Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN (KONSEP PENYAKIT)

PADA PASIEN IKTERUS DI RUANG NEONATUS


RSUD dr. HARYOTO LUMAJANG

Oleh :
NIKMATUL JANNAH
NIM. 23101080

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr.SOEBANDI
JEMBER
2023
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Pengertian
Ikterus ialah suatu diskolorasi kuning pada kulit konjungtiva dan
mukosa akibat penumpukan bilirubin. Gejala ini seringkali ditemukan
terutama pada bayi kurang bulan atau yang menderita suatu penyakit
yang bersifat sismetik (Ridha ,2016).
Ikterik Neonatus adalah kondisi kulit dan membran mukosa
neonatus menguning setelah 24 jam kelahiran akibat bilirubin tidak
terkonjugasi masuk ke dalam sirkulasi (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017). Ikterus adalah perubahan warna kuning pada kulit dan sklera
yang terjadi akibat peningkatan kadar bilirubin di dalam darah (Fraser
& Cooper, 2016).

1.2 Etiologi
Penyebab ikterik neonatus dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, secara garis besar etiologi ikterik
neonatus (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) :
Penurunan berat badan abnormal (7-8% pada bayi baru lahir
yang menyusui ASI, >15% pada bayi cukup bulan)
Pola makan tidak ditetapkan dengan baik
Kesulitan transisi ke kehidupan ekstra uterin
Usia kurang dari 7 hari
Keterlambatan pengeluaran feses (mekonium)

1.3 Klasifikasi
Menurut Ridha (2016) ikterik neonatus dapat diklasifikasikan menjadi
dua yaitu ikterik fisiologis dan ikterik patologis:
Ikterik fisiologis Ikterik fisiologis yaitu warna kuning yang timbul
pada hari kedua atau ketiga dan tampak jelas pada hari kelima
sampai keenam dan menghilang sampai hari kesepuluh. Ikterik
fisiologis tidak mempunyai dasar patologis potensi kern ikterus.
Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik biasa kadar
bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 12 mg/dl
dan pada BBLR 10 mg/dl, dan akan hilang pada hari keempat
belas, kecepatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% perhari.
Ikterik patologis Ikterik ini mempunyai dasar patologis, ikterik
timbul dalam 24 jam pertama kehidupan: serum total lebih dari 12
mg/dl. Terjadi peningkatan kadar bilirubin 5 mg% atau lebih
dalam 24 jam. Konsentrasi bilirubin serum serum melebihi 10 mg
% pada bayi kurang bulan (BBLR) dan 12,5 mg% pada bayi cukup
bulan, ikterik yang 10 disertai dengan proses hemolisis
(inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G-6-PD dan sepsis).
Bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl atau kenaikan bilirubin serum 1
mg/dl per-jam atau lebih 5 mg/dl perhari. Ikterik menetap sesudah
bayi umur 10 hari (bayi cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada
bayi baru lahir BBLR. Adapun beberapa keadaan yang
menimbulkan ikterik patologis:
1) Penyakit hemolitik, isoantibody karena ketidakcocokan
golongan darah ibu dan anak seperti rhesus antagonis,
ABO dan sebagainya.
2) Kelainan dalam sel darah merah pada defisiensi G-PD
(Glukosa-6 Phostat Dehidrokiknase), talesemia dan lain-
lain.
3) Hemolisis: Hematoma, polisitemia, perdarahan karena
trauma lahir.
4) Infeksi: Septisemia, meningitis, infeksi saluran kemih,
penyakit,karena toksoplasmosis, sifilis, rubella, hepatitis
dan sebagainya.

1.4 Patofisiologi
Ikterus pada neonatus disebabkan oleh stadium maturase fungsional
(fisiologis) atau manifestasi dari suatu penyakit (patologik). Tujuh
puluh lima persen dari bilirubin yang ada pada neonatus berasal dari
penghancuran hemoglobin dan dari myoglobin sitokorm, katalase dan
triptofan pirolase. Satu gram hemoglobin yang hancur akan
menghasilkan 35 mg bilirubin. Bayi cukup bulan akan menghancurkan
eritrosit sebanyak 1 gram /hari dalam bentuk bentuk bilirubin indirek
yang terikat dengan albumin bebas (1 gram albumin akan mengikat 16
mg Bilirubin). Bilirubin indirek dalam lemak dan bila sawar otak
terbuka, bilirubin akan masuk ke dalam otak dan terjadi Kern Ikterus.
Yang memudahkan terjadinya hal tersebut adalah imaturitas, asfiksia/
hipoksia, trauma lahir, BBLR (kurang dari 2000 g), Infeksi ,
hipoglikemia, hiperkarbia, dan lain- lain, di dalam hepar bilirubin akan
diikat oleh enzim glucuronil transverase menjadi bilirubin direk yang
larut dalam air, kemudian diekskresi ke system empedu selanjutnya
masuk ke dalam usus dan menjadi sterkobilin. Sebagian diserap
kembali dan keluar melalui urine urobilinogen. Pada Neonatus
bilirubin direk dapat diubah menjadi bilirubin indirek 11 di dalam usus
karena disini terdapat beta-glukoronidase yang berperan penting
terhadap perubahan tersebut. Bilirubin indirek ini diserap kembali ke
hati yang disebut siklus Intrahepatik .
Dalam memahami tanda dan gejala hyperbilirubinemia yaitu adanya
ikerus neonatus yang timbul, dan ikterus itu mempunyai dua macam
yaitu icterus fisiologis dan ikterus patologis, ikterus fisiologis apabila
timbul pada hari kedua dan hari ketiga dan menghilang pada
minggu pertama selambat-lambatan adalah 10 hari pertama setelah
lahir, kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10mg% pada neonatus
yang cukup bulan dan 12,5mg% untuk neonatus kurang bulan,
kecepatan peningkatan kadar bilirubinemia tidak melebihi 5mg% setiap
hari, kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%. kemudian jenis
ikterus yang kedua adalah ikterus patologis dimana ikterus ini terjadi
pada 24 jam pertama, kadar bilirubin serum melebihi 10 mg% pada
neonatus cukup bulan dan melebihi 12,5 mg% pada neonatus yang
kurang bulan, terjadi peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari,
ikterusnya menetap setelah 2 minggu pertama dan kadar bilirubin direk
melebihi 1 mg %.. (Madri,2018).
1.5 Pathway/W.O.C
Terlampir
1.6 Manifestasi Klinis
Menurut PPNI (2017) adapun gejala dan tanda mayor pada ikterik
neonatus yaitu:
Profil darah abnormal (hemolisis, bilirubin serum total >2mg/dL,
bilirubin serum total pada rentang risiko tinggi menurut usia pada
normogram spesifik waktu)
Membran mukosa kuning
Kulit kuning
Sklera kuning
1.7 Pemeriksaan Penunjang
Kadar bilirubin serum (total). Kadar bilirubin serum direk
dianjurkan untuk diperiksa, bila dijumpai bayi kuning dengan usia
kurang lebih dari 10 hari dan tau dicurigai adanya suatu kolestatis.
Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi untuk melihat
morfologi eritrosit dan hitumg retikulosit
Penentuan golongan darah dan factor Rh dari ibu dan bayi. Bayi
yang berasal dari ibu dengan Rh negative harus dilakukan
pemeriksaan golongan darah, faktor Rh uji coombs pada saat bayi
dilahirkan, kadar hemoglobin dan bilirubin tali pusat juga
diperiksa (Normal bila Hb >14mg/dl dan bilirubin Tali Pusat , <
4 mg/dl ).
Pemeriksaan enzim G-6-PD (glukuronil transferase).
Pada Ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati (dapat dilanjutkan
dengan USG hati, sintigrafi system hepatobiliary, uji fungsi tiroid,
uji urine terhadap galaktosemia.
Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur
darah, dan pemeriksaan C reaktif protein (CRP).
1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis pada ikterik neonatus menurut (Lia dewi,2016):
Mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubin

1) Menyusui bayi dengan ASI, bilirubin dapat pecah jika bayi


banyak mengeluarkan feses dan urine, untuk itu bayi harus
mendapatkan cukup ASI. Seperti yang diketahui ASi memiliki
zat zat terbaik yang dapat memperlancar BAB dan BAK.

2) Pemberian fenobarbital, fenobarbital berfungsi untuk


mengadakan induksi enzim mikrosoma, sehingga konjungsi
bilirubin berlangsung dengan cepat.

Fototerapi Fototerapi diberikan jika kadar bilirubin dari suatu


senyawa tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa
dipirol yang mudah larut dalam air, dan dikeluarkan melalui urine,
tinja, sehingga kadar bilirubin menurun.
1.9 Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi diantaranya ialah:

Athetoid cerebral palsy, yaitu gangguan bergerak akibat


kerusakan otak
Gangguan pergerakan mata, misalnya mata tidak bisa melirik
ke atas
Noda pada gigi bayi
Gangguan pendengaran hingga tuli
Keterbelakangan mental
Sulit bicara
Kelemahan otot
Gangguan dalam mengendalikan gerakan

1.10 Proses Keperawatan


1.10.1 Pengkajian
1. Mengkaji secara umum dari status keadaan klien
2. Mengkaji riwayat kehamilan dan kelahiran seperti prenatal , natal ,
dan post natal
3. Mengkaji riwayat keluarga, riwayat social, keadaab kesehatan saat
ini dan pemerikasaan fisik
4. Mengidentifikasi penyebab masalah keperawatan
5. Merencanakan cara mengatasi permasalahan yang ada, serta
menghindari masalah yang mungkin akan terjadi Fokus
pengkajian pada pasien ikterik neonatus adalah:
Keluhan Utama Secara umum, bayi dengan ikterik akan terlihat
kuning pada kulit, sklera dan membran mukosa, letargi, refleks
hisap kurang, tampak lemah, dan bab berwarna pucat.
Riwayat Kesehatan Riwayat kesehatan juga dapat
mempengaruhi terjadinya ikterik neonatus, seperti ibu dengan
riwayat hemolisis, antenalat care yang kurang baik, kelahiran
prematur yang dapat menyebabkan maturitas pada organ dan
salah satunya hepar, neonatus dengan berat badan lahir rendah,
neonatus dengan APGAR skor rendah yang dapat
memungkinkan terjadinya hipoksia serta asidosis yang akan
menghambat konjugasi bilirubin.
Pemeriksaan fisik Pengkajian fisik meliputi mengobservasi
adanya bukti ikterik dengan interval. Ikterik dapat dikaji secara
reliable dengan mengobservasi kulit bayi dari kepala ke kaki
dan warna sklera dan membran mukosa. Secara klinis, ikterus
pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah
beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan
pencahayaan yang baik. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan
sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang
kurang. Salah satu cara memeriksa derajat ikterik pada
neonatus secara klinis, mudah dan sederhana adalah dengan
penilaian menurut Kramer. Caranya dengan jari telunjuk
ditekankan pada tempat- tempat yang tulangnya menonjol
seperti tulang hidung, dada, lutut, dan lain-lain. Tempat yang
ditekan akan tampak pucat atau
kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing- masing tempat
tersebut disesuaikan dengan angka rata-rata.
Pemeriksaan diagnostik Pemeriksaan kadar bilirubin serum
(total), normalnya < 2 mg/dl.

Sumber :Prawirohardjo, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal,2017.

1.10.2 Diagnosa Keperawatan


1. Ikterik Neonatus ( D.0024)
Penyebab:
a) Penurunan berat badan abnormal ( >7-8% pada bayi
baru lahir yang menyusui ASI, >15% pada bayi cukup
bulan)
b) Pola makan tidak ditetapkan dengan baik
c) Kesulitan transisi ditetapkan dengan baik
d) Usia kurang dari 7 hari
e) Keterlambatan pengeluaran feses
2. Hipertermia (D. 0130)
Penyebab:
a) Dehidrasi
b) Terpapar lingkungan panas
c) Proses penyakit ( mis. Infeksi, kanker)
d) Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
e) Peningkatan laju metabolisme
f) Respon trauma
g) Aktivitas berlebihan
h) Penggunaan inkubator
3. Resiko ketidakseimbangan cairan (D. 0036)
Faktor Resiko:
a) Prosedur pembedahan mayor
b) Trauma / perdarahan, Luka bakar
c) Aferesis, Asites
d) Obstruksi ntestina;
e) Peradangan pankreas
f) Penyakit ginjal dan gelenjar
g) Disfusi intestinal
Kondisi klinis terkait:
a) Prosedur pembedahan mayor
b) Penyakit ginjal dan gelenjar
c) Pendarahan, Luka bakar.
4. Resiko Infeksi (D. 0142)
Faktor resiko:
a) Penyakit kronis
b) Efek prosedur invasif
c) Malnutrisi
d) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer:
a. gangguan peristaltic
b. kerusakan integritas kulit , perubahan sekresi PH, penurunan
kerja siliaris
e. ketuban pecah lama, ketuban pecah dini, statis cairan tubuh
e) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder:
Penurunan HB, imununosupresi, leukopenia
Supresi respon inflamasi
1.10.3 Perencanaan
NO. DIAGNOSA KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN
1. Ikterik Neonatus Adaptasi Neonatus (L.10098) Fototerapi Neonatus (1.03091)
( D.0024) Tujuan: setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi
selama 2x24 jam ikterik neonatus membaik dengan - Monitor ikterik pada sklera dan kulit
Kriteria hasil : bayi
SA ST - Monitor suhu dan tanda vital setiap 4
Indikator
Menurun Meningkat jam sekali
Berat Badan 1 5 - Monitor efek samping dari fototerapi
SA ST Terapeutik
Indikator
Meningkat Menurun - Siapkan lampu fototerapi dan
Membran mukosa kering 1 5 incubator
Kulit kuning 1 5 - Lepaskan pakaian bayi kecuali
Sklera Kuning 1 5 popok
Prematuritas 1 5 - Berikan penutup mata
Keterlambatan - Ukur jarak antara lampu dan
1 5
pengeluaran feses
Indikator SA ST permukaan kulit bayi (30 cm atau
Memburuk Membaik tergantung spesifikasi
Aktifitas ekstermitas 1 5
- lampu terapi)
Respon terhadap stimulus
1 5 - Biarkan tubuh bayi
sensorik
- terpapar sinar fototerapi secara
berkelanjutan
- Ganti segera alas dan popok bayi
jika BAB/BAK
- Gunakan linen berwarna putih agar
memantulkan cahaya sebanyak
mungkin
Edukasi
- ajarkan ibu menyusui sekitar 20-30
menit
- ajarkan ibu menyusui sesering
mungkin
Kolaborasi
- Kolaborasi pemeriksaan darah
vena bilirubin direk dan indirek
2. Hipertermia (D.0130) Termoregulasi (L.14134) Manajemen Hipertermia (I.15506)
Tujuan: setelah dilakukan intervensi Observasi :
keperawatan selama 2x24 jam termoregulasi - Identifikasi penyebab hipertermia
membaik dengan Kriteria hasil : - Monitor suhu tubuh
SA ST - Monitor komplikasi akibat hipertermia
Indikator
Menurun Meningkat Teraupetik :
Menggigil 2 5 - Longgarkan atau lepaskan pakaian
Indikator SA ST - Basahi dan kipasi permukaan tubuh
Memburuk Membaik - Lakukan pendinginan ekternal (Mis
Suhu tubuh 2 5 kompres pada dahi, leher, dada,
Suhu kulit 2 5 abdomen, aksila)
Tekanan darah 2 5 Edukasi :
Kadar gula darah 2 5 - Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
3. Resiko Keseimbangan Cairan (L.03020) Manajemen cairan (I.03098)
ketidakseimbangan Tujuan: setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi:
cairan (D.0036) selama 2x24 jam keseimbangan cairan - Monitor status hidrasi (Mis
meningkat dengan frekuensi nadi, kekuatan nadi, akral,
Kriteria hasil: pengisian kapiler , kelembapan
SA ST mukosa, turgor kulit, tekanan darah)
Indikator
Menurun Meningkat - Monitor berat badan harian
Asupan cairan 2 5 - Monitor hasil pemeriksaan
Keluaran urin 2 5 laboratorium
Kelembaban membran 2 5 Teraupetik :
mukosa
- Berikan asupan cairan,
SA ST
Indikator sesuai kebutuhan
Meningkat Menurun
- Berikan cairan intravena, jika perlu
Dehidrasi 2 5
Kolaborasi
Indikator SA ST
- Kolaborasi pemberiandeuretik, jika
Memburuk Membaik
perlu
Tekanan darah 2 5
Turgor kulit 2 5
Mata cekung 2 5
DAFTAR PUSTAKA
Brits et al( 2017) Ilmu Kesehatan Anak Tanda & Gejala. Jakarta: Binarupa
Aksrara.
Dian anggri yanti(2019). Pengaruh fototerapi terhadap penurunan tanda
ikterus neonatorum patologis di rumah sakit grandmed lubuk
pakam. Fakultas keperawatan dan fisioterapi institut kesehatan
medistra lubuk pakam.
Kassa et al (2018) Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka.
Madri (2018) Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak
prasekolah.yogyakarta : pustaka belajar
Nur Widya Wikanthiningtyas(2016). Pengaruh alih baring selama
fototerapiterhadap perubahan kadar bilirubin pada ikterus
neonatorum di ruang hcu neonatus rsud dr. Moewardi. Kementerian
Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Keperawatan.
Prawirohardjo (2017). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal.
Ridha(2016).Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Ikretus
Pada Neonatus. Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan
Semarang Jurusan Keperawatan
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1
Cetakan 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1 Cetakan
2. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1
Cetakan 2. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai