Anda di halaman 1dari 54

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Teori Pembelajaran

Mengkaji teori pembelajaran dengan teori belajar terdapat perbedaan yakni

dari posisional teorinya, apakah termasuk dalam tataran teori deskriptif atau

preskriptif. Menurut Bruner yang dikutip Yuberti menyatakan bahwa teori

pembelajaran adalah preskriptif dan teori belajar adalah deskriptif. Menurutnya,

preskriptif dikarenakan tujuan utama teori pembelajaran adalah menetapkan

metode pembelajaran yang optimal sedangkan teori deskriptif karena tujuan utama

belajar adalah menjelaskan proses belajar.1 Menurut Budiningsih dalam bukunya

menyatakan bahwa teori belajar hanya menaruh perhatian pada huungan diantara

variabel-variabel hasil belajar, sedangkan teori pembelajaran sebaliknya, teori ini

menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar

dapat terjadi proses belajar.2 Dengan kata lain, teori pembelajaran berurusan

dengan upaya mengontrol variabel-variabel yang di spesifikasikan dalam teori

belajar agar dapat memudahkan belajar.

Upaya Bruner untuk membedakan antara teori belajar yang deskriptif dan

teori pembelajaran yang perspektif dikembangkan lebih lanjut oleh Reigeluth dan

kawan-kawan, menyatakan bahwa principle and theories of instructional design

ray esttade in either a descriptive or perspective form. Teori dan prinsip-prinsip

pembelajaran yang deskriptif menempatkan variabel kondisi dan metode


1
Yuberti Yuberti, Teori Pembelajaran Dan Pengembangan Bahan Ajar Dalam Pendidikan
(Bandar Lampung: Anugrah Utama Raharja (AURA), 2014).
2
Asri Budiningsih, Belajar Dan Pembelajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 2011).

PAGE \* MERGEFORMAT 21
PAGE \* MERGEFORMAT 65

pembelajaran sebagai givens dan menempatkan hasil pembelajaran sebagai

variabel yang diamati.3 Dengan kata lain, kondisi dan metode pembelajaran

sebagai variabel bebas dan hasil pembelajaran sebagai variabel tergantung. Lebih

lanjut dijelaskan bahwa teori-teori dan prinsip-prinsip pembelajaran yang

prespkriptif, kondisi dan hasil pembelajaran ditempatkan sebagai givens dan

metode yang optimal ditetapkan sebagai variabel yang diamati. Dengan demikian,

kondisi dan hasil pembelajaran sebagai variabel bebas, sedangkan metode

pembelajaran di tempatkan sebagai variabel tergantung. Hubungan antara variabel

inilah yang menunjukkan perbedaan antara teori pembelajaran antara yang

deskriptif dan preskriptif.

Dengan kata lain, teori pembelajaran menghubungkan antara kegiatan

pembelajaran dengan proses-proses psikologis dalam diri peserta didik sedangkan

teori belajar mengungkapkan hubungan antara kegiatan peserta didik dengan

proses-proses psikologis dalam diri peserta didik. Atau teori belajar

mengungkapkan hubungan antara fenomena yang ada dalam diri peserta didik.

Teori pembelajaran harus memasukkan variabel metode pembelajaran. Bila tidak

maka teori itu bukanlah teori pembelajaran. Hal ini penting, sebab banyak terjadi

apa yang dianggap sebagai teori pembelajaran yang sebenar nya teori belajar.

Teori pembelajaran selalu menyebutkan metode pembelajaran, sedangkan teori

belajar sama sekali tidak berurusan dengan metode pembelajaran.

B. Teori Kecerdasan Majemuk

3
Budiningsih.
PAGE \* MERGEFORMAT 65

Teori kecerdasan majemuk kali pertama dikenalkan pada tahun 1983 oleh

Howard Gardner. Teori kecerdasan majemuk ini membantah Standford Binet Test

yang menyatakan bahwa hitungan tradisional tidak kuat menilai kecerdasan. Test

Binet pada dasarnya adalah tes yang mengungkap kemampuan intelektual

seseorang dalam jangka pendek tetapi ternyata digunakan juga untuk menentukan

rangking peserta didik. Menurut Suarca dkk., hasil tes intelegence quotient (IQ)

hanya berkontribusi 25 persen terhadap kemampuan seseorang.4 Artinya, ada

kemampuan-kemampuan lain yang harus diungkap pada diri seseorang yang

terbukti secara empirik berkontribusi terhadap kemampuan seseorang. Menurut

Howard Gardner, kecerdasan seseorang melebihi dari hanya sekedar intelligence

quotient atau IQ, karena IQ yang tinggi tanpa adanya produktivitas bukan

termasuk kecerdasan yang baik.5 Oleh karena itu, menurutnya bahwa anak harus

dinilai berdasarkan apa yang mereka lakukan dan kerjakan bukan apa yang tidak

dapat mereka lakukan dan kerjakan.

Kecerdasan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang guna

memecahkan masalah-masalah dan mempunyai nilai lebih dalam lingkup sosial

kemasyarakatan. Kecerdasan dapat diartikan pula sebagai biopsikologikal guna

mengolah dan menganalisis informasi-informasi sehingga dapat memecahkan

masalah-masalah, menciptakan sesuatu yang dapat menambah nilai-nilai kearifan

budaya setempat. Menurut Haward Garder, ada delapan kecerdasan peserta didik

yang harus dikembangkan, yakni: (1) kecerdasan linguistik, (2) kecerdasan

4
Kadek Suarca, Soetjiningsih Soetjiningsih, and IGA Endah Ardjana, ‘Kecerdasan
Majemuk Pada Anak’, Sari Pediatri 7, no. 2 (2016): 85–92.
5
Howard Gardner, The Development and Education of the Mind: The Selected Works of
Howard Gardner (Routledge, 2006).
PAGE \* MERGEFORMAT 65

logika-matematika, (3) kecerdasdan gerak tubuh, (4) kecerdasan musikal, (5)

kecerdasan visual-spasial, (6) kecerdasan interpersonal, (7) kecerdasan

intrapersonal, dan (8) kecerdasan naturalis. 6 Tetapi, teori yang dikemukan Howard

Garder belum megungkap adanya kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual

merupakan kecerdasan seseorang yang menghasilkan karya kreatif dalam berbagai

bidang kehidupan, karena upaya manusiawi yang suci “bertemu”dengan inspirasi

Ilahi.7 Sedangkan menurut Zohar dan Marshall dalam Rahmawati and Sarnoto

bahwa kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan untuk menghadapi dan

memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan

prilaku dan hidup mana seseorang yang lebih luas dan kaya.8

C. Teori Membaca

Beberapa pakar telah memberikan makna tentang membaca. Menurut

Menurut Hodgson seorang ahli Bahasa menyatakan bahwa membaca adalah suatu

proses untuk memperoleh pesan yang disampaikan penulis melalui media berupa

kata-kata atau bahasa tulis.9 Selain itu, Richard C. Anderson dan W. Barry Biddle

menyatakan bahwa membaca adalah proses penyandian kembali (re-coding) dan

pembacaan sandi (de-coding), dimana sandi tersebut berupa lambang atau simbol

bahasa tulis.10 Sementara itu, Erna Ikawati juga memberikan definisi tentang
6
Howard E. Gardner, Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences (Hachette Uk,
2011).
7
Kasih Haryo Basuki, ‘Pengaruh Kecerdasan Spiritual Dan Motivasi Belajar Terhadap
Prestasi Belajar Matematika’, Formatif: Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA 5, no. 2 (2015).
8
Sri Tuti Rahmawati and Ahmad Zain Sarnoto, ‘Kecerdasan Spiritual Perspektif Al-
Qur’an’, Madani Institute 1, no. 3 (2020): 1–14.
9
F. M. Hodgson, ‘An Experiment in Language Learning’, The Canadian Modern Language
Review 14, no. 3 (1958): 17–20, https://doi.org/10.3138/cmlr.14.3.17.
10
Richard C. Anderson and W. Barry Biddle, ‘On Asking People Questions about What
They Are Reading’, in Psychology of Learning and Motivation, vol. 9 (Elsevier, 1975), 89–132.
PAGE \* MERGEFORMAT 65

membaca yaitu suatu proses yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan

suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas, dan agar makna kata-

kata secara individual akan dapat diketahui.11

Menurut Teori "top-down" dan "bottom-up", membaca merupakan konsep

yang telah diusulkan oleh berbagai ahli dan peneliti dalam bidang psikolinguistik

dan psikologi kognitif. Salah satu pemikir utama yang mengembangkan Teori top-

down adalah Frank Smith dan Kenneth Goodman sebagaimana dikutip oleh David

E. Eskey dan William Grabe menyatakan bahwa teori membaca menekankan

peran pengetahuan, konteks, dan harapan pembaca dalam membentuk pemahaman

dimana pembaca menggunakan pengetahuan mereka untuk mengisi makna dan

konteks dalam membaca.12 Sedangkan teori bottom-up yang digagas oleh Keith

Rayner et al., menekankan pada pengenalan huruf, kata, dan kalimat sebagai

langkah-langkah dasar dalam membentuk pemahaman.13

Berdasarkan pandangan teori di atas, dapat disintesiskan bahwa membaca

merupakan proses kompleks dimana individu menggunakan keterampilan

linguistik dan pemahaman untuk mengurai dan menginterpretasikan teks tertulis.

Dalam membaca, pembaca menggabungkan pengetahuan sebelumnya dengan

informasi yang terdapat dalam teks, menggunakan strategi "top-down" untuk

memprediksi dan mengaktifkan skema kognitif mereka, serta melakukan

pengenalan huruf, kata, dan kalimat secara berurutan menggunakan pendekatan


11
Erna Ikawati, ‘Upaya Meningkatkan Minat Membaca Pada Anak Usia Dini’, Logaritma:
Jurnal Ilmu-Ilmu Pendidikan Dan Sains 1, no. 02 (2013): 1–15,
https://doi.org/10.24952/logaritma.v1i02.219.
12
David E. Eskey and William Grabe, ‘15 Interactive Models for Second Language
Reading: Perspectives on Instruction’, Interactive Approaches to Second Language Reading 223
(1988).
13
Keith Rayner et al., ‘How Psychological Science Informs the Teaching of Reading’,
Psychological Science in the Public Interest 2, no. 2 (2001): 31–74.
PAGE \* MERGEFORMAT 65

"bottom-up". Proses membaca juga melibatkan pemrosesan informasi dalam dua

jalur: pengenalan kata secara otomatis dan pemahaman yang lebih mendalam.

Selain itu, membaca bukan hanya sekadar pengenalan kata-kata, tetapi juga

memahami makna yang tersembunyi, menghubungkan informasi, dan

mengembangkan pemahaman yang lebih luas tentang dunia dan konsep-konsep

yang terkandung dalam teks.

Ada 4 (empat) ayat yang menganjurkan untuk selalu membaca al-Qur’ān,

yaitu: Surat Al-'Ankabut (29) ayat 45, Surat Al-Ahzab (33) ayat 34, Surat Fatir

(35) ayat 29, dan Surat Al-A’la (87) ayat 6. Ayat-ayat tersebut adalah sebagai

berikut:

ۗ ‫اْتُل َم ا ُأوَيِح َلْي َك ِم َن اْلِكَتاِب َو َأِق ِم الَّص اَل َةۖ َّن الَّص اَل َة َتَهْنٰى َع ِن اْلَفْح َش اِء َو اْلُم ْنَك ِر‬
‫ِإ‬ ‫ِذَل ْك ِهَّلل َأْك ِإ‬
‫و‬
‫ُع َن‬ ‫َن‬ ‫ْص‬‫َت‬ ‫ا‬ ‫َم‬ ‫ْعُمَل‬ ‫ُهَّلل‬
‫َو َي‬ ‫ا‬ ۗ ‫ُرَب‬ ‫َو ُر ا‬
Artinya: Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al
Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat
Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang
lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S Al-'Ankabut
[29]: 45).

‫َو اْذ ُكْر َن َم ا ُيْتٰىَل يِف ُبُي وِتُكَّن ِم ْن آاَي ِت اِهَّلل َو اْلِحَمْكِة ۚ َّن اَهَّلل اَك َن َلِط يًفا َخِب ًري ا‬
‫ِإ‬
Artinya: Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan
hikmah (sunnah nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut
lagi Maha Mengetahui. (Q.S Al-Ahzab [33]: 34).

‫َّن اِذَّل يَن َيْتُلوَن ِكَتاَب اِهَّلل َو َأَقاُم وا الَّص اَل َة َو َأْنَفُقوا ِم َّم ا َر َز ْقَناْمُه ًّرِس ا َو َعاَل ِنَيًة َيْر ُج وَن‬
‫ِإ‬
‫َجِتاَر ًة َلْن َتُب َرو‬
PAGE \* MERGEFORMAT 65

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan


mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami
anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan,
mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, (Q.S
Fatir [35]: 29)

‫َس ُنْقِر ُئَك َفاَل َتْنٰىَس‬


Artinya: Kami akan membacakan (Al Quran) kepadamu (Muhammad) maka kamu
tidak akan lupa, (Q.S Al-A’la [87]: 6)

D. Pembelajaran al-Qur’ān

Penggunaan kata pembelajaran mulai dipopulerkan sejak diberlakukannya

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pembelajaran merupakan

proses interaksi antara Guru, murid, dan sumber belajar dalam suatu lingkungan

belajar. Menurut Abudin Nata, pembelajaran adalah usaha untuk mempengaruhi

jiwa, kecerdasan, dan spiritual seseorang agar mampu belajar dengan kemauannya

sendiri. Sedangkan Gagne menyatakan bahwa pembelajaran adalah rangkaian

aktivitas yang sengaja dibuat guna memudahkan proses pembelajaran. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan interaksi antara

Guru, peserta didik, dengan lingkungannya secara sadar agar jiwa, kecerdasan dan

spiritual mereka mengalami perubahan yang baik.

Selain itu, pembelajaran juga dapat dipahami sebagai perpaduan aktivitas

berbeda, yakni aktivitas belajar dan aktivitas mengajar. Belajar merupakan

aktivitas dominan yang mengacu pada peserta didik, sedangkan mengajar


PAGE \* MERGEFORMAT 65

mengacu pada aktivitas yang dilakukan oleh Guru. Menurut Abdul Majid,

pembelajaran adalah kegiatan terstruktur dan terencana yang mengkondisikan

seseorang agar mampu belajar secara baik sesuai dengan tujuan pembelajaran

yang telah ditetapkan. Karena itu, kegiatan pembelajaran yang dilakukan Guru

akan berujung pada dua kegiatan pokok: pertama, bagaimana orang melakukan

tindakan perubahan tingkah laku melalui kegiatan belajar; dan kedua, bagaimana

orang melakukan tindakan penyampaian ilmu pengetahuan melalui kegiatan

mengajar. Dengan demikian, pembelajaran dapat disimpulkan sebagai kondisi

eksternal kegiatan belajar yang dilakukan Guru dalam mengkondisikan peserta

didik untuk belajar.

Merujuk pada definisi di atas, pembelajaran erat hubungannya dengan

proses belajar dan mengajar. Unsur belajar, mengajar, dan pembelajaran tidak

dapat dipisahkan dalam lingkup pendidikan. Dari uraian tersebut dapat

digambarkan bahwa belajar merupakan proses internal peserta didik sedangkan

pembeljaran merupakan kondisi eksternal peserta didik dalam proses belajar.

Secara sederhana, perbedaan konsep belajar, mengajar, dan pembelajaran dapat

dilihat melalui Tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1 Perbedaan Konsep Belajar, Mengajar, dan Pembelajaran

Konsep Sudut pandang


Belajar Peserta didik
Mengajar Pendidik (Guru)
Pembelajaran Interaksi antara peserta didik, pendidik (Guru), dan
media/sumber belajar
PAGE \* MERGEFORMAT 65

Berdasarkan Tabel 2.1 di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai komponen yang saling keterkaitan

satu dengan yang lainnya. Komponen yang dimaksud adalah tujuan, materi,

metode, dan penilaian (evaluasi). Keempat komponen ini harus diperharikan Guru

dalam merancang, memilih, dan menentukan model atau metode pembelajaran

apa yang akan digunakan dalam melakukan proses pembelajaran.

Al-Qur’ān merupakan kitab suci umat Muslim, sebagai sumber hukum

paling utama dalam hukum Islam. Di dalamnya terdapat pedoman hidup umat

manusia yang harus dijalankan agar tercapai keselamatan, kebahagiaan, dan

keberkahan hidup di dunia dan di akhirat. Secara bahasa (etimologi), al-Qur’ān

berasal dari asal kata qara’a, yaqra’u, qira’atan, qur’ānan yang berarti sesuatu

yang dibaca. Pendeknya, al-Qur’ān adalah sesuatu yang dibaca. Karena itu,

dianjurkan kepada umat manusia khususnya Muslim untuk membaca al-Qur’ān

sekaligus mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Ahsin, al-Qur’ān adalah Kalam Allah yang bernilai mukjizat,

diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw melalui perantara Malaikat Jibril lalu

diriwayatkan kepada umatnya secara mutawatir, bernilai ibadah dalam

membacanya, dan tidak dapat diragukan akan kebenarannya. Kebenaran dan

keterpeliharaan al-Qur’ān sudah terbukti. Dalam beberapa ayat, Allah Swt

menegaskan akan kebenaran dan keterpeliharaan al-Qur’ān. Selain itu, Zakiyah

Darajat menyatakan bahwa membaca al-Qur’ān adalah ilmu yang memiliki nilai

seni dan bernilai ibadah membacanya. Karena menurutnya, al-Qur’ān mempunyai

keistimewaan sebagai berikut: (1) Kalam Allah yang dibukukan, dan terjaga
PAGE \* MERGEFORMAT 65

kemurniannya karena dijamin langsung oleh Allah Swt; (2) diturunkan kepada

Nabi Muhammad Saw secara bertahap sesuai kebutuhan dan perkembangan

pikiran; (3) mengandung ajaran menyerluruh, berlaku pada segala tempat dan

situasi, serta menjadi pedoman hidup sepanjang zaman; (4) mukjizat Nabi

Muhammad Saw yang tidak dapat disaingin baik dari segi isi, bahasa, maupun

keabadiannya; serta (5) terjamin kemurnian dan keasliannya.

Keistimewaan tersebut membuat pembelajaran al-Qur’ān menempati posisi

tersendiri yang harus dibaca, dipelajari, dikaji, ditelaah, dan diamalkan dalam

kehidupan sehari-hari. Mengingat pentingnya al-Qur’ān dalam kehidupan umat

manusia maka membacanya secara baik dan benar sesuai kaidah ilmu tajwid

merupakan sebuah kewajiban yang harus dijalankan. Tujuan mempelajari al-

Qur’ān adalah untuk meningkatkan kualitas diri mansuia dalam semua aspek

kehidupan baik akidah, ibadah, akhlak, mental, spiritual, sosial secara menyeluruh

dan seimbang sesuai fungsinya manusia yaitu khalifa fi al-Arḍh.

Menurut Kathy L. Guthrie dan Tamara Bertrand Jones, pembelajaran

merupakan suatu pola atau rantai gerakan yang terpisah yang di timbulkan oleh

sinyal-sinyal stimulus lingkungan dan internal.14 Pandangan Guthrie dan Jones

tentang asosiasi tergantung pada stimulus dan respon, peran penguatan memiliki

interpretasi unik. Sedangkan menurut Marx dalam Dahar menyatakan bahwa

pembelajaran merupakan suatu upaya sistematik dan disengaja untuk menciptakan

kondisi agar kegiatan belajar dan mengajarkan.15 Sementara itu, Iswadi

14
Kathy L. Guthrie and Tamara Bertrand Jones, ‘Teaching and Learning: Using
Experiential Learning and Reflection for Leadership Education’, New Directions for Student
Services 2012, no. 140 (2012): 53–63.
15
Ratna Wilis Dahar, Teori Belajar Dan Pembelajaran (Jakarta: Erlangga, 2011).
PAGE \* MERGEFORMAT 65

menyatakan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses atau upaya

menciptakan kondisi belajar dalam mengembangkan kemampuan minat dan bakat

peserta didik secara optimal, sehingga kompetensi dan tujuan pembelajaran dapat

tercapai.16

Dengan demikian, dalam proses pembelajaran, terjadi interaksi belajar dan

mengajar dalam suatu kondisi tertentu yang melibatkan beberapa unsur, baik

unsur ekstrinsik maupun intrinsik yang melekat pada diri peserta didik dan guru,

termasuk lingkungan. Dalam konteks pembelajaran,sama sekali tidak berarti

memperbesar peranan peserta didik di satu pihak dan memperkecil peranan guru

di pihak lain. Dalam pembelajaran, guru tetap harus berperan secara optimal,

demikian juga halnya dengan peserta didik.

Proses pembelajaran melibatkan berbagai kegiatan dan tindakan yang perlu

dilakukan oleh siswa untuk memperoleh hasil belajar yang baik. Kesempatan

untuk melakukan kegiatan dan perolehan hasil belajar ditentukan oleh pendekatan

yang digunakan oleh guru-siswa dalam proses pembelajaran tersebut. Dalam

kegiatan pembelajaran, tidak lepas dari istilah pendekatan, yang kemudian lebih

dikenal dengan pendekatan pembelajaran. Pendekatan memiliki pengetahuan yang

berbeda dengan strategi, pendekatan bersifat filosofis paradigmatik yang

mendasari aplikasi strategi dan metode. Pendekatan adalah pola atau cara berpikir

atau dasar pandangan terhadap sesuatu. Pendekatan dapat diimplementasikan

dalam sejumlah strategi sedangkan, strategi adalah pola umum perbuatan guru-

siswa di dalam perwujudan kegiatan pembelajaran. Strategi dapat

diimplementasikan dalam beberapa metode.


16
Iswadi Iswadi, Teori Belajar (Aceh: Natural Aceh, 2021).
PAGE \* MERGEFORMAT 65

Syekhul Islam Muhyiddin Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf An-Nawawi

dalam kitabnya, Riyaadhus-Shaalihiin, membuat bab khusus tentang keutamaan

membaca al-Qur’ān, di antaranya:

Pertama, al-Qur’ān akan menjadi syafaat atau penolong di hari kiamat

untuk para pembacanya.

« : ‫ ِمس عُت رسوَل اِهَّلل َص ىّل ُهللا َعَلْي ِه وَس مَّل يقوُل‬: ‫عن َأيب ُأماَم َة ريض اهَّلل عنُه قال‬
‫اْقَر ُؤ ا الُقْر آَن ف َّنُه َيْأيت َيْو م القيامِة َش ِفيعًا ألحْص اِبِه » رواه مسمل‬
‫ِإ‬
Artinya: Dari Abu Amamah ra, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda,
“Bacalah al-Qur’ān, karena sesungguhnya ia akan menjadi syafaat bagi
para pembacanya di hari kiamat.” (HR. Muslim);

Kedua, orang yang mempelajari dan mengajarkan al-Qur’ān merupakan

sebaik-baik manusia.

« : ‫ قاَل رسوُل اِهَّلل َص ىّل ُهللا َعَلْي ِه وَس مَّل‬: ‫عن عامثَن بن عفاَن رَيض اهَّلل عنُه قال‬
‫َخ ريمُك َمْن َتَعَمَّل الُقْر آَن َو عَّلمُه » رواه البخاري‬
Artinya: Dari Usman bin Affan ra, Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik kalian
adalah yang mempelajari al-Qur’ān dan mengajarkannya.” (HR.
Tirmidzi);

Ketiga, untuk orang-orang yang mahir membaca al-Qur’ān, maka kelak ia

akan bersama para malaikat-Nya;

‫ « اِذَّل ي َيقَر ُأ‬: ‫ قال رسوُل اِهَّلل َص ىّل ُهللا َعَلْي ِه وَس مَّل‬: ‫عن عائشة ريض اهَّلل عهنا قالْت‬
. ‫الُقْر آَن َو ُهو ماِه ٌر ِبِه مَع الَّس َفرِة الكَر اِم الربَر ِة » متفٌق عليه‬
Artinya: Dari Aisyah ra, berkata; bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Orang yang
membaca al-Qur’ān dan ia mahir membacanya, maka kelak ia akan
bersama para malaikat yang mulia lagi taat kepada Allah.” (HR.
Bukhari Muslim);
PAGE \* MERGEFORMAT 65

Keempat, untuk mereka yang belum lancar dalam membaca dan

mengkhatamkan al-Qur’ān, tidak boleh bersedih, sebab Allah tetap berikan dua

pahala.

‫« َو ٌاِذَل ي َيُقرٌا الُقراَن َو َيَتَتعَتُع ِف يه َو ُه َو َعَليِه َش اٌق هَل َاَج ران » متفٌق عليه‬
Artinya: Rasulullah bersabda, “Dan orang yang membaca Al-Qur’an, sedang ia
masih terbata-bata lagi berat dalam membacanya, maka ia akan
mendapatkan dua pahala.” (HR. Bukhari Muslim);

Kelima, al-Qur’ān dapat meningkatkan derajat kita di mata Allah.

‫ « َّن اهَّلل‬: ‫عن معَر بن اخلطاِب ريض اهَّلل عنُه َأَّن الَّنَّيِب َص ىّل ُهللا َعَلْي ِه وَس مَّل قال‬
‫ِإ‬
‫يرَفُع هِب َذ ا الكتاب َأقوامًا ويَض ُع ِبِه آَخرين » َر َو اُه ُم ْس ُمِل‬
Artinya: Dari Umar bin Khatab ra. Rasulullah saw. bersabda,: “Sesungguhnya
Allah SWT. akan mengangkat derajat suatu kaum dengan kitab ini (al-
Qur’ān), den dengannya pula Allah akan merendahkan kaum yang lain.”
(HR. Muslim);

Dalam literatur hadis lain, dijelaskan juga tentang keutamaan membaca al-

Qur’ān. Antara lain, bahwa Allah akan menurunkan ketenangan, rahmat dan

memuji suatu kaum yang melantunkan ayat-ayat al-Qur’ān, serta malaikat akan

melingkarinya.

‫ « َو َم ا اْج َتَم َع َق ْو ٌم يِف َبْيٍت ِم ْن‬: ‫ َقاَل َر ُس ْو ُل هللا‬: ‫َع ْن َأيِب ُه َر ْيَر َة َر َيِض ُهللا َع ْنُه َقاَل‬
‫ إ َّال َنَز َلْت َعَلِهْي ُم الَّس ِكيَنُة َو َغِش َيُهْتُم‬، ‫ َو َيَتَد اَر ُس وَنُه َبْيُهَنْم‬، ‫ُبُي وِت ِهللا َيْتُل وَن ِكَت اَب ِهللا‬
‫ِف‬
. ‫ َو َذ َكَر ُمُه ُهللا َميْن ِع ْن َد ُه » َر َو اُه ُم ْس ُمِل‬، ‫ َو َح َّفُهْتُم اْلَم َال ِئَكُة‬، ‫الَّر َمْح ُة‬

Artinya: Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: “Rasulullah SAW. bersabda,


“Tidaklah suatu kaum berkumpul dalam salah satu rumah dari rumah-
rumah Allah (masjid), untuk membaca al-Qur’ān dan mempelajarinya,
kecuali akan diturunkan kepada mereka ketenangan, dan mereka
dilingkupi rahmat Allah, para malaikat akan mengelilingi mereka dan
PAGE \* MERGEFORMAT 65

Allah akan menyebut-nyebut mereka di hadapan makhluk-Nya yang


berada didekat-Nya (para malaikat).” (HR. Muslim)

Selain itu, mengkhatamkan al-Qur’ān adalah amal yang paling

dicintai Allah. Dalam hadis riwayat Imam Tirmidzi dijelaskan:

‫ اْلَح اُّل‬: ‫ َقاَل َر ُج ٌل اَي َر ُس وَل اِهَّلل َأُّي اْلَع َم ِل َأَحُّب ىَل اِهَّلل ؟ َقاَل‬: ‫َع ْن اْبِن َع َّباٍس َقاَل‬
‫ِإ‬
‫ َو َم ا اْلَح اُّل اْلُمْر ِحَت ُل ؟ َقاَل اِذَّل ي َيِرْضُب ِم ْن َأَّو ِل اْلُقْر آِن ىَل آِخ ِر ِه َّلُكَم ا‬: ‫ َقاَل‬- ‫اْلُمْر ِحَت ُل‬
‫ اَب ب َم ا َج اَء َأَّن ِإ اْلُقْر آَن ُأْنِز َل‬- ‫ – سنن الرتمذي‬2872 : ‫(رواه الرتمذي‬. ‫َح َّل اْر َحَتَل‬
)202 : ‫ – صفحة‬10 : ‫َعىَل َس ْب َع ِة َأْح ُر ٍف – اجلزء‬
Artinya: Dari Ibnu Abbas ra, beliau mengatakan ada seseorang yang bertanya
kepada Rasulullah saw., “Wahai Rasulullah, amalan apakah yang paling
dicintai Allah?” Beliau menjawab, “Al-hal wal murtahal.” Orang ini
bertanya lagi, “Apa itu al-hal wal murtahal, wahai Rasulullah?” Beliau
menjawab, “Yaitu yang membaca al-Qur’ān dari awal hingga akhir.
Setiap kali selesai ia mengulanginya lagi dari awal.” (HR.
Tirmidzi:2872, Sunan Tirmidzi, Bab maa jaa-a annal-Qur’an unzila ‘alaa
sab’ati ahruf, juz 10, hal.202)

Pada saat manusia membaca dan mencermati kehidupan ciptaan Allah yang

ada di angkasa, kira-kira berapa banyak cabang ilmu pengetahuan yang lahir dari

padanya?. Pada saat manusia membaca dan mencermati ciptaan Allah di daratan,

berapa banyak cabang ilmu pengetahuan yang lahir dari padanya?. Sesaat manusia

membaca dan mencermati dirinya sendiri dan interaksinya dengan orang lain

dalam segala aktivitasnya, seperti dalam kegiatan politik, sosial, ekonomi, dan

lainnya, berapa banyak cabang ilmu pengetahuan yang lahir daripadanya?. Dalam

surat al-Qomar (54) ayat 49 Allah mengatakan, yang artinya: “Sesungguhnya

Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran”.

Ketika dialog intelektual terus dilakukan terhadap al-Qur’ān dalam bentuk

respon umat Islam terhadap ciptaan Allah dan sepanjang hal itu tetap berada
PAGE \* MERGEFORMAT 65

dalam payung al-Qur’ān, maka ilmu yang lahir dari padanya bersifat Qur‟ani.

Dengan demikian semua implikasi yang bersifat mengiringi ilmu-ilmu tersebut

dengan sendirinya juga bersifat Qurani. Dalam perkataan yang lain, dialog

intelektual umat Islam terhadap al-Qur’ān dengan sendirinya akan melahirkan

produk budaya, baik berupa pemikiran, aturan-aturan, hukum-hukum, perilaku

individu dan kolektif, serta produk-produk material lainnya, yang bersifat Qurani

dan sekaligus Islami. Dalam hal ini Islamisasi ilmu pengetahuan dan yang

mengirinya secara otomatis terjadi secara simultan.

Sebagai kitab suci yang bertujuan untuk memberikan petunjuk kepada umat

manusia di mana dan kapan pun, dapat dipastikan bahwa al-Qur’ān senatiasa akan

berhadapan dan berdialog dengan beraneka macam budaya. Dari sudut pandang

ini, ketika budaya dimaknakan sebagai suatu model pendekatan terhadap al-

Qur’ān, maka al-Qur’ān bisa berfungsi melegitimasi, meluruskan, dan menolak

sama sekali budaya tersebut. Sudah lumrah diketahui bahwa posisi al-Qur’ān

terhadap kebudayaan Arab misalnya, adalah berkisar pada tiga fungsi di atas. al-

Qur’ān misalnya melegitimsi tradisi musyawarah yang biasa dilakukan oleh

pemerintahan konfederasi suk-suku Qurisy sebelum kedatangan Islam. al-Qur’ān

misalnya meluruskan posisi anak perempuan di atas anak laki-laki mereka. al-

Qur’ān juga menolak untuk menerima cara-cara jahiliyah yang melakukan praktek

riba.

Tanpa bermaksud mengingkari tiga fungsi di atas, ketika Al-Qur’ān

berhadapan dengan suatu budaya, akan terjadi dialog yang kreatif di antara

keduanya. Berkembangnya model penafsiran terhadap Al-Qur’ān sejak masa


PAGE \* MERGEFORMAT 65

klasik Islam sampai dengan masa modern dapat dijadikan bukti telah terjadinya

dialog yang kreatif antara Al-Qur’ān dengan perkembangan budaya manusia.

Berkembangnya model-model tafsir Al-Qur’ān seperti tafsir bi al-Ma’tsur, bi

alRa’yi (Penalaran), Shufy (Tasawuf), Fiqhy (Fiqh), Falsafy (Filsafat), Ilmy

(Ilmiah atau Ilmu Pengetahuan), dan Abady (Kemasyarakatan) menguatkan

adanya kontekstualitas al-Qur’ān terhadap kecenderungan budaya manusia.

Dari uraian di atas dapat diberikan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1)

Al-Qur’ān merupakan kitab suci yang tujuan utamanya adalah menjadi petunjuk

kehidupan bagi manusia. Dengan mengikuti petunjuk dalam al-Qur’ān manusia

akan bergerak ke jalan yang searah dengan tujuan penciptaannya. 2) Al-Qur’ān

telah membuktikan dirinya sebagai kitab petunjuk yang berhasil membentuk

kehidupan sosial yang memiliki keseimbangan material dan spiritual. Syarat yang

harus ditempuhnya adalah dilakukannya dialog yang kreatif dan terus menerus,

sehingga Al-Quran menjadi jiwa dalam kehidupan.

Dialog intelektual yang dilakukan secara kreatif dan terus menerus terhadap

al-Qur’ān pada saatnya akan melahirkan jenis kebudayaan tertentu yang bersifat

Qurani. Kebudayaan yang lahir, baik dalam bentuk pemikiran, atauran-aturan,

tatanan sosial, maupun yang bercorak material, tidak akan lepas dari jiwa al-

Quran. 4. Apabila al-Qur’ān dihadapkan dengan suatu jenis kebudayaan tertentu,

setidaknya ada tiga fungsi yang melekat padanya, yaitu memberikan legitimasi,

meluruskan (memperbaiki), dan menolak sama sekali. Meskipun demikian sangat

mungkin akan terjadinya dialog yang kreatif antara al-Qur’ān dengan kebudayaan
PAGE \* MERGEFORMAT 65

tersebut. Lahirnya beraneka tafsir terhadap al-Qur’ān merupakan salah satu bukti

dari adanya dialog kreatif tersebut..

Dari penjelasan tersebut, membaca al-Qur’ān adalah menjadi modal dasar

bagi seseorang untuk mempelajari pelajaran lainnya sekaligus sebagai bekal

kehidupannya. Juga dapat dipahami bahwa pembelajaran al-Qur’ān adalah proses

interaksi antara Guru, peserta didik, sumber belajar tentang kemampuan membaca

atau melafalkan al-Qur’ān sesuai kaidah ilmu tajwid, kemampuan memahami

makna kata dalam al-Qur’ān, serta mengkaji ayat-ayat al-Qur’ān. Untuk itu ada

beberapa langkah dalam mempelajari dan memahami al-Qur’ān di antaranya:

1. Ahkamus Shaut

Menurut Sholihin, ahkamus shaut sebagai hukum suara dalam Ilmu al-

Ashwat yang mengkaji tentang pembentukan, perpindahan, dan penerimaan bunyi

bahasa.17 Sekarang, Ilmu al-Ashwat lebih populer dikenal dengan Ilmu Fonetik,

yaitu ilmu yang mengkaji dasar fisik bunyi-bunyi bahasa. 18 Dalam

implementasinya, ilmu ini membutuhkan praktik bukan sekadar teori. 19 Ilmu al-

Ashwat memegang peranan esensial dalam pembelajaran Al-Qur’ān. Ilmu ini

bertujuan untuk mengenalkan dan memberikan pemahaman bunyi kepada para

peserta didik karena mereka ketika berkomunikasi menggunakan bunyi dalam

pelafalannya. Dengan demikian, ahkamus shaut merupakan ilmu fonetik yang

17
Muhammad Nur Sholihin, ‘Peran Ilmu Al-Ashwat Dalam Pelafalan Huruf Hijaiyah
(KajianTeoritik Linguistik Terapan)’, SALIHA: Jurnal Pendidikan & Agama Islam 3, no. 2 (2020):
110–27.
18
Masyhur Dungcik Senen, ‘Kontribusi Ilmu Fonetik Dalam Studi Bahasa Arab’,
Tamaddun: Jurnal Kebudayaan Dan Sastra Islam 17, no. 1 (2017): 37–58.
19
Sholihin, ‘Peran Ilmu Al-Ashwat Dalam Pelafalan Huruf Hijaiyah (KajianTeoritik
Linguistik Terapan)’.
PAGE \* MERGEFORMAT 65

mengkaji pembentukan, perpindahan, dan penerimaan bunyi lafal yang tidak

hanya teori namun harus dipraktikkan.

Senen menyatakan bahwa para ahli bahasa mengklasifikasikan ilmu fonetik


20
ke dalam 3 macam, yakni: akustik, auditoris, dan organis. Fonetik akustik

merupakan kajian interdisipliner antara ilmu fonetik dan akustik. 21 Selain itu,

Senen menggambarkan fonetik akustik bagaimana bunyi bahasa yang dihasilkan

oleh sumber suara (alat bicara) yang berwujud pada gelombang bunyi melalui

udara sehingga sampai ke dalam telinga pendengar.22 Sejalan dengan itu,

Oktaviani et al juga memberikan definisi bahwa fonetik akustik merupakan ilmu

yang mengkaji semua gejala bunyi.23 Ringkasnya, fonetik akustik adalah ilmu

yang menyelidiki bunyi menurut sifat-sifatnya sebagai getaran udara.

Fonetik auditoris mengkaji dan meneliti bunyi bahasa yang diterima oleh

pendengar yang diajak bicara.24 Karena banyak dipengaruhi oleh orang yang

mendengarkan bunyi maka fonetik auditoris sangat subyektif. Selain itu, Azizah

dan Nugraheni juga memberikan definisi bahwa fonetik auditoris sebagai ilmu

yang berfokus terhadap bagaimana bunyi bahasa dapat sampai alat pendengaran

manusia.25 Demikian pula dengan Yuliati dan Unsiah, mereka menyatakan bahwa

fonetik auditoris adalah kajian terhadap respon sistem pendengaran terhadap

20
Senen, ‘Kontribusi Ilmu Fonetik Dalam Studi Bahasa Arab’.
21
Yani Suryani, ‘Fonetik Akustik: Sebuah Pengantar Telaah Wujud Akustik Bahasa’,
Jurnal Sosioteknologi 16, no. 2 (2017): 219–23.
22
Senen, ‘Kontribusi Ilmu Fonetik Dalam Studi Bahasa Arab’.
23
Yolanda Oktaviani, Agus Syahrani, and Mellisa Jupitasari, ‘Tuturan Keinterogatifan
Bahasa Bugis Wajo’isolek Di Padang Tikar: Kajian Fonetik Akustik’, Jurnal Elektronik WACANA
ETNIK 10, no. 1 (2021): 45–53.
24
Senen, ‘Kontribusi Ilmu Fonetik Dalam Studi Bahasa Arab’.
25
Adella Nur Azizah and Aninditya Sri Nugraheni, ‘Lagu Sebagai Media Pembelajaran
Fonologi Pada Peserta didik Mi Muhammadiyah Trukan’, Jurnal Bahasa Dan Sastra 8, no. 1
(2020): 52–59.
PAGE \* MERGEFORMAT 65

rangsangan gelombang bunyi yang diterima oleh pendengar. 26 Dengan demikian,

secara sederhana, fonetik auditoris merupakan kajian terhadap respons sistem

pendengaran terhadap rangsangan gelombang bunyi yang diterima.

Fonetik organis mengkaji dan meneliti bunyi yang dihasilkan oleh alat

bicara manusia seperti bibir, lidah, dan mulut. 27 Pendekatan ini dianggap lebih

mudah dan praktis dilaksanakan karena alat yang digunakan sangat praktis.

Demikian pula, Ali mentakrifkan bahwa fonetik organis adalah ilmu yang

berfokus pada bagaimana bunyi-bunyi dapat diproduksi oleh alat-alat ucap

manusia.28 Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa ahkamus shaut

bagian dari ilmu ashwat (ilmu lingustik) yang berasaskan pada kajian pelafalan.

Pelafalan merupakan perantara kebahasaan yang terintegrasi dan telah digunakan

atau dilafalkan secara alami untuk berinteraksi antara satu dengan orang lainnya.

Pelafalan hakikatnya adalah gerakan yang dimulai dari diafragma di rongga yang

melingkar, mulut, dan hidung.

Malla mengelompokkan ilmu al-ashwat menjadi dua macam, yaitu: Ilmu Al-

Aswat Al-‘Am dan Ilmu Al-Aswat Al-khas.29 Demikian pula, ia mengklasifikasi

ilmu al-ashwat menjadi dua macam, yakni ilmu bunyi teoretis dimana ilmu bunyi

yang bersifat ilmu murni, dan ilmu bunyi standar yakni yang terdapat pada ilmu

tajwid. Penguasaan dan pemahaman terhadap al-Ashwat menjadi penting karena

ia memberikan peranan dalam keterampilan mendengar dan berbicara. Pelafalan

26
Ria Yuliati and Fridah Unsiah, Fonologi (Jawa Timur: Universitas Brawijaya Press,
2018).
27
Senen, ‘Kontribusi Ilmu Fonetik Dalam Studi Bahasa Arab’.
28
Dea Selviana Novita Ali, ‘Pengucapan Kosakata Bahasa Arab Bagi Penutur Bahasa
Sunda’, Tarling: Journal of Language Education 4, no. 1 (2020): 95–122.
29
Agussalim Beddu Malla, ‘Al-Aswat Indal Arab Baina Al-Qadim Wal Hadits’, Tamaddun
16, no. 2 (2017): 66–68.
PAGE \* MERGEFORMAT 65

yang baik akan menjadikan seseorang mampu mendengarkan dan memahami

simbol-simbol bunyi yang disampaikan orang lain. Sehingga dengan demikian,

proses mendengar telah berjalan baik dan keterampilan mendengar pun telah

dikuasai. Begitu juga dengan keterampilan berbicara.

Terdapat empat prinsip dalam pembelajaran ilmu al-Ashwat, yaitu:

keterampilan menyimak (al-Istima’), keterampilan berbicara (al-Kalam),

keterampilan membaca (al-Qira’ah), dan keterampilan menulis (al-Kitabah).

Secara umum, keterampilan menyimak dianggap sebagai keterampilan yang

esensial karena dapat memperoleh sejumlah perbendaharaan kata, pelafalan yang

sesai, dan pemahaman tata bahasa. Karena itu, seorang Guru dipandang sebagai

sentral dalam pelafalan ayat-ayat al-Qur’ān. Pelafalan dan pemahaman Guru yang

bagus tidak menjamin peserta didiknya mendapakan pelafalan yang bagus pulan.

Sebagaimana dinyatakan Mufidah bahwa berdasarkan hasil observasinya

dinyatakan observasi telah berulang kali dilakukan akan tetapi tidak menghasilkan

pelafala yang bagus.30 Secara implisit, ini menggambarkan bahwa ilmu al-Ashwat

menjadi esensial dalam keterampilan mendengar. Dengan mempraktikkan teori-

teori pelafalan bunyi dari ayat-ayat al-Qur’ān yang fasih maka mustami’

(pendengar) akan dapat memahami dan membedakan bunyi yang satu dengan

bunyi yang lainnya secara mudah sehingga pada akhirnya diperoleh pemahaman

yang sempurna.

2. Harfu Muqaththa’ah

30
Nuril Mufidah, ‘Metode Pembelajaran Al-Ashwat’, Al Mahāra: Jurnal Pendidikan
Bahasa Arab 4, no. 2 (2018): 199–218.
PAGE \* MERGEFORMAT 65

Menurut Umar, harfu muqaththa’ah merupakan huruf-huruf yang terdapat

dalam pembuka surat (fawatih al-shuwar).31 Berdasarkan penelurusan terhadap

harfu muqaththa’ah dalam al-Qur’ān ditemukan harfu muqaththa’ah ada dalam

28 surat yang terdapat dalam 29 ayat, yaitu: alif lam mim terdapat dalam: surat al-

Baqarah ayat 1, surat Ali Imran ayat 1, surat al-Ankabut ayat 1, surat al-Rum ayat

1, surat Luqman ayat 1, dan surat al-Sajdah ayat 1; alif lam ro’ terdapat dalam:

surat Hud ayat 1, surat Yusuf ayat 1, surat Ibrahim ayat 1, al-Hijr ayat 1; alif lam

mim ro’ terdapat dalam: surat al-Ra’d ayat 1; alif lam mim shad terdapat dalam

surat al-A’raf ayat 1; ha mim terdapat dalam: surat Gafir ayat 1, surat Fushshilat

ayat 1, surat al-Syura ayat 1, surat al-Zukhruf ayat 1, surat al-Dukhan ayat 1, surat

al-Jatsiyah ayat 1, al-Ahqaf ayat 1; ‘ain sin qaf terdapat dalam surat al-Syura ayat

2; shod terdapat dalam surat Shad ayat 1, tho sin mim terdapat dalam surat al-

Syu’ara ayat 1, surat al-Qashash ayat 1; tho sin terdapat dalam surat al-Naml ayat

1; tho ha terdapat dalam surat Thaha ayat 1; qof terdapat dalam surat Qaf ayat 1;

kaf ha ya ‘ain shod terdapat dalam surat Maryam ayat 1; nun terdapat dalam surat

al-Qalam; dan ya sin terdapat dalam surat Yasin ayat 1.

Harfu muqatha’ah di atas terdiri dari 14 huruf hijaiyah dengan beberapa

huruf yang terulang, seperti huruf alif terulang sebanyak 12 kali, huruf lam

terulang sebanyak 12 kali, huruf mim terulang sebanyak 17 kali, huruf ra terulang

sebanyak 5 kali, huruf ḥa terulang sebanyak 7 kali, huruf shad terulang sebanyak

3 kali, huruf sin terulang sebanyak 5 kali, huruf ha terulang sebanyak 2 kali, huruf

ya terulang sebanyak dua kali, huruf qaf terulang sebanyak 2 kali, dan huruf ‘ain

31
Akbar Umar, ‘Huruf Muqatta’ah Dalam Al-Qur’an Perspektif Bediuzzaman Said Nursi’,
Al-Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir 6, no. 01 (2021): 1–16.
PAGE \* MERGEFORMAT 65

terulang sebanyak 2 kali. Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan bahwa huruf

mim paling banyak terulang dan huruf yang tidak pernah terulang adalah huruf kaf

dan nun. Uniknya term muqattaah ini hanya ada 14 yang memiliki kesamaan

dengan jumlah semua huruf yang digunakan.

Tabel 2.2 Harfu Muqatha’ah

No Harfu Muqatha’ah Dibaca Surah

1 ‫كهيعص‬ ‫اَك ْف َها اَي َعْنْي َص اْد‬ Maryam: 1

No Harfu Muqatha’ah Dibaca Surah

1 ‫املص‬ ‫َأِلـْف اَل ْم ِم ْمي َص اْد‬ al-`Araf: 1

2 ‫املر‬ ‫َأِلـْف اَل ْم ِم ْمي َر ا‬ ar-Ra`du: 1

No Harfu Muqatha’ah Dibaca Surah

1 ‫طسم‬ ‫طا ِس ْنْي ِم ْمي‬ asy-Syu`ra: 1

2 ‫طسم‬ ‫طا ِس ْنْي ِم ْمي‬ al-Qashash: 1

3 ‫عسق‬ ‫َعْنْي ِس ْنْي َقاْف‬ al-Syura: 2

4 ‫امل‬ ‫َأِلـْف اَل ْم َح ا‬ al-Baqarah: 1

5 ‫امل‬ al-Imran : 1

6 ‫امل‬ al-`Ankabut: 1
PAGE \* MERGEFORMAT 65

7 ‫امل‬ ar-Rum: 1

8 ‫امل‬ Luqman: 1

9 ‫امل‬ as-Sajdah: 1

10 ‫الر‬ ‫َأِلـْف اَل ْم َر ا‬ Yunus: 1

11 ‫الر‬ Hud: 1

12 ‫الر‬ Yusuf: 1

13 ‫الر‬ Ibrahim: 1

14 ‫الر‬ al-Hijr: 1

No Harfu Muqatha’ah Dibaca Surah

1 ‫طه‬ ‫طا ها‬ Taha: 1

2 ‫طس‬ ‫طا ِس ْنْي‬ an-Naml: 1

3 ‫يس‬ ‫اي ِس ْنْي‬ Yasiin: 1

4 ‫مح‬ ‫َح ا ِم ْمي‬ Ghofir: 1

5 ‫مح‬ Fishilat: 1

6 ‫مح‬ al-Syura: 1

7 ‫مح‬ al-Zuhruf: 1

8 ‫مح‬ al-Dukhan: 1
PAGE \* MERGEFORMAT 65

9 ‫مح‬ al-Jatsiyah: 1

10 ‫مح‬ al-Ahqaf: 1

No Harfu Muqatha’ah Dibaca Surah

1 ‫ص‬ ‫َص اْد‬ Shad: 1

2 ‫ق‬ ‫َقاْف‬ Qaf: 1

3 ‫ن‬ ‫ُنْو ْن‬ al-Qalam: 1

Menurut pandangan al-Zamakhsyari, huruf-huruf tersebut mencakup

separuh dari jenis-jenis huruf hijaiyah, yaitu: (1) huruf al-Mahmusah (mencakup

huruf: shod, kaf, ha, sin, dan ha), (2) huruf al-Majhurah (mencakup huruf: alif,

lam, mim, ro, ‘ain, tho’, qaf, ya, dan nun), (3) huruf al-Syadidah (mencakup

huruf: alif, kaf, tho, dan qaf), (4) huruf al-Rakhwah (mencakup huruf: lam, mim,

ro, shod, ha, ‘ain, sin, ha, ya, dan nun), (5) huruf al-Muthbaqah (mencakup huruf:

shad, dan tha), (6) huruf al-Munfatihah (mencakup huruf: alif, lam, mim, ro, kaf,

ha, ‘ain, sin, ha, qaf, ya, dan nun) , (7) huruf Musta’liyah (mencakup huruf: qaf,

shod, dan tho), (8) huruf al-Munkhafidhah (mencakup huruf: alif, lam, mim, ro,

kaf, ha, ya, ‘ain, sin, ha, dan nun), dan (9) huruf al-Qalqalah (mencakup huruf:

qaf dan tho).32

Fawatih al-Suwar (pembuka surat) adalah salah satu ciri dari ayat Makkiyah

yang dapat diklasifikasikan ke dalam 5 bentuk. Pertama, terdiri dari satu huruf,

32
Abu Al-Qasim Mahmud bin ‘Amru bin Ahmad Al-Zamakhsyari, Al-Kasysyaf ‘an
Haqaiq Gawamidh Al-Tanzil (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1407).
PAGE \* MERGEFORMAT 65

seperti yang terdapat dalam surat Shad, surat Qaf, dan surat al-Qalam. Kedua,

terdiri dari dua huruf yang terdapat dalam 10 surat, 7 diantaranya disebut

hawamim yaitu surah-surah yang diawali dengan ha dan mim, seperti terdapat

dalam surat Ghafir, surat Fushshilat, surat al-Syura, surat al-Zukhruf, surat al-

Dukhan, surat al-Jatsiyah dan surat al-Ahqaf. Selain itu, terdapat juga dalam surat

Thaha, surat Thasin, dan surat Yasin. Ketiga, terdiri dari tiga huruf yang terletak

pada tiga belas tempat, 6 diantaranya dengan huruf ali lam mim terletak pada surat

al-Baqarah, surat Ali Imran, surat al-‘Ankabut, surat al-Rum, surat Luqman, dan

surat al-Sajdah, 5 diantaranya dengan huruf alif lam ro, yaitu pada surat Yunus,

surat Hud, surat yusuf, surat Ibrahim, dan surat al-Hijr, 2 dengan susunan

hurufnya thp sin mim terdapat pada pembukaan surat al-Syuara dan surat al-

Qashash. Keempat, terdiri dari 4 huruf yaitu alif lam mim shod yang terdapat pada

surat al-A’raf dan alif lam ro terdapat pada surat al-Ra’d. Kelima, terdiri dari 5

huruf kaf ha ya ‘ain shod terdapat pada satu tempat saja yaitu pada surat Maryam.

E. Metode Pembelajaran Al-Qur’ān

Metode pembelajaran al-Qur’ān telah banyak digunakan oleh para

Kiyai/Ustadz dalam mengajarkan al-Qur’ān. Dalam penelitian ini, hanya dikaji 2

(dua) metode saja, yakni metode iqra’ dan metode ummy.

1. Metode Iqra’

a. Sejarah Perkembangan Metode Iqra’

Sejarah perkembangan metode Iqraí dimulai dari sekelompok anak muda

yang tegabung dalam kelompok tadarus Angkatan Muda Masjid dan Musholla
PAGE \* MERGEFORMAT 65

(AMM) Yogjakarta. Mereka mengadakan observasi yang cukup mendasar atas

permasalahan umat Islam di Indonesia tentang membaca al-Qur’ān. Hasil

observasi kelompok tersebut ada beberapa faktor: (1) generasi muda Islam yang

mampu membaca al-Qur’ān sangat sedikit, padahal mereka merupakan modal

dasar dalam upaya memberikan pemahaman dan pengalaman al-Qur’ān, (2)

sepinya rumah tangga Muslim dari lantunan ayat-ayat al-Qur’ān, dan (3) kaidah

Baghdadiyah yang menjadi metode pembelajaran dalam membaca al-Qur’ān

sudah saatnya ditinjau ulang dan disempurnakan kembali. 33 Faktor-faktor tersebut

menyebabkan tergeraknya kelompok Amm dalam melakukan studi banding pada

berbagai lembaga pendidikan al-Qur’ān seperti Pondok Pesantren di Gresik dan

Taman Kanak-Kanak di Semarang. Dari hasil studi banding dan anaslisa, maka

kelompok Amm mencoba membentuk sistem dan metode pembelajaran baru guna

mengatasi permasalahan Muslim di Indonesia.

Metode Iqra’ disusun oleh As’ad Humam dari Kota Gede Yogyakarta. Ia

dilahirkan pada tahun 1933 dan wafat pada tahun 1996 dalam usia 63 tahun.

Melalui As’ad Humam, tim AMM (Angkatan Muda Masjid dan Mushalla)

Yogyakarta dikembangkan. Kelompok AMM berdiri pada tahun 1984 dengan

aktivitas mendorong putra maupun putri dari angkatan muda agar

menyelenggarakan tadarus berjamaah di tiap masjid dan musholla dengan pola

kegiatan sama seperti yang diinisasi tim AMM. Selanjutnya, pada tanggal 16

Maret 1988 didirikan TK al-Qur’ān oleh Djunaidi selaku Kepala Bidang

33
Tim Tadarus Amm, Metode Iqra, Pedoman Pengelolaan, Pembinaan Dan
Pengembangan TKA-TPA Indonesia (Yogyakarta: Tim Tadarus Amm, 1992).
PAGE \* MERGEFORMAT 65

Penerangan Agama Islam Kantor Wilayah Departemen Agama Daerah Istimewa

Yogyakarta.

Dalam kurun waktu yang singkat, metode iqra’ mengalami peningkatan

yang drastis. Hal ini ditandai dengan semakin berkembangnya lembaga

pendidikan Islam yang menggunakan metode iqra’ dalam membaca al-Qur’ān.

Akhirnya, pada tanggal 27 sampai dengan 30 Juni 1989 di Surabaya Jawa Timur

diadakan Musyawarah Nasional ke-5 Badan Komunikasi Pemuda Remaha Masjid

Indonesia yang merekomendasikan metode iqra’ digunakan dalam proses

mengajar al-Qur’ān. Hasil musyawarah tersebut, ternyata berdampak signifikan.

Setelah TK al-Qur’ān AMM berlangsung lebih kurang 1 (satu) tahun, desakan

orang tua peserta didik agar putera-puteri mereka yang belum bisa membaca al-

Qur’ān maka dibuka Taman Pendidikan al-Qur’ān pada tanggal 16 Ramadhan

1409 H dengan sistem dan metode pembelajaran yang sama.

Melalui metode iqra’, dalam waktu yang relatif singkat, anak-anak TK dan

SD sudah mampu membaca al-Qur’ān. Atas keberhasilan tersebut, akhirnya

dilaksanakan Musyawarah Nasional LPTQ yang ke-6 di Yogyakarta dan

menetapkan Tim Tadarus AMM yang mengelola TKA-TPA sehingga Balitbang

Pengajaran Baca Tulis al-Qur’ān diresmikan oleh Munawir Syadzali selaku

Menteri Agama saat itu.

Metode iqra’ terdapat 6 (enam) jilid, mulai dari yang sederhana hingga

tahap yang sempurna. Dari sifat buku yang dikembangkan, ada 10 sifat buku iqra’

sebagai berikut:
PAGE \* MERGEFORMAT 65

(1) Bacaan langsung, yakni bacaan yang dibaca tanpa dieja, tidak dikenalkan

nama huruf, tidak ada hafalan huruf Hijaiyyah. Sehingga tidak dikenalkan

huruf alif, tanda baca fathah, kemudian dieja alif fathah A dan seterusnya.

Tetapi, diajarkan langsung bunyi huruf A, Ba, Ta, dan seterusnya.

(2) Cara Belajar Peserta didik Aktif (CBSA), yakni dengan cara membiarkan

peserta didik aktif membaca atau menulis dan berlatih. Sementara Guru

cukup memperhatikan dan menyimak serta menegur jika ada kesalahan yang

dibaca peserta didik, bukan menuntun. Peserta didik didorong agar aktif,

sementara Guru hanya membimbing dan menerangkan pokok-pokok

pelajaran saja. Setelah para peserta didik jelas dan mampu mengulangi

pelafan huruf secara baik, maka mereka diminta untuk membaca sendiri

bacaan-bacaan selanjutnya dan Guru hanya menyiak saja.

(3) Private, dimana peserta didik berhadapan langsung dengan Guru. Dalam hal

ini, tujuannya adalah agar pesreta didik mengetahui bagaimana melafalkan

huruf-huruf sesuai dengan tempat keluarnya huruf (makhraj-nya), karena itu

peserta didik satu per satu menyimak secara bergantian.

(4) Modul, dimana peserta didik dapat belajar mandiri sesuai dengan

kemampuan mereka. Peserta didik yang mempu menyelesaikan materi iqra’

tergantung dari kemampuan usahanya dan semangatnya sendiri, tidak

didasarkan kemampuan rata-rata kelas atau pun orang lain. Sehingga, cepat

atau lambatnya peserta didik dalam menyelesaikan iqra’ tergantung dari

kemampuan masing-masing peserta didik sehingga saat mulainya bersama-

sama tetapi selesainya bervariasi.


PAGE \* MERGEFORMAT 65

(5) Asistensi, yakni peserta didik senior dijadikan sebagai asisten dalam

membantu mengajarkan baca al-Qur’ān. Hal ini dilakukan karena untuk

mengatasi kekurangan Dosen. Jika terdapat kekurangan tenaga Guru maka

Guru dapat menunjuk peserta didiknya untu menjadi asisten penyimak bagi

peserta didik lain yag tingkaa jilidnya berbeda di bawahnya.

(6) Praktis, yakni teori ilmu tajwid diajarkan setelah santri mampu membaca al-

Qur’ān. Buku iqra disusun dan diajarkan secara praktis, langsug,

menekankan praktik, tanpa mengenalkan istilah-istilah ilmu tajwidnya

sehingga langsung diajarkan bagaiman pelafalannya.

(7) Sistematis, yakni diajarkan secara bertahap. Selain itu, buku iqra’ disusun

secara lengkap dan sempurna, terencana dan terarah. Mulai dari tingkat dasar

dan sederhana dengan rangkaian huruf demi huruf, sedikit demi sedikit, tahap

demi tahap dan akhirnya ke tingkat kalimat yang bermakna.

(8) Variatif, yakni buku iqra’ disusun 6 (enam) jilid berwarna-warni sehingga

menari selera peserta didik untuk saling berlomba dalam mencapai warna-

warna jilid selanjutnya.

(9) Komunikatif, dalam buku iqra terdapat rambu-rambu petunjuk yang mudah

dipahami karena menggunakan bahasa yang komunikatif. Rambu-rambu

tersebut dibuat sebagai ungkapan yang menyenangkan bagi para pembaca

dan yang mempelajarinya, karena bahasanya yang akrab dan mudah

dipahami.

(10) Fleksibel, yakni cocok digunakan untuk semua tingkatan usia, mulai dari usia

TK, MI/SD, MTs/SMP, MA/SMA, mahapeserta didik bahkan orang tua renta
PAGE \* MERGEFORMAT 65

(manula). Karenanya, siapa saja yang sudah bisa membaca al-Qur’ān pasti

bisa mengajarkannya.

b. Klasifikasi Metode Iqra’

Berdasarkan tingkatannya, buku metode iqra’ diklasifikan ke dalam 2

(dua) kelompok: anak-anak dan dewasa. Mulanya, KH. As’ad Humam hanya

menyusun buku iqra’ jilid 1 sampai 6 diperuntukkan bagi TKA/TPA (usia 4

sampai 6 tahun) dan SD (usia 7 sampai dengan 12 tahun). Namun dalam

perkembangannya, pada tahun 1992 Tasyrifin Karim dari Kalimantan Timur

mengembangkan pengajian untuk orang dewasa dengan menggunakan metode

iqra’ dewasa. Ternyata, hasilnya cukup memuaskan. Orang dewas yang beawal

dari tidak bisa membaca al-Qur’ān diberikan pembelajaran al-Qur’ān dengan

menggunakan metode iqra’ dewasa, hanya 10 sampai 20 kali pertemuan saja

sudah mampu membaca al-Qur’ān.

Perbedaan iqra’ anak-anak dengan iqra’ dewasa terletak pada prinsip

pembelajarannya, seperti:

(1) Sebelum memulai pembelajaran, diusahakan mengulang-ulang bacaan

lengkap huruf hijaiyyah baik secara berurutan maupun acak, dan mengulang-

ulang huruf yang sering keliru bacaan maupun makhraj-nya.

(2) Menggunakan buku panduan praktis belajar baca tulis al-Qur’ān (metode

iqra’ terpadu) pada tiap pertemuan klasikal dan menyesuaikan pokok bahasan

jika terdapat waktu yang cukup pada saat privat.


PAGE \* MERGEFORMAT 65

(3) Memberikan penjelasan tentang harakat, sukun, tasydid, panjang pendek,

bacaan tanwin, atau pun materi surat-surat pendek dan doa-doa harian

seperlunya pada pertemuan ke-5 dan ke-6 saat pertemuan klasikal.

(4) Menganjurkan peserta didik untuk terus berlatih membaca maupun menulis

di luar waktu belajar sesuai waktu yang telah disepakati bersama.

c. Tujuan Iqra’

Buku bacaan iqra adalah buku bacaan yang sangat populer. Selain mudah

dalam mempraktikan dalam membacanya juga mudah dalam mengafalnya. Bukti

kemudahan buku bacaan iqra’ sudah digunakan di sebagian besar negara Asia

Selatan dan Timur. Dikembangkannya buku iqra’ bertujuan sebagai berikut:34

(1) Menjaga kesucian dan kemurnian al-Qur’ān sebagai kalam Allah dari segi

bacaannya yang sesuai dengan kaidah ilmu tajwid.

(2) Menyiapkan peserta didik agar menjadi genera yang Qur’ani, yakni generasi

yang mencintai, membaca, dan mengamalkan al-Qur’ān dalam kehidupan

sehari-hari. Selain itu, menjadikan al-Qur’ān sebagai pedoman hidup.

(3) Dapat melakukan shalat secara baik dan terbiasa hidup dalam suasana yang

Islami.

(4) Meningkatkan kembali para Guru ngaji agar lebih berhati-hati dalam

mengajarkan al-Qur’ān pada peserta didiknya.

(5) Anak dapat mengafal surat-surat pendek.

34
Ani Masrikah and Fendi Krisna Rusdiana, ‘Implementasi Metode Iqra’ Dalam
Pengajaran Al-Qur’an Di Madrasah Diniyah Awaliyyah “Al-Ikhlas” Bendosukun Desa
Slaharwotan Lamongan’, Jumat Informatika: Jurnal Pengabdian Masyarakat 2, no. 2 (2021): 87–
94.
PAGE \* MERGEFORMAT 65

(6) Anak dapat membaca ayat-ayat pilihan.

(7) Anak dapat menulis huruf al-Qur’ān.

Metode buku iqra’ telah dikenalkan pada masyarakat melalui jaringan

Mahapeserta didik Muslim Indonesia di seluruh wilayah Indonesia, karena

investor dari buku iqra’ mencakup pendidikan al-Qur’ān pada masyarakat

Yogyakarta dan bekerjasama dengan para mahapeserta didik.

Perhatian dan usaha untuk mempelajari al-Qur’ān tidak hanya dipelajari

oleh para pemeluk agama Islam di Jazirah Arab saja melainkan juga berkembang

sampai ke negara-negara lain seperti Malaysia dan Indonesia. Di Indonesia

sendiri, buku pegangan pembelajaran al-Qur’ān (pembelajaran baca-tulis huruf al-

Qur’ān) yang umumnya diajarkan kepada anak-anak adalah buku iqra’.

Penggunaan buku iqra’ dalam pembelajaran al-Qur’ān bertujuan untuk

mempermudah para peserta didik dalam membaca al-Qur’ān. Hal tersebut terbukti

dari beberapa riset yang menemukan adanya pengaruh penggunaan metode iqra’

terhadap kemampuan anak dalam membaca al-Qur’ān, seperti hasil risetnya

Arniah35, Astutik36, Ira37, Jayanti38, dan Syahrih39.

35
Arniah Arniah, ‘Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Al-Qur’an Dengan Metode
Iqra Pada Siswa Kelas II MIN Muara Durian Gambut Kabupaten Banjar’ (Bachelor’s thesis,
Banjarmasin, UIN Antasari Banjarmasin, 2011).
36
Astutik Astutik, ‘Pengaruh Metode Iqra’terhadap Kemampuan Anak Dalam Membaca
Al-Qur’an Secara Fasih Dan Tartil Siswa TPQ Tasywiqussalaf Desa Jleper Kecamatan Mijen
Kabupaten Demak’ (Bachelor’s thesis, IAIN Walisongo, 2012).
37
Ira Ira, ‘Pengaruh Penetapan Metode Iqra’Terhadap Peningkatan Kemampuan Membaca
Al-Qur’an Pada Peserta Didik SMP Negeri 7 Anggereja Kabupaten Enrekang’ (Bachelor’s thesis,
Makassar, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2017).
38
Dewi Indah Jayanti, ‘Penerapan Metode Iqra’terhadap Peningkatan Kemampuan Pra
Membaca Al-Qur’an Braille Pada Peserta Didik Dengan Hambatan Penglihatan’ (Bachelor’s
thesis, Bandung, Universitas Pendidikan Indonesia, 2018).
39
Syahrih, ‘Pengaruh Metode Iqra’terhadap Kemampuan Baca Qur’an Peserta didik Kelas
Iii Dta Hidayatusy Syubbaniyyah Desa Kalideres Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon’.
PAGE \* MERGEFORMAT 65

Di Indonesia, metode iqra’ dalam mempelajari al-Qur’ān menjadi populer

karena diimplementasikan oleh Taman Pendidikan Al-Qur’ān. Hal tersebut

dikarenakan beberapa hal: pertama, sosialisasi yang dilakukan oleh KH. As’ad

Humam bersama dengan Balai Litbang LPTQ Nasional dan tim AMM

Yogyakarta bahwa metode iqra’ adalah metode pembelajaran al-Qur’ān yang

sistematis, terstruktur dan mengandalkan cara cepat belajar membaca al-Qur’ān

secara nasional; kedua, buku panduan iqra mudah didapat karena banyak terjual

di pasaran dan tidak melalui prosedur yang sukar untuk membelinya; ketiga, Guru

yang mengajarkannya tidak harus memiliki persyaratan ujian, siapa saja yang bisa

membaca al-Qur’ān dengan baik dan benar dapat mengajar baca al-Qur’ān

melalui buku iqra’; keempat, metode iqra’ merupakan metode yang mudah dan

simpel; dan kelima, para instruktur Taman Pembelajaran al-Qur’ān sebagai besar

pernah mengalami pembinaan dari iqra’.

d. Kelebihan dan Kekurangan Metode Iqra’

Tiap metode pembelajaran tentu memiliki kelebihan dan kekurangan.

Kelebihan metode iqra’ adalah:40 (1) mudah dibawa, (2) dilengkapi oleh beberapa

petunjuk teknis pembelajaran bagi guru serta peserta didik, (3) mengedepankan

cara belajar peserta didik aktif, (4) menuntut peserta didik yang aktif bukan guru

(student center), dimana peserta didik diberikan contoh huruf yang telah diberi

harakat sebagai pengenalan di lembar awal dan setiap memulai belajar peserta

didik dituntut untuk mengenal huruf hijaiyyah, (5) bersifat privat (individual)

40
Jayanti, ‘Penerapan Metode Iqra’terhadap Peningkatan Kemampuan Pra Membaca Al-
Qur’an Braille Pada Peserta Didik Dengan Hambatan Penglihatan’.
PAGE \* MERGEFORMAT 65

dimana setiap peserta didik menghadap guru untuk mendapatkan bimbingan

langsung secara individual, dan (6) sistematis dan mudah diikuti, dimana

pembelajaran dilakukan dari yang mudah ke yang sulit, buku dengan metode ini

bersifat fleksibel untuk segala umur dan bukunya mudah di dapat di toko-toko.

Sedangkan kekurangan metode iqra’ diantaranya:41 (1) bacaan-bacaan

tajwid tidak dikenalkan sejak dini, (2) tidak dianjurkan menggunakan irama

murottal, (3) anak kurang tahu nama huruf hijaiyyah karena tidak diperkenalkan

dari awal pembelajaran, dan (4) anak kurang tahu istilah atau nama-nama bacaan

dalam ilmu tajwid.

e. Metode Iqra Kaitannya dengan al-Qur’ān

Menela’ah dan mengkaji metode iqra’ kaitannya dengan al-Qur’ān terlebih

dahulu memahami makna atau arti dari keduanya. Metode iqra’ merupakan suatu

metode membaca al-Qur’ān yang menekankan langsung pada latihan membaca.

Selain itu, metode iqra’ juga diartikan sebagai suatu cara membaca al-Qur’ān

yang mendahulukan bacaan idzhar (bacaan yang jelas dan terang), dimulai dengan

mengucapkan huruf-huruf Arab dan kata-kata yang mudah, di dalamnya telah

diberi tanda harokat (tanda baca) sehingga memudahkan para pembaca dalam

melafalkan kata-katanya.

Buku bacaan iqra’ memudahkan anak-anak untuk membaca dan

melafalkan dari pada harus mengulang-ulang bacaannya seperti dalam metode

41
M. Fazil, ‘Efektivitas Penggunaan Metode Iqra’ Untuk Meningkatkan Kemampuan
Membaca Al-Qur’an Bagi Peserta didik Muallaf’, Tadabbur: Jurnal Peradaban Islam 2, no. 1
(2020): 85–103.
PAGE \* MERGEFORMAT 65

baghdadiyyah. Secara praktis, anak-anak usia 5 sampai dengan 6 tahun dapat

membaca al-Qur’ān dalam kurun waktu 6 bulan melalui metode iqra’.

Sedangkan al-Qur’ān secara harfiyah berarti bacaan atau hafalan. Dari segi

lughoh (bahasa), al-Qur’ān dibubuhi lafal hamzah. Menurut asy-Syafi’i, al-Farra,

dan al-Asy’ari menyatakan pendapatnya bahwa lafal al-Qur’ān ditulis tanpa huruf

hamzah. Al-Qur’ān juga dapat diartikan sebagai Kitab Allah yang berisi firman

Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw dalam bahasa Arab kepada

umatnya melalui riwayat yang tidak terputus. Berdasarkan keterangan di atas,

dapat disimpulkan bahwa al-Qur’ān merupakan hudan (petunjuk) bagi manusia

untuk kebahagiaan hidupnya di dunia dan di akhirat.

Jika ditinjau dari segi lughoh, jelas bahwa metode iqra’ dan al-Qur’ān

memiliki hubungan (keterkaitan) yang sangat erat. Metode iqra’ adalah alat atau

media untuk dapat membaca al-Qur’ān secara baik, benar, dan fashih. Allah Swt

menciptakan al-Qur’ān sebagai sumber utama dalam Islam untuk dikaji, ditelaah,

diteliti, dibaca, dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan buku

iqra’ adalah sarana ibadah untuk belajar membaca al-Qur’ān. Dinamai iqra’

karena sesuai dengan ayat pertama yang diturunkan, yakni Surah al-‘Alaq ayat 1,

iqra’ yang berarti bacalah.

2. Metode Ummi

a. Sejarah Metode Ummi

Metode ummi terinspirasi dari sejarah pewahyuan al-Qur’ān, dimana

wahyu yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., yang
PAGE \* MERGEFORMAT 65

diketahui bahwa Nabi Muhammad Saw ini adalah seorang yang tidak bisa baca

tulis atau buta huruf sehingga dikenal dengan sebutan ummi. Landasan yang dapat

dijadikan hujjah dalam pendapat ini adalah bahwa dalam proses pembelajaran al-

Qur’an, peserta didik diajarkan dari awal hingga akhir. Peserta didik mengikuti

apa yang diucapkan oleh Guru hingga mereka paham. Selain itu, Guru tidak bisa

melanjutkan pembelajaran pada materi selanjutnya sebelum peserta didik benar-

benar menguasai apa yang telah diajarkan oleh Guru. Begitu pun saat Malaikat

Jibril mewahyukan al-Qur’ān Surah al-‘Alaq ayat satu sampai llima kepada Nabi

Muhammad Saw.42

b. Penemu Metode Ummi

Penulis metode ummi terdiri dari dua orang yaitu Masruri dan Yusuf.

Masruri lahir di Purwodadi pada 30 Desember 1965. Sekarang menjabat sebagai

direktur Ummi Foundations. Menjadi guru sejak 1986-1990 sebagai guru SD-

SMA di Surabaya, menjabat sebagai Kepala Sekolah SD AL-Hikmah (full day

school) Surabaya tahun 1990-1997. Tahun 1997-2000 menjadi Litbang LPI

Hikmah Surabaya. Menjadi Direktur Konsosium Pendidikan Islam tahun 2000-

2009. Aktivitas lain sebagai Konsultan Program Diklat Guru TK (DGTK), Diklat

Guru Sekolah Dasar (DGSD), serta Diklat Guru Pengajar Alquran (DGPQ)

Surabaya. Berpengalaman dalam membangun sistem penjaminan mutu pengajaran

al-Qur’ān di SD Al-Hikmah dan beberapa sekolah di Indonesia.43

42
Sri Belia Harahap, Strategi Penerapan Metode Ummi Dalam Pembelajaran Al-Qur’an
(Scopindo Media Pustaka, 2020).
43
Annisa Fadhilah Liansyah and N. Achadianingsih, ‘Penggunaan Metode Ummi Dalam
Rangka Peningkatan Kemampuan Membaca Al-Qur’an Bagi Ibu Rumah Tangga’, Comm-Edu
(Community Education Journal) 3, no. 3 (2020): 181–87.
PAGE \* MERGEFORMAT 65

Sedangkan Yusuf MS lahir di Sampang pada 20 April 1972 adalah Master

Trainer Pengajaran al-Qur’ān dan Trainer Quantum Teaching dan Quantum

Learning. Telah melatih di beberapa lembaga pendidikan Islam seperti full day

school Nur Hikmah Bekasi, Ruhama Depok, Ummul Quro Bogor, Nur Al-

Rahman Bandung, Ukhuwah Banjarmasin, Bunga Bangsa Samarinda, Asy-Syamil

Bontang, Al-Biruni Makassar, Al-Ittihad Rumbai Pekanbaru, Al-Furqon Jember,

Bakti Ibu Madiun, Nurul Fikri Siduarjo dan beberapa Diklat Guru Pengajar al-

Qur’ān antara lain DGPQ Al-Hikmah Surabaya, DGSD S1+ Surabaya, DGTKI

Nurul Falah Surabaya, juga aktif mengisi pembinaan di lembaga TKQ /TPQ.

Selain aktif di training-training, dia pernah mengajar dibeberapa sekolah antara

lain SMP Rajawali Surabaya, STM YPM Taman Siduarjo, SMP M-4 Surabaya

dan SD Al-Hikmah Surabaya sebagai guru Alquran. Saat ini menjadi Kepala

Bagian Supervisi Ummi Foundations.

c. Isi Buku Metode Ummi

Secara umum, dibuatnya buku metode ummi adalah untuk memberikan

pengetahuan dan pengalaman kepada peserta didik agar mereka mampu membaca

al-Qur’ān secara baik dan benar. Sedangkan secara khusus, buku metode ummi

bertujuan untuk membantu peserta didik dalam membaca al-Qur’ān secara tartil.

Metode ummi terdiri atas beberapa jilid. Pembahasan jilid satu adalah

mengenalkan huruf hijaiyyah dari huruf alif sampai huruf ya yang berharokat

fathah dan membaca 2 sampai 3 huruf tunggal berharokat fathah alif sampai ya.

Pembahasan jilid dua adalah mengenalkan harokat kasrah dan ḍammah,


PAGE \* MERGEFORMAT 65

fathatain, kasratain dan ḍammatain. Kemudian mengenalkan huruf sambung alif

sampai ya dan juga mengenalkan angka Arab dari satu sampai sembilan puluh

sembilan.

Pembahasan dari metode ummi jilid tiga ialah mengenalkan dan memahami

tanda baca mād/bacaan panjang (mād ṭhabi’i), fathah diikuti alif dan fathah

panjang, kasrah diikuti ya sukun dan kasrah panjang, dan ḍhommah diikuti wawu

sukun dan ḍhammah panjang. Mengenalkan dan memahamkan tanda baca mād

(mād wajib muttashīl dan mād jaiz munfashīl). Mengenalkan dan memahamkan

angka seratus sampai lima ratus dan mengenalkan dan memahamkan tanda sukun.

Pembahasan dari metode ummi jilid empat ialah mengenalkan huruf yag

disukun ditekan membacanya, (lam, ṭha`, sin, syin, mim, wawu, ya`, ra`, ‘ain, ha`,

kha`, ha`, ghain, ta`, fa` dan kaf sukun). Mengenalkan tanda tashdīd/shiddah

ditekan membacanya. Selain itu, membedakan cara membaca huruf-huruf tha, sin,

syin yang sukun, ‘ain, hamzah dan kaf yang disukunkan kemudian ha, kha, ha,

dan disukunkan. Pembahasan dari metode Ummi jilid lima ialah mengenalkan

cara membaca waqaf atau me-waqaf-kan, mengenalkan bacaan ghunnah

(dengung), ikhfa (samar), idgham bi ghunnah, iqlab dan mengenalkan cara

membaca lafaz Allah (tafkhīm/tarqīq). Pembahasan dari metode Ummi jilid enam

ialah mengenalkan bacaan qalqalah, idgham bilā ghunnah, idzhar, macam-

macam tanda waqaf atau washol, cara membaca nun-‘iwad, di awal ayat dan di

tengah ayat serta membaca ana, na-nya dibaca pendek.

d. Kelebihan dan Kekurangan Metode Ummi


PAGE \* MERGEFORMAT 65

Di dalam metode ummi, yang harus diperhatikan adalah kecepatan atau

ketanggapan dari peserta didik agar mereka bisa membaca huruf hijaiyyah secara

cepat tanpa berfikir panjang. Hal ini tentu merupakan suatu langkah yang tepat

agar peserta didik bisa membaca al-Qur’ān secara lancar. Persyaratan peserta

didik agar bisa melanjutkan kepada materi selanjutnya menjadi ketat. Jika peserta

didik tidak lancar membacanya, meskipun huruf tersebut benar, maka peserta

didik masih tetap tidak bisa dinaikkan. Hal ini tentu merupakan suatu ketelitian

yang tinggi, agar bacaan peserta didik tersebut benar, cepat, fasih dan tentunya

berkualitas. Metode ummi ini, pada tiap jilidnya ada hafalan surat pendek yang

ditentukan, sehingga hal ini disamping lancar membaca al-Qur’ān tetapi juga ada

hafalan ayat-ayat pendek yang diberikan, sehingga peserta didik juga memiliki

hafalan.44

Secara umum, peserta didik dalam penggunaan metode ummi ini biasanya

sekitar 20 orang dengan satu Guru. Umumnya, jika belajar membaca huruf

hijaiyyah dengan standar yang ketat dari metode ini, yaitu peserta didik bisa

membaca huruf-huruf tersebut secara cepat tanpa berfikir panjang maka akan

menemukan kesulitan, karena banyaknya peserta didik tersebut. Sangat

memungkinkan ada yang bisa tetapi tentu saja tidak intensif. Hal ini karena setiap

anak memiliki kemampuan yang berbeda-beda, ada yang kuat daya ingatnya dan

ada juga yang kurang. Dengan demikian, penerapan metode ummi ini dalam

44
Didik Hernawan, ‘Penerapan Metode Ummi Dalam Pembelajaran Al-Qur’an’, Profetika:
Jurnal Studi Islam 19, no. 1 (2019): 27–35.
PAGE \* MERGEFORMAT 65

pengelompokan yang berjumlah besar dianggap tidaklah efektif.45

e. Metode Ummi kaitannya dengan Pembelajaran al-Qur’ān

Studi tentang penggunaan metode ummi dalam pembelajaran al-Qur’ān

telah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Sugiarto dalam risetnya

yang dilakukan di SMP Islam Ramah Anak Depok Jawa Barat menemukan bahwa

variabel metode ummi berpengaruh positif dan sangat signifikan terhadap

kemampuan membaca al-Qur'ān siswa.

Penggunaan metode ummi terhadap kemampuan membaca al-Qur'ān siswa

adalah 63,3 persen dan sisanya 36,7 persen ditentukan oleh faktor lain. Selain itu,

Sugiarto juga meneliti variabel lainnya yakni kemampuan Guru. Menurut hasil

temuannya, variabel kemampuan Guru terbukti secara empirik mempengaruhi

kemampuan peserta didik dalam membaca al-Qur’ān. Sebesar 49,1 persen

variabel kemampuan Guru berkontribusi terhadap kemampuan peserta didik

dalam membaca al-Qur’ān .46 Temuan ini menggambarkan bahwa penggunaan

metode ummi sangat signifikan efeknya dalam pembelajaran al-Qur’ān peserta

didik. Karena itu, disarankan bagi para Guru untuk menggunakan metode ummi

dalam pembelajaran membaca al-Qur’ān peserta didik.

F. Modul An-Nawa

1. Latar Belakang

45
Nursya’bani Nursya’bani, ‘Metode Pembelajaran Al-Qur’an: Studi Komparatif Metode
Iqro’dan Metode Ummi’ (Thesis, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2019).
46
Adam Sugiarto, ‘Pengaruh Kompetensi Profesional Guru Dan Penggunaa Metode Ummi
Terhadap Kemampuan Membaca Al-Qur’an Siwaa’, An Naba 3, no. 2 (2020): 150–63.
PAGE \* MERGEFORMAT 65

Al-Qur`an memiliki dimensi historis serta ruang dan waktu yang berbeda

juga memiliki karakteristik yang sangat khas dan rumus yang unik. Untuk itu

dalam mempelajari bacaan Al-Qur`an membutuhkan pengetahuan yang bersifat

interdisipliner. Apalagi, berupaya untuk mempelajari bacaan yang baik dan benar

secara ilmu tajwid, makhraj dan sifat-sifat hurufnya dibutuhkan sebuah metode

membaca Al-Qur’an yang lebih instan dan model manajemen yang lebih cocok

untuk anak-anak digital sekarang ini.

Selama ini, sudah banyak metode dan model pembelajaran yang dapat

digunakan untuk memudahkan dan menyenangkan dalam proses belajar Al-

Qur’an. Beberapa diantaranya metode pembelajaran dari model klasik hingga

moderen yang dapat digunakan adalah metode al-baghdadi, metode iqra’, metode

an-nahdliyah, metode al-barqi, metode qiro’ati, metode yanbu`a, metode tilawati,

metode ummi, metode al-Bana dan lain sebagainya.

Adapun beberapa faktor yang menyebabkan orang malas membaca dan

mempelajari al-Qur`an ialah: pertama Lemahnya i`tikad atau minat untuk bisa

membaca Alquran. karena dalam pandangan sebagian orang mempelajari al-

Qur`an adalah model kolot. Kedua disibukkan dengan gadget dan berbagai gime

online di dalamnya. Gadget Pada generasi digital sekarang bukan lagi merupakan

suatu hal yang baru seperti smartphone dan komputer tablet seperti windows, dan

android. Dari mulai anak-anak samapai orang tua 98 % mereka memilikanya.

Ketiga Metode, fasilitas dan model belajar yang kurang memadai.

Mengingat hal tersebut di atas dan melihat kenyataan bahwa banyak umat

Islam yang belum bisa membaca Alquran, dengan demikian masih ada ruang
PAGE \* MERGEFORMAT 65

untuk melahirkan metode dan model pembelajaran baca cepat al-Qur`an. Dalam

hal ini hadir Modul An-Nawa sebagai respon untuk menjawab beberapa faktor di

atas. Modul An-Nawa adalah penggabungan dua kelebihan dari dua metode yang

populer di Indonesia yaitu metode Iqra dan metode Ummi menjadi satu yang

didesain lebih menarik.

2. Filosofi Penamaan An-Nawa

Apapun yang berada disekeliling dan yang melekat pada diri manusia pasti

memiliki nama, begitupun dalam sebuah modul yang sedang dikembangkan pada

pembahasan ini. Namun semuanya pasti memiliki alasan mengapa memilih nama

tersebut. Inilah yang menjadi dasar pemikiran awal mengambil nama modul an-

Nawa sebagai berikut

‫ ِمَس ْع ُت َر ُس وَل اِهَّلل َص ىَّل‬: ‫َع ْن َاِم رْي اْلُم ْؤ ِم ِننْي َاْيِب َح ْفٍص َمُع َر ْبِن اْلخَّط ا ِب َر َيِض ُهللا َع ْن ُه َق اَل‬

‫ َّنَم ا اَأْلَمْع اُل اِب لِّنَّي ِة َو ِلِّلُك اْم ِر ٍئ َم ا َن َو ى َفَم ْن اَك َنْت ْجِهَر ُت ُه ىَل اِهَّلل‬: ‫الَّلهم َعَلْي ِه َو َس َمَّل َيَق ُو َل‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
‫َو َر ُس وِهِل َفِهْج َر ُتُه ىَل اِهَّلل َو َر ُس وِهِل َو َمْن اَك َنْت ْجِهَر ُت ُه ُدل ْنَيا ُيِص يَهُبا َأِو اْم َر َأٍة َيَزَت َّو َهُجا َفِهْج َر ُت ُه ىَل‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
‫َم ا َهاَج َر َلْي ِه‬
‫ِإ‬
Artinya: “Dari Amirul Mu`minin Abu Hafsh Umar bin Khathab
radhiyallahu ‘anhu, berkata, Aku mendengar bahwa Rasulullah saw bersabda,
“semua amal perbuatan tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan
sesuai apa yang ia niatkan. Barang siapa berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya,
maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa berhijrah karena
dunia yang ia cari atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya
untuk apa yang ia tuju.” (HR. Bukhari, Muslim, dan empat imam Ahli Hadits).
PAGE \* MERGEFORMAT 65

a) Asbabul Wurud (Latar belakang Hadits)

Imam Atthabrani meriwayatkan dalam Al-Mu`jam Al-Kabir dengan sanad

yang bisa dipercaya, bahwa Ibnu Mas`ud berkata, “Di antara kami ada seorang

laki-laki yang melamar Wanita, Bernama Ummu Qais. Namun, Wanita itu

menolak sehingga ia berhijrah ke Madinah. Maka laki-laki tersebut ikut hijrah dan

menikahinya. Karena itu kami memberinya julukan Muhajjir Ummu Qais.

b) Ahammiyatul hadits (Urgensi Hadits)

Hadits ini sangat penting, karena menjadi orientasi seluruh hukum dalam

Islam. Ini bisa dilihat dari pendapat para ulama. Abu Daud berkata” Hadits ini

setengah dari ajaran Islam. Karena Agama bertumpu pada dua hal: Sisi lahiriyah

(amal perbuatan) dan sisi Bathiniyah (niat).” Imama Ahmad dan Imam Syafi`I

berkata, “Hadits ini mencakup sepertiga Ilmu, karena perbuatan manusia terkait

dengan tiga hal: Hati, Lisan, dan anggota badan.csedangkan niat dalam hati

merupakan salah satu dari tiga hal tersebut.

Mengingat urgensinya, maka banyak ulama yang mengawali berbagai buku

dan karangannya dengan hadits ini. Imam Bukhari menempatkan hadits ini di

awal kitab Shahihnya. Imam Nawawi menempatkan hadits ini pada urutan

pertama dalam tiga bukunya: Riyadhus Shalihin, Al-Adzkar, dan Al-Arba`in

nawawiyah. Ini dimaksudkan agar pembaca menyadari pentingnya niat, sehingga

ia akan meluruskan niatnya hanya karena Allah, baik dalam menuntut ilmu atau

melakukan perbuatan baik lainnya.

Para ulama sepakat bahwa perbuatan seorang mukmin tidak akan diterima

dan tidak akan mendapatkan pahala kecuali diringi dengan niat. Dalam ibadah
PAGE \* MERGEFORMAT 65

inti, seperti Shalat, haji, Puasa, niat merupakan rukun. Karenanya ibadah-

ibadahtersebut tidak sah kecuali jika diiringi niat. Adapun dalam ibadah yang

merupakan sarana dari ibadah inti, seperti Wudhu dan mandi, ada perbedaan

pendapat dikalangan ulama. Mazhab Hanafi menyebutkan bahwa niat merupakan

penyempurna untuk mendapatkan pahala. Sedangkan menurut Mazhab Syafi`I

dan ulama-ulama lain menyebutkan bahwa niat merupakan syarat sahnya sebuah

ibadah. Oleh karena itu ibada-ibadah tersebut tidak sah kecuali diiringi dengan

niat.

Niat, dilihat dari sudut waktu dan tempatnya: Pertama, waktu niat adalah di

awal ibadah. Seperti: takbiratul Ihram untuk shalat, dan ihram untuk haji,

sedangkan puasa diperbolehkan sebelumnya karena untuk mengetahui masuknya

waktu subuh secara tepat cukup sulit. Kedua. Niat bertempat di hati tidak

disyaratkan untuk diucapkan. Namun demikian boleh saja diucapkan untuk

membantu konsentrasi hati.

Hadits di atas mengindikasikan bahwa keikhlasan dalam segala perbuatan

dan ibadah sebuah keharusan agar mendapat pahala di akhirat serta kemudahan

dan kebahagiaan di dunia. Sebagaimana Al-Baidhawi berkata, “Amal ibadah tidak

akan sah kecuali jika diiringi dengan niat, karena niat tanpa amal diberi pahala,

sementara amal tanpa niat adalah sia-sia. Perumpamaan niat bagi amal, ibarat ruh

bagi jasad. Jasad tidak akan berfungsi jika tanpa ruh, dan ruh tidak akan tampak

jika terpisah dari jasad.

Berdasarkan penjabaran di atas, maka penulis ambil kalimat An-Nawa

untuk menjadi sebuah penamaan modul yang penulis kembangkan dengan


PAGE \* MERGEFORMAT 65

menggunakan tulisan Bahasa Arab menggunakan Khot kufi. Khot Kufi salah satu

jenis kaligrafi dalam seni menulis tulisan arab yang menekankan keindahan pada

bentuk-bentuk huruf yang telah dimodifikasi sehingga memiliki nilai estetika.

Dibandingkan seni kaligrafi yang lainnya.

Dalam perkembangannya, kaligrafi Arab memiliki jenis khot yang berbeda-

beda, diantaranya adalah kaligrafi Kufi. Mengutip jurnal Perancangan Informasi

Seni Kaligrafi Kufi Melalui Media Buku Ilustrasi oleh Naufal Farras Pribadi

Muslim (2019), seiring dengan perkembangan zaman, kaligrafi kufi terbagi

menjadi tiga, yaitu kaligrafi Kufi Basit, kaligrafi Kufi Muzakhrof, dan kaligrafi

Kufi Musattar. Ketiganya dibedakan berdasarkan bentuk huruf dalam

penulisannya.

a) Kaligrafi Kufi Basit

Jenis kaligrafi Kufi ini memiliki tampilan yang sederhana tidak memiliki

titik dan hiasan. Selain itu, kaligrafi Kufi Basit hanya menampilkan bentuk pokok

suatu huruf saja, baik dalam merangkainya ataupun dalam anatomi huruf

tunggalnya. kaligrafi Kufi jenis ini lebih mudah dibuat, yakni dengan cara

diperpanjang untuk menghasilkan tulisan yang gemuk, pendek, dan kompak.

b) Kaligrafi Kufi Muzakhrof

Kaligrafi ini pertama kali muncul di Mesir. Namanya diambil dari bahasa

Arab dan dialihkan menjadi bahasa Mashdar yang memiliki arti “bunga”. Sesuai

dengan namanya, kaligrafi Kufi Muzakhrof memiliki ornamen bunga sebagai

ornamen utamanya. Jika ornamen yang dipakai adalah daun, kaligrafi ini bisa

disebut Muwarroq, sedangkan jika ornamennya pohon maka disebut dengan


PAGE \* MERGEFORMAT 65

Musyajjar. Namun, ketiga elemen itu tidak bisa digunakan secara bersamaan

dalam satu karya kaligrafi. Jadi, satu kaligrafi hanya bisa menggunakan satu jenis

ornamen saja sebagai hiasan.

c) Kaligrafi Kufi Musattar

Kaligrafi Kufi Musattar adalah kaligrafi yang tersusun dari susunan garis

lurus yang bertemu dengan garis vertikal. Pertemuan garis tersebut membentuk

sudut siku yang tegak lurus tanpa putaran atau lengkungan. Kaligrafi Kufi

Musattar juga memiliki nama lain, yaitu Handasi Tarbi’i dan Murabba, yang

artinya kubus. Dengan demikian, bentuk kaligrafi ini memang hanyalah kotak-

kotak saja sehingga dalam proses membuatnya diperlukan penggaris dan pena.

Melihat dari tiga jenis kaligrafi di atas, maka penulisan kata an-Nawa tergolong

jenis kaligrafi Kufi Musattar.

Kata An-Nawa berasal dari kata Bahasa Arab bentuk Masdar dari – ‫َنَو ى‬

‫ َيْنِو ى – َنًو ى‬yang berarti “Niat atau tujuan”. Kemudian terjadi perubahan bentuk

dari nakirah (‫ )َنَو ى‬ke dalam bentuk ma`rifat ( ‫ ) الَّنَو ى‬yaitu tanwin ( _ً ) dihilangkan

dan diganti al (‫ )ال‬menjadilah kata ‫الَّنَو ى‬.

‫ إ) ُقِلَبِت الَي اُء َاِلًف ا ِلَتَح ُّر ِك َه ا‬. ‫ ح‬. ‫َالَّن وى َاْص ُهُل َن ًو ى َاْص ُهُل َن َو ٌي َعىَل َو ْز ِن َفَع ٌل َو ِعَالُهُل (ق‬
‫َو اْنِفَتاح َم اَقْبَلَها َفَص اَر َن ًو ى َعىَل َو ْز ِن َفًع ى َو ُح ِذ َفِت الَّتْن ِو ْيُن ِلَس َبِب ُو ُج ْو ِد (َاْل ) َفَص اَر َالَّن َو ى‬
‫ ْج َتَم َع ِت ْاَحلْر َف اِن َاْلُم َتَج اِنَس اِن َاْلُم َتِح ِّر اَك ِن ىِف ِلَك َم ٍة َو اِح َد ٍة َمُها ُنْو اَن ِن َّمُث ُاَمِغ ِت‬.‫َعىَل َو ْز ِن َاْلَفَع ى‬
‫ِإ‬
‫َاْلُنْو ُن ىِف الُّنْو ِن َفَص اَر َالَّنَو ى‬

“An-Nawa dari asal kata “nawan” dari asal kata “nawayun” diambil dari

wajan fa`alun. Adapun proses perubahan bentuknya melalui tiga tahapan


PAGE \* MERGEFORMAT 65

(Qolab/mengganti, Hadzf/membuang, Idghom/memasukan). Pertama: Qolab,

menggantikan YA kepada ALIF dari kalimat ( ‫ )َنَو ٌي‬menjadi (‫ )َنًو ى‬karena melihat

tanda harokat sebelumnya, maka menjadi (‫)َن ًو ى‬. Kedua: Hadzf, membuang

Tanwin disebabkan adanya AL diawal kalimat (‫ )َنًو ى‬maka menjadi (‫)َالَّنَو ى‬. Ketiga:

Idghom, berkumpulnya dua huruf yang sejenis dalam satu kalimat yaitu dua huruf

nun (‫ )َالْنَنَو ى‬kemudian dimasukan nun pertama kepada nun kedua maka jadilah (

‫)َالَّنَو ى‬.

3. Klasifikasi Modul An-Nawa

Dalam penulisan Modul An-Nawa menggunakan dua jenis tulisan, yaitu:

arab dan latin dengan jenis tulisan yang sama yaitu jenis calibri. Adapun untuk

font size arab 21 dan latin 14.Ukuran modul an-nawa sesuai dengan standar ISO

yaitu A5 dengan ukuran 210 x 297

Modul An-Nawa dibagi menjadi 3 (tiga) jilid didasarkan pewarnaan yang

berbeda. Pengklasifikasian modul An-Nawa secara rinci diuraikan sebagai

berikut:

a) Jilid pertama memiliki warna Ijo tua (kesegaran, kesuburan, ketenangan,

kesejukan, keasrian). adapun dalam jilid pertama terdiri atas:

1) Daftar isi

2) 8 langkah bisa baca al-Qur`an (menghafal huruf hijaiyah, tanda baca,

huruf sambung, panjang pendek, bacaan yang dibaca jelas, bacaan yang

dibaca dengung dan bacaan ghorib)

3) Peta konsep
PAGE \* MERGEFORMAT 65

4) Rencana pembelajaran (alokasi waktu, tujuan pembelajaran, model

pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, materi, asesmen formatif

dan sumatif)

5) Dars/pelajaran 1 : Mengenal huruf hijaiyah. Hijaiyah berjumlah 28

dibagi menjadi 4 bagian.

6) Dars/pelajaran 2 : Mengenal tanda baca dan huruf sambung

7) Dars/pelajaran 3 : Mengenal bacaan panjang pendek.

8) Setiap Dars/pelajaran terdapat tes lisan dan tertulis serta penilaian.

Untuk mengukur kemampuan peserta didik layak atau tidak layak untuk

melanjutkan kelevel selanjutnya.

9) Doa Khatmul Qur`an

10) Adab membaca al-Qur`an

b) Jilid dua berwarna kuning (keceriaan, kegembiraan, kesenangan) hati akan

merasa senang dan gembira kalau sudah bisa membaca. Adapun dalam jilid

kedua terdiri atas:

1) Daftar isi

2) 8 langkah bisa baca al-Qur`an (menghafal huruf hijaiyah, tanda baca,

huruf sambung, panjang pendek, bacaan yang dibaca jelas, bacaan yang

dibaca dengung dan bacaan ghorib)

3) Peta konsep
PAGE \* MERGEFORMAT 65

4) Rencana pembelajaran (alokasi waktu, tujuan pembelajaran, model

pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, materi, asesmen formatif

dan sumatif)

5) Dars/pelajaran 4 : Megenal bacaan tanpa Dengung.

6) Dars/pelajaran 5 : Mengenal bacaan berdengung

7) Setiap Dars/pelajaran terdapat tes lisan dan tertulis serta penilaian.

Untuk mengukur kemampuan peserta didik layak atau tidak layak untuk

melanjutkan kelevel selanjutnya.

8) Doa Khatmul Qur`an

9) Adab membaca al-Qur`an

c) Jilid tiga berwarna biru (kedamaian, keindahan) hidup akan merasakan

kedamaian dan akan terasa indah bila sudah memnguasai bacaan apalagi

sampai hafal 30 juz dari al-quran. Adapun dalam jilid kedua terdiri atas:

1) Daftar isi

2) 8 langkah bisa baca al-Qur`an (menghafal huruf hijaiyah, tanda baca,

huruf sambung, panjang pendek, bacaan yang dibaca jelas, bacaan yang

dibaca dengung dan bacaan ghorib)

3) Peta konsep

4) Rencana pembelajaran (alokasi waktu, tujuan pembelajaran, model

pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, materi, asesmen formatif

dan sumatif)

5) Dars/pelajaran 6 : Megenal bacaan macam-macam Mad.


PAGE \* MERGEFORMAT 65

6) Dars/pelajaran 7 : Mengenal bacaan ghorib

7) Dars/pelajaran 8 : Mengenal macam-macam Idghom

8) Setiap Dars/pelajaran terdapat tes lisan dan tertulis serta penilaian.

Untuk mengukur kemampuan peserta didik layak atau tidak layak untuk

melanjutkan kelevel selanjutnya.

9) Doa Khatmul Qur`an

10) Adab membaca al-Qur`an

4. Konsep Dasar Pembelajaran An-Nawa

Konsep dasar pengajaran pada modul An-Nawa dibangun berdasarkan

Quran Surat An-Nahl [16] : 78.

‫َو اُهّٰلل َاْخ َر َج ْمُك ِّم ْۢن ُبُط ْو ِن ُاَّم ٰهِتْمُك اَل َتْع َلُم ْو َن َش ْئًـۙا َّو َجَع َل َلُمُك الَّس ْمَع َو اَاْلْبَص اَر‬
‫َو اَاْلْف َد َةۙ َلَع َّلْمُك َتْش ُكُر ْو َن‬
“Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan ‫ِٕـ‬tidak
mengetahui sesuatu pun dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran,
penglihatan, dan hati nurani agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl [16] :
78)

Konsep dasar yang kedua tercantum dalam Quran Surat Al-Mulk [67] ayat

23 berikut ini.

‫ُقْل ُه َو اِذَّلْٓي َاْنَش َاْمُك َو َجَع َل َلُمُك الَّس ْمَع َو اَاْلْبَص اَر َو اَاْلْف َد َۗة َقِلْي اًل َّم ا َتْش ُكُر ْو َن‬
‫ِٕـ‬
“Katakanlah, “Dialah Zat yang menciptakanmu dan menjadikan bagimu
pendengaran, penglihatan, dan hati nurani. (Akan tetapi,) sedikit sekali
kamu bersyukur” (QS. Al-Mulk [67] : 23)
PAGE \* MERGEFORMAT 65

Berdasarkan dua ayat sebagaimana telah dituliskan di atas, dapat

disimpulkan bahwa konsep pembelajaran An-Nawa, yaitu:

Pertama: melalui pendengaran, pada tahap pertama ini guru membacakan

dan pesert didik focus mendengarkan kemudian peserta didik menirukannya

dengan tujuan agar peserta didik dapat menirukan bacaan huruf-huruf atau

kalimat-kaliamt al-Qur’ān dengan baik dan benar sesuai dengan makhroj dan

tajwidnya.

Kedua, penglihatan. Dalam tahapan kedua ini bisa dilakukan dengan dua

tahapan, yaitu: 1) Guru membacakan berulang-ulang dan peserta didik

mendengarkan sambil memperhatikan ayat yang dibacakan kemudian peserta

didik mengikutinya. 2) Guru membacakan berulang-ulang dihadapan peserta didik

dan peserta didik memperhatikan dan mendengarkan tanpa melihat ayat yang

dibacakan guru. Kemudian baru diperlihatkan ayat yang dibacakan gurunya guna

memperkuat ingatan bacaan dan mengetahui bagaimana tulisan arab atau al-

Qur`an yang dibacakan guru.

Ketiga, Hati, disini hati diartikan sebagai pemahaman dalam bentuk tulisan,

karena Salah satu tujuan modul An-Nawa selain peserta didik mahir membaca dan

tau bagaimana tulisannya, maka peserta didik harus bisa menuangkan kedalam

bentuk tulisan.

Dengan tiga tahapan tersebut diharapkan peserta didik bukan hanya mahir

membaca al-Qur`an akan tetapi peserta didik juga diwajibkan mahir dalam

penulisannya. Dengan demikian lulusan dari modul An-Nawa peserta didik mahir
PAGE \* MERGEFORMAT 65

dalam membaca al-Qur`an dan mahir dalam menuliskan ayat-ayat al-Qur`an dan

ini yang menjadi bagian keunggulan dari modul An-Nawa.

Adapun pembelajaran An-Nawa dilakukan secara luring dan dibentuk

klasikal berdasarkan kemampuan anak. Untuk mengetahui kemampuan anak,

maka perlu adanya diagnosa dengan melakukan free test terhadap calon peserta

didik dalam menguasai bacaan al-Qur`an. Kemudian dibuat kelas sesuai

kemampuan atau tingkatan bacaan peserta didik agar lebih mudah dalam

memberikan bimbingan bacaan al-Qur`an dan Setiap kelas berisi 10 – 12 peserta

didik agar lebih mudah diarahkan dan lebih kondusif dalam kegiatan belajar

mengajarnya.

Kemudian setiap peserta didik untuk naik ketingkat lebih tinggi harus

melalui uji coba dan diuji cobakan kelancaran dalam membaca materi atau bacaan

sebelumnya dari segi tajwid atau makhorijul hurufnya di hadapan sang guru yang

kompeten. Hal ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui ketuntasan belajar pada

materi sebelumnya dan untuk mempermudah peserta didik menerima materi pada

tingkat selanjutnya. Bila tahapan ini laksanakan maka seorang guru pun lebih

mudah dalam memberikan bimbingan dan arahan terhadap peserta didik.

Kelebihan An-Nawa: 1) mudah dipelajari, 2) tujuan pembelajarannya jelas, 3)

target capaiannya jelas, 4) lokasi waktunya jelas, 5) ada tes formatif dan sumatif,

6) dilengkapi penjelasan tajwid, 6) three in one (belajar membaca, menulis, dan

ilmu tajwid), 7) bisa dipelajari oleh semua umur, 8) dapat digunakan untuk belajar

mandiri, dan 9) dapat digunakan untuk privat maupun belajar klasikal.


PAGE \* MERGEFORMAT 65
PAGE \* MERGEFORMAT 65

Anda mungkin juga menyukai