Anda di halaman 1dari 622

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/368392692

PERSPEKTIF PEDAGOGIK MANAJEMEN PENDIDIKAN

Book · February 2023

CITATIONS READS

0 80

15 authors, including:

Abdul Rozak Budi Harto


Universitas Pendidikan Indonesia Politeknik LP3I
62 PUBLICATIONS   204 CITATIONS    62 PUBLICATIONS   114 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Risa R Gumilang
Universitas Pendidikan Indonesia
9 PUBLICATIONS   65 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Budi Harto on 09 April 2023.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Perspektif Pedagogik
Manajemen Pendididikan

Penulis
Cucu Wahyudin, Duduh Sujana, Abdul Rozak, Budi Harto,
Deny Hidayatullah, Mugi Puspita, Adam Hermawan, Chaerunnisa,
Munawaroh, Dini Hamidin, Risa Ratna Gumilang, Leni Yulianti,
Sri Marhanah, Heraeni Tanuatmodjo, Ismi Kaniawulan
Perspektif Pedagogik Manajemen
Pendididikan
Penulis
Budi Harto, dkk.

ISBN : 978-623-6356-08-1

Penyelia
Dr. Abdul Rahman H, M.T., C.T, CHCP

Editor
Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN., M.Pd

Desain Sampul
Ecep Bayu Wahyudi, S.Kom

Layout
Asep Nugraha, S.Hum

Cetakan Pertama, Juni 2021


IV + 615 hlm ; 17.6 x 25 cm

Penerbit
Yayasan Pendidikan dan Sosial
Indonesia Maju (YPSIM) Banten
BCP 2 Blok E. 18 No.14 Desa Ranjeng Kec. Ciruas Kab.
Serang Banten 42182

E-mail: Ypsimbanten@gmail.com
Website : www.ypsimbanten.com
WhatsApp: 0815 9516 818

ANGGOTA IKAPI No. 039/BANTEN/2020


(IKATAN PENERBIT INDONESIA)
Hak Cipta Dilindungi oleh Undang-undang Dilarang mengutip
atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam
bentuk apapun juga tanpa izin tertulis dari Penerbit
Kata Pengantar

P uji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha

Esa karena rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa


menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Kajian Pedagogik.
Buku yang kami susuh berjudul “Kajian Pedagogik”
yang ditulis dengan tujuan dapat memberikan gambaran dan
sumbangan yang sangat berarti dan bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang
Pendidikan. Melalui buku ini kami berharap dapat membantu
dan memberikan gambaran bagi para pembaca yang tertarik
dengan kajian pedagogik dan Pendidikan.
Kajian pedagogik ini menggambarkan bagaimana
Langkah dan proses membimbing anak didik, berhadapan
dengan anak didik, tugas pendidik dalam mendidik anak
serta bagaimana tujuan dalam mendidik anak didik.
Sehingga kajian pedagogik ini dapat memberikan manfaat
bagi berbagai pihak, khususnya bagi pengajar dan anak didik
kita dalam proses pendidikan
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada
yang telah membantu kami dalam mengerjakan karya ilmiah
ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-
teman yang telah memberi kontribusi baik secara langsung
maupun tidak langsung dalam pembuatan karya ilmiah ini.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan |i


Kami sebagai penulis mengakui bahwa ada banyak
kekurangan pada karya ilmiah ini.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari seluruh pihak
senantiasa kami harapkan demi kesempurnaan karya kami.
Semoga karya ilmiah ini dapat membawa pemahaman dan
pengetahuan bagi kita semua tentang Kajian Pedagogik

Bandung, 27 Maret 2021

Tim Penulis

ii | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Daftar Isi
Kata Pengantar …………………………….………………………… i
Daftar Isi ……………..………………………………………………….. ii

Chapter 1. Kajian Pedagogik Pendidikan Sebagai


Ilmu Pengetahuan ………………………….… 1
Chapter 2. Makna Pendidikan Dalam Kaitannya
dengan Pengajaran, Pelatihan dan
Bimbingan ………………………..……………… 26
Chapter 3. Kajian Filsafat Terhadap Hakikat
Manusia dan Pendidikan …………………. 48
Chapter 4. Sejarah Perkembangan Pendidikan
Di Dunia …………………..…………………..…… 87
Chapter 5. Kajian Historis Terhadap Tokoh-Tokoh
Pendidik Di Indonesia ………………………. 133
Chapter 6. Perspektif Perkembangan Peserta Didik
Terhadap Tujuan Pendidikan, Kajian
Psikologis Terhadap Realitas
Perkembangan Peserta Didik …………… 162
Chapter 7. Landasan Religi dan Nilai-Nilai Tujuan
Pendidikan …………………………..…………… 226
Chapter 8. Situasi Pendidikan Dalam Ranah
Lingkungan Pendidikan, Kajian Empirik
Tentang Pendidikan Dalam Latar
Peristiwa ……………….………………………….. 259

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | iii


Chapter 9. Pendidikan Dalam Latar Budaya dan
Organisasi …………………….………………….. 379
Chapter 10. Azas Pendidikan ………………..…………….. 406
Chapter 11. Perspektif Pedagogik Tentang
Landasan Manajemen Pendidikan …… 500
Chapter 12. Perspektif Pedagogik Tentang Evaluasi
Pendidikan ……………….……………………… 533
Chapter 13. Implikasi Hasil Penelitian Pendidikan
Terhadap Teori dan Praktek
Pendidikan ……………………………………….. 570

iv | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Chapter 1

Kajian Pedagogik
Pendidikan Sebagai Ilmu
Pengetahuan
-Cucu Wahyudin-

Pendahuluan

Ilmu merupakan salah satu dari buah pemikiran


manusia dalam menjawab pertanyaan pertanyaan yang ingin
diketahuinya[1]. Kemampuan menalar yang menyebabkan
manusia mampu mengembangkan pengetahuan yang
merupakan rahasia kekuasaan kuasaNya. Manusia adalah
satu satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan
ini secara sungguh sungguh. Pengetahuan mampu
dikembangkan oleh manusia karena dua hal utama yakni,
pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu
mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang
melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua, manusia
mampu mengembangkan pengtahuannya dengan cepat dan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan |1


mantap karena manusia memiliki kemampuan berpikir
[2]
menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu . Cara
berpikir seperti ini disebut penalaran.
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam
menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan
dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan.
Meskipun demikian, tidak semua kegiatan berpikir
menyandarkan diri pada penalaran. Penalaran merupakan
kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu
dalam menemukan kebenaran. Berpikir merupakan suatu
kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar [2].
[4]
Kemampuan untuk mengetahui , secara analitik
dapat dibagi dalam 3 kategori, yaitu kemampuan kognitif,
afektif, dan konatif. Kemampuan kognitif ialah kemampuan
untuk mengetahui (dalam arti kata yang lebih dalam berupa
mengerti, memahami, menghayati) dan mengingat apa yang
diketahui tersebut. Landasan kognitif adalah rasio atau akal.
Kognisi an sich bersifat netral, namun dalam kenyataanya
kognisi “didikte” oleh cognitive syndrome.

2 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Kemampuan afektif ialah kemampuan untuk
merasakan tentang yang diketahuinya itu, ialah rasa cinta
(love) dan rasa indah (beauty). Afektif sudah tidak netral lagi.
Baik rasa cinta maupun rasa indah kedua duanya merupakan
continuum dengan ujung ujungnya yang bersifat polar
(cinta-benci, indah-buruk). Rasa inilah yang menghubungkan
manusia dengan keghaiban, dan rasa inilah yang merupakan
sumber kreativitas manusia. Dengan rasa inilah manusia
menjadi manusiawi, atau dengan perkataan lain bermoral.
Kemampuan konatif adalah kemampuan untuk
mencapai apa yang dirasakan. Konasi adalah will atau karsa
(kemauan, keinginan, hasrat), ialah daya dorong untuk
mencapai (atau menjauhi) segala apa yang didiktekan oleh
rasa. Satu lagi sifat manusia sebagai The Knower ialah
kesadaran manusia, yang merupakan dasar yang lebih dalam
bagi dapat berfungsinya kemampuan kognitif, afektif, dan
konatif.
Ilmu merupakan kumpulan pengtahuan yang
mempunyai ciri ciri tertentu yang membedakan ilmu dengan
[1]
pengetahuan pengetahuan lainnya . Ciri ciri keilmuan
didasarkan pada jawaban yang diberikan ilmu terhadap

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan |3


ketiga pertanyaan pokok yang meliputi apa yang ingin
diketahui, bagaimana cara mendapatkan pengetahuan
tersebut dan nilai kegunaanya bagi manusia. Ontologi
membahas tentang apa yang ingin diketahui, seberapa jauh
ingin diketahui, atau dengan perkataan lain suatu pengkajian
mengenai teori tentang “ada”.
Untuk mengetahui bagaimana cara mendapatkan
pengetahuan mengenai objek tertentu, dikenal epistemology,
yakni teori tentang pengetahuan. Untuk menjawab
pertanyaan tentang nilai kegunaan dan nilai pengetahuan,
dikenal axiology, yakni teori tentang nilai. Setiap buah
pemikiran manusia dapat dikembalikan pada dasar-dasar
ontology, epistemology dan axiology dari pemikiran yang
bersangkutan.
Analisis kefalsafahan ditinjau dari tiga landasan ini
akan membawa kita kepada hakekat suatu buah pemikiran.
Demikian Juga kita akan mempelajari ilmu ditinjau dari titik
tolak yang sama untuk mendapatkan gambaran yang
sedalam dalamnya.
[2]
Sebagai suatu kegiatan berpikir , penalaran
mempunyai ciri ciri tertentu. Ciri yang pertama adalah adanya

4 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika.
Tiap bentuk penalaran mempunyai logikanya sendiri.
Kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir logis,
yaitu memiliki suatu pola tertentu atau logika tertentu.
Berpikir logis memiliki konotasi yang bersifat jamak (plural)
dan bukan tunggal (singular).
Suatu kegiatan berpikir bisa disebut logis ditinjau dari
suatu logika tertentu, dan mungkin tidak logis bila ditinjau
dari sudut logika yang lain. Hal ini sering menimbulkan gejala
yang lazim disebut kekacauan penalaran, yang disebabkan
oleh tidak konsisten dalam mempergunakan pola berpikir
tertentu.
Ciri yang kedua dari penalaran adalah sifat analitik
dari proses berpikirnya. Penalaran merupakan suatu kegiatan
berpikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis dan
kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analisis tersebut
adalah logika penalaran yang bersangkutan. Artinya
penalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan analisis yang
mempergunakan penalaran ilmiah. Sifat analitik ini
merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir
tertentu. Tanpa adanya pola berpikir tersebut maka tidak

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan |5


akan ada kegiatan analisis, sebab analisis pada hakikatnya
merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah
langkah tertentu.

Dasar Ontologi Ilmu

Ilmu membatasi diri hanya pada kejadian yang


bersifat empiris [1]. Objek penelaahan ilmu mencakup
seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indra
manusia. Berdasarkan objek yang ditelaahnya, maka ilmu
dapat disebut sebagai suatu pengetahuan empiris, dimana
objek-objek yang berbeda diluar jangkauan manusia tidak
termasuk kedalam bidang penelaahan keilmuan tersebut.
Inilah yang merupakan salah satu ciri ilmu, yakni orientasi
terhadap dunia empiris.
Pengetahuan keilmuan mengenai objek empiris ini
pada dasarnya merupakan abstraksi yang disederhanakan.
Penyederhanaan ini perlu, sebab kejadian alam yang
sesungguhnya begitu kompleks dengan sampel dari
berbagai faktor yang terlibat didalamnya. Ilmu tidak
bermaksud “memotret” suatu kejadian tertentu dan

6 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


mengabstraksikannya dalam bahasa keilmuan. Ilmu
bertujuan untuk mengerti mengapa hal ini terjadi, dengan
membatasi diri pada hal hal yang asasi. Proses keilmuan
bertujuan untuk memeras hakekat objek empiris tertentu,
untuk mendapatkan sari yang berupa pengetahuan
mengenai objek tersebut.
Untuk mendapatkan pengetahuan ini, ilmu membuat
beberapa andaian (asumsi) mengenai objek objek empiris.
Asumsi ini perlu, sebab pernyataan asumtif inilah yang
memberi arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan.
Sebuah pengetahuan baru dianggap benar selama kita bisa
menerima asumsi yang dikemukakannya. Dengan asumsi
yang berbeda, maka kesimpulan pun bisa berbeda.
Ilmu menganggap bahwa objek-objek empiris yang
menjadi bidang penelaahanya mempunyai sifat keragaman,
memperlihatkan sifat berulang dan semuanya jalin menjalin
secara teratur. Suatu peristiwa tidaklah terjadi secara
kebetulan, namun tiap peristiwa mempunyai pola tetap yang
teratur.
Secara terperinci ilmu mempunyai tiga asumsi
mengenai objek empiris. Asumsi pertama menganggap

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan |7


objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain,
umpamanya dalam hal bentuk, struktur, sifat dan sebagainya.
Asumsi yang kedua adalah anggapan bahwa suatu benda
tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu.
Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu
objek dalam suatu keadaan tertentu. Kegiatan ini jelas tidak
dapat dilakukan jika objek selalu berubah-ubah tiap waktu.
Walaupun tidak mungkin menuntut adanya kelestarian yang
absolut.
Asumsi yang ketiga adalah determinisme. Tiap gejala
mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan-
urutan kejadian yang sama.

Dasar Epistemologi Ilmu

Epistemologi atau teori pengetahuan, membahas


secara mendalam segenap proses yang terlihat dalam suatu
usaha untuk memperoleh pengetahuan. Ilmu merupakan
pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang
dinamakan metoda keilmuan. Metoda inilah yang
membedakan ilmu dengan buah pemikiran yang lainnya.

8 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh dengan
menerapkan metode keilmuan. Karena ilmu merupakan
sebahagian dari pengetahuan, yakni pengetahuan yang
memiliki sifat-sifat tertentu, maka ilmu dapat juga disebut
pengetahuan keilmuan. Untuk tujuan inilah, agar tidak terjadi
kekacauan antara pengertian “ilmu” (science) dan
“pengetahuan” (knowledge), maka dipergunakan istilah
“ilmu” untuk “ilmu pengetahuan”.
Istilah ilmu [3] menunjuk sekurang kurangnya pada
tiga hal, yakni pengetahuan, aktivitas, dan metode. Ilmu
dapat dipahami sebagai aktivitas penelitian, metode kerja
dan hasil pengetahuan. Dengan demikian, pengertian ilmu
selengkapnya berarti aktivitas penelitian, metode ilmiah dan
pengetahuan sistematis.
Hakekat ilmu tidak berhubungan dengan titel, profesi
atau kedudukan. Hakekat keilmuan ditentukan oleh cara
berpikir yang dilakukan menurut persyaratan keilmuan. Ilmu
bersifat terbuka, demokratis dan menjunjung kebenaran
diatas segala-galanya.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan |9


Metode Keilmuan
Ditinjau dari segi perkembanganya, seperti juga semua unsur
kebudayaan manusia, ilmu merupakan gabungan dari cara-
cara manusia sebelumnya dalam mencari pengetahuan.
Terdapat dua pola dalam memperoleh pengetahuan.
Pertama adalah berpikir secara rasional, dimana berdasarkan
paham rasionalisme ini, ide tentang kebenaran sudah ada.
Pikiran manusia dapat mengetahui ide tersebut, namun tidak
menciptakanya, dan tidak pula mempelajarinya lewat
pengalaman. Ide tentan kebenaran yang menjadi dasar
pengetahuanya diperoleh lewat berpikir secara rasional.
Kedua adalah berpikir secara empirisme, yang
berlawanan dengan rasionalisme. Kaum empiris
menganjurkan agar kembali ke alam untuk mendapatkan
pengetahuan. Menurut mereka pengetahuan ini tidak ada
secara apriori di benak kita, melainkan harus diperoleh dari
pengalaman. Pola berpikir empiris semula berasal dari
sarjana-sarjana Islam dan kemjudian terkenal di dunia barat
melalui tulisan Francis Bacon (1561-1626).
Pendekatan empiris ternyata tidak juga membawa
lebih dekat pada kebenaran. Gejala yang terdapat dalam

10 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


pengalaman, baru mempunyai arti kalau diberikan tafsiran
kepada mereka. Fakta, yang ada sebagai dirinya sendiri,
tidaklah mampu berkata apa apa. Kitalah yang memberi
mereka sebuah arti: sebuah nama, sebuah tempat, atau apa
saja. Ternyata bahwa pendekatan empiris ini pun gagal untuk
memecahkan masalah pokok dalam menemukan
pengetahuan yang benar.
Oleh karenanya, timbulah gagasan untuk
memadukan kedua pendekatan ini untuk menyusun metode
yang lebih dapat diandalkan dalam menemukan
pengetahuan yang benar. Gabungan antara pendekatan
rasional dan empiris dinamakan metode keilmuan.
Rasionalisme memberikan kerangka pemikiran yang koheren
dan logis, sedangkan empirisme kerangka pengujian dalam
memastikan suatu kebenaran. Kedua metode ini yang
digunakan secara dinamis menghasilkan pengetahuan yang
konsisten dan sistematis serta dapat diandalkan, sebab
pengetahuan tersebut telah teruji secara empiris.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 11


Kelebihan dan Kekurangan Berpikir secara Keilmuan
Kelebihan ilmu terletak pada pengetahuan yang
tersusun secara logis dan sistematis serta telah teruji
kebenaranya. Kegiatan keilmuan tidaklah dilakukan secara
misterius, melainkan semuanya bersifat terbuka. Segenap
unsur dan langkah yang terlibat didalamnya diungkapkan
dengan jelas, sehingga memungkinkan semua pihak
mengetahui keseluruhan proses yang telah dilakukan.
Kekurangan ilmu bersumber pada asumsi landasan
epistemologi ilmu, yang menyatakan bahwa kita mampu
memperoleh pengetahuan yang bertumpu pada persepsi,
ingatan dan penalaran. Persepsi kita yang mengandalkan
panca indera jelas mempunyai kelemahan, sebab panca
indera manusia tidak sempurna.

Beberapa Konsep dalam Ilmu


Terdapat dua konsep dalam pengambilan keputusan
atau kesimpulan, yang pertama adalah induksi dan yang
kedua adalah deduksi. Induksi adalah suatu cara
pengambilan keputusan dimana kita menarik kesimpulan
yang bersifat umum dari kasus kasus individual. Deduksi

12 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


adalah lawan dari induksi. Deduksi adalah sebuah proses
yang menarik kesimpulan yang bersifat individual dari
pernyataan yang bersifat umum. Deduksi adalah proses
penarikan kesimpulan dari pernyataan- pernyataan yang
kebenaranya telah diketahui.
Kegiatan keilmuan mengenal dua bentuk masalah. Bentuk
yang pertama merupakan masalah yang belum pernah
diselidiki sebelumnya, sehingga jawaban atas permasalahan
tersebut merupakan pengetahuan baru. Penelitian dalam
memecahkan masalah seperti ini dinamakan peneltian murni.
Bentuk yang kedua mempelajari masalah yang berupa
konsekwensi praktis dari pengetahuan yang telah diketahui
sebelumnya, yang disebut sebagai penelitian terapan.

Dasar Axiologi Ilmu


Pengetahuan adalah kekuasaan. Apakah kekuasaan
itu akan merupakan berkat atau malapetaka bagi umat
manusia, semua itu terletak pada orang yang menggunakan
kekuasaan tersebut. Ilmu itu sendiri bersifat netral, ilmu tidak
mengenal sifat baik atau buruk, dan si pemilik pengetahuan
itulah yang harus memiliki sikap.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 13


Netralitas ilmu hanya terletak pada dasar
epistemologinya saja : jika hitam katakan hitam, jika ternyata
putih katakan putih; tanpa berpihak kepada siapapun juga
selain kepada kebenaran yang nyata. Sedangkan secara
ontologis dan axiologis, ilmuwan harus mampu menilai
antara yang baik dan yang buruk. Pada hakekatnya
mengharuskan ilmuwan menentukan sikap. Kekuasaan ilmu
yang besar ini mengharuskan seorang ilmuwan mempunyai
landasan moral yang kuat..

Kriteria Kebenaran

Kebenaran adalah suatu sifat dari kepercayaan, dan


diturunkan dari kalimat yang menyatakan kepercayaan
tersebut. Kebenaran merupakan suatu hubungan tertentu
antara suatu kepercayaan dengan suatu fakta atau lebih di
luar kepercayaan. Bila hubungan ini tidak ada, maka
kepercayaan itu adalah salah.
Terdapat tiga teori kebenaran yang dikembangkan,
yaitu teori koherensi, teori korespondensi, dan teori
pragmatis [2]. Berdasarkan teori koherensi, suatu pernyataan

14 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau
konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang
dianggap benar. Matematika ialah bentuk pengetahuan yang
penyusunannya dilakukan pembuktian berdasarkan teori
koheren. Sistem matematika disusun di atas beberapa dasar
pernyataan yang dianggap benar yakni aksioma. Dengan
menggunakan beberapa aksioma, maka disusun teorema. Di
atas teorema maka dikembangkan kaidan-kaidah
matematika yang secara keseluruhan merupakan suatu
sistem yang konsisten. Plato (427-347 SM) dan Aristoteles
(384-322 SM) mengembangkan teori koherensi berdasarkan
pola pemikiran yang dipergunakan Euclid dalam menyusun
ilmu ukurnya.
Teori lain tentang kebenaran yang dikembangkan
adalah teori korespondensi, yang eksponen utamanya adalah
Bertrand Russel (1872-1970). Menurut teori korespondensi,
suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang
dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan)
dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Teori
koherensi dan teori korespondensi dipergunakan dalam cara
berpikir ilmiah. Penalaran teoritis yang berdasarkan logika

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 15


deduktif menggunakan teori koherensi. Sedangkan proses
pembuktian secara empiris dalam bentuk pengumpulan
fakta-fakta yang mendukung suatu pernyataan tertentu
mempergunakan teori kebenaran lain yang disebut teori
kebenaran pragmatis.
Teori pragmatis mengukur kebenaran suatu
pernyataan dengan kriteria apakah pernyataan tersebut
bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Suatu
pernyataan adalah benar, jika pernyataan itu atau
konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan
praktis dalam kehidupan manusia.

Sumber Kebenaran

Pengetahuan dapat ditinjau dari sumber yang


memberikan pengetahuan tersebut [2]. Dalam hal wahyu dan
intuisi, maka secara implisit mengakui bahwa wahyu (atau
dalam hal ini Tuhan yang menyampaikan wahyu) dan intuisi
adalah sumber pengetahuan. Dengan wahyu maka
didapatkan pengetahuan lewat keyakinan (kepercayaan)
bahwa yang diwahyukan adalah benar. Demikian pula

16 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


dengan intuisi, yang juga dipercaya sebagai sumber
pengetahuan yang benar, meskipun kegiatan intuitif tidak
mempunyai logika atau pola berpikir tertentu.
Kegiatan berpikir mendasarkan diri pada penalaran
[2]. Berdasarkan kriteria penalaran, tidak semua kegiatan
berpikir bersifat logis dan analitis. Cara berpikir yang tidak
termasuk ke dalam penalaran bersifat tidak logis dan analitis.
Dengan demikian dapat dibedakan ciri ciri berpikir menurut
penalaran dan berpikir yang bukan berdasarkan penalaran.
Perasaan merupakan suatu penarikan kesimpulan
yang tidak berdasarkan penalaran. Kegiatan berpikir juga ada
yang tidak berdasarkan penalaran, umpamanya intuisi. Intuisi
merupakan suatu kegiatan berpikir yang non analitik yang
tidak mendasarkan pada suatu pola berpikir tertentu. Berpikir
intuitif memegang peranan yang penting dalam masyarakat
yang berpikir non analatik, yang kemudian sering bergalau
dengan perasaan.
Disamping itu masih terdapat bentuk lain dalam
usaha manusia untuk mendapatkan pengetahuan, yakni
wahyu. Ditinjau dari hakikat usahanya, maka dalam rangka
menemukan kebenaran, dapat dibedakan dua jenis

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 17


pengetahuan, pertama adalah pengetahuan yang
didapatkan sebagai hasil usaha yang aktif dari manusia untuk
menemukan kebenaran, baik melalui penalaran maupun
lewat kegiatan lain seperti perasaan dan intuisi.
Dipihak lain terdapat juga bentuk pengetahuan yang
bukan merupakan kebenaran yang didapat sebagai hasil
usaha aktif manusia. Pengetahuan yang didapat bukan
berupa kesimpulan sebagai produk dari usaha aktif manusia
dalam menemukan kebenaran, melainkan berupa
pengetahuan yang ditawarkan atau diberikan, umpamanya
wahyu yang diberikan Tuhan lewat malaikat malaikat dan
nabi nabinya. Manusia dalam menemukan kebenaran ini
bersifat pasif sebagai penerima pemberitaaan tersebut, yang
kemudian dipercaya atau tidak dipercaya berdasarkan
masing masing keyakinanya.
Dalam hal penalaran [2] belum didiskusikan tentang
materi dan sumber pengetahuan berasal. Penalaran hanya
merupakan cara berpikir tertentu. Untuk melakukan kegiatan
analisis maka kegiatan penalaran tersebut harus diisi dengan
materi pengetahuan yang berasal dari suatu sumber
kebenaran.

18 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Pengetahuan yang dipergunakan dalam penalaran
pada dasarnya bersumber pada rasio atau fakta. Mereka
yang berpendapat bahwa rasio adalah sumber kebenaran
mengembangkan paham yang kemudian disebut sebagai
rasionalisme. Mereka yang menyatakan bahwa fakta yang
tertangkap lewat pengalaman manusia merupakan sumber
kebenaran mengembangkan paham empirisme..

Membangun Kerangka Pikir Pedagogik : Persoalan


Filosofis Keilmuan

Filsafat pendidikan sebagai keyakinan dan landasan


tujuan pendidikan membantu untuk memahami,
menjelaskan, memprediksi, dan mengendalikan
(perkembangan) perilaku manusia secara kontekstual yang
koheren dengan filsafat dan tujuan pendidikan. Kerangka
pikir filsafat dan keilmuan pendidikan ditunjukan pada
Gambar 1 dan 2.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 19


Gambar 1.Kerangka Pikir Pedagogik : Persoalan Filosofis Keilmuan
(Sunaryo Kartadinata, 2015)

Gambar 2. Kerangka pikir filsafat dan keilmuan pendidikan


(Sunaryo Kartadinata, 2015)

20 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Kerangka Pikir Ilmu dan Praktis Pendidikan

Pendidikan merupakan upaya normatif yang


membawa manusia untuk merealisasikan diri. Proses
membawa, tindakan pendidikan, perbuatan mendidik, relasi
dan transaksi pendidikan, dalam menciptakan situasi
pendidikan sebagai kondisi maksimum untuk memfasilitasi
manusia merealisasikan diri. Kondisi maksimum, situasi
pendidikan untuk memfasilitasi realisasi diri yang
dikembangkan dengan melumatkan pendekatan ilmiah
(scientific bases) tentang perilaku manusia secara koheren
dengan filsafat pendidikan. Situasi pendidikan, dengan
demikian, menjadi keunikan wilayah kajian pendidikan yang
akan membedakan pendidikan dari ilmu-ilmu lain yang
menjadi ilmu bantu pendidikan di dalam memahami,
menjelaskan, memprediksi, dan mengendalikan perilaku
manusia. Kerangka pikir ilmu dan praksis pendidikan
ditunjukan pada Gambar 3.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 21


Gambar 3. Kerangka pikir ilmu dan praksis pendidikan (Sunaryo

Kartadinata, 2015)

Tanggung Jawab dan tujuan umum pendidikan


adalah menciptakan kondisi maksimum secara inklusif untuk
memfasilitasi realisasi kesadaran diri manusia sebagai warga
negara dan bangsa ke jalan nilai moral dan spiritual,
bertanggung jawab atas kemaslahatan masyarakat, dunia,
dan lingkungan alamnya, mewujudkan pewarisan nilai-nilai
keadilan, demokrasi, keharmonisan, kesehatan lingkungan
dan nilai kultural yang menjadikan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang dikuasainya membawa kesuksesan dan
kemaslahatan bagi kehidupan bangsa dan umat manusia.

22 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Tanggung jawab moral pendidik adalah menuntun
bangsa ke jalan nilai-nilai moral dan spiritual, mendidik
warga negara bertanggung jawab atas kemaslahatan
masyarakat, dunia, dan lingkungan alamnya. Juga
mewujudkan warisan nilai-nilai keadilan, demokrasi,
keharmonisan, kesehatan lingkungan dan pewarisan nilai-
nilai kultural yang akan menjadikan ilmu pengetahuan dan
teknologi membawa kesuksesan dan kemaslahatan bagi
kehidupan bangsa. Kerangka belajar abad 21 ditunjukan
pada Gambar 4.

Gambar 4. Kerangka belajar abad 21 (Sunaryo Kartadinata,


2015)

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 23


Daftar Pustaka

Jujun S. Suriasumantri. 2001. Ilmu dalam Perspektif. Yayasan


Obor Indonesia.
Jujun S. Suriasumantri. 2003. Filasafat Ilmu Sebjuah
Pengantar Populer. Pustaka Sinar Harapan.
Jacob Dahl Rendtorff. 2014. French Philosophy and Social
Theory; A Perspective for Ethics and Philosophy of
Management. Springer.
The Liang Gie. 1997. Pengantar Filsafat Ilmu. Penerbit Liberty
Yogyakarta
Herman Soewardi. 2004. Roda Berputar Dunia Bergulir.
Kognisi Baru Tentang Timbul Tenggelamnya Sivilisasi.
Penerbit Bakti Mandiri Bandung.
Hoesada, Jan. 2013. Taksonomi Ilmu Manajemen. Penerbit
Andi, Yogyakarta
Sunaryo Kartadinata. 2015. Pengembangan Pedagogik dari
Perspektif Pendidikan dan Pendidikan Guru Abad 21.
Seminar Internasional Pedagogik ke 6 Pendidikan
Guru Sekolah Dasar. Universitas Pendidikan
Indonesia.

24 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Biografi Penulis

Cucu Wahyudin. Menyelesaikan program


sarjana teknologi industri pertanian
Institut Pertanian Bogor (IPB) dan program
magister teknik industri Institut Teknologi
Bandung (ITB). Saat ini bekerja sebagai
staff pengajar di jurusan teknik industri Universitas Jenderal
Ahmad Yani (Unjani). Sangat meminati bidang-bidang
manajemen industri, terutama industri kecil menengah
manufaktur, startup bisnis dan kewirausahaan. Saat ini
sedang menempuh pendidikan doktoral ilmu manajemen di
Universitas Pendidikan Indonesia.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 25


Chapter 2

Makna Pendidikan Dalam


Kaitannya dengan
Pengajaran, Pelatihan dan
Bimbingan
-Duduh Sujana-

Pendahuluan

Pendidikan sudah menjadi kewajiban yang harus


didapatkan setiap masyarakat Indonesia. Dengan adanya
pendidikan, seseorang bisa lebih pintar dan memahami lebih
banyak ilmu. Namun sayangnya banyak orang yang belum
memahami benar pengertian pendidikan.Banyak yang
mengira jika pendidikan hanya bisa didapatkan dari bangku
sekolah saja. Namun pengertian pendidikan sangatlah luas
Secara umum, pengertian pendidikan merupakan
bentuk usaha secara sadar dan terencana yang bertujuan
mewujudkan suasana serta proses pembelajaran untuk para

26 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


peserta didik agar aktif dalam mengembangkan potensi di
dalam dirinya Sehingga nantinya bisa memiliki kecerdasan,
kekuatan pengendalian diri, spiritual keagamaan,
kepribadian, akhlak mulia, dan keterampilan yang
dibutuhkan dirinya dan juga masyarakat. Secara Etimologi
pengertian pendidikan adalah proses mengembangkan
kemampuan diri sendiri dan kekuatan individu. Sedangkan
menurut Kamus Bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan.
Selain itu pendidikan juga bisa didefinisikan sebagai
proses pembelajaran untuk peserta didik agar dapat
memahami dan mengerti serta menjadikannya sebagai
manusia yang lebih kritis ketika berpikir pendidikan bukan
hanya bisa didapatkan secara formal, seperti program dan
sekolah yang sudah direncanakan saja. Namun juga bisa
didapatkan melalui pendidikan non formal yang didapatkan
dari kehidupan sehari hari baik yang dialami atau dipelajari
melalui orang lain.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 27


Kata pendidikan secara bahasa datang dari kata
“pedagogi” yaitu “paid” yang artinya anak serta “agogos”
yang artinya menuntun, jadi pedagogi yaitu pengetahuan
dalam menuntun anak. Sedang secara istilah pengertian
pendidikan adalah satu sistem pengubahan sikap serta
perilaku seorang atau kelompok dalam usaha
mendewasakan manusia atau peserta didik lewat usaha
pengajaran serta kursus.
pengertian pendidikan, Pendidikan dapat diperoleh
baik secara formal dan non formal. Pendidikan secara formal
diperoleh dengan mengikuti program-program yang telah
direncanakan, terstruktur oleh suatu insititusi, departemen
atau kementtrian suatu negara seperti di sekolah pendidikan
memerlukan sebuah kurikulum melaksanakan perencanaan
penganjaran. Sedangkan pendidikan non formal adalah
pengetahuan yang diperoleh dari kehidupan sehari-hari dari
berbagai pengalaman baik yang dialami atau dipelajari dari
orang lain

28 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Teori Pendidikan

Menurut para ahli pengertian pendidikan adalah


1. Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional
Indonesia): Menurut Ki Hajar Dewantara bahwa
pengertian pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup
tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan
yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada
anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan
sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai
keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
2. Menurut UU No. 20 Tahun 2003: Pengertian pendidikan
berdasarkan UU No.20 Tahun 2003 adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar pesertadidik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa, dan negara.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 29


Mengajar merupakan suatu perbuatan yang
memerlukan tanggung jawab moral yang cukup berat.
Berhasilnya pendidikan pada siswa sangat bergantung pada
pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya.
Zamroni (2000:74) mengatakan “guru adalah kreator proses
belajar mengajar. Nasution (1982:8) mengemukakan
kegiatan mengajar diartikan sebagai segenap aktivitas
kompleks yang dilakukan guru dalam mengorganisasi atau
mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan
menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses
belajar. Dengan demikian proses dan keberhasilan belajar
siswa turut ditentukan oleh peran yang dibawakan guru
selama interaksi proses belajar mengajar berlangsung.
Usman (1994:3) mengemukakan mengajar pada prinsipnya
adalah membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar
atau mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan
suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam
hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran
yang menimbulkan terjadinya proses belajar. Pengertian ini
mengandung makna bahwa guru dituntut untuk dapat
berperan sebagai organisator kegiatan belajar siswa dan juga

30 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


hendaknya mampu memanfaatkan lingkungan, baik ada di
kelas maupun yang ada di luar kelas, yang menunjang
terhadap kegiatan belajar mengajar. Aktivitas kompleks yang
dimaksud antara lain adalah
1. mengatur kegiatan belajar siswa,
2. memanfaatkan lingkungan, baik ada di kelas maupun
yang ada di luar kelas, dan
3. memberikan stimulus, bimbingan pengarahan, dan
dorongan kepada siswa

Tujuan Pendidikan
Berdasarkan UU No. 2 Tahun 1985 yang berbunyi
bahwa tujuan pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan
bangsadan mengembangkan manusia yang seutuhnya yaitu
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian
yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan bangsa.
Berdasarkan MPRS No. 2 Tahun 1960 bahwa tujuan
pendidikan adalah membentuk pancasilais sejati

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 31


berdasarkan ketentuan-ketentuan yang dikehendaki oleh
pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 945.
Tujuan Pendidikan Nasional dalam UUD 1945 (versi
Amandemen) 1) Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, “Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan
ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.” 2)
Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, “Pemerintah memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-
nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”
Berdasarkan UU. No.20 Tahun 2003 mengenai Sistem
Pendidikan Nasional dalam pasal 3, bahwa tujuan pendidikan
nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Tujuan Pendidikan Menurut Unesco Dalam upaya
meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain

32 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan. Berangkat dari
pemikiran itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui
lembaga UNESCO (United Nations, Educational, Scientific
and Cultural Organization) mencanangkan empat pilar
pendidikan baik untuk masa sekarang maupun masa depan,
yakni: (1) learning to Know, (2) learning to do (3) learning to
be, dan (4) learning to live together. Dimana keempat pilar
pendidikan tersebut menggabungkan tujuan-tujuan IQ, EQ
dan SQ.
Perubahan yang diharapkanpada subjek didik setelah
mengalami proses pendidikan, baik tingkah laku individu dan
kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dari
alam sekitarnya dimana individu hidup.Suardi (2010:7)
mengemukakan bahwa tujuan pendidikan adalah
seperangka t hasil pendidikan yang dicapai oleh peserta
didik setelah diselengarakan kegigiatan pendidikan.Seluruh
kegiatan pendidikan,yakni bimbingan pengajaran atau
latihan, diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan
itu.Dalam kontek sini tujuan pendidikan merupakan
komponen dari system pendidikan yang menempati
kedudukan dan fungsi sentral.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 33


Pendidikan Formal dan Non Formal
Tidak sedikit orang tua yang berupaya agar
memberikan pendidikan dengan pilihan jalur pendidikan
yang berbeda sebagai wadah untuk mengembangkan
potensi diri anak. UU No.20 tahun 2003, dalam pasal 13 ayat
1, terdapat tiga jalur pendidikan tersedia di Indonesia, yaitu
pendidikan formal, non formal, dan informal

Pendidikan Formal
Agar lebih mudah mengetahui perbedaan antara
ketiga jenis pendidikan tersebut adalah bahwa ketiganya
telah diatur dalam pasal 1 ayat 6 sesuai Peraturan Pemerintah
No.17 tahun 2010.Dalam UU yang membahas tentang
pengelolaan serta penyelenggaraan pendidikan formal, jalur
pendidikan tersebut memiliki jenjang pendidikan dari dasar,
menengah, sampai perguruan tinggi. .karakter pendidikan
formal
▪ Kurikulum sudah jelas
▪ Memiliki syarat tertentu untuk seluruh peserta didik
▪ Memiliki materi pembelajaran akademis
▪ Proses pendidikan terbilang lama

34 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


▪ Tenaga pengajar harus sesuai klasifikasi
▪ Penyelenggaraan pendidikan dari pemerintah atau
swasta
▪ Peserta didik harus mengikuti ujian
▪ Terdapat administarsi seragam
▪ Ijazah dan lainnya sangat penting untuk menerima
siswa dalam jenjang pendidikan berikutnya

Pendidikan Non Formal


Jalur pendidikan ini berlaku secara terstruktur dan
juga berjenjang. Tujuannya adalah untuk memenuhi
pendidikan para peserta didik, sehingga dapat memperoleh
informasi, pengetahuan, bimbingan, dan juga latihan.Jenis
pendidikan yang satu ini seringkali ditawarkan saat usia dini,
contohnya adalah kursus musik, bimbingan belajar Bahasa
Inggris, dan lainnya.
Jika dilihat dari faktor tujuan pendidikan non formal,
maka lembaga penyelenggara memiliki tanggung jawab
untuk memenuhi berbagai tujuan yang luas, seperti cakupan,
level, dan jenis tujuannya.
Berikut adalah karakteristiknya:

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 35


▪ Agar peserta didik memperoleh keterampilan yang
dapat langsung digunakan. Sehingga, pendidikannya
lebih mengarah pada belajar fungsional sesuai
kebutuhan para peserta didik.
▪ Lebih menekankan pada usaha belajar peserta didik.
Seluruh lembaga non formal meminta peserta didik
belajar mandiri, sehingga harus memiliki inisiatif dan
kontrol dalam kegiatan belajar.
▪ Memiliki waktu penyelenggaraan singkat dan tidak
ada kesinambungan.
▪ Kurikulum yang digunakan dalam lembaga
pendidikan ini bersifat fleksibel, dapat ditentukan
sesuai tujuan peserta didik, dan dapat dirundingkan
dengan terbuka.
▪ Metode pembelajaran partisipatif, dengan konsep
belajar mandiri.
▪ Hubungan antara tenaga pendidik dengan peserta
didik mendatar. Pendidik merupakan fasilitator,
sehingga tidak mengggurui. Sedangkan hubungan
antara dua pihak adalah informal atau akrab.

36 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


▪ Menggunakan sumber-sumber dari lokal yang
digunakan secara optimal.
▪ Ijazah dan lainnya tidak selalu memberikan pengaruh
dalam penerimaan siswa.

Pembahasan

Tujuan Pendidikan Khusus


Makna pendidikan secara umum dan dalam konteks
yang sangat luas ialah menyangkut kehidupan seluruh
manusia untuk mencapai suatu kehidupan yang lebih baik.
Selama manusia berusaha meningkatkan pengetahuannya,
mengembangkan kepribadiannya serta kemampuan dan
keterampilannya, baik itu secara sadar atau tidak sadar, maka
selama itulah pendidikan berjalan terus menerus. (Salam,
2002: 13). Menurut Suhartono (2009:79) menyampaikan
bahwa pendidikan adalah segala kegiatan pembelajaran
yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi
kegiatan kehidupan, singkatnya pendidikan merupakan
sistem proses perubahan menuju pendewasaan,
pencerdasan, dan pematangan diri. Jadi pendidikan dapat

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 37


diidentifikasi karakteristiknya (Suhartono, 2009:83) sebagai
berikut:
1. Pendidikan berlangsung sepanjang zaman (long life
education).
2. Pendidikan berlangsung di setiap bidang kehidupan
manusia.
3. Pendidikan berlangsung di segala tempat dimana
pun.
4. Objek utama pendidikan adalah pembudayaan
manusia dalam memanusiawikan diri dan
kehidupannya.

Tujuan Umum Pendidikan


Tujuan umum pendidikan adalah wajib bagi siapa
saja, kapan saja, dan dimana saja, karena menjadi dewasa,
cerdas, dan matang adalah hak asasi manusia pada
umumnya memang harus berlangsung di setiap jenis,
bentuk, dan tingkat lingkungan, mulai dari lingkungan
individual, sosial keluarga, lingkungan masyarakat luas, dan
berlangsung disepanjang waktu. Jadi, kegiatan pendidikan

38 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


ini berlangsung dengan memadati setiap jengkel ruang
lingkup kehidupan (Suhartono, 2009: 80).
Dalam pengertian yang khusus, menurut Burhanudin
Salam (2002: 12) “Pendidikan diartikan sebagai suatu
bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa, kepada anak
untuk mencapai kedewasaanya”
Suhartono (2009:84) mengungkapkan dalam arti
sempit, pendidikan adalah seluruh kegiatan belajar yang
direncanakan, dengan materi terorganisasi, dilaksanakan
secara terjadwal dalam sistem pengawasan, dan diberikan
evaluasi berdasar pada tujuan yang telah ditentukan
kegiatan utama menurut sistem pendidikan sekolah, pada
hakikatnya pengasuhan dan pembimbingan peserta didik,
dengan dua sasaran khusus (Suhartono, 2009:85), yakni:
a. menumbuhkan ‘kesadaran’ peserta didik terhadap
persoalan kehidupan yang ada dan yang bakal ada.
b. membentuk ‘kemampuan’ berupa kecakapan dan
keterampilan untuk dapat mengatasi setiap
persoalan yang dan kemampuan menyingkapi secara
tepat persoalan yang bakal terjadi di masa depan.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 39


Pendidikan dalam arti khusus ini menggambarkan
upaya pendidikan yang terpusat dalam lingkungan keluarga,
dalam arti tanggung jawab keluarga. Hal tersebut lebih jelas
dikemukakan oleh Drijarkara (dalam Sadulloh, 2015: 4)
bahwa:
a. pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan
tritunggal ayah-ibu-anak, dimana terjadi
pemanusiaan anak. Dia berproses untuk
memanusiakan sendiri sebagai manusia purnawan.
b. pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan
tritunggal, ayah-ibu-anak, dimana terjadi
pembudayaan anak. Dia berproses untuk akhirnya
bisa membudayakan sendiri sebagai manusia
purnawan.
c. pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan
tritunggal, ayah-ibu-anak, dimana terjadi
pelaksanaan nilai-nilai, dengan mana dia berproses
untuk akhirnya dia bisa melaksanakannya sendiri
sebagai manusia purnawan.
Menurut Drijarkara (dalam Sadulloh, 2015: 4),
pendidikan secara prinsip adalah berlangsung dalam

40 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


lingkungan keluarga. Pendidikan merupakan tanggung
jawab orang tua, yakni ayah dan ibu yang merupakan figur
sentral dalam pendidikan. Ayah dan ibu bertanggung jawab
untuk membantu memanusiakan, membudayakan, dan
menanamkan nilai-nilai terhadap anak-anaknya. Bimbingan
dan bantuan ayah dan ibu tersebut akan berakhir apabila
sang anak menjadi dewasa, menjadi manusia sempurna, atau
manusia purnawan (dewasa). Jadi, pendidikan dalam arti
khusus hanya dibatasi usaha orang dewasa untuk
membimbing anak yang belum dewasa untuk mencapai
kedewasaannya, setelah anak menjadi dewasa dengan segala
cirinya, maka pendidikan dianggap selesai. Pendidikan dalam
arti khusus ini lebih terfokus dengan pendidikan yang
dilakukan di persekolahan saja antara pendidik dan peserta
didik.

Makna Pengajaran
Menurut Jones A. Majid, (205:16), “Pengajaran adalah
suatu cara bagaimana mempersiapkan pengalaman belajar
bagi peserta didik’. Dengan kata lain pengajaran adalah
suatu proses yang dilakukan oleh para guru dalam

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 41


membimbing, membantu, dan mengarahkan peserta didik
untuk memiliki pengalaman belajar. Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2000), “pengajaran adalah:
1. proses, cara, perbuatan mengajar atau mengajarkan;
2. perihal mengajar;
3. segala sesuatu mengenai mengajar”.
Sedangkan Tardif (1987), memberi arti pengajaran
atau instruction secara lebih rinci, yaitu “a preplanned, goal
directed educational proces designed to facilitate learning.
artinya adalah sebuah proses kependidikan yang
sebelumnya direncanakan dan diarahkan untuk mencapai
tujuan serta dirancang untuk mempermudah belajar”
Tujuan pengajaran menurut Nana Sudjana (1988: 6),
pada dasarnya adalah “diperolehnya bentuk perubahan
tingkah laku dalam pengertian luas, seperti yang
dikemukakan Gagne yang mencakup keterampilan
intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, sikap dan
keterampilan atau menurut Bloom dibedakan dalam tiga
ranah, yaitu ranah kognitif (aspek intelektual), ranah afektif
(sikap) dan ranah psikomotor (keterampilan)”.

42 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Makna Pelatihan dan Dimensinya
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000),
“pelatihan adalah: 1) proses, cara, perbuatan melatih; 2)
kegiatan atau pekerjaan melatih; 3) tempat melatih”.
Pelatihan atau training diartikan juga sebagai “activity
leading to skilled behavior” atau “the result of good
upbringing (especially knowledge of correct social
behavior)”, yang diterjemahkan sebagai “aktivitas yang
mengarah kepada perilaku terampil” atau hasil baik
pendidikan (terutama pengetahuan tentang perilaku sosial
yang benar)” (http://dictionary.reference.com/browse/).
Sedangkan Nadler dan Wiggs (dalam Robinson & Robinson,
1989), mendefinisikan “pelatihan (training) sebagai teknik-
teknik yang memusatkan pada belajar tentang keterampilan-
keterampilan, pengetahuan dan sikap-sikap yang
dibutuhkan untuk memulai suatu pekerjaan atau tugas-tugas
atau untuk meningkatkan kemampuan dalam melakukan
suatu pekerjaan atau tugas”. Sementara itu, Robinson dan
Robinson (1989) menjelaskan bahwa “pelatihan biasanya
dilakukan oleh organisasi, baik organisasi kerja yang

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 43


berorientasi mencari keuntungan maupun tidak, dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan bisnisnya.
Syah (2004: 35) dalam bukunya mengungkapkan
bahwa dalam perspektif psikologi, pelatihan sebenarnya
masih berada dalam ruang lingkup pengajaran. Artinya,
pelatihan adalah salah satu unsur pelaksanaan proses
pengajaran terutama dalam pengajaran ranah karsa. Oleh
sebab itu, maka hakikatnya tujuan pelatihan adalah
perumusan kemampuan yang diharapkan dari pelatihan
tersebut. Karena tujuan pelatihan ini adalah perubahan
kemampuan yang merupakan bagian dari perilaku, maka
tujuan pelatihan dirumuskan dalam bentuk perilaku
(behavior objectives). Tujuan pelatihan dibedakan menjadi
dua, yakni (Notoadmodjo, 2009: 22):
a. Tujuan umum, yakni rumusan tentang kemampuan
umum yang akan dicapai oleh pelatihan tersebut.
Misalnya: setelah pelatihan ini peserta pelatihan
mampu melakukan deteksi dini kehamilan beresiko.
b. Tujuan khusus, yakni rincian kemampuan yang
dirumuskan dalam tujuan umum ke dalam
kemampuan khusus. Misalnya: tujuan umum dalam

44 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


contoh tersebut ke dalam kemampuan kemampuan
khusus, yakni: kemampuan mengenal tanda-tanda
kehamilan beresiko, kemampuan diagnosis
kehamilan beresiko

Kesimpulan

1. Pendidikan khusus bagaimana bisa menghasilkan


manusia mempunyai keahlian
2. Pendidikan umum bagaimana bisa menghasil manuasia
cerdas
3. Pendidikan di pengaruhi juga lingkungan yg baik untuk
menghasilkan manusia cerdas IQ dan EQ

Daftar Pustaka

Hasbullah. (2003). Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT.


Raja Grafindo Persada
Robinson, Dana Gaines dan Robinson, James C. (1989)
Training for Impact: How to Link Training to Business
Needs and Measure The Results. California: Jossey-
Bass Inc., Publisher.
Usman, Moh. Uzer. (1994). Menjadi Guru Professional.
Bandung. PT Remaja Rosdakarya.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 45


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Fokus
MediaSadulloh, Uyoh, dkk. (2011). Pedagogik.
Bandung: Alfabeta.
Sadulloh, Uyoh, dkk. (2015). Pedagogik (Ilmu Mendidik).
Bandung: Alfabeta.
Sudjana, Nana. (1988). Pembinaan dan Pengembangan
Kurikulum di Sekolah. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Salam, B. 2002. Pengantar pedagogik Dasar-dasar Ilmu
Mendidik. Bandung: Rineka Cipta
Sanjaya, W. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Suhartono. 2009. Filsafat Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media.
Syah, Muhibbin. 2004. Psikologi Pendidikan dengan
Pendekatan Baru. Edisi Revisi. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Tirtarahardja, U. 2005. Pengantar Pendidikan. Bandung:
Rineka Cipta.
Notoadmodjo, S. 2009. Pengembangan Sumber Daya
Manusia. Jakarta: Rineka Cipta
Zamroni. (2000). Paradigma Pendidikan Masa Depan.
Yogyakarta: Bigraf Publishing.
Nasution, S. (1982). Azas-azas Kurikulum. Bandung: Jemars.
Usman, Moh. Uzer. (1994). Menjadi Guru Profesional.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

46 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Biografi Penulis

Duduh Sujana. Lulus S1 jurusan


manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Palangkaraya tahun 1998.
Magister Ekonomi Syariah dari UIN SGD
Bandung lulus tahun 2012. Dari tahun
2016 bekerja sebagi dosen tetap STIE
Ekuitas Bandung matakuliah diampu
pengantar perbankan syariah, dosen tidak tetap di Fakultas
ekonomi universitas garut mengampu matakuliah ekonomi
syriah, menjadi presenter pada seminar nasional manajemen
di Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Jember tahun 2018.
Judul makalah analisis non performing financing pembiayaan
murabahah dalam hubungannya dengan return on equity
pada PT BSM. Tahun 2020 menempuh studi doktoral di ilmu
manajemen Universitas Pendidikan Indonesia.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 47


Chapter 3

Kajian Filsafat Terhadap


Hakikat Manusia dan
Pendidikan
-Abdul Rozak-

Pendahuluan

Pendidikan berlangsung terus menerus dari satu


generasi ke generasi lain. Manusia di manapun akan
membutuhkan pendidikan untuk memudahkan
kehidupannya di masa depan. Bahkan, pendidikan dikatakan
sudah menjadi hak dasar bagi manusia (Sadulloh, 2012:181).
Bagaimana seseorang memandang suatu pendidikan
seringkali dikaitkan dengan cara hidup atau pandangan
hidup dimana orang tersebut berada. Meski demikian,
karena sifatnya yang universal, maka akan ada nilai-nilai di
dalam pendidikan yang berlaku umum (dimanapun dan
kapanpun). Pentingnya pendidikan bagi suatu bangsa
dicerminkan dari adanya peraturan atau bahkan

48 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


perundangan yang dirancang untuk menjamin bahwa setiap
warga negara dari bangsa tersebut bisa memperoleh
kesempatan yang sama untuk belajar.
Kajian pada makalah ini akan menjelaskan hakikat
filsafat pendidikan yang dikaitkan dengan filsafat secara
umum. Hal itu dilakukan dengan cara mengeksplorasi aliran-
aliran filsafat umum yang dinilai memiliki pengaruh terhadap
pemikiran dan pengembangan konsep pendidikan di dunia.
Selanjutnya, disesuaikan dengan lingkup proses belajar
mengajar kita di Indonesia, maka secara khusus akan
disajikan pula penjelasan mengenai kaitan Pancasila sebagai
landasan hidup bangsa dengan konsep pendidikan yang
dikembangkan di Indonesia. Pada setiap sila-nya terkandung
pemahaman yang mendalam mengenai proses
pembelajaran di Indonesia.
Pada bagian terakhir, penulis akan membahas peran
dari pendidik dan peserta didik di dalam mencapai sasaran
pendidikan di Indonesia. Meski sumber pustaka yang penulis
gunakan lebih cenderung mengkajinya dari sisi pendidik,
akan tetapi penulis akan mencoba membahas dari sisi
peserta didik. Kajian pada bagian ini akan dibagi menjadi tiga

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 49


bagian, yaitu kajian dari sisi humanistik, behavioristik, dan
konstruktivistik. Di samping itu, penulis juga akan menyajikan
beberapa potret pengajar dari beberapa aliran filsafat yang
dijadikan kajian pada makalah ini.

Kajian Beberapa Pandangan Filsafat Terhadap


Hakikat Manusia dan Pendidikan

Filsafat Idealisme
Idealisme, pada prinsipnya adalah suatu penekanan
pada realitas ide-gagasan, pemikiran, akal pikir atau kedirian
daripada sabegai suatu penekanan pada obyek-obyek dan
daya-daya material (Knight, 2007). Idealisme terkait dengan
konsep abadi seperti kebenaran, keindahan, kemuliaan.
Lebih lanjut, Knight (2007) menyebutkan bahwa idealisme
menganggap bahwa akal pikir adalah sesuatu yang nyata,
sedangkan materi adalah akibat yang ditimbulkannya.
Sepanjang sejarahnya, edealisme terkait erat dengan agama
karena sama-sama memiliki fokus pada aspek spiritual.
Beberapa filsuf idealisme adalah Plato, Rene Descartes,
George Berkeley, Immanuel Kant dan George W. F. Hegel.

50 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Hakikat Manusia
Idealisme menganggap adanya Diri Absolut yang
merupakan prototype akal-pikir. Jagat raraya ini dapat
direnung-pikirkan dalam cara pandang makrokosmos (jagat
besar) dan mikrokosmos (jagat kecil). Makrokosmos adalah
Akal-pikir absolut, sementara bumi dan pengalaman-
pengalaman sensori dapat direnung-pikirkan sebagai
mikrokosmos yang merupakan bayangan dari apa yang
sejatinya ada. Peran diri individu manusia berusaha
semaksimal mungkin mirip dengan Diri Absolut (Tuhan).
(Knight, 2007)

Idealisme dan Pendidikan

Siswa dapat dipandang sebagai suatu diri


mikrokosmik yang berada dalam proses menjadi lebih mirip
dengan Diri Absolut. Siswa ditandai oleh keinginan untuk
sempurna. Di sekolah penganut aliran idealisme, guru
merupakan contoh bagi siswa karena lebih dekat dengan
Diri Absolut, perpustakaan menjadi pusat aktivitas dan
dan dalam proses pembelajarannya tidak tergairahkan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 51


dengan kunjungan ke lapangan. Kritik yang muncul terhadap
idealisme ini adalah bahwa pendidikan semacam ini sebagai
bentuk pengalaman menara gading dan merupakan
pendukung status quo. (Knight, 2007)

Filsafat Realisme

Realisme merupan reaksi terhadap keabstrakan dan


kedunia-lainan dari idealisme. Titik tolaknya adalah bahwa
obyek-obyek dan indra muncul dalam bentuk apa adanya
terlepas dari serapan pengetahuan yang dibentuk oleh akal-
pikir. Realisme berpendapat bahwa hakikat realitas ialah
terdiri dari dunia fisik dan dunia rohani (Sadulloh, 2012).
Aristoteles (384-322 S.M.) berpendapat bahwa unsur-unsur
pokok dari setiap obyek adalah bentuk dan isinya. Bentuk
dapat di analogikan dengan ida atau gagasan dalam
pandangan Plato tentang idealisme, sedangkan materi
adalah unsur material yang membentuk suatu oobyek.
Aristoteles percaya bahwa pemahaman yang lebih baik
tentang ide-ide universal dapat diraih mellaui kajian
terhadap hal atau materi. (Knight, 2007)

52 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Hakikat Manusia

Knight (2007) menyebutkan bahwa menurut


Realisme, realitas puncak bukanlah ada dalam akal-pikir
seperti yang dianggap oleh penganut idealisme. Alam
semesta adalah dunia fisik di mana manusia tinggal di
dalamnya dan merancang realitas. Alam semesta merupakan
sebuah mesin raksasa di mana manusia bertindak sebagai
pengamat dan juga menjadi peserta. Penganut realisme
melihat realitas dalam kaca mata bahwa segala sesuatu
adalah nyata ketika berjalan sesuai dengan hukum alam.
Kebenaran adalah segala sesuatu yang sesuai dengan situasi
aktual sebagaimana ditangkap oleh si pengamat.

Realisme dan Pendidikan


Dalam filsafat realisme, siswa dipandang sebagai
organisme hidup yang dapat menangkap tatanan alam dunia
ini melalui pengalaman indrawi. Dunia adalah sesuatu dan
seorang siswa adalah orang yang dapat mengetahui dunia
melalui panca indra mereka. Beberapa penganut realisme
memandang siswa sebagai orang yang tunduk pada hukum

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 53


alam dan karen itu tidak bebas dalam pilihan-pilihan yang
meraka ambil. (Knight, 2007)
Para siswa merespon rangsangan dari lingkungan
mereka. Siswa dapat diprogram sebagaimana sebuah
komputer. Namun berbeda dengan program komputer,
pemrograman seorang siswa tidak langsung berhasil
seketika tetapi melalui pembinaan, pelatihan dan
pembentukan agar dapat membuat respon yang sesuai.
Berbeda dengan siswa yang dianggap sebagai
penonton yang melihat mesin alam yang besar, guru dapat
dilihat sebagai pengamat yang lebih kompleks yang
mengetahui banyak hal tentang hukum-hukum kosmos.
Peran guru adalah memberikan informasi yang akurat
menyangkut realitas pada siswa secara efisien dan cepat.
Metode pengajaran realisme sangat mementingkan
indrawi. Siswa dapt belajar dengan baik dan maksimal jika
mereka dapat merasa, mencium dan mendengar materi yang
diajarkan, serta melihatnya. Penganut aliran ini menyukai
demonstrasi (peragaan materi) di ruang kelas karya wisata
dan penggunaan alat bantu audio-visual.

54 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Filsafat Pragmatisme
Pragmatisme merupakan perkembangan dari
Realisme yang tumbuh dan berasimilasi dengan inti
permikiran Yunani Kuno dari Heraclitos. Heraclitos
berpandangan bahwa sifat utama dari kenyataan hidup
adalah perubahan (Kuswana, 2013). Filsafat-filsafat
tradisional cenderung bersifat statis menerangkan segala
sesuatu sebagaimana adanya. Pragmatisme merupakan
aliran filsafat yang merupakan reaksi filosofis atas fenomena
perubahan yang muncul pada paruh terakhir abad XX.
William James dalam Knight (2007) merumuskan
pragmatisme sebagai “sikap memalingkan muka dari segala
sesuatu, prinsip-prinsip, kategori-kategori dan keniscayaan-
keniscayaan awal, untuk kemudian beralih pada segala
sesuatu, hasil-hasil, konsekuensi-konsekuensi, serta fakta-
fakta baru”.
Pengetahuan menurut penganut pragmatis berakar
dari pengalaman (Knight, 2007). Lebih lanjut, manusia
mempunyai akal-pikir kejiwaan yang aktif dan menjelajah
bukan sekedar akal-pikir kejiwaan yang pasif dan reseptif.
Sebagai akibatnya, manusia tidaklah begitu saja menerima

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 55


pengetahuan, ia menciptakan pengetahuan karena ia
berinteraksi dengan lingkungan. Manusia berbuat sesuatu
terhadap lingkungannya, kemudian ia mengalami
konsekuensi-konsekuensi tertentu. Ia belajar dari
pengalaman transaksionalnya dengan dunia yang mengitari.

Hakikat Manusia
Manusia bertanggung jawab sepenuhnya atas
kebenaran dan pengetahuan, pada saat bersamaan ia
bertanggung jawab atas nilai-nilai. Nilai-nilai bersifat relatif
dan tidak ada. Prinsip-prinsip absolut yang dapat
disandari.Seseorang seharusnya belajar bagaimana
membuat putusan-putusan moral yang rumit, tidak dengan
bersandar pada prinsip-prinsip yang ditentukan secara kaku,
melainkan lebih menentukan rangkaian tindakan cerdas
yang kemungkinan melahirkan hasil-hasil yang terbaik dalam
kaca mata manusia (Knight, 2007).

Pragmatisme dan Pendidikan


Knight (2007) menjelaskan bahwa siswa merupakan
subyek yang memiliki pengalaman, dan dengan

56 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


pengalamannya tersebut, dia mampu menggunakan
kecerdasannya untuk memecahkan situasi-situasi
problematis. Pengalaman sekolah adalah sebuah bagian dari
hidup, dan bukan sebagai persiapan hidup. Cara belajar di
sekolah sama dengan cara siswa belajar dalam aspek-aspek
lain kehidupannya.
Lebih lanjut, Knight menyebutkan bahwa guru
bukanlah seseorang yang mengetahui apa yang dibutuhkan
para subyek didik di masa depannya, melainkan memiliki
fungsi menanamkan unsur esensial pengetahuan pada diri
siswa. Guru dapat dilihat sebagai pendamping subyek didik
dalam pengalaman pendidikan karena seluruh aktivitas kelas
setiap harinya adalah menghadapi dunia yang berubah. Guru
sebagai pendamping yang lebih berpengalaman merupakan
pemandu atau pengarah. Ia adalah orang yang menasihati,
memandu aktivitas-aktivitas subyek didik yang muncul di
luar apa yang sibutuhkan subyek didik, dan ia melaksanakan
peran ini dalam konteks pertimbangan pengalamannya yang
lebih luas.
Ruang kelas dipandang sebagai kaca mata sebuah
laboratorium ilmiah di mana ide gagasan siap diuji coba

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 57


untuk melihat apakah dapat diverifikasi. Karyawisata
dianggap telah memberikan keuntungan belajar melebihi
aktivitas-aktivitas belajar seperti membaca dan pengalaman
audio-visual, karena peserta didik mempunyai kesempatan
yang lebih baik untuk berpartisipasi dalam interaksi langsung
dengan lingkungan.
Tujuan sekolah tidaklah mengharuskan peserta didik
menghafal materi pelajaran, melainkan lebih pada belajar
bagaimana cara belajar sehingga mereka bisa beradaptasi
terhadap dunia yang berubah. Kurikulum sekolah kalangan
pragmatis lebih memperhatikan proses daripada muatan
materi.

Filsafat Eksistensialisme
Menurut Knight (2007), filsafat eksistensialisme
sangat memperhatikan emosi-emosi manusia.
Eksistensialisme berkaitan dengan watak manusia.
Individualisme adalah pilar utama eksistensialisme.
Eksistensialisme merupakan reaksi terhadap dehumanisasi

58 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


industrialisme modern dan merupakan pemberontak
terhadap masyarakat yang telah terampas individualitasnya.
Eksistensi individu adalah titik bidik pandangan
eksistensialisme terhadap realitas. Berbeda dengan
pragmatisme yang mendasarkan relativisme dan humanisme
pada otoritas masayarakat, esistensialisme menekankan
pada peran individu. Filsafat sebelumnya berhubungan
dengan pengembangan sistem pemikiran untuk
menidentifikasi dan memehami apa yang umum pada semua
realitas, keberadaan manusia, dan nilai, sementara
eksistensialisme membarikan individu suatu jalan berpikir
mengenai kehidupan mereka pribadi.

Hakikat Manusia

Manusia dengan kesadaran akalnya berada, secara


totalitas dan selalu terkait dengan kemanusiaan, suatu arti
yang diberikan manusia dalam menentukan perbuatannya
sendiri. Manusia lebih dulu ada dan kemudian baru
merumuskan esensinya (Kuswana, 2013). Ia akan dihadapkan
pada persolan seperti “Siapa saya?” dalam sebuah dunia

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 59


yang tidak memberikan jawaban-jawaban. Manusia akan
sampai pada kesadaran bahwa ia adalah apa yang ia pilih
untuk ada. Manusia dihadapkan pada keharusan mutlak
untuk membuat pilihan-pilihan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Hukum-hukum alam telah berubah
selama beberapa abad berjalan setelah manusia menempeli
alam dengan beragam makna. (Knight, 2007)

Eksistensialisme dan Pendidikan


Kalangan eksistensialisme menganggap bahwa
pendidikan sebenarnya merupakan propaganda yang
membahayakan karena menyiapkan peserta didik untuk
konsumerisme atau menjadikannya sebagai tenaga
penggerak dalam mesin teknologi industrial dan birokrasi
modern (Knight, 2007).
Menurut Knight (2007), peran guru lebih sebagai
seseorang yang berkemauan membantu para subyek didik
mengeksplorasi jawaban-jawaban yang mungkin. Guru
memperhatikan keunikan individulitas masing-masing
subyek didik. Guru merupakan fasilitator yang mau

60 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


menghargai aspek emosional dan irasional dan mau
berupaya serius mengarahkan subyek didik ke pemahaman
yang lebih baik tentang diri sendiri.
Menurut eksistensialisme, kurikulum yang ideal
adalah kurikulum yang memberi para siswa kebebasan
individual yang luas dan mensyaratkan mereka untuk
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, melaksanakan
pencarian-pencarian mereka sendiri, dan menarik
kesimpulan-kesimpulan mereka sendiri (Sadulloh, 2012).
Lebih lanjut, Sadulloh (2012) menyebutkan bahwa dalam
eksistensialisme, tidak ada satu mata pelajaran tertentu yang
lebih penting daripada yang lainnya. Bagi beberapa anak,
pelajaran yang dapat membantu untuk menemukan dirinya
adalah IPA, namun bagi yang lainnya mungkin saja bisa
sejarah, filsafat, sastra dan sebagainya.

Filsafat Pancasila
Pancasila, seperti kita ketahui bersama, memiliki lima sila
yang tersusun secara hirarkis dan menggambarkan tatanan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 61


negara Indonesia yang dicita-citakan. Berikut adalah ke lima
sila tersebut:
1. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmah
Kebijaksanaan Dalam Permusyawarahan Perwakilan
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Pancasila merupakan landasan hidup bangsa
Indonesia yang didalamnya terkandung falsafah utama yang
menegaskan bagaimana kita sebagai bangsa harus
bertindak/bersikap. Meskipun memiliki lima sila yang
disajikan terpisah, akan tetapi kelima sila tersebut tidak
berdiri sendiri (Kaelan, 2004:62). Sebaliknya, lima sila ini
merupakan rancangan hirarkis yang disusun sedemikian rupa
untuk menggambarkan hakikat satu kesatuan filsafat yang
memiliki dasar ontologis, epistemologis, dan aksiologis
tersendiri sehingga berbeda dari aliran filsafat lain. Pancasila
merupakan ciri khas dan menjadi jati diri Bangsa Indonesia.
Pancasila diharapkan dapat mengarahkan seluruh kehidupan
bersama bangsa, interaksinya dengan bangsa lain serta

62 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


perkembangan masyarakat Indonesia dari waktu kewaktu.
Dasar ontologis di dalam Pancasila terkandung pada
pemahaman bahwa manusia itu memiliki hakikat mutlak.
Subjek utama di dalam Pancasila adalah manusia (Kaelan,
2008:62). Seluruh sila yang ada di dalamnya mengandung
peran dari manusia (rakyat Indonesia). Apabila dikaitkan
bahwa Pancasila adalah dasar negara, maka kata negara
disini juga memperlihatkan adanya unsur manusia (rakyat).
Tidak ada negara yang didirikan tanpa memiliki rakyat. Hal
ini menegaskan bahwa dasar antropoligis dari Pancasila
adalah keberadaan manusia sebagai mahluk pelaku utama.
Di samping itu, filsafat Pancasila memaknai manusia sebagai
yang bersifat kodrati sebagai mahluk sosial dan individu.
Sedangkan dasar epistemologisnya adalah bahwa manusia
memiliki potensi untuk mendapatkan pengetahuan dan
kebenaran serta memanfaatkannya bagi kesejahteraan
bersama sesuai dengan prinsip aksiologis yang diusungnya.
Nilai dan etika yang terkandung di dalam setiap sila nya
merupakan dasar aksiologis yang menjadi penuntun bagi
Bangsa Indonesia untuk bersikap (Sadulloh, 2012:189).

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 63


Hakikat Pancasila bersifat universal sebagai pedoman
penyelenggaraan suatu negara. Kelima sila nya; Ke-Tuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan
merupakan sistem nilai yang mengatur hubungan manusia
dengan Penciptanya, dengan sesamanya, dan dengan
kelompoknya (negara). Selanjutnya kelima sila tersebut juga
menjadi prinsip dasar dalam mengelola keteraturan sosial,
masyarakat, dan di dalam kehidupan berbangsa. Pancasila
menjadi dasar dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat
Indonesia, di dalam adat istiadatnya, kebudayaan,
keagamaan (Kaelan, 2004:72).
Pancasila telah menjadi landasan bagi Bangsa
Indonesia untuk bersikap dan bertindak. Falsafah pengaturan
hubungan vertikal dan horizontal yang terkandung di
dalamnya secara tegas mencerminkan bagaimana kita
berinteraksi dengan sesama. Bangsa Indonesia harus
memanifestasikan Pancasila pada setiap pikiran, tindakan,
dan keputusannya dalam mewujudkan manusia Indonesia
yang berkualitas dan mampu bersaing sekaligus hidup
berdampingan dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

64 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Pancasila memandang manusia sebagai pendukung
pokok dari setiap sila dalam Pancasila. Manusia juga
merupakan unsur utama bagi suatu negara (rakyat), sehingga
pada dasarnya hakikat dasar antropologis dari Pancasila
adalah manusia (Kaelan, 2004:63).
Ke lima sila di dalam Pancasila tidak bisa dilepas dan
berdiri sendiri karena setiap sila tersebut merupakan
kesatuan majemuk tunggal (Kaelan, 2004:58). Di samping itu,
Pancasila memandang manusia sebagai bagian utama atau
inti di dalam setiap silanya. Kaelan (2004:58) menyatakan
bahwa Pancasila mengandung pemahaman hakikat manusia
yang monopluralis. Monopluralis memiliki tiga unsur;
susunan kodrat (jasmani dan rohani), sifat kodrat (individu-
mahluk sosial), dan kedudukan kodrat (pribadi mandiri,
mahluk Tuhan). Ketiga unsur tersebut dikatakan memiliki
fungsi mandiri akan tetapi saling berhubungan satu sama
lain. Pancasila merupakan satu kesatuan yang bulat dan
saling mengisi.
Melalui penjabaran di atas, penulis menyimpulkan
bahwa dengan Pancasila sebagai dasar negara, maka hakikat
manusia Indonesia adalah sebagai mahluk individu yang

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 65


memiliki hak-hak pribadi. Akan tetapi di dalam menjalankan
hak pribadinya tersebut manusia Indonesia wajib
mempertimbangkan kepentingan yang lebih besar (sosial)
dan senantiasa mendasarkan setiap perbuatannya pada
prinsip Ke-Tuhanan.Dengan berpedoman pada prinsip-
prinsip tesebut diharapkan dapat tercipta Bangsa Indonesia
yang berke-Tuhanan, berkemanusiaan, berkesatuan,
berdasarkan kerakyatan dan keadilan sosial.

Hakikat Manusia
Pancasila secara tegas dinyatakan sebagai dasar bagi
pendidikan di Indonesia sebagaimana tercantum di dalam
Pasal 1 Ayat 1 Undang-undang Pendidikan Nasional Nomor
20 Tahun 2003. Pasal tersebut juga menegaskan bahwa UUD
1945 juga menjadi dasar pengembangan pendidikan di
Indonesia yang dilandaskan pada nilai-nilai kebudayaan
nasional Indonesia, dan tanggap terhadap kebutuhan
perkembangan jaman. Meski dicanangkan sejak jaman
kemerdekaan, akan tetapi esensi dari Pancasila dan UUD
1945 ternyata masih relevan dengan kondisi saat ini karena

66 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


telah mengadopsi pengertian yang sesuai dengan
perkembangan jaman.
Sejak bangsa Indonesia merdeka pendidikan di
Indonesia telah berkembang secara dinamis bahkan pada
jaman keemasannya, pendidikan di Indonesia menjadi acuan
bagi negara tetangga seperti Malaysia untuk
mengembangkan sumberdayanya. Hal ini tidak lepas dari
keseriusan pemerintah dalam menempatkan pendidikan
sebagai suatu yang penting, seperti yang tercantum dalam
UUD 1945 pasal 31 ayat 2, “pendidikan diusahakan dan
diselenggarakan oleh pemerintah sebagai satu sistem
pengajaran nasional (setiap warga Negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.
Pernyataan ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa
pendidikan menjadi sarana utama bagi perkembangan dan
kelangsungan kehidupan bangsa.
Meski menjunjung tinggi prinsip universalisme di
dalam pendidikan, akan tetapi Bangsa Indonesia dalam
memenuhi hak dasarnya untuk memperoleh pendidikan dan
memanusiakan rakyatnya, wajib mendasarkan konsep
pendidikannya dengan Pancasila. Oleh karena itu pula, maka

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 67


Pancasila menjadi dasar pendidikan nasional (Sadulloh,
2012:181). Setiap aspek penyelenggaraan pendidikan di
Indonesia wajib mengejawantahkan atau mengamalkan sila-
sila tersebut di dalam setiap kegiatannya.
Manusia Indonesia sebagai mahluk hidup yang
memiliki kebebasan diharapkan dapat memperoleh proses
pembelajaran untuk meningkatkan pengetahuannya, baik
dari sisi keilmuan maupun dari sisi moralitas. Definisi
pengetahuan sangat luas untuk dijelaskan disini, karena
menyangkut kebutuhan seseorang untuk mempelajari
sesuatu saat ini dan di masa yang akan datang, dan tentunya
kecuali bermanfaat bagi individu, diharapkan pengetahuan
yang dipelajari bisa membawa manfaat bagi lingkungannya.
Sedangkan untuk unsur moralitas (etika dan estetika), Bangsa
Indonesia wajib menjadikan pokok-pokok di dalam setiap
sila Pancasila sebagai dasar untuk bersikap. Meski saat ini
begitu banyak dan besar pengaruh dari dunia luar, akan
tetapi kaidah-kaidah yang ada di dalam Pancasila masih
dapat dijadikan panduan dasar bagi manusia Indonesia
untuk menyongsong kehidupan masa depannya. Negara
atau bangsa mana yang tidak mengagungkan Tuhan, bangsa

68 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


mana yang menginginkan terjadinya ketidakadilan, negara
mana yang rakyatnya tidak ingin bersatu, penduduk mana
yang tidak menginginkan memiliki dan didengar suaranya di
dalam pengelolaan negara, dan terakhir bangsa mana yang
tidak menginginkan adanya keadilan sosial bagi rakyatnya.
Meski terkesan muluk dan banyak kejadian yang
menurunkan nilai-nilai tersebut, akan tetapi secara ideal,
kondisi-kondisi itulah yang layak dicapai suatu negara agar
dapat berfungsi dengan optimal.
Pendidikan pada dasarnya berkaitan dengan nilai.
Nilai-nilai pendidikan nasional di Indonesia harus
dilandaskan pada prinsip yang terkandung dalam Pancasila.
Hal ini berarti bahwa tujuan, materi, motivasi, kurikulum, dan
metode belajar yang dirancang harus sesuai dengan kaidah-
kaidah Pancasila, sebagai cita-cita ideal bangsa (Sadulloh,
2012:196). Oleh karena itu, pendidikan nasional Indonesia
harus didasarkan pada kajian metafisik, epistemologis, dan
aksiologis Pancasila. Artinya di dalam melaksanakan
pendidikan, manusia Indonesia harus memiliki tujuan positif
ketika menjalani proses mencari ilmu yang sesuai dengan
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 69


Apabila ditinjau dari sisi metafisik dan aksiologis,
tujuan pendidikan nasional Indonesia adalah menciptakan
manusia yang beriman kepada Tuhan, yang mendasarkan
setiap tindakannya berdasarkan kepentingan hidup bersama
agar mampu mempertahankan nilai- nilai persatuan bangsa
yang dilandaskan pada sistem demokrasi yang berkeadilan
sosial. Sekali lgi dalam prinsip ini terkandung hak manusia
sebagai pribadi yang bertanggung jawab dalam
hubungannya dengan Tuhan dan sesama.
Tinjauan dari sisi epistemologis memperlihatkan
bahwa tujuan pendidikan nasional Indonesia adalah
membangun bangsa yang berpengetahuan (mampu mencari
dan mengembangkan), trampil dalam memanfaatkannya
untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan seimbang
(antara rohani dan jasmani) serta menghasilkan manusia
Indonesia yang berpengalaman dan memiliki kebijaksanaan
ketika memanfaatkan pengetahuan yang sudah dimilikinya
untuk kesejahteraan bersama.
Oleh karena itu, kurikulum pendidikan nasional pun
juga harus dirancang sedemikian rupa agar tidak hanya
menekankan pentingnya pengetahuan yang harus diajarkan

70 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


akan tetapi juga proses kegiatan pendidikannya (pedagogis).
Proses pendidikan harus dirancang secara terintegrasi dari
mulai pengetahuan yang hendak diajarkan dan nilai-nilai
kemanusiaan yang hendak ditanamkan (Sadulloh, 2012:198).
Keduanya harus terwakili di dalam kurikulum dan materi
pengajaran yang hendak disampaikan kepada peserta didik.
Tentu saja, materi ajar yang disampaikan harus disesuaikan
dengan kebutuhan yang ada di dalam masyarakat dan
kemampuan serta kebutuhan dari peserta didik.
Langkah-langkah penyesuaian dengan kemampuan
dan kebutuhan perserta didik tidak terlepas dari metode
yang digunakan dalam tranfer pengetahuan. Metode
merupakan cara untuk melaksanakan sesuatu untuk
mencapai tujuan. Dikaitkan dengan kependidikan, metode
merupakan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan
yang ditetapkan (Sadulloh, 2012:201). Banyak faktor yang
terkandung di dalam pengertian metode, diantaranya adalah
situasi, lingkungan, pendidik, dan peserta didik. Sejalan
dengan filsafat pendidikan Pancasila, maka pemilihan
metode juga harus diselaraskan dengan kajian metafisik,
epistemologis, dan aksiologis. Artinya, metode dalam

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 71


pendidikan di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan
ajaran Ke-Tuhanan dan nilai-nilai kemanusiaan, serta harus
disesuaikan dengan pengetahuan yang hendak
diajarkan/dipelajari dan mudah dipahami untuk kepentingan
penyebaran pengetahuan tersebut. Dengan menggunakan
dasar Pancasila sebagai filsafat pendidikan di Indonesia,
diharapkan dibentuk manusia Indonesia yang memiliki
pengetahuan dan kebenaran wahyu, intuisi, rasional, dan
empiris. Di samping itu juga dapat
mengimplementasikannya pada kehidupan keseharian untuk
meningkatkan kehidupan pribadi dan bangsanya

Implikasi Pandangan Antropologi Filsafat Terhadap


Peranan Pendidikan dan Peserta Didik dalam Mencapai
Tujuan Pendidikan

Di dalam pendidikan peran pendidik dan peserta


didik sangat besar dalam menentukan keberhasilan proses
pendidikan tersebut. Pendidikan merupakan salah satu cara
untuk mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi
kehidupan di masa depn. Peserta didik sebagai calon warga

72 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


negara, warga bangsa, dan orang dewasa di kelak kemudian
hari akan mengemban tugas penting baik untuk keluarganya
maupun lingkungannya. Hasil proses pendidikan berupa
manusia-manusia lebih dewasa yang diharapkan memiliki
kemampuan melaksanakan peranan tersebut di masa yang
akan datang. Pada realitanya, peran yang diemban para
lulusan tersebut sangat beragam sesuai dengan bidang
pekerjaan, jabatan, dan posisinya kelak. Hal ini membuat
keberhasilan pendidikan menjadi vital dalam perkembangan
suatu bangsa. Oleh karenanya dua unsur utama di dalam
proses pendidikan, yaitu pendidik dan peserta didik harus
secara bersama-sama dan aktif memainkan perannya untuk
mencapai sasaran tersebut.
Saat ini sudah bukan jamannya lagi menganggap
bahwa pendidik adalah satu-satunya sumber ilmu yang
benar atau peserta didik adalah orang-orang yang sama
sekali tidak mengetahui apa yang hendak diajarkan. Penulis
menilai, proses belajar mengajar saat ini lebih tepat jika
diistilahkan dengan berbagi pengetahuan dimana kedua
pihak aktif berperan. Untuk memudahkan pembahasan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 73


dalam kajian ini, penulis akan membagi penjelasan peran
masing-masing secara terpisah.

Peran Pendidik dan Peserta Didik dari Sisi Filsafat


Idealisme
Apabila dilihat dari filsafat idealisme, seorang
pendidik harus membimbing siswa agar mampu
mengembangkan watak yang terbaik. Ini terkait dengan
sikap kesadaran dalam diri siswa. Socrates, Plato, dan Kant
berpendapat bahwa pengetahuan terbaik adalah
pengetahuan yang muncul atau dikeluarkan dari dalam diri
siswa bukan karena dipaksakan (Sadulloh, 2012:101). Di
dalam prosesnya pendidik harus dapat meletakkan dasar
yang bisa dilihat oleh peserta didik sebagai suatu pedoman
yang baik. Pendidik perlu memberikan dan sekaligus menjadi
contoh bagi peserta didik.
Sedangkan peran peserta didik selanjutnya adalah
memanfaatkan kebebasan yang diberikan untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan dasar atau
bakatnya. Kebebasan ini terkait dengan pandangan bahwa
siswa akan lebih optimal apabila dorongan untuk belajar

74 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


muncul dari dalam diri sendiri. Meski demikian, di dalam
tatanan kependidikan, terdapat beberapa hal dimana
kebebasan pilihan ini tidak bisa diterapkan 100%. Siswa juga
harus mematuhi batasan-batasan yang ada dalam mengikuti
proses belajar mengajar.
Didasarkan keyakinan bahwa manusia dapat
memperoleh pengetahuan dan kebenaran sejati, maka
pengetahuan yang diajarkan harus bersifat intelektual. Ini
merupakan konsep pendidikan berdasar pandangan
idealisme. Oleh karenanya siswa perlu diajarkan nilai-nilai
tetap yang abadi (Sadulloh, 2012:102). Di samping
pengetahuan keilmuan, siswa perlu diberikan bekal dari sisi
pemahaman mana yang baik dan yang buruk. Melalui
bimbingan dari pendidik yang bertanggung jawab, peserta
didik diharapkan bisa mendapatkan pengetahuan yang
nantinya akan digunakan dalam mencapai dan menikmati
kehidupan dari Tuhan di masa depan.

Peran Pendidik dan Peserta Didik dari Sisi Filsafat


Realisme

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 75


Filsafat realisme memandang realitas secara dualistis,
hakikatnya terdiri dari dunia fisik dan dunia rohani (Sadulloh,
2012:105). Realitas dibagi dua; realita di dalam manusia
(subjek yang menyadari dan mengetahui) dan realitas di luar
manusia (objek yang menjadi perhatian). Sesuai dengan
penjelasan pada bagian sebelumnya yang menegaskan
bahwa filsafat pendidikan realisme didasarkan pada
pengetahuan yang diperoleh dari indrawi dan empiris, maka
paham ini percaya bahwa pengalaman merupakan faktor
dasar dalam pengetahuan bahkan menjadi sumber dari
pengetahuan itu sendiri.
Berangkat dari pemikiran tersebut, maka peran
pendidik adalah menjadi pihak yang menguasai
pengetahuan dan memiliki ketrampilan serta mampu
menyajikan dalam bentuk yang menarik kepada siswa.
Pendidik diasumsikan memiliki pengalaman lebih banyak
karena sudah mempelajarinya terlebih dahulu. Pengetahuan
baik dan buruk yang disampaikan merupakan bentuk
rangkuman pengalaman pendidik di dalam kehidupannya.
Pendidik juga diharapkan bisa menyelenggarakan proses
belajar mengajar yang mendorong siswa untuk bisa

76 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


mengoptimalkan kemampuan indrawinya secara
keseluruhan. Artinya metode beragam yang dapat
merangsannnggg nafsu belajar siswa perlu dikuasai.
Sedangkan bagi peserta didik, peran sertanya di
dalam filsafat ini adalah mengembangkan sikap disiplin, baik
mental dan moral. Tingkat disiplin yang tinggi akan
membentuk komitmen terhadap pengetahuan yang hendak
dipelajari dan pada akhirnya akan membentuk komitmen
mencapai tujuan yang positif.

Peran Pendidik dan Peserta Didik dari Sisi Filsafat


Pragmatisme
Filsafat pragmatisme atau sering juga disebut sebagai
instrumentalisme dan eksperimentalisme merupakan filsafat
Amerika asli (Sadulloh, 2012:118). Istilah instrumentalisme
mengacu pada pengertian tidak adanya tujuan akhir, yang
ada hanya tujuan antara. Demikian juga dengan pendidikan,
ketiga kegiatan pendidikan telah mencapai tujuan, maka itu
merupakan titik tolak untuk mencapai tujuan berikutnya.
Sedangkan eksperimentalisme berarti bahwa filsafat ini

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 77


menggunakan metode eksperiman yang didasarkan pada
pengalaman untuk menentukan suatu kebenaran.
Peran pendidik di dalam filsafat ini adalah mengawasi
dan membimbing pengalaman belajar yang dilakukan secara
mandiri oleh siswa. Pengawasan ini tidak berarti membatasi,
hanya lebih bersifat mengarahkan saja. Fokus utama adalah
tetap pada minat dan kebutuhan peserta didik dalam
menimba ilmu (Sadulloh, 2012:133). Meski nampak mudah,
terkadang pendidik hanyut pada keinginan untuk
„memaksakan‟ kehendak kepada siswanya. Kondisi seperti
ini perlu diwaspadai karena dapat menurunkan minat
belajar.ya.
Bagi peserta didik, dengan bimbingan dan
pengawasan terbatas dari pengajarnya, diharapkan bisa
bersikap mandiri dalam memilah pengetahuan yang
bermanfaat untuk dipelajari. Sebagai manusia yang belajar,
maka peserta didik merupakan organisme yang diasumsikan
memiliki kemampuan dan terus bertumbuh. Dengan asumsi
ini diharapkan peserta didik dapat bersikap dewasa. Mereka
perlu memahami bahwa proses pendidikan, meski seberat

78 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


apapun, merupakan proses penting yang harus mereka lalui
dengan cara terlibat di dalam

Peran Pendidik dan Peserta Didik dari Sisi Filsafat


Eksistensialisme
Eksistensialisme memfokuskan pada pengalaman-
pengalaman individu manusia. Manusia diajak untuk
memikirkan apa makna sesuatu bagi individu dan apa yang
benar untuk individu tersebut. Eksistensialisme juga
memberikan pilihan kreatif, subyektivitas pengalaman
manusia, dan tindakan konkret dari keberadaan manusia
(Sadulloh, 2012:133). Mengacu pada kerangka subyektivitas
tadi maka manusia hadir (lahir) untuk kemudian memutuskan
apa yang perlu dimaknai. Makna keberadaan ditentukan oleh
individu setelah dia hadir.
Penekanan pada unsur kebebasan ini berarti
menuntut para pendidik untuk senantiasa menciptakan
lingkungan yang bebas, dalam arti kebebasan akademik.
Kebebasan akademik dapat diartikan sebagai kebebasan
yang dimiliki oleh civitas academika dalam menjalankan
kegiatan ilmiah berupa penulisan hasil studi, penelitian, dan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 79


diskusi yang memenuhi kriteria keilmuan. Kebebasan
akademik merupakan kesempatan bagai akademisi baik
secara sendiri atau bersama-sama,berikhtiar
mengembangkan ilmu pengetahuan serta menguji
pendapat, pandangan dan penemuan secarailmiah
(Supriyoko, 1988).Kebebasan akademik merupakan
kebebasan yang menuntut adanya komitmen (Sadulloh,
2012:139). Pendidik juga memiliki kebebasan dalam
mengarahkan siswanya. Akan tetapi di dalam menjalankan
kebebasan ini harus tetap fokus pada perkembangan siswa
dan tidak mengabaikan prinsip-prinsip transfer
pengetahuan. Pendidik perlu mendorong munculnya
keberanian dari siswa untuk mencarikebenran ilmiah dan
mempertanyakan sesuatu yang dirasa belum jelas. Bahkan
untuk saat ini, pendidik juga perlu mengembangkan sikap
keterbukaan atas kritik dari siswanya. Selama didasarkan
pada kaidah ilmiah, maka segala bentuk perdebatan atau
diskusi harus difasilitasi dengan baik.
Peran peserta didik di dalam filsafat eksistensialisme
ini diharapkan dapat membangun komitmen positif bagi
pengembangan diri pribadi mereka. Kesempatan yang

80 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


diberikan oleh pendidik dalam mempertanyakan setiap
masalah yang belum jelas secara akademik, peserta didik
dituntut untuk kritis dan senantiasa menggali setiap
alternatif solusi dari masalah yang dihadapi. Peserta harus
aktif, sikap pasif akan membuat mereka tertinggal karena
pendidik telah mengasumsikan bahwa kebebasan sudah
diberikan. Siswa yang hanya menunggu akan dianggap
sudah paham dan kemungkinan akan tertinggal dalam
pembelajaran di kelas. Peserta didik juga perlu
mengembangkan sikap proaktif untuk lebih memperluas
cakupan belajarnya. pertanyaan-pertanyaan yang diluar
pokok bahasan akan tetapi masih dalam koridor bidang
kajian dapat disampaikan ke pengajar untuk memperoleh
pemahaman lebih luas.

Peran Pendidik dan Peserta Didik dari Sisi Filsafat


Pancasila
Sebagai pandangan hidup bangsa kita, dan sekaligus
sebagai salah satu dasar pendidikan nasional, maka Pancasila
harus menjadi acuan bagi pendidik dan peserta didik di
dalam proses belajar mengajar. Di dalam setiap silanya dan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 81


di dalam filsafatnya, Pancasila memberikan kesempatan
seluas-luasnya bagi bangsa Indonesia untuk memperoleh
pendidikan yang sesuai dengan keinginannya. Agar
kesempatan tersebut dapat dioptimalkan, maka pendidik
dan peserta didik harus menjalankan peran mereka.
Pendidik yang berlatar belakang filsafat Pancasila
diharapkan dapat menjadi pendorong perkembangan anak
didik. Pengertian mendorong ini mengandung pengertian
memberikan bantuan dan bimbingan agar peserta didik bisa
memilih pengetahuan yang sesuai minatnya, selanjutnya
mereka lebih mudah menemukan sumber pengetahuan yang
relevan, mampu melakukan analisis, serta pada akhirnya
memperoleh kesimpulan atas kajian yang dilakukan.
Pendidik harus bersikap proaktif untuk menggali kebutuhan
siswa. Untuk mengenali kebutuhan ini, mereka perlu
mengenal siswa didiknya terlebih dahulu. Sadulloh
(2012:204) menegaskan bahwa pendidik harus memiliki
kesabaran, mampu bersikap fleksibel, kreatif, cerdas, dan
memiliki sudut pandang luas. Seorang pendidik yang
wawasannya terbatas akan sulit membantu peserta didik
untuk memperoleh pengetahuan yang komprehensif.

82 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Pendidik harus menghindari bentuk pengajaran yang bersifat
memaksakan kehendak atau pemikirannya, sebaliknya dia
harus mampu menciptakan situasi yang mendorong anak
didik untuk termotivasi. Hubungan saling membutuhkan dan
saling menguntungkan akan menjadi dasar yang positif bagi
proses belajar mengajar.
Sikap pendidik yang demokratis dan terbuka ini
hendaknya diimbangi juga oleh peran peserta didik yang
aktif. Berlandaskan semangat pengembangan pengetahuan,
peserta didik harus memiliki wawasan yang luas serta tidak
cepat menyerah pada tantangan yang dihadapi. Berdasarkan
pengalaman penulis, perubahan sikap pendidik juga perlu
diimbangi dengan perubahan sikap peserta didik. Pola-pola
lama ketika siswa hanya menunggu informasi dari pengajar
harus sudah ditinggalkan. Siswa perlu memahami bidang-
bidang yang hendak dipelajari terlebih dahulu, untuk
kemudian pada saat sesi pertemuan dengan
Pengajar bekal tersebut dapat menjadi bahan diskusi
interaktif. Di samping itu, ketika menyelesaikan tugas,
hendaknya peserta didik juga menyelesaikannya dengan
serius. Perilaku negatif siswa, di antaranya plagiarisme, harus

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 83


mulai ditinggalkan. Komitmen kejujuran dan integritas perlu
mulai dikembangkan.
Menutup kajian mengenai filsafat pendidikan, penulis
kembali menegaskan bahwa pendidikan merupakan suatu
proses. Hasilnya tidak akan dirasakan dalam jangka pendek.
Proses ini perlu dijalani secara bertahap baik oleh pendidik
maupun peserta didik. Diperlukan kesabaran dan komitmen
untuk mengembangkan manusia Indonesia di masa depan
yang memiliki pengetahuan luas, mampu bersaing, dan cinta
akan tanah air. Peran pendidik dan peserta didik untuk
mewujudkan suasana belajar mengajar yang positif
merupakan faktor penting dan tidak terpisahkan.Kedua
unsur utama ini harus bersinergi agar pencapaian tujuan
pendidikan nasional Indonesia dapat segera tercapai

84 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Daftar Pustaka

Kaelan dan Dosen Universitas gajah Mada. (2004).


Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Paradigma
Knight, George R. (2007). Filsafat Pendidikan. Gama Media.

Kuswana, Wowo S. (2013). Filsafat Pendidikan Teknologi,


Vokasi dan Kejuruan. Alfabeta: Bandung.
Sadulloh, Uyoh. (2012). Pengantar Filsafat Pendidikan.
Alfabeta.
Supriyoko, Ki. (1988). Masalah Kebebasan Akademik
Mahasiswa. Surat Kabar Harian “WAWASAN”.
Semarang:Edisi 8 Desember 1988
Undang-Undang Republik Indonesia Noor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 85


Biografi Penulis

Abdul Rozak. Lulus S1 pada Program


Studi Manajemen Fakultas Ekonomi &
Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2007, lulus S2 pada
Program Magister Ilmu Manajemen
Universitas Padjadjaran Bandung tahun
2011. Saat ini mengajar sebagai dosen
tetap Program Studi Komputerisasi Akuntansi STMIK
Bandung. Mengampu mata kuliah Sistem Informasi
Manajemen, E-Learning dan Sistem Akuntansi. Pernah
menjadi dosen tamu (Luar Biasa) pada mata kuliah Pengantar
Akuntansi di Universitas Aisyiyah Bandung dan Statistika
Bisnis di Universitas Terbuka Bandung. Pernah tampil sebagai
pembicara dalam seminar nasional maupun internasional.
Tulisannya mengenai “Impact of Thamrin Terrorist Attacks
January 14, 2016 On Indonesian Capital Market Sentiments”
has participated as a presenter, Prosiding International at
Ciputra University, Surabaya – Indonesia, 2019. Saat ini
sedang melanjutkan pendidikan S3 Program Doktor Ilmu
Manajemen, Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

86 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Chapter 4

Sejarah Perkembangan
Pendidikan Di Dunia
-Budi Harto-

Pendahuluan

Berbicara mengenai pendidikan saat ini yang sudah


berkembang pesat, bagaimana kita tidak melupakan
Pendidikan masa lalu yang melatar belakanginya, untuk
melihat dan menjadikan landasan perubahan kehidupan
manusia saat ini. Laju pendidikan semakin modern dan
semakin cepat tidak menghentikan orang untuk mencari
bukti dan kebenaran, sebaliknya akan terus mencari fakta-
fakta kebenaran berdasarkan ide-ide yang ada, penelitian
terdahulu dan memotivasi orang untuk mencoba ide-ide
baru atau melakukan perubahan-perubahan yang cepat. Hal
tersebut berdampak, manusia menemukan cara dan solusi
untuk mengintensifkan penelitian ilmiah dan menyelesaikan
semua masalah-masalah yang dihadapinya. Pembentukan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 87


konsep Pendidikan tidak lepas dari sejarah dan masa lalu
yang kemudian berkembang dan mengalami perubahan
sehingga banyak menghasilkan dampak yang signifikan
terhadap peradaban, kebudayaan serta ranah Pendidikan.
Dunia Pendidikan semakin berubah khususnya kepada
manfaat dan tujuan bagi sistem Pendidikan yaitu terciptanya
dan tercapainya perubahan sistem Pendidikan berdasarkan
perubahan kebijakan-kebijakan atas perubahan sistem
Pendidikan dan pembelajaran yang sudah terjadi saat ini.

Perkembangan Pendidikan Di Dunia

Pada Masa Yunani


Pendidikan merupakan upaya manusia dalam
mememuhi kebutuhan manusia dan pada prakteknya
Pendidikan mengalami kemajuan dari berbagai zaman. Pada
zaman Yunani kuno terbagi menjadi dua, Sparta dan Athena.
Penduduk Sparta disebut bangsa Doria, sedangkan
penduduk Athena disebut bangsa Lonia. Kedua negara
tersebut merupakan Polis atau negara kota. Sparta dengan

88 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


ahli negaranya Lycurgus, sedang Athena dengan ahli
negaranya Solon.
Pada kedua negara tersebut terdapat perbedaan-
perbedaan dalam dasar, tujuan, pelaksanaan pendidikan dan
pengajaran. Orang-orang Sparta mementingkan
pembentukan jiwa patriotik yang kuat dan gagah berani
(Djumhur, 1976:24).

Sparta
Sparta adalah negara Aristokrasi-militeristis.
Dasarnya Undang-undang Lycurgus (± 900 SM). Pada masa
itu pendidikan diselenggarakan oleh negara dan hanya untuk
warga negara merdeka. Pendidikan di Sparta didasarkan atas
dua asas, anak adalah milik negara dan tujuan Pendidikan
adalah membentuk serdadu-serdadu pembela negara serta
warga negara.
Pelaksanaan Pendidikan pada masa itu anak-anak
dibiasakan menahan lapar, tidur di atas bantal rumput, dan
pada musim dingin hanya memakai mantel biasa saja. Sifat-
sifat yang harus dimiliki tentara, seperti keberanian,
ketangkasan, kekuatan, cinta tanah air, dan tunduk pada

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 89


disiplin selalu mendapat perhatian. Sebaliknya, pelajaran
seperti kesenian dianggap tidak terlalu penting dan
diabaikan. Musik dan nyanyian hanya dijadikan alat untuk
mempengaruhi jiwa dalam melaksanakan dinas ketentaraan
(Ahmadi, 1987:162).

Athena
Athena merupakan negara demokrasi dengan dasar
negara yang dipakai adalah Undang-undang Solon (±594
SM). Tujuan pendidikan Athena adalah pada masa itu
membentuk warga negara dengan jalan pembentukan
jasmani dan rohani yang harmonis (selaras). Pendidikan pada
masa Athena, Pendidikan diselenggarakan oleh keluarga dan
sekolah dan sekolah diperuntukkan bagi seluruh warga
negara (bebas). Materi atau bahan pelajaran terbagi atas dua
bagian yaitu gymnastis dan muzis. Gymnastis untuk
pembentukan jasmani, sedangkan muzis untuk
pembentukan rohani. Pendidikan jasmani diberikan di
Palestra, tempat bergulat, lempar cakram, melompat, lempar
lembing (pentathlon atau pancalomba). Pembentukan muzis
meliputi membaca, menulis, berhitung, nyanyian, dan musik.

90 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Dalam perkembangannya dalam pembentukan muzis akan
dipelajari artes liberales atau “seni bebas”, yang terdiri dari :
Trivium (tiga ajaran), yaitu: grammatica; rhetorica (pidato);
dan dialektika yaitu ilmu mengenai cara berpikir secara logis
dan bertukar pikiran secara ilmiah; Quadrivium (empat
ajaran), yang terdiri dari: arithmetica (berhitung); astronomia
(ilmu bintang); geometria (ilmu bumi alam dan falak); musica.
(Djumhur: 1976)

Pada Masa Romawi


Pendidikan Romawi tampak lebih sederhana dan
lebih disesuaikan dengan kebutuhan negara jika
dibandingkan dengan pendidikan Yunani. Roma yang pada
awalnya adalah negara petani, mengalami dua masa yang
masing-masing berbeda baik tujuan maupun alat-alat
pendidikannya, yaitu jaman Romawi lama dan jaman Romawi
baru (Hellenisme).

Jaman Romawi Lama


Pendidikan pada jaman ini bertujuan membentuk
warga negara yang setia dan berani, siap berkorban

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 91


membela kepentingan tanah airnya. Diutamakan
pembentukan warga negara yang cakap sebagai tentara.
Pendidikan diselenggarakan oleh keluarga, dan merupakan
Pendidikan bangsawan bukan pendidikan rakyat. Materi
pelajarannya meliputi membaca, menulis, dan berhitung.
Pendidikan jasmani dan kesusilaan menjadi prioritas, dilihat
dari hasil pendidikan dinilai baik, karena: Kebiasaan aturan
dalam rumah tangga yang keras, ayah mempunyai
kekuasaan mutlak dan anak-anak patuh pada perintahnya;
Kedudukan ibu hampir sama dengan kedudukan ayah, ia
menjadi pemelihara rumah tangga; Agama mempunyai
pengaruh besar, orang Romawi percaya dikelilingi oleh dewa
dewa; Anak-anak mempelajari Undang-Undang negaranya,
menganggapnya sakti

Jaman Romawi Baru (Helenisme)


Hellenisme adalah aliran kebudayaan yang diciptakan
oleh ahli-ahli filsafat Yunani (Hellas). Sejak saat itu bangsa
Romawi mulai menyadari arti penting ilmu pengetahuan.
Dengan demikian maka tujuan pendidikan mengalami
perubahan: untuk pembentukan manusia yang harmonis.

92 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Pendidikan ratio dan kemanusiaan (humanitas) menjadi
prioritas. Sedankan organisasi sekolah yang dibentuk
meliputi, sekolah rendah, dimana dilaksanakan pelajaran
membaca, menulis, dan berhitung. Musik dan menyanyi tidak
mendapat perhatian; Sekolah menengah dimana
dilaksanakan pelajaran ilmu pasti, ilmu filsafat, dan
kesusasteraan klasik;Sekolah tinggi, diberikan keahlian
pidato, hukum, dan undang-undang.

Pada Masa Scolastik


Scholastik merupakan usaha ilmiah untuk membuat
supaya pelajaran-pelajaran gereja dapat dipahami dengan
memberikan bukti-bukti yang logis. Kehidupan duniawi
dianggap hanya sebagai landasan bagi hidup di alam baka.
Apabila di Yunani dan Romawi ada orang tunduk pada
negara, maka kini tunduk pada gereja. Sekolah-sekolah yang
didirikan pada masa ini antara lain: Sekolah Biara. Pertama
didirikan oleh Benedictus dari Nurcia tahun 520, dengan
tujuan mendidik anak untuk calon penghuni biara dan untuk
kehidupan dalam masyarakat. Pada perkembangannya
muncul 2 macam sekolah yaitu sekolah untuk mendidik calon

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 93


rahib, dan sekolah luar untuk kepentingan kehidupan
masyarakat, namun demikian gurunya sama. Mata
pelajarannya meliputi bahasa latin (bahasa pengantar),
agama, membaca, menulis, dan menyanyi. Bagi kelas-kelas
tinggi: agama; sejarah; dan the seven liberal arts. Metode
mengajar yang dipakai adalah mekanis, yaitu murid
menyebut apa yang disebutkan oleh guru.
Sekolah Kathedral. Didirikan pada setiap kathedral
(gereja pusat), ditempatkan di bawah pemilikan uskup.
Pengajarannya hampir sama dengan sekolah biara, kepala
sekolahnya disebut magister, Sekolah Istana. Didirikan di
istana sebagai pusat pengetahuan oleh Karel Agung
(768814) yang banyak menaruh minat terhadap pendidikan
dan kemajuan rakyat. Sekolah itu dinamakan Schola Palatina,
yang menjadi teladan bagi seluruh kerajaan. Di sini dididik
anak-anak raja dan kaum bangsawan dan juga pemuda-
pemuda yang hendak menjadi pegawai. Pemimpinnya yang
terkenal adalah: Aicinus. Banyak pelajar yang datang dari
negeri-negeri lain. Oleh sebab itu sekolah istana Karel Agung
memperoleh nama internasional.

94 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Sekolah Cathecismus dan Sekolah Parochi (sekolah
nyanyi). Catechismus adalah pelajaran agama berupa tanya
jawab; dan parochi adalah daerah di bawah seorang
parochus atau pastur. Dua sekolah ini dapat dianggap
sebagai bentuk permulaan sekolah rakyat (sekolah umum).
Pengajaran diselenggarakan oleh para pendeta parochi.

Pada Masa Renaissance


Pada masa ini manusia ingin bebas dari ikatan abad
pertengahan dan berusaha mencari pedoman baru dalam
kebebasan individu. Menjadi pendeta mulai ditinggalkan,
mengarah pada masa kejayaan Republik Romawi,
mendorong dipelajarinya berbagai pengetahuan. Berbagai
aliran muncul pada masa ini, seperti: humanisme, reformasi,
dan kontra reformasi.

Humanisme
Dalam aliran humanisme, Tuhan sebagai pusat norma
tertinggi ditinggalkan, cita-cita manusia dicari pada diri
manusia sendiri. Ukuran kebenaran, kesusilaan, keindahan,
dicari dan didapatkan pada manusia. Dampak bagi

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 95


pendidikan dan pengajaran: alat pendidikan yang terpenting
adalah mempelajari peradaban klasik, Lahir di Italia,
pelopornya Petrarca dan Bocaccio.
Pendidikan jasmani juga mendapat tempat
terhormat, pendidikan intelek mempunyai tempat yang
terhormat dan menjadi maju, sedangkan pendidikan agama
menjadi terbelakang. Dasar pendidikan etika tidak lagi
agama, tetapi etika alam. Tujuan pendidikan diarahkan pada
pembentukan manusia berani, bebas, dan gembira. Berani
diartikan sebagai percaya kepada diri sendiri, bukan taat
kepada kekuasaan hanya Tuhan. Berani pula untuk
memperoleh kemashuran yang telah dicita-citakan oleh ahli
filsafat pada jaman Yunani dan Romawi.

Pada Masa Reformasi


Awalnya muncul di Jerman, dipelopori oleh Luther
dan Calvijn. Reformasi merupakan reaksi terhadap tindakan
gereja yang pada masa itu membebani rakyat dengan
bermacam pajak. Penganut aliran ini ingin kembali pada
ajaran nasrani, dan hanya mengakui injil sebagai satu-
satunya sumber kepercayaan. Mereka menyangkal

96 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


kekuasaan Paus dan konsili-konsili (permusyawaratan
gereja), karena pertentangan itulah mereka disebut kaum
protestan. Beberapa tokoh reformasi antara lain,
Luther
Merupakan seorang reformator dari Jerman dalam
pemikirannya Pendidikan melingkupi :
semua anak harus mengunjungi sekolah;Anak-anak belajar
hanya beberapa jam sehari, selebihnya waktu digunakan
untuk mempelajari pekerjaan tangan; Anak perempuan
belajar satu jam dalam sehari, selebihnya mereka
mengerjakan pekerjaan rumah tangga; Anak-anak miskin
yang betul-betul pintar saja yang disuruh belajar; posisi guru
dihargai tinggi; Pelajaran agama dianggap sebagai pelajaran
paling penting. (Soegiono:1993)
Calvijn
Dalam buku-bukunya ia banyak mengungkapkan
tentang pentingnya pendidikan, serta pengaruhnya di dalam
rumah tangga dan pendidikan agama. Dalam hal bahasa,
Calvijn lebih mementingkan pelajaran bahasa latin.
Zwingli

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 97


Dalam paham pedagogisnya, pelajaran bahasa klasik
adalah penting. Ilmu pengetahua dan ilmu pasti harus
diajarkan, tetapi tidak boleh mengambil waktu terlalu
banyak. Pendapatnya bahwa setiap murid harus mempelajari
satu pekerjaan tangan. Ia mendirikan sekolah di Zurich, yang
kemudian menjadi universitas. (Soegiono:1993)

Pada Masa Kontra Reformasi


Renaissance dialami pula oleh gereja katolik, yang
disebut sebagai kontra reformasi. Hal ini disebabkan oleh
konsili di Trente (1543-1563) yang memutuskan akan
memperbaiki keadaan dan menjalankan disiplin yang keras
terhadap peraturan-peraturan gereja serta membela diri
terhadap serangan-serangan kaum protestan. Pada masa itu
dibicarakan juga usaha-usaha untuk memperluas pendidikan
dan pengajaran. Para uskup harus mendirikan sekolah-
sekolah seminari untuk memberi kesempatan anak-anak dari
keluarga kurang mampu bisa masuk dengan gratis, untuk
mendidik calon pendeta,mengajarkan agama kepada anak-
anak dan orang dewasa dalam bahasa ibu. Organisasinya

98 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


disusun seperti susunan ketentaraan dengan paus sebagai
jenderalnya.

Pada Masa Realisme


Realisme menghendaki pikiran yang praktis (Pidarta,
2007). Menurut aliran ini, pengetahuan yang benar diperoleh
tidak hanya melalui penginderaan semata tetapi juga melalui
persepsi penginderaan (Mudyahardjo, 2008). Aliran realisme
muncul dalam bidang pendidikan kurang lebih tahun 1600.
Aliran ini bertujuan untuk meninggalkan cara-cara
pembentukan secara klasik, seperti yang dianjurkan oleh
humanism dan mengarahkan perhatian kepada dunia nyata,
kepada alam dan benda-benda yang sebenarnya
Menurut Palmer (2003), aliran ini muncul disebabkan
oleh munculnya ilmu-ilmu kealaman dan ambruknya sistim
pengajaran yang bersifat humanistis. Karena realisme inilah,
dunia pengetahuan yang sampai saat itu masih terpengaruh
oleh ajaran Aristoteles mulai goyah. Munculnya ilmu-ilmu
kealaman disebabkan karena manusia berambisi
membongkar segala rahasiarahasia alam. Maka muncullah
penemuan-penemuan hebat, seperti penemuan Copernicus

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 99


yang menyatakan bahwa dunia ini berputar mengelilingi
matahari (bertentangan dengan pendapat sebelumnya, yaitu
Ptolomaeus bahwa bumilah yang menjadi pusat semesta
alam). Adapun tokoh yang berperan pada masa ini adalah:
Francis Bacon (1561-1626)
Idenya dalam pendidikan adalah usaha-usaha untuk
mencari metode baru, Penggunaan metode induksi, dan
Penghargaan besar terhadap matapelajaran-mata pelajaran
realita, ilmu bumi, ilmu ayat, ilmu alam, Penggunaan bahasa
ibu sebagai bahasa pengantar, bukan bahasa latin lagi.
Johan Amos Comenius (1592-1671)
Hasil karyanya yang terkenal adalah DIDACTICA
MAGNA, yang menjelaskan tentang Tujuan pendidikan
hendaknya diarahkan pada kehidupan di alam baka, yang
dicapai dengan pembentukan ilmiah dan pendidikan budi
pekerti serta kesalehan; Metode pendidikan harus
disesuaikan dengan alam; Hukum kepastian; urutan yang
tepat; kelancaran belajar; dan kecepatan belajar; Pendidikan
kesusilaan didasarkan pada ajaran-ajaran agama, bertujuan
mencapai empat kebajikan dari Plato (budi, kesederhanaan,
keberanian, dan keadilan).

100 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Pada Masa Pencerahan (Aufklarung)
Pada masa ini manusia ingin bebas dari ikatan gereja
dan tradisi, hasilnya gereja dan negara terpisah. Dalam
pendidikan, dituntut agar negara yang harus
menyelenggarakan pengajaran, terutama bagi rakyat umum,
lepas dari pengaruh gereja (tuntutan ini baru berhasil pada
akhir abad ke-19). Seluruh gerakan rohaniah dalam pelbagai
lapangan itulah yang disebut sebagai Pencerahan, yang telah
menguasai alam pikiran orang di Eropa Barat pada abad ke-
18 dan ke-19. Dua aliran maknawiyah yang berkembang dan
saling mempengaruhi saat itu adalah
Empirisme
Aliran ini beranggapan bahwa sumber dari segala
pengetahuan dan kebenaran adalah empiri atau
pengalaman. Segala sesuatu harus dicari dari bahan-bahan
yang telah kita peroleh dari pengalaman kita sendiri. Paham
ini berasal dari Inggris, dipelopori oleh Francis Bacon (1561-
1626). Dalam paham ini, ilmu pengetahuan didapatkan
dengan penyelidikan sendiri, harus dicari gejala-gejalanya,
kemudian menyusunnya dengan teliti dan dengan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 101


menempuh jalan induksi sampai pada hukum-hukum yang
umum. Oleh karena itu empiri dan induksi merupakan
satusatunya jalan untuk memperoleh pengetahuan. Aliran ini
kemudian lebih diperluas dan diuraikan oleh kaum empiris
bangsa Inggris lainnya, seperti John Locke, Berkeley, dan
Hume.
Rasionalisme
Aliran ini lahir di Prancis dan tokoh utama dalam
aliran ini adalah Descartes (1596-1650), ia berpendapat
bahwa sesuatu itu dianggap benar jika sesuai dengan akal
fikiran. Fikiran manusia akan sanggup memecahkan segala
persoalan. Untuk menuju ke arah kemajuan dan
kesempurnaan, ditempuh jalan fikiran yang sehat.
Raionalisme merupakan kelanjutan dari perlawanan
terhadap ajaran-ajaran yang bersifat dogmatis dan tradisi,
yang mulai tampak pada abad ke-15 dan ke-16. Menurut
rasionalisme, pengetahuan yang diperoleh dengan jalan
pengamatan alat indra (induksi) masih diragukan
kebenarannya. Yang jelas dan dapat dipercaya adalah
kenyataan bahwa manusia itu berpikir. Ia berpikir dengan

102 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


akalnya, maka akal budi itulah yang berkuasa dalam
hidupnya.
Zaman Naturalisme
Sebagai reaksi terhadap aliran Rasionalisme, pada
abad ke-18 muncullah aliran Naturalisme dengan tokohnya,
J. J. Rousseau. Aliran ini menentanghidupan yang tidak wajar
sebagai akibatdari Rasionalisme, seperti korupsi, gaya hidup
yang dibuat-buat dan sebagainya. Naturalisme
menginginkan keseim-bangan antara kekuatan rasio dengan
hati dan alamlah yang menjadi guru, sehingga pendidikan
dilaksanakan secara alamiah. Naturalisme menyatakan
bahwa manusia didorong oleh kebutuhan-kebutuhannya,
dapat me-nemukan jalan kebenaran di dalam dirinya sendiri
(Mudyahardjo, 2008).

Perkembangan Pendidikan pada Abad Ke-19


Pada masa itu pendidikan mengalami kemajuan yang
sangat pesat. Beberapa penyebab terjadinya kemajuan
tersebut sebagai berikut
Revolusi Prancis

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 103


Pengaruhnya dalam bidang pendidikan, rakyat umum
menuntut pula hak-haknya di lapangan pendidikan dan
pengajaran. Bahwa pengajaran jangan hanya dinikmati oleh
kaum bangsawan dan hartawan saja. Orang m ulai
menganggap bahwa sekolah sebagai suatu lembaga penting
yang dapat memelihara dan memajukan negara dan
masyarakat. Oleh karena itu pengajaran harus diperluas dan
harus diselenggarakan oleh negara (bukan gereja). Revolusi
di bidang pendidikan mencapai puncaknya ketika Konvensi
Nasional berhasil memberikan pendidikan gratis kepada
semua warga negara (1791).
Revolusi Industri
Perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-
ilmu alam menyebabkan perubahan besar di sektor industri
(Purwanto:2002). Perkembangan teknik menghasilkan
penemuan-penemuan baru dan memungkinkan munculnya
berbagai industri, yang sebelumnya dikerjakan dengan
tangan, mulai dikerjakan dengan mesin. Pabrik-pabrik
tumbuh di mana-mana. Pengaruh revolusi industri di bidang
pendidikan dan pengajaran cukup besar. Sejak itu
pengajaran harus diberikan pada jumlah murid yang besar

104 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


(pengajaran massa). Sistem pengajaran sekepala diganti
dengan sistem pengajaran klasikal. Di bawah ini beberapa
tokoh pendidikan yang besar pengaruhnya pada abad ke-19,
yaitu,
Johan Heinrich Pestalozzi (1746-1827)
Dilahirkan di Zurich (Swiss). Pestalozzi menghendaki
pendidikan yang disesuaikan dengan perkembangan jiwa
anak. Bakat yang dibawa anak sejak lahir harus
dikembangkan, sehingga anak dapat mencapai kepribadian
yang sejati. Tugas pendidik adalah menolong anak dalam
pembentukan diri sendiri. Pestalozzi menghendaki perbaikan
masyarakat melalui pendidikan individu dengan pertolongan
keluarga, terutama oleh ibu. Dalam didaktiknya, semua
pengajaran harus berpangkal pada pengamatan benda-
benda yang sebenarnya. Pestalozzi membedakan tiga unsur
yang harus dikembangkan oleh pengajaran, yaitu: Bunyi
(kata); Bentuk; dan Bilangan.
Johann Friedrich Herbart (1776-1841)
Dilahirkan di Oldenburg (Jerman). Herbart adalah seorang
pelopor yang terbesar dari intelektualisme, yaitu sebuah
paham bahwa kemajuan di bidang rohaniah hanya dapat

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 105


dicapai melalui akal dan pengetahuan saja. Pada tahun 1806
ia menulis Allgemeine Paedagogik (paedagogik umum),
yang merupakan ilmu mendidik yang berdasarkan ilmu
filsafat dan ilmu jiwa. Herbart adalah seorang ahli fikir
pertama yang melihat padagogik sebagai ilmu pengetahuan
praktis yang Berdasarkan pada: Ilmu filsafat, yang
menentukan tujuan pendidikan; Ilmu jiwa, yang menentukan
jalan dan alat-alat untuk sampai pada tujuan itu. (dalam
Soegiono:1993) Tujuan pendidikan menurut Herbart adalah
kebajikan, dan untuk mendapatkannya diperlukan
pengetahuan. Maka pendidikan dan pengetahuan berfungsi
memberikan pengetahuan itu.
Friedrich Frobel (1782-1852)
Dilahirkan di Thuringen (Jerman) pada 1782. Dia pertama kali
mendirikan sebuah sekolah bagi anak-anak kecil pada tahun
1837 di Blankenburg, yang dinamakannya “kindergarten”
(Taman Kanak -kanak). Di sekolah tersebut diutamakan
bermain, menyanyi dan pekerjaan tangan. Dalam bukunya
Menschenerziehung Frobel (dalam Soegiono:1993) mencoba
memberikan dasar filsafat pada sistem pendidikannya. Pokok
ajarannya adalah “segala sesuatu merupakan satu kesatuan

106 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


yang dikuasai oleh satu hukum yang sama dan sumber yang
sama, yaitu Tuhan. Frobel menghendaki agar pengajaran
disesuaikan dengan kebutuhan dan alam anak-anak dan
harus dibawa ke arah ketertiban, penguasaan diri, dan
keaktifan. Hal itu dapat dicapai dengan jalan pekerjaan,
karena pada setiap anak selalu ada dorongan untuk bekerja.

Perkembangan Pendidikan pada Abad Ke-20


Kemajuan yang dicapai oleh masyarakat pada abad
ke 19 memberikan dampak yang cukup signifikan kepada
pendidikan di abad setelahnya. Dunia serasa semakin sempit
dan mengecil hingga akhirnya menjadi litle village kondisi ini
tentunya memicu percepatan arus informasi, awal abad ini
pula ditandai deng an munculnya dua perang dunia,
menimbulkan sebuah pemaknaan tersendiri bagi
nasionalisme pendidikan, eropa membuat blok nasionalisme
lebih besar dalam suatu Batasan regional tertentu, sementara
asia afrikan nasionalisme semakin menyempit menjadi
nasionalisme negara sebaggai akibat keinginan untuk
merdeka dari hegemoni barat.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 107


Pendidikan pada abad ke 20 digolongkankan menjadi tiga
golongan (Suparlan:1976) yaitu
Aliran Kepribadian
Aliran kepribadian memberikan reaksi kepada
pendidikan yang dirasakan terlalu intelektualistik,
intelektualisme hanya mengutamakan pembentukan
kecerdasan tanpa mengindahkan pendidikan watak. Aliran
ini ingin membetnuk manusia yang dapat menguasai diri dan
mengenmabngkan kabajikan-kebajikan. Tokoh dari aliran ini
antara lain Foerster, Pestalozzi, Gaudig Scheibner, tagore,
dan Kihajar Dewantara.
Aliran Pembaharuan pengajaran.
Adalah mereka yang tidak puas terhadap
pelaksanaan pengajran yang sedang berlaku di saat itu.
Mereka mulai mengadakan percobaan-percobaan baru di
dalam dunia pengajaran, dan melaksanakan pendapat-
pendapat baru di bidang Psikologi, tokohnya antara lain
adalah Montesori, Helen Parkhurst, Decroly dan Tagore.

Sekilas Historis Pendidikan Di Dunia

108 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Perjalanan pendidikan dunia telah berlangsung sejak
dimulainya zaman Hellenisme (150 SM -500), zaman
pertengahan (500-1500), zaman Humanisme atau
Renaissance serta zaman Reformasi (1600an) menurut
Pidarta (2007: 110), namun pendidikan pada zaman itu belum
terlalu cukup memberikan kontribusi atas Pendidikan.
Sejarah pendidikan dunia dan perkembangannya
sudah banyak dibahas dalam beberapa literatur dan
menggambarkan tentang periodisasi pendidikan dunia
diantaranya :
Zaman Realisme.
Menurut aliran Realisme, pengetahuan yang benar
diperoleh tidak hanya melalui penginderaan semata tetapi
juga melalui persepsi pengiinderaan (Mudyahardjo, 2008:
117). Tokoh-tokoh yang terkenal pada zaman ini adalah
Francis Bacon dan Johann Amos Comenius.
Zaman Rasionalisme.
Aliran Rasionalisme memberikan kekuasaan kepada
manusia untuk berpikir sendiri dan bertindak untuk dirinya,
Berdasarkan hal tersebut latihan sangat diperlukan untuk

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 109


pengetahuannya sendiri dan bertindak untuk dirinya. Tokoh
yang terkenal pada zaman itu adalah John Locke.
Zaman Naturalisme.
Aliran Naturalisme pada masa itu menentang
kehidupan yang tidak wajar seperti korupsi, gaya hidup yang
dibuat-buat dan sebagainya. Dan juga aliran ini berpendapat
bahwa manusia didorong oleh kebutuhan-kebutuhannya,
dan dapat menemukan jalan kebenaran di dalam dirinya
sendiri. Tokoh Pendidikan pada masa itu adalah J.J Rousseau.
Zaman Developmentalisme.
Aliran Developmentalisme memandang pendidikan
sebagai suatu proses perkembangan jiwa sehingga sering
disebut sebagai gerakan psikologis dalam Pendidikan.
Tokoh-tokoh yang terkenal pada masa itu adalah Pestalozzi,
Johan Frederich Herbart, dan Stanley Hall.
Zaman Nasionalisme.
Aliran Nasionalisme ini memandang pentingnya
upaya membentuk patriot bangsa dalam mempertahankan
bangsa dari kaum imperialis pada saat itu. Tokoh-tokoh yang
paling terkenal yaitu La Chatolais, Fichte dan Jefferson.
Zaman Liberalisme, Positivisme dan Individualisme.

110 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Aliran Liberalisme berpandangan berpendapat pendidikan
merupakan alat untuk memperkuat kedudukan penguasa
atau pemerintahan, pandangan ini dipelopori oleh Adam
Smith. Sedangan aliran Positivisme memandang bahwa
kebenaran dapat diamati oleh panca indera sehingga
kepercayaan terhadap agama semakin melemah, tokoh yang
terkenal menganut aliran positivisme yaitu August Comte.
Zaman Sosialisme.
Aliran Sosialisme berpandangan bahwa masyarakat
memiliki arti yang lebih penting daripada individu, oleh
sebab itu pendidikan harus dapat di jadikan sebagai
pengabdian untuk tujuan-tujuan sosial. Tokoh-tokoh yang
terkenal pada zaman itu adalah Paul Nartrop, George
Kerchensteiner dan John Dewey

Tokoh-Tokoh Pendidikan Dunia dan Implikasinya Terhadap


Pendidikan

Plato
Plato atau Aristokles lahir sekitar 427 SM dari
keluarga terkemuka Athena. Ayahnya bernama Ariston, dan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 111


Ibunya bernama Periktione. Plato adalah filsuf Yunani yang
sangat berpengaruh, murid Socrates dan guru dari
Aristoteles ini terkenal dengan ajarannya mengenai cita-cita.
Filsafat pendidikan Plato adalah perenialisme. Plato
berpandangan dari sisi aspek ontologis, Pendidikan
merupakan suatu tindakan pembebasan dari belenggu
ketidaktahuan dan ketidakbenaran. Plato merupakan
seorang ilmuwan yang menggagas pertama kali skema
pendidikan yang sistematis dalam sejarah (first systematic of
education in history). Sedangkan Aristoteles
mengumandangkan pendidikan sepanjang hayat.
Pendidikan menurutnya mencakup menumbuhkan jasmani,
karakter, dan intelektualitas. Pembelajaran mulai serius
dimulai sejak anak berusia tujuh tahun. Dengan pendidikan
orang akan mengetahui apa yang benar dan apa yang tidak
benar, apa yang baik dan apa yang jahat, apa yang patut dan
apa yang tidak patut. Lingkungan pendidian anak harus
indah, tetapi sederhana. Erawati (2012) menguraikan
kerangka pendidikan menurut Plato sebagai berikut:
a. Sejak lahir sampai usia tujuh tahun anak banyak
mendapatkan pendidikan fisik. Mereka harus menyimak

112 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


dongeng dan puisi yang terpilih. Negara yang
menyensor materi yang disajikan pada anak. Mainan
yang sesuai disediakan, anak dididik dengan tegas,
tetapi dengan kelembutan. Kecerdasan dan
ketangkasan fisik secara harmonis dibentuk.
b. Usia 7-13 tahun aktivitas intelektual dan fisik dijalankan
secara bersamaan
c. Usia 20 tahun pendidikan khusus mulai dilakukan
dengan seleksi yang ketat
d. Usia 30 tahun dilakukan seleksi lagi untuk pendidikan
selanjutnya selama lima tahun.
Dilihat dari aspek Aksiologis, Plato berpendapat
bahwa Tujuan pendidikan adalah membentuk manusia yang
utuh, yakni yang berhasil menggapai segala keutamaan
moralitas jiwa yang mengantarnya pada ide tertinggi yaitu
kebajikan, kebaikan, dan keadilan. Dan menemukan
kemampuan ilmiah setiap individu dan melatihnya sehingga
menjadi seorang warga negara yang baik, dalam suatu
masyarakat yang harmonis, melaksanakan tugasnya secara
efisien menurut kelas-kelasnya.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 113


Kontribusi dan Implikasi Plato dalam Dunia
Pendidikan. Plato dengan karya terbesarnya Republik saat
beliau berusia 40 tahun. Republik menggambarkan negara
yang ideal dan kerangka sistem pendidikan baik untuk warga
Sparta maupun Athena. Plato juga membagi kelompok
warga negara menjadi tiga kelas, yaitu Masyarakat awan,
Kelompok tentara atau penjaga dan Pemerintah. Plato
berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah untuk
menghimpun seluruh kekuatan manusia menjadi kerjasama
harmonis. Hal ini memperlihatkan bahwa skema pendidikan
Plato berpusat pada gagasan mengenai warga negara adalah
milik negara, dan tujuan utama pendidikan adalah
menyesuaikan kualifikasi individu untuk mengabdi pada
negara.
Maria Montessori
Maria Montessori lahir di Italia pada tahun 1870 di
Chiaravalle. Maria mempunyai minat dan bakat yang besar
terhadap matematika, sehingga orang tuanya mengirimnya
ke Roma. Ia menekuni bidang mesin, kemudian biologi dan
akhirnya bidang kedokteran. Setelah lulus ia bekerja di klinik
psikiater, pekerjaannya banyak berhubungan dengan

114 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


masalah cacat mental, sehingga mengantarkan ia pada
gagasan-gagasannya tentang pendidikan.
Pada tahun 1909 ia menerbitkan Scientific Pedagogy
as Applied to Child Education in the Children Houses. Selama
hidupnya Maria Montessori yakin bahwa pendidikan dimulai
sejak bayi lahir, bahkan tahun-tahun awal kehidupannya
merupakan masa-masa formatif yang paling penting baik
fisik maupun mental anak. Dr. Montessori meninggal di
Belanda pada 1952 pada umur 81 tahun. Setelah
kematiannya anak laki-lakinya menggantikan kedudukannya
sebagai direksi Association Montessori Internationale yang
berpusat di Amsterdam.
Dilihat dari aspek ontology, Montessori
berpandangan bahwa manusia adalah mahluk yang aktif
beraksi, pintar, mampu berbahasa, kreatif, mahluk sosial,
memiliki sensitifitas waktu, emosional, berjenis kelamin,
religious dan moralis, sadar akan diri sendiri dan memiliki
indera. Maria Montessori dari hasil penyeledikannya
mempercayai bahwa anak-anak tidak saja memiliki sifatnya
masing-masing tapi juga memiliki perkembangan karakter
jiwa yang individual. Sedangikan dilihat dari aspek

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 115


Epistimologis, Pendekatan yang menjadi ciri khas Montessori
berfokus pada tugas guru dalam mengamati anak saat
memilih materi yang dibuat untuk memahami konsep atau
keterampilan tertentu, Montessori menekankan pada
aktivitas pengerahan diri pada anak dan pengamatan dari
guru. Dalam artian menekankan pentingnya penyesuaian
dari lingkungan belajar anak dengan tingkat
perkembangannya, dan peran aktivitas fisik dalam menyerap
konsep akademis dan keterampilan praktek. Kemudian ciri
lainnya adalah penggunaan peralatan otodidak untuk
memperkenalkan berbagai konsep.
Dilihat dari aspek asksiologis, pandangan Maria
Montessori menjawab tujuan pendidikan ada dalam diri anak
itu sendiri, rancang bangun individu setiap manusia harus
dibiarkan berkembang agar dengan begitu setiap manusia
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan dapat mengurus
yang menjadi tugas kemasyarakatannya
Implikasi dalam Dunia Pendidikan Maria Montessori
mengemukakan teori tentang hukum masa peka pada
hukum perkembangan manusia Menurutnya masa peka
merupakan masa pertumbuhan ketika suatu fungsi jiwa

116 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


mudah sekali dipengaruhi dan dikembangkan (Desmita,
2011: 17). Beliau mengemukakan teori tentang anak,
yaitu:“Jika pendidikan mengenali nilai intrinsik dari
kepribadian seorang anak, maka memberikan nuansa yang
tepat bagi pertumbuhan spiritualnya, kita menyingkapkan
anak yang sama sekali baru, dimana karakternya yang
memukau pada akhirnya dapat menyumbang kepada dunia
yang lebih baik”. Teori ini menjelaskan mengenai eksistensi
anak sebagai suatu masa yang sangat esensial bagi
keseluruhan hidupnya. Beliau juga menegaskan tentang
konsep Child’s Self-Construction yang menyatakan bahwa
anak membangun sendiri perkembangan jiwanya. Sensitive
period menyatakan usia anak dini adalah masa peka,
absorbent mind serta pada masa anak usia dini memiliki jiwa
penyerap berbagai pengetahuan dan pengalaman hidupnya.
Teorinya berkontribusi terutama dalam pendidikan anak usia
dini.

B.F Skinner
Burrhusm Frederic Skinner lahir di Susquehanna,
Pennsylvania 20 Maret 1904, meninggal di Massachusetts, 18

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 117


Agustus 1990 pada umur 86 tahun. Beliau adalah seorang
psikolog Amerika yang terkenal dengan teori behaviorisme.
Skinner menempuh pendidikan dalam bidang bahasa inggris
dari Hamilton College. Kemudian meneruskan pendidikan
dalam bidang psikologi di Universitas Harvard.
Skinner berpendapat bahwa setiap manusia bergerak
karena mendapat rangsangan dari lingkungannya. Sistem
tersebut dinamakan “cara kerja yang menentukan” (operant
conditioning) atau teori pembiasaan perilaku. Setiap
makhluk hidup pasti selalu berada dalam proses
bersinggungan dengan lingkungannya dilihat dari aspek
ontologis. Di dalam proses itu, makhluk hidup menerima
rangsangan atau stimulan tertentu yang membuatnya
bertindak sesuatu.
Dari Epistimologis, Skinner berpandangan membagi
dua metode tentang bagaimana guru melakukan pelajaran,
yaitu manajemen kontingensi, merupakan penggunaan
penguatan positif secara hati atau pemberian penghargaan
kepada siswa merupakan kebalikan dari pemberian
hukuman; dan pengajaran terprogram, mengarahkan siswa
apa yang harus dilakukan dan apa yang baik untuk mereka.

118 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Hakekat dari metode ini merupakan hubungan dengan
keberhasilan siswa. Skinner menyebutkan macam-macam
penguatan positif mulai sistem ‘kredit poin’ sampai dengan
ungkapan guru. Agar efektif metode ini harus memberikan
penghargaan secara konsisten.
Dilihat dari aspek Aksiologis berpendapat bahwa ilmu
pengetahuan dapat memprediksi dan mengendalikan
tingkah laku manusia. Pengendalian harus dilakukan tidak
kepada manusianya secara langsung tetapi kepada
lingkungannya. Jika tingkah laku merupakan sebuah respon
terhadap lingkungan, rangsangan lingkungan yang diubah
akan membawa kepada tingkah laku yang dirubah pula.
Kontribusi Skinner dan Implikasi dalam Dunia
Pendidikan mengungkapkan bahwa pemberian
penghargaan hendaknya dilakukan untuk memberikan
penguatan terhadap siswa. Beliau bertahan pada
pendapatnya bahwa belajar adalah performance. Program
pengajaran merinci belajar ke dalam langkah-langkah kecil,
sementara gerakan tujuan tingkah laku mempunyai target
proses pengajaran pada penampilan skala kecil. Pada
eksperimennya Skinner menggunakan seekor tikus sehingga

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 119


menghasillkan teori Stimulus Respon (S-R) dan operant
conditioning. Kelemahan dalam teori Skinner adalah proses
belajar itu dipandang sebagai sesuatu yang dapat diamati,
padahal belajar adalah kegiatan mental yang tidak dapat
disaksikan dari luar kecuali sebagai suatu gejala. Disamping
itu proses belajar manusia yang dianalogikan dengan
perilaku hewan sangat tidak diterima mengingat
mencoloknya fisik dan psikis.

Jean Piaget
Jean Piaget adalah seorang psikolog berkebangsaan
Swiss yang tertarik pada dunia pendidikan karena merasa
tidak puas dengan teori pada ahli pendidikan yang sudah
ada. Piaget lahir pada 1896 dan meninggal pada 1980.
Peranan Piaget di dunia pendidikan semakin besar setelah
menduduki jabatan sebagai Direktur International Bureau of
Education (IBE) pada 1929. Sejak saai itu Piaget banyak
menulis tentang pendidikan umum. Dilihat dari sisi aspek
ontologis, Jean Piaget berpandangan bahwa Pendidikan
sebagai penghubung dua sisi, disatu sisi individu sedang
tumbuh dan disisi lain nilai sosial, intelektual, dan moral yang

120 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


menjadi tanggung jawab pendidik untuk mendorong
individu tersebut. Individu berkembang sejak lahir dan terus
berkembang, perkembangan ini bersifat kausal (sebab
akibat).
Berdasarkan aspek Epistimologis menurut Piaget
bahwa peran guru dapat mengaktualkan yang masih kuncup
dan mengembangkan lebih lanjut apa yang sedikit atau baru
sebagian teraktualisasi, semaksimal mungkin sesuai dengan
kondisi yang ada. Jean Piaget, merumuskan konsep
pendidikan dasar yaitu pendidikan yang menghasilkan,
mencipta, sekalipun tidak banyak, meskipun suatu
penciptaan dibatasi oleh pembandingan dengan penciptaan
yang lain. Sedangkan dilihat dari aspek aksiologis
berpandangan bahwa Pendidikan secara umum berfungsi
membantu siswa dalam pengembangan dirinya, yaitu
pengembangan semua potensi, kecakapan, serta
karakteristik pribadinya ke arah yang positif, baik bagi dirinya
maupun lingkungannya. Pendidikan bukan sekedar
memberikan pengetahuan atau nilai atau pelatihan
ketrampilan. Pendidikan berfungsi mengembangkan apa

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 121


yang secara potensi dan aktual telah dimiliki siswa, sebab
siswa bukanlah gelas kosong yang harus diisi dari luar.
Implikasi dalam Dunia Pendidikan, Piaget
berpendapat bahwa memaksa merupakan metode mengajar
yang paling buruk, karena tanpa paksaan siswa akan
merekontruksi apa yang dipelajarinya (inquiry). Kemudian
Piaget membagi tahap perkembangan kognitif manusia
menjadi 4 tahap, (Desmita, 2011: 101) yaitu,
Tahap sensori-motorik, dimasa sejak lahir sampai usia 2
tahun, refleks instinktif, pemikiran simbolis, pengoordinasian
pengalaman.
Tahap pra-operasional, dimasa usia 2 sampai 7 tahun
mempresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-
gambar.
Tahap konkret-operasional, dimasa usia 7 sampai 11 tahun
berpikir secara logis tentang peristiwa konkret dan
pengklasifikasian benda.
Tahap operasional-formal, dimasa usia 11 tahun ke atas
berpikir abstrak, logis, dan lebih idealistik)
Piaget dalam perkembangan selanjutnya ternyata
memberikan pengaruh yang sangat besar serta acuan

122 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


penting dalam pelaksanaan proses pendidikan di sekolah.
Banyak guru mendapatkan inspirasi dari teori Piaget dalam
mendesain kurikulum dan memilih strategi pembelajaran
yang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didiknya.
Teresa M.McDevitt dan Jeanne Ellis Ormod (dalam Desmita,
2011: 112) menyebutkan beberapa implikasi teori Piaget bagi
guru-guru sekolah, yaitu
1. Memberikan kesempatan kepada peserta didik
melakukan eksperimen terhadap objek-objek fisik
dan fenomena-fenomena alam
2. Mengeksplorasi kemampuan penalaran siswa dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau pemberian
tugas-tugas pemecahan masalah
3. Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget menjadi
acuan dalam menginterpretasikan tingkah laku siswa
dan mengembangkan rencana pelajaran
4. Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget juga
memberikan petunjuk bagi para guru dalam memilih
strategi pembelajaran yang lebih efektif pada tingkat
kelas yang berbeda

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 123


5. Merancang aktivitas kelompok di mana siswa berbagi
pandangan dan kepercayaan dengan siswa lain

Menurut Piaget interaksi dengan teman sebaya


sangat membantu anak memahami bahwa orang lain
memiliki pandangan dunia yang berbeda dengan
pandangannya sendiri dan ide-ide mereka tidak selalu akurat
dan logis. Dalam artian interaksi dengan teman sebaya akan
memungkinkan siswa menguji pemikirannya, merasa
tertantang, menerima umpan balik, dan melihat bagaimana
orang lain mengatasi masalah.

Benjamin S. Bloom
Benjamin S. Bloom lahir pada 21 Februari di Lansford
Pennsylvania dan meninggal pada 13 September 1999. Ia
adalah seorang guru, penasihat pendidikan dan ahli
psikologi pendidikan. Pekerjaan pertamanya sebagai
instruktur di Departemen Pendidikan di University of Chicago
pada 1944 dan menjadi Professor pada 1970 kemudian
menjabat sebagai penasihat pendidikan pemerintah Israel,
India, dan banyak negara lain. Pada tahun 2001 Bloom

124 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


bekerjasama dengan David Krathwohl dan menulis A
Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing.
Dilihat dari aspek ontologis, pandangan Bloom
bahwa manusia memiliki potensi sesuai dengan ranah atau
kawasan yang ada padanya. Kemampuan belajar tersebut
dapat diasah berdasarkan ranah atau kawasan tersebut.
Secara epistimologis mengungkapkan bahwa menurut teori
Bloom Pendidikan terbagi menjadi 3 yaitu Ranah Kongnitif,
Afektif dan Psikomotorik. Teori Benjamin S Bloom dijadikan
acuan untuk mengetahui tercapainya tujuan pendidikan
berupa adanya perubahan pengetahuan, sikap dan gerak
pada setiap peserta didik.
Dari sisi aspek aksiologis, Tujuan Pendidikan menurut
Bloom dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
Cognitive Domain (Ranah Kognitif), mengasah perilaku-
perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti
pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
Affective Domain (Ranah Afektif) membentuk perilaku-
perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi,
seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 125


Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) melatih perilaku-
perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik
seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan
mengoperasikan mesin.
Konsep taksonomi Bloom memang sudah
mengemuka di dunia pendidikan. Teori tersebut
dikembangkan dalam rangka mengklasifikasikan tujuan
pendidikan dalam tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan
psikomotor. Konsep tersebut mengalammi perbaikan seiring
dengan perkembangan dan kemajuan zaman serta
teknologi. Revisi yang dilakukan oleh Lorin Anderson pada
1990 terkait perubahan kata kunci, pada kategori kata benda
menjadi kata kerja. Taksonomi Bloom mengenai sasaran
pendidikan ranah kognitif merupakan model yang sederhana
untuk diterapkan dalam kerangka kurikulum, termasuk di
Indonesia. Siswa dapat mengembangkan dan menggunakan
keterampilan berpikir mereka dan guru dapat bersikap adil
dengan tidak memisahkan anak berbakat dari anak yang lain.
Guru hanya perlu menyesuaikan jumlah waktu untuk setiap
tingkat taksonomi dengan tingkat kemampuan anak.

126 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Implikasi Perkembangan Pendidikan di Dunia terhadap
Pendidikan di Indonesia
Sejarah Pendidikan masa lalu dapat memberikan
gambaran pemahaman bagaimana perkembangan
Pendidikan yang sudah dirasakan saat ini. Sistem dan
implementasi Pendidikan yang sudah dimiliki sekarang
merupakan hasil dari perkembangan Pendidikan yang sudah
tumbuh dan berkembang secara cepat dalam sejarah
Pendidikan bangsa Indonesia. Berdasarkan perkembangan
sejarah Pendidikan dan konsep Pendidikan (Nasution, 2008),
dapat dilihat dari beberapa hal sebagai berikut :

Tujuan Pendidikan
Pendidikan diharapkan mampu mengembangkan
berbagai macam potensi peserta didik serta
mengembangkan kepribadian mereka secara lebih harmonis.
Tujuan pendidikan juga diarahkan dapat mengembangkan
aspek-aspek keagamaan, sosial, serta kemandirian peserta
didik. Tujuan pendidikan harus diarahkan kepada hal-hal
yang praktis dan memiliki nilai guna yang tinggi yang dapat
diaplikasikan dalam dunia kerja nyata.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 127


Proses Pendidikan
Proses pendidikan terutama proses pembelajaran
harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta
didik, melaksanakan metode secara global melalui pelajaran
bahasa, mengembangkan kemandirian dan kerjasama siswa
dalam pembelajaran, mengembangkan pembelajaran lintas
disiplin ilmu, demokratisasi dalam pendidikan, serta
mengembangkan ilmu dan teknologi.
Kebudayaan Nasional Pendidikan harus juga
memajukan kebudayaan nasional. Menurut Emil Salim dalam
Pidarta (2008) mengatakan bahwa kebudayaan nasional
merupakan puncak-puncak budaya daerah dan menjadi
identitas bangsa Indonesia agar tidak ditelan oleh budaya
global.

Inovasi-inovasi Pendidikan
Seiring dengan perubahan dan perkembangan
zaman, pendidikan harus mampu menjadi solusi
permasalahan-permasalahan yang timbul akibat perubahan
zaman tersebut, sehingga inovasi dalam pendidikan harus
terus dilakukan. Inovasi dapat bersumber dari hasil penelitian

128 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


dalam dunia pendidikan baik di Indonesia ataupun negara
lain, sehingga dapat diterapkan pada pola pendidikan yang
sesuai dengan etika, norma, dan budaya Indonesia. Hal inilah
yang menjadikan masyarakat Indonesia yang terdidik dan
maju, namun tidak melupakan akar budaya yang menjadi
simbol masyarakat Indonesia dari sejak dulu.

Daftar Pustaka

Beeby, C.E. (1982). Pendidikan di Indonesia, Penilaian dan


Pedoman Perencanaan. Jakarta: LemLit Pendidikan
Penerangan
Desmita. (2011). Psikologi Perkembangan Peserta Didik.
Bandung PT Remaja Rosdakarya
Dyah Kumalasari. (2007). Dinamika Pendidikan Indonesia
Pada Masa Kolonial. Jurnal Istoria. Yogyakarta:
Pendidikan Sejarah FISE UNY I.
Djumhur. (1974). Sejarah Pendid ikan. Bandung: CV Ilmu M.
Ngalim Purwanto. (2002). Ilmu Pendidikan, Teoretis
dan Praktis. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Erawati, M. (2012). Diktat Kuliah Psikologi Semester Ganjil.
Tidak diterbitkan
Mansur, Dahlan, dan M.Said. (1989). Mendidik dari Zaman ke
Zaman. Jakarta: PT.Rajawali Press.
Mudyahardjo, R. (2008). Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi
Awal tentang Dasar-Dasar Pendidikan pada

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 129


Umumnya dan Pendidikan di indonesia. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
Palmer.A.Joy. (2003). 50 Pemikir Pendidikan: Dari Piaget
Sampai Masa Sekarang. Yogyakarta: Jendela.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. (Online),
(riau.kemenag.go.id/file/dokumen/SNP.pdf), diakses
15 Oktober 2015.
Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2008 tentang
Pendanaan Pendidikan. (Online),
(www.kemenag.go.id/file/dokumen/PP4808.pdf),
diakses 15 Oktober 2015.
Pidarta, M. (2007). Landasan Pendidikan: Stimulus Ilmu
Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Pribadi, S.A.T (2010). Kiprah K.H. Ahmad Dahlan dalam
Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia. Skripsi
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Jakarta:
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Nasution, S. (2008). Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta:
Bumi Aksara.
Sadulloh, U & Setiasih, O. (2009). Landasan Historis
Pendidikan. Dalam Sub Koordinator MKDP Landasan
Pendidikan (hlm 143-203) Bandung: UPI.
Soegiono. (1993). Tokoh-Tokoh Pendidikan Dunia. Jakarta:
CV. Ilmu.
Suryadi, A. (2014). Pendidikan Indonesia menuju 2025.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Suyitno. (2009). Tokoh-Tokoh Pendidikan Dunia. Sekolah
Pascasarjana UPI: Tidak Diterbitkan.

130 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Zuhairini, dkk. (1997). Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi
Aksara.
Wikipedia. Tanpa tahun. Ekonomi. (Online),
(http://id.wikipedia.org/), diakses 15 Oktober 2015.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 131


Biografi Penulis

Budi Harto. Lulus S1 di Program Studi


Akuntansi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
Indonesia Membangun (INABA). Lulus
S2 di Program Magister Manajemen di
Universitas Winayamukti dan sedang
menyelesaikan Program Magister
Akuntansi di Universitas Sangga Buana
YPKP Bandung. Saat ini penulis sedang
melanjutkan pendidikan S3 program
doctoral ilmu manajemen di Universitas Pendidikan
Indonesia. Penulis merupakan dosen tetap Program Studi
Akuntansi Politeknik LP3I Bandung pengampu matakuliah
bidang akuntansi, manajemen dan kewirausahaan. Aktif
sebagai pengelola jurnal akuntansi dan menulis artikel di
beberapa publikasi jurnal nasional maupun internasional
serta penulis pada book of chapter. Aktif melakukan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat dan pernah menjadi
pendamping UMKM juara Kota Bandung.

132 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Chapter 5

Kajian Historis Terhadap


Tokoh-Tokoh Pendidik Di
Indonesia
-Deny Hidayatullah-

Pendahuluan

Dewasa ini hampir seluruh negara-negara di dunia


menghadapi tantangan pendidikan dalam usahanya untuk
mewujudkan keunggulan daya saing negaranya dalam
percaturan global. Sistem yang canggih dan berbagai
pengembangan strategi pendidikan terus diimprovisasi demi
mencapai tujuan pendidikan yang telah diterapkan dan
disepakati bersama. Khusus bagi Indonesia, tujuan
pendidikan telah tertuang dalam Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3, yaitu
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang
bermartabat dalam rangka mencerdakan kehidupan bangsa,

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 133


bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab.
Standar nasional pendidikan diciptakan untuk
membatasi kriteria minimum tentang sistem pendidikan di
seluruh wilayah Indonesia. Hal ini dilatarbelakangi oleh
desentralisasi sistem pendidikan dalam kerangka
pemerintahan negara Indonesia yang menganut asas
otonomi daerah. Terciptanya mekanisme ini tidak lepas dari
perjalanan pendidikan Indonesia yang dipengaruhi oleh
berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Bagian ini
mengarah pada historis pendidikan Indonesia yang
menganut berbagai paham, aliran, dan konsep-konsep
pendidikan dari berbagai tokoh dunia dan juga tokoh-tokoh
Indonesia sendiri.
Sejak awal tahun 1970 sistem pendidikan di Indonesia
mengalami perubahan terus menerus, sejalan dengan
program pembangunan di bidang pendidikan yang mulai
dilaksanakan secara terprogram sejak 40 tahun yang lalu

134 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


(Suryadi, 2014). Berbagai rintisan program dalam pelayanan
pendidikan tercermin dalam kurikulum yang dinamis dan
menggambarkan periodisasi pendidikan. Perubahan zaman
yang dialami menuntut peningkatan kualitas sumber daya
manusia yang dihasilkan dari proses pendidikan. Sejarah
perjuangan bangsa pada masa lampau juga berimplikasi
terhadap sistem pendidikan yang terjadi pada hari ini. Segala
unsur yang menjadi faktor di dalamnya membentuk
penciptaan individu sebagai insan pendidikan.
Mengingat sejarah dan belajar darinya akan
membuat refleksi pada sebuah tujuan dan merupakan titik
balik menuju suatu kebangkitan. Sejarah yang dispesifikasi ke
dalam kajian filsafat pendidikan akan menjadi perbandingan.
Karena perubahan akan semakin mudah bila belajar dari
perbandingan dan kesalahan masa lalu. Demikian halnya
dalam aspek pendidikan, sejarah dibutuhkan sebagai bahan
pembelajaran dan refleksi untuk perbaikan sistem
pendidikan yang lebih baik dan berkualitas..

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 135


Sekilas Historis Pendidikan Di Indonesia

Pendidikan Indonesia
Pendidikan di Indonesia dimulai sejak zaman Hindu
Budha, kemudian diikuti oleh perkembangan pengaruh
Islam, zaman penjajahan, hingga zaman kemerdekaan.
Mudyahardjo (2008) dan Nasution (2008) menguraikan
masing-masing zaman tersebut, yaitu
Zaman Hindu Budha
Tujuan pendidikan pada zaman ini sama dengan
tujuan kedua agama tersebut. Pendidikan dilaksanakan
dalam rangka penyebaran dan pembinaan kehidupan
beragama Hindu dan Budha
Zaman Pengaruh Islam
Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia sejalan
dengan perkembangan penyebaran Islam di nusantara, baik
sebagai agama maupun sebagai arus kebudayaan.
Pendidikan Islam ini tidak diselenggarakan secara terpusat,
namun banyak diupayakan secara perorangan.
Zaman Pengaruh Nasrani (Katolik dan Kristen)

136 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Orde ini mempunyai organisasi pendidikan yang
seragam, sama di mana pun, dan bebas untuk semua.
Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh
untuk penyebaran agama (Nasution, 2008: 4).
Zaman Kolonial Belanda
Sejalan dengan Politik Etis yang dijalankan belanda,
tampak kemajuan yang lebih pesat dalam bidang
pendidikan. Tokoh-tokoh pendidik pada zaman ini ialah
Mohamad Syafei, Ki Hajar Dewantara, dan K.H Ahmad
Dahlan.
Zaman Kolonial Jepang
Di bidang pendidikan, Jepang telah menghapus
dualisme pendidikan dari penjajah Belanda dan
menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi
semua orang. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara
luas diinstruksikan oleh Jepang untuk di pakai di lembaga-
lembaga pendidikan, di kantor-kantor, dan dalam pergaulan
sehari-hari.
Zaman Kemerdekaan
Tujuan pendidikan belum dirumuskan dalam suatu
undang-undang yang mengatur pendidikan.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 137


Zaman Orde Lama
Pendidikan Nasional zaman ‘Orde Lama’ adalah
pendidikan yang dapat membangun bangsa agar mandiri
sehingga dapat menyelesaikan revolusinya baik di dalam
maupun di luar
Zaman Orde Baru
Menurut Orde Baru, pendidikan adalah usaha sadar
untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di
dalam sekolah dan di luar sekolah dan berlangsung seumur
hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumahtangga,
sekolah dan masyarakat
Zaman Reformasi
Dalam bidang pendidikan ada perubahan-perubahan
dengan munculnya Undang-Undang Pendidikan yang baru
dan mengubah system pendidikan sentralisasi menjadi
desentralisasi, di samping itu kesejahteraan tenaga
kependidikan perlahan-lahan meningkat. Hal ini memicu
peningkatan kualitas profesional mereka. Instrumen-
instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga
diupayakan, misalnya MBS (Manajemen Berbasis Sekolah),

138 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup), dan TQM (Total Quality
Management).

Tinjauan Ontologis, Epistimologi, dan Aksiologi


Ontologis
Pendidikan merupakan suatu tindakan pembebasan
dari belenggu ketidaktahuan dan ketidakbenaran. Dengan
pendidikan orang akan mengetahui apa yang benar-apa
yang tidak benar, apa yang baik-apa yang jahat, apa yang
patut-apa yang tidak patut. Maka dapat disimpulkan
pendidikan menurut Plato adalah membebaskan dan
memperbaharui.

Epistimologis
Anak laki-laki dan perempuan mendapatkan
pendidikan yang sama. Lingkungan pendidian anak harus
indah, tetapi sederhana. Erawati (2012) menguraikan
kerangka pendidikan menurut Plato sebagai berikut:
a. Sejak lahir sampai usia tujuh tahun anak banyak
mendapatkan pendidikan fisik. Mereka harus
menyimak dongeng dan puisi yang terpilih. Negara

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 139


yang menyensor materi yang disajikan pada anak.
Mainan yang sesuai disediakan, anak dididik dengan
tegas, tetapi dengan kelembutan. Kecerdasan dan
ketangkasan fisik secara harmonis dibentuk.
b. Usia 7-13 tahun aktivitas intelektual dan fisik
dijalankan secara bersamaan
c. Usia 20 tahun pendidikan khusus mulai dilakukan
dengan seleksi yang ketat
d. Usia 30 tahun dilakukan seleksi lagi untuk pendidikan
selanjutnya selama lima tahun.
Materi level lebih tinggi meliputi matematika,
astronomi, harmoni, dan sains untuk 10 tahun pertama,
belajar filsafat pada lima tahun terakhir. 15 tahun kemudian
mengabdi pada negara. Ketika usia 50 tahun mereka belajar
filsafat dalam sisa hidupnya. Pendidikan merupakan suatu
kewajiban bagi Plato, karena anak merupakan milik negara
bukan orang tua. Plato lebih menekankan pengembangan
intelektual, kurang mengembangkan jasmaniah.
Aksiologis
Tujuan pendidikan adalah

140 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


a. Membentuk manusia yang utuh, yakni yang berhasil
menggapai segala keutamaan moralitas jiwa yang
mengantarnya pada ide tertinggi yaitu kebajikan,
kebaikan, dan keadilan.
b. Menemukan kemampuan ilmiah setiap individu dan
melatihnya sehingga menjadi seorang warga negara
yang baik, dalam suatu masyarakat yang harmonis,
melaksanakan tugasnya secara efisien menurut kelas-
kelasnya.

Tokoh-Tokoh Pendidikan Di Indonesia dan Implikasinya

Terhadap Pendidikan Di Indonesia

R. A Kartini
Biografi
Raden Ajeng Kartini lahir di Jepara, 21 Apil 1879.
Beliau adalah seorang tokoh pahlawan nasional Indonesia
dari suku Jawa. Raden Ajeng Kartini berasal dari bangsa
priyayi. Kartini bersekolah di ELS (Europese Lagere School)
sampai usia 12 tahun. Di sisi lain Kartini belajar Bahasa
Belanda. Ia juga banyak membaca surat kabar Semarang De

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 141


Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima
leestrommel paket majalah yang diedarkan took buku
kepada langganan. Diantaranya terdapat majalah
kebudayaan dan ilmu pengetahaun yang cukup berat. Kartini
banyak membuat tulisan dan mengutip kalimat.
Perhatiannya tersorot pada emansipasi wanita agar
memperoleh kebebasan, otonomi, dan persamaan hukum
sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas.
Kontribusi dan Implikasi dalam Dunia Pendidikan
Peran R.A Kartini dalam memajukan pendidikan di
Indonesia merupakan salah satu contoh kontribusi wanita
dalam sejarah. Kartini mendobrak kondisi yang
memprihatinkan tersebut dengan membangun sekolah
khusus wanita. Selain itu beliau juga mendirikan
perpustakaan bagi anak-anak. Kartini dalam memajukan
pendidikan Indonesia tertuang dalam karya nya “Door
Duisternis Tot Licht”, yang diartikan sebagai ‘habis gelap
terbitlah terang’.
Kartini telah membawa banyak perubahan dan
kemajuan dalam pendidikan Indonesia. Kartini mengajarkan
bahwa seorang wanita harus mempunyai pemikiran jauh ke

142 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


depan. Di mata Kartini pendidikan adalah hal penting.
Pendidikan akan mampu mengangkat derajat dan martabat
bangsa. Kartini konsisten mengemukakan pentingnya
pendidikan yang mengasah budi pekerti, atau yang kita kenal
sebagai pendidikan karakter pada masa sekarang.
Kartini mengatakan bahwa pendidikan ittu janganlah
hanya akal saja yang dipertajam, tetapi budi pekerti pun
harus dipertinggi. Sekolah diperlukan dalam memajukan
pendidikan. Pendidikan di sekolah juga harus dibarengi
dengan pendidikan di keluarga. Untuk para guru di sekolah,
kartini berharap guru tidak hanya mengajar semata, tetapi
juga harus menjadi pendidik. Dalam notanya berjudul
‘Berilah Orang Jawa Pendidikan’ Kartini dengan tegas
mengatakan “guru-guru memiliki tugas rangkap: menjadi
guru dan pendidik! Mereka harus melaksanakan pendidikan
rangkap itu, yaitu pendidikan pikiran dan budi pekerti”
Bagi Kartini mendidik perempuan merupakan kunci
peradaban, karena perempuan yang akan mendidik anak-
anak (generasi muda). Beliau juga memiliki pemikiran
tentang kebijakan pendidikan, dimana pemerintah
berkewajiban meningkatkan kesadaran budi perempuan,

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 143


mendidik perempuan, memberi pelajaran perempuan, dan
menjadikan perempuan sebagai ibu dan pendidik yang
cakap dan cerdas. Namun Kartini juga tidak lantas membatasi
pendidikan yang normatif, beliau memberi kebebasan
kepada siswa untuk berpikir dan mengutarakan pendapat.
Bahan bacaan menjadi gagasan kartini juga, karena bahan
bacaan atau yang sekarang ini kita artikan sebagai sumber
belajar merupakan alat pendidikan yang diharapkan banyak
mendatangkan kebajikan. Anak-anak hendaknya diberi
bahan bacaan yang mengasyikkan, bukan karangan kering
yang semata-mata ilmiah.

K.H Ahmad Dahlan


Biografi
K.H Ahmad Dahlan adalah tokoh pendidikan
Indonesia sekaligus pendiri Muhammadiyah.
Muhammadiyah berdiri pada 18 November 1912. Dasar
tujuan pendidikan Muhammadiyah, yaitu ajaran Islam yang
bersumber dari Al-Quran dan Sunnah Rasul. Dalam usaha
penyelenggaraan pendidikan,
Kontribusi dan Implikasi dalam Dunia Pendidikan

144 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Muhammadiyah tidak tertarik untuk mendirikan
pesantren, karena pada saat itu pesantren cenderung
mengisolasi diri. Sekolah-sekolah yang diselenggarakan
Muhammadiyah ada yang bercorak sekolah umum seperti
sekolah yang diselenggarakan pemerintah Belanda, dan ada
sekolah-sekolah khusus keislaman. Sekolah-sekolah yang
diselenggarakan Muhammadiyah ialah pada 1921, yaitu Al-
Islamul Arqo, kemudian diubah menjadi Hooger
Muhammadiyah School, dimana pada 1923 menjadi
Kweekschool Islam. Pada tahun 1924 sekolah tersebut
dipisahkan antara murid laki-laki dan perempuan, yang
akhirnya pada tahun 1932 menjadi Muallimien
Muhammadiyah (Sekolah Guru Islam Putra), dan Muallimat
Muhammadiyah (Sekolah Guru Muhammadiyah Putri).
Taman kanak-kanak Muhammadiyah (Bustanul
Athfal) didirikan pada tahun 1926, HIS met de Quran pertama
kali didirikan pada tahun 1923 di Jakarta, tahun 1926 di
Kudus, dan tahun 1928 di Aceh. Selanjutnya Muhammadiyah
juga mendirikan sekolah-sekolah seperti HIS, Volschool,
Verpolgschool, Schakelschool. Jadi pada dasarnya

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 145


Muhammadiyah mendirikan sekolah sesuai dan sama
dengan sekolah-sekolah Belanda.
Alasan yang melatarbelakangi sebab-sebab
munculnya gagasan modernisasi K.H Ahmad Dahlan dalam
pendidikan Islam, yaitu karena lembaga pendidikan barat
yang cenderung sekuler dengan menjadikan murid sekedar
bisa menjadi pegawai pemerintah, serta lemahnya lembaga
pendidikan yang dimiliki umat Islam yang belum mampu
menyiapkan generasi yang sesuai dengan tuntutan pada
zaman itu. Di dalam pendidikan dan pengajaran agama islam
KH Ahmad Dahlan menanamkan keyakinan dan faham
tentang Islam yang utuh. Penerapan gagasan modernisasi
pendidikannya telah membawa hasil yang tak ternilai.
Sumbangan pemikirnnnya yaitu dengan usaha-usaha yang
direalisasikan melalui: Memasukkan pelajaran agama Islam
ke dalam lembaga pendidikan milik kolonial Belanda.
Penerapan sistem dan mengadopsi metode pendidikan Barat
dalam lembaga pendidikan Islam Memadukan antara
pelajaran agama dengan pelajaran umum (Pribadi, 2010)

146 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Ki Hajar Dewantara
Biografi
Dirangkum dari laman resmi Kemendikbud, Ki Hajar
Dewantara lahir pada 2 Mei 1889 dengan nama Raden Mas
Soewardi Soeryaningrat. Beliau berasal dari lingkungan
keluarga Kadipaten Pakualaman di Yogyakarta, yang
merupakan salah satu kerajaan pecahan Dinasti Mataram
selain Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, dan
Kadipaten Mangkunegaran.
Ki Hajar Dewantara menamatkan sekolah di ELS
(Sekolah Dasar Belanda), lalu melanjutkan ke STOVIA
(Sekolah Dokter Bumiputera) meski tidak tamat lantaran
sakit.
Kontribusi dan Implikasi dalam Dunia Pendidikan
Ki Hajar Dewantara dikenal sebagai aktivis sekaligus
jurnalis pergerakan nasional yang pemberani. Dia juga
menjadi wartawan di beberapa surat kabar seperti
Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia,
Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara.
Selain itu, pada 20 Mei 1908 ia sempat bergabung
dengan Boedi Oetomo (BO) di Batavia (Jakarta) pada 20 Mei

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 147


1908. Kemudian keluar dan mendirikan Indische Partij (IP)
bersama Cipto Mangunkusumo serta Ernest Douwes Dekker
atau Tiga Serangkai pada 25 Desember 1912.
Ki Hajar Dewantara menyampaikan kritik terkait
pendidikan di Indonesia yang kala itu hanya boleh dinikmati
oleh para keturunan Belanda dan orang kaya saja melalui
tulisan-tulisannya. Kemudian pada 1913, Tiga Serangkai
diasingkan ke Belanda karena tulisannya yang dianggap
menghina pemerintah. Melalui Ki Hajar Dewantara, kata
“Indonesia” dipakai di kancah internasional untuk pertama
kalinya saat ia mendirikan kantor berita dengan nama
Indonesische Persbureau di Den Haag.
Di sisi lain, ia juga bergabung dengan Indische
Vereeniging (IV) ketika di Belanda. Indische Vereeniging (IV)
merupakan organisasi pelajar Indonesia di Belanda. Pada 6
September 1919, Ki Hajar Dewantara dipulangkan ke tanah
air. Lalu, dia mendirikan lembaga pendidikan Taman Siswa di
Yogyakarta. Ki Hajar Dewantara juga telah mengajarkan
filososi yang terkenal di dunia pendidikan yakni “Ing ngarso
sung tulodo, Ing madyo mangun karso, Tut wuri handayani”

148 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


yang artinya “Di depan memberi teladan, di tengah memberi
bimbingan, di belakang memberi dorongan”.
Setelah Indonesia merdeka, dia diangkat menjadi
menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan
Pengajaran Indonesia di kabinet pertama di bawah
pemerintahan Ir. Soekarno. Ia juga mendapat gelar doktor
kehormatan (doctor honoris causa, Dr.H.C.) dari Universitas
Gadjah Mada pada tahun 1957. Namun, dua tahun setelah
mendapat gelar Doctor Honoris Causa ini, tepatnya pada
tanggal 28 April 1959, beliau wafat di Yogyakarta.

Memahami Implikasi Pendidikan Dari Tokoh Pendidikan


Indonesia Terhadap Sistem dan Praktek Pendidikan
Dewasa Ini

Kurikulum 1994 diberlakukan secara bertahap mulai


tahun ajaran 1994/1995. kurikulum 1994 disusun dengan
maksud agar proses pendidikan dapat selalu menyesuaikan
diri dengan tantangan yang terus berkembang, sehingga
mutu pendidikan akan semakin meningkat. Kurikulum 1984
yang telah berjalan 10 tahun dipandang perlu untuk
diperbaharui karena menurut hasil-hasil pengkajian,

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 149


ditemukan adanya materi kurikulum yang tumpang tindih
dan memerlukan penambahan. Misalnya tumpang tindih
antara materi PMP, Sejarah Nasional, dan PSPB yang dalam
kurikulum 1994 strukturnya lebih disederhanakan.
Disahkannya UU No.2/1989 tentang sistem Pendididkan
Nasional yang diikuti oleh berbagai peraturan pemerintah
mempunyai implikasi pada perlunya kurikulum pendidikan
mengalami penyesuaian. Menyusul terjadinya informasi,
dilakukan kembali revisi atas kurikulum 1994 dengan menata
kembali struktur programnya yang kemudian dikenal dengan
kurikulum 1994 yang disempurnakan.
Memasuki tahun 1995, pendidikan Indonesia
menekankan pada pengembangan SDM yang mampu
menjawab tantangan masa depan. Terdapat empat prioritas
utama pelaksanaan pendidikan yaitu:
1. Penuntasan pelaksanaan wajib belajar 9 tahun.
2. Peningkatan mutu semua jenis, jenjang, dan jalur
pendidikan.
3. Menghubungkan kebutuhan antara pendidikan dan
industri.
4. Peningkatan kemampuan penguasaan iptek.

150 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Pemerintah juga berusaha meningkatkan mutu
pendidikan melalui peningkatan jumlah dan mutu pengajar,
peningkatan mutu proses belajar mengajar, dan peningkatan
kualitas lulusan. Pemerintah juga berusaha menciptakan
sekolah unggul dan mengembangkan kurikulum yang
menekankan perbaikan metode mengajar dan perbaikan
guru.
Pada tahun 1998, suasana politik di Indonesia
mengalami gejolak yang menyebabkan lahirnya era
reformasi. Sistem pemerintahan berubah dari model
sentralisasi menjadi desentralisasi. Penerapan otonomi
daerah membuat penyelenggaraan pendidikan berubah
menjadi otonomi pendidikan, terutama di jenjang
pendidikan tinggi. Pada masa peralihan kekuasaan,
pendidikan di Indonesia masih menerapkan kurikulum yang
berlaku pada zaman orde baru. Kurikulum ini masih
digunakan pada masa pemerintahan presiden
Abdurrachman Wahid dengan beberapa perbaikan.
Sistem pendidikan di Indonesia mengalami
perubahan pada masa kepresidenan Megawati melalui
kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum ini berbasis pada

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 151


3 aspek utama yaitu aspek afektif, aspek kognitif, dan aspek
psikomotorik. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
memperbarui kurikulum tersebut menjadi kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP) yang mencakup tujuan pendidikan,
tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum
tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, serta
silabus.
Pada masa pemerintahan presiden SBY berupaya
meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan di
Indonesia. Upaya tersebut diawali penerbitan Instruksi
Presiden No. 5 pada 09 Juni 2006 yang bertujuan
mempercepat penyelesaian wajib belajar 9 tahun. Upaya ini
membuat pemerintah melibatkan program pendidikan
penyetaraan seperti paket A, B, dan C agar dapat
mengadopsi kurikulum sesuai dengan standar yang berlaku.
Jenjang pendidikan di Indonesia secara umum tidak banyak
berubah. Akan tetapi, terdapat lebih banyak lembaga
penyedia pendidikan untuk setiap jenjang pendidikan
dimana melibatkan partisipasi pendidikan non-formal.
Seiring dengan meningkatnya mutu dan partisipasi
pendidikan dasar di Indonesia, dan berkembangnya minat

152 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


terhadap pendidikan menengah, isu pendidikan di Indonesia
kini beralih pada jenjang pendidikan tinggi. Pada tahun 2011,
angka partisipasi kasar (GER) untuk pendidikan tinggi di
Indonesia hanya mencapai 25 persen. Angka ini lebih rendah
dibanding rata-rata global yang mencapai 31 persen dan
kebanyakan negara anggota ASEAN. Meskipun demikian,
angka ini sebenarnya meningkat signifikan dibanding
sepuluh tahun yang lalu dimana angka partisipasi kasar
pendidikan tinggi di Indonesia hanya mencapai 12 persen.
Masuknya era pemerintahan presiden Joko Widodo
(Jokowi) belum menunjukkan indikasi munculnya upaya
radikal dalam memajukan pendidikan di Indonesia. Secara
fundamental, kebijakan pendidikan masih sejalan namun
dengan beberapa perbaikan dan penyesuaian. Perubahan
banyak terjadi pada tataran teknis dan masyarakat masih
menanti upaya pemerintah dalam mengatasi masalah dan
kekurangan dalam sistem pendidikan di Indonesia.
Tantangan pendidikan abad 21 adalah membangun
masyarakat berpengetahuan (knowledge based society)
yang memiliki TIK dan media literacy skills, kemampuan
berpikir kritis, kemauan memecahkan masalah, dan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 153


kemampuan berkolaburasi. Pengaruh globalisasi, kemajuan
teknologi dan informasi serta perubahan nilai-nilai sosial
harus diperhitungkan dalam penyelenggaran pendidikan,
apalagi tanggung jawab dunia pendidikan untuk mencapai
tujuan pokok melahirkan manusia yang berkualitas. Bangsa
Indonesia mendambakan masyarakatnya berkembang maju
dan sederajat dengan masyarakat dunia. Saat ini kita mulai
menapak pada kehidupan gelombang ketiga yang disebut
Alvin Toffler, bahwa umat manusia menghadapi sejumlah
lompatan ke depan, menghadapi pergolakan, perombakan
dan restrukturisasi yang mendasar selama dunia
berkembang.
Globalisasi adalah realita yang kita hadapi, dan tak
bisa diredam oleh kekuatan apapun. Dampaknya akan
menyentuh setiap orang, dampak positif maupun dampak
negatif yang merupakan kosekuensinya. Pandangan
mengenai pendidikan sebagai proses humanisasi atau
disebut sebagai proses pemanusiaan manusia, seperti yang
didefinisikan oleh Driyarkara. Proses pemanusiaan manusia
tidak sekedar yang bersifat fisik, akan tetapi menyangkut
seluruh dimensi dan potensi yang ada pada diri dan realitas

154 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


yang mengitarinya. Seperti yang dikemukakan oleh Tilaar
(2005: 112) bahwa hakikat pendidikan adalah proses
memanusiakan anak manusia yaitu menyadari akan manusia
yang merdeka. Manusia yang merdeka adalah manusia yang
kreatif yang terwujud di dalam budayanya. Era globalisasi
memunculkan era kompetisi yang berbicara keunggulan,
hanya manusia unggul yang akan survive dalam kehidupan
yang penuh persaingan. Sikap, perilaku, dan kepribadian
peserta didik perlu mendapat perhatian yang serius,
mengingat perkembangan TIK melalui media cetak maupun
elektronik tidak selalu membawa pengaruh positif bagi
peserta didik.
Masyarakat, terutama anak-anak dan remaja
berinteraksi dengan media masa (media cetak, media
elektronik, dan dunia maya) dalam intensitas yang amat
tinggi. Berbagai informasi yang ditayangkan melalui
berbagai media tersebut sangat mempengaruhi
perkembangan jiwa dan karakter anak bangsa. Dalam
konteks globalisasi, pendidikan harus mampu
mempertahankan budaya dan jati diri bangsa di tengah-

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 155


tengah gencarnya gempuran beragam budaya dan
peradaban bangsa lain.
Teknologi informasi dan komunikasi berupa televisi,
telepon, komputer, dan internet mengalami perkembangan
yang luar biasa. Lewat perkembangan teknologi komputer,
internet, dan telepon, dunia pun seakan-akan berada dalam
genggaman kita. Informasi yang ada dibelahan bumi lain,
secepat kilat akan sampai dibelahan bumi lainnya lewat short
message system (SMS) atau berita di internet.
Guru pada abad ini dan abad selanjutnya ditantang
untuk melakukan akselerasi terhadap perkembangan
informasi dan komunikasi. Pembelajaran di kelas dan
pengelolaan kelas, pada abad ini harus disesuaikan dengan
standar kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, atau
yang lebih dikenal dengan ICT (information comunication
technology). Kondisi kehidupan global, langsung maupun
tidak langsung berpengaruh terhadap nilai-nilai kehidupan
bangsa kita.
Sekolah modern seperti full day school dan boarding
school dalam melaksanakan fungsinya perlu memberi porsi
seimbang antara pengajaran dan pendidikan. Pengajaran

156 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


adalah lebih menyangkut aspek pengetahuan dan
keterampilan yang bermanfaat bagi kehidupannya kelak.
Sedang pendidikan lebih menyangkut aspek kepribadian.
Berbagai konsep telah dilontarkan masyarakat mengenai
rumusan “Masyarakat Indonesia Baru” dimana ditekankan:
demokratisasi, supremasi hukum, kebebasan mengutarakan
pendapat dan berserikat, keadilan dan pemerataan,
pembangunan civil society, penghormatan terhadap HAM,
dan lain-lain. Visi Indonesia 2020 adalah terwujudnya
masyarakat Indonesia yang religius, manusiawi, bersatu,
demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri serta baik dan
bersih dalam penyelenggaraan negara.
Visi masa depan itu bukanlah suatu fantasi, tapi
merupakan suatu abstraksi yang diambil dari kehidupan
nyata dan merupakan pemikiran yang sadar. Sedangkan
untuk mewujudkan cita-cita mencerdaskan kehidupan
bangsa dan sejalan dengan visi pendidikan dan kebudayaan,
Kemdikbud mempunyai visi 2025 untuk menghasilkan Insan
Indonesia Cerdas dan Kompetitif (Insan Kamil/Insan
Paripurna).

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 157


Menurut Baskoro (2009) ada tujuh keahlian yang
harus dimiliki agar tetap survive di era global yaitu:
1. Kemampuan berpikir kritis dan kemauan bekerja
keras,
2. kreativitas,
3. Kolaborasi,
4. Pemahaman antar budaya (cross cultural
undestanding),
5. Komunikasi,
6. Mengoperasikan komputer, Career dan kemampuan
secara mandiri.
Mengingat begitu pentingnya peran pendidikan bagi
kehidupan masayarakat, maka pemerintah dewasa ini sangat
memperhatikan segala aspek pendidikan yang ada untuk
ditingkatkan. Dalam kerangka itulah, perlu adanya model
pendidikan yang diharapkan dapat mengembangan seluruh
potensi yang dimiliki anak, baik jiwa, raga, intelegensi,
kepekaan, estetika, tangung jawab, dan nilai-nilai spiritual.
Model Pendidikan yang terus berkembang menyesuaikan
dengan perkembangan terkini merupakan faktor penentu
bagi perkembangan sosial dan ekonomi, dalam rangka

158 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk
tercapainya pembangunan bangsa..

Penutup

Pendidikan di Indonesia pada zaman sebelum


kemerdekaan digolongkan dalam tiga periode, yaitu
pendidikan yang berlandaskan ajaran keagamaan,
pendidikan yang berlandaskan kepentingan penjajah dan
pendidikan dalam rangka perjuangan kemerdekaan. Setelah
kemerdekaan, telah muncul system kurikulum, system
persekolahan, dan juga sudah banyak penduduk Indonesia
yang mengenyam bangku sekolah. Hal ini disebabkan oleh
adanya pendidikan yang telah ada pada zaman-zaman
dahulu yang memberikan dasar-dasar tentang pentingnya
pendidikan

Daftar Pustaka

Desmita. (2011). Psikologi Perkembangan Peserta Didik.


Bandung PT Remaja Rosdakarya
Erawati, M. (2012). Diktat Kuliah Psikologi Semester Ganjil.
Tidak diterbitkan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 159


Pidarta, M. (2007). Landasan Pendidikan: Stimulus Ilmu
Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: PT Rineka
Cipta.

Pribadi, S.A.T (2010). Kiprah K.H. Ahmad Dahlan dalam


Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia. Skripsi
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Jakarta:
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Mudyahardjo, R. (2008). Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi
Awal tentang Dasar-Dasar Pendidikan pada
Umumnya dan Pendidikan di indonesia. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
Nasution, S. (2008). Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta:
Bumi Aksara.
Sadulloh, U & Setiasih, O. (2009). Landasan Historis
Pendidikan. Dalam Sub Koordinator MKDP Landasan
Pendidikan (hlm 143-203) Bandung: UPI
Suryadi, A. (2014). Pendidikan Indonesia menuju 2025.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Suyitno. (2009). Tokoh-Tokoh Pendidikan Dunia. Sekolah
Pascasarjana UPI: Tidak Diterbitkan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.

160 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Biografi Penulis

Deny Hidayatullah. Lahir 23 Desember


1971 dan besar di Jakarta, menyelesaikan
pendidikan S1 pada tahun 1996 Jurusan
Manajemen di Universitas Gunadarma
dan S2 selesai pada tahun 2001 untuk
bidang konsentrasi Sistem Informasi
Bisnis pada Program Pasca Sarjana
Universitas Gunadarma. Pengalaman
mengajar sebagai Dosen di Universitas Gunadarma,
Universitas Kuningan, IBI Kosgoro, dan saat ini di Universitas
Nasional dibeberapa program studi seperti Sistem Informasi,
Teknik Informatika, Manajemen Informatika, Manajemen.
Beberapa mata kuliah yang biasa di ampu adalah Pengantar
Sistem Informasi dan Bisnis, Sistem Informasi Manajemen,
Konsep Sistem Informasi, Analisis Proses Bisnis, Pengantar
Manajemen, dan beberapa matakuliah lainnya. Saat ini
sedang melanjut pendidikan S3 Program Doktor Ilmu
Manajemen di Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 161


Chapter 6

Perspektif Perkembangan
Peserta Didik Terhadap
Tujuan Pendidikan, Kajian
Psikologis Terhadap
Realitas Perkembangan
Peserta Didik
-Mugi Puspita dan Adam Hermawan-

Pendahuluan

Peserta didik adalah makhluk yang tumbuh dan


berkembang. Mereka merupakan individu dinamis yang
memiliki karakteristik tertentu pada setiap
perkembangannya. Pertumbuhan dan perkembangann ini
merupakan proses alami yang terjadi dalam kehidupan
manusia (Desmita, 2012). Perkembangan peserta didik
memiliki konsekuensi kepada perlakuan pendidikan. Pada

162 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


masa bayi pendidikan yang dilaksanakan oleh orang dewasa
lebih banyak memberikan bantuan pada perkembangan fisik,
seperti bantuan orang tua kepada anak agar dapat
menfungsikan kakinya untuk berjalan. Hal ini terus dilakukan
sampai anak memiliki kemampuan mengendalikan dan
menfungsikan organ tubuhnya. Menginjak usia sekolah
taman kanak-kanak proses pendidikan bukan hanya sekadar
melatih organ tubuhnya agar berfungsi lebih sempurna, akan
tetapi juga mengembangkan kemampuan psikologis yang
mulai berkembang, misalnya memgembagkan keberanian
melalui permainan (Sanjaya, 2008) . Perlakuan pendidikan ini
akan terus berubah sesuai dengan masingmasing periode
serta karakteristik perkembangan peserta didik. Pendidikan
dipandang sebagai salah satu aspek yang memiliki peranan
pokok dalam membentuk generasi masa depan. Dengan
pendidikan, diharapkan dapat menghasilkan manusia yang
berkualitas dan bertanggung jawab serta mampu
menyongsong kemajuan pada masa mendatang.
Dalam kehidupan manusia ada dua proses yang
beroperasi secarakontinyu, yaitu pertumbuhan dan
perkembangan. Banyak orang yangmenggunakan istilah

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 163


“Pertumbuhan” dan “Perkembangan Manusia”
secarabergantian. Kedua proses ini berlangsung secara
interdependensi, artinyasaling bergantung satu sama lain.
Kedua proses ini tidak bisa dipisahkandalam bentuk-bentuk
yang secara pilah berdiri sendiri-sendiri, akan tetapibiasa
dibedakan untuk maksud lebih memperjelas
penggunaannya.
Perkembangan mengacu kepada perubahan
sistematik tentang fungsi- fungsi fisik dan psikis. Perubahan
fisik secara kualitatif sejak masa konsepsi(pembuahan ovum
oleh sperma) sampai akhir hayat. Dan perubahan
psikismeliputi perkembangan mengarah kepada
pembentukan kepribadian, yang sangat menentukan
sessorang dalam bersosialisasi.Perkembangan berlangsung
secarasistematis , progresif, dan berkesinambungan. Peserta
didik adalah makhluk yang berada dalam proses
perkembangan dan pertumbujan menurut fitrahnya masing-
masing, mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan
yang konsisten menujukearah titik optimal kemampuan
fitrahnya.Perkembangan manusia berlangsung secara
berkesinambungan melalui beberapa periode atau masanya,

164 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


yaitu anak (childhood), remaja (adolescence) dan dewasa
(adulthood).
Setiap fase atau tahap perkembangan terdapat
tugas-tugas perkembangan. Tugas perkembangan
merupakan suatu tugas individu, yang apabila tugas itu
dapat berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan
dankesuksesan dalam menuntaskan tugas berikutnya.
Apabila gagal, maka akanmeyebabkan ketidakbahagiaan
pada diri individu atau bersangkutan. Tugas-tugas
perkembangan ini berkaitan erat dengan perubahan
kematangan, prasekolah.Pekerjaan, pengalaman beragama,
dan hal lainnya sebagai prasyarat untuk pemenuhan dari
kebahagiaan hidup.
Pada konteks kajian ilmu psikologi, perkembangan
bertahap yang dialami oleh setiap individu dikaji secara
khusus dalam psikologi perkembangan (developmental
psychology). Kajian ini meliputi beberapa hal, diantaranya
periodesasi perkembangan, karakteristik dan tugas masing-
masing fase perkembangan serta faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan. Faktor-faktor
perkembangan peserta didik belum dipahami

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 165


sepenuhnyaoleh orang tua ataupun guru, yang terkadang
kurang menyadari bahwaseorang anak sedang mengalami
perkembangan sehingga pada saat pesertadidik melakukan
kegiatan yang mereka sukai para orang tua ataupun
gurumelarangnya dan memarahinya.padahal seharusnya hal
tersebut harus didukung secara penuh agar anak dapat
berkembang secara optimal danmenghasilkan peserta didik
yang berkualitas
Mempelajari perkembangan peserta didik
merupakan suatu keharusan bagi setiap pendidik. Menurut
Syamsu Yusuf (2012), ada beberapa alasan mengapa
pendidik perlu memahami perkembangan peserta didik,
yaitu:
▪ Mempelajari dan memahami karakteristik
perkembangan peserta didik adalah salah satu
kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang
pendidik.
▪ Melalui pemahaman tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan peserta didik, dapat
diantisipasi tentang berbagai upaya untuk
memfasilitasi perkembangan tersebut, baik di

166 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Disamping itu, dapat diantisipasi juga tentang upaya
untuk mencegah berbagai kendala atau penghambat
yang mungkin akan mengontaminasi perkembangan
mereka.
▪ Peserta didik memiliki potensi yang multidimensi
yang meliputi biopsikososiospiritual (fisik/biologis,
psikologis, sosial, dan moral- spiritual). Pemahaman
terhadap keragaman dimensi potensi ini memberikan
implikasi terhadap kebijakan pendidikan, baik
menyangkut penentuan arah atau tujuan, kompetensi
guru, model kurikulum, maupun penyiapan fasilitas
(sarana dan prasarana pendidikan).
Dari penjelasan diatas ini menunjukkan bahwa
pendidikan memiliki hubungan yang sangat erat dengan
kajian tentang perkembangan peserta didik, karena
pendidikan merupakan suatu proses panjang untuk
mengaktualkan seluruh potensi diri manusia. Dalam proses
mengaktualisasi diri tersebut diperlukan pengetahuan
tentang keberadaan potensi, situasi dan kondisi lingkungan
yang tepat untuk mengaktualisasikannya. Pendidikan juga

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 167


memegang peranan yang penting dalam menentukan
eksistensi dan perkembangan para generasi penerus.

Kajian Terhadap Perkembangan Kognitif Peserta Didik

Pengertian Kognitif
Kognitif berasal dari kata cognition persamaannya
knowing yang berarti mengetahui. Kognitif dalam artian luas
ialah perolehan, penataan dan penggunaan perolehan.
Selanjutnya kognitif juga bisa diartikan dengan kemampuan
belajar atau berfikir atau kecerdasan yaitu kemampuan untuk
mempelajari keterampilan dan konsep baru, keterampilan
untuk memahami apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya,
serta keterampilan menggunakan daya ingat dan
menyelesaikan soal-soal sederhana.
Perkembangan kognitif berkaitan dengan
perkembangan kemampuan pemahaman dan analisa. Slamet
Suyanto (2005: 53) memaparkan bahwa perkembangan
kognitif menggambarkan bagaimana pikiran berkembang
dan dapat digunakan untuk berpikir. Sedangkan menurut
Piaget (dalam Slamet Suyanto, 2005: 94) bahwa perubahan

168 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


akibat belajar dari perkembangan kognitif yaitu kemampuan
anak untuk berpikir tentang lingkungan sekitar. Apabila
fungsi dalam otak berkembang dengan baik maka proses
berpikir seseorang juga akan baik. Proses berpikir digunakan
untuk memahami pembelajaran maupun untuk melakukan
hal-hal yang membutuhkan pemikiran.
Kemampuan kognitif adalah suatu proses berfikir,
yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai
dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa.
Menurut Gagne, dalam Jamaris, kognitif adalah proses yang
terjadi secara internal di dalam pusat susunan syaraf pada
waktu manusia sedang berfikir. Kemampuan kognitif ini
berkembang secara bertahap, sejalan dengan
perkembangan fisik dan syaraf-syaraf yang beradadi pusat
susunan syaraf.

Perkembangan Kognitif
Salah satu teori yang berpengaruh dalam
menjelaskan perkembangan kognitif ini adalah teori Piaget.
Perkembangan kognitif menurut Vygotsky dipengaruhi oleh
dua tataran yaitu;

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 169


▪ tataran sosial merupakan tempat orang-orang
membentuk lingkungan sosialnya.
▪ tataran psikologis merupakan ada di dalam orang-
orang yang bersangkutan.
Adapun proses mental juga dibagi menjadi dua yaitu;
a. Elementary adalah masa praverbal (selama anak belum
menguasai verbal, menggunakan bahasa). b. Higher adalah
masa setelah anak dapat berbicara (berhubungan dengan
lingkungan secara verbal). Perkembangan kognitif melalui
internalisasi yang bersifat transformatif, yaitu memunculkan
perkembangan yang tidak sekedar berupa transfer atau
pengalihan dari lingkungan. Vigotsky mengungkapkan
bahwasannya berinteraksi dengan orang dewasa atau
kolaborasi dengan anak yang lebih besar usianya lebih
bermanfaat dibanding dengan anak sebaya. Karena anak
akan berkembang kognit ifnya apabila dibimbing oleh orang
yang lebih dewasa, biasanya disebut dengan membangun
scaffolding. Wilayah perpindahan keterampilan dari
lingkungan kedalam dirinya disebut dengan Zone of
Proximal Development (ZPD). ZPD merupakan wilayah

170 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


potensial dan sensitif bagi terjadinya perkembangan kognitif
melalui belajar secara bimbingan.
Jean Piaget (1896-1980) yang menyatakan bahwa
tahapan berpikir manusia sejalan dengan tahapan umur
seseorang. Piaget mencatat bahwa seorang anak berperan
aktif dalam memperoleh pengetahuan tentang dunia. Tahap
berpikir manusia menurut Piaget bersifat biologis. Melalui
penelitiannya Piaget menemukan bahwa anak-anak
melewati tahap-tahap perkembangan kognitif dengan
urutan yang tidak pernah berubah dengan keteraturan yang
sama (Crain, 2007: 171).
Perkembangan kognitif menurut beberapa ahli
adalah sebagai berikut :
Pengondisian klasik
Teori pengondisian klasik dikemukakan oleh Ivan
Pavlov (1849- 1936) yang menyatakan bahwa perkembangan
manusia berasal prinsip stimulus dan respon. Melalui
eksprimennya Pavlov menemukan bahwa pengondisian
dapat menimbulkan respon-respon bawaan terjadi secara
spontan melalui latihan berulang-ulang.
Pemodelan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 171


Teori pemodelan dikemukakan Albert Bandura, lahir
pada tanggal 4 Desember 1925 di sebuah kota kecil,
Mundare, yang terletak Alberta bagian utara, Kanada. Sampai
saat ini Bandura masih bekerja Universitas Stanford. Bandura
menyatakan bahwa perkembangan manusia merupakan
hasil interaksi antara faktor heriditas dan lingkungan.
Sosial-Historis
Teori sosial-historis dikemukakan Vygotsky (1896-
1934). Lev Vigotsky berpandangan bahwa konteks sosial
merupakan hal yang sangat penting dalam proses belajar
seorang anak. Pengalamam interaksi sosial ini sangat
berperan dalam mengembangkan kemampuan berfikir anak.
Interaksi antara anak dengan lingkungan sosialnya akan
menciptakan bentuk-bentuk aktivitas mental yang tinggi.
Psikoanalitik
Teori Psikoanalisa digagas oleh Sigmund Frued
(1856-1939) yang menekankan pada pentingnya peristiwa
dan pengalamanpengalaman yang dialami anak khususnya
situasi kekacauan mental. Menurut Frued perkembangan
seseorang digambarkan sebagai sejumlah tahapan
psikoseksual yang digambarkan pada tahapan-tahapan:

172 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


tahap oral, tahap anal, tahap phallic, tahap laten, dan genital
(Santrock, 1995: 22). Setiap tahapan tersebut berkaitan
dengan kepuasan libido seksual yang dapat memainkan
peranan pada kepribadian seseorang ketika dia dewasa.
Psiko-sosial
Teori ini digagas Erik Erikson (1902) yang menyatakan
bahwa perkembangan terjadi sepanjang kehidupan manusia.
Erikson meyakini bahwa setiap tahap perkembangan
berfokus pada upaya penanggulangan konflik. Kesuksesan
atau kegagalan menangani konflik dapat berpengaruh pada
setiap tahap perkembangan.
Perkembangan bahasa
Teori perkembangan bahasa digagas oleh Chomsky
(1928). Chomsky menyatakan kemampuan berbahasa adalah
bawaan manusia yang tidak dimiliki makhluk lain.
Kemampuan berbahasa telah dibawa manusia sejak lahir.
Fase-Fase Perkembangan Kognitif
Aspek perkembangan kognitif anak dalam
Permendikbud meliputi:
▪ Belajar memecahkan masalah, mencakup
kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 173


kehidupan sehari-hari dengan cara fleksibel dalam
konteks yang baru.
▪ Berpikir logis, mencakup berbagai perbedaan,
klarifikasi, pola, berinisiatif, berencana, dan mengenal
sebab akibat.
▪ Berpikir simbolik, mencakup kemampuan mengenal,
menyebutkan, dan menggunakan konsep bilangan,
mengenal huruf, serta mampu mempresentasikan
berbagai benda dan imajinasinya berbentuk gambar.
▪ Perkembangan anak usia dini dibagi menjadi
beberapa fase menurut lingkup perkembangan anak.
Namun pada penelitian ini fokus pada anak usia 4-5
tahun berikut merupakan fase-fase perkembangan
kognitif anak yang telah ditetapkan dalam STTPA
Permendikbud Nomor 137 Tahun 2014.
▪ Lingkup perkembangan kognitif dibagi menjadi 3
yaitu :
▪ Belajar dan memecahkan masalah, mengenal
berdasarkan fungsi, menggunakan benda-benda
sebagai permainan simbolik, mengenal konsep
sederhana dalam kehidupan sehari-hari, megetahui

174 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


konsep banyak dan sedikit, mengkreasikan sesuatu
sesuai dengan idenya sendiri yang terkait dengan
berbagai pemecah masalah, mengamati benda dan
gejala dengan rasa ingi tahu, mengenal pola kegiatan
dan menyadari pentingnya waktu, memahami posisi
/ kedudukan dalam keluarga, ruang, lingkup sosial.
▪ Berpikir logis, yaitu mengklarifikasikan benda,
berdasarkan fungsi, bentuk, warna atau ukuran,
mengenal gejala sebab akibat yang terkait dengan
dirinya, mengklarifikasikan benda ke dalam kelompok
yang sama atau kelompok yang sejenis atau
kelompok yang berpasangan dengan 2 variasi,
mengenal pola (misal, 10 Kemendikbud,
Permendikbud Nomor 137 Tahun 2014 Tentang
Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta
: Kemendikbud,2014) dan mengulanginya, dan
mengurutkan benda berdasarkan 5 seriasi ukuran
atau warna.
▪ Berpikir simbolik yaitu membilang banyak benda satu
sampai sepuluh, mengenal konsep bilangan,

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 175


mengenal lambang bilangan dan mengenal lambang
huruf.
▪ Kesimpulan dari fase-fase tersebut, bahwasanya
STTPA Permendikbud Nomor 137 Tahun 2014 dapat
dijadikan acuan perkembangan kognitif anak oleh
guru, orang tua maupun suatu lembaga.
Tahap-Tahap Perkembangan
Tahap-tahap perkembangan manusia menurut para
psikolgi berbeda-beda tergantung pandangan mereka
tentang teori perkembangan. Rousseau (Crain, 2007: 17-19)
membagi tahap perkembangan manusia menjadi empat
tahap, yaitu:
▪ Masa Bayi (usia dari nol sampai dua tahun)
Bayi mengalami dunia langsung lewat indranya.
Mereka tidak mengetahui ide atau pemikiran apapun,
mereka hanya merasakan panas, dingin, enak atau
sakit. Mereka menggunakan gramatika sendiri ketika
berkomunikasi dengan orang dewasa. Mereka
memperbaiki pengertian mereka sendiri meskipun
orang lain tidak memperbaikinya.

176 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


▪ Masa Kanak-kanak Awal (usia dua sampai duabelas
tahun)
Masa ini dimulai ketika anak mulai memiliki
independensi baru. Mereka sudah bisa berjalan,
berbicara, makan sendiri, dan berlari ke sana kemari.
Anak masih melekat pada hal-hal yang konkrit.
Mereka belum mampu memahami hal-hal yang
bersifat abstrak. Pemikiran mereka masih terbatas
pada hal-hal yang bersifat pra operasional dan
operasional konkrit.
▪ Masa Kanak-kanak Akhir (usia duabelas sampai
limabelas tahun)
Masa ini transisi masa anak ke masa dewasa. Anak
berada pada tahap prasosial, di mana anak hanya
memperhatikan apa yang berguna bagi dirinya
sedikit saja dari mereka yang memiliki kepedulian
terhadap menjaga hubungan dengan orang lain.
▪ Masa Dewasa (usia limabelas sampai akhir hidup)
Pada masa ini anak mulai merasa malu berhadapan
dengan lawan jenis karena kesadarannya terhadap
perasaan seksual yang mulai meningkat. Mereka

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 177


lebih membutuhkan orang lain. Kognitif mereka juga
berkembang.
▪ Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif
Apabila perkembangan kognitif terganggu maka
secara langsung juga mempengaruhi kemampuan
konitifnya. Faktor yang mempengaruhi
perkembangan kognitif antara lain :
▪ Faktor Hereditas/Keturunan
Ahli filsafat bernama Schopenhauer menyatakan
bahwa manusia membawa potensi sejak lahir yang
tidak dapat dipengaruhi lingkungan. Taraf intelegensi
sudah ditentukan sejak lahir. Ahli psikolog Loehlin,
Lindzer dan Spuhler berpendapat bahwa taraf
intelegensi 75%-80% merupakan faktor keturunan.
▪ Faktor Lingkungan
Jhon Locke berpendapat bahwa manusia yang lahir
seperti kertas putih. Taraf intelegensi ditentukan oleh
pengalaman dan pengetahuan yang diprolehnya dari
lingkungan.

178 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


▪ Faktor Kematangan Fisik maupun psikis dikatakan
matang apabila telah mencapai kesanggupan
menjalankan fungsinya masing-masing.
▪ Faktor Pembentukan
Pembentukan merupakan keadaan di luar diri
seseorang yang mempengaruhi tingkat intelegen.
Pembentukan ada dua yaitu disengaja (formal) dan
tidak disengaja (pengaruh lingkungan). Manusia
berbuat intelegen untuk bertahan hidup dan
penyesuaian diri.
▪ Faktor Minat dan Bakat
Minat mengarahkan perbuatan kepada tujuan, dan
merupakan dorongan untuk berbuat lebih giat dan
lebih baik. Bakat merupakan kemampuan bawaan
yang perlu diasah agar mendapatkan hasil yang
optimal. Seseorang yang memiliki bakat tertentu
akan lebih mudah dan cepat dalam mempelajarinya.
▪ Faktor Kebebasan Kebebasan merupakan keluasan
manusia untuk berpikir. Artinya manusia dapat
memilih metode tertentu untuk memecahkan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 179


masalah, dan bebas dalam memilih masalah sesuai
kebutuhannya.
Kesimpulannya faktor kematanganlah yang menjadi
faktor utama yang dapat mempengaruhi perkembangan
kognitif anak. Karena berkaitan dengan fisik serta psikis
seseorang. Selain itu faktor lingkungan merupakan
pengalaman dalam hal ini. Menurut Albrecht mendefinisikan
berfikir logis dengan mengatakan “Logical Thinking is the
process in which one uses reasoning consistently to come to
a conclusion.” Berfikir logis merupakan sebuah proses yang
menggunakan ketetapan dalam memberikan alasan untuk
mendatangkan sebuah kesimpulan. Lebih jauh lagi dijelaskan
bahwa masalah atau situasi yang terkait dengan berfikir logis
disebut sebagai struktur atau sistem, untuk hubungan antara
fakta dan untuk serangkaian alasan dalam membuat
pengertian.
Dalam bukunya yang berjudul "Brain Bulding”
Albrecht menjelaskan dasar dari berfikir logis adalah contoh
gagasan atau ide. Proses ini terkait dalam mengambil ide-ide
penting, fakta-fakta dan kesimpulan-kesimpulan yang telah
berkaitan dalam sebuah masalah dan mengaturnya dalam

180 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


sebuah rangkaian seperti deret geometri. Strydom
mendefinisikan Logical Thinking dengan menyatakan bahwa
berfikir logis merupakan pemikiran yang berhubungan
dengan sebab dan akibat, yang di dalamnya terdapat
perubahan makna dimana hal itu merupakan bagian dari
pemikiran. Logical Thinking berarti mengikuti rentetan ide
atau gagasan..

Kajian Terhadap Perkembangan Emosi Peserta Didik

Pengertian Emosi
Sebagian orang mengartikan emosi sama dengan
perasaan. Orang-orang telah mencoba untuk memahami
fenomena emosi selama ribuan tahun. Definisi utama emosi
mengacu pada perasaan kuat yang melibatkan pikiran,
perubahan fisiologis, dan ekspresi pada sebuah perilaku.
Berbagai teori yang terkait dengan perolehan emosi juga
bermunculan.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 181


Jenis-Jenis Emosi
Emosi manusia dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok, yaitu emosi primer dan emosi sekunder. Emosi
primer adalah emosi utama yang dapat menimbulkan emosi
sekunder. Emosi primer muncul begitu manusia dilahirkan.
Emosi primer antara lain gembira, sedih, marah, dan takut.
Emosi sekunder adalah emosi yang timbul sebagai gabungan
dari emosi-emosi primer dan bersifat lebih kompleks. Emosi
sekunder berasal dari kesadaran dan evaluasi diri. Emosi
sekunder antara lain malu, iri hati, dengki, ujub, kagum,
takjub, dan cinta. Gembira merupakan emosi yang muncul
ketika seseorang merasakan suasana hati yang
menyenangkan. Rasa gembira muncul setelah seseorang
mendapatkan keberhasilan dari usaha yang dilakukannya.
Perasaan takut muncul ketika seseorang menghadapi
sesuatu yang dapat mengancam keselamatan dirinya.
Ancaman tersebut dihindari agar seseorang selamat dari
bahaya yang mengancamnya. Rasa takut juga dapat dalam
bentuk fobia (ketakutan yang semu) misalnya takut terhadap
ketinggian, meskipun pada tempat yang tinggi tersebut
kondisinya aman. Marah merupakan emosi yang timbul

182 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


karena keadaan yang muncul ketika individu telah
melakukan aktivitas, namun dia menemukan halangan-
halangan yang menjengkelkan dalam menyelesaikan
pekerjaan tersebut. Marah dapat juga disebabkan seseorang
merasa terganggu dengan kondisi yang menghambat
seseorang mencapai tujuannya.
Percontohan lebih berkesan pada anak dibandingkan
kata-kata. Selain contoh langsung yang dilakukan orangtua
dan guru, penggunaan gambar-gambar juga dapat menjadi
contoh bagi anak. Anak suka memperhatikan gambar-
gambar yang ada di sekitarnya kemudian mengcopy dalam
pikirannya lalu menirunya. Anak-anak merupakan mesin
fotocopy tercanggih yang pernah tercipta di dunia. Anak-
anak mampu merekam dan memunculkan kembali perilaku
yang baru sekali dilihatnya. Oleh sebab itu metode
keteladanan merupakan metode yang paling efektif dalam
pengembangan keagamaan pada anak usia dini.
Peserta didik usia remaja menghadapi 2 (dua)
problem besar. Problem pertama adalah problem intern ini
secara alami akan terjadi pada diri remaja. Hasrat seksual
yang berasal dari naluri seksualnya, mulai mendorong untuk

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 183


dipenuhi. Hal ini sangat fitrah karena fisiknya secara primer
maupun sekunder sudah mulai berkembang. Misalnya mulai
berfungsinya hormon testosteron pada laki-laki
menyebabkan pertumbuhan bulu pada daerah fisik tertentu,
berubahnya suara menjadi lebih besar. Pada remaja puteri
mulai berfungsinya hormon progesteron yang menyebabkan
perubahan fisik di dadanya, dan sekaligus mengalami
menstruasi. Perkembangan fungsi hormon ini selalu
menyebabkan remaja sulit mengendalikan diri dalam bergaul
dengan lawan jenis. Problem yang kedua adalah problem
eksternal. Inilah yang terkategori dalam pembentukan
lingkungan tempat remaja berkiprah. Faktor penting yang
membuat remaja “selamat’ dalam pergaulannya adalah
faktor pemikiran. Pemikiran adalah sekumpulan ide tentang
kehidupan yang diambil dan dipenetrasikan oleh remaja itu
ke dalam benaknya sehingga menjadi sebuah pemahaman
yang mendorong setiap perilakunya. Pemikiran penting yang
membentuk remaja adalah: makna kehidupan, standar
kebahagiaan hidup, dan standar perilaku. Misalnya ketika
seorang remaja memahami bahwa makna kehidupan ini
adalah materi, kebahagiaan adalah kekayaan, dan standar

184 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


perilaku adalah yang penting ada ‘manfaat’ agar jadi kaya,
maka kita akan menemukan remaja seperti ini tidak akan
memahami resiko perbuatannya. Baginya mencuri, narkoba
sambil mendagangkannya, seks bebas adalah kenikmatan
dan tujuan hidupnya. Remaja seperti ini akan banyak
ditemukan dalam lingkungan masyarakat sekuler
(menjauhkan diri dari agama)
Pendidik hendaknya memberikan pengertian kepada
muridnya bahwa kedudukan semua manusia adalah sama,
tidak ada perbedaan antara yang kaya dan miskin, kulit hitam
maupun putih, pintar dan bodoh. Karena semua itu
merupakan tolok ukur yang sifatnya sementara. Sedangkan
orang yang paling mulia adalah yang paling takwa kepada
Allah swt. Oleh karenanya, tidak perlu menyombongkan diri
ketika memiliki kelebihan dibanding yang lain. Bahkan
seharusnya orang yang kaya membantu yang miskin dan
pintar membantu yang bodoh. Metode keteladanan pun bisa
digunakan oleh pendidik dalam rangka menanamkan sikap
persamaan derajat. Misalnya seorang guru tidak
membedakan anak didik berdasarkan status sosialnya.
Kedudukan semua murid adalah sama, artinya ketika

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 185


melakukan kesalahan maka siapapun orangnya dengan tidak
memandang latar belakang sosialnya ia harus mendapatkan
sanksi yang seimbang atas kesalahan tersebut. Metode lain
yang bisa digunakan pendidik dalam menanamkan bahwa
kedudukan semua manusia adalah sama kecuali takwanya
adalah metode kisah.
Metode nasihat merupakan metode yang sering
digunakan orang tua dalam mendidik anaknya menjadi
manusia yang lebih baik. Seorang pendidik harus mampu
menjelaskan pentingnya husnuzzan dan hikmah yang
terkandung di dalamnya. Agar metode ini dapat terlaksana
dengan baik, maka dalam pelaksanaannya perlu
memperhatikan beberapa hal, yaitu:
a. Gunakan bahasa yang baik dan sopan serta mudah
dipahami anak didik.
b. Jangan sampai menyinggung perasaan orang yang
dinasihati atau orang di sekitarnya.
c. Sesekali selingi nasihat dengan humor yang bisa
membuat suasana lebih nyaman bagi anak dengan
tidak melanggar aturan yang melanggar Islam,
seperti berbohong.

186 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Kajian Terhadap Perkembangan Sosial Peserta Didik

Kemampuan hubungan sosial individu berkembang


karena adanya dorongan rasa ingin tahu terhadap segala
sesuatu yang ada di dunia sekitarnya. Dalam
perkembangannya, setiap individu ingin tahu bagaimanakah
cara melakukan hubungan secara baik dan aman dengan
dunia sekitarnya, baik yang bersifat fisik maupun sosial.
Hubungan sosial dapat diartikan sebagai cara-cara individu
bereaksi terhadap orang-orang disekitarnya dan
bagaimanakah pengaruh hubungan itu terhadap dirinya.
Dalam hubungan sosial ini menyangkut juga penyesuaian
diri terhadap lingkungan, seperti makan dan minum sendiri,
berpakaian sendiri, mentaati peraturan, membangun
komitmen bersama dalam kelompok atau organisasinya, dan
sejenisnya.
Secara teoritis, hubungan sosial ini mula-mula
dimulai dari lingkungan rumah sendiri kemudian
berkembang ke lingkungan sekolah, dan dilanjutkan kepada
lingkungan yang lebih luas lagi yaitu tempat berkumpulnya
teman sebaya. Namun kenyataannya, yang sering terjadi

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 187


adalah bahwa hubungan sosial anak dimulai dari rumah,
kemudian dilanjutkan dengan teman sebaya, baru kemudian
dengan teman sebaya, baru kemudian dengan teman-
temannya di sekolah. Keluarga merupakam peletak dasar
hubungan sosial anak dan yang terpenting adalah pola asuh
orang tua terhadap anak.

Pengaruh Hubungan Sosial Terhadap Tingkah Laku


Hubungan sosial memiliki pengaruh yang sangat
besar terhadap tingkah laku individu. Hubungan sosial
individu dimulai sejak individu lahir, hubungan bayi dengan
orang disekitarnya, terutama ibu, memiliki arti yang sangat
penting. Hubungan ini paling dirasakan kehangatannnya dan
kemudian menjadi pengalaman hubungan sosial yang amat
mendalam adalah melalui sentuhan ibu terhadap anak bayi,
terutama saat menyusui. Kasih sayang ibu ini memiliki
pengaruh besar terhadap perkembangan jiwa anak di
kemudian hari.
Pada usia enam bulan bayi mulai mengenal orang-
orang di sekitarnya dan membedakan orang-orang yang
asing baginya. Hal ini penting karena dengan hal tersebut

188 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


bayi dapat membedakan antara orang-orang yang dirasakan
memiliki hubungan mendalam dangan dirinya dan orang-
orang lain yang dirasakan hubungannya hanya bersifat
sebentar saja.
Pada umur tujuh bulan, bayi mulai aktif mengadakan
kontak dengan orang lain serta sudah mulai memperhatikan
apa yang dikerjakan oleh orang-orang yang ada disekitarnya.
Pada bulan kesepuluh bayi sudah mulai bicara walaupun
masih cadel. Pada akhir tahun pertama kontak bayi dan
orang tua sudah sangat dekat sehingga sudah dapat di ajak
bermain.
Perkembangan hubungan sosial anak semakin
berkembang pada usia prasekolah, kira-kira 18 bulan. Pada
usia ini dimulai dengan tumbuhnya kesadaran diri dan
kepemilikannya, selain itu keinginan untuk mengeksplorasi
lingkungan semakin besar. Pada masa ini hingga akhir masa
sekolah ditandai dengan meluasnya lingkungan sosial. Selain
dengan anggota keluarganya, anak juga mulai mendekatkan
diri kepada orang-orang lain disekitarnya.dalam proses ini
teman-teman sebaya dan guru-gurunya mempunyai
peranan yang sangat penting bagi mereka.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 189


Jenis-Jenis Interaksi
Dalam setiap interaksi senantiasa di dalamnya
mengimplikasikan adanya kominikasi antarpribadi. Demikian
pula sebaliknya, setiap komunikasi antar pribadi senantias
mengandung interaksi. Adalah sulit untuk memisahkan antar
keduanya. Atas dasar itu, maka setidaknya ada tiga jenis
yaitu:
▪ Interaksi verbal
Interaksi verbal adalah interaksi yang terjadi bila 2
orang atau lebih melakukan kontak satu sama lain
dengan menggunakan alat-alat artikulasi atau
pembicaraan. Prosesnya terjadi dalam bentuk saling
bertukar [ercakapan satu sam lain.
▪ Interaksi fisik
Interaksi fisik adalah interaksi yang terjadi manakala
dua orang atau lebih melakukan kontak dengan
menggunakan bahasa-bahasa tubuh. Misalnya:
ekspresi wajah, posisi tubuh, gerak-gerik tubuh, dan
kontak.
▪ Interaksi emosional

190 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Interaksi yang terjadi manakala individu melakukan
kontak satu sama lain dengan melakukan curahan
perasaan.
Selain jenis yang di atas, jenis interaksi dapat
dibedakan berdasarkan banyaknya individu yang
terlibat dalam proses interaksi tersebut serta pola
interaksi yang terjadi, atas dasar itu, maka ada dua
jenis interaksi yaitu:
▪ Interaksi dyadic
Interaksi dyadic terjadi manakala hanya ada dua
orang yang terlibat di dalamnya atau lebih dari
dua orang tetapi arah interaksinya hnya terjadi
dalam dua arah.
▪ Interaksi triadic
Intraksi tryadic terjadi manakala individu yang
terlibat di dalamnya lebih dari dua orang dan pola
interaksinya menyebar ke semua individu yang
terlibat.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan


Hubungan Sosial

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 191


Proses sosialisasi indvidu terjadi di tiga lingkungan
utama, yaitu: lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Dalam lingkungan keluarga individu mengembangkan
pemikiran tersendiri yang merupakan pengkuhun dasar
emosional dan optimism social melaui frekuensi dan kualitas
interaksi dengan orang tua dan saudara-saudaranya. Dalam
lingkungan sekolah, individu belajar membina hubungan
dengan teman-teman sekolahnya yang datang dari berbagai
keluarga dengan status social yang berbeda-beda. Dalam
lingkungan masyarakat, individu dihadapkan dengan
berbagai situasi hubungan social dan masalah
kemasyarakatan yang lebih bervariasi dan lebih kompleks.
Perkembangan social dipengaruhi oleh beberapa
factor yaitu; keluarga, kematangan anak, status social
ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan
mental terutama emosi dan inteligensi.
Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang
memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek
perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya.
Ada factor dari dalam keluarga yang sangat dibutuhkan oleh

192 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


anak dalam proses perkembangan sosialnya yaitu,
kebutuhan rasa aman, dihargai, disayangi, diterima, dan
kebebasan untuk menyatakan diri. Dengan kata lain, yang
sangat dibutuhkan oleh remaja dalam perkembangan
hubungan sosialnya adalah iklim kehidupan keluarga yang
kondusif. Iklim keluarga mengandung tiga unsur :
▪ Karakteristik khas internal keluarga yang berbeda dari
keluarga lainnya.
▪ Karakteristik khas itu dapat mempengaruhi perilaku
individu dalam keluarga itu (termasuk remajanya).
▪ Unsur kepemimpinan dan keteladanan kepala
keluarga, sikap, dan harapan individu dalam keluarga
tersebut.
Harmonis-tidaknya dan intensif-tidaknya interaksi
antar anggota keluarga akan mempengaruhi perkembangan
hubungan social remaja yang ada di dalam keluarga itu.
Karena remaja tengah berada pada fase krisis identitas atau
ketidak-tentuan, maka mereka amat memerlukan teladan
tentang norma-norma yang mapan untuk
diidentifikasikannya. Perwujudan norma-norma yang
mantap itu tentunya menuntut orang tua sebagai pelopor

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 193


norma. Dengan demikian, factor keteladanan dari sosok
pribadi orang tua menjadi amat penting bagi perwujudan
variasi perkembagan social.
Lingkungan Sekolah
Kehadiran di sekolah merupakan perluasan
lingkungan social individu dalam rangka pengembangan
kemampuan hubungan sosialnya dan sekaligus merupakan
factor lingkungan baru yang sangat menantang atau bahkan
mecemaskan dirinya. Kondusif-tidaknya iklim kehidupan
sekolah bagi perkembangan hubungan social remaja itu
tersimpul dalam interaksi antara guru dengan siswa, siswa
dengan siswa, keteladanan guru, dan etos kepakaran atau
kualitas guru yang ditampilkan dalam melaksanakan tugas
profesionalnya sehingga dapat menjadi model bagi siswanya
yang berada dalam masa remaja.
Kematangan
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan
psikis. Untuk mampu mempertimbangkan dalam proses
social, memberi, dan menerima pendapat orang lain,
memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Di
samping itu, kemampuan berbahasa ikut pula menentukan.

194 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Status Sosial Ekonomi
Kehidupan social banyak dipengaruhi oleh kondisi
atau status kehidupan social keluarga dalam lingkungan
masyarakat. Masyarakat akan memandang anak bukan
sebagai independen, akan tetapi akan dipandang dalam
konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu, “ia anak
siapa”. Sehingga anak itu akan banyak memperhatikan
kondisi normative yang telah ditanamkan oleh keluarganya.
Sehubungan dengan hal itu, dalam kehidupan social anak
akan senantiasa “menjaga” status social dan ekonomi
keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud “ menjaga status
social keluarganya” itu mengakibatkan menempatkan dirinya
dalam pergaulan social yang tidak tepat. Hal ini dapat
berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi” dari
kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk
kelompok elite dengan normanya sendiri.
Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang
terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian
ilmu yang normative, akan memberi warna kehidupan social
anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 195


yang akan datang. Kepada peserta didik bukan saja
dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat, tetapi
dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa (nasional) dan
norma kehidupan antarbangsa. Etik pergaulan dan
pendidikan moral diajarkan secara terprogram dengan
tujuan untuk membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat
dan bernegara.

Kajian Terhadap Perkembangan Moral dan Nilai Peserta


Didik

Perkembangan Moral dan Nilai Peserta Didik


Sit, M. (2012, hlm. 142) menjelaskan bahwa
perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan
dengan kemampuan mengetahui baik dan buruk suatu
perbuatan, kesadaran untuk melakukan perbuatan baik,
kebiasaan melakukan baik, dan rasa cinta terhadap
perbuatan baik. Moral berkembang sesuai dengan usia
manusia. Moral memandang bagaimana manusia harus
hidup sebagai manusia yang baik ataupun bagaimana
manusia harus berhubungan baik dengan manusia lainnya.

196 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Piaget dalam Inggridwati (2008) menyebutkan bahwa hakikat
moralitas adalah kecenderungan menerima dan menaati
sistem peraturan. Menurut Kohlberg (1995) moral bukan
sesuatu yang melekat pada diri seseorang sejak lahir, moral
adalah hal yang dapat dipelajari dan dikembangkan.
Perkembangan moral bukan saja tentang bagaimana
perilaku pantas atau tidak pantas yang berdampak pada
diterima atau ditolaknya seseorang di lingkungan sosialnya,
akan tetapi perkembangan moral berhubungan dengan
perkembangan penalaran seseorang untuk bisa mengambil
keputusan dalam melakukan suatu tindakan.
Moral berkaitan dengan moralitas atau segala
sesuatu yang berkaitan dengan urusan sopan santun. Di
dalam Islam padanan kata yang digunakan untuk kata moral
adalah akhlak. Akhlak didefinisikan sebagai perilaku yang
terjadi secara spontan pada diri seseorang. Perilaku spontan
tersebut digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu akhlak
terpuji (akhlaq al-mahmudah) dan perilaku tercela (akhlaq al-
mazmumah). Sit, M. (2012) mengutip dari Durkheim
menyatakan bahwa moralitas akan mencegah individu untuk
tidak melakukan hal-hal terlarang. Apabila dikaitan dengan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 197


nilai-nilai moral yang harus diajarkan oleh sekolah kepada
peserta didik, Lickona (1991, hlm. 43) menjelaskan bahwa
nilai-nilai yang diajarkan meliputi, rasa hormat (respect),
tanggung jawab (responsbility), kejujuran (honesty), keadilan
(fairness), toleransi (tolerance), kebijaksanaan (prudence),
disiplin diri (self discipline), suka membantu (helpfulness),
belas kasih (compassion), kerjasama (cooperation),
keberanian (courage), dan demokrasi (democration).
Menurut Imelda, A. (2017) nilai adalah sesuatu yang
abstrak, bernilai mensifati dan disifatkan terhadap sesuatu
hal yang ciri-cirinya dapat dilihat dari prilaku seseorang,
memiliki hubungan yang berkaitan dengan fakta, tindakan,
norma, moral, dan keyakinan. Muhmidayeli (2013)
menyatakan pengertian nilai adalah gambaran sesuatu yang
indah, mempesona, menakjubkan, membuat bahagia, dan
senang. Arifin (2012) berpendapat bahwa nilai adalah pola
normatif yang menentukan tingkah laku yang diinginkan
bagi suatu sistem yang berkaitan dengan lingkungan sekitar.
Menurut Mulyana (2011), nilai adalah rujukan terhadap
keyakinan dalam menentukan suatu pilihan. Nilai adalah
ukuran baik-buruk, benar-salah, boleh-tidak boleh, indah-

198 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


tidak indah dari suatu prilaku atau pernyataan dalam
kehidupan suatu kelompok masyarakat. Oleh kerna itu, nilai
mendasari sikap dan prilaku seseorang dalam kehidupan di
masyarakat. kehidupan di masyarakat.
Imelda, A. (2017) juga menyebutkan bahwa nilai
dalam perspektif Islam tercermin dari akhlak. Meliputi segala
sesuatu yang timbul dari perilaku setiap manusia. Dalam
ranah pendidikan nasional, terdapat 18 nilai yang harus
ditanamkan kepada peserta didik sebagaimana yang
disampaikan oleh Kementerian Pendidikan Nasional
meliputi, 1) religius, 2) jujur, 3) toleransi, 4) disiplin, 5) kerja
keras, 6) kreatif, 7) mandiri, 8) demokratis, 9) rasa ingin tahu,
10) semangat kebangsaan, 11) cinta tanah air, 12)
menghargai prestasi, 13) bersahabat/komunikatif, 14) cinta
damai, 15) gemar membaca, 16) peduli lingkungan, 17)
peduli sosial, dan 18) tanggung jawab.

Teori Perkembangan Moral dan Nilai Peserta Didik


Penelitian terhadap perkembangan moral telah
melahirkan berbagai teori perkembangan moral. Sit, M.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 199


(2012) menjelaskan beberapa teori perkembangan moral
yang dihasilkan antara lain:
1. Teori Perkembangan Moral menurut Psikologi Analisis
Sigmund Freud. Menurut Freud, manusia mula-mula
mempunyai Das Es, yaitu impuls-impuls nafsu. Das Ich,
yaitu “aku” yang menjaga supaya hubungan dengan
realitas dapat dikoordinir. Dan terakhir ada Das Ueber
Ich, yaitu “Aku ideal” yang mengendalikan tingkah laku
individu, Das Ueber Ich juga dipandang sebagai suatu
intitusi dengan norma-norma yang telah diinternalisasi.
2. Teori Perkembangan Moral menurut Pendekatan
Kognitif dari Piaget.
Piaget mengemukakan jenis-jenis moral sebagai berikut:
a. Tahap Moralitas Heterogen (usia 4-7 tahun),
merupakan tahap pertama dari perkembangan
moral. Peserta didik berpikir bahwa keadilan dan
peraturan adalah perangkat dunia yang tidak bisa
diubah dan dikontrol oleh orang lain (absolut).
Peserta didik berpikir bahwa peraturan dibuat oleh
orang dewasa serta terdapat pembatasan-
pembatasan dalam bertingkah laku. Pada masa ini

200 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


peserta didik menilai kebenaran atau kebaikan
tingkah laku berdasarkan konsekuensi atau
akibatnya, bukan niat dari orang yang melakukan.
Mereka percaya bahwa aturan tidak bisa diubah
atau diturunkan oleh sebuah otoritas yang
berkuasa (Sit, M., 2012, hlm. 149). Mereka berpikir
tidak berhak membuat peraturan sendiri, selain
dibuatkan oleh orang dewasa. Dalam tahapan ini
seyogianya orang dewasa perlu memberikan
kesempatan kepada mereka untuk membuat
peraturan, agar mereka merasakan bahwa
peraturan berasal dari kesepakatan dan dapat
diubah.
b. Tahap Moral Otonom (usia 10 tahun). Pada tahap
ini, peserta didik mengetahui bahwa moral
ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama dan
setiap individu sadar untuk tunduk kepada
ketentuan yang telah disepakati tersebut (realistis).
Peserta didik juga mengerti bahwa peraturan dapat
diubah sesuai kepentingan dan kesepakatan
bersama. Mereka berpendapat bahwa tujuan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 201


peraturan adalah memelihara kepentingan
bersama dan saling menghormati. Mereka
berpendapat bahwa yang mendapat hukuman
hanya individu yang melanggar moral. Mengenai
kejahatan, mereka memandang dari niatnya bukan
akibatnya.
c. Tahap Transisi (usia 7 tahun-10 tahun). Periode
transisi merupakan peralihan. Tahap ini
memandang bahwa moral peserta didik masih
berubah-ubah.
3. Teori Perkembangan Moral menurut L. Kohlberg. Teori
ini mengembangkan teori Piaget, yang membagi
tahapan perkembangan moral menjadi enam stadium.
Perkembangan setiap stadium tidak pada urutan yang
sama, tetapi perkembangan stadiumnya selalu melalui
urutan stadium tersebut. Keenam stadium
dikelompokkan menjadi tiga level/tahapan sebagai
berikut:
a. Tahap pra-konvensional. Tahap ini disebut juga
tingkat pramoral, karena peserta didik belum

202 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


mengenal moral, pada tingkat ini ada dua stadium,
yaitu stadium 1 dan stadium 2.
1) Stadium 1, orientasi pada kepa Tuhan dan
hukuman Pada stadium ini peserta didik
menuruti perintah, patuh untuk menghindari
diri dari hukuman, dan mendapat
penghargaan. Mereka mengira bahwa aturan-
aturan dibuat oleh penguasa dan tidak dapat
diganggu gugat.
2) Stadium 2, orientasi individualisme dan
instrumental. Pada stadium ini berlaku prinsip
relativistik hedonism. Mereka melakukan
sesuatu tergantung kepada kebutuhan
(relativisme) dan kesanggupan seseorang
(hedonistik).
b. Tahap Konvensional. Pada umumnya di tahap ini
adalah peserta didik sekolah dasar. Tingkat ini
terdiri dari stadium 3 dan stadium 4.
1) Stadium 3, orientasi konformitas interpersonal.
Stadium ini dikenal dengan sebutan orientasi
konformitas interpersonal, karena yang

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 203


menjadi fokus pada stadium ini adalah peserta
didik menyesuaikan diri terhadap apa yang
diyakini masyarakat. Maka peserta didik
mematuhi standar moral supaya memperoleh
nilai baik dari masyarakat.
2) Stadium 4, orientasi hukum dan aturan. Pada
stadium ini, individu berpendapat bahwa
kegiatan yang bermoral sesuai dengan aturan-
aturan dalam masyarakat, selain supaya
diterima masyarakat juga karena mereka
merasa melakukan tugas dan kewajiban ikut
mempertahankan aturan-aturan atau norma-
norma sosial yang berlaku di masyarakat.
c. Tahap Pasca Konvensional. Terdapat stadium 5 dan
stadium 6.
1) Stadium 5, orientasi kontrak sosial. Peserta
didik menyadari adanya hubungan timbal balik
dan berdasarkan kontrak antara peserta didik
dengan masyarakat. Maka pada saat itu
peserta masih mau diatur oleh hukum-hukum
yang berlaku di masyarakat, walaupun mereka

204 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


yakin dimungkinkan adanya perubahan dan
perbaikan standar moral apabila dipandang
perlu. Pada stadium ini, kata hati sudah mulai
berbicara tetapi belum muncul penilaian.
Mereka nampak mempuyai sikap yang radikal
kaku. Mereka menyesuaikan diri karena
menginginkan kehidupan bersama yang
diatur. Para remaja seharusnya sudah berada
di stadium 5 ini.
2) Stadium 6, orientasi etis universal. Pada
stadium ini terdapat pemahaman yang lebih
tajam tentang subjektivitas aturan-aturan
sosial. Individu menyadari interpretasi tentang
makna dan batasan-batasan dari kontrak dan
aturan dan masih bersifat objektif. Setiap
orang dimungkinkan memiliki interpretasi
yang berbeda terhadap suatu aturan tertentu.
Dari penjelasan ini menjelaskan bahwa
individu dalam membuat pertimbangan moral
bersumber dari kata hati. Remaja mengadakan
penginternalisasi moral, mereka melakukan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 205


tingkah laku moral yang dikemudikan oleh
tanggung jawab sendiri. Kohlberg juga
berpendapat bahwa proses perkembangan
moral dapat dijumpai adanya campuran
beberapa stadium pada waktu tertentu. Selain
itu, mahasiswa yang sebelum masuk
perguruan tinggi sudah mencapai stadium ke
4 atau ke 5, turun pada stadium ke 2 waktu
menjadi mahasiswa baru. Meskipun secara
struktural, tingkat yang lebih tinggi tetap ada.
Hal ini karena mahasiswa baru belum dapat
menyesuaikan diri.
4. Teori Perkembangan Moral menurut Teori Belajar. Teori
ini menolak adanya sifat bawaan dalam perkembangan
moral, dan mengemukakan bahwa semua tingkah laku
adalah dipelajari. Menurut teori ini kata hati adalah sustu
sistem norma yang telah diinternalisasikan (menjadi
milik pribadi), sehingga tingkah laku tidak karena
hadiah, hukuman atau penguat yang lain, melainkan
karena sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan. Di
sekolah, pendidik memilki peran yang sangat penting

206 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


dalam perkembangan moral, karena seorang pendidik
dapat mengembangkan nilai-nilai moral sebagai
berikut:
a. Memperkenalkan nilai-nilai moral yang
berlaku di masyarakat;
b. Mengembangkan rasa empati peserta didik;
c. Membangkitkan perasaan bersalah sesuai
porsinya;
d. Memperkuat kata hati;
e. Menciptakan komunikasi antara pendidik
dengan peserta didik, dan
f. Menciptakan lklim lingkungan yang konduksif.
Pendidik harus memberi contoh mengenai
perilaku yang bermoral. Peserta didik selain
mempunyai lingkungan sekolah, juga
mempunyai lingkungan keluarga, organisasi
dan masyarakat. Maka para orangtua, tokoh
masyarakat, pimpinan organisasi harus
memberi contoh perilaku yang bermoral.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 207


Tahap Perkembangan Moral Peserta Didik
1. Peserta Didik di Tingkat Pendidikan Dasar
Menurut Kohlberg perkembangan moral peserta
didik usia prasekolah (PAUD) berada pada tingkatan yang
paling dasar yang dinamakan dengan penalaran moral
prakonvensional. Pada tingkatan ini peserta didik belum
menunjukkan internalisasi nilai-nilai moral secara kokoh.
Namun sebagian peserta didik usia PAUD ada yang sudah
memiliki kepekaan atau sensitivitas yang tinggi dalam
merespon lingkungannya (positif dan negatif).
Agar bisa membentuk karakter yang baik, peserta
didik perlu memiliki pengetahuan tentang moral yang
mumpuni. Moral sendiri dapat diartikan sebagai ajaran
tentang baik buruknya suatu perbuatan yang erat kaitannya
dengan nilai dan budaya yang berlaku di masyarakat.
Dengan mengenalkan nilai-nilai yang berkaitan dengan
moralitas, peserta didik dapat melakukan berbagai tindakan
dengan pertimbangan yang lebih bijak. Izzudin, 2021
menjelaskan bahwa untuk menstimulasi perkembangan
moral peserta didik, kita perlu melakukan beberapa hal
meliputi:

208 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


a. Memberi kesempatan pada peserta didik untuk
mengambil keputusan;
b. Gunakan media cerita (mentransferkan nilai dan
moral anak melalui cerita);
c. Memberikan kesempatan pada peserta didik untuk
berinteraksi dengan peserta didik lain dari berbagai
latar belakang dan budaya, dan
d. Berikan contoh melalui tindakan.
Untuk peserta didik di taman kanak-kanak, Tarsono,
K., dkk. (2020) menjelaskan bahwa usia TK adalah saat yang
paling baik bagi guru untuk meletakkan dasar-dasar
pendidikan nilai, moral, dan religi kepada peserta didik
karena biasanya guru lebih dipatuhi dari siapapun (Holis,
2016). Seorang guru TK harus selalu berupaya membimbing
peserta didik sehingga mempunyai kepribadian yang baik,
dilandasi nilai moral, dan religi.
Berlanjut ke tahap akhir di pendidikan dasar, hasil
analisis data dengan menggunakan teori perkembangan
moral Kohlberg menyebutkan bahwa peserta didik usia
sekolah dasar masih berada pada tahap pra konvensional,

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 209


yang cenderung ingin melakukan sesuatu karena takut
dihukum (Hasanah, 2019).
2. Peserta Didik di Tingat Pendidikan Menengah
Perkembangan moral dapat dipengaruhi oleh diskusi
dan pengalaman dalam menyelesaikan masalah yang
melibatkan nilai-nilai moral dan penalaran moral.
Perkembangan moral terdiri dari perubahan secara struktural
pada pola pikir remaja dalam menjalankan kegiatannya.
Budaya berperan sebagai dasar pada kehidupan remaja dan
dapat mempengaruhi nilai, sikap dan menentukan perilaku.
Pada remaja, terdapat hubungan positif dan sangat
signifikan antara kontrol diri dengan perkembangan moral.
Semakin tinggi kontrol diri yang ada maka semakin tinggi
pula perkembangan moral pada remaja (Salamun, 2018).
Peran keluarga pun sangat penting dalam proses
perkembangan moral pada remaja.
Faktor lain yang mempengaruhi perkembangan
moral pada remaja adalah religiusitas. Manusia memerlukan
suatu bagian untuk memastikan keseimbangan hidupnya
dalam segi moral dan sosial. Pendekatan secara religi atau
religiusitas dapat menjalankan peran tersebut. Dimana

210 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


religiusitas dapat memberikan bimbingan dalam
menjalankan kehidupan.
3. Peserta Didik di Perguruan Tinggi
Teori Kohlberg membagi perkembangan moral
menjadi tiga tahap, tahap pra konvensional, tahap
konvensional, dan tahap pasca konvensional. Cara individu
melangkah dari satu tahap ke tahap selanjutnya yaitu melalui
interaksi dengan orang lain yang berada pada tahapan moral
di tingkat atasnya. Usia seseorang menjalani tahap-tahap
dalam perkembangan moral mungkin saja berbeda-beda,
orang yang sama mungkin dapat berperilaku pada tahap
yang sama dalam waktu yang lama dan bisa menurut tahap
yang lain pada saat waktu yang lain. Slavin (2011) berpedapat
bahwa dosen dapat membantu mahasiswa bergerak dalam
penalaran moral dengan cara memasukkan pembahasan
keadilan dan masalah moral ke dalam mata kuliah, khususnya
untuk menanggapi kasus yang terjadi di sekelilingnya atau
masyarakat yang lebih luas.
Penelitian yang dilakukan oleh Laily, N., & Anantika,
N. R. (2018) menunjukkan bahwa mahasiswa terbagi ke
dalam tiga tahap tersebut dengan penjelasan sebagai

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 211


berikut. Mahasiswa yang berada pada perkembangan moral
tahap pasca konvensional, tergolong mampu
mengendalikan diri dalam permasalahan dilema etika
dengan perilaku moral yang berprinsip. Dari pendidikan etika
yang didapatnya, individu dapat berperilaku sesuai dengan
nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan
mengacu pada nilai keadilan. Mahasiswa yang berada pada
tahap konvensional, dipengaruhi asumsi bahwa seorang
individu yang menyimpang dari kelompok (keluarga,
masyarakat, organisasi, ataupun bangsa dan negara) akan
terisolasi. Rasa malu atau bahkan menghindari perasaan
malu karena tidak sesuai dengan lingkungan, dapat dihindari
oleh mahasiswa dengan cenderung berorientasi menjadi
anak yang baik dan mengikuti aturan masyarakat yang
merupakan dasar baik atau buruk, serta melaksanakan
kewajiban dan memperlihatkan penghargaan terhadap
otoritas. Sedangkan mahasiswa yang berada pada tahap pra
konvensional tanggap terhadap aturan dan ungkapan
mengenaik baik buruk dan benar salah. Ini lebih cenderung
ditafsirkan untuk menghindari masalah ataupun untuk
mendapatkan hadiah/imbalan/pujian. Sedikitnya mahasiswa

212 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


di tahap ini dikarenakan faktor usia mahasiswa yang sudah
mencapai hampir dewasa dan kondisi mental yang siap
untuk terjun di lapangan, membuat orientasi terhadap
hukuman sudah tidak menjadi prioritas utama mereka.

Kajian Terhadap Perkembangan Religi Peserta Didik

Perkembangan Religi
Manusia diciptakan oleh Allah dengan dibekali naluri
religi yaitu tauhid. Perkembangan religi atau religi pada
manusia menurut Islam telah ada sejak manusia dalam
kandungan. Fitrah religi dalam diri manusia merupakan naluri
yang menggerakkan hatinya untuk melakukan perbuatan
yang diilhami oleh Tuhan Yang Maha Esa telah ada sejak
manusia berada di tulang sulbi orang tuanya. Allah berfirman
dalam surat Al-A’raf ayat 172 yang artinya, “Dan ingatlah
ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang)
anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap ruh mereka (seraya berfirman),
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul
(Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami lakukan yang

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 213


demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan,
“Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.”

Tahap Perkembangan Religi


Dalam kehidupan manusia tahap perkembangan
religi dapat dibagi menjadi lima tahap, yaitu:
1. Tahap dalam kandungan. Perkembangan religi bermula
sejak Allah meniupkan ruh pada bayi, tepatnya ketika
terjadinya perjanjian manusia atas Tuhannya.
2. Tahap bayi. Isyarat memberikan nama yang baik bagi
anak memberikan makna bahwa kebiasaan berbuat
baik telah dimulai pada masa bayi.
3. Tahap kanak-kanak. Masa ketiga tersebut merupakan
saat yang tepat untuk menanamkan nilai ke religian.
Pada fase ini anak sudah mulai bergaul dengan dunia
luar. Banyak hal yang mereka saksikan ketika
berhubungan dengan orang-orang orang
disekelilingnya. Dalam pergaulan inilah ia mengenal
Tuhan melalui ucapan orang disekelilingnya. Ia melihat
perilaku orang yang mengungkapkan rasa kagumnya
pada Tuhan. Disinilah peran orang tua dalam

214 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


memperkenalkan dan membiasakan peserta didik
dalam melakukan tindakan-tindakan religi sekalipun
sifatnya hanya meniru. Pada masa kanak-kanak akhir,
seiring dengan perkembangan aspek-aspek jiwa
lainnya, perkembangan religi juga menunjukkan
perkembangan yang semakin realistis. Hal ini berkaitan
dengan perkembangan intelektualitas yang semakin
berkembang.
4. Tahap Remaja. Pada masa remaja sikap religi mulai
berkembang menjadi identitas diri. Remaja mulai
mengambil sikap sadar terhadap religinya, sehingga
pindah religi dapat terjadi pada masa remaja.
5. Tahap Dewasa. Pada masa dewasa religi telah menjadi
kebutuhan. Orang-orang dewasa telah memilih religi
yang diyakininya, memilih sikap taat dan tidak taat ber
religi secara mandiri, dan melihat religi sebagai
kebutuhan hidup.

Tahap Perkembangan Religi Peserta Didik


Peserta Didik di Tingkat Pendidikan Dasar

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 215


Harm (1994) dalam bukunya The Development of Religious
on Children mengatakan perkembangan religi pada anak
sebagai berikut:
a. The Fairly Tale Stage (Tingkat Dongeng). Konsep
religi pada peserta didik usia 3–6 tahun dipengaruhi
oleh fantasi dan emosi. Cerita Nabi akan dikhayalkan
seperti yang ada dalam dongeng-dongeng. Perhatian
peserta didik lebih tertuju pada para pemuka religi
dari pada isi ajarannya.
b. The Realistic Stage (Tingkat Kepercayaan). Pada
tingkat ini pemikiran hubungan dengan Tuhan
berubah pada hubungan dengan menggunakan
pikiran atau logika. Pada tahap ini teradapat satu hal
yang perlu digarisbawahi bahwa peserta didik pada
usia 7 (tujuh) tahun dipandang sebagai permulaan
pertumbuhan logis, sehingga wajar bila anak harus
diberi pelajaran dan dibiasakan melakukan shalat
pada usia dini dan dipukul bila melanggarnya.
Berikut dijelaskan tingkat pencapaian perkembangan
nilai religi dan moral pada peserta didik usia dini yang telah
ditetapkan oleh BNSP (Nurjanah, S., 2018)

216 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


a. Usia Tingkat Pencapaian Perkembangan (2-3 tahun)
▪ Mulai meniru gerakan berdo’a/sembahyang
sesuai dengan religinya;
▪ Mulai meniru do’a pendek sesuai dengan
religinya;
▪ Mulai memahami kapan mengucapkan salam,
terima kasih, maaf, dsb.
b. Usia 3-4 tahun
▪ Mulai memahami pengertian perilaku yang
berlawanan meskipun belum selalu dilakukan
seperti pemahaman perilaku baik-buruk, benar-
salah, sopan-tidak sopan;
▪ Mulai memahami arti kasihan dan sayang kepada
ciptaan Tuhan.
c. Usia 4-5 tahun
▪ Mengenal Tuhan melalui religi yang dianutnya;
▪ Meniru gerakan beribadah;
▪ Mengucapkan doa sebelum dan/atau sesudah
melakukan sesuatu;
▪ Mengenal perilaku baik/sopan dan buruk;
▪ Membiasakan diri berperilaku baik, dan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 217


▪ Mengucapkan salam dan membalas salam.
d. Usia 5-6 tahun
▪ Mengenal religi yang dianut;
▪ Membiasakan diri beribadah;
▪ Memahami perilaku mulia (jujur, penolong,
sopan, hormat, dsb);
▪ Membedakan perilaku baik dan buruk;
▪ Mengenal ritual dan hari besar religi;
▪ Menghormati religi orang lain

Peserta Didik di Tingkat Sekolah Menengah


Pada peserta didik di tingkat sekolah menengah atau
remaja, terdapat pola perubahan minat religi yang
dikelompokkan oleh Hurlock (1990) ke dalam tiga periode:
a. Periode kesadaran religius. Saat remaja mempersiapkan
diri untuk menjadi anggota kelompok religi yang dianut
orang tuanya, minat religius meninggi. Remaja akan
mendalami ajaran religinya, tetapi dalam usaha
mendalami ajaran religinya remaja mungkin

218 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


menemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan
logikanya. Mungkin remaja akan membandingkan
keyakinan religinya dengan keyakinan religi teman-
temannya.
b. Periode keraguan religius Berdasarkan penelitian secara
kritis terhadap keyakinan religi pada masa anak-anak,
remaja selalu bersikap skeptis pada berbagai bentuk
ritual, seperti do’a atau upacara-upacara religi bersifat
formal. Mungkin pada saat yang bersamaan mereka
meragukan ajaran religinya. Sikap ragu ini dapat diatasi
dengan pendidikan religi yang baik yang diberikan
orang tua dan sekolah sejak remaja masih anak-anak.
Pemahaman remaja terhadap sifat-sifat Tuhan selalu
dikaitkan dengan ajaran religi yang pernah diterimanya.
Rata-rata umur konversi adalah 15.2 tahun dengan jarak
usia antara 12.7- 16.6 tahun.
c. Periode rekonstruksi religius. Cepat atau lambat remaja
membutuhkan keyakinan religi. Bila remaja merasa
keyakinan religi yang dianutnya kurang memuaskan
keingintahuannya terhadap religi atau Tuhan, mungkin
dia akan mencari kepercayaan baru pada teman-

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 219


temannya atau orang lain yang dipercayainya. Remaja
memang dapat menjadi sasaran empuk bagi setiap
kultur religius yang berbeda.

Peserta Didik di Tingkat Perguruan Tingi


Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Siti, M
(2021), pada masa dewasa religi telah menjadi kebutuhan.
Orang dewasa telah memilih religi yang diyakininya secara
mandiri. Mustafa, M. (2016) menjelaskan bahwa
perkembangan religi terbagi menjadi beberapa tahap. Pada
tahap dewasa dini (rentang usia 18-25 dan berakhir sekitar
35-40 tahun) selalu memiliki keinginan untuk mengikuti nilai-
nilai religi yang memiliki tempat tersendiri di hati orang
dewasa, namun seringkali dewasa muda belum bisa
mengikuti nilai-nilai tersebut secara sempurna.
Sejalan dengan tingkat perkembangan usiannya,
Jalaludin (2007, hlm. 106-109) menjelaskan sikap religi pada
orang dewasa memiliki ciri-ciri:
a. Menerima kebenaran religi berdasarkan pertimbangan
pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan;

220 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


b. Cenderung bersifat realistis (nyata), sehingga norma-
norma religi lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan
tingkah laku;
c. Bersikap positif terhadap ajaran norma-norma religi
dan berusaha untuk mempelajari serta memperdalam
pemahaman ke religi;
d. Tingkat ketaatan didasarkan atas pertimbangan dan
tanggung jawab diri hingga sikap religi merupakan realis
(nyata) dari sikap hidup;
e. Bersikap lebih terbuka dan berwawasan luas;
f. Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran religi
sehingga kemantapan keyakinan didasarkan atas
pertimbangan hati nurani;
g. Cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian
masing-masing, sehingga terlihat adanya pengaruh
kepribadian dalam menerima, memahami serta
melaksanakan ajaran religi;
h. Adanya hubungan antarsikap religi dengan kehidupan
sosial, sehingga perhatian terhadap kepentingan
organisasi sosial kereligian sudah berkembang, dan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 221


i. Sikap pada orang dewasa memiliki perspektif yang luas
didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya.

Penutup

Perkembangan adalah proses perubahan individu


yang bersifat dinamis kearah kesempurnaan secara terus
menerus sejak lahir hingga akhir hayat.
Peserta didik adalah semua komponen mayarakat
yang belajar dan mengembangkan diri melalui prosedur–
prosedur, baik prosedur formal maupun nonformal.
Prinsip-prinsip perkembangan peserta didik meliputi
perkembangan adalah proses yang tak berakhir, setiap anak
bersifat individual dan berkembang sesuai dengan
perkembangannya, semua aspek perkembangan saling
berkatan, perkembanagan berlangsung dari kemampuan
bersifat umum menuju ke bersifat khusus, serta
perkembangan itu terarah dan dapat diramalkan.
Hubungan sosial adalah cara-cara individu beraksi
terhadap orang-orang di sekitarnya dan bagaimana
pengaruh hubungan itu terhadap dirinya.

222 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Hubungan sosial memiliki pengaruh yang sangat
besar terhadap tingkah laku individu. Hubungan sosial
individu dimulai sejak individu lahir. Selain dengan anggota
keluarganya, anak juga mulai mendekatkan diri kepada
orang-orang lain disekitarnya, dalam proses ini teman-teman
sebaya dan guru-gurunya mempunyai peranan yang sangat
penting bagi mereka.
Interaksi mengandung pengertian hubungan timbal
balik antara dua orang atau lebih, dan masing-masing orang
yang terlibat di dalamnya memainkan peran secara aktif.
Dalam interaksi juga lebih sekedar terjadi hubungan antara
pihak-pihak yang terlibat melainkan terjadi saling
mempengaruhi.
Dilihat dari sudut komunikasi, interaksi dapat
dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: (a) interaksi verbal, (b)
interaksi fisik, (c) interaksi emosional. Berdasarkan banyaknya
individu yang terlibat dalam proses interaksi serta pola
interaksi yang terjadi, interaksi dapat dibedakan menjadi dua
jenis: (a) interaksi dyadic, (b) interaksi tryadic.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 223


1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
sosial adalah: (a) keluarga, (b) sekolah, dan (c)
masyarakat
2. Perbedaan lingkungan dapat menimbulkan perbedaan
sikap dan hubungan sosial pada individu. Secara
psikologis, sikap ini dapat dipelajari melalui tiga cara,
yaitu : (a) Meniru orang yang lebih berprestasi dalam
bidang tertentu, (b) Mengkombinasikan pengalaman,
dan (c) Menghayati pengalaman emosional khusus
secara mendalam.

224 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Daftar Pustaka

Desmita , 2012. Psikologi perkembangan. Bandung: Remaja


Rosdakarya.
Yusuf, Syamsu. (2012). Psikologi perkembangan anak &
remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Slamet Suyanto. 2005. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia
Dini. Yogyakarta: Hikayat Publising.
Jean Piaget, 2002. Tingkat Perkembangan Kognitif. Jakarta,
Gramedia.
Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan & Desain Sistem
Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenadamedia
Group, halaman: 26-174.
Slamet Suyanto. 2005. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia
Dini. Yogyakarta : Hikayat Publising.
Crain, William. 2007. Teori Perkembangan. (Penerjemah: Yudi
Santoso). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Inggridwati Kurnia, dkk. 2007. Perkembangan Belajar Peserta
Didik. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.
Muhmidayeli. (2013). Filsafat Pendidikan. Bandung:Refika
Aditama.
Arifin, Zainal. 2012. Penenlitian Pendidikan Metode dan
Paradigma Baru. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 225


Biografi Penulis

Mugi Puspita. Berulang tahun setiap


tanggal 8 Juli dan dilahirkan pada tahun
1988 di Kota Bandung. Saat ini sedang
menempuh pendidikan S3 Manajemen
Sumber Daya Manusia di UPI, Bandung.
Merupakan seorang Ibu dari dua anak
lelaki yang berusia balita.Berawal dari
kecintaan penulis terhadap dunia anak-
anak, maka penulis mengembangkan konsep perkembangan
peserta didik dari tinjauan kognitif, emosi, dan sosial. Seluruh
konsep pedagogik memiliki benang merah yang sama :
"anak, anak, dan anak". Penulis berharap buku ini dapat
menjadi rujukan bagi para praktisi maupun akademisi untuk
dapat memahami dan mengembangkan konsep kajian
pedagogik.

226 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Biografi Penulis

Adam Hermawan. Lahir di Ciamis 05


Januari 1993, merupakan Dosen di
program studi Bisnis Digital Universitas
Pendidikan Indonesia, saat ini mengampu
matakuliah Pembelajaran Digital dan
Bisnis Digital. Lulus S1 Teknik Informatika,
Universitas Komputer Indonesia dan S2
Magister Administrasi Bisnis, Institut Teknologi Bandung.
Digitalisasi dalam Revolusi 4.0 ini telah mentransformasikan
berbagai lini, termasuk Pendidikan. Dalam konteks
pendidikan, yang sering disebut sebagai transformasi
pendidikan digital, dimaknai sebagai kemampuan untuk
mengubah berbagai proses pendidikan ke dalam beragam
sistem digitalisasi. Proses digitalisasi akan berdampak pada
berbagai proses dalam pendidikan, terutama dalam sistem
belajar mengajar. Digitalisasi pendidikan adalah salah satu
jawaban yang tak terelakkan dan diperlukan untuk menjawab
tantangan pendidikan di masa depan..

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 227


Chapter 7

Landasan Religi dan Nilai-


Nilai Tujuan Pendidikan
-Chaerunnisa-

Pendahuluan

Pendidikan adalah suatu aktifitas untuk


mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang
berjalan seumur hidup (long live education). Dengan kata lain
bahwa pendidikan adalah upaya normatif yang membawa
manusia dari kondisi apa adanya kepada kondisi bagaimana
seharusnya. Melalui proses pendidikan diharapkan manusia
berkembang kearah bagaimana dia harus menjadi dan
berada, sehingga pendidikan harus bertolak dari
pemahaman tentang hakikat manusia. Pendidik harus
memahami manusia dalam hal aktualisasinya, kemungkinan,
dan pemikirannya, bahkan memahami perubahan yang
dapat diharapkan terjadi dalam diri manusia.

228 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Pendidikan merupakan usaha untuk mentransfer dan
mentransformasikan pengetahuan serta
menginternalisasikan nilai-nilai kebudayaan dalam segala
aspek dan jenisnya kepada generasi penerus. Hakikat
manusia yaitu lahir dengan fitrahnya dan memiliki
kemerdekaan untuk berkembang, maka pendidikan harus
dipandang sebagai upaya untuk mengembangkan
kemerdekaan manusia yang memungkinkan manusia
bereksistensi. Hakikat pendidikan tiada lain adalah
humanisasi. Tujuan pendidikan adalah terwujudnya manusia
ideal atau manusia yang dicita-citakan sesuai nilai-nilai dan
norma-norma yang dianut.
Berdasarkan undang-undang nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (Pasal 3) yang
mengamanatkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional
bertujuan mengembangkan potensi peserta didik menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 229


menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Tujuan pendidikan nasional tersebut menyiratkan
bahwa melalui pendidikan hendak diwujudkan peserta didik
yang memiliki berbagai kecerdasan, baik kecerdasan
spiritual, emosional, sosial, intelektual maupun kecerdasan
kinestetika.
Pendidikan nasional memiliki misi mulia (mission
sacre) terhadap anak didik, yaitu membangun pribadi yang
memiliki ilmu pengetahuan, meningkatkan kemampuan
teknis, mengembangkan kepribadian yang kokoh dan
membentuk karakter yang kuat. Pendidikan harus
dilaksanakan secara disadari dengan mengacu kepada suatu
landasan yang kokoh, sehingga jelas tujuannya, tepat isi
kurikulumnya, serta efisien dan efektif cara-cara
pelaksanaannya.
Berdasarkan tujuan pendidikan nasional maka sangat
penting bagi kita mengkaji tentang landasan religi dan nilai-
nilai tujuan pendidikan melalui perspektif Religi, Etika,
Yuridis, Sosial kultural dan Sosial Ekonomi. Agar diperoleh
pemaknaan tujuan pendidikan yang lebih komprehensif.

230 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Kajian Landasan Religi dan Nilai-Nilai Tujuan Pendidikan

Definisi Pendidikan
Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani
“paedagogie” yang akar katanya “pais” yang berarti anak dan
“again” yang artinya bimbingan. Jadi “paedagogie” berarti
bimbingan yang diberikan kepada anak. Dalam bahasa
inggris pendidikan diterjemahkan menjadi “Education”.
Education berasal dari bahasa Yunani “educare” yang berarti
membawa keluar yang tersimpan dalam jiwa anak, untuk
dituntun agar tumbuh dan berkembang.
Definisi pendidikan menurut para ahli :
a) M.J. Langeveld adalah seorang ahli pendidikan bangsa
Belanda yang pendidikannya berorientasi ke Eropa dan
lebih menekankan kepada teori-teori (ilmu). Dapat
dikenal dengan bukunya Paedagogik Teoritis
Sistematis. Menurut ahli ini pendidikan adalah:
“bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh
orang dewasa kepada perkembangan anak untuk
mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 231


cukup cakap dalam melaksanakan tugas hidupnya
sendiri tidak dengan bantuan orang lain.
b) John Dewey seorang ahli filsafat pendidikan Amerika
pragmatisme dan dinamis, pendidikan (education)
diartikan sebagai “Proses pembentukan kecakapan-
kecakapan fundamental secara intelektual dan
emosional ke arah alam dan sesama manusia”.
Menurutnya hidup itu adalah suatu proses yang selalu
berubah, tidak satupun yang abadi. Karena kehidupan
itu adalah pertumbuhan, maka pendidikan berarti
membantu pertumbuhan bathin tanpa dibatasi oleh
usia. Dengan kata lain pendidikan adalah suatu
usahamanusia untuk membantu pertumbuhan dalam
proses hidup tersebut dengan membentukan
kecakapan fundamental atau kecakapan dasar yang
mencakup aspek intelektual dan emosional yang
berguna atau bermanfaat bagi manusia terutama bagi
dirinya sendiri dan bagi alam sekitar.
c. Thomson mengartikan pendidikan sebagai bentuk
pengaruh lingkungan terhadap individu dan
menghasilkan perubahan dan kebiasaan prilaku.

232 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


d. Ki Hajar Dewantara, sebagai Tokoh Pendidikan
Nasional Indonesia, peletak dasar yang kuat
pendidikan Nasional yang progresif untuk generasi
sekarang dan generasi yang akan datang. Beliau
mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk
memajukan budi pekerti, jasmani dan juga pikiran anak
menuju kesempurnaan hidup serta agar anak selaras
dengan alam dan masyarakat.
e. UU No.20/2003 disebutkan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana. Untuk mewqujudkan
proses belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif dapat mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan sprititual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan masyarakat
nagsa dan negara.

Makna Pendidikan secara Religi (Islam)


Menurut bahasa, secara etimologi kata pendidikan
dalam Bahasa Arab berasal dari kata “tarbiyah”. Tarbiyah
berasal dari asal suku kata rabu-yarbu berarti penambahan,

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 233


pertumbuhan , pemeliharaan dan penjagaan. Kata tarbiyah
menunukkan kepada Allah (Tuhan) selaku Murobbi
(pendidik) sekalian alam. Hal ini menunjukkan bahwa
pendidikan mencakup segala aspek dialam jagad raya ini.
Dalam Al Qur’an terdapat ayat-ayat yang menggunaan kata
tarbiyah seperti pada ayat :
ْ ُ‫ِل ُ ذالحانج امه‬
ْ‫لضفِخاو‬ ِّۗ ِ ‫ِيبرامك امهُمْ حر ْا ِبر َّْٰل ُ قوةِمحْ رالَّٰنم‬
َّٰ ‫رْ ياًغِص ْين‬

“ Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya


dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai
Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua
telah mendidik aku pada waktu kecil.” (QS. Al-Israa : 24)
Adapun menutut istilah, pendidikan diartikan
sebagaiman pendapat para ulama dibawah ini :
Al-Qadhi Al-Baidhowi, mengartikan pendidikan
(tarbiyah) sebagai “ membawa sesuatu kearah kesempurnaan
secara bertahap”. Defenisi ini amat umum karena mencakup
pendidikan manusia, pemeliharaan binatang,tubuh-
tumbuhan dan lain-lain.
Ibnu Sina mengartikan tarbiyah saebagai pembiasaan
yaitu melukan sesuatu berulang-ulang dalam masa yang
lamadalam wqaktu yang berdekatan.

234 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Dr. Miqdad Yaljan, mengkalisifikasikan pengertian
pendidikan (Tarbiyah) Islam sebagai :
1. Kurikulum mater-materi keislaman di sekolah tau
madrasah
2. Sejarah pendidikan, sejarah lembaga pendidikan atau
tokoh-tokoh pendidikan di Negara Islam.
3. Pengajaran ilmu-ilmu keislaman
4. Sistem pendidikan Integral yang diambil dari arahan
dan ajaran islam yang murni, serta berbeda dari
pendidikan Barat atau Timur.
Rif’ah Rafi Ath Thathwi merndefinisikan pendidikan
sebagai usaha mengembangkan jasmani dan jiwa anak didik
semenjakm lahir sampai tua dengan pengetahuan agama
dan dunia.
Pror. DR Abdul Ghani Abduh berpendapat bahwa
pendidikan islam yang kita inginkan adalah sebgaiman
pendidikan yang ideal dan sebagai mana seharusnya. Yakni
pendidikan islam yang tujuan dan dasar-dasarya
berdasarkan pada ruh islam yang dituan gkan Allah dalam Al
Qur’an dan dicontohkan oleh Rosulullah dalam hadisatnya.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 235


(sumber : Standar Mutu Sekolah Islam Terpadu JSIT
Indonesia).
Dalam sudut pandang islam, penddikan memliki
banyak istilah yang terkandung pengertian beragam satu
sama lainnya. Antara lain :
a. Ta’lim, yaitu pendidikan yang menitik beratkan pada
pengajaran, penyampaian informasi dan
pengembangan ilmu.
b. Tarbiyah, yaitu pendidikan yang menitik beratkan
masaalah pendidikan, pengembangan pribadi, serta
pembentukan dan penggemblengan kodeetik,
norma dan akhlak.
c. Ta’dib, yaitu Imam.
d. Imam Ghazali mengartikan pendidikan sebagai Al-
riyadhah al-shibyan yaitu proses yang harus
ditempuh oleh seorang anak manusia dalam rangka
memperdaya dirinya.
Beragamnya pengertian pendidikan sebagaimana
diungkapkan oleh para ahli diatas menunjukkan arti dari kata
pendidikan itu memiliki sudut pandang yang bermacam-
macam, namun dapat diambil sebuah pemahaman bahwa

236 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


pendidikan merupakan sebuah proses pembelajaran yang
terjadi secara langsung mauoun tidak langsung antar
seseorang maupun golongan, dalam ruang maupun luar
ruangan untuk menambah ilmu pengetahuan serta dalam
rangka memperdaya potensi manusia.

Persapektif Riligi (Islam) Terhadap Tujuan Pendidikan.


Bagi Ummat Ilam, pendidikan Islam diyakini sebagai
media terpenting untuk membawa manusia kepada tujuan
hidupnya. Sebab diyakini melalui pendidikan akan membawa
kehidupan sesorang menjadi suatu pribadi yang mampu
berdiri sendiri dan berinteraksi dalam kehidupan bersama
dengan orang lain.
Ada beberapa pendapat para ahli mengenai tujuan
pendidikan Islam. Pertama, Ibnu Khaldun berpendapat
tujuan pendidikan Islam berorientasi ukhrawi dan duniawi.
Pendidikan Islam harus membentuk manusia seorang hamba
yang taat kepada Allah dan membentuk manusia yang
mampu menghadapi segala bentuk persoalan kehidupan
dunia (Zubaedi, 2012). Kedua, al-Ghazali merumuskan tujuan
pendidikan Islam kedalam dua segi, yaitu membentuk insan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 237


purna yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah dan
menuju kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Menurut al-Ghazali bahwa tujuan pendidikan Islam
adalah kesempurnaan manusia di dunia dan akhirat. Manusia
dapat mencapai kesempurnaan melalui menggunaan ilmu.
Dengan keutamaan tersebut, maka akan memberinya
kebahagiaan di dunia serta sebagai jalan untuk mendekatkan
diri kepada Allah untuk kebahagiaan yang hakiki (Zainuddin,
2009).
Dari penjelasan tersebut, tujuan pendidikan Islam
mencakup dua aspek utama, yakni mewujudkan kebahagiaan
hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Hal ini
menggambarkan bahwa pendidikan Islam merupakan
pendidikan yang bersifat komplet yang merangkum tujuan
hidup manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang
paripurna serta dibekali akal. Namun perlu dicatat di sini,
perkembangan perilaku sosial yang cukup fluktuatif dan
sukar ditebak, memerlukan reinterpretasi tujuan pendidikan
Islam yang bersifat khusus dan aplikatif. Al-Quran dan Hadis
yang menjadi pijakan utama dapat diinterpretasi ulang
dengan memadukan nilai-nilai sosiokultural yang selama ini

238 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


menjadi pijakan bangsa Indonesia sebagai bangsa Timur
yang ramah dan toleran. Untuk menggali tujuan pendidikan
berbasis nilai-nilai sosial-kultural tersebut perlu dilihat
berdasarkan aspek kajian ontologis, epistemologis, dan
aksiologis.
Tujuan-tujuan pendidikan dalam al-Qur‟an dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Mengenalkan manusia akan perannya di antara
sesama titah (makhluk) dan tanggungjawab
pribadinya dalam hidup ini
2. Mengenalkan manusia akan interaksi sosial dan
tanggungjawabnya dalam tata hidup bermasyarakat
3. Mengenalkan manusia akan alam ini dan mengajak
mereka untuk mengetahui hikmah diciptakannya
serta memberikan kemungkinan kepada mereka
untuk mengambil manfaat dari alam tersebut
4. Mengenalkan manusia akan pencipta alam ini (Allah)
dan memerintahkan beribadah kepada-Nya.
Tujuan utama pendidikan Islam adalah ma’rifatullah
dan bertaqwa kepadaNya, sedangkan ma’rifat (mengetahui)

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 239


diri, masyarakat, dan aturan alam ini tiada lain hanyalah
merupakan sarana yang mengantarkan kita ke ma’rifatullah.
Menurut (Zubaedi, 2012), tujuan pendidikan Islam
dapat diklasifikasikan menjadi empat macam:
1. Tujuan Pendidikan Jasmani (al-Ahdaf al-Jismiyah)
Dalam sebagian aspeknya, pendidikan Islam bertujuan
untuk mempersiapkan manusia sebagai pengemban
tugas khalifah di bumi melalui keterampilan fisik.
2. Tujuan Pendidikan Rohani (al-Ahdaf ar-Ruhaniyah)
Dalam sebagian aspeknya, pendidikan Islam bertujuan
untuk meningkatkan jiwa dan kesetiaan yang hanya
kepada Allah semata dan melaksanakan moralitas Islami
yang diteladani oleh Nabi saw dengan berdasarkan
pada cita-cita idela dalam al-Quran.
3. Tujuan Pendidikan Akal (al-Ahdaf al-Aqliyah)
Pada sebagian aspeknya, pendidikan Islam bertujuan
mengarahkan intelegensi supaya menemukan
kebenaran dan sebab-sebabnya dengan telaah
terhadap tanda-tanda kekuasaan Allah. Tahap
pendidikan akal ini adalah pencapaian kebenaran ilmiah,

240 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


kebenaran empiris,dan kebenaran metaempiris atau
filosofis.
4. Tujuan Pendidikan Sosial (al-Ahdaf al-Ijtima’iyyah)
Dalam sebagian aspeknya, pendidikan Islam bertujuan
untuk membentuk kepribadian yang utuh baik roh,
tubuh dan akal.

Perspektif Etika Terhadap Tujuan Pendidikan


Pada hakikatnya, pendidikan mencakup kegiatan
mendidik, mengajar, dan melatih. Kegiatan tersebut
dilaksanakan sebagai suatu usaha untuk
mentransformasikan segala nilai. Jika membahas tentang
tujuan pendidikan, akan terkait erat dengan sistem nilai dan
norma- norma dalam suatu konteks kebudayaan. Dalam
proses pendidikan, karakter merupakan proses mengukir
atau memahat jiwa sedemikian rupa sehingga berbentuk
unik, menarik dan berbeda dari yang lain. Membangun
karakter harus dibangun mulai dari rumah, sekolah dan
kemudian masyarakat dan kita harus siap menghadapi
berbagai watak dan karakter dari orang disekitar kita, tetapi
ada nilai- nilai umum yang disepakati bersama. Jadi konsep

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 241


etika merupakan komponen kunci dalam pengambilan
keputusan.
Antara ilmu (pendidikan), dan etika memiliki
hubungan erat. Masalah moral tidak dapat dilepas dengan
tekat manusia, untuk menemukan kebenaran dan
mempertahankan kebenaran diperlukan keberanian moral.
Sulit membayangkan jika perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi tanpa disertai adanya kendali dari dari nilai-
nilai etika agama. Pendidikan di orientasikan pada upaya
menciptakan suatu keperibadian yang mantap dan dinamis,
mandiri, dan kreatif tidak hanya pada siswa, tetapi juga pada
seluruh komponen yang terlibat dalam penyelenggaraan
pendidikan.
Terwujudnya kondisi mental moral dan spiritual
religius menjadi target arah pengembangan sistem
pendidikan. Etika sangat besar mempengaruhi pendidikan,
sebab tujuan pendidikan itu adalah untuk mengembangkan
perilaku manusia, antara lain afeksi peserta didik. Segala
sesuatu yang memiliki sisi keterkaitan, dengan nilai atau
memiliki relevansi etis dapat dipandang sebagai etika. Dari

242 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


terwujudnya moral seperti itu, menunjukkan terwujudnya
target pengembangan sistem pendidikan.

Perspektif Yuridis Terhadap Tujuan Pendidikan


Tujuan Pendidikan Nasional dalam UUD 1945 (versi
Amandemen)
1. Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, “Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan
ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang.”
2. Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, “Pemerintah memajukan
ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat
manusia.”
Tujuan Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang
No. 20, Tahun 2003 Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan
dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003.
Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 243


mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.”
Lewat isi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 di
atas, maka bisa kita ambil artian bahwasanya tujuan
pengadaan pendidikan nasional ialah untuk menjadikan
setiap warga negara Indonesia sebagai pribadi yang tidak
hanya memiliki wawasan yang luas namun juga memiliki
sikap-sikap yang bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa,
artinya meyakini akan adanya prinsip untuk menerima dan
menjalankan perintah dalam agama dan menjauhi larangan
agama.
Kebijakan-kebijakan pendidikan di Indonesia
mempunyai tingkatan-tingkatan yang menunjuk pada level
kebijaksanaan pada masing-masing tingkatnya. Ada empat
tingkat kebijkasanaan, yaitu:

244 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


1. Tingkat kebijaksanaan nasional (nasional policy level).
Sebagai penentu tingkat kebijaksanaan nasional adalah,
MPR. Kebijaksanaan yang berada pada level nasional ini
disebut juga sebagai kebijaksanaan administrasi;
2. Tingkat kebijaksanaan umum (general policy level).
Tingkatan kebijaksanaan umum ini disebut sebagai
kebijaksanaan eksekutif, oleh karena yang menentukan
adalah mereka yang berada pada posisi eksekutif. Yang
termasuk ke dalam kebijaksanaan eksekutif adalah:
▪ Undang-undang, karena kekuasaan undang-
undang berada di tangan presiden, meskipun
mendapat persetujuan DPR;
▪ Peraturan pemerintah, adalah kebijaksanaan yang
dibuat dalam rangka mengoperasikan undang-
undang, kekuasaan pembuatannya ada pada
presiden;
▪ Keputusan dan instruksi presiden yang berisikan
kebijkasanaan umum penyelenggaraan
pemerintah, yang kekuasaan pembuatannya ada di
tangan presiden.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 245


3. Tingkat kebijaksanaan khusus (special policy level).
Tingkat kebijaksanaan ini letak penetunya ada di tangan
menteri. Kebijaksanaan yang wewenangnya ada pada
tangan menteri ini dapat berupa, Keputusan Menteri
(Kepmen), Peraturan Menteri (Permen), dan Instruksi
Menteri;
4. Tingkat kebijaksanaan teknis (technical policy level).
Tingkat kebijaksanaan teknis lazim disebut dengan
kebijaksanaan operatif. Dikatakan kebijaksanaa operatif,
oleh karena kebijaksanaan ini merupakan pedoman
pelaksanaan. Penentuan kebijaksanaan ini berada pada
eselon dua ke bawah, seperti Dirjen atau pimpinan
lembaga nondepertemen. Produk kebijaksanaan ini
dapat berupa peraturan, keputusan dan instruksi
pimpinan lembaga. Berdasarkan tingkat kebijaksanaan
khusus inilah, Gubernur, Kakanwil, Bupati/wali kota dan
Kandep masing-masing bidang melaksanakan kebijakan
sesuai dengan faktor kondisional dan situasi daerahnya
(Imron, 2008, hlm. 24-25).

246 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Tingkatan kebijakan menjadi sebuah hirarki dalam
mentapkan kebijakan yuridis di negara kita dan menjadi
acuan dalam mengimplementasikan semua arah kebijakan
termasuk pada pencapaian tujuan pendidikan.
Tujuan Pendidikan Menurut UNESCO Dalam upaya
meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain
kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan. Berangkat dari
pemikiran itu, Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) melalui lembaga UNESCO (United
Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization)
mencanangkan empat pilar pendidikan baik untuk masa
sekarang maupun masa depan, yakni: (1) learning to Know,
(2) learning to do, (3) learning to be, dan (4) learning to live
together.
Tujuan pendidikan nasional merupakan implementasi
dari empat pilar pendidikan yang dicanangkan UNESCO.
Empat pilar tersebut merupakan visi pendidikan sekarang
dan masa depan yang perlu dikembangkan.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 247


Perspektif Sosial Kultural Terhadap Tujuan Pendidikan
Sebagai pendekatan yang digunakan dalam
implementasi pendidikan, nilai-nilai sosio-kultural akan
memberikan dampak yang berbeda dalam mencapai tujuan
pendidikan. Pendidikan Islam bersifat memberikan stimulus
kepada manusia agar memiliki sifat humanis. Pendidikan
Islam dapat mengatasi problem-problem hak asasi manusia.
Pendidikan Islam berwawasan HAM diharapkan sebagai
upaya preventif bagi terjadinya kerusuhan massal,
ketegangan sosial, dan pelanggaran HAM yang masih
merajalela di bumi ini (Assegaf, 2011).
Ketika seorang guru menerangkan adab sopan
santun kepada peserta didik dengan menggunakan
pendekatan sosio-kultural yang tepat, akan mempermudah
internalisasi nilai-nilai pendidikan Islam. Sehingga
tercapainya tujuan pendidikan dapat tercapai dengan
optimal. Selain dapat menciptakan keadilan sosial,
internalisasi nilai-nilai sosio-kultural tersebut dapat
menciptakan harmoni sosial dalam lingkup lembaga
pendidikan. Mengingat lembaga pendidikan adalah
komunitas sosial dengan keanekaragaman individu di

248 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


dalamnya. Generasi muda atau yang disebut generasi Z acap
mengabaikan nalar dalam bertindakdan mengambil
keputusan, sehingga rentan terkontaminasi paham-paham
eksklusif-intoleran.
Guru berperan cukup sentral dalam kegiatan
pembelajaran. Guru dapat berperan sebagai fasilitator
keragaman dalam pendidikan sosio-kultural di sekolah
(Rohman, 2016). Dalam proses pembelajaran di kelas, guru
sekalikali dapat menyuruh peserta didik untuk membuat
narasi tentang dirinya tentang kehidupan dan latar
belakangnya darimana ia berasal. Narasi tersebut
dipresentasikan didepan kelas. Sehingga teman-temannya
yang lain tahu latar belakang kehidupan masing-masing
setiap peserta didik. Langkah tersebut sebagai upaya untuk
menjembatani gesekan yang sering terjadi antarsuku di
Indonesia. Misalnya, peserta didik yang berasal dari suku
Jawa dapat mengisahkan latar belakang hidupanya, orang
tuanya dan darimana ia berasal. Sehingga peserta didik lain
dapat mengetahui dan memahaminya. Begitupun sebaliknya
peserta didik yang berasal dari suku atau etnis yang lain.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 249


Kegiatan ini cocok diterapkan pada kelas yang terdiri dari
peserta didik yang berasal dari etnis yang beragam.
Dengan demikian, peserta didik sebagai subjek
belajar akan memiliki sikap toleransi, tenggang rasa,
menghargai perbedaan, dan menjauhi prejudice kepada
sesama. Sehingga, dekadensi moral pelajar yang deawasa ini
marak terjadi dapat dilokalisir. Selain itu, implementasi
pendidikan sosiokultural dapat mendukung prestasi-prestasi
yang telah diraih oleh sekolah baik prestasi akademik
maupun non-akademik. Dengan demikian, pendidikan Islam
akan melahirkan generasi-generasi muslim paripurna (insan
kamil) yang tidak hanya cakap secara akademik, tetapi juga
memiliki kecerdasan sosial dan spiritual yang tinggi.
Terdapat enam asumsi dasar mengapa pendidikan
sosio-kultural perlu dikembangkan di sekolah, yaitu:
1. Perbedaan budaya memiliki kekuatan nilai
2. Sekolah harus menjadi model penegakkan HAM dan
keadilan
3. Keadilan dan kesetaraan semua warga sekolah harus
menjadi perhatian yang penting dalam
mengembangkan kurikulum

250 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


4. Nilai-nilai demokratis dalam kehidupan masyarakat
perlu dipromosikan di sekolah
5. Lembaga sekolah sebagai tempat untuk
mengembangkan kognitif, afektif dan psikomotor siswa
dari berbagai kelompok yang beragam
6. Kerjasama guru dengan pihak keluarga dan masyarakat
dapat menciptakan lingkungan yang mendukung
multikulturalisme (Supardi & Sumarno, 2014).
Dari enam asumsi dasar di atas pada poin keenam,
menekankan kerjasama guru dan pihak keluarga dan
sekolah. Dengan demikian, guru menjadi pihak yang terlibat
langsung dalam implementasi pembelajaran. Metode dan
pendekatan guru dalam mengajar harus mendukung dalam
implementasi pendidikan berbasis sosial-kultural

Perspektif Sosial Ekonomi Terhadap Tujuan Pendidikan


Menurut perspektif ekonomi, pendidikan merupakan
human invesment yang akan menghasilkan manusia-
manusia yang handal untuk menjadi subyek penggerak
pembangunan ekonomi nasional. Dalam pandangan Suryadi
(2002) investasi di bidang pembangunan pendidikan bernilai

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 251


sangat strategis dalam jangka panjang, sebab manusia-
manusia terdidik akan memberikan kontribusi yang amat
besar terhadap kemajuan pembangunan, termasuk untuk
memacu pertumbuhan ekonomi. Di era global sekarang ini,
berbagai bangsa di dunia telah mengembangkan
knowledge-based economy (KBE), yang mensyaratkan
dukungan SDM berkualitas. Karena itu, pendidikan mutlak
diperlukan guna menopang pengembangan ekonomi
berbasis pengetahuan-education for the knowledge
economy (EKE).
Dalam konteks ini, satuan pendidikan harus pula
berfungsi sebagai pusat penelitian dan pengembangan
(research and development), yang menghasilkan produk-
produk riset unggulan yang mendukung knowledge-based
economy (KBE).
Pendidikan mempunyai peranan penting dalam hal
ini. Dengan pendidikan, potensi ekonomi sebuah bangsa
akan dapat dimanfaatkan. Maka ekonomi dan pendidikan
adalah sebuah mata rantai yang tidak ada ruang putusnya.
Negara yang disokong dengan sumber daya manusia yang
banyak, akan mampu mengelolah sumber-sumber

252 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


ekonominya dengan baik. Philip Kotler (1997) berpendapat
bahwa ada empat faktor yang berpengaruh terhadap
kemajuan sebuah bangsa adalah:
1. Natural Capital (sumber daya alam) seperti tanah,
mineral, tambang, air, dan lain-lain;
2. Physical Capital (modal fisik) seperti mesin-mesin,
bangunan, dan infrastruktur;
3. Human Capital (SDM) yaitu nilai produktivitas
manusia seperti kreativitas, inovasi;
4. Social Capital (modal sosial) seperti kualits keluarga,
komunitas, organisasi masyarakat, yang menjadi
perekat hubungan sosial.
Dari keempat modal tersebut SDM menurut Harbison
merupakan modal paling utama karena SDM yang
berkualitas akan mampu mengelola dan memobilisasi, dana,
mengembangkan teknologi, memproduksi barang dan jasa,
dan melakukan aktivitas perdagangan. Oleh karena itu, jika
suatu negara tidak berhasil dalam mengembangkan SDM
maka negara tersebut tidak akan membuat apapun, apakah
itu membuat sistem politik yang moderen, menumbuhkan
nasionalisme dan membangun masyarakat yang sejahtera.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 253


Maka untuk mencapai kemajuan maka pemberdayaan SDM
melalui pendidikan harus menjadi pilihan utama dan
pertama. Hal tersebut terbukti dibeberapa negara bahwa
negara maju memiliki pendidikan yang maju pula.Dengan
demikian dalam perspekstif social ekonomi bagi tujuan
pendidikan adalah:
1. Faktor penentu kemajuan bangsa di masa depan;
2. Salah satu bentuk investasi modal manusia (human
invesment) dalam menentukan kualitas SDM dalam
pembangunan ekonomi sebuah negara.
Pendidikan merupakan suatu investasi yang berguna
bukan saja untuk perorangan atau individu saja, tetapi juga
merupakan investasi untuk masyarakat yang mana dengan
pendidikan sesungguhnya dapat memberikan suatu
kontribusi yang substansial untuk hidup yang lebih baik di
masa yang akan datang. Hal ini, secara langsung dapat
disimpulkan bahwa proses pendidikan sangat erat kaitannya
dengan suatu konsep yang disebut dengan human capital.
Kegagalan sistem pendidikan selama ini mungkin karena
gagalnya rencana awal. Rencana yang tidak
memperhitungkan aspek sosial, ekonomi, adat istiadat dan

254 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


aspek lain dalam masyarakat adalah kesalahan fatal dalam
merumuskan konsep pendidikan. Maka dari itu, untuk
mengatasi gagalnya konsep pendidikan, maka perlu
dilakukan kajian yang mendalam terhadap masalah-masalah
sosial yang berdampak terhadap pendidikan.

Penutup

Pendidikan merupakan sebuah proses pembelajaran


yang terjadi secara langsung maupun tidak langsung antar
seseorang maupun golongan, dalam ruang maupun luar
ruangan untuk menambah ilmu pengetahuan serta dalam
rangka memperdaya potensi manusia. Dalam perspektif
religi tujuan pendidikan adalah merupakan pendidikan yang
bersifat komplet yang merangkum tujuan hidup manusia
sebagai makhluk ciptaan Allah yang paripurna serta dibekali
akal.
Etika sangat besar mempengaruhi pendidikan, sebab
tujuan pendidikan itu adalah untuk mengembangkan
perilaku manusia, antara lain afeksi peserta didik. Dalam
perpektif Yuridis Pendidikan nasional berfungsi

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 255


mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Perspektif sosiokultur merupakan sebuah perspektif
yang menggambarkan perilaku dan proses mental seseorang
yang dibentuk sebagian oleh kontak sosial dan/atau
Perspekstif social ekonomi bagi tujuan pendidikan adalah:
▪ Faktor penentu kemajuan bangsa di masa depan;
▪ Salah satu bentuk investasi modal manusia (human
invesment) dalam menentukan kualitas SDM dalam
pembangunan ekonomi sebuah negara.

256 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Daftar Pustaka

A.M.Irfan Taufan Asfar dkk, 2020, Landasan Pendidikan :


Hakekat dan Tujuan Pendidikan (Implications of
Philosophical Views of People in Education),
Universitas Negri Makassar,
https://www.researchgate.net/publication/33883254
4
Ara Hidayat, 2019, Imam mahli, The Hand Book of Education
Management (Teori dan praktek pengelolaan
sekolah/madrasah Indonesia), Prenada Media Group,
Jakarta.
Abdullah Nasih Ulwan, 2017, Pendidikan Anak dalam Islam,
Insan kamil, Solo.
Asmal May, Melacak Peranan Tujuan Pendidikan dalam
Perspektif Islam, Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan
Syarif Kasim, Riau
https://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/tsaqaf
ah/article/view/2 66/369
Deni Lesmana, 2018, Kandungan Nilai dalam Tujuan
Pendidikan Nasional (core ethical values, KORDINAT
Vol. XVII No.1 April 2018
Hambali Muhammad & Mu’allim, 2020, Manajemen
Pendidikan Islam Kontenporer, IRCisoD, Yogayakarta.
Islamiyah Khoridatul, Nilai-nilai Pendidikan Islam Al Qur’an,
Universitas UIN Malang,http://etheses.uin-malang
.ac.id/5227/1/11110193.pdf
I Wayan Cong Sujana, 2019, Fungsi dan Tujuan Pendidikan
Indonesia, http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/AW

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 257


Miftahur Rohman1, Hairudin, 2018 KONSEP TUJUAN
PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF NILAI-NILAI SOSIAL
KULTURAL, Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam,
Volume 9, No. 1, P. ISSN: 20869118 E-ISSN: 2528-
2476
Satrio Budiwibowo & Sudarmiani, 2018, Manajemen
Pendidikan, Andi offset, Yogyakarta.
Suyuti Pulungan, 2019, Sejarah Pendidikan Islam , Prenada
Media Group, Jakarta.
Tim Penjaminan Mutu, 2019, Standar Mutu Sekolah Isalam
Terpadu, Jaringan Sekolah Islam Terpadu Indonesia,
Jakarta.

258 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Biografi Penulis

Chaerunnisa. Lahir di Sorong pada 7


Agustus 1971, putra perkedua dari bapak
Hamma Dago dan Ibu Sitti Asseng yang
Keduanya berprofesi sebagai Guru.
Pendidikan SD ia tempuh di SD Negeri
Mangkura Makassar lulus tahun 1983
kemudian melanjutkan pendidikan di
Pesantren IMMIM Pangkep Sulawesi
Selatan lulus pada tahun 1986
melengkapi perjalanan pendidikannya Sekolah Menengah
Analis Kimia Makassar hingga tahun 1991. Dan pada tahun
2003 menyelesaikan pendikan S1 jurusan Agrobisnis Fakultas
Pertanian UNISMA Bekasi, kemudian melanjutkan pendidik
S2 Jurusan Akuntansi pada Universits YAI Jakarta Lulus pada
tahun 2007. Sejak tahun 2005 hingga saat ini beraktifitas
pada lembaga pendidikan SIT Fitrah Hannih Bekasi dan pada
tahun 2020 menempuh Pendidikab S3 dan tercatat sebagai
mahasiswi jurusan Manajeman pada Sekolah Tinggi
Pascaarjana UPI Bandung.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 259


Chapter 8

Situasi Pendidikan Dalam


Ranah Lingkungan
Pendidikan, Kajian Empirik
Tentang Pendidikan Dalam
Latar Peristiwa
-Munawaroh-

Pendahuluan

Pandemic covid 19 telah meluluh lantahkan dunia


tidak hanya social ekonomi namun diseluruh sector termasuk
dunia Pendidikan yang terimbas olehnya, meskipun e-
learning telah lebih dulu dikenal oleh dunia namun masih
sangat terbatas khususnya di Indonesia, hanya bagian yang
sangat kecil saja yang sudah mengenal dan melakukan e-
learning. Sehingga Ketika situasi memaksa semua dilakukan
secara daring demi Kesehatan, keselamatan yang harus
diutamakan maka praktis membuat seluruh lapisan

260 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


masyarakat dipaksa untuk melakukan hal tersebut,
khususnya didunia Pendidikan yang dilakukan 100% daring.
Namun begitu tidak lah mudah terutama untuk sekolah atau
perguruan tinggi di daerah, tidak hanya terkendala oleh
kemampuan SDM yang masih kurang melek teknologi
namun juga terkendala jaringan yang harusnya didukung
penuh oleh pemerintah, selain masalah utama jaringan
internet juga terdapat banyak persoalan seperti perangkat.
Globalisasi menyebabkan perkembangan zaman
perkembangan teknologi yang juga berdampak pada dunia
Pendidikan, perkembangan teknologi yang semakin pesat
mempengaruhi pola pikir dan perilaku masyarakat. Terjadi
revolusi dan evolsi dilapisan masyrakat dimana revolusi
terjadi pada masyarakat tradisional sementara evolusi pada
masyarakat modern. Masyarakat modern yaitu masyarakat
perkotaan dan masyarakat tradisional adalah masyarakat
pedesaan.
Pendidikan merupakan produk dari masyarakat, jika
kita sadari makna pendidikan sebagai sebuah proses
transmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan
dan aspek - aspek kelakuan lainnya dari generasi satu ke

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 261


generasi berikutnya, maka seluruh upaya tersebut sudah
dilakukan sepenuhnya oleh kekuatan-kekuatan masyarakat.
Hampir segala sesuatu yang kita pelajari merupakan
hasil hubungan kita dengan orang lain baik di rumah,
sekolah, tempat permainan, pekerjaan dan sebagainya. Wajar
pula apabila segala sesuatu yang kita ketahui adalah hasil
hubungan timbal balik yang ternyata sudah sedemikian rupa
dibentuk oleh masyarakat kita.
Bagi masyarakat sendiri hakikat pendidikan sangat
bermanfaat untuk kelangsungan dan proses kemajuan
hidupnya. Agar masyarakat itu dapat melanjutkan
eksistensinya, maka kepada generasi selanjutnya harus
diteruskan nilai-nilai, pengetahuan, keterampilan dan bentuk
tata perilaku lainnya yang diharapkan akan dimiliki oleh
setiap anggota. Setiap masyarakat berupaya meneruskan
kebudayaannya dengan proses adaptasi tertentu sesuai
corak masing-masing periode jaman kepada generasi muda
melalui pendidikan, secara khusus melalui interaksi sosial.
Dengan demikian pendidikan dapat diartikan sebagai
proses internalisasi keluarga. Dalam pengertian tersebut,
pendidikan sudah dimulai semenjak seorang individu

262 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


pertama kali berinteraksi dengan lingkungan eksternal di luar
dirinya, yakni keluarga. Seorang bayi yang baru lahir
tentunya hidup dalam keadaan yang tidak berdaya sama
sekali. Menyadari hal demikian sang ibu berupaya
memberikan segala bentuk curahan kasih sayang dan buaian
cinta kasih melalui air susunya, perawatan yang lembut serta
gendongan yang begitu mesra kepada si bayi. Begitulah
proses tersebut berlangsung selama si bayi masih tetap
memerlukan pertolongan intensif dari manusia lain. Sampai
pada umur lima tahun bayi itu tumbuh dan berkembang
dengan sehat di dalam mahligai cinta kasih perpaduan
sepasang manusia yang menjadi orang tuanya.
Bila kita pahami selain anggota keluarga baru itu
belajar mengetahui, mempelajari serta melakukan berbagai
reaksi terhadap stimulus dari dunia barunya maka bisa kita
cermati pula bahwa sang bayi juga memahami esensi nilai-
nilai kemanusiaan dari keluarganya dalam bentuk gerak
tubuh, belajar berbicara, tertawa serta semua tindak tanduk
yang menggambarkan bahwa jiwa raganya telah terpaut erat
oleh belaian kasih sayang manusia dewasa. Ilustrasi di atas

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 263


hanyalah sekelumit kecil dari siklus belajar individu di dalam
masyarakat.
Proses tersebut berlangsung pula ketika kita menjadi
manusia dewasa. Apabila kita memenuhi kewajiban sebagai
saudara laki-laki, suami atau warga negara serta menjalankan
hal-hal lain yang tertanam kuat dalam benak kesadaran kita,
itu berarti kita melakukan tugas yang sudah ditentukan
secara eksternal oleh hukum-hukum kodrat sosial (droit) dan
kebiasaan-kebiasaan yang berkembang begitu alamiah dari
lingkungan sosial. Kewajiban itu muncul bukan hasil dari
proses pemaksaan eksternal yang mekanistis melainkan
selalu diikuti oleh gejala resiprositas individu dengan
lingkungan luarnya sehingga pada tahap akhirnya
masyarakat telah menghasilkan ribuan atau bahkan jutaan
manusia yang tunduk lahir batin dengan ketentuan-
ketentuan kolektif (Abdullah dan Van der Leeden, 1986).
Dalam cerita-cerita lisan itu tersirat pula adat dan
agama, cara bekerja dan cara ber- sosialisasi yang
berkembang di masyarakatnya. Tidak mengherankan apabila
cerita yang sudah turun temurun diwariskan itu dianggap
sebagai sesuatu yang bernilai suci. Sejarah, adat istiadat,

264 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


norma-norma bahkan cara menangkap ikan atau berburu
tidak hanya dipandang sebagai hasil pekerjaan manusia
semata, tetapi memiliki makna sakral yang patut disyukuri
dengan beberapa persembahan serta upacara-upacara ritual.
Begitulah perjalanan pendidikan anak manusia telah
berlangsung organis sesuai dengan iklim sosialnya.
Sedangkan keperluan khusus untuk mendirikan sebuah
lingkungan perguruan yang mapan dimulai ketika
bangsawan-bangsawan feodal membutuhkan prajurit-
prajurit serta punggawa kerajaan yang tangguh demi
mempertahankan harta kekayaan milik sang raja.
Mereka secara khusus di didik dalam lingkungan
tersendiri agar memiliki kecakapan dan keahlian tertentu
sesuai dengan kebutuhan sistem sosial masyarakat
aristokrasi-feodal. Mereka-mereka ini menjadi ujung tombak
pelaksana kekuasaan kerajaan di hadapan ribuan rakyat
jelata yang memang dibikin bodoh.
Melihat situasi demikian, wajar apabila jaman ini
predikat golongan terdidik hanya bisa dimiliki oleh sanak
saudara sang raja serta kaum-kaum agamawan yang telah
memperkuat hegemoni kekuasaannya. Namun seiring

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 265


dengan bertambahnya umur bumi ini maka kisah pergulatan
karakter masyarakat tersebut mulai bergeser selaras dengan
kecenderungan spirit jaman yang sudah berubah.
Bagaimanapun juga penderitaan rakyat yang menjadi
bahan bakar perputaran gerigi kehidupan feodal telah
mencapai titik klimaksnya. Kekuasaan para raja yang
bersenyawa dengan kekuatan gereja secara perlahan-lahan
mulai runtuh. Dimulai dengan penentangan sejumlah
ilmuwan yang mampu membuktikan kesalahan dogma-
dogma teologis tentang hukum alam.
Selain itu, dimensi sejarah juga berbicara serupa.
Ratusan tahun silam pendidikan berjalan beriringan dengan
struktur dan kebutuhan sosial masyarakat setempat. Bagi
masyarakat sederhana yang belum mengenal tulisan maka
para pemuda memperoleh tranformasi pengetahuan lewat
media komunikasi lisan yang berbentuk dongeng, cerita-
cerita dari orang tua mereka. Selain itu, pada siang hari
pemuda-pemuda ini harus selalu sigap dan tanggap
mempelajari, mencermati dan belajar mengaplikasikan
teknik-teknik mencari nafkah yang dikembangkan oleh para

266 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


orang tua baik itu menangkap ikan, memanah, beternak,
berburu dan sebagainya (Purbakawatja dkk., 1955).
Berbagai peristiwa lain juga memiliki andil besar
dalam menentukan lahirnya semangat jaman yang semakin
konsekuen menghargai arti kebebasan, baik itu reformasi
gereja oleh Martin Luther King, revolusi sosial di beberapa
tempat yang secara simbolis telah dipresentasikan oleh
gelora heroisme revolusi Perancis pada sekitar pertengahan
abad ke-18, serta meningkatnya hasil pemikiran-pemikiran
ilmiah para ilmuwan humanis yang mampu diterjemahkan
dengan penciptaan teknik-teknik peralatan industri. Praktis
kecenderungan fakta sosial demikian secara perlahan-lahan
mampu mengubah inti kebijakan masyarakat yang
berhubungan dengan pengajaran.
Selain karena meluapnya industri-industri
manufaktur, pengaruh penerapan demokrasi, ditemukannya
beberapa wilayah baru yang bisa dieksploitasi kekayaan
alamnya serta peningkatan diferensiasi struktural maka
masyarakat Eropa Barat harus bisa menyediakan kelompok
manusia dalam jumlah massal yang memiliki kemampuan
teknis untuk menjalankan lahan-lahan pekerjaan baru yang

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 267


begitu kompleks dan cukup rumit. Oleh sebab itulah
beberapa wilayah Eropa Barat mulai menerapkan sistem
pendidikan modern yang memanfaatkan mekanisme
organisasi formal dalam mengelola proses pendidikannya.
Itulah cuplikan kecil argumentasi sederhana tentang renik-
renik karakter fungsi pendidikan di masyarakat.
Melihat alur perkembangannya maka berbagai jenis
konfigurasi pendidikan di atas sesuai dengan konsep yang
diutarakan oleh Randall Collins,1979 ( dalam Sanderson
,1993 : 489) tentang tiga tipe dasar pendidikan yang hadir di
seluruh dunia, yakni ,
1. Pertama jenis pendidikan keterampilan dan praktis,
yakni pendidikan yang dilaksanakan untuk memberikan
bekal keterampilan maupun kemampuan teknis tertentu
agar dapat diaplikasikan kepada bentuk mata
pencaharian masyarakat. Jenis pendidikan ini dominan
di dalam masyarakat yang masih sederhana baik itu
berburu dan meramu, nelayan atau juga masyarakat
agraris awal.
2. Pendidikan kelompok status, yaitu pengajaran yang
diupayakan untuk mempertahankan prestise, simbol

268 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


serta hak-hak istimewa (privilige) kelompok elit dalam
masyarakat yang memiliki pelapisan sosial. Pada
umumnya pendidikan ini dirancang bukan untuk
digunakan dalam pengertian teknis dan sering
diserahkan kepada pengetahuan dan diskusi badan-
badan pengetahuan esoterik. Pendidikan ini secara luas
telah dijumpai dalam masyarakatmasyarakat agraris dan
industri.
3. Tipe pendidikan birokratis yang diciptakan oleh
pemerintahan untuk melayani kepentingan kualifikasi
pekerjaan yang berhubungan dengan pemerintahan
serta berguna pula sebagai sarana sosiolisasi politik dari
model pemerintahan kepada masyarakat awam.
Tipe pendidikan ini pada umumnya memberi
penekanan pada ujian, syarat kehadiran, peringkat dan
derajat. Pada dasarnya ketiga jenis pendidikan di atas selalu
hadir dalam setiap masyarakat hanya saja prosentasi
penerapan salah satu karakter pendidikan berbanding searah
dengan model masyarakat yang terbentuk.
Akan tetapi tidak dapat dipungkiri pula ternyata
gelombang sejarah dunia juga menentukan model

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 269


konfigurasi masyarakat dunia secara global dan hal ini juga
memiliki pengaruh bagi iklim pendidikan.
Pengaruh modernisasi di berbagai sektor kehidupan
telah melahirkan karakter pendidikan yang hampir sama
meskipun memiliki ciri khas tertentu di tiap-tiap negara pada
akhir abad ke 20 an. Sebagaimana penuturan Tilaar (2003: 62)
bahwa dalam masyarakat yang sudah maju, proses
pendidikan sebagian dilaksanakan dalam lembaga
pendidikan yang disebut sekolah dan pendidikan dalam
lembaga-lembaga tersebut merupakan suatu kegiatan yang
lebih teratur dan terdeferensiasi. Inilah pendidikan formal
yang biasa dikenal oleh masyarakat sebagai “schooling”.
Untuk melihat latar belakang dari menyeruaknya
situasi sosial dunia pendidikan demikian, pada kesempatan
lain Randall Collins dalam karya Sanderson (1993: 429) juga
mengungkapkan analisis fungsional untuk menjelaskan
ekspansi pendidikan modern sebagai akibat dari lahirnya
kebutuhan-kebutuhan kualifikasi mahir bagi corak
masyarakat modern.
Pendidikan dilihat memiliki kontribusi positif demi
menjalankan roda perekonomian serta putaran gerigi-gerigi

270 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


mesin industri masyarakat pendukungnya. Prinsip-prinsip
tersebut antara lain yaitu,
1. Persyaratan pendidikan dari pekerjaan-pekerjaan dalam
masyarakat industri yang terus meningkat sebagai
akibat dari adanya perubahan teknologi yang memiliki
dua aspek yaitu,
a. Proporsi pekerjaan yang memerlukan keterampilan
yang rendah berkurang sementara proporsi yang
memerlukan keterampilan tinggi bertambah.
b. Pekerjaan-pekerjaan yang sama terus
meningkatkan persyaratan keterampilannya.
2. Pendidikan formal memberi latihan yang diperlukan
kepada orang-orang untuk mendapat pekerjaan yang
berketerampilan lebih tinggi.
3. Sebagai akibat dari yang disebut di atas, persyaratan
pendidikan untuk bekerja terus meningkat dan semakin
banyak orang yang dituntut untuk menghabiskan waktu
yang lebih lama di sekolah.
Dari analisis tersebut kiranya cukup jelas pemahaman
kita apabila masyarakat Indonesia semenjak
kemerdekaannya tidak pernah lepas dari kehidupan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 271


pendidikannya. Dengan upaya penerapan sekolah secara
merata bagi rakyat di seluruh penjuru tanah air dapat kita
rasakan manfaat besarnya dalam membantu menopang
ekskalasi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Baik itu wajah materiil hasil pembangunan fisik
wilayah negara kita maupun peningkatan pola pikir manusia
Indonesia yang semakin cerdas menjadi bukti kuat prestasi
pendidikan kita. Bisa disimpulkan pula bahwa alam reformasi
yang kita rasakan saat ini merupakan salah satu aspek jerih
payah kerja sekolah-sekolah di Indonesia (termasuk
perguruan tinggi) demi mencapai cita-cita rakyat Indonesia.
Dalam konteks sosial, pendidikan juga memiliki fungsi, peran
dan kiprah lain yang berkorelasi dengan kekuatan-kekuatan
kolektif yang sudah mapan.
Tidak hanya puas dalam kondisi demikian pendidikan
juga memberikan andil menterjemahkan nilai-nilai baru yang
tumbuh akibat proses pergulatan sejarah dalam wujud
emansipasi integrasi dengan sistem dan struktur sosialnya.
Sehingga dengan begitu masyarakat tidak pernah kering dari
dinamika perubahan dan evolusi sosialnya.

272 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Pendidikan adalah proses perubahan pola pikir,
apresiasi dan pembiasaan manusia agar menjadi manusia.
Sekolah merupakan salah satu kelembagaan satuan
pendidikan. Walaupun kebanyakan orang sering
mengidentikan sekolah dengan pendidikan, pendidikan
merupakan wahana perubahan peradaban manusia.
Pendidikan menjadi kunci utama keberhasilan suatu
bangsa, untuk menghantarkan kesejahteraan dan
kemakmuran masyarakatnya (Dario: 2013). Bangsa yang baik
adalah bangsa yang memperhatikan serta membangun
sistem pendidikan yang baik pula. Jika suatu negara belum
mampu mengembangkan sistem pendidikan yang baik maka
negara tersebut belum mampu mencapai kesejahteraan
yang terjadi pada negara cerdas, makmur serta sejahtera,
seperti; Jepang, Korea Selatan, Inggris, Jerman, Amerika
Serikat, Kanada, Australia dan sebagainya. Menurut
Ballantine dalam Kibtiyah (2013), menyatakan beberapa
fungsi pendidikan dalam masyarakat, yaitu: fungsi sosialisasi,
seleksi, latihan dan alokasi, inovasi dan perubahan sosial
serta fungsi pengembangan pribadi dan sosial.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 273


Pendidikan sangatlah penting demi meningkatkan
kualitas hidup masyarakat. Masyarakat yang hidup di
pedalaman tentunya berbeda kualitas pendidikannya jika
dibandingkan dengan masyarakat yang hidup di perkotaan
yang sarat dengan sarana dan prasarana pendidikan yang
memadai. Masyarakat pedalaman bisa juga disebut
masyarakat tradisional karena cenderung hidup jauh dari
pusat kota dan sering kali mengalami kendala, apalagi pada
bidang pendidikan seperti sarana dan prasarana yang minim
serta terbatasnya tenaga pendidik karena susahnya
transportasi untuk menjangkau lokasi. Pada beberapa
daerah, minat bersekolah sangatlah kurang karena dinilai
tidak menghasilkan uang. Tidak mengherankan, pada
masyarakat tradisional yang lebih mengedepankan adat
serta budaya leluhur seperti yang terjadi pada masyarakat
pedalaman, anak usia sekolah lebih diajarkan untuk berburu
atau membantu orang tua diladang. Kondisi seperti ini
sangatlah menghawatirkan dan harus menjadi perhatian
serius sehingga bisa mendapatkan solusi dalam pemecahan
masalah di atas. Untuk memahami serta menindaklanjuti
permasalahan pendidikan dalam berbagai latar peristiwa,

274 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


kita haruslah memahami karakteristik serta perbedaan
pendidikan masa lalu yang telah dilakukan oleh generasi
sebelumnya serta yang kini sedang berlangsung. Maka,
untuk lebih jelas kita haruslah bisa membedakan pendidikan
dalam berbagai tipe masyarakat, seperti pada masyarakat
tradisional, modern dan era global yang akan dikaji lebih
dalam dalam makalah ini.

Kajian Empirik Pendidikan Pada Masyarakat Tradisional

Dalam bagian ini akan diuraikan kajian empirik


pendidikan pada masyarakat tradisional yang diawali dari
konsep masyarakat tradisional meliputi:
1. Pengertian masyarakat tradisional
2. Karakteristik masyarakat tradisional
Setelah itu, menguraikan pendidikan pada masyarakat
tradisional, yang meliputi:
a. Konsep pendidikan masyarakat tradisional
b. Pola pendidikan masyarakat tradisional
c. Bentuk pendidikan masyarakat tradisiona

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 275


d. faktor-faktor yang memengaruhi pendidikan
masyarakat tradisional.
Kajian terakhir pada bagian ini membahas pendidikan
pada masyarakat tradisional di Indonesia sejak di zaman
Hindu, zaman Penyebaran Islam, zaman Kolonial, hingga Era
Kemerdekaan.

Masyarakat Tradisional
a. Pengertian Masyarakat Tradisional
Masyarakat mencakup sekelompok orang yang
berinteraksi antar sesamanya, saling tergantung dan terikat
oleh nilai dan norma yang dipatuhi bersama, serta pada
umumnya bertempat tinggal di wilayah tertentu, dan ada
kalanya mereka memiliki hubungan darah atau memiliki
kepentingan bersama (Sadulloh, 2017:205). Selanjutnya,
masyarakat dapat merupakan suatu kesatuan hidup dalam
arti luas maupun dalam arti sempit, seperti masyarakat
bangsa ataupun kesatuan kelompok kekerabatan di suatu
desa, dalam suatu marga.
Kata tradisional berasal dari kata tradisi, akar katanya
berasal dari Bahasa Inggris traditio (meneruskan), atau dari

276 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


bahasa latinnya traditium (yang memiliki makna transmitted),
yaitu warisan sesuatu oleh generasi sebelumnya ke generasi
berikutnya. Tradisi merupakan bentuk kata benda. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, tradisi berarti adat kebiasaan
turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan
dalam masyarakat. Unsur yang paling menonjol dari tradisi
adalah bahwa ia diciptakan melalui tindakan dan perilaku
setiap orang, yang diwariskan dari satu generasi ke genarasi
berikutnya. Warisan itu berupa materi (kebendaan), tingkah
laku, norma dan nilai-nilai, harapan dan cita-cita. Dalam
wujud yang kongkret warisan itu tampak dalam seni,
kepercayaan dan agama, seni tari, serta monumen-
monumen bersejarah.
Definisi masyarakat tradisional dapat diartikan
sebagai masyarakat yang masih banyak dikuasai oleh adat
istiadat lama. Adat istiadat adalah suatu aturan yang sudah
mantap dan mencakup segala konsepsi sistem budaya yang
mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam
kehidupan sosialnya. Tradisi merupakan roh dari sebuah
kebudayaan. Tanpa tradisi tidak mungkin suatu kebudayaan
akan hidup dan langgeng.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 277


Masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang
memelihara, menjaga, dan mempertahankan tradisi, adat-
istiadat, sistem nilai, sistem norma, dan bahkan sistem
kebudayaan yang diwariskan oleh generasi pendahulunya
(Jamaludin, 2015:300). Jamaludin juga menjelaskan ditinjau
dari letak pemukimannya, masyarakat tradisional pada
umumnya terdapat di pedesaan (2015:300). Masyarakat
tradisional cenderung bersahaja, yaitu relatif terhindar dari
pengaruh modernisasi, tertutup, dan padu monolitik. Padu
monolitik, yaitu seperangkat pemikiran dan nilainilai dari
suatu bidang kehidupan yang meresapi, mengatur,
menguasai, dan menyatukan semua bidang kebudayaan
yang ada. Dalam masyarakat tradisional, interpretasi dan
pandangan serta nilai-nilai dari bidang aliran kepercayaan
(yang animistis) meresapi, menjelujuri, dan mengontrol
seluruh kegiatan pengalaman dan pengetahuan yang ada.
Masyarakat tradisional yang sangat teguh
memegang adat istiadat disebut komunitas adat terpencil,
yang artinya kelompok sosial budaya yang bersifat lokal dan
terpencar kurang terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik
sosial, ekonomi maupun politik (Jamaludin, 2015:301).

278 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Mereka sebagai masyarakat yang bertempat tinggal tersebar
di beberapa tempat sehingga sulit untuk dijangkau oleh
berbagai pelayanan. Akibatnya, secara sosial, mereka
terbatas berinteraksi dengan masyarakat lainnya, sehingga
terisolasi oleh alam. Meskipun demikian, ada pula
masyarakat tidak terisolasi oleh alam, yaitu budaya mereka
yang memiliki tradisi kuat, sehingga secara sengaja
memisahkan diri dari kehidupan masyarakat lain yang berada
di sekitarnya, sehingga mereka tidak terisolasi oleh alam,
melainkan berusaha agar kehidupan. Budaya mereka pun
dianggap tidak banyak dipengaruhi oleh kehidupan
masyarakat lain dapat merusak tatanan hidup mereka.
Menurut kamus Sosiologi dan Kependudukan oleh
Hartini dan G. Kartasapoetra, rnasyarakat tradisional adalah
suatu bentuk persekutuan abadi antara manusia dan
institusinya dalam wilayah setempat, yaitu tempat mereka
tinggal dirumah-rumah pertanian yang tersebar dan di
kampung yang biasanya menjadi pusat kegiatan bersama.
Pada umumnya yang dimaksud dengan masyarakat
tradisional adalah masyarakat pedesaan atau masyarakat
pertanian.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 279


Masyarakat tradisional hidup di daerah pedesaan
yang secara geografis terletak di pedalaman yang jauh dari
keramaian kota. Masyarakat ini dapat juga disebut
masyarakat pedesaan atau masyarakat desa. Masyarakat
desa adalah sekelompok orang yang hidup bersama, bekerja
sama, dan berhubungan erat secara tahan lama, dengan
sifat-sifat yang hampir seragam.
Masyarakat tradisional ini di antaranya adalah
masyarakat zaman dahulu, masyarakat pedesaan (termasuk
di dalamnya masyarakat primitif, adat, dan
pedalaman/masyarakat 3T), dan masyarakat kota yang tidak
memiliki orientasi budaya peradaban masa kini. Masyarakat
zaman dahulu adalah masyarakat yang hidup pada masa
kerajaan.
Berikut ini beberapa gambar yang menunjukkan
masyarakat tradisional yang ada di Indonesia.

280 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Gambar 1 Perjalanan Sekolah

Gamabar 2 Proses Pembelajaran sekolah Masyarkat


Tradisional

Gambar 3 Masyarakat Tradisional

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 281


Gambar 4 Masyarakat Tradisional

Gambar 5 Masyarakat Tradisional (pedalaman)

b. Karakteristik Masyarakat Tradisional


Masyarakat tradisional sering diartikan sebagai
masyarakat yang masih menekuni tradisitradisi lama dan
kuatnya pengaruh dari sistem adat istiadat. Di dalam

282 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


kehidupan sehari-hari masyarakat tradisional masih meyakini
tata cara kehidupan nenek moyang yang harus dijalankan.
Kebanyakan dari mereka tidak memperhatikan dunia luar.
dengan kata lain, masyarakat tradisional yang teguh dengan
adat istiadatnya akan memiliki sikap kurang sosialisasi.
Dalam hal ini, dapat pula disebabkan oleh faktor dari
masyarakat agar budaya tradisional setempat tidak
bercampur (akulturasi) atau mengalami kepunahan.
Adapun ciri masyarakat tradisional menurut
Jamaludin (2015:305), ditandai dengan adanya hal-hal
berikut.
1. Ikatan perasaan yang erat dalam bentuk kasih
sayang, kesetiaan, dan kemesraan dalam melakukan
interaksi sosial yang diwujudkan dalam bentuk saling
menolong tanpa pamrih.
2. Orientasi yang bersifat kebersamaan (kolektivitas)
sehingga jarang terdapat perbedaan pendapat.
3. Partikularisme, yaitu berkaitan dengan perasaan
subjektif dan perasaan kebersamaan. Dengan
demikian, dalam masyarakat pedesaan terdapat
ukuran (standar) nilai yang bersifat subjektif, yang

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 283


didasarkan pada sikap senang atau tidak senang, baik
atau tidak baik, pantas atau tidak pantas, diterima
atau tidak diterima, dan sebagainya.
4. Askripsi yang berkaitan dengan suatu sifat khusus
tidak diperoleh secara sengaja, tetapi diperoleh
berdasarkan kebiasaan atau bahkan karena suatu
keharusan. Itulah sebabnya, masyarakat pedesaan
sulit berubah, cenderung bersifat tradisional dan
konservatif, yang disebabkan oleh adanya sikap
menerima segala sesuatu sebagaimana apa adanya.
5. Ketidakjelasan (diffuseness) terutama dalam hal
hubungan antarpribadi sehingga masyarakat
pedesaan sering menggunakan bahasa secara tidak
langsung dalam menyampaikan suatu maksud.
Ciri lain secara spesifik kaitannya dengan masyarakat
tradisional seperti masyarakat adat terpencil adalah sebagai
berikut.
1. Berbentuk komunitas kecil, tertutup, dan homogen.
Komunitas adat terpencil umumnya hidup dalam
kelompok kecil dengan tingkat komunikasi yang

284 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


terbatas dengan pihak luar. Serta hidup dalam
kesatuan suku yang sama dan bersifat tertutup.
2. Pranata sosial bertumpu pada hubungan
kekerabatan. Pranata sosial yang ada dan
berkembang dalam kehidupan masyarakat adat
terpencil pada umumnya bertumpu pada hubungan
kekerabatan, yang kegiatan sehari-harinya masih
didasarkan pada hubungan ikatan tali darah dan
perkawinan. Pranata sosial tersebut meliputi pranata
ekonomi, kesehatan, hukum, agama dan
kepercayaan, politik, pendidikan, pranata ilmu
pengetahuan, pranata ruang waktu, hubungan sosial,
kekerabatan, dan sistem organisasi sosial.
3. Hidup terpencil secara geografis dan sulit dijangkau.
Secara geografis, masyarakat adat terpencil
umumnya berada di daerah pedalaman, hutan,
pegunungan, perbukitan, laut, rawa, daerah pantai,
yang sulit dijangkau. Kesulitan ini diperkuat oleh
terbatasnya sarana dan prasarana transportasi, baik
ke ataupun dari wilayah masyarakat adat terpencil.
Kondisi ini memengaruhi dan menghambat upaya

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 285


pemerintah dan pihak luar dalam memberikan
pelayanan pembangunan secara efektif dan terpadu.
4. Pada umumnya masih hidup dengan sistem ekonomi
subsistem. Aktivitas kegiatan ekonomi masyarakat
adat terpencil dalam sehari-hari hanya sebatas
memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri (kebutuhan
sehari-hari).
5. Peralatan dan teknologinya sederhana. Dalam
memanfaatkan dan mengolah sumber daya alam
untuk kebutuhan hidupnya sehari-hari baik dalam
kegiatan pertanian, berburu maupun kegiatan
lainnya, masyarakat adat terpencil masih
menggunakan peralatan yang sederhana yang
diwariskan secara turun-menurun.
6. Kebergantungan pada lingkungan hidup dan sumber
daya alam setempat relatif tinggi. Kehidupan
masyarakat adat terpencil sangat menguntungkan,
baik dalam fisik, mental maupun spiritual pada
lingkungan alam seperti umumnya aktivitas
keseharian warga berorientasi pada kondisi alam atau
berbagai kejadian dan gejala alam.

286 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


7. Terbatasnya akses pelayanan sosial, ekonomi, dan
politik. Sebagai konsekuensi logis dari keterpencilan,
akses berbagai pelayanan sosial ekonomi dan politik
yang tersedia dilokasi atau sekitar lokasi tidak ada
atau sangat terbatas sehingga menyebabkan sulitnya
warga komunitas adat terpencil untuk
memperolehnya dalam rangka meningkatkan
kualitas hidupnya. (Jamaludin, 2015:306-307).
Selanjutnya, Talcott Parson mengemukakan ciri-ciri
masyarakat tradisional ke dalam enam ciri, berikut ini.
1. Masyarakat yang terikat kuat dengan tradisi
2. Masyarakatnya homogen (hampir dalam segala
aspek)
3. Sifat pelapisan sosialnya tertutup
4. Mobilitas sulit terjadi
5. Perubahan terjadi secara lambat
6. Masyarakatnya cenderung tertutup terhadap
perubahan
Menurut P. J Bouman (1980:54-58) hal yang
membedakan masyarakat tradisional dengan masyarakat
modern adalah ketergantungan masyarakat terhadap

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 287


lingkungan alam sekitarnya. Faktor ketergantungan
masyarakat tradisional terhadap alam ditandai dengan
proses penyesuaian terhadap lingkungan alam. Oleh karena
itu, masyarakat tradisional mempunyai karakteristik tertentu
yang menjadi ciri pembeda dari masyarakat modern. Adapun
karakteristik pada masyarakat tradisional di antaranya:
1. Orientasi terhadap nilai kepercayaan kebiasaan dan
hukum alam tercermin dalam pola berpikirnya.
2. Kegiatan ekonomi masyarakat bertumpu pada sektor
agrarisasilitas pendidikan dan tingkat pendidikan
rendah
3. Cenderung tergolong dalam masyarakat agraris dan
pada kehidupannya tergantung pada alam sekitar
4. Ikatan kekeluargaan dan solidaritas masih kuat
5. Pola hubungan sosial berdasar kekeluargaan, akrab
dan saling mengenal
6. Kepadatan penduduk rata-rata perkilo meter masih
kecil
7. emimpin cenderung ditentukan oleh kualitas pribadi
individu dan faktor keturunan (Dannerius Sinaga,
1988: 156).

288 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Berbeda dengan karakteristik yang diungkapkan oleh
Dannerius sinaga, Soemardjan (1993: 62-68) mencirikan
masyarakat tradisional berdasarkan pandangan sosiologis.
Berikut karakteristiknya:
1. Masyarakat yang cenderung homogen
2. Adanya rasa kekeluargaan, kesetiakawanan dan rasa
percaya yang kuat antar para warga
3. Sistem sosial yang masih diwarnai dengan kesadaran
kepentingan kolektif
4. Pranata adat yang efektif untuk menghidupkan
disiplin sosial
5. Shame culture (budaya malu) sebagai pengawas
sosial langsung dari lingkungan sosial manusia, rasa
malu menganggu jiwa jika ada orang lain yang
mengetahui penyimpangan sistem nilai dalam adat-
istiadat.
1.
2. Pendidikan pada Masyarakat Tradisional
Pendidikan merupakan sebuah wadah yang
digunakan untuk mewariskan nilai-nilai luhur suatu bangsa.
Karenanya pendidikan tidak hanya berfungsi sebagai how to

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 289


know dan how to do, tetapi yang amat penting adalah how
to be. Oleh karena itu, pentingnya masalah yang berkenaan
dengan pendidikan maka perlu diatur suatu peraturan yang
baku mengenai pendidikan tersebut, yang dipayungi dalam
sistem pendidikan nasional.
Pendidikan pada masyarakat tradisional memiliki
konsep, pola, bentuk, dan faktor-faktor yang mempengaruhi
pendidikan masyarakat tradisional yang berbeda dengan
pendidikan modern. Berikut akan diuraikan satu persatu yang
menjadi ciri khas dari pendidikan pada masyarakat
tradisional. Selain itu, akan dijelaskan pula bagaimana
pendidikan tradisional yang berlaku di Indonesia sejak zaman
Hindu Buda hingga Era Kemerdekaan.
a. Konsep Pendidikan Masyarakat Tradisional
Pendidikan yang dibumbui dengan prinsip tradisonal
tidak jarang diterangai sebagai bentuk pendidikan yang
kuno. Dalam arti sempit, pendidikan dalam istilah ini disebut
sebagai pendidikan yang dikembangkan dalam sekolah
konvensional. Di dalamnya hanya terdapat guru, murid,
sistem administrasi, alat bantu atau media pembelajaran
yang baku (baca: kurang canggih). Pendidikan tradisional

290 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


(konsep lama) sangat menekankan pentingnya penguasaan
bahan pelajaran. Menurut konsep ini rasio ingatanlah yang
memegang peranan penting dalam proses belajar di sekolah.
Menurut Smith (2001:164-165), ciri-ciri umum dari
sekolah tradisional antara lain sebagai berikut.
1. Anak-anak biasanya dikirim ke sekolah dalam wilayah
geografis tertentu
2. Mereka dimasukkan ke dalam kelas yang kemudian
dibedakan berdasarkan umur
3. Adanya sistem kenaikan kelas di setiap tahun
4. Prinsip sekolah biasanya otoritarian; anak-anak
diharapkan menyesuaikan diri dengan tolak ukur dan
ketetatapan yang sudah ada
5. Guru sebagai penentu kebijakan (guru memikul
tanggung jawab pengajaran, berpegang pada
kurikulum yang sudah ditetapkan)
6. Kurikulum berpusat pada subjek-subjek akademik
7. Di dalam kelas, guru menjadi satu-satunya pelaku
pendidikan
8. Guru berbicara dan murid hanya menyimak tanpa
ikut berperan aktif

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 291


9. Promosi tergantung pada penilaian guru
10. Bahan ajar yang paling umum tertera dalam
kurikulum adalah buku-buku teks
2.
b. Pola Pendidikan Masyarakat Tradisional
Pendidikan tradisional (konsep lama) sangat
menekankan pentingnya penguasaan bahan pelajaran.
Menurut konsep ini rasio ingatanlah yang memegang
peranan penting dalam proses belajar di sekolah (Machmud,
1979:3). Pendidikan tradisional telah menjadi sistem yang
dominan di tingkat pendidikan dasar dan menengah sejak
paruh kedua abak ke-19, dan mewakili puncak pencarian
elektik atas satu sistem terbaik. Ciri utama pendidikan
tradisional seperti yang dikemukakan Vernon Smith di atas.
Lebih lanjut menurut Vernon Smith, pendidikan
tradisional didasarkan pada beberapa asumsi yang
umumnya diterima orang meski tidak disertai bukti
keandalan atau kesahihan. Umpamanya: 1) ada suatu
kumpulan pengetahuan dan keterampilan penting tertentu
yang musti dipelajari anak-anak; 2) tempat terbaik bagi
sebagian besar anak untuk mempelajari unsur-unsur ini

292 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


adalah sekolah formal, dan 3) cara terbaik supaya anak-anak
bisa belajar adalah mengelompokkan mereka dalam kelas-
kelas yang ditetapkan berdasarkan usia mereka (Vernon
Smith, dalam Paulo Freire, dkk, 1999 : 165).
Prinsip-prinsip belajar tentang bagaimana cara
belajar diterima dan dimengerti, lalu ditanamkan dalam
sistem-sistem persekolahan, diturunkan di sekolah-sekolah
yang kemudian diemban oleh guru secara perorangan. Inilah
yang dinamakan teori elektik yang menyokong pembelajaran
pendidikan tradisional.
Sementara itu, prinsip-prinsip pengajaran pendidikan
tradisional diuraikan secara rinci sebagai berikut.
a. Motivasi didasari hukuman, ganjaran atau hadiah
(punishment and reward)
b. Belajar dengan menghafal dan menyimpan informasi
tanpa bantuan catatan ditekankan dalam sistem
pendidikan tradisional
c. Lebih mementingkan aspek psikologi behavioral
tinimbang psikologi kognitif
d. Kurikulum tersembunyi (memainkan peran kunci
dalam kehidupan pelajar

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 293


e. Modus dominan dalam pengajaran adalah guru
bicara
f. Melakukan sistem pengelompokan siswa-siswi
g. Pada umumnya dalam proses pengajaran tidak ada
teori yang dirumuskan/diturunkan oleh teori tertentu
secara koheren yang membahas kegiatan belajar
dalam sistem pendidikan tradisional
h. One man show (guru menjadi satu-satunya pelaku
pendidikan)
i. Sarana belum menggunakan kecanggihan teknologi
(masih menggunakan kapur dan papan tulis)
j. Masih diberlakukannya hukuman fisik bagi murid
yang tidak taat tatanan bangku yang berurut
3.
c. Bentuk Pendidikan Masyarakat Tradisional
Bentuk pendidikan masyarakat tradisional sama
dengan bentuk pendidikan modern ada yang bersifat formal,
informal, dan nonformal. Pendidikan formal berbentuk
sekolah, pendidikan informal adalah yang diselenggarakan
oleh masyarakat, sementara pendidikan nonformal adalah
diberikan di keluarga (rumah).

294 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Kehidupan masa depan anak pada masyarakat
tradisional umum tidak jauh berbeda dengan kehidupan
orang tuanya. Pada lingkungan keluarga, pendidikan yang
diberikan oleh orang tua di rumah yaitu mengajarkan
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk
hidup, melatih dan memberi petunjuk tentang berbagai
aspek kehidupan, sampai anak menjadi dewasa dan berdiri
sendiri.
Sementara pendidikan formal masyarakat tradisional
sama dengan masyarakat modern yakni di bangku-bangku
sekolah formal mulai dari sekolah dasar, menengah, dan
perguruan tinggi. Bedanya pendidikan formal masyarakat
tradisional belum atau tidak mengikuti perubahan
kecaggihan teknologi, metode pembelajaran masih berpusat
kepada guru, sumber belajar masih bergantung pada buku
teks, sarana prasarana belum menggunakan fasilitas
kecanggihan teknologi.
Pendidikan informal pada masyarakat tradisional
dihubungkan dengan budaya dan kearifan lokal seperti
pengrajin bambu, pengrajin kain tenun dan batik tradisional,
pengrajin dengan bahanbahan alam (tumbuhan, hewan,

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 295


tanah), seperti di Irian Jaya dan masih banyak lagi. Pada
intinya bentuk pendidikan masyarakat tradisional adalah
berbasis nilai-nilai luhur adat istiadat dan budaya nenek
moyang dan tidak menggunakan kecangggihan teknologi.

d. Faktor-Faktor Pendidikan pada Masyarakat Tradisional


1) Lingkungan Sosial
a) Lingkungan Sekolah, seperti: guru, administrasi,
dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi
proses belajar seorang sisiwa.
b) Lingkungan Masyarakat, kondisi lingkungan
masyarakat tempat tinggal siswa akan
memengaruhi belajar siswa.
c) Lingkungan Keluarga, ketegangan keluarga,
sifat-sifat orang tua, letak rumah (demografi),
pengelolaan keluarga, dapat memberi dampak
terhadap aktivitas belajar siswa.
2) Lingkungan non sosial
a) Lingkungan alamiah, kondisi udara dan jarak
atau akses menuju sekolah

296 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


b) Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar
seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, dan
fasilitas belajar.
c) Materi pelajaran, harus disesuaikan dengan
perkembangan siswa, disesuaikan dengan
budaya dan nilai-nilai luhur adat istiadat, serta
metode mengajar guru.
3) Faktor internal individu, adalah faktor-faktor yang
berasal dari dalam diri individu dan dapat
memengaruhi hasil belajar individu (kondisi fisik dan
fungsi fisiologi (panca indera) serta kondisi psikologis
(motivasi, minat, sikap dan bakat).

3. Pendidikan Masyarakat Tradisional di Indonesia


Sejarah pendidikan masyarakat tradisional di
Indonesia dimulai pada masa kerajaan, zaman Penyebaran
Islam, zaman Kolonial Belanda, zaman kedudukan Jepang,
dan di Era Kemerdekaan. Gambaran umum perkembangan
pendidikan tradisional dari masa ke masa di Indonesia akan
dipaparkan sebagai berikut.
a. Pendidikan di Zaman Hindu (Masa Kerajaan)

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 297


Pada zaman ini, disebut juga masa kerajaan atau
zaman dahulu. Masa ini, mulai berkembangnya feodalisme di
masyarakat. Ditemukan tulisan tertua (tulisan palawa bahasa
sansekerta). Telah berkembang pendidikan informal (dalam
bentuk perguruan/padepokan dan pesantren (masa Kerajaan
Tarumanegara, Kutai). Pendidik berasal dari kaum
brahmana, guru, dan pendhita. Pendidikan bersifat
aristokratis (masih terbatas) hanya untuk minoritas yaitu
anak-anak kasta brahmana dan ksatria. Tujuan pendidikan
agar menjadi penganut agama yang taat, mampu hidup
bermasyarakat, mampu membela diri dan membela Negara.

b. Pendidikan di Zaman Penyebaran Islam


Pada abad 14 mulai masuknya walisongo, dan mulai
berdiri kerajaan islam di Indonesia. Tujuan pendidikan untuk
menghasilkan manusia yang bertakwa kepad Allah Swt.
Pendidikan berlangsung dalam keluarga dan lembaga-
lembaga pendidikan seperti padepokan, langgar-langgar,
masjid, madrasah, dan pesantren.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam
tradisional bertujuan membentuk manusia muslim yang baik

298 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


dan sholeh. Oleh karena itu, lembaga pendidikan Islam ini
berusaha untuk mewujudkan suasana yang melingkunginya
dalam pesantren. Pada mulanya, pendidikan pesantren
sangat kental dengan corak tradional-religius. Walau setiap
pesantren memiliki metode yang berbeda, namun secara
esensial kesemuanya memiliki pondasi dan prinsip yang
sama. Pendidikan secara egaliter dengan mengedepankan
sikap lemah-lembut juga dicontohkan oleh Rasulullah.

Gambar 6 Pendidikan Pesantren

c. Pendidikan di Zaman Kolonial


Setelah Belanda memperkenalkan sistem
persekolahan di Indonesia, lembaga pendidikan tersebar di
seluruh pelosok tanah air. Berbagai macam corak sekolah
didirikan.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 299


Tokoh agama ikut merintis sekolah yang bercorak
keagamaan sesuai dengan agama masingmasing. Pada
zaman ini, pendidikan dibedakan menjadi dua (dualisme),
yaitu pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah
Kolonial Belanda sesuai kepentingan penjajahan dan
pendidikan yang dilaksanakan oleh kaum pergerakan
sebagai sarana perjuangan demi mencapai kemerekaan. Ciri-
ciri pendidikan zaman ini: 1) minimnya partisipasi bagi rakyat
hanya untuk bangsa Belanda dan putera golongan priyayi, 2)
pendidikan bertujuan untuk menghasilkan tenaga kerja
murah atau pegawai rendahan, dan 3) pendidikan
pergerakan melahirkan berdirinya sekolah sentral
Kweekschool di Solo (Budi Utomo pada tahun 1908),
Muhammadiyah (K.H. Ahmad Dahlan pada tahun 1912)
sekolah yang bercorak keagamaan yang tersebar di seluruh
pelosok tanah air, lembaga pendidikan bercorak organisasi
pemuda Tri Koro Dharmo pada tahun 1915 yang diketuai
Satiman Wirjosandjojo (bertujuan untuk menyatukan siswa
asli, menumbuhkan minat dalam seni dan bahasa nasional,
dan mempromosikan pengetahuan umum bagi para
anggotanya hingga pada tahun 1928 terwujudnya sumpah

300 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


pemuda, sekolah yang bercorak kebangsaan yang cukup
popular dan menjadi dua “aliran” pokok pendidikan di
Indonesia yakni Perguruan Kebangsaan Taman Siswa (Ki
Hajar Dewantara pada tahun 1922) di Yogyakarta
(berkembang menjadi yayasan yang di dalamnya mencakup
Taman Indira/TK, Kursus Guru, Taman Muda (SD), Taman
Dewasa, Taman Madya, Prasarjana, dan Sarjana Wiyata) dan
Ruang Pendidik INS Kayutanam di Sumatera (Indonesisch
Nederland School) tahun 1926 oleh Muhamad Safei.

Gambar 7 Pendidikan Masa Kolonial

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 301


Gambar 8 Pendidikan Sekolah Taman Siswa Masa Kolonial

d. Zaman Kedudukan Jepang


Masa ini, bangsa Indonesia berada pada kekuasaan
pendudukan militerisme yang berimplikasi pada tujuan dan
isi pendidikan diarahkan demi kepentingan perang Asia
Timur Raya, hilangnya sistem dualisme dalam prndidikan
dengan berdirinya Sekolah Rakyat, sekolah menengah,
sekolah menengah tinggi, dan perguruan tinggi, sistem
pendidikan lebih merakyat.

302 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Gambar 9 Sekolah Rakyat

Gambar 10 Sekolah Rakyat

e. Pendidikan di Era Kemerdekaan Hingga Sekarang


Setelah Indonesia merdeka pendiidkan di Indonesia
semakin berkembang. Mulai diberlakukannya kurikulum ,
kurikulum pertama yakni kurikulum 1947 sehingga nama
kurikulumnya masih menggunakan nama Belanda “leer plan”

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 303


atau “rencana pelajaran”. Pendidikan pada masa-masa awal
kemerdekaan berada di bawah kendali Suryadi Suryaningrat
yang menjabat sebagai Menteri Pengajaran. Pendidikan
Indonesia tahun 1947 masih dipengaruhi oleh system
pendidikan Kolonial Belanda dan Jepang. Ciri utama pada
kurikulum ini menekankan pada pembentukan karakter
manusia Indonesia yang merdeka, berdaulat, dan sejajar
dengan bangsa lain di dunia.
Bentuk-bentuk pendidikan yang masih
mempertahankan prinsip tradisional di Era
pascakemerdekaan di antaranya sekolah-sekolah yang
berada di pedesaan, pedalaman, dan tempat terpencil.
Sekolah-sekolah yang masih menggunakan metode
berpusat pada guru, sekolah-sekolah yang belum
memanfaatkan kecanggihan teknologi (masih menggunakan
kapur dan papan tulis), atau sekolah-sekolah di perkotaan
tetapi tidak memiliki orientasi budaya peradaban masa kini,
sekolah kampong dan sokola rimba (jungle school) yang
dipelopori oleh Butet Manurung untuk orang pedalaman,
pesantren-pesantren tradisional (pesantren berbasis salafi)
Ponpes Tebu Ireng, Pesantren Nurul Hidayah di Bogor,

304 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Ponpes Sidogiri, Ponpes Jamsaren, Ponpes Buntet, Ponpes
Miftahul Huda, Ponpes Darul Ulum Banyuanyar.

Gambar 11 Proses Pendidikan di Pedalaman

Gambar 12 Potret Pendidikan di Daerah 3T

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 305


Gambar 13 Sokola Rimba (Jungle School)

Gambar 14 Pendidikan Pesantren Tradisional

Gambar 15 Kampung Adat Cireundeu

306 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Gambar 16 Guru melakukan hukuman fisik (Masyarakat
Kota masih tradisional).

Kajian Empirik Pendidikan Pada Masyarakat Modern

Masyarakat Modern
a. Pengertian Masyarakat Modern
Pengertian masyarakat modern sangatlah relatif,
terlebih jika ditinjau dari perubahan zaman dari masa ke
masa. Namun hakikatnya, masyarakat modern adalah
masyarakat yang sebagian besar warganya mempunyai
orientasi nilai budaya yang terarah ke kehidupan dalam
peradaban masa kini. Konsep “masa kini” inilah yang
kemudian membawa definisi operasional masyarakat
modern menjadi berbeda. Masyarakat modern juga diartikan
sebagai masyarakat yang menempatkan mesin dan teknologi
pada posisi yang sangat penting dalam kehidupannya

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 307


sehingga mempengaruhi ritme kehidupan dan norma-
norma. Masyarakat modern merupakan masyarakat yang
sebagian besar warganya mempunyai orientasi nilai budaya
yang terarah ke kehidupan dalam peradaban dunia masa
kini.
Masyarakat modern relatif bebas dari kekuasaan
adat-istiadat lama karena mengalami perubahan dalam
perkembangan zaman dewasa ini. Berlawanan dengan
masyarakat tradisional, perubahan-perubahan itu terjadi
sebagai akibat masuknya pengaruh kebudayaan dari luar
yang membawa kemajuan terutama dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Dalam masyarakat modern segala sesuatu
diusahakan atau dikerjakan dengan sungguhsungguh serta
rasional sehingga menyebabkan selalu timbul pertanyaan
dalam masyarakat apakah kegunaan sesuatu bagi usaha
menguasai lingkungan sekitarnya. Akibat dari kehidupan
tersebut, maka akan timbul sikap dalam masyarakat modern,
di antaranya:
1. Terlalu percaya dengan peralatan dan teknik yang
berjalan secara mekanis sebagai satu hasil pemikiran

308 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


manusia (Ilmu pengetahuan). Dalam hal ini masyarakat
tergolong dalam paham positivisme.
2. Berbuat dan bertindak sesuai dengan rencana yang
terperinci sehingga tidak jarang manusia dikendalikan
oleh rencana yang disusunnya
3. Timbul rasa kehilangan orientasi dan jati diri yang dapat
melemahkan kehidupan bathin dan keagamaan. Yang
paling fundamental dalam masyarakat modern adalah
kepercayaan akan kemajuan ilmu pengetahuan. Bagi
mereka, masa depan bersifat terbuka. Mereka percaya
bahwa kondisi kemanusiaan, fisik, spiritual dapat
diperbaiki dengan penggunaan sain dan teknologi.
Beberapa akibat dari kehidupan masyarakat modern
adalah mereka terasing secara kehidupan sosial yang
disebabkan oleh pertumbuhan urbanisme yang
mendorong mobilitas dan melemahkan ikatan-ikatan
kekeluargaan.

Modernisme dalam masyarakat Barat mengandung


arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah
paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama, dan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 309


sebagainya, untuk disesuaikan dengan suasana baru yang
ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern (Nasution, 1975, hlm. 3). Modernisasi juga dikenal
dengan istilah reformasi, yang berarti perubahan terhadap
suatu sistem yang telah ada pada suatu masa (Wikipedia,
2013). Dalam bahasa Indonesia telah selalu dipakai kata
modern, modernisasi dan modernisme, seperti yang terdapat
umpamanya dalam “aliran-aliran modern dalam Islam” dan
“Islam dan modernisasi” (Tabrani. ZA, 2013: 66).
Istilah modern atau modernisasi menunjukkan pada
sesuatu yang baru atau perubahanperubahan yang terjadi
pada pola dan tatanan kehidupan manusia. Istilah ini muncul
dari masyarakat barat yang mengandung arti pikiran, aliran,
gerakan, dan usaha mengubah pahampaham adat-istiadat,
institusi lama, dan sebagainya, untuk disesuaikan dengan
suasana baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi modern. Tujuan utama kemunculan
modernisasi adalah menyesuaikan ajaran-ajaran yang
terdapat dalam agama Katolik dan Protestan dengan ilmu
pengetahuan modern. Dari modern inilah, di Barat muncul
sekularisme (Ghazali, 2005, hlm. 183).

310 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Nurcholis Madjid berpendapat bahwa masyarakat
modern harus memiliki sifat-sifat yang dimiliki oleh
masyarakat madani. Dalam hal ini ditentukan oleh sejauh
mana kualitas civility (kualitas etik ) tersebut dimiliki
warganya. Civility mengandung makna yang berati toleransi,
yang berarti kesediaan pribadi-pribadi untuk menerima
berbagai macam pandangan politik dan tingkah laku sosial,
juga kesediaan untuk menerima pandangan bahwa tidak
selalu ada jawaban yang benar atas suatu masalah.
Sementara itu. Cornelis Lay ( 2004 ) melihat substansi
masyarakat madani mengacu pada pluralitas bentuk dari
kelompok, dan sekaligus sebagai raut-raut dari pendapar
umum dan komunikasi yang independen. Ia adalah agen,
sekaligus hasil dari transformasi sosial.
Para pengamat atau pemikir juga mengungkapkan
beberapa kecenderungan masyarakat modern yang sudah
dan sedang terjadi di negara-negara maju di Eropa dan
Amerika. Pertama, kecenderungan sosial yang ditandai
dengan:
1. Adanya saling ketergantungan secara nasional dan
global (Benjamin, 1989). Adanya saling

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 311


ketergantungan antara multietnik dan multicultural.
Juga adanya saling keterkaitan antar system yang
kompleks, baik yang dibuat manusia, contohya
pembangkit tenaga nuklir dan Negara, atau yang
diciptakan alam (biosfer). Akibatnya bumi kita
menjadi seperti menyusut besarnya. Sebagai contoh,
kemajuan di bidang komunikasi, mikro elektronik,
dan transportasi menjadikan masyarakat secara fisik
sangat mudah dan menyenangkan untuk melakuakn
perjalanan seputar bumi. Capra, dalam Benjamin
1989, menulis : “ Kita hidup dalam dunia yang secara
global saling berhubungan, dalam masa fenomena
biologis, psikologis, sosial dan lingkungan semuanya
saling bergantungan.”
2. Meningkatnya hubungan dalam derap langkah dan
kompleksitas (Benjamin 1989). Penyebab pertama
perubahan ini adalah teknologi Brown (1979, hlm. 3)
menuliskan : “Kalau kita dapat membuat indeks untuk
mengukur perubahan itu, kita mungkin
berkesimpulan bahwa tiga decade yang akan
membawa kita paling sedikit sama nilainya dengan

312 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


dua abad perubahan sebagaimana diukur dalam
besaran-besaran historis.” Sejarawan Sclesinger
(1986, hlm. 20) menambahkan bahwa “kenaikan
kumulatif dalam laju perubahan ini merupakan factor
yang menentukan dalam membentuk dunia yang
modern.”
3. “Waktu paruh yang sangat singkat” dari pengetahuan
(Alley 1985). Dalam suatu perubahan waktu yang
digerakkan oleh teknologi baru dan penemuan–
penemuan di bidang sains, pengetahuan itu sendiri
mengalami restrukturasi yang sangat cepat. Jumlah
pengetahuan berkembang secara geometris dan tak
seorangpun yang dapa mengikutinya. Selama abad
ke 20 ini pengetahuan yang tersedia di dunia ini
selalu berlipat ganda (Kirschenbaum dan Simon 1974;
Cornish 1988).
Kedua, kecenderungan ekonomi yang ditandai
dengan:
1. Pergeseran ke ekonomi yang didasarkan pada
informasi dan pelayanan (Benjamin 1989). Ekonomi
Amerika Serikat misalnya sedang dan sudah

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 313


mengalami suatu pergeseran dari industry
manufaktur yang sudah lama berdiri ke arah industry
yang didasarkan pada pelayanan, informasi, dan
teknologi tinggi (Meierhenry 1989).
2. Pengaruh dari teknologi tinggi. Dalam jangka pendek
akan berlaku aturan ekonomi “micro bioelectronics”
(Shane 1987). Pengamat lain menekankan makin
pentingnya biogenetik, fisika, robotik,
telekomunikasi, mikroelektronik, ruang angkasa dan
kelautan (Toffler 1980; Pulliam 1980). Tetapi,
walaupun banyak masyarakat akan mempergunakan
teknologi di masa depan, hanya persentase yang
relative masih kecil saja dari jumlah total angkatan
kerja yang membutuhkan tenaga dengan
pengetahuan teknologi yang canggih (forbes 1984).
Sayangnya, teknologi tinggi menerima publikasi yang
sangat tinggi
3. Kebutuhan untuk lebih sering mengganti pekerjaan.
Pengamat masa depan memperkirakan berbagai
sector ekonomi akan gampang bergolak tak
terkendali pada saat para pekerja akan diberhentikan.

314 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Disaat laju perkembangan teknologi meningkat
segala kecepatannya segala macam industry akan
lahir, berkembang ke kedewasaan, dan mati lagi
dalam jangka waktu satu decade saja. Dalam
lingkungan yang demikian, para pekerja lebih jadi
menyadari bahwa sangat perlu berpindah dari satu
pekerjaan ke pekerjaan yang lainnya sampai
sebanyak empat atau lima kali dlam kurun waktu
masa kerja mereka (Gay 1981; Shane 1987; Toffler
1980; Cornish 1986).
Ketiga, kecenderungan struktur keluarga yang
ditandai dengan:
1. Makin bersar persentase wanita yang mingisi
lowongan pekerjaan. Di Amerika Serikat misalnya, 50
juta wanita mengisi lowongan pekerjaan yang ada,
hamper 53% dari mereka yang berusia diatas 16
tahun mampu untuk bekerja, dan menempati 49%
dari umlah lowongan pekerjaan total. Di masa depan
laju perkembangan jumlah wanita yang akan masuk
ke pasaran tenaga kerja akan sama cepatnya

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 315


dibandingkan dengan kelompok tenaga kerja yang
lainnya.
2. Makin banyaknya jumlah keluarga dengan satu
orangtua (single parents families). Banyak factor yang
berperan meningkatnya jumlah keluarga dengan satu
orang tua, tetapi perceraian mungkin merupakan
factor yang paling tampak walaupun bukan factor
yang paling penting yang mempengaruhi pergeseran
ini. Di Amerika satu diantara tujuh anak dibesarkan
dalam keluarga dengan satu orangtua dan
perbandingan itu meningkat menjadi satu diantara
empat anak di daerah perkotaan (Toffler 1980).
Keempat, kecenderungan demografi yang ditandai
dengan:
1. Makin meningkatnya usia rata-rata penduduk suatu
Negara dan meningkatnya jumlah populasi
penduduk berusia diatas 65 tahun
2. Makin tersebar dan bercampurnya kelompok-
kelompok etnis sehingga baatas kelompok mayoritas
dan kelompok minoritas makin kabur.

316 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Pendapat-pendapat tersebut menunjukkan harapan
dan kekhawatiran masyarakat sekarang terhadap perubahan
dan kecenderungan yang sedang dan akan terjadi terhadap
nilaai-nilai dan pandangan hidup masyarakat yang sedang
berubah kea lam teknologi dan kemajuan. Perubahan-
perubahan tersebut tentunya akan mempengaruhi nilai-nilai
dan pengetahuan yang akan diberikan lewat jenjang
pendidikan formal dan nonformal. Ada yang bersikap sangat
hati-hati, tetapi ada juga yang bersikap optimis, bahkan
terlalu optimis.

b. Karakteristik Masyarakat Modern


Menurut Parson dalam Pambudi (2011), masyarakat
modern bisa dilihat dari ciri-ciri, yakni modern cenderung
bersikap netral bahkan menuju sikap tidak memperhatikan
atau tidak peduli dan juga lebih mementingkan diri sendiri.
Masyarakat modern pula suka mengejar prestasi, serta
cenderung berterus terang dalam mengungkapkan segala
sesuatu.
Dalam mencapai kemajuan itu masyarakat modern
berusaha agar mereka mempunyai pendidikan yang cukup

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 317


tinggi dan berusaha agar mereka selalu mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan
di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi seimbang
dengan kemajuan di bidang lainnya seperti ekonomi, politik,
hukum, dan sebagainya. Bagi negaranegara sedang
berkembang seperti halnya Indonesia. Pada umumnya
masyarakat modern ini disebut juga masyarakat perkotaan
atau masyarakat kota. Pengertian kota secara sosiologi
terletak pada sifat dan ciri kehidupannya dan bukan
ditentukan oleh menetapnya sejumlah penduduk di suatu
wilayah perkotaan. Dari pengertian di atas, dapat diartikan
bahwa tidak semua warga masyarakat kota dapat disebut
masyarakat modern, sebab banyak orang kota yang tidak
mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke kehidupan
peradaban dunia masa kini, misalnya gelandangan atau
orang yang tidak jelas pekerjaan dan tempat tinggal.
Arum (2012) mengemukakan bahwa masyarakat
modern dewasa ini yang ditandai dengan munculnya pasca
industri (postindustrial society) seprti dikatakan Daniel Bell,
atau masyarakat informasi (information society) sebagai
tahapan ketiga dari perkembangan perdaban seperti

318 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


dikatakan oleh Alvin Tofler, tak pelak lagi telah menjadikan
kehidupan manusia secara teknologis memperoleh banyak
kemudahan. Tetapi juga masyarakat modern menjumpai
banyak paradoks dalam kehidupannya. Dalam bidang
revolusi informasi, sebagaimana dikemukakan Donald
Michael, juga terjadi ironi besara. Semakin banyak informasi
dan semakin banyak pengetahuan mestinya makin besara
kemampuan melakukan pengendalian umum. Tetapi yang
terjadi justru sebaliknya, semakin banyak informasi telah
menyebabkan semakin disadari bahwa segala sesuatunya
tidak terkendali. Karena itu dengan ekstrim Ziauddin Sardar,
menyatakan bahwa abad informasi ternyata sama sekali
bukan rahmat.
Kehilangan jangkar spritual dengan segala dampak
destruktifnya pada berbagai dimensi kehidupan manusia.
Manusia modern ibarat layang-layang putus tali, tidak
mengenal secara pasti di mana tempat hinggap yang
seharusnya. Teknologi yang tanpa kendali moral lebih
merupakan ancaman. Dan “ancaman terhadap kehidupan
sekarang” tulis Erich Fromm, “bukanlah ancaraman terhadap

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 319


satu kelas, satu bangsa, tetapi merupakan ancaman terhadap
semua”.
Menurut A. Syafi’i Ma’arif, bahwa sistem pendidikan
tinggi modern yang kini berkembang di seluruh dunia lebih
merupakan pabrik doktor yang kemudian menjadi tukang-
tukang tingkat tinggi, bukan melahirkan homo sapiens.
Bangsa-bangsa Muslim pun terjebak dan terpasung dalam
arus sekuler ini dalam penyelenggaraan pendidikan
tingginya. Kita belum mampu menampilkan corak
pendidikan alternatif terhadap arus besar high learning yang
dominan dalam peradaban sekuler sekarang ini. Prinsip
ekonomi yang menjadikan pasar sebagai agama baru masih
sedang berada di atas angin. Manusia modern sangat tunduk
kepada agama baru ini.

2. Pendidikan pada Masyarakat Modern


a. Konsep Pendidikan pada Masyarakat Modern
Dalam masyarakat modern, pendidikan memegang
peranan sangat penting dalam hal meningkatkan kecerdasan
dan keterampilan. Pendidikan pada masyarakat modern
umumnya diarahkan untuk mempersiapkan generasi yang

320 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


mampu menghadapi tantangan. Pada zaman ini, teknologi
informasi sudah mulai memegang peran penting untuk
dikembangkan dan dikuasai. Dengan pengetahuan yang
cukup, masyarakat akan mempunyai pandangan yang cukup
luas untuk mampu mengantisipasi kehidupan masa
mendatang dan melakukan perbaikan kehidupan dengan
memperkenalkan norma sosial yang baru, yang dapat
menjawab tantangan masa mendatang. Jadi pengetahuanlah
yang menjadi modal utama bagi masyarakat modern untuk
tetap bertahan dalam situasi dan kondisi peradaban modern.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka untuk
memperoleh pengetahuan, mereka menyediakan fasilitas
pendidikan formal mulai dari tingkat yang rendah hingga
yang tinggi di samping pendidikan keterampilan khusus
lainnya. Kelangsungan pendidikan ini diatur oleh pranata
sosial baik pendidikan yang diselenggarakan pemerintah
maupun oleh swasta. Karena peranan pendidikan ini sangat
vital dalam menentukan kehidupan masa mendatang, maka
penyelenggaraannya sangat terpelihara dan mendapat
dukungan masyarakat. Warga masyarakat modern umumnya
menikmati pendidikan sekolah mulai dari tingkat dasar,

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 321


menengah maupun tinggi. Peranan pendidikan keluarga
tetap terpelihara dengan baik khususnya dalam membentuk
kepribadian seseorang sedangkan pengembangan
pengetahuan dan keterampilannya, peranan pendidikan
sekolahlah yang makin berperan.
Modernisasi pendidikan di Indonesia lebih dikenal
dengan istilah reformasi. Emil Salim menekankan arti
reformasi untuk perubahan dengan melihat keperluan masa
depan. Sejak awal abad ke-20, masyarakat Muslim di
Indonesia telah melakukan modernisasi. Modernisasi ini
dirintis oleh tokoh pelopor pembaharu pendidikan Islam
Minangkabau, seperti Syekh Abdullah Ahmad, Zainudin
Labai El-Yunus dan lain-lain, juga dalam bentuk organisasi
organisasi Islam seperti Jamiat Khair, Al-Irsyad, Persyarikatan
Ulama, Muhammadiyah, Persatuan Islam (PERSIS), dan
Nahdatul Ulama di daerah lain (Harun Asrohah, 199: 154-
169). Akan tetapi, perubahan itu memiliki motivasi yang
betul-betul pragmatis, yaitu bagaimana mengimbangi
pendidikan umum yang berkembang pesat yang semata-
mata diorientasikan pada pemenuhan kebutuhan
kolonialisme (A. Syafi’i Ma’arif, 1991: 131).

322 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


b. Pola Pendidikan Masyarakat Modern
Analisis sosio-antropologis sistem pendidikan
modern dijabarkan oleh Mahmud dan Ija Suntana dalam
beberapa Teori, yaitu:
1) Teori Fungsionalis
Teori fungsional sampai saat ini masih mendominasi
pemikiran antropologi juga sosiologi kontemporer mengenai
pendidikan. Pendidikan di Amerika dinilai telah mempunyai
bentuk tertentu karena konstribusi positifnya terhadap
masyarakat industri. Prinsip-prinsip utama teori ini diringkas
oleh Collins (1979) sebagai berikut.
(a) Persyaratan pendidikan untuk pekerjaan-pekerjaan
masyarakat industri terus meningkat sebagai akibat
adanya perubahan teknologi.
(b) Pendidikan formal memberikan latihan yang
diperlukan kepada orang-orang untuk
mendapatkan pekerjaan yang menuntut
keterampilan yang lebih tinggi.
(c) Persyaratan pendidikan untuk bekerja terus
meningkat serta semakin banyak orang dituntut

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 323


untuk menghabiskan waktu yang lebih lama di
sekolah.
2) Teori Bowles and Grintis
Bowles dan Grintis percaya bahwa tujuan pendidikan
yang tepat adalah meningkatkan penyelidikan intelektual
yang terbuka, kreatif, dan pertumbuhan manusia yang
positif. Jenis sitem pendidikan yang benar adalah sistem
yang menjurus pada kepuasan pribadi dan pemenuhan
intelektual-emosional.
Pendidikan pada masyarakat modern ini bertolak
belakang dengan pendidikan tradisional. Pada pendidikan
modern, guru bertindak sebagai fasilitator dan peserta didik
mengambil dalam proses pembelajaran sehingga sehingga
peserta didik dituntun untuk lebih aktif di kelas. Proses
pembelajaran tidak hanya menggunakan buku teks,
melainkan memanfaatkan media pembelajaran yang
sekarang sudah berkembang pesat. Proses pembelajaran
pun tidak terbatas di kelas saja melainkan bisa dilakukan di
luar kelas sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, kebanyakan
guru (pendidik) dalam mayarakat modern cenderung
mengajarkan sesuatu yang jauh dari realita yang ada kepada

324 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


peserta didik. Anak- anak dalam masyarakat modern
cenderung dibawah tekanan yang besar dari orang tua dan
gurunya untuk menguasai pelajaran yang telah ditentukan
dan dalam waktu yang telah ditentukkan sehingga
berpotensi menimbulkan kelainan mental jika hasil yang
akan dicapai terlalu berat dibandingkan dengan kemampuan
anak (Kibtiyah, 2013).

c. Bentuk Pendidikan Masyarakat Modern


Pendidikan pada masyarakat modern ini bertolak
belakang dengan pendidikan tradisional. Pada pendidikan
modern, guru bertindak sebagai fasilitator dan peserta didik
mengambil dalam proses pembelajaran sehingga sehingga
peserta didik dituntun untuk lebih aktif di kelas. Proses
pembelajaran tidak hanya menggunakan buku teks,
melainkan memanfaatkan media pembelajaran yang
sekarang sudah berkembang pesat. Proses pembelajaran
pun tidak terbatas di kelas saja melainkan bisa dilakukan di
luar kelas sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, kebanyakan
guru (pendidik) dalam mayarakat modern cenderung
mengajarkan sesuatu yang jauh dari realita yang ada kepada

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 325


peserta didik. Anak- anak dalam masyarakat modern
cenderung dibawah tekanan yang besar dari orang tua dan
gurunya untuk menguasai pelajaran yang telah ditentukan
dan dalam waktu yang telah ditentukkan sehingga
berpotensi menimbulkan kelainan mental jika hasil yang
akan dicapai terlalu berat dibandingkan dengan kemampuan
anak (kibtiyah: 2013).
Berbicara mengenai pendidikan tidak terlepas dari
sudut pandang serta pendekatan yang digunakan. Untuk
melihat pendidikan secara utuh maka diperlukan suatu
pendekatan sistem, sehingga pendidikan dilihat secara
menyeluruh dan tidak lagi parsial atau pragmatis. Menurut
UU SPN No. 20 Tahun 2003, Pendidikan merupakan usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara. Sebelum membahas bentuk
pendidikan yang diharapkan bagi masyarakat modern

326 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Indonesia, kita akan melihat pendidikan yang ada sekarang
baik ditingkat dasar, menengah, maupun tinggi.
Pendidikan formal tingkat dasar dan menengah
didasarkan pada kurikulum yang disusun berdasarkan
pokok-pokok bahasan yang sering merupakan kumpulan
pokok bahasan yang cukup banyak dan tidak punya
hubungan yang kuat satu dengan yang lain. Isi kurikulum
lebih berorientasi pada kuantitas (jumlah pokok bahasan)
dibandingkan kualitas. Sasaran pengajaran lebih kepada
pembahasan jumlah topic yang banyak daripada
pendalaman dan aplikasi. Pengajaran di dalam kelas
berorientasi pada tujuan instruksional / pengajaran yang
telah dipersiapkan jauhjauh hari sebelumnya dan kurang
berorientasi pada perbedaan individu siswa dan tingkat
kemampuan mereka. Oleh karena itu, tujuan pengajaran
lebih merupakan ukuran keberhasilan guru menyajikan
materi pengajaran daripada ukuran tingkat pemahaman
siswa/mahasiswa.
Evaluasi keberhasilan pengajaran juga lebih
berorientasi pada keberhasilan guru. Evaluasi terhadap
keberhasialn siswa dilaksanakan dengan tes-tes pilihan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 327


berganda yang hanya mengukur kemampuan siswa memilih
jawaban yang benar. Keberhasilan siswa diukur dengan skor
0 s/d 100, tetapi skor itu tidak bisa dipakai oleh guru untuk
menyatakan apakah siswa yan punya siswa 100 adalah siswa
yang bersikap lebih kritis, atau dapat mempertahankan
pendapatnya lebih baik dari pada siswa yang mendapat skor
60. Dalam pengajaran dikelas siswa kurang dilatih untuk
mengembangkan sikap kritis, mandiri, dan bertanggung
jawab. Juga siswa kurang mendapat latihan untuk
mengembangkan kemampuan merancang langkah-langkah
yang sistematis dalam menyelesaikan persoalan-persoalan
yang rumit dan baru. Hal yang sama banyak juga ditemui di
dalam perkuliahan di tingkat perguruan tinggi. Sistem dikte
dan ujian yang hanya menyakan halhal yang sudah pernah
dibahas menyebabkan banyak mahasiswa menjadi individu-
individu yang mengandalkan kemampuan menghafal saja.
Pendidikan sekarang juga kurang berorientasi pada
kebutuhan nyata lapangan pekerjaan. Banyak keluhan
mengenai lulusan perguruan tinggi yang kurang dapt
menyesuaikan diri dengan mudah kalau terjun ke

328 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


masyarakat. Pendidikan sekarang juga masih terkotak-kotak
dan kurang terintegrasi.
Dari pembahasan mengenai masyarakat-masyarakat
modern, kita melihat adanya harapan bahwa individu dalam
masyarakat modern mampu berpikir kritis, mandiri, mampu
menerapkan dan mengembangkan pengetahuannya, serta
bersikap terbuka. Perlu kita pikirkaan perubahan dalam
bidang pendidikan untuk mempersiapkan individu-individu
tersebut.
Telah diramalkan sejak tahun 80-an oleh pandangan
para pendidik di negara maju mengenai pendidikan untuk
masa yang akan datang antara lain adalah (Benjamin 1989):
1. Belajar aktif, yaitu siswa/mahasiswa harus
berpartisipasi aktif dalam proses belajar. Mereka juga
harus lebih aktif dalam menentukan arah pendidikan
mereka sendiri. Mereka harus diberi lebih banyak
otonomi dan kemampuan untuk memilih, lebih
banyak pengalaman dengan dunia nyata. Mereka
harus diberi kebebasan dalam menentukan apa yang
mau mereka pelajari.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 329


2. Siswa/mahasiswa harus mampu berpikir kritis,
mampu menghindari bisa dan propaganda,
berargumen, bertanya, mencari tahu menggunakan
proses sains, secara intelektual fleksibel, mampu
berfikir mengenai sistem yang kompleks, berpikir
holistik, abstrak, kreatif, dan berpandangan kritis.
3. Pendidikan harus berorientasi pada hal-hal nyata,
menanamkan kepekaan terhadap masalah-masalah
actual dengan terjun langsung ke lapangan dan
menanamkan sikap sebagai anggota masyarakat
yang bertanggung jawab.
4. Pendidikan untuk manusia seutuhnya artinya tidak
hanya kognitif tetapi juga sikap, watak, dan nilai
kepribadian.
5. Tersedianya fasilitas dan kemungkinan untuk
berkomunikasi dan transportasi dan meningkatkan
kemungkinan kontak dengan orang dari bangsa atau
Negara lain. Hal ini tidak saja membuat kita hidup
dalam dunia yang secara global saling bergantungan,
tetapi juga keragaman budaya dan etnik yang besar
akan muncul dalam masyarakat dan negara kita. Jadi,

330 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


untuk masa depan dibutuhkan pendidikan yang
mempersiapkan generasi yang siap mengerti, dapat
mengatasi perubahan, keragaman, dan saling
ketergantungan secara rasional dan internasional.
Pendidikan dalam masyarakat seperti ini harus dapat
membantu siswa/mahasiswa untuk bersikap fleksibel
dan mampu mengatasi situasi yang membingungkan.
6. Dalam lingkungan dimana orang akan terus menerus
berhadapan dengan sistem sosial dan teknologi yang
kompleks, pengetahuan yang umum tidaklah berarti
tidak dibutuhkan lagi. Pendidikan umum “liberal
education” menghasilkan pandangan yang luas
(broad vision), kemampuan untuk melihat banyak
dimensi dari persoalan-persoalan dan kehidupan.
7. Pendidikan untuk masa depan akan terpusat pad
aide-ide dan persoalan-persoalan, bukan terpecah-
pecah pada pokok-pokok yang diskret. Ini
diakibatkan oleh sifat saling kebergantungan dari
dunia dan persoaln-persoalannya. Kompleksitas dari
persoalan-persoalan masa sekarang ini
mengharuskan kita untuk menarik menyelesaikannya

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 331


dari pengetahuan dalam bidang yang beragam,
supaya dapat melihat kesulitan-kesulitan lain yang
timbul akibat langkah penyelesaian yang terlalu
dangkal dan tergesa-gesa. Contohnya penggunaan
pestisida untuk meningkatkan produksi bahan
makanan menimbulkan persoalan lain, seperti
timbulnya polusi lingkungan dan penyakit pada
manusia.
8. Pendidikan yang berorientasi kepada kemampuan
individu. Tujuan pendidikan sebaiknya untuk
mengembangkan kemampuan setiap individu.
9. Berorientasi pada pendekatan proses dalam
meningkatkan pengetahuan.
10. Adanya kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan
berkomunikasi dengan orang lain atau bangsa lain.
Pendapatan perlu mempersiapkan tenaga kerja yang
mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan
orang lain untuk membuat keputusan.
4.
3. Pendidikan Masyarakat Modern di Indonesia
a. Modernisasi Pendidikan Muhammadiyah

332 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Keberhasilan politik etis dalam pendidikan di
Indonesia telah membawa dampak besar bagi kehidupan
masyarakat indonesia, yang pertama perkembangan
pendidikan yang semakin pesat melahirkan golongan elit
baru yang peduli dan paham akan nasib bangsanya, yang
kedua dengan dikenalkannya sistem pendidikan modern
berarti ada upaya westernisasi bagi golongan pribumi
terhadap budaya-budaya barat. Pendidikan barat masa
Belanda menjadi ajang penanaman budaya barat bagi
golongan elit baru dengan tujuan untuk menanamkan
budaya nederlandcentris bagi anak-anak pribumi. Akibatnya
mereka lebih mengungulkan budaya barat ketimbang
budayanya sendiri. Anak-anak seakan tercabut dari akar
budayanya sendiri dan tidak mengenal asal kebudayaan
mereka. Sementara dalam konteks agama, dalam pendidikan
Belanda memang bersifat sekuler dimana pelajaran agama
tidak diajarkan dalam setiap murid. Hal ini menyebabkan
anak-anak berfikir negatif terhadap islam. Mereka
menganggap kehidupan umat islam kurang menyengkan.
Pandangan itu didasarkan pada keseharian mereka di dalam
kehidupan sehari-hari, dimana lembaga pendidikan Islam

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 333


(Pesantren) dianggap sudah jauh ketinggalan dan tidak
dapat dibanggakan lagi (Setiawan, 2015, hlm. 139).
Berangkat dari anggapan demikian maka pendidikan
modern model barat yang berkembang pada masa politik
etis hanya menghasilkan lulusan yang bersifat, individualistik,
elistis, intelektualis dan sama sekali tidak memperhatikan
nilai dan moral ajaran agama. Pendidikan modern yang
minim akan nilai budaya dan agama telah menjadi
keprihatinan tersediri, selain itu diskriminasi pendidikan yang
diterapkan oleh Belanda pada pembahasan sebelumnya juga
menjadikan banyaknya pribumi golongan bawah yang tidak
dapat mengenyam pendidikan sama sekali sehingga
hidupnyapun berakhir sebagai buruh kelas rendah bagi
Belanda. Kenyataan yang demikian menjadikan kegelisahan
disebagian ulama dan golongan elit baru menengah
perkotaan, salah satunya Ahmad Dahlan. Sebagai seorang
ulama Ahmad Dahlan merasa prihatin akan sekulerisme yang
berkembang dalam pendidikan modern barat terhadap
kaum pribumi. Ia berpendapat bahwa tujuan pendidikan
yang sempurna adalah melahirkan individu yang utuh

334 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan
spiritual serta dunia dan akhirat. (Mustapa, 2015, hlm. 133)

b. Perubahan Kurikulum dari Masa ke Masa


Dalam hakikat Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, hakikat
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara. Dalam mewujudkan konsep pendidikan ini,
banyak komponen yang disiapkan untuk mendukung
ketercapaian tujuan, di antaranya adalah standar isi dan
standar proses. Kurikulum menjadi salah satu bagian di
dalamnya dan kurikulum ini menjadi satu dasar bukti empiris
dalam perkembangan pendidikan di Indonesia.
Kurikulum pendidikan di Indonesia telah berkembang
semasa sebelum zaman kemerdekaan hingga sekarang ini.
Setidaknya, setelah zaman kemerdekaan sendiri, kurikulum

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 335


pendidikan di Indonesia telah berubah lebih dari delapan
kali, mulai Kurikulum 1947, Kurikulum 1964, Kurikulum 1968,
Kurikulum 1973 sebagai rintisan Kurikulum 1975, Kurikulum
1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 1997 sebagai revisi
Kurikulum 1994, Kurikulum 2004 sebagai rintisan Kurikulum
Berbasis Kompetensi, Kurikulum 2006 atau yang dikenal
dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),
Kurikulum 2013 yang mengalami revisi setidaknya tiga kali,
hingga yang tahun 2020 sedang direncanakan adalah
Kurikulum Merdeka Belajar cetusan Menteri Pendidikan dan
kebudayaan sekarang ini, Bapak Nadiem Makarim.

Gambar 17. Perubahan Kurikulum di Indonesia

336 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Mulai dari kurikulum pertama setelah kemerdekaan,
yakni tahun 1947 Rencana Pelajaran 1947 lebih
mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan
bermasyarakat, daripada pendidikan pikiran. Materi
pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari,
perhatian terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani.
Seiring dengan konsep dan implementasinya,
Pendidikan di Indonesia dengan Kurikulum 1947 hingga
Kurikulum 1975 masih identik dengan pendidikan tradisional
dengan konsep guru mengajar dan siswa mendapatkan
pelajaran. Baru di Kurikulum 1984 atau yang dikenal dengan
Kurikulum Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) pendidikan
modern lebih tampak dengan ditempatkannya siswa sebagai
subjek belajar dengan mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan.
Kurikulum 1984 ini berorientasi kepada tujuan instruksional.
Selanjutnya pendidikan modern tampak di kurikulum-
kurikulum setelahnya, yakni Kurikulum 1984 sebagai
penyempurnaan kurikulum 1984 dengan tujuan pengajaran
menekankan pada pemahaman konsep dan keterampilan
menyelesaikan soal dan pemecahan masalah. Kurikulum

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 337


2004 (KBK) menitikberatkan pada pengembangan
kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas
tertentu sesuai dengan standar performance yang telah
ditetapkan.
Selanjutnya, Kurikulum 2006 yang dikenal dengan
sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam
kurikulum ini, pendidikan modern sangat tampak dengan
adanya kebebasan bagi guru untuk merencanakan
pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa
serta kondisi sekolah berada. Siswa sebagai subjek
pembelajaran pun menjadi lebih leluasa dipandang sebagai
sosok yang mendapatkan pendidikan secara humanis.
Kurikulum selanjutnya sebagai perkembangan
pendidikan nasional di Indonesia adalah Kurikul 2013. Selain
sebagai bagian dari administratif, implementasi kurikulum
dalam pendidikan nasional ini menimbulkan pro dan kontra
yang berkepanjangan, hingga setidaknya mengalami tiga kali
revisi dalam perjalanannya. Inti dari Kurikulum 2013, adalah
ada pada upaya penyederhanaan, dan tematik-integratif.
Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang
siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum

338 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan.
Titik beratnya, bertujuan untuk mendorong peserta didik
atau siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi,
bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan
(mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka
ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Adapun
obyek yang menjadi pembelajaran dalam penataan dan
penyempurnaan kurikulum 2013 menekankan pada
fenomena alam, sosial, seni, dan budaya. Melalui pendekatan
itu diharapkan siswa kita memiliki kompetensi sikap,
keterampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan
lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya
mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan
dan tantangan di zamannya, memasuki masa depan yang
lebih baik. Tahun 2019, Indonesia memiliki Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan baru, yakni Bapak Nadiem
Makarim. Salah satu gebrakannya adalah mencetuskan
sistem pendidikan baru, yakni Kurikulum Merdeka Belajar.
Kurikulum ini berkonsep pada pendidikan modern yang
memfasilitasi siswa dan guru untuk mengeluarkan ide
gagasan, kemandirian belajar, dan kreativitas belajar.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 339


c. Berkembangnya Sekolah Berbasis Montesori
Montessori merupakan metode pendidikan anak-
anak yang didasari aktivitas kesadaran diri, mendorong
kreativitas, dan permainan kolaboratif. Metode ini ditemukan
oleh Maria Montessori seiring dengan perkembangan
kariernya dalam mendidik anak-anak hingga mengelola
sekolah pertama anak usia dini Casa dei Bambini pada tahun
1906 (Britton, 2018, hlm. 7). Tahun 1929, Maria Montessori
membentuk Association Montesori Internationale. Di tahun
2007, sekolah yang menerapkan metode Montessori di
Amerika Serikat sekitar 5 ribu sekolah, dan lebih dari 20 ribu
sekolah di dunia. Di Indonesia sendiri, tren sekolah
Montessori marak dan berkembang di tahun 2018-2019
(Febrian, 2018; Harususilo, 2018).

340 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Gambar 18 Salah satu kegiatan di Sekolah Montessori

Pendidikan dengan metode Montessori


dikategorikan sebagain pendidikan yang modern. Tidak
hanya dengan alasan bahwa pendidikan berasal dari
kebutuhan dan bertujuan untuk mencapai tujuan
perkembangan siswa, metode ini juga memanfaatkan
fasilitas yang konkret sebagai salah satu jalan pencapaian
tujuan pendidikan. Selain itu, yang paling penting adalah
menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran. Dalam
laman How to Explan (Admin, 2015) disebutkan bahwa sama
seperti sekolah lainnya, konsep pendidikan di sekolah
Montessori memiliki kurikulum Montessori yang mencakup

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 341


matematika, bahasa dan sains. Tujuannya adalah membantu
ana-anak belajar cara belajar (ingin belajar).
Metode Montessori memiliki keunggulan dalam
menumbuhkan kekritisan anak dalam berfikir, berkolaborasi
dalam tim, dan bertindak lebih tegas. Setiap anak memiliki
kebebasan dalam memilih aktivitas, yang tentu saja telah
diatur sedemikian rupa oleh para pendidiknya untuk
menumbuhkan kemandirian, kebebasan dan keteraturan
(Admin, 2019a).
Karakteristik universal dari metode Montessori
(Britton, 2018, hlm. 13) adalah 1) semua anak memiliki pikiran
yang mudah menyerap informasi; 2) semua anak melewati
periode sensitif; 3) semua anak ingin belajar; 4) semua anak
belajar melalui bermain atau melakukan sesuatu; 5) semua
anak melewati beberapa tahap perkembangan; dan semua
anak ingin menjadi mandiri.

d. Berkembangnya Sekolah Alam


Munculnya sekolah alam di Indonesia diprakarsai
oleh Lendo Novo pada tahun 1998. Berbeda dengan sekolah-
sekolah umumnya di Indonesia, sekolah alam memiliki

342 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


konsep tersendiri yang tidak biasa. Sekolah biasanya identik
dengan bangunan yang berisi banyak ruang kelas yang
disertai dengan kondisi guru dan murid yang melakukan
aktivitas belajar-mengajar. Seiring berjalannya waktu, konsep
sekolah pun berkembang. Lendo Novo, seorang aktivis
lingkungan sekaligus sosial entrepreneur memperkenalkan
sekolah alam di Indonesia yang sejatinya di luar negeri,
sekolah berbasis alam ini sudah ada sejak tahun 1950 dan
digagas pertama kali di Denmark. Dilansir Earth For
Education (Admin, 2019b), sekolah alam pertama di dunia
digagas oleh seorang wanita bernama Ella Flatau dengan
menciptakan 'Walking Kindergarten'. Taman kanak-kanak ini
terinspirasi ketika ia sering mengajak anak-anaknya dan anak
tetangganya untuk bermain ke hutan terdekat. Tanpa
disangka, dalam beberapa tahun kemudian, para ibu pun
membujuk anak-anaknya untuk pindah dari kota ke desa.
Di Indonesia, Lendo (Admin, 2019b) pertama kali
menjalankan sekolah alam dengan delapan orang murid di
jalan Damai, Ciganjur, Jakarta Selatan. Sekolah alam ini
awalnya ditujukan untuk menjangkau anak-anak kurang
mampu agar bisa mendapat pendidikan yang layak. Seiring

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 343


waktu, pada 2004, Lendo mendirikan Schoof of Universe,
dengan visi mendampingi setiap anak untuk menjadi
"pemimpin" di muka bumi dan memberi "rahmat" bagi
sekalian alam. Fauziya (2017, hlm. 233) menguraikan orasi
Lendo pada kegiatan Jambore Sekolah Alam se-Nusantara
(JSAN) diilustrasikan bahwa melalui sekolah alam, siswa
dapat mengeksplor bakat dan minatnya termasuk berpikir
kritis dan berkreasi dengan maksimal. Lendo menekankan
bahwa sekolah alam merupakan langkah dalam melanjutkan
misi memperbaiki akhlak mulia (pendidikan karakter) dan
rahmatan lilalamin bahwa belajar tidak hanya teori, tetapi
juga realisasi.

Gambar 19 Salah satu kegiatan di sekolah alam

344 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Pendekatan yang digunakan di sekolah alam di
Indonesia dititikberatkan pada pembelajaran keterampilan
hidup praktis yang luas. Adapun keterampilan yang
dikembangkan selain akademik adalah kepemimpinan,
akhlak, dan bisnis. Materi yang diberikan dimulai dari konsep
dasar sekolah alam itu sendiri, yakni penerapan di lapangan
seperti Belajar Bersama Alam (BBA), Belajar Bisnis Bersama
(BBB), Learn from Maestro, Kreativitas, dan lain sebagainya.
School of Universe sebagai salah satu sekolah alam
yang juga didirikan oleh Lendo sudah sesuai dengan standar
pendidikan di Indonesia, dengan semua guru minimal
menyandang gelar Sarjana (S1). Dalam kurikulum pendidikan
anak usia dini dan sekolah dasar, kurikulum yang
dikembangkan mencakup 1) pengembangan akhlak, dengan
metode 'teladan' seperti belajar mengaji dan membiasakan
Salat Dhuha; 2) Pengembangan logika, dengan metode
action learning 'belajar bersama alam' ini anak-anak akan
diajarkan untuk belajar dari alam langsung; 3)
Pengembangan sifat kepemimpinan, dengan metode
'outbound training' ini anak-anak akan diajarkan Dimensi Diri
(Kemandirian), TKA-B, Dimensi Keluarga (Kalangan Terdekat),

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 345


SD kelas 1-2; Dimensi Komunitas kecil (Kelas), pada SD kelas
3-4, dan Dimensi Komunitas Besar
(Sekolah), pada kelas SD 5-6; 4) Pengembangan
mental bisnis, dengan metode magang dan 'belajar dari
ahlinya' seperti anak diajarkan untuk membuat kerajinan
tangan yang bisa dijual lagi. Tahun 2019, sudah ada 57
jaringan sekolah alam yang tersebar di seluruh Indonesia
(Admin, 2019b).
Berdasarkan konsepnya, sekolah alam ini memiliki
konsep pendidikan modern. Meskipun dengan latar alam
yang identik dengan kehidupan tradisional, konsep
pendidikan pada sekolah alam dikatakan modern karena
menempatkan siswa sebagai subjek pmebelajaran dan
pendidikan dilakukan secara utuh berdasarkan pada
kebutuhan dan tujuan pembelajar dalam menjalankan
kehidupan sehari-harinya.

e. Berkembangnya Sekolah Islam Terpadu


Sekolah Islam terpadu merupakan salah satu sekolah
dengan konsep pendidikan modern. Menjelang abad ke 21,
ada perubahan yang cukup menarik mengenai trend

346 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


pendidikan (baca: pendidikan Islam) di Indonesia. Hal ini
ditandai dengan lahirnya Sekolah-sekolah Islam Terpadu.
Pada masa sebelumnya, model lembaga pendidikan di
Indonesia hanya mengenal tiga model lembaga pendidikan
yakni pesantren, madrasah, dan sekolah (umum). Sekolah
(umum) merupakan lembaga pendidikan di Indonesia
warisan penjajah Belanda yang mengajarkan ilmu-ilmu
umum yaitu ilmu alam, ilmu sosial, dan humaniora. Pesantren
merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional dengan ciri
khas di dalamnya terdapat masjid, kyai, santri, dan
pengajaran kitab kuning. Pesantren, pada awalnya, hanya
mengajarkan 100% mata pelajaran agama dengan
menggunakan referensi kitab kuning. Tujuan pendidikan di
pesantren adalah untuk menghasilkan para ahli ilmu agama
(Abdalla, 2006, hlm. 22; Steenbrink dalam Suyatno, 2013, hlm.
356).
Pada dekade akhir tahun 1980-an,Sekolah Islam
Terpadu mulai bermunculan. Diawali oleh para aktivis
dakwah kampus yang tergabung dalam Lembaga Dakwah
Kampus (LDK) Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas
Indonesia (UI), dan beberapa universitas ternama lainnya

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 347


yang tergabung dalam komunitas Jamaah Tarbiyah yang
memiliki keprihatinan terhadap kondisi pendidikan di
Indonesia. Mereka adalah para aktivis Islam kampus yang
berperan penting dalam menyebarkan ideologi Islam kepada
para mahasiswa. Kalangan pemuda menjadi target utama
dari gerakan ini karena mereka percaya bahwa para pemuda
akan menjadi agen perubahan sosial yang sangat penting
dalam melakukan islamisasi seluruh masyarakat Indonesia
Hasan (2008). Hingga saat ini, ada sekitar 1.000 Sekolah Islam
Terpadu yang tergabung dalam Jaringan Sekolah Islam
Terpadu (JSIT) yang kepengurusannya telah tersebar
di seluruh wilayah Indonesia dan ada sekitar 10.000 Sekolah
Islam Terpadu yang secara struktural tidak bergabung di
bawah JSIT (Hisyam, 2012, hlm. 69)

348 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Gambar 20 Salah satu kegiatan di Sekolah Islam Terpadu

Kurikulum yang diterapkan oleh Sekolah Islam


Terpadu pada dasarnya adalah kurikulum yang diadopsi dari
kurikulum Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan
berbagai modifikasi di sana-sini. Jika melihat struktur
kurikulumnya, Sekolah Islam Terpadu merupakan bagian
integral dari sistem pendidikan nasional. Sekolah Islam
Terpadu menerima seluruhnya mata pelajaran dari kurikulum
nasional. Kurikulum yang disusun oleh Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP) yang kemudian dijadikan
sebagai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.
22 tahun 2006, terdapat 8 mata pelajaran untuk siswa
Sekolah Dasar ditambah dengan muatan lokal dan
pengembangan diri, 10 mata pelajaran untuk Sekolah
Menengah Pertama/ Madrasah Tsanawiyah ditambah
muatan lokal dan pengembangan diri, 15 mata pelajaran
untuk Sekolah Menengah Umum/Madrasah Aliyah ditambah
dengan muatan lokal dan pengembangan diri (Suyatno,
2013, hlm. 362)

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 349


Sekolah Islam Terpadu tidak menolak mata pelajaran
Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan
Sosial, Bahasa dan Seni, yang merupakan format baku dari
kurikulum pendidikan nasional. Sekolah Islam Terpadu
menganggap bahwa dengan memberikan mata pelajaran-
mata pelajaran umum maka dapat menjadi alat untuk
membekali para lulusan dalam mengembangkan profesi
masa depan anak didik baik sebagai seorang insinyur,
ekonom, dokter, psikolog, dan profesi-profesi di bidang lain.
Pendekatan sistem pendidikan modern yang diambil adalah
dalam rangka mendukung penerapan kurikulum dan
membedakannya dengan sistem pesantren. Kurikulum yang
ditawarkan oleh pesantren dengan memfokuskan pada ilmu-
ilmu keagamaan tradisional inilah yang pada akhirnya
menjadi sasaran kritik karena kurikulum tersebut mencetak
lulusanlulusan yang tidak akan mampu menghadapi
tantangan zaman. (Hasan, 2008).
Perpaduan antara mata pelajaran umum dan mata
pelajaran keagamaan menjadi cirikhas dalam struktur
kurikulum Sekolah Islam Terpadu. Sekolah Islam Terpadu
tidak memisahkan keduanya menjadi mata pelajaran

350 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


keagamaan yang fardhu ‘ain untuk dipelajari dan ilmu umum
yang fardhu kifayah untuk dipelajari, namun kedua-
keduanya merupakan rumpun keilmuan yang wajib dipelajari
sebagai bekal menjalankan tugas manusia sebagai kholifah
Allah di muka bumi. Kedua rumpun keilmuan tersebut
dianggap sama-sama mempelajari ayat-ayat Allah Swt. Satu
rumpun keilmuan mempelajari ayat-ayat Allah yang tertulis
dalam teks al-Qur’an dan Hadis, rumpun keilmuan yang lain
mempelajari ayat-ayat Allah berupa alam semesta.

Kajian Empirik Pendidikan Pada Masyarakat Era Globalisasi

1. Masyarakat Era Globalisasi


Era globalisasi merupakan perubahan global yang
melanda seluruh dunia. Dampak yang terjadi sangatlah besar
terhadap berbagai aspek kehidupan manusia di semua
lapisan masyarakat. Baik di bidang ekonomi, sosial, politik,
teknologi, lingkungan, budaya, dan sebagainya. Hal ini
disebabkan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang akan mengubah pola perilaku konsumsi
masyarakat. Globalisasi merupakan sebuah konsep

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 351


kebudayaan yang menjadi wacana sentral dalam disiplin
ilmu-ilmu sosial saat ini. Globalisasi adalah proses
kebudayaan yang ditandai dengan adanya kecenderungan
wilayah-wilayah di dunia, baik geografis maupun fisik,
menjadi seragam dalam format sosial, budaya, ekonomi, dan
politik. Dalam kehidupan sosial proses global telah
menciptakan egalitarianisme, di bidang budaya memicu
munculnya “internationalization of culture”, di bidang
ekonomi menciptakan saling ketergantungan dalam proses
produksi dan pemasaran, dan di bidang politik menciptakan
“liberalisasi” (Heru Nugroho, 2001, hlm. 4). Globalisasi
menyangkut kesadaran baru bahwa dunia adalah salah satu
tempat tinggal.
Globalisasi disebutkan pula sebagai “the concrete
structuration of the world as a whole”, yakni kesadaran yang
berkembang pada tingkat global bahwa dunia adalah sebuah
lingkungan yang dibangun secara berkelanjutan (Robertson;
Kotter dalam Saripudin, 2018.). Siswanto dalam Rahayu, dkk.
(2015, hlm. 6) mengemukakan bahwa globalisasi adalah
semua bentuk dan proses yang merujuk pada penyatuan
seluruh warga dunia menjadi sebuah kelompok global dan

352 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


lebih jauh merupakan bentuk keterhubungan masyarakat
dunia yang meliputi bidang polllitik, ekonomi, budaya, dan
sosial.
Era globalisasi ini terkategori pada perkembangan
kehidupan modern, yakni saat kehidupan terjadi pada masa
kini dan berorientasi pada masa depan. Berkenaan dengan
hal itu, dalam kehiduapan sehari-hari, masyarakat era
globalisasi memiliki pandangan yang luas tidak terbatas
pada ruang dan waktu. Perkembangan teknologi yang pesat
menjadi salah satu daya dukung kehidupan masyarakat di
era globalisasi. Tidak terlepas dari hal itu, dengan didorong
oleh komunikasi tanpa batas, penggunaan bahasa menjadi
satu faktor pula yang menjadi ciri khusus era globalisasi.

2. Karakteristik Masyarakat Global


Ciri pertama dari masyarakat global adalah semakin
tingginya peradaban yang ditopang oleh keberadaan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Masyarakat modern
sebagaimana dihasilkan oleh industrialisasi dan teknologisasi
merupakan masyarakat dengan struktur kehidupan yang
dinamis, kreatif untuk melahirkan gagasan-gagasan demi

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 353


kepentingan manusia dalam berbagai sektor kehidupan.
Daya berpikir dan daya cipta semakin berkembang
sedemikian rupa sehingga mampu memformulasikan makna
kehidupan dalam konteks yang nyata, seterusnya akan
berakibat pada bergesernya nilai-nilai budaya yang setiap
saat dapat berlangsung walaupun lamban namun pasti.
Tidak satupun peradaban yang dapat disebut maju
tanpa diikuti oleh pesatnya pertumbuhan ilmu dan teknologi.
Munculnya industrialisasi adalah dampak dari kemajuan pola
pikir dan daya kreasi manusia sehingga mampu
memformulasikan makna kehidupan dalam bentuk sarana
yang tersedia di alam raya. Industrialisasi dengan demikian
menyangkut proses perubahan sosial, yaitu perubahan
susunan kemasyarakatan dari suatu sistem sosial, perubahan
dari keadaan negara kurang maju (less developed country)
menuju kepada negara maju (more developed country).
Karena itu, penguasaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan
dan teknologi merupakan prasyarat untuk memenuhi
kebutuhan hidup modern yang sudah memasuki seluruh
wilayah kehidupan manusia dan masyarakat bangsa.

354 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Ciri kedua dari globalisasi informasi adalah
penyerbuan komunikasi dan informasi yang menembus
batas-batas budaya. Seluruh kemajuan yang diperoleh oleh
manusia tidak bisa dilepaskan dari peranan komunikasi.
sehingga sebagian orang menyebut komunikasi sebagai
“perekat” hidup bersama. Hal ini dipahami karena istilah
komunikasi itu sendiri mengandung makna bersama-sama
(common, commoness: Inggris) berasal dari bahasa Latin
communicatio yang berarti pemberitahuan, pemberian
bagian (dalam sesuatu), pertukaran, di mana si pembicara
mengharapkan pertimbangan atau jawaban dari
pendengarnya; ikut mengambil bagian.
Di samping sebagai lem perekat hidup bersama,
komunikasi juga sering dipandang seolaholah memiliki
kekuatan gaib. Menurut Fisher (1986), tidak ada persoalan
sosial yang tidak melibatkan komunikasi. Oleh sebab itu,
setiap saat manusia selalu dihadapkan dengan masalah
sosial, yang penyelesaiannya menyangkut komunikasi yang
lebih banyak atau lebih baik. Setidaktidaknya semua
kesalahfahaman yang kemudian menimbulkan konflik antara
manusia dalam bidang politik, sosial, ekonomi, budaya dan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 355


sebagainya dinyatakan sebagai akibat kesalahan komunikasi.
Memang komunikasi sering dimunculkan sebagai kambing
hitam, jika terjadi keruwetan dan ketidakharmonisan dalam
hubungan antar manusia dan antara bangsa.
Komunikasi memang menyentuh semua aspek
kehidupan bermasyarakat, atau sebaliknya semua aspek
kehidupan masyarakat menyentuh komunikasi. Justru itu
orang selalu melukiskan komunikasi sebagai ubiquitous atau
serba hadir. Artinya komunikasi berada di manapun dan
kapanpun. Komunikasi merupakan sesuatu yang memang
serba ada. Sifat komunikasi yang serba hadir ini, selain
memberikan keuntungan juga sekaligus menimbulkan
banyak kesulitan karena fenomena komunikasi itu menjadi
luas, ganda dan multimakna.
Ciri ketiga adalah tingginya laju transformasi sosial.
Kemajuan teknologi komunikasi yang dialami umat manusia
dewasa ini memberikan kemudahan dan kecepatan dalam
berhubungan antara satu dengan lainnya. Jarak tidak lagi
menjadi kendala untuk dapat berkomunikasi. Informasi dan
peristiwa yang terjadi di belahan dunia secara cepat dapat
diakses oleh manusia di benua lain. Di samping jarak yang

356 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


semakin dekat, masyarakat juga semakin banyak
mendapatkan pilihan sarana untuk menyerap informasi.
Dengan semakin cepatnya arus informasi dan beragamnya
media komunikasi mengantarkan umat manusia kepada
transformasi.
Dengan munculnya masyarakat informasi, muncul
pula ekonomi informasi. Industri pabrik berubah menjadi
industri informasi. John Naisbitt mengidentifikasi beberapa
hal yang perlu diperhatikan mengenai perubahan
masyarakat industri ke masyarakat informasi sekaligus yang
mencirikan masyarakat informasi adalah: Pertama,
masyarakat informasi merupakan suatu realitas ekonomi.
Kedua, inovasi di bidang komunikasi dan teknologi komputer
akan menambah langkah perubahan dalam penyebaran
informasi dan percepatan arus informasi. Ketiga, teknologi
informasi yang baru pertama kali diterapkan dalam tugas
industri yang lama, kemudian secara perlahan akan
melahirkan aktivitas dalam proses produksi yang baru.
Keempat, di dalam masyarakat informasi, individu yang
menginginkan kemampuan menulis dan kemampuan dasar
membaca lebih bagus daripada masa yang lalu, bisa

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 357


mendapatkan pada sistem pendidikan yang tidak begitu
terinci. Kelima, keberhasilan atau kegagalan teknologi
komunikasi ditentukan oleh prinsip teknologi tinggi dan
sentuhan yang tinggi pula.
Toffler (1992) menggambarkan “karena tumbuhnya
karakter global dari teknologi, masalah-masalah lingkungan,
keuangan, telekomunikasi dan media, maka umpan balik
kultural yang baru mulai beroperasi, sehingga kebijakan
sebuah negara menjadi perhatian bagi negara lain”.
Selanjutnya ia menjelaskan, implikasi dari kebijakan ini ialah
tidak ada negara yang dengan sendirinya memiliki hak untuk
menyimpan fakta dan bahwa etika informasi yang tidak
terucapkan mengatasi kepentingan nasional.
Pesatnya pertumbuhan informasi saat ini bukan lagi
hanya menyangkut jumlah, tetapi juga jenis, kualitas, dan
kompleksitas informasi yang berkembang di segala bidang,
termasuk yang tidak atau belum tentu berguna, di samping
banyaknya limbah informasi. Begitu rupa perkembangannya,
sehingga mulai menimbulkan gejala (penyakit) kecemasan
informasi. Munculnya penyakit kecemasan informasi pada
sebagian masyarakat belakangan ini, dikarenakan laju

358 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


pertumbuhan dan akumulasi pengetahuan serta informasi
mengalami peningkatan yang sangat cepat secara
eksponensial. Gejala penyakit tersebut terlihat karena orang
mengumpulkan informasi sebanyak mungkin, walaupun
belum tentu mampu mengelola dengan baik agar informasi
yang tepat dalam bentuk yang sesuai. Arus informasi yang
tersedia bagi berbagai lapisan masyarakat sangat banyak
dan sukar dikendalikan atau diawasi. Dari satu segi, arus yang
besar ini berguna untuk meningkatkan kemampuan sumber
daya manusia (SDM) sekaligus memperkuat ketahanan
nasional. Tetapi pada segi yang lain, arus informasi yang
membanjir akan menenggelamkan SDM yang jumlahnya
relatif masih sedikit. Arus informasi sukar untuk dibendung,
ia hanya dapat dikendalikan, sehingga dengan pengendalian
arus informasi tersebut peradaban umat Islam akan dapat
terus eksis.
Ciri keempat adalah terjadinya perubahan gaya hidup
(lifestyle). Teknologi komunikasi yang semakin canggih
memberi kemudahan dan kebebasan kepada masyarakat
untuk mengakses informasi apa saja yang ada. Implikasinya
terjadilah perubahan sistem nilai karena perbenturan sistem

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 359


nilai yang diadopsi oleh suatu masyarakat belum tentu atau
tidak sesuai dengan latar belakang budaya, agama pada
masyarakat sebelumnya. Bahkan ada pameo yang
mengatakan kebingungan manusia modern bukan
disebabkan oleh kurangnya informasi yang diterima, namun
karena terlalu banyaknya informasi yang sampai melalui
berbagai media komunikasi (flood of information).
Terpaan media cukup penetratif dan persuasif, daya
pengaruhnya sudah mampu menembus filterisasi
kebudayaan tradisional yang sudah semakin jauh
ditinggalkan oleh para generasi muda di sebuah negara.
Mereka pada umumnya sudah tercerabut dari akar-akar
kebudayaan nasional, sementara kita belum lagi menemukan
bentuk idel kebudayaan baru yang notabene diimpor dari
luar. Pada saat itu peranan informasi sangat dominan dalam
mempengaruhi sekaligus mengubah watak dan kepribadian
seseorang. Di sinilah fungsi krusial informasi benar-benar
berlaku sebagai sebuah kekuasaan (information is power).
Informasi memainkan peranan yang vital dalam
sebuah masyarakat, dan dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan kualitas kehidupan sebuah komunitas.

360 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Sebaliknya, jika informasi dibatasi dan dikekang, ia bisa
menjadi alat depostisme dan ketidakadilan sosial. Menurut
Ziauddin Sardar informasi merupakan kekuasaan, tanpa
informasi seseorang tidak memiliki kekuasaan. Jika informasi
dibolehkan mengalir secara bebas dalam masyarakat, maka
ia akan memberikan jalan ke arah kekuasaan kepada
masyarakat yang terbelakang, serta akan mencegah
konsentrasi kekuasaan pada segelintir orang.
Ciri kelima dari era globalisasi dan informasi adalah
semakin tajamnya gap antara negara industri dengan negara
berkembang, dengan kata lain terjadinya dominasi informasi
oleh negaranegara maju terhadap negara-negara
terbelakang. Alat dominasi yang paling efektif adalah
pengetahuan, sedangkan pengetahuan itu tidak lain berbasis
informasi. Menurut F. Rachmadi, kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi pada satu sisi telah berhasil
mengatasi dimensi ruang dan waktu, namun di sisi lain
ternyata juga mempertajam ketidakseimbangan informasi
antara negara-negara maju dengan negara-negara
berkembang. Secara kuantitatif arus informasi dunia dikuasai
oleh negara-negara maju. Arus informasi dunia

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 361


memperlihatkan ketidakseimbangan yang serius, bahkan
sebagian besar negara-negara dunia ketiga tidak memiliki
alat-alat dan struktur yang memadai bagi pemancaran dan
penerimaan informasi.8 Ketidakseimbangan ini
mengakibatkan kepincangan dan ketergantungan negara-
negara berkembang terhadap negara-negara maju. Negara-
negara maju memiliki pengaruh dan dominasi yang kuat
terhadap negara yang belum memiliki teknologi maju.

3. Pendidikan pada Masyarakat Era Globalisasi


Seperti yang telah diuraikan dalam konsep era
globalisasi dan masyarakat era globalisasi sebelumnya,
dampak yang begitu luas mengubah pola kehidupan
masyarakat dengan begitu ekstrem, termasuk dalam bidang
pendidikan. Salah satunya, seperti yang diuraikan oleh
Saripudi (2018) bahwa untuk mengembangkan manusia
yang dapat mewujudkan globalisasi maka diperlukan
pendidikan internasional. Inilah yang mejadi satu pendorong
pola kehidupan pendidikan baik di Indonesia maupun di luar.
Pendidikan pada era globalisasi di abad XXI ini bersendikan
empat pilar (Jacques Delors dalam Saripudin, 2018), yakni

362 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


belajar untuk mengetahui (learning to know); belajar untuk
bebruat (learning to do); belajar untuk hidup bersama
(learning to live together); belajar untuk menjadi seseorang
(learning to be). Berikut ini akan diuraikan pendidikan
masyarakat pada era modern.
a. Pendidikan Internasional
Saripudin (208) mengemukakan bahwa pendidikan
internasional bukan sekadar pendidikan yang menggunakan
bahasa internasional. Pendidikan internasional dimaknai
sebagai pendidikan yang menjadikan peserta didik berpikir
secara terbuka dan internasional (open and international
minded). International minded di mana peserta didik kelak
ankan menjadi global citizen.
Unesco (2000) menekankan bahwa pendidikan
internasional bertujuan untuk meningkatkan kesadaran
global dan saling pengertian internasional demi
menwujudkan kehidupan bersama dalam damai dan
harmoni. Untuk mewujudkan saling pengertian tersebut
dilakukan upaya sungguh-sungguh dalam penyebarluasan
nilai-nilai kemanusiaan universal, seperti hak-hak asai
manusia dan promosi perdamaian dan toleransi.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 363


Pendidikan internasional berimplikasi terhadap
kebijakan dan pengelolaan pembelajaran di Indonesia, yakni
terhadap penggunaan teknologi atau layanan berbasis
internet dalam pembelajaran, pergeseran budaya dari
downloader menjadi uploader, kesenjangan digital,
penyediaan infrasturktur jaringan antarlembaga pendidikan,
perubahan persepsi teknologi informasi dan komunikasi
sebagai alat/intrumen (Saripudin, 2018). Meramaikan
pendidikan internasional ini, muncul tren Sekolah Bilingual
Standar Internasional (SBSI).
Saat ini masyarakat Indonesia memandang bahwa
Sekolah Bilingual Standar Internasional (SBSI) menjadi icon,
bahkan menjadi salah satu sekolah pilihan nomor satu. Icon
SBSI di mata masyarakat Indonesia tak bisa lepas dari
bilingual sebagai medium of instruction, multi media dalam
pembelajaran di kelas, berstandar internasional, ataupun
sebagai sekolah prestisius dengan jalinan kerjasama antara
Indonesia dengan negara-negara anggota OECD maupun
lembaga-lembaga tes/sertifikasi internasional, seperti
Cambridge, IB, TOEFL/TOEIC, ISO, dan lain-lain. Sementara,
hal yang menjadi pilihan bagi mereka karena menganggap

364 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


bahwa SBSI mampu mengimbangi perkembangan zaman
yang sudah multi dimensi, terutama dalam hal teknologi.
Sehingga, diharapkana dengan memilih SBSI ini mereka
mampu berkompetisi dalam hal ilmu pendidikan baik di
negara lokal maupun dunia internasional (Fadilah, 2015).

b. Massive Open Online Courses (MOOCs)


Massive Open Online Courses (MOOCs) yang
dikatakan melibas apa saja yang berada di depannya
(avalanche). Cara belajar-mengajar baru yang terpusat pada
mahasiswa dan menggunakan teknologi dengan jangkauan
tak terbatas, melewati batas ruang kelas, kampus, dan
bahkan negara, memungkinkan konsumen memperoleh
pengetahuan dan/atau keterampilan secara gratis dan
bahkan diajarkan oleh guru besar dari perguruan tinggi
ternama dunia. MOOCs juga telah dikembangkan di
Indonesia dan bersama dengan itu mencapai berbagai
segmen pemangku kepentingan Indonesia (Gardiner, hlm. 2).

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 365


Gambar 21 Konsep Massive Open Online Course
Perkembangan metode tidak berhenti pada
pengajaran yang terpusat pada mahasiswa. Saat ini dikenal
pula konsep MOOCs, kependekan dari Massive Open Online
Courses. Pengajaran online (daring) itu memiliki daya
jangkau yang luas, melewati batas-batas fisik kampus dan
negara.
Sudah banyak perguruan tinggi terkemuka di dunia
yang memberikan mata kuliah dengan memanfaatkan
teknologi Internet tersebut. Di Indonesia, upaya serupa telah
dirintis oleh sebuah lembaga bernama Indonesia sejak 2015
dan melibatkan para pengajar perguruan tinggi ternama.
Usaha ini masih tahap awal, belum menjadi bisnis
andalan perguruan tinggi yang lebih maju adalah program
Universitas Terbuka yang dinamakan Program Sertifikat
Terbuka Online. Program ini dikembangkan untuk

366 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


memungkinkan peminat terus belajar sepanjang hayat pada
era digital kini dan di masa yang akan datang. Bahan MOOCs
dapat diakses siapa pun dan di mana pun secara daring—
bahkan gratis. Inilah perubahan yang sangat mendasar.
Sebelumnya, kuliah mensyaratkan kehadiran di kampus
secara fisik dan membayar uang kuliah (tuition fees) yang
sepadan dengan kualitas perguruan tinggi yang dituju.
Tawaran MOOCs bisa membuat calon mahasiswa yang baru
lulus dari sekolah menengah tertarik. (Gardiner, 2017, hlm.
14).

c. Blended Learning
Pendidikan pada era globalisasi diwarnai juga dengan
metode pembelajaran Blended Learning. Blended Learning
adalah kombinasi belajar tatap muka, offline, dan online
(Dwiyogo, 2018:60). Sementara Smaldino, S.E., Lowther,
Deborah L., Russell (2014:236) menyebut pengajaran seperti
ini sebagai pengajaran campuran atau hibrid. Elemen
penting dalam menciptakan belajar tipe ini adalah kolaborasi
dan interaksi sosial dengan tujuan untuk merangsang cara
berpikir kritis dan memahami gaya belajar dengan lebih baik

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 367


(Dwiyogo, 2018:101). Penelitian mengenai model ini telah
banyak dilakukan, di antaranya oleh Purnomo, Ratnawati, &
Aristin (2018) yang menyimpulkan bahwa pengembangan
model blended terkategori baik, namun diterangkan bahwa
pengetahuan penggunaan teknologi informasi pembelajar
sangat berbeda-beda.

Penutup

Pendidikan sangatlah penting demi meningkatkan


kualitas hidup masyarakat. Masyarakat yang hidup di
pedalaman tentunya berbeda kualitas pendidikannya jika
dibandingkan dengan masyarakat yang hidup di perkotaan
yang sarat dengan sarana dan prasarana pendidikan yang
memadai. Pendidikan menjadi kunci utama keberhasilan
suatu bangsa, untuk menghantarkan kesejahteraan dan
kemakmuran masyarakatnya.
Pendidikan bersifat dinamis dan cenderung memiliki
pola yang berkembang. Perubahan itu sejalan dengan
perubahan masyarakat pada masanya. Setidaknya, dalam
kajian yang telah diuraiakan terdapat perbedaan empiris

368 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


antara pendidikan tradisional, pendidikan modern, dan
pendidikan global.
Masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang
memelihara, menjaga, dan mempertahankan tradisi, adat-
istiadat, sistem nilai, sistem norma, dan bahkan sistem
kebudayaan yang diwariskan oleh generasi pendahulunya.
Adapun ciri masyarakat tradisional yaitu: memiliki ikatan
peraasaan yang erat dalam bentuk kasih sayang, kesetiaan,
dan kemesraan, orientasi yang bersifat kebersamaan,
partikularisme (subjektif dan kebersamaan), akripsi (memiliki
sifat khusus), dan ketidakjelasan (diffuseness) terutama
dalam hal hubungan antar pribadi. Dari sisi sosial masyarakat
tradisional memiliki ciri-ciri: masyarakat yang cenderung
homogen, adanya rasa kekeluargaan, kesetiakawanan dan
rasa percaya yang kuat antar para warga, sistem sosial yang
masih diwarnai dengan kesadaran kepentingan kolektif,
pranata adat yang efektif untuk menghidupkan disiplin
sosial, dan shame culture (budaya malu).
Pola pendidikan masyarakat tradisional: anak-anak
biasanya dikirim ke sekolah dalam wilayah geografis tertentu,
mereka dimasukkan ke dalam kelas yang kemudian

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 369


dibedakan berdasarkan umur, adanya sistem kenaikan kelas
di setiap tahun, prinsip sekolah biasanya otoritarian; anak-
anak diharapkan menyesuaikan diri dengan tolak ukur dan
ketetatapan yang sudah ada, guru sebagai penentu
kebijakan (guru memikul tanggung jawab pengajaran,
berpegang pada kurikulum yang sudah ditetapkan),
kurikulum berpusat pada subjek-subjek akademik, di dalam
kelas, guru menjadi satu-satunya pelaku pendidikan, guru
berbicara dan murid hanya menyimak tanpa ikut berperan
aktif, promosi tergantung pada penilaian guru, dan bahan
ajar yang paling umum tertera dalam kurikulum adalah buku-
buku teks.
Pendidikan pada masyarakat tradisional di Indonesia
dimulai sejak zaman Hindu dan Kerajaan, Penyebaran Islam,
Kolonial Belanda, Jepang, dan Era Merdeka hingga sekarang.
Pendidikan tradisional zaman dulu berbentuk pesantren atau
padepokan, pendiidkan lebih diarahkan pada pembentukan
karakter dan semangat perjuangan kemerdekaan, contoh
sekolah bercorak agama berdirinya Muhamadiyah, contoh
sekolah yang bercorak kebangsaan seperti Perguruan Taman
Siswa dan INS, selajutnya ada sekolah rakyat dan bercorak

370 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


organisasi seperti Tri Koro Dharmo. Era kemerdekaan hingga
sekarang bentuk pendidikan tradisional yang masih bertahan
seperti pesantren, sekolah-sekolah formal mulai dari sekolah
dasar, menengah, hingga perguruan tinggi di pedesaan,
Sokola Rimba untuk masyarakat pedalaman, dan masih
banyak bentuk pendidikan tradisional lainnya.
Berbeda dengan pendidikan tradisional, pendidikan
modern dan global cenderung memiliki kesamaan.
Paradigma bahwa siswa sebagai pembelajar adalah subjek
pendidikan mendorong upaya-upaya kegiatan yang
berpusat pada siswa. Tidak hanya itu, orientasi pendidikan
bersifat masa kini dan masa depan. Tidak lagi dari sekadar
transfer ilmu dari guru kepada siswa, tapi bagaimana
menfasilitasi siswa untuk belajar dan memenuhi
kehidupannya.
Pendidikan modern di Indonesia sebelum
kemerdekaan ditandai oleh adanya tokoh Ahmad Dahlan
dari Muhammadiyah. Seiring dengan perkembangannya,
dalam konsep modern pascakemerdekaan, pendidikan
nasional pada masyarakat modern dapat ditinjau dari
perubahan kurikulum. Berdasarkan kurikulum ini tampak

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 371


mulai 1984 melalui Kurikulum CBSA pendidikan modern
sangat terasa, hingga terus disempurnakan dari masa ke
masa hingga terakhir Kurikulum 2013 dan sekarang ini dalam
rancangan Kurikulum Merdeka Belajar. Bentuk-bentuk
empiris pendidikan modern yang ada di antaranya adalah
sekolah berbasis montessori, sekolah alam dan sekolah Islam
terpadu.
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
melahirkan masyarakat global. Globalisasi merupakan
sebuah konsep kebudayaan yang menjadi wacana sentral
dalam disiplin ilmu-ilmu sosial saat ini. Globalisasi adalah
proses kebudayaan yang ditandai dengan adanya
kecenderungan wilayah-wilayah di dunia, baik geografis
maupun fisik, menjadi seragam dalam format sosial, budaya,
ekonomi, dan politik.
Era globalisasi ini terkategori pada perkembangan
kehidupan modern, yakni saat kehidupan terjadi pada masa
kini dan berorientasi pada masa depan. Berkenaan dengan
hal itu, dalam kehiduapan sehari-hari, masyarakat era
globalisasi memiliki pandangan yang luas tidak terbatas
pada ruang dan waktu. Perkembangan teknologi yang pesat

372 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


menjadi salah satu daya dukung kehidupan masyarakat di
era globalisasi. Tidak terlepas dari hal itu, dengan didorong
oleh komunikasi tanpa batas, penggunaan bahasa menjadi
satu faktor pula yang menjadi ciri khusus era globalisasi.
Paling tidak, terdapat lima ciri masyarakat global. Ciri
pertama dari masyarakat global adalah semakin tingginya
peradaban yang ditopang oleh keberadaan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Kedua dari globalisasi informasi
adalah penyerbuan komunikasi dan informasi yang
menembus batas-batas budaya. Ketiga tingginya laju
transformasi sosial. Keempat adalah terjadinya perubahan
gaya hidup (lifestyle). Kelima dari era globalisasi dan
informasi adalah semakin tajamnya gap antara negara
industri dengan negara berkembang, dengan kata lain
terjadinya dominasi informasi oleh negara-negara maju
terhadap negara-negara terbelakang.
Pendidikan yang mewarnai era global ini di antaranya
berkembangnya pendidikan internasional. hadirnya Massive
Open Online Courses (MOOCs) yang dikatakan melibas apa
saja yang berada di depannya (avalanche). Munculnya istilah
pembelajaran daring (blanded learning).

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 373


Bagaimanapun perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi selain berdampak pada kemajuan juga
membawa dampak negatif. Oleh karena itu, pada era global
sekarang ini, justru membutuhkan anak-anak, generasi muda
dan manusia yang memiliki kepribadian, kemandirian,
kreativitas, dan semangat (motivasi) untuk melakukan
adaptasi dan perubahan kehidupan, bukan sekadar generasi
muda yang menguasai pengetahuan teknikal, tetapi lemah
kepribadiannya. Hal penting bagi praktik pendidikan dalam
menghadapi tantangan kehidupan modern dan global
tersebut adalah dibutuhkannya landasan pradigma
pendidikan yang bersifat transformasional, pendidikan yang
membangun perubahan pada diri anak, seluruh aspek
kehidupan dirinya, perasaan, emosi, pikiran, nilai-nilai, dan
kepribadiannya yang mendorong untuk perbaikan
kehidupan.

Daftar Pustaka

Abdalla, Amr. et.al. 2006. Improving the Quality of Islamic


Education in Developing Countries: Innovative

374 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Approaches. Washington: Creative Associates
International, Inc.
Admin. 2015. The Montessori Curriculum. Diakses pada
https://www.whattoexpect.com/family/the-
montessori-curriculum
Admin. 2019a. Mengenal Konsep Sekolah Montessori untuk
Anak. Diakses pada
https://kumparan.com/kumparanmom/mengenal-
konsep-sekolah-montessori-untuk-anak1s9mUYij1ix
Admin. 2019b. Sekolah Alam, Metode Pendidikan yang Fokus
pada Kreativitas Anak. Diakses pada
https://kumparan.com/kumparanmom/sekolahalam-
metode-pendidikan-yang-fokuspada-
kreativitasanak-1rwENTOtzSj
Asriani. H. 2011. Strategi Pembelajaran Terpadu. Yogyakarta:
Familia.
Bouman, P. J. 1980. Ilmu Masyarakat Umum: Pengantar
Sosiologi. Jakarta: PT. Pembangunan.
Britton, L. 2018. Montessori Play and Learn. Diterjemahkan
oleh Ade Kumalasari. Yogyakarta: PT Bentang
Pustaka.
Dario, G.S. 2013. Dasar dan Teori Perkembangan Anak.
Jakarta: Gunung Mulia.
Dwiyogo, W. D. (2018). Pembelajaran Berbasis Blended
Learning. Depok: Rajawali Pers.
Fadilah, A. 2015. Makalah Sekolah Bilingual Standar
Internasional di Indonesia. Bandung: Tidak
diterbitkan.
Fauziya, D.S. 2017. Laporan Akhir Magang Dosen. Surabaya:
Tidak diterbitkan.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 375


Febrian, R. 2018. Rahasia Pembelajaran di Sekolah
Montessori. Diakses pada
https://tirto.id/rahasia-pembelajaran-di-sekolah-
montessori-cRto Freire, P. 1999. Pedagogy of the
Oppressed. New York: Continuum.
Fisher, B.A. 1986. Teori-teori Komunikasi. Bandung: Remadja
Karya.
Gardiner, M.O., dkk. 2017. Era Disrupsi: Peluang dan
Tantangan Perguruan Tinggi di Indonesia. Jakarta:
Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Hartini dan G. Kartasaputra. 1992. Kamus Sosiologi dan
Kependudukan. Jakarta: Bumi Aksara.
Harususilo, Y.E. 2018. 6 Tips Memili Sekolah
Montessori. Diakses dari
https://edukasi.kompas.com/read/2018/05/21/1456
3381/6-tips-memilih-sekolahmontessori?page=all
Hasan, Noorhaidi. 2008. Islamist Party, Electoral Politics and
Da’wa Mobilization Among Youth: The Prosperous
Justice (PKS) in Indonesia, Artikel Online di S.
Rajaratnam School of International Studies Singapore
Hisyam, Usamah. 2012. Sepanjang Jalan Dakwah Tifatul
Sembiring, Jakarta: PT Dharmapena Citra Media.
Irianto, Yoyon Bachtiar, 2011. Modul Pemasaran Pendidikan,
Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia
Jamaludin, A. N. 2015. Sosiologi Pedesaan. Bandung: Cv.
Pustaka Setia.
Kibtiyah, M. 2013. Efektivitas Cooperative Games dalam
Meningkatkan Keterampilan Sosial Anak Taman
Kanak- Kanak. Jurnal Studi Agama dan Masyarakat. 3
(1), hlm. 59-97. STAIN Palangkaraya.

376 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta:
PT. Rineka Cipta. Kuntoro, S. A. 2011. Pendidikan
Nonformal (PNF) Bagi Pengembangan Sosial.
Machmud, M. D. 1979. Psikologi Pendidikan. BPFE.
Yogyakarta.
Mustapa, L. 2014. Pembaharuan Pendidikan Islam Studi Atas
Teologi Sosial Pemikiran Kh. Ahmad Dahlan.
Pembaharuan Pendidikan Islam (JPPI). No 1. Vol 1.
129-142. Nasution.
Nasution. 2003. Azas-Azas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.
Parsons, T. 1937. Srtucture of Social Action. New York:
McGraw-Hill.
Purnomo, A., Ratnawati, N., & Aristin, N. F. (2016).
Pengembangan Pembelajaran Blended Learning
pada Generasi Z. Jurnal Teori Dan Praksis
Pembelajaran IPS, 1 (1)(1), 70–76.
https://doi.org/10.17977/um022v1i12016p070
Purwanto, N. 2002. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis.
Bandung: Remaja Karya Rahayu, Y.S., dkk. 2015.
Identitas Kultural dan Karakter Siswa-siswi di
Indonesia dalam Perspektif Perubahan Global.
Surabaya: Unesa University Press.
Sadulloh, U. 2017. Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung:
Alfabeta.
Saripudin, D. 2018. Pendidikan di Era Globalisasi. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia, Tidak diterbitkan.
Setiawan, F. 2015. Genealogi dan Modernisas Sistem
Pendidikan Muhammadiyah 19111942. Yogyakarta:
Semesta Ilmu.
Sinaga, D., dkk. 1988. Sosiologi dan Antropologi. Palembang:
PT Intan Pariwara.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 377


Smaldino, S.E., Lowther, Deborah L., Russell, J. D. (2014).
Instructional Technology & Media for Learning.
Jakarta: Kencana Prenadamedia Grup.
Smith, V. 2001. Pendidikan Tradisional. dalam Omi Intan
Naomi. Menggugat Pendidikan. Fundamentalis.
Konservatif. Liberal dan Anarkis. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Soemardjan, S. 1993. Setangkai Bunga Sosial. Jakarta:
Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.
Soekanto, Soejono. 2006. Sosiologi; Suatu Pengantar.
Jakarta; Rajawali Pers.
Sulistiyono. 2003. Pendidikan Nilai untuk Siswa SD.
Yogyakarta: Pusat Pengabdia Pada Masyarakat IKIP
Yogyakarta.
Suyatno. 2013. “Sekolah Islam Terpadu: Filsafat, Ideologi, dan
Tren Baru Pendidikan Islam di Indonesia”. Jurnal
Pendidikan Islam Vol. II, Nomor 2. Hlm. 355-377.
Tabrani, Z.A. 2013. Moderenisasi Pengembangan Pendidikan
Islam (Suatu Telaah Epistemologi Pendidikan).
Serambi Tarbawi, 1 (1), 65-84.
Toffler, A. 1992. Pergeseran Kekuasaan, Bagian II. Jakarta:
Panca Simpati. Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Wikipedia.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang “Sistem
Pendidikan Nasional”. Jakarta: Cetakan Negara
Republik Indonesia.

378 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Biografi Penulis

Munawaroh. Pendidikan adalah gerbang


dimulainya kehidupan yang akan
membawa manusia hingga pada
kehidupan abadi, tatkala harta tak
mampu menjadi jembatan amal manusia
maka ilmu yang bermanfaat menjadi
penolong sebagai ladang jairiyah
baginya. Penulis tergerak merasa
memiliki kewajiban hingga mulai menuangkan setiap kata
dalam tulisan dengan harapan memberi manfaat.
Munawaroh, akrab dipanggil nawa kelahiran Cilegon 10
November 1988. Tinggal di Keracak Banjarnegara Ciwandan
Kota Cilegon-Banten. Mulai menulis sejak masih mengajar di
STIE Al-khairiyah Cilegon, buku pertamanya berjudul
Manajemen Sumberdaya Manusia setahun kemudian buku
kedua yang ditulis bersama rekan-rekannya di Runzune
Consultan perusahaan konsultan sekaligus berbagai
pelatihan kompetensi dengan judul 7 Step To HRM 4.0. Kini
penulis tengah menyelesaikan program Dokoral Ilmu
Managemen pada Universitas Pendidikan Indonesia dan
menjadi dosen tetap di Universitas Bina Bangsa Serang-
Banten.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 379


Chapter 9

Pendidikan Dalam Latar


Budaya dan Organisasi
-Dini Hamidin-

Pendahuluan

Pranata pendidikan adalah salah satu pranata sosial


dalam rangka proses sosialisasi dan/atau enkulturasi untuk
mengantarkan individu ke dalam kehidupan bermasyarakat
dan berbudaya, serta untuk menjaga kelangsungan
eksistensi masyarakat dan kebudayaannya. Melalui pranata
pendidikan sosialisasi dan/atau enkulturasi diselenggarakan
oleh masyarakat, sehingga dengan demikian eksistensi
masyarakat dan kebudayaanya dapat bertahan sekalipun
individu-individu anggota masyarakatnya berganti karena
terjadinya kelahiran, kematian, dan/atau perpindahan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyatakan bahwa Pendidikan nasional adalah pendidikan

380 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada
nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan
tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.
Lingkup pendidikan di Indonesia terbagi menjadi
tiga, yaitu:
▪ Pendidikan dalam keluarga (informal), pendidikan
informal adalah jalur pendidikan keluarga dan
lingkungan.
▪ Pendidikan di sekolah (formal), pendidikan formal
adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang
yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 381


▪ Pendidikan dalam masyarakat (nonformal), pendidikan
nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan
formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan
berjenjang.

Pendidikan dalam Keluarga (Informal)

Livingstone (1998) mendefinisikan pendidikan


informal adalah setiap aktifitas yang melibatkan
pemahaman, pengetahuan, atau kecakapan yang terjadi
diluar kurikulum lembaga yang disediakan oleh program
pendidikan, kursus atau lokakarya. Pembelajaran informal
bisa terjadi di setiap konteks diluar kurikulum lembaga. Hal
mendasar dari pendidikan informal (tujuan, isi, cara dan
proses pemerolehan, lamanya, evaluasi hasil dan aplikasi)
ditentukan oleh individu dan kelompok yang memilih terlibat
didalamnya, tanpa kehadiran seorang instruktur yang
memiliki otoritas secara melembaga.
Pendidikan informal biasa juga disebut pendidikan
keluarga, dimana pendidikan dimulai dari keluarga. Menurut
Tarakiawan (2001), pendidikan yang mungkin terjadi dalam

382 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


keluarga, yaitu: 1) pendidikan iman, 2) pendidikan moral, 3)
pendidikan fisik, 4) pendidikan intelektual, 5) pendidikan
psikis, 6) pendidikan sosial, dan 7) pendidikan seksual.
Sejalan dengan itu, Abdul Halim mengemukakan bahwa
mendidik anak pada hakikatnya merupakan serangkaian
usaha nyata orang tua dalam rangka: 1) menyelamatkan
fitrah Islamiah anak, 2) mengembangkan potensi pikir anak,
3) mengembangkan potensi rasa anak, 4) mengembangkan
potensi karsa anak 5) mengembangkan potensi kerja anak,
dan 6) mengembangkan potensi sehat anak. Adapun
mengenai metode-metode dalam pendidikan keluarga yang
banyak berpengaruh terhadap anak, menurut Abdullah
Nashih Ulwan (2001), terdiri dari: 1) pendidikan dengan
keteladanan, 2) pendidikan dengan adat kebiasaan, 3)
pendidikan dengan nasihat, 4) pendidikan dengan
pengawasan, dan 5) pendidikan dengan hukuman (sanksi).

Pendidikan Di Sekolah (Formal)

Pendidikan formal adalah lingkungan pendidikan di


sekolah dan dalam suatu kelas tertentu. Kata sekolah berasal

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 383


dari bahasa latin, yaitu skhhole, scola, scolae atau skhola
yang berarti waktu luang atau waktu senggang. Sekolah
adalah kegiatan di waktu luang bagi anak-anak di tengah
kegiatan mereka yang utama, yaitu bermain dan
menghabiskan waktu menikmati masa anak-anak dan
remaja. Kegiatan dalam waktu luang ialah mempelajari cara
berhitung, membaca huruf-huruf dan mengenal tentang
moral (budi pekerti) dan estetika (seni). Sekolah
menyediakan para ahli yang mengerti psikologi anak sebagai
pendamping kegiatan sekolah, sehingga memberikan
kesempatan-kesempatan yang sebesar-besarnya kepada
anak untuk menciptakan sendiri dunianya melalui berbagai
pelajarannya.
Pendidikan formal atau sekolah mempunyai tujuan
pendidikan sesuai dengan jenjang bentuk dan jenisnya, dari
sekolah dasar sampai dengan jenjang universitas. Pendidikan
formal selain mencakup program pendidikan akademis
umum, juga meliputi berbagai program khusus serta
lembaga yang dipergunakan untuk berbagai macam
pelatihan teknis dan professional.
Fungsi pendidikan sekolah antara lain:

384 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


1. Transmisi kebudayaan: 1) transmisi pengetahuan dan
keterampilan (bahasa, sistem matematika,
pengetahuan alam dan sosial, dan penemuan-
penemuan dan teknologi); 2) transmisi sikap, nilai-
nilai, dan norma-norma.
2. Memilih dan Mengerjakan Peranan Sosial: menyaring
dan mengarahkan pilihan anak mengenai spesialisasi
pekerjaannya kelak dalam masyarakat, mengajarkan
kepada anak peranannya sebagai anak dan sebagai
pemuda, sebagai siswa dan sebagai warga negara.
3. Integrasi Sosial: Sekolah mengajarkan bahasa
nasional, pengalaman yang sama kepada anak
melalui keseragaman kurikulum dan buku pelajaran
dan buku bacaan di sekolah, corak kepribadian
nasional melalui pelajaran sejarah dan geografi
nasional, upacara bendera dll.
4. Inovasi Sosial: menemukan hal-hal yang baru yang
dapat menimbulkan pembaharuan dalam masyarakat
(inovasi teknologi, kemajuan ilmu pengetahuan,
maupun kehidupan masyarakat).

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 385


Pendidikan Dalam Masyarakat (Non Formal)

Pendidikan nonformal bersifat multi purposes,


dimana tujuan pendidikan nonformal fokus pada
pemenuhan kebutuhan belajar tingkat dasar, pendidikan
keaksaraan, pengetahuan alam, ketrampilan vokasional,
pengetahuan gizi dan kesehatan, sikap sosial berkeluarga
dan hidup bermasyarakat, pengetahuan umum dan
kewarganegaraan, serta citra diri dan nilai hidup. Tujuan
belajar di jalur pendidikan nonformal yang ditujukan untuk
kepentingan pendidikan kelanjutan {continuing education)
setelah terpenuhinya pendidikan tingkat dasar, serta
pendidikan perluasan dan pendidikan nilai-nilai hidup.
Dalam Undang-undang Sisdiknas dijelaskan bahwa,
pendidikan nonformal diselenggarakan bagi masyarakat
yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi
sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan
formal. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan
potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan
pengetahuan dan keterampilan.

386 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


▪ Pendidikan nonformal meliputi pendidikan
kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini,
pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan
perempuan dan pelatihan kerja, serta pendidikan lain
yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan
peserta didik.
▪ Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga
kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat
kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta
satuan pendidikan yang sejenis. Kursus dan pelatihan
diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan
bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup,
dan sikap untuk mengembangkan diri,
mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri,
dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi.
Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara
dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui
proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk
oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu
pada standar nasional pendidikan.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 387


Kajian Empirik Tentang Pranata Pendidikan Keluarga dari
Latar Budaya Tertentu

Kata Budaya Secara Etimologis Menurut kamus


Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta Bodhya
yang berarti akal budi, sinonimnya adalah kultur yang berasal
dari bahasa Inggris Culture atau Cultuur dalam Bahasa
Belanda. Kata budaya secara terminologis budaya adalah
suatu hasil dari budi dan atau daya, cipta, karya, karsa, pikiran
dan adat istiadat manusia yang secara sadar maupun tidak,
dapat diterima sebagai suatu perilaku yang beradab.
Dikatakan membudaya bila kontinu, konvergen.
Pendidikan merupakan proses budaya, karena itu ia
tumbuh dan berkembang dalam alur kebudayaan setiap
masyarakat dan sering bersumber pada agama dan tradisi
yang dianut oleh masyarakat sehingga kehadirannya
mempunyai akar yang kuat pada budaya masyarakat.
Pendidikan menjadi modal dasar untuk membina dan
mengembangkan karakter serta perilaku manusia di dalam
menata hidup dan kehidupannya (Depdikbud, 1989).
a. Kesetaraan Gender dalam Pendidikan Keluarga

388 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Seorang laki-laki dalam Pendidikan keluarga
digambarkan sebagai sosok yang kuat, tidak cengeng,
dan perkasa dibandingkan dengan perempuan yang
stereotipmya pasif, emosional, dan tidak mandiri. Hal ini
menunjukkan adanya ketimpangan atau bias gender
yang sesungguhnya merugikan baik bagi laki-laki
maupun perempuan. Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural (Tilaar, 2009) berarti
pengakuan akan adanya berjenis-jenis budaya yang
hidup dalam masyarakat. Masyarakat Indonesia adalah
masyarakat yang multibudaya, oleh sebab itu
pendidikan multikultural merupakan hal yang mutlak di
dalam pendidikan nasional.
b. Pendidikan Keluarga
Perhatian mengenai pendidikan keluarga tidak hanya
ditujukan oleh anggota-anggota keluarga, tetapi oleh
segenap lapisan masyarakat. Hal ini mengisyaratkan
betapa keluarga itu merupakan bagian dalam
kehidupan bermasyarakat. Dalam pendidikan di
keluarga disiplin sangat perlu diterapkan. Pola asuh
harus merupakan upaya orang tua yang diaktualisasikan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 389


terhadap penataan: lingkungan fisik, lingkungan sosial
internal dan eksternal, pendidikan internal dan
eksternal, dialog dengan anak-anak, suasana psikologis,
sosiobudaya, perilaku yang ditampilkan pada saat
terjadinya pertemuan dengan anak-anak. kontrol
terhadap perilaku anak-anak, dan menentukan nilai-nilai
moral sebagai dasar berperilaku dan yang diupayakan
kepada anak-anak.

Kajian Empirik Terhadap Pendidikan Sekolah Dari Latar


Mazhab Tertentu

Dalam pendidikan dikenal beberapa mazhab atau


aliran, yaitu: progresivisme, konstruktivisme dan humanisme
Aliran Progresivisme
Aliran Progresivisme didirikan pada tahun 1918,
muncul dan berkembang pada permulaan abad XX di
Amerika Serikat. lahir sebagai pembaharu dalam dunia
filsafat pendidikan terutama sebagai lawan terhadap
kebijakan-kebijakan konvensional yang diwarisi dari abad
XIX. Pencetus Aliran filsafat Progresivisme yang populer

390 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


adalah Jhon Dewey. Dalam pandangan Progresivisme,
manusia harus selalu maju (progress) bertindak konstruktif,
inovatif, reformatif, aktif dan dinamis. Sebab manusia
mempunyai naluri selalu menginginkan perubahan-
perubahan. Menurut Imam Barnadib (2000), Progresivisme
menghendaki pendidikan yang progresif (maju), semua itu
dilakukan oleh pendidikan agar manusia dapat mengalami
kemajuan (Progress), sehingga orang akan bertindak dengan
intelegensinya sesuai dengan tuntutan dan lingkungan.
Dalam dunia pendidikan Progresivisme, peserta didik
diberikan kebebasan baik secara fisik maupun cara berpikir,
untuk mengembangkan bakat dan kemampuan yang
terpendam dalam diri peserta didik tanpa terhambat oleh
rintangan yang dibuat oleh orang lain. Oleh karena itu
Progresivisme tidak menyetujui pendidikan yang bersifat
otoriter. Dalam bidang kurikulum Progresivisme
menghendaki kurikulum yang bersifat luwes dan terbuka.
Kurikulum dapat dirubah dan dibentuk, dikembangkan
sesuai dengan perkembangan zaman dan IPTEK. Aliran
Progresivisme ini menghendaki lembaga pendidikan
memiliki kurikulum yang bersifat fleksibel, dinamis, tidak

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 391


kaku, tidak terkait dengan doktrin-doktrin tertentu, bersifat
terbuka, memilki relevansi dengan prinsip-prinsip
pengembangan kurikulum pendidikan.

Aliran Konstruktivisme
Pelopor aliran Konstruktivisme adalah Jean Piaget,
seorang psikolog kelahiran Nauchatel Swiss. Teori ini yang
sangat dikenal dengan teori perkembangan mental.
Konstruktivisme yang dikembangkan Jean Piaget dalam
bidang pendidikan dikenal dengan nama kontruktivisme
kognitif atau personal contructivisme. Jean Piaget menyakini
bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan
dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Aliran
konstruktivisme menekankan bahwa pengetahuan adalah
kontruksi (bentukan). Pengetahuan bukanlah suatu tiruan
dari kenyataan (realitas), pengetahuan merupakan akibat dari
suatu konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang.
Seseorang dapat membentuk skema, kategori, konsep dan
struktur pengetahuan yang diperlukan untuk pengetahuan.
Dalam pandangan konstruktivisme, belajar adalah
kegiatan aktif dimana peserta didik membangun sendiri

392 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


pengetahuannya. Peserta didik mencari sendiri makna yang
dipelajari. Hal ini merupakan proses menyesuaikan konsep
dan ide-ide baru dengan kerangka berpikir yang telah ada
dalam pikiran siswa. Belajar, menurut teori belajar
konstruktivistik bukanlah sekedar menghafal, akan tetapi
proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman.
Pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi
pengetahuan oleh setiap individu akan memberikan makna
mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama
tersimpan/diingat dalam setiap individu. Teori
konstruktivisme berpandangan bahwa dalam proses belajar,
siswa yang harus mendapat penekanan. Siswa yang harus
aktif dalam mengembangkan pengetahuan, bukan guru atau
orang lain. Kreativitas dan keaktifan siswa membantu siswa
menjadi orang yang kritis menganalisis suatu hal karena
siswa berpikir dan bukan meniru saja.
Mengajar dalam pandangan konstruktivisme adalah
membantu seseorang agar dapat mengkonstruksi sendiri
pengetahuannya lewat kegiatannya terhadap fenomena dan
objek yang ingin diketahui. Menurut prinsip konstruktivisme
guru berperan sebagai mediator dan fasilisator yang

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 393


membantu agar proses belajar murid berjalan dengan baik.
Pendekatan ada pada siswa yang belajar, dan bukan pada
guru yang mengajar. Penekanan pada siswa ini yang
belakangan melahirkan konsep learning centered yaitu
pembelajaran yang berpusat pada siswa. Konstruktivisme
dalam pembelajaran mempengaruhi dari pembentukan
kurikulum, perencanaan, pelaksanaan, penilaian hingga
evaluasi pembelajaran.
Prinsip-prinsip yang sering diadopsi dari
konstruktivisme
▪ pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri secara
aktif,
▪ tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa,
▪ mengajar adalah membantu siswa belajar,
▪ tekanan dalam proses belajar lebih pada proses
bukan pada hasil,
▪ kurikulum menekankan partisipasi siswa, dan
▪ guru adalah fasilisator.

Aliran Humanistik

394 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Aliran humanistik muncul pada pertengahan abad 20
sebagai reaksi teori psikodinamika dan behavioristik. Salah
satu tokoh aliran humanistik terkenal adalah Abraham Harold
Maslow (1908-1970). Maslow dikenal sebagai pelopor aliran
psikologi humanistik. Maslow percaya bahwa manusia
tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa
mungkin. Teorinya yang sangat terkenal adalah teori
Hierarchy of Need (Hirarki Kebutuhan), yaitu:
▪ Tingkat paling rendah (bersifat dasar/fisiologis)
(physiological needs),
▪ Tingkat kedua terdapat kebutuhan akan rasa aman
dan perlindungan (need for self-security and
security),
▪ Tingkat ketiga mencerminkan kebutuhan yang
digolongkan dalam kelompok kasih sayang (need for
love and belongingness),
▪ tingkat keempat mencerminkan kebutuhan atas
penghargaan diri (need for self-system),
▪ Tingkat kelima adalah kebutuhan aktualisasi diri
(need for self-actualization)

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 395


▪ Dalam konteks humanisme, pendidik harus
mendorong peserta didiknya untuk mencapai
keberhasilan dan prestasi yang tinggi, serta
memberikan penghargaan atas prestasi yang tinggi,
▪ Penghargaan yang tulus dari seorang guru akan
menumbuhkan perasaan sukses dalam diri peserta
didik serta dapat mengembangkan sikap dan
motivasi tinggi untuk berusaha mencapai kesuksesan.
Kalau terdapat peserta didik yang gagal tetap perlu
diberi penghargaan atas segala kemauan, semangat
dan keberanian dalam melakukan suatu aktivitas.
▪ Guru harus menghindari komentar-komentar yang
bernada negatif dan menampakkan sikap tidak puas
terhadap peserta didik yang gagal.
Oleh karena itu, pembelajaran harus sebanyak
mungkin melibatkan peserta didik, tetapi harus menjadi
fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar
(facilitate learning) kepada seluruh peserta didik, agar
mereka dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan,
gembira, penuh semangat, tidak cemas, berani
mengemukakan pendapat secara terbuka dan lainnya.

396 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Kajian Empirik Tentang Pranata Pendidikan Masyarakat dari
Latar Budaya dan Organisasi

Sistem pendidikan mengembangkan pola kelakuan


tertentu sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
masyarakat dari murid-murid. Kehidupan di sekolah serta
norma-norma yang berlaku di situ dapat disebut kebudayaan
sekolah. Sebuah sekolah harus mempunyai misi menciptakan
budaya sekolah yang menantang dan menyenangkan, adil,
kreatif, terintegratif, dan dedikatif terhadap pencapaian visi,
menghasilkan lulusan yang berkualitas tinggi dalam
perkembangan intelektualnya dan mempunyai karakter
takwa, jujur, kreatif, mampu menjadi teladan, bekerja keras,
toleran dan cakap dalam memimpin, serta menjawab
tantangan akan kebutuhan pengembangan sumber daya
manusia yang dapat berperan dalam perkembangan IPTEK
dan berlandaskan IMTAQ.
Budaya sekolah (kultur sekolah) sangat
mempengaruhi prestasi dan perilaku peserta didik dari
sekolah tersebut. Budaya sekolah merupakan jiwa dan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 397


kekuatan sekolah yang memungkinkan sekolah dapat
tumbuh berkembang dan melakukan adaptasi dengan
berbagai lingkungan yang ada. Budaya sekolah adalah suatu
pola asumsi dasar hasil invensi, penemuan atau
pengembangan oleh suatu kelompok tertentu saat ia belajar
mengatasi masalah-masalah yang telah berhasil baik serta
dianggap valid, dan akhirnya diajarkan ke warga baru
sebagai cara-cara yang benar dalam memandang,
memikirkan, dan merasakan masalah-masalah tersebut.
Studi terhadap sekolah-sekolah yang berhasil atau
efektif dapat diperoleh gambaran bahwa mereka mempunyai
lima karakteristik:
▪ Sekolah memiliki budaya sekolah yang kondusif
▪ Adanya harapan antara para guru bahwa semua siswa
dapat sukses
▪ Menekankan pengajaran pada penguasaan
ketrampilan
▪ Sistem tujuan pengajaran yang jelas bagi
pelaksanaan monitoring dan penilaian keberhasilan
kelas

398 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


▪ Prinsip-prinsip sekolah yang kuat sehingga dapat
memelihara kedisiplinan siswa.
▪ Penciptaan budaya sekolah dapat dilakukan melalui :
▪ Pemahaman tentang budaya sekolah
▪ Pembiasaan pelaksanaan budaya sekolah
▪ Reward and punishment

Kebudayaan memiliki dimensi yang dapat di ukur


yang menjadi ciri budaya sekolah, seperti:
▪ Tingkat tanggung jawab, kebebasan dan
independensi warga atau personil sekolah, komite
sekolah dan lainnya dalam berinisiatif.
▪ Sejauh mana para personil sekolah dianjurkan dalam
bertindak progresif, inovatif dan berani mengambil
resiko.
▪ Sejauh mana sekolah menciptakan dengan jelas visi,
misi, tujuan, sasaran sekolah, dan upaya
mewujudkannya.
▪ Sejauh mana unit-unit dalam sekolah didorong untuk
bekerja dengan cara yang terkoordinasi.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 399


▪ Tingkat sejauh mana kepala sekolah memberi
informasi yang jelas, bantuan serta dukungan
terhadap personil sekolah.
▪ Jumlah pengaturan dan pengawasan langsung yang
digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan
perilaku personil sekolah.
▪ Sejauh mana para personil sekolah mengidentifkasi
dirinya secara keseluruhan dengan sekolah
ketimbang dengan kelompok kerja tertentu atau
bidang keahlian profesional.
▪ Sejauh mana alokasi imbalan diberikan didasarkan
atas kriteria prestasi.
▪ Sejauh mana personil sekolah didorong untuk
mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka.

Unsur-unsur Budaya Sekolah


Hedley Beare mendeskripsikan unsur-unsur budaya
sekolah dalam dua kategori:
1. Unsur yang tidak kasat mata, yaitu filsafat atau
pandangan dasar sekolah mengenai kenyataan yang
luas, makna hidup atau yang di anggap penting dan

400 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


harus diperjuangkan oleh sekolah. Dan itu harus
dinyatakan secara konseptual dalam rumusan visi,
misi, tujuan dan sasaran yang lebih kongkrit yang
akan di capai oleh sekolah.
2. Unsur yang kasat mata dapat termenifestasi secara
konseptual meliputi :
a. visi,misi, tujuan dan sasaran,
b. kurikulum,
c. bahasa komunikasi,
d. narasi sekolah, dan narasi tokoh-tokoh,
e. struktur organisasi,
f. ritual, dan upacara,
g. prosedur belajar mengajar,
h. peraturan sistem ganjaran/ hukuman,
i. layanan psikologi sosial,
j. pola interaksi sekolah dengan orang tua,
masyarakat dan yang meteriil dapat berupa :
fasilitas dan peralatan, artifiak dan tanda
kenangan serta pakaian seragam.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 401


Djemari Mardapi (2003) membagi unsur-unsur
budaya sekolah jika ditinjau dari usaha peningkatan kualitas
pendidikan sebagai berikut :
a) Kultur sekolah yang positif, yaitu kegiatan-kegiatan
yang mendukung peningkatan kualitas pendidikan,
misalnya kerjasama dalam mencapai prestasi,
penghargaan terhadap prestasi, dan komitmen
terhadap belajar.
b) Kultur sekolah yang negatif, yaitu kultur yang kontra
terhadap peningkatan mutu pendidikan. Artinya
resisten terhadap perubahan, misalnya dapat berupa:
siswa takut salah, siswa takut bertanya, dan siswa
jarang melakukan kerja sama dalam memecahkan
masalah.
c) Kultur sekolah yang netral, yaitu kultur yang tidak
berfokus pada satu sisi namun dapat memberikan
konstribusi positif tehadap perkembangan
peningkatan mutu pendidikan. Hal ini bisa berupa
arisan keluarga sekolah, seragam guru, seragam
siswa dan lain-lain.

402 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Djemari (2003) membagi karekteristik peran kultur
sekolah berdasarkan sifatnya dapat dibedakan menjadi tiga
yakni :
• Bernilai Strategis, Budaya yang dapat berimbas dalam
kehidupan sekolah secara dinamis. Misalnya memberi
peluang pada warga sekolah untuk bekerja secara
efisien, disiplin dan tertib. Kultur sekolah merupakan
milik kolektif bukan milik perorangan, sehingga
sekolah dapat dikembangkan dan dilakukan oleh
semua warga sekolah
• Memiliki Daya Ungkit, Budaya yang memliki daya
gerak akan mendorong semua warga sekolah untuk
berprestasi, sehingga kerja guru dan semangat
belajar siswa akan tumbuh karena dipacu dan di
• dorong, dengan dukungan budaya yang memiliki
daya ungkit yang tinggi. Misalnya kinerja sekolah
dapat meningkat jika disertai dengan imbalan yang
pantas, penghargaan yang cukup, dan proporsi tugas
yang seimbang. Begitu juga dengan siswa akan
meningkat semangat belajranya, bila mereka diberi

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 403


penghargaan yang memadai, pelayanan yang prima,
serta didukung dengan sarana yang memadai.
• Berpeluang Sukses, Budaya yang berpeluang sukses
adalah budaya yang memiliki daya ungkit dan
memiliki daya gerak yang tinggi. Hal ini sangat
penting untuk menumbuhkan rasa keberhasilan dan
rasa mampu untuk melaksanakan tugas dengan baik.
Misalnya budaya gemar membaca. Budaya membaca
di kalangan siswa akan dapat mendorong mereka
untuk banyak tahui tentang berbagai macam
persoalan yang mereka pelajari di lingkungan
sekolah.

Daftar Kampus

Hamruni. (2009). Edutainment Dalam Pendidikan Islam dan


Teori-teori Pembelajaran Quantum. Yogyakarta:
Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga
Firdaos, R. (2015). Orientasi Pedagogik Dan Perubahan Sosial
Budaya Terhadap Kemajuan Ilmu Pendidikan Dan

404 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Teknologi. Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam,
6(1), 106-117.
Mukh Nursikin. (2016). Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan Dan
Implementasinya Dalam Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Islam. Attarbiyah Journal of Islamic
Culture and Education Vol. 1. No. 2 Desember 2016.
Sudiapermana, E. (2009). Pendidikan Informal. Jurnal
Pendidikan Luar Sekolah, 4(2).
Suparno, P. (2008). Filsafat Konstruktivisme dalam
Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Wiles, J. & Janjuri, A. D. (1989). Curriculum Development A
Guide to Practive. Ohia Merryi Publishing Company.
Yatimah, D., & Karnadi, K. (2009). Pendidikan Non Formal dan
Informal dalam Bingkai Pendidikan Sepanjang Hayat.
Bandung: Alfabeta.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 405


Biografi Penulis

Dini Hamidin. lahir di Kota Bandung


pada tanggal 2 Desember tahun 1975.
Aktif sebagai peneliti nasional dengan
bidang keahlian Manajemen Sistem
Informasi. Buku ini dihasilkan dari
perkuliahan matakuliah pedagogik di
Program Doktor Manajemen
Universitas Pendidikan Indonesia. Penelitian-penelitian yang
pernah dilakukan baik sebagai ketua maupun anggota
peneliti berkaitan dengan Teknologi Pendidikan, seperti
aplikasi cerdas cermat online realtime, perancangan aplikasi
ensiklopedia untuk PAUD, dan Augmented reality sebagai
media pembelajaran SD dan pergudangan. Bab Pranata
Pendidikan di dalam buku yang ditulis ini berdasarkan
eksplorasi penulis dari berbagai sumber baik buku, makalah,
artikel dan berbagai sumber lainnya.

406 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Chapter 10

Azas Pendidikan
-Risa Ratna Gumilang dan Leni Yuliyanti-

Pendahuluan

Asas pendidikan merupakan sesuatu kebenaran yang


menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap
perancangan maupun pelaksanaan pendidikan. Khusus di
Indonesia, terdapat beberapa asas pendidikan yang memberi
arah dalam merancang dan melaksanakan pendidikan
nasional. Asas-asas tersebut bersumber dari pemikiran dan
pengalaman sepanjang sejarah perkembangan pendidikan di
Indonesia.
Umar Tirtarahardja (2008: 117) diantara asas tersebut,
ada tiga asas yang diuraikan secara mendetail, yaitu; Asas Tut
Wuri Handayani, Asas Belajar Sepanjang Hayat, dan Asas
Kemandirian dalam Belajar. Ketiga asas itu dianggap sangat
relevan dengan upaya pembinaan dan pengembangan
pendidikan nasional, baik masa kini maupun masa datang.
Oleh karena itu, setiap tenaga kependidikan harus

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 407


memahami dengan tepat ketiga asas tersebut agar dapat
menerapkannya dengan semestinya dalam
penyeleenggaraan pendidikan sehari-hari.

Asas Tut Wuri Handayani


Asas ini merupakan gagasan yang mula-mula
dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara seorang perintis
kemerdekaan dan pendidikan nasional. Tut Wuri Handayani
mengandung arti pendidik dengan kewibawaan yang dimiliki
mengikuti dari belakang dan memberi pengaruh, tidak
menarik-narik dari depan, membiarkan anak mencari jalan
sendiri, dan bila anak melakukan kesalahan baru pendidik
membantunya. Gagasan tersebut dikembangkan Ki Hajar
Dewantara pada masa penjajahan dan masa perjuangan
kemerdekaan. Dalam era kemerdekaan gagasan tersebut
serta merta diterima sebagai salah satu asas pendidikan
nasional Indonesia.
Asas Tut Wuri Handayani yang kini menjadi
semboyan Depdikbud, pada awalnya merupakan salah satu
dari “Asas 1922” yakni tujuh buah asas dari Perguruan
Nasional Taman Siswa (didirikan 3 Juli 1922). Ketujuh asas

408 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Perguruan Nasional Taman Siswa yang merupakan asas
perjuangan untuk menghadapi Pemerintah kolonial Belanda
sekaligus untuk mempertahankan kelangsungan hidup
bangsa. Umar Tirtarahardja (2008: 118: 119) menjelaskan
bahwa ketujuh asas tersebut yang secara singkat disebut
”Asas 1922” adalah sebagai berikut:
a. Bahwa setiap orang mempunyai hak untuk mengatur
dirinya sendiri dengan mengingat tertibnya
persatuan dalam perikehidupan umum.
b. Bahwa pengajaran harus member pengetahuan yang
berfaedah, yang dalam arti lahir dan batin dapat
memerdekakan diri.
c. Bahwa pengajaran harus berdasar pada kebudayaan
dan kebangsaan sendiri.
d. Bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat
menjangkau kepada seluruh rakyat.
e. Bahwa untuk mengejar kemerdekaan hidup yang
sepenuhpenuhnya lahir maupun batin hendaknya
diusahakan dengan kekuatan sendiri, dan menolak
bantuan apapun dan dari siapapun yang mengikat
baik berupa ikatan lahir maupun ikatan batin.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 409


f. Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan
sendiri maka mutlak harus membelanjai sendiri
segala usaha yang dilakukan.
g. Bahwa dalam mendidik anak-anak perlu adanya
keikhlasan lahir dan batin untuk mengorbankan
segala kepentingan pribadi demi keselamatan dan
kebahagiaan anak- anak.
Asas Tut wuri Handayani merupakan inti dari asas
pertama dalam asas 1922 yang menegaskan bahwa setiap
orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri dengan
tetap memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Dari
asasnya yang pertama ini dijelaskan bahwa tujuan asas Tut
Wuri Handayani yaitu:
a. Pendidikan dilaksanakan tidak menggunakan syarat
paksaan.
b. Pendidikan adalah penggulowenthah yang
mengandung makna: among, momong dan
ngemong. Among mengandung arti
mengembangkan kodrat alam anak dengan tuntutan
agar anak didik dapat mengembangkan hidup batin
menjadi subur dan selamat. Momong mempunyai arti

410 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


mengamat-amati anak agar dapat tumbuh menurut
kodratnya. Ngemong berarti kita harus mengikuti apa
yang ingin diusahakan anak sendiri dan memberi
bantuan pada saat anak membutuhkan.
c. Pendidikan menciptakan tertib dan damai (orde
envrede).
d. Pendidikan tidak ngujo (memanjakan anak).
e. Pendidikan menciptakan iklim, tidak terperintah,
memerintah diri sendiri, dan berdiri di atas kaki
sendiri (mandiri dalam diri anak didik). Semboyan
lainnya, sebagai bagian tak terpisahkan dari tut wuri
handayani, padahakikatnya bertolak dari wawasan
tentang anak yang sama, yakni tidak ada unsur
perintah,paksaan atau hukuman, tidak ada campur
tangan yang dapat mengurangi kebebasan
anakuntuk berjalan sendiri dengan kekuatan sendiri.
Dari sisi lain, pendidik setiap saat siap memberi
uluran tangan apabila diperlukan oleh anak. Rubino (2003:
31) menjelaskan bahwa azas Tut Wuri Handayani ini
kemudian dikembangkan oleh Drs. R.M.P. Sostrokartono
(filusof dan ahli bahasa) dengan menambahkan dua

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 411


semboyan lagi, yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo
Mangun Karso. Kini ketiga semboyan tersebut telah menyatu
menjadi satu kesatuan asas, masing-masing sebagai berikut:
a. Ing Ngarso Sung Tulodo (jika di depan memberi
contoh) adalah hal yang baik mengingat kebutuhan
anak maupun pertimbangan guru. Di bagian depan,
seorang guru akan membawa buah pikiran para
muridnya itu ke dalam sistem ilmu pengetahuan yang
lebih luas. Ia menempatkan pikiran / gagasan /
pendapat para muridnya dalam cakrawala yang baru,
yang lebih luas. Dalam posisi ini ia membimbing dan
memberi teladan. Akhirnya, dengan filosofi semacam
ini, siswa (dengan bantuan guru dan teman-
temannya ) mengkonstruksi pengetahuannya sendiri
di antara pengetahuan yang telah dikonstruksi oleh
banyak orang termasuk oleh para ahli.
b. Ing Madya Mangu Karsa (di tengah membangkitkan
kehendak) diterapkan dalam situasi ketika anak didik
kurang bergairah atau ragu-ragu untuk mengambil
keputusan atau tindakan, sehingga perlu diupayakan
untuk memperkuat motivasi. Dan, guru maju ke

412 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


tengah-tengah (pemikiran) para muridnya. Dalam
posisi ini ia menciptakan situasi yang memungkinkan
para muridnya mengembangkan, memperbaiki,
mempertajam, atau bahkan mungkin mengganti
pengetahuan yang telah dimilikinya itu sehingga
diperoleh pengetahuan baru yang lebih masuk akal,
lebih jelas, dan lebih banyak manfaatnya. Guru
mungkin mengajukan pertanyaan, atau mungkin
mengajukan gagasan/argumentasi tandingan.
Mungkin juga ia mengikuti jalan pikiran siswa sampai
pada suatu kesimpulan yang bisa benar atau bisa
salah, dsb. Pendek kata, di tengah seorang guru
menciptakan situasi yang membuat siswa berolah
pikir secara kritis untuk menelaah buah pikirannya
sendiri atau orang lain. Guru menciptakan situasi agar
terjadi perubahan konsepsional dalam pikiran siswa-
siswanya. Yang salah diganti yang benar, yang keliru
diperbaiki, yang kurang tajam dipertajam, yang
kurang lengkap dilengkapi, dan yang kurang masuk
akal argumentasinya diperbaiki.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 413


c. Tut Wuri Handayani (jika di belakang memberi
dorongan). Asas ini memberi kesempatan anak didik
untuk melakukan usaha sendiri, dan ada
kemungkinan melakukan kesalahan, tanpa ada
tindakan (hukuman) pendidik. Hal itu tidak
menjadikan masalah, karena menurut Ki Hajar
Dewantara, setiap kesalahan yang dilakukan anak
didik akan membawa pidananya sendiri, karena tidak
ada pendidik sebagai pemimpin yang mendorong
datangnya hukuman tersebut. Dengan demikian,
setiap kesalahan yang dialami peserta didik bersifat
mendidik.
Maksud Tut Wuri Handayani adalah sebagai pendidik
hendaknya mampu menyalurkan dan mengarahkan perilaku
dan segala tindakan siswa untuk mencapai tujuan pendidikan
yang telah dirancang. Implikasi dari penerapan asas ini dalam
pendidikan adalah sebagai berikut:
a. Seorang pendidik diharapkan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide
dan prakarsa yang berkaitan dengan mata pelajaran
yang diajarkan.

414 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


b. Seorang pendidik berusaha melibatkan mental siswa
yang maksimal didalam mengaktualisasikan
pengalaman belajar.
c. Peranan pendidik hanyalah bertugas mengarahkan
siswa, sebagai fisilitator, motivator dan pembimbing
dalam rangka mencapai tujuan belajar.
d. Dalam proses belajar mengajar dilakukan secara
bebas tetapi terkendali, interaksi pendidik dan siswa
mencerminkan hubungan manusiawi serta
merangsang berfikir siswa, memanfaatkan
bermacam-macam sumber, kegiatan belajar yang
dilakukan siswa bervariasi, tetapi tetap dibawah
bimbingan guru.
Rubino (2003: 33) menjelaskan bahwa jika dikaitan
penerapan asas Tut Wuri Handayani, dapat dikemukakan
beberapa keadaan yang ditemui sekarang, yakni:
a. Peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih
pendidikan dan ketrampilan yang diminatinya di
semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan yang
disediakan oleh pemerintah sesuai peran dan
profesinya dalam masyarakat.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 415


b. Peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih
pendidikan kejuruan yang diminatinya agar dapat
mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan kerja
bidang tertentu yang diinginkannya.
c. Peserta didik yang memiliki kelainan atau cacat fisik
atau mental memperoleh kesempatan untuk memilih
pendidikan dan ketrampilan sesuai dengan cacat
yang disandang agar dapat bertumbuh menjadi
manusia yang mandiri.
d. Peserta didik di daerah terpencil mendapat
kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan
ketrampilan agar dapat berkembang menjadi
manusia yang memiliki kemampuan dasar yang
memadai sebagai manusia yang mandiri.
Ketiga asas tersebut sebagai semboyan dalam
pendidikan merupakan satu kesatuan asas yang telah
menjadi asas penting dalam pendidikan di Indonesia.
Pendidikan juga mengandung makna mengembangkan
kodrat alam anak dengan tuntutan agar anak didik dapat
mengembangkan kehidupan lahir dan bathin menjadi subur
dan selamat, dan perkembangan peserta didik harus

416 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


senantiasa diikuti dengan memberi bantuan pada saat anak
membutuhkan.

Asas Belajar Sepanjang Hayat


Asas belajar sepanjang hayat (life long learning)
merupakan sudut pandang dari sisi lain terhadap pendidikan
seumur hidup (long life education). Istilah pendidikan
seumur hidup erat kaitannya dan kadang kadang digunakan
saling bergantian dengan makna yang sama dengan istilah
belajar sepanjang hayat. Kedua istilah ini memang tidak
dapat dipisahkan, tetapi dapat dibedakan. Penekanan istilah
“belajar”adalah perubahan perilaku
(kognitif/afektif/psikomotor) yang relatif tetap karena
pengaruh pengalaman.
Sedangkan istilah “pendidikan” menekankan pada
usaha sadar dan sistematis untuk penciptaan suatu
lingkungan yang memungkinkan pengaruh pengalaman
tersebut lebih efisien efektif, dengan kata lain, lingkungan
yang membelajarkan subjek didik. Pendidikan sepanjang
hayat atau pendidikan seumur hidup, dalam proses belajar
mengajar di sekolah seyogyanya mengemban sekurang-

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 417


kurangnya dua hal pokok, yaitu; pertama; membelajarkan
peserta didik dengan efisien dan efektif, dan kedua;
meningkatkan kemauan dan kemampuan belajar mandiri
sebagai basis dari belajar sepanjang hayat.
Ditinjau dari segi kependidikan, perlunya merancang
suatu program atau kurikulum yang dapat mendukung
terwujudnya belajar sepanjang hayat dengan
memperhatikan dua dimensi, yaitu; Pertama, Dimensi vertikal
dari kurikulum sekolah meliputi keterkaitan dan
kesinambungan antar tingkatan persekolahan dan
keterkaitan dengan kehidupan peserta didik di masa depan.
Kedua, Dimensi horisontal dari kurikulum sekolah yaitu
katerkaitan antara pengalaman belajar di sekolah dengan
pengalaman di luar sekolah. Untuk mencapai integritas
pribadi yang utuh sebagaimana gambaran manusia
Indonesia seutuhnya sesuai dengan nilai-niai Pancasila,
Indonesia menganut asas pendidikan sepanjang hayat.
Pendidikan sepanjang hayat memungkinkan tiap warga
negara Indonesia:
a. Mendapat kesempatan untuk meningkatkan kualitas
diri dan kemandirian sepanjang hidupnya.

418 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


b. Mendapat kesempatan untuk memanfaatkan layanan
lembagalembaga pendidikan yang ada di
masyarakat. Lembaga pendidikan yang ditawarkan
dapat bersifat formal, informal, non formal.
c. Mendapat kesempatan mengikuti program-program
pendidikan sesuai bakat, minat, dan kemampuan
dalam rangka pengembangan pribadi secara utuh
menuju profil Manusia Indonesia Seutuhnya
berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar
1945; dan mendapat kesempatan mengembangkan
diri melalui proses pendidikan jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan tertentu sebagaimana tersurat dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003.
Sesuai dengan uraian di atas, mengindikasikan bahwa
pemerintah secara lintas sektoral telah mengupayakan
usaha-usaha untuk menjawab tantangan asas pendidikan
sepanjang hayat dengan cara pengadaan sarana dan
prasarana, kesempatan serta sumber daya manusia yang
menunjang.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 419


Asas Kemandirian dalam Belajar.
Kemandirian dalam belajar diartikan sebagai aktifitas
belajar yang berlangsung lebih didorong oleh kemauan
sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung jawab sendiri dari
pembelajaran. Pengertian tantang belajar mandiri sampai
saat ini belum ada kesepakatan dari para ahli. Ada beberapa
pandangan tentang belajar mandiri yang diutarakan oleh
para ahli seperti dipaparkan sebagai berikut:
a. Belajar Mandiri memandang siswa sebagai para
manajer dan pemilik tanggung jawab dari proses
pelajaran mereka sendiri. Belajar Mandiri
mengintegrasikan self- management (manajemen
konteks, menentukan setting, sumber daya, dan
tindakan) dengan self-monitoring (siswa memonitor,
mengevaluasi dan mengatur strategi belajarnya).
b. Peran kemauan dan motivasi dalam belajar mandiri
sangat penting di dalam memulai dan memelihara
usaha siswa.
c. Di dalam belajar mandiri, kendali secara berangsur-
angsur bergeser dari para guru ke siswa. Siswa
mempunyai banyak kebebasan untuk memutuskan

420 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


pelajaran apa dan tujuan apa yang hendak dicapai
dan bermanfaat baginya.
Haris Mujiman (2009) mencoba memberikan
pengertian belajar mandiri dengan lebih lengkap.
Menurutnya belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif,
yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai suatu
kompetensi guna mengatasi suatu masalah. Di sini belajar
mandiri lebih dimaknai sebagai usaha siswa untuk melakukan
kegiatan belajar yang didasari oleh niatnya untuk menguasai
suatu kompetensi tertentu. Belajar mandiri dapat diartikan
sebagai usaha individu untuk melakukan kegiatan belajar
secara sendirian maupun dengan bantuan orang lain
berdasarkan motivasinya sendiri untuk menguasai suatu
materi pembelajaran. Perwujudan asas kemandirian dalam
belajar akan menempatkan guru dalam peran utama sebagai
fasilitator dan motifator.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 421


Implikasi Landasan Pedagogik Terhadap Pengembangan
Teori Pendidikan Dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat

Pendidikan dalam arti luas merupakan usaha manusia


untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, yang
berlangsung sepanjang hayat (1959 :44) Henderson
mengemukan kan dalam Bahasa Inggris dengan arti
“pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan
perkembangan, sebagai hasil interaksi individu dengan
lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung
sepanjang hayat sejak manusia lahir. Warisan sosial
merupakan bagian dari lingkungan masyarakat , merupakan
alat bagi manusia untuk pengembangan manusia yang
terbaik dan intiligen dan untuk meningkatkan kesejahteraan
hidupnya.
Berdasarkan pendapat yang lain dikemukakan oleh
Runes dapat dimaknai bahwa istilah teori memiliki dua
pengertian : (a) bahwa teori merupakan suatu hipotesis
tentang segala masalah, dapat diuji akan tetapi ada yang
tidak perlu di uji, (b) kedua, yakni teori merupakan lawan dari
praktik dan merupakan pengetahuan sebagai lawan dari

422 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


hukum dan observasi, suatu deduksi dari aksioma-aksioma
dan teorema – teorema suatu sistem yang pasti (tidak perlu
diuji) secara relatif kurang problematis dan lebih banyak
diterima atau diyakini.
1) Pentingnya teori pendidikan
Pendidikan sebagai suatu kegiatan manusia, dapat
kita amati sebagai suatu praktik dalam kehidupannya, seperti
halnya dengan kegiatan manusia suatu kegiatan dalam
ekonomi ,kegiatan dalam hukum,agama, dan sebagainya.
Antara teori dan praktik pendidikan merupakan dual hal yang
tidak dapat dipisahkan, memiliki hubungan komplementer
(saling melengkapi), saling mengisi satu sama lain. Seperti
misalnya pelaksanaan pendidikan dalam keluarga ,
pendidikan di sekolah, dan pendidikan di masyarakat dapat
dijadikan sumber menyusun teori pendidikan, begitu pula
sebaiknya suatu teori pendidikan sangat bermanfaat sebagai
suatu pedoman dalam melaksankan praktik pendidikan.
Menurut Sadullah teori pendidikan perlu di pelajari ,
hal ini dikarenakan :
a. Dapat dijadikan sebagai pedoman untuk mengetahui
arah serta tujuan mana yang akan dicapai

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 423


b. Untuk menghindari atau sekurang- kurangnya
mengurangi kesalahan-kesalahan dalam praktik,
karena dengan memahami teori pendidikan,
seseorang akan mengetahui mana yang boleh dan
yang tidak boleh dilakukan, walau teori tersebut
bukan suatu resep yang jitu
c. Dapat dijadikan sebagai tolak ukur , sampai dimana
seorang telah berhasil melaksanakan tugas dalam
pendidikan

2) Ilmu pendidikan sebagai teori


Dalam sehari–hari dapat disaksikan ibu
menggendong anaknya, menyusui dengan penuh kasih
sayang , ayah dengan sabar melayani menjawab pertanyaan-
pertanyaan anaknya, mereka bersama sama membimbing
anak mereka dengan penuh kesabaran dan telaten, serta
penuh kasih sayang. Dan ibu berusaha membimbing anak-
anak nya menjadi anak yang mandiri, tanggung jawab
terhadap dirinya ,masyarakat dan terhadap Tuhannya. Kasus
lainnya seorang guru mengajar pelajaran geografi disekolah
dasar dengan metode ceramah. Ibu guru tersebut tidak

424 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


hanya sekedar mengajar dalam kelas, dalam artian setelah
mengajar dengan langkah cepat bergegas ia meninggal
kelas, namun ia dengan suka memperhatikan anak didiknya
selama diluar kelas, dan ia selalu membantu anak didiknya
dalam memecahkan persoalan sekolahnya.
Hal diatas merupakan suatu praktik pendidikan yang
dapat kita amati dalam kehidupan sehari-hari.
Pertanyaannya, apakah yang dilakukan sang ibu dan ayah,
serta guru tersebut dapat dilakukan secara alamiah, dalam
artian tanpa disadari tanpa dilandasi konsep bagaimana
sebaiknya mendidik anak dirumah atau mendidik dan
mengajar murid disekolah. Upaya pendidikan bukan suatu
tindakan yang dapat dilakukan dengan serampangan,
namun harus direncanakan. Dalam keluarga perencanaan
mendidik anak sebetulnya sudah dilakukan sebelum
pernikahan, karena sebagai konsekuensi pernikahan akan
menghasilkan keturunan.
Teori pendidikan menurut Sadullah (2007:23) adalah
mengkaji pendidikan secara akademik , baik secara empirik
(pengalaman) yang bersumber dari pengalaman –
pengalaman pendidiknya, maupun dengan renungan-

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 425


renungan yang mencoba melihat makna pendidikan dalam
suatu lingkup yang lebih luas. Teori pendidikan sangat
dibutuhkan untuk dapat mempersiapkan suatu praktik
pendidikan yang terencana dan memiliki tujuan akhir yang
jelas.
Maka, dalam terselenggaranya suatu pendidikan,
tentunya tidak terlepas dari sebuah teori yang mendasarinya.
Dalam dunia pendidikan sampai pada saat ini telah
menganut berbagai macam teori pendidikan. Berbagai
macam teori tersebut ialah sebagai berikut (Sukarjo dan
Komarudin, 2009:33)

Behaviorisme
Kerangka kerja teori pendidikan behaviorisme adalah
empirisme. Asumsi filosofis dari behaviorisme adalah nature
of human being (manusia tumbuh secara alami). Latar
belakang empirisme adalah How we know what we know
(bagaimana kita tahu apa yang kita tahu). Menurut paham ini
pengetahuan pada dasarnya diperoleh dari pengalaman
(empiris). Aliran behaviorisme didasarkan pada perubahan
tingkah laku yang dapat diamati. Oleh karena itu aliran ini

426 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


berusaha mencoba menerangkan dalam pembelajaran
bagaimana lingkungan berpengaruh terhadap perubahan
tingkah laku. Dalam aliran ini tingkah laku dalam belajar akan
berubah kalau ada stimulus dan respon. Stimulus dapat
berupa prilaku yang diberikan pada siswa, sedangkan
respons berupa perubahan tingkah laku yang terjadi pada
siswa. Jadi, berdasarkan teori behaviorisme pendidikan
dipengaruhi oleh lingkungan. Tokoh aliran behaviorisme
antara lain: Pavlov, Watson, Skinner, Hull, Guthrie, dan
Thorndike.

Kognitivisme
Kerangka kerja atau dasar pemikiran dari teori
pendidikan kognitivisme adalah dasarnya rasional. Teori ini
memiliki asumsi filosofis yaitu the way in which we learn
(Pengetahuan seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran)
inilah yang disebut dengan filosofi rasionalisme. Menurut
aliran ini, kita belajar disebabkan oleh kemampuan kita
dalam menafsirkan peristiwa atau kejadian yang terjadi
dalam lingkungan. Teori kognitivisme berusaha menjelaskan
dalam belajar bagaimanah orang-orang berpikir. Oleh

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 427


karena itu dalam aliran kognitivisme lebih mementingkan
proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri.karena
menurut teori ini bahwa belajar melibatkan proses berpikir
yang kompleks. Jadi, menurut teori kognitivisme pendidikan
dihasilkan dari proses berpikir. Tokoh aliran Kognitivisme
antara lain : Piaget, Bruner, dan Ausebel.

Konstruktivisme
Menurut teori konstruktivisme yang menjadi dasar
bahwa siswa memperoleh pengetahuan adalah karena
keaktifan siswa itu sendiri. Konsep pembelajaran menurut
teori konstruktivisme adalah suatu proses pembelajaran
yang mengkondisikan siswa untuk melakukan proses aktif
membangun konsep baru, dan pengetahuan baru
berdasarkan data. Oleh karena itu proses pembelajaran harus
dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehinggah mampu
mendorong siswa mengorganisasi pengalamannya sendiri
menjadi pengetahuan yang bermakna. Jadi, dalam
pandangan konstruktivisme sangat penting peranan siswa.
Agar siswa memiliki kebiasaan berpikir maka dibutuhkan
kebebasan dan sikap belajar.

428 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Menurut teori ini juga perlu disadari bahwa siswa
adalah subjek utama dalam penemuan pengetahuan. Mereka
menyusun dan membangun pengetahuan melalui berbagai
pengalaman yang memungkinkan terbentuknya
pengetahuan. Mereka harus menjalani sendiri berbagai
pengalaman yang pada akhirnya memberikan pemikiran
tentang pengetahuan-pengetahuan tertentu. Hal terpenting
dalam pembelajaran adalah siswa perlu menguasai
bagaimana caranya belajar. Dengan itu ia bisa menjadi
pembelajar mandiri dan menemukan sendiri pengetahuan-
pengetahuan yang ia butuhkan dalam kehidupan. Tokoh
aliran ini antara lain : Von Glasersfeld, dan Vico.

Humanistik
Teori ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk
memanusiakan manusia. Oleh karena itu proses belajar dapat
dianggap berhasil apabila pembelajar telah memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain
pembelajar dalam proses belajarnya harus berusaha agar
lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan
sebaik-baiknya. Tujuan utama para pendidik adalah

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 429


membantu siswa untuk mengembangkan dirinya yaitu
membantu masing-masing individu untuk mengenal diri
mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu
dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri
mereka.
Menurut aliran Humanistik para pendidik sebaiknya
melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan
pendidikan dan kurikulum untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan ini. Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa
manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembang
untuk menjadi lebih baik dan belajar. Secara singkat
pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada
perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada
potensi manusia untuk mencari dan menemukan
kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan
kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan
interpersonal sosial dan metode untuk mengembangkan diri
yang ditujukan untuk memperkaya diri,menikmati
keberadaan hidup dan juga masyarakat. Keterampilan atau
kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi
sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya

430 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


dengan keberhasilan akademik. Dalam teori humanistik
belajar dianggap berhasil apabila pembelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri.
Teori pendidikan (dalam hal pedagogik) perlu
dipelajari secara akademik (secara ilmiah di Perguruan
Tinggi) , Khususnya di LPTK yang mempersiapkan lulusannya
untuk menjadi pendidik baik disekolah maupun diluar
sekolah. Ilmu pendidikan sebagai teori perlu dipelajari karena
akan memberi manfaat :
1. Dapat dijadikan sebagai pedoman untuk mengetahui
arah serta tujuan mana yang akan dicapai
2. Untuk menghindari atau sekurang-kurangnya
mengurangi kesalahan dalam praktik, karena dengan
memahami teori pendidikan seseorang akan
mengetahui mana yang boleh dan yang tidak boleh
dilakukan walaupun teori tersebut bukan suatu resep
yang jitu.
3. Dapat dijadikan sebagai tolak ukur , sampai dimana
seseorang telah berhasil melaksanakan tugas dalam
pendidikan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 431


Implikasi Teori Pendidikan dalam Keluarga, Sekolah
dan Masyarakat
a. Teori Pendidikan Keluarga
Dalam berbagai literatur, para ahli memberikan
berbagai sudut pandang tentang pengertian pendidikan
keluarga. Misalnya Mansur, mendefinisikan pendidikan
keluarga adalah proses pemberian nilai-nilai positif bagi
tumbuh kembangnya anak sebagai fondasi pendidikan
selanjutnya. Selain itu, Abdullah juga mendefinisikan
pendidikan keluarga adalah segala usaha yang dilakukan
oleh orang tua berupa pembiasaan dan improvisasi untuk
membantu perkembangan pribadi anak. Pendapat lain yang
dikemukakan oleh Nahlawi, Hasan Langgulung memberi
batasan terhadap pengertian pendidikan keluarga sebagai
usaha yang dilakukan oleh ayah dan ibu sebagai orang yang
diberi tanggung jawab untuk memberikan nilai-nilai, akhlak,
keteladanan dan kefitrahan.
Ki Hajar Dewantara merupakan salah seorang tokoh
pendidikan Indonesia, juga menyatakan bahwa alam
keluarga bagi setiap orang (anak) adalah alam pendidikan
permulaan. Untuk pertama kalinya, orang tua (ayah maupun

432 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


ibu) berkedudukan sebagai penuntun (guru), sebagai
pengajar, sebagai pendidik, pembimbing dan sebagai
pendidik yang utama diperoleh anak. Maka tidak berlebihan
kiranya manakala merujuk pada pendapat para ahli di atas
konsep pendidikan keluarga. Tidak hanya sekedar tindakan
(proses), tetapi ia hadir dalam praktek dan implementasi,
yang dilaksanakan orang tua (ayah-ibu) degan nilai
pendidikan pada keluarga.
b. Teori Pendidikan Keluarga
Undang-undang sistem pendidikan nasional nomor
20 Tahun 2003, Bab I Pasal 1 ayat 13, menyebutkan bahwa
“pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan
lingkungan.” Selanjutnya pasal-pasal 27 ayat 1, mempertegas
bahwa ”kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh
keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara
mandiri”. Berdasarkan Undang-undang di atas, secara
konstitusional keberadaan jalur pendidikan secara informal
(pendidikan di dalam keluarga) menjadi kekuatan hukum
yang legal formal. Secara hak-hak kewarganegaraan sudah
semestinya dilaksanakan oleh semua orang tua. Apalagi

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 433


ketentuan-ketentuan secara teknis operasionalisasi memiliki
ketetapan yuridis formal.
1) J.H. Pestolozzi (1746 – 1827).
Tokoh pendidikan lainnya yang juga telah
meletakkan fondasi bagi pendidikan anak sejak dini adalah
Johan Hendrik Pestolozzi. Ia dilahirkan di Zurich Swiss tahun
1746. Pada tahun 1774 ia memulai dengan mendirikan
sekolah pertama yang disebut “Neuhof” di sebuah lahan
pertanian miliknya. Pestolozzi yakin bahwa segala bentuk
pendidikan adalah berdasarkan pengaruh dari pancaindera,
dan melalui pengalaman serta potensi-potensi yang dimiliki
untuk dikembangkan. Lingkungan rumah tangga dianggap
sebagai pusat kegiatan bagi para ibu dalam mendidik anak,
ibu mempunyai tanggung jawab yang terbesar dalam
pendidikan anak. Maka Pestolozzi menganggap bahwa ibu
adalah pahlawan dalam bidang pendidikan anak mereka Ibu
adalah orang yang mendorong anaknya untuk belajar sejak
awal hidup anak.
2. Abu Hamid Muhammad Al-Gazali (1058 M – 1111 M)
Al-Gazali dilahirkan di Kota Tos Khurasan (Persia).
Sejak kecil al-Gazali menggemari ilmu pengetahuan, ia

434 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


memiliki kecerdasan yang luar biasa. Sampai-sampai Imam
Al-Juwaini menjuluki dengan sebutan “Bah}r Mugriq” (lautan
yang menenggelamkan). Al-Gazali dalam konsep pendidikan
mengatakan bahwa pendidikan agama harus dimulai sejak
usia dini. Sebab, dalam keadaan ini anak siap untuk
menerima aqidah-aqidah agama semata-mata atas dasar
iman, tanpa meminta dalil untuk menguatkannya, atau
menuntut kepastian dan penjelasan. Oleh karena itu, dalam
mengajarkan agama kepada anak-anak, hendaknya dimulai
dengan menghafal kaidah-kaidah dan dasar-dasarnya.
Setelah itu baru guru menjelaskan maknanya, sehingga
mereka memahami, meyakini dan membenarkannya.
3. Ki Hajar Dewantara (1889 – 1959)
Seorang tokoh yang berpengaruh dalam dunia
pendidikan di Indonesia adalah Ki Hajar Dewantara. Beliau
dilahirkan di daerah kauman, Yogyakarta, pada tanggal 2 Mei
1889 dan wafat pada tanggal 26 April 1959. Di Kota
Pendidikan inilah, Ki Hajar Dewantara mengilhami lahirnya
Perguruan Nasional Taman Siswa di Yogyakarta, pada
tanggal 3 Juli 1922. Dalam konteks sentra keluarga, Ki Hajar
Dewantara sangat peduli dalam memperhatikan, bahkan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 435


meminta para orang tua untuk mendidik anak-anak sejak
usia dini (alam keluarga). Alam keluarga itu adalah suatu
tempat yang sebaik-baiknya untuk melakukan pendidikan
kesusilaan dan kesosialan. Sehingga boleh dikatakan, bahwa
keluarga itu tempat pendidikan yang lebih sempurna sifat
dan wujudnya dari pada tempat-tempat lainnya, guna untuk
melangsungkan pendidikan ke arah kecerdasan budi pekerti
(pembentukan watak individual) dan sebagai persediaan
hidup kemasyarakatan.

c. Teori Pendidikan Lingkungan Sekolah


Sekolah memegang peranan penting dalam
pendidikan karena pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak.
Maka disamping keluarga sebagai pusat pendidikan, sekolah
pun mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan untuk
membentuk pribadi anak. Pada saat sekarang ini dimana
perkembangan ilmu pendidikan dan teknologi begitu
kompleks ,dimana keluarga tidak mampu menyampaikan
secara lengkap dan utuh kepada anak-anaknya, maka
dibutuhkan lingkungan lain yang memungkinkan anak dapat
memperoleh pengetahuan teknologi tersebut. Hasbullah

436 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


(2008: 46) bependapat bahwa pendidikan di sekolah
merupakan pendidikan yang diperoleh oleh seseorang di
Sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan
mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat.

d. Teori Pendidikan Lingkungan Masyarakat


Masyarakat diartikan sebagai sekumpulan orang
yang menempati suatu daerah, diikat oleh pengalaman-
pengalaman yang sama, memiliki sejumlah persesuaian dan
sadarkan akan persatuan dan kesatuan serta bertindak
bersama untuk mencukupi krisis kehidupannya. Dalam kata
lain masyarakat adalah wadah dan wahana pendidikan,
medan kehidupan manusia yang majemuk, dan manusia
berada dalam multi kompleks antar hubungan dan antar aksi
dalam masyarakat.
Lingkungan masyarakat merupakan lembaga
pendidikan ketiga setelah pendidikan di lingkungan keluarga
dan lingkungan sekolah. Sedangkan konsep dari lingkungan
masyarakat itu sendiri sebagai berikut : Masyarakat dapat
diartikan sebagai satu bentuk tata kehidupan sosial dengan
tata-nilai dan tata-budaya sendiri. Dalam arti ini rnasyarakat

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 437


adalah wadah dan wahana pendidikan; medan kehidupan
manusia yang majemuk (plural: suku, agama, kegiatan-kerja,
tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya).
Masyarakat bila dilihat dari konsep sosiologi adalah
sekumpulan manusia yang bertempat tinggal dalam kawasan
dan saling berinteraksi sesamanya untuk mencapai tujuan.
Bila dilihat dari konsep pendidikan, masyarakat adalah
sekumpulan banyak orang dengan berbagai ragam kualitas
diri mulai dari yang tidak berpendidikan sampai kepada yang
berpendidikan tinggi.
Kaitan antara masyarakat dan pendidikan dapat
ditinjau dari tiga segi, yakni:
1) Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik
yang dilembagakan (jalur sekolah dan jalur luar
sekolah) maupun yang tidak dilembagakan (jalur luar
sekolah).
2) Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan atau
kelompok sosial di masyarakat, baik langsung
maupun tak langsung, ikut mempunyai peran dan
fungsi edukatif.

438 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


3) Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar,
baik yang dirancang (by design) maupun yang
dimanfaatkan (utility).
4) Perlu pula diingat bahwa, manusia berusaha
mendidik dirinya sendiri dengan memanfaatkan
sumber-sumber belajar yang tersedia di
masyarakatnya dalam bekerja, bergaul, dan
sebagainya. Dari tiga hal tersebut di atas, yang kedua
dan ketigalah yang terutama menjadi kawasan dari
kajian masyarakat sebagai pusat pendidikan. Namun
perlu ditekankan bahwa tiga hal tersebut hanya dapat
dibedakan, sedangkan dalam kenyataan sering sukar
dipisahkan.

Implikasi Landasan Pedagogik Terhadap Praktek


Pendidikan Di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat

Manusia memiliki sejumlah kemampuan yang dapat


dikembangkan melalui pengalaman. Pengalaman itu terjadi
antara manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik
maupun lingkungan sosial. Lingkungan merupakan tempat

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 439


berlangsungnya pendidikan, itulah disebut lingkungan
pendidikan, khususnya terjadi pada tiga lingkungan
pendidikan, yaitu lingkungan sekolah, kelurga dan
masyarakat.
Ketiga lingkungan tersebut memberikan pengaruh
dan warna bagi perkembangan anak dan mengarungi
kehidupan kelak. Keluarga merupakan lingkungan pertama
dan utama, merupakan dasar pengembangan watak bagi
anak dalam mengikuti perkembangan pendidikan
selanjutntnya (Sadulloh, U. 2010. hlm. 196). Saat ini
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi begitu
komplek dan kemajuannya sangat pesat. oleh karena itu,
lingkungan keluarga kurang mampu untuk medeskripsikan
secara lengkap mengenai hal tersebut, sehingga perlu
adanya fasilitator untuk memberikan ilmu pengetahuan dan
teknologi secara utuh yang dapat diberikan kepada anak.
Dari hal tersebut, pendidikan sekolah yang bersifat formal
mempunyai peranan penting dalam memenuhi kebutuhan
pendidikan bagi anak. Sedangkan lingkungan masyarakat,
dimana anak banyak hidup dan bergaul di masyarakat,
dengan tetangganya, teman sebayanya, dan itu semua akan

440 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak
selanjutnya (Sadulloh, U. 2010. hlm. 204).: Pembahasan
mengenai implikasi landasan pedagogoik terhadap tiga
lingkungan tersebut akan dipaparkan sebagai berikut
1. Implikasi landasan pedagogik terhadap praktek
pendidikan di lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan lingkungan pendidikan yang
secara sengaja dirancang dan dilaksanakan dengan aturan-
aturan yang ketat, seperti harus berjenjang dan
kesinambungan, sehingga disebut dengan pendidikan
formal. Sekolah merupakan lembaga kedua setelah keluarga,
memiliki fungsi sebagai kelanjutan pendidikan dalam
lingkungan keluarga dengan guru sebagai pendidiknya.
Sekolah didirikan oleh masyarakat atau pemerintah untuk
membantu memenuhi kebutuhan keluarga yang sudah tidak
mampu lagi memberikan bekal persiapan hidup bagi anak-
anaknya. Dalam artian, bekal hidup yang berkaitan dengan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta berbagai
keterampilan.
Semakin maju suatu masyarakat semakin penting
peran sekolah dalam mempersiapkan generasi muda

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 441


sebelum masuk dalam proses kehidupan di masyarakat. Oleh
sebab itu, sekolah seharusnya menjadi pusat pendidikan
untuk menyiapkan manusia indonesia sebagai individu,
warga masyarakat, warga negara dan warga dunia di masa
depan.
Sekolah diharapkan mampu melaksanakan fungsi
pendidikan secara optimal, yakni mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa (Bab II pasal 3 UU no. 20 tahun 2003). Mengacu pada
sistem pendidikan nasional, sekolah sebagai lembaga
pendidikan yang tergolong pada jalur pendidikan formal
memiliki karakter jalur pendidikan yang terstruktur dan
berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi.
Fungsi dan tujuan pendidikan sekolah
Sekolah sebagai lembaga sosial dimana
melaksanakan fungsi sosial sebagaimana lembaga-lembaga
pendidikan yang lainnya. Soleh sugianto (Babang Robandi,
2007) mengemukakan fungsi-fungsi sekolah sebagai
lembaga sosial, yaitu:

442 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


1. Sekolah berfungsi sebagai lembaga sosialisasi,
membantu anak-anak dalam mempelajari cara-cara
hidup ditempat mereka lahir.
2. Sekolah berfungsi untuk mentransmisi dan
mentransformasi kebudayaan, dan
3. Sekolah berfungsi sebagai menyeleksi murid untuk
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
Selain itu sekolah hendaknya berperan sebagai
masyarakat belajar, yaitu masyarakat yang memiliki tata
kehidupan yang mengatur hubungan antara guru dan
lingkunganya yang membelajarkan murid untuk mencapai
tujuan pendidikan dalam suasana yang menyenangkan.
Disekolah anak belajar dalam kehidupan, atau
dengan kata lain sekolah mencerminkan kehidupan
masyarakat sekelilingnya. Sekolah tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan dan kebutuhan masyarakat, dan apa yang
diajarkan di sekolah hendaknya sesuai dengan tuntutan
zaman serta perkembangan pengetahuan dan teknologi.
Sekolah merupakan tempat mempelajari hal-hal yang tidak
dapat dipelajari dalam kehidupan biasa (khususnya
keluarga). Materi yang diajarkan di sekolah berhubungan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 443


langsung dengan usaha pengembangan ilmu pengetahuan,
memberikan sejumlah keterampilan dan kecakapan tertentu,
langsung atau tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.

2. Implikasi landasan pedagogik terhadap praktik


pendidikan di lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan
utama bagi anak untuk berkembang dan tumbuh, baik secara
mental maupun fisik dalam kehidupannya. Melalui interaksi
dalam keluarga, anak tidak hanya mengidentifikasi diri
dengan orang tuanya, melainkan juga mengidentifikasi diri
dengan kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya.
Dalam lingkungan keluarga anak berada sampai ia
meninggalkan keluarga untuk membentuk kelurga sendiri
(menikah). Jadi, dimulainya pendidikan lingkungan keluarga
itu sejak anak lahir ke dunia dari kandungan ibunya sampai
sang anak meninggkal rumah untuk membentuk keluarga
baru. Ada beberapa pihak yang terlibat dalam pembentukan
anak dalam lingkungan keluarga.
Fungsi keluarga

444 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Keluarga berfungsi untuk membekali setiap anggota
keluarganya agar dapat hidup sesuai dengan tuntunan nilai-
nilai agama, pribadi, dan lingkungan. Demi perkembanganya
dan pendidikan anak, keluarga harus melaksanakan fungsi-
fungsi keluarga dengan baik dan seimbang, diantaranya:
a. Fungsi Edukasi: keluarga merupakan lingkungan yang
pertama bagi anak dimana tanggung jawab dipikul
oleh orang tua sebagai salah satu unsur tri pusat
pendidikan. Orang tua harus dapat menciptakan
situasi pendidikan yang dihayati anak didik sebagai
iklim pendidikan dan mengundangnya pada
perbuatan-perbuatan yang mengarah kepada tujuan
pendidikan dengan memberi contoh teladan disertai
dengan fasilitas yang memadai. Bagi anak, keluarga
merupakan tempat/alam pertama dikenal dan
merupakan lingkungan pertama bagi anak untuk
menerima pendidikan. Orang tua secara kodrati
langsung memikul sebagai tenaga pendidik, baik
bersifat sebagai pemelihara, pengasuh, pembimbing,
pembina atau sebagai guru dan pemimpin terhadap
anak-anaknya.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 445


b. Fungsi Sosialisasi: sosialisasi dapat diartikan sebagai
belajar sosial, artinya anak mempelajari nilai-nilai
sosial. Kehidupan anak dan duniannya merupakan
suatu kehidupan dua dunia yang utuh, terpadu dan
dihayati anak sebagai suatu kesatuan hidup di dunia.
Keluarga merupakan lingkungan pertama kali
memperkenalkan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam
kehidupan sosial yang lebih luas. Lingkungan
keluarga bertugas tidak hanya mengembangkan
individu yang memiliki kepribadian yang utuh, namun
juga mempersiapkan sebagai anggota masyarakat
yang baik. Keluarga menjadi penghubung dengan
anak dengan kehidupan sosial, dengan pembiasan
nilai-nilai norma-norma sosial yang berlaku dalam
masyarakat. nilai-nilai tersebut dapat berupa nilai-
nilai kelompok, nilai keagamaan dan nilai
kemasyarakatan lainnya. Dalam kelauragalah
pertama kali berlangsung proses memanusiakan
manusia (Humanisasi).
c. Fungsi Proteksi: sebagai tempat memperoleh rasa
aman, nyaman damai, dan tentram bagi seluruh

446 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


anggota keluarga sehingga terpenuhi kebahagian
batin, juga secara fisik keluarga harus melindungi
anggotanya, memenuhi kebutuhan pangan, sandang
dan papan, dan lain-lain. Selain itu juga perlindungan
mental dan moral. Nilai suatu perlindungan yang
diberikan keluarga tidak saja terletak pada materi dan
kualitas serta frekuensinya, melainkan tergantung
pada iklim perasaan yang menyertai pemberian
lindungan itu dengan kesungguhan dan penerimaan
lindungan oleh pihak yang bersangkutan (anak).
Keluarga bertindak sebagai pemberi layanan atau
bantuan kepada anak, sedangkan dari pihak anak
diperlukan kesediaan untuk menerimanya.
Perlindungan ini tidak semata-mata diperuntukan
bagi anak, melainkan untuk setiap anggota.
d. Fungsi Afeksi: sebagai tempat untuk menumbuh
kembangkan rasa cinta dan kasih sayang anatar
sesama anggota keluarga dan masyarakat dan
lingkungan sekitar. Selain itu keluarga harus dapat
menjalan tugasnya menjadi lembaga interkasi dalam
ikatan batin yang kuat antar anggota, sesuai dengan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 447


status peranan sosial masing-masing dalam
kehidupan keluarga itu sendiri. Ikatana batin yang
kuat ini harus dapat dirasakan oleh setiap anggota
keluarga sebagai bentuk kasih sayang. Fungsi afeksi
diwarnai oleh kasih sayang serta kehangatan yang
terpancar dari keseluruhan gerakan, ucapan, mimik
serta perbuatan. Dalam pelaksanaan fungsi perasaan,
yang terpenting ialah bahasa yang diiringi mimik
yang serasi serta irama yang senada. Fungsi afeksi
tersebut dicurahkan dari orang tuanya melalui
interaksi kasing sayang dan kehangatan sehingga
memberikan suasana keluarga yang harmonis karena
saling memberikan kasih sayang diantara
anggotanya. Kasih sayang dan kehangatan yang
diberikan oleh orang tua kalau terlalu berlebihan
akan memanjakan anak, sedangkan kalau terlalu
kurang akan gersang atau kekeringan. Karena itu
fungsi ini perlu dijalankan dengen proposional sesuai
dengan kebutuhan dan situasi yang dihadapi.
e. Fungsi Religius: mendorong keluarga sebagai
wahana insan-insan yang beriman dan bertaqwa

448 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


kepada Tuhan yang Maha Esa, bermoral, berakhlak
dan berbudi pekerti luhur sesuai dengan ajaran
agamanya. Untuk menjalan fungsi ini keluarga
berkewajiban memperkenalkan dan mengajak anak
kepada kehidupan beragama dengan menciptakan
iklim keluraga yang religius sehingga dapat dihayati
oleh anggota keluarganya. Tujuannya bukan sekedar
untuk mengetahui kaidah-kaidah keagaman
melainkan mengetahui kedudukan sebagai mahluk
hidup yang dicipatakan dan dilimpahi nikmat tanpa
henti sehingga menggugah untuk mengisi dan
mengarahkan kehidupannya kepada pengabdian
Tuhan.
f. Fungsi Ekonomi: mendorong keluarga sebagai
tempat pemenuhan kebutuhan ekonomi, fisik dan
material yang sekaligus mendidik keluarga hidup
efisien, ekonomis dan rasional.
g. Fungsi Rekreasi: keluarga harus menjadi tempat yang
menyenangkan bagi semua anggota keluarga. Oleh
karena itu, keluarga hendaknya mampu menciptakan
suasana tersebut agar timbul keseimbangan pribadi,

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 449


dan keluarga dapat memberikan perasaan bebas
terlepas dari kesibukan sehari-hari.
Dalam hubungannya dengan pendidikan, lingkungan
keluarga meruapakan lembaga pendidikan yang
berlangsung secara wajar dan informal, serta lebih dominan
melalui domain permainan. Keluarga merupakan dunia anak
pertama yang memberikan sumbangan mental dan fisik
terhadapnya. Dalam keluarga lambat laun membentuk
konsepsi tentang pribadinya baik tepat maupun kurang
tepat. Melalui interaksi dalam keluarga, anak tidak hanya
mengidentifikasikan dirinya dengan orang tuanya, melainkan
juga mengidentifikasikan dirinya dengan kehidpan
masyarakat dan alam sekitar.
Orang tua sebagai pendidik betul-betul merupakan
peletak dasar kepribadian anak. Dasar kepribadian tersebut
akan bermanfaat atau berperan terhadap pengaruh-
pengaruh atau pengalaman-pengalaman selanjutnya, yang
akan datang kemudian. Anak lahir dalam pemeliharaan
orang tua dan dibesarkan didalam keluarga , anak akan
menyerap norma-norma pada anggota keluarga, dari ayah,
ibu maupun saudara-saudara yang lainnya. Oleh karena itu

450 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


tugas dan pokok orang tua wajib memberika perhatian,
didikan dan ditanamkan rasa kasih sayang kepada anaknya
terlepas dari kedudukan, keahlian atau pengalaman dalam
bidang kependidikan yang resmi.
Menurut Ki Hajar Dewantara (Tirtarahadja, La Sula,
2000) suasana kehidupan keluarga merupakan tempat yang
sebaik-baiknya untuk melakukan pendidikan, seseorang
(pendidikan individu) maupun pendidikan sosial. Keluarga itu
tempat pendidikan yang sempurna sifat dan wujudnya untuk
melangsungkan pendidikan kearah pembentukan pribadi
yang utuh, tidak saja bagi kanak-kanak, tapi juga bagi para
remaja. Peran orang tua dalam keluarga sebagai penuntun,
pengajar, dan sebagai pemberi contoh. Pendidikan keluarga
juga merupakan pendidikan yang diberikan orang tua
kepada anak-anaknya untuk dipersiapkan di masyarakat
kelak.

3. Implikasi landasan pedagogik terhadap praktik


pendidikan di lingkungan Masyarakat
Masyarakat mencakup sekelompok orang yang
berinteraksi antar sesamanya, saling tergantung dan terikat

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 451


oleh nilai dan norma yang dipatuhi bersama, serta pada
umumnya bertempat tinggal di wilayah tertentu, dan ada
kalanya mereka memiliki hubungan darah atau memiliki
kepentingan bersama. Masyarakat merupakan suatu
kesatuan hidup dalam arti luas dan sempit, seperti
masyarakat bangsa ataupun kesatuan kelompok
kekerabatan di suatu desa, dalam suatu marga. Masyarakat
sebagai kesatuan hidup memiliki ciri seperti, yang
dikemukakan oleh Tirtarahardja dan La Sulo (2000), yaitu
a) Ada interaksi antara warga-warganya
Pola tingkah laku warganya diatur oleh adat istiadat,
norma-norma, hukum dan aturan-aturan yang khas.
b) Adanya rasa identitas kuat yang mengikat pada
warganya. Kesatuan wilayah, kesatuan adat istiadat, rasa
identitas, dan rasa loyalitas (kesetian) terhadap
kelompoknya merupakan pangkal dari perasaan bangsa
patriotisme, jiwa korps, dan kesetiakawanan sosial dan
lain-lain.
Bangsa Indonesia sebagai suatu masyarakat dalam
kesatuan hidup secara luas, melalui pelajaran sejarah yang
panjang, masyarakat yang beraneka tersebut akhirnya

452 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


mencapai kesatuan politik untuk mendirikan satu negara
serta berusaha mewujudkan satu masyarakat indonesia
sebagai masyarakat yang ber-Bhineka tunggal ika. Hingga
saat ini bangsa Indonesia masih ditandai oleh dua ciri yang
unik (Tirtarahardja, La Sulo, 2000), yaitu:
1. Secara horizontal ditandai adanya kesatuan-kesatuan
sosial atau komunitas berdasarkan perbedaan suku,
agama, adat istiadat, dan kedaerahan.
2. Secara vertikal ditandai adanya perbedaan pola
kehidupan antara lapisan atas, menengah, dan
lapisan rendah.
Sedangkan kaitannya antara masyarakat dan
pendidikan, menurut Tirtahardja dan La Sulo, (2000), dapat
ditinjau dari tiga aspek, yaitu:
a. Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik
yang dikembangkan (jalur sekolah dan luar sekolah)
maupun yang tidak dikembangkan (jalur luar
sekolah).
b. Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan/atau
kelompok sosial di masyarakat, baik langsung

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 453


maupun tidak langsung, ikut mempunyai peran dan
fungsi pendidikan.
c. Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar,
baik yang dirancang, maupun yang dimanfaatkan.
Manusia berusaha mendidik dirinya sendiri dengan
memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia
di masyarakatnya dalam bekerja, bergaul, dan
sebagainya.
Aspek pertama masyarakat sebagai penyelenggara
pendidikan, menunjukan bahwa masyarakat berusaha untuk
menyelenggarakan pendidikan, misalnya mendirikan
Yayasan pendidikan berbasis formal seperti pendidikan dari
taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Maupun
menyelenggarakan pendidikan non-formal seperti kursus-
kursus. Pada aspek ketiga, di masyarakat tersedia berbagai
sumber belajar, seperti kegiatan majelis taklim, pramuk
teman sebaya anak dimana mereka bermain bersama.
Sedangkan, fungsi masyarakat sebagai pusat sat pendidikan
akan tergantung kepada perkembangan masyarakat itu
sendiri beserta sumber-sumber lainnya yang tersedia.

454 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Beberapa Koentjaraningrat (Tirtarahardja, La Sulo, 2000) tipe
masyarakat di Indonesia:
1. Masyarakat tipe berkebun yang amat sederhana,
hidup dengan berburu dan belum memiliki kebiasaan
menanam padi. Sistem kemasyarakatannya berupa
desa terpencil tanpa diferensiasi dan stratifikasi
(perbedaan dan tingkat kehidupan) yang berarti.
2. Masyarakat pedesaan yang berdasarkan sistem cocok
tanam di ladang ataupun di sawah dengan tanaman
pokok padi. Sistem kemasyarakatannya adalah
komunikasi petani dengan diferensiasi dan stratifikasi
sosial sedang, dan yang merasakan diri sebagai
bagian bawah dari kebudayaan yang lebih besar.
3. Masyarakat pedesaan yang berdasarkan sistem cocok
tanam di ladang ataupun di sawah dengan tanaman
pokok padi. Sistem kemasyarakatannya adalah
komunikasi petani dengan diferensiasi dan stratifikasi
sosial agak kompleks.
4. Masyarakat perkotaan yang memiliki ciri-ciri pusat
pemerintahan dengan sektor perdagangan dan
industri yang lemah. Tipe masyarakat metropolitan,

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 455


yang mengembangkan sektor perdagangan dan
industri.
Masyarakat sebagai lingkungan pendidikan dalam
menjalankan fungsinya sebagai pusat pendidikan akan
sangat dipengaruhi tipe dari masyarakat itu sendiri.
Kebudayaan sebagai bagian dari masyarakat.
Kebudayaan adalah hasil cipta dan karya manusia
berupa norma-norma, nilai - nilai, kepercayaan, tingkah laku
dan teknologi yang dipelajari dan dimiliki oleh semua
anggota masyarakat tertentu. Salah satu hasil karya bangsa
indonesia dari kebudayaan merupakan pancasila, sehingga
diakui dan dijadikan dasar serta pedoman dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Kebudayaan dengan wujud kelakuan berpola,
misalnya pola kehidupan yang berlaku di masyarakat seperti
sistem marga dalam kehidupan keluarga bagi suku batak,
melaksanakan upacara ngaben bagi masyarakat Bali.
Sedangkan, kebudayaan wujud fisik misalnya bangunan-
bangunan seperti masjid istiqlal, jalan tol, candi borobudur
dsb.

456 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Masyarakat, kebudayaan, dan pendidikan merupakan
tiga komponen tersebut tidak dapat dipisahkan, dimana
kebudayaan dan pendidikan bagian dari masyarakat.
Pendidikan merupakan usaha manusia untuk memanusiakan
dirinya sendiri, yaitu manusia berbudaya, kebudayaan itu
sendiri dibentuk, dilestarikan, atau dikembangkan melalui
pendidikan.

Implikasi Landasan Pedagogik Terhadap Landasan


Pendidikan Keguruan dan Tenaga Kependidikan Nasional
dan Internasional

Implikasi Landasan Pedagogik Terhadap Landasan


Pendidikan Keguruan Dan Tenaga Kependidikan
Nasional
Hakikatnya pendidikan tidak akan terlepas dari
hakikat manusia, sebab subjek pendidikan adalah manusia.
Hakikatnya baik pendidik maupun tenaga kependidikan
merupakan suatu kesatuan sistem yang saling bergantung
untuk memenuhi kebutuhan peserta didik, maka program
pendidikan untuk mencapai keprofesionalitasan pada kedua

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 457


belah pihak diperlukan perencananaan yang matang. Target
pendidikan adalah peserta didik, sehingga landasan ilmu
mengenai mendidik (landasan pedagogic) akan
mempengaruhi setiap alur perencaaan dan penyelenggaran
yang dibuat. Dengan demikan pendidikan guru harus
menjadi kajian yang penting dalam pendidikan ini.
Sesuai kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)
untuk dapat menjadi pendidik (guru) saat ini tidak cukup
sekedar menyelesaikan pendidikan jenjang program sarjana
di perguruan tinggi, namun harus menempuh pendidikan
profesi guru sesuai keahlian yang didalaminya, agar
profesionalitasnya semakin meningkat. Berdasarkan
Undang-Undang Guru dan Dosen pasal 10, bahwa tenaga
pendidik mempunyai empat kompetensi, yaitu kompetensi
pedagogik, kompetensi professional, kompetensi
kepribadian dan kompetensi social yang diperoleh melalui
pendidikan profesi (Himpunan Peraturan Perundang-
undangan Guru dan Dosen Republik Indonesia, 2003). Empat
kompetensi di atas hanya bisa dihasilkan melalui
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, dimana dapat
tercapainya kemampuan professional guru.

458 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Dengan memiliki kompetensi tersebut maka guru
akan berkerja secara professional sehingga dia tahu apa yang
yang harus dikerjakan dan bagaimana melakukan pekerjaan
tersebut dan mengapa ia melakukannya sehingga tujuan
pendidikan nasional akan tercapai.
Kemampuan professional guru pada hakekatnya
adalah bermuara pada keterampilan dasar dan pemahaman
yang mendalam tentang anak sebagai peserta didik, obyek
belajar dan situasi kondusif yang berlangsungnya dalam
kegiatan pembelajaran. Keterampilan dasar tersebut dapat
dicapai dengan adanya keterlibatan unsur pedagogik dalam
pendidikan guru. Dengan landasan pedagogik dalam
perencanaaan dan implementasi pendidikan keguruan maka
seorang guru mampu mampu memiliki pemahaman
pedadodgik. Dengan kemampuan akan pedagagiknya
seorang pendidik/guru akan mampu mengembangkan
potensi anak didiknya dan menyelesaikan tugas-tugas
pendidikannya. Pendidik (guru) mengetahui bagaimana
mendidik (membimbing, mengajar, melatih) peserta didik
secara profesional untuk mencapai suatu tujuan pendidikan.
Tenaga kependidikan pun harus memahami landasan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 459


pedagodik, sehingga ia akan mampu bekerjasama dengan
guru untuk mewujudkan pendidikan.
Guru/Pendidik sebagai agen pembelajaran selain
harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi, juga
harus sehat jasmani dan rohani, dan komitmen untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dalam
melaksanakan tugas tersebut maka seyogyanya pendidikan
dilengkapi dengan sarana dan prasaranan yang memadai
sehingga akan terjalin interaksi yang baik antara pendidik
dan peserta didik, interaksi antar peserta didik, interaksi antar
pendidik dan interaksi antara pendididan tenaga
kependidikan lainnya.
Pendidikan guru saat ini masih disoroti dengan
pikiran-pikiran praktis yang dapat dinyatakan sebagai
bersifat fragmentaris, misalnya bagaimana masa belajar yang
panjang (atau, lebih cepat, menolak program-program
pendidikan guru yang lebih pendek terutama yang
diperkenalkan didalam beberapa tahun terakhir ini),
bagaimana peningkatan mekanisme seleksi calon guru dan
tenaga kependidikan; pentingnya penyediaan sarana dan
prasarana dalam pendidikan guru; pemusatan perhatian

460 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


untuk perbaikan sistem gaji guru sehingga bisa bersaing
dengan jabtan-jabatan lain dimasyarakat.
Teori pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang
produktif memberi batasan-batasan yang memadai didalam
merancang serta mengimplementasikan program
pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang lulusannya
mampu melaksanakan tugas-tugas keguruan didalam
konteks pendidikan. Batasan-batasan tersebut diperoleh dari
berbagai pihak yang terkait dengan pendidikan. Batasan-
batasan tersebut merupakan cerminan hasil telaahan
interpretif, normative dan kritis itu untuk mencapai tujuan
pendidikan, dan hal tersebut berada dalam lingkungan
pendidikan keguruan. Sehingga kemajuan pendidikan dapat
diperoleh dengan mengoptimalkan keprofesionalan guru
dalam mendidik membimbing dan mengarahkan peserta
didik meskipun dalam banyak keterbatasannya. Pendidikan
guru harus dapat memberikan kemampuan guru untuk
memahami landasan pedagogik, dan tenaga kependidikan
yang mampu memfasilitasi pelaksanaan pendidikan akan
mendukung tercapainya tujuan pendidikan.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 461


Implikasi Landasan Pedagogik Terhadap Landasan
Pendidikan Keguruan dan Tenaga Kependidikan
Internasional.
Pada dasarnya pendidikan di tingkat nasional dan
internasional adalah sama, yakni memiliki maksud dan tujuan
yang sama. Dimana sama-sama memiliki tujuan untuk
memanusiakan manusia, yakni membimbing manusia
menuju kedewasaan tanpa merampas daripada karakteristik
anak. Implikasi pedagogik terhadap landasan pendidikan
keguruan di internasional pada hakikatnya sama dengan di
Indonesia, pendidikan keguruan di tingkat internasional juga
memiliki landasan filosofis, sosiologis, psikologis, kultural, dll.
Seperti halnya di Finlandia yang mungkin saat ini
pendidikan masih nomer satu di dunia, Finlandia hanya
memiliki warga sekitar 5 juta jiwa mendiami lebih dari
330.000 km2, sehingga sekolah dibebaskan biaya. Seorang
guru itu memiliki kompetensi dibidanganya hal ini dapat
dilihat bahwa guru-guru di Finlandia untuk sekolah dasar
harus sudah bersertifikasi S2 (Magister). Namun di Indonesia,
guru masih banyak yang bersertifikasi S1 bahkan ada yang
latar belakang pendidikannya tidak sesuai dengan

462 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


bidangnya. Artinya negara lain pun memiliki landasan
pedagogik sesuai dengan kondisi negaranya.

Sistem Pendidikan Di Indonesia dan berbagai Negara


Penilaian pendidikan dilakukan secara internasional
bukan untuk membanding-bandingkan pendidikan antar
negara namun lebih untuk menilai pendidikan suatu negara
sehingga suatu negara akan dapat melihat dan
meningkatkan pendidikannya dengan menanalisa
pendidikan negara lain. Salah satu standar penilaian dalam
bidang pendidikan yaitu PISA dan NF MED.
PISA (Programme for International Student
Assessment atau Program Penilaian Pelajar Internasional)
merupakan suatu progam untuk menguji performa akademis
anak-anak sekolah secara rata-rata di setiap negara. PISA
diselenggarakan oleh OECD (Organization for Economic CO-
operation and Development). Penilaian PISA dilakukan
dengan menguji anak-anak berusia 15 tahun. Bahan yang
diuji adalah Matematika, Sains, dan Kemampuan Membaca.
Setiap negara memiliki jumlah sampel yang berbeda, OECD
mengklaim ada 600.000 pelajar dari 72 negara yang diuji di

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 463


PISA di seluruh dunia. Penilaian berfokus pada nilai untuk
Membaca, Matematika, dan Sains. Pendidikan terbaik
menurut PISA tahun 2018 adalah China, Singapore, Macau,
Estonia, Canada, Finlandia, Ireland, Korea, Poland, Swedia.
Sedangkan berdasarkan sistem pendidikan terbaik di
dunia versi NF MED 2017 dalam Youth Corps Indonesia yakni
Finlandia, Jepang, Korea Selatan, Denmark dan Rusia. Berikut
ini adalah perbandingan pendidikan di Inonesia, Finlandia,
Jepang, Singapore, Canada, Estonia dan China. Berikut ini
adalah sistem pendidikan di berbagai negara.

Negara Indonesia
Tujuan pendidikan Indonesia berdasarkan UU no 20
tahun 2003 yaitu mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan YME, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
▪ Jalur pendidikan merupakan jalan yang ditempuh
pelajar dalam mengembangkan potensi diri dalam
proses pendidikan dan berlandaskan dengan tujuan

464 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


pendidikannya. Di Indonesia, terdapat beberapa jalur
pendidikan yakni: Pendidikan formal dan pendidikan
nonformal. Jenjang pendidikan yang diterapkan
dalam sistem pengajarannya. Jenjang pendidikan ini
terdiri dari:
▪ Pendidikan Anak Usia Dini. Pendidikan ini
berlandaskan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003, Pasal 1 Butir 14 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, yang menyatakan bahwa Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan
yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan
usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasamani dan
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut.
▪ Pendidikan Dasar. Pendidikan dasar merupakan
pendidikan yang ditempuh selama kurun waktu 9
tahun, yakni di Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah
selama 6 tahun dan Sekolah Menengah Pertama /
Madrasah Tsanawiyah selama 3 tahun.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 465


▪ Pendidikan Menengah. Pendidikan menegah di
Indonesia dapat ditempuh melalui Sekolah
Menengah Atas (SMA) / Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK)/Madrasah Aliyah. Sekolah menengah ini
ditempuh dalam kurun waktu 3 tahun, dan siswa
kemudian diarahkan menuju bidang yang diminati
sebelum melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi.
▪ Pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi merupakan
jenjang yang lebih spesifik yang mengarahkan
individu untuk menghasilkan sumber daya
profesional yang berkualitas.
Selain pendidikan tersebut di Indonesia pun ada
pendidikan khusus yang disediakan untuk memberikan
pendidikan kepada anak-anak yang memeiliki kebutuhan
khusus. Kurikulum yang diterapkan di Indonesia selalu
mengalami pembaharuan dan perbaikan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Kurikulum pendidikan yang
diterapkan yakni Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 memiliki
empat aspek penilaian, keterampilan (KI-4); pengetahuan (KI-
3); sosial (KI-2); dan spiritual (KI-1). Dalam setiap kelas dan

466 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


jenjang pendidikan di Indonesia masih dilakukan sistem ujian
walaupun sudah tidak ada perangkingan. Penerimaan ke
jenjang berikutnya melalui beberapa jalur diantaranya jalur
prestasi, jalur zonasi dan jalur-jalur tertentu. Sedangkan
untuk melanjutkan ke perguruan tinggi melalui jalur SNPTn,
SBMPTN dan Ujian seleksi yang dilakukan oleh masing-
masing perguruan tinggi.
Secara terstruktur, pendidikan di Indonesia menjadi
tanggung jawab Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia (Kemdikbud), dahulu bernama
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia
(Depdiknas). Tenaga pendidik sesuai dengan
PERMENDIKNAS No 16 tahun 2007 harus memiliki standar
kompetensi mulai dari tingkatan PAUD hingga jenjang SMA
sekurang-kurangnya adalah diploma 4 dalam bidangnya.
Untuk menjadi guru dearang ini harus memiliki sertifikasi
dengan mengikuti PPG.
Pemerintah Inonesia membebaskan biaya pendidikan
untuk tingkta pendidikan dasar dan menengah. Sedangkan
untuk pendidikan tinggi sudah memberikan beasiswa
kepada mahasiswa yang memang memenuhi kriterianya.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 467


Negara Canada
Kanada memiliki karakteristik moderat dan
pragmatis. Dikarenakan mayoritas penduduk Kanada
menghormati etika untuk mendapatkan kesempatan yang
sama, Kanada menyediakan pendidikan yang universal, gratis
sampai ke pendidikan tinggi. Terdapat tiga tingkat
pendidikan di Canada yaitu tingkat sekolah dasar, menengah
dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar mulai kelas 1-6,
namun beberapa provinsi di Kanada sekolah dasar termasuk
grade 7 dan 8. Sekolah menengah grade 7-11 yang diikuti
dua atau tiga tahun. Pendidikan tinggi pada dasarnya
dibiayai pemerintah. Tahun ajaran di Kanada untuk sekolah
dasar dan menengah rata-rata 180-200 hari belajar.
Sedangkan pada universitas melaksanakan selama 2
semester penuh dan semester pendek. Selain tiga tingkatan
sekolah tersebut di Canada juga terdapat Pendidikan
Prasekolah yang diselenggarakan pada sekolah-sekolah
dasar negeri bagi anak usia 5 tahun, Pendidikan Khusus
untuk melayani perbedaan-perbedaan individual, dan
Pendidikan Vokasional, Teknik dan Bisnis untuk orang-orang

468 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


memandang pendidikan persiapan untuk pekerjaan dan ada
hubungan pendapatan dengan kualifikasi pendidikan.
Di semua provinsi, sekolah dijalankan oleh penguasa
setempat (Board of Education) yang anggotanya tersusun
berdasarkan pemilihan dan penunjukan. Daerah otorita "
Board of Education" ini ditentukan oleh provinsi. " Board of
Education" kecil-kecil yang digabungkan ke dalam unit-unit
di pusat, regional atau kabupaten. Kekuatan dewan
pendidikan ini diberikan oleh provinsi dan terutama
mengenai aspek manajemen kependidikan termasuk antara
lain pendirian, pemeliharaan, pemeliharaan,
pembelian/pengadaan fasilitas peralatan pendidikan,
pengangkatan guru-guru dan penyiapan anggaran. Struktur
lembaga universitas ditentukan dengan ketetapan dewan
legislatif provinsi.
Ditinjau dari aspek struktur, sistem pendidikan
Kanada berkembang ke arah lebih desentralisasi. Provinsi
tetap memberikan pedoman umum, tetapi dewan
pendidikan setempat dan masing-masing sekolah memiliki
kontrol lebih besar terhadap implementasinya. Materi
kurikulum yang diterbitkan oleh departemen atau

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 469


kementerian pendidikan biasanya diuji-cobakan di sekolah-
sekolah sebelum mendapat perubahan resmi dari
kementerian dan sudah mendapat persetujuan dari pihak
kementerian dan pejabat dewan pendidikan. Pada tingkat
sekolah menengah sistem kredit merupakan peraturan, dan
kenaikan kelas dilaksanakan berdasarkan mata pelajaran,
bukan berdasarkan "Grade" atau kelas. Menyelesaikan
pendidikan pada sekolah menengah didasarkan atas jumlah
kredit mata pelajaran yang ditentukan dalam pedoman
provinsi Pada perguruan tinggi mempersyaratkan gelar
doktor sebagai salah satu kualifikasi untuk menjadi dosen.

Negara China (RRC)


Pendidikan di China mempersiapkan para pelajar
untuk mengembangkan diri secara moral, intelektual, dan
fisik yang sesuai dengan bidang yang diminati dan akan
menjadi pekerjaan di masa depan. Pendidikan di China
menjalankan tujuan pembangunan sosialis. Sistem
penyelenggaraan atau penjenjangan pendidikan di Cina
terdiri dari Pendidikan Dasar (Basic Education), Pendidikan
Teknik dan Kejuruan (Technical and Vocational Education,

470 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


TAPE), Pendidikan Tinggi (Higher Education, HE), dan
Pendidikan Orang Dewasa (Adult Education). Basic Education
meliputi Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah dasar (SD), dan
Sekolah Menengah (SMP dan SMA). Lama pendidikannya
yaitu : prasekolah usia 3 tahun ke atas, Sekolah Dasar selama
5-6 tahun dengan usia masuk SD 6 tahun. Sekolah Menengah
Tingkat Pertama (SMP) selama 3 tahun dan Tingkat Atas
(SMA) pun 3 tahun.
Cina juga mengembangkan pendidikan non-formal
berupa Pendidikan Orang Dewasa yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang pada
gilirannya diharapkan dapat memberi sumbangan dalam
pengembangan sosio-ekonomi penduduk. Selain itu, di Cina
juga dikembangkan Pendidikan Literasi guna pemberantasan
buta huruf. China pun menyelenggarakan Pendidikan khusus
yang merupakan sekolah khusus untuk anak-anak tuna
netra, tuna rungu, tuna wicara, dan tuna grahita.
Perbedaan sosial ekonomi sangat besar pada daerah-
daerah, SEDC membolehkan fleksibilitas penggunaan
pedoman kurikulum oleh provinsi, daerah-daerah istimewa
dan kotamadya. Penyesuaian perlu dilakukan berdasarkan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 471


kondisi daerah setempat, sejauh persyaratan-persyaratan
dasar kurikulum terpenuhi. Sehingga kurikulum pun
disesuaikan dengan daerahnya masing-masing misalnya
perkotaan dan pedesaaan. Sekolah dasar dan menengah
melaksanakan empat macam ujian, yaitu ujian semester,
ujian tahunan, ujian akhir sekolah, dan ujian masuk sekolah
menengah tingkat pertama. Ujian akhir pada sekolah
menengah atas terlepas dari ujian masuk pendidikan tinggi.
Pola sistem manajemen pendidikan Cina adalah
tersentralisasi, mulai level pusat, provinsi, kotamadya,
kabupaten, termasuk daerah-daerah otonomi setingkat
kotamadya. Departemen perencanaan, keuangan, tenaga
kerja, dan personalia pemerintah pada semua tingkat ikut
membantu kantor-kantor pendidikan dalam merumuskan
perencanaan pembangunan pendidikan, termasuk anggaran
dan sistem penggajian pegawai. Komisi Pendidikan Negara
(State Education Commission, SEDC) adalah organisasi
profesional pemerintah yang punya tanggung jawab penuh
terhadap pelaksanaan administrasi pendidikan. Dana
pendidikan disediakan oleh pemerintah. Alokasi dana dari
daerah digunakan untuk biaya pendidikan daerahnya,

472 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


sedangkan anggaran yang ada pada pemerintah pusat
disediakan untuk lembaga-lembaga pendidikan yang berada
dikementerian-kementerian.

Negara Jepang
Tujuan pendidikan Jepang ditegaskan dalam
undang-undang pokok pendidikan tahun 1947 ayat 1
undang-undang tersebut menyatakan bahwa pendidikan
bertujuan untuk mengembangkan sepenuhnya kepribadian,
membangun setiap individu baik fisik maupun pikirannya,
yang cinta pada kebenaran dan keadilan, menghormati nilai-
nilai pribadi orang lain, menghargai pekerjaan, memiliki rasa
tanggung jawab, dan tergugah dengan semangat
kemerdekaan sebagai pendiri negara dan masyarakat yang
damai. Pendidikan di Jepang menitikberatkan pada
pengembangan kemampuan dasar dalam diri generasi
muda, bukan pada keterampilan vokasional yang khusus
dengan asumsi bahwa mereka harus siap menyesuaikan
dengan perkembangan dan perubahan kemajuan dalam
ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan-
perubahan yang cepat dalam masyarakat.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 473


Jenjang pendidikan di Jepang terdiri atas pedidikan
dasar, menengah, tinggi dan ada juga pendidikan non
formal. Taman Kanak-kanak yang naungi Kementerian
Pendidikan untuk anak-anak usia 3-5 tahun. Pendidikan
Dasar, pada usia enam tahun anak-anak mulai masuk sekolah
dasar yang wajib bagi semua orang. Sekolah dasar
berlangsung selama enam tahun. Sekolah menengah tingkat
pertama adalah wajib dan berlangsung selama tiga tahun.
Sekolah menengah tingkat atas selama 3-4 tahun setelah
diseleksi melalui ujian masuk. Setelah menyelesaikan sekolah
menengah tingkat atas, siswa melanjutkan pendidikannya ke
Daigaku (Universitas) atau ke- Tanki-daigaku (Junior college)
melalui ujian masuk. Pendidikan Nonformal yang
diselenggarakan disebut pendidikan sosial. Sekolah ini
meliputi: sekolah untuk orang dewasa, kursus-kursus bagi
para remaja, kursus-kursus untuk wanita lanjut usia, kursus
surat menyurat untuk pengembangan keterampilan dasar,
kursus untk pengembangan/penyaluran hobbi dan lain-lain.
Tenaga pendidik untuk sekolah dasar dan menengah dididik
dan dilatih dilembaga-lembaga pendidikan tinggi, yaitu
universitas, program pascasarjana, dan junior college yang

474 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


dipilih oleh Kementerian Pendidikan. Kurikulum sekolah
didasarkan pada program studi seperti yang ditentukan oleh
kementerian pendidikan. Ketentuan ini menetapkan
kerangka dasar kurikulum untuk setiap level termasuk di
dalamnya, objektif, isi instruksional dan waktu yang
disediakan. Dewan Pendidikan Distrik dan Kotapraja
menyiapkan pedoman atau panduan pengembangan
kurikulum di sekolah dalam daerah mereka dan masing-
masing sekolah diminta menjabarkannya kedalam program-
program yang lebih rinci. Pada semua jenjang
pendidikan di Jepang melakukan berbagai jenis ujian dan
informasi dari sumber-sumber tertentu yang digunakan
untuk menilai apakah siswa dapat dinaikkan dari level yang
satu ke level berikutnya, apakah siswa boleh mendaftar ke
sekolah tertentu, atau apakah mereka dapat diberi surat
keterangan atau sertifikat bahwa mereka menamatkan
pendidikannya. Pada level nasional, kementerian pendidikan,
ilmu pengetahuan dan kebudayaan merupakan badan utama
yang bertanggung jawab di kabinet dan DIET untuk
mempersiapkan perkiraan anggaran, membuat draft aturan-
aturan pendidikan serta memformulasikan kebijakan-

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 475


kebijakan pendidikan. Sistem administrasi keuangan Jepang
menyediakan dana secara bersama-sama bagi institusi-
institusi pendidikan pemerintah yaitu pemerintah pusat,
distrik, maupun kotapraja. Dana-dana ini berasal dari
berbagai jenis pajak dan dari sumber-sumber lain.

Negara Korea Selatan


Pendidikan di Korea Selatan menanamkan rasa
identitas nasional dan penghargaan terhadap kedaulatan
nasional pada setiap orang. Disebutkan dalam Pasal 1 bahwa
tujuan pendidikan adalah untuk membuat setiap warga
negara mampu menyempurnakan kepribadiannya,
mengemban cita-cita persaudaraan yang universal,
mengembangkan kemampuan untuk hidup mandiri, dan
mampu berbuat untuk pengembangan negara yang
demokratis dan untuk kemakmuran bagi seluruh umat
manusia.
Di Korea Selatan penanggung jawab pendidikan
terutama pada bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan,
adalah anggota dewan negara sehingga mereka ikut dalam
pembuatan keputusan kebijakan negara tingkat atas.

476 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Sebagai pimpinan Kementerian Pendidikan, menteri
bertanggung jawab atas pembuatan kebijakan yang
berhubungan dengan seluruh aspek pendidikan dan ilmu
pengetahuan, dan melakukan kontrol serta supervisi atas
implementasi kebijakan tersebut. Kekuasaan dan wewenang
Menteri Pendidikan diantaranya pembuatan dan
implementasi keputusan-keputusan, pengarahan dan
supervisi administrasi pendidikan, penyusunan aturan
administratif dan pemberian dispensasi mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan pendidikan, seperti mengeluarkan
izin, memberikan persetujuan dan otorisasi, penataan
administrasi pribadi karyawan pendidikan, dan pengarahan
serta pengawasan atas perangkat-perangkat pendidikan.
Sistem pendidikan terdiri dari empat jenjang: sekolah
dasar, sekolah menengah tingkat pertama, sekolah
menengah tingkat atas, dan pendidikan tinggi. Keempat
jenjang pendidikan ini sejalan dengan 'grade' 1-6 (sekolah
dasar), 'grade' 7-9 (sekolah menengah tingkat pertama),
'grade' 10-12 ( sekolah menengah tingkat atas), dan 'grade
'13-16 (pendidikan tinggi tingkat/program S-1). Level yang
lebih tinggi mencakup program pascasarjana (S-2 dan S-3).

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 477


Sekolah dasar (Elementary schools) merupakan pendidikan
wajib selama enam tahun bagi anak-anak yang berusia
antara 6 dan 11 tahun. Juga ada sekolah khusus anak-anak
tuli, buta dan anak-anak yang menyandang cacat fisik atau
mental.
Guru harus memiliki sertifikat. Sertifikat dapat
diperoleh melalui pendidikan guru yaitu Akademi Pendidikan
Guru Dua Tahun (grade 13-14) untuk mendidik guru-guru
sekolah dasar, dan Pendidikan. Di luar fakultas-fakultas
pendidikan, beberapa universitas yang menyelenggarakan
program empat tahun menawarkan pula program-program
spesialisasi bagi guru-guru, yang tamatannya berhak
mengajar di sekolah menengah pertama atau sekolah
menengah tingkat atas. Sertifikat untuk menjadi guru terdiri
dari tiga kategori, yaitu untuk menjadi guru taman kanak-
kanak, guru sekolah dasar, dan guru sekolah menengah.
Pada setiap kategori sertifikat guru pun dibagi dalam:guru
magang, guru biasa II, guru biasa I, guru konseling,
pustakawan, instruktur laboratorium, dan perawat.
Kurikulum mengalami berbagai reformasi yang
mencakup perubahan- perubahan kurikulum dan teknik

478 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


mengajar. Perubahan ini mencakup dua aspek yaitu pertama
merancang teknik instruksional yang baru, yaitu membuat
model-model instruksional, kemudian mengembangkan
materi pengajaran yang sesuai, dan mengimplementasikan
dalam situasi sebenarnya. Yang kedua ialah menciptakan
sistem instruksional baru dan menyusunnya dalam lima
langkah sebagaimana yang dikerjakan oleh guru pada setiap
unit pelajaran yaitu a) perencanaan sebagaimana dituntun
oleh buku pedoman; b) melakukan diagnosis tentang
kekuatan dan kelemahan murid dengan menggunakan tes
dalam buku kerja; c) membimbing mahasiswa belajar
menggunakan buku kerja dan program televisi dan radio; d)
mengembangkan pelajaran melalui tes formatif; dan e)
menilai hasil belajar murid sebagaimana terlihat dalam tes
sumatif. Tidak ada kenaikan kelas secara otomatis
dilaksanakan sebagai dampak dari kebijakan pemerintah
untuk membuat setiap individu memiliki pendidikan minimal
sama yaitu sekolah menengah.tingkat pertama sejalan
dengan kebijakan wajib belajar sembilan tahun.
Penelitian mengenai pendidikan dilakukan oleh
universitas dan fakultas atau akademi, dan dua badan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 479


penelitian utama lainnya adalah "The Korean Educational
Development Institute" (KEDI), dibentuk tahun 1972, dan The
Korean Institute for Educational Research and Training
(K1ERT) dibentuk tahun 1982. KEDI melakukan penelitian
mengenai sasaran dan isi pendidikan, metode instruksional,
peningkatan mutu belajar, penyusunan dan
pengimplementasian tes secara nasional, dan penelitian
terhadap peserta pendidikan. KIERT mengawali dengan
program-program testing, dan diantaranya telah terlibat
dalam 'the Science Achievement Study of the International
Association for the Evaluation of Educational Achievement
(IEA).

Negara Rusia
Terdapat enam prinsip kebijakan Rusia terkait dengan
pendidikan, yaitu: pendidikan yang becirikan kemanusiaan
dan prioritas nilai-nilai umum kemanusian, kesatuan budaya
dan fasilitas pendidikan dalam Federasi, akses pendidikan
bagi seluruh rakyat, pendidikan bebas dari pengaruh agama
(church-free) pada lembaga-lembaga pendidikan Negara,
kebebasan dan pluralisme dalam pendidikan; dan

480 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


manajemen yang demokratis dalam pendidikan dan otonomi
lembaga-lembaga pendidikan. Berdasarkan kebijakan
tersebut tujuan pendidikan dasar ialah untuk memberikan
kepada anak-anak dasar keterampilan belajar dan fakta-fakta
dasar tentang kehidupan sehari-hari. Lembaga pendidikan
dikelola oleh Kementerian Pendidikan. Pada tingkat regional
dan tingkat kota, juga ada komite pendidikan, tetapi
tanggung jawabnya hanyalah atas sekolah-sekolah
pendidikan umum, dan kadang-kadang juga sekolah
vokasional. Kepala sekolah diangkat oleh pejabat tingkat
regional atau tingkat kota. Pendidikan nonformal bukan
merupakan tanggung jawab kementerian pendidikan.
Pendanaan pendidikan bersifat sentralisasi yang ketat namun
penguasa-penguasa lokal juga menyisihkan dana untuk
pendidikan selain yang diperolah dari pusat.
Jenjang dalam struktur pendidikan Rusia diantaranya
adalah:
▪ Pendidikan Prasekolah Anak-anak mulai dari
kelahirannya sampai pada umur 3 tahun dapat
dimasukkan pada sekolah penitipan anak (irèches)

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 481


kemudian diikuti dengan Taman Kanak-kanak
sebelum mereka dimasukkan ke sekolah dasar.
▪ Pendidikan Dasar, Menengah, dan Pendidikan Tinggi.
Sekolah dasar merupakan bagian dari sekolah
menengah dengan waktu 4 tahun. Di tahun kelima
sampai ke sebelas merupakan pendidikan menengah
dengan pembagian mata pelajaran yang diajarkan
oleh guru-guru spesialis.
▪ Pendidikan tinggi terdiri dari universitas, institut, dan
akademi. Masuk perguruan tinggi di Rusia dilakukan
melalui ujian masuk yang kompetitif dengan jumlah
pelamar yang bervariasi antar lembaga perguruan
tinggi.
▪ Pendidikan Khusus. Ada sekolah khusus
berkebutuhan khusus. Selain pendidikannya terdapat
juga pusat-pusat perawatan bagi anak-anak yang
praktisnya tidak bisa mendapat pendidikan oleh
karena cacat yang dideritanya sangat berat semenjak
dari lahir baik fisik maupun mental..
▪ Pendidikan Vokasional. Sekolah kejuruan atau
vokasional mendidik tenaga kerja terampil

482 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


▪ Pendidikan Orang Dewasa dan Pendidikan
Nonformal. Tujuan menyelesaikan pendidikan
menengah bagi setiap orang, dan jumlahnya mulai
berkurang.
Kompetisi untuk mendapatkan pekerjaan mengajar
selalu rendah. Calon yang memilih bidang pendidikan
karena takut gagal dalam ujian masuk untuk mengambil
bidang lain. Kurikulum Rusia hanya menggunakan "rencana
pelajaran" (study plans) yang terdiri dari mata pelajaran yang
diajarkan dengan jumlah jam untuk setiap mata pelajaran,
silabus setiap mata pelajaran yang memberikan uraian yang
jelas apa saja yang dicakup dalam mata pelajaran itu.
Sekarang Federasi Rusia memutuskan isi kurikulum inti
menjadi: bahasa ibu dan sastra, sejarah Rusia, "physical
culture",dan beberapa mata pelajaran khusus lainnya yang
berhubungan dengan Federasi secara keseluruhan.
Penetapan ini maksudnya ialah untuk memberikan
kebebasan yang luas kepada masing-masing lembaga.
Metodologi mengajar dianggap sebagai tanggung jawab
masing-masing guru

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 483


Ujian akhir baru diadakan setelah Grade-8 dan pada
akhir Grade 10 atau 11 dan pada saat itu sertifikat tamat
belajar diberikan. Rusia memiliki prinsip kesamaan
kesempatan belajar dan tidak ada pembedaan. Ini juga
berarti bahwa seluruh murid harus diusahakan dengan
berbagai cara agar mereka berhasil memperoleh nilai
minimal 3 dalam semua mata pelajaran sesuai dengan
perhatian dan kemampuannya.
Negara Norwegia
Kebijakan pendidikan Norwegia berakar pada prinsip
kesamaan hak terhadap pendidikan bagi semua anggota
masyarakat, tanpa memperhitungkan latar belakang sosial
dan budaya atau tempat tinggal. Peranan sekolah adalah
menyampaikan pengetahuan dan budaya, serta memajukan
mobilitas sosial dan memberikan dasar penciptaan
kesejahteraan bagi semua pihak. Pemerintah tidak
membedakan sekolah untuk anak-anak normal dan anak-
anak berkebutuhan khusus. Storting (majelis nasional
Norwegia) dan Pemerintah bertanggung jawab menentukan
tujuan dan menetapkan kerangka kerja anggaran untuk
sektor pendidikan. Menteri Pendidikan dan Penelitian

484 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


merupakan penanggungjawab terhadap hal-hal pendidikan,
dan menerapkan kebijakan pendidikan nasional.
Pendidikan umum di Norwegia tidak dikenakan biaya
hingga dan termasuk tingkat upper secondary. Biaya
pendidikan tinggi di semua institusi Negara umumnya tidak
mahal. Bantuan Pinjaman Pendidikan Negara didirikan pada
tahun 1947, dan memberikan pinjaman pada siswa dan
bantuan untuk biaya hidup bagi mereka yang mengikuti
program pendidikan tinggi. Bantuan juga diberikan pada
siswa Norwegia yang ingin melanjutkan sebagian kegiatan
belajarnya di luar negeri. Sekolah swasta memberikan sistem
tambahan dari sistem sekolah umum.
Sistem pendidikan di Norwegia diatur oleh deklarasi
Bologna, dan Norwegia merupakan salah satu negara
terkemuka untuk mengikuti peraturan tersebut Pejabat
pendidikan di tingkat daerah bertanggung jawab untuk
memastikan bahwa sekolah yang layak dapat diakses oleh
anak, kaum muda, dan dewasa di semua kotamadya dan
daerah. Kotamadya bertanggunga jawab menjalankan
primary dan lower secondary, sementara upper secondary
dikelola oleh tingkat daerah. Pendidikan wajib di Norwegia

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 485


adalah 10 tahun, terdiri dari primary, lower secondary, dan
upper secondary.
▪ Pendidikan primer dan sekunder (primary dan lower
secondary, membutuhkan waktu sepuluh tahun
untuk selesai, dan dibagi menjadi sekolah dasar (kelas
1-7, usia 6-13) dan sekolah menengah pertama (kelas
8-10, usia 13-16). Siswa yang menyelesaikan
pendidikan dasar dan menengah pertama berhak
mendapat pendidikan tiga tahun dan pelatihan di
tingkat menengah atas.
▪ Pendidikan menengah atas (upper secondary), warga
memiliki pilihan antara mengejar pendidikan
kejuruan dan pelatihan (yrkesfaglig opplæring) dan
program untuk studi umum (studieforberedende
opplæring).
▪ Pendidikan kejuruan dan pelatihan mengarah ke
kejuruan perdagangan atau profesi dan
menganugerahkan kualifikasi kejuruan
▪ Program untuk studi umum memberikan kesempatan
siswa untuk masuk kualifikasi pendidikan tinggi dan
dengan demikian kesempatan untuk melanjutkan

486 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


belajar di sebuah perguruan tinggi universitas atau
universitas.
▪ Folk high school, merupakan lembaga bagi mereka
yang ingin berhenti dulu untuk mempertimbangkan
pendidikan selanjutnya dan kesempatan kerja. Folk
high school tidak memberikan gelar atau
menyelenggarakan ujian resmi. Siswa tidak
membayar biaya sekolah, namun, namun untuk biaya
diluar pendidikan ditanggung sendiri seperti biaya
hidup dan membayar untuk kegiatan darmawisata,
kegiatan siswa dan materi studi.
▪ Universitas dan perguruan tinggi. Sektor pendidikan
tinggi terdiri dari program pendidikan di universitas
dan akademi. Lembaga yang menawarkan
pendidikan tinggi dapat dibagi menjadi dua sektor
yaitu universitas dan perguruan tinggi.

Negara Finlandia
Kebijakan pendidikan Finlandia adalah semua warga
mendapatkan kesempatan yang sama dalam hal menerima
pendidikan, tanpa memperhitungkan usia, tempat tinggal,

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 487


situasi keuangan, jenis kelamin atau orang tua. Pendidikan
dianggap sebagai salah satu hak-hak dasar semua warga
negara. Otoria pedidikan berada pada pemerintah. Guru
yang mengajar di Finlandia minimal harus bergelar master
alias S2. Hanya 11 universitas yang memiliki program
pendidikan guru, jadi memudahkan dalam mengontrol
kualitas dan standar konsistensi program pendidikan.
Pendidikan dilakukan selama 5 tahun pendidikan research-
based yang menekankan pengetahuan tentang pedagogik.
Dimana sebelumnya mahasiswa juga harus mengikuti
magang selama satu tahun penuh mengajar di sekolah yang
bekerja sama dengan universitas tempat mereka kuliah.
Sekolah-sekolah ini adalah sekolah model, dimana para guru
dan peneliti mengembangkan metode-metode baru dan
menyelesaikan penelitian mengenai belajar mengajar.
Kurikulum pendidikan di Finlandia dibuat oleh
pemerintah dengan hanya membuat panduan umum
berupa target (goals). Guru diberi kebebasan bagaimana
caranya untuk mencapai target tersebut. Guru bebas
memakai metode mengajar maupun buku teks apa pun.
Guru mengajar kelompok siswa yang sama sampai beberapa

488 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


tahun. Dengan demikian, guru dapat lebih mengenal siswa-
siswanya sekaligus dapat memantau perkembangan
akademik, sosial dan emosionalnya.
Jenjang Pendidikan di Finlandia meliputi : Pra
pendidikan dasar, Pendidikan dasar dan menengah, Tertiary
pendidikan, Pendidikan tinggi, dan Pendidikan dewasa.
Tidak emberlakukan pemisahan pendidikan dasar dan
lanjutan sehingga tidak perlu berganti sekolah di usia 13
tahun. Kebijakan ini dilakukan untuk menghindari masa
transisi yang perlu dialami oleh siswa, yang dianggap dapat
mengganggu pendidikan mereka. Selain murid punya
motivasi tinggi, sekolah di Finlandia sadar bahwa penyebab
murid kesulitan akademis bukan hanya karena dia tidak
pintar. Kemungkinan timbul dari faktor lain. Misalnya,
masalah di lingkungan sosial, perasaan/emosinya yang
kacau, atau kesehatan fisiknya tidak prima. Makanya, selain
guru, sekolah di FInlandia ada dokter gigi, perawat, speech
therapist, sampai psikolog.
Guru wajib membuat evaluasi mengenai
perkembangan belajar setiap siswanya. Dan satu kelas
maksimal jumlah siswa hanya 12 orang sehingga guru dapat

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 489


lebih mudah memantau seluruh siswanya. Tidak ada
standarisasi pendidikan di Finlandia karena berlawanan
dengan kreatifitas. Dengan asumsi semakin standarisasi
ditekankan, semakin sempit ruang kreatifitas. Menurut guru
di Finlandia, mata pelajaran terpopuler di kalangan siswa
adalah art & craft terutama kerajinan kayu (woodwork).
Selain itu, guru di Finlandia menekankan pentingnya waktu
bermain, yang dipercaya dapat meningkatkan performa
akademik siswa, membantu perkembangan kognitif, afektif
dan sosial. Prinsipnya dalam 1 jam pelajaran, 45 menit
dialokasikan untuk belajar dan 15 menit untuk bermain
bebas sesuai kehendak siswa

Negara Singapore
Kebijakan pendidikan Singapura yaitumencapai
keunggulan dalam pendidikan sehingga menjadi salah satu
negara terbaik dalam pendidikannya. Di Singapura belajar itu
bukan berkompetisi. Pendidikan berencana melakukan
serangkaian perubahan untuk mengurangi kompetisi nilai
antar siswa dan lebih mendorong siswa berkonsentrasi pada
pengembangan pembelajaran dan diri mereka sendiri.

490 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Singapura pun mereformasi pendidikan “Sekolah Berpikir,
Bangsa Belajar”, yang mendorong kreativitas, inovasi, dan
pembelajaran seumur hidup telah memungkinkan sistem
Singapura menjadi pemimpin dunia. Sistem sekolah pun
terus direformasi untuk memenuhi standar lokal dan
internasional. Otorita pendidikan berada pada Kementrian
Pendidikan. Meskipun demikian, Kementerian Pendidikan
menekankan keterlibatan orang tua untuk memastikan nilai-
nilai yang diajarkan di sekolah diperkuat. Dengan demikian,
terdapat dua platform, Parent Support Group (PSG) dan
pertemuan tahunan di setiap sekolah, untuk mendorong
partisipasi orang tua dalam kegiatan sekolah. Negara
menargetkan guru berasal dari 5% lulusan teratas yang harus
menjalani pelatihan di Institut Pendidikan Nasional (NIE). NIE,
yang merupakan satu-satunya institut yang mempersiapkan
seluruh pengajar di Singapura, berperan penting dalam
mengembangkan tugas berkualitas tinggi dan menjamin
kontrol kualitas dan bahwa semua guru baru dapat
menangani ruang kelas di era pembelajaran digital abad ke-
21. Untuk memastikan hal tersebut, NIE bahkan telah
membuat model pengajaran baru yang diberi nama “Model

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 491


Pendidikan Guru Abad 21”. Sistem pendidikan yang didanai
negara universal, yang mempromosikan cita-cita meritokrasi
adalah salah satu alasan utama di balik pencapaian visi
pembangunan negara.
Jenjang pendidikan di Singapura dimulai dari Sekolah
Dasar. Pendidikan wajib mencakup enam tahun sekolah
dasar, empat tahun sekolah menengah, dan satu hingga tiga
tahun sekolah pasca sekolah menengah. Prasekolah, yang
disebut taman kanak-kanak, bersifat sukarela dan ditawarkan
oleh Kementerian Pendidikan dan penyedia swasta.
Kurikulum nasionanya mencakup “Hasil Pendidikan yang
Diinginkan”. Hasil yang diinginkan adalah keunggulan siswa
dalam keterampilan hidup, keterampilan pengetahuan, dan
pengetahuan disiplin mata pelajaran yang disusun menjadi
delapan keterampilan inti dan nilai: pengembangan karakter,
keterampilan manajemen diri, keterampilan sosial dan
kooperatif, literasi dan numerasi, keterampilan komunikasi,
keterampilan informasi, keterampilan berpikir, kreativitas,
dan keterampilan penerapan pengetahuan. Selain itu, negara
menerapkan strategi Teach Less, Learn More, untuk
menginspirasi guru agar fokus pada kualitas daripada

492 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


kuantitas pendidikan. Kurikulum sekolah dasar difokuskan
untuk memastikan bahwa siswa memiliki pemahaman yang
baik tentang bahasa Inggris, bahasa ibu (pengajaran dalam
bahasa ibu tersedia untuk siswa yang berbahasa Cina,
Melayu dan Tamil), dan matematika.
Sejak tahun 2019 merubah sistem ujiannya, ulangan
atau tes untuk siswa tahun sekolah dasar (6 tahun) dan
sekolah menengah (4 tahun) akan dihapus, sehingga tidak
ada raport siswa tidak ada dan perankingan. Pemilaian
dilakukan oleh guru dengan cara mengumpulkan informasi
perkembangan pembelajaran siswa melalui diskusi,
pekerjaan rumah dan kuis. Sekolah akan menggunakan
pendekatan "deskripsi kualitatif" sebagai ganti nilai.
Sedangkan untuk siswa siswa tingkat akhir sekolah dasar dan
sekolah menengah, nilai untuk setiap mata pelajaran akan
dibulatkan dan disajikan sebagai bilangan bulat, tanpa angka
desimal agar tidak terlalu berfokus pada nilai akademik.

Negara Estonia
Pendidikan di Estonia di desain agar anak-anak sudah
bisa menempuh pembelajaran di taman kanak-kanak pada

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 493


usia tiga tahun karena semakin dini anak-anak mereka
menempuh pendidikan maka semakin cepat matang juga
aspek-aspek sosial, emosional, dan intelektual anak-anak itu.
Sistem pembelajrannya dengan belajar sambil bermain untuk
mendapatkan learning experience yang bermakna dan
menyenangkan. Otoria Pendidikan di estonia dikelola oleh
negara, pemerintah kota/daerah, umum dan swasta. Estonia
benar-benar melakukan investasi besar pada bidang
pendidikan mereka. Sekolah di Estonia menggratiskan
makan siang, buku, hingga transportasi sekolah. Bahkan,
dalam komitmen yang lebih besar lagi. Pendidikan gratis
berlaku bagi semua warga tanpa terkecuali.
Jenjang pendidikan di Estonia dibagi ke dalam
pendidikan umum, kejuruan dan hobi. Sistem pendidikan
didasarkan pada empat jenjang yang meliputi pra-sekolah,
pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Sistem pendidikan
Estonia terdiri dari institusi pendidikan negara bagian, kota,
publik dan swasta. Pendidikan tinggi akademis di Estonia
dibagi menjadi tiga tingkatan: studi sarjana, studi master, dan
studi doktoral. Dalam beberapa spesialisasi (studi kedokteran
dasar, kedokteran hewan, farmasi, kedokteran gigi, arsitek-

494 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


insinyur dan program guru kelas) tingkat Sarjana dan Master
diintegrasikan ke dalam satu unit.
Dalam tiap jenjang pendidikan (sekolah) di Estonia,
tidak ada sistem ability grouping di dalamnya. Mereka semua
berbaur menjadi satu artinya di dalam kelas tidak dibeda-
bedakan. Teknologi sangat berkembang di Estonia sehingga
dalam bidang pendidikannyapun sudah menggunakan
teknologi seperti peminjaman buku secara online, pemberian
pekerjaan rumah dan penilaian secara online. Bahkan sudah
memberi kesempatan pada anak berusia 10 tahun untuk
mendesain computer games untuk pembelajaran mereka
sendiri dengan supervisi dari guru ICT (Information and
Communication Technology) mereka. Masyarakat Estonia
percaya bahwa pemanfaatan teknologi membuat
pemerataan kualitas hidup, termasuk pendidikan menjadi
semakin baik. Pengenalan programming sejak dini juga
semakin mendorong kreativitas, berpikir kritis, dan inovasi
dari para peserta didik
Sistem pendidikan di Estonia menggunakan metode
yang unik dalam mengukur kemampuan anak. Mereka tidak
menggunakan sistem ujian nasional seperti yang dilakukan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 495


oleh negara lain karena hal itu dianggap membebani mental
anak. Dalam menilai digunakan instrumen School Readiness
Card yang mendeskripsikan kemampuan, perkembangan
kemampuan, hingga hal-hal yang harus mereka lakukan
untuk meningkatkan kemampuan tersebut. Deskripsi
kemampuan itulah nanti yang akan terus berubah secara
dinamis sesuai keadaan autentik anak. Tujuannya adalah
untuk mengetahui sejauh mana perkembangan setiap
individu ketika mereka menempuh pendidikan dan untuk
mengetahui dengan tepat passion atau minat anak dalam
bidang apa. Sehingga guru akan dapat menggunakan
metode yang tepat untuk mendukung passion anak-anak
tersebut sehingga perkembangan mereka akan optimal.

496 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Daftar Pustaka

Adha, M. A., Gordisona, S., Ulfatin, N., & Supriyanto, A. (2019).


Analisis Komparasi Sistem Pendidikan Indonesia dan
Finlandia. Tadbir : Jurnal Studi Manajemen
Pendidikan, 3(2), 145.
https://doi.org/10.29240/jsmp.v3i2.1102
Budiono, A. 2020. Pengaruh kualitas pelayanan, harga,
promosi, dan citra merek terhadap kepuasan
pelanggan melalui keputusan pembelian.
Equilibrium: Jurnl Pelatihan Pendidikan Dan Ekonomi,
17(02), 1–15.
https://doi.org/10.25134/equi.v17i02.ABSTRACT
Hidayat, R., Ag, S., & Pd, M. (n.d.). Buku Ilmu Pendidikan
Rahmat Hidayat & Abdillah.
Jailani,Syahran. 2014. Teori Pendidikan Keluarga dan
Tanggung Jawab Orang Tua Dalam Pendidikan Anak
Usia Dini. Jurnal pendidikan islam vol.8.No 2 Oktober
2014.
Karis Mauyy. 2012. Kurikulum Baru 2013, Daftar Mata
Pelajaran Wajib dan Mata Pelajaran Pilihan!.
Putra, A. 2017. Mengkaji dan Membandingkan Kurikulum 7
Negara (Malaysia, Singapura, Cina, Korea, Jepang,
Amerika dan Finlandia).
https://doi.org/10.31227/osf.io/vdz32
http://rideralam.com/2012/12/14/kurikulum-baru-2013-
daftar-mata-pelajaran-wajib-dan-mata-pelajaran-
pilihan/.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 497


Ki Hajar Dewantara. 1961. Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta:
Taman Siswa, hlm. 250. Lesale. Sekolah Gratis Bukan
Mimpi.
http://www.ligagame.com/forum/index.php?topic=60471.0;
wap2.
Malatuny, Yakob Godlif. 2016. “Kajian Tentang Implikasi
Landasan Pedagogik Terhadap Pengembangan Teori
dan Praktik Pendidikan di Indonesia dan Dunia”.
[online]. Diakses pada
https://godliefmalatuny.blogspot.com/2016/10/kajia
n-tentang-implikasi-landasan.html
Pusdatin. 2013. APBNP 2013: Anggaran Pendidikan Naik Jadi
Rp 345,335 Triliun. http://www.setkab.go.id/berita-
9235-apbnp-2013-anggaran-pendidikan-naik-jadi-
rp-345335-triliun.html.
Sadulloh, Uyoh. 2007. Filsafat Pendidikan. Bandung: Cipta
Utama.
Sadulloh, Uyoh. 2010. Pedagogik, ilmu mendidik. Bandung:
Alfabeta
Selo Soemarjan. 1962, Sosiologi Suatu Pengantar,
(Yogyakarta: Gajah Mada Press, 1962), hlm. 127.
Syaripudin, Tatang dan Kurniasih. 2014. Pedagogik Teoritis
Sistematis. Bandung: Percikan Ilmu.
Tadjab. (1994). Perbandingan Pendidikan Surabaya, Penerbit:
Abidarma.
https://www.ruangguru.com/sistem-pendidikan-berbagai-
negara
http://gherypriscylio.blogspot.com/2017/12/kajian-tentang-
implikasi-landasan.html?m=1

498 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


https://yukaristiawordpress.wordpress.com/2020/02/07/est
onia-dan-pendidikannya-yang-selalu-ada-di-
peringkat-atas-pisa/
https://interlink.co.id/web/destination/canada/
http://lindawidiasarii.blogspot.com/2016/11/perbandingan-
pendidikan-dasar-negara.html?m=1.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 499


Biografi Penulis

Risa Ratna Gumilang. Pendidikan adalah


sesuatu yang perlu dimiliki oleh semua
kalangan, karena dengan mengenyam
pendidikan kita akan memiliki ilmu dalam
menjalani kehidupan. Penulis Menempuh
Pendidikan S1 di Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI) pada program studi
Manajemen Resort and Leisure, lalu
melanjutkan studi S2 di Institut Manajemen Koperasi
Indonesia (IKOPIN) pada program studi Magister Manajemen
dan saat ini sedang melanjutkan pendidikan S3 di Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI) pada program Doktor Ilmu
Manajemen dengan konsentrasi Manajemen Keuangan.
Berprofesi sebagai dosen tetap di STIE Sebelas April pada
program studi Manajemen, mengampu mata kuliah
manajemen keuangan, manajemen keuangan internasional
dan manajemen pemasaran internasional. Memiliki minat
menulis di bidang manajemen keuangan dan manajemen
pemasaran, serta telah menghasilkan beberapa karya ilmiah
di bidang tersebut yang dipulikasikan di jurnal nasional.
Kesuksesan adalah perjalanan bukan tujuan akhir (succes is
journey not a destination).

500 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Biografi Penulis

Leni Yuliyanti. Penulis telah


menyelesaikan S1 Program Studi
Pendidikan Akuntansi FPEB Universitas
Pendidikan Indonesia tahun 2001 dan
menyelesaikan S2 tahun 2008 Jurusan
Manajemen di UPI. Menjadi dosen FPEB Universitas
Pendidikan Indonesia sejak 2001 sampai dengan sekarang.
Saat ini sedang menempuh pendidikan doktoral ilmu
manajemen di Universitas Pendidikan Indonesia.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 501


Chapter 11

Perspektif Pedagogik
Tentang Landasan
Manajemen Pendidikan
-Sri Marhanah-

Pendahuluan

Pendidikan merupakan sebuah investasi yang


memiliki peranan strategis dalam mengembangkan sumber
daya manusia yang berkualitas. Karena itu, sangat penting
untuk meronktruksi dan mereformulasi desain pendidikan
yang dapat mendukung terciptanya generasi emas
Indonesia. Menurut Kemendikbud, untuk menyikapi periode
tersebut (bonus demografi), Indonesia harus melakukan
investasi besar-besaran dalam bidang pengembangan
sumber daya manusia. Selain melalui gerakan Paudnisasi,
Kemendikbud juga akan mendorong perluasan akses
pendidikan di semua jenjang untuk membangkitkan generasi

502 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


emas tersebut. Karena menurutnya, kualitas pendidikan yang
baik dan merata merupakan kunci sukses membangkitkan
generasi emas. Generasi emas merupakan konotasi atas
harapan di masa mendatang tentang hadirnya generasi-
generasi Indonesia yang genius dan unggul dalam segala
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi untuk membangun
NKRI menjadi bangsa yang besar, kuat, dan berdaulat di
mata dunia.
Pada masa mendatang menurut Suyanto dalam
Nasution (2010: 2), pendidikan merupakan investasi manusia
(human investment) penting yang harus dirancang dan
dibiayai secara lebih memadai, agar sumber daya manusia
Indonesia mampu tumbuh dan bersaing dengan bangsa lain.
Pengertian ini menunjukkan bahwa pendidikan bagi generasi
penerus sangat dibutuhkan sebagai modal agar dapat
bersaing dikemudian hari dengan bangsa-bangsa lain.
Dalam memeprbaiki kualitas pendidikan di Indonesia yang
memiliki peran penting adalah para pengajar baik dari guru
pendidikan dasar sampai guru tingkat perguruan tinggi.
Dengan demikian pendidikan merupakan proses
pendewasaan terhadap anak didik yang dilakukan secara

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 503


terus menerus berdasarkan jenjang pendidikan sampai anak
didik sepenuhnya mampu bertindak sendiri bagi
kesejahteraan hidupnya dan masyarakatnya.
Bila ditelurusi kembali sejarah perjalanan pendidikan
di Indonesia, begitu banyaknya sudah agenda pemerintah
yang dilaksanakan guna upaya peningkatan mutu SDM
melalui pendidikan seperti penataan-penataan kurikulum
pendidikan (gambar 1) di bawah ini adalah untuk
memberikan gambaran sekaligus mendorong penciptaan
hasil didik yang mampu menjawab kebutuhan SDM untuk
mendukung pertumbuhan nasional dan daerah, namun
hingga saat ini belum juga menghasilkan mutu lulusan yang
bermuara pada generasi yang ‘human beinghuman’
(memanusiakan manusia).

504 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Gambar 1. Transformasi kurikulum pendidikan

Kenyataan apa yang kerap menjadi berita di setiap


media massa, bahwa akhir-akhir ini perilaku generasi muda
cenderung mengarah kepada hal-hal negatif seperti tawuran,
pemerkosaan, pembunuhan, penggunaan narkoba, sex
bebas, dan lain-lain. Sekarang ini Kemendikbud sedang
gencarnya mencanangkan Kurikulum 2013. Dengan
demikian, pendidikan tidak cukup hanya dengan slogan
“pendidikan gratis” dan semuanya jadi beres. Pendidikan
dimulai dari keluarga. Keluarga dan masyarakat perlu
ditingkatkan peran sertanya untuk membangun pendidikan.
Ada faktor-faktor kontekstual yang mempengaruhi keluaran
dan hasil pendidikan. Oleh karena itu organisasi social
kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia industri (DUDI) perlu
digalakkan.

Konsep Manajemen Pendidikan


Kata manajemen berasal dari bahasa latin yaitu
berasal dari kata “mantis” yang berarti tangan dan “agree”
berarti melakukan. Dua kosakata tersebut digabung menjadi

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 505


kata kerja “manager” yang berarti maknanya menangani.
Manajemen melibatkan koordinasi dan pengawasan
kegiatan kerja orang lain sehingga kegiatan mereka dapat
terselesaikan secara efesien dan efektif.
Secara teoritik, pedoman manajemen dapat dilihat
dari lima aspek yaitu: (i) perencanaan; (ii) pengorganisasian;
(iii) instruksi atau komando; (iv) koordinasi; dan (v)
pengawasan. Manajemen pendidikan yang baik dan dapat
dijalankan dengan efektif manakala pedoman manajemen itu
dapat diterapkan secara konsisten. Karena kelima komponen
penting dalam system manajemen tersebut merupakan satu
kesatuan yang saling terikat antara satu sama lain. Apabila
salah satu dari kelima komponen itu tidak bekerja secara
efektif maka untuk mewujudkan suatu visi dan misi sangat
sulit karena kelima komponen manajemen itu menjadi
konvergensi yang saling memperkuat. Maka pendidik atau
guru di dalam melaksanakan proses belajar mengajar
hendaklah memperhatikan pedoman manajemen tersebut
sehingga apa yang menjadi target dan tujuan utama akan
lebih mudah tercapai. Sebaliknya apabila kelima komponen
itu dianggap sebagai teori manajemen yang dapat saja

506 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


berlaku berdasarkan situasi dan kondisi pembelajaran di
daerah tertentu, maka hal itu boleh saja tetapi secara konsep,
teori manajemen yang menjadikan kelima komponen utama
itu sebagai pedoman maka harus diakui bahwa tanpa
penerapan secara berkelanjutan dan konsisten tentu tidak
akan mudah mendapatkan hasil pembelajaran yang baik.
Henri Fayol menegaskan bahwa secara konsep
prinsip-prinsip kesatuan komando, pendelegasian
wewenang, inisiatif dengan sikap kreatif dan produktif dari
setiap manajer, dan yang paling penting ialah solidaritas.
Kebersamaan dalam mengikuti perintah sistem dan
kesadaran etik setiap pelaksana pengelola pendidikan
menjalankan setiap amanat atau wewenang yang diberikan
terhadapnya. Solidaritas dalam menjalankan perintah atau
satu komando, dan komando yang dimaksud adalah sistem.
Sistem mengandung norma dan yang taat dilaksnakan setiap
orang yang terlibat dalam manajemen adalah perintah
peraturan perundang-undangan sehingga dalam
pelaksanaan tidak ada pemahaman atau anggapan bahwa
menjalankan perintah manusia. Maka kesadaran solidaritas

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 507


dalam manajemen pendidikan sangat dibutuhkan dari semua
komponen yang diberikan tugas dan tanggungjawab.
1. Pengorganisasian (Organizing)
Manajemen pendidikan yang efektif tentu
membutuhkan kepemimpinan yang kuat dan profesional.
Pemimpin menjadi salah satu faktor utama menentukan
maju tidaknya proses pembelajaran di sekolah. Pemimpin
memegang otoritas kebijakan pengelolaan pendidikan.
Dalam pengorganisasian manajemen sistem pendidikan
yang baik agar dapat dilaksanakan secara efektif berdasarkan
yang diharapkan maka tugas penting pemimpin ialah
mengelola semua sumber daya manusia yang ada sebagai
instrument integral mewujudkan cita-cita pelaksanaan
institusi sekolah. Pemimpin mengorganisasikan semua
kegiatan pendidikan di sekolah tentu dengan mengikuti
system dan standar peraturan yang ada. Setelah
perencanaan yang sudah ditetapkan maka tugas pimpinan
yakni melakukan komunikasi dan mengkoordinasikan
dengan semua yang terlibat dalam institusi penyelenggara
pendidikan untuk kemudian bergerak melaksanakan
program kegiatan untuk mencapai tujuan.

508 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


2. Penggerakan (actuating)
Menggerakan program kegiatan pendidikan dalam
suatu institusi sekolah hendaklah dilakukan secara bersama
semua komponen atau bagian-bagian yang ada dengan
spirit solidaritas yang semuanya harus dilakukan bermuara
pada tujuan pendidikan. Kajian buku ini dalam perspektif
manajemen pendidikan, yakni selain fokus pada upaya
perbaikan kualitas sumber daya manusia dalam kerangka
pembentukan karakter anak didik sebagai generasi penerus
bangsa juga terkait dengan bagaimana mewujudkan sistem
manajemen pendidikan secara komprehensif. Manusia
sebagai komponen utama dalam kajian ini di mana peran
manusia dalam pengertian pembelajaran yaitu guru dalam
mengelola sistem manajemen pendidikan untuk
menciptakan kondisi institusi pendidikan yang kompetitif.
Manajemen pendidikan menyangkut soal kualitas sumber
daya manusia; pengelolaan pendanaan atau anggaran
institusi dalam implementasinya; metode pembelajaran;
metode ini menjadi penting karena setiap sekolah cenderung
mempunyai metode yang berbeda dengan guru yang sama.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 509


Oleh karena itu konsep pelaksanaan (actuating)
adalah bagaimana menggerakan semua potensi sumber
daya manusia yang ada yakni terdiri dari anggotaanggota
kelompok dengan menggunakan berbagai fasilitas yang ada.
Peran dan fungsi pemimpin (kepala sekolah) ialah
menggerakan semua kemampuan sumber daya agar mereka
bisa dengan kemauan kuat dan melangkah berdasarkan
tugas dan fungsi masingmasing bagian untuk mencapai
tujuan pendidikan itu sendiri.
Maka dalam manajemen pendidikan khususnya pada
pedoman actuating, sebaiknya pengelola institusi
pendidikan, selain memperhatikan aspek pengorganisasian
yang professional juga yang tak kalah penting adalah
menggerakan anggota-anggota kelompok menjadi lebih
professional, kreatif, menghargai waktu dan produktif.
Dengan demikian fungsi daripada planning dan
pengorganisasian dapat berjalan sesuai visi yang ditetapkan.

510 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


3. Pengawasan (controlling)
Dalam sistem kerja organisasi hendaklah ditetapkan
konsep pengawasan dengan maksud dan tujuan daripada
pengawasan itu untuk memberikan hasil kinerja anggota-
anggota kelompok yang secara positif dan konstruktif bagi
institusi pendidikan. Pengawasan merupakan hal mutlak
apalagi dalam pelaksanaan organisasi yang melibatkan
banyak anggota dan kelompok. Maksud darpada
pengawasan tidak lain ialah bagaimana agar setiap yang
memegang tanggungjawab itu dapat bekerja sesuai konsep
dasar yang telah ditetapkan. Tanpa pengawasan tentu kinerja
anggota-anggota menjadi tidak maksimal. Oleh karena itu
pengawasan hendaklah dijadikan metode efektif dalam
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di institusi sekolah.
Dengan demikian bahwa monitoring dan evaluasi dalam
dunia pendidikan khususnya dalam penyelenggaraan
sekolah sangat penting dan menjadi alat ukur yang potensial
untuk menilai sejauh mana program-program yang telah
ditetepkan berjalan sesuai yang direncanakan. Tanpa
monitoring dan evaluasi, maka suatu institusi pendidikan
sulit mengetahui tingkat keberhasilan yang di peroleh.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 511


Pengertian Manajemen Pendidikan
Manajemen pendidikan menurut Purwanto (1970)
adalah semua kegiatan sekolah dari yang meliputi usaha-
usaha besar, seperti mengenai perumusan policy,
pengarahan usaha-usaha besar, koordinasi, konsultasi,
korespondensi, control perlengkapan, dan seterusnya
sampai kepada usaha-usaha kecil dan sederhana, seperti
menjaga sekolah dan sebagainya. Menurut Usma (2004)
manajemen pendidikan adalah seni dan ilmu mengelola
sumber daya pendidikan untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Nawawi
mengemukakan (1983) bahwa manajemen pendidikan
adalah ilmu terapan dalam bidang pendidikan yang
merupakan rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses
pengendalian usaha kerja sama sejumlah orang untuk
mencapai tujuan pendidikan secara berencana dan sistematis

512 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


yang diselenggarakan di lingkungan tertentu terutama
lembaga pendidikan formal.
Dapat pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan
bahwa manajemen pendidikan adalah suatu kegiatan atau
rangkaian kegiatan yang berupa proses pengelolaan usaha
kerja sama sekelompok manusia yang tergabung dalam
organisasi pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan sebelumnya, dengan memanfaatkan
sumber daya yang ada dan menggunakan fungsi-fungsi
manajemen agar tercapainya tujuan secara efektif dan
efisien.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 513


Ruang Lingkup Manajemen Pendidikan

Asas pendidikan merupakan sesuatu kebenaran yang


menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap
perancangan maupun pelaksanaan pendidikan. Khusus di
Indonesia, terdapat beberapa asas pendidikan yang memberi
arah dalam merancang dan melaksanakan pendidikan
nasional. Asas-asas tersebut bersumber dari pemikiran dan
pengalaman sepanjang sejarah perkembangan pendidikan di
Indonesia.

Ruang Lingkup Manajemen Pendidikan

Menurut Fattah (2012), manajemen pendidikan pada


dasarnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan
melalui pengolahan bidang-bidang pendidikan. Bidang
garapan manajemen pendidikan antara meliputi semua
kegiatan yang menjadi saran penunjang proses belajar
mengajar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan. Menurut Baharuddin (2010) ruang lingkup
manajemen pendidikan antara lain sebagai berikut:
1. Manajemen Kurikulum

514 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran dalam mencapai tujuan
pendidikan secara efektif dan efisien.
Kegiatan manajemen kurikulum yang terpenting
adalah (a) kegiatan yang erat kaitannya dengan tugas
guru; (b) kegiatan yang erat kaitannya dengan proses
pembelajaran dan pengajaran (Asmendri; 2012)
2. Manajemen Personalia
Manajemen personalia adalah serangkaian proses
kerjasama mulai dari perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan, dan pengawasan dalam bidang
personalia dengan mendayagunakan sumber daya
yang ada secara efektif dan efisien sehingga semua
personil sekolah menyubang secara optimal bagi
pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Personalia sekolah meliputi; guru dan pegawai lainnya.
3. Manajemen peserta didik
Manajemen peserta didik merupakan upaya penataan
peserta didik mulai dari masuk sampai dengan mereka

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 515


lulus sekolah, dengan cara memberikan layanan sebaik
mungkin pada peserta didik. (Baharuddin, 2010).
Tujuan manajemen peserta didik adalah mengatur
kegiatan-kegiatan peserta didik agar kegiatan tersebut
menunjang proses pembelajaran sehingga dapat
berjalan dengan lancer, tertib dan teratur.
4. Advocacy, dukungan sangat dibutuhkan dalam
kepemimpinan.
5. Conflict solving, pemimpin selain memiliki inisiatif dan
kreatif juga dituntut harus memiliki kemampuan untuk
memecahkan masalah dalam organisasi, baik masalah
tersebut bersifat internal ataupun eksternal.
6. Decision making, seorang pemimpin dalam
menjalankan roda kepemimpinannya dituntut harus
memiliki kemampuan dalam memutuskan sesuatu
yang terbaik bagi jalannya organisasinya dan
kepemimpinanya yang menjadi tanggungajawabnya.
7. Critique, jiwa kritis ini menuntut kejelian pemimpin
dalam memimpin sebuah organisasi.

516 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Manajemen Pendidikan Berorientasi pada Sasaran
Manajemen berdasarkan sasaran adalah aktivitas
memadukan sumber-sumber pendidikan menjadi satu
kesatuan, berdasarkan pada sasaran yang ingin dicapai yaitu
tujuan pendidikan itu sendiri (Made pIDiarta, 2004).
Sasaran sekolah dasar tidak sama dengan sasaran
sekolah menengah, begitulah dengan sekolah kejuruan,
perguruan tinggi dan sebagainya. Semua memiliki sasaran
masing-masing sesuai visi dan misi yang mereka emban
masing-masing. Untuk mencapai tujuan, lembaga-lembaga
pendidikan itu merumuskan fungsi-fungsi utama, yang
dijabarkan dari sasaran organisasi atau tujuan yang telah
ditetapkan. Masing-masing fungsi utama dijabarkan lagi
menjadi tugas-tugas individu. Atau secara sederhana dapat
juga disebutkan hierarki pekerjaan setiap organisasi adalah
unit kerja, sub unit kerja, dan tugas individu. Bagaimana
dengan tujuan daripada pendidikan di Indonesia itu sendiri.
Tujuan pendidikan nasional dalam undang-undang:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 517


bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi perserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan YME, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis
serta bertanggung jawab (UU No. 20 Tahun 2003).
Orientasi pendidikan berbasis pendidikan (GBS)
melalui serangkain langkah-langkah yang perlu dilakukan
untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Jika sasaran atau
tujuan tersebut merupakan dasar pada proses pemikiran
manusia, maka model pembelajaran di sekolah mengalami
kegagalan. Hal ini disebabkan karena pola yang disampaikan
berusaha menggantikan tujuan alamiah pendidikan yang
didorong oleh rasa keingintahuan dengan tujuan artifisial
yang ditentukan oleh orang lain (pengajar). Saat ini
kebanyakan peserta didik belajar bukan agar bias melakukan
sesuatu, akan tetapi lebih sekedar pada menyenangkan
pengajar, memperoleh nilai baik atau agar bias masuk ke
perguruan tinggi yang bagus. GBS mencoba memberikan
alternative sebagai proses pembelajaran yang berusaha
mencapai serangkaian tujuan yang lebih berarti dan
memotivasi bagi peserta didik.

518 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Elemen-elemen di Dalam Goal Based Scenario (GBS)
Medrano menjelaskan elemen-elemen sebagai
berikut:
▪ Misi, yang memberikan motivasi kepada peserta didik
dan tantangan yang harus dicapai
▪ Latar belakang, yang merupakan penjelasan
mengenai pentingnya misi yang ditetapkan.
Disamping itu juga memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mempraktekkan keterampilannya dan
mendapatkan pengetahuan yang dibutuhkan.
▪ Scenario, yang harus dibuat selaras dengan misi serta
mengandung banyak kegiatan praktek
▪ Sumber daya, yang dapat digunakan oleh siswa untuk
memperoleh keterampilan yang diharapkan.
▪ Umpan balik, yang harus diberikan tepat waktu,
dalam bentuk bimbingan, penjelasan akibat dari
suatu tindakan, dan cerita pengalaman yang mirip
dengan kondisi yang sedang diajarkan. Kesemuanya
itu dilakukan oleh pengajar yang memiliki latar
belakang cukup kuat dibidangnya.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 519


Dari skema tersebut, dijelaskan ada 5 elemen dalam
pendidikan yang berorientasikan pada tujuan. Kelima elemen
tersebut sebagai bagian daripada elemen-elemen tujuan
pendidikan dalam pembelajaran oleh guru. pertama, misi
dimasukkan bahwa dalam pembelajaran guru harus
menentukan misi atau harapan dan atau tujuan yang akan
dicapai dalam pembelajaran. Kedua, latar belakang
dimaksudkan bahwa dalam menyampaikan pembelajaran
guru harus memiliki latar belakang alasan yang jelas
mengapa diperlukan misi atau tujuan yang hendsk dicapai.
Ketiga, scenario dimaksudkan bahwa untuk melaksanakan
misi yang direncanakan. Keempat, sumber daya
dimaksudkan bahwa untuk memenuhi scenario dan misi
yang dijalani guru juga harus menyiapkan sumber daya atau
dalam hal ini yaitu peserta didik yang kompeten atau
memiliki daya kemampuan yang baik untuk
menyempurnakan scenario misi tersebut. Kelima, umpan
balik dimaksudnkan bahwa ketika melaksanakan elemen-
elemen sebelumnya guru juga harus memberikan unpan
balik atau respon jika terdapat kesulitan atau kejanggalan
peserta didik di dalam pembelajaran.

520 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Manajemen Pendidikan Berorientasi Pada Proses
Layaknya manusia yang tumbuh dan berkembang
melalui tahap-tahap pertumbuhan atau perkembangan
terstruktur (proses), pendidikan pun akan menuai
keberhasilan jika dalam pelaksanaannya merupakan sebuah
proses yang berkembang terstruktur.
Dalam pendekatan manajemen pendidikan
berorientasi pada proses, maka dapat dikatakan bahwa
pendidikan ini sangatlah menekankan pada administrasi. Dan
dalam hal administrasi maka Henry Fayol mendefinisikan
secara umum ada 5 fungsi administrasi, namun diperluas lagi
oleh Luther Gulick menjadi 7 yang disingkat dengan
POSDCORB.
1. Palnning
Planning atau dalam arti perencanaan meliputi
kegiatan penetapan apa yang ingin dicapai, bagaimana
mencapainya, berapa lama mencapainya, berapa orang
diperlukan, dan berapa biaya yang dibutuhkan.
2. Organizing

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 521


Organizing atau pengorganisasian diartikan sebagai
kegiatan membagi tugas kepada orang-orang yang
terlibat dalam kerjasama pendidikan untuk
memudahkan pelaksanaan pekerjaan, biasanya
dilakukan dengan membentuk struktur organisasi.
3. Staffing
Diartikan sebagai menempatkan orang-orang untuk
menyelesaikan tugas dalam mencapai tujuan dengan
menggunakan prinsip menempatkan seseorang sesuai
dengan kemampuannya.
4. Directing
Maksudnya adalah pengarahan diperlukan agar
kegiatan yang dilakukan oleh banyak orang pada waktu
yang sama dapat berjalan sesuai dengan apa yang
telah direncanakan.
5. Coordinating
Atau disebut koordinasi merupakan kerjasama dalam
melaksanakan tugas-tugas yang berbeda sehingga
tidak terjadi pekerjaan yang sama dilakukan oleh orang
yang berbeda pada bagian kerjaan yang berbeda.
6. Reporting

522 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Berarti segala sesuatu kegiatan dari berbagai bagian
dalam organisasi harus memiliki laporan tentang
kondisi dan situasi dalam pekerjaan.
7. Budgeting
Merupakan pendanaan yang dibutuhkan untuk setiap
kegiatan yang biasanya telah ada dalam perencanaan.

Perspektif Pedagogik POSDCORB


Proses Perspektif Pedagogik
Planning Guru merencanakan strategi pembelajaran
dan media pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi siswa di kelas
Organizing Guru mengorganisasikan kelas kedalam
beberapa jabatan dan membagikan tugas masing-
masing jabatan di kelas sebagai seseorang yang
berkinerja di kelas
Staffing Guru membentuk perangkat kelas
Directing Guru sebagai pengarah peserta didik
Coordinating Guru mangayomi kelas untuk bertindak
dengan prinsip kerjasama

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 523


Reporting Adanya laporan kelas dari hasil kerja sama,
sebagai bahan evaluasi guru di kelas
Budgeting Secara pedagogic tidak terlalu berpengaruh,
namun fungsi disni adalah mengenai pemanajemenan
keuangan di kelas

Manajemen Pendidikan Berorientasi Pada Hasil


Penekanan pada system pendidikan/pendidikan
berorientasi pada hasil, lebih pada pengukuran hasil dan
bukan input seperti seberapa banyak jam yang dihabiskan
siswa dalam kelas, atau buku teks apa yang disediakan.
Manajemen pendidikan berorientasi pada hasil
(Outcome Based Education-OBE) didefinisikan oleh Davis
(2003), sebagai “an approach to education in which decision
about the curriculum are driven by the exit learning
outcomes that the students should display at the end of the
course”. OBE merupakan pendekatan dalam pendidikan
dimana keputusan mengenai kurikulum dibuat berdasarkan
hasil pembelajaran yang harus ditampilkan oleh siswa pada
akhir proses pembelajaran. Metode OBE merupakan metode
pembelajaran yang berpusat pada siswa yang memiliki fokus

524 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


dalam mengukur performansi secara empiris. Penekanan
pada system pendidikan OBE lebih pada pengukuran hasil
dan bukan pada input seperti berapa banyak jam yang
dihabiskan siswa dalam kelas, atau buku teks apa yang
disediakan.
Hasil dapat berupa pencapaian keterampilan dan
pengetahuan pada tingkat tertentu, penurunan jumlah
angkatan muda yang tidak bekerja atau return-on-
investment. Secara umum, hasil diharapkan untuk dapat
diukur secara nyata, sebagai contoh “seorang siswa dapat
berenang sejauh 25 meter dalam waktu kurang dari 2 menit”
dan bukan “siswa menikmati kelas pendidikan fisik”.
Menentukan hasil dapat menjadi proses yang sangat sulit
dan pemilihan hasil sering menjadi kontroversi dalam
institusi pendidikan. Setiap institusi pendidikan bertanggung
jawab untuk menentukan hasil mereka sendiri. Pendekatan
berorientasi hasil ini memiliki perbedaan dengan pendidikan
tradisional. Pada system dan ekonomi pendidikan tradisional,
siswa diberikan peringkat dan dibandingkan satu sama lain.
Isi dan harapan performansi siswa sebagian besar didasarkan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 525


pada apa yang diajarkan dimasa lalu pada siswa dengan
umur tertentu.
Sekolah menggunakan tes yang standar, biasanya
berupa pilihan ganda dengan satu jawaban yang benar untuk
menentukan peringkat seorang siswa. Tes tersebut tidak
memberikan kriteria penilaian tentang apakah seorang siswa
sudah memenuhi standar tertentu atau belum. Peringkatan
ini hanya untuk membandingkan antar siswa satu sama lain.
Meskipun system pendidikan dengan pendekatan OBE ini
memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan pendekatan
tradisional, dimana seorang siswa diharapkan dapat
memeiliki tingkat pengetahuan atau keterampilan tertentu,
namun terdapat beberapa kritik atas pendekatan OBE terkait
dengan hasil yang dianggap tidak memadai. Banyak orang
tidak setuju dengan pendekatan OBE karena mereka tidak
menyukai hasil yang ditawarkan. Mereka berpikir bahwa
standar yang dibuat terlalu mudah, terlalu sulit atau memiliki
sudut pandang yang keliru.
Cara mengukur prestasi belajar yang selama ini
digunakan adalah dengan mengukur tes-tes, yang biasa
disebut dengan ulangan. Tes dibagi menjadi dua yaitu: tes

526 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


formatif dan tes sumatif. Tes formatif adalah tes yang
diadakan sebelum atau selama pelajaran berlangsung,
sedangkan tes sumatif adalah tes yang diselennggarakan
pada saat keseluruhan kegiatan belajar mengajar, tes sumatif
merupakan uujian akhir semester.
Menurut Suharsimi Arikunto (1986) tes dibedakan
menjadi tiga macam yaitu tes diagnostic, tes formatif, dan tes
sumatif:
1. Tes diagnostic adalah tes yang digunakan untuk
menentukan kelemahan dan kelebihan siswa dengan
melihat gejala-gejalanya sehingga diketahui
kelemahan dan kelebihan tersebut pada siswa dapat
dilakukan perlakuan yang tepat.
2. Tes formatif adalah untuk mengetahui sejauh mana
siswa telah memahami suatu satuan pelajaran
tertentu. Tes ini diberikan sebagai usaha
memperbaiki proses belajar.
3. Tes sumatif dapat digunakan pada ulangan umum
yang biasanya dilaksanakan pada akhir catur wulan
atau semester. Dari tes sumatif inilah prestasi belajar
siswa diketahui. Dalam penelitian ini evaluasi yang

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 527


digunakan adalah dalam jenis yang dititik beratkan
pada evaluasi belajar siswa di sekolah yang
dilaksanakan oleh guru untuk mengetahui prestasi
belaar siswa.

Total Quality Manajemen Dalam Konteks Pendidikan


Total quality management (TQM) merupakan sebuah
filosofi tentang perbaikan secara terus menerus, yang dapat
memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi
pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan
harapan para pelanggannya, saat ini untuk masa yang akan
datang.
Harus diketahui bahwa program didalam TQM
tidaklah harus menggunakan nama TQM sebagai program
manajemen pendidikan disuatu sekolah. Namun TQM
hanyalah sebagai prinsip dasar membangun mmanajemen
pendidikan sekolah yang total dan berkesinambungan. Jadi,
sekolah boleh menamakan programnya sendiri namun tetap
berdasarkan prinsip TQM. TQM melibatkan seluruh anggota
organisasi dalam menngendalikan dan secara continue
meningkatkan bagaimana kerja harus dilakukan dalam upaya

528 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


mencapai harapan pengguna atau pelanggan (dimaksudkan
harapan siswa) mengenai mutu dan mutu produk atau jasa
yang dihasilkan organisasi (dimaksudkan mutu pendidikan
manajemen pendidikan yang total). Adapun karakteristik
TQM antara lain:
Kebutuhan Sekolah akan Total Quality Manajemen (TQM)
Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan mutu sekolah oleh para pembuat kebijakan
diluar profesi kependidikan dan memfokuskan pada hasil
akademis dengan cara meningkatkan atau mengurangi
persyaratan sekolah yang tidak perlu. Upaya untuk
menekankan pengembangan dan penerapan program
sekolah yang dapat meningkatkan hasil akademis melalui
penggunaan teknologi, pembelajaran dan sitem penilaian.
TQ mengajarkan pola-pola berfikir yang efektif dan disertai
dengan prinsip-prinsip pelaksanaan dimana orang-orang
bias bekerja sama. Dan yang trepenting adalah TQ berusaha
dengan keras untuk mengajak manusia berfikir untuk diri
mereka sendiri, untuk belajar dengan konstan serta berlatih
untuk ujian sendiri.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 529


Dengan TQM organisasi mampu membangkitkan diri
sendiri untuk meningkatkan sikap dengan cara mempelajari
dan mempergunakan pengetahuan baru. Usaha tersebut
dapat disebut sebagai pengingkatan mutu, pembelajaran
berlanjut, kendali proses peningkatan nilai dan sikap untuk
belajar merupakan yang harus kita lakukan jika organisasi
ingin maju.
Ada 4 alasan utama untuk menerapkan TQM
diantaranya:
1. Para pendidik harus bertanggung jawab terhadap
kewajiban mereka karena para pendidik merupakan
faktor utama bagi peningkatan sekolah.
2. Pendidikan membutuhkan proses pemecahan masalah
yang peka daan fokus pada identifikasi dan
penyelesaian penyebab utama yang menyebabkan
timbulnya masalah tersebut.
3. Organisasi sekolah harus menjadi model organisasi
belajar semua organisasi
4. Melalui TQM orang-orang dapat menemukan bahwa
system pendidikan yang ada saat ini tidak berjalan
dengan baik dan TQM sebagai solusinya.

530 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Kriteria agar sukses dalam mencapai aplikasinya
adalah pertama, program tersebut harus didasarkan pada
kesadaran akan kualitas dan berorientasi pada kualitas dalam
aktivitasnya. Kedua, program tersebut harus memiliki sifat
kemanusiaan yang kuat untuk menterjemahkan kualitas
dalam cara memperlakukan karyawan, selalu diikutsertakan
dan diberi inspirasi. Ketiga, program TQM harus didasarkan
secara menyeluruh sehingga semua prinsip, kebijakan, dan
kebiasaan mencapai sudut dan celah-celah organisasi.
Langkah-langkah yang penting untuk ditetapkan
dalam mengimplementasikan TQM:

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 531


a. Kepemimpinan dan komitmen terhadap mutu harus
datang dari atas
b. Menggembirakan pelanggan adalah tujuan TQM
c. Menunjuk fasilitator mutu
d. Membentuk kelompok pengendali mutu
e. Menunjuk coordinator mutu
f. Mengadakan seminar manajemen senior untuk
mengevaluasi program
g. Menganalisa dan mendiagnosa situasi yang ada
h. Menggunakan contoh-contoh yang sudah
berkembang ditempat lain
i. Memperkerjakan konsultan eksternal
j. Memprakarsai pelatihan mutu bagi para staf
k. Mengkomunikasikan pesan mutu
l. Mengaplikasikan alat dan teknik untuk melalui
pengembangan kelompok kerja yang efektif
m. Mengevaluasi program dalam interval yang teratur.

532 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Daftar Pustaka

Ahmad, Masduki. 2019. Gagasan Tentang Manajemen


Pendidikan. Jakarta: LP2AB
Arikunto, S. 1986. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
Bima Aksara
Pidarta, Made. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia.
Jakarta: Rineka Cipta
Rohiat. 2009. Manajemen Sekolah. Bandung: Refika Aditama
Sallis, E. 2006. Total Quality Management in Education,
Manajemen Mutu Pendidikan. Yogyakarta.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 533


Biografi Penulis

Sri Marhanah. Lahir di Indramayu Jawa


Barat pada tanggal 14 Oktober tahun
1981, Pendidikan SD ia tempuh di SD
Negeri Plumbon 1 yg lulus pada tahun
1994, kemudian melanjutkan
pendidikan di SLTP N 1 Sindang
Indramayu lulus pada tahun 2007,
melengkapi perjalanan pendidikannya
di SMU Bunda Kandung Jakarta Selatan hingga tahun 2000.
selama kurang lebih 4 tahun lamanya. Dan pada bulan
September 2004 telah menyelesaikan S1 jurusan Sastra Cina
di Universitas Darma Persada, Indonesia. Kemudian
melanjutkan kembali studi S2 di jurusan Magister
Manajemen Bisnis UPI lulus pada tahun 2013. Saat ini sedang
melanjutkan pendidikan S3 program Doktoral Ilmu
Manajemen di Universitas Pendidikan Indonesia.

534 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Chapter 12

Perspektif Pedagogik
Tentang Evaluasi
Pendidikan
-Heraeni Tanuatmodjo-

Pendahuluan

Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional pasal 1 menyatakan bahwa pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam pengertian tersebut terkandung beberapa implikasi,
yaitu : (1) pendidikan merupakan usaha sadar, artinya
berbagai tindakan yang dilakukan pendidik kepada peserta
didik harus dilakukan secara sadar atau sengaja., (2)

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 535


pendidikan harus dilakukan secara terencana, artinya
pendidikan harus disusun dalam suatu program.
Program pendidikan tersebut harus dibuat
perencanaanya secara komprehensif yang melibatkan semua
komponen pendidikan, antara lain : tujuan pendidikan,
kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, peserta didik,
sarana dan prasarana, masayarakat, biaya pendidikan,
manajemen pendidikan, dan evaluasi pendidikan.
Sedangkan tujuan pendidikan yaitu untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk mewujudkan semua tujuan tersebut maka diperlukan
pendidikan yang bermutu dan tentunya tidak dapat
dipisahkan dari semua komponen pendidikan.
Dalam hal ini, UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20
tahun 2003 pasal 57 ayat 1, menyatakan bahwa dalam rangka
pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai
bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada
pihak-pihak yang berkepentingan diantaranya terhadap

536 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


peserta didik, lembaga, dan program pendidikan maka perlu
dilakukan evaluasi.
Belajar dan pembelajaran merupakan aktivitas utama
dalam proses pendidikan. Kelangsungan proses interaksi
yang bersifat edukatif antara peserta didik dengan guru
dalam proses pembelajarannya, dibutuhkan komponen-
komponen pen- dukung yang sekaligus mencirikan
terjadinya interkasi edukatif tersebut. Komponen dimaksud
adalah tujuan yang ingin dicapai, bahan/pesan yang menjadi
isi interaksi, peserta didik yang aktif mengalami proses
pembelajaran, guru yang melaksanakan proses
pembelajaran, metode untuk mencapai tujuan pembelajaran,
situasi yang memungkinkan proses pembelajaran berjalan
dengan baik, dan penilaian (evaluasi) terhadap hasil interaksi
dalam proses pembelajaran.
Belajar dan pembelajaran berlangsung dalam suatu
proses yang dimulai dengan perencanaan berbagai
komponen dan perangkat pembelajaran agar dapat diimple-
mentasikan dalam bentuk interaksi yang bersifat edukatif,
dan diakhiri dengan evaluasi untuk mengukur dan menilai
tingkat pencapaian tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 537


Belajar dan pembelajaran merupakan suatu proses
yang komplek dengan menyatukan komponen-komponen
yang memiliki karakteristik tersendiri yang secara
terintegrasi, saling terkait dan mempengaruhi untuk
mencapai tujuan atau kompetensi yang diharapkan.
Komponen-komponen pembelajaran yang dimaksud,
mencakup tujuan, materi, metode, media, dan sumber,
evaluasi, peserta didik, guru, dan lingkungan.
Belajar dan pembelajaran merupakan aktivitas yang
terencana untuk mencapai tujuan tertentu yang dicirikan
dengan keterlibatan sejumlah komponen yang saling terkait
satu sama lain. Komponen-komponen dalam belajar dan
pembelajaran yang dimaksud disebut perangkat
pembelajaran yang teriri atas rencana pelaksanaan pem-
belajaran, alat pembelajaran yang mencakap metode, media,
dan sumber belajar, serta alat evaluasi, baik berupa tes
maupun nontes
Dalam hal ini, Undang undang Sistem Pendidikan
Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 39 ayat 2 menyatakan
bahwa pendidik adalah tenaga professional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,

538 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan
pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan
tinggi. Dengan demikian, salah satu kompetensi yang harus
dimiliki seorangpendidik adalah kemampuan mengadakan
evaluasi, baik dalam proses pembelajaran maupun penilaian
hasil belajar.
Kemampuan melaksanakan evaluasi pembelajaran
merupakan kemampuan dasar yang mesti dikuasai oleh
seorang pendidik maupun calon pendidik sebagai salah satu
kompetensi profesionalnya.
Evaluasi pembelajaran merupakan satu kompetensi
professional seorang pendidik. Kompetensi tersebut sejalan
dengan instrumen penilaian kemampuan guru, yang salah
satu indikatornya adalah melakukan evaluasi pembelajaran
Dengan demikian, evaluasi merupakan sub sistem
yang sangat penting dan sangat di butuhkan dalam setiap
pembelajaran, karena evaluasi dapat mencerminkan
seberapa jauh perkembangan atau kemajuan hasil
pembelajaran. Dengan evaluasi, maka maju mundurnya
kualitas pembelajaran dapat diketahui, dan dengan evaluasi

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 539


pula kita dapat mengetahui titik kelemahan serta mudah
mencari jalan keluar untuk berubah menjadi lebih baik ke
depan. Tanpa evaluasi kita tidak bisa mengetahui seberapa
jauh keberhasilan siswa, dan tanpa evaluasi akan sulit untuk
melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.

Kajian Tentang Tujuan dan Makna Evaluasi Pendidikan

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa


evaluasi pembelajaran merupakan satu kompetensi
profesional seorang pendidik. Kompetensi tersebut sejalan
dengan instrumen penilaian kemampuan guru, yang salah
satu indikatornya adalah melakukan evaluasi pembelajaran
Di samping istilah evaluasi pembelajaran dalam dunia
pendidikan, terdapat pula istilah pengukuran, dan penilaian.
Hanya dalam praktiknya seringkali terjadi kerancuan dalam
penggunaannya. Kenyataan ini dapat dipahami karena
istilah-istilah tersebut saling berhubungan satu dengan yang
lainnya. Oleh karena itu, sebagai pendidik dipandang perlu
mengetahui dengan baik dan betul dari istilah-istilah
tersebut.

540 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


1. Membedakan pengukuran, penilaian dan evaluasi
a. Pengukuran
Pengukuran dalam bahasa Inggris dikenal dengan
kata measurement yang diartikan sebagai kegiatan yang
dilakukan untuk mengukur sesuatu, yakni membandingkan
sesuatu dengan kriteria/ukuran tertentu atau proses
pemasangan fakta-fakta suatu obyek ukur dengan satuan-
satuan ukuran tertentu.
Pemberian angka dilakukan kepada suatu atribut
atau karakter tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau
objek tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas.
Pemberian angka menunjukkan pemberian makna secara
kuantitatif kepada objek ukur. Di dalam pengukuran ada
proses penskoran. Penskoran adalah suatu proses mengubah
jawaban instrumen menjadi angka-angka yang merupakan
data kuantitatif dari suatu jawaban terhadap item (butir)
dalam instrumen. Pengukuran dalam bidang pendidikan atau
proses belajar mengajar adalah kegiatan pengukuran yang
diarahkan untuk melihat potensi atau kemampuan, baik
kemampuan dasar maupun kemampuan sebagai hasil belajar
(achievement) yang dimiliki oleh siswa. Dalam proses

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 541


pengukuran, guru menggunakan alat ukur atau instrumen
tes atau non-tes.

b. Penilaian
Penilaian dalam bahasa Inggris dikenal dengan kata
assessment yang diartikan menilai sesuatu atau dapat
diartikan sebagai proses menentukan nilai suatu objek dan
untuk menentukan nilai suatu objek dibutuhkan adanya
kriteria. Dengan demikian penilaian adalah proses
memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu
berdasarkan suatu kriteria tertentu. Dapat dikatakan bahwa
penilaian mempunyai arti yang lebih luas dari pada
pengukuran, karena pengukuran merupakan langkah awal
yang perlu diambil dalam rangka pelaksanaan penilaian dan
evaluasi. Nilai pada dasarnya juga melambangkan
penghargaan yang diberikan guru atas kemampuan siswa
atau atas jawaban betul yang diberikan guru kepada siswa
dalam tes hasil belajar.

c. Evaluasi

542 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Evaluasi berasal dari bahasa Inggris yaitu evaluation
yang diartikan suatu tindakan atau suatu proses untuk
menentukan nilai dari sesuatu yang berakhir dengan
mengambil suatu keputusan atau dapat dikatakan pula
evaluasi terhadap data yang dikumpulkan dari hasil penilaian
(assessment). Terjadinya pengambilan keputusan dalam
evaluasi berdasarkan data yang diperoleh dari pengukuran
dan penilaian hasil belajar dengan menggunakan instrumen
tes dan non tes yang mengukur dan menilai pada ranah
kognitif, afektik dan psikomotorik. Evaluasi pembelajaran
adalah kegiatan atau proses untuk menentukan pencapaian
kegiatan pembelajaran untuk suatu tujuan yang telah
ditetapkan atau dapat diartikan pula sebagai suatu tindakan
atau suatu proses untuk menentukan nilai dari hal-hal yang
berkaiatan dengan kegiatan pembelajaran, dan yang
berakhir dengan pengambilan keputusan. Dalam evaluai
pembelajaran ada evalausi hasil belajar yang di dalamnya
berusaha untuk mengukur dan menilai hasil belajar dan
kemudian untuk menentukan kelulusan peserta didik

2. Tujuan Evaluasi Pendidikan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 543


Dalam setiap kegiatan evaluasi, langkah pertama
yang harus diperhatikan adalah tujuan evaluasi . dilihat dari
sifatnya, tujuan evaluasi ada yang bersifat umum, dan ada
yang bersifat khusus.
Tujuan Umum Evaluasi Pendidikan
Pada prinsipnya tujuan evaluasi pendidikan adalah
untuk melihat dan mengetahui proses yang terjadi dalam
proses pembelajaran. Dalam kapasitasnya proses
pembelajaran memiliki tiga hal penting yaitu, input,
transformasi dan output, untuk dievaluasi.
1) Input adalah peserta didik yang telah dinilai
kemampuannya dan siap menjalani proses
pembelajaran.

2) Transformasi adalah segala unsur yang terkait


dengan proses pembelajaran yaitu ; guru, media dan
bahan beljar, metode pengajaran, sarana penunjang
dan sistem administrasi.
3) Output adalah capaian yang dihasilkan dari proses
pembelajaran.

544 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Zainal Arifin, (2012), memandang, jika kita ingin
melakukan kegiatan evaluasi, terlepas dari jenis evaluasi apa
yang digunakan, terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan,
antara lain guru harus mengetahui dan memahami terlebih
dahulu tentang tujuan dan fungsi evaluasi. Bila tidak, maka
guru akan mengalami kesulitan merencanakan dan
melaksanakan evaluasi. Hampir setiap orang yang
membahas evaluasi pula tentang tujuan dan fungsi evaluasi.
Dalam konteks yang lebih luas lagi, Gilbert Sax (1980:
28), mengemukakan tujuan evaluasi dan pengukuran adalah
untuk:
a. Selection,
b. Placement,
c. Diagnosis and remediation,
d. Feedback: norm-referenced and criterion-referenced
interpretation,
e. Motivation and guidance of learning,
f. Program and curriculum interpretation,
g. Formative and summative evaluation, and
h. Theory development”.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 545


Pendapat lain tentang tujuan evaluasi adalah
sebagaimana yang tercantum dalam modul PPG (2019),
sebagai berikut :
a. Untuk menghimpun bahan-bahan keterangan,
sebagai bukti mengenai taraf
perkembangan atau kemajuan yang dialami siswa setelah
mengikuti pembelajaran dalam waktu tertentu.
b. Untuk mengetahui tingkat efektifitas dari metode-
metode pengajaran yang telahdipergunakan dalam
proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
c. Memotivasi siswa untuk memperbaiki dan
meningkatkan prestasinya.
d. Untuk mencari dan menemukan faktor-faktor
penyebab keberhasilan dan ketidak berhasilan
peserta didik.

3. Makna Evaluasi Pendidikan


Dalam dunia pendidikan , menurut Suharsimi
khususnya dunia persekolahan, evaluasi mempunyai makna
ditinjau dari berbagai segi :
1. Makna Bagi Peserta didik.

546 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Dengan diadakannya penilaian, maka peserta didik
dapat mengetahui keberhasilannya dalam mengikuti
pelajaran yang diberikan guru. Bagi peserta didik yang
prestasinya sangat baik (SB) akan berusaha untuk
mempertahankan prestasinya dengan memperoleh nilai
yang sama pada kesempatan yang lainnya. Sedangkan untuk
peserta didik yang prestasinya Baik (B) dan Cukup (C) akan
termotivasi untuk meningkatkan prestasinya menjadi Sangat
Baik (SB). Namun demikian, keadaan sebaliknya dapat terjadi,
yakni peserta didik merasa sudah puas dengan hasil yang
diperoleh dan usahanya kurang gigih lain kali. Sedangkan
jika peserta didik tidak puas dengan hasil yang diperoleh
(Kurang) akan berusaha agar lain kali keadaan itu tidak
terulang lagi, maka akan bekerja giat. Namun demikian,
keadaan sebaliknya dapat terjadi putus asa dengan hasil
Kurang (K) yang telah diterimanya.

2. Makna bagi Pendidik (Guru)


a. Dengan hasil penilaian yang diperoleh guru akan
dapat mengetahui

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 547


peserta didik mana yang sudah berhak meneruskan
pelajarannya
karena sudah berhasil menguasai bahan, maupun
mengetahui
peserta didik yang belum berhasil menguasai bahan.
b. Guru akan mengetahui apakah ‘materi’ yang
diajarkan sudah
tepat bagi peserta didik sehingga untuk memberikan
pengajaran
diwaktu yang akan datang tidak perlu diadakan
perubahan.
c. Guru akan mengetahui apakan ‘metode’ yang
digunakan sudah
tepat atau belum.
d. Makna bagi Lembaga Pendidikan (Sekolah)
a. Apabila guru-guru mengadakan penilaian dan
diketahui bagaimana hasil belajar peserta didik-
peserta didiknya, dapat pula diketahui bahwa
apakan kondisi belajar yang diciptakan oleh
sekolah sudah sesuai dengan harapan atau

548 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


belum. Hasil belajar merupakan cermin kualitas
sesuatu sekolah.
b. Dari guru tentang tepat tidaknya kurikulum untuk
sekolah itu dapat merupakan bahan
pertimbangan bagi perencanaan sekolah untuk
masa-masa yang akan datang.
c. Informasi hasil penilaian yang diperoleh dari
tahun ketahun, dapat digunakan sebagai
pedoman bagi sekolah, yang dilakukan oleh
sekolah sudah memenuhi standar atau belum.
Pemenuhan standar akan terlihat dari bagusnya
angka-angka yang diperoleh peserta didik.

Kajian Tentang Materi Esensial Dalam Evaluasi Pendidikan

1. Fungsi Evaluasi Pendidikan


Selain berfungsi untuk mengukur kemajuan
perkembangan siswa dan menunjang penyusunan rencana
pembelajaran berikutnya serta memperbaiki pembelajaran
yang ada, evaluasi berfungsi pula untuk memenuhi
kebutuhan psikologis, didaktik dan administratif.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 549


Memenuhi kebutuhan psikologis dimaksud ditinjau
dari pendidik dan peserta didik. Bagi peserta didik hasil
evaluasi dapat menjadi pedoman untuk mengetahui
kapasitas dan status dirinya ditengah kelompoknya. Bagi
pendidik hasil evaluasi sebagai bahan umpan balik selain
dapat mengetahui sampai sejauhmana keberhasilannya
dalam pembelajaran, juga sebagai perbaikan untuk
perencanaan pembelajaran berikutnya.
Memenuhi kebutuhan didaktik dimaksud
berdasarkan hasil evaluasi dapat menilaihasil usaha yang
telah dilakukan oleh peserta didiknya dan mengetahui posisi
peserta didiknya ditengah kelompoknya, serta menemukan
jalan keluar bagi peserta didik yang memerlukannya. Selain
itu memberikan petunjuk tentang sejauh mana program
pengajaran yang telah ditentukan telah dapat dicapai.
Memenuhi kebutuhan administratif dimaksud yaitu
sebagai bahan laporan mengenai perkembangan dan
kemajuan peserta didik dalam bentuk rapor yang
disampaikan kepada orang tua, dan nilai-nilai hasil evaluasi
sangat penting pula sebagai bagian dalam mengambil suatu
keputusan dalam pendidikan. Selain itu dapat mengetahui

550 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


gambaran keberhasilan proses pembelajaran berdasarkan
hasil-hasil belajar peserta didik.

2. Ciri-ciri Evaluasi dalam Pendidikan


Ciri-ciri dalam penilaian pendidikan, menurut
Suharsimi dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Penilaian dilakukan secara tidak langsung, artinya
bahwa untuk dapat mengevaluai seorang peserta didik
harus melalui sebuah instrument evaluasi
2. Penilaian dilakukan dengan menggunakan ukuran
kuantitatif, artinya menggunakan lambang-lambang
bilangan sebagai hasil dari sebuah pengukuran
3. Penilaian pendidikan menggunakan unit/satuan ukuran
standar
4. Penilaian pendidikan bersifat relatif
5. Dalam penilaian pendidikan, terdapat kesalahan-
kesalahan yang bisa terjadi, yaitu;
a. Terletak pada alat ukurnya
Alat ukur yang digunakan tidak memenuhi syarat alat
evaluasi yang baik
b. Terletak pada yang melakukan evaluasi

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 551


Dapat terjadi karena faktor subjektifitas penilai,
penilai yang memberikan nilai tidak sesuai standar,
adanya halo efek, adanya penaruh hasil yang
terdahulu, kekeliruan dalam menjumlahkan
skor/angka hasil penilaian
c. Terletak pada peserta didik yang dinilai
Dapat terjadi kondisi psikis dan fisik peserta didik
d. Terletak pada situasi yang sedang berlangsung
Dapat terjadi jika lingkungan di luar atau di dalam
ruangan tidak kondusif serta karakteristik dari
pengawas.
Evaluasi adalah penilaian tentang suatu aspek yang
dihubungkan dengan situasi aspek lainnya, sehingga
diperoleh gambaran menyeluruh yang ditinjau dari beberapa
segi. Sehubungan dengan itu, dalam pelaksanaan evaluasi
harus diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Prinsip kesinambungan (kontinuitas)
Evaluasi tidak hanya dilakukan setahun sekali, atau
per semester, tetapi dilakukan secara terus menerus, mulai
dari proses belajar mengajar sambil memperhatikan keadaan

552 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


peserta didiknya, hingga peserta didik tersebut tamat dari
lembaga sekolah.

2. Prinsip menyeluruh (komprehensif).


Prinsip yang melihat semua aspek; meliputi
kepribadian, ketajaman hafalan, pemahaman, ketulusan,
kerajinan, sikap kerja sama, tanggung jawab, dan sebagainya.
Bila diperlukan, masing-masing bidang diberikan penilaian
secara khusus, sehingga peserta didik mengetahui
kelebihannya dibanding dengan teman-temannya. Hal ini
diasumsikan bahwa tidak semua peserta didik menguasai
beberapa pengetahuan atau keterampilan secara utuh.

3. Prinsip objektivitas
Dalam mengevaluasi berdasarkan kenyataan yang
sebenarnya, tidak boleh dipengaruhi oleh hal-hal yang
bersifat emosional dan irasional. Sebagai contoh dalam
agama Islam, Allah swt menitahkan agar seseorang perilaku
adil dalam mengevaluasi sesuatu, jangan karena kebencian
menjadikan ketidak okjektifan evaluasi yang dilakukan (QS:
Al-Maidah ayat 8). Nabi Muhammad saw bersabda,

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 553


“andaikan Fatimah binti Muhammad itu mencuri, niscaya aku
tidak segan-segan memotong kedua tangannya.” Demikian
halnya dengan Umar bin Khatab yang mencambuk anaknya
karena berbuat zinah. Prinsip ini dapat diterapkan bila
penyelenggara pendidikan sifat-sifat utama, misalnya sifat
sidik (benar atau jujur), ikhlas, amanah, ramah, dan
sebagainya.
Pendapat lain yang berkaitan dengan prinsip-prinsi
evaluasi dalam pendidikan adalah sebagaimana yang
terdapat pada modul PPG (2019), yang menyatakan bahwa
evaluasi hasil belajar dalam pendidikan dilaksanaan atas
dasar prinsip-prinsip yang digunakan sebagai rambu-rambu
atau pedoman yang perlu dipegangi dalam melaksanakan
kegiatan evaluasi hasil belajar. Untuk itu, dalam pelaksanaan
evaluasi harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
1. Objektif, berarti penilaian berbasis pada standar dan
tidak dipengaruhi factor subjektivitas penilai.
objekativitas dapat mempengaruhi penilaian pada
saat pelaksanaan. Penskoran, dan pengambilan
keputusan hasil belajar siswa, hallo effect, carry over
effect, serta mechanic effect dapat menjadi penyebab

554 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


tingginya unsur subjektivitas hasil penskoran dan
penilaian.
3. Menyeluruh (komprehensif), prinsip yang melihat
semua aspek, meliputi kepribadian, ketajaman
hapalan, pemahaman, ketulusan, kerajinan, sikap
kerjasama, tanggung jawab, dan sebagainya.
4. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan
secara terencana, menyatu dengan kegiatan
pembelajaran, dan berkesinambungan
5. Berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik
mencakup semua aspek kompetensi dan dengan
menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai
dengan kompetensi yang harus dikuasai peserta
didik.
6. Ekonomis, berarti penilaian yang efisien dan efektif
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporannya.
7. Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria
penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat
diakses oleh semua pihak.
8. Valid, berarti penilaian harus mampu mengukur
kompetensi hasil belajar sesuai dengan indikator

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 555


yang sudah ditetapkan sehingga penilaian tersebut
tepat sasaran
9. Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada
ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
10. Akuntabel, berarti penilaian dapat
dipertanggungjawabkan kepada pihak internal
sekolah maupun eksternal untuk aspek teknik,
prosedur, dan hasilnya.
11. Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi peserta
didik dan guru.

Kajian Tentang Ragam dan Langkah-langkah Evaluasi


Pendidikan

Dalam ilmu evaluasi program pendidikan, ada banyak


model yang bisa digunakan untuk mengevaluasi suatu
program. Meskipun antara satu dengan lainnya berbeda,
namun maksudnya sama yaitu melakukan kegiatan
pengumpulan data atau informasi yang berkenaan dengan
objek yang dievaluasi, yang tujuannya menyediakan bahan

556 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


bagi pengambil keputusan dalam menentukan tindak lanjut
suatu program. Model – model evaluasi ada yang
dikategorikan berdasarkan ahli yang menemukan dan yang
mengembangkannya, serta ada juga yang diberi sebutan
sesuai dengan sifat kerjanya.
Terdapat beberapa model evaluasi yang dikenal dan
digunakan untuk mengevaluasi program pendidikan.
1. Model Formatif – Sumatif
Model Formatif – Sumatif ini dikemukan oleh
Michael Scriven. Menurut Scriven, tanggung jawab utama
dari para penilai adalah membuat keputusan. Akan tetapi
harus mengikuti peran dari penilaian yang bervariasi. Scriven
menunjukan dalam model formatif – sumatif bahwa adanya
tahapan dan lingkup objek yang dievaluasi, yaitu evaluasi
yang dilakukn pada waktu program masih berjalan (disebut
evaluasi formatif) dan ketika program sudah selesai atau
berakhir (disebut evaluasi sumatif).
Dalam dunia pendidikan, maksud formatif dalam
model ini adalah untuk membantu dalam mengembangkan
kurikulum, dan sumatif, yakni untuk menilai manfaat dan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 557


kurikulum yang telah mereka kembangkan dan
penggunaannya atau penempatannya di sekolah – sekolah.
Evaluasi formatif memberikan umpan balik secara
terus menerus untuk membantu pengembangan program,
dan memberikan perhatian yang banyak terhadap
pertanyaan – pertanyaan seputar isi validitas, tingkat
pengusaan kosa kata, keterbacaan dan berbagai hal lainnya.
Secara keseluruhan evaluasi formatif adalah: needs
assessment, program planning, formative evaluation, dan
summative evaluation.

2. CIPP ( Context, Input, Process, Product )


Model CIPP ini dikembangkan oleh Stufflebeam dan
kawan – kawan di Ohio State University. CIPP yang
merupakan sebuah singkatan dari : Context evaluation:
evaluasi terhadap konteks. Input evaluation: evaluasi
terhadap masukan. Process evaluation: evaluasi terhadap
proses. Product evaluation : evaluasi terhadap hasil
Keempat kata yang disebutkan dalam singkatan CIPP
tersebut merupakan sasaran evaluasi, yang tidak lain adalah
komponen dari proses sebuah program kegiatan. Dengan

558 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


kata lain, model CIPP adalah model evaluasi yang
memandang program yang dievaluasi dengan sebuah
sistem. Dengan demikian, jika tim evaluator sudah
menentukan model CIPP sebagai model yang akan
digunakan untuk mengevaluasi program yang akan
ditugaskan maka mau tidak mau mereka harus menganalisis
program tersebut berdasarkan komponen – komponennya.
a. Evaluasi konteks (context evaluation) dimaksud untuk
menilai kebutuhan, masalah, asset, dan peluang guna
membantu pembuat kebijakan menetapkan tujuan
dan prioritas, serta membantu kelompok pengguna
lainnya untuk mengetahui tujuan, peluang, dan
hasilnya.
b. Evaluasi masukan (input evaluation) dilaksanakan
untuk menilai alternatif pendekatan, rencana tindak,
rencana staf dan pembiayaan bagi kelangsungan
program dalam memenuhi kebutuhan kelompok
sasaran serta mencapai tujuan yang ditetapkan.
Evaluasi ini berguna bagi pembuat kebijakan untuk
memilih rancangan, bentuk pembiayaan, alokasi

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 559


sumber daya, pelaksana dan jadwal kegiatan yang
paling sesuai bagi kelangsungan program.
c. Evaluasi proses (process evaluation) ditujukan untuk
menilai implementasi dari rencana yang telah
ditetapkan guna membantu para pelaksana dalam
menjalankan kegiatan dan kemudian akan dapat
membantu kelompok pengguna lainnya untuk
mengetahui kinerja program dan memperkirakan
hasilnya.
d. Evaluasi hasil (product evaluation) dilakukan dengan
tujuan mengidentifikasi dan menilai hasil yang
dicapai yang diharapkan dan tidak diharapkan,
jangka pendek dan jangka panjang baik bagi
pelaksana kegiatan agar dapat memfokuskan diri
dalam mencapai sasaran program maupun bagi
pengguna lainnya dalam menghimpun upaya untuk
memenuhi kebutuhan kelompok sasaran. Menurut
Stufflebeam, evaluasi hasil ini dapat dibagi ke dalam
penilaian terhadap dampak (impact), efektivitas
(effectiveness), keberlanjutan (sustainability), dan
daya adaptasi (trasnportability).

560 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


3. CIRO (Context, Input, Reaction, Output)
Model ini dikembangkan oleh Warr, Bird, dan
Rackman pada tahun 1970. CIRO merupakan model yang
paling banyak digunakan di dalam melakukan evaluasi
terhadap suatu pelatihan. Evaluasi ini dilakukan untuk
mengetahui dampak pelatihan terhadap tujuan organisasi.
War, Bird, dan Rackman berpendapat bahwa bagian
pelatihan memiliki peranan yang cukup besar dalam
pencapaian tujuan organisasi. Jika bagian ini memberikan
kontribusi yang cukup signifikan terhadap organisasi secara
tidak langsung dapat menyebabkan peningkatan dan
pengaruh terhadap organisasi tersebut. Dan untuk
memberikan kontribusi pengaruh perkembangan organisasi
maka muncullah evaluasi model CIRO ini.

4. Model Kirkpatrick
Model ini dikembangkan oleh Donald Kirkpatrick dan
telah digunakan sejak tahun 1950-an. Model ini
dipergunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan pelatihan.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 561


Model Kirkpatrick ini memiliki 4 tingkatan atau langkah-
langkah evaluasi, yaitu :
a. Tingkat I: Evaluasi - Reaksi
b. Tingkat II: Evaluasi - Learning
c. Tingkat III: Evaluasi – Perilaku
d. Tingkat IV: Evaluasi – Hasil.

5. Provus’ Discrepancy Model


Kata discrepancy adalah istilah bahasa Inggris, yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “
kesenjangan “. Model yang dikembangkan oleh Malcolm
Provus ini merupakan model yang menekankan pada
pandangan adanya kesenjangan di dalam pelaksanaan
program. Evaluasi program yang dilakukan oleh evaluator
mengukur besarnya kesenjangan yang ada di setiap
komponen.
Provus mengemukakan bahwa evaluasi kesenjangan
(discrepancy model) dilakukan untuk mengetahui ketidak
sesuaian antara baku (standard) yang sudah ditentukan
dalam program dengan kinerja (performance) sesungguhnya
dalam program tersebut. Baku adalah kriteria yang

562 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


ditetapkan, sedangkan kinerja adalah hasil pelaksanaan
program.
Sedangkan kesenjangan yang dapat dievaluasi dalam
program pendidikan meliputi :
a. Kesenjangan antara rencana dengan pelaksanaan
b. Kesenjangan antara yang diduga atau diramalkan
akan diperoleh dengan yang benar – benar
direalisasikan.
c. Kesenjangan antara status kemampuan dengan
standard kemampuan yang ditentukan.
d. Kesenjangan tujuan
e. Kesenjangan mengenai bagian program yang dapat
diubah
f. Kesenjangan dalam sistem yang tidak konsisten.

Kajian Tentang Hasil Evaluasi dan Pengembangannya

1. Hasil evaluasi adalah adanya rekomendasi dari


evaluator untuk pengambilan keputusan.
Hasil evaluasi tersebut dimanfaatkan untuk bahan
pertimbangan dalam perbaikan, penambahan, atau

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 563


pengembangan ke arah yang lebih efektif dan efisien serta
berhasil guna. Dalam menetukan nilai sesuatu dengan cara
membandingkan dengan kriteria, evaluator dapat langsung
membandingkan dengan kriteria, namun dapat pula
melakukan pengukuran terhadap sesuatu yang dievaluasi
kemudian baru membandingkannya dengan kriteria. Jadi
evaluasi tidak selalu melalui proses mengukur (pengukuran)
baru melakukan proses menilai (penilaian) tetapi dapat pula
evaluasi langsung melalui penilaian saja.
Pengukuran lebih menekankan kepada proses
penentuan kuantitas sesuatu melalui membandingkan
dengan satuan ukuran tertentu. Sedangkan penilaian
menekankan kepada proses pembuatan keputusan terhadap
sesuatu ukuran baik-buruk yang bersifat kualitatif. Dari
batasan pengukuran dan penilaian yang telah diterangkan di
atas, dapat diketahui adanya perbedaan yang nyata antara
keduanya. Pengukuran dialkukan apabila penilaian
membutuhkannya, bila kegiatan penilai tidak membutuhkan
maka kegiatan pengukuran tidak perlu dilakukan. Hasil
pengukuran yang bersifat kuantitatif akan diolah dan

564 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


dibandingkan dengan kriteria, hingga didapatkan hasil
penilaian yang bersifat kualitatif.
Sebagai mana telah diketahui, bahwa program
pendidikan terdiri dari berbagai jenis dan tingkat. Menurut
jenisnya terdapat program pemerintah, program lembaga
masyarakat, program orang tua, serta program peserta didik.
Dari segi tingkatannya, program pemerintah bertingkat
mulai dari pusat sampai ke ruang kelas. Oleh karena itu
membicarakan evaluasi pendidikan akan berkaitan dengan
program pendidikan yang ada di berbagai jenis dan tingkat
pendidikan.
Evaluasi program pendidikan di tingkat pusat sampai
tingkat sekolah lebih banyak berkenaan dengan mekanisme
pengelolaan dan biasanya tidak berkenaan dengan kegiatan
interaksi langsung antara pendidik dan peserta didik. Oleh
karena itu, seringkali diistilahkan dengan penilaian program
tingkat makro.
Sedangkan penilaian terhadap program di tingkat
kelas dimana pendidiknya langsung berinteraksi dengan
peserta didik, biasanya disebut penilaian tingkat mikro.
Tujuan penilaian di tingkat makro maupun mikro tetap, yaitu

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 565


untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi
program. yang selanjutnya dapat dipergunakan baik untuk
tujuan pertanggungjawaban maupun untuk pengambilan
berbagai keputusan khususnya di bidang perencanaan.
Pertanggungjawaban perlu diberikan secara periodik
terhadap pihak atasan dan atau sponsor dari program. Dalam
hal ini, pelaksana di ruang kelas bertanggung jawab kepada
penanggung jawab program di tingkat sekolah. pemimpin
sekolah bertanggung jawab kepada yang lebih atas lagi, dst.
sampai akhirnya berupa pertanggungjawaban pemerintah
kepada rakyat. Selain itu. karena pelaksana tingkat kelas dan
sekolah berinteraksi langsung dengan peserta didik dan
orang tua mereka, maka pertanggungjawaban dalam
berbagai manifestasinya biasanya juga diberikan kepada
murid dan orang tua mereka. Misalnya, dalam bentuk
laporan kemajuan hasil belajar.
Begitu pula halnya dengan pengambilan keputusan.
pada tingkat makro, keputusan yang diambil biasanya
berkenaan dengan strategi dan pengelolaan pendidikan,
sedangkan pada tingkat meso dan mikro adalah keputusan
yang berkenaan dengan penyempurnaan proses belajar-

566 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


mengajar. Baik pada tingkat makro, meso maupun mikro,
keputusan untuk tujuan penyempurnaan dapat dilakukan
bagi program yang masih berjalan maupun bagi siklus
program berikutnya. perlu diketahui bahwa khusus dalam
dunia pendidikan, penilaian terhadap satuan-satuan
program yang lebih kecil, yang dilakukan dalam rangka
pengendalian program lebih besar yang masih berjalan
merupakan fungsi penilaian formatif. Sedangkan evaluasi
yang dilakukan setelah keseluruhan program selesai
merupakan fungsi penilaian sumatif.
Proses evaluasi akan menghasilkan informasi yang
sangat penting dalam pengambilan keputusan. Di sini ada
empat keputusan pendidikan yang perlu dipertimbangkan:
(1) perencanaan keputusan yang terfokus pada perbaikan;(2)
pemrograman keputusan yang berkenaan dengan prosedur;
personal, fasilitas, budget, dan waktu untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan; (3) pelaksanaan keputusan yang
mengarahkan kegiatan-kegiatan yang diprogram; (4)
program perbaikan keputusan yang meliputi terminating,
continuing, evolving atau modifying activities. Sehubungan
dengan dengan jenis-jenis keputusan tersebut, maka perlu

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 567


dipertimbangkan empat jenis strategi evaluasi, yakni: (1)
evaluasi kebutuhan dan kelayakan; (2) evaluasi input atau
masukan; (3) evaluasi proses; (4) evaluasi produk.

2. Pengembangan dengan Menyusun Rencana Induk


Pengembangan (RIP)
Evaluasi yang telah dilakukan oleh penilai di dalam
mengukur keberhasilan pencapaian tujuan perlu
dikembangkan dan diadministrasikan. Data yang dihasilkan
akan sangat berguna bagi pengambil keputusan dalam
menentukan apakah program diteruskan dimodifikasi atau
dihentikan.
Rencana induk pengembangan sekolah merupakan
suatu proses untuk menyusun langkah-langkah serta
memperhitungkan sumberdaya yang tersedia.
Sederhananya, RIP sekolahberisi tentang uraian kegiatan
sekolah di masa depan dalam rangka melakukan perubahan
guna pencapaian visi, misi dan tujuan sekolah yang telah
ditetapkan. Rencana induk pengembangan sekolah disusun
secara sistemik, rasional, berbasis data dan informasi akurat
serta sistematik dengan memperhatikan pada faktor peluang

568 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


dan ancaman dari lingkungan eksternal, memperhatikan
kekuatan dan kelemahan internal, dan kemudian mencari
dan menemukan strategi dan program-program untuk
memanfaatkan peluang dan kekuatan yang dimiliki,
mengatasi tantangan dan kelemahan yang ada, guna
mencapai visi, perwujudan misi, tujuan dan sasaran yang
dimiliki. Karena itu rencana induk pengembangan harus
berorientasi ke masa depan dan secara jelas menjembatani
antara kondisi saat ini yang dihadapi dan harapan yang ingin
dicapai di masa depan.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 569


Daftar Pustaka

Arifin, Z., (2012), Evaluasi Pembelajaran, Prinsip, Teknik,


Prosedur, PT Remaja Rosda Karya, Bandung
Asrul, dkk, (2015), Evaluasi Pembelajaran, Cetakan kedua,
Citapustaka Media, Bandung
Chotimah, Ch. Dan Muhammad Fathurrohman, (2018),
Paradigma Baru Sistem Pembelajaran, Cetakan 1, Ar-
Ruzz Media, Yogyakarta
Gronlund, NE et.all, (2008), Measurement and Teaching in
Evaluation, tenth edition, Prentice Hall
Sudijono, A., (2011), Pengantar Evaluasi Pendidikan, Edisi 1,
cetakan 11, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
Suharsimi,A., (2013), Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Edisi
kedua, Cetakan kedua, Bumi Aksara, Bandung
Widiyanto, J. (2018), Evaluasi Pembelajaran, Konsep, Prinsip,
dan Prosedur, Cetakan pertama, UNIPMA PRESS
Universitas PGRI Madiun
Wulan, ER, dan HA Rusdiana, (2014), Evaluasi Pembelajaran,
Pustaka Setia, Bandung.

570 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Biografi Penulis

Heraeni Tanuatmodjo. Lahir di


Bandung pada tanggal 11 Januari 1962,
menempuh pendidikan S1 di Jurusan
Pendidikan Ekonomi Perusahaan FKIS
IKIP Bandung lulus tahun 1986,
Pendidikan S2 di Prodi Magister
Manajemen Bisnis SPS UPI Bandung
lulus tahun 2008, dan sekarang sedang menempuh
Pendidikan S3 di Prodi Doktor Ilmu Manajemen SPS UPI
Bandung. Sejak tahun 1989-sekarang menjadi Dosen di Prodi
Pendidikan Akuntansi FPEB UPI Bandung, dengan mata
kuliah yang diampu adalah Akuntansi Keuangan Dasar 1-2,
Matematika Keuangan, Matematika Ekonomi, Statistika
Terapan, Manajemen Keuangan, Metodologi Penelitian,
Evaluasi Pembelajaran Akuntansi. Selain itu juga mengajar di
Prodi Ilmu Ekonomi Keuangan Islam (IEKI) FPEB UPI, Prodi
Akuntansi FPEB UPI dan Prodi Manajemen Pemasaran
Pariwisata (MPP) FPIPS UPI.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 571


Chapter 13

Implikasi Hasil Penelitian


Pendidikan Terhadap Teori
dan Praktek Pendidikan
-Ismi Kaniawulan-

Pendahuluan

Pendidikan era 4.0 merupakan pendidikan yang


mengintegrasikan teknologi informasi dalam proses
pembelajaran. Fenomena penetrasi digital dalam dunia
pendidikan telah diterima dari mulai jenjang Pendidikan
Anak Usia Dini, Sekolah Dasar hingga Pendidika Tinggi.
Pendidikan era 4.0 mempersiapkan siswa untuk menghadapi
tantangan digital secara langsung. Model pendidikan
dengan memanfaatkan Teknologi Informasi merupakan
respon dari kebutuhan revolusi indusri 4.0 dimana manusia
dan mesin diselaraskan untuk mendapatkan solusi,
memecahkan masalah dan menemukan inovasi baru.(L.
Triana, 2019)

572 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Pendidikan era 4.0 merupakan tantangan sekaligus
juga peluang, hal terpenting bagi pendidikan kita adalah
bagaimana sekolah menyiapkan diri untuk bisa memasuki
babak baru dunia ini yang berubah begitu cepat. Perubahan
infrastruktur dan sumberdaya manusia sekolah seperti untuk
Kepala Sekolah, Para Guru dan Tenaga Kependidikan
merupakan sebuah keniscayaan. Keterlambatan
menyesuaikan diri akan membawa pada keterpurukan dan
ketertinggalan. .(L. Triana, 2019)
Tahun 2020 menjadi tahun dengan penuh kejutan di
setiap ranah kehidupan manusia. Kasus Covid-19 seolah
menjadi makhluk tak kasat mata yang menghantui jiwa dan
raga manusia di Indonesia. Bermula di Negara China Virus
Covid-19 menyebar kepada seantero dunia. Tak luput dari
virus Covid-19, pada tanggal 16 Maret 2020 Indonesia mulai
memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Pemerintah dengan segera mengumumkan bahwa seluruh
aktivitas diluar rumah dihentikan selama 2 minggu penuh.
Industri, perniagaan, perkatoran berhenti beroperasi, tak
terkecuali proses pendidikan di Sekolah.Pemerintah

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 573


mengeluarkan kebijakan sekolah dengan menggunakan
fasilitas teknologi informasi atau sekolah online.
Percepatan teknologi informasi pada masa pandemi
menggiring penduduk Indonesia pada loncatan pola hidup
yang memanfaatkan teknologi Informasi. Tidak sedikit yang
tidak siap menghadapi fenomena tersebut. Berbagai riset
dilakukan untuk mengetahui pemanfaatan Teknologi
Informasi dalam dunia pendidikan baik sebelum masa
pandemic maupun saat masa pandemi.
Makalah ini ditulis untuk mengetahui implikasi hasil
penelitian pendidikan terhadap teori dan praktek
pendidikan di era 4.0. Permasalahan yang ditulis dalam
makalah ini dibatasi pada kajian penelitian tindakan kelas
dan kebijakan pemerintan dalam pembelajaran
menggunakan teknolog Informasi di era 4.0.

Perjalanan Revolusi Industri 4.0

Sejarah era R.I 4.0 dimulai dengan apa yang disebut


zaman pra industrial dimana semua kegiatan dilakukan oleh
tangan manusia tanpa bantuan tenaga mesin. Zaman ini

574 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


sering disebut sebagai pra revolusi industri. Selanjutnya
masyarakat masuk ke era revolusi industri 1.0 yang terjadi
pada sekitar abad 17 sampai awal abad ke-18, era ini ditandai
oleh adanya perubahan industri dari tenaga manusia ke
mesin khususnya pemanfaatan mesin tenaga uap.
Revolusi industri 1.0 ditandai oleh hadirnya industri
manufaktur dalam skala masif. Pabrik-pabrik banyak
didirikan dan umumnya memproduksi benda kebutuhan kita.
Seperti sabun, motor, hingga lemari dengan alat bantu
mesin-mesin. Setelah era revolusi 1 ini maka munculah era
revolusi industri 2.0 dimana era ini terjadi pada pertengahan
abad ke-18 dengan ditandai oleh pemanfaatan tenaga listrik
dalam industri untuk mempermudah serta mempercepat
proses produksi, distribusi, dan perdagangan. Simbol
penting yang menandai era ini adalah produksi berjalan yang
dimulai oleh pabrik mobil Ford. Akibatnya banyak pabrik
mobil tutup karena kalah bersaing.
Selanjutnya muncul revolusi industri 3.0, R.I 3.0
dikenal sebagai revolusi informasi karena di era ini terjadi
ledakan informasi digital. Era ini diawali dari ditemukannya
PLC (Programmable Logic Controller) sehingga mesin

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 575


industri dapat berjalan sendiri dan menyebabkan biaya
produksi makin murah. Era ini memberikan efek yang luar
biasa terhadap perubahan dalam wilayah informasi digital.
Revolusi ini dimulai pada tahun 1960 an hingga 2010.
Personal computer, internet, smartphone menjadi penanda
revolusi 3.0. Adapun revolusi industry 4.0 ini ditandai dengan
munculnya Robot, artificial intelligence, machine learning,
biotechnology, blockchain, internet of things (IoT), driverless
vehicle. Revolusi ini di prediksi akan menjadikan hampir
semua kegiatan pabrik ditangani robot, alat transportasi
akan menuju driverless car, kegiatan usaha kurir akan
digantikan drone, aktivitas kegiatan perbankan akan
digantikan smartphone dan blockchain, sementara artificial
intelligence akan membantu dan mempermudah keinginan
manusia dalam mencapai dan mendapatkan apa yang
diharapkan tanpa harus butuh waktu lama dan berpindah
tempat seperti contoh pada pemesanan makan siang via go
food, grab food dan lain-lain.
Revolusi industri 4.0 telah mengubah hidup dan kerja
manusia secara fundamental. Berbeda dengan revolusi
industri sebelumnya, revolusi industri generasi ke-4 ini

576 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


memiliki skala, ruang lingkup dan kompleksitas yang lebih
luas. Kemajuan teknologi baru yang mengintegrasikan dunia
fisik, digital dan biologis telah mempengaruhi semua disiplin
ilmu, ekonomi, industri, pemerintah bahkan pendidikan.

Pendidikan dan Revolusi Industri 4.0

1. Kehadiran Budaya Baru


Revolusi industri 4.0 memang luar biasa dahsyat. Ia
tidak saja melahirkan paradigma berfikir baru tapi juga
budaya baru untuk kehidupan umat manusia. Ada beberapa
hal penting yang perlu menjadi perhatian lingkungan
pendidikan dalam menghadapi R.I 4.0 antara lain, hadirnya
budaya (L. Triana, 2014)
a. Era Disrupsi 4.0 yang ditandai oleh ciri-ciri:
1. Sebagian besar perusahaan menggunakan
teknologi untuk menjual produk mereka secara
online.
2. Semakin pentingnya kecakapan sosial (social skills)
dalam bekerja.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 577


b. Era Literasi 4.0 yang ditandai oleh tidak bisanya
manusia hanya bersandar ke literasi lama seperti
membaca, menulis, dan matematika tetapi harus
mengerti literasi era revolusi industri 4.0 yang terdiri
dari :
1. Literasi Data yaitu kemampuan untuk membaca,
menganalisis, dan menggunakan informasi (Big
Data) di dunia digital.
2. Literasi Teknologi yaitu kemampuan memahami
cara kerja mesin dan aplikasi teknologi (Coding,
Artificial Intelligence, & Engineering Principles),
3. Literasi Manusia yaitu tumbuhnya manusia yang
humanis, komunikatif dan mampu mendisain.

2. Meningkatkan Literasi Membaca Dan Menulis Dengan


Teknologi Informasi (TIK)
Dari data diperoleh informasi bahwa ada berbagai
jenis TIK yang dapat digunakan untuk meningkatkan
literasi membaca dan menulis yaitu televisi, internet, e-
book, dan audio book. Televisi dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan literasi membaca dengan cara

578 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


mengintegrasikan materi tayangan televisi dengan
penerbitan buku atau sebaliknya.
Internet dapat dimanfaatkan meningkatkan literasi
membaca dan menulis karena siapa saja dan kapan saja
dapat mencari bacaan yang disukai serta dapat menulis dan
mempublika-sikan tulisannya dengan mudah. E-book
mendorong orang dengan mudah untuk mendapatkan
bacaan yang murah dan mudah serta dapat dibaca kapan
saja dan di mana saja tanpa tergantung dengan jaringan
(internet).
Dengan e-book mendorong penulis buku dapat
mempublikasikan tulisannya sendiri tanpa penerbit.
Sedangkan audio book memudahkan orang dengan
kondisi apapun dapat men-dengarkan buku yang disukai.
Di samping itu juga buku dapat dibacakan dengan
iringan musik dan ilustrasi yang mendukung agar
pemahaman menjadi lebih mudah. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ada berbagai je-nis TIK yang dapat
digunakan untuk meningkatkan literasi membaca dan
menulis dengan cara mengintegrasikan TIK dengan kegiatan
membaca dan menulis (Jaka Warsihna, 2016)

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 579


3. Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan Komunikasi
Sebagai Media Pembelajaran
Media pembelajaran merupakan salah satu sarana
penyalur pesan dan informasi belajar. Media pembelajaran
yang dirancang secara baik, sangat membantu peserta didik
dalam mencerna dan memahami materi pelajaran.
Perkembangan teknologi informasi di era globalisasi dan
informasi saat ini, memacu perkembangan media
pembelajaran semakin maju pula. Penggunaan Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai media pembelajaran
sudah merupakan suatu tuntutan. Walaupun perancangan
media berbasis TIK memerlukan keahlian khusus, bukan
berarti media tersebut dihindari dan ditinggalkan.
Media pembelajaran berbasis TIK dapat berupa
internet, intranet, mobile phone,dan CD Room/Flash Disk.
Kemajuan Teknologi Informasi telah mendorong terjadinya
banyak perubahan, termasuk dalam bidang pendidikan yang
melahirkan konsep e-learning. Dengan e-learning,
pelaksanaan pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien.

580 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


E-learning memungkinkan peserta didik untuk aktif dan
kreatif.
E-learning memberikan para peserta didik, pendidik,
dan pengelola pendidikan dapat mengambil banyak
manfaat, di antaranya fleksibilitas program dan bahan
pembelajaran dapat dibuat lebih menarik dan berkesan.
Integrasi teknologi informasi pada pendidikan akan
meningkatkan kualitas pembelajaran. Dampak ikutan
dengan integrasi teknologi informasi pada pendidikan
adalah mendorong percepatan computer literacy pada
masyarakat Indonesia.
Dimanfaatkannya teknologi sebagai media
pembelajaran dalam proses belajar mengajar, dapat
mempermudah cara pengajar dalam berkomunikasi dan
berinteraksi dengan para siswa baik di dalam kelas maupun
di luar kelas.Kebutuhan akan teknologi dalam ranah
pendidikan bukanlah hal yang baru, pemanfaatan teknologi
untuk membentuk pembelajar yang kondusif dan inovatif.
Pemanfaatan tersebut terbukti berperan besar dalam
kelancaran proses belajar (Sodiq Anshori, 2018).

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 581


4. Pengembangan Kebijakan
Menghadapi era R.I 4.0 seperti diuraikan diatas, perlu
dilakukan beberapa hal guna terjadinya keselarasan institusi
dan era yang terus berjalan, yaitu dengan merencanakan (L.
Triana, 2014)
a. Pendidikan Dasar dan Menengah harus memiliki
paradigma baru yang selaras dengan era industri 4.0,
yaitu merevisi kurikulum dengan menambahkan lima
kompetensi penting antara lain :
1. Peserta didik memiliki kemampuan berpikir kritis,
2. Peserta didik memiliki kemampuan berfikir kreatifi
dan inovatif,
3. Peserta didik memiliki kemampuan dan
keterampilan berkomunikasi yang baik,
4. Peserta didik mampu bekerjasama dan
berkolaborasi, dan yang terakhir
5. Peserta didik memiliki kepercayaan diri.
b. Reorientasi Kurikulum dengan :
1. Mengembangkan dan mengajarkan literasi baru
(big data, teknologi/coding, humanities),

582 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


2. Memperkuat kegiatan ekstra kurikuler khususnya
dalam pengembangan kepemimpinan dan bekerja
dalam tim, mewajibkan sekolah dan peserta didik
masuk kedalam wilayah entrepreneurship dan
internship,
3. Menerapkan sistem pengajaran Hybrid/Blended
Learning & Online.

Media Pembelajaran

Media pembelajaran secara umum adalah alat bantu


proses belajar mengajar. Segala sesuatu yang dapat
dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan kemampuan atau ketrampilan pebelajar
sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar.
Batasan ini cukup luas dan mendalam mencakup pengertian
sumber, lingkungan, manusia dan metode yang
dimanfaatkan untuk tujuan pembelajaran / pelatihan.
Menurut Hamalik (1994:12) media pendidikan adalah
alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka
mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 583


siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Media pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar
siswa dalam pengajaran yang pada gilirannya diharapkan
dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya Media
merupakan alat yang harus ada apabila kita ingin
memudahkan sesuatu dalam pekerjaan.
Media merupakan alat Bantu yang dapat
memudahkan pekerjaan. Setiap orang pasti ingin pekerjaan
yang dibuatnya dapat diselesaikan dengan baik dan dengan
hasil yang memuaskan. Media pembelajaran adalah alat atau
sarana yang digunakan dalam proses pembelajaran sehingga
memudahkan tenaga pengajar dalam menyampaikan materi
yang akan diajarkan. Media pembelajaran bisa berupa
gambar, modul, buku teks, alat-alat teknologi dan sejenisnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, media
bermakna alat atau sarana komunikasi. Menurut Arsyad
dalam bukunya Media Pembelajaran (2002:3), kata media
berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti
tengah atau perantara atau pengantar. Gerlach dan Ely dalam
Arsyad (2002:3) mengatakan bahwa media apabila dipahami
secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang

584 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


membangun kondisi yang membuat siswa mampu
memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap. Dalam
pengertian ini, guru, buku teks dan lingkungan sekolah
merupakan media. Secara lebih khusus Gerlach dan Ely
menjelaskan bahwa pengertian media dalam proses belajar
mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis,
photografis atau elektronis untuk menangkap memproses,
dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Istilah
media telah banyak dikenal, yang sebelumnya istilah tersebut
dikenal nama alat peraga, yang dipergunakan guru dalam
memperagakan sesuatu hal kepada siswa di dalam kelas.
Misalnya, guru mengajar tentang perbandingan panjang
suatu benda, guru memperagakan dengan cara mengukur
panjang benda yang ingin dibandingkan, dengan alat peraga
yang telah dipersiapkan. Alat bantu mengajar yang
dipergunakan guru melaksanakan proses belajar mengajar,
sangat membantu memudahkan siswa dalam belajar.
Prinsip bahwa media sama dengan alat peraga.
Media yang kita kenal adalah segala sesuatu yang dipakai
untuk mengantarkan pesan dari sumber (yaitu guru) kepada
penerima pesan (yaitu peserta didik). Pengertian media

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 585


menjadi lebih luas, karena mencakup apa saja yang dipakai
untuk memediasi belajar siswa, pengertian media
pembelajaran secara singkat dapat dikemukakan sebagai
sesuatu (bisa berupa alat, bahan atau kedaan) yang
digunakan sebagai oerantara komunikasi dalam kegiatan
pembelajaran. Jadi terdapat tiga konsep yang mendasari
batasan media pembelajaran, yaitu : konsep komunikasi,
konsep sistem dan konsep pembelajaran, (Punaji Setyosari,
2010 : 1-2) Media memiliki berbagai peran dalam aktivitas
pembelajaran. Selama ini, pembelajaran lebih banyak
tergantung pada keberadaan guru.
Dalam situasi demikian, media tidak banyak
digunakan oleh guru, namun apabila digunakan media hanya
sebatas sebagai “alat bantu” pembelajaran. Pandangan
demikian ini mengisyaratkan tidak adanya upaya
pembelajarandengan menggunakan media dalam proses
pembelajaran. Sebaliknya proses pembelajaran terjadi
dengan tidak memerlukan kehadiran guru. Pembelajaran
yang tidak tergantung pada guru,instructor-independent
instruction, yang disebut juga sebagai “self-instruction” lebih
banyak memusatkan proses pembelajaran terjadi pada diri

586 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


siswa itu sendiri. Media berfungsi secara efektif dalam
konteks pembelajaran yang berlangsung tanpa menntut
kehadiran guru. Media sering dalam bentuk”kemasan” untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
Dalam situasi seperti ini, tujuan telah diberikan
bahan-bahan atau material telah disusun dengan rapih,
demikian juga alat ukur atau evaluasinya telah disertakan.
Bahan belajar dalam pembelajaran model ini disebut juga
sebagai “self containsd matrials”. Bahan belajar ini berperan
sebagai media. Media pembelajaran yang mempersyaratkan
situasi seperti diatas dapat berwujud modul, paket belajar,
kaset dan perangkat lunak komputer yang dipakai oleh siswa
(peserta didik) atau peserta pelatihan. Dalam kondisi ini, guru
atau instruktur berfungsi sebagai fasilitaor pembelajaran.
Menurut Briggs (1977) media pembelajaran adalah
sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran
seperti : buku, film, video dan sebagainya. Kemudian
menurut National Education Associaton(1969)
mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana
komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang dengar,
termasuk teknologi perangkat keras. Posisi media

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 587


pembelajaran,dalam proses pembelajaran merupakan proses
komunikasi dan berlangsung dalam suatu sistem, maka
media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting
sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa
media, komunikasi tidak akan terjadi dan proses
pembelajaran sebagai proses komunikasi juga tidak akan
bisa berlangsung secara optimal. Media pembelajaran adalah
komponen integral dari sistem pembelajaran (S. Anshori,
2018).

Implikasi Hasil Penelitian Pendidikan Terhadap Teori dan


Praktek Pendidikan

Kemajuan suatu peradaban manusia dapat dilihat


dari proses pendidikan dan pembelajaran yang diterapkan.
Indonesia mengalami lika-liku perkembangan dalam dunia
pendidikan. Kebijakan Pemerintah dari periode orde lama,
orde baru, masa reformasi dan era 4.0 sangat melekat pada
Pemerintahan yang berkuasa. Perubahan kebijakan tak ayal
sangat berpengaruh terhadap konsep pendidikan di
Indonesia, sekalipun setiap kebijakan sudah ditetapkan

588 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


namun pada prakteknya terdapat kesenjangan antara
penerapan kebijakan pendidikan di satu daerah dengan
daerah lain.
Kajian penelitian di bidang Pendidikan sangat
diperlukan untuk mengetahui perkembangan teori dan
praktek dalam perkembangan pembelajaran dan kebijakan
Pemerintah dalam pengelolaan pendidikan. Makalah ditulis
untuk mengetahu implikasi hasil penelitian pendidikan di
Indonesia dengan metoda pendidikan dalam tindakan dan
kebijakan Pemerintah dalam dunia Pendidikan.

Kajian Tentang Penelitian Pendidikan dalam Tindakan


(Tindakan Kelas)

Metode penelitian yang diterapkan adalah classroom


action research atau yang dikenal dengan Penelitian
Tindakan Kelas (PTK). Arikunto (2016:3) mengemukakan
Penelitian Tindakan Kelas merupakan suatu pencermatan
terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang
sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas yang
bersamaan. PTK ini dilakukan secara kolaboratif peneliti

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 589


bekerja sama dengan guru kelas sedangkan partisipatif
artinya peneliti dibantu partisipasi teman sejawat yang
disebut observer (AlidanAsrori, 2009:6) dan (Muslihuddin,
2011:1). (Wahyu Bagja Sulfemi,, Desi Yuliana, 2019)
Bogdan & Biklen (1992) menjelaskan bahwa
penelitian tindakan kelas adalah pengumpulan informasi
sistematis yang dirancang untuk membawa perubahan sosial
siswa di kelas. Selain itu, Cameron-Jones (1983)
mendefinisikan penelitian tindakan kelas sebagai penelitian
yang dilakukan oleh praktisi pendidikan dengan tujuan
meningkatkan praktik profesional mereka dan memahami
anak didik dengan lebih baik. Sesuai dengan itu Allwright,
Dick., Bailey, & Kathlen (1991) menyebutkan bahwa
penelitian tindakan kelas adalah pusat penelitian yang
dilakukan di kelas, dan hanya mencoba menyelidiki apa yang
sebenarnya terjadi pada siswa yang ada di dalam kelas.
(Ratnaningsih & Nasitit, 2018)
Langkah-langkah dalam penelitian tindakan kelas ini
dilakukan melalui siklus dan dirancang menjadi empat
langkah. Kemmis dan Taggart (1988) menyatakan bahwa
penelitian dimulai dengan merencanakan suatu tindakan.

590 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Kemudian rencana tersebut diimplementasikan sebagai
tindakan di kelas dan tindakannya kemudian diamati. Refleksi
dilakukan untuk menganalisis data yang diperoleh selama
tindakan (Ratnaningsih & Nasitit, 2018)
1. Efektifitas pembelajaran berbasis daring : sebuah bukti
pada pembelajaran bahasa inggris. Nurul Lailatul
Khusniyah dan Lukam Hakim, Jurnal Pemikiran dan
Penelitian Pendidikan, Vol 17 No. 1, Juni 2019.
Penelitian ini menggambarkan efektifitas
pembelajaran berbasis daring terhadap kemampuan
mahasiswa dalam memahami teks berbahasa Inggris.
Pembelajaran daring yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pembelajaran yang memanfaatkan penggunaan web
blog. Paparan pada artikel ini adalah bagian dari laporan
penelitian tindakan kelas yang fokus utamanya adalah
melihat efektivitas pembelajaran berbasis daring yang
ditinjau dari dua pendekatan, yaitu perbandingan distribusi
data dan uji-t pada data sebelum tindakan (pretest) dan
setalah tindakan (posttest).

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 591


Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan
kemampuan pemahaman mahasiswa terhadap teks
berbahasa Inggris antara sebelum dan sesudah penggunaan
web blog. Dalam hal ini, pembelajaran daring berbantuan
web blog tersebut memberikan pengaruh positif terhadap
peningkatan kemampuan membaca bahasa Inggris
mahasiswa

2. Kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam


pemanfaatan youtube sebagai media pembelajaran
bahasa indonesia, Siti Julaeha, Jurnal ilmiah sekolah
Dasar, Vol 2, No. 2, 2020
Tujuan penelitian ini adalah memaparkan (1)
pemanfaatan YouTube sebagai media pembelajaran bahasa
Indonesia (2) YouTube sebagai stimulus sebelum pemberian
soal High Order Thinking Skill, (3) pemanfaatan YouTube
terhadap kemampuan berpikir siswa. Penelitian ini
menggunakan penelitian kualitatif deskriptif dengan
populasi sampel siswa kelas 1 SD Sekolah Alam Kebun
Tumbuh Depok, Jawa Barat, yang berjumlah 24 siswa dan
mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia.

592 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Pengumpulan data yang dilakukan yaitu dengan
metode observasi dan penggunaan tes. Instrumen yang
digunakan adalah lembar observasi dan lembar soal dengan
bentuk pilihan ganda. Validasi penelitian diuji dengan
validitas eksternal. Teknis analisis dilakukan dengan uji pada
kemampuan berpikir siswa.
Hasil penelitian adalah (1) pemanfaatan YouTube
efektif sebagai media pembelajaran bahasa Indonesia. (2)
YouTube sebagai stimulus membantu merumuskan materi
yang dijadikan dasar pertanyaan dalam konteks tertentu. (3)
YouTube memudahkan siswa mengerjakan soal mudah,
sedang, dan sulit.

3. Peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik


pembelajaran ips melalui metode problem solving
berbantuan media informasi, Nur Hestiningsih,
Sugiharsono, Harmoni Sosial: Jurnal Pendidikan IPS
Volume 2, No 1, Maret 2015.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 593


Penelitian ini bertujuan untuk: (1) meningkatkan
kemampuan berpikir kritis peserta didik melalui penerapan
metode pembelajaran problem solving berbantuan media
informasi, dan (2) mendapatkan bukti peningkatan
kemampuan berpikir kritis peserta didik setelah penerapan
metode pembelajaran problem solving berbantuan media
informasi.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas
yang terlaksana dalam dua siklus. Jenis tindakan yang
dilakukan adalah pembelajaran IPS dengan metode problem
solving berbantuan media informasi.
Hasil penelitian dengan analisis statistik deskriptif
persentase, menunjukkan terdapat peningkatan kemampuan
berpikir kritis yang ditunjukkan dengan peningkatan skor
rata-rata pada pra siklus = 63,58 (kurang kritis), siklus I =
73,30 (cukup kritis), dan siklus II = 80,40 (kritis). Persentase
jumlah peserta didik yang memiliki skor individual dengan
kriteria kritis juga mengalami peningkatan, yaitu pada pra
siklus = 16,67%, siklus I = 58,33%, dan siklus II = 91,67%.
Peningkatan kemampuan berpikir kritis tersebut diikuti
dengan peningkatan nilai hasil belajar kognitif, yaitu pada

594 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


pra siklus = 68, pada siklus I = 76, dan pada siklus II = 83.
Persentase ketuntasan hasil belajar individu juga mengalami
peningkatan, yaitu pada pra siklus = 25%, siklus I = 50%, dan
siklus II = 83%, yang berarti telah mencapai target ketuntasan
belajar klasikal. Dengan demikian metode problem solving
berbantuan media informasi terbukti dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis peserta didik pada pembelajaran
IPS di kelas VIII F SMP Negeri 1 Salaman, Kabupaten
Magelang

4. Pemanfaatan cd pembelajaran untuk meningkatkan


kemampuan komunikasi matematis siswa melalui
pembelajaran make a match, Nila Ubaidah, Jurnal
Pendidikan Matematika FKIP Unissula Volume 4 (1)
2016
Penelitian ini mengkaji tentang pemanfaatan CD
pembelajaran melalui pembelajaran make a match apakah
dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
siswa? Untuk menjawab masalah ini, penelitian ini dirancang
dengan rancangan penelitian tindakan kelas serta

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 595


dilaksanakan pada siswa kelas X SMA N 1 Rowosari
Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal.
Penelitian ini menggunakan observasi, angket, hasil
tes belajar siswa sebagai instrumen dalam pengumpulan
data. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa (1) penerapan
langkah-langkah make a match dengan memanfaatkan CD
pembelajaran dalam pembelajaran matematika dapat
membantu meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis siswa. Hal ini dapat dilihat pada rata-rata hasil
belajar yang dicapai oleh siswa.
Pada siklus I, rata-rata hasil yang dicapai yaitu 68, 43.
Pada siklus II, rata-rata hasil belajar yang dicapai yaitu 72,31.
Rata-rata ketuntasan hasil belajar siswa secara klasikal pada
siklus I yaitu 66,67% dan pada siklus II yaitu 86,67%. Rata-rata
kinerja guru pada siklus I sebesar 2,65 dan pada siklus II
sebesar 3,35 juga mengalami peningkatan sebesar 0,7. Rata-
rata kinerja siswa pada siklus I sebesar 2,7 dan pada siklus II
sebesar 3,2. (2) Karena kinerja guru dan kinerja siswa,
aktivitas siswa dalam proses pembelajaran termasuk dalam
kategori efektif, respon siswa terhadap pembelajaran adalah
positip dan ketuntasan secara klasikal tercapai maka melalui

596 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


pembelajaran make a match dengan memanfaatkan CD
pembelajaran efektif digunakan di dalam pembelajaran.
Berdasarkan temuan penelitian ini, diberikan
beberapa saran sebagai berikut; (1) bagi guru mata pelajaran
matematika agar menerapkan pembelajaran make a match
dengan memanfaatkan CD pembelajaran yang dapat
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. (2)
Guru hendaknya menciptakan suasana pembelajaran
matematika yang menyenangkan, dialogis dan demokratis.

Kajian Tentang Penelitian Kebijakan Pendidikan

1. Problematika kurikulum dan pembelajaran karakter,


Siti Jualeha, Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, Vol 7
No 2 2019.
Kurikulum berperan penting dalam mewujudkan
generasi masa depan yang berguna bagi bangsa dan negara
yang memiliki sifat tanggung jawab, kreatif, inovatif, dan
menjadi seseorang yang ahli.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 597


Kurikulum adalah jantungnya sebuah sekolah dan
sekolah itu adalah jantungnya masyarakat juga masyarakat
itu adalah sebagai jantungnya negara atau bangsa, sehingga
bangsa akan maju apabila memiliki sumber daya manusia
yang berkualitas dan bermutu tinggi. Namun demikian
perkembangan kurikulum sering menemukan banyak
masalah yang memerlukan pertimbangan dan solusinya.
Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi problem-
problem kurikulum dan pembelajaran pendidikan karakter.
Penelitian menggunakan metode kajian pustaka. Dari hasil
kajian diperoleh temuan sejumlah problem kurikulum dan
pembelajaran pendidikan karakter, yaitu perumusan
kurikulum pendidikan karakter masih di bawah kepentingan
politik kelompok. Kurikulum pendidikan karakter juga
tumpang tindih dengan kurikulum pendidikan
kewarganegaraan, pendidikan Pancasila, dan pendidikan
agama Sementara itu, problem pembelajaran pendidikan
karakter bermuara pada metode, lingkungan pendidikan
yang tidak kondusif, dan hilangnya keteladanan dari orang
tua.

598 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


2. Adaptasi sekolah terhadap kebijakan pendidikan
inklusif, Reno Fernandes, Journal Sociology and
Education, 2017
Artikel ini dibuat dari penelitian respon sekolah
terhadap kebijakan Inklusif di Kota Padang. Lebih dalammya
penelitian ini melihat realitas pihak sekolah dalam merespon
instruksi yang diberikan pemerintah kepada sekolah
meskipun masih terdapat kekurangan sarana dan prasarana
untuk menjalan pendidikan inklusif. Penelitian tersebut
berangkat dari paradigma post-posivistik dengan
pendekatan kualitatif, dan metoda studi kasus. Hasil
peneltiian menunjukkan, sekolah merespon dengan
menjalankan program pendidikan inklusif cenderung
melakukan pemeliharaan sistem dan menjaganya tetap
dalam keseimbangan (equilibirium) dengan sistem lainnya.
Dalam menjaga keseimbangan (equilibirum) sekolah harus
melakaukan adaptari (adaptation) lingkungan. Di kota
Padang pendidikan inklusi tetap saja dijalankan oleh sekolah
dengan penyesuaian yang dilakukannya denga sumber daya
yang dimilikinya.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 599


3. Pelaksanaan penilaian pada kurikulum 2013, Hari
Setiadi, Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Volume 20, No 2, Desember 2016.

Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1)


mendeskripsikan implementasi penilaian pada Kurikulum
2013; (2) mengidentifikasi hambatan dan keberhasilan
pelaksanaan penilaian pada Kurikulum 2013, (3) memberikan
rekomendasi kepada Pemerintah dalam mengambil
kebijakan pelaksanaan penilaian pada Kurikulum 2013.
Populasi dalam evaluasi ini adalah sekolah di Indonesia
jenjang sekolah dasar dan menengah. Penentuan sampel
dengan purposive sampling, yaitu sekolah jenjang sekolah
dasar dan menengah di 15 provinsi di Wilayah Indonesia
Bagian Barat, Wilayah Indonesia Bagian Tengah, dan Wilayah
Indonesia Bagian Timur.
Pengumpulan data menggunakan kuesioner,
dokumentasi, dan Focus Group Discussion (FGD). Data
dianalisis dengan analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif.
Model ini digunakan untuk mengevaluasi kesenjangan

600 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


antara kriteria yang telah ditetapkan dengan pelaksanaan
program di lapangan.
Hasil penelitian dibagi tiga tahap, yaitu: (1)
perencanaan, disarankan kepada pemerintah untuk
melakukan sosialisasi dan pelatihan membuat kisi-kisi dahulu
baru membuat soal-soalnya, bukan yang dilakukan
sebaliknya, juga pelatihan analisis instrumen penilaian dan
membuat rubrik untuk soal uraian; (2) pelaksanaan,
disarankan kepada pemerintah untuk menyederhanakan
pedoman penilaian pada Kurikulum 2013, melakukan
sosialisasi dan pelatihan penilaian kompetensi sikap, untuk
jenjang SD perlu diberikan pelatihan teknik penilaian pada
pembelajaran tematik, dan membimbing guru melakukan
kegiatan analisis instrumen dan revisi butir soal; (3)
pelaporan, disarankan pengambil kebijakan mengkaji
kembali penggunaan rentang nilai 1-4 pada penilaian
pengetahuan dan keterampilan

4. Dampak covid-19 pada pendidikan di indonesia:


sekolah, keterampilan, dan proses pembelajaran,

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 601


Rizqon Halal Syah Aji, FSH UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Vol. 7 No. 5 (2020),
Penutupan sementara lembaga pendidikan sebagai
upaya menahan penyebaran pendemi covid-19 di seluruh
dunia berdampak pada jutaan pelajar, tidak kecuali di
Indonesia. Gangguan dalam proses belajar langsung antara
siswa dan guru dan pembatalan penilaian belajar berdampak
pada psikologis anak didik dan menurunnya kualitas
keterampilan murid. Beban itu merupakan tanggung jawab
semua elemen pendidikan khususnya negara dalam
memfasilitasi kelangsungan sekolah bagi semua
steakholders pendidikan guna melakukan pembelajaran
jarak jauh. Bagaimana mestinya Indonesia merencanakan,
mempersiapkan, dan mengatasi pemulihan covid 19, untuk
menekan kerugian dunia pendidikan di masa mendatang.
Kementerian Pendidikan di bawah kepemimpinan
Menteri Nadiem Makarim, mendengungkan semangat
peningkatan produktivitas bagi siswa untuk mengangkat
peluang kerja ketika menjadi lulusan sebuah sekolah. Namun
dengan hadirnya wabah Covid-19 yang sangat mendadak,
maka dunia pendidikan Indonesia perlu mengikuti alur yang

602 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


sekiranya dapat menolong kondisi sekolah dalam keadaan
darurat. Sekolah perlu memaksakan diri menggunakan
media daring. Namun penggunaan teknologi bukan tidak
ada masalah, banyak varians masalah yang menghambat
terlaksananya efektivitas pembelajaran dengan metode
daring diantaranya adalah:
a) Keterbatasan Penguasaan Teknologi Informasi oleh
Guru dan Siswa Kondisi guru di Indonesia tidak
seluruhnya paham penggunaan teknologi, ini bisa
dilihat dari guru-guru yang lahir tahun sebelum 1980-
an. Kendala teknologi informasi membatasi mereka
dalam menggunakan media daring. Begitu juga dengan
siswa yang kondisinya hampir sama dengan guru-guru
yang dimaksud dengan pemahaman penggunaan
teknologi.
b) Sarana dan Prasarana yang Kurang Memadai Perangkat
pendukung teknologi jelas mahal. Banyak di daerah
Indonesia yang guru pun masih dalam kondisi
ekonominya yang menghawatirkan. Kesejahteraan guru
maupun murid yang membatasi mereka dari serba
terbatas dalam menikmati sarana dan prasarana

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 603


teknologi informasi yang sangat diperlukan dengan
musibah Covid-19 ini.
c) Akses Internet yang terbatas Jaringan internet yang
benar-benar masih belum merata di pelosok negeri.
Tidak semua lembaga pendidikan baik Sekolah dasar
maupun sekolah menengah dapat menikmati internet.
Jika ada pun jaringan internet kondisinya masih belum
mampu mengkover media daring.
d) Kurang siapnya penyediaan Anggaran Biaya juga
sesuatu yang menghambat karena, aspek kesejahteraan
guru dan murid masih jauh dari harapan. Ketika mereka
menggunakan kuota internet untuk memenuhi
kebutuhan media daring, maka jelas mereka tidak
sanggup membayarnya. Ada dilema dalam
pemanfaatan media daring, ketika menteri pendidikan
memberikan semangat produktivitas harus melaju,
namun disisi lain kecakapan dan kemampuan finansial
guru dan siswa belum melaju ke arah yang sama. Negara
pun belum hadir secara menyeluruh dalam memfasilitasi
kebutuhan biaya yang dimaksud.

604 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Kerugian Siswa pada Proses Penilaian
Ada kerugian mendasar bagi murid ketika terjadi
penutupan sekolah ataupun kampus. Banyak ujian yang
mestinya dilakukan oleh murid pada kondisi normal,
sekarang dengan mendadak karena dampak covid-19, maka
ujian dibatalkan ataupun di tunda. Penilaian internal bagi
sekolah barangkali dianggap kurang urgent tetapi bagi
keluarga murid informasi penilaian sangat penting.
Ada yang menganggap hilangnya informasi penilaian
murid sangatlah berarti bagi keberlangsungan masa depan
murid. Misalkan saja target-target skill maupun keahlian
tertentu murid yang mestinya tahun ini mendapatkan
penilaian sehingga berdampak treatment untuk tahun yang
akan datang, maka pupus sudah bagi murid yang telah
mampu menguasai banyak keterampilan di tahun ini tetapi
tidak memperoleh penilaian yang semestinya.

Dampak pada Lulusan Sekolah


Lulusan universitas ataupun pendidikan menengah
yang mencari pekerjaan tahun ini mengalami gangguan yang
hebat karena pandemi Covid-19. Para mahasiswa maupun

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 605


siswa yang tahun ini lulus mengalami gangguan pengajaran
di bagian akhir studi mereka. Dampak langsung yang dialami
oleh mereka adalah gangguan utama dalam penilaian akhir
yang mestinya mereka dapatkan. Namun dengan kondisi
apapun mereka tetap lulus dalam kondisi resesi global yang
memilukan ini.
Kondisi pasar kerja yang cenderung sulit merupakan
kendala baru bagi lulusan. Persaingan dipasar kerja sangat
“gaduh” dan berhimpit dengan para pekerja yang juga sudah
mengalami Putus Hubungan Kerja (PHK) dari perusahaan
dimana mereka bekerja. Adapun jika mereka sebagai lulusan
baru Universitas maka mereka mau tidak mau akan
menerima upah lebih rendah dan mereka akan mempunyai
efek dalam persaingan karier (Bobonis & Morrow, 2014).9
Lulusan universitas yang awalnya memprediksi dirinya akan
mendapatkan pekerjaan dan upah yang memadai akan tetapi
kenyataan di Indonesia disebabkan karena covid-19
mengakibatkan mereka harus berpikir ulang tentang
pendidikan yang ditempuh dan mendapatkan upah yang
diharapkan.

606 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Langkah Strategis dan Solusi bagi dunia Pendidikan
Indonesia
Dalam penanganan dampak Covid-19 pada dunia
pendidikan, seluruh steakholders harus bahu membahu
berbuat. Kondisi ini tidak boleh terlepas pandang dari
kebijakan pemerintah dan pelaksanaannya operasionalisasi
di lapangan. Adapun halhal yang wajib dilakukan oleh semua
steakholders pendidikan adalah;
a. Pemerintah Peran pemerintah sangat penting dan
fundamental. Alokasi anggaran yang sudah diputuskan
oleh Instruksi Presiden Nomor 4 tahun 2020 tentang
refocussing kegiatan, relokasi anggaran, serta
pengadaan barang dan jasa dalam rangka percepatan
penanganan Covid-19 harus segera dilaksanakan.
b. Orang Tua
Orang tua sebagai pendidik utama di rumah tangga
harus menjalankan fungsinya. Meskipun demikian tetap
saja bantuan guru di sekolah perlu hadir door to door
disemua peserta didik. Ini harus membuka cakrawala
dan tanggungjwab orang tua bahwa pendidikan

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 607


anaknya harus dikembalikan pada effort orang tua
dalam mendidikan mental, sikap dan pengetahuan
anak-anaknya.
c. Guru
Langkah pembelajaran daring harus seefektif mungkin.
Guru bukan membebani murid dalam tugas-tugas yang
dihantarkan dalam belajar di rumah. Jika perlu guru
hadir secara gagasan dalam door to door peserta didik.
Guru bukan hanya memposisikan sebagai pentransfer
ilmu, tetapi tetap saja mengutamakan ing ngarso sung
tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
d. Sekolah
Sekolah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan
harus bersiaga memfasilitas perubahan apapun
menyangkut pendidikan siswanya. Pendidikan tingkah
laku harus menjadi pijakan kuat ditengah
perkembangan teknologi dan arus percepatan
informasi. Program-program pendidikan yang dilakukan
sekolah harus benar-benar disampaikan kepada murid,
terlebih dengan media daring tetap saja pihak sekolah
harus benar-benar memperhatikan etika sebagai

608 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


lembaga pendidikan. Penekanan belajar dirumah
kepada murid harus benar-benar mendapat kawalan
agar guru-guru yang mengajar melalui media garing
tetap smooth dan cerdas dalam menyampaikan
pelajaran-pelajaran yang wajib dipahami oleh murid.

Penutup

Kajian penelitian tindakan pembelajaran daring


menggunakan teknologi informasi dalam pembelajaran
bahasa Inggris berbantuan web blog memberikan pengaruh
positif terhadap peningkatan kemampuan membaca bahasa
Inggris mahasiswa.
Pemanfaatan YouTube efektif sebagai media
pembelajaran bahasa Indonesia, YouTube sebagai stimulus
membantu merumuskan materi yang dijadikan dasar
pertanyaan dalam konteks tertentu. YouTube memudahkan
siswa mengerjakan soal mudah, sedang, dan sulit.
Metode problem solving berbantuan media informasi
terbukti dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 609


peserta didik pada pembelajaran IPS di kelas VIII F SMP
Negeri 1 Salaman, Kabupaten Magelang
Penerapan langkah-langkah make a match dengan
memanfaatkan CD pembelajaran dalam pembelajaran
matematika dapat membantu meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis siswa. Karena kinerja guru dan kinerja
siswa, aktivitas siswa dalam proses pembelajaran termasuk
dalam kategori efektif, respon siswa terhadap pembelajaran
adalah positip dan ketuntasan secara klasikal tercapai maka
melalui pembelajaran make a match dengan memanfaatkan
CD pembelajaran efektif digunakan di dalam pembelajaran
Kajian penelitian kebijakan pemerintah berkaitan
dengan probelmatika kurikulum dan pembelajaran karakter
diperoleh kesimpulan sejumlah problem kurikulum dan
pembelajaran pendidikan karakter, yaitu perumusan
kurikulum pendidikan karakter masih di bawah kepentingan
politik kelompok. Kurikulum pendidikan karakter juga
tumpang tindih dengan kurikulum pendidikan
kewarganegaraan, pendidikan Pancasila, dan pendidikan
agama Sementara itu, problem pembelajaran pendidikan
karakter bermuara pada metode, lingkungan pendidikan

610 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


yang tidak kondusif, dan hilangnya keteladanan dari orang
tua.
Kajian adaptasi sekolah terhadap kebijakan
pendidikan inklusif adalah sekolah merespon dengan
menjalankan program pendidikan inklusif cenderung
melakukan pemeliharaan sistem dan menjaganya tetap
dalam keseimbangan (equilibirium) dengan sistem lainnya.
Dalam menjaga keseimbangan (equilibirum) sekolah harus
melakaukan adaptari (adaptation) lingkungan. Di kota
Padang pendidikan inklusi tetap saja dijalankan oleh sekolah
dengan penyesuaian yang dilakukannya denga sumber daya
yang dimilikinya.
Kajian kebijakan pemerintah pada proses penilaian
kurikulum 2013 1) perencanaan, disarankan kepada
pemerintah untuk melakukan sosialisasi dan pelatihan
membuat kisi-kisi dahulu baru membuat soal-soalnya, bukan
yang dilakukan sebaliknya, juga pelatihan analisis instrumen
penilaian dan membuat rubrik untuk soal uraian; (2)
pelaksanaan, disarankan kepada pemerintah untuk
menyederhanakan pedoman penilaian pada Kurikulum 2013,
melakukan sosialisasi dan pelatihan penilaian kompetensi

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 611


sikap, untuk jenjang SD perlu diberikan pelatihan teknik
penilaian pada pembelajaran tematik, dan membimbing
guru melakukan kegiatan analisis instrumen dan revisi butir
soal; (3) pelaporan, disarankan pengambil kebijakan
mengkaji kembali penggunaan rentang nilai 1-4 pada
penilaian pengetahuan dan keterampilan
Kajian kebijakan Pemerintah menerapkan sekolah
daring selama Pandemi dapat dilihat dalam penelitian
dampak covid-19 pada pendidikan di Indonesia antara lain
terkendala oleh adanya keterbatasan kemampuan sekolah,
guru, siswa dan orang tua dalam mengusai teknologi
informasi, kurangnya sarana dan prasarana internet,
keterbatasan anggaran biaya. Kerugaian penilaian siswa yang
tidak optimal, dampak pada kemampuan lulusan dan daya
serap lulusan).

612 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Daftar Pustaka

L. Triana, 2019. Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0,


http://swarapendidikan.co.id), diakses tanggal 20
Maret 2021
Wahyu Bagja Sulfemi,, Desi Yuliana, 2019. Penerapan Model
Pembelajaran Discovery Learning Meningkatkan
Motivasi Dan Hasil Belajar Pendidikan
Kewarganegaraan, , Jurnal Rontal Keilmuan PKn, Vol
5, No. 1.
Jaka Warsihna,, 2016. Meningkatkan Literasi Membaca Dan
Menulis Dengan Teknologi Informasi (TIK), Kwangsan,
Vol. 4 No. 2.
Sodiq Anshori, 2018. Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan
Komunikasi Sebagai Media Pembelajaran. Civic-
Culture: Jurnal Ilmu Pendidikan PKn dan Sosial
Budaya.
Ratnaningsih & Nasitit, Upaya meningkatkan motivasi
belajar siswa dengan menggunakan media gambar
pada pembelajaran tematik di Sekolah Dasar, Al-
Ibtida Jurnal Pendidikan Guru MI, 2018.
Nurul Lailatul Khusniyah Dan Lukam Hakim, 2019. Efektifitas
Pembelajaran Berbasis Daring : Sebuah Bukti Pada
Pembelajaran Bahasa Inggris., Jurnal Pemikiran Dan
Penelitian Pendidikan, Vol 17 No. 1.
Siti Julaeha 2020. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Dalam
Pemanfaatan Youtube Sebagai Media Pembelajaran
Bahasa Indonesia, Jurnal Ilmiah Sekolah Dasar, Vol
2, No. 2.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 613


Nur Hestiningsih, 2015. Sugiharsono, Peningkatan
Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik
Pembelajaran Ips Melalui Metode Problem Solving
Berbantuan Media Informasi, , Harmoni Sosial: Jurnal
Pendidikan Ips Volume 2, No 1.
Nila Ubaidah, 2016. Pemanfaatan CD Pembelajaran Untuk
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis
Siswa Melalui Pembelajaran Make A Match, , Jurnal
Pendidikan Matematika Fkip Unissula Volume 4 (1).
Siti Jualeha, 2019. Problematika Kurikulum Dan Pembelajaran
Karakter, Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, Vol 7 No
2.
Reno Fernandes, 2017. Adaptasi Sekolah Terhadap Kebijakan
Pendidikan Inklusif, , Journal Sociology And
Education.
Hari Setiadi. 2016. Pelaksanaan Penilaian Pada Kurikulum
2013, , Jurnal Penelitian Dan Evaluasi Pendidikan
Volume 20, No 2.
Rizqon Halal Syah Aji. 2020. Dampak Covid-19 Pada
Pendidikan Di Indonesia: Sekolah, Keterampilan, Dan
Proses Pembelajaran, Fsh Uin Syarif Hidayatullah
Jakarta Vol. 7 No. 5 (2020),

614 | Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan


Biografi Penulis

Ismi Kaniawulan. Lahir di kota


Purwakarta, Jawa Barat. Anak ke 5 dari
tujuh bersaudara. Kedua orang tua
penulis berprofesi sebagai guru di
tingkat Sekolah Dasar yang memiliki
cita-cita memberikan investasi
Pendidikan Tinggi untuk anak-anaknya.
Berkat kerja keras dan do’a beliau kami
bersaudara dapat mengenyam
Pendidikan hingga Perguruan Tinggi. Jiwa guru sebagai
pengajar dan pendidik melekat erat pada penulis hingga
selepas menyandang gelar Sarjana Teknik di Porgram Studi
Teknik Informatika, penulis berhasil lulus menjadi Dosen PNS
yang ditugaskan mengajar di Sekolah Tinggi Teknologi
Wastukancana Purwakarta. Pendidikan Magister di peroleh
penulis di Sekolah Tinggi Elektro Informatika, Institut
Teknologi Bandung di Program Studi Informatika Bidang
minat Sistem Informasi. Kini penulis tengah melanjutkan
Pendidikan Doktoral di Sekolah Pasca Sarjana Universitas
Pendidikan Indonesia Program Studi Manajemen,
konsentrasi Sistem Infomasi.

Perspektif Pedagogik Manajemen Pendidikan | 615

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai