net/publication/344346586
CITATIONS READS
0 576
1 author:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Yogi Kuncoro Adi on 22 September 2020.
ABSTRAK
Artikel ini sebagai kajian literatur bertujuan untuk membahas macam-macam
media pembelajaran yang dapat difasilitasikan untuk siswa dengan tipe multiple
intelligence masing-masing. Teori multiple intelligence merupakan sebuah
gebrakan dalam dunia psikologi pendidikan, yang dapat disebut dengan
redefinisi kecerdasan. Hal tersebut disebabkan, sebelum ini, kita selalu
berpegang pada teori kecerdasan yang membedakan adanya siswa pintar dan
bodoh. Padahal setiap guru harus membuka mindset-nya bahwa tidak ada siswa
yang bodoh. Setiap siswa pintar sesuai dengan tipe kecerdasannya masing-
masing. Multiple intelligence membagi kecerdasan menjadi sembilan tipe
(linguistik, matematis-logis, spasial, musik, kinestetik, interpersonal,
intrapersonal, naturalis, dan eksistensialis). Guru dalam membelajarkan materi
pelajaran pada siswa tentunya diharuskan untuk mengacu pada ke-sembilan tipe
kecerdasan tersebut. Oleh karena itu, dalam implementasinya, guru harus kreatif
dan inovatif dalam menggunakan media pembelajaran, salah satunya. Media
pembelajaran sendiri memiliki klasifikasi berdasar pada kompetensi yang
hendak dicapai, kebutuhan, dan situasi sekolah/lingkungan. Hal tersebut dapat
dimaknai bahwa tidak ada media pembelajaran yang paling sempurna diantara
yang lainnya. Akan tetapi ketepatan guru dalam memilih dan mengembangkan
media pembelajaran tersebut-lah yang dianggap sempurna.
1
Makalah disampaikan pada acara Seminar Nasional Menjadi Guru Inspirator “Kenali dan
Kembangkan Kemampuan Intelegensi Emas untuk Indonesia Emas” di Prodi PGSD FKIP
Universitas Muhammadiyah Purwokerto Tanggal 30 April 2016.
2
Koresponden mengenai isi makalah ini dapat dilakukan melalui: yogikauny@gmail.com
73
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator”
Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN : 978-602-14377-4-2
PENDAHULUAN
Seiring perkembangan kurikulum yang didasarkan atas kebutuhan,
pemilik kebijakan pendidikan harus memahami apa yang dibutuhkan siswanya.
Kurikulum sudah semestinya dirancang dan dikembangkan untuk
memperhatikan perbedaan siswa. Setiap siswa mampu berhasil dalam hidupnya
karena diasah pada semua ranah tidak cukup satu ranah saja. Selain itu,
pendidikan tidak dibolehkan apabila hanya terfokus pada hardskill saja, akan
tetapi juga memperhatikan softskill siswa. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh
kegiatan pembelajaran yang diberikan belum bisa menjawab tantangan
sesungguhnya di masyarakat.
Sebelum ini, dunia psikologi pendidikan kita selalu beranggapan bahwa
seorang siswa pintar berdasarkan IQ-nya. Tes psikologi tersebut memilahkan
kecerdasan setiap siswa, sehingga ada siswa yang pintar dan ada pula yang
bodoh. Kemunculan teori multiple intelligence menggeser teori kecerdasan yang
sebelum ini kita anut, sehingga menjadikan redefinisi kecerdasan. Kecerdasan
siswa tidak didasarkan pada tes psikologi tersebut lagi, akan tetapi berdasarkan
kemampuan problem solving dan creativity. Multiple intelligence membuka
paradigma pendidikan kita bahwa setiap siswa itu pintar, sesuai dengan jenis
kecerdasannya masing-masing. Setiap siswa itu berbeda, sehingga guru juga
harus memperlakukannya dengan cara yang berbeda satu sama lainnya.
Guru yang notabene adalah ujung tombak pelaksana pendidikan wajib
dibekali pelatihan kaitannya dengan multiple intelligence. Oleh karena, guru
berperan dalam memfasilitasi perkembangan kecerdasan siswa. Pembelajaran
bukan lagi teacher centered akan tetapi student centered, dan bukan lagi transfer of
knowledge akan tetapi construct of knowledge. Guru, sebagai fasilitator, penting
untuk menggunakan media pembelajaran demi tercapainya tujuan pembelajaran
pada khususnya dan atau tujuan pendidikan pada umumnya.
Penggunaan media dalam setiap kegiatan pembelajaran dapat
membangkitkan motivasi belajar siswa. Oleh karena itu, guru wajib mengadakan
komponen tersebut ke dalam kelasnya. Media pembelajaran memiliki klasifikasi
yang beragam. Klasifikasi tersebut selain didasarkan pada jenisnya, juga
berdasar atas kompetensi yang hendak dicapai, kebutuhan siswa, dan
situasi/lingkungan di sekolah. Hal tersebut yang mendasari bahwa tidak ada
media yang paling sempurna. Setiap media pembelajaran dikatakan sempurna
jika memenuhi kriteria efektif dan layak. Seorang guru harus mampu memahami
bagaimana konsep, prosedur, dan model yang tepat dalam memilih dan atau
mungkin mengembangkan media pembelajaran.
Media sangat membantu keefektifan dalam penyampaian materi dan
aktivitas dalam pembelajaran. Kaitannya dengan multiple intelligence,
media pembelajaran yang dipilih atau dikembangkan oleh guru harus mampu
memfasilitasi masing-masing tipe kecerdasan siswa. Artikel ini mencoba untuk
membahas klasifikasi media pembelajaran yang sesuai dengan multiple
intelligence.
74
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator”
Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN : 978-602-14377-4-2
PEMBAHASAN
Multiple Intelligence
Setiap siswa memiliki keunikan tersendiri, sehingga guru tidak
semestinya memberikan perlakuan yang sama dalam hal apapun terutama yang
berkaitan dengan pengembangan potensi kecerdasan mereka. Konsep multiple
intelligence memperkenalkan bahwa manusia belajar dan berhasil melalui
berbagai kemampuan kecerdasan yang tidak terukur melalui IQ. Menurut
Gardner (2011: xxviii), “an intelligence is the ability to solve problems, or to create
products, that are valued within one or more cultural settings”. Hal tersebut dapat
dimaknai bahwa kecerdasan setiap siswa tidak diukur berdasarkan dari hasil tes
IQ, namun dilihat dari kemampuan mereka dalam memecahkan masalah dan
berkreativitas. Akan tetapi, sering guru mengabaikan kedua kemampuan
tersebut.
Kecerdasan siswa dibagi menjadi sembilan macam. Gardner dalam revisi
teorinya (2004: 31-42) membagi kecerdasan tersebut menjadi: (a) linguistic
intelligence, (b) logical-mathematical intelligence, (c) musical intelligence, (d) spatial
intelligence, (e) bodily-kinesthetic intelligence, (f) naturalist intelligence, (g)
intrapersonal intelligence, (h) interpersonal intelligence, (i) existential intelligence.
Masing-masing siswa akan menguasai salah satu dari sembilan kecerdasan
tersebut di atas. Proses pembelajaran dan atau pendidikan harus mampu
memfasilitasi perkembangan setiap siswa dengan tipe kecerdasan mereka.
Namun, seorang guru terlebih dahulu harus mampu mengidentifikasi ciri-ciri
siswa dengan tipe kecerdasannya.
Richards & Rodgers dalam Heidari & Panahandeh (2013: 100)
mengidentifikasi kemampuan masing-masing individu dalam multiple
intelligence. Hal tersebut dijelaskan secara ringkas meliputi: (a) kecerdasan
linguistik/verbal, mampu menggunakan bahasa dengan terampil dan kreatif; (b)
kecerdasan matematika/logika, mampu melakukan kegiatan intelektual dan
menggunakan struktur logika; (c) kecerdasan visual/spasial, mampu mengatur
dan memahami model dunia visual; (d) kecerdasan kinestetik/jasmani, mampu
membuat tubuh bugar dan memiliki kontrol pada gerakan tubuh; (e) kecerdasan
musik/irama, mampu mendengarkan musik dengan bersemangat untuk
memahami dan mengungkapkan komponen musik; (f) kecerdasan interpersonal,
mampu memiliki interaksi yang baik dengan orang lain; (g) kecerdasan
intrapersonal, mampu mengidentifikasi diri dan menggunakan bakat dengan
cara yang tepat; (h) kecerdasan naturalis, mampu memahami dan mengenali
dunia dan bentuk-bentuk alam; (i) kecerdasan eksistensial, mampu mengatasi
pertanyaan yang mendalam sehubungan dengan kondisi manusia mengenai
makna kehidupan, kematian, dan cinta.
Multiple intelligence mendesak untuk dipahami oleh guru. Oleh karena,
siswa memiliki kecerdasan yang berbeda satu sama lainnya sehingga
membutuhkan perlakuan yang berbeda pula. Guru harus selalu inovatif dan
kreatif dalam melaksanakan tugasnya. Salah satu upaya guru untuk
75
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator”
Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN : 978-602-14377-4-2
76
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator”
Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN : 978-602-14377-4-2
visual, meliputi diagram pada sebuah poster, gambar pada sebuah papan tulis
putih, foto, gambar pada sebuah buku, kartun, dsb; (d) video, merupakan media
yang menampilkan gerakan, termasuk DVD, rekaman video, animasi komputer,
dsb; (e) perekayasa, bersifat tiga dimensi dan bisa disentuh dan dipegang oleh
para siswa; (f) orang-orang, seperti guru, siswa, atau ahli bidang studi.
Sejalan dengan itu, Munadi (2013: 53-54) mengembangkan taksonomi
media dari Bretz berdasarkan jumlah indera yang terlibat. Media pembelajaran
yang melibatkan indera pendengaran saja disebut media audio, media yang
melibatkan indera penglihatan saja disebut media visual, dan media yang
melibatkan kedua jenis indera (pendengaran dan penglihatan) disebut media
audiovisual, kemudian apabila melibatkan lebih dari dua indera disebut sebagai
multimedia.
Klasifikasi media pembelajaran yang telah dibahas kemudian perlu
dipilih dan atau dikembangkan oleh guru agar memenuhi nilai layak dan efektif.
Kriteria pemilihan media pembelajaran menurut Arsyad (2013: 74) bersumber
dari konsep bahwa media pembelajaran merupakan bagian dari sistem
instruksional secara keseluruhan. Kriteria yang diutarakan meliputi: (a) media
pembelajaran harus sesuai dengan tujuan instrusional meliputi ranah afektif,
psikomotor, dan kognitif; (b) mendukung materi yang bersifat fakta, konsep,
prinsip, dan generalisasi; (c) media pembelajaran memiliki sifat praktis, luwes,
dan bertahan; (d) guru harus mampu dan terampil dalam menggunakan; (e)
harus mampu memfasilitasi perbedaan siswa, dan yang terakhir; (f) guru harus
mampu memilih media yang memenuhi persyaratan teknis tertentu. Beberapa
kriteria tersebut di atas dapat dijadikan acuan untuk memilih media
pembelajaran yang efektif dan efisien.
Cara lain dalam pemilihan media pembelajaran yaitu, guru dapat
menggunakan model ASSURE. Smaldino, Lowther, & Russell (2014: 110)
menjelaskan bahwa model tersebut terdiri dari enam tahapan meliputi: (a)
mnegidentifikasi dan menganalisis karakteristik pembelajar yang disesuaikan
dengan hasil belajar, meliputi karakteristik umum, kompetensi dasar, dan gaya
belajar; (b) menyatakan standar dan tujuan belajar sespesifik mungkin; (c)
membangun jembatan antara pon a dan b dengan memilih strategi pembelajaran,
teknologi, dan materi yang sesuai, kemudian memutuskan materi untuk
menerapkan pilihan-pilihan tersebut; (d) menggunakan teknologi, media, dan
material untuk membantu para siswa mencapai tujuan; (e) mengharuskan
keterlibatan aktif mental para pembelajar; (f) terakhir adalah mengevaluasi dan
merevisi dampaknya pada pembelajaran siswa. Berdasarkan model tersebut,
diharapkan media pembelajaran yang dipilih dan atau dikembangkan mampu
dengan mudah membantu guru menyampaikan materi kepada siswa, sehingga
siswa dapat lebih mudah menerima dan memahami materi pembelajaran dengan
perantara media pembelajaran yang sudah dipilih berdasarkan kriteria-kriteria
yang sudah diulas.
77
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator”
Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN : 978-602-14377-4-2
78
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator”
Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN : 978-602-14377-4-2
79
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator”
Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN : 978-602-14377-4-2
80
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator”
Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN : 978-602-14377-4-2
baik bagi siswa ini. Merekam dan menyajikan alam, menampilkan perubahan
dari waktu ke waktu, mensintesis perubahan musim atau menampilkan transisi
dari hewan adalah proyek yang sangat membanggakan dan menguntungkan
bagi siswa naturalis, disebabkan menggabungkan berbagai teknologi visual.
Database elektronik dan spreadsheet memungkinkan naturalis untuk tidak hanya
menyajikan apa yang telah mereka temukan, tetapi juga membuat produk nyata
untuk orang lain.
Existential intelligence. Tipe ini dirangsang melalui pengalaman yang
memperkuat rasa siswa sebagai bagian dari sesuatu yang lebih besar dari
lingkungan sekitarnya. Koran, majalah, dan komunitas virtual membantu siswa
ini berpikir bahwa setiap individu adalah milik sesuatu yang lebih besar dari
keluarga atau ruang kelas. Blog dan wiki memungkinkan siswa eksistensial
untuk berinteraksi satu sama lain, berbagi dan bahkan memodifikasi ide melalui
pertukaran informasi terbuka di situs Web interaktif. Bahkan, interaksi online
dengan orang-orang yang signifikan melalui wawancara dan arsip dapat
meningkatkan penggunaan kecerdasan eksistensial. McCOOG (2007: 27) juga
sejalan bahwa eksistensialis berfokus pada gambaran besar dan mengapa dunia
beroperasi seperti itu. Teknologi yang terbaik untuk digunakan siswa ini adalah
komunikasi dan aplikasi pemecahan masalah.
KESIMPULAN
Potensi yang dimiliki oleh setiap siswa bergantung pada minat dan
bakatnya. Minat dan bakat pun juga akan membentuk kecerdasan siswa tersebut.
Siswa yang mengerjakan tugas sesuai dengan bidangnya akan termotivasi
sehingga menikmati/ menyenangi tugas-tugas yang harus diselesaikan. Sistem
pendidikan di Indonesia umumnya mengacu pada ukuran kecerdasan IQ,
sehingga siswa yang memiliki tipe kecerdasan lainnya tidak dapat berkembang
secara optimal. Hal tersebut memberikan dampak pada siswa menjadi
berkurangnya rasa percaya diri dan tidak merasa bangga akan kemampuannya.
Pada akhirnya, kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah tidak
berkembang dengan baik. Oleh karena itu, menerapkan multiple intelligence
dalam sistem pendidikan adalah kebutuhan yang mendesak. Guru harus
memahami bagaimana konsep dalam memilih dan mengembangkan media
pembelajaran yang mampu merangsang kecerdasan. Oleh karena, media
pembelajaran adalah alat yang dapat membantu tugas guru untuk mencapai
tujuan.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, A. (2013). Media pembelajaran. Jakarta: Rajawali Press.
Gardner, H. (2004). Changing minds: the art and science of changing our own and other
people’s minds. Boston: Harvard Business School Publishing.
81
Prosiding Seminar Nasional “Menjadi Guru Inspirator”
Prodi PGSD FKIP-Univesitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN : 978-602-14377-4-2
Gardner, H. (2011). Frames of mind: the theory of multiple intelligences. New York:
Basic Books.
Heidari, F., & Panahandeh, E. (2013). The relationship between Iranian EFL
learners' multiple intelligence and listening strategies. The Southeast
Asian Journal of English Language Studies, 19(2), 99-110.
McCOOG, I.J. (2007). Integrated instruction: multiple intelligences and
technology. The Clearing House, 81(1), 25-28.
McKenzie, W. (2005). Multiple intelligence and instructional technology (2nd ed.).
Washington DC: ISTE.
Munadi, Y. (2013). Media pembelajaran (sebuah pendekatan baru). Jakarta: Referensi.
Smaldino, S.E., Lowther, D.L., & Russell, J.D. (2014). Instructional technology and
media for learning: teknologi pembelajaran dan media untuk belajar.
(Terjemahan Arif Rahman). Boston: Pearson Education, Inc. (Buku asli
diterbitkan tahun 2011).
82