Anda di halaman 1dari 5

Gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004

Gempa bumi Samudra Hindia 2004 adalah gempa bumi berskala tinggi di bawah laut yang terjadi pukul
00:58:53 UTC pada hari Minggu, 26 Desember 2004, dengan episentrum di lepas pesisir barat Sumatera,
Indonesia. Gempa ini dikenal di kalangan ilmuwan dengan nama Gempa bumi Sumatera–Andaman.[5]
[6] Tsunami yang terjadi sesudahnya mendapat banyak nama, termasuk tsunami Samudra Hindia 2004,
tsunami Asia Selatan, tsunami Indonesia, tsunami Natal, dan tsunami Hari Boxing.[7]

Gempa bumi Samudra Hindia 2004

US Navy 050114-N-6817C-092 The aftermath of the Dec. 26 tsunami which destroyed Banda Aceh,
Sumatra, Indonesia.jpg

Akibat gempa bumi dan tsunami 2004. Foto menunjukkan kondisi pasca-tsunami di Aceh, Indonesia,
tanggal 14 Januari 2005.

Tanggal 00:58:53, 26 Desember 2004 (UTC)[1]

Kekuatan 9,1–9,3 Mw[1]

Kedalaman 30 km (19 mi)[1]

Episentrum 3°18′58″LU 95°51′14″BT / 3,316°LU 95,854°BT[1]

Jenis Bawah laut (subduksi)

Wilayah bencana Bendera Indonesia Indonesia (lebih terasa di Aceh gempa terjadi pukul 07:58
WIB dan Tsunami terjadi pukul 08:20 WIB)

Bendera Sri Lanka Sri Lanka

Bendera India India (lebih terasa di Tamil Nadu)

Bendera Thailand Thailand

Bendera Maladewa Maladewa

Bendera Somalia Somalia

Tsunami

Korban 230.210 – 280.000 korban tewas[2][3][4]

Gempa bumi ini terjadi ketika lempeng Hindia disubduksi oleh lempeng Burma dan menghasilkan
serangkaian tsunami mematikan di pesisir sebagian besar daratan yang berbatasan dengan Samudra
Hindia. Gelombang tsunami yang puncak tertingginya mencapai 30 meter (98 ft) ini menewaskan lebih
dari 230.000 orang di 14 negara dan menenggelamkan banyak permukiman tepi pantai.[8] Ini
merupakan salah satu bencana alam paling mematikan sepanjang sejarah. Indonesia adalah negara yang
terkena dampak paling besar, diikuti Sri Lanka, India, dan Thailand.

Dengan kekuatan Mw 9,1–9,3, gempa ini merupakan yang terbesar ketiga yang pernah tercatat di
seismograf dan memiliki durasi terlama sepanjang sejarah, sekitar 8,3 sampai 10 menit. Gempa tersebut
mengakibatkan seluruh planet Bumi bergetar 1 sentimeter (0,4 inches)[9] dan menciptakan beberapa
gempa lainnya sampai wilayah Alaska.[10] Episentrumnya berada di antara Simeulue dan daratan
Sumatera.[11] Penderitaan yang dialami masyarakat dan pemerintah korban bencana membuat seluruh
dunia mengirimkan bantuan kemanusiaan. Secara keseluruhan, masyarakat dunia menyumbangkan
lebih dari US$14 miliar (nilai tahun 2004) untuk bantuan kemanusiaan.[12]

Ciri tsunami

Kenaikan vertikal dasar laut beberapa meter secara mendadak saat gempa memindahkan air dalam
volume yang sangat besar. Akibatnya adalah tsunami yang menerjang wilayah pesisir Samudra Hindia..
Tsunami yang mengakibatkan kerusakan di daerah yang jauh dari sumbernya kadang disebut
teletsunami dan kemungkinan besar tercipta oleh gerakan dasar laut secara vertikal, bukan horizonal.
[36]

Tsunami tersebut memiliki gerakan yang berbeda di perairan dalam maupun dangkal. Di laut dalam,
gelmbang tsunami seperti bukit kecil, tidak terlalu jelas dan tidak berbahaya, yang biasanya berjalan
dengan kecepatan sangat tinggi, yaitu 500 to 1.000 km/h (310 to 620 mph). Di laut dangkal dekat pantai,
tsunami melambat hingga puluhan kilometer per jam saja, tetapi ukuran gelombangnya besar dan
bersifat menghancurkan. Para ilmuwan yang menyelidiki kerusakan di Aceh membuktikan bahwa
gelombang di Aceh mencapai ketinggian 24 meter (80 ft) saat menghantam daratan, kemudian meninggi
hingga 30 meter (100 ft) di sejumlah daerah ketika menyapu daratan.[8]

Gempa Bumi Yogyakarta Mei 2006 adalah peristiwa gempa Bumi tektonik kuat yang mengguncang
Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah pada 27 Mei 2006 kurang lebih pukul 05:55:03WIB
selama 57 detik. Gempa Bumi tersebut berkekuatan 5,9 pada skala Richter. United States Geological
Survey melaporkan bahwa gempa terjadi sebesar 6,2 pada skala Richter.[1]

Gempa Bumi Yogyakarta 2006

Jakarta Earthquake Epicenter.gif


Gempa bumi Yogyakarta 2006 is located in Jawa JakartaJakarta PangandaranPangandaran
YogyakartaYogyakarta Gempa bumi Yogyakarta 2006

Tanggal 27 Mei 2006

Kekuatan 5.9 Mw

Wilayah bencana Indonesia

Korban 6.234 tewas

Lokasi gempa Sunting

Lokasi gempa menurut Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia
terjadi di koordinat 8,007° LS dan 110,286° BT pada kedalaman 17,1 km. Sedangkan menurut BMG,
posisi episenter gempa terletak di koordinat 8,26° LS dan 110,31° BT pada kedalaman 33 km.itu di
release sesaat setelah terjadi gempa. Setelah data dari berbagai Stasiun yang dipunyai jejaring BMG dan
dilakukan perhitungan, update terakhir BMG menentukan pusat gempa berada di 8.03 LS dan 110,32
BT(update ke tiga) pada kedalaman 11,3 Km dan kekuatan 5.9 SR Mb (Magnitude Body) atau setara 6.3
SR Mw (Magnitude Moment).USGS memberikan koordinat 7,977° LS dan 110,318 BT pada kedalaman 35
km. Hasil yang berbeda tersebut dikarenakan metode dan peralatan yang digunakan berbeda-beda.

Secara umum posisi gempa berada sekitar 25 km selatan-barat daya Yogyakarta, 115 km selatan
Semarang, 145 km selatan-tenggara Pekalongan dan 440 km timur-tenggara Jakarta. Walaupun
hiposenter gempa berada di laut, tetapi tidak mengakibatkan tsunami. Gempa juga dapat dirasakan di
Solo, Semarang, Purworejo, Kebumen dan Banyumas. Getaran juga sempat dirasakan sejumlah kota di
provinsi Jawa Timur seperti Ngawi, Madiun, Kediri, Trenggalek, Magetan, Pacitan, Blitar dan Surabaya.

Sebab dan peristiwa sejenis Sunting

Letak Indonesia yang berada di antara tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Australia, lempeng
Eurasia dan lempeng Pasifik serta berada di posisi Ring of fire menjadikan Indonesia kerap kali diterpa
bencana gempa Bumi dan letusan gunung berapi. Sebelumnya gempa terjadi di Sumatra pada 28 Maret
2005 menewaskan 361 orang serta gempa Bumi dan tsunami di Aceh pada 26 Desember 2004 yang
menewaskan 129.498 orang dan 37.606 lainnya hilang.

Meskipun pada saat bersamaan Gunung Merapi yang juga berada di sekitar daerah tersebut sedang
meletus, namun para pakar menyatakan kedua peristiwa ini tidak saling berhubungan sebagai sebuah
sebab-akibat. Peningkatan aktivitas di gunung api tersebut tidak berhubungan dengan kejadian gempa.
Hal ini ditunjukkan oleh tidak terdapatnya anomali aktivitas yang mencolok sesaat setelah gempa.
Letusan Krakatau 1883 terjadi di Hindia Belanda (sekarang Indonesia), yang bermula pada tanggal 26
Agustus 1883 (dengan gejala pada awal Mei) dan berpuncak dengan letusan hebat yang meruntuhkan
kaldera. Pada tanggal 27 Agustus 1883, dua pertiga bagian Krakatau runtuh dalam sebuah letusan
berantai, melenyapkan sebagian besar pulau di sekelilingnya. Aktivitas seismik tetap berlangsung hingga
Februari 1884. Letusan ini adalah salah satu letusan gunung api paling mematikan dan paling merusak
dalam sejarah, menimbulkan setidaknya 36.417 korban jiwa akibat letusan dan tsunami yang
dihasilkannya. Dampak letusan ini juga bisa dirasakan di seluruh penjuru dunia.

Letusan Krakatau 1883

Krakatoa eruption lithograph.jpg

Litografi letusan (circa 1888).

Gunung api Super kaldera Krakatau

Tanggal 26-27 Agustus 1883

Jenis Ultra Plinian

Lokasi Kepulauan Krakatau, Hindia Belanda (sekarang Indonesia)

6°06′07″LS 105°25′23″BT / 6,102°LS 105,423°BT

VEI 6

Dampak Letusan besar terakhir terdengar hingga 3.000 mil jauhnya, menimbulkan setidaknya
36.417 korban jiwa; 20 juta ton sulfur dilepaskan ke atmosfer; menyebabkan musim dingin vulkanik
(mengurangi suhu di seluruh dunia dengan rata-rata 1.2 °C selama 5 tahun); dan letusan gunung api
paling hebat dalam sejarah .

Pada tengah hari tanggal 27 Agustus 1883, hujan abu panas turun di Ketimbang (sekarang desa Banding,
Kec Rajabasa, Lampung). Kurang lebih 1.000 orang tewas akibat hujan abu ini.[5] Kombinasi aliran
piroklastik, abu vulkanik, dan tsunami juga berdampak besar terhadap wilayah di sekitar Krakatau. Tak
satupun yang selamat dari total 3.000 orang penduduk pulau Sebesi, yang jaraknya sekitar 13 km (8,1
mi) dari Krakatau. Aliran piroklastik menewaskan kurang lebih 1.000 orang di Ketimbang dan di pesisir
Sumatera yang berjarak 40 km (25 mi) di sebelah utara Krakatau. Jumlah korban jiwa yang dicatat oleh
pemerintah Hindia Belanda adalah 36.417, namun beberapa sumber menyatakan bahwa jumlah korban
jiwa melebihi 120.000.

Kapal-kapal yang berlayar jauh hingga ke Afrika Selatan juga melaporkan guncangan tsunami, dan mayat
para korban terapung di lautan berbulan-bulan setelah kejadian. Kota Merak, Banten luluh lantak oleh
tsunami, serta kota-kota di sepanjang pantai utara Sumatera hingga 40 km (25 mi) jauhnya ke daratan.
[6] Akibat letusan Krakatau, pulau-pulau di Kepulauan Krakatau hampir seluruhnya menghilang, kecuali
tiga pulau di selatan. Gunung api kerucut Rakata terpisah di sepanjang tebing vertikal, menyisakan
kaldera sedalam 250-meter (820 ft). Dari dua pulau di utara, hanya pulau berbatu bernama
Bootsmansrots yang tersisa; Poolsche Hoed juga menghilang sepenuhynya.

Setahun setelah letusan, rata-rata suhu global turun 1,2° C. Pola cuaca tetap tak beraturan selama
bertahun-tahun, dan suhu tidak pernah normal hingga tahun 1888.[but

Anda mungkin juga menyukai