Anda di halaman 1dari 5

Diagnosa pertama pada Tn. S adalah penurunan curah jantung b.

d
perubahan afterload. Penurunan curah jantung adalah keadaan dimana
ketidakadekuatan jantung memopa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh. Diagnosa keperawatan ini ditegakkan berdasaroan kondisi
yang dialami pasien dengan data subjektif pada kasus didapatkan pasien
mengatakan merasa lemas dan pasien mengatakan sesak. Untuk data objektif yang
didapatkan pada kasus adalah pasien tampak lemah, TD : 82/55 mmHg, HR :
74x/menit, RR : 20x/menit, T : 36,8, SPO2 : 100%, warna kulit pucat, dan dari
pemeriksaan Echo didapatkan hasil LV menurun (EF 27%).
Diagnosa kedua pada kasus adalah nyeri akut b.d peningkatan kontraksi
ventrikel kiri. Hal ini ditandai dengan data subjektif, pasien mengatakan nyeri
dibagian dada, nyeri dirasakan hilang timbul, dan pasien mengatakan ketika
bergerak terasa nyeri. Untuk data objektif didapatkan, pasien tampak meringis,
TD : 82/55 mmHg, HR : 74x/menit, RR : 20x/menit, T : 36,8, SPO2 : 100%, skala
Nyeri 3.
Diagnosa ketiga pada kasus adalah intoleransi aktivitas. Pada kasus ini,
didapatkan data subjektif, pasien mengeluh lelah, pasien mengatakan lemas, dan
pasien mengatakan tidak nyaman jika bergerak. Untuk data objektif, didapatkan
pasien tampak lemah dengan TTV saat pasien duduk, TD : 97/63 mmHg, HR ;
79x/menit, RR : 22x/menit, T : 36,8, danSPO2 : 100%.
Diagnosa keperawatan keempat pada kasus ini adalah risiko
ketidakseimbangan elektrolit. Diagnosa keperawatan ini ditegakkan karena
merujuk pada hasil laboratorium pasien, sebagai berikut: Natrium : 126 mmol/L
(low) dan Klorida : 97 mmol/L (low).
Penatalaksanaan yang dilakukan pada diagnosa pertama yaitu Penurunan
Curah Jantung b.d perubahan afterload adalah mengidetifikasi tanda dan gejala
primer penurunan curah jantung, memonitor hemodinamik pasien, memonitor
tanda-tanda vital pasien, memposisikan semi fowler, memberikan O2 nasal kanul
3 lpm, dan memberikan terapi obat (Lansoprazole, Aspillet, Ailopurinol).
Penurunan curah jantung adalah ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Pemberian oksigen dan posisi
semifowler merupakan kombinasi pengobatan yang sangat cocok untuk penderita
sesak napas. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan hasil sebelum dan sesudah intervensi posisi halffowler
menunjukkan bahwa penggunaan posisi half Fowler efektif dalam
menurunkan dispnea pada pasien dengan gagal jantung (Oktavia, 2021). Pada
diagnosa ini pasien perlu diberi intervensi dengan posisi semi fowler. Posisi
semi fowler merupakan posisi setengah duduk dengan kepala tempat tidur
ditinggikan atau ditinggikan. Tujuan dari posisi ini adalah untuk
menjaga kenyamanan dan memperlancar pernapasan (Hidayat, 2015). Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Black and Hawks (2014), bahwa
tujuan dari posisi Fowler/Semi-Fowler adalah untuk mengurangi kongestiparu
dan sesak napas (Black and Hawks, 2014).
Penatalaksanaan yang dilakukan pada diagnosa kedua yaitu nyeri akut b.d
peningkatan kontraksi ventrikel kiri adalah mengidentifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi,kualitas dan intensitas nyeri, nengidentifikasi skala nyeri,
mengidentifikasi respon non verbal nyeri, memfasilitasi istirahat dan tidur, serta
mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri. Nyeri
merupakan suatu perasaan atau pengalaman tidaknyaman baik secara sensori
maupun emosional yang dapat ditandai dengan kerusakan jaringan ataupun
tidak. Nyeri merupakan salah satu alasan paling umum pasien mencari
bantuan medis dan merupakan keluhan yang paling umum. Menurut (Potter
et al., 2016) menyatakan bahwa nyeri seringkali merupakan tanda yang
menyatakan ada sesuatu yang secara fisiologis terganggu yang menyebabkan
seseorang meminta pertolongan. Nyeri juga merupakan masalah serius yang
harus direspons dan diintervensi dengan memberikan rasa nyaman, aman
bahkan membebaskan nyeri. Teknik relaksasi merupakan metode yang dapat
digunakan untuk menurunkan tingkat nyeri dan kecemasan. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Joda dkk (2012) bahwa penggunaan teknik
relaksasi tidak menyiratkan bahwa nyeri itu tidak nyata, tetapi hanya
membantu menurunkan ketakutan atau kecemasan yang berhubungan dengan
nyeri sedemikian rupa sehingga tidak bertambah banyak (Jodha et al., 2012).
Hasil penelitian diberbagai tempat membuktikan bahwa terapi relaksasi efektif
menurunkan respon nyeri, penelitian-penelitian tersebut dilakukan pada nyeri
akut maupun kronis (Jumriana dkk, 2023).
Penatalaksanaan yang dilakukan pada diagnosa ketiga yaitu intoleransi
aktivitas b.d perubahan afterload adalah mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh
yang mengakibatkan kelelahan, memonitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas, menyediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus,
menganjurkan tirah baring, menganjurkan melakukan aktivitas secara bertahap,
mengkolaborasikan dengan ahli gizi. Pada pasien ADHF kebutuhan oksigen pada
jantung dapat ditentukan dari beratnya kerja jantung yaitu kecepatan dan kekuatan
denyut jantung. Kegiatan fisik serta emosi menyebabkan jantung bekerja lebih
berat sehingga menyebabkan kebutuhan jantung akan oksigen meningkat. Salah
satu cara mengurangi kebutuhan oksigen adalah tirah baring. Hal ini sejalan
dengan penelitian Sitepu (2022) bahwa indikasi tirah baring dianjurkan pada
pasien gagal jantung untuk mengurangi dyspnea dan pasien akan merasa lebih
nyaman saat istirahat. Implementasi ini juga selaras dengan penelitian Pratiwi
(2018) pada 10 pasien gagal jantung yang dirawat bahwa tirah baring dengan
posisi semi fowler sebanyak 3 kali sehari selama 10 menit dapat menurunkan
beban kerja jantung dan meningkatkan istirahat pasien.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada diagnosa keempat yaitu risiko
ketidakseimbangan elekrolit adalah memonitor kadar elektrolit, memonitor mual
dan muntah, dan memonitor balance cairan. Manajemen cairan adalah
meningkatkan keseimbangan cairan dan bertujuan untuk mencegah terjadinya
komplikasi yang diakibatkan oleh tingkat cairan tidak normal atau tidak
diinginkan. Pemantauan balance cairan bertujuan untuk menjaga keseimbangan
cairan tubuh pasien, sedangkan pemberian terapi diuretik bertujuan untuk
menghilangkan natrium yang berlebih dalam tubuh pasien dengan masalah gagal
jantung akut (Mullens, Damman & Harjola, 2019).
Pada diagnosa penurunan curah jantung b.d perubahan afterload, hasil dari
penatalaksanaan yang dilakukan selama 4 hari perawatan yaitu di hari pertama
tanggal 29 Mei 2024, pasien mengatakan merasa lemas, pasien tampak lemah,
TTV: TD : 89/90 mmHg, N : 77 x/i, RR : 20 x/i, SpO2 : 100%, masalah belum
teratasi dan intervensi dilanjutkan. Pada tanggal 30 April 2024, pasien
mengatakan masih merasa lemas dan lelah, pasien tampak lemah, TTV: TD :
104/67 mmHg, N : 66 x/i, RR : 24 x/i, SpO2 : 99%, masalah belum teratasi dan
ntervensi dilanjutkan. Kemudian pada tanggal 01 Mei 2024, pasien mengatakan
masih merasa lemas, pasien tampak lemah, TTV: TD : 129/61 mmHg, N : 84 x/i,
RR : 20 x/i, SpO2 : 98%, masalah belum teratasi dan intervensi dilanjutkan. Pada
tanggal 02 Mei 2024, pasien mengeluh masih merasa lemas, pasien tampak lemah,
TTV: TD : 106/69 mmHg, N : 84 x/i, RR : 22 x/i, SpO2 : 100%, masalah belum
teratasi dan ntervensi dilanjutkan.
Pada diagnosa kedua, yaitu nyeri akut b.d peningkatan kontraksi ventrikel
kiri hasil penatalaksanaan pada senin, 29 April 2024 adalah pasien mengatakan
nyeri berkurang, pasien tampak tenang, TD : 89/90 mmHg, N : 77 x/i, RR : 20 x/i,
SpO2 : 100%, masalah teratasi sebagian dan intervensi dilanjutkan. Kemudian
pada selasa, 30 April 2024 yaitu pasien mengatakan sudah tidak nyeri, pasien
tampak tenang, TD : 104/67 mmHg, N : 66 x/i, RR : 24 x/i, SpO2 : 99%, masalah
teratasi dan intervensi dihentikan.
Pada diagnosa ketiga, yaitu intoleransi aktivitas b.d perubahan afterload
hasil penatalaksanaan pada senin, 29 April 2024 adalah pasien masih mengeluh
lemas dan lelah serta tidak nyaman saat bergerak, pasien tampak lemah, TD :
89/90 mmHg, N : 77 x/i, RR : 20 x/i, SpO2 : 100%, masalah belum sebagian dan
ntervensi dilanjutkan. Kemudian pada selasa, 30 April 2024 yaitu pasien
mengeluh lemas dan sulit bergerak karena lengan sakit dan tidak nyaman saat
digerakkan, pasien tampak lemah, pasien tidak nyaman saat digerakkan tangan dan
kakinya, TD : 104/67 mmHg, N : 66 x/i, RR : 24 x/i, SpO2 : 99%, masalah belum
teratasi, intervensi dilanjutkan. Pada Rabu, 01 Mei 2024 yaitu pasien mengeluh
lelah dan tidak nyaman apabila bergerak, pasien tampak lemah dan hanya
berbaring, TD : 129/61 mmHg, N : 84 x/i, RR : 20 x/i, SpO2 : 98%, masalah
belum teratasi, intervensi dilanjutkan. Kemudian pada 02 Mei 2024 yaitu pasien
mengeluh lelah dan tidak nyaman apabila bergerak, tampak lemah, tampak
berbaring di bed, TD : 106/69 mmHg, N : 84 x/i, RR : 22 x/i, SpO2 : 100%,
masalah belum teratasi dan ntervensi dilanjutkan.
Pada diagnosa keempat, yaitu risiko ketidakseimbangan elekrolit hasil
penatalaksanaan pada kamis, 02 Mei 2024 adalah pasien mengeluh lemas, kadar
natrium 126 mmol, adar klorida 97 mmol/L, TD : 106/69 mmHg, N : 84 x/i, RR :
22 x/i, SpO2 : 100%, masalah belum teratasi dan intervensi dilanjutkan.

DAPUS:
A. N. Oktavia, “Asuhan Keperawatan Pada Ny. N dengan Gagal Jantung
Kongestif dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi di Ruang Lambu
Barakati RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara,” Politek. Kesehat.
Kendari, p. 6, 2021.

A. A. Hidayat, Pengantar Ilmu Keperawatan anak Edisi I. Jakarta: Salemba


Medika, 2015.

Black and Hawks, Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk


Hasil yang Diharapkan. Jakarta: Salemba Medika, 2014

Anda mungkin juga menyukai