Anda di halaman 1dari 14

BAB I PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang Mortalitas atau kematian merupakan salah satu diantara tiga komponen proses demografi yang berpengaruh terhadap struktur penduduk selain fertilitas dan migrasi. Tinggi rendahnya tingkat mortalitas di suatu daerah tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan penduduk, tetapi juga bisa dijadikan sebagai barometer dari tinggi rendahnya tingkat kesehatan di daerah tersebut. Kasus kematian terutama dalam jumlah banyak berkaitan dengan masalah sosial, ekonomi, adat istiadat maupun masalah kesehatan lingkungan. Indikator kematian berguna untuk memonitor kinerja pemerintah pusat maupun lokal dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat (Budi Utomo, 1985). Salah satu ukuran kematian yang cukup menjadi perhatian adalah jumlah kematian bayi. Jumlah kematian bayi ini dipublikasikan dengan sebuah indikator yang disebut angka kematian bayi (IMR). Di Indonesia, IMR telah mengalami penurunan dari 142 pada 1967-1971 menjadi 46 pada periode 1992-1997. Penurunan IMR yang drastis ini menyembunyikan perbedaan IMR antar daerah geografis dan kalangan sosial ekonomi yang berbeda. Data dinas kependudukan menyebutkan perbedaan IMR antara perkotaan dan pedesaan semakin melebar, sekitar 42% lebih tinggi di daerah pedesaan dibanding daerah perkotaan. Gwatkin (2000) mengindikasikan bahwa perbedaan IMR di Indonesia berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi yang diukur dengan tingkat kekayaan dan rasio penduduk miskin. Kawachi (1994) dalam Poerwanto dkk

(2003) mengemukakan bahwa pada kenyatannya kalangan dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah memiliki resiko kematian yang lebih tinggi. Sehingga kebijakan pemerintah dalam memperbaiki fasilitas kesehatan dalam rangka menurunkan perbedaan sosial ekonomi antar daerah sangat berpengaruh terhadap penurunan kematian bayi. Suatu peristiwa akan mengikuti distribusi poisson jika peristiwa itu jarang terjadi dalam suatu ruang sampel yang besar (Cameron dan Trivedi, 1998). Berdasarkan teori tersebut maka jumlah kematian bayi merupakan variabel yang berdistribusi poisson karena peristiwa tersebut jarang terjadi. Hubungan antara jumlah kematian bayi sebagai variabel respon dan faktor-faktor penyebabnya sebagai variabel predictor dapat diketahui dengan menggunakan model regresi. Sesuai dengan asumsi diatas, maka model regresi yang tepat adalah model regresi Poisson. Beberapa penelitian sebelumnya telah menghasilkan banyak faktor terutama sosial-ekonomi yang menyebabkan kematian bayi. Penelitian ini akan lebih focus kepada faktor maternal yang merupakan faktor vital penyebab kematian bayi. Faktor maternal tersebut antara lain: usia ibu pada saat melahirkan, jumlah pemeriksaan yang dilakukan oleh ibu pada saat hamil, tingkat pendidikan ibu, dan tingkat kesejahteraan keluarga. Sedangkan faktor lingkungan yang dijadikan faktor pendukung adalah jumlah sarana kesehatan, jumlah tenaga medis, dan persentase daerah yang berstatus desa. Tinggi rendahnya angka maternal mortality dapat dipakai mengukur taraf program kesehatan di suatu negara khususnya program kesehatan ibu dan anak (Sukarni, 1994). Semakin rendah angka kematian ibu di suatu negara

menunjukkan tingginya taraf kesehatan negara tersebut. Di Indonesia, tiap tahun sekitar 14.180 wanita meninggal karena hamil dan melahirkan atau dalam satu jam terdapat dua orang ibu meninggal saat melahirkan. Jika dikalkulasikan, angka kematian ibu saat melahirkan akibat komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas mencapai 20 ribu orang per tahun. Angka ini masih merupakan angka yang tertinggi di Asia Tenggara (Sahrudin, 2008). Oleh karena itu, berbagai upaya harus dilakukan untuk menurunkan angka kematian ibu. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka maternal mortality adalah dengan mengetahui penyebabnya. Faktor-faktor penyebab tersebut akan dimodelkan dalam bentuk model regresi Poisson. Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah maternal mortality di Jawa Timur pada tahun 2003 menggunakan model regresi Poisson telah dilakukan oleh Setyorini (2006). Penentuan model terbaik dilakukan berdasarkan nilai devians terkecil, dimana model terbaik yang diperoleh menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh pada jumlah maternal mortality di tiap kabupaten/kota di Jawa Timur pada tahun 2003 adalah jumlah sarana kesehatan dan persentase penolong proses persalinan yang dilakukan oleh tenaga nonmedis (dukun bayi). Penelitian tentang mortalitas yang dilakukan di beberapa Negara, terutama Negara-negara yang rentan akan kematian bayi, seperti Africa sudah mulai menggunakan pendekatan ini. Kynast-Wolf et al (2002) menggunakan regresi poisson untuk memodelkan mortalitas di Burkina Faso, Africa. Sankoh et al (2003) menggunakan Poisson regression untuk memodelkan kematian orang dewasa dan tua di pedesaan Burkina Faso, Africa. Kemudian Rhodes et al (2005)

juga menggunakan regresi poisson untuk menganalisis mortalitas berdasarkan gender, sarana medis, dan tingkat kematian itu sendiri. Semua penelitian tersebut mengarah kepada penentuan model pendugaan yang paling mendekati benar. Pada kenyataannya, ketika ingin memodelkan mortalitas dengan data yang di ambil dari daerah yang berbeda karakteristik, perlu diperhatikan apakah parameter lokal lebih sesuai dibandingkan dengan parameter global. Mathews (2002) mengemukakan bahwa Geographically Weighted Regression (GWR) adalah teknik pemodelan baru untuk analisis local spasial. Teknik ini mempertimbangkan aspek local, yang merupakan kebalikan dari model global. Model Hybrid ini telah dicoba digunakan oleh Byrne dan Pezic (2004) untuk memodelkan arus migrasi di Australia dengan mengasumsikan jumlah migrasi berdistribusi poisson. Selain itu, Nakaya et al (2005) mencoba memetakan mortalitas di Tokyo dengan menggunakan hybrid dua model tersebut yang kemudian lebih dikenal dengan Geographically Weighted Poisson Regression (GWPR). Atkinson dan Cheng (2007) juga menggunakan GWPR untuk menganalisis hubungan antara kanker leher rahim dengan faktor social ekonomi di UK. Hasil dari tiga penelitian tersebut menujukkan bahwa model regresi poisson dengan variasi spasial signifikan atau lebih sesuai digunakan. Mengingat wilayah Indonesia yang sangat beragam karakteristiknya, baik dari segi alam, maupun fasilitas yang dimiliki, maka penulis ingin menerapkan model hybrid GWPR pada data jumlah kematian bayi di Indonesia sebagai variabel respon dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sebagai variabel

prediktor. Metode ini menggunakan fungsi pembobot spasial untuk mengestimasi variasi spasial pada parameter regresi poisson. Pendidikan di Indonesia diselenggarakan sesuai dengan sistem

pendidikan nasional yang ditetapkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 sebagai pengganti UU No. 2 Tahun 1989 yang tidak memadai lagi serta perlu disempurnakan sesuai amanat perubahan UUD 1945. Undang-undang tersebut merupakan dasar hukum penyelenggaraan dan reformasi sistem pendidikan nasional. Undang-undang tersebut memuat visi, misi, fungsi, dan tujuan pendidikan yang bermutu, relevan, dan kebutuhan masyarakat yang berdaya saing dalam kehidupan global. Berdasarkan rencana strategis (renstra) Departemen Pendidikan Nasional 2005-2009, visi pendidikan Indonesia adalah mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Dari visi di atas diturunkan beberapa misi pendidikan yang secara keseluruhan bermuara pada pembentukan manusia Indonesia yang berkualitas. Dari visi dan misi pendidikan tersebut dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang erat antara kualitas manusia dan pendidikan. Dalam kaitan ini, salah satu komponen yang berkaitan langsung dengan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) adalah pendidikan. Hal ini dipertegas oleh teori human capital yang menyebutkan bahwa kualitas sumber daya manusia salah satunya ditentukan oleh pendidikan. Naja (2006) menyebutkan bahwa dalam mewujudkan pembangunan SDM secara baik, yang menjadi ujung tombak adalah dunia pendidikan. Karena

itu, pola dan sistem pendidikan yang berkualitas merupakan syarat mutlak untuk dapat mewujudkan pembangunan SDM yang optimal. Brata dalam Farida (2008) menyebutkan bahwa pendidikan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia. Roza (2007) menyebutkan bahwa pendidikan mempunyai peran dalam mencetak manusia berkualitas. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas manusia yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dalam perhitungannya menempatkan pengetahuan (pendidikan) sebagai salah satu dimensi dari tiga dimensi kehidupan yang sangat mendasar. Dimensi pengetahuan (pendidikan) merupakan dimensi yang mempunyai kontribusi terbesar terhadap IPM. Dimensi ini terdiri dari rata-rata lamanya bersekolah dan melek huruf yang menurut Badan Pusat Statistik, BPS (2007) kontribusinya terhadap IPM masing-masing sebesar 73 persen per tahun dan 64 persen per tahun. Jika dilihat dari pencapaian angkanya secara nasional, rata-rata lama sekolah pada tahun 2006 baru mencapai 7,4 tahun yang berarti dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan penduduk Indonesia baru setara dengan kelas satu sekolah tingkat menengah, sedangkan melek huruf telah mencapai 91,5 persen. Berdasarkan laporan United Nations Development Programme (UNDP), pada tahun 2006 peringkat IPM Indonesia berada di posisi 108 dari 177 negara yang disurvei. Peringkat ini jika dilihat secara regional ASEAN menempatkan Indonesia berada di bawah lima negara ASEAN lainnya seperti Singapura (25), Brunei Darussalam (34), Malaysia (61), Thailand (74), dan Philipina (84). Dengan demikian, kualitas manusia Indonesia yang tercermin dari angka IPM di wilayah ASEAN belum menggembirakan. Dalam mengklasifikasi daerah-daerah

berdasarkan IPM, BPS (2001) membagi daerah ke dalam kelompok tinggi (high human development) jika indeks di atas 65, kelompok menengah (medium human development) jika indeks di antara 60 sampai dengan 64, serta kelompok rendah (low human development) jika indeks di bawah 60. Setelah terjadi krisis di tahun 1997-1998, menurut data BPS, IPM Indonesia dalam lima tahun berikutnya, 1999-2004, mengalami peningkatan dari 64,3 menjadi 68,7 atau kenaikan sebesar 7,8 persen atau rata-rata sebesar 1,56 persen setiap tahunnya. Dalam dua tahun berikutnya, angka-angka antara tahun 2004-2006 hanya berhasil naik dari 68,7 menjadi 70,1 atau suatu kenaikan sebesar hanya 2 persen saja, atau rata-rata tidak lebih dari 1 persen setiap tahunnya. Dilihat dari sebaran IPM pada tingkat provinsi, BPS (2007) menyebutkan bahwa pada tahun 2006, sebaran IPM di semua provinsi relatif homogen, kecuali untuk beberapa provinsi seperti Papua, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, dan Papua Barat. Hal ini mengindikasikan pencapaian IPM di kabupaten/kota yang ada di provinsi tersebut sebarannya sangat beragam. Sebagai ilustrasi di Provinsi Jawa Timur, kabupaten dengan pencapaian IPM terendah adalah di wilayah tapal kuda, sedangkan wilayah tengah dan utara cenderung mempunyai IPM yang lebih tinggi. AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah salah satu isu serius dalam dunia kesehatan kita. Selain dari tahun ke tahun jumlah kasusnya selalu meningkat, penyebab dan cara penanganannya, stigma yang diterima penderitanya dan lain sebagainya sangat erat dengan aspek kemanusiaan. Di Indonesia penemuan kasus orang dengan HIV/AIDS (ODHA) terus berlangsung dan selalu meningkat. Dampak buruk virus AIDS tetap menggugah kesadaran

kita untuk melakukan pencegahan penularan yang lebih besar. Banyak pelajaran yang telah diperoleh untuk melakukan pencegahan yang efektif, tetapi kita masih menghadapi banyak kesulitan untuk melakukan intervensi yang terarah. Prevalensi HIV/AIDS di Indonesia secara umum memang masih rendah, tetapi Indonesia telah digolongkan sebagai Negara dengan tingkat epidemi yang terkonsentrasi (concentrated level epidemic) yaitu adanya prevalensi yang lebih dari 5 persen pada sub populasi tertentu misalnya pada penjaja seks dan sebagainya. Tingkat epidemi ini menunjukkan tingkat perilaku berisiko yang cukup aktif menularkan penyakit di dalam suatu sub populasi tertentu, dan selanjutnya perjalanan epidemik akan ditentukan oleh jumlah dan sifat hubungan antara kelompok berisiko tinggi dengan populasi umum. Jumlah kasus kumulatif tertinggi telah dilaporkan oleh Provinsi DKI, namun tingkat prevalensi per 100.000 penduduk yang tinggi di Indonesia terdapat di Tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat), oleh karena itu masalah HIV/AIDS di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari wilayah ini (Depkes, 2003). Penelitian statistik tentang HIV/AIDS masih sangat minim. Penelitian yang sudah dilakukan antara lain Marzo (2004) meneliti dampak HIV/AIDS terhadap kemiskinan dan komponen kronisnya dengan menggunakan model regresi tersensor (Tobit) dengan efek random. Hasil dari penelitian ini menunjukkan HIV/AIDS memberikan dampak yang positif terhadap kemiskinan pada komponen kronisnya sehingga perlu diambil kebijakan yang sesuai untuk menuntaskan kemiskinan dan epidemi tersebut. Beedy, Carey, Feng, dan Tu (2007) menggunakan regresi ZIP (Zero Inflated Poisson) untuk memprediksi perilaku seksual beresiko di kalangan remaja dan wanita usia muda di New York.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa salah satu media penularan HIV/AIDS adalah perilaku seksual. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa penggunaan pelindung (kondom) pada saat berhubungan seksual banyak dipengaruhi oleh pengetahuan dan kesadaran pelaku seksual tentang bahaya HIV, hasil negosiasi dengan partner, serta konsumsi alkohol dan zat aditif. Hall, Byers, Ling, dan Espinoza (2007) juga menggunakan regresi poisson untuk memodelkan tingkat prevalensi HIV/AIDS berdasarkan umur dan ras/suku bangsa pada lakilaki yang berhubungan seksual dengan laki-laki (homosexual) di United States. Studi tentang kasus morbiditas telah banyak dikembangkan oleh para pakar kesehatan dengan menggunakan model regresi Poisson dan model logistik, yaitu model-model yang datanya berupa count data, seperti Fuhrer, Shipley, Chastang, Schmaus, Niedhammer, Stansfeld, Goldberg dan Marmot (2002) yang menggunakan regresi Poisson dan linear berganda dalam penelitian tentang kecenderungan sosial untuk mengukur morbiditas dan Arola, Pitkanen, Nygrad, Huhtala dan Manka (2003) yang menggunakan model regresi logistik dalam penelitiannya tentang hubungan antara absensi karena sakit dan job control di kalangan pekerja industri makanan yang dibedakan atas usia dan jenis kelamin. Pada penelitiannya, Fuhrer, dkk (2002) menghasilkan kesimpulan bahwa budaya dan jenis kelamin yang berbeda menghasilkan pola morbiditas dan mortalitas yang berbeda pula. Seringkali model regresi Poisson menjadi tidak sesuai jika terdapat banyak data yang kosong (bernilai nol) atau jika asumsi mean sampel sama dengan variansinya tidak terpenuhi. Sementara itu pada analisis morbiditas sering dijumpai banyak data yang bernilai nol. Jika data yang bernilai nol atau kosong

dijumpai pada data jenis count dan proporsinya besar (zero inflation), maka model regresi Zero Inflated Poisson (ZIP) lebih disarankan (Lambert, 1992). Famoye dan Singh (2006) memperkiraan proporsi data bernilai nol yang sesuai untuk model ZIP adalah sebesar 63,7 persen. Diantaranya yang menggunakan model ini adalah Xue, Lam dan Cheung (2004) dan Lam, Xue dan Cheung (2006) tetapi dalam pendekatan semiparametrik yang meneliti masalah gangguan aktivitas primer karena sakit. Data morbiditas di Provinsi Bali khususnya mengenai banyaknya terjadi gangguan aktivitas yang disebabkan sakit, menunjukkan banyak yang bernilai nol. Sementara itu, pada umumnya kabupaten/kota yang ada di Provinsi Bali memiliki banyak kesamaan, seperti tipologi wilayah yang terdiri atas pegunungan dan pantai, serta adanya kemudahan akses antar kabupaten/kota. Selain itu juga memiliki kultur yang sama, yaitu mayoritas suku Bali dan agama Hindu yang berkisar antara 65 hingga 99 persen (BPS Provinsi Bali, 2007). Dilihat dari segi pengeluaran rumah tangga untuk kesehatan juga menunjukkan persentase yang hampir sama yaitu sekitar 2 persen kecuali untuk kota Denpasar sebesar 3,77 persen (Badan Pusat Statistik, Bappenas dan UNDP, 2004). Dengan melihat kondisi tersebut, ada kemungkinan pola morbiditas antar kabupaten/kota sama. Kematian orang dewasa umumnya disebabkan karena penyakit menular, penyakit degeneratif, kecelakaan atau gaya hidup yang beresiko terhadap kematian (BPS, 2008). Penyakit kanker merupakan salah satu penyakit yang disebabkan gaya hidup dan pola makan yang salah. Seperti diungkapkan oleh Syahruddin (2006) bahwa konsumsi alkohol, rokok dan obat-obatan, kurang bergerak/olahraga dan obesitas (kegemukan), cara diet yang salah (terlalu banyak
10

mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan protein, serta rendah serat) dapat memicu tumbuhnya sel-sel kanker. Laki-laki usia 40 tahun atau lebih dan perokok serta perempuan perokok pasif memiliki resiko tertinggi untuk terkena kanker paru-paru. Kanker paru menjadi penyebab kematian perempuan melebihi kanker lainnya (Syahruddin, 2006). Kanker servik (Cervical Cancer) atau kanker pada leher rahim biasanya terjadi pada wanita yang telah berumur, tetapi bukti statistik menunjukan bahwa kanker leher rahim dapat juga menyerang wanita yang berumur antara 20 sampai 30 tahun (Riono, 2008). Selain penyakit-penyakit yang berbahaya tersebut, gangguan kejiwaan yang seringkali menyerang orang dewasa juga merupakan faktor yang berperan meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Seperti diungkapkan National Association of State Mental Health Program Directors NASMHPD- (2006) bahwa orang-orang yang menderita serious mental illness (SMI) meninggal pada usia rata-rata 25 tahun lebih muda daripada orang pada umumnya. Salah satu penyebab gangguan kejiwaan ini antara lain adalah kemiskinan, dan faktor lingkungan yang kumuh.

1.2 Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang dapat dirumuskan di sini adalah: 1. Bagaimana penaksiran dan pengujian pada model Geographically Weighted Poisson Regression (GWPR) ? 2. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap jumlah kematian bayi dengan menggunakan regresi Poisson.

11

3. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap jumlah maternal mortality dengan menggunakan regresi Poisson. 4. Bagaimana model IPM di berbagai provinsi dengan menggunakan regresi logistik ordinal? 5. Bagaimana model IPM di berbagai provinsi dengan menggunakan regresi probit? 6. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap status ODHA dengan

menggunakan model regresi logistik? 7. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh signifikan terhadap morbiditas

dengan menggunakan Model Regresi Zero Inflated Generalized Poisson (GZIP)?

1.3 Tujuan Penelitian Dari permasalahan diatas maka tujuan dalam penelitian ini dalah 1. Mendapatkan penaksir parameter dan staistik uji pada model Geographically Weighted Poisson Regression (GWPR) ? 2. Mendapatkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah kematian bayi berdasarkan model regresi Poisson. 3. Mendapatkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mortality dengan menggunakan regresi Poisson 4. Mendapatkan model IPM di berbagai provinsi dengan menggunakan regresi logistik ordinal. 5. Mendapatkan model IPM di berbagai provinsi dengan menggunakan regresi probit. jumlah maternal

12

6.

Mendapatkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status ODHA dengan menggunakan model regresi logistik biner.

7.

Mendapatkan faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap morbiditas dengan menggunakan GZIP.

1. 4 Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini adalah sebagi berikut. 1. Memberikan alternatif model regresi yang mengakomodir pengaruh spasial dalam pemodelan jumlah kematian bayi dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. 2. Dapat memberikan alternatif pemecahan masalah apakah tiap-tiap wilayah memerlukan penanganan yang sama untuk memperbaiki kualitas manusianya atau diperlukan penanganan tertentu untuk suatu wilayah. 3. Mengetahui faktor-faktor resiko ODHA, sehingga diharapkan mampu memberikan masukan bagi pemerintah maupun pihak terkait dalam penanggulangan HIV/AIDS. 4. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi morbiditas, sehingga

diharapkan mampu memberikan masukan bagi pemerintah maupun pihak terkait dalam penanggulangan morbiditas. 5. Dapat memberikan alternatif pemecahan masalah apakah tiap-tiap wilayah memerlukan penanganan yang sama untuk memperbaiki kualitas manusianya atau diperlukan penanganan tertentu untuk suatu wilayah. 6.
Setelah mengetahui faktor resiko morbiditas, diharapkan lebih berhati-hati dalam menjaga kesehatan baik kesehatan pribadi maupun lingkungan.

13

7.

Dapat dijadikan sebagai salah satu acuan pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan untuk mengatasi masalah morbiditas pada usia produktif.

8.

Dapat

dijadikan

referensi

bagi

pemerintah

dan

masyarakat

untuk

meminimalkan jumlah maternal mortality di Jawa Timur.

1.5 Batasan Masalah Ada beberapa batasan dalam penelitian ini. 1. Penelitian ini dibatasi pada pemodelan regresi Poisson, dimana dari ketiga ukuran R 2 dalam regresi Poisson hanya R 2 berdasarkan residual devians yang digunakan dalam penelitian ini. 2. Penelitian tentang ODHA hanya dibatasi pada data hasil STHP 2006 di Tanah Papua yang terbagi menjadi tiga topografi wilayah. 3. Permasalahan dibatasi hanya pada kasus morbiditas di Provinsi Bali pada Tahun 2007 dengan unit observasi penduduk usia 15 60 tahun.

1.6 Target Luaran Target luaran yang dihasilkan adalah 1. Publikasi artikel ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal terakreditasi nasional. 2. Teori baru yang dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan.

14

Anda mungkin juga menyukai