Anda di halaman 1dari 16

KONSEP PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN

(PEDAGOGIS, ANDRAGOGIS, HAETAGOGI, DIDAKTIKA)

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Landasan Pendidikan Dan Pembelajaran
Yang Dibina Oleh Bapak Dr. Ibrohim, M.Si.

Oleh
Kelompok 1
Anis Rufaidah (190341864407)
Dhia Fajrianti Sigarra (19034864419)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
SEPTEMBER 2019
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………... i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………... 2

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………................. 3

A. Latar Belakang ………………………………………………………........ 3

B. Rumusan Masalah ……………………………………………………....... 4

C. Tujuan Penelitian ……………………………………………………......... 4

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………… 5

A. Hakikat Pendidikan ………………………………………………………. 5

B. Konsep Pendidikan Dan Pembelajaran ………………………………….. 6

1. Pedagogis …………………………………………………………. 6

2. Andragogis ……………………………………………………….. 8

3. Haetagogi …………………………………………………………. 10

4. Didaktika …………………………………………………………. 13

BAB II KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………… 15

A. Kesimpulan ………………………………………………………............. 15

B. Saran ……………………………………………………........................... 15

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….............. 16

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Kemendiknas (2010), “Pendidikan pada dasarnya adalah upaya
meningkatkan kemampuan sumber daya manusia agar dapat menjadi manusia yang
memeliki karakter dan dapat hidup mandiri”. Hakikat pendidikan merupakan upaya
sadar dan terencana untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang sesuai agar
peserta didik mampu pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, dan keterampilan yang
dibuhtuhkan oleh dirinya sendiri, masyarakat, agama, nusa dan bangsa. Pendidikan
bertujuan agar peserta didik mampu mencapai seperangkat hasil yang sudah terkonsep
dalam seluruh komponen sistem pendidikan.
Upaya peningkatan pendidikan berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas
sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam
menunjang keberhasilan pembangunan yang dilakukan oleh suatu bangsa. Dengan
demikian jika suatu negara tidak segera mengembangkan keahlian dan pengetahuan
rakyatnya, maka Negara tersebut tidak akan dapat mengembangkanapa pun. Pada
perkembangannya, tugas seorang guru kini semakin terlihat semakin kompleks. Tugas
utama seorang guru adalah membimbing, mengajar, serta melatih peserta didik secara
profesional sehingga dapat mengantarkan peserta didik kepada pencapaian tujuan
pembelajaran.
Keberhasilan pendidikan suatu bangsa sangat ditentukan oleh pendekatan yang
dipergunakan oleh pendidik dalam menyampaikan materinya kepada peserta didik,
Dewasa ini telah banyak pendekatan yang dikembangkan oleh para ahli, baik dengan
sasaran anak-anak maupun orang dewasa. Bagaimana masing-masing pendekatan dalam
pembelajaran yang dapat dipergunakan dalam proses pendidikan tersebut serta
implikasinya dalam pemberdayaan masyarakat akan dijelaskan dalam makalah singkat
Pendidikan dan pembelajaran mengandung hakikat pendidikan yang berupa
konsep yang harus dipahami. Konsep ini meliputi konsep pedagogis, andragogis dan
didaktika. Konsep ini merupakan konsep dasar yang mengandung pendekatan
pembelajaran yang dapat diaplikasikan dalam pembelajaran. Pada konsep pedagogis,
guru dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab untuk mengarahkan

3
pembelajaran, apa yang akan dipelajari, bagaimana mempelajarinya, dan kapan suatu
suatu materi dipelajari.
Oleh sebab itu konsep pendidikan dan pembelajaran sangat penting untuk
diketahui. Makalah ini akan membahas mengenai konsep pendidikan dan pembelajaran
pedagogis, andragogis, haetagogi dan didaktika.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut.
1. Bagaimana konsep tentang hakikat pendidikan?
2. Bagaimana hakikat pendidikan dan pembelajaran pedagogis, andragogis,
haetagogis, dan didaktika?

C. Manfaat
Manfaat dari penyusunan makalah ini sebagai berikut.
1. Memberikan kajian tentang konsep hakikat pendidikan.
2. Memberikan kajian tentang hakikat pendidikan dan pembelajaran pedagogis,
andragogis, haetagogis, dan didaktika.

4
BAB II
PEEMBAHASAN

A. Hakikat Pendidikan
Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional pasal 1
ayat 1 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Sedangakan pada pasal 1 ayat 2 dijelaskan mengenai pendidikan
nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama,
kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Kemudian pada pasal 3 dijelaskan bahwa Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan bermaksud membantu peserta didik untuk menumbuh kembangkan
potensi-potensi kemanusiaannya. Potensi kemanusiaan merupakan benih kemungkinan
untuk menjadi manusia. Tugas mendidik hanya mungkin dilakukan dengan benar dan
tepat tujuan, jika pendidik memiliki gambaran yang jelas tentang siapa manusia itu
sebenarnya. Pemahaman pendidik terhadap sikap hakikat manusia akan membentuk
peta tentang karateristik manusia. Peta ini akan menjadi landasan serta memberi acuan
bagi pendidik dalam bersikap, menyusun strategi, metode, dan teknik, serta memilih
pendekatan dan orientasi dalam merancang dan melaksanakan komunikasi didalam
interaksi edukatif.
Pendidikan pada hakikatnya akan mencakup kegiatan mendidik, mengajar, dan
melatih. Kegiatan tersebut kita laksanakan sebagai suatu usaha untuk
mentransformasikan nilai-nilai. Maka dalam pelaksanaanya, kegiatan tadi harus berjalan
secara serempak dan terpadu, berkelanjutan, serta serasi dengan perkembangan anak
didik serta lingkungan hidupnya dan berlangsung seumur hidup. Pekerjaan mendidik

5
mencakup banyak hal, yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan perkembangan
manusia. Mulai dari perkembangan fisik, kesehatan, keterampilan, pikiran, perasaan,
kemauan, sosial, sampai pada perkembangan iman, semuanya ditangani oleh pendidik.
Berarti pendidikan bermaksud membuat manusia lebih sempurna, membuat manusia
meningkatkan hidupnya dari kehidupan alamiyah menjadi berbudaya. Memdidik adalah
membudayakan manusia. Berbagai pendekatan mengenai hakikat pendidikan telah
melahirkan berbagai teori mengenai apakah sebenarnya pendidikan itu.
Ada beberapa konsepsi dasar pendidikan yang akan dilaksanakan yaitu: 1.
pendidikan berlangsung seumur hidup. 2. bertanggung jawab pendidikan merupakan
tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. 3.Pendidikan
merupakan suatu keharusan, karena dengan pendidikan manusia akan memiliki
kemampuan dan kepribadian yang berkembang

B. Konsep Pendidikan dan Pembelajaran


1. Pedagogis
Pedagogik berasal dari bahasa Yunani paedagogue berarti pembimbing membawa
anak, paes: anak dan paedo: anak laki-laki dan agos berarti saya membawa,
membimbing. Pedagogi ialah kepandaian mendidik (Rasyidin, 2014). Kata pedagogi
juga diturunkan dari bahasa latin yang bermakna mengajari anak, sementara dalam
bahasa Inggris istilah pedagogi (pedagogy) digunakan untuk merujuk kepada teori
pengajaran, dimana guru berusaha memahami bahan ajar, mengenal siswa dan
menentukkan cara mengajarnya (Hiryanto, 2017).
Menurut Langeveld (1980) pedagogik (ilmu mendidik) merupakan suau ilmu
pengetahuan tentang bagaiman seharusnya bertindak. Langeveld juga membedakan kata
pedagogik yang berarti ilmu mendidik sedangkan pedagogi adalah pendidikan.
Sedangkan menurut Rasyidin (2014) pedagogik atau ilmu mendidik ialah segala ilmu
yang depelajari untuk keperluan pendidikan dan pedagogi ialah seni mendidik atau
segala kecakapan yang dipergunakan untuk mendidik anak.
Secara tradisional istilah pedagogi adalah seni mengajar. Sementara dilihat dari
pedagogi modern, dilihat dari hubungan dialektis yang bermanfaat antara pedagogi
sebagai ilmu dan pedagogi sebagai seni. Beberapa definisi yang terkait pengertian
pedagogi sebagai ilmu dan seni menurut Sudarwan Danim dalam Hiryanto (2017)
antara lain:

6
a. Pengajaran (teaching) yaitu teknik dan metode kerja guru dalam
mentranformasikan konten pengetahuan, merangsang mengawasi dan
menfasilitasi pengembangan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran,
pengertian ini menempatkan guru pada posisi sentral.
b. Belajar (learning) yaitu proses siswa mengembangkan kemandirian dan inisiatif
dalam memperoleh dan meningkatkan pengetahuan serta ketrampilan.
c. Hubungan mengajar dengan belajar dengan segala factor lain yang ikut
mendorong minat pedagogi. Hubungan ini bisa bermakna siswa dibimbing guru
atau kegiatan belajar yang berpusat pada siswa, namun tetap dibawah bimbingan
guru.
d. Hubungan mengajar dan belajar berkaitan dengan semua pengaturan dan pada
segala tahapan usia, sebagaimana dikembangkan di lembaga pendidikan formal
dan nonformal. Sekolah merupakan salah satu bagian dari total spektum
pengaruh pendidikan.
Dengan demikian pedagogi yang efektif mencoba menggabungkan alternatif
strategi pembelajaran yang mendukung keterlibatan intelektual, memiliki
keterhubungan dengan dunia yang lebih luas, lingkungan kelas yang koduksif dan
pengakuan atas perbedaan penerapan pada semua pelajaran. Pendidikan dalam arti
pedagogi ialah kegiaatan yang bersifat mulia untuk kepentingan anak kearah
tercapainya pembentukan pribadi anak sebagai arah tujuan yang diharapkan oleh
keluarga dan masyarakat.
Ilmu pedagogik meneliti bidang pendidikan anak secara teoritis dan ilmiah.
Pedagogik sebagai teori pendidikan yang ilmiah ialah ilmu pengetahuan tentang
pendidikan sebagai kegiatan mendidik kearah sasaran dan tujuan yang bersifat umum
bagi anak-anak yang belum dewasa, karena tidak ada anak yang mencapai kedawasaan
atas usaha sendiri. Ilmu pedagogik ini lebih berfokus pada proses mendidik anak yang
belum mampu berkembang atas usahanya sendiri. Tugas pedagogik sebagai salah satu
cabang ilmu ialah menyelidiki pendidikan anak tentang bagaimana mendidik anak
dalam proses pertumbuhan yang secara prinsipil berkembang menjadi remaja dan
dewasa.

7
2. Andragogis
Dalam proses belajar mengajar, seorang pelatih harus memahami dengan baik
prinsip-prinsip teori belajar yang terjadi pada warga didiknya dan dapat menerapkannya
dalam praktik setepat-tepatnya. Pada umumnya warga didik (trainees) dalam pelatihan
adalah orang dewasa, khususnya dalam belajar, atau tentang bagaimana orang dewasa
belajar. Ilmu tentang bagaimana orang dewasa belajar itulah yang disebut andragogi.
Pendidik perlu memahami prinsip belajar orang dewasa terlebih lagi penerapannya
dalam prakti (Marzuki, 2009).
Andragogi berasal dari kata Andros atau aner, yang berarti orang dewasa, bukan
anak, dan agogos yang berarti memimpin. Jadi, andragogi berarti memimpin orang
dewasa. Sedangkan pedagogi berasal dari kata paes yang berarti anak, dan agogos yang
berarti memimpin. Ada beberapa definisi andragogi sebagaimanan dikemukakan oleh
beberapa ahli yang antara lain sebagai berikut. Andragogi adalah seni dan ilmu tentang
mengajar orang dewasa atau yang biasa kita sebut the art and science of teaching adult
(Knowles, 1980 dalam Marzuki, 2009). Ada juga yang mendefinsikannya dengan ilmu
orang dewasa belajar atau the science of adult learning (Laird, 1981, dalam Marzuki,
2009). Kemudian ada lagi yang menitikberatkan pemahamannya pada aktivitas bantuan,
bukan pada mengajarnya, sehingga andragogi dirumuskan sebagai seni dan ilmu tentang
membantu orang dewasa belajar (Brundage, 1991 dalam Marzuki, 2009). Direktorat
Pendidikan Masyarakat menamakannya “membelajarkan orang dewasa”. Andragogi
merupakan proses bantuan terhadap orang dewasa agar dapat belajar secara maksimal.
Jadi, andragogi merupakan seni dan ilmu tentang bagaimana membantu orang dewasa
belajar. Dalam hubungan ini diyakini bahwa proses bantuannya pasti berbeda dengan
anak, karena karakteristik keduanya yang berbeda (Marzuki, 2009).
Alasan perlunya andragogi sebagaimana menurut para ahli pendidikan orang
dewasa atau andragogi percaya bahwa proses belajar orang dewasa berbeda dengan
anak sehingga memerlukan perlakuan yang berbeda pula. Para ahli psikologi seperti
Thomas dalam Adult learning (1977), Thomson dalam Adult Learning and Instruction
(1970), dan Smith dalam Learning How to Learn in Adult Education (1976) telah
mengemukakan perlunya perlakuan yang berbeda dengan anak dalam belajar bagi orang
dewasa. Sehubungan denga itu, maka McKenzie mengemukakan bahwa orang dewasa
dan anak adalah berbeda. Mereka belajar dengan cara yang berbeda; karenanya mereka

8
perlu dibantu dan diperlakukan dengan cara yang berbeda pula. Sehingga pengajar tidak
hanya berperan sebagai pendidik biasa, melainkan sebagai pendidik orang dewasa yang
memahami perbedaan andragogi dan pedagogi.
Peagogi dan andragogi memiliki asumsi yang berbeda tentang pribadi peserta
didik. Berikut ini ditunjukkan perbedaan antara pedagogi dan andragogi:
Tabel 2. Perbedaan Asumsi dalam Pedagogi dan Andragogi
Asumsi Pedagogis Andragogis
Konsep tentang Pribadi yang bergantung Pribadi yang dapat
peserta didik mengarahkan diri sendiri (self
directing)
Peranan pengalaman Sesuatu yang dibentuk dan Merupakan sumber yang kaya
peserta didik bukan sebagai sumber untuk belajar bagi diri sendiri
belajar ataupun orang lain
Kesiapan untuk Seragam atas dasar tingkat Dikembangkan dari tugas-
belajar umur dan kurikulum tugas kehidupan dan
masalahnya
Orientasi Terhadap Berpusat pada mata ajaran Berpusat pada tugas-tugas
Belajar masalah
Motivasi Atas dasar hadiah/ganjaran Dari dalam, berupa insentif
dan hukuman dari luar diri dan keingintahuan (coriousity)
peserta didik
(Marzuki, 2009).
Tabel 3. Perbedaan Proses dalam Pedagogi dan Andragogi
Unsuru Pembeda Pedagogis Andragogis
Suasana Tegang, kepercayaan yang rendah, Santai, saling percaya,
formal, dingin, kurang bersahabat, saling hormat, informan,
berorientasi pada kekuasaan, hangat, bekerjasama
bersaing, serba ditentukan, saling membantu
Perencanaan Terutama oleh guru Bersama-sama kedua
pihak (pendidik dan
peserta didik)
Diagnosis Terutama dilakukan oleh guru Dilakukan oleh kedua
Kebutuhan belah pihak
Merumuskan Terutama oleh guru Dirundingkan bersama
Tujuan (guru dan peserta didik)
Merencanakan Bahan atau isi direncanakan oleh Kotrak belajar, tugas-
guru. Silabi pelajaran berurutan tugas/projek urutan sesuai
dengan logis dengan kesiapan peserta
didik

9
Kegiatan Belajar Teknik ceramah, tugas-tugas baca  Tugas-tugas mencari
sendiri
 Difasilitasi oleh teman-
temannya, fasilitator,
atau ahli (expert)
 Acuan kriteria
(Marzuki, 2009).

Peran pendidik dalam pendekatan andragogi adalah guru dan mentor, dengan
instruktur mendukung peserta didik dalam mengembangkan kapasitas untuk menjadi
lebih mandiri dalam belajar. instruktur menunjukkan peserta didik bagaimana
menemukan informasi, mengaitkan informasi dengan pengalaman belajar, dan
menempatkan fokus pada pemecahan masalah dalam situasi dunia nyata (McAuliffe et
al., 2008 dalam Blaschke, 2012). Instruktur menetapkan tujuan dan kurikulum
berdasarkan masukan peserta didik dan memandu peserta didik sepanjang proses
pembelajaran, sedangkan tanggung jawab untuk belajar terletak pada peserta didik
(Blaschke, 2012).
Fungsi guru dalam hal ini hanya sebagai fasilitator, bukan menggurui, sehingga
relasi antara guru dan peserta didik (murid, warga belajar) lebih bersifat
multicomunication. (Knowles, 1970). Oleh karena itu andragogi adalah suatu bentuk
pembelajaran yang mampu melahirkan sasaran pembelajaran (lulusan) yang dapat
mengarahkan dirinya sendiri dan mampu menjadi guru bagi dirinya sendiri. Dengan
keunggulan-keunggulan itu andragogi menjadi landasan dalam proses pembelajaran
pendidikan nonformal. Hal ini terjadi karena dalam pendidikan nonformal, formula
pembelajarannya diarahkan pada kondisi sasaran yang menekankan pada peningkatan
kehidupan, pemberian keterampilan dan kemampuan untuk memecahkan permasalahan
yang dialami terutama dalam hidup dan kehidupan sasaran di tengah-tengah
masyarakat.

3. Haetagogi
Haetagogi dari bahasa Yunani "self" atau diri sendiri, didefinisikan oleh Hase dan
Kenyon pada tahun 2000 sebagai studi pembelajaran yang ditentukan sendiri (mandiri)
“self-deternined learning”. Haetagogi menerapkan pendekatan holistik untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik, dengan belajar sebagai proses aktif dan

10
proaktif, dan peserta didik sebagai agen utama dalam pembelajaran mereka sendiri,
yang terjadi sebagai akibat dari pengalaman pribadi (Hase & Kenyon, 2007 dalam
Haryanto, 2017). Seperti dalam andragogi, instruktur atau pendidik pada haetagogi juga
memfasilitasi proses pembelajaran dengan memberikan bimbingan dan sumber daya,
tetapi sepenuhnya pemilihan kepemilikan jalur pembelajaran dan proses untuk pelajar,
yang melakukan negosiasi belajar dan menentukan apa yang akan dipelajari dan
bagaimana hal itu akan dipelajari (Hase & Kenyon, 2000; Eberle, 2009).
Sebuah konsep kunci dalam haetagogi adalah bahwa dari putaran ganda
pembelajaran dan refleksi diri (Argyris & Schon, 1996, seperti dikutip dalam Hase &
Kenyon, 2000). Dalam putaran ganda pembelajaran, peserta didik mempertimbangkan
masalah dan tindakan yang dihasilkan dan hasil, selain merefleksikan proses pemecahan
masalah dan bagaimana hal itu mempengaruhi keyakinan dan tindakan pelajar itu
sendiri. Konsep haetagogi menawarkan prinsip-prinsip tertentu dan praktek yang dapat
dianggap sebagai respon terhadap perkembangan dalam pendidikan tinggi. Sebuah
lingkungan belajar heutagogi mampu memfasilitasi perkembangan peserta didik dan
menekankan baik pengembangan kompetensi peserta didik serta pengembangan
kemampuan dan kapasitas pelajar untuk belajar (Blaschke, 2012).
Ketika peserta didik kompeten, mereka menunjukkan perolehan pengetahuan dan
keterampilan; keterampilan dapat diulang dan pengetahuan diperoleh. Kemampuan ini
kemudian perpanjangan kompetensi sendiri, dan tanpa kompetensi tidak mungkin ada
kemampuan. Melalui proses double-looping, peserta didik menjadi lebih sadar gaya
belajar mereka dan dapat dengan mudah beradaptasi disituasi belajar baru untuk gaya
belajar mereka, sehingga membuat mereka lebih mampu. Dengan fokus pada
kompetensi dan kemampuan, haetagogi bergerak selangkah lebih dekat menuju ke arah
yang lebih baik menangani kebutuhan pelajar dewasa di lingkungan kerja yang
kompleks dan berubah (Bhoryrub et al., 2010 dalam Blaschke, 2012).

11
Gambar 1. Perkembangan dari pedagogi ke andragogi kemudian ke haetagogi
(Canning, 2010 dalam Blaschke, 2012).
Berdasarkan gambar di atas, dapat dijelaskan bahwa hubungan antara pedagogi,
andragogi maupun heutagogi, dapat dilihat dari tingkat kematangan peserta didik serta
syarat kemandirian belajar, bahwa semakin bertambah umur maka akan matang dan
bertambah kemandirian belajarnya, sementara dilihat dari peran pendidik atau
instruktur, maka semakin bertambah usia, maka peran instruktur serta materi yang
terstruktur semakin berkurang, dan sebaliknya semakin muda (anak-anak) dengan
pendekatan pedagogi, maka peran instruktur dan materi yang terstruktur semakin
dominan.
Dengan dasar andragogi, haetagogi lebih lanjut memperluas pendekatan andragogi
dan dapat dipahami sebagai sebuah kelanjutan dari andragogi. Dalam andragogi,
kurikulum, pertanyaan, diskusi, dan penilaian dirancang oleh pendidik sesuai dengan
kebutuhan peserta didik; di haetagogi, pelajar menetapkan program pembelajaran,
merancang dan mengembangkan peta belajar dari kurikulum untuk penilaian (Hase,
2009 dalam Blaschke, 2012). Haetagogi menekankan pengembangan kemampuan selain
kompetensi (andragogi).

12
4. Didaktika
Menurut Tim Pembina Matakulaih Didaktik (1989) mengatakan didaktik berasal
dari bahasa Yunani didasko yang asal katanya adalah didaskein atau pengajaran yang
berarti perbuatan atau aktivitas yang menyebabkan timbulnya kegiatan dan kecakapan
baru pada orang lain. Didaktikus berarti pandai mengajar, sedang didaktika saya
mengajar. Maka secara umum didaktik merupakan ilmu tentang cara membimbing
kegiatan belajar murid secara berhasil (Hamalik, 2017). Guru yang baik bukan saja
harus menguasai ilmunya, akan tetapi harus mengenal proses belajar manusia, cara-cara
mengajar, penggunaan alat-alat peraga, teknik penilaian, dan sebagainya. Jadi dia harus
menguasai ilmu yang menjadi bahan pelajaran dan ilmu didaktik sebagai ilmu tentang
cara penyampaian.
Didaktik dapat dibagi menjadi 2 yaitu didaktik umum dan didaktik khusus.
Didaktik umum memberikan prinsip-prinsip umum yang berhubungan dengan penyajian
bahan pelajaran agr anak dapat menguasaisesuatu bahan pelajaran. Didaktik khusus
membeicarakan tentang cara mengajarkan mata pelajaran tertentu di mana prisnsip
didaktik digunakan.
a. Fungsi Didaktik
Menurut Hamalik (2015) fungsi didaktik dapat ditinjau dari 2 segi, yang pertama
dari segi ilmu dan yang kedua dari segi alat atau media.

1) Fungsi didaktik dari segi ilmu


Didaktik dipandang sebagai ilmu pendidikan yang diterapkan, yang dipraktekkan
terutama dalam pengajaran di Indonesia. Perkembangan didaktik yang pesat, bukan
saja mendorong kemajuan pengajaran, tetapi telah memberikan bahan-bahan yang
lebih lengkap bagi ilmu pendidikan. Bahkan timbulnya persolan yang dihadapi
olehh guru dan murid membuat para ahli filsafat pendidikan berusaha memecahkan
persoalan yang dihadapai oleh didaktik. Sehingga pengalaman pendidik, orangtua
dan masyarakat menjadi bahan yang berguna bagi para ahli pendidikan untuk
menciptakan konsep baru dalam bidang didaktik.
2) Fungsi Didaktik dari segi alat
Sebagai alat, didaktik berfungsi dalam masyarakat, budaya dan teknologi melalui
proses interaksi dan komunikasi. Komunikasi dan interaksi akan bertambah lancar
apabila individu-individu tersebut mampu melakukannya secara baik dan efektif.

13
b. Manfaat Didaktika
Masih ada sebagian orang berpendapat bahwa ilmu didaktih hanya bermanfaat
bagi guru di sekolah saja. Pandangan ini tidak ditolak kebenaran seluruhnya. Ilmu
didaktik dapat digunakan dimanapun, bukan hanya oleh guru dan sekolah saja,
melainkan oleh masyarakat, lembaga dan badan-badan, perusahaan, dan lain-lain. guru
harus menguasai ilmu yang menjadi bahan pelajaran dan ilmu didaktik sebagai ilmu
tentang cara penyampaian (Hamalik, 2017). Manfaat didaktik menurut Hamalik (2015)
sebagai berikut:
1. Didaktik memberikan petunjuk tentang membuat perencanaan.
2. Didaktik memberikan petunjk tentang bagaimana cara membuat tujuan-tujuan
yang diinginkan.
3. Didaktik memberikan petunjuk tentang bagaimna cara menyampaikan
pengalaman dan pengetahuan dengan cara yang efektif.
4. Didaktik memberikan petunjuk tentang cara-cara mempelajari sesuatu dengan
berhasil.
5. Didaktik memberikan petunjuk tentang bagaimna cara mengadakan penilaian
secara efektif
6. Didaktik memberikan petunjuk tentang bagaiman cara membuat sesuatu
program yang sistematis.
7. Didaktik memberikan petunjuk tentang bagaiman cara mengadakan
pengumpulan informasi yang diperlukan.
8. Didaktik memberikan petunjuk tentang bagaimana cara menyelenggarakan
peragaan atau cara menggunakan audio visual aids.
9. Didaktik memberikan petunjuk tentang bagaimna cara masyarakat
memanfaatkan lingkungan social, ekonomi, budaya dan lain-lain.
10. Didaktik memberikan petunjuk tentang bagaimana cara menyelenggarakan
pertunjukan seni budaya.
11. Didaktik memberikan petunjuk tentang bagaimana cara berkomunikasi dan
berinteraksi dalam masyarakat.
12. Didaktik memberikan petunjuk tentang apa yang diperlukan oleh masyarakat
dan orang tua guna membantu berhasilnya pekerjaan sekolah.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah disampaikan dapat disimpulkan bahwa

1. Hakikat pendidikan merupakan suatu proses mengajar, mendidik dan melatih


peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya serta membentuk karakter
sebagai insan yang beriman, bertakwa dan memiliki ketrampilan yang bermanfaat
bagi diri sendir dan masyarakat.
2. Hakikat pedagogis dalam pembelajaran adalah untuk membelajarkan anak
(pedagogis) melalui upaya meneruskan atau mengirimkan sejumlah pengalaman dan
keterampilan dalam rangka mempersiapkan anak untuk menghadapi kehidupan di
masa depan. Andragogi merupakan ilmu untuk mengajar peserta didik yang telah
memasuki usia dewasa dimana pendidik berperan sebagai fasilitator dan peserta
didik yang mengarahkan dirinya sendiri dalam menyelesaikan tugas maupun
permasalahan. Heutagogi merupakan kelanjutan dari androgogi, dimana peran
pendidik dalam mengontrol proses belajar peserta didik semakin berkurang karena
diharapkan dengan pertambahan usia peserta didik mampu melaksanakan
pembelajaran mandiri. Didaktika merupakan ilmu tentang cara membimbing
kegiatan belajar dengan baik sehingga mudah diterima dan dikuasai oleh peserta
didik.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah


ini, maka dari itu penulis sangat membutuhkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca, agar kedepannya makalah ini dapat dipahami dengan baik oleh pembaca,
maka penulis akan berusaha mencari sumber-sumber yang lebih banyak lagi dan
relevan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Blaschke, L. M. (2012). Heutagogy and Lifelong Learning: A Review of Heutagogical


Practice and Self-Determined Learning. 13(1), 56–71.

Hagestuningsih, dkk. 2015. Diktat Pengantar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Fakultas


Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa.

Hamalik. Oemar. 2015. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Hiryanto. 2017. Pedagogi, Andragogi Dan Heutagogi Serta Implikasinya Dalam


Pemberdayaan Masyarakat. Dinamika Pendidkan. 22(1).

Langeveld, M.J. (1980). Pedagogik Teoritis dan Sistematis. Bandung: Jemmars.

Marzuki, S. 2009. Dimensi-dimensi Pendidikan Nonformal. Malang: Fakultas Ilmu


Pendidikan.

Rasyidin, Waini. 2014. Pedagogik Teoritis dan Praktis.Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Team Pembina Matakuliah Didaktik-Metodik. 1989. Pengantar Didaktik Metodik


Kurikulum PBM. Jakarta: CV Rajawali.

16

Anda mungkin juga menyukai