“Psikologi Belajar”
Dosen Pengampu:
Oleh:
Kelompok VI
Sujilawati
NIM: 20.26.0101.1338
Mega Kaswajeng
NIM: 20.26.0101.1324
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) IBNU KHALDUN NUNUKAN
2022 M/1443 H
KATA PENGANTAR
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………… i
DAFTAR ISI………………………………………………………………... ii
BAB I: PENDAHULUAN………………………………………………….. 1
A. Latar Belakang……………………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………. 2
C. Tujuan………………………………………………………………… 2
A. Simpulan……………………………………………………………… 14
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran holistik merupakan suatu filsafat pendidikan yang berangkat
dari pemikiran bahwa pada dasarnya seorang individu dapat menemukan
identitas, makna dan tujuan hidup melalui hubungannya dengan masyarakat,
lingkungan alam, dan nilai-nilai spiritual. Melalui pembelajaran holistik
siswa mampu mengembangkan seluruh potensi/daya yang ada dalam
dirinya sehingga menjadi sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan
potensi/daya yang ada dalam diri siswa yang dapat dikembangkan melalui
pendidikan meliputi potensi akademik, potensi fisik, potensi sosial, potensi
kreatif, potensi emosi dan potensi spiritual.
Pembelajaran holistik memandang manusia secara utuh, dalam arti manusia
dengan unsur kognitif, afeksi dan perilakunya. Manusia juga tidak bisa
berdiri sendiri, namun terkait erat dengan lingkungannya. Manusia tidak
bisa terlepas dari manusia lain, demikian pula dengan lingkungan fisik atau
alam sekitarnya. Manusia juga tergantung kepada Tuhan yang Maha Kuasa
selaku pencipta dan penentu hidupnya.
Tujuan pembelajaran holistik adalah membantu mengembangkan potensi
individu dalam suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan dan
menggairahkan, demoktaris dan humanis melalui pengalaman dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui pembelajaran holistik, siswa
dapat menjadi dirinya sendiri (learning to be). Dalam arti dapat memperoleh
kebebasan psikologis, mengambil keputusan yang baik, belajar melalui cara
yang sesuai dengan dirinya, memperoleh kecakapan sosial, serta dapat
mengembangkan karakter dan emosionalnya. Itulah sebabnya pembelajaran
holistik dapat meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa.1
1
Akhmad Sudrajat, Pendekatan Pembelajaran Holistik di Sekolah Dasar, (Cet. IX.,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), h. 27.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa Konsep Dasar Pembelajaran Holistik?
2. Mengapa Perlunya Teori Belajar yang Holistik (Terpadu) Bagi PAI?
3. Apa Teori Belajar Holistik Kognisi-emosi dan Spritual?
C. Tujuan
1. Agar Dapat Mengetahui Apa Konsep Dasar Pembelajaran Holistik
2. Agar Dapat Mengetahui Mengapa Perlunya Teori Belajar yang Holistik
(Terpadu) Bagi PAI
3. Agar Dapat Mengetahui Apa Teori Belajar Holistik Kognisi-emosi dan
Spritual
2
BAB II
PEMBAHASAN
2
Republik Indonesia, ”Undang-undang RI. Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional”, dalam Redaksi Sinar Grafika (Cet. 1; Jakarta : Sinar Grafika, 2003), h. 107
3
Trianto, Mendesain Pembelajaran Kontesktual di Kelas (Cet. I; Jakarta: Cerdas Pustaka
Publisher, 2008), h. 9.
3
manusiawi yang terlibat dalam sistem pengajaran terdiri atas siswa, guru,
dan tenaga kependidikan lainnya, misalnya tenaga administrasi dan
tenaga laboratorium.
2. Pengertian Holistik
Kata holistik berasal dari kata whole yang berarti menyeluruh.
Pendidikan merupakan suatu bentuk pendidikan yang bertujuan untuk
membangun dimensi manusia, yaitu untuk membangun seluruh dimensi
sosial, emosional, motorik, akademik, spiritual, dan kognitif sehingga
membentuk insan kamil.
Pembelajaran holistik adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
membangun manusia secara keseluruhan dan utuh dengan
mengembangkan semua potensi manusia yang mencakup potensi sosial-
emosional, potensi intelektual, potensi moral (karakter), kreatifitas, dan
spiritual. Tujuan pendidikan holistik adalah untuk membentuk manusia
holistik.
Menurut Akhmad Sudrajat pembelajaran holistik (holistik learning)
adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada pemahaman
informasi dan mengkaitkannya dengan topik-topik lain sehingga
terbangun kerangka pengetahuan. Dalam pembelajaran holistik,
diterapkan prinsip bahwa siswa akan belajar lebih efektif jika semua
aspek pribadinya (pikiran, tubuh dan jiwa) dilibatkan dalam pengalaman
siswa.4
Pembelajaran holistik merupakan pendekatan pembelajaran yang
berfokus pada pemahaman informasi dan mengkaitkannya dengan
topik-topik lain sehingga terbangun kerangka pengetahuan.
Pembelajaran holistik memperhatikan kebutuhan dan potensi yang
dimiliki siswa, baik dalam aspek intelektual, emosional, emosional, fisik,
artistik, kreatif, dan spritual. Proses pembelajaran menjadi tanggung
jawab personal sekaligus juga menjadi tanggung jawab kolektif, oleh
4
Akhmad Sudrajat, Pendekatan Pembelajaran Holistik di Sekolah Dasar, (Cet. IX.,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), h. 27.
4
karena itu strategi pembelajaran lebih diarahkan pada bagaimana
mengajar dan bagaimana orang belajar.
3. Kelebihan Dan Kekurangan Pembelajaran Holistik
Kelebihan pembelajaran holistic
a. Segala sesuatu yang dipelajari anak merupakan unit yang bertalian
erat, bukan yang terlepas satu sama lain.
b. Murid dihadapkan pada masalah yang berarti dalam kehidupan
manusia
c. Pembelajaran ini akan memungkinkan hubungan yang erat antara
sekolah dan masyarakat
d. Aktivitas anak-anak meningkat karena dirangsang untuk berfikir
sendiri dan bekerja sendiri, atau bekerjasama dengan kelompok
e. Pelajaran mudah disesuaikan dengan minat kesanggupan dan minat
murid.5
Kelebihan dari model ini secara alami sangat proaktif, dengan
inisiatif pembelajaran sendiri mencari-cari dan mengikuti ide-ide baru
yang muncul. Pembelajaran distimulasi dengan informasi yang relevan,
ketrampilan atau konsep-konsep yang akan dilakukannya nanti. Akan
tetapi, kelebihan dari model ini tidak dapat dipaksakan pada
pembelajaran, teteapi harus diberikan dari dasar dahulu. Namun
demikian, mentor dapat menyediakan model-model yabg dibutuhkan
untuk mendukung tahap-tahap pembelajaran yang kompleks.
Kekurangan dari kurikulum holistik.
a. Masih banyak guru belum siap untuk melaksanakan kurikulum ini
b. Memberatkan tugas guru
c. Tidak memungkinkan adanya tujuan umum, sebab tidak ada
unformitas di sekolah-sekolah antara satu dengan yang lainnya
5
Halida, Penerapan Model Networked (jejaring) dalam Pembelajaran Terpadu
Pendidikan Anak Usia Dini, (Cet. VII; Pontianak: Ilmu Pendidikan FKIP UNTAN, 2015), h. 546.
5
d. Pada umumnya kondisi sekolah masih kekurangan alat-alat untuk
melaksanakan pembelajaran ini.
Kekurangan model ini sangat mudah terjadi bentrokan antara ide
dengan ide yang lain. Model ini juga memungkinkan untuk
memperoleh lebih dari yang kita pikirkan. Ide-ide tertentu tampak
menarik dan bermanfaat, namun tiba-tiba jadi terlalu banyak. Hal ini
mengakibatkan manfaaatnya tidak lagi banyak dari jerih payah yang
telah dibuat. Kelemahan lainnya dari model ini adalah, jika dilakukan
dengan ekstrem, dapat menyebabkan minat menjadi lemah dan
mencairkan semangat mental anak.
4. Pendekatan Pembelajaran Holistik
Pendidikan dipandang gagal menjalankan fungsinya membangun
kepribadian bermutu karena hanya mengutamakan pengembangan
intelektual. Intelektual adalah pembantu yang baik, namun ia adalah
penguasa yang. Sekarang anak-anak membutuhkan guru yang tidak
hanya mengajarkan materi tetapi guru yang bisa membakar semangat
belajar mereka, membangkitkan motivasi dan membanggakan.6
Untuk keperluan perkembangan siswa, maka tujuh ciri pendidikan masa
depan yang berbasis pendekatan holistik perlu mendapat perhatian
setiap pendidik yaitu:
a. Berfokus pada pemupukan potensi unggul setiap anak.
b. Keseimbangan beragam kecerdasan (kognitif,emosi,dan spiritual)
c. Mengajar life skills.
d. Sistem penilaiannya berbasis portofolio dari hasil karya siswa.
e. Pembelajaran berbasis kehidupan nyata dan praktek di lapangan.
f. Guru lebih berperan sebagai motivator dan fasilitator agar anak
menegembangkan minatnya masing-masing.
g. Pembelajaran didasarkan pada kemampuan, cara/gaya belajar, dan
perkembangan psikologi anak masing-masing.
6
http://www.mitradesain.com/pendidikan/pendekatan-pembelajaran-holistik.
6
Oleh karena itu seorang guru harus bisa membelajarkan siswa
dengan mengkontruksikan penegetahuan dan pengalaman siswa.untuk
tujuan in, semangat yang perlu dipelihara guru sebagai berikut: Antusias,
bersemangat, berwibawa, menggerakan orang, positif, melihata setiap
peluang, supel, pandai bergaul dengan setiap siswa, humoris, lapang hati
menerima kesalahan, luwes, fasih, tulus, spontan, menarik dan tertarik,
mengaitkan informasi dengan kehidupan siswa dan peduli pada diri
siswa, mengaggap setiap siswa mampu menetapkan dan memelihara
harapan tinggi, berinovasi dan menerimaperubahan dalam pendidikan.
7
3.) Dari kata-kata negative ke positif.
4.) Dari mengatur ke memberi pilihan.
5.) Dari melarang ke mengarahkan.
6.) Dari memerintah ke mengajak.
7.) Dari peneyeragaman ke keberagaman.
8.) Dari bicara keras ke bicara lembut.
9.) Dari berpusat kepada guru ke murid/anak.
10.) Dari penggunaan ukuran dewasa ke pemahaman tentang anak.
11.) Dari pemebelajaran monoton/konvensional ke pembelajaran
kreatif.
12.) Dari membandingkan ke menerima perbedaan.7
7
Ken kay, President Partnership for 21st Century Skills, dalam
http://www.mitradesain.com/pendidikan/pendekatan-pembelajaran-holistik
8
seperti budi pekerti dan agamanya ternyata pada prakteknya lebih
menekankan pada aspek kognitif saja. Pengajaran agama dan modal
hanya sebagai ilmu penegtahuan, bukan sebagai tuntutan yang harus
diamalkan. Padahal hakikat pembelajaran adalah proses memanusiakan
manusia dengan hubungannya dengan masyrakat, lingkungan dan nilai-
nilai spritual maka diperlukan sebuah jalan keluar untuk mengatasi
maslah ini.
Pembelajaran holistik dapat dilaksanakan dengan 2 macam metode:8
a. Belajar melalui keseluruhan bagian otak: bahan pelajaran dipelajari
dengan melibatkan sebanyak mungkin indera, juga melibatkan
berbagai tingkatan keterlibatan, yaitu: indera, emosional, dan
intelektual.
b. Belajar melalui kecerdasan majemuk (multiple intelegence): siswa
mempelajari materi pelajaran dengan menggunakan jenis
kecerdasan yang paling menonjol dalam dirinya.
8
http://p4-usd.blogspot.com/2009/05/pembelajaran-holistik.html.
9
kasar. Setelah siswa memvisualkan informasi, mereka dapat diminta
menerangkan maksud gamba, diagram, atau sketsa yang dibuatnya.
c. Merasakan Informasi: jika informasi tidak dapat atau sukar
divisualkan, siswa dapat menangkapnya dengan mengggunakan
indera lainnya. Misalnya dengan meraba, mengecap, membau,
mendengar, atau memperagakan.9
9
Ibid.
10
akan segala sesuatu sehingga memandang segala sesuatu dalam gambaran
yang utuh tanpa memandang hanya sebagian saja.
C. Teori Belajar Holistik Kognisi-emosi dan Spritual
1. Intelligence Quotient (IQ)
Intelligence Quotient (IQ) adalah perbandingan tingkat kecerdasan.
Kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang berhubungan dengan
proses kognitifseperti berpikir, daya menghubungkan, dan menilai atau
mempertimbangkan sesuatu.Atau, kecerdasan yang berhubungan
dengan straegi pemecahan masalah denganmenggunakan logika.10
Intelligence atau kecerdasan merupakan suatu kemampuan tertinggi
dari jiwamakhluk hidup yang hanya dimiliki oleh manusia. Intelligence
ini diperolah manusiasejak lahir, dan sejak itu pula potensi intelligence
mulai berfungsi mempengaruhitempo dan kualitas perkembangan
individu. Dan manakala sudah berkembang makafungsinya makin
berarti lagi bagi manusia, yaitu akan mempengaruhi kualitas
penyesuaian diri dengan lingkungan.11
2. Emosional Quotient (EQ)
Emosional Quotient (IQ) merupakan kecerdasan emosional,
artinyakemampuan untuk menggunakan otak (berpikir atau menalar)
dengan melibatkanemosi, indera, untuk menggerakkan diri sendiri
menyelesaikan secara tepat tugas-tugas yang harus dihadapi, dan
dengan memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman12
IQ lebih banyak dipengaruhi oleh pembawaan sejak lahir dan relatif
tidak berubah yang merupakan hidayah dari Allah swt, sedangkan EQ
lebih banyakdipengaruhi oleh lingkungan sebagai pengalaman.
Kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual adalah dua hal yang
saling berkaitan. Antara satu dan lainnyatidak dapat dipisahkan.
10
Danah Zohar and Ian Marshall, SQ: Spiritual Intelligence the Ultimate Intelligence,
London,Vloombury publishing, 2000, h. 3.
11
Suriansyah Salati, Hakikat IQ, EQ, dan SQ: Dalam Perspektif Pendidikan Agama Islam
Banjarmasin, Antasari Press, 2009, h.17.
12
Ibid., h. .18.
11
Karenanya kedua-duanya saling mempengaruhi keberhasilanseseorang
dalam menjalani kehidupan. Sekalipun kecerdasan IQ dan EQ itu saling
mempengaruhi terhadap kehidupan seseorang, akan tetapi bukanlah
kemampuan yang bertentangan, malah kemampuan yang memiliki
korelasi yang sangat signifikan.Kecerdasan IQ berhubungan dengan
kemampuan berpikir, daya, nalar, dan logika. Sedangkan pada
kecerdasan EQ berhubungan dengan perasaan, suatu keadaan biologis
dan psikologis, serta serangkaian dorongan untuk bertindak.
Keduakecerdasan itu diperlukan ketika kita menginginkan seseorang
yang pandai, kreatif,sekaligus manusia yang dapat berempati, dan
mengontrol emosinya, serta memotivasidirinya untuk mandiri, dan
selalu mawas diri karena mengetahui perasaan yang adadidalam dirinya
sendiri maupun dalam diri orang lain.
3. Spirit Quotient (SQ)
Menurut kamus Webster kata spirit berasal dari kata benda bahasa
latin “spiiritus” yang berarti nafas dan kata kerja “spirare” yang
berarti untuk bernafas. Melaihat asal katanya, untuk hidup adalah untuk
bernafas, dan memiliki nafas artinyamemiliki spirit. Menjadi spiritual
berarti memiliki ikatan yang lebih kepada hal yang bersifat kerohanian
atau kejiwaaan.Spiritualitas dalam pengertian yang luas merupakan hal
yang berhubungan dengan spirit. Sesuatu yang spiritual memiliki
kebenaran abadi yang berhubungan dengan tujuan hidup manusia.
Spiritualitas memiliki dua proses. Pertama, proses keatas, yang
merupakan tumbuhnya kekuatan internal yang mengubah hubungan
seseorang dengan Tuhan. Kedua, proses kebawah,ditandai dengan
peningkatan reallitas fisik seseorang akibat perubahan internal.
Konotasi lain, perubahan akan timbul pada diri seseorang dengan
meningkatnya kesadaran diri, dimana nilai-nilai ketuhanan di dalam
akan termanifestasi keluarmelalui pengalaman dan kemajuan diri.
Kecerdasan spiritual bukanlah doktrin agama yang mengajak umat
manusiauntuk cerdas dalam memilih atau memeluk salah satu agama
12
yang dianggap benar. Kecerdasan spiritual lebih merupakan sebuah
konsep yang berhubungan dengan bagaimana seseorang cerdas dalam
mengelola dan mendayagunakan makna-makna,nilai-nilai, dan
kualitas-kualitas spiritualnya. Dimana disini meliputi hasrat untukhidup
bermakna (the will to meaning) yang memotivasi kehidupan manusia
untuk senantiasa mencari makna hidup (the meaning of life) dan
mendambakan hidup bermakna (the meaningful life).13
Dengan bermodalkan IQ dan EQ saja tidak cukup untuk membawa
seseorang kepada kesuksesan yang institusi, masyarakat, bahkan
Negara sekalipun dalammencapai kebahagiaan dan kebenaran yang
hakiki. Masih ada nilai-nilai lain yangtidak bisa diingkari
keberadaannya pada seseorang, yakni kecerdasan spiritual atau yang
disebut dengan SQ. kehadiran IQ memang penting artinya dalam
kehidupanmanusia, yaitu agar manusia dapat menciptakan dan
memanfaatkan teknologi agarlebih efektif dan efisien dalam
menjalankan aktivitas kehidupannya. Disamping juga peran EQ yang
memegang peran sangat penting dalam membangun hubungan
antarmanusia yang efektif sekaligus dalam meningkatkan kinerjanya,
namun tanpa SQ yang mengajarkan nilai-nilai kebenaran, maka
keberhasilan itu akan membawadampak negatif bagi kehidupan umat
manusia dimuka bumi ini. Seperti tidak adanyarasa keadilan atau
penyalahgunaan tenaga nuklir dan sebagainya.
13
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, Jakarta, Raja
GrafindoPersada, 2002, h. 324-325.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembelajaran holistik adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
membangun manusia secara keseluruhan dan utuh dengan mengembangkan
semua potensi manusia yang mencakup potensi sosial-emosional, potensi
intelektual, potensi moral (karakter), kreatifitas, dan spiritual. Tujuan
pendidikan holistik adalah untuk membentuk manusia holistik.
Pendidikan holistik merupakan suatu filsafat pendidikan yang
berangkat dari pemikiran bahwa pada dasarnya seorang individu dapat
menemukan identitas, makna, dan tujuan hidup melalui hubungan dengan
masyarakat, lingkungan alam, dan nilai-nilai spiritual.
Intelligence Quotient (IQ) adalah perbandingan tingkat kecerdasan.
Kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang berhubungan dengan proses
kognitifseperti berpikir, daya menghubungkan, dan menilai atau
mempertimbangkan sesuatu.Atau, kecerdasan yang berhubungan dengan
straegi pemecahan masalah denganmenggunakan logika.
Emosional Quotient (IQ) merupakan kecerdasan emosional,
artinyakemampuan untuk menggunakan otak (berpikir atau menalar)
dengan melibatkanemosi, indera, untuk menggerakkan diri sendiri
menyelesaikan secara tepat tugas-tugas yang harus dihadapi, dan dengan
memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman.
Kecerdasan spiritual lebih merupakan sebuah konsep yang
berhubungan dengan bagaimana seseorang cerdas dalam mengelola dan
mendayagunakan makna-makna,nilai-nilai, dan kualitas-kualitas
spiritualnya.
14