
perluasan area perhitungan. Pada area perhitungan wilayah Kota Bogor
tanpa diperluas intensitas UHI sebesar 4,11 °C kemudian meningkat saat
area hingga diperluas 5 km sebesar 4,29 °C. Adapun peta intensitas dan
distribusi UHI digambarkan pada Gambar 4.15, sedangkan luasan tiap area
dan kelas UHI dirincikan pada Tabel 4.8.
70

Gambar 4.15 Peta intensitas dan distribusi urban heat island wilayah Kota Bogor dan
diperluas hingga lima kilometer dari batas Kota Bogor.
71

Tabel 4.8 Luas intensitas urban heat island berdasarkan kelas


Area Luas (ha)
Perhitungan Non-UHI UHI 1 UHI 2 UHI 3 UHI 4 UHI 5
Kota Bogor Total
(-11 – 0 °C) (0 – 1 °C) (1 – 2 °C) (2 – 3 °C) (3 – 4 °C) (>4 °C)
Tanpa diperluas 7.205 2.290 1.400 337 16 0 11.248
Diperluas 0,5 km 9.429 2.787 1.831 506 34 0 14.587
Diperluas 1 km 11.559 3.150 2.220 726 67 1 17.723
Diperluas 1,5 km 13.767 3.502 2.560 951 118 2 20.900
Diperluas 2 km 16.015 3.865 2.894 1.206 192 4 24.176
Diperluas 2,5 km 18.390 4.152 3.244 1.485 290 9 27.570
Diperluas 3 km 21.200 4.412 3.480 1.654 337 14 31.097
Diperluas 3,5 km 23.318 4.781 3.907 2.141 521 32 34.700
Diperluas 4 km 26.266 5.069 4.139 2.338 609 44 38.465
Diperluas 4,5 km 28.859 5.443 4.468 2.717 811 76 42.374
Diperluas 5 km 32.128 5.754 4.727 2.845 877 91 46.422

Berdasarkan Gambar 4.15 dan Tabel 4.8 diketahui persebaran UHI dan
luas masing-masing kelas setiap area perhitungan. Kelas dibagi menjadi
enam yakni non-UHI, UHI 1 sampai 5. Kelas non-UHI merupakan area
yang memiliki suhu permukaan di bawah ambang batas hingga ke suhu
permukaan minimal di setiap area. Adapun kelas UHI 1 sampai 5
merupakan area yang memiliki suhu permukaan di atas ambang batas.
UHI 1 berarti area tersebut memiliki nilai intensitas UHI sebesar 0 – 1 °C.
Dengan kata lain, area UHI 1 lebih hangat 0 – 1 °C dari nilai ambang
batas. Begitu pula kelas selanjutnya. Berdasarkan Tabel 4.8 diketahui
bahwa kelas terluas yakni kelas non-UHI ketimbang kelas UHI 1 sampai 5
di setiap area perhitungan. Perbandingan antara luas wilayah terjadinya
UHI dan non-UHI disajikan grafik pada Gambar 4.16.

Gambar 4.16 Perbandingan luas area UHI dan Non-UHI di Kota Bogor

Berdasarkan Gambar 4.16 diketahui bahwa wilayah Kota Bogor tanpa


diperluas yang tidak terjadi UHI luas areanya 64,06 % lebih luas
ketimbang area yang terjadi UHI. Kemudian saat perhitungannya diperluas
72

hingga 5 km, artinya melibatkan wilayah pedesaan di sekitar Kota Bogor,


wilayah yang tidak terjadi UHI hampir 70 persen atau lebih tepatnya 69,21
% lebih luas dibanding wilayah yang terjadi UHI.

4. Pengaruh Luas Area Perhitungan terhadap Intensitas UHI di


Wilayah Bogor
Hasil yang menunjukkan bahwa ada perbedaan intensitas UHI jika
area perhitungan dilakukan di area yang berbeda, selaras dengan penelitian
Fawzi di Yogyakarta yang memiliki intensitas UHI 2,5 °C kemudian
diperluas 1 km dari batas Kota Yogyakarta intensitas UHI menjadi 3,23
°C. Menurutnya perbedaan intensitas UHI antara luas yang berbeda, yakni
dari batas kota itu sendiri dan melibatkan area pedesaan, terjadi karena ada
kemungkinan area yang belum terbangun atau area bervegetasi saat
diperluas7.
Namun penelitian Fawzi masih terbatas melihat perbedaan intensitas
UHI jika diperluas 1 km, tidak melihat jika diperluas 2 km, 3 km dan
seterusnya. Penelitian ini mencoba melihat pengaruh jika area perhitungan
diperluas hingga 5 km dengan rentang 0,5 km sehingga melibatkan lebih
banyak wilayah pedesaan. Uji regresi linear sederhana dilakukan untuk
mengetahui pengaruh luas area perhitungan terhadap intensitas UHI di
wilayah Kota Bogor. Analisis regresi linear sederhana dilakukan antara
luas area perhitungan sebagai variabel bebas, sedangkan intensitas UHI
sebagai variabel kontrol. Intensitas UHI yang dimaksud ialah intensitas
UHI maksimal setiap area yang merujuk pada data Tabel 4.7. Variabel
bebas dinotasikan sebagai X dan variabel kontrol dinotasikan sebagai Y.

a) Hasil Uji Regresi


Hasil perhitungan uji regresi linear sederhana antara luas area
perhitungan terhadap intensitas UHI menggunakan IBM SPSS
Statistics dapat dilihat pada Lampiran 1 dan penyajiannya dirangkum
dalam Tabel 4.9.

7
Nurul Ihsan Fawzi “Mengukur Urban Heat Island Menggunakan Penginderaan Jauh,
Kasus di Kota Yogyakarta”. Majalah Ilmiah Globe 19, no.2 (2017): 200.
73

Tabel 4.9 Hasil uji regresi linear sederhana antara luas area perhitungan (x) terhadap
intensitas UHI (y) di wilayah Bogor

Konstanta a Konstanta b R. Square Sig. thitung ttabel


4,268 0,00001056 0,103 0,677 1,016 2,201
Keterangan : n = 11

Berdasarkan Tabel 4.9 didapatkan hasil persamaan regresi antara


variabel X dan Y yaitu Y = 4,268 + 0,00001056X. Konstanta a
menunjukkan angka 4,268 artinya jika tidak ada luas area perhitungan
(X) maka konsisten intensitas UHI adalah sebesar 4,268. Koefisien
regresi sebesar 0,00001056 berarti bahwa setiap penambahan satu
satuan luas area perhitungan maka meningkatkan intensitas UHI
sebesar 0,00001056. Koefisien regresi yang positif menunjukkan
bahwa jika luas area perhitungan meningkat maka intensitas UHI juga
meningkat, begitu pun sebaliknya.
Nilai R Square didapatkan angka sebesar 0,103 yang menunjukkan
bahwa pengaruh luas area perhitungan terhadap intensitas UHI sebesar
10,3 % sedangkan 89,7 % intensitas UHI dipengaruhi oleh variabel
lain yang tidak diteliti.
Nilai thitung didapat 1,016 dan ttabel 2,201 itu berarti thitung < ttabel.
Adapun nilai Sig. didapatkan angka sebesar 0,677 yang menunjukkan
lebih besar dari probabilitas 0,05 atau nilai Sig. > 0,05. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak, yang berarti tidak ada
pengaruh signifikan antara variabel luas area perhitungan (X)
terhadap variabel Intensitas UHI (Y).

b) Hasil Uji Asumsi Klasik


Uji asumsi klasik penelitian ini terdiri dari uji normalitas, uji
linearitas, dan uji heteroskedastisitas. Pertama, hasil uji normalitas
ditampilkan dengan melihat grafik Normal P-P Plot of regression
standardized yang disajikan pada Gambar 4.17.
74

Gambar 4.17 Normal P-P Plot of regression standardized

Berdasarkan Gambar 4.17 penyebaran data pada sumber diagonal


grafik Normal P-P Plot of regression standardized menunjukkan
bahwa data berada di sekitar garis dan mengikuti garis diagonal
sehingga model regresi telah normal dan layak diprediksi variabel
bebas dan sebaliknya.
Adapun hasil uji normalitas dapat dilihat menggunakan nilai
signifikansi, begitu pun uji linearitas dan uji heteroskedastisitas. Hasil
perhitungan menggunakan IBM SPSS Statistics dapat dilihat pada
Lampiran 2 dan dirangkum pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Hasil uji asumsi klasik pada data variabel luas area perhitungan (x) dan
intensitas UHI (y) di wilayah Bogor
Uji Normalitas Uji Linearitas Uji Heteroskedastisitas
(Asymp. Sig. (2-tailed)) (Deviation from Linearity Sig.) (Sig.)
0,200 0,225 0,298

Berdasarkan Tabel 4.10 diketahui bahwa uji asumsi klasik pada


normalitas didapat nilai Asymp. Sig. (2-tailde) adalah 0,200. Angka ini
lebih besar daripada nilai signifikansi 0,05. Dengan kata lain, nilai
Asymp. Sig. (2-tailde) > 0,05 yang berarti bahwa data berdistribusi
normal. Selanjutnya diketahui bahwa nilai Deviation from Linearity
Sig. sebesar 0,225. Nilai ini lebih besar ketimbang nilai signifikansi
0,05 atau Deviation from Linearity Sig.> 0,05. Hal ini menunjukkan
bahwa variabel X dengan Y adalah linear. Terakhir uji
heteroskedastisitas menunjukkan bahwa signifikansi > 0,05 dengan
nilai 0,298 maka itu berarti tidak terjadi heteroskedastisitas.
75

C. Pembahasan Mengenai Fenomena Urban Heat Island Wilayah Bogor


Membahas tentang fenomena Urban Heat Island berarti berbicara soal
adanya perbedaan besaran kemampuan menghantarkan energi termal dari area
urban ke suburban. Dalam penelitian ini Kota Bogor merupakan wilayah
urban sedangkan Kabupaten Bogor merupakan area suburban. Berdasarkan
hasil penelitian, fenomena UHI atau pulau panas perkotaan di wilayah Bogor
terpusat di Kota Bogor. Suhu permukaan di Kota Bogor menunjukkan kondisi
yang lebih hangat ketimbang area pedesaan di Kabupaten Bogor. Hal ini dapat
dilihat dari hasil perbandingan sebaran data luas terhadap kelas suhu
permukaan di Kota dan Kabupaten Bogor. Wilayah Kota Bogor didominasi
suhu permukaan tinggi sedangkan Kabupaten Bogor didominasi suhu
permukaan rendah. Artinya Kota Bogor memiliki suhu permukaan yang tinggi
dan semakin menurun ke Kabupaten Bogor. Hal ini merujuk pada pengertian
UHI yang dikemukakan di awal oleh Oke dalam Fawzi8; Tursilowati9; Voogt
dalam Effendy10; dan Noviyanti11 bahwa UHI merupakan kondisi suhu
perkotaan lebih hangat dan suhunya semakin menyusut apabila semakin
menjauh dari pusat kota.
Distribusi suhu permukaan di Kabupaten Bogor yang berada di bagian
selatan diketahui bahwa wilayah ini didominasi oleh suhu permukaan kelas I
(<26 °C). Hal ini karena kondisi topografi Kabupaten Bogor relatif rendah di
bagian utara dan semakin tinggi di bagian selatan karena di bagian selatan
terdapat Gunung Salak dan Gunung Gede Pangrango. Hal ini menurut Aguiar
dalam Asmiwyati yang telah dijelaskan pada tinjauan pustaka bahwa topografi
merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dikendalikan dalam
pembentukan UHI selain waktu, tutupan awan dan angin, serta kondisi

8
Oke (1982) dalam Nurul Ihsan Fawzi, “Mengukur Urban Heat Island Menggunakan
Penginderaan Jauh, Kasus di Kota Yogyakarta”. Majalah Ilmiah Globe 19, no.2 (2017): 196.
9
Laras Tursilowati, “Urban Heat Island dan Kontribusinya pada Perubahan Iklim dan
Hubungannya dengan Perubahan Lahan”. Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan
Perubahan Global, (2007): 89.
10
Voogt (2002) dalam Sobri Effendy, “Keterkaitan Ruang Terbuka Hijau dengan Urban
Heat Island Wilayah Jabotabek”. (Disertasi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor,
2007), 5.
11
Elvina Noviyanti, “Konsep Manajemen UHI (Urban Heat Island) di Kawasan CBD
Kota Surabaya (UP. Tunjungan)”. (Tesis, Jurusan Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, Surabaya, 2016), 20
76

klimatologi12. Begitu pun di Kota Bogor, kecamatan Bogor Selatan yang


memiliki ketinggian lebih tinggi dibanding bagian utara, suhu permukaannya
didominasi oleh kelas IV (28 – 29 °C). Kecamatan Bogor Selatan berbeda
sendiri dengan kecamatan lainnya di Kota Bogor yang justru didominasi oleh
suhu permukaan kelas VIII (>32 °C).
Adapun dari sudut pandang populasi penduduk Kota Bogor memiliki
kepadatan penduduk per kilometer yang lebih padat dibanding Kabupaten
Bogor. Populasi penduduk menurut Zulkarnain13 dan Ghazanfari, dkk dalam
Noviyanti14 merupakan salah satu penyebab terjadinya UHI. Hal ini berarti
panas yang terjadi di pusat kota sangat erat dengan aktivitas manusia di
dalamnya. Ditambah dengan terkonsentrasinya penduduk di kota yang berarti
aktivitas manusianya semakin tinggi. Populasi penduduk di perkotaan yang
padat melepaskan panas antropogenik berasal dari pembakaran bahan bakar
fosil, AC, dan sumber panas lainnya. Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa kecamatan yang berada di bagian utara Kabupaten Bogor memiliki
suhu permukaan kelas VIII (>32 °C) seperti Cibinong dan Bojonggede yang
juga memiliki kepadatan penduduk yang tinggi. Menurut Nurwanda dan
Honjo, cepatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan perkotaan di
Bogor khususnya Kota Bogor disebabkan karena wilayah ini merupakan kota
satelit yang dekat dengan ibukota negara DKI Jakarta15. Bojonggede dan
Cibinong berada di bagian utara Kabupaten Bogor yang dekat dengan Kota
Depok kemudian Jakarta.
Keterkaitan keruangan antara kecamatan di Kabupaten Bogor yang dekat
dengan wilayah perkotaan juga menunjukkan hasil suhu permukaan yang
berbeda dengan kecamatan lainnya di Kabupaten Bogor. Hasil penelitian

12
Aguiar (2012) dalam I G. A. A. Rai Asmiwyati. eds. Urban Heat Island; Sebuah
Tinjauan Pustaka. (Badung: Universitas Udayana, 2018), bab. 2, 14
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/7d4d6503d9cedbe30c31a6f82e42e000.pdf
13
Rizki Cholik Zulkarnain, “Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan terhadap Perubahan
Suhu Permukaan di Kota Surabaya”. (Skripsi, Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2016), 17.
14
Ghazanfari, dkk. (2009) dalam Elvina Noviyanti, “Konsep Manajemen UHI (Urban
Heat Island) di Kawasan CBD Kota Surabaya (UP. Tunjungan)”. (Tesis, Jurusan Arsitektur,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2016), 18.
15
Atik Nurwanda dan Tsuyoshi Honjo, “Analysis of Land Use Change and Expansion of
Surface Urban Heat Island in Bogor City by Remote Sensing”. ISPRS Int. J. Geo-Information 7
(2018): 2.
77

menunjukkan bahwa wilayah Kabupaten Bogor dengan suhu permukaan yang


tinggi berada di bagian tengah dan utara yang dekat dengan wilayah perkotaan
yakni Gunungputri, Cibinong, Cileungsi, Bojonggede, Ciomas, Citeureup,
Sukaraja, dan Klapanunggal memiliki luas lebih dari seratus hektar pada kelas
VIII (>32 °C). Kecamatan-kecamatan tersebut berbatasan langsung dengan
wilayah Kota Bogor di bagian tengah serta Kota Depok, Kota Bekasi, dan
Kota Tangerang di bagian utara. Hal ini selaras dengan hasil penelitian
Rosalena dkk. yang mengatakan bahwa suhu tinggi di Kabupaten Bogor
ditemukan di bagian utara dan tengah karena dekat dengan wilayah
perkotaan16.
Selain karena dekat dengan kota lainnya, kecamatan-kecamatan di
Kabupaten Bogor yang didominasi oleh suhu permukaan tinggi merupakan
kawasan industri di Bogor. Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten
Bogor dalam BPS mencatat bahwa Kabupaten Bogor memiliki 1.930
perusahaan industri menengah besar pada tahun 201917. Selain adanya
Kawasan Industri Sentul, pabrik-pabrik banyak juga didirikan di Kabupaten
Bogor bagian timur daerah di kecamatan-kecamatan seperti Gunungputri,
Cibinong, Cileungsi, Citeureup, dan Klapanunggal.
Adapun hasil penelitian yang menggambarkan bahwa wilayah Kota Bogor
didominasi oleh kelas suhu permukaan yang tinggi senada dengan penelitian
Nurwanda dan Honjo yang menyatakan bahwa Kota Bogor umumnya
memiliki nilai suhu permukaan yang tinggi terutama di bagian tengah atau
pusat Kota Bogor itu sendiri18. Meskipun demikian, apabila diperhatikan
keberadaan Kebun Raya Bogor yang letaknya di pusat kota berada di kelas
suhu permukaan III dan IV. Berbeda dengan pemukiman padat di sekitarnya
yang berada di kelas suhu permukaan V hingga VIII. Hal ini karena Kebun
Raya Bogor dengan luas area mencapai 87 ha ditumbuhi dengan koleksi

16
I R Rosalena, Rokhmatuloh, dan Revi Hernina, “Water Supplying Vegetation Index
(WSVI) Analysis for Drought Rate Mapping in Bogor Regency”. IOP Conf. Series: Earth and
Environmental Science 284, (2019): 6.
17
Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Bogor dalam BPS, Jumlah
Perusahaan Industri Menengah Besar 2017-2019.
https://bogorkab.bps.go.id/indicator/9/160/1/jumlah-perusahaan-industri-menengah-besar.html
18
Atik Nurwanda dan Tsuyoshi Honjo, “The prediction of city expansion and land
surface temperature in Bogor City, Indonesia”. Sustainable Cities and Society 52, (2020): 6.
78

tumbuhan lebih dari dua belas ribu spesimen19. Hasil yang menunjukkan
bahwa kelas suhu permukaan di area Kebun Raya Bogor lebih rendah dari
pemukiman padat disekitarnya juga selaras dengan penelitian Rahayu dan
Yusri bahwa Kebun Raya Bogor memiliki peran lingkungan sebagai Urban
Cool Island (UCI) karena vegetasi yang ada di dalamnya dapat mengatur
iklim mikro dan kualitas udara di sekitarnya20.
Terkait dengan metode ekstrasi citra landsat menjadi peta LST
menunjukkan bahwa jenis UHI yang diteliti ialah UHI permukaan atau
Surface Urban Heat Island (SUHI). Menurut Rooth, UHI permukaan
ditentukan oleh suhu permukaan yang meluas di seluruh permukaan tiga
dimensi. Ini adalah fenomena keseimbangan energi permukaan dan
melibatkan semua aspek perkotaan (jalan, dinding vertikal, atap, pohon,
dll.)21. Rekaman citra landsat melalui sensor Thermal Infrared (TIRS) pada
akuisisi 11 Mei 2021 path 122 row 065 khususnya pada saluran/band 4, 5, dan
10 berhasil menggambarkan kondisi suhu permukaan di wilayah Bogor dalam
penelitian ini, dengan tingkat akurasi sebesar 80,39 persen dari 51 titik piksel
yang dilakukan pengecekan lapang. Komputasi persamaan dalam perangkat
lunak Sistem Informasi Geografis (SIG) Quantum GIS juga memudahkan
peneliti dalam mengambarkan distribusi suhu dan memperoleh data suhu
permukaan, data luas area, profil suhu permukaan sehingga dapat disajikan
dan diinterpretasi.
Terakhir mengenai hasil analisis regresi linear sederhana antara luas area
perhitungan (X) terhadap intensitas UHI (Y) menunjukkan bahwa tidak
adanya pengaruh yang signifikan antara dua variabel tersebut. Intensitas UHI
di Kota Bogor dipengaruhi sangat kecil sekali oleh luas area perhitungan
yakni sebesar 0,00001026. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah pedesaan
yang dilibatkan dalam perhitungan memiliki suhu permukaan yang tidak jauh
19
Tim Humas Biro Kerja Sama, Hukum, dan Humas LIPI dan Tim Komunikasi
Pemerintah Kemkominfo, 200 Tahun Kebun Raya Bogor, Kokoh sebagai Benteng Terakhir
Penyelamatan Flora, (kominfo.go.id, 2017), https://www.kominfo.go.id/content/detail/9657/200-
tahun-kebun-raya-bogor-kokoh-sebagai-benteng-terakhir-penyelamatan-flora/0/artikel_gpr
20
E M D Rahayu dan S Yusri, “Bogor Botanic Gardens as nature-based solution for
mitigation urban heat island and microclimate regulation. IOP Conf. Series: Earth and
Environmental Science 914, (2021):6.
21
M. Rooth. eds. Urban Heat Island. In Fernando, H.J.S., Handbook of Environmental
Fluid Dynamics, Volume Two. CRC Press/Taylor & Francis Group, LLC, 2013, 149.
79

berbeda dengan wilayah perkotaan di Kota Bogor. Keragaman piksel yang


ditunjukkan oleh standar deviasi suhu permukaan seiring perluasan area
perhitungan tidak meningkat secara signifikan. Dapat pula dikatakan, wilayah
pedesaan yang dilibatkan yakni lima kilometer dari batas Kota Bogor
memiliki suhu permukaan yang tidak jauh berbeda dengan suhu permukaan
yang ada di Kota Bogor. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa
wilayah pedesaan dalam kecamatan Kabupaten Bogor yang berbatasan
langsung dengan Kota Bogor tidak memiliki area suhu permukaan kelas I
(<26 °C). Kecamatan tersebut antara lain Cibinong, Sukaraja, Bojonggede,
Tajurhalang, Parung, Kemang, Rancabungur, Dramaga, dan Ciomas.
Karakteristik wilayah desa yang berbatasan langsung dengan kota menujukkan
keadaan suhu permukaan yang mirip. Berdasarkan nilai R Square juga
menunjukkan bahwa intensitas UHI yang meningkat hanya 10,3 %
dipengaruhi luas area perhitungan sedangkan 89,7 % sisanya dipengaruhi oleh
faktor lain yang tidak diteliti.

D. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan penelitian yang mencakup hal-hal
berikut:
1. Data suhu yang didapat terbatas pada suhu permukaan hasil ekstrasi citra
satelit menjadi citra estimasi LST. UHI yang digambarkan dalam
penelitian ini juga menjadi terbatas pada jenis Surface Urban Heat Island
(SUHI) atau UHI permukaan. Penelitian ini tidak menggambarkan UHI
pada bagian Canopy Layer, dan Boundary Layer.
2. Pengecekan uji akurasi pada peta LST terbatas pada tingkat kesalahan
10% sehingga jumlah titik yang diuji terbatas pada 51 titik. Serta dalam
penentuan lokasi yang hendak diuji terbatas menggunakan teknik simple
random sampling.
3. Variabel kontrol yang digunakan untuk mengukur perngaruh terhadap
intensitas UHI terbatas satu variabel yakni luas area perhitungan. Faktor-
faktor lain penyebab terbentuknya UHI di wilayah perkotaan tidak
dihitung pada penelitian ini.
80

4. Jumlah area perhitungan UHI penelitian ini hanya diperluas sampai lima
kilometer sehingga frekuensi data luas area perhitungan dan intensitas
UHI terbatas 11 area. Perluasan area perhitungan dari batas Kota Bogor
tidak mencapai ujung batas Kabupaten Bogor.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan untuk menjawab
pertanyaan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Distribusi suhu permukaan di wilayah Kota Bogor didominasi oleh suhu
permukaan kelas VIII atau > 32 °C yakni seluas 3.358 ha atau setara
dengan 29,92 % dari luas Kota Bogor. Adapun distribusi suhu permukaan
di wilayah Kabupaten Bogor didominasi oleh suhu permukaan kelas I atau
suhu < 26 °C yakni seluas 76.238 ha setara dengan 25,78 % dari luas
Kabupaten Bogor. Hal ini juga dapat dilihat dari grafik perbandingan luas
tiap kelas suhu permukaan antara wilayah Kota dan Kabupaten Bogor.
Sebaran suhu permukaan kelas VIII di Kota Bogor rata-rata tiap
kecamatan memiliki luas area 556,5 ha, luas maksimum 846 ha, dan luas
minimum 351 ha; sedangkan sebaran suhu permukaan kelas I di
Kabupaten Bogor rata-rata tiap kecamatan memiliki luas area 329 ha, luas
maksimum 12.761 ha, luas minimum 0 ha yang berarti ada kecamatan di
Kabupaten Bogor yang tidak memiliki suhu permukaan kelas I.
2. Luas area perhitungan tidak ada pengaruh signifikan terhadap intensitas
UHI di wilayah Bogor. Persamaan regresi didapatkan Y = 4,268 +
0,00001056X yang berarti setiap penambahan satu satuan luas area
perhitungan maka meningkatkan intensitas UHI sebesar 0,00001056.
Koefisien regresi yang positif menunjukkan bahwa jika luas area
perhitungan meningkat maka intensitas UHI juga meningkat, begitu pun
sebaliknya. Nilai R Square sebesar 0,103 yang berarti bahwa pengaruh
luas area perhitungan terhadap intensitas UHI sebesar 10,3 % sedangkan
89,7 % intensitas UHI dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti.

B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian, kondisi suhu permukaan yang tinggi terpusat
di wilayah Kota Bogor, kemudian suhu permukaan di Kabupaten Bogor lebih
rendah seiring menjauh dari Kota Bogor. Implikasi dari adanya fenomena

81
82

Urban Heat Island (UHI) ini adalah masyarakat yang tinggal di Kota Bogor
akan merasa lebih hangat atau lebih panas ketimbang sebagian besar
masyarakat yang ada di Kabupaten Bogor. Kecuali masyarakat Kabupaten
Bogor yang ada di kecamatan-kecamatan yang berbatasan langsung dengan
Kota Bogor. Karena kecamatan-kecamatan tersebut cenderung menunjukkan
adanya kemiripan kondisi suhu permukaan dengan Kota Bogor. Kemudian,
implikasi dari tidak adanya pengaruh signifikan antara luas area perhitungan
terhadap intensitas UHI di Kota Bogor berarti masyarakat yang tinggal di
pedesaan yang dilibatkan dalam perhitungan merasakan intensitas UHI yang
tidak jauh berbeda dengan sebagian besar masyarakat Kota Bogor.

C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa saran yang dapat menjadi
bahan pertimbangan bagi berbagai pihak, antara lain:
1. Bagi masyarakat Kota Bogor, berdasarkan hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa suhu permukaan di wilayah Kota Bogor lebih hangat
dapat menekan efek UHI dengan cara menanam dan merawat pohon di
lingkungan sekitar serta bijak dan hemat terhadap penggunaan teknologi
yang berhubungan langsung dengan pembakaran energi fosil.
2. Bagi pemerintah Kota dan Kabupaten Bogor dapat mengoptimalkan
kebijakan yang sudah ada maupun yang baru untuk menekan terjadinya
penyebaran UHI, misalnya dengan membatasi laju urbanisasi, pengecekan
uji emisi gas kendaraan, maupun perluasan ruang terbuka hijau.
3. Bagi peneliti selanjutnya dapat meneliti faktor lain yang dapat
memengaruhi intensitas UHI. Namun apabila ingin menggambarkan
fenomena UHI di suatu kota disarankan untuk melibatkan wilayah
pedesaan di sekitarnya agar hasil yang didapat merupakan perbandingan
suhu wilayah perkotaan dan pedesaan. Kemudian teknik penentuan lokasi
yang hendak dilakukan uji akurasi disarankan menggunakan teknik cluster
random sampling berdasarkan kelas suhu permukaan sehingga titik yang
diuji merata berdasarkan kelas.
83

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Badan Pusat Statistik, Kota Bogor Dalam Angka 2022. BPS Kota Bogor, 2022.
Badan Pusat Statistik, Kabupaten Bogor Dalam Angka 2022. BPS Kabupaten
Bogor, 2022
Barkey, dkk.. Buku Ajar Sistem Informasi Geografis. Laboratorium Perencanaan
dan Sistem Informasi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas
Hasanudin, 2009.
Daldjoeni, N. Geografi Manusia. Yogyakarta: Ombak, 2020.
Danoedoro, Projo. Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Yogyakarta: ANDI,
2012.
Insyani. Dasar-Dasar Penginderaan Jauh. Semarang: Alprin, 2010.
Nazir, Moh. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia, 2013.
Pidwirny, Michael. Understanding Physical Geography, Chapter 2: Maps, GIS
and Remote Sensing. Kelowna: Our Planet Earth Publishing, 2021.
Prasetyo, Bambang dan Jannah, Lina M. Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan
Aplikasi. Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
Soetomo, Sugiono. Urbanisasi dan Morfologi: Proses Perkembangan Peradaban
dan Wadah Ruangnya Menuju Ruang Yang Manusiawi. Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009.
Stewart, Iain D. dan Mills, Gerald. The Urban Heat Island A Guidebook..
Amsterdam: Elsevier, 2021.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D). Bandung: Alfabeta, 2016.
Sulistiyanto. Sistem Informasi Geografis Teori dan Praktik dengan Quantum GIS.
Malang: Ahlimedia Press, 2021.
Sutanto. Metode Penelitian Penginderaan Jauh. Yogyakarta: Ombak, 2016.
U.S. Geological Survey. Landsat 7 (L7) Data Userrs Handbook. v.2.0. Sioux
Falls: EROS, 2019a.
. Landsat 8 (L8) Data Userrs Handbook. v.5.0. Sioux Falls: EROS, 2019b.
Widi, Restu Kartiko. Asas Metodologi Penelitian (Sebuah Pengenalan dan
Penentuan Langkah demi Langkah Pelaksanaan Penelitian). Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2010.
Yusuf, A. Muri. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian
Gabungan. Jakarta: Kencana, 2014.

Artikel Jurnal Ilmiah


Aksa, Furqan Ishak dkk.. “Geografi dalam Perspektif Filsafat Ilmu”. Majalah
Geografi Indonesia 33, no.1 (2019): 43-47.
Aqli, Wafirul. “Analisa Buffer dalam Sistem Informasi Geografis untuk
Perencanaan Ruang Kawasan”, INERSIA 6, no.2 (2010): 192-201.
Asmiwyati, I Gusti Agung Ayu Rai. dkk.. “Identifikasi Suhu Permukaan terhadap
Penutupan Lahan dari Landsat 8: Studi Kasus Kota Denpasar”. Jurnal
Arsitektur Lansekap 6, no.2 (2020): 240-246.
Darlina, Seprila Putri. dkk.. “Analisis Fenomena Urban Heat Island serta
Mitigasinya (Studi Kasus: Kota Semarang). Jurnal Geodesi Undip 7, no.3
(2018): 77-87.
84

Das, Amborish. “A Spatio-Temporal Analysis of Land Surface Temperature


(LST) in Bunkara District, West Bengal (India) Using Landsat Images”.
International Journal of Current Research 7, no.7 (2015): 18.846-18.851.
Fardani, Irland. dkk.. “Penggunaan Satelit Landsat untuk Analisis Urban Heat
Island Studi Kasus Kota Bandung”. Seminar Nasional Geomatika 2018:
Penggunaan dan Pengembangan Informasi Geospasial Mendukung Daya
Saing Nasional (2018): 1137-1146.
Fawzi, Nurul Ihsan. “Mengukur Urban Heat Island Menggunakan Penginderaan
Jauh, Kasus di Kota Yogyakarta”. Majalah Ilmiah Globe 19, no.2 (2017):
195-206.
_____. “Pemetaan Emisivitas Permukaan menggunakan Indeks Vegetasi’.
Majalah Ilmiah Globe 16, no.2 (2014): 133-139.
Madakarah, Nafiriair Yufan, dkk.. “Variations of Land Surface Temperature and
Its Relationship with Land Cover and Change in IPB Campus, Dramaga
Bogor 2013-2018”. E3S Web of Conferences 123, (2019): 1-10.
Mardiatmoko, Gun. “Pentingnya Uji Asumsi Klasik pada Analisis Regresi Linier
Berganda (Studi Kasus Penyusunan Persamaan Allometrik Kenari Muda
[Canarium indicium l.]). Barekeng Jurnal Ilmu Matematika dan Terapan
14, no.5 (2020): 333-342.
Maru, Rosmini. “Perkembangan Fenomena Urban Heat Island”. Simposium
Nasional MIPA Universitas Negeri Makassar. (2017): 23-29.
Muzaky, Handis dan Jaelani, Lalu Muhamad. “Analisis Pengaruh Tutupan Lahan
terhadap Distribusi Suhu Permukaan: Kajian Urban Heat Island di Jakarta,
Bandung, Surabaya”. Jurnal Penginderaan Jauh Indonesia 1, no.2 (2019):
45-51.
Nofrizal, Adenan Yandra dan Hanif, Muhammad. “Identifikasi Urban Heat Island
di Kota Solok menggunakan Algoritma Landsat-8 OLI Landsurface
Temperature”. Media Komunikasi Geografi 19, no.1 (2018): 31-41.
Nurwanda, Atik dan Honjo, Tsuyoshi. “The prediction of city expansion and land
surface temperature in Bogor City, Indonesia”. Sustainable Cities and
Society 52, (2020): 1-10.
_____. “City expansion and urban heat island in Bogor”. IOP Conf. Series: Earth
and Environmental Science 179 (2018): 1-7.
Pratiwi, Arik Yumna dan Jaelani, Lalu Muhamad . “Analisis Perubahan Distribusi
Urban Heat Island (UHI) di Kota Surabaya Menggunakan Citra Satelit
Landsat Multitemporal”. Jurnal Teknik ITS 9, no.2 (2020): C48-C55.
Putra, Arfina Kusuma. dkk.. “Analisis Hubungan Perubahan Tutupan Lahan
terhadap Suhu Permukaan terkait Fenomena Urban Heat Island
menggunakan Citra Landsat (Studi Kasus: Kota Surakarta)”. Jurnal
Geodesi Undip 7, no.3 (2018): 22-31.
Rahayu E. M. D. dan Yusri, S.. “Bogor Botanic Gardens as nature-based solution
for mitigation urban heat island and microclimate regulation. IOP Conf.
Series: Earth and Environmental Science 914, (2021):1-7.
Rosalena, I. R. dkk.. “Water Supplying Vegetation Index (WSVI) Analysis for
Drought Rate Mapping in Bogor Regency”. IOP Conf. Series: Earth and
Environmental Science 284, (2019): 1-7.
Sobirin dan Nurul Fatimah, Rizka. “Urban Heat Island Kota Surabaya”.
Geoedukasi 4, no.2 (2015): 46-69.
85

Susanti, Lisa dkk.. “Peramalan Suhu Udara dan Dampaknya terhadap Konsumsi
Energi Listrik di Kalimantan Timur”. Barekeng: Jurnal Ilmu Matematika
dan Terapan 14, no. 3 (2020): 397-410.
Tursilowati, Laras. “Pulau Panas Perkotaan Akibat Perubahan Tata Guna dan
Penutup Lahan di Bandung dan Bogor”. Jurnal Sains Dirgantara 3, no.1
(2005): 43-64.
_____. “Urban Heat Island dan Kontribusinya pada Perubahan Iklim dan
Hubungannya dengan Perubahan Lahan”. Prosiding Seminar Nasional
Pemanasan Global dan Perubahan Global, (2007): 89-96.
Yati, Elvi dkk.. “Transformasi Box-Cox pada Analisis Regresi Linier Sederhana”.
Jurnal Matematika UNAND 2, no.2 (2013): 115-122.

Skripsi, Tesis, dan Disertasi


Effendy, Sobri. “Keterkaitan Ruang Terbuka Hijau dengan Urban Heat Island
Wilayah Jabotabek”. Disertasi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor, Bogor, 2007.
Muharam, Fauzan Nafis. “Analisis Fenomena Urban Heat Island di Kota Bogor
dengan Pemanfaatan Teknologi Cloud Computing”. Skripsi, Departemen
Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2021.
Novianto, Adhitya. “Distribusi Spasial dan Temporal Urban Heat Island Wilayah
Bogor”. Skripsi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut
Pertanian Bogor, Bogor, 2013.
Noviyanti, Evlina. “Konsep Manajemen UHI (Urban Heat Island) di Kawasan
CBD Kota Surabaya (UP. Tunjungan)”. Tesis, Jurusan Arsitektur, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2016.
Pranata, Ivan. “Pengaruh Harga, Tempat, dan Promosi terhadap Keputusan
Konsumen Membeli Kaos Polos pada Chang Kaos Pontianak”. Skripsi,
Program Studi Manajemen, Universitas Muhammadiyah Pontianak, 2019.
Rachman, Ridho. “Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan Daerah terhadap
Pertumbuhan Ekonomi (Studi Kasus di Pemerintahan Kota Tangerang
Selatan Tahun 2011 – 2018)”. Skripsi, Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2020.
Zulkarnain, Rizki Cholik. “Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan terhadap
Perubahan Suhu Permukaan di Kota Surabaya”. Skripsi, Jurusan
Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Surabaya, 2016.

Sumber Lainnya
. Metropolitan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Puncak, Cianjur.
http://perkotaan.bpiw.pu.go.id/v2/metropolitan/3
Asmiwyati. I G. A. A. Rai. eds. Urban Heat Island; Sebuah Tinjauan Pustaka.
Badung: Universitas Udayana, 2018, juga dapat diunduh pada
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/7d4d6503d9cedbe
30c31a6f82e42e000.pdf
Badan Informasi Geospasial. Ina-Geoportal.
https://tanahair.indonesia.go.id/portal-web/
Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah. Profil Kota Bogor.
http://perkotaan.bpiw.pu.go.id/v2/kota-besar/19.
86

Badan Pusat Statistik. Persentase Penduduk Daerah Perkotaan menurut Provinsi,


2010-2035. BPS. 2020. Juga dapat dilihat pada
https://www.bps.go.id/statictable/2014/02/18/1276/persentase-penduduk-daerah-
perkotaan-menurut-provinsi-2010-2035.html
CNN Indonesia. Kemendes Akui Ekonomi Desa Masih Tertinggal Kota. CNN
Indonesia, 2020. Juga dapat dilihat pada
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20201028123928-532-
563671/kemendes-akui-ekonomi-desa-masih-tertinggal-dari-kota
Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Bogor dalam BPS, Jumlah
Perusahaan Industri Menengah Besar 2017-2019.
https://bogorkab.bps.go.id/indicator/9/160/1/jumlah-perusahaan-industri-
menengah-besar.html
Disbudpar. Kondisi Geografis Daerah Kabupaten Bogor.
(disbudpar.bogorkab.go.id, 2019). Juga dapat dilihat pada
https://disbudpar.bogorkab.go.id/kondisi-geografis-daerah-kabupaten-
bogor/
Pemerintah Kota Bogor. Laporan Akhir Penyusunan Layanan Persampahan Kota
Bogor 2014. (sanitasi.kotabogor.go.id, 2015). Juga dapat dilihat pada
https://sanitasi.kotabogor.go.id/docs/post/single/23-laporan-akhir-
penyusunan-layanan-persampahan-kota-bogor-tahun-2014.html
Rooth. M. eds. Urban Heat Island. In Fernando, H.J.S., Handbook of
Environmental Fluid Dynamics, Volume Two. Boca Raton: CRC Press.
2013. Juga dapat diunduh pada https://doi.org/10.1201/b13691
Suryarandika, Rizky, dkk. Paparan Panas Perkotaan Naik 3 kali Lipat di Dunia.
Republika.co.id, 2021. Juga dapat dilihat pada
https://www.republika.co.id/berita/r0hwvg368/paparan-panas-perkotaan-
naik-3-kali-lipat-di-dunia
Tim Humas Biro Kerja Sama, Hukum, dan Humas LIPI dan Tim Komunikasi
Pemerintah Kemkominfo, 200 Tahun Kebun Raya Bogor, Kokoh sebagai
Benteng Terakhir Penyelamatan Flora, (kominfo.go.id, 2017),
https://www.kominfo.go.id/content/detail/9657/200-tahun-kebun-raya-
bogor-kokoh-sebagai-benteng-terakhir-penyelamatan-flora/0/artikel_gpr
U.S. Geological Survey. EarthExplorer. https://earthexplorer.usgs.gov/
_____. Landsat Missions, USGS, 2021. Juga dapat dilihat pada
https://www.usgs.gov/core-science-systems/nli/landsat/landsat-satellite-
missions?qt-science_support_page_related_con=0#qt-
science_support_page_related_con
_____. What are the band designations for the Landsat satellites?, USGS, 2021.
Juga dapat dilihat pada https://www.usgs.gov/faqs/what-are-band -
designations-landsat-satellites?qt-news_science_products=0#qt-
news_science_products
Utomo, Yunanto Wiji. Kota-kota di Indonesia Memanas. Kompas.com, 2014.
Juga dapat dilihat pada
https://sains.kompas.com/read/2014/05/09/1823276/Kota-
kota.di.Indonesia.Memanas?page=all
Wier, John dan Herring, David. Measuring Vegetation (NDVI & EVI). Earth
Observatory, NASA, 2000. Juga dapat dilihat pada
https://earthobservatory.nasa.gov/features/MeasuringVegetation/measuring_veget
ation_1.php
87

LAMPIRAN
88

Lampiran 1. Tabel-tabel hasil perhitungan regresi linear menggunakan IBM


SPSS Statistics

Variables Entered/Removeda
Variables Variables
Model Entered Removed Method
b
1 Luas Area . Enter
a. Dependent Variable: Intensitas UHI
b. All requested variables entered.

Model Summary
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
a
1 ,321 ,103 ,003 ,38088
a. Predictors: (Constant), Luas Area

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
b
1 Regression ,150 1 ,150 1,032 ,336
Residual 1,306 9 ,145
Total 1,455 10
a. Dependent Variable: Intensitas UHI
b. Predictors: (Constant), Luas Area

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 4,268 ,314 13,585 ,000
Luas Area 1,056E-5 ,000 ,321 1,016 ,336
a. Dependent Variable: Intensitas UHI
89

Lampiran 2. Tabel-tabel hasil perhitungan uji asumsi klasik menggunakan


SPSS

1. Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Unstandardized
Residual
N 11
a,b
Normal Parameters Mean ,0000000
Std. Deviation ,36133360
Most Extreme Differences Absolute ,142
Positive ,136
Negative -,142
Test Statistic ,142
c,d
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.
90

2. Uji Linearitas
ANOVA Table
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Intensitas UHI * Between (Combined) 1,441 9 ,160 11,079 ,229
Luas Area Groups Linearity ,114 1 ,114 7,860 ,218
Perhitungan Baru Deviation from 1,327 8 ,166 11,481 ,225
Linearity
Within Groups ,014 1 ,014
Total 1,455 10

3. Uji Heteroskedastisitas

Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
a
1 ,346 ,120 ,022 ,20093
a. Predictors: (Constant), Luas Area
b. Dependent Variable: Abs_RES

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
b
1 Regression ,049 1 ,049 1,222 ,298
Residual ,363 9 ,040
Total ,413 10
a. Dependent Variable: Abs_RES
b. Predictors: (Constant), Luas Area

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) ,114 ,166 ,691 ,507
Luas Area 6,064E-6 ,000 ,346 1,105 ,298
a. Dependent Variable: Abs_RES
91

Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value ,1826 ,3960 ,2849 ,07023 11
Residual -,36621 ,37295 ,00000 ,19062 11
Std. Predicted Value -1,456 1,581 ,000 1,000 11
Std. Residual -1,823 1,856 ,000 ,949 11
a. Dependent Variable: Abs_RES
92

Lampiran 3. Boks plot antara luas terhadap kelas suhu permukaan di Kota
Bogor (a) dan Kabupatan Bogor (b)

(a)

(b)
93

Lampiran 4. Hasil ground check uji akurasi suhu permukaan

1. Peta Sebaran Titik Ground Check Uji Akurasi


94

2. Tabel Verifikasi Suhu Permukaan

Kelas Suhu
Permukaan Dokumentasi
Plot Keterangan Kenampakan Di
Pada
Di Lapangan
Peta
LST Lapang
Koordinat : x 106,73461 ; y -6,56267
Ketinggian : 206,5 mdpl
1 Tanggal : 04-07-2022 V VI
Jam : 09:29
Suhu di lapang : 30,9 °C
Koordinat : x 106,74624 ; y -6,567154
Ketinggian : 211,7 mdpl
2 Tanggal : 04-07-2022 V VI
Jam : 09:41
Suhu di lapang : 30,8 °C
Koordinat : x 106,75201 ; y -6,55695
Ketinggian : 187,8 mdpl
3 Tanggal : 04-07-2022 IV VI
Jam : 10:01
Suhu di lapang : 30,1 °C
Koordinat : x 106,77454 ; y -6,568152
Ketinggian : 215,3 mdpl
4 Tanggal : 04-07-2022 VIII VIII
Jam : 10:31
Suhu di lapang : 33,4 °C
Koordinat : x 106,78312 ; y -6,543515
Ketinggian : 186,3 mdpl
5 Tanggal : 04-07-2022 VII VII
Jam : 10:51
Suhu di lapang : 30,9 °C
Koordinat : x 106,792885 ; y -6,539084
Ketinggian : 185,5 mdpl
6 Tanggal : 04-07-2022 VIII VIII
Jam : 11:09
Suhu di lapang : 31,9 °C
Koordinat : x 106,8099 ; y -6,54561
Ketinggian : 200,3 mdpl
7 Tanggal : 04-07-2022 VIII VIII
Jam : 11:34
Suhu di lapang : 32,6 °C
Koordinat : x 106,81164 ; y -6,554825
Ketinggian : 202,8 mdpl
8 Tanggal : 04-07-2022 VIII VIII
Jam : 11:56
Suhu di lapang : 32,6 °C
Koordinat : x 106,80895 ; y -6,557034
Ketinggian : 173 mdpl
9 Tanggal : 04-07-2022 VIII VIII
Jam : 12:04
Suhu di lapang : 32,7 °C
95

Kelas Suhu
Permukaan Dokumentasi
Plot Keterangan Pada
Kenampakan Di
Di Lapangan
Peta
LST Lapang
Koordinat : x 106,8166 ; y -6,585058
Ketinggian : 216,2 mdpl
10 Tanggal : 04-07-2022 VIII VIII
Jam : 12:34
Suhu di lapang : 32,8 °C
Koordinat : x 106,76505 ; y -6,534417
Ketinggian : 167,2 mdpl
11 Tanggal : 05-07-2022 VI VI
Jam : 09:09
Suhu di lapang : 36 °C
Koordinat : x 106,72772 ; y -6,553538
Ketinggian : 196,3 mdpl
12 Tanggal : 05-07-2022 V V
Jam : 10:22
Suhu di lapang : 28,6 °C
Koordinat : x 106,73769 ; y -6,576295
Ketinggian : 211,6 mdpl
13 Tanggal : 05-07-2022 VI VI
Jam : 10:48
Suhu di lapang : 31,1 °C
Koordinat : x 106,76565 ; y -6,580337
Ketinggian : 107 mdpl
14 Tanggal : 05-07-2022 VIII VIII
Jam : 11:04
Suhu di lapang : 32,5 °C
Koordinat : x 106,77889 ; y -6,582195
Ketinggian : 243,4 mdpl
15 Tanggal : 05-07-2022 VI VI
Jam : 11:15
Suhu di lapang : 32,3 °C
Koordinat : x 106,78692 ; y -6,582962
Ketinggian : 258,3 mdpl
16 Tanggal : 05-07-2022 VI VI
Jam : 11:22
Suhu di lapang : 31,9 °C
Koordinat : x 106,79702 ; y -6,586649
Ketinggian : 261,8 mdpl
17 Tanggal : 05-07-2022 VII VII
Jam : 11:35
Suhu di lapang : 31,4 °C
Koordinat : x 106,79796 ; y -6,589292
Ketinggian : 247,9 mdpl
18 Tanggal : 05-07-2022 VII VII
Jam : 11:45
Suhu di lapang : 32 °C
96

Kelas Suhu
Permukaan Dokumentasi
Plot Keterangan Pada
Kenampakan Di
Di Lapangan
Peta
LST Lapang
Koordinat : x 106,80332 ; y -6,593285
Ketinggian : 268,6 mdpl
19 Tanggal : 05-07-2022 VI VI
Jam : 11:56
Suhu di lapang : 32 °C
Koordinat : x 106,81039 ; y -6,608395
Ketinggian : 286,2 mdpl
20 Tanggal : 05-07-2022 V V
Jam : 12:23
Suhu di lapang : 33 °C
Koordinat : x 106,691246 ; y -6,567596
Ketinggian : 216,5 mdpl
21 Tanggal : 06-07-2022 VI VI
Jam : 09:52
Suhu di lapang : 29,3 °C
Koordinat : x 106,68609 ; y -6,587907
Ketinggian : 246,9 mdpl
22 Tanggal : 06-07-2022 V V
Jam : 10:01
Suhu di lapang : 28,7 °C
Koordinat : x 106,684845 ; y -6,616098
Ketinggian : 380,3 mdpl
23 Tanggal : 06-07-2022 V V
Jam : 10:15
Suhu di lapang : 27,7 °C
Koordinat : x 106,68469 ; y -6,654155
Ketinggian : 605,3 mdpl
24 Tanggal : 06-07-2022 IV IV
Jam : 10:36
Suhu di lapang : 26,3 °C
Koordinat : x 106,68915 ; y -6,676065
Ketinggian : 780,1 mdpl
25 Tanggal : 06-07-2022 I I
Jam : 10:53
Suhu di lapang : 26,3 °C
Koordinat : x 106,691765 ; y -6,662406
Ketinggian : 642,5 mdpl
26 Tanggal : 06-07-2022 III III
Jam : 11:11
Suhu di lapang : 26,5 °C
Koordinat : x 106,70515 ; y -6,659715
Ketinggian : 630,1 mdpl
27 Tanggal : 06-07-2022 III III
Jam : 11:19
Suhu di lapang : 26,7 °C
97

Kelas Suhu
Permukaan Dokumentasi
Plot Keterangan Pada
Kenampakan Di
Di Lapangan
Peta
LST Lapang
Koordinat : x 106,71677 ; y -6,660328
Ketinggian : 672,8 mdpl
28 Tanggal : 06-07-2022 III III
Jam : 11:34
Suhu di lapang : 26 °C
Koordinat : x 106,72368 ; y -6,662046
Ketinggian : 647,6 mdpl
29 Tanggal : 06-07-2022 III III
Jam : 11:43
Suhu di lapang : 26,3 °C
Koordinat : x 106,73543 ; y -6,657785
Ketinggian : 674,5 mdpl
30 Tanggal : 06-07-2022 V V
Jam : 12:08
Suhu di lapang : 30 °C
Koordinat : x 106,75887 ; y -6,649462
Ketinggian : 525,9 mdpl
31 Tanggal : 06-07-2022 VI VII
Jam : 12:33
Suhu di lapang : 25,9 °C
Koordinat : x 106,73593 ; y -6,559117
Ketinggian : 192,4 mdpl
32 Tanggal : 07-07-2022 VIII VIII
Jam : 09:41
Suhu di lapang : 32,3 °C
Koordinat : x 106,7353 ; y -6,568322
Ketinggian : 195,8 mdpl
33 Tanggal : 07-07-2022 V V
Jam : 10:07
Suhu di lapang : 30,6 °C
Koordinat : x 106,74881 ; y -6,579242
Ketinggian : 212,9 mdpl
34 Tanggal : 07-07-2022 V V
Jam : 10:13
Suhu di lapang : 30,7 °C
Koordinat : x 106,75936 ; y -6,589932
Ketinggian : 229 mdpl
35 Tanggal : 07-07-2022 VIII VIII
Jam : 10:19
Suhu di lapang : 32,4 °C
Koordinat : x 106,761894 ; y -6,602006
Ketinggian : 263,3 mdpl
36 Tanggal : 07-07-2022 VIII VIII
Jam : 10:24
Suhu di lapang : 32,6 °C
98

Kelas Suhu
Permukaan Dokumentasi
Plot Keterangan Pada
Kenampakan Di
Di Lapangan
Peta
LST Lapang
Koordinat : x 106,77648 ; y -6,60208
Ketinggian : 277,1 mdpl
37 Tanggal : 07-07-2022 VIII VIII
Jam : 10:31
Suhu di lapang : 32,6 °C
Koordinat : x 106,78084 ; y -6,60373
Ketinggian : 276,9 mdpl
38 Tanggal : 07-07-2022 VII VII
Jam : 10:36
Suhu di lapang : 31,7 °C
Koordinat : x 106,78189 ; y -6,613003
Ketinggian : 279,5 mdpl
39 Tanggal : 07-07-2022 VII VIII
Jam : 10:40
Suhu di lapang : 32,3 °C
Koordinat : x 106,79141 ; y -6,611407
Ketinggian : 292,6 mdpl
40 Tanggal : 07-07-2022 VII VII
Jam : 10:45
Suhu di lapang : 31,7 °C
Koordinat : x 106,79715 ; y -6,60874
Ketinggian : 280,3 mdpl
41 Tanggal : 07-07-2022 VIII VIII
Jam : 10:54
Suhu di lapang : 33,4 °C
Koordinat : x 106,804855 ; y -6,610025
Ketinggian : 304,7 mdpl
42 Tanggal : 07-07-2022 VIII VIII
Jam : 11:07
Suhu di lapang : 33,2 °C
Koordinat : x 106,81914 ; y -6,617947
Ketinggian : 318,9 mdpl
43 Tanggal : 07-07-2022 VIII VIII
Jam : 11:31
Suhu di lapang : 33,9 °C
Koordinat : x 106,82838 ; y -6,62365
Ketinggian : 336,6 mdpl
44 Tanggal : 07-07-2022 VII VIII
Jam : 11:38
Suhu di lapang : 32,6 °C
Koordinat : x 106,819756 ; y -6,610837
Ketinggian : 336,3 mdpl
45 Tanggal : 07-07-2022 VI VI
Jam : 11:44
Suhu di lapang : 30,9 °C
99

Kelas Suhu
Permukaan Dokumentasi
Plot Keterangan Pada
Kenampakan Di
Di Lapangan
Peta
LST Lapang
Koordinat : x 106,83445 ; y -6,617638
Ketinggian : 326,6 mdpl
46 Tanggal : 07-07-2022 VI VIII
Jam : 11:54
Suhu di lapang : 32,5 °C
Koordinat : x 106,838974 ; y -6,604378
Ketinggian : 292,5 mdpl
47 Tanggal : 07-07-2022 VI VI
Jam : 11:59
Suhu di lapang : 30,8 °C
Koordinat : x 106,83914 ; y -6,59339
Ketinggian : 257,1 mdpl
48 Tanggal : 07-07-2022 IV IV
Jam : 12:03
Suhu di lapang : 28,8 °C
Koordinat : x 106,85515 ; y -6,590145
Ketinggian : 258,3 mdpl
49 Tanggal : 07-07-2022 III IV
Jam : 12:13
Suhu di lapang : 28,8 °C
Koordinat : x 106,857414 ; y -6,58006
Ketinggian : 216,9 mdpl
50 Tanggal : 07-07-2022 IV V
Jam : 12:18
Suhu di lapang : 29,5 °C
Koordinat : x 106,860664 ; y -6,568819
Ketinggian : 201,4 mdpl
51 Tanggal : 07-07-2022 VI VIII
Jam : 12:23
Suhu di lapang : 30,8 °C
100

3. Tabel Matriks Kesalahan

Kelas Suhu Di Lapangan


I II III IV V VI VII VIII Total
I 1 0 0 0 0 0 0 0 1
II 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kelas III 0 0 4 1 0 0 0 0 5
Suhu IV 0 0 0 2 1 1 0 0 4
Pada
V 0 0 0 0 7 2 0 0 9
Peta
LST VI 0 0 0 0 0 8 1 2 11
VII 0 0 0 0 0 0 5 2 7
VIII 0 0 0 0 0 0 0 14 14
Total 1 0 4 3 8 11 6 18 51

Piksel yang akurat = 41 titik


Piksel yang terlibat = 51 titik
Maka,
piksel yang
Tingkat akurasi = × 100
41
= × 100

= 80,39 %
101

Lampiran 5. Peta intensitas dan distribusi urban heat island wilayah Kota
Bogor dan diperluas hingga lima kilometer dari batas Kota Bogor
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112

Lampiran 6. Surat Bimbingan Skripsi


113

BIODATA PENULIS

Dede Surya Atmaja, lahir di Bogor 15 Februari 2001,


putra kedua dari tiga bersaudara pasangan Sumaryono dan
Yusmiati. Penulis menempuh pendidikan dasar di MI
Tarbiyatusshibyan; menengah pertama di MTs
Tarbiyatusshibyan; dan menengah atas di MA Negeri 1 Kota
Bogor. Setelah lulus di tahun 2018 penulis lolos jalur SPAN-
PTKIN dan diterima di Program Studi Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Seluruh arsip kuliahnya dapat diakses di bit.ly/museumkuliahdesur |
kontak penulis: desur.atmaja@gmail.com .
Di Prodi Tadris IPS, penulis mengambil konsentrasi geografi. Ketertarikannya
di bidang geografi membawanya ikut tergabung ke dalam organisasi Team GIS
dan Remote Sensing UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis pernah beberapa
kali mengikuti pelatihan dan webinar bidang pemetaan. Hingga pada Januari 2022
penulis memiliki sertifikat kompetensi pada bidang Sistem Informasi Geografis
dengan kualifikasi level Operator Utama yang dikeluarkan oleh Badan Nasional
Sertifikasi Profesi.
Kesibukan kuliah tidak menghambat penulis untuk berkecimpung di dunia
kerja. Penulis memiliki pengalaman kerja di beberapa tempat: (1) sebagai
freelance desain grafis di KHDesain Studio; (2) sebagai pengemudi ojek online;
(3) sebagai guru Bahasa Indonesia di SMK Avicenna Mandiri Bogor (2020-2022);
(4) sebagai volunteer tim desain IPB Virtual Fair Academy 2021; (5) sebagai
pengelola Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (JSKPM) di
Departemen SKPM, FEMA, IPB University sejak Februari 2022; dan terakhir (6)
mengikuti program internship divisi Remote Sensing di PT. Arara Abadi
(Sinarmas Forestry) selama 6 bulan sejak Juli 2022.
Motto hidup penulis terinspirasi dari kutipan novel legendaris Sang Pemimpi,
buku kedua dari tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata: “Bermimpilah,
karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu.”

***

Anda mungkin juga menyukai