Anda di halaman 1dari 3

17 Tahun Tsunami Aceh, Mengingat Kembali Bencana di Ujung Banda

can | CNN Indonesia


Minggu, 26 Dec 2021 08:16 WIB

Sudah 17 tahun sejak gempa dan tsunami mengempas ujung banda. Ketahui kembali apa yang terjadi di Aceh
tahun 2004. (Foto: AFP/CHOO YOUN-KONG)
Jakarta, CNN Indonesia -- Setiap 26 Desember Indonesia mengenang kembali bencana tsunami Aceh. Kini, 17
tahun telah berlalu sejak kejadian yang memakan korban jiwa dalam jumlah besar tersebut.
Tsunami Aceh pada 2004 masih menjadi pembahasan, mulai dari ketinggian gelombang air, gempa besar yang
menjadi penanda, hingga total kerusakan dan korban jiwa.

Terjangan gelombang tsunami yang meluluhlantakkan sebagian wilayah pesisir Aceh, terjadi hanya dalam waktu
30 menit, dengan ketinggian hingga 30 meter dan kecepatan mencapai 100 meter per detik atau 360 kilometer per
jam. Akibatnya, lebih dari 120 ribu orang meninggal dunia pada dalam bencana tersebut.

Ahli Klaim Bisa Deteksi Tsunami dari Perubahan Medan Magnet


Lebih dari 600 ribu orang harus mengungsi. Tercatat sekitar 139 ribu rumah rusak akibat bencana tersebut, 2.600
Km jalan rusak, dan 669 bangunan pemerintah dilaporkan rusak.

Total nilai kerugian ditaksir menyentuh angka US$4,5 miliar kala itu.

PBB menyatakan tsunami Aceh 2004 sebagai salah satu bencana kemanusiaan terbesar yang pernah terjadi.
Komunitas internasional bergerak melakukan evakuasi dan pemulihan di provinsi Aceh.

Dengan demikian bencana ini membangun kesadaran pentingnya mitigasi bencana.

Peneliti BRIN, Wisyanto mengkaji lebih dalam bencana tersebut. Ia kemudian menuliskan dalam jurnal berjudul
'Tsunami Aceh 2004 Sebagai Dasar Penataan Ruang Kota Meulaboh' beberapa waktu lalu.

Ia mengutip laporan USGS yang menjelaskan bahwa tsunami Aceh kala itu diawali dengan gempa tektonik pada 26
Desember 2004. Gempa terjadi pada pukul 07.59 WIB, berpusat di titik 3.316 derajat N, 95.854 derajat E dengan
kekuatan 9,1 Mw.

Gempa tersebut memicu adanya gelombang tsunami yang masih diingat oleh sejumlah masyarakat sampai
sekarang. Tak hanya dirasakan di Indonesia, gempa berkekuatan 9,1 Mw itu terasa hingga Sri Lanka, India,
Bangladesh, Thailand, Maladewa, Malaysia, dan Somalia.

Gempa besar disebabkan adanya pergerakan lempeng bumi di bawah pulau Sumatera termasuk provinsi Aceh.
Namun disebutkan ada tiga zona yang bisa menyebabkan gempa kuat di wilayah serambi Mekah itu.

Dalam jurnal yang berjudul 'Melihat Potensi Gempabumi dan Tsunami Aceh' yang dipublikasikan pada 2017,
disebutkan bahwa gempa bisa jadi karena adanya pertemuan lempeng Indo-Australia atau zona subduksi, zona
patahan Sumatera, atau Investigator Fracture Zone (IFZ).

Lihat Juga :
BMKG Pasang 17 Seismograf Tingkatkan Kecepatan Peringatan Dini Tsunami
Gempa bumi di Aceh 17 tahun lalu yang mengakibatkan tsunami tersebut memiliki periode berulang, artinya gempa
disertai tsunami bisa kembali terjadi di masa depan. Hal itu mengingatkan kembali agar terus memperhatikan sifat
periode ulang gempa.

Usai 17 tahun berlalu, bencana tsunami masih dalam ingatan sejumlah warga Aceh. Pemerintah Aceh
memperingati bencana tsunami di Pelataran Parkir Pelabuhan Ulee Lheue, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh,
Minggu (26/12).

Dalam acara peringatan itu ada beberapa rangkaian acara, di antaranya doa bersama dan ziarah kubur para
syuhada dan syahid dalam musibah tsunami, dikutip Antara.

Berikut infografis tsunami Aceh yang diterbitkan CNNINdonesia.com 2014 lalu:

Foto: Astari Kusuamwardhani


Infografis Tsunami Aceh

Baca artikel CNN Indonesia "17 Tahun Tsunami Aceh, Mengingat Kembali Bencana di Ujung Banda" selengkapnya
di sini: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211226080343-20-738730/17-tahun-tsunami-aceh-mengingat-
kembali-bencana-di-ujung-banda.

Download Apps CNN Indonesia sekarang https://app.cnnindonesia.com/


Erupsi Dahsyat Gunung Merapi 11 Tahun Lalu, Mbah Maridjan Salah
Seorang Korban

Seekor sapi mati dan tertutup debu di depan sebuah rumah yang hancur akibat letusan Gunung Merapi di Dusun Kinahrejo, Cangkringan,
Umbulharjo, Sleman, Yogyakarta (27/10). REUTERS/Beawiharta

TEMPO.CO, Jakarta - Sebelas tahun lalu, tepatnya 26 Oktober 2010, Gunung Merapi meletus besar.
Bahkan menurut Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, R Sukhyar
—menjabat ketika Gunung Merapi meletus pada tahun tersebut—letusan Merapi 2010 ini adalah
yang terbesar dan terburuk.
Letusan demi letusan terjadi hingga puncaknya pada 3 November yang begitu dahsyatnya.
Rangkaian peristiwa tersebut menyebabkan 353 orang meninggal dunia, adapun salah satu korban
kejadian tersebut yaitu sang juru kunci Gunung Merapi, Mbah Maridjan.
Berdasarkan laporan Tempo pada 5 November 2010 lalu, Sukhyar mengatakan, "Terbesar setelah
Galunggung 1982, penduduk Merapi tidak pernah merasakan letusan semacam ini dalam jangka
waktu 100 tahun terakhir.” Letusan Gunung Merapi tersebut kian mengganas. Merapi mencatatkan
rekornya dalam meluncurkan awan sejauh 15 kilometer dari Puncak Merapi menuju Cangkringan
yang berjarak 15 kilometer dari Puncak Merapi.

Lebih lanjut, jika erupsi Gunung Merapi sebelumnya menghasilkan awan panas yang mengalir
turun dari puncak menuju lereng, pada tahun itu selain letusan yang membumbung tinggi, gunung
tersebut juga memuntahkan material-material yang ada di dalmnya dalam bentuk bebatuan panas
dengan berbagai macam ukuran.

Berdasarkan bnpb.go.id, kerusakan yang diakibatkan oleh erupsi Gunung Merapi berdampak pada
sektor permukiman, infrastruktur, sosial, ekonomi, lintas sektor yang mengakibatkan terganggunya
aktivitas dan layanan umum di daerah sekitar Gunung Merapi.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 31
Desember 2010, kerusakan dan kerugian yang diakibatkan dari letusan Gunung Merapi tersebut
sebesar Rp 3,62 Triliun. Adapun rincian dari kerusakan tersebut yaitu, sektor ekonomi produktif
sebesar Rp 1,69 Triliun, infrastruktur Rp 707, 42 Miliar, perumahan Rp 626, 65 Miliar, lintas sektor
Rp 408, 75 Miliar dan sektor sosial Rp 122, 47 Miliar.
GERIN RIO PRANATA 

Anda mungkin juga menyukai