Anda di halaman 1dari 11

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/344346586

MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCE SISWA

Conference Paper · April 2016

CITATIONS READS

0 576

1 author:

Yogi Kuncoro Adi


Institut Agama Islam Negeri Salatiga
13 PUBLICATIONS   16 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Survey View project

RADEC Models View project

All content following this page was uploaded by Yogi Kuncoro Adi on 22 September 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator”
Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN : 978-602-14377-4-2

MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCE


SISWA1

Yogi Kuncoro Adi2


PGSD FKIP
Universitas Kuningan

ABSTRAK
Artikel ini sebagai kajian literatur bertujuan untuk membahas macam-macam
media pembelajaran yang dapat difasilitasikan untuk siswa dengan tipe multiple
intelligence masing-masing. Teori multiple intelligence merupakan sebuah
gebrakan dalam dunia psikologi pendidikan, yang dapat disebut dengan
redefinisi kecerdasan. Hal tersebut disebabkan, sebelum ini, kita selalu
berpegang pada teori kecerdasan yang membedakan adanya siswa pintar dan
bodoh. Padahal setiap guru harus membuka mindset-nya bahwa tidak ada siswa
yang bodoh. Setiap siswa pintar sesuai dengan tipe kecerdasannya masing-
masing. Multiple intelligence membagi kecerdasan menjadi sembilan tipe
(linguistik, matematis-logis, spasial, musik, kinestetik, interpersonal,
intrapersonal, naturalis, dan eksistensialis). Guru dalam membelajarkan materi
pelajaran pada siswa tentunya diharuskan untuk mengacu pada ke-sembilan tipe
kecerdasan tersebut. Oleh karena itu, dalam implementasinya, guru harus kreatif
dan inovatif dalam menggunakan media pembelajaran, salah satunya. Media
pembelajaran sendiri memiliki klasifikasi berdasar pada kompetensi yang
hendak dicapai, kebutuhan, dan situasi sekolah/lingkungan. Hal tersebut dapat
dimaknai bahwa tidak ada media pembelajaran yang paling sempurna diantara
yang lainnya. Akan tetapi ketepatan guru dalam memilih dan mengembangkan
media pembelajaran tersebut-lah yang dianggap sempurna.

Kata kunci: multiple intelligence, media pembelajaran

1
Makalah disampaikan pada acara Seminar Nasional Menjadi Guru Inspirator “Kenali dan
Kembangkan Kemampuan Intelegensi Emas untuk Indonesia Emas” di Prodi PGSD FKIP
Universitas Muhammadiyah Purwokerto Tanggal 30 April 2016.
2
Koresponden mengenai isi makalah ini dapat dilakukan melalui: yogikauny@gmail.com

73
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator”
Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN : 978-602-14377-4-2

PENDAHULUAN
Seiring perkembangan kurikulum yang didasarkan atas kebutuhan,
pemilik kebijakan pendidikan harus memahami apa yang dibutuhkan siswanya.
Kurikulum sudah semestinya dirancang dan dikembangkan untuk
memperhatikan perbedaan siswa. Setiap siswa mampu berhasil dalam hidupnya
karena diasah pada semua ranah tidak cukup satu ranah saja. Selain itu,
pendidikan tidak dibolehkan apabila hanya terfokus pada hardskill saja, akan
tetapi juga memperhatikan softskill siswa. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh
kegiatan pembelajaran yang diberikan belum bisa menjawab tantangan
sesungguhnya di masyarakat.
Sebelum ini, dunia psikologi pendidikan kita selalu beranggapan bahwa
seorang siswa pintar berdasarkan IQ-nya. Tes psikologi tersebut memilahkan
kecerdasan setiap siswa, sehingga ada siswa yang pintar dan ada pula yang
bodoh. Kemunculan teori multiple intelligence menggeser teori kecerdasan yang
sebelum ini kita anut, sehingga menjadikan redefinisi kecerdasan. Kecerdasan
siswa tidak didasarkan pada tes psikologi tersebut lagi, akan tetapi berdasarkan
kemampuan problem solving dan creativity. Multiple intelligence membuka
paradigma pendidikan kita bahwa setiap siswa itu pintar, sesuai dengan jenis
kecerdasannya masing-masing. Setiap siswa itu berbeda, sehingga guru juga
harus memperlakukannya dengan cara yang berbeda satu sama lainnya.
Guru yang notabene adalah ujung tombak pelaksana pendidikan wajib
dibekali pelatihan kaitannya dengan multiple intelligence. Oleh karena, guru
berperan dalam memfasilitasi perkembangan kecerdasan siswa. Pembelajaran
bukan lagi teacher centered akan tetapi student centered, dan bukan lagi transfer of
knowledge akan tetapi construct of knowledge. Guru, sebagai fasilitator, penting
untuk menggunakan media pembelajaran demi tercapainya tujuan pembelajaran
pada khususnya dan atau tujuan pendidikan pada umumnya.
Penggunaan media dalam setiap kegiatan pembelajaran dapat
membangkitkan motivasi belajar siswa. Oleh karena itu, guru wajib mengadakan
komponen tersebut ke dalam kelasnya. Media pembelajaran memiliki klasifikasi
yang beragam. Klasifikasi tersebut selain didasarkan pada jenisnya, juga
berdasar atas kompetensi yang hendak dicapai, kebutuhan siswa, dan
situasi/lingkungan di sekolah. Hal tersebut yang mendasari bahwa tidak ada
media yang paling sempurna. Setiap media pembelajaran dikatakan sempurna
jika memenuhi kriteria efektif dan layak. Seorang guru harus mampu memahami
bagaimana konsep, prosedur, dan model yang tepat dalam memilih dan atau
mungkin mengembangkan media pembelajaran.
Media sangat membantu keefektifan dalam penyampaian materi dan
aktivitas dalam pembelajaran. Kaitannya dengan multiple intelligence,
media pembelajaran yang dipilih atau dikembangkan oleh guru harus mampu
memfasilitasi masing-masing tipe kecerdasan siswa. Artikel ini mencoba untuk
membahas klasifikasi media pembelajaran yang sesuai dengan multiple
intelligence.

74
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator”
Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN : 978-602-14377-4-2

PEMBAHASAN
Multiple Intelligence
Setiap siswa memiliki keunikan tersendiri, sehingga guru tidak
semestinya memberikan perlakuan yang sama dalam hal apapun terutama yang
berkaitan dengan pengembangan potensi kecerdasan mereka. Konsep multiple
intelligence memperkenalkan bahwa manusia belajar dan berhasil melalui
berbagai kemampuan kecerdasan yang tidak terukur melalui IQ. Menurut
Gardner (2011: xxviii), “an intelligence is the ability to solve problems, or to create
products, that are valued within one or more cultural settings”. Hal tersebut dapat
dimaknai bahwa kecerdasan setiap siswa tidak diukur berdasarkan dari hasil tes
IQ, namun dilihat dari kemampuan mereka dalam memecahkan masalah dan
berkreativitas. Akan tetapi, sering guru mengabaikan kedua kemampuan
tersebut.
Kecerdasan siswa dibagi menjadi sembilan macam. Gardner dalam revisi
teorinya (2004: 31-42) membagi kecerdasan tersebut menjadi: (a) linguistic
intelligence, (b) logical-mathematical intelligence, (c) musical intelligence, (d) spatial
intelligence, (e) bodily-kinesthetic intelligence, (f) naturalist intelligence, (g)
intrapersonal intelligence, (h) interpersonal intelligence, (i) existential intelligence.
Masing-masing siswa akan menguasai salah satu dari sembilan kecerdasan
tersebut di atas. Proses pembelajaran dan atau pendidikan harus mampu
memfasilitasi perkembangan setiap siswa dengan tipe kecerdasan mereka.
Namun, seorang guru terlebih dahulu harus mampu mengidentifikasi ciri-ciri
siswa dengan tipe kecerdasannya.
Richards & Rodgers dalam Heidari & Panahandeh (2013: 100)
mengidentifikasi kemampuan masing-masing individu dalam multiple
intelligence. Hal tersebut dijelaskan secara ringkas meliputi: (a) kecerdasan
linguistik/verbal, mampu menggunakan bahasa dengan terampil dan kreatif; (b)
kecerdasan matematika/logika, mampu melakukan kegiatan intelektual dan
menggunakan struktur logika; (c) kecerdasan visual/spasial, mampu mengatur
dan memahami model dunia visual; (d) kecerdasan kinestetik/jasmani, mampu
membuat tubuh bugar dan memiliki kontrol pada gerakan tubuh; (e) kecerdasan
musik/irama, mampu mendengarkan musik dengan bersemangat untuk
memahami dan mengungkapkan komponen musik; (f) kecerdasan interpersonal,
mampu memiliki interaksi yang baik dengan orang lain; (g) kecerdasan
intrapersonal, mampu mengidentifikasi diri dan menggunakan bakat dengan
cara yang tepat; (h) kecerdasan naturalis, mampu memahami dan mengenali
dunia dan bentuk-bentuk alam; (i) kecerdasan eksistensial, mampu mengatasi
pertanyaan yang mendalam sehubungan dengan kondisi manusia mengenai
makna kehidupan, kematian, dan cinta.
Multiple intelligence mendesak untuk dipahami oleh guru. Oleh karena,
siswa memiliki kecerdasan yang berbeda satu sama lainnya sehingga
membutuhkan perlakuan yang berbeda pula. Guru harus selalu inovatif dan
kreatif dalam melaksanakan tugasnya. Salah satu upaya guru untuk

75
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator”
Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN : 978-602-14377-4-2

memfasilitasi siswa dalam belajar adalah menggunakan media pembelajaran


yang berbasis multiple intelligence.
Media Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran merupakan proses komunikasi dan berlangsung
dalam suatu sistem. Proses tersebut membutuhkan adanya penyampai pesan
(guru), pesan (materi ajar), dan penerima pesan (siswa). Tersampainya pesan
kepada penerima dipengaruhi oleh adanya media atau sarana komunikasi,
dalam hal ini media pembelajaran. Media pembelajaran menurut Munadi (2013:
7-8), dipahami sebagai “segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan
menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan
belajar yang kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar
secara efektif dan efisien”. Oleh karena itu, media pembelajaran memiliki
peranan penting demi tercapainya tujuan pembelajaran pada khususnya.

Gambar 1. Kerucut Pengalaman Dale


Siswa yang berada dalam tahapan operasional konkret akan lebih mudah
mempelajari materi yang sifatnya konkret daripada abstrak. Salah satu gambaran
yang paling banyak dijadikan acuan sebagai landasan teori penggunaan media
dalam kegiatan pembelajaran adalah Kerucut Pengalaman Dale. Berdasarkan
gambar tersebut di atas, semakin ke atas menuju puncak kerucut maka semakin
abstrak media penyampai pesan. Akan tetapi, hal tersebut bukanlah mengartikan
bahwa media pembelajaran yang terbaik adalah urutan yang terbawah pada
kerucut. Media pembelajaran haruslah sesuai dengan kompetensi yang hendak
dicapai, kebutuhan dan kemampuan siswa, serta situasi/kondisi lingkungan
belajar/sekolah.
Media menurut Smaldino, Lowther, & Russell (2014: 7) dikategorikan
menjadi enam yaitu teks, audio, visual, video, perekayasa (manipulative) (benda-
benda), dan orang-orang. Lebih lanjut diuraikan bahwa (a) teks, merupakan
karakter alfanumerik yang ditampilkan dalam format tertentu, seperti buku,
poster, papan tulis, layar komputer, dsb; (b) audio, mencakup apa saja yang bisa
didengar, seperti suara orang, musik, suara mekanis, suara berisik, dsb; (c)

76
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator”
Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN : 978-602-14377-4-2

visual, meliputi diagram pada sebuah poster, gambar pada sebuah papan tulis
putih, foto, gambar pada sebuah buku, kartun, dsb; (d) video, merupakan media
yang menampilkan gerakan, termasuk DVD, rekaman video, animasi komputer,
dsb; (e) perekayasa, bersifat tiga dimensi dan bisa disentuh dan dipegang oleh
para siswa; (f) orang-orang, seperti guru, siswa, atau ahli bidang studi.
Sejalan dengan itu, Munadi (2013: 53-54) mengembangkan taksonomi
media dari Bretz berdasarkan jumlah indera yang terlibat. Media pembelajaran
yang melibatkan indera pendengaran saja disebut media audio, media yang
melibatkan indera penglihatan saja disebut media visual, dan media yang
melibatkan kedua jenis indera (pendengaran dan penglihatan) disebut media
audiovisual, kemudian apabila melibatkan lebih dari dua indera disebut sebagai
multimedia.
Klasifikasi media pembelajaran yang telah dibahas kemudian perlu
dipilih dan atau dikembangkan oleh guru agar memenuhi nilai layak dan efektif.
Kriteria pemilihan media pembelajaran menurut Arsyad (2013: 74) bersumber
dari konsep bahwa media pembelajaran merupakan bagian dari sistem
instruksional secara keseluruhan. Kriteria yang diutarakan meliputi: (a) media
pembelajaran harus sesuai dengan tujuan instrusional meliputi ranah afektif,
psikomotor, dan kognitif; (b) mendukung materi yang bersifat fakta, konsep,
prinsip, dan generalisasi; (c) media pembelajaran memiliki sifat praktis, luwes,
dan bertahan; (d) guru harus mampu dan terampil dalam menggunakan; (e)
harus mampu memfasilitasi perbedaan siswa, dan yang terakhir; (f) guru harus
mampu memilih media yang memenuhi persyaratan teknis tertentu. Beberapa
kriteria tersebut di atas dapat dijadikan acuan untuk memilih media
pembelajaran yang efektif dan efisien.
Cara lain dalam pemilihan media pembelajaran yaitu, guru dapat
menggunakan model ASSURE. Smaldino, Lowther, & Russell (2014: 110)
menjelaskan bahwa model tersebut terdiri dari enam tahapan meliputi: (a)
mnegidentifikasi dan menganalisis karakteristik pembelajar yang disesuaikan
dengan hasil belajar, meliputi karakteristik umum, kompetensi dasar, dan gaya
belajar; (b) menyatakan standar dan tujuan belajar sespesifik mungkin; (c)
membangun jembatan antara pon a dan b dengan memilih strategi pembelajaran,
teknologi, dan materi yang sesuai, kemudian memutuskan materi untuk
menerapkan pilihan-pilihan tersebut; (d) menggunakan teknologi, media, dan
material untuk membantu para siswa mencapai tujuan; (e) mengharuskan
keterlibatan aktif mental para pembelajar; (f) terakhir adalah mengevaluasi dan
merevisi dampaknya pada pembelajaran siswa. Berdasarkan model tersebut,
diharapkan media pembelajaran yang dipilih dan atau dikembangkan mampu
dengan mudah membantu guru menyampaikan materi kepada siswa, sehingga
siswa dapat lebih mudah menerima dan memahami materi pembelajaran dengan
perantara media pembelajaran yang sudah dipilih berdasarkan kriteria-kriteria
yang sudah diulas.

77
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator”
Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN : 978-602-14377-4-2

Media Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligence


Pendidikan harus selalu tanggap terhadap adanya globalisasi dan
modernisasi abad 21. Oleh karena itu, perlu adanya pengintegrasian berbagai
macam keterampilan demi menyiapkan siswa untuk mampu bersaing. Guru
harus mampu memenuhi kebutuhan tersebut dengan cara mengintegrasikan
multiple intelligence ke dalam setiap kegiatan pembelajaran. Media dan teknologi
pembelajaran menurut McKenzie (2005: 53) yang dapat digunakan untuk
memfasilitasi kecerdasan siswa disajikan sebagai berikut.

Gambar 2. Media Pembelajaran dan Multiple Intelligence


Verbal/linguistic intelligence. Tipe kecerdasan ini dapat dirangsang dengan
lebih efektif menggunakan teknologi modern, sementara menyisihkan buku,
pensil, dan kertas. Penggunaan media berbasis teknologi dapat
mempertimbangkan cara pengolahan kata, mengedit dan merevisi, menjadi cara
menulis yang efektif. Desktop publishing dan web-based publishing, serta e-mail juga
merupakan cara untuk meningkatkan pembelajaran verbal, seperti ketika siswa
meminta informasi dan menanggapi koresponden melalui teks tertulis.
McCOOG (2007: 26) menambahkan bahwa siswa linguistik ditandai sebagai
siswa dengan keterampilan tertulis dan lisan yang sangat baik. Strategi
pembelajaran yang digunakan untuk siswa linguistik harus berfokus pada
ekspresi diri. Proyek yang sangat cocok adalah menggunakan internet untuk

78
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator”
Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN : 978-602-14377-4-2

penelitian dan kemudian mempresentasikan temuan. Siswa linguistik mampu


berbicara dengan nyaman ketika presentasi atau melakukan desktop publishing.
Logical-mathematical intelligence. Kecerdasan ini ditingkatkan melalui
kegiatan yang membutuhkan penalaran. Hal tersebut mencakup informasi yang
diberikan dalam pengolahan, analisis data menggunakan spreadsheet, melakukan
penelitian internet menggunakan mesin pencari atau direktori, berpartisipasi
dalam proses pemecahan masalah, atau bahkan menguasai pemrograman
komputer atau jaringan protokol. McCOOG (2007: 26) menambahkan bahwa
siswa matematis-logis mampu mengerjakan proyek-proyek dan hasil yang nyata
dengan baik. Teknologi yang menguntungkan kebanyakan adalah database dan
spreadsheet. Kedua program ini memungkinkan siswa untuk menghitung dan
mengatur data. Selain itu, siswa ini memiliki keunggulan dalam proyek berbasis
inquiry. Siswa matematis-logis menyenangi permasalahan dan kemudian
diberikan sumber daya untuk menyelesaikannya. Penggunaan peraga adalah
kegiatan yang baik bagi siswa dengan kecerdasan matematis-logis yang kuat.
Visual Spatial intelligence. Siswa visual-spasial mendapatkan manfaat yang
terutama dari teknologi pendidikan modern karena terdapat begitu banyak cara
baru untuk merangsang belajar. Penggunaan slideshow digital adalah cara baru
untuk membuat, memanipulasi, dan belajar di kelas. Siswa ini dapat difasilitasi
media berbasiskan teknologi seperti editor grafis yang memungkinkan untuk
memanipulasi gambar. Siswa visual-spasial sangat cocok didukung oleh
teknologi, mengingat kemajuan terbaru dalam animasi digital dan film.
McCOOG (2007: 26) menyatakan bahwa kreativitas adalah kunci untuk siswa
visual-spasial. Tipe kecerdasan ini menyenangi proyek digital, video kamera,
program design and paint yang dapat memaksimalkan potensi mereka. Proyek
akhir yang dikerjakan biasanya berfokus pada interpretasi dan keindahan.
Bodily-kinesthetic intelligence. Kecerdasan ini dirangsang oleh interaksi
fisik dengan lingkungan. Ketika teknologi digunakan dalam pembelajaran, siswa
belajar dengan memanipulasi materi sehingga dapat mengembangkan
pemahaman yang lebih besar dari keterampilan dan konsep. Diagram di papan
tulis, memilah peraga berdasarkan atribut, berpartisipasi dalam simulasi
kelompok, merupakan contoh kegiatan dalam memfasilitasi kecerdasan
kinestetik. McCOOG (2007: 26-27) menyatakan bahwa siswa kinestetik sangat
sadar akan peran tubuh mereka untuk bermain dalam pembelajaran. Ide-ide
yang terbaik diekspresikan melalui gerakan. Siswa ini perlu memanipulasi
lingkungan untuk mencapai potensi maksimal mereka.
Musical intelligence. Siswa dengan kecerdasan musik dapat diputarkan
rekaman lalu mengikuti teks dengan buku untuk mendorong penggunaan
kecerdasannya. Selain itu, siswa musik juga dapat menggabungkan suara digital
ke dalam multimedia. Presentasi dan bermain game musikal mampu
menumbuhkan pemikiran musik serta mengakomodasi cara belajar. McCOOG
(2007: 26) mengidentifikasi bahwa siswa musik memiliki kemampuan fokus yang
tinggi dalam mendengarkan dan menciptakan irama dan pola. Siswa ini

79
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator”
Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN : 978-602-14377-4-2

mengekspresikan diri melalui cara-cara pendengaran. Siswa musik sangat


berkembang dari buku interaktif, video rekaman audio, dan audio notasi.
Teknologi yang baik untuk digunakan siswa musik adalah program perangkat
lunak yang mensintesis musik ke dalam gelombang. Siswa ini dapat
menggunakan bakat musiknya untuk memecah dan membangun kembali
melodi. Hal ini dapat mendorong kemampuan berpikir kritis yang dapat
digunakan di semua disiplin ilmu.
Intrapersonal intelligence. Tipe kecerdasan ini dirangsang melalui kegiatan
yang membawa perasaan, nilai-nilai, dan sikap ke dalam permainan. Misalnya,
siswa melakukan debat kelas pada isu lingkungan, melakukan ekspedisi real-time
melalui pulau-pulau yang belum dipetakan, menyelesaikan survei online pada
masalah yang sedang dipelajari di kelas, mengisi formulir online sebagai ajang
memfasilitasi materi pelajaran, atau mengevaluasi portofolio digital sendiri
adalah cara-cara untuk mengakomodasi kecerdasan intrapersonal. McCOOG
(2007: 27) menambahkan bahwa siswa intrapersonal mampu menyadari diri
sendiri dengan lebih tajam. Intrapersonal dicirikan sebagai pemotivasi diri dan
belajar melalui proses metakognitif. Komputer berbasis jurnal, pemetaan konsep,
dan penelitian internet adalah pilihan teknologi yang baik bagi siswa tersebut.
Sering kali, siswa intrapersonal membuat produk yang hebat akan tetapi tidak
memiliki keyakinan untuk berbagi di luar komunitas sekolah. Oleh karena itu,
blog adalah sumber daya yang besar untuk pelajar intrapersonal. Blog
memungkinkan siswa untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan mereka.
Sebuah blog dapat memberikan jalan keluar dan mungkin membuka pintu untuk
kesempatan lebih lanjut, seperti lomba menulis.
Interpersonal intelligence. Siswa tipe ini dapat ditampung melalui diskusi
kelas pada topik yang relevan, kolaborasi pada proyek-proyek yang
memperkaya dan memperluas kurikulum, chatting antara kelompok siswa atau
dengan para ahli, partisipasi dalam newsgroup pada topik yang ditugaskan, dan
bahkan interaksi dengan mailing list yang memungkinkan beberapa kelas untuk
berbagi ide dan pengalaman. McCOOG (2007: 27) juga menyatakan bahwa siswa
interpersonal berinteraksi dengan baik terhadap masyarakat sekitar. Siswa ini
sangat sadar akan perasaan dan motif orang lain di sekitar mereka dan juga
terutama ketika memulai diskusi dan mendorong partisipasi dari teman sekelas
lainnya. Siswa ini senang dalam menciptakan produk yang memungkinkan
mereka untuk mengekspresikan diri untuk penonton. Presentasi, proyek e-mail,
dan konferensi video menginspirasi para siswa interpersonal.
Naturalist intelligence. Siswa naturalis dapat menggunakan laser disc pada
cuaca sebagai cara yang efektif untuk berbagi fenomena ilmiah ke dalam kelas.
Meskipun begitu, pemetaan semantik lebih naturalis. Penggunaan perangkat
pemetaan lunak menginspirasi siswa naturalis untuk memahami peta visual dari
fakta-fakta dan konsep-konsep serta membantu untuk memanipulasi ide-ide.
McCOOG (2007: 27) menyatakan bahwa siswa naturalis belajar dengan membuat
hubungan konten dengan alam. Kamera adalah sumber teknologi yang sangat

80
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator”
Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN : 978-602-14377-4-2

baik bagi siswa ini. Merekam dan menyajikan alam, menampilkan perubahan
dari waktu ke waktu, mensintesis perubahan musim atau menampilkan transisi
dari hewan adalah proyek yang sangat membanggakan dan menguntungkan
bagi siswa naturalis, disebabkan menggabungkan berbagai teknologi visual.
Database elektronik dan spreadsheet memungkinkan naturalis untuk tidak hanya
menyajikan apa yang telah mereka temukan, tetapi juga membuat produk nyata
untuk orang lain.
Existential intelligence. Tipe ini dirangsang melalui pengalaman yang
memperkuat rasa siswa sebagai bagian dari sesuatu yang lebih besar dari
lingkungan sekitarnya. Koran, majalah, dan komunitas virtual membantu siswa
ini berpikir bahwa setiap individu adalah milik sesuatu yang lebih besar dari
keluarga atau ruang kelas. Blog dan wiki memungkinkan siswa eksistensial
untuk berinteraksi satu sama lain, berbagi dan bahkan memodifikasi ide melalui
pertukaran informasi terbuka di situs Web interaktif. Bahkan, interaksi online
dengan orang-orang yang signifikan melalui wawancara dan arsip dapat
meningkatkan penggunaan kecerdasan eksistensial. McCOOG (2007: 27) juga
sejalan bahwa eksistensialis berfokus pada gambaran besar dan mengapa dunia
beroperasi seperti itu. Teknologi yang terbaik untuk digunakan siswa ini adalah
komunikasi dan aplikasi pemecahan masalah.

KESIMPULAN
Potensi yang dimiliki oleh setiap siswa bergantung pada minat dan
bakatnya. Minat dan bakat pun juga akan membentuk kecerdasan siswa tersebut.
Siswa yang mengerjakan tugas sesuai dengan bidangnya akan termotivasi
sehingga menikmati/ menyenangi tugas-tugas yang harus diselesaikan. Sistem
pendidikan di Indonesia umumnya mengacu pada ukuran kecerdasan IQ,
sehingga siswa yang memiliki tipe kecerdasan lainnya tidak dapat berkembang
secara optimal. Hal tersebut memberikan dampak pada siswa menjadi
berkurangnya rasa percaya diri dan tidak merasa bangga akan kemampuannya.
Pada akhirnya, kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah tidak
berkembang dengan baik. Oleh karena itu, menerapkan multiple intelligence
dalam sistem pendidikan adalah kebutuhan yang mendesak. Guru harus
memahami bagaimana konsep dalam memilih dan mengembangkan media
pembelajaran yang mampu merangsang kecerdasan. Oleh karena, media
pembelajaran adalah alat yang dapat membantu tugas guru untuk mencapai
tujuan.

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, A. (2013). Media pembelajaran. Jakarta: Rajawali Press.
Gardner, H. (2004). Changing minds: the art and science of changing our own and other
people’s minds. Boston: Harvard Business School Publishing.

81
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator”
Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN : 978-602-14377-4-2

Gardner, H. (2011). Frames of mind: the theory of multiple intelligences. New York:
Basic Books.
Heidari, F., & Panahandeh, E. (2013). The relationship between Iranian EFL
learners' multiple intelligence and listening strategies. The Southeast
Asian Journal of English Language Studies, 19(2), 99-110.
McCOOG, I.J. (2007). Integrated instruction: multiple intelligences and
technology. The Clearing House, 81(1), 25-28.
McKenzie, W. (2005). Multiple intelligence and instructional technology (2nd ed.).
Washington DC: ISTE.
Munadi, Y. (2013). Media pembelajaran (sebuah pendekatan baru). Jakarta: Referensi.
Smaldino, S.E., Lowther, D.L., & Russell, J.D. (2014). Instructional technology and
media for learning: teknologi pembelajaran dan media untuk belajar.
(Terjemahan Arif Rahman). Boston: Pearson Education, Inc. (Buku asli
diterbitkan tahun 2011).

82

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai