Anda di halaman 1dari 3

TUGAS 1

EKMA 4316 / HUKUM BISNIS / 2 SKS


PROGRAM STUDI MANAJEMEN
PERIODE 2024.1

Nama Mahasiswa : Sanjaya Wahyudin Utomo

NIM : 051281809

Mata Kuliah : Hukum Bisnis

Tahun Ajaran : 2024

1. AI merupakan artificial intelegent buatan manusia atau lebih kita ketahui dengan
kecerdasan buatan. AI menggunakan algoritma dan data untuk menghasilkan model yang
dapat mempelajari pola, membuat keputusan, dan menyelesaikan masalah tanpa campur
tangan manusia secara langsung. Terdapat penelitian yang mengangkat tema seputar
kedudukan hukum Artificial Intelligence. Ryan Abbott dan Alex Sarch berpendapat bahwa
meminta pertanggungjawaban kepada Artificial Intelligence tidak dibenarkan karena akan
berpengaruh pada perubahan konsep hukum secara radikal. Hal ini didukung oleh penelitian
Shakuntla Sangam yang menyatakan bahwa Artificial Intelligence bukan merupakan subjek
hukum. Kemudian terdapat penelitian tesis yang dilakukan oleh Eddy Wahono yang
menganalisis bagaimana tanggung jawab dari robot humanoid yang bertindak menjalankan
tugas dalam suatu Perseroan Terbatas.
Penelitian ini fokus pada pertanggungjawaban fungsional dan sanksi pidana
fungsional. Ditemukan hasilnya bahwa programmer berkedudukan sebagai manus domina
(pelaku intelektual), sedangkan Robot Humanoid sebagai manus ministra dan hanya dianggap
sebagai alat.Lebih lanjut penelitian yang dilakukan oleh Shabrina Fadiah Ghazmi, dalam
manuskrip jurnalnya diungkapkan bahwa Artificial Intelligence diasumsikan sebagai
karyawan yang melakukan tugas pekerjaan yang diperintahkan pihak perusahaan, sehingga
pertanggungjawaban Artificial Intelligence berada pada pihak penyelenggara atau pihak yang
mempekerjakan Artificial Intelligence dimaksud.
Dengan demikian dengan menjadikan AI (Artificial Intelegent) dapat bertidak sebagai
subjek hukum tidaklah relevan dikarenakan AI dianggap sebagai alat. Pada Pasal 1367
KUHPerdata. Berdasarkan pasal tersebut maka ketika suatu barang menimbulkan kerugian,
tanggung jawabnya akan berada di pihak yang melakukan pengawasan terhadapnya.
Referensi :
Ryan Abbott dan Alex S., Punishing Artificial Intelligence: Legal Fiction or Science Fiction,
UC Davis Law Review, Vol. 1, 2019, hlm. 323. Shakuntla Sangam, Legal Personality for
Artificial Intelligence with Special Reference to Robot: A Critical Appraisal, Indian Journal of
Law and Human Behaviour Vol. 6, 2020, hlm. 17.

2. A. Dilansir dari laman resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), berikut ciri-ciri pinjaman online
ilegal:
1. Tidak terdaftar/tidak berizin dari OJK
2. Menggunakan SMS/Whatsapp dalam memberikan penawaran
3. Pemberian pinjaman sangat mudah
4. Bunga atau biaya pinjaman serta denda tidak jelas
5. Ancaman teror, intimidasi, pelecehan bagi peminjam yang tidak bisa membayar
6. Tidak mempunyai layanan pengaduan
7. Tidak mengantongi identitas pengurus dan alamat kantor yang tidak jelas
8. Meminta akses seluruh data pribadi yang ada di dalam gawai peminjam
9. Pihak yang menagih tidak mengantongi sertifikasi penagihan yang dikeluarkan
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI)
Sementara itu, perusahaan pemberi pinjaman online yang legal memiliki kriteria-kriteria
sebagai berikut:
1. Terdaftar/berizin dari OJK
2. Pinjol legal tidak pernah menawarkan melalui saluran komunikasi pribadi
3. Pemberian pinjam akan diseleksi terlebih dahulu
4. Bunga atau biaya pinjaman transparan
5. Peminjam yang tidak dapat membayar setelah batas waktu 90 hari akan masuk ke
daftar hitam (blacklist) Fintech Data Center sehingga peminjam tidak dapat
meminjam dana ke platform fintech yang lain
6. Mempunyai layanan pengaduan
7. Mengantongi identitas pengurus dan alamat kantor yang jelas
8. Hanya mengizinkan akses kamera, mikrofon, dan lokasi pada gawai peminjam
9. Pihak penagih wajib memiliki sertifikasi penagihan yang diterbitkan oleh AFPI.
Referensi :
https://pasarmodal.ojk.go.id/News/Detail/20463
B. Berikut beberapa langkah hukum yang dapat diambil masyarakat terkait pinjol ilegal
1.Segera melunasi pinjaman sebelum data atau informasi pribadi dibuka kepada pihak lain
dan umum
2.Mengajukan permohonan restrukturisasi dan penjadwalan ulang pinjaman kepada penyedia
Pinjol yang bersangkutan (apabila peminjam masih mampu melunasi pinjamannya)
3.Melaporkan aplikasi penyedia Pinjol ilegal ke Menkominfo, OJK, Satgas Waspada
Investasi atau polisi.
4. Segera melaporkan praktik predatory lending kepada polisi, disertai dengan bukti awal
yang diperlukan (misalnya rekaman suara, rekaman video, tangkapan layar SMS atau
korespondensi lainnya untuk penyedia Pinjol ilegal), saksi dan bukti lain yang diperlukan
enting juga dicatat bahwa berdasarkan Peraturan OJK No. 31/POJK.07/2020 tentang
Penyelenggaraan Layanan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan oleh Otoritas
Jasa Keuangan (“Peraturan 31/2020”), ruang lingkup pengaduan yang akan diselesaikan oleh
OJK terbatas pada pengaduan berbasis sengketa dan/atau pengaduan pelanggaran, khususnya
atas pengaturan di bidang jasa keuangan. Akibatnya, OJK hanya dapat memproses pengaduan
terhadap aspek administratif pengoperasian Pinjol oleh penyedia Pinjol legal, yaitu dengan
ancaman pencabutan izin. Sementara itu, laporan pelanggaran oleh penyedia Pinjol ilegal
yang sebagian besar tergolong pelanggaran hukum pidana akan diserahkan ke polisi.
Referensi :
https://konsumencerdas.id/analisis/perlindungan-konsumen-terhadap-jasa-pinjol-ilegal

Anda mungkin juga menyukai