Anda di halaman 1dari 136

DINAMIKA KONFLIK PEMBEBASAN LAHAN PADA PEMBANGUNAN

BANDARA KEDIRI

(STUDI KASUS : DESA BULUSARI KECAMATAN TAROKAN

KABUPATEN KEDIRI)

SKRIPSI

OLEH

YOGI DWI MAULANA IBRAHIM

NIM 160751615444

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU SOSIAL

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

NOVEMBER 2020
DINAMIKA KONFLIK PEMBEBASAN LAHAN PADA PEMBANGUNAN

BANDARA KEDIRI

(STUDI KASUS : DESA BULUSARI KECAMATAN TAROKAN

KABUPATEN KEDIRI)

SKRIPSI

Diajukan kepada

Universitas Negeri Malang

untuk memenuhi salah satu persyaratan

dalam menyelesaikan program sarjana

Oleh

Yogi Dwi Maulana Ibrahim

NIM 160751615444

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU SOSIAL

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

NOVEMBER 2020
THE CONFLICT DYNAMIC OF LAND ACQUISITION ON KEDIRI

AIRPORT CONSTRUCTION

(CASE STUDY: BULUSARI VILLAGE, TAROKAN DISTRICT, KEDIRI

REGENCY)

UNDERGRADUATE THESIS

BY

YOGI DWI MAULANA IBRAHIM

NIM 160751615444

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE

STUDY PROGRAM OF SOCIOLOGY EDUCATION

NOVEMBER 2020
THE CONFLICT DYNAMIC OF LAND ACQUISITION ON KEDIRI

AIRPORT CONSTRUCTION

(CASE STUDY: BULUSARI VILLAGE, TAROKAN DISTRICT, KEDIRI

REGENCY)

Undergraduate Thesis

Submitted to

Universitas Negeri Malang

To fulfill one of the requirements

In completing a bachelor degree

By

Yogi Dwi Maulana Ibrahim

NIM 160751615444

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE

STUDY PROGRAM OF SOCIOLOGY EDUCATION

NOVEMBER 2020
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, Saya :

Nama : Yogi Dwi Maulana Ibrahim

NIM : 160751615444

Jurusan /Program Studi : Sosiologi/Pendidikan Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial

Jenjang : S-1

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-

benar merupakan hasil karya saya sendiri dengan judul Dinamika Konflik

Pembebasan Lahan Pada Pembangunan Bandara Kediri (Studi Kasus : Desa

Bulusari Kecamatan Tarokan Kabupaten Kediri), bukan merupakan

pengambil-alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil

tulisan atau pikiran saya.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil

jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya tersebut.

Malang, 23 November 2020

Yang membuat pernyataan

Materai 6000

Yogi Dwi Maulana Ibrahim

NIM. 160751615444
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi oleh Yogi Dwi Maulana Ibrahim ini telah

Diperiksa dan disetujui untuk diuji.

Malang, 23 November 2020

Pembimbing I

Drs. Nur Hadi, M.Pd, M.Si

NIP. 196303151988121001

Pembimbing II

Abdul Kodir, S.Sosio, M.Sosio

NIP. 198907162015041002
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi oleh Yogi Dwi Maulana Ibrahim ini

Telah dipertahankan di depan dewan penguji

Pada tanggal, 23 November 2020

Dewan Penguji

Drs. Nur Hadi, M.Pd, M.Si Ketua


NIP. 196303151988121001

Abdul Kodir, S.Sosio, M.Sosio Anggota


NIP. 198907162015041002

Nanda Harda Pratama Meji, S.Sos, M.A Anggota


NIP. 198904282019031010

Mengetahui, Mengesahkan
Ketua Jurusan Sosiologi Dekan Fakultas Ilmu Sosial

Drs. Nur Hadi, M.Pd, M.Si Prof. Dr. Sumarmi, M.Pd


NIP. 196303151988121001 NIP. 196207171987012001
ABSTRAK

Dwi, Yogi. 2020. Dinamika Konflik Pembebasan Lahan pada Pembangunan Bandara
Kediri (Studi Kasus : Desa Bulusari, Kecamatan Tarokan Kabupaten Kediri), Skripsi,
Jurusan Sosiologi, Program Studi Pendidikan Sosiologi, Universitas Negeri Malang,
Pembimbing: (1) Drs. Nur Hadi, M.Pd, M.Si, (2) Abdul Kodir, S.Sosio, M.Sosio.

Kata Kunci: Bandara, Konflik, Pembebasan Lahan.


Infrastruktur merupakan hal yang penting untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan perlu perhatian khusus dalam proses pembangunannya, salah satunya
yaitu Bandara. Berbagai hambatan telah dilalui dalam tahapan pembangunan Bandara
terutama pada proses pembebasan lahan. Pada upaya pembebasan lahan ini, sering
terjadi konflik penolakan oleh warga atas fungsi lahan yang akan dibebaskan dan
nilai harga yang telah ditetapkan. Salah satu konflik pembebasan lahan tersebut
terjadi di Desa Bulusari pada proyek pembangunan Bandara Kediri. Tulisan ini
berusaha mengulas mengenai konflik yang terjadi pada upaya pembebasan lahan di
Desa Bulusari. Terdapat 2 rumusan masalah dalam penelitian, yaitu: 1 Apa latar
belakang terjadinya konflik masyarakat Desa Bulusari Kecamatan Tarokan dengan
panitia pengadaan proyek Bandara Kediri?; 2) Bagaimana dinamika konflik yang
terjadi antara masyarakat Desa Bulusari Kecamatan Tarokan dengan panitia
pengadaan proyek Bandara Kediri?
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif
dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengambilan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah wawancara terbuka dan mendalam, pengamatan, dan
dokumentasi yang diambil dalam bentuk foto maupun audio. Lokasi penelitian ini
dilakukan di Desa Bulusari, Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri. Analisis data
yang digunakan adalah dengan mengatur dan menyiapkan data mentah (raw data),
menemukan kata kunci, menganalisis terperinci melalui pengkodean, menuliskan
model atau narasi yang ditemukan, pemaknaan dengan menghubungkan temuan
lapangan dengan teori dan kajian pustaka untuk selanjutnya diambil kesimpulan.
Sedangkan keabsahan data diperiksa dengan menggunakan teknik triangulasi yaitu
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda.
Dari penelitian yang telah dilakukan, mendapatkan hasil tentang latar
belakang terjadinya konflik ini berawal dari pembebasan lahan yang tidak transparan,
dilanjutkan dengan panitia pembebasan lahan melakukan pengukuran atau tracking
dimana terindikasi dua pemakam yaitu makam Dusun Pojok dan Dusun Bulusari
Utara serta pondok pesantren, madrasah ibtidaiyah (MI) dan masjid Dusun Bulusari
Utara terkena pembebasan lahan sehingga akan ikut di bongkar dan di pindahkan
Dinamika konflik yang terjadi yaitu konflik ini bersumber dari pihak pengadaan
proyek yaitu PT. BDI dalam rencana pembebasan lahan, dilanjut aktor-aktor yang
terlibat, dalam hal ini pihak pemerintah desa, kecamatan, sampai kabupaten,
kejaksaan, koramil, polsek, BPN, serta DPRD.

i
ABSTRACT

Dwi, Yogi. 2020. The Conflict Dynamic of Land Acquisition on Kediri Airport
Construction (Case Study: Bulusari Village, Tarokan District, Kediri Regency),
Thesis (S1), Sociology Department, Study Program of Sociology Education,
Universitas Negeri Malang, Advisor: (1) Drs. Nur Hadi, M.Pd, M.Si, (2) Abdul
Kodir, S.Sosio, M.Sosio.

Keywords: Airport, Conflict, Land Acquisition


Infrastructure is an important thing to increase economic growth and need
special concern in the process of its development, one of them is airport. Various
barrier have been passed in the process of developing airport, especially for land
acquisitions. In the efforts of this land acquisitions, the conflict often happended. That
is the community rejecting the land acquisitions and the value of land prices that has
had offered. One of the conflict of land acquisitions also happened in Bulusari
Village on the project of Kediri Airport Construction. This paper try to analyze the
conflict that happened in the effort of land acquisitions in Bulusari Village. There are
two research formulas in this research, those are: 1. What is the background of the
conflict in the community of Bulusari Village, Tarokan District with the committee of
Kediri Airport Project procurement?; 2: How is the conflict dynamic that happened
between community of Bulusari Village, Tarokan District with the committee of
Kediri Aiport Project procurement?
This research was done by using qualitative research method with case study
approaches. Data collecting method that was used in this research was open and in-
depth interview, observations, and documentation that taken by photos and also
audios. This research is located in Bulusari Village, Tarokan District, Kediri
Regency. The data analysis that used was put in order and preparing the raw data,
finding the keyword, making the detailed analysis by coding, writing model or
narrative that found, making the meaning by connecting the finding fields with the
theory and literature review, then making a conclusions. While the validity data was
checked by using triangulation that was comparing and checking the reliance the
information that obtained through the different time and tools.
From the researched, obtained the result that the background of this conflict is
begin from land acquisitions that was not transparent, then the committee of land
acquisitions was measure or tracking where indicated two grave, those are Dusun
Pojok Grave and Dusun Bulusari Utara Grave, also islamic boarding school, islamic
elementary school and the mosque in Dusun Bulusari Utara exposed land
acquisitions, so would be demolished and be moved. This conflict dynamic occured
because the committe of the project that is PT. BDI in a plan of land acquisitions, the
the actors that involved, in this case is the village government, district, and also
regency, judiciary, commander of the army administrative unit at the level of the
district, sectoral police, national land office, also regional house of representatives

ii
LEMBAR PERSEMBAHAN

Saya persembahkan skripsi ini kepada :

1. Terima kasih untuk ibu Sukartini, bapak Utomo dan Yoga Karya Utama atas

kasih sayang dan limpahan doa yang dipanjatkan untuk kesuksesan saya, serta

memberikan dukungan, moril dan materil telah diberikan agar saya menjadi

pribadi yang lebih baik.

2. Terima kasih untuk dosen pembimbing yaitu Bapak Drs. Nur Hadi, M.Pd, M.Si,

dan Bapak Abdul Kodir, S.Sosio, M.Sosio yang telah sabar membimbing saya

hingga berhasil menyelesaikan skripsi ini.

3. Terima kasih untuk sahabat saya yang telah membantu untuk menyelesaikan

skripsi yaitu : Tri Gunawan, Wahyu Prastyo dan Nila Irhamnia

4. Terimakasih untuk keluarga besar Teori Super Royal : Benti, Karina, Wiwid,

Sandy, Wildan, Sofian, Ragil, Yoga yang menemani baik susah maupun senang.

5. Terima kasih untuk Keluarga besar GMNI UM yang telah membantu dalam

membentuk menjadi pribadi yang lebih baik.

6. Terima kasih untuk Nur Aini Lailiya Hanum yang telah menjadi sahabat terbaik

dan memberikan support tanpa kritikan selama mengerjakan skripsi.

7. Terima kasih untuk para informan yang telah meluangkan waktu melakukan

wawancara dengan saya. Serta terimakasih untuk teman-teman Sosiologi Offering

A 2016 yang telah memberikan pengalaman berharga bagi saya.

iii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkah, rahmat dan

hidayahnya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis, sehingga dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Dinamika Konflik Pembebasan Lahan Pada

Pembangunan Bandara Kediri (Studi Kasus : Desa Bulusari Kecamatan Tarokan

Kabupaten Kediri)” sebagai syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1)

Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu sosial Universitas Negeri Malang.

Penelitian ini dapat terlaksana berkat adanya bimbingan dan dukungan berbagai

pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih

kepada:

1. Prof. Dr. Sumarmi, M.Pd selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri

Malang

2. Bapak Drs. Nur Hadi, M.Pd, M.Si dan Bapak Abdul Kodir, S.Sosio, M.Sosio

selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk

memberikan bimbingan selama proses penyusunan skripsi

3. Informan yaitu warga Desa Bulusari Kecamatan Tarokan Kabupaten Kediri

4. Keluarga besar Almarhum Bapak Saprawi yang telah memberikan dukungan dan

doa selama proses penyususnan skripsi

5. Semua pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

memberikan dukungan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini

iv
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas semua keikhlasan dan kerendahan

hati para pihak yang berperan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari masih

terdapat banyak kekurangan dalam skripsi. Oleh karena itu kritik dan saran yang dari

pembaca sangat penulis harapkan untuk memperbaiki kesalahan di kemudian hari.

Semoga skripsi ini berguna sebagai rujukan dan peningkatan pendidikan di Indonesia.

Akhir kata penulis ucapakan terima kasih.

Malang, 23 November 2020

Yogi Dwi Maulana Ibrahim

v
DAFTAR ISI

ABSTRAK ....................................................................................................i
ABSTRACT .................................................................................................ii
LEMBAR PERSEMBAHAN .....................................................................iii
KATA PENGANTAR .................................................................................iv
DAFTAR ISI ................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...........................................................................10
C. Tujuan Penelitian .............................................................................10
D. Manfaat Penelitian ..........................................................................11
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
1.Konflik .....................................................................................13
2. Dinamika Konflik ...................................................................19
B. Kerangka Teori
1. Teori Dinamika Konflik Fisher ..............................................19
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian .....................................................23
B. Kehadiran Peneliti ...........................................................................24
C. Lokasi Penelitian .............................................................................28
D. Sumber Data ....................................................................................29
E. Prosedur Pengumpulan Data ...........................................................31
F. Analisis Data ....................................................................................34
G. Pengecekan Keabsahan Data ..........................................................37
H. Tahap-Tahap Penelitian ..................................................................38

vi
BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Paparan Data ...................................................................................40
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...........................................40
2. Latar Belakang Terjadinya Konflik Masyarakat Bulusari
Dengan Panitia Proyek Bandara Kediri.......................................44
3. Dinamika Konflik Antara Masyarakat Bulusari Dengan
Panitia Proyek Bandara Kediri......................................................54
B. Temuan Penelitian ...........................................................................62
BAB V PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Terjadinya Konflik Masyarakat Bulusari
Dengan Panitia Proyek Bandara Kediri .........................................64
B. Dinamika Konflik Antara Masyarakat Bulusari Dengan
Panitia Proyek Bandara Kediri .......................................................50
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan .....................................................................................81
B. Saran ................................................................................................86
DAFTAR RUJUKAN ..................................................................................89
LAMPIRAN .................................................................................................65

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Grafik Dinamika Konflik................................................................20

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian ............................................................................28

Gambar 4.1 Peta Desa Bulusari ..........................................................................41

Gambar 4.2 Peta Rencana Pembangunan Bandara ............................................45

Gambar 4.3 Surat Pernyataan .............................................................................47

Gambar 4.4 Surat Permohonan Informasi ..........................................................58

Gambar 4.5 Surat Permohonan Audiensi dan Klarifikasi ..................................61

Gambar 5.1 Tulisan Penolakan Penggusuran Makam .......................................67

Gambar 5.2 Suasana Rapat Dengar Pendapat ....................................................69

Gambar 5.3 Perubahan Peta Rencana Pembangunan Bandara ..........................71

Gambar 5.4 Pemetaan Hubungan Konflik .........................................................73

Gambar 5.5 Grafik Dinamika Konflik Pembebasan Lahan ...............................75

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kehadiran Peneliti...............................................................................27

Tabel 3.2 Data Analysis in Qualitative Research ..............................................35

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Desa Bulusari ........................................................42

Tabel 4.2 Tingkat Pendidikan Desa Bulusari .....................................................43

Tabel 4.3 Pekerjaan Masyarakat Desa Bulusari .................................................43

Tabel 4.4 Jaringan Aktor Konflik Pembebasan Lahan ......................................55

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Dokumentasi Foto ...........................................................................91

Lampiran 2 Pedoman Wawancara .....................................................................96

Lampiran 3 Biodata Informan ............................................................................97

Lampiran 4 Transkrip Wawancara .....................................................................98

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infrastruktur merupakan hal yang penting untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Menurut (Grigg : 1998)

Infrastruktur merupakan sistem fisik dalam bentuk transportasi jalan raya,

kereta api, bandara, pelabuhan, hingga energi diperlukan untuk proses

integrasi ekonomi dari berbagai daerah di Indonesia. Seperti yang telah

diketahui bahwa Indonesia sangat luas dan merupakan negara kepulauan,

sehingga memerlukan infrastruktur transportasi yang memadai untuk

memudahkan mobilitas sosial ekonomi. Sebab, permasalahan infrastruktur

yang kurang memadai tidak bisa diselesaikan hanya dengan melakukan impor

karena berbasis lokasi, berbeda halnya dengan kebutuhan akan makanan dan

pakaian. Oleh karena itu, infrastruktur perlu di pahami sebagai dasar-dasar

pengambilan kebijakan nasional (J. Kodoatie : 2003) dan pembangunan

infrastruktur perlu dikuatkan sebagai pondasi pembangunan nasional.

Infrastruktur yang berkualitas baik bukan hanya untuk pertumbuhan

ekonomi yang lebih cepat melainkan juga untuk pertumbuhan yang inklusif.

Pertumbuhan yang inklusif dimaksudkan untuk mengarahkan dampak dari

pembangunan ekonomi yang merata dan manfaat pembangunan bisa

dirasakan oleh mayoritas masyarakat di Indonesia. Sehingga, pertumbuhan

inklusif akan mengarah pada pengentasan kemiskinan dan pengurangan

1
2

ketimpangan-ketimpangan yang ada. Kendala yang dihadapi bangsa Indonesia

yaitu bagaimana memastikan baiknya infrastruktur supaya lebih efektif (De

dan Ghosh 2005: 81). Banyak Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

yang tersebar dan membutuhkan akses pelayanan infrastruktur yang

berkualitas agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan berskala

besar. Melihat pada publikasi World Development Report (World Bank,

1994), tinggkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dijumpai pada

wilayah dengan tingkat ketersediaan infrastruktur yang memadai. Melalui

pembangunan infrastruktur umum dapat membantu perusahaan kecil agar

berhasil bersaing dengan industri berskala lebih besar. Ketersediaan lapangan

pekerjaan akan bertambah dan angka kemiskinan dapat ditekan. Selain Usaha

Mikro, Kecil, Dan Menengah perluasaan fasilitas infrastruktur seperti irigasi,

jalan, dan transportasi akan mendorong pertumbuhan pertanian dan pendirian

industri pengolahan hasil pertanian. Fasilitas infrastruktur umum semacam ini

akan membantu petani dan pemilik industri pengolahan mendapatkan

kebutuhan bahan baku, pupuk, dan kebutuhan lain dengan harga yang lebih

murah. Distribusi ke daerah-daerah lain juga akan lebih mudah (Thirlwall &

Pacheco-López, 2017:194). Oleh karena itu, perluasan pembangunan fasilitas

infrastruktur dapat dipastikan akan menambah pertumbuhan lapangan kerja

dalam bidang pertanian dan usaha-usaha kecil di daerah pedesaan yang dapat

membawa kemakmuran pada daerah di sekitarnya. Selain itu, pembangunan

infrastruktur pada daerah pedesaan akan membantu mencegah masyarakat

melakukan urbanisasi yang dapat menyebabkan berbagai permasalah di


3

daerah kota seperti kemacetan, pertumbuhan slum area, dan masalah yang

lainnya.

Kurangnya infrastruktur yang memadai bukan hanya menghambat

pembangunan ekonomi, melainkan juga tambahan biaya, waktu, dan tenaga

untuk mengakses layanan-layanan sosial seperti pendidikan dan kesehatan.

Seperti yang di ungkapkan (Yanuar, 2006) dengan menggunakan data panel

26 provinsi apabila infrastruktur di daerah pedesaan tidak kunjung dibangun

dan diperbaiki, maka pertumbuhan ekonomi dan pengurangan angka

kemiskinan akan terus terhambat. Sehingga, merupakan sebuah tantangan

untuk memastikan pembangunan berjalan kuat, berkelanjutan, dan seimbang

menuju sustainable development goals.

Pengembangan bandara merupakan persyaratan infrastruktur dasar

untuk konektivitas internasional, terutama karena permintaan untuk perjalanan

udara akan diproyeksikan tumbuh pesat di Indonesia. Seperti yang

diungkapkan (Anas & Findlay, 2016:1), “following economic growth in

general and the growth of its tourism sector in particular, the demand for air

travel in Indonesia has increased significantly, both by domestic and

international travellers and shippers”. Sehingga, banyak proyek

pembangunan bandara yang dilakukan baik oleh pemerintah, swasta, maupun

pemerintah dan swasta.

Pembangunan bandara menjadi salah satu fokus pembangunan pada

saat ini . Sejak tahun 2014 pemerintah melakukan pembangunan bandara

Kualanamu yang terletak di Deli Serdang, hingga pembangunan bandara


4

bertaraf internasional Kertajati, Majalengka dan New Yogyakarta

International Airport (NYIA) di Kulon Progo. Pembebasan lahan dalam

proses pembangunan infrastruktur selama ini selalu mendapatkan hambatan

karena penolakan dari masyarakat yang enggan melepaskan tanahnya jika

ganti rugi tidak sesuai dengan harga tanah pada umumnya. Hingga pada

akhirnya proses pembebasan lahan terpaksa diselesaikan dengan jalan

eksekusi atau pemaksaan, pada dasarnya kekuatan manusia atas tanah

kepemilikan adalah relatif, yang meliputi upaya kesejahteraan, mengamatkan

penggunaan,pemrosesan, pemberdayaan, serta hak distribusi (penguasaan)

tanah (Kodir, 2017: 71) kepemilikan relatif yang berarti manusia tidak

memiliki kekuatan penuh atau kepemilikan mutlak atas tanahnya sendiri,

sehingga dalam proses pembebasan lahan selalu berujung dengan eksekusi

dan penggusuran oleh pemerintah atau penguasa. Pada dasarnya pemerintah

tidak memiliki kekuatan penuh atas penggunaan atau penguasaan lahan, tetapi

realita di lapangan pemerintah atau penguasa dengan mudahnya melakukan

bentuk eksikusi atau pemaksaan dalam proses pembebesan lahan. Hal yang

sama juga terjadi pada upaya pembebasan lahan pembangunan bandara di

Kabupaten Kediri, tepatnya Desa Bulusari di Kecamatan Tarokan, Desa

Grogol di Kecamatan Grogol, Desa Jatirejo dan Desa Tiron di Kecamatan

Banyakan. Rencana pembangunan Bandar udara ini bukan murni proyek

pemerintah, sebab segala pendanaan akan ditanggung oleh PT. Gudang Garam

Tbk. Pembangunan bandara yang direncanakan dimulai tahun 2018 harus

tertunda. Berbagai upaya yang dilakukan oleh masyarakat mulai dari


5

membuat tulisan penolakan di lokasi dan juga aksi demonstrasi di wilayah

pemerintah Kabupaten Kediri untuk meminta keadilan. Di lansir media daring

TEMPO.CO pada tanggal 28 januari 2020 sebanyak 45 warga melakukan aksi

demonstrasi menolak pembebasan lahan untuk pembangunan bandara Kediri.

Mereka menuntut kejelas atas ganti rugi yang sudah di sepakati oleh

pemerintah dan warga. Pada tanggal 15 April 2020 pembangunan bandara

resmi di lanjutkan dibuktikan dengan peletakan batu pertama

(Groundbreaking). Tepi permasalahan terkait dengan penyelesaian ganti rugi

atas pembebabasan lahan sampai saat ini belum menemui kejelasan.

Penelitian sebelumnya yang membahas tentang pembangunan bandara

yaitu Pertama, penelitian berjudul Manajemen Konflik dan Negosiasi Wajah

Dalam Budaya Kolektivistik (Konflik Pembangunan Bandara di Kulon Progo)

(Pamungkas 2015). Penelitian tersebut dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui faktor penyebab konflik, kendala untuk mengurangi konflik, dan

manajemen konflik. Teori yang digunakan adalah face negotiation theory dan

standpoint theory. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa masyarakat pro

pembangunan memiliki kekuasaan untuk melakukan intimidasi kepada

masyarakat kontra yang tidak memiliki kekuasaan. Upaya yang dilakukan

untuk mengurangi konflik adalah melalui penghindaran (avoiding) dan

pengungkapan emosi (emotional expression). Dari kedua cara tersebut, cara

penghindaran lebih dominan digunakan karena masing-masing pihak memiliki

kepentingan yang berbeda mengenai pembangunan. Sehingga, mereka


6

memilih untuk menghindari masyarakat kubu lain untuk mencegah terjadinya

konflik yang lebih besar.

Kedua, penelitian berjudul Konflik Pembebasan Tanah untuk Rencana

Pembangunan Bandara Internasional di Kabupaten Lombok Tengah (Sarjan

2006). Penelitian tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan tentang akar,

proses konflik terhadap rencana pembangunan serta mengetahui keterkaitan

antara latar belakang, motivasi dan interest para pelaku konflik dengan

persepsinya terhadap proses pembebasan tanah untuk rencana pembangunan

bandara. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ditemukan adanya

pergeseran atau evolusi konflik setiap periodenya. Awalnya pelaku konflik

adalah masyarakat eks pemilik tanah dengan pemerintah daerah, kemudian

bergeser menjadi konflik antar elit serta konflik antara masyarakat pro dengan

kontra bandara. Hal ini disebabkan oleh penundaan pembangunan dalam

jangka waktu sangat lama (sebelas tahun), yang memberikan ruang bagi

masyarakat atau pihak lain memanfaatkan situasi melakukan penolakan

dengan berbagai macam dalih. Adapun yang menjadi akar konflik adalah (1)

Perbedaan penilaian terhadap proses pembebasan tanah, (2) Perubaan fungsi

lahan, (3) Ketidakpastian pembangunan bandara, (4) Kehilangan mata

pencaharian dan (5) Keterlibatan pihak luar. Jenis konflik bersifat vertikal dan

horizontal dengan intensitas sudah sampai manifes dengan kekerasan. Wujud

konfliknya adalah pengusiran paksa petani dari tanah bandara, pelarangan

penggarapan tanah bandara, penembakan petani dan penangkapan serta

intimidasi kepada petani. Upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan konflik


7

adalah (1) negosiasi, (2) pemberdayaan masyarakat setempat, (3) pemberian

tali asih, dan (4) pendekatan hukum. Sementara tindakan represif dan

penangkapan hanya untuk mengurangi jumlah masyarakat yang menolak

pembangunan bandara.

Ketiga, penelitian dengan judul Sikap Masyarakat Desa Palihan

Terhadap Rencana Pembangunan Bandara Internasional di Kabupaten Kulon

Progo (Wahyukinasih 2015). Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui dan memahami sikap masyarakat Desa Palihan terhadap rencana

pembangunan bandara internasional di Kabupaten Kulon Progo. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa sikap masyarakat Desa Palihan terhadap

rencana pembangunan bandara meliputi sikap setuju, tidak setuju, dan netral.

Sikap masyarakat di Desa Palihan dinilai dari pandangan, alasan, dan tindakan

dari masyarakat. (1) Pandangan masyarakat yang setuju dan netral

mengatakan bahwa kebijakan pembangunan bandara harus diwujudkan karena

merupakan program pemerintah sedangkan masyarakat yang tidak setuju

memiliki padangan kebijakan pembangunan bandara harus dibatalkan karena

dirasa tidak adil untuk petani. (2) Alasan masyarakat yang setuju yaitu bahwa

pembangunan bandara dapat memberikan dampak yang positif, sedangkan

masyarakat yang tidak setuju memiliki alasan bahwa pembangunan bandara

akan memberikan dampak yang negatif, sedangkan masyarakat netral setuju

dengan alasan terpaksa. (3) Tindakan masyarakat yang setuju adalah

mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh Tim, sedangkan masyarakat

yang tidak setuju melakukan penolakan-penolakan dan tidak bersedia


8

mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh Tim, dan masyarakat netral

lebih memilih untuk diam.

Keempat, penelitian yang ditulis oleh Handyarto 2017 dengan judul

Konflik dalam Rencana Pembangunan Bandara Internasional di Kabupaten

Kulonprogo. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui latar

belakang terjadinya konflik menggunakan teori Konflik Kepentingan (Ralf

Dahrendorf). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rencana pembangunan

bandara Internasional menimbulkan permasalahan baru di masyarakat.

Permasalahan tersebut adalah munculnya konflik di masyarakat terhadap

rencana pembangunan bandara internasional. Konflik ini dilatar belakangi

oleh perbedaan pandangan antara setiap stakeholder mengenai rencana

pembangunan bandara internasional di Kecamatan Temon. Perbedaan

kepentingan antara pemerintah, masyarakat yang pro dan masyarakat yang

kontra menjadi faktor utama terjadinya perpecahan di masyarakat. Upaya

penyelesaian konflik secara persuasif dengan cara negosiasi yang dilakukan

pemerintah kurang efektif. Hal ini dikarenakan pemerintah tidak memberikan

kejelasan pasti terkait dengan ganti rugi lahan masyarakat dan jaminan

kesejahteraan masyarakat kedepannya. Selain itu masyarakat sulit untuk

menerima relokasi pembangunan bandara karena ketakutan akan kehilangan

tempat tinggal, lahan pertanian, serta mata pencaharian mereka.

Kelima, penelitian dengan judul Konflik Lahan Pertanian dalam

Pembangunan Bandara Internasional di Kulon Progo (Sopanudin 2016).

Sopanudin bermaksud untuk mengkaji fenomena alih fungsi lahan dan


9

masalah sosial yang muncul berupa konflik sosial di dalam masyarakat

sebagai dampak dari pembangunan bandara. Hasil penelitian memperlihatkan

bahwa dampak pembangunan bandara adalah bergesernya lahan pertanian

menjadi bandara, hilangnya lahan pertanian sebagai sumber mata pencaharian

masyarakat sekitar, munculnya sikap pro dan kontra di masyarakat, dan

munculnya konflik sosial. Konflik sosial terjadi antara masyarakat yang setuju

dan menolak (konflik horizontal) dan konflik antara masyarakat yang menolak

dan pemerintah daerah Kulon Progo (konflik vertikal). Masyarakat kontra

tergabung ke dalam kelompok Wahana Tri Tunggal. Sikap masyarakat yang

menolak dilandasi ketakutan akan kehilangan lahan pertanian yang selama ini

menjadi sumber utama mata pencaharian mereka, baik sebagai petani (pemilik

lahan) ataupun buruh tani (penggarap). Sementara itu masyarakat pro bandara

mereka sebagian besar merupakan pemilik lahan sekaligus penggarap. Mereka

yang pro bandara mengajukan beberapa persyaratan antara lain: ganti rugi

lahan dan kompensasi lahan PAG, masalah ketenagakerjaan, dan relokasi

gratis.

Berbeda dengan penelitian yang telah di lakukan sebelumnya, karena

dalam penelitian ini terfokus pada dinamika konflik yang terjadi pada upaya

pembebasan lahan bandara di Kabupaten Kediri sehingga mengetahui latar

belakang serta bentuk dinamika konflik yang terjadi. Dari penelitaian

sebelumnya yang dilakukan, beberapa juga terfokus pada topik pembebasan

lahan dan konflik pembebasan lahan pembangunan bandara. Tetapi, fokus

penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini berbeda karena terfokus
10

pada dinamika konflik dan juga lokasi yang berbeda akan menghasilkan

penelitian yang berbeda pula karena tipologi masyarakatnya berbeda. Selain

itu perbedaan dapat di ketahui yaitu dari analisis konflik yang akan dilakukan

pada penelitian ini dimana penelitian ini dimana peneliti memilih

menggunakan analisis oleh Fisher (2001) mengenai dinamika konflik.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka

rumusan masalah dalam rencana penelitian ini yaitu:

1. Apa latar belakang terjadinya konflik masyarakat Desa Bulusari

Kecamatan Tarokan dengan panitia pengadaan proyek Bandara Kediri?

2. Bagaimana dinamika konflik yang terjadi antara masyarakat Desa

Bulusari Kecamatan Tarokan dengan panitia pengadaan proyek Bandara

Kediri?

C. Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan juga rumusan masalah di atas, maka

penelitian yang akan dilakukan ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan latar belakang terjadinya konflik masyarakat Desa

Bulusari Kecamatan Tarokan dengan panitia pengadaan proyek Bandara

Kediri

2. Mendeskripsikan dinamika konflik yang terjadi antara masyarakat Desa

Bulusari Kecamatan Tarokan dengan panitia pengadaan proyek Bandara

Kediri

D. Manfaat
11

Beberapa manfaat yang akan diperoleh dengan diadakannya penelitian

ini antara lain :

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk menambah pengetahuan tentang dinamika konflik Desa

Bulusari Kecamatan Tarokan dengan panitia pengadaan proyek

Bandara Kediri

b. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan acuan dan juga

referensi untuk penelitian yang akan dilakukan selanjutnya

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Penulis

Dapat menambah ilmu pengetahuan dan juga pengalaman

sebagai hasil dari pengamatan langsung yang dilakukan oleh peneliti

dengan menerapkan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama studi di

perguruan tinggi khususnya bidang ilmu sosiologi.

b. Bagi Peneliti Lain

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

acuan dasar bagi peneliti yang akan melakukan penelitian lanjutan.

c. Bagi Pemerintah

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

landasan dasar pembuatan kebijakan bagi pemerintah dan juga sebagai

bahan pertimbangan pengambilan keputusan pemerintah.

d. Bagi Jurusan Sosiologi


12

1) Melengkapi referensi karya ilmiah yang berhubungan dengan ilmu

sosiologi

2) Untuk menambah kepustakaan jurusan sosiologi dalam rangka

meningkatkan dan merujudkan Tri Dharma Perguruan Tinggi

e. Bagi Universitas Negeri Malang

1) Laporan penelitian ini diharapkan dapat menambah jumlah referensi

dalam kepustakaan yang ada di Universitas Negeri Malang

2) Sebagai rujukan bagi mahasiswa selanjutnya yang ingin mengkaji

penelitian dengan tema serupa.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka Terkait Tema Penelitian

1. Konflik

a. Pengertian Konflik

Konflik menjadi fenomena yang paling sering muncul, karena

konflik selalu menjadi bagian hidup manusia yang bersosial dan

politik serta menjadi pendorong dalam dinamika dan perubahan social

politik (kornblurn, 2003: 294). Manusia adalah mahluk konfliktis

(homo conflictus), yaitu mahluk yang selalu terlibat dalam perbedaan,

pertentangan, dan persaingan baik sukarela maupun terpaksa (Susan,

2009 : xxiii). Konflik adalah persepsi mengenai perbedaan kepentigan

(perceived divergence of interest) yaitu perasaan orang mengenai apa

yang sesungguhnya ia ingginkan (Pruitt & Rubin, 2011: 21). Oleh

karena itu dalam kehidupan bermasyarakat tidak lepas dari adanya

konflik. Menurut Coser konflik sendiri juga dapat diartikan sebagai

nilai-nilai atau tuntutan yang berkenaan dengan status kekuasaan,

pengumpualan sumber materi atau kekayaan yang langka, dimana

pihak-pihak yang berkonflik tidak hanya ditandai dengan perselisihan,

tetapi juga berusaha memojokan,merugikan atau menghancurkan

pihak lawan (handoyo 2007: 103).

b. Sebab-sebab Terjadinya Konflik

13
14

Sebab-musabab atau akar-akar dari pertentangan (Soekanto &

Sulistyowati, 2013:91-92) antara lain sebagai berikut:

1. Perbedaan antara individu-individu

Perbedaan pendirian dan pemikiran dimungkinkan akan

melahirkan bentrokan antar individu sehingga berujung pada

konflik.

2. Perbedaan kebudayaan

Pola-pola kebudayaan dapat menjadi latar belakang

pembentukan serta perkembangan kepribadian setiap individu

yang berbeda-beda. Setiap individu akan secara sadar ataupun

tidak sadar, akan terpengaruh oleh pola-pola pemikiran dan pola-

pola pendirian dari kelompoknya baik dalam taraf yang sedikit

ataupun banyak. Selanjutnya, keadaan tersebut dapat pula

menyebabkan terjadinya pertentangan antar kelompok manusia.

3. Perbedaan kepentingan

Sumber lain dari pertentangan adalah perbedaan kepentingan

antarindividu maupun kelompok. Kepentingan dapat diwujudkan

dalam bentuk yang beragam; seperti kepentingan politik, ekonomi,

dan sebagainya. Majikan dan buruh, umpamanya, mungkin

bertentangan karena yang satu menginginkan upah kerja yang

rendah, sedangkan buruh menginginkan sebaliknya.

4. Perubahan sosial
15

Perubahan sosial yang berlangsung dengan cepat untuk

sementara waktu akan mengubah nilai-nilai yang ada dalam

masyarakat dan ini menyebabkan terjadinya golongan-golongan

yang berbeda pendiriannya. Golongan yang mampu menerima

perubahan sosial dan golongan yang menolak terjadinya

perubahan sosial. Sehingga, perbedaan penerimaan unsur

tersebutlah yang menyebabkan terjadinya konflik.

Max Weber melihat ada kepentingan alamiah dalam setiap diri

manusia yang mendorong manusia untuk terus bergerak mencapai

kekayaan (wealth) serta menciptakan tujuan penting dan nilai-nilai

dalam masyarakat (Susan 2009: 26). Dalam masyarakat sendiri konflik

terjadi dapat di latar belakangi oleh adanya faktor antara lain

perbedaan kepentingan, politik, kekuasaan, ekonomi, budaya, agama.

Dalam konflik pembebasan lahan pembangunan bandara Kediri yaitu

kejelas atas ganti rugi yang sudah di sepakati oleh pemerintah dan

warga.

c. Jenis-jenis Konflik

Terdapat dua jenis konflik berdasarkan sifatnya (Lauer 2001:

98 ) Pertama, konflik destruktif yaitu adanya perasaan tidak senang,

rasa benci dan dendam dari seseorang ataupun kelompok terhadap

pihak lain dan terjadi kontak fisik sehingga menimbulkan korban jiwa.

Kedua, konflik konstruktif yaitu bersifat fungsional dan muncul

karena adanya perbedaan pendapat dari setiap kelompok menghadapi


16

permasalahan. Koflik ini akan menghasilkan consensus yang di

gunakan sebagai perbaikan. Berdasarkan posisi pelaku konflik terdapat

dua jenis konflik (Susan, 2009 : 85) pertama, dimensi vertikal atau

“konflik atas”; yang dimaksud adalah konflik antara elite dan massa

(rakyat). Elite disini bisa para pengambil kebijakan di tingkat pusat,

kelompok bisnis dan aparat militer. Kedua, konflik horizontal yakni

konflik yang terjadi dikalangan massa (rakyat) sendiri antara lain

konflik antar agama, konflik antar suku dan lain-lain.

d. Upaya Penyelesaian Konflik

Cara menyelesaikan konflik dilakukan melalui akomodasi.

Akomodasi sebagai suatu proses, merujuk pada usaha-usaha manusia

untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk

mencapai kestabilan (Soekanto & Sulistyowati, 2013:68). Beberapa

cara yang dapat ditempuh (Soekanto & Sulistyowati, 2013:70-71),

diantaranya:

1. Koersi

Koersi merupakan bentuk penyelesaian konflik berupa

akomodasi yang prosesnya dilakukan karena ada paksaan. Koersi

merupakan bentuk akomodasi, di mana salah satu pihak berada

dalam keadaan yang lemah bila dibandingkan dengan pihak

lawan. Pelaksanaannya dapat dilakukan secara fisik maupun

secara psikologis.

2. Kompromi
17

Kompromi merupakan bentuk akomodasi penyelesaian konflik

dengan jalan pihak yang bertentangan saling mengurangi tuntutan

agar tercapai penyelesaian dari perselisihan yang terjadi.

Kompromi dapat terjadi apabila pihak yang bertentangan bersedia

merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya.

3. Arbitrasi

Arbitrasi adalah suatu cara untuk mencapai kompromi apabila

pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri.

Pertentangan diselesaikan oleh pihak ketiga yang dipilih oleh

kedua belah pihak atau oleh suatu badan yang berkedudukan lebih

tinggi dari pihak-pihak yang bertentangan.

4. Mediasi

Mediasi hampir menyerupai arbitrasi. Pada mediasi

diundanglah pihak ketiga yang netral dalam soal perselisihan yang

ada. Tugas pihak ketiga adalah mengusahakan penyelesaian

konflik dengan jalan dami. Kedudukan pihak ketiga hanyalah

sebagai penasihat belaka. Dia tak mempunyai wewenang untuk

memberi keputusan-keputusan penyelesaian perselisihan tersebut.

5. Konsiliasi

Konsiliasi adalah suatu usaha untuk mempertemukan

keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi

tercapainya suatu persetujuan bersama. Konsiliasi bersifat lebih

lunak daripada koersi dan membuka kesempatan bagi pihak-pihak


18

yang bersangkutan untuk mengadakan asmilasi. Salah satu contoh

konsiliasi adalah panitia-panitia tetap di Indonesia yang khusus

bertugas untuk menyelesaikan persoalan-persoalan perburuhan, di

mana duduk wakil-wakil perusahaan, wakil-wakil buruh, wakil-

wakil departemen tenaga kerja, dan seterusnya khusus

menyelesaikan persoalan-persoalan jam kerja, upah, hari-hari libur

dan lain sebagainya.

6. Toleransi

Toleransi merupakan suatu bentuk akomodasi tanpa

persetujuan yang formal bentuknya.Toleransi bisa timbul secara

tidak sadar dan tanpa rencana berkat adanya watak orang-

perorangan atau kelompok-kelompok untuk menghindarkan diri

dari pertentangan. Dari sejarah dikenal bahwa bangsa Indonesia

adalah bangsa yang toleran yang sedapat mungkin menghindarkan

diri dari perselisihan-perselisihan.

7. Stalemate

Stalemate adalah suatu akomodasi, dimana pihak-pihak yang

bertentangan karena mempunya kekuatan yang seimbang berhenti

pada suatu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya. Hal

ini disebabkan karena mencapai jalan buntu, dimana bagi kedua

belah pihak sudah tidak ada kemungkinan lagi baik untuk maju

maupun untuk mundur. Stalemate tersebut, misalnya terjadi antara

Amerika Serikat dan Rusia di bidang nuklir.


19

8. Ajudikasi

Ajudikasi adalah penyelesaian perkara atau sengketa di

pengadilan.

2. Dinamika Konflik

Menurut Wehr dinamika konflik yaitu suatu yang ditandai oleh

ekskalasi dan de-eskalasi konflik. Ekskalasi konflik adalah meningkatnya

berbagai tindakan koersif keduan belah pihak berkonflik, sehingga aksi

kekerasan timbal balik bisa muncul dalam situasi ini. Ekskalsi konflik

selalu ditandai dan di sebabkan oleh meningkatkan aktivitas solidaritas

konflik, pegerakan sumber daya konflik, dan eskalasi strategis. De-

eskalasi konflik akan muncul dengan ditandai dan sebabkan oleh

penurunan aktivitas solidaritas konflik, sumber daya konflik, dan eskalasi

strategis (Susan 2009: 52). Kunci untuk memahami dinamika konflik

yakni dengan melihat pada sumber konflik, yaitu segala potensi yang

diinginkan oleh subjek kepentingan. Potensi itu antara lain sumberdaya

alam, perbedaan tafsir agama, atau etnis. Setelah itu menganalisis karakter

hubungan (relationship) diantara berbagai pihak berkonflik .dan

selanjutnya analisis dinamika melihat pada penahapan konflik, penahapan

konflik melihat pada kualitas dan kuantitas model tindakan pihak

berkonflik (Susan, 2009 : 87).

B. Kerangka Teori

1. Teori Dinamika Konflik Fisher


20

Pandanangan Fisher tentang dinamika konflik dapat digunakan

sebagai pisau analisis dinamika konflik antara masyarakat Desa Bulusari

Kecamatan Tarokan dengan panitia pengadaan proyek Bandara Kediri

karena dengan menggunakan teori dinamika konflik Fisher dapat

mengetahui sumber konflik, hubungan pihak yang berkonflik, dan

tahapan konflik. Dijelakan melalui tahapan yang dikemukakannya

(Susan, 2009 : 88 ) yaitu :

Tingkat Konflik

Krisis atau puncak konflik

Konfrontasi

Prakonflik Pasca Konflik

Stabilitas

Gambar 2.1 Grafik dinamika Konflik

a. Prakonflik

Periode dimana terdapat ketidaksamaan sasaran di antara dua

pihak atau lebih, sehinggal tibulnya gesekan yang mengakibatkan


21

konflik. Konflik yang diam-diam dan tersembunyi dari pandangan

umum, walaupun ada sebagian pihak yang mengetahui dan

memungkinkan terjadinya konfrontasi. Dalam tahapan ini dari salah

satu pihak masih menghindari kontak.

b. Konfrontasi

Di tahap ini mulai terbuka adanya konflik antara kedua belah

pihak atau salah satu pihak. Jika hanya ada salah satu pihak yang

merasa ada masalah, mungkin pendukungnya mulai melakukan aksi

demonstrasi atau tindakan konfrontatif lainnya. Mulai adanya gesekan

di bawah antara kedua belah pihak.

c. Krisis

Ditahap ini puncak dari konflik. Tahap dimana konflik pecah

dengan adanya aksi-aksi kekerasan yang dilakukan secara intens dan

masal. Dalam sekala besar dalam tahap ini terjadinya perang dan

menuai banyak korban antara dua belah pihak. Akan mengakibatkan

dua situasi yaitu pemenang perang atau yang kalah dalam perang dan

bahkan sama-sama kalah dalam peperangan. pihak yang kalah dalam

perang akan menyebabkan kerugian yang besar. Di situasi sangat

tergantung pada proses penanganan konflik, jika kedua belah pihak

mampu melakukan negoisasi dan menggunakan strategi pemecahan

masalah (problem solving) kemungkinan situasi yang dihasilkan akan

positif. Di tahap ini tingkat kekerasan menurun dengan disertai

menurunnya tinkat konfrontasi dari kedua belah pihak.


22

d. Pasca konflik

Di tahap ini situasi diselesaikan dengan cara mengakhiri

berbagai konfrontasi kekerasan, ketegangan berkurang dan hubungan

mengarah ke lebih normal di anatara kedua belah pihak. Pascakonflik

bisa juga di sebut De-eskalasi konflik kekerasan, De-eskalasi konflik

kekerasan bisa terjadi karena beberapa factor yaitu kedua belah pihak

berkonflik menemukan pemecahan masalah dari konflik atau salah

satu pihak mengalami kekalahan luar biasa, tanpa mendapatkan

apapun yang diperebutkan dan tidak memiliki kemampuan

melanjutkan konflik.
23
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif.

Pendekatan kualitatif dijelaskan oleh Cresswell sebagai usaha dalam

mengeksplorasi dan memahami makna individu atau kelompok yang dianggap

berasal dari permasalahan sosial atau manusia(Creswell, 2013:4). Proses

penelitian pendekatan kualitatif melibatkan pertanyaan-pertanyaan dan

prosedur; pengumpulan data dari peserta penelitian, menganalisi data secara

induktif, membangun keterangan-keterangan yang didapatkan ke dalam tema

umum, dan membuat interpretasi makna dari data-data yang dikumpulkan.

Penulis dapat menyimpulkan bahwa pendekatan kualitatif merupakan

pendekatan penelitian yang bertujuan untuk mengekplorasi dan memahami

suatu fenomena yang ada di masyarakat yang dianggap berasal dari

permasalahan sosial atau manusia dari aspek perilaku, persepsi, motivasi,

tindakan, dan sebagainya yang kemudian dituliskan dalam bentuk deskripsi

kata-kata dan dibahas secara alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode.

Pendekatan kualitatif ini dipilih oleh penulis karena dirasa relevan

dengan topik penelitian yang membahas mengenai dinamika konflik yang

terjadi antara masyarakat Desa Bulusari Kecamatan Tarokan dengan panitia

pengadaan proyek Bandara Kediri. Kecocokan tersebut didasarkan pada

dinamika konflik yang harus dijelaskan secara deksripsi bukan angka-angka

24
25

seperti dalam penelitian kuantitatif. Sehingga, sangat tepat apabila penelitian

ini menggunakan pendekatan kualitatif atau qualitative approach seperti yang

diungkapkan oleh Creswell.

Jenis penelitian atau strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

studi kasus. Hal tersebut dikarenakan topik utama penelitian ini adalah

konflik pembebasan lahan maka lebih pas apabila digunakan strategi

penelitian studi kasus. Studi kasus merupakan strategi dalam penelitian

kualitatif dimana peneliti berusaha untuk mengeksplor secara mendalam

suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau satu atau lebih individu

(Creswell, 2013 : 20). Kasus dalam hal ini dibatasi oleh waktu dan aktivitas.

Tugas peneliti adalah mengumpulkan informasi secara terperinci

menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data dengan periode waktu

yang berkelanjutan. Ketetapan pendekatan tersebut didasarkan untuk

memperoleh gambaran mengenai program bandara yang sedang dilaksanakan

di kelurahan tersebut, peristiwa konflik seperti apa yang sedang berlangsung,

aktivitas serta proses seperti apa yang dijalankan oleh masyarakat yang

memperjuangkan keadilan bagi kehidupan mereka dan yang terakhir

kelompok siapa saja yang terlibat dalam terjadinya konflik tersebut.

B. Kehadiran Peneliti

Kehadiran peneliti di lapangan merupakan alat pengumpul data utama

dan kunci keberhasilan sebuah penelitian. Data mentah atau data primer yang

dihimpun dari lapangan didapatkan secara langsung oleh peneliti atau dengan

bantuan orang lain, sebab apa yang terjadi selama penelitian harus diuraikan
26

pada laporan penelitian. Data sekunder hanya digunakan sebagai data

pendukung. Selain itu, perlu diketahui pula ketika peneliti melakukan

penggalian data, maka peneliti diupayakan untuk menanggalkan terlebih

dahulu pengetahuan, asumsi, maupun paradigma yang dimiliki sebelum

penggalian data. Hal tersebut dilakukan karena dalam penelitian kualitatif,

digunakan metode berpikir induktif yang artinya data digali dan dihimpun

sebanyak-banyaknya dari lapangan untuk kemudian diambil kesimpulan.

Selain kehadiran peneliti di lapangan, kehadiran peneliti juga

dilakukan pra dan pasca pengambilan data di lapangan. Hal tersebut dilakukan

mengingat peneliti memiliki kedudukan yang cukup rumit, yaitu perencana,

pelaksana pengumpul data, analis, penafsir data, dan pada akhirnya menjadi

pelapor hasil penelitian (Moleong, 2016:168). Kehadiran peneliti dalam

penelitian ini dimulai dari pembuatan proposal hingga penulisan laporan.

Proposal dibuat sebelum dilakukan penggalian data untuk dikonsultasikan

terlebih dahulu dengan dosen pembimbing. Setelah proposal penelitian

mendapatkan persetujuan dari dosen pembimbing, maka peneliti selanjutnya

melakukan pengurusan perizinan mulai dari surat pengantar dari fakultas,

surat rekomendasi penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik

Kabupaten Kediri, hingga persetujuan dari Kepala Desa Bulusari. Ketika

pengurusan perizinan telah selesai, maka peneliti akan meminta bantuan dari

Kepala Desa Bulusari untuk dipertemukan dengan tokoh-tokoh dalam gerakan

penolakan pembebasan lahan, yaitu Ander sumiwi yang merupakan pengacara

dalam kasus konflik pembebasan lahan dan Ali Mustofa sebagai juru
27

bicara/ketua forum dari Forum Rembug Warga Pojok Bulusari. Kedua

informan tersebut merupakan informan kunci sebelum menggali informasi-

informasi yang lain dari lokasi penelitian. Selain dari sisi masyarakat,

penggalian data juga akan dilakukan dari sisi pemerintah yakni pihak

pemerintah kabupaten kediri dan investor pembangunan bandara PT. Gudang

Garam.

Kegiatan pengambilan data dilakukan secara bertahap. Peneliti

bukanlah wartawan yang melakukan pengambilan data sekali untuk kemudian

diberitakan. Peneliti harus melakukan perkenalan dan adaptasi terlebih dahulu

dengan masyarakat Desa Bulusari hingga terdapat kedekatan emosional.

Peneliti akan menggunakan teman sebagai penghubung atau perantara dalam

pengambilan data ke informan utama. Peneliti akan hadir hingga didapatkan

data jenuh dalam penelitian. Kehadiran peneliti dalam penggalian data akan

berupaya menggunakan anjuran dari Bogdan dan Taylor ( Moleong,

2016:167-168), yaitu:

1. Tidak mengambil sesuatu dari lapangan secara pribadi. Pengambilan data

dari lapangan dilakukan secara natural yang merupakan bagian dari proses

lapangan.

2. Kunjungan awal dilakukan untuk menemui seorang perantara yang

nantinya akan memperkenalkan peneliti, yaitu dalam hal ini adalah kepala

desa sebagai pemberi izin dan dua nama yang telah disebutkan di muka.

3. Tidak berambisi untuk mendapatkan data sebanyak mungkin pada hari-

hari pertama. Hari-hari pertama dilakukan untuk memperoleh gambaran


28

umum dan perkenalan. Hal tersebut dilakukan mengingat banyak muka

baru yang perlu dipelajari. Catatan segera dibuat setelah kunjungan.

4. Menggalkan pengetahuan awal dan bertindak secara pasif. Tunjukkan

perhatian dan kesungguhan tentang apa yang dipelajari oleh peneliti dan

tidak mengajukan pertanyaan terlalu banyak. Pertanyaan dibuat agar

informan mampu berbicara banyak sehingga data yang dikumpulkan

cukup komprehensif.

5. Bertindak lemah lembut, senyum, dan menjaga kesopanan sampai

diterima dengan baik oleh masyarakat. Hal tersebut dilakukan agar

masyarakat dapat dengan mudah, gampang, dan ikhlas dalam memberikan

informasi.

Kehadiran peneliti dalam penelitian yang telah dilakukan ini dilakukan dalam

kegiatan :

Tabel 3.1 kegiatan kehadiran peneliti


(Sumber : Data Peneliti, 2020)
No
Hari / Tanggal Keterangan Kegiatan
.
Sabtu/10 Oktober 2020 - Observasi lokasi penelitian yaitu di Desa
1. Bulusari yang rumah atau lahannya akan
menjadi lokasi pembangunan bandara
Selasa/20 Oktober 2020 - Izin ke Balai Desa dengan melampirkan
surat dari fakultas
2.
- Mencari informasi dari kepala Desa
Bulusari
Sabtu/24 Oktober 2020 - Dokumentasi temuan lapangan
3. - Wawancara kepada bapak saiku mudin
desa Bulusari
senin/26 Oktober 2020 - Wawancara kepada bapak Ali Mustofa
Ketua FPR yang termasuk penggerak
4. didalam proses mempertahankan
pemakaman
- Dokumentasi temuan lapangan
5. Kamis/29 Oktober 2020 Wawancara kepada bapak Budiman Sekretaris
FPR yang termasuk penggerak didalam proses
29

mempertahankan pemakaman
Minggu/1 November 2020 Wawancara kepada bapak purwito selaku 5 KK
6. yang bertahan dan penolak harga pembebasan
lahan
senin/2 November 2020 Wawancara kepada Ibu Mila melalui media
7. online selaku warga yang menolak pembebasan
lahan pemakaman
8. selasa/3 November 2020 - Wawancara kepada bapak Budiman
Rabu/4November 2020 - Wawancra kepada ibu Ander Sumiwi
9. melalui media online selaku pengacara
warga

C. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan mengambil setting lokasi di Desa Bulusari

Kecamatan Tarokan Kabupaten Kediri bagian barat. Lokasi dipilih mengingat

dari ketiga kecamatan yang akan dilakukan pembebasan lahan, hanya di Desa

Bulusari yang gigih dalam melakukan penolakan dengan alasan utama

mempertahankan keberadaan makam, masjid, dan pondok pesantren.

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian


(Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2020)
30

D. Sumber Data

Sumber data utama dalam penelitian kualiatif adalah kata-kata dan

tindakan (data primer), selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan

lain-lain (data sekunder) (Lofland dan Lofland dalam Moleong, 2016:157).

Bagian ini akan dijelaskan sumber-sumber data yang akan digunakan dalam

penelitian ini. Mengenai prosedur pengumpulan data akan dijelaskan pada sub

bab berikutnya.

1. Kata-kata dan Tindakan

Sumber data berupa kata-kata dan tindakan berasal dari orang-

orang yang diamati atau diwawancarai berdasarkan rumusan masalah

yang telah dibuat. Orang yang diwawancari dalam penelitian ini adalah

warga terdampak yang menolak tanah mereka untuk pembangunan

bandara Kediri dan juga pengacara dari warga tersebut. Pemilihan

informan menggunakan teknik snawball sampling dengan beberapa

kriteria yaitu; 1) warga terdampak, 2) pengacara pembela warga, 3)

panitia pembebasan lahan. Untuk point ke 3 yaitu panitia pembebasan

lahan , mereka tidak dapat ditemui untuk dimintai informasi karena

mereka khawatir jika melakukan kesalahan ketika diwawancara sehingga

akan merugikan dirinya.

2. Sumber Tertulis

Sumber tertulis dapat berupa sumber buku dan majalah ilmiah, arsip,

dokumen pribadi, dan dokumen resmi. Proposal penelitian ini telah

menggunakan sumber tertulis berupa penelitian terdahulu, buku, artikel


31

berita, dan peta lokasi rencana penelitian, sedangkan selanjutnya akan

digunakan data monografi untuk menjelaskan dan menggambarkan

mengenai setting lokasi penelitian.

3. Foto

Foto dapat digunakan oleh peneliti sebagai bantuan dalam

memberikan gambaran mengenai setting sosial lokasi penelitian secara

jelas. Foto juga mampu menghasilkan data deskriptif yang cukup berharga

dan bisa digunakan untuk menelaah segi-segi subjektif yang hasilnya akan

dianalisis secara induktif. Mengingat konflik pembebasan lahan telah

mereda, maka peneliti akan menggunakan foto-foto yang dimiliki oleh

masyarakat.

Foto tidak digunakan secara tunggal untuk menganalisis data

melainkan sebagai pelengkap. Ketika peneliti mengejar pengertian, maka

jawabannya tidak akan diperoleh dari foto, tetapi foto akan memberikan

sesuatu yang mampu mendorong untuk mengejar pengertian itu pada

subjek-subjek penelitian.

4. Data Statistik

Data statistik digunakan untuk membantu peneliti mempelajari

komposisi distribusi penduduk dilihat dari segi usia, jenis kelamin, agama

dan kepercayaan, mata pencaharian, tingkat kehidupan sosial ekonomi,

pendidikan, dan semacamnya. Data statistik yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah data monografi desa. Data statistik pada umumnya

berlandaskan paradigma positivisme yang mengutamakan dapatnya


32

digeneralisasikan sehingga dapat mengurangi makna subjek secara

perorangan dalam segala liku kehidupannya yang unik namun utuh. Oleh

karena itu, peneliti tidak akan terlalu banyak mendasarkan diri pada data

statistik, tetapi memanfaatkan data statistik itu hanya sebagai cara yang

mengantar dan mengarahkannya pada kejadian dan peristiwa yang

ditemukan dan dicari sendiri sesuai dengan masalah dan tujuan

penelitiannya.

E. Prosedur Pengumpulan Data

Creswell membagi prosedur pengumpulan data dalam penelitian

kualitatif menjadi empat tipe dasar, diantaranya adalah observations,

interviews, documents, dan audio-visual materials (Creswell, 2009:179-180).

1. Observasi

Creswell menjelaskan bahwa observasi kualitatif merupakan

pengamatan atau observasi yang dilakukan oleh peneliti dengan

mengambil catatan lapangan tentang perilaku dan aktivitas individu di

dalam lokasi penelitian. Peneliti akan melakukan pencatatan hasil

observasi baik secara tidak terstruktur ataupun semi terstruktur

(menggunakan beberapa pertanyaan yang sebelumnya telah disiapkan

karena peneliti ingin mengetahuinya) mengenai kegiatan di lokasi

penelitian. Observasi bisa dilakukan dalam peran yang beragam, mulai

dari non-partisipan, partisipan, hingga partisipan utuh. Penelitian ini

melakukan observasi secara langsung di lapangan yaitu di Desa Bulusari

Kecamatan Tarokan Kabupaten Kediri.


33

2. Wawancara

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data yang tepat

dalam penelitian ini, karena dengan kegiatan wawancara yang mendalam

dapat memberikan jawaban atas informasi yang diperlukan secara

maksimal dan mendalam. Peneliti dengan menggunakan judul penelitian

dinamika konflik pembebasan lahan pada pembangunan bandara Kediri

studi kasus : Desa Bulusari Kecamatan Tarokan Kabupaten Kediri secara

garis besar menggunakan pertanyaan-pertanyaan utama antara lain ; 1)

latar belakang terjadinya konflik, 2) jalannya konflik, 3) aktor yang

terlibat dan 4) upaya penyelesaian konflik atau akhir dari konflik yang

terjadi.

3. Dokumentasi

Dokumentasi menurut Creswell dapat berupa dokumen publik seperti

surat kabar, ringkasan hasil rapat, dan laporan resmi atau dokumen pribadi

seperti jurnal pribadi, buku harian, surat, dan email. Studi dokumentasi

dalam penelitian ini telah akan mengambil dari surat kabar online dari

berbagai laman berita, dokumen monografi desa, dan beberapa dokumen

lain yang sekiranya dibutuhkan seperti yang diungkapkan Creswell di

muka.

4. Materi Audio-Visual

Data audio-visual ini menurut Creswell dapat berupa foto, benda seni,

kaset video, atau segala bentuk suara.


34

Sebelum memasuki tahap penggalian data atau lokasi penelitian.

Terlebih dahulu peneliti akan mengidentifikasi data apa yang akan dihimpun

dan prosedur untuk merekamnya. Penelitian kualitatif sering menggunakan

beberapa pengamatan, sehingga pedoman observasi dibuat terlebih dahulu

sebelum observasi dilakukan. Peneliti akan mempersiapkan format observasi

dengan garis pemisah di tengah, seperti yang dijelaskan Creswell untuk

memisahkan catatan deskriptif (portraits of the participants, a reconstruction

of dialogue, a description of the physical setting, accounts of particular

events, or activities) dan catatan berupa refleksi (the researcher's personal

thoughts, such as "speculation, feelings, problems, ideas, hunches,

impressions, and prejudices) (Bogdan dan Biklen dalam Creswell, 2009:182).

Informasi demografis tentang tempat dan waktu catatan lapangan juga ditulis

pada formulir ini.

Prosedur wawancara juga akan dilakukan setelah mempersiapkan

pedoman wawancara (daftar pertanyaan) dan merekam jawabannya selama

wawancara berlangsung. Pedoman wawancara akan memuat judul (tanggal,

tempat, pewawancara, orang yang diwawancarai), instruksi bagi pewawancara

untuk diikuti sehingga terdapat standar prosedurnya, pertanyaan-pertanyaan

(biasanya pertanyaan ice-breaker di awal berupa 4-5 pertanyaan dan diikuti

oleh pertanyaan penutup untuk meminta saran dalam menentukan informan

selanjutnya. Informasi hasil wawancara akan dicata menggunakan catatan

tulisan tangan, rekaman audio, dan rekaman video. Meskipun menggunakan

bantuan alat perekaman, peneliti tetap akan melakukan pencatatan tertulis


35

untuk menghindari kehilangan data akibat kerusakan alat perekam dan lekas

membuat transkrip untuk mengantisipasi kalau peneliti lupa.

F. Analisis Data

Analisis data kualitatif dilakukan secara berkelanjutan bersamaan

dengan proses pengumpulan data, pembuatan interpretasi, dan penulisan

laporan. Sementara wawancara sedang berlangsung, peneliti dapat melakukan

analisis terhadap wawancara yang dikumpulkan sebelumnya, menulis memo

yang mungkin akhirnya dimasukan dalam laporan akhir. Analisis data

dilakukan dengan melibatkan pengumpulan data terbuka berdasarkan pada

rumusan masalah dan mengembangkan analisis dari informasi yang diberikan

oleh informan. Proses analisis data dalam penelitian ini akan mengadaptasi

langkah-langkah yang dijelaskan oleh (Creswell, 2009:184-190) dengan

melakukan penyederhanaan dan perubahan seperlunya,, proses tersebut

memuat enam langkah seperti bagan di bawah ini:

Interpretating the Meaning of Themes


(Descriptions)
36

Interrelating Themes/Description

Themes Description

Validating the Accuracy Coding the Data


of the Information (Hand or Computer)

Reading Through All Data

Organizing and Preparing Data for


Analysis

Raw Data
(transcripts, fieldnotes, images, etc.)

Tabel 3.2 Data Analysis in Qualitative Research (Creswell, 2009:185)

Bagan tahapan analisis data di atas, dapat secara rinci dijelaskan

sebagai berikut:

1. Mengatur dan menyiapkan data untuk di analisis, yaitu data mentah (raw

data) seperti transkrip wawancara, catatan lapangan, foto, dan sebagainya

dilakukan scanning dan diketik untuk memilih dan menyusun data

berdasarkan sumber informasi.


37

2. Membaca semua data untuk mendapatkan pengertian umum dari informasi

yang telah dihimpun dan merefleksikan maknanya secara keseluruhan.

3. Mulai analisis terperinci melalui pengkodean. Coding is the process of

organizing the material into chunks or segments of text before bringing

meaning to information (Rossman dan Rallis dalam Creswell, 2009:186).

Pengkodean dilakukan dengan proses pengorganisasian bahan menjadi

potongan-potongan atau segments of text sebelum diambil kesimpulan

dalam bentuk matriks. Data dimasukan ke dalam kategori-kategori atau

pelabelan menggunakan istilah yang didasarkan pada bahasa aktual

informan untuk dihubungkan dengan teori dan kajian pustaka. Pencarian

makna dari substansi informasi juga dilakukan sembari melakukan

pengkodean.

4. Menggunakan hasil pengkodean untuk menghasilkan deksripsi. Deskripsi

dimaksudkan untuk membahas informasi rinci tentang orang, tempat, dan

peristiwa. Pendeskripsian dilakukan dengan menyisipkan pula kutipan-

kutipan sebagai bukti munculnya banyak perspektif dari individu.

5. Pembuatan deskripsi dalam bentuk narasi kualitatif. Hal tersebut

dilakukan dengan jalan menjelaskan kronologi peristiwa terjadinya

konflik, pembahasan rinci mengenai konstruksi sosial masyarakat

mengenai makam, dan berbagai macam perspektif masyarakat.

6. Langkah terakhir adalah membuat interpretasi atau pemaknaan dari data

yang telah dinarasikan. Pemaknaan dilakukan dengan cara


38

menghubungkan temuan lapangan dengan teori dan kajian pustaka untuk

selanjutnya diambil kesimpulan.

G. Pengecekan Keabsahan Data

Pengecekan keabsahan data atau validasi dalam penelitian kualitatif

bermakna kegiatan peneliti untuk memeriksa keakuratan temuan dengan

menggunakan prosedur tertentu (Creswell, 2009:190). Prosedur keabsahan

data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

triangulasi sumber. Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan

data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data. Triangulasi sumber

berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu

informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam

penelitian kualitatif (Moleong, 2016:330).

Triangulasi sumber untuk pengecekan keabsahan data dalam penelitian

ini akan dilakukan dengan jalan:

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

Pengamatan dilakukan ketika peneliti datang ke lapangan, melihat setting

sosial Desa Bulusari terutama sekitar lokasi makam, masjid, pondok

pesantren;

2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa

yang dikatakannya secara pribadi;


39

3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi

penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu;

4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai

pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang

berpendidikan tinggi atau menengah, orang berada, orang pemerintahan;

dan

5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

berkaitan (Moleong, 2016:331).

Hasil pembanding bukan berarti berupa kesamaan pandangan,

pendapat, atau pemikiran, melainkan kemampuan peneliti untuk bisa

mengetahui adanya alasan-alasan terjadinya perbedaan-perbedaan tersebut.

H. Tahap-Tahap Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu:

1. Tahap Pra-lapangan

a. Menyusun rancangan penelitian

b. Memilih lapangan penelitian

c. Mengurus perizinan

d. Menjajaki dan menilai lapangan

e. Memilih dan memanfaatkan informan

f. Menyiapkan perlengkapan penelitian

2. Tahap Pekerjaan Lapangan

a. Memahami latar penelitian dan persiapan diri


40

b. Memasuki lapangan

c. Berperanserta sambil mengumpulkan data

3. Tahap Analisis Data dan Penulisan Laporan


BAB IV

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

Pada BAB IV ini, akan dipaparkan mengenai hasil penelitian selama di

lapangan. Paparan data dan temuan penelitian akan disajikan dalam beberapa sub-

bagian, yakni: (1) Gambaran umum lokasi penelitian; (2) Latar belakang terjadinya

konflik masyarakat Desa Bulusari dengan panitia pengadaan proyek Bandara Kediri ;

(3) Dinamika konflik yang terjadi antara masyarakat Desa Bulusari dengan panitia

pengadaan proyek Bandara Kediri dan (4) Temuan Penelitian

A. Paparan Data

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

a. Keadaan Geografis Desa Bulusari

Desa Bulusari merupakan wilayah Desa bagian dari Kecamatan

Tarokan Kandang Kabupaten Kediri. Topografi secara umum di Desa

Bulusari merupakan daerah perbukitan seluas 801,75 Ha dan dataran

tinggi seluas 267,25 Ha.

Desa Bulusari berbatasan dengan 4 (empat) wilayah, antara lain:

disebelah Utara berbatasan dengan Desa Kaliboto Kecamatan Tarokan,

di sebelah timur berbatasan dengan Desa Grogol Kecamatan Grogol, di

selatan berbatasan dengan Desa Kalipang Kecamatan Grogol, dan di

sebelah barat berbatasan dengan Desa Tarokan Kecamatan Tarokan.

41
42

Gambar 4.1 Peta Wilayah Desa Bulusari


(Sumber : Data Desa Bulusari, 2019)

Jarak yang ditempuh untuk memasuki kawasan Desa Bulusari antara

lain : Jarak Desa Bulusari dari Pusat Pemerintahan Kecamatan yaitu 6

km dengan waktu tempuh perjalanan sekitar ¼ Jam atau 15 Menit, untuk

jarak antara Desa Bulusari dari Pusat Pemerintahan Kabupaten Kediri

sendiri yaitu 18 km dengan waktu tempuh perjalanan sekitar 40 Menit,

lalu untuk jarak antara Desa Bulusari dari Kota atau Ibukota Kediri yaitu

12 km dengan waktu tempuh perjalanan 30 Menit dan yang terakhir jarak

antara Desa Bulusari dengan Ibu Kota Provinsi Jawa Timur yaitu 133 km

dengan waktu tempuh perjalanan sekitar 3 Jam 14 Menit. Akses

transportasi ketika ingin mengunjungi Desa Bulusari dapat menggunakan

kendaran pribadi (Sepeda Motor, Mobil dan lain-lain) dan kendaraan


43

umum untuk menuju Desa Bulusari dapat menggunakan Becak, Angkot

dan kendaraan umum lainnya.

b. Kondisi Demografis Desa Bulusari

1) Jumlah Penduduk

Penduduk yang tinggal di Desa Bulusari berjumlah 3.676

kepala keluarga dengan jumlah penduduk mencapai 10.840 jiwa.

Berdasarkan jenis kelaminnya jumlah penduduk di Desa Bulusari

yaitu sebanyak 5.569 Jiwa penduduk berjenis kelamin laki-laki dan

5.271 Jiwa penduduk berjenis kelamin perempuan. Dimana untuk

jumlah penduduk Desa Bulusari berdasarkan usia dapat disajikan

dalam tabel berikut :

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk DesaBulusari berdasarkan Usia


(Sumber : Profil Desa Bulusari Tahun 2019)

No. Usia Jumlah


1. Usia 0 – 15 Tahun 2.454 jiwa
2. Usia 16 – 65 Tahun 7.492 jiwa
3. Usia 66 Tahun Keatas 894 jiwa
Jumlah 10.840 jiwa

Berdasarkan pemaparan tabel di atas, dapat diketahui bahwa

perbandingan antara jumlah penduduk di Desa bulusari pada rentang

usia 16-65 Tahun lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk usia

0-15 dan usai 66 Tahun keatas dengan selisih antara jumlah

penduduk usia 16-65 tahun dengan jumlah penduduk usia 0-15 tahun

yaitu 5.038, sedangkan selisih antara penduduk usia 15-65 tahun

dengan penduduk usia 66 tahun ke atas yaitu 6.598


44

2) Pendidikan

Berikut tabel demografi berdasarkan tingkat Pendidikan

Masyarakat Kelurahan Madyopuro:

Tabel 4.2 Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Bulusari


(Sumber : Profil Desa Bulusari Tahun 2019)

No. Tingkat Pendidikan Jumlah


1. Sekolah Dasar (SD) 3.647 jiwa
2. Sekolah Menengah Pertama (SMP) 1.821 jiwa
3. SMA/SMU 1.370 jiwa
5. Sarjana 173 jiwa

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa secara garis besar pendidikan

masyarakat di Desa Bulusari di dominasi oleh mereka yang bersekolah sampai pada

jenjang pendidikan SD yaitu sebanyak 3.647 jiwa. Dari hal tersebut diketahui bahwa

masyarakat di Desa Bulusari dapat dikatakan belum melek terhadap pentingnya

pendidikan, hanya kurang dari 1/2 % jumlah masyarakat yang lulus SMA/SMU dari

julah yang lulus SD yaitu sebanyak 1.370 jiwa. Dan untuk sampai pada jenjang

sarjana (S1) sebanyak 173 jiwa. Desa Bulusari memiliki beberapa lembaga

pendidikan formal, antara lain terdapat 6 (enam) Taman Kanak-Kanak (TK), 5 (lima)

Sekolah Dasar (SD),

3) Pekerjaan

Berikut tabel data demografi berdasarkan Pekerjaan yang

dimiliki masyarakat Desa Bulusari :

Tabel 4.3 Pekerjaan Masyarakat Desa Bulusari


(Sumber : Profil Desa Bulusari Tahun 2019)
No. Jenis Pekerjaan Jumlah
1. Pegawai Negeri Sipil (PNS) 38 jiwa
2. TNI 7 jiwa
3. Buruh Migran 128 jiwa
4. Dokter Swasta 1 jiwa
45

5. Tani 906 jiwa


6. Perawat Swasta 1 jiwa
7. Buruh Tani 374 jiwa
8. POLRI 3 jiwa
9. Bidan Swasta 3 jiwa
10. Anggota Legislatif 1 jiwa
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas

mata pencaharian atau pekerjaan masyarakat Desa Bulusari sebanyak

906 bekerja pada sektor pertanian hal tersebut didukung oleh luas

lahan pertanian di Desa Bulusari 299,00 Ha dan lahan perkebunan

seluas 628,15 Ha.

2. Latar belakang terjadinya konflik masyarakat Desa Bulusari

Kecamatan Tarokan dengan panitia pengadaan proyek Bandara Kediri

Berdasarkan data yang berhasil di himpun oleh peneliti dapat diketahui

latar belakang atau awal mula terjadinya konflik pembebasan lahan yang

digunakan untuk pembangunan Bandara Kediri berawal dari tahun 2016

sudah ada pembebasan lahan secara besar-besaran yang dilakukan oleh

oknum pejabat desa dan makelar yang memanfaatkan situasi ketidak tauan

masyarakat tentang rencana pembangunan bandara karena tidak adanya

sosialisasi dari pemerintahan dan juga pihak pengembang. selasa tanggal 15

Agustus 2017 pihak pengadaan proyek dalam hal pembebasan lahan yaitu

PT BDI (Bukit Dhoho Indah) yang merupakan anak perusahaan dari PT

Gudang Garam berencana melakukan pengukuran atau tracking dimana

terindikasi dua pemakam yaitu makam Dusun Pojok dan Dusun Bulusari

Utara serta pondok pesantren, madrasah ibtidaiyah (MI) dan masjid Dusun

Bulusari Utara terkena pembebasan lahan sehingga akan ikut di bongkar dan
46

di pindahkan (Lihat Gambar). Di Dusun Bulusari Utara pihak pengembang

dan semua panitia pembebasan lahan melakukan negoisasi dengan Kyai

Huzer selaku tokoh masyarakat dan pemilik pondok pesantren serta MI.

Semua warga di dusun Blusari Utara memasrahkan keputusan Kyai Huzer,

apabila pondok pesantren dan MI di jual maka rumah warga yang terdapat di

zona merah yaitu masuk di dalam tracking akan ikut dijual, dan juga

sebaliknya apabila masjid, makam dan pondok pesantren tidak di jual, maka

warga juga tidak akan menjual rumahnya. Keputusan Kyai Huzer bulat

bahwa tidak akan menjual semua tanahnya, dengan mensosialisasikan di

setiap pengajian dan nikahan sehingga warga Dusun Bulusari Utara sepakat

untuk tidak menjual tanahnya.

Gambar 4.2 Peta Rencana Pembanguna Bandara Kediri


(Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2020)
“awal mulanya itu peta pembangunan bandara ke arah
utara, pada saat pemasangan tracking bandara pondok
pesantren, MI dan makam dusun bulusari utara terkena,
hal tersebut yang memunculkan pertanyaan di
masyarakat. Tetapi dalam proses negoisasi dengan
47

pemilik pondok yaitu pak kyai huzer, tim pembebasan


lahan yaitu BDI, Polda, Polres, Kodim, Korem di tolak,
sampai itu untuk mempengaruhi Kyai Huzer untuk menjual
tanahnya melewati para guru beliau, kan biasanya kalau
murid itu manut kyaine, tapi tetep tidak mau…“(Saiku / 40
tahun / Warga terdampak).

Berbeda dengan warga dusun Pojok, yaitu merespon hal tersebut pada

hari selasa tanggal 22 Agustus 2017 bertemapat di aula madrasah Dusun

Pojok Desa Bulusari Kecamatan Tarokan dilaksanakan pertemuan Forum

Rembug Warga Masyarakat Dusun Pojok Desa Bulusari Kecamatan Tarokan

Kabupaten Kediri yang sekarang di sebut FPR (Forum Pojok Rembuk) yang

dihadiri oleh warga masyarakat Dusun Pojok Desa Bulusari Kecamatan

Tarokan Kabupaten Kediri dan mecapai kesepakatan menolak pengusuran

makam dusun pojok dan menolak proyek pembangunan dalam bentuk

apapun yang tidak jelas dasar hukum dan peruntukannya.


48

Gambar 4.3 Surat Pernyataan


(Sumber : Dokumentasi informan,
2017)
”untuk konfliknya sendiri itu di setiap tahapan pasti ada
konflik mas. Dari awal perencanaan, pembebasan lahan,
perataan atau pengurukan ada konflik, belum lagi nanti
pada saat konstruksi ada konflik lagi. Efek dari
pembangunan bandara sampai masyarakat membentu
kelompok yaitu awalnya bernama forum rembuk warga
dusun pojok terus berganti nama menjadi forum pojok
rembuk dan telah di akui oleh kemenkumham atau legal.
Dan saya sebagai ketuanya dan mas budiman sebagai
sekertaris. Kalua masalah konflik dimulai dari
perencanaan. Masyarakat melihat pada tahap perencaan
itu tidak transparan. Sampek di awal awal dulu itu
terdengar isu bahwa peta bandara itu hidup maksutnya
hidup itu tidak ada kepastian untuk letak pasti bandara
tersebut atau boleh di bilang berubah ubah sesuai apa
yang terjadi di lapangan. Dengan hal tersebut
memunculkan keresahan di masyarakat dan kebingungan
mana saja yang di butuhkan untuk lokasi pasti dari
bandara. Pada saat di bilang peta hidup masyarakat
menjadi kawatir yang awalnya tidak termasuk dalam area
49

bandara sewaktu waktu bisa jadi menjadi bagian dari


bandara sehingga memunculkan masalah. Itu waktu awal
awal dulu lo masih tahap perencanaan, belum di tahap
pembebasan lahannya. Nah kemudian pada saat
pembebasan lahan pun pihak pengadaan proyek masih
simpang siur”. (Ali Mustofa / 39 tahun / Warga terdampak
)
“latar belakang konflik rencana pembangunan bandara ya
mas, yang pertama mengenai ijin prinsipnya belum
terpenuhi misal terkait status hukum. Status tanah dalam
rencana tata ruang wilayah RT/RW itu masih tanah
perkebunan dan pertanian.. nah terus kan makam itu
karena apa ya termasuk asal usul dusun, jadi asal usul
pojok ada makam itu karena beberapa orang di kubur
disitu termasuk para pejuang dan pendiri dusun dan
sehingga itu memantik emosi warga untuk
mempertahankan makam itu karena dari sisi hukum juga
tidak jelas” (Budiman / 46 tahun / Waarga terdampak )
Penyebab terjadinya konflik pembebasan lahan di Desa Bulusari bukan

hanya karena dua makam Dusun Pojok dan Dusun Bulusari Utara serta

pondok pesantren, madrasah ibtidaiyah (MI) dan masjid Dusun Bulusari Utara

terkena pembebasan lahan dan terindikasi akan di bongkar, penyebab

terjadinya konflik pembebasan lahan dalam rencana pembangunan bandara

Kediri diantaranya sebaigai berikut : Pertama, tidak ada sosialisasi yang jelas

tentang rencana pembangunan bandara Kediri sehingga menyebabkan

keresahan dan kekawatiran di masyarakat.

“Kemudian dari segi sosialisasi itu tidak alanya seperti


sosialisasi jadi tidak ada sosialisasi pada masyarakat.
tidak ada mas keterbukaan informasi, kami menganggap
pembangunan ini tidak selayaknya pembangunan. Jadi
aneh gitu mas. Dari segi hukum di tabrak. Sosialisasi tidak
selayaknya sosialisasi kan begitu.” (budiman / 39 tahun /
Warga terdampak)
“belum ada, sosialisasinya setelah akhir malah, Kan kalau
emang ada pemberitahuan awal bahwa untuk bandara
50

membutuhkan tanah 3000 hektar nah karna tidak ada


kepastian kan bisa berubah rubah. Bahkan kalau dilihat
sampek sekaranglah lahan yang sudah terbeli sudah
terlampaui batas. Kepentingannya ini itu murni untuk
bandara atau ada kepentingan lain. Dan itu terajadi di
kecamatan yang terdampak.” (Saiku / 40 tahun / Warga
terdampak).
Kalua masalah konflik dimulai dari perencanaan.
Masyarakat melihat pada tahap perencaan itu tidak
transparan. Sampek di awal awal dulu itu terdengar isu
bahwa peta bandara itu hidup maksutnya hidup itu tidak
ada kepastian untuk letak pasti bandara tersebut atau
boleh di bilang berubah ubah sesuai apa yang terjadi di
lapangan. Dengan hal tersebut memunculkan keresahan di
masyarakat dan kebingungan mana saja yang di butuhkan
untuk lokasi pasti dari bandara. Pada saat di bilang peta
hidup masyarakat menjadi kawatir yang awalnya tidak
termasuk dalam area bandara sewaktu waktu bisa jadi
menjadi bagian dari bandara sehingga memunculkan
masalah. Itu waktu awal awal dulu lo masih tahap
perencanaan, belum di tahap pembebasan lahannya.(Ali
Mustofa / 39 tahun / Warga terdampak )
Kedua, tidak adanya transparansi rencana pembangunan bandara. Dari
awal tidak adanya transparasi dari pihak pengadaan proyek tentang peta
bandara, luas tanah yang di butuhkan, pihak yang menangani tentang proses
pembebasan tanah dan proses perijinan tentang Anasilisis dampak lingkungan,
sehingga terjadi kecemasan di masyarakat. Banyak oknum yang berusaha
mengambil keuntungan yang biasa disebut broker atau makelar dengan
memanfaatkan ketidak transparan proses pembebasan lahan termasuk oknum
pemerintah Desa, Kecamatan, dan Kabupaten. Kegaduhan publik ini semakin
tak terkendali manakala muncul beberapa penolakan dari elemen masyarakat
yang ingin tetap mempertahankan hak milikinya namun justru tidak
mendapatkan perlindungan hukum dan mendapatkan ancaman berupa terror-
teror psikis serta sosial.Masyarakat semakin dibuat bingung dalam ketidak
pastian dan tidak tahu harus bagaimana, mengingat negara /pemerintah yang
dalam hal ini secara sipil diwakili oleh desa ataupun pihak eksekutif, seolah-
olah tidak mau tahu,padahal jelas-jelas, gelombang pengalihan hak atas tanah
51

warga tersebut sudah begitu meluas dan kondisi meresahkan dan


memprihatinkan.
“untuk permasalahan atau konflik yang terjadi di dusun
bulusari utara ini hampir sama dengan dusun lainya
tentang kejelasan pembangunan bandara, kalau memang
pasti di beli untuk bandara itu yang dibutuhkan berapa
hektar semacam itu. Makanya sebelum ada kepastian di
lapangan banyak makelar makelar yang mencari
keuntungan. yang pertama itu tanah yang terdampak
secara langsung atau tanahnya mau gak mau harus di
lepas, di lepas disini itu di beli. Jadi gak dilepas secara
cuma cuma. Baik itu tanah pekarangan atau rumah
ataupun tanah sawah tegalan yang termasuk dalam titik
titik merah atau titik fokus rantai mereka ketika ini di jual
atau di lepas oleh pemiliknya, mereka harus pindah
tempat. kalau sistem pembeliannya itu banyak tangan yang
terlibat disana, istilahnya itu seperti calo atau makelar
dan ada juga lewat tim yang emang sengaja di bentuk oleh
pihak BDI. Dari awal ada rumor bahwa bandara akan di
bangun disini itu banyak pihak pihak yang ingin
keuntungan dengan moment ini. Banyak makelar tanah
yang berusaha membeli tanah warga di sini dengan harga
yang murah sampai harga yang fantastis mahal. Orang
yang tidak mengerti menjualnya dengan harga yang
sangat murah. Tetapi kalau memang langsung tembus ke
tim BDI itu harganya akan setandart, tetapi di sini untuk
makelar itu sangat banyak makanya harga itu relative.
Jadi model transaksinya itu seperti itu. Dan tim yang di
bentuk kemarin itu ada dua yang satu lewat birokrasi yang
satunya non birokrasi. Dan dari kedua tim itu harganya
juga tidak sama. Makanya proses transaksi disini ya kita
cukup kerepotan juga. Lewat situ harga sekian lewat situ
harga sekian ada lagi yang lewat calo alo baru. makanya
banyak calo yang memanfaatkan soalnya warga kan
belum tau untuk letaknya dimana. Yang di beli di daerah
mana daerah mana itu kan tidak ada kepastian pada awal
awal itu. Kan kalau emang ada pemberitahuan awal
bahwa untuk bandara membutuhkan tanah 3000 hektar
nah karna tidak ada kepastian kan bisa berubah rubah.
Bahkan kalau dilihat sampek sekaranglah lahan yang
sudah terbeli sudah terlampaui batas. Kepentingannya ini
itu murni untuk bandara atau ada kepentingan lain. Dan
itu terajadi di kecamatan yang terdampak. Dan dengan
kecamatan tarokan itu di akhir dan berdampak yang
52

tanahnya seharusnya itu harga standartnya 125 RU 300-


400 jt itu bisa sampai laku 1,4-1,5 Milyar…” (Saiku / 40
tahun / Warga terdampak).
Lokasi pembangunan bandara yang sampai saat ini belum jelas

pastinya juga menjadi ke kawatiran masyarakat desa bulusari. Banyak isu

yang beredar bahwa peta pembangunan bandara hidup, maksut hidup disini

yaitu bisa berubah-rubah setiap waktu, hal itu terjadi pada saat makam pojok

resmi tidak di bongkar, terjadi perubahan arah peta dan juga ketidak jelasan

atas kebutuhan lahan, faktanya pada saat ini lahan yang diluar patok juga di

beli oleh pihak pengadaan bandara.

“Sampek di awal awal dulu itu terdengar isu bahwa peta


bandara itu hidup maksutnya hidup itu tidak ada kepastian
untuk letak pasti bandara tersebut atau boleh di bilang
berubah ubah sesuai apa yang terjadi di lapangan.
Dengan hal tersebut memunculkan keresahan di
masyarakat dan kebingungan mana saja yang di butuhkan
untuk lokasi pasti dari bandara. pada saat pembebasan
lahan pun seperti itu, pihak pengadaan proyek sudah
menarik benang dan patok kuning. Tetapi kenyataanya
lahan yang diluar pun juga di beli. Loh ini kenapa ? kan di
luar patok kalau tidak digunakan kenapa kok dibeli kan
kalau gak di gunakan kok di beli juga. Kan masyarakat
bingung. Dan fakta sekarang kan patoknya awal di barat
sungai kecil ini. Tapi lahan yang di sebelah timurnya
sungai itu sudah ada yang di beli.” (Ali Mustofa / 39 tahun
/ Warga terdampak )
Ketiga, dalam proses pembebasan lahan dengan cara menakut-nakuti

dan intimidasi. Intimidasi yang terjadi pada saat proses pembebasan lahan di

desa bulusari yaitu melibatkan pihak preman, Satpol PP, Polisi, Tentara,

pihak pemerintahan mulai dari desa, kecamatan, kabupaten dan dinas terkait.

Hal tersebut di lakukan agar masyarakat segera melepas tanahnya, pihak

kecamatan dating kerumah warga malam hari dan menggunakan seragam


53

lengkap membujuk warga dengan ancaman kalau tidak segera menjualnya

akan berurusan dengan hukum, otomatis orang desa yang tidak tau apa-apa

akan takut dan menjual tanahnya dengan harga murah.

“yang datang biasanya makelar makelar yang kasih takut,


nakut nakuti, intimidasi. Dulu juga pernah desa, sampai
pengadilan, makelar, satpol PP, polisi, koramil, kabupaten
kecamatan dua mobil. mau tanda tangan gak ?
tandatangan konsinasi tidak tanda tangan konsinasi, tidak
mau saya bilang begitu. Banyak lo mas karena tekanan itu
warga yang takut sehingga menjual lahanya dengan harga
murah.”(Purwito / 57 tahun / Warga terdampak)
“kalau ke warga berbeda lagi, melibatkan pihak polisi,
tentara, pak camat pakek seragam datang kerumah gitu
tapi itulah yang sudah terjadi.”(budiman / 39 tahun /
Warga terdampak)
“dari pihak kecamatan atau pak camatnya sendiri
mendatangi rumah warga malam hari, ya bisa saja ketika
malam hari tidak mengatas namakan kecamatan tetapi
warga taunya ya itu pak camat. Nyatanya lo camat sampek
malam hari dating kesini malam hari melakukan lobi lobi
ke masyarakat. sampek ada warga belakang sini mau
menanam pohon jambu itu, “ la napo di tandoori, wong
kesok tanah e ate di tuku gudang garam kok nandur
jambu” akhirnya kan masyarakat di buaat tidak jelas
dengan status kepemilikan tanahnya. “ wong tanah tanah
e dewe” tapi dengan caraa seperti itu muncul konflik di
masyarakat.” (Ali Mustofa / 39 tahun / Warga terdampak )
“Tetapi dalam proses negoisasi dengan pemilik pondok
yaitu pak kyai huzer, tim pembebasan lahan yaitu BDI,
Polda, Polres, Kodim, Korem di tolak, sampai itu untuk
mempengaruhi Kyai Huzer untuk menjual tanahnya
melewati para guru beliau, kan biasanya kalau murid itu
manut kyaine, tapi tetep tidak mau. Intimidasi psikologi
terus- terusan dilakukan mas, ngeri pokoknya mas.”
(Saiku / 40 tahun / Warga terdampak).
Keempat, pembebasan lahan yang tidak sesuai dengan mekanisme dan

Udang-Undang. pembelian tanah yang terjadi secara massal diduga jelas-jelas

melanggar hukum atau illegal, hal tersebut dikarena adalah telah terjadi

penguasaan tanah melebihi ketentuan undang-undang dan dengan mekanisme


54

yang melanggar ketentuan, pembelian tanah secara masal tersebut secara nyata

tidak dilakukan oleh pemerintah ,sehingga mekanisme jual beli maupun

keperuntukkannya harus sesuai dan mengacu pada Undang-Undang No. Tahun

1960. Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, pengadaan

pembangunan Bandar Udara tersebut dipaksakan akan terjadi pelanggaran

terhadap Tata Ruang Tata Wilayah yang mana hubungan antara hal ini adalah

berkaitan dengan pemberian ijin IPPT yang hanya dapat diberikan apabila

sesuai dengan rencana Tata Ruang Tata Wilayah Daerah yang bersangkutan.

Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah

harus dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan

masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Izin

pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui

prosedur yang benar adalah  batal dimata hukum.

“mengenai latar belakang konflik rencana pembangunan


bandara ya mas, yang pertama mengenai ijin prinsipnya
belum terpenuhi misal terkait status hukum. Status tanah
dalam rencana tata ruang wilayah RT/RW itu masih tanah
perkebunan dan pertanian. Nah itu belum di rumah tapi
sudah di tabrak atau di eksekusi. Jadi kami berjalan itu
berdasarkan supremasi hukum.” (budiman / 39 tahun /
Warga terdampak)

“pembelian tanah yang terjadi secara massal diduga jelas-


jelas melanggar hukum atau illegal, hal tersebut dikarena
adalah telah terjadi penguasaan tanah melebihi ketentuan
undang-undang dan dengan mekanisme yang melanggar
ketentuan, pembelian tanah secara masal tersebut secara
nyata tidak dilakukan oleh pemerintah ,sehingga mekanisme
jual beli maupun keperuntukkannya harus sesuai dan
mengacu pada Undang-Undang No. Tahun 1960. Tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, pengadaan
pembangunan Bandar Udara tersebut dipaksakan akan
55

terjadi pelanggaran terhadap Tata Ruang Tata Wilayah


yang mana hubungan antara hal ini adalah berkaitan
dengan pemberian ijin IPPT yang hanya dapat diberikan
apabila sesuai dengan rencana Tata Ruang Tata Wilayah
Daerah yang bersangkutan. Izin pemanfaatan ruang yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah harus
dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut
kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Izin pemanfaatan ruang
yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui
prosedur yang benar adalah  batal dimata hukum.”(Ander /
48 tahun / pengacara)

3. Dinamika konflik yang terjadi antara masyarakat Desa Bulusari

Kecamatan Tarokan dengan panitia pengadaan proyek Bandara

Kediri

Dinamika konflik yang akan dibahas berdasarkan data yang berhasil di

himpun oleh peneliti dapat dijabarkan melalui sub bab berikut ini :

a. Suber Konflik

Penyebab terjadinya konflik di Desa Bulusari yaitu bersumber

dari luar masyarakat, dimana sumbernya dari pihak pengadaan proyek

bandara kediri yang berencana mengusur dua pemakam yaitu Dusun

Pojok dan Dusun Bulusari Utara serta pondok pesantren, madrasah

ibtidaiyah (MI) dan masjid Dusun Bulusari Utara. Di tambah lagi tidak

transparan dalam rencana pembangunan bandara dan sosialisasi yang

dilakukan cenderung tidak jelas.

b. Aktor-aktor yang terlibat


56

terdapat banyak pihak-pihak atau aktor yang terlibat dalam

konflik pembebasan lahan di Desa Bulusari ini. Aktor yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah lembaga institusi ataupun individu yang

tergolong sebagai pemangku kepentingan dalam jalannya konflik yang

sedang terjadi, pemegang kekuasaan, serta pemroduksi kebijakan

dalam upaya pembebasan lahan. Berikut adalah tabel gambaran

jaringan aktor pada jalannya konflik pembebasan lahan di Desa

Bulusari:

Tabel 4.4 Gambaran Jaringan Aktor pada jalannya konflik pembebasan lahan di
Desa Bulusari
No. Aktor Individu / Institusi Deskripsi
1. Warga Desa Bulusari Warga Desa Bulusari ini merupakan warga
terdampak pembebesan lahan atau zona merah
dan meolak makam, masjid, pondok pesantren
dan MI.
2. Pemerintah Desa Pemerintah Desa Bulusari selaku institusi
Bulusari pemerintahan yang berada pada wilayah Desa
Bulusari. Tergabung dalam panitia
pembebasan lahan atau Tim 9
3. Pemerintah Kecamatan Pemerintah Kecamatan Tarokan selaku
Tarokan institusi pemerintahan yang berada pada
wilayah Desa Bulusari. Tergabung dalam
panitia pembebasan lahan atau Tim 9
4. Pemerintah Kabupaten Pemerintah Kabupaten Kediri selaku institusi
Kediri pemerintahan yang berada pada wilayah Desa
Bulusari. Tergabung dalam panitia
pembebasan lahan atau Tim 9
5. Badan Pertanahan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten
Nasional (BPN) Kediri yang merupakan sebuah lembaga atau
Kabupaten Kediri intansi yang mengatur seputar tanah atau
lahan di Kabupaten Kediri. Tergabung dalam
panitia pembebasan lahan atau Tim 9
6. Forum Rembug Pojok Kelompok social yang terbentuk atas respon
(FRP) warga menanggapi konflik yang terjadi.
selaku kelompok yang mendampingi warga
dalam proses hukum warga dalam upaya
memperoleh keadilan.
7. Pengacara Pengacara selaku individu yang mendampingi
warga dalam proses hukum warga dalam
57

upaya memperoleh keadilan.


8. Koramil tarokan Koramil selaku lembaga atau instansi yang
bertugas dalam kegiatan pembebasan lahan
dan sebagai pihak yang ikut dalam proses
pembebasan lahan warga apabila mereka
tetap menolak untuk melepaskan lahannya.
Tergabung dalam panitia pembebasan lahan
atau Tim 9.
9. Polsek Tarokan polsek selaku lembaga atau instansi yang
bertugas dalam kegiatan pembebasan lahan
dan sebagai pihak yang ikut dalam proses
pembebasan lahan warga apabila mereka
tetap menolak untuk melepaskan lahannya.
Tergabung dalam panitia pembebasan lahan
atau Tim 9.
10. Satpol PP kabupaten polres selaku lembaga atau instansi yang
Kediri bertugas dalam kegiatan pembebasan lahan
dan sebagai pihak yang ikut dalam proses
pembebasan lahan warga apabila mereka
tetap menolak untuk melepaskan lahannya.
11. DPRD Kabupaten Kediri Merupakan institusi pemerintahan yang
berada pada wilayah Desa Bulusari. Sebagai
perwakilan di lembaga legislative. Tergabung
dalam panitia pembebasan lahan atau Tim 9.
12. Kejaksaan Kabupaten Merupakan institusi atau lembaga hukum yang
Kediri memberikan putusan-putusan dalam upaya
pemerolehan keadilan bagi warga pemilik
lahan. Tergabung dalam panitia pembebasan
lahan atau Tim 9.
13. PT. BDI Pihak pengadaan proyek dalam hal
pembebasan lahan bandara Kediri, anak
perusahaan PT. Gudang Garam. Tergabung
dalam panitia pembebasan lahan atau Tim 9.
c. Jalannya konflik

Jalanya konflik rencana pembangunan bandara di Desa Bulusari

Kecamayan Tarokan Kabupaten Kediri yang sudah di jelaskan di atas

yaitu tahun 2016 sudah ada pembebasan lahan secara besar-besaran yang

dilakukan oleh oknum yang memanfaatkan situasi ketidak tauan

masyarakat tentang rencana pembangunan bandara karena tidak adanya

sosialisasi dari pemerintahan dan juga pihak pengembang. selasa tanggal

15 Agustus 2017 pihak pengadaan proyek dalam hal pembebasan lahan

yaitu PT BDI (Bukit Dhoho Indah) yang merupakan anak perusahaan dari
58

PT Gudang Garam berencana melakukan pengukuran atau tracking

dimana terindikasi dua pemakaman yaitu makam Dusun Pojok dan Dusun

Bulusari Utara serta pondok pesantren, madrasah ibtidaiyah (MI) dan

masjid Dusun Bulusari Utara terkena pembebasan lahan sehingga akan

ikut di bongkar dan di pindahkan. Merespon hal tersebut pada hari selasa

tanggal 22 Agustus 2017 bertempat di aula madrasah Dusun Pojok Desa

Bulusari Kecamatan Tarokan dilaksanakan pertemuan Forum Rembug

Warga Masyarakat Dusun Pojok Desa Bulusari Kecamatan Tarokan

Kabupaten Kediri yang sekarang di sebut FPR (Forum Pojok Rembuk)

yang dihadiri oleh warga masyarakat Dusun Pojok Desa Bulusari

Kecamatan Tarokan Kabupaten Kediri dan mecapai kesepakatan menolak

pengusuran makam dusun pojok dan menolak proyek pembangunan dalam

bentuk apapun yang tidak jelas dasar hukum dan peruntukannya.

terjadinya konflik dimana warga memilih untuk mempertahankan lahan

pemakaman umum dusun pojok dan meminta kejelaskan tentang status

proyek rencana pembangunan bandara. Konflik yang berjalan dalam hal

ini berjalan sesuai aturan hukum, artinya masyarakat tidak melakukan

aksi-aksi anarkis dan mereka tetap berpedoman dengan aturan-aturan

hukum.

Beberapa upaya yang dilakukan oleh warga untuk memperoleh

keadilan dalam jalannya pembebasan lahan yang akan digunakan untuk

pembangunan bandara ini yaitu :

1) Surat menyurat
59

Upaya yang dilakukan untuk mendapatkan informasi

dan kejelasan untuk rencana pembangunan bandara selanjutnya

yaitu dengan mengirim surat terhadap DPRD Kabupaten

Kediri. Harapan dengan mengirim surat masyarakat

mendapatkan informasi resmi dari pihak yang seharusnya

menjadi wakil mereka. Untuk memenuhi syarat agar sebuah

program pembangunan yang melibatkan publik dan pemerintah

adalah sah secara hukum dan berdasarkan pada konsep,maka

tentunya, dasar dari program tersebut harus berpedoman pada

aturan sebuah kaidah aturan hukum yang berlaku.

Gambar 4.4 Surat Permohonan Informasi


(Sumber : Dokumentasi informan,
2017)
“Sempet di awal mengirim surat untuk DPRD
Kabupaten Kediri untuk meminta kejelasan Ketika kita
coba hiring ke dewan sebagai wakil rakyat dan tidak
bisa jawab saling lempar pada mana pembangunan ini
60

sejatinya bagaimana terus makam nantinya bagaimana


DPRnya tidak bisa jawab. : pada hiring kedua di hadiri
pihak gudang garam, dan gudang garam menyatakan
bahwa kan berkaitan potensi konflik dan gejolak warga
sehingga makam pojok tidak di gusur. Ada suratnya di
map itu ada sehingga sampai saat ini tidak di gusur
cuman posisinya kan jadi aneh. Itu dinamikanya,
adanya FPR (Forum Pojok Rembuk ) itu momentumnya
ketika mempertahankan makam, karena makam di
pertahankan karena ya mememang ingin mempertahan
kan di satu sisi dari menanyakan dari sisi hukumnya
apa…”(budiman / 39 tahun / Warga terdampak)

2) Demonstrasi

Warga Dusun Pojok yang menolak pembebasan lahan

pemakaman umum juga melakukan demonstrasi dengan bentuk

vandalisme dan pemblokiran jalur yang menuju pemakaman.

Akan tetapi demo yang dilakukan tetap menggunakan cara-cara

yang normatif tanpa adanya kekerasan, sebab di harapkan

dalam upaya pemerolehan keadilan ini tidak ada yang menjadi

korban jiwa baik bagi panitia maupun bagi masyarakat penolak

harga pembebasan lahan.

“awal awal peralawan warga itu pada saat


pembebasan lahan pemakan dan pondok pesantren itu
mas. Masrayakat bersatu untuk itu karna kan
pemakaman milik umum jadi gampang untuk
mengumpulkan warga. Itu terjadi sekitar tahun 2018
akhir samapai 2019 awal. Dan itu ada 2 makam yang
dan masjid dan pondok pesantren. ya sampai
demonstrasi mas, tapi bentuk penolakannya itu berbeda
beda di setiap dusun tapi intinya sama menolak
pembebasan lahan pemakaman itu. Untuk yang
melakukan demo besar besaran itu yang pemanakan di
dusun pojok mas. Sampek melakukan hiring ke dewan
juga. Sampek sekarang tetep bertahan sampek
sekarang…”(Saiku / 40 tahun / Warga terdampak).
61

3) Melakukan audiensi dengan DPRD Kabupaten Kediri

Audiensi dengan DPRD adalah upaya warga untuk

mengetahui kejelasan tentang renca pembangunan bandara dan

meminta kepastian tentang status makam dusun pojok. Hal ini

dilakukan oleh warga karena minimnya informasi yang mereka

dapatkan tentang rencana pembangunan bandara Kediri.

Audiensi dan klarifikasi dilakukan sebanyak 2 kali oleh

masyarakat.

Gambar 4.5 Surat Permohonan Audiensi dan Klarifikasi


(Sumber : Dokumentasi informan,
2017)
62

“kita mulai mengetahui rencana pembangunan


bandara itu tahun 2017 walaupun dari jauh jauh tahun
itu sudah mendengar akan adanya pembangunan
bandara di Kediri. Tapi untuk pelaksanaan aksi di
tahun 2018 awal. Pada awalnya emang ada sosialisasi
dari pihak desa tapi bisa di bilang sosialisasi itu
meragukan. Karena untuk wilayah lain pada saat
sosialisasi itu di hadiri oleh anggota dewan, dari
kepolisisan dan pihak yang terkait. Sedangkan untuk di
desa kami berbeda. Maka dari itu kami serentak untuk
melakukan gelar hiring ke DPRD Kabupaten Kediri...”
(Ali Mustofa / 39 tahun / Warga terdampak )

Sampai saat ini didesa bulusari masih belum 100%

untuk pembebasan lahan, masih sekitar 5 kk dan 2 lahan

petanian yang belum mau untuk di beli. Masyarakat masih

enggan menjual tanah atau rumahnya karena dirasa ganti rugi

yang di berikan untuk pembebasan lahanya masih belum sesuai

dengan yang di ingginkan.

“ya gimana ya mas, harga yang di tawarkan belum


sesuai mas, saya kasih tau ya mas punya saya kan 40
RU harga tanah di bulusari sekitar 20-25 jt per RUnya
jadi 800 jt mas nanti ngurus sertifikat, sama makelar
paling tidak 100 jt sudah 900 jt dulu saya bikin gudang
dan renofasi rumah habis 400 sudah 1,3 Milyar sisa
500 jt dari harga yang di tawarkan yaitu 1,8 Milyar
apa cukup buat gudang sama rumah, kalau dikasih
nangis saya mas. kalau saya setujua aja mas, tetapi kan
kalau harganya gak cocok ya gak mau mas, soalnya
sebelum adanya bandara saya usaha disini lancer
lancer aja kan dengan harga yang gak sesuai akan
menimbulkan masalah juga mas. Misalkan saya di
paksa mau gak mau harus pergikan dibilangnya kalau
saya gak cocok kalau buka took tempat lain masih
nunggu lama, berkembangnya, adaptasinya, ramai
pembelinya begitukan. Mau untuk kepentingan umum
gak susah saya orangnya tapi yang jelas harus betul
63

belinya. Masa kalau nanti bandara jadi ya mas ya


sekarang harga satu meter 500 rb 750 rb nanti kalau
bandara jadi bisa 3 jt 4jt tepian bandara sini, terus
anak cucu saya mana bisa beli itu. sini rumahnya 5
kebunya 1 depan sekolahan, terus sawahnya
2”(purwito / 57 Tahun / Warga terdampak)

B. Temuan Penelitian

Berdasarkan hasil penggalian data yang telah dilakukan selama di

lapangan, sesuai dengan rumusan masalah yang ditulis beberapa temuan

penelitian yang diperoleh yaitu:

Pertama, mengenai latar belakang terjadinya konflik masyarakat Desa

Bulusari Kecamatan Tarokan dengan panitia pengadaan proyek Bandara

Kediri yaitu : 1) rencan pembongkaran dan pemindahan dua pemakaman,

Dusun Pojok dan Dusun Bulusari Utara serta pondok pesantren, madrasah

ibtidaiyah (MI) dan masjid Dusun Bulusari Utara, 2) tidak ada sosialisasi yang

jelas tentang rencana pembangunan bandara Kediri, 3) tidak adanya

transparansi rencana pembangunan bandara. 5) proses pembebasan lahan

dengan cara menakut-nakuti dan intimidasi.

Kedua, mengenai dinamika konflik pembebasan lahan yang terjadi hal

tersebut menyangkut beberapa hal antara lai : 1) sumber terjadinya konflik, 2)

aktor atau pihak yang terlibat pada jalannya konflik dan 3) jalannya konflik

berawal dari akar masalah proses terjadi hingga upaya penyelesaian yang

dilakukan oleh berbagai pihak.


64
BAB V

PEMBAHASAN

A. Latar belakang terjadinya konflik masyarakat Desa Bulusari Kecamatan

Tarokan dengan panitia pengadaan proyek Bandara Kediri

Pada bagian ini membahas tentang latar belakang terjadinya konflik

pembebassan lahan rencana pembangunan bandara di Desa Bulusari

Kecamatan Tarokan Kabupaten Kediri, konflik merupakan persepsi mengenai

perbedaan kepentingan (perceived divergence of interest) atau suatu

kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat di capai

secara simultan (Pruitt & Rubin, 2011: 21). Perbedaan pendapat atau

kepentigan dari setiap kelompok menghadapi permasalahan. Yaitu pihak

pengadaan proyek bandara Kediri dengan warga yang menolak pembebasan

lahan pemakaman. Koflik ini akan menghasilkan consensus yang di gunakan

sebagai perbaikan (Lauer 2001: 98 ). konflik yang terjadi di Desa Bulusari

merupakan jenis konflik dimensi vertikal atau “konflik atas”; yaitu konflik

antara elite dan massa (rakyat). Elit disini yaitu pihak pengadaan proyek yaitu

PT.BDI, , Kepolisian, Tentara, Satpol PP, pihak pemirintahan dari tingkat

Desa, Kecamatan, Kabupaten, dan DPRD Kabupaten Kediri yang

mengunakan instrument kekerasan sehingga menimbulkan korban di kalangan

massa (rakyat) (Susan, 2009 : 85).

Koflik di Desa Bulusari berawal dari tahun 2016 yaitu pembebasan

lahan secara besar-besaran yang dilakukan oleh oknum pejabat desa dan

makelar tanah yang memanfaatkan situasi ketidak tauan masyarakat tentang

65
66

rencana pembangunan bandara karena tidak adanya sosialisasi dari

pemerintahan dan juga pihak pengembang. Tentu saja hal tersebut secara

yuridis tidak bisa dilepaskan dari peranan serta perangkat desa,namun

anehnya setiap kali dimintai keterangan oleh warga maupun media, selalu

dijawab tidak tahu, tidak mengerti dan bahkan terkesan ditutup tutupi. (ander,

2017 :6) Untuk memenuhi syarat agar sebuah program pembangunan yang

melibatkan publik dan pemerintah adalah sah secara hukum dan berdasarkan

pada konsep,maka tentunya, dasar dari program tersebut harus berpedoman

pada aturan sebuah kaidah aturan hukum yang berlaku. Pihak pembebasan

lahan mengatas namakan negara dan cenderung melakukan transakti dengan

intimidasi mengakibatkan banyak lahan warga yang terjual dengan harga di

bawah standart. Pada awalnya konflik yang terjadi di desa Bulusari cenderung

bersifat tersembunyi walaupun di dalamnya terdapat banyak persoalan yaitu di

sebut konflik laten (Susan, 2009 : 86).

Pada tanggal 15 Agustus 2017 pihak pengadaan proyek dalam hal

pembebsan lahan yaitu PT BDI (Bukit Dhoho Indah) yang merupakan anak

perusahaan dari PT Gudang Garam berencana melakukan pengukuran atau

tracking dimana terindikasi dua pemakam yaitu makam Dusun Pojok dan

Dusun Bulusari Utara serta pondok pesantren, madrasah ibtidaiyah (MI) dan

masjid Dusun Bulusari Utara terkena pembebasan lahan sehingga akan ikut di

bongkar dan di pindahkan. Di Dusun Bulusari Utara semua lahan pertanian

yang masuk didalam zona merah atau tracking bandara sudah terbeli oleh

pihak pengadaan proyek yaitu pihak PT. BDI, tetapi pihak pengembang
67

terkendala adanya penolakan untuk pembongkaran pemakaman Dusun

Bulusari Utara, pondok pesantren, madrasah ibtidaiyah (MI) dan masjid

Dusun Bulusari Utara serta pemukiman warga. Semua warga di dusun Blusari

Utara yang terletak di dalam zona merah atau tracking memasrahkan

keputusan kepada Kyai Huzer, apabila pondok pesantren dan MI di jual maka

rumah warga yang terdapat di zona merah yaitu masuk di dalam tracking akan

ikut dijual, dan juga sebaliknya apabila masjid, makam dan pondok pesantren

tidak di jual, maka warga juga tidak akan menjual rumahnya. Dalam proses

negoisasi pihak pembebasan lahan yaitu PT. BDI melibatkan, Polda, Polres,

Kodim, Korem, sampai melibatkan guru Kyai Huzer untuk membujuk agar

menjual masjid, makam dan pondok pesantren. Kegitan intimidasi mental dan

psikologi tersebut dilakukan berulang kali, namun keputusan Kyai Huzer tetap

bulat bahwa tidak akan menjual semua tanahnya, hal tersebut beliau

sampaikan di setiap pengajian dan acara pernikahan sehingga warga Dusun

Bulusari Utara sepakat untuk tidak menjual tanahnya.

Berbeda dengan konflik pembebasan lahan pemakaman yang terjadi di

Dusun Pojok. Konflik yang terjadi di Dusun Pojok yaitu penolakan warga atas

rencana pembongkaran makam Dusun Pojok. Pada tahap ini konflik sudah

muncul kepermukaan dan berakar dalam sehingga memerlukan berbagai

tindakan untuk mengatasi akar penyebabnya (Susan, 2009 :86). Penolakan

warga tersebut di latarbelakangi karena pemakaman Dusun Pojok termasuk

asal usul dusun, beberapa orang di kubur disitu termasuk para pejuang dan

pendiri dusun. Dengan di ketuai oleh Bapak Ali Mustofa selaku ketua FPR
68

dan Bapak Budiman selaku Sekretaris, warga melakukan aksi tolak

pembokaran makam. Bentuk penolakan yang dilakukan oleh warga yaitu

dengan melakukan kegiatan vandalisme di setiap jalanan desa dan juga

melakukan penjagaan di pemakaman dengan pembelokiran di pintu masuk

pemakaman secara bergantian.

Gambar 5.1 Tulisan Penolakan Penggusuran Pemakaman


(Sumber : Dokumentasi informan, 2017)

Pada hari selasa tanggal 22 Agustus 2017 bertemapat di aula madrasah

Dusun Pojok Desa Bulusari Kecamatan Tarokan dilaksanakan pertemuan

Forum Rembug Warga Masyarakat Dusun Pojok Desa Bulusari Kecamatan

Tarokan Kabupaten Kediri yang sekarang di sebut FPR (Forum Pojok

Rembuk) yang dihadiri oleh warga masyarakat Dusun Pojok Desa Bulusari

Kecamatan Tarokan Kabupaten Kediri dan mecapai kesepakatan menolak

pengusuran makam dusun pojok dan menolak proyek pembangunan dalam

bentuk apapun yang tidak jelas dasar hukum dan peruntukannya.


69

Pada tanggal 04 September 2017 Forum Rembug Warga Masyarakat

Dusun Pojok Desa Bulusari Kecamatan Tarokan Kabupaten Kediri hasil

kesepakatan warga melayangkan surat permohonan audiensi dan klarifikasi

yang di tujukan kepada DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah)

Kabupaten Kediri yang berisi tentang sistem pembelian tanah yang tidak

terbuka, dan tidak ada tranparansi keperuntukannya serta indikasi adanya

penggusuran makam umum di dusun pojok. tujuannya untuk mengetahui

kejelasan pembangunan bandara dan status pemakaman umum dusun pojok.

Dasar hukum yang di gunakan yaitu UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang

keterbukaan informasi publik, dimana pada saat rencana pembangunan

bandara yaitu dalam tahap pembebasan lahan tidak ada informasi yang

masyarakat dapatkan.

Pada tanggal 26 september 2017 DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah) Kabupaten Kediri merespon dengan mengadakan RPD (Rapat Dengar

Pendapat) yang di laksanakan di gedung DPRD dan di hadiri oleh warga

terdampak yang diwakili oleh 10 orang yaitu Anggota FPR beserta kuasa

hukum, pihak pengadaan proyek yaitu PT. BDI, pemerintahan dan dinas

terkait, serta Anggota DPRD Kabupaten Kediri, sedangkan warga yang tidak

bisa ikut masuk kedalam forum karena dibatasi, berjaga jaga di luar

melakukan orasi sembari menunggu hasil audiensi. Pada hiring yang pertama

ini masyrakat tidak mendapatkan jawaban dari hasil pertemuan tersebut.

Masyarakat hanya menyampaikan aspirasinya dan tidak ada jawaban dari

pihak terkait.
70

Gambar 5.2 Suasana Rapat Dengar Pendapat


(Sumber : Dokumentasi FPR, 2017)

Pada tanggal 20 oktober 2017 Pihak pengadaan proyek yaitu PT. BDI

merespon dengan memberikan surat pemberitahuan yang beriskan bahwa

makam pojok tidak jadi di gusur. Surat pemberitahuan tersebut tidak membuat

aksi warga selesai, melainkan warga meminta surat resmi dari DPRD

Kabupaten Kediri selaku pemangku kebijakan untuk memastikan bahwa lahan

pemakaman dusun pojok tidak di bongkar dan klarifikasi tentang rencana

pembangunan bandara.

Pada tanggal 30 september 2017 masyarakat bersama FPR

melayangkan surat yang keduakalinya, yaitu merespon pertemuan dengan

anggota dewan pada tanggal 26 september 2017 yang berisikan permohonan

informasi dari tindak lanjut pertemuan tersebut. Bahwa, permohonan ini kami

sampaikan untuk mengetahui tindak lanjut dari pertemuan tersebut yaitu

komisi A DPRD kabupaten Kediri beserta pihak-pihak terkait melakukan


71

klarifikasi terhadap aspirasi yang kami sampaikan tersebut. Untuk memenuhi

syarat agar sebuah program pembangunan yang melibatkan publik dan

pemerintah adalah sah secara hukum dan berdasarkan pada konsep,maka

tentunya, dasar dari program tersebut harus berpedoman pada aturan sebuah

kaidah aturan hukum yang berlaku (Ander, 2017 : 10 ). Masyarakat masih

menunggu surat dari DPRD Kabupaten Kediri karena belum puas atas surat

pemberitahuan dari pihak pengadaan proyek yaitu PT. BDI. Merespon hal

tersebut DPRD kabupaten Kediri kembali melaksanakan RPD yang kedua,

masyarakat kembali melakukan hiring publik untuk yang kedua kalinya ke

gedung DPRD kabupaten Kediri. Hasil pertemuan tersebut pemerintah

Kabupaten Kediri memastikan bahwa makam Dusun Pojok tidak di bongkar

dan membentuk Tim 9 sebagai solusi atas keresahan warga terhadap proses

pembebasan lahan pembangunan bandara Kediri. Kepanitian dalam Tim 9

terdiri dari pemerintah desa Bulusari, pemerintah kecamatan tarokan,

pemerintah kabupaten kediri, kejaksaan kabupaten Kediri, Koramil Tarokan,

polsek tarokan, BPN kabupaten Kediri, dan PT. BDI.


72

PETA 1

PETA 2

Gambar 5.3 Perubahan Peta Rencana Pembangunan bandara


(Sumber : Dokumentasi peneliti, 2020)

Penolakan warga atas rencana pembongkaran dua lahan pemakaman

Dusun Pojok dan Dusun Bulusari Utara serta pondok pesantren, madrasah

ibtidaiyah (MI) dan masjid Dusun Bulusari Utara mengakibatkan peta rencana

pembangunan bandara bergeser, yang awalnya membentang dari arah selatan

ke utara bergeser ke arah barat (lihat gambar). Dari bergesernya peta rencana

pembangunan bandara Kediri mengakibatkan dusun Bulusari Selatan terkena

dampak pembebasan lahan. Dalam proses pembebasan lahan di dusun

Bulusari Selatan juga menemui hambatan yaitu ada 5 rumah warga dan 2

lahan pertanian menolak untuk di bebaskan dengan alasan bahwa ganti rugi

yang ditawarkan tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Bentuk

penolakan yang terjadi yaitu 5 warga pemilik rumah membentuk kelompok

bergabung dengan 11 warga Kecamatan Grogol yang juga menolak

pembebasan lahan dengan di ketuai oleh bapak Antio yang merupakan salah
73

satu warga yang menolak pembebasan lahan. Kesepakan dari ke 16 warga

yang menolak pembebasan lahan tersebut yaitu dengan tidak akan menjual

lahannya jika ada salah satu dari warga tersebut tidak sepakat atas harga yang

ditawarkan.

B. Dinamika Konflik Yang Terjadi Antara Masyarakat Dusun Pojok Desa

Bulusari Kecamatan Tarokan Dengan Panitia Pengadaan Proyek

Bandara Kediri

Pada bagian ini akan membahas mengenai dinamika konflik dengan

pandangan Simon Fisher pada proses pembebasan lahan yang terjadi di Desa

Bulusari. Dalam proses pembebasan lahan yang akan digunakan untuk

pembangunan bandara memang tidak selalu berjalan dengan lancar dan

kemungkinan besar terjadi sebuah perbedaan kepentingan. Hal tersebut terjadi

di Desa Bulusari, kunci untuk memahami dinamika konflik yang terjadi yaitu

dengan melihat Sumber konflik, menganalisis karakter hubungan dan analisis

dinamika konflik (Susan, 2009 : 87) :

1. Sumber Konflik, pada konflik rencana pembangunan bandara

Kediri bersumber dari segala potensi yang diinginkan subjek

kepentingan. Yang di maksut subjek kepentingan di sini yaitu

pihak pengadaan proyek dalam proses pembebasan lahan. Sumber

konflik pada rencana pembangunan bandara Kediri berasal dari

luar, yaitu berawal dari pembebasan lahan secara besar-besaran

tanpa adanya sosialisasi mengakibatkan harga jual di bawah

standart, di tambah lagi pihak pengadaan proyek yaitu PT BDI


74

berencana melakukan pengukuran atau tracking dimana terindikasi

dua pemakam yaitu makam Dusun Pojok dan Dusun Bulusari

Utara serta pondok pesantren, madrasah ibtidaiyah (MI) dan

masjid Dusun Bulusari Utara terkena pembebasan lahan sehingga

akan ikut di bongkar dan di pindahkan.

2. Menganalisis karakter hubungan (relationship) :

Gambar 5.4 Pemetaan hubungan konflik

Aliansi (kelompok)

Terafiliasi tetapi independen

Tekanan dan teror

Netral, Good Offices, Medias

Visi sama beda strategi

Konflik dan kekerasan

Mendukung dan memberikan pendampingan

(advokasi)

Dari pemetaan hubungan konflik di atas dapat diketahui bahwa :


75

a. Pihak yang mendukung dan memberi pendampingan (Advokasi)

kepada warga yaitu : Pengacara

b. Pihak yang membentuk aliansi (berkelompok) yaitu warga

terdampak menbentuk FPR

c. Pihak yang terafiliasi (memiliki hubungan) tetapi bersifat

independen yaitu DPRD dengan Tim 9 dan muspika dengan Tim 9

serta muspika dengan PT. BDI

d. Pihak yang memberikan tekanan dan teror kepada warga yaitu PT.

BDI, Tim 9, Muspika.

e. Pihak yang sifatnya sebagai pihak penengah antara pihak yang

berkonflik yaitu DPRD

f. Pihak yang sifatnya netral atau tidak memiliki hubungan konflik

yaitu : Pengacara dengan DPRD, FPR dengan DPRD, warga

dengan DPRD

g. Pihak yang memiliki visi yang sama tetapi memiliki perbedaan

strategi yaitu : FPR dengan Pengacara, PT. BDI dengan Tim 9

h. Pihak yang berkonflik tanpa kekerasan yaitu : PT. BDI dengan

pengacara, FPR dengan PT. BDI

3. Analisis dinamika melihat pada penahapan konflik, penahapan

konflik melihat pada kualitas dan kuantitas model tindakan pihak

berkonflik. Tahapan dinamika konflik yang dikemukakan oleh

Fisher (Susan, 2009 : 88 ) meliputi prakonflik, konfrontasi, krisis,

akibat dan pasca konflik :


76

Gambar 5.5 Grafik dinamika konflik pembebasan lahan di Desa


Bulusari

a. Prakonflik

Periode dimana terdapat suatu ketidak sesuaian sasaran di

antara dua pihak atau lebih, sehingga timbul konflik. Konflik

tersebunyi dari pandangan umum, meskipun satu pihak atau

lebih mungkin mengetahui potensi terjadinya konfrontasi. Pada

tahap ini sudah ada keresahan dan muncul bibit konflik di

warga yaitu pada proses pembebasan lahan secara besar-

besaran yang dilakukan oleh oknum pejabat desa dan makelar

tanah yang memanfaatkan situasi ketidak tauan masyarakat

tentang rencana pembangunan bandara karena tidak adanya

sosialisasi dari pemerintahan dan juga pihak pengembang.

Pihak pembebasan lahan mengatas namakan negara dan


77

cenderung melakukan transakti dengan intimidasi

mengakibatkan banyak lahan warga yang terjual dengan harga

di bawah standart.

b. Konfrontasi

Pada tahap konfrontasi memperlihatkan suatu tahap pada

saat konflik mulai terbuka. Jika hanya satu pihak yang merasa

ada masalah, mungkin pada pendukungnya mulai melakukan

aksi demonstrasi atau melakukan aksi konfrontasi lainnya. Hal

ini terjadi pada tanggal 15 Agustus 2017 pihak pengadaan

proyek dalam hal pembebsan lahan yaitu PT BDI (Bukit Dhoho

Indah) yang merupakan anak perusahaan dari PT Gudang

Garam berencana melakukan pengukuran atau tracking dimana

terindikasi dua pemakam yaitu makam Dusun Pojok dan Dusun

Bulusari Utara serta pondok pesantren, madrasah ibtidaiyah

(MI) dan masjid Dusun Bulusari Utara terkena pembebasan

lahan sehingga akan ikut di bongkar dan di pindahkan.

Penolakan dari warga tersebut di latar belakangi karena

pemakaman Dusun Pojok dan Dusun Bulusari Utara serta

pondok pesantren, madrasah ibtidaiyah (MI) dan masjid Dusun

Bulusari Utara termasuk asal usul desa Bulusari, sehingga

memantik emosi warga untuk mempertahankan lahan tersebut.

Konflik yang terjadi di setiap dusun berbeda, di dusun bulusari

utara konflik yang terjadi lebih cenderung senyap dan tidak


78

tampak di permukaaan berbeda dengan di dusun pojok,

penolakan warga yang di ketuai oleh Bapak Ali Mustofa selaku

ketua FPR dan Bapak Budiman selaku Sekretaris yaitu dengan

melakukan kegiatan vandalisme di setiap jalanan desa dan juga

melakukan penjagaan di pemakaman dengan pembelokiran di

pintu masuk pemakaman secara bergantian.

c. Krisis dan puncak konflik

Tahap ini merupakan puncak konflik, tahap dimana konflik

pecah dengan bentuk aksi-aksi kekerasan yang dilakukan

secara teknis dan massal. Dari pecahnya konflik akan

mengakibatkan dari salah satu pihak menang dan juga kalah

dan bahkan keduanya mengalami kekalahan bersama. Situasi

ini sangat tergantung pada proses penanganan konflik. Hal ini

terjadi pada tanggal 04 September 2017 Forum Rembug Warga

Masyarakat Dusun Pojok Desa Bulusari Kecamatan Tarokan

Kabupaten Kediri hasil kesepakatan warga melayangkan surat

permohonan audiensi dan klarifikasi yang di tujukan kepada

DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Kabupaten Kediri

yang berisi tentang sistem pembelian tanah yang tidak terbuka,

dan tidak ada tranparansi keperuntukannya serta indikasi

adanya penggusuran makam umum di dusun pojok. tujuannya

untuk mengetahui kejelasan pembangunan bandara dan status

pemakaman umum dusun pojok. Dasar hukum yang di gunakan


79

yaitu UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi

publik, dimana pada saat rencana pembangunan bandara yaitu

dalam tahap pembebasan lahan tidak ada informasi yang

masyarakat dapatkan. Pada tanggal 26 september 2017 DPRD

(Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Kabupaten Kediri

merespon dengan mengadakan RPD (Rapat Dengar Pendapat)

yang di laksanakan di gedung DPRD dan di hadiri oleh warga

terdampak yang diwakili oleh 10 orang yaitu Anggota FPR

beserta kuasa hukum, pihak pengadaan proyek yaitu PT. BDI,

dinas dan pemerintahan terkait, serta Anggota DPRD

Kabupaten Kediri, sedangkan warga yang tidak bisa ikut masuk

kedalam forum karena dibatasi, berjaga jaga di luar melakukan

orasi sembari menunggu hasil audiensi. Pada hiring yang

pertama ini masyrakat tidak mendapatkan jawaban dari hasil

pertemuan tersebut. Masyarakat hanya menyampaikan

aspirasinya dan tidak ada jawaban dari pihak terkait. Pada

tanggal 20 oktober 2017 Pihak pengadaan proyek yaitu PT.

BDI merespon dengan memberikan surat pemberitahuan yang

beriskan bahwa makam pojok tidak jadi di gusur. Surat

pemberitahuan tersebut tidak membuat aksi warga selesai,

melainkan warga meminta surat resmi dari DPRD Kabupaten

Kediri selaku pemangku kebijakan untuk memastikan bahwa

lahan pemakaman dusun pojok tidak di bongkar dan klarifikasi


80

tentang rencana pembangunan bandara. Pada tanggal 30

september 2017 masyarakat bersama FPR melayangkan surat

yang keduakalinya, Masyarakat masih menunggu surat dari

DPRD Kabupaten Kediri karena belum puas atas surat

pemberitahuan dari pihak pengadaan proyek yaitu PT. BDI.

d. Pascakonflik

Pada tahap ini diselesaikan dengan cara mengakhiri

berbagai konfrontasi kekerasan, ketegangan berkurang dan

hubungan mengarah ke lebih normal di anatara kedua belah

pihak. Pada tahap ini ketegangan mulai berkurang namun

masalah belum teratasi sepenuhnya. Pada hiring publik yang

kedua Pihak pemerintah kabupaten memastikan bahwa makam

Dusun Pojok tidak di bongkar dan membentuk Tim 9 sebagai

solusi atas keresahan warga terhadap proses pembebasan lahan

pembangunan bandara Kediri. Kepanitian dalam Tim 9 terdiri

dari pemerintah desa Bulusari, pemerintah kecamatan tarokan,

pemerintah kabupaten kediri, kejaksaan kabupaten Kediri,

Koramil Tarokan, polsek tarokan, BPN kabupaten Kediri,

DPRD Kabupaten Kediri dan PT. BDI. Hasil dari pertemuan

tersebut mengakibatkan peta rencana pembangunan bandara

bergeser, yang awalnya membentang dari arah selatan ke utara

bergeser ke arah barat. Dari bergesernya peta rencana

pembangunan bandara Kediri mengakibatkan dusun Bulusari


81

Selatan terkena dampak pembebasan lahan. Dalam proses

pembebasan lahan di dusun Bulusari Selatan juga menemui

hambatan yaitu ada 5 rumah warga dan 2 lahan pertanian

menolak untuk di bebaskan dengan alasan bahwa ganti rugi

yang ditawarkan tidak sesuai dengan apa yang mereka

harapkan.
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Latar belakang terjadinya konflik masyarakat Desa Bulusari

Kecamatan Tarokan dengan panitia pengadaan proyek Bandara

Kediri

Perbedaan pendapat atau kepentigan dari setiap kelompok menghadapi

permasalahan. Yaitu pihak pengadaan proyek bandara Kediri dengan

warga yang menolak pembebasan lahan pemakaman. konflik yang terjadi

di Desa Bulusari merupakan jenis konflik dimensi vertikal atau “konflik

atas”; yaitu konflik antara elite dan massa (rakyat). Elit disini yaitu pihak

pengadaan proyek yaitu PT.BDI, pihak pemirintahan dari tingkat Desa,

Kecamatan, Kabupaten, dan DPRD Kabupaten Kediri, Kepolisian,

Tentara, Satpol PP, yang mengunakan instrument kekerasan sehingga

menimbulkan korban di kalangan massa (rakyat).

Latar belakang timbulnya konflik pembebasan lahan secara besar-

besaran yang dilakukan oleh oknum pejabat desa dan makelar tanah yang

memanfaatkan situasi ketidak tahuan masyarakat tentang rencana

pembangunan bandara karena tidak adanya sosialisasi dari pemerintahan

dan juga pihak pengembang. Pihak pembebasan lahan mengatas namakan

negara dan cenderung melakukan transakti dengan intimidasi

mengakibatkan banyak lahan warga yang terjual dengan harga di bawah

standart.

82
83

Konflik mulai bersifat terbuka pada tanggal 15 Agustus 2017 pihak

pengadaan proyek dalam hal pembebsan lahan yaitu PT BDI (Bukit

Dhoho Indah) yang merupakan anak perusahaan dari PT Gudang Garam

berencana melakukan pengukuran atau tracking dimana terindikasi dua

pemakam yaitu makam Dusun Pojok dan Dusun Bulusari Utara serta

pondok pesantren, madrasah ibtidaiyah (MI) dan masjid Dusun Bulusari

Utara terkena pembebasan lahan sehingga akan ikut di bongkar dan di

pindahkan. Penolakan dari warga tersebut di latar belakangi karena

pemakaman Dusun Pojok dan Dusun Bulusari Utara serta pondok

pesantren, madrasah ibtidaiyah (MI) dan masjid Dusun Bulusari Utara

termasuk asal usul desa Bulusari, sehingga memantik emosi warga untuk

mempertahankan lahan tersebut.

2. Dinamika Konflik Yang Terjadi Antara Masyarakat Dusun Pojok

Desa Bulusari Kecamatan Tarokan Dengan Panitia Pengadaan

Proyek Bandara Kediri

Pemahaman mengenai dinamika konflik pada pembebasan lahan ini yaitu:

1. Sumber konflik

Sumber konflik pada rencana pembangunan bandara Kediri

berasal dari luar, yaitu berawal dari pembebasan lahan secara besar-

besaran tanpa adanya sosialisasi mengakibatkan harga jual di bawah

standart, di tambah lagi pihak pengadaan proyek dalam hal pembebsan

lahan yaitu PT BDI (Bukit Dhoho Indah) yang merupakan anak

perusahaan dari PT Gudang Garam berencana melakukan pengukuran


84

atau tracking dimana terindikasi dua pemakam yaitu makam Dusun

Pojok dan Dusun Bulusari Utara serta pondok pesantren, madrasah

ibtidaiyah (MI) dan masjid Dusun Bulusari Utara terkena pembebasan

lahan sehingga akan ikut di bongkar dan di pindahkan.

2. Menganalisis karakter hubungan (relationship)

menganalisis karakter hubungan (relationship) diantara

berbagai pihak berkonflik atau aktor, pada analisis hubungan ini fokus

utama yaitu pihak pengadaan proyek, pemerintah, warga terdampak

dan juga pengacara pembela warga dimana diantara aktor tersebut

saling memiliki hubungan baik hubungan sebagai pihak yang

berkonflik maupun pihak penengah atau netral.

3. Analisis dinamika melihat pada penahapan konflik.

Tahapan dinamika konflik yang dikemukakan oleh Fisher

(Susan, 2009 : 88) meliputi prakonflik, konfrontasi, krisis, akibat dan

pasca konflik :

a. Prakonflik

Proses pembebasan lahan secara besar-besaran yang

dilakukan oleh oknum pejabat desa dan makelar tanah yang

memanfaatkan situasi ketidak tauan masyarakat tentang

rencana pembangunan bandara karena tidak adanya

sosialisasi dari pemerintahan dan juga pihak pengembang.

b. Konfrontasi
85

Hal ini terjadi pada tanggal 15 Agustus 2017 pihak

pengadaan proyek dalam hal pembebsan lahan yaitu PT

BDI (Bukit Dhoho Indah) yang merupakan anak

perusahaan dari PT Gudang Garam berencana melakukan

pengukuran atau tracking dimana terindikasi dua pemakam

yaitu makam Dusun Pojok dan Dusun Bulusari Utara serta

pondok pesantren, madrasah ibtidaiyah (MI) dan masjid

Dusun Bulusari Utara terkena pembebasan lahan sehingga

akan ikut di bongkar dan di pindahkan. Penolakan dari

warga tersebut di latar belakangi karena pemakaman Dusun

Pojok dan Dusun Bulusari Utara serta pondok pesantren,

madrasah ibtidaiyah (MI) dan masjid Dusun Bulusari Utara

termasuk asal usul desa Bulusari, sehingga memantik

emosi warga untuk mempertahankan lahan tersebut.

c. Krisis atau puncak konflik

Forum Rembug Warga Masyarakat Dusun Pojok Desa

Bulusari Kecamatan Tarokan Kabupaten Kediri hasil

kesepakatan warga melayangkan surat permohonan

audiensi dan klarifikasi yang di tujukan kepada DPRD

(Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Kabupaten Kediri

yang berisi tentang sistem pembelian tanah yang tidak

terbuka, dan tidak ada tranparansi keperuntukannya serta

indikasi adanya penggusuran makam umum di dusun


86

pojok. Masyarakat melakukan hiring public ke DPRD

Kaabupaten Kediri sebanyak dua kali.

d. Pascakonflik

Pihak pemerintah kabupaten memastikan bahwa

makam Dusun Pojok tidak di bongkar dan membentuk Tim

9 sebagai solusi atas keresahan warga terhadap proses

pembebasan lahan pembangunan bandara Kediri.

Kepanitian dalam Tim 9 terdiri dari pemerintah desa

Bulusari, pemerintah kecamatan tarokan, pemerintah

kabupaten kediri, kejaksaan kabupaten Kediri, Koramil

Tarokan, polsek tarokan, BPN kabupaten Kediri, dan PT.

BDI.

Hasil dari pertemuan tersebut mengakibatkan peta

rencana pembangunan bandara bergeser, yang awalnya

membentang dari arah selatan ke utara bergeser ke arah

barat. Dari bergesernya peta rencana pembangunan bandara

Kediri mengakibatkan dusun Bulusari Selatan terkena

dampak pembebasan lahan. Dalam proses pembebasan

lahan di dusun Bulusari Selatan juga menemui hambatan

yaitu ada 5 rumah warga dan 2 lahan pertanian menolak

untuk di bebaskan dengan alasan bahwa ganti rugi yang

ditawarkan tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan


87

B. Saran

1. Bagi Pemerintah

Dari hasil wawancara yang dilakukan dalam hal ini masyarakat

terdampak berharap pemerintah benar-benar memperhatikan proses

pembebasan lahan yang akan digunakan untuk pembangunan bandara

kediri, terutama dalam hal peraturan-peraturan dalam proses pembebasan

lahan. Karena banyak masyarakat yang dirasa masih awam terhadap

peraturan undang-undang dan juga proses-proses dalam hukum, serta

banyak masyarakat yang merasa bahwa pemerintah se akan-akan menutup

nutupi dan bermain untuk meraih keuntungan dalam proyek ini.

2. Bagi Masyarakat

Pembangunan bandara tidak berhenti begitu saja, terdengar rencana

bahwa sterilisasi sekitaran bandara untuk menunjang fasilitas masih

membutuhkan 4000 hektar tanah, dari hal ini diharapkan bagi masyarakat

terutama masyarakat selanjutnya selaku pemilik lahan yang akan

digunakan untuk pembangunan bandara ini untuk memahami alur-alur

pembebasan lahan dan juga alur hukum permohonan keberatan, terutama

bagi mereka yang memang awam terhadap peraturan undang-undang

mengenai pembebasan lahan dan merasa keberatan atas harga. Untuk

masyarakat umum jangan mudah takut atas intimidasi dalam proses

pembebasan lahan pembangunan, karena hal tersebut hanya untuk

mempengaruhi agar tanah di jual.

3. Bagi Panitia Pengadaan Proyek


88

Kasus-kasus pembebasan lahan yang terhambat untuk pembangunan

bandara tidak hanya terjadi di Desa Bulusari saja, di beberapa daerah juga

sering terjadi kasus serupa. Sebaiknya untuk panitia pengadaan proyek

memperhatikan betul-betul sitematika proses pembebasan lahan,

komunikasi dan sosialisasi yang cukup adalah solusi untuk kelancaran

proses pembangunan. Karena panitia ini mencakup berbagai elit antara lain

dari PT. BDI, pemerintah desa, kecamatan, pemkab, pertanahan, dan lain-

lain mereka saling melempar tanggung jawab sehingga membuat

masyarakat merasa bingung akan menyampaikan aspirasinya kepada siapa,

dalam hal ini diharapkan panitia membuka wadah untuk menampung

aspirasi warga secara baik-baik.

4. Bagi Warga Terdampak Bandara Kediri Di Desa Bulusari

Atas kasus konflik pembangunan bandara Kediri di Desa Bulusari

yang telah berlangsung selama kurang lebih 4 tahun ini, diharapkan warga

dapat memahami dan tetap berani bersuara apabila ada kejanggalan dalam

proses pembangunan bandara. Hal ini dapat dijadikan contoh untuk

masyarakat yang lain jangan takut atas proses pembebasan lahan dengan

intimidasi dan melakukan sistematika yang baik dalam proses memperoleh

ke adilan tanpa adanya kekerasan, sehingga tidak menimbulkan korban

jiwa maupun kerugian materi dan juga diharapkan mereka dapat

mengikhlaskan harga yang telah di terima karena dalam hal ini sudah

terjadi proses jual beli dan tidak bisa berubah bagaimanapun caranya.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya


89

Penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan, yaitu pada proses

penggalian data peneliti hanya fokus kepada pendapat dari warga

terdampak dan pengacara pembela. Untuk pemerintahan informasi yang di

dapatkan sangat minim dan terkesan menutup-nutupi, beralasan bahwa

pembebasan lahan sudah hampir selesai, apabila mereka bersedia

diwawancara dan memberikan jawaban salah sehingga kemudia di dengar

oleh warga ditakutkan warga kembali melakukan penolakan. Oleh karena

itu, diharapkan peneliti selanjutnya untuk dapat memperdalam penggalian

data hingga memperoleh gambaran atau pendapat dari berbagai pihak

sehingga tidak berdiri pada satu sisi pihak saja.


90

DAFTAR PUSTAKA

Anas, T., & Findlay, C. (2016). Indonesia: Structural Reform in Air Transport
Service. Diambil dari
https://www.apec.org/-/media/APEC/Publications/2017/6/Indonesia-
Structural-Reform-in-Air-Transport-Service/217_PSU_Indonesia_Air-
Transport_Final.pdf
Creswell, J. W. (2009). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed
Methods Approaches (3 ed.). California, USA: SAGE Publication, Inc.
Ghosh, Buddhadeb and Prabir De (2005). ”Investigating The Linkage Between
Infrastructure and Regional Development in India”. Journal of Asian
Economics Elsevier.
Grigg, N. 1988, Infrastructure Engineering and Management, John Wiley & Sons.
Handyarto, Y. (2017). Konflik dalam Rencana Pembangunan Bandara Internasional
di Kabupaten Kulonprogo (Skripsi). Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Kodir, Abdul. 2017. Islam, Agrarian Struggle, and Natural Resources: The Exertion
of Front Nahdliyin for Sovereignty of Natural Resources Struggle Towards
Socio-Ecological Crisis inIndonesia.(Online)
(http://ejournal.stainpamekasan.ac.id/index.php/karsa/article/download/1160/9
97) diakses pada tanggal 5 Februari 2020 Pukul 06:55
Kodoatie, R.J., (2003). Manajemen dan Rekayasa Infrastruktur. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Moleong, L. J. (2016). Metodologi Penelitian Kualitatf. Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya.
Pamungkas, A. M. Y. (2015). Manajemen Konflik dan Negosiasi Wajah Dalam
Budaya Kolektivistik (Konflik Pembangunan Bandara di Kulon Progo).
Universitas Diponegoro, Semarang.
Pruitt, Dean G, Rubin, Jeffrey Z. 2011. Teori Konflik Sosial. Yogyakarta :Pustaka
Pelajar.
91

Sarjan, M. (2006). Konflik Pembebasan Tanah untuk Rencana Pembangunan


Bandara Internasional di Kabupaten Lombok Tengah. Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Soekanto, S., & Sulistyowati, B. (2013). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta.
Sopanudin, A. (2016). Konflik Lahan Pertanian dalam Pembangunan Bandara
Internasional di Kulon Progo (Skripsi). Universitas Negeri Yogyakarta,
Yogyakarta.
Susantono, (2012). Manajemen Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah.
Universitas Indonesia, Jakarta.
Thirlwall, A. P., & Pacheco-López, P. (2017). Economics of Development: Theory
and Evidence (10 ed.). London, UK: Macmillan Education.
Wahyukinasih, E. (2015). Sikap Masyarakat Desa Palihan Terhadap Rencana
Pembangunan Bandara Internasional di Kabupaten Kulon Progo. Universitas
Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
World Bank, (1994). World Development Report: Infrastructure for Development.
Oxford University Press, New York.
Yanuar, R., (2006). Kaitan Pembangunan Infrastruktur dan Pertumbuhan Output serta
Dampaknya terhadap Kesenjangan di Indonesia. Tesis Magister Sains.
Program Pascasarjana IPB, Bogor
Sumiwi, A. (2017). Legal opinion Issue Strategis Pembangunan Bandara Di Wilayah
3 (Tiga) Kecamatan Grogol,Banyakan & Tarokan Kabupaten Kediri. Kediri.
92

LAMPIRAN 1 : DOKUMENTASI FOTO

Gambar: Suasana RPD di Gedung DPRD Kabupaten Kediri


(Sumber : Dokumentasi FPR, 2017)

Gambar: Keadaan Hiring Publik di Pemkab Kediri


93

(Sumber : Dokumentasi FPR, 2017)

Gambar: Spanduk Penolakan Pemakaman Pojok


(Sumber : Dokumentasi MADU TV , 2017)

Gambar : Lokasi Pembangunan bandara Kediri di wilayah


Desa Bulusari
94

(Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2020)

Gambar: Proses wawancara dengan warga


(Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2020)

Gambar: Proses wawancara dengan warga


(Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2020)
95

Gambar: Proses wawancara dengan warga


(Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2020)

Gambar: Proses wawancara dengan warga


(Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2020)
96

Gambar: Observasi dan pengambilan data di Desa Bulusari


(Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2020)
97

LAMPIRAN 2 : PEDOMAN WAWANCARA


1. Masyarakat (34 KK) :
a. Kapan pertama kali masyarakat mengerti akan dibangunnnya bandara?
b. Bagaimana respon pertama kali?
c. Siapa yang menginfokan?
d. Bagaimana cara penyampaiannya?
e. Apa saja yang disampaikan?
f. Sejak kapan muncul keinginan untuk melakukan demo?
g. Siapakah aktor dalam ketidak setujuan pembangunan bandara?
h. Apa saja yang telah dilakukan hingga sekarang?
i. Melalui apa? Langsung atau media?
j. Berapa ganti rugi yang diinginkan oleh masyarakat?
k. Bagaimana cara mengumpulkan massa ketika akan melakukan
demonstrasi terkait penolakan ganti rugi terkait lahan untuk pembangunan
bandara?
l. Apa saja tuntutan masyarakat?
2. Pengacara
a. Apa landasan hukum yang digunakan dalam pembebasan lahan ini?
b. Apa hambatan yang didapatkan selama melakukan pendampingan hukum
pada proses pembebasan lahan?
c. Siapa pihak yang terlibat dalam proses pembebasan lahan ini?
d. Bagaimana jalannya proses perjuangan yang dilakukan oleh masyarakat
dalam upaya pemerolehan keadilan?
98

LAMPIRAN 3 : BIODATA INFORMAN


No Nama Usia Alamat Pekerjaan No. Hp
1. Saiku 40 Dusun Bulusari Utara Moden 082334101001
Desa Bulusari
Kecamatan Tarokan
Kabupaten Kediri
2. Ali 39 Rt 02 Rw 01 Dusun Wirausaha 085735397224
Mustofa Pojok Desa Bulusari
Kecamatan Tarokan
Kabupaten Kediri
3. Budiman 46 Rt 03 Rw 01 Dusun Wiraswasta 085234797292
Pojok Desa Bulusari
Kecamatan Tarokan
Kabupaten Kediri
4. Purwito 57 dusun bulusari selatan Wiraswasta
desa bulusari kecamatan 081259544488
tarokan
5. Mila 23 Rt 02 Rw 01 Dusun Karyawan 085607536545
Pojok Desa Bulusari Swasta
Kecamatan Tarokan
Kabupaten Kediri
6. Ander 48 Jl. Madura No.77B Pengacara 081359695485
Sumiwi Dusun Gringging Desa
Cerme Kecamatan
Grogol
99

LAMPIRAN 4: TRANSKRIP WAWANCARA

Nama : Saiku
Alamat : dusun bulusari utara desa bulusari kecamatan tarokan
Usia : 40 tahun
Pekerjaan : moden
No Hp : 082334101001

Peneliti : Saya mau bertanya mengenai latar belakang pembangunan bandara di


sini itu bagaimana pak?
Informan : awal mulanya itu peta pembangunan bandara ke arah utara, pada saat
pemasangan tracking bandara pondok pesantren, MI dan makam
dusun bulusari utara terkena, hal tersebut yang memunculkan
pertanyaan di masyarakat. Tetapi dalam proses negoisasi dengan
pemilik pondok yaitu pak kyai huzer, tim pembebasan lahan yaitu
BDI, Polda, Polres, Kodim, Korem di tolak, sampai itu untuk
mempengaruhi Kyai Huzer untuk menjual tanahnya melewati para
guru beliau, kan biasanya kalau murid itu manut kyaine, tapi tetep
tidak mau. Intimidasi psikologi terus- terusan dilakukan mas, ngeri
pokoknya mas. Sedangkan masyarakat sekitar menunggu keputusan
dari Kyai Huzer tersebut, apabila pondok, mi, dan makam di lepas
otomatis warga akan rela melepas tanahnya. Untuk tanah sawah di
sekitar lingkungan area masjid itu sudah di beli semua, tinggal
komplek masjid dan rumah warga aja. Jadi pihak proyek itu berusaha
gimana caranya agar masjid tersebut terjual untuk memuluskan
kegiatannya.
Peneliti : oh begitu pak ?
Informan : untuk permasalahan atau konflik yang terjadi di dusun bulusari utara
ini hampir sama dengan dusun lainya tentang kejelasan pembangunan
bandara, kalau memang pasti di beli untuk bandara itu yang
dibutuhkan berapa hektar semacam itu. Makanya sebelum ada
kepastian di lapangan banyak makelar makelar yang mencari
keuntungan. yang pertama itu tanah yang terdampak secara langsung
atau tanahnya mau gak mau harus di lepas, di lepas disini itu di beli.
100

Jadi gak dilepas secara cuma Cuma. Baik itu tanah pekarangan atau
rumah ataupun tanah sawah tegalan yang termasuk dalam titik titik
merah atau titik focus rantai mereka ketika ini di jual atau di lepas
oleh pemiliknya, mereka harus pindah tempat. Pindah tempatnya pun
terserah mau tetep di desa bulusari atau di desa lain. Kalau pihak desa
mengharapkan supaya tetep didesanya,tetapi berhubungan dengan
kesulitan mencari lahan dan ada beberapa desa lain yang siap
menampung atau siap mencarikan lahan. Nah sehingga warga yang
pindah atau mau gak mau harus pindah itu yang tidak mempunyai
lahan lagi di desa bulusari. Tapi begini dalam transaksi jual beli itu
tidak murni cuma jual beli jika tanah dan bangunan yang di beli
tetapi ada kompensasi atau biaya untuk pindah rumah dan juga ada
tenggang waktu sekitar 3-6 bulan untuk mencari rumah yang baru
atau mencari dan membangun rumah yang baru. Dan setelah
mendapatkan rumah waktu pemindahan barang pun juga di bantu
oleh pihak terkait yaitu BDI. Terus ada kompensasi lain jika di rumah
ada usaha ternak. Itu tadi kompensasi yang didapatkan untuk yang
kena dampak secara langsung.
Peneliti : apakah dengan kompensasi itu pihak pengada proyek dengan mudah
membebaskan lahan warga ?
Informan : maka dari itu, ada sisi lain yang ini tidak bisa di ukur dari nominal,
sepertihalnya yang berkaitan dengan sikologi sepertihalnya warga
yang beranggapan bahwa ini sebagai tanah kelahiran saya. Saya lahir
sampai besar di sini, turun temurun disini tetapi sebelum akhir
haayatnya dia harus pindah. Ini pengaruh secara psikologis sangat
kuat secara materi ini cukup tapi secara psikologis ini sangat
terganggu. Dai harus membangun interaksi baru dengan lingkungan
barunya, dia harus adabtasi lagi.
Peneliti : apakah tidak ada regulasi untuk mengatur relokasi warga ?
Informan : dalam hal ini saya anggap sifatnya liar jadi tidak ada aturan yang
mengatur sistem relokasi warga. Pihak desa itu membantu melokalir
atau membantu merelokasi warga itu dengan menyediakan lahan.
Ada beberapa tempat yang di sediakan tapi sifatnya itu bukan secara
instansi pemerintah. Tetapi ada dari salah satu aparatur pemerintah.
Hal itu di upayakan agar pihak warganya itu tetap kumpul. Tetapi
lebih banyak yang sifatnya liar.
Peneliti : untuk sistem pembelian itu bagaimana pak ?
Informan : kalau sistem pembeliannya itu banyak tangan yang terlibat disana,
101

istilahnya itu seperti calo atau makelar dan ada juga lewat tim yang
emang sengaja di bentuk oleh pihak BDI. Dari awal ada rumor bahwa
bandara akan di bangun disini itu banyak pihak pihak yang ingin
keuntungan dengan moment ini. Banyak makelar tanah yang
berusaha membeli tanah warga di sini dengan harga yang murah
sampai harga yang fantastis mahal. Orang yang tidak mengerti
menjualnya dengan harga yang sangat murah. Tetapi kalau memang
langsung tembus ke tim BDI itu harganya akan setandart, tetapi di
sini untuk makelar itu sangat banyak makanya harga itu relative. Jadi
model transaksinya itu seperti itu. Dan tim yang di bentuk kemarin
itu ada dua yang satu lewat birokrasi yang satunya non birokrasi. Dan
dari kedua tim itu harganya juga tidak sama. Makanya proses
transaksi disini ya kita cukup kerepotan juga. Lewat situ harga sekian
lewat situ harga sekian ada lagi yang lewat calo alo baru.
Peneliti : untuk awal pembebasan lahan itu dari tahun berapa pak ?
Informan : pembebasan lahan sekitar 2017
Peneliti : itu pada awal rencana tidak ada sosialisasi pembebasan lahan ?
Informan : belum ada, sosialisasinya setelah akhir malah
Peneliti : oh, jadi sosialisasinya setelah ada tanah warga yang telah di beli
lahanya ?
Informan : iya, makanya banyak calo yang memanfaatkan soalnya warga kan
belum tau untuk letaknya dimana. Yang di beli di daerah mana
daerah mana itu kan tidak ada kepastian pada awal awal itu. Kan
kalau emang ada pemberitahuan awal bahwa untuk bandara
membutuhkan tanah 3000 hektar nah karna tidak ada kepastian kan
bisa berubah rubah. Bahkan kalau dilihat sampek sekaranglah lahan
yang sudah terbeli sudah terlampaui batas. Kepentingannya ini itu
murni untuk bandara atau ada kepentingan lain. Dan itu terajadi di
kecamatan yang terdampak. Dan dengan kecamatan tarokan itu di
akhir dan berdampak yang tanahnya seharusnya itu harga standartnya
125 RU 300-400 jt itu bisa sampai laku 1,4-1,5 Milyar. Dengan
gejolak ini tadi pemerintah desa turun tangan menjembatani aspirasi
dari warga. Cuma peran pemerintah sangat lemah. Kan soalnya di
sini pemerintah bukan selaku pembeli atau tidak ikut terlibat dalam
jual beli tetapi hanya sebagai wadah aspirasi masyarakat sehingga
pada waktu itu sempat ada pertemuan dengan dewan, pertemuan
dengan beberapa instansi yang terlibat di situ. Untuk menceritakan
situasi yang terjadi di masyarakat.
Peneliti : hasil dari pertemuan itu apa pak ?
102

Informan : dari pertemuan tersebut pemerintah mulai ikut campur dalam proses
transaksi itu terjadi pada tahun 2018 akhir pemerintah memfasilitasi
transaksi dengan membentuk Tim 9 mas, isinya itu pemerintahan
mulai dari Desa, Kecamataan, Kabupaten terus BPN, dari DPRD,
Kejaksaan, Pihak BDI, Kepolisian, TNI. Cuma setelah pemerintah
ikut harganya sudah di stabilkan lagi. Dan itu memunculkan konflik.
Peneliti : berapa orang yang terkena pembebesan lahan itu pak ?
Informan : ada sekitar 320 KK mas
Peneliti : apakah dari 320 KK sudah selesai untuk pemebesan lahannya ?
Informan : belum mas, dari yang terdapak itu masih ada yang bertahan tidak
mau
menjual tanahnya, ada sekitar 5 KK. Kalau mau melihat secara
langsung keselatan itu di antara rumah yang sudah di gusur masih ada
rumah yang berdiri.
Peneliti : apa alasan mereka tidak menjual tanahnya ?
Informan : untuk persoalan itu saya kurang paham betul mas, tetapi yang
pastinya
mereka nunggu kepastian tentang perogram yang akan di laksanakan,
apakah benar benar di buat bandara untuk kepentingan pemerintah
atau ada pihak pihak yang lain. Saya rasa kalau emang itu kebutuhan
murni pemerintaah mereka mau melepas tanahnya dengan harga
berapapun. Kalau ada campur tangan swasta kami akan itung itungan
untuk masalah harga mas.
Peneliti : bentuk aksi yang dilakukan oleh warga untuk mempertahan kan
lahanya itu seperti apa pak ?
Informan : awal awal peralawan warga itu pada saat pembebasan lahan pemakan
dan pondok pesantren itu mas. Masrayakat bersatu untuk itu karna
kan pemakaman milik umum jadi gampang untuk mengumpulkan
warga. Itu terjadi sekitar tahun 2017 akhir samapai 2018 awal. Dan
itu ada 2 makam yang dan masjid dan pondok pesantren. Gerak untuk
di didusun bulusari utara itu tenang gak ada gejolak dari warga
seperti di dusun pojok, Cuma yang di pre situ kyainya aja, soalnya
warga disini itu masih kentel dengan penokohan kyai huzer itu mas,
jadi warga itu manut kata kyai. Kalau kyai jual pihak proyek gak
usah susah susah membujuk warga pasti ikut dijual. Kalau di dusun
pojok kan beda bagaimana warganya membangun kekuatan untuk
melawan penjajah menurut mereka. Maka dari itu untuk konflik yang
terjadi di desa bulusari utara itu cenderung gak rame. Kalau kata
ilmiahnya itu konflik yang terjadi itu konflik laten.
103

Peneliti : bentuk aksinya seperti apa pak ?


Informan : ya sampai demonstrasi mas, tapi bentuk penolakannya itu berbeda
beda di setiap dusun tapi intinya sama menolak pembebasan lahan
pemakaman itu. Untuk yang melakukan demo besar besaran itu yang
pemanakan di dusun pojok mas. Sampek melakukan hiring ke dewan
juga. Sampek sekarang tetep bertahan sampek sekarang. Dan itu
membuat petanya berubah.perubahan peta kalau gak salah itu 3 kali.
Sampek saat ini memang belum pembangunan Cuma sampek
pengusuran dan pengurukan mas.
Peneliti : untuk situasi sekarang gimana pak ?
Informan : situasi untuk saat ini sudah mulai tenang, Cuma ada permasalahan
bulan bulan lalu permasalahan tahap pembangunan kan soalnya
situasi panas atau kemarau. Debu itu banyak, dan proses
pembangunannya itu kan sampek malam dan mengganggu istirahat
warga. Untuk di desa bulusari itu ada dua versi untuk konflik itu.
Satu berhubungan dengan sosio history yang kedua berhubungan
dengan sosio ekonomi. Kalau berbicara tentang sosio history itu
berbicara mempertahankan warisan warisan leluhur gitu, kalau
berbicara sosio ekonomi berbica tentang transaksional, mereka mau
menjual dengan syarat ganti untung bukan ganti rugi. Berbeda yang
mempertahankan dengan alasan sejarah mereka “ cemet gepeng tetep
tak pertahan ke “ kan berhubungan dengan mbah mbah saya. Kalau
untuk bulusari selatan lebih kearah mempertahankan lahan karena
transaksionalnya kurang atau tidak sesuai dengan yang di harapkan.
Sedangkan yang di pojok dan bulusari utara mempertahankan karena
sejarah mereka. Seperti mempertahankan pemakaman masjid tertua
yang dulu pertama ada dan masyarakat bulusari maryoritas muslim
karena pengaruh dari itu juga. Dan juga pesantren yang di gunakan
untuk menuntut ilmu.
Peneliti : kalau di sini termasuk dusun apa pak ?
Informan : kalau di sini masuk bulusari utara kearah selatan bulusari selatan,
ketimur masuk pojok, lurus ke selatan masuk dusun selang, lurus lagi
masuk dusun saur, kalau belok kekanan masuk dusun gunung butak.
Nah itu nantinya yang susah untuk akses dari dusun bulusari utara
selatan dan pojok menuju ke selang saur dan gunung butak terputus.
Padahal masih satu desa aksesnya harus muter.
Peneliti : ini selesai tahun berapa pak ?
Informan : kalau sesuai rencana perkiraan tahun 2024 dan kemungkinan besar
104

mundur, soalnya dalam proses pemberataan 2 tahun itukan mundur.


2018-2019 pembebasan, 2020-2021 pemerataan, 2022-2023
pembangunan,2024 itu sudah bisa di gunakan. Sudah pernah ke
lokasi ?
Peneliti : saya kelokasi kemarin ada tulisan dilarang dokumen tasi pak ?
Informan : ya emang proyek seperti itu mas, wong kemarin saya mengantar
dinas
perhutani, dinas kehutanan waktu itukan sekitar tahun 2005, 2006,
2007 sinikan mengadakan GERHAN(Gerakan Nasional Rehabilitasi
Hutan dan Lahan) tanaman-tanaman yang di tancapkan di lahan itu,
itukan termasuksalah satunya terletak di lokasi pembangunan nah
itukan sudah di uruk rata, tanamannya udah tidak ada, nah ini mau
ngambil dokumentasi aja itu gak boleh, itu padahal dari dinas, kalau
mau masuk kamu harus ijin dulu di SKB sana karena termasuk lokasi
pembangunan.
Peneliti : nah itu kalau masih ada yang mempertahankan lahan itu nanti
gimana?
Informan : informasi dari pemkab itu akan di selesaikan di kejaksaan, yang gak
mau menjual nanti urusannya kejaksaan. Itu menurut informasi kalau
aslinya gimana belum tau. Dan dari pihak yang mempertahankan
lahannya pun sudah siap “ kepengadilanpun tak lakoni dengan harga
piro ae gak masalah seng penting jelas fungsi dan kegunaanya “ jadi
itu jiwa nasionalisnya bagus dan tinggi. Dari kemarin sempat ada
sosialisai dari pihak pihak pemerintahan terkait dan pihak pengadaan
proyek bandara lebih kearah penekanan untuk segera melepas
tanahnya atau menjual tanahnya. Kalau mengamati dari proses jual
belinya yang kasihan yang awal awal yang hanya di beli seharga 40 jt
80 jt dan selang beberapa bulan naik 200 jt 400 jt sampek
melambung jadi 1,2 Milyar.
Peneliti : kok bisa begitu ya pak ?
Informan : ya walaupun makelar pada saat awal awal itu membawa bawa nama
negara mengats namakan negara padahal ya makelar. Kalau mau
gugat ya gak bisa soalnya tentang jual beli sudah sah bukan
perampasan lahan. Makanya yang memandang sosio history
walaupun di blek i duwek sak omah gak bakal tak dol. Yang
mempertahankan makam sama masjid sampek jengkel e ya, karena di
datangi oleh orang gak dikel sampek melakukan intograsi,
menyerang sikologi. Lahan ini gak usah di beli gak usah di ganti rugi
tetapi kalau kamu meninggal aja di makamkan disini gak usah bayar
105

gratis. Saking jengkelnya warga itu sampek seperti itu. Itu konteks
perjuangan untuk mempertahankan lahan.
Peneliti : jadi pola perjuangannya seperti itu ya pak ?
Informan : iya kalau di pojok itu sampek ada forum pojok rembuk (FPR) yang di
ketuai sama pa kali mustofa. Kalau di disini itu kata kuncinya ya di
tokoh pak kyai itu kalau di pojok itu kata kuncinya itu di warga.
Kalau di sini lebih cenderung ke gerakan laten. Kalau kyai iya semua
iya. Yang paling parah itu hampir semuanya berjuang pada tahun
2018 akhir. Kalau di pojok iku cenderung ke gerakan manifest,
arogansinya ada untuk mempertahankan lahanya.
106

Nama : Ali mustofa


Alamat : Rt 02 Rw 01 Dusun Pojok Desa Bulusari Kecamatan Tarokan
Usia : 39 tahun
Pekerjaan : wirausaha
No Hp : 085735397224

Peneliti : Saya mau bertanya mengenai latar belakang pembangunan bandara di


sini itu bagaimana pak?
Informan : kita mulai mengetahui rencana pembangunan bandara itu tahun 2017
walaupun dari jauh jauh tahun itu sudah mendengar akan adanya
pembangunan bandara di Kediri. Tapi untuk pelaksanaan aksi di
tahun 2018 awal. Pada awalnya emang ada sosialisasi dari pihak desa
tapi bisa di bilang sosialisasi itu meragukan. Karena untuk wilayah
lain pada saat sosialisasi itu di hadiri oleh anggota dewan, dari
kepolisisan dan pihak yang terkait. Sedangkan untuk di desa kami
berbeda. Maka dari itu kami serentak untuk melakukan gelar hiring
ke DPRD Kabupaten Kediri. Sesampainya di lokasi ternyata anggota
dewan yang hadir berkelit dan tidak mau mengatasnamakan dirinya
sebagai perwakilan dari anggota dewan. Dari situ timbul kecurigaan
bahwa pihak pihak yang terkait melakukan pengelabuhan publik.
Peneliti : untuk konfliknya sendiri terjadi sejak kapan pak ?
Informan : untuk konfliknya sendiri itu di setiap tahapan pasti ada konflik mas.
Dari awal perencanaan, pembebasan lahan, perataan atau pengurukan
ada konflik, belum lagi nanti pada saat konstruksi ada konflik lagi.
Efek dari pembangunan bandara sampai masyarakat membentu
kelompok yaitu awalnya bernama forum rembuk warga dusun pojok
terus berganti nama menjadi forum pojok rembuk dan telah di akui
oleh kemenkumham atau legal. Dan saya sebagai ketuanya dan mas
budiman sebagai sekertaris. Kalua masalah konflik dimulai dari
perencanaan. Masyarakat melihat pada tahap perencaan itu tidak
transparan. Sampek di awal awal dulu itu terdengar isu bahwa peta
bandara itu hidup maksutnya hidup itu tidak ada kepastian untuk
letak pasti bandara tersebut atau boleh di bilang berubah ubah sesuai
107

apa yang terjadi di lapangan. Dengan hal tersebut memunculkan


keresahan di masyarakat dan kebingungan mana saja yang di
butuhkan untuk lokasi pasti dari bandara. Pada saat di bilang peta
hidup masyarakat menjadi kawatir yang awalnya tidak termasuk
dalam area bandara sewaktu waktu bisa jadi menjadi bagian dari
bandara sehingga memunculkan masalah. Itu waktu awal awal dulu
lo masih tahap perencanaan, belum di tahap pembebasan lahannya.
Nah kemudian pada saat pembebasan lahan pun pihak pengadaan
proyek masih simpang siur.
Peneliti : pada saat pembebasan lahan itu konflik yang terjadi seperti apa ?
Informan : pada saat pembebasan lahan pun seperti itu, pihak pengadaan proyek
sudah menarik benang dan patok kuning. Tetapi kenyataanya lahan
yang diluar pun juga di beli. Loh ini kenapa ? kan di luar patok kalau
tidak digunakan kenapa kok dibeli kan kalau gak di gunakan kok di
beli juga. Kan masyarakat bingung. Dan fakta sekarang kan patoknya
awal di barat sungai kecil ini. Tapi lahan yang di sebelah timurnya
sungai itu sudah ada yang di beli. Nah itu konflik di awal perencaan
yaitu untuk pembangunan kesannya tidak transparan. Dan hal itu pun
tidak di ketahui siapun bahkan pihak desa pun tidak mengetahuinya.
Akhirnya setelah kita tanya RT, RW, pihak desa tidak tahui kita ber
inisiatif melakuakan hiring ke DPR yaitu RDP( Rapat Dengar
Pendapat ) sampai 2 kali ingin meminta kejelasan.
Peneliti : setelah sampai di DPR apakah ada kejelasan ?
Informan : ya itu tadi, pertama bilangnya ketika rapat awal itu kita di buat
kebingungan tentang kejelasanya. Rapat dengan anggota dewan
tetapi anggota dewannya sendiri tidak mengakui bahwa mereka
mewakili dari DPR sehingga masyarakat kecil itu tidak mendapatkan
kejelasan. Itu terus berlanjut ketika pembebasan lahan muncul
konflik lagi. Yaitu proses pembebasan lahan dengan intimidasi
dengan bentuk intimidasi seperti masyarakat di takut takut i bahwa
kalau tidak mau di jual nantinya akan di beli dengan harga yang
murah.
Peneliti : oh sampek ada intimidasi, itu dari pihak mana yang melakukan
intimidasi ?
Informan : kan model transaksinya itu tidak transparan dan tidak langsung to,
pihak BDI membeli ke pemilik lahan kan ndak, tetapi ada pihak yang
memanfaatkan hal tersebut. Bianya di sebut broker.
Peneliti : oh semacam makelar ?
Informan : nah iya, nah makelar makelar ini yang kemudian memanfaatkan
108

mencari keuntungan lewat itu tadi. Bagaimana tanah ini bisa terbeli
bisa jadi lo sini dalam tanda kutip berbaik hati untuk menanya
kejelasan soal pembelian lahan. Tetapi pihak makelar yang menutup
nutupi dan bekerjasama dengan pihak terkait sehingga tanah tersebut
terbeli. Sempat dulu itu muncul pertanyaan dari masyarakat kalau
memang program ini ingin mensejahterakan masyarakat tetapi kok
caranya tidak baik. Kalau niat bagus kan harus nya di lakukan dengan
yang bagus juga. Katanya dulu pembangunan bandara itu untuk
mensejahterakan masyarakat sekitar iming imingnya kan gitu nanti
akan membuka lapangan pekerjaan dan lain lain, pokoknya bagus
bagus mas. Tetapi kenapa kok car acara yang digunakan itu tidak
bagus gitu lo, car acara pembebasan lahan dengan intimidasi, sampek
Satpol PP di datangkan, Tentara, Polisi sering kesini sampek seperti
itu.
Peneliti : tendensi mereka datang itu apa pak ?
Informan : ya untuk menakut nakut i warga agar tanahnya di jual.
Peneliti : itu dilakukan berulangkali ?
Informan : pernah, pernah sampek dari pihak kecamatan atau pak camatnya
sendiri mendatangi rumah warga malam hari, ya bisa saja ketika
malam hari tidak mengatas namakan kecamatan tetapi warga taunya
ya itu pak camat. Nyatanya lo camat sampek malam hari dating
kesini malam hari melakukan lobi lobi ke masyarakat. sampek ada
warga belakang sini mau menanam pohon jambu itu, “ la napo di
tandoori, wong kesok tanah e ate di tuku gudang garam kok nandur
jambu” akhirnya kan masyarakat di buaat tidak jelas dengan status
kepemilikan tanahnya. “ wong tanah tanah e dewe” tapi dengan caraa
seperti itu muncul konflik di masyarakat.
Peneliti : untuk yang ke DPR itu mendapatkan hasil apa pak ?
Informan : selain mempertanyakan masalah kepastian pembangunan bandara
juga
mempertahan kan lahan pemakaman yang menjadi puncak penolakan
dari warga.
Peneliti : oh yang sempat rame di media sosial itu ya pak ?
Infoman : iya tetapi media sosial juga di beli, melihat kasus yang sebasar ini
sebenarnya sudah sangat rame tapi nyatanya hanya media media kecil
aja yang menyiarkan. Sempat ada wartawan dari media telivisi
swasta tapi tidak jadi tayang karena untuk penyiaran terserah atasaan.
Jadi mediapun juga di beli. Jadi pihak kepolisian di beli, pihak tentara
109

di beli, media di beli. Kadang kalau kita bersuara akan mencul


pemelintiran pemelintiran yang muncul di masyarakat.
Peneliti : untuk konflik pemakanman itu terjadi di tahun berapa ya pak ?
Informan : dua tahun yang lalu, 2017 atau 2018 saya lupa itu.
Peneliti : bentuk penolakan masyarakat dalam mempertahankan lahan
pemakaman itu seperti apa pak ?
Informan : waktu itu bentuk penolakannya seperti menulis grafiti di sekitaran
pemakaman dan sampai ada dua patokan di sediakan untuk perangkat
desa. Dan setiap harinya warga berkumpul untuk bersiap. Dalam
proses mempertahan kan lahan pemakaman itu setelah RDP yang
pertama pihak BDI mengeluarkan surat , kita RDPnya sempat sampai
dua kali. BDI kan anak perusahan Gudang Garam, yang pembebasan
lahan ini kan BDI itu mengeluarkan surat bertanda tangan direktur
BDI itu menyatakan bahwa makam pojok itu tidak di relokasi. Itu
sebelum RDP kedua, tetapi temen temen tetap melakuakn RDP yang
kedua ke DPR. Kita mintanya kan bukan surat yang dari DBI tetapi
yang langsung dari DPR. Kan kita melakukan RDP itu dengan DPR
tidak ada urusan dengan DBI atau pihak pengembang. Kita mintanya
surat resmi dari DPR kan bisa saja nanti berkelit bahwa keputusan
BDI memang tidak mau merelokasi pemakaman tetapi nanti malah
bilang bahwa pemerintah membuat kebijakan untuk merelokasi tanah
pemakaman. Karena tidak puas dengan RDP pertama makanya kita
melakukan RDP yang kedua untuk meminta surat resmi dari DPR
bukan dari BDI.
Peneliti : terus hasilnya bagaimana pak ?
Informan : kebali tidak ada hasil mas, mereka ber belit-belit gak ada yang mau
blak-blakan atas permasalahan ini. Semuanya main aman. Ya hamper
sama dengan RPD yang pertama.
Peneliti : pada saat itu kondisi di lapangan seperti apa pak ?
Informan : bisa di bilang pada saat penolakan lahan pemakaman itu puncak dari
konflik soalnya apa kan pemakaman adalah fasilitas umum yang di
miliki banyak orang berbeda dengan rumah kan itu milik pribadi,
tetapi pada saat pembebasan lahan rumah itu pun juga ada konflik
untuk yang tidak terima rumahnya di beli tetapi itensitasnya gak
seperti yang di pemakaman. Konflik yang terjadi yaitu perbedaan
harga pembelian tanah. Dulu awal sebelum ada gerakan dari warga
harga tanah di beli dengan harga murah. Setelah ada penolakan pada
lahan pemakaman menaik kan harga dari tanah tersebut. Dengan itu
terjadi kecemburuan di warga. Dengan kemenangan warga
110

mempertahankan lahan pemakaman sehingga peta bandara sedikit


berubah.
Peneliti : bagaimana cara untuk mengerakan warga dalam mempertahankan
tanah pemakaman itu.
Informan : untuk pemakaman kan milik bersama jadi untuk gerakan ini muncul
dengan kesadaran diri sendiri dan juga bukan hanya warga sini saja
yang melakukan penolakan tetapi kerabat kerabat orang yang
dimakamkan di ditu juga bergabung menolak relokasi pemakaman.

Nama : Budiman
Alamat : Rt 03 Rw 01 Dusun Pojok Desa Bulusari Kecamatan Tarokan
Usia : 46 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
No Hp : 085234797292

Peneliti : Jadi begini pak, topik penelitian saya mengenai dinamika konflik
dengan cakupan bahasan latar belakang terjadinya konflik, jalannya
konflik seperti apa dan penyelesaiannya seperti apa?
Informan : mengenai latar belakang konflik, yang di maksut konflik yang
mananya mas ?
Peneliti : konflik menegenai rencana pembangunan bandara kediri pak.
Informan : mengenai latar belakang konflik rencana pembangunan bandara ya
mas, yang pertama mengenai ijin prinsipnya belum terpenuhi misal
terkait status hukum. Status tanah dalam rencana tata ruang wilayah
RT/RW itu masih tanah perkebunan dan pertanian. Nah itu belum di
rumah tapi sudah di tabrak atau di eksekusi. Jadi kami berjalan itu
berdasarkan supremasi hukum. Kemudian dari segi sosialisasi itu
tidak alanya seperti sosialisasi jadi tidak ada sosialisasi pada
masyarakat. nah 2017 pembebasan lahan lewat makelar jadi
masyarakat di intimidasi kalau tanahnya tidak dilepas kamu akan
melawan hukum, menakut nakuti semacam itu, ini proyek negara
padahal ini lo swasta. Kan pembebasan lahan dari gudang garam.
Sehingga muncul konflik disitu.
Peneliti : oh jadi tidak ada sosialisasi ya pak ?
Informan : tidak ada mas keterbukaan informasi, kami menganggap
pembangunan ini tidak selayaknya pembangunan. Jadi aneh gitu mas.
Dari segi hukum di tabrak. Sosialisasi tidak selayaknya sosialisasi
111

kan begitu. Nah puncaknya itu ketika makam itu terpapar bandara,
makam umum itu lo. Udah pernah kemakam ?
Peneliti : yang makam pojok belakang sini ?
Informan : iya pojok sudah ?
Peniliti : sudah pak
Informan : nah itu kan makam itu kana apa ya termasuk asal usul dusun, jadi
asal
usul pojok ada makam itu karena beberapa orang di kubur disitu
termasuk para pejuang dan pendiri dusun dan sehingga itu memantik
emosi warga untuk mempertahankan makam itu karena dari sisi
hukum juga tidak jelas. Sempet di awal mengirim surat untuk DPRD
Kabupaten Kediri untuk meminta kejelasan Ketika kita coba hiring
ke dewan sebagai wakil rakyat dan tidak bisa jawab saling lempar
pada mana pembangunan ini sejatinya bagaimana terus makam
nantinya bagaimana DPRnya tidak bisa jawab, justru hiring yang
kedua hiring yang pertama itu tanggal 26 september 2017 hiring
kedua 20 desember 2017 hiring kedua itu sama di komisi A komisi
hukum pemerintahan. Kenapa ke komisi A karena terkait hukum dan
pemerintahan.
Peneliti : pada saat hiring yang kedua di hadiri siapa pak ?
Informan : pada hiring kedua di hadiri pihak gudang garam, dan gudang garam
menyatakan bahwa kan berkaitan potensi konflik dan gejolak warga
sehingga makam pojok tidak di gusur. Ada suratnya di map itu ada
sehingga sampai saat ini tidak di gusur cuman posisinya kan jadi
aneh. Itu dinamikanya, adanya FPR (Forum Pojok Rembuk ) itu
momentumnya ketika mempertahankan makam, karena makam di
pertahankan karena ya mememang ingin mempertahan kan di satu
sisi dari menanyakan dari sisi hukumnya apa. Nah sampai hari ini tu
ijin prinsip itu tidak di penuhi termasuk bagaimana merubah
tataruang tadi itu dikalahkan pada pertengahan 2019 ada namanya
PSN (Proyek Setrategis Nasional ) kemudian AMDAL tidak ada
sampai saat ini.
Peneliti : untuk hiring publik itu bagaimana pak ?
Informan : ketika kita hiring publik di pemda kemarin, itu katanya dari gudang
garam ini belum mulai pembangunan ini baru persiapan ini kan
berbeda dengan kondisi di lapangan menurut kami ini sudah tahap
pembangunan karena apa, sudah ada lahan sudah ada pohon sudah di
tebangi udah penyiapan lahan sudah ada dampak debu dampak
macam macam. Tetapi dari sisi pengembangnya menganggap ini
112

tahap persiapan. Nah kalau ngomong konflik dinamikanya seperti itu.


Nah sekarang faktanya karena sudah beralih kepemilikan dari warga
pribumi yang notabenya sebagai petani perkebunan menjadi milik
korporit kemudian sudah diratakan kayak begini itu bentuknya nah
sehingga kedepanya adalah bagaimana, potensi konfliknya
bagaimana pemuda terlibat di dalam pembangunan itu.
Peneliti : dari informasi yang saya dapatkan dari warga, ada janji dari pihak
pengembang untuk melibatkan warga sekitar dalam proses
pembangunan bandara ?
Informan : iya untuk permasalahan ini masih saya bahas dengan teman teman
untuk kejelasannya
Peneliti : untuk konflik mempertahan kan makam itu terjadi pada tahun berapa
pak ?
Informan : itu tahun 2017
Peneliti : itu 2017 akhir ya pak ?
Informan : iya pada 2017 akhir yaitu hiring yang pertama itu tanggal 26
september 2017 hiring kedua 20 desember 2017
Peneliti : dan hasil dari hiring kedua berarti ?
Informan : iya di hiring kedua yang menyatakan bahwa makam dusun pojok
aman.
Peneliti : otomatis peta untuk rencana pembangunan bandara berubah ya pak ?
Informan : iya berubah runwaynya, dan sampai sekarang orang masih ber asumsi
berimajinasi dengan pikiran masing masing bahwa runway nya itu
gini lo, sampai sekarang belum ada lo jadi blueprintnya belum ada.
Jadi cuma katanya katanya tapi faktanya untuk kepemilikan tanah
sudah beralih kepemilikan ada 376 Hektar yang sudah di bebaskan di
tiga kecamatan itu.
Peneliti : untuk petanya sampai saat ini berarti belum ada yang tahu ?
Informan : Belum ada inikan berkaitan dengan ijin ijin yang belum terpenuhi,
termasuk keterbukaan informasi publik nah ini gak tau petanya
gimana ini.
Penliti : apakah sampai saat ini masih ada warga yang masih
mempertahankan
lahanya ?
Informan : ada di bulusari selatan tiga atau empat rumah masih mempertahankan
munkin karena masalah harga karena harga pembelian tidak sama
makelarnya beda brokernya beda.
Peneliti : untuk standarisasi harga gak ada ya pak ?
Informan : gak ada aneh kan. Jadi media menstream seperti jawa post sudah di
113

beli terus yang jadi broker itu juga dari oknum pemerintahan
kabupaten sampai tingkatan desa menjadi broker. Cuma karena
oknumnya banyak jadi gak bisa disebutkan. Kami juga di tutup
semua, jadi targetnya bagaimana tanah itu beralih kepemilikan
peruntukanya untuk apa katanya bandara. Karena PSN nya sudah
ada. Tetapi kami sebagai masyarakat sipil yang memegang supremasi
hukum ya menanyakannya sesuai proses hukum yang ada dan itu di
tabrak hukumnya sudah.
Peneliti : untuk mengerakan masa itu bagaimana pak untuk mempertahankan
makam ?
Informan : kita bergerak Cuma dengan warga local mas, akses yang dari luar
ditutup semua. Kalau dulu gak ada pergerakan mungkin semua tanah
sudah habis makam itu juga habis, itu tanah di beli semua rumah pa
kali juga kena kalau gak di haling halangi. Permasalahannya gini
sekarang yang punya lahan ya bisa mencari lahan yang baru mungkin
untuk bertani atau berkebun, lah kalau seperti buruh tani lahannya
udah habis bagaimana. Itukan masalahnya. Kalau bicara uang
sebagian besar kalah dengan uang, tapi ada juga yang
mempertahankan tanahya dan tidak mau kalah dengan uang. Karena
mempertahankan asal usul dusun yaitu mempertahankan makam itu.
Peneliti : untuk bentuk penolakannya itu seperti apa pak ?
Informan : jadi besoknya mau di ukur jadi para santri NU sama LDII tak suruh
bergabung, wes ojok mikir maslaah aliran di situ asal usulmu mau di
gusur. Woh orang berbondong bondong membawa parang membawa
linggis jaga di lokasi, berapa ratus orang yang jaga disana. Sementara
pemerintah menggunakan satpol PP sempet hampir keos.
Peneliti : untuk saat ini untuk konfliknya bagaimana pak ?
Informan : untuk saat ini setelah ada surat bahwa makam aman itu ya reda
Peneliti : itu surat resmi dari pemerintah ?
Informan : itu dari gudang garam saja kalau dari pemerintah enggak. Jadi posisi
pemerintah gak jelas gitu. Gak jelas tapi ikut main ikut ngambil
keuntungan bagaimana dari dinas sampai perangkat yang dibawah itu
main semua. Main makelar maksutnya. Dan modelnya intimidasi ke
aktivis.
Peneliti : intimidasi seperti apa pak ?
Infoman : kalau ke warga berbeda lagi, melibatkan pihak polisi, tentara, pak
camat pakek seragam dating kerumah gitu tapi itulah yang sudah
terjadi. Dalam proyek ini mas semua saling terikat. Semua penjualan
tanah lewat desa, terus terhubung sampek ke tingkat kabupaten.
114

Terus anggota dewan terutatama dapil tarokan, BPN Badan


Pertanahan Nasional. Saya dituduh profokator, saya bukan profokator
tetapi itu semua kesepakatan warga yaitu sebanyak 660 warga yang
bertantangan dengan matrai.
Peneliti : apakah ada tim yang menangani untuk pembebsan lahan ini ?
Informan : ada namanya Tim 9 mas.
Peneliti : siapa saja di dalamnya ?
Informan : wah kurang paham aku mas kalua itu.

Nama : Purwito
Alamat : dusun bulusari selatan desa bulusari kecamatan tarokan
Usia : 57 tahun
Pekerjaan : wirausaha
No Hp : 081259544488

Peneliti : kenapa bapak masih tetep mempertahankan lahan jenengan ?


Informan : ya gimana ya mas, harga yang di tawarkan belum sesuai mas, saya
kasih tau ya mas punya saya kan 40 RU harga tanah di bulusari
sekitar 20-25 jt per RUnya jadi 800 jt mas nanti ngurus sertifikat,
sama makelar paling tidak 100 jt sudah 900 jt dulu saya bikin gudang
dan renofasi rumah habis 400 sudah 1,3 Milyar sisa 500 jt dari harga
yang di tawarkan yaitu 1,8 Milyar apa cukup buat gudang sama
rumah, kalau dikasih nangis saya mas.
Peneliti : untuk patokan harganya berapa pak ?
Informan : ya pemkab kan patokannya kalau kebun 500 rb pekarangan atau
rumah
750 rb/meter dan itu tidak ada bedanya mas tanah yang di tepi jalan
sama yang di dalam
Peneliti : bapak asli sini kah ?
Informan : saya disini baru 10 tahun mas beli rumah ini sekitar 7 tahun,
bukannya
gak mau jual, mau kalau di butuhkan untuk kepentingan umum,
salahkan kalau gak mau tapi kan yang penting cocokla harganya.
115

Peneliti : apakah bapak setuju dengan di bangunnya bandara ?


Informan : kalau saya setujua aja mas, tetapi kan kalau harganya gak cocok ya
gak
mau mas, soalnya sebelum adanya bandara saya usaha disini lancer
lancer aja kan dengan harga yang gak sesuai akan menimbulkan
masalah juga mas. Misalkan saya di paksa mau gak mau harus
pergikan dibilangnya kalau saya gak cocok kalau buka took tempat
lain masih nunggu lama, berkembangnya, adaptasinya, ramai
pembelinya begitukan. Mau untuk kepentingan umum gak susah saya
orangnya tapi yang jelas harus betul belinya. Masa kalau nanti
bandara jadi ya mas ya sekarang harga satu meter 500 rb 750 rb nanti
kalau bandara jadi bisa 3 jt 4jt tepian bandara sini, terus anak cucu
saya mana bisa beli itu.
Peneliti : tapi tidak ada dari pemerintah terkait terutama desa untuk
menyediakan lahan ketika nantinya tanah bapak beneran di beli ?
Informan : gak, gak ada cari sendiri mas, kadang yang tua tua yang gak pernah
keluar dari rumah itu tidak kerasan kasihan, kadang di beli murah.
Sekarang kalau dilihat emang besar tapi kalau di belanja buat
bangunan kecil mas.
Peneliti : untuk lahan bapak ini nantinya bagaimana pak ?
Informan : ya tidak tau kalau gudang garam turun ya silahkan, tapi kalau
ditangani
desa kepala desa pemkab gak mau saya kalau murah yang penting
harganya bagus okelah
Peneliti : untuk sistem pembelianya gimana pak selama ini ?
Informan : yang dating biasanya makelar makelar yang kasih takut, nakut nakuti,
intimidasi. Dulu juga pernah desa, sampai pengadilan, makelar,
satpol PP, polisi, koramil, kabupaten kecamatan dua mobil.
Peneliti : kesini ya pak ?
Informan : mau tanda tangan gak ? tandatangan konsinasi tidak tanda tangan
konsinasi, tidak mau saya bilang begitu. Ya kalau rugi mosok
dikasihkan nangislah saya. Tinggal 500 jt apa jadi seperti ini,
sedangkan saya bikin gudang aja habis 400 jt.
Peneliti : ini yang bertahan masih berapa rumah pak ?
Informan : sini rumahnya 5 kebunya 1 depan sekolahan, terus sawahnya 2.
Peneliti : oh masih banyak berarti yang bertahan ?
Informan : ada 7 lah yang masih, ada 7 tempat.
Peneliti : itu permasalahannya hampir sama ya pak masalah harga ?
Informan : iyalah, kurang cocok harganya. Tapi untuk yang masih bertahan ini
116

sudah berkumpul mas bikin kelompok sama bedrek 11 rumah disini


5 rumah sudah kumpul.
Peneliti : oh jadi bikin kelompok ya pak ?
Informan : iya misalnya ada salah satu rumah yang masih tidak sepakat dengan
harga yang ditawarkan walaupun yang lain sudah sepakat tetep yang
lain juga tidak setuju. Jadi harus setuju semua orang 16 itu. Ketuanya
pak antio pojok. Makelar, satpol PP, polisi, koramil, desa kecamatan,
kabupaten, pengadilan delapan orang semua kalau bisa di tekan agar
terjual.
Peneliti : apakah ada pihak yang membantu jengan ?
Informan : gak ada wong semua pihak sudah bergabung mau lapor lapor kemana
itu terjadi 2 tahun atau 3 tahun yang lalu lah sampai sekarang tidak
ada lagi yang seperti itu. Banyak lo mas karena tekanan itu warga
yang takut sehingga menjual lahanya dengan harga murah.
Peneliti : kalau semisal jenengan tetep bertahan terus nanti bandaranya
bagaimana pak ?
Informan : bagaimana bisa bikin kalau belum bebas 100% tetep ngetok RT/RW.
Nama : Mila
Alamat : Rt 02 Rw 01 Dusun Pojok Desa Bulusari Kecamatan Tarokan
Usia : 23 tahun
Pekerjaan : karyawan swasta
No Hp : 085607536545

Peneliti : bagaimana latar belakang konflik pembebasan lahan bandara ?


Informan : awalnya itu mas, waktu ada rencana pembangunan bandara dan
makam dusun Pojok kena dan harus di bongkar.
Peneliti : apa yang menyebabkan warga menolak pembongkaran makam ?
Informan : ya gak mau mas, soalnya kabanyak sesepuh yang dimakamkan disitu.
Peneliti : apakah mbak ikut dalam aksi penolakan itu ?
Informan : Kalau saya sendiri tidak mas, tapi keluarga saya ikut menolak itu,
ikut
kumpul waktu kegiatan membicara masalah makam itu, ikut berjaga
pada saat makam mau di ukur itu.
Peneliti : untuk bentuk penolakannya itu seperti apa mbak ?
Informan : jadi besoknya mau di ukur jadi para santri NU sama LDII dan warga
bergabung, rame mas waktu itu, warga menulis kain mori dengan
tulisan penolakan dan mencoret coret jalan dusun mas. Woh orang
berbondong bondong membawa parang membawa linggis jaga di
117

lokasi, berapa ratus orang yang jaga disana. Sementara pemerintah


menggunakan satpol PP sempet hampir keos.
Peneliti : apakah mbak setuju dengan di bangunnya bandara ?
Informan : kalau saya setujua aja mas, tetapi kan kalau ngawur juga gak mau
mas.
Kan pemakaman itu udah ada dari dulu mosok mau di bongkar
karena di bangun bandara. Kalau bandaranya gak mengganggu
pemakaman saya setuju, soalnya kan dengan andanya bandara ada
maanfaat untuk desa sini mas. Ada lapangan pekerjaan.
Peneliti : dalam proses pembangunan bandara sampai saat ini ada yang
menggangu ?
Informan : kalau masalah sekarang ya debunya itu mas, kalau gak hujan mah
parah mas bahaya bagi pernafasan, kalau hujan rawannya itu banjir
mas soalnya ada aliran yang kesumbat. Ada lagi kalau malam hari
kan waktunya istirahat tapi ada mesin mesin yang beroprasi mas. Jadi
suaranya bising. Mengganggu waktu istirahat mas.
Peneliti : apa yang mbak ketahui tentang upaya untuk mempertahankan
makam?
Informan : kalau gak salah itu sampek ke DPRD mas, masyarakat melakukan
demo di DPRD sana sampek dua kali.
Peneliti : siapa saja yang ikut demo ke DPRD ?
Informan : banyak mas, warga sini berbondong bondong naik bus mas ke
gedung
DPRD.
Peneliti : apa yang di dapatkan dari pertemuan itu mbak ?
Informan : ya itu mas sampek saat ini makam dusun pojok gak di bongkar.
118

Nama : Ander Sumiwi


Alamat : Jl. Madura No.77B Dusun Gringging Desa Cerme Kecamatan
Grogol
Usia : 48 tahun
Pekerjaan : pengacara
No Hp : 081359695485

Peneliti : selamat pagi bu, mohon maaf mengganggu waktunya. Nanti saya
akan
ke rumah jenegan untuk wawancara. Kira-kira jenengan dapat
ditemui jam berapa nggeh bu ? terimakasih.
Informan : maaf bukanya saya tidak mau di wawancari, kebetulan ini tadi saya
ada tamu mendadak. Bagaimana kalau sampean tak kirimi legal
opinion tentang bandara ya ? itu pendapat hukum yang saya buat.
Peneliti : engge bu boten nopo-nopo.
Informan : iya itu nanti malah lengkap, saya kirim lewat WA ya, legal opinion
itu
119

yang buat saya, saya buatkan pesenan anggota dewan. Ini nanti tak
kirim untuk sampean.
Peneliti : baik bu terimakasih. Mohon maaf kalau saya menggangu waktu
jenegan
Informan : tidak, hanya saya saja yang memang pas waktunya nggak bisa luang,
hari ini nanti saya kirim filenya
Peneliti : baik bu terimakasih.
Informan : legal opinion ini dulu saya membuatkan untuk fraksi nasdem, itu
sudah
lengkap regulasi hukum, intinya pembangunan itu tidak sesuai
dengan aturan dan nabrak undang-undang, namun di biarkan saja
bahkan didukung oleh pemerintah
Peniliti : hasil dari RDP yang kedua itu apa ya bu ?
Informan : lahkan terus penggusuran makam pojok dihentikan, titik koordinat
bandara di geser.
Peneliti : baik bu terimaksih atas waktunya.

Anda mungkin juga menyukai