4 ARTIKEL ILMIAH - Penulisan Naskah Film Fiksi Bungan Natah
4 ARTIKEL ILMIAH - Penulisan Naskah Film Fiksi Bungan Natah
Abstrak
Penulisan naskah film fiksi “Bungan Natah” mengangkat tema seorang perempuan yang merasa
tertekan dan ingin lepas dari kekangan, yang merupakan representasi dari masih tingginya kasus
kekerasan pada perempuan yang terjadi di Indonesia. Penciptaan naskah film fiksi “Bungan Natah”
dilakukan untuk mengetahui proses penulisan naskah dan penerapan konsep penulisan naskah yang dapat
menggambarkan rasa tertekan korban kekerasan. Manfaat penciptaan ini untuk menambah referensi
naskah film fiksi yang mengangkat isu kekerasan dan mendukung perlawanan tindak kekerasan dalam
bentuk apapun. Metode yang diperlukan untuk mengetahui proses penciptaan dan penggambaran rasa
tertekan ke dalam naskah adalah dengan menggunakan teori Struktur Cerita Tiga Babak (Aristoteles
dalam Biran, 2010) untuk menyusun struktur dramatik naskah, yang didukung dengan teori dramaturgi
(Erving Goffman dalam Kholisotin 2015) dan teori semantik (Parera dalam Cahyani 2011) untuk
penanaman rasa tertekan ke dalam dialog. Hasil dari penciptaan ini adalah naskah film fiksi “Bungan
Natah” yang diciptakan dengan melakukan proses penentuan sasaran cerita, penentuan genre, tema, ide
cerita, alur cerita, perumusan tokoh, penentuan grafik cerita, merumuskan sinopsis, menyusun plot point,
membuat treatment lalu diwujudkan naskah film fiksi “Bungan Natah”. Dapat disimpulkan
penggambaran rasa tertekan tokoh utama ke dalam naskah adalah dengan menggunakan Struktur Cerita
Tiga Babak yang sangat fleksibel dalam menyusun alur cerita dengan tema perlawanan diri, teori
Dramaturgi yang membantu pembangunan karakter tokoh utama, dan teori Semantik yang dapat
menanamkan rasa tertekan tokoh utama ke dalam dialog. Tujuan penciptaan naskah film fiksi “Bungan
Natah” adalah untuk meningkatkan kesadaran terhadap posisi penting perempuan dan penolakan terhadap
tindak kekerasan.
Abstract
Screenplay writing of fiction movie “Bungan Natah” takes on the theme of a woman who feels pressured
and wants to escape from the restraints, which is a representation of violence against women that still
being a high issue in Indonesia. This research was conducted to determine the process of creating and
applying the right concept of screenplay writing. The benefits of this research are to add a reference of
fictional movie screenplay writing that takes violence issue and promotes violent resistance in any form.
The method for knowing the process of creating and planting the sense of pressure into the screenplay are
using the Three-Act Structure theory (Aristotle in Biran, 2010) for build the dramatic structure of
screenplay with Dramaturgy theory (Goffman in Kholisotin, 2015) and Semantic theory (Parera in
Cahyani, 2011) for planting the sense of pressure into the dialogue. The result of this research is the
screenplay of fiction movie “Bungan Natah” that was created by doing the process from setting the
audience target, determine the genre, theme, basic idea, storyline, characterization, determine story
graphic, make the synopsis, arrange the plot point, make the treatment and then make the screenplay of
fiction movie “Bungan Natah”. The depiction of the main character’s distress into the screenplay is by
using the Three-Act Structure Theory which is flexible in arranging storyline with the theme of self
resistance, Dramaturgi theory which help building the main character, and the Semantic teory which can
plant the sense of pressure on the main character into the dialogue. The purpose of the study of screenplay
writing of fiction movie “Bungan Natah” is to raise the awareness of the important position of women and
the rejection of violence.
kekangan. Judul Bungan Natah dipilih ingin membuat penonton sadar posisi
sebagai representasi tokoh utama penting keluarga sebagai pondasi utama
perempuan dalam naskah film fiksi ini yang keharmonisan dan bahwa kaum perempuan
diharapkan mampu mendukung kebutuhan bukan objek pelampiasan kekerasan.
keluarganya sendiri dan kebutuhan Naskah film fiksi ini akan
kekasihnya sebagai pasangan hidupnya menggambarkan problematika seorang
kelak. Bungan Natah merupakan ungkapan perempuan yang tertekan oleh kondisi yang
bahasa Bali yang bila diartikan secara tidak membuatnya nyaman dan ingin lepas
harfiah memiliki arti “kembang di halaman dari kekangan situasi tersebut dengan
rumah”. Judul ini diambil dari julukan yang mempertimbangkan aspek sebab-akibat
sering digunakan oleh masyarakat Bali yang selama ini dirasakannya. Tekanan
sebagai ungkapan yang ditujukan pada yang dialami tokoh utama ini datang dari
kaum perempuan dalam suatu keluarga perasaan internal, perlakuan pasangan
yang merajuk pada arti “perempuan hingga pertimbangan dari orang terdekat.
kebanggaan keluarga”.. Konotasi ini Segala tekanan ini akan membuat tokoh
menurut salah satu artikel terbitan lembaga utama diarahkan ke sebuah keputusan
peduli perempuan dan anak, Bali Sruti, sebagai pemecahan masalah. Penonton akan
berjudul “Kekerasan Ideologi Patriarki memahami cara berpikir tokoh utama dan
pada Perempuan Bali” (5 Juni 2011), mengantisipasi keputusan akhir yang akan
mengandung artian bahwa kaum diambil.
perempuan bagi sebagian besar masyarakat Tindakan dan pemikiran yang
Bali merupakan hiasan atau pelengkap yang diungkapkan oleh tokoh utama cerita akan
menyokong kebutuhan keluarga. Ungkapan bergerak sesuai dengan permasalahan yang
Bungan Natah dianggap mampu membelenggunya, sehingga naskah film ini
menggambarkan posisi perempuan yang berorientasi pada tokoh utama yang
diperankan oleh tokoh utama, sebagai sosok menggerakkan cerita. Konsep naskah yang
yang harus menuruti kebutuhan keluarga berorientasi pada tokoh utama biasa disebut
sebagai anak perempuan satu-satunya. dengan konsep character driven story.
Tokoh utama yang hanya tinggal bersama Penggunaan konsep character driven story
ibunya ini, di sisi lain juga tunduk dan pada naskah film fiksi Bungan Natah akan
terkekang oleh perilaku kekasihnya. dituangkan dalam pengarahan sudut
Kenyataan bahwa seorang pandang penonton kepada sudut pandang
perempuan sebagai Bungan Natah keluarga tokoh utama, Gita, yang ingin lepas dari
harus selalu menyokong kebutuhan kekangan kekasihnya, Arya, dengan pergi
keluarga ini dipatahkan oleh sikap tokoh ke tempat ibunya. Namun, keinginan Gita
utama dalam naskah film fiksi ini yang justru terhadang oleh Arya yang memiliki
memilih tinggal bersama kekasihnya. kepribadian protektif dan posesif.
Tokoh utama yang seharusnya menjadi
anak perempuan kebanggaan ibunya justru METODE PENELITIAN
membuat sedih sang ibu karena lebih
memilih kekasihnya. Hal ini merupakan Tahap perencanaan yang dilakukan
penggambaran kehidupan berpacaran yang penulis sebagai metode pengumpulan data
bebas di masyarakat saat ini yang membuat adalah:
kaum muda melupakan kewajibannya Observasi
sebagai anggota keluarga. Sikap tokoh Pengumpulan data secara observasi
utama yang mengabaikan keluarganya ini dilakukan dengan mengupas masalah-
mendapatkan akibat dengan diperlakukan masalah di sekitar, dan meninjau berbagai
secara dominan oleh kekasihnya. Rasa aspek hasil peninjauan pustaka dan karya.
tertekan yang kemudian muncul dalam diri Melalui observasi penulis mulai
tokoh utama membuatnya depresi dan menyiapkan jalan cerita dalam bentuk poin-
kesulitan mengontrol pola pikirnya. Ide ini poin kejadian atau plotline yang akan
digunakan sebagai ide dasar penciptaan dijadikan acuan dalam pembuatan naskah
naskah film fiksi “Bungan Natah” yang
4
beruntung tetap hidup merasa bahwa ibunya perintahnya, bahkan sering memukuli Arya
sedikit membencinya setelah kejadian itu, bila mengingat ibu Arya atau bila Arya
yang membuat suasana di antara mereka melakukan kesalahan.
menjadi tidak akur. Gita yang tadinya Gaya didik ayahnya yang keras
merupakan penganut agama Hindu yang membuat Arya menjadi orang yang peragu
taat seperti ibunya berangsur jadi apatis dan dan secara tidak langsung mengikuti sifat
memilih untuk mengabaikan rumah. ayahnya yang keras dan mendominasi.
Di tengah konflik dingin dengan Tanpa Arya sadari, Arya menjadi peragu
ibunya, Gita bertemu dengan Arya melalui saat melakukan sesuatu dan merasa harus
teman-temannya. Gita tertarik sekaligus iba terus mengecek ulang. Di keseharian, Arya
pada Arya yang juga memiliki masalah dapat menutupi sifat-sifat itu. Namun
kelam dengan keluarganya. Gita kedekatannya dengan Gita yang dicintainya
memutuskan untuk tidak melanjutkan tanpa sadar memunculkan sifat-sifat yang
sekolah setamat SMA dan tinggal berdua dia tiru dari ayahnya. Cara ayahnya
bersama Arya. Tinggal bersama Arya memperlakukan Arya akhirnya berdampak
tadinya membuatnya merasa senang karena pada bagaimana dirinya memperlakukan
tidak lagi mendapat aura kebencian dari Gita. Arya jadi posesif dan mengekang.
ibunya. Semakin lama Gita merasakan Arya yang menyayangi Gita tidak bisa
bahwa Arya semakin memperlihatkan membiarkan Gita pergi dari sisinya karena
wataknya yang mendominasi. Gita mulai Gita menjadi suatu tumpuan bagi dirinya
merasa terkekang pada Arya dan yang lemah.
menginginkan kebebasan dengan tidak lagi
terdominasi oleh Arya. Ibu Murni. Ibu Murni dapat dianggap
sebagai tujuan tokoh protagonis, dimana
Arya. Arya merupakan tokoh antagonis Gita yang pada akhirnya terkekang bersama
atau penghalang Gita mencapai tujuannya. Arya, merasa bahwa rumah merupakan
Nama Arya dalam bahasa Jawa berarti tempat yang lebih baik. Pemilihan nama
bangsawan. Artinya, keluarga Arya Murni sebagai nama karakter adalah
mengharapkan Arya menjadi laki-laki yang sebagai penggambaran tokohnya yang jelas
karismatik dan sempurna. Pengambilan arti dan tegas. Ibu Murni merupakan seorang
nama dari bahasa Jawa adalah karena ibu perempuan berumur 43 tahun. Memiliki
Arya yang merupakan orang Indonesia postur tubuh pendek berisi, mata bulat,
khususnya suku Jawa. Arya adalah seorang hidung bulat, wajah berkeriput dengan garis
laki-laki berusia 25 tahun yang telah khas wajah orang suku Bali.
bekerja di perusahaan ayahnya. Arya Ibu Murni berwatak mandiri,
memiliki postur kurus tinggi, berkulit putih, sentimental, baik, dan tegas. Ibu Murni
mata bulat, hidung mancung, memiliki merupakan istri dari pria Bali biasa yang
wajah khas bule, berambut cokelat. Arya hidup berkecukupan dan memiliki satu anak
memiliki watak peragu, teliti, suka laki-laki, dan satu anak perempuan, Gita.
mendominasi. Ibu Murni cukup bahagia bersama
Arya merupakan anak tunggal dari keluarganya, namun sejak suami dan anak
Ayah berkewarganegaraan asing yang sulungnya meninggal saat bertamasya
menikahi ibunya yang berkewarganegaraan bersama Gita yang masih memasuki awal
Indonesia. Ayahnya yang sering pergi ke SMP, Murni harus membanting tulang
luar negeri karena pekerjaan tidak memiliki untuk menutupi segala pengeluaran yang
ikatan yang baik dengan Arya. Ibunya yang dibutuhkan. Murni kemudian tidak sempat
kesepian justru mencari pria lain untuk untuk bersikap ramah pada Gita karena
mendapatkan kasih sayang. Ayah Arya Murni harus mengambil berbagai macam
yang mengetahui istrinya selingkuh justru pekerjaan serabutan seperti membuat dan
menyalahkan Arya karena menganggap menjual canang, membuka jasa cuci
Arya anak yang tidak bisa diandalkan untuk pakaian, dan lainnya. Murni membiarkan
menjaga ibunya. Ayah Arya yang tegas Gita tetap bersekolah dengan mendidiknya
mendidik Arya agar selalu patuh pada sebisanya.
7
akan dibedah berdasarkan kandungan Pada scene ini, Gita mulai terlihat
makna denotatif ataupun makna konotatif. bermasalah dengan munculnya adegan Gita
Naskah film fiksi “Bungan Natah” menatap kosong ke arah penonton sambil
dibuat hingga mencapai empat draft dalam mengungkap isi hatinya. Adegan Gita
tenggat waktu dua bulan dari bulan April menatap ke penonton menunjukkan bahwa
hingga Mei 2018. Revisi naskah yang back stage Gita hadir saat Arya masih
dilakukan antara lain, penyesuain naskah bersamanya. Kemudian penonton diberikan
dengan lokasi yang tersedia di lapangan informasi Gita berlaku di posisi front stage
hingga pemantapan dialog dan Interior saat Arya menghampirinya dan tertawa
Monolog tokoh utama. bersama. Scene 5 ini juga menjadi
informasi kejutan bagi penonton bahwa
Scene 1 Gita kembali berlaku sesuai keinginan
hatinya (back stage) di balik pengawasan
Arya. Informasi ini ditanamkan pada saat
Arya tidak menatap Gita, Gita langsung
menghilangkan senyum cerianya. Informasi
ini akan membuat penonton bertanya dan
menunggu keterangan lainnya. Pada scene
ini penonton telah memberikan rasa
simpatinya pada Gita sebagai tokoh
protagonis.
Interior Monolog yang muncul
sebagai suara hati Gita memiliki makna
konotatif didukung dengan ekspresi Gita
yang sulit ditebak dan situasi ketika Arya
tidak menatapnya. I.M. ini memiliki arti
Gambar 2 Scene 1 Naskah Bungan Natah penegasan bahwa dirinya tidak hanya
(Sumber: Dokumentasi Aprilia, 2018)
berada dalam cinta yang membahagiakan,
namun juga cinta yang rumit. Kata “semua
Scene 1 merupakan gebrakan. ini bermula dari dia” merujuk pada Gita
Fungsi dari babak awal yakni menjerat yang menunjuk Arya sebagai sosok yang
perhatian penonton didukung oleh pola membuat dirinya merasakan cinta yang
flashback saat Gita merasakan tertekan dan rumit. Kalimat tersebut memiliki arti
terlihat depresi. Scene ini merupakan penunjuk bahwa Gita merupakan korban
bagian dari bagian klimaks naskah film sementara Arya merupakan pelaku.
fiksi “Bungan Natah”.
Scene 24
Scene 5
harus mendahului keamanan orang Scene ini merupakan bagian utuh dari
tuanya terlebih dahulu. scene 1 yang merupakan gebrakan di awal
Beberapa dialog yang menjadi cerita. Pada scene ini terlihat Arya yang
poin penting dalam scene ini adalah menatap Gita dengan acuh lalu pergi begitu
dialog Gita yang memohon Arya untuk saja dan menutup pintu rumah. Terlihat
juga wajah Gita yang kusut dan pucat
tenang. Dialog ini memiliki makna sangat terlihat berantakan dan lemah. Scene
konotasi dimana Gita ingin melindungi ini menunjukkan bahwa Gita akhirnya
ibunya dari tangan ceroboh Arya yang mengalami pengulangan sikap Arya dimana
sedang memegang pisau. Artinya Gita Gita kembali merasa tertekan di rumah
lebih mementingkan keselamatan tersebut dengan Arya yang kembali acuh
ibunya daripada memilih untuk padanya.
menyetujui permintaan Arya untuk Ketika pintu ditutup dan Gita kembali
kembali bersama. Makna ini didukung sendirian, Gita kembali menunjukkan sisi
dengan tindakan Gita yang secara back stage-nya yang frustasi dan tersiksa.
spontan mundur selangkah ketika Arya Ekspresi Gita yang terlihat lelah menatap
ingin memeluknya. penonton sekaligus menjadi gambaran
bahwa jiwa Gita membutuhkan
Dialog lain yang memiliki pertolongan. Scene ini merupakan klimaks
makna konotatif adalah dialog Arya dari Babak Tengah Struktur Cerita Tiga
yang mengatakan bahwa hanya dirinya Babak dimana penonton dibawa ikut tegang
yang mencintai Gita. Dialog ini dan ketakutan pada kekosongan dan
memiliki makna penekanan bahwa Arya kesendirian yang dirasakan Gita.
menginginkan Gita tanpa adanya I.M. Gita menunjukkan makna
halangan dari orang lain, dimana Arya konotatif bahwa Gita yang selama ini
sangat membutuhkan Gita sebagai merasa tertekan dan terkekang sudah
pegangan hidupnya yang sesungguhnya merasa muak dan tidak bisa menahan
lemah karena tempaan ayahnya. sikapnya bahkan di hadapan Arya. Di sini
emosi Gita tertuang sepenuhnya dalam I.M.
yang menunjukkan rasa pupus terhadap
Scene 25
Arya yang ternyata kembali tidak
memperlakukan dirinya selayaknya
kekasih.
SIMPULAN