Anda di halaman 1dari 1

Sepenggal Kisah Imamnuddin, Selamat dari Dahsyatnya Gempa dan Tsunami Aceh

Bencana dahsyat gempa dan tsunami yang memporak-porandakan Aceh pada 26


Desember 2004 lalu masih terekam jelas di ingatan masyarakat. Gempa berkekuatan 9,0 SR
dan gelombang tsunami setinggi 30 meter, menghantam sebagian wilayah Aceh, bahkan
menjadi lembaran duka dalam sejarah Indonesia. Meskipun 18 tahun sudah berlalu,
bencana yang merenggut nyawa ratusan ribu penduduk Aceh tersebut, masih terekam jelas
bagaimana tsunami menghantam daerah berjulukan Serambi Mekkah.
Imamnuddin, Gampong Tanjong Harapan, Kecamatan Kota Sigli, Kabupaten Pidie, salah
seorang korban gempa dan tsunami yang selamat dan bencana yang meluluhlantakan
kampung halamannya itu.
Pria yang kini sudah berusia 30 tahun itu, masih terekam jelas di ingatan bagaimana
bencana tsunami memporak-porandakan tanah kelahirannya itu. “Saya masih ingat persis
hingga saat ini, bagaimana dahsyatnya bencana tsunami 18 tahun lalu, yang menghantam
kampung halaman saya,” kata Imam kepada AJNN, Selasa (27/12). Imam menceritakan, pagi
itu sekitar pukul 07.55 WIB warga berhamburan keluar dari rumah untuk menyelamat diri
karena guncangan gempa, berselang beberapa menit kemudian terdengar suara dentuman
dari arah laut yang hanya berjarak beberapa meter dari rumah warga. “Jadi saat itu ada
informasi bahwa air laut surut, jadi warga pun berbondong-bondong menuju pantai untuk
menyaksikannya,” kisah pria usia kepala tiga itu. Seketika, sambung Imam, air laut yang
semula surut namun menjadi gelombang besar menuju ke daratan. “Wargapun panik dan
berlarian untuk menyelamatkan diri, saat itu saya sempat melihat sebuah rumah meledak
dihantam gelombang air laut, dan mulai pasrah karena saya kira ini sudah kiamat jadi tidak
lari lagi,” ujar Imam. Teguran dari Bila Meunasah, menjadi alasan Imam terus berlari untuk
menyelamatkan diri dari hantaman gelombang tersebut. “Bilal Meunasah menegur saya dan
meminta untuk lari. Saat itu saya terus berlari menyelamatkan diri,”ujarnya, seraya
memperlihatkan bangunan rumah dan Meunasah yang masih tersisa dan belum diperbaiki
setelah dihantam bencana tsunami. Imam yang saat itu masih berusia 13 tahun, atau masih
duduk di bangku kelas satu Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN), diselamatkan oleh salah
satu warga Perumnas Lhok Keutapang dan tinggal di rumahnya selama seminggu. “Dan
selama seminggu itu, orangtua terus mencari keberadaan saya. Bahkan mereka sudah
pasrah, karena saya tak kunjung ditemukan dan mengira sudah meninggal dunia,” ungkap
Imam. Selang sepekan kemudian, kisah Imam, dirinya diantar oleh warga ke lokasi
pengungsian. “Dan disana berhasil bertemu dengan orangtua saya,” kenang Imam. 18 tahun
sudah bencana gempa dan tsunami melanda Aceh, kini masyarakat Tanjong Harapan sudah
mulai bangkit dan melakukan aktivitas seperti biasa. “Momen 18 tahun bencana tsunami
harus kita ceritakan kepada generasi selanjutnya, bahwa ada sejarah yang melanda Aceh
dan harus menjadi motivasi untuk bangkit. Alhamdulillah hari ini Aceh sudah bangkit dari
kehancuran akibat tsunami 2004 silam,” cetusnya.

Anda mungkin juga menyukai