Anda di halaman 1dari 9

TUGAS

HUBUNGAN INDUSTRIAL KE-2


PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Nama : Alvin Timothy


NPM : 049786594
Program Studi : S1 Management
Mata Kuliah : Hubungan Industrial

Memberantas Kekerasan dan Pelecehan di Tempat Kerja

Kekerasan dan pelecehan seksual di tempat kerja merupakan salah satu fenomena global
menguatirkan dan perlu diberantas. Para pekerja di negara di benua biru (Eropa) seperti
Perancis, Inggris dan Rumania serta negara di belahan benua Amerika yakni Argentina,
Kanada, dan Amerika Serikat (AS) mengalami kekerasan dan pelecehan dalam kadar
tertinggi.
Dalam laporan hasil survei terbaru tentang kekerasan di tempat kerja, Organisasi
Perburuhan Internasional (ILO) menunjukkan data memrihatinkan. Para pekerja, terutama
kaum perempuan, di seluruh dunia ternyata mengalami kasus tak manusiawi dalam laju
intensitas yang sangat tinggi.
ILO mengilustrasikan peristiwa di AS bahkan lebih mengerikan. Terdapat sekitar 1.000
kasus pembunuhan di tempat kerja setiap tahunnya. Kekerasan di tempat kerja berupa
pembunuhan di AS merupakan faktor penyebab pertama kematian di tempat kerja bagi
pekerja perempuan dan penyebab utama kematian kedua bagi pekerja pria.
Kekerasan dan pelecehan kerja pun menimpa para pekerja di Indonesia. Seperti di negara
lain, pekerja perempuan merupakan kelompok rentan kekerasan dan pelecehan.
Berdasarkan hasil survei kolaborasi antara ILO dengan Never Okay Project menunjukkan
70,39 persen responden pernah mengalami kekerasan dan pelecehan di tempat kerja. Survei
dilakukan melibatkan 1.173 responden di seluruh Indonesia pada periode 12 Agustus-13
September 2022.
Hasil survei kolaborasi ILO dan Never Okay Project tersebut menunjukkan angka yang
sangat tinggi. Fenomena kekerasan dan pelecehan di tempat kerja membutuhkan kepedulian
semua pihak. Tak hanya pemerintah, semua komponen masyarakat terutama dunia usaha
harus bersinergi dalam menanggulangi, mencegah dan menyusun solusi strategis secara
berkelanjutan terhadap isu kekerasan. Perlu kesadaran semua pemangku kepentingan guna
menghentikannya.
Salah satu tantangan besar dalam mencegah dan menghentikan kekerasan dan pelecehan
seksual di tempat kerja adalah tingkat kesadaran publik berada dalam kadar sangat rendah.
Perusahaan pun belum memiliki alarm otomatis sehingga tak mampu mengidentifikasi
serta selanjutnya mencegah kekerasan dan pelecehan apalagi mengatasinya.
Ibarat fenomena gunung es, berbagai kasus kekerasan dan pelecehan di tempat kerja
sekadar tampak di permukaan namun tak diketahui secara rinci dan mendalam. Sering
kasus-kasus kekerasan dan pelecehan yang menimpa pekerja tak dilaporkan kepada pihak
berwajib karena berbagai faktor psikologis.
Karena itu pemerintah bersama stakeholder yang terkait dengan dunia kerja, khususnya
pengusaha, perlu memiliki pengetahuan dan kesadaran bersama dalam upaya memberantas
kekerasan dan pelecehan hingga sampai ke akarnya. Kekerasan dan pelecehan seksual
merupakan kejahatan serius karena tak sekadar berdampak buruk terhadap kondisi
psikologis pekerja namun juga mengancam citra perusahaan dan dunia bisnis secara
keseluruhan.
Jika tak diatasi tuntas, kekerasan dan pelecehan akan mempengaruhi relasi antara para
pekerja dan perusahaan. Para pekerja akan terganggu kondisi kesehatan mental (mental
health), sementara produktivitas dan reputasi perusahaan pun akan tergerus menuju tubir
kehancuran.

Konvensi ILO
Pemerintah dan dunia usaha perlu merujuk konvensi ILO dalam rangka memahami dan
mengatasi isu kekerasan dan pelecehan di tempat kerja. Pada tahun 2019 silam
diselenggarakan Konferensi Perburuhan Tingkat Internasional di Geneva. Hadir dalam
konferensi penting tak sekadar delegasi yang merepresentasikan pemerintah, namun juga
pengusaha, serikat pekerja dan pemangku kepentingan lain dari semua negara anggota ILO.
Dalam konferensi tersebut disepakati untuk mengadopsi secara konsisten Konvensi ILO
No.190 (KILO190) tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja.
Kesekapatan ini merupakan wujud dari pelaksanaan perjanjian internasional kali pertama
yang dengan tegas mengakui hak setiap orang atas dunia kerja bebas dari berbagai bentuk
kekerasan dan pelecehan, termasuk pelecehan berbasis gender alias cenderung menimpa
pekerja perempuan.
Semua negara sepakat bahwa KILO190 adalah instrumen terpenting bagi setiap negara
dalam rangka menetapkan kerangka kerja (framework) yang berfungsi lebih efektif dan
protektif. Tujuannya adalah untuk mencegah, melindungi dan menangani pekerja dari
berbagai bentuk tindak kekerasan dan pelecehan. KILO190 dirumuskan dan kemudikan
dilaksanakan dengan mengusung tiga pendekatan, yakni inclusiveness, integrated dan
gender responsiveness.
Ketiga pendekatan tersebut juga menyasar masalah keterbatasan data, riset dan detil
informasi tentang kasus yang menimpa pekerja. Di Indonesia pembahasan ilmiah berbasis
fakta tentang kekerasan dan pelecehan di dunia kerja sangat terbatas.
Sementara data dan informasi berperan penting memberi warning kepada semua pihak
bahwa isu kekerasan harus segera diatasi. Data dan informasi tersebut juga berfungsi
sebagai basis dalam menyusun kebijakan, program serta kegiatan pencegahan dan
penanganan kasus.
Karena itu, hasil Survei Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja Indonesia 2022 yang
telah dilakukan merupakan angin segar memberi pengetahuan dan kesadaran bagi semua
masyarakat tentang urgensi penanganan berbagai kasus. Survei tersebut menghasilkan
pemetaan (mapping) pekerja di Indonesia yang mengalami kasus kekerasan dan pelecehan
baik sebagai korban maupun saksi dalam kurun waktu 2020 hingga 2022.
Survei juga berfungsi dalam menambah kekurangan data dan informasi sebagai basis
pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang lebih tepat dan efektif. Selain itu, survei
juga membuka pintu kesempatan lebih lebar dalam meningkatkan kesadaran berbagai pihak
untuk lebih aktif terlibat mencegah dan mengatasi kejahatan di tempat kerja.
Dalam bentuk yang lebih rasional dan berbasis legal-formal, survei juga menegaskan
ratifikasi KILO190 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja sebagai
instrumen yang mampu mendukung implementasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022
(UU 12/2022) Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
UU 12/2022 merupakan produk kebijakan berupa regulasi mengenai pencegahan segala
bentuk tindak idana kekerasan seksual. Selain itu juga diatur tentang metode penanganan,
perlindungan, dan pemulihan hak korban. Regulasi ini juga memuat tata cara koordinasi
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta kerja sama internasional agar upaya
pencegahan dan penanganan korban kekerasan seksual dapat dilakukan lebih efektif.
Pemerintah didukung semua pemangku kepentingan diharapkan memiliki komitmen kuat
serta lebih konsisten dalam mengimplementasikan UU 12/2022. Konsistensi pelaksanaan
kebijakan diharapkan mampu melindungi pekerja dari kekerasan dan pelecehan di tempat
kerja serta tegas menghukum para pelaku hingga menimbulkan efek jera serta kedudukan
pekerja lebih kuat.
Penguatan Bagi Pekerja
Bagi pekerja korban kekerasan dan pelecehan seksual tak sekadar mengalami gangguan
psikologis namun juga mengalami kesulitan dalam menuntut pelaku hingga ke ranah
hukum. Selain malu, korban menghadapi birokrasi prosedural sehingga banyak kasus
kekerasan dan pelecehan seksual menjadi tak terselesaikan tuntas alias terbengkalai.
Akibat mangkrak tak tuntas diatasi, kasus kekerasan dan pelecehan seksual di tempat kerja
menjadi isu bola panas yang terus menggelinding. Berbagai kasus diperhatikan para pegiat
ketengakerjaan dan membutuhkan upaya penguatan bagi para pekerja.
Pemerintah berperan penting dalam melindungi pekerja melalui kebijakan efektif. Selain
UU 12/2022, sebelumnya pemerintah juga telah merilis UU 13/2003 Tentang
Ketenagakerjaan bertujuan untuk melindungi para pekerja dari segala bentuk diskriminasi
termasuk tentang masalah upah dan perlakuan diskriminatif lain.
Selain berbasis legal formal berupa undang-undang dan ratifikasi KILO190, pemerintah
juga perlu memberi penguatan bagi pekerja dengan pendekatan sosial. Pendekatan ini
penting dalam menghadirkan saksi mata yang selama ini sulit dilakukan oleh aparat
penegak hukum.
Saksi mata sering menjadi kendala karena prosedur hukum di Indonesia mensyaratkan
bahwa pemrosesan setiap kasus hanya dapat dilakukan jika telah memenuhi unsur alat bukti
berupa saksi mata yang melihat terjadinya kasus kejahatan di tempat kerja. Pekerja lain
takut menjadi saksi dan cenderung menghindar dari permasalahan yang menimpa rekan
kerjanya.
Selain mengatasi masalah kehadiran saksi, pendekatan sosial dibutuhkan dalam memberi
penguatan bagi pekerja. Pekerja sebagai korban tak mampu mengatasi mahalnya ongkos
atau biaya visum et repertum untuk memastikan motif dan penyebab kejahatan atau tujuan
lain yang diperlukan dalam proses hukum.
Pekerja sebagai korban kejahatan di tempat kerja tak bersedia atau mengelak
melakukan visum et repertum karea tak mampu menutup biaya mahal. Semula visum et
repertum tersebut bebas biaya karena ditanggung BPJS Kesehatan. Namun, saat ini BPJS
Kesehatan tak lagi menanggung biaya sehingga korban kekerasan atau pelecehan seksual
mengaku keberatan menanggung biaya yang harus dibayarkan.
Selain mengatasi biaya mahal, penguatan pekerja berbasis pada pendekatan sosial juga
diharapkan mampu membangun kultur lebih terbuka dalam relasi antara pekerja dengan
perusahaan. Selama ini terdapat kecenderungan sub-ordinasi perusahaan terhadap pekerja.
Pengusaha justeru menyalahkan korban sementara pelaku tindak kekerasan/pelecehan
justeru dilindungi karena dianggap lebih memiliki power atau berkuasa di tempat kerja
dibandingkan dengan pekerja lain sebagai korban.
Sub-ordinasi dalam hubungan pekerja dengan perusahaan menimbulkan dampak negatif
bagi korban kejahatan. Umumnya pekerja takut melapor karena ada ancaman pemutusan
hubungan kerja (PHK). Ancaman PHK merupakan senjata ampuh bagi pengusaha untuk
menghindari tuntutan hukuman.
Semua pihak, khususnya para pekerja rentan korban kejahatan ditempat kerja, berharap
dengan kombinasi pendekatan hukum (legal formal) serta sosial, pemerintah didukung
semua stakeholders mampu memberantas berbagai bentuk kejahatan di tempat kerja.

Sumber:
https://swa.co.id/swa/my-article/memberantas-kekerasan-dan-pelecehan-di-tempat-kerja
%ef%bf%bc

PERTANYAAN
Berdasarkan artikel di atas:
1. Menurut Anda, apa tantangan dalam mencegah dan menghentikan kekerasan dan
pelecehan seksual di tempat kerja?
2. Berikan analisa mengenai Konvensi ILO No.190 (KILO190) Tentang penghapusan
kekerasan dan pelecehan di dunia kerja!
3. Berikan analisa Anda tentang peran pemerintah dalam melindungi pekerja melalui
berbagai kebijakan!
Jawaban.
1. Salah satu tantangan besar dalam mencegah dan menghentikan kekerasan dan pelecehan
seksual di tempat kerja adalah rendahnya kesadaran publik terhadap masalah ini. Banyak
kasus kekerasan dan pelecehan yang tidak dilaporkan atau diidentifikasi dengan baik karena
tingkat kesadaran yang masih rendah. Selain itu, perusahaan belum memiliki sistem otomatis
yang memadai untuk mengidentifikasi, mencegah, dan mengatasi kekerasan dan pelecehan di
tempat kerja. Fenomena ini sering disamakan dengan gunung es, dimana banyak kasus hanya
terlihat di permukaan tanpa detail yang mendalam.

Keterbatasan data dan informasi juga menjadi tantangan dalam menangani masalah ini, karena
hal ini dapat menghambat penyusunan kebijakan yang efektif. Selain itu, kesulitan korban
dalam menuntut pelaku ke ranah hukum dan adanya sub-ordinasi di tempat kerja juga
memberikan hambatan signifikan. Pekerja yang menjadi korban kekerasan dan pelecehan
seksual menghadapi kesulitan dalam mengatasi biaya visum et repertum untuk proses hukum,
sementara pendekatan sosial yang dibutuhkan untuk memperkuat pekerja juga sulit dilakukan
karena kesulitan mendapatkan saksi mata yang bersedia memberikan bukti dalam proses
hukum.

Dalam konteks ini, pemerintah dan pemangku kepentingan terkait diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran publik, memperkuat sistem pengidentifikasian dan pencegahan di
tempat kerja, menyediakan dukungan sosial dan ekonomi bagi korban, serta memperkuat
implementasi kebijakan dan hukum yang ada untuk melindungi pekerja dari kekerasan dan
pelecehan seksual di tempat kerja.

2. Konvensi ILO No.190 (KILO190) tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia
Kerja adalah langkah signifikan dalam upaya global untuk melindungi hak-hak pekerja dari
berbagai bentuk kekerasan dan pelecehan, terutama yang berbasis gender. Konvensi ini
mengakui hak setiap individu untuk bekerja dalam lingkungan yang bebas dari kekerasan dan
pelecehan, serta menetapkan kerangka kerja yang efektif dan protektif bagi pekerja. Dengan
adopsi KILO190, negara-negara anggota ILO sepakat untuk melakukan upaya bersama dalam
mencegah, melindungi, dan menangani kasus-kasus kekerasan dan pelecehan di tempat kerja.
Salah satu keunggulan utama dari KILO190 adalah pendekatannya yang inklusif, terintegrasi,
dan responsif terhadap gender. Hal ini menggarisbawahi pentingnya memperlakukan setiap
individu dengan adil dan tanpa diskriminasi, serta memperhatikan peran gender dalam kasus-
kasus kekerasan dan pelecehan di tempat kerja. Pendekatan ini juga mencerminkan kesadaran
akan keterbatasan data, riset, dan informasi terkait kasus-kasus yang terjadi, terutama di
negara-negara seperti Indonesia di mana pembahasan ilmiah tentang masalah ini masih
terbatas.

Selain itu, KILO190 juga memberikan landasan legal-formal yang kuat bagi negara-negara
untuk mengimplementasikan regulasi dan kebijakan yang lebih efektif dalam mengatasi
kekerasan dan pelecehan di tempat kerja. Dengan ratifikasi KILO190, negara-negara
diharapkan dapat mengembangkan kerangka kerja yang lebih kuat, menyediakan perlindungan
yang lebih baik bagi pekerja, serta mengkoordinasikan upaya-upaya pencegahan dan
penanganan kasus secara lebih efisien. Meskipun demikian, tantangan nyata seperti rendahnya
kesadaran publik dan kompleksitas birokrasi hukum juga perlu diatasi untuk memastikan
keberhasilan implementasi KILO190 dan upaya-upaya terkait dalam mencegah dan mengatasi
kekerasan dan pelecehan di tempat kerja.

3. Pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam melindungi pekerja dari kekerasan
dan pelecehan di tempat kerja. Berdasarkan teks yang diberikan, terdapat beberapa analisis
tentang peran pemerintah dalam konteks ini:

- Implementasi Konvensi ILO No.190: Konvensi ILO No.190 tentang Penghapusan Kekerasan
dan Pelecehan di Dunia Kerja adalah instrumen penting yang memberikan kerangka kerja
yang efektif dan protektif. Pemerintah perlu mengadopsi dan mengimplementasikan
konvensi ini secara konsisten untuk mencegah, melindungi, dan menangani pekerja dari
berbagai bentuk tindak kekerasan dan pelecehan.
- Regulasi dan Undang-Undang: Pemerintah telah mengeluarkan regulasi seperti Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2022 (UU 12/2022) Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Regulasi ini tidak hanya bertujuan untuk mencegah tindakan kekerasan seksual tetapi juga
mengatur metode penanganan, perlindungan, dan pemulihan hak korban. Penguatan hukum
ini memberikan dasar bagi penanganan kasus-kasus kekerasan di tempat kerja.
- Pendekatan Sosial: Selain pendekatan hukum formal, pemerintah juga perlu memberi
penguatan bagi pekerja dengan pendekatan sosial. Ini termasuk membangun kultur terbuka
dalam relasi antara pekerja dan perusahaan serta mengatasi hambatan seperti biaya visum
et repertum yang menjadi kendala bagi korban kejahatan di tempat kerja.
- Konsistensi dan Kesadaran: Pentingnya konsistensi pemerintah dalam menerapkan
kebijakan dan regulasi terkait dengan kekerasan dan pelecehan di tempat kerja sangat
ditekankan dalam teks. Kesadaran dan komitmen yang kuat dari semua pemangku
kepentingan, termasuk pemerintah, perusahaan, dan masyarakat, diperlukan untuk
memberantas fenomena ini secara efektif.
- Perlindungan Pekerja: Pemerintah perlu memperhatikan perlindungan pekerja sebagai
korban kekerasan dan pelecehan. Ini mencakup peningkatan akses terhadap bantuan hukum,
pengurangan biaya yang menjadi hambatan, dan pembangunan kultur yang lebih terbuka
dan inklusif di tempat kerja.

Secara keseluruhan, pemerintah memiliki tanggung jawab besar dalam melindungi pekerja
dari kekerasan dan pelecehan di tempat kerja melalui regulasi, implementasi konvensi
internasional, pendekatan sosial, dan konsistensi dalam menegakkan hukum serta memberi
perlindungan bagi korban.
Sumber Referensi:
- https://swa.co.id/swa/my-article/memberantas-kekerasan-dan-pelecehan-di-tempat-kerja%ef
%bf%bc

Anda mungkin juga menyukai