PROPOSAL TESIS
i
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Pertanyaan Penelitian
1.4. Tujuan Penelitian
1.5. Manfaat Penelitian
1.6. Ruang Lingkup Penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fertilitas
2.1.1 Definisi Fertilitas
2.1.2 Konsep Fertilitas
2.1.3 Ukuran Dasar Fertilitas
2.2. Teori Fertilitas
2.3. Faktor-faktor Penyebab Fertilitas
2.4. Berbagai Hasil Penelitian Sebelumnya
BAB III KERANGKA KONSEP
3.1. Kerangka Konsep
3.2. Definisi Operasional
3.3. Hipotesis
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
4.2. Lokasi Penelitian
4.3. Sumber Data dan Instrumen
4.4. Populasi dan Sampel Penelitian
4.5. Pengumpulan Data
4.6. Pengolahan Data
4.7. Analisis Data
4.7.1 Analisis Deskriptif
2
Universitas Indonesia
4.7.2 Estimasi Model
4.7.3 Deteksi Asumsi Klasik
4.7.4 Analisis Bivariat
4.7.5 Analisis Multivariat
3
Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
4
Universitas Indonesia
disertai faktor kualitas dan persebarannya merata. Dengan proyeksi jumlah penduduk
Indonesia sebanyak 307,5 juta jiwa di tahun 2035, dikhawatirkan berpotensi
menimbulkan berbagai persoalan baru seperti terjadinya krisis pangan dan energi.
Pemerintah melalui stakeholder terkait diharapkan dapat mengambil kebijakan yang
tepat dalam mengontrol tingkat fertilitas tersebut (BKKBN Jawa Barat, 2016).
Laju pertumbuhan penduduk dipengaruhi oleh tiga faktor demografi, yaitu
tingkat kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas) dan perpindahan (migrasi). Tingkat
fertilitas merupakan faktor demografi yang paling menentukan tingkat penurunan
pertumbuhan penduduk karena penurunan tingkat fertilitas. Terkait dengan fertilitas,
pemerintah diharapkan mampu untuk menghasilkan suatu kebijakan yang efektif dalam
rangka mengontrol laju pertumbuhan penduduk. Kebijakan yang diupayakan
pemerintah tersebut tentu saja tidak lepas dari berbagai macam faktor yang
mempengaruhi tingkat fertilitas seorang wanita, diantaranya adalah umur ibu, umur saat
perkawinan pertama, jumlah anak meninggal, tempat tinggal, pendidikan, pekerjaan,
pendapatan dan kontrasepsi (Fathimah, 2002).
Sebuah studi di Ethiopia mengenai prevalensi pernikahan usia dini terhadap
pengendalian fertilitas menyebutkan bahwa wanita yang umur kawinnya < 15 tahun
cenderang memiliki tingkat fertilitas 1,83 kali lebih tinggi daripada wanita dengan usia
> 20 tahun. Selain itu, masih pada penelitian yang sama menyebutkan bahwa semakin
rendah tingkat pendidikan seorang wanita yang telah menikah, semakin tinggi 1,83 kali
lipat tingkat fertilitasnya daripada yang telah mengenyam lebih dari pendidikan
menengah (Mekonen, dkk, 2011).
Mengacu kepada konsep dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional, umur kawin pertama didefinisikan sebagai umur atau usia seseorang pada saat
keduanya pertama kali menikah. Melalui UU Perkawinan No.1 tahun 1974, Pemerintah
telah menetapkan batas umur pernikahan yaitu 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun
bagi laki-laki. Guna mencegah pernikahan tersebut, pemerintah mengeluarkan Program
Pendewasaan Usia Perkawinan yaitu rekomendasi umur minimal pernikahan 20 tahun
bagi wanita dan 25 tahun bagi wanita (BKKBN Lampung, 2011). Namun demikian,
fenomena global praktek pernikahan di usia dini masih berkembang, khususnya di
kawasan Afrika. Sebuah studi di Rwanda menunjukkan bahwa usia perkawinan pada
rentang usia 8-18 memiliki peluang sebesar 58,3% untuk memperoleh jumlah anak lebih
5
Universitas Indonesia
dari 4 jika dibandingkan dengan rentang usia 25-49 tahun yang memiliki peluang
sebesar 27,1%. Masih pada penelitian yang sama, kelompok penduduk miskin
(berpenghasilan rendah) memiliki peluang untuk mendapatkan jumlah anak lebih dari 4
sebesar 51% dibandingkan dengan kelompok penduduk kaya (Ndahindwa, dkk, 2014).
Selain faktor penghasilan, tingkat fertilitas lebih tinggi di daerah pedesaan,
karena masyarakat kota lebih modern dan berpendidikan (Gee, 2010). Masyarakat
perdesaan secara kultural lebih fanatik dengan tingkat pengetahuan kondisi sosial
ekonomi yang relatif lebih terbatas dibanding dengan masyarakat kota. Hal tersebut
diperkuat dengan hasil penelitian di Nepal yang menjukkan bahwa masyarakat
perdesaan lebih tinggi 2.5 kali lipat tingkat fertilitasnya dibanding masyarakat
perkotaan. Masih pada penelitian yang sama, status wanita bekerja berpengaruh pula
menurunkan fertilitas sebesar 0,9% (Adhikari, 2010). Hal ini terjadi karena wanita
bekerja lebih sering menghabiskan waktunya di luar rumah dibandingkan wanita yang
tidak bekerja. Wanita yang bekerja dan memiliki jabatan tinggi cenderung beranggapan
bahwa kehadiran seorang anak akan menghambat peningkatan karier (Yanzi, 2015).
Kejadian kematian anak yang pernah dialami oleh pasangan suami istri
berpengaruh pula terhadap tingkat fertilitas. Adanya rasa takut akan kehilangan seorang
atau lebih anak akan direspon orang tua dengan upaya untuk memiliki banyak anak
untuk memastikan bahwa anak mereka selamat sampai dewasa (Heer, 1983). Penelitian
mengenai fertilitas di Asia Tenggara dan Asia Selatan menunjukkan bahwa kematian
anak meningkatkan wanita untuk melahirkan anak sebesar 1,8% (Teguh 2012).
Upaya yang paling konkrit dan signifikan dalam mengendalikan fertilitas
adalah dengan program keluarga berencana melalui penggunaan kontrasepsi (metode
pil, suntik, IUD, dll). Sebuah penelitian di Kenya menunjukkan bahwa penggunaan
kontrasepsi akan menurunkan fertilitas sebesar 25% (Murigi, 2015).
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat fertilitas tersebut di atas erat
kaitannya dengan upaya pemerintah untuk menurunkan Total Fertility Rate.
Berdasarkan hasil SDKI 2012, tingkat fertilitas masih mengalami stagnasi di angka 2,6
dan belum mencapai target RPJMN 2010-2014 yaitu 2,1 anak per wanita. Merujuk pada
hal tersebut peneliti tertarik untuk melihat faktor-faktor mempengaruhi tingkat fertilitas
Indonesia pada tahun 2016.
6
Universitas Indonesia
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil SDKI 2012, tingkat fertilitas masih mengalami stagnasi di
angka 2,6 dan belum mencapai target RPJMN 2010-2014 yaitu 2,1 anak per wanita
Meskipun pada tahun 2015 sudah mengalami sedikit penurunan menjadi 2,5 namun
demikian angka tersebut masih tergolong cukup tinggi dan menempati peringkat empat
di tingkat ASEAN. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) suatu negara akan
mecapai tahap replacemet level fertility pada saat TFR berada pada angka 2,1. Angka
capaian saat ini mengindikasikan bahwa Indonesia belum mencapai tahap replacement
level fertility sehingga upaya penurunan tingkat kelahiran masih diperlukan.
Tersedianya data terbaru Survey Sosial Ekonomi Nasional tahun 2016 dapat digunakan
untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan fertilitas pada wanita yang telah
menikah di Indonesia tahun 2016
8
Universitas Indonesia
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Peneliti
Menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama mengikuti perkuliahan di
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
1.5.2. Bagi FKM UI
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan tindak lanjut
penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan fertilitas dan kependudukan
1.5.3. Bagi Pemerintah
Diharapkan mampu untuk memberikan sumbangan ilmu pengetahuan,
khususnya kajian untuk menyusun kebijakan terkait dengan fertilitas dan
kependudukan
9
Universitas Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fertilitas
2.1.1. Pengertian Fertilitas
Fertilitas dalam Bahasa Inggris disebut sebagai “Fertility” yang diartikan
sebagai reproductive performance (Websers, 1966). Fertilitas merupakan konsep
definisi yang digunakan oleh ahli Demografi untuk menunjukkan tingkat pertambahan
jumlah anak (Hutabarat, 1981).
Pengertian lainnya dari fertilitas sebagai istilah demografi adalah hasil
reproduksi yang nyata dari seorang wanita atau sekelompok wanita atau dengan kata
lain fertilitas ini berkaitan dengan banyaknya bayi yang lahir hidup (Hatmadji, 1981).
Fertilitas juga didefinisikan sebagai istilah yang dipergunakan di dalam bidang
demografi untuk menggambarkan jumlah anak yang benar-benar dilahirkan hidup,
sehingga fertilitas adalah suatu ukuran yang diterapkan untk mengukur hasil reporduksi
wanita yang diperoleh dari statistik jumlah kelahiran hidup (Pollard, AH, 1984).
Dari beberapa pengertian fertilitas yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan
bahwa fertilitas adalah suatu istilah yang digunakan dalam bidang demografi untuk
menggambarkan jumlah anak yang benar-benar lahir hidup.Istilah fertilitas ditekankan
pada intensitas dan waktu dari kelahiran yang diamati dari populasi wanita atau pria
yang diasumsikan berada pada periode masa reproduksi (Wunsch, 1978).
Istilah Natalitas memiliki arti hampir sama dengan fertilitas, perbedaannya
terdapat pada ruang lingkupnya. Fertilitas mencakup perananan kelahiran pada
perubahan penduduk, sedangkan natalitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan
penduduk dan reproduksi manusia (Hatmadji, 1981). Adapun menurut Wunsch (1978),
natalitas dalam pengertian umum adalah sebuah kontribusi kelahiran hidup terhadap
perubahan populasi yang merupakan satu dari tiga fenomena (selain mortalitas dan
migrasi) yang berperan dalam perubahan populasi menurut tempat dan waktu
10
Universitas Indonesia
2.1.2. Konsep Fertilitas
Menurut Hermadji (1981), dalam memahami fertilitas beberapa istilah yang
harus dipahami yaitu:
1. Lahir hidup (Live birth) menurut PBB dan WHO, adalah suatu kelahiran
bayi tanpa memperhitungkan lamanya di dalam kandungan, dinama bayi
tersebut pada waktu lahirnya menunjukkan tanda-tanda kehidupan seperti
bernafas, jantungnya berdenyut, denyutan tali pusat serta adanya gerakan
otot
2. Lahir mati (Still birth) adalah kelahiran bayi dari kandungan yang berumur
paling sedikit 28 minggu, tanpa menunjukkan tanda-tanda kehidupan
3. Abortus adalah kematian bayi dalam kandungan dengan umur kehamilan
kurang dari 28 minggu. Abortus terbagi atas induced dan spontaneous (tidak
disengaja)
4. Masa reproduksi (Childbearing age) yaitu periode wanita melahirkan di usia
subur 15-49 tahun
13
Universitas Indonesia
2. Reproductive History (cumulative fertility)
a. Child Ever Born (CEB) atau jumlah anak yang pernah dilahirkan
CEB mencerminkan banyaknya kelahiran sekelompok atau beberapa
wanita selama reproduksinya, dan disebut juga dengan paritas. Kebaikan
dari perhitungan CEB ini adalah mudah didapatkan informasinya (di
sensus dan survey) dan tidak ada referensi waktu. Kekurangan CEB
adalah jumlah anak lahir hidup menurut kelompok umur sering tidak
akurat apabila terdapat kesalahan dalam pelaporan ibu, terutama di
negara berkembang serta ada kecenderungan bahwa semakin tua sekamin
besar kemungkinan untuk melupakan jumlah anak yang dilahirkan
(memory lapse)
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
14
Universitas Indonesia
memungkinkan CWR terlalu rendah dibandngkan kenyataan
sebenarnya.
c. tidak memperhitungkan tingkat keseburan wanita menurut umur
sebagaimana metode ASFR.
Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut:
Variabel Pengaruh:
Sosial
Ekonomi Variabel Antara Fertilitas
Budaya
Lingkungan
Davis dan Blake (1956) dalam Anwar (1995) menyebut variable antara sebagai
intermediet variable. Kemudian David dan Blake berpendapat bahwa ada tiga tahap
penting dalam proses reproduksi manusia, yaitu tahap hubugan kelamin (sexual
15
Universitas Indonesia
intercourse), tahap pembuahan (intercourse) dan tahap kehamilan (gestation). Dari
ketiga tahap tersebut, David dan Blake menyebutkan 11 variabel antara dan
menyebutnya intermediate fertility variable, yaitu:
1. Exposure Factor
Exposure Factors adalah kelompok faktor yang menentukan terjadinya
hubungan seksual. Diasumsikan bahwa kelahiran hanya akan terjadi di
dalam perkawinan, walaupun tidak menutup kemungkinan bahwa globalisasi
yang sedang berlangsung akan mengubah norma perkawinan yang ada
selama ini terdapat di Indonesia. Oleh sebab itu, variable sexual exposure
merupakan salah satu variable antara yang penting. Mereka yang tidak
berisiko berhubungan seks tidak akan pernah melahirkan. Dengan
mengetahui status kawin perempuan, para analis dapat meduga apakah
mereka berisiko melakukan hubungan seks atau tidak
2. Kelompok Fertilitas Alamiah
Terdiri dari dua aspek, yaitu aspek biologis dan tingkah laku, sehingga
variable sosio ekonomi dapat mempengaruhi fertilitas alamiah pada dua
aspek tersebut. Aspek biologis fertilitas alamiah berkaitan dengan
kemampuna fisik seseorang perempuan untuk melahirkan atau disebut
dengan fekunditas. Perbaikan status kesehatan dan gizi dapat menurunkan
16
Universitas Indonesia
kematian janin atau keguguran dan juga memperpendek masa tidak subur
setelah melahirkan, yang berarti dapat meningkatkan fekunditas.
Membaiknya status kesehatan dan gizi juga dapat memperpanjang masa
subur seorang perempuan, yang ditandai dengan makin awalnya menarche
(pertama kali mengalami menstruasi) dan makin lambatnya menopause
(menstruasi terakhir)
Sedangkan faktor yang berkaitan dengan tingkah laku yaitu tabu melakukan
hubungan seks ketika istri sedang menyusui dapat menghalangi jumlah
maksimum anak yang dilahirkan
3. Kelompok Pengaturan Fertilitas Secara Disengaja
Di dalam perkawinan, pasangan suami istri secara sengaja atau tidak sengaja
dapat mengukur kelahiran anak-anak. Bila kelahiran anak diatur secara sadar
atau sengaja, maka ada sejumlah kelahiran yang tercegah dan menurut
Bongaart kelompok ini disebut kelompok variable pengaturan kelahiran,
yang terdiri dari dua variable yaitu penggunaan kontrasepsi dan aborsi
17
Universitas Indonesia
tempat tinggal ini mengindikasikan adanya kecenderungan dari wanita
daerah perkotaan untuk membatasi jumlah anak (menjarangkan kelahiran)
pada usia yang lebih muda daripada wanita di daerah perdesaan.
3. Umur Kawin Pertama
Sejalan dengan pemikiran bahwa semakin muda seseorang melakukan
perkawinan, maka semakin panjang umur reproduksinya, sehingga
diharapkan semakian banyak anak pula yang dilahirkan. Hal ini
mengindikasikan hubungan yang negatif antara umur perkawinan dan
fertilitas.
4. Jumlah Kematian Anak
Wanita pernah kawin yang tidak pernah megalami kematian anaknya
mempunyai fertilitas rata-rata 2,1 anak, kemudian meningkat menjadi 3,9
anak lahir hidup pada wanita yang mempunyai seorang anak meninggal,
menjadi 5,3 anak lahir hidup pada wanita yang mempunyai dua anak yang
meninggal, dan tertinggi 7,6 anak lahir hidup pada wanita yang mempunyai
3 anak atau lebih meninggal. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya
pengaruh yang signifikan antara jumlah anak meninggal terhadap tingkat
fertilitas (BKKBN, 2009)
5. Pekerjaan
Mengurus anak merupakan pekerjaan yang banyak membutuhkan waktu.
Sementara itu seorang perempuan yang bekerja akan merasa bahwa
waktunya semakin mahal dengan kehadiran seorang anak yang akan banyak
mengganggu waktu aktifivitasnya. Hal ini mengindikaksikan bahwa
perempuan yang bekerja akan mempunyai anak yang lebih sedikit daripada
perempuan yang tidak bekerja.
6. Pendidikan
Wanita dengan tingkat pendidikan tinggi lebih cenderung untuk ikut aktif
dalam kegiatan ekonomi di luar rumah dibandingkan wanita dengan
pendidikan rendah. Semakin baik tingkat pendidikan kaum wanita, maka
mereka semakin berpotensi untuk memberikan kontribusi yang lebih besar
dalam penghasilan keluarga sehingga waktu khusus yang mereka sediakan
18
Universitas Indonesia
untuk membesarkan anak semakin terbatas, dengan sendirinya akan
mempengaruhu jumlah anak yang diinginkan (Yuniati, Sri, dkk).
ASFR untuk wanita dengan tingkat pendidikan SMP+ sama dengan pola
ASFR untuk tingkat fertilitas total, yaitu 25-29 tahun. Untuk wanita dengan
tingkat pendidikan yang lebih rendah, pucak ASFR terlihat pada umur 20-24
tahun. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin kecil perbedaan antara
tingkat fertilitas umur 20-24 tahun dan 25-29 tahun. Hal ini mengindikasikan
bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seorang wanita, semakin
cenderung untuk menunda kelahiran pada usia yang lebih lanjut. (BKKBN,
2004)
7. Pendapatan
Terdapat hubungan negatif antara tingkat pendapatan keluarga dengan
fertilitas dan ini hampir dapat dikatakan sebagai hukum sosio-ekonomi, yaitu
dimana semakin besar pendapatan suatu keluarga, fertilitasnya akan
semakin kecil.
8. Kontrasepsi
Pola penggunaan kontrasepsi pada wanita pernah kawin yang pernah
memakai kontrasepsi dan wanita pernah kawin yang saat ini memakai
kontrasepsi terlihat sama. Pemakian kontrasepsi lebih banyak pada wanita
yang sudah mempunyai 1-2 anak yang kemungkinan dilakukan untuk
penjarangan, dan pada wanita yang mempunyai 3-4 anak yang kemungkinan
untuk mengakhiri kelahiran. Sebaliknya pada wanita yang tidak memakai
kontrasepsi umumnya belum mempunyai anak (umumya ibu muda) dan
sudah mempunyai lebih dari 5 anak (umumnya ibu tua) (BKKBN, 2009).
19
Universitas Indonesia
2.4. Berbagai Hasil Penelitian Sebelumnya
1 2 3 4 5
Variabel memberikan
Independen: pengaruh
signfikan
20
Universitas Indonesia
Daerah Tempat terhadap fertilitas
Tinggal,
Pendidikan,
Jumlah Anak
yang Meninggal,
Umur Kumpul
Pertama, Jumlah
Perkawinan,
Indeks Kekayaan
Kuintil,
Pemakaian
Alat/KB
21
Universitas Indonesia
Keluarga Ideal, berhubungan
Jenis Kelamin, dengan Fertilitas
di NTT 2002-
2003 yaitu anak
berjenis kelamin
laki-laki
Variabel .
Independen:
Umur Kawin
Pertama,
Penggunaan
Kontrasepsi,
Tempat Tinggal,
Pendidika,
Pekerjaan, Status
Ekonomi
22
Universitas Indonesia
Hidup) di Tahun dengan fertilitas
2012 (Analisis
Variabel
Data Lanjut
Independen:
SDKI Tahun
2012) Daerah Tempat
Tinggal, Umur,
Status Pekerjaan,
Pendidikan,
Kuintil
Kekayaan,
Jumlah Anak
yang Diinginkan,
Pilihan Jenis
Kelamin Anak,
Pemakaian
alat/cara KB,
Keputusan
berKB, Akses
terhadap media,
Umur Kumpul
Pertama, Umur
Kawin Pertama,
Jumlah Anak
yang Meninggal,
Pemberian ASI
Eksklusif, Aborsi
23
Universitas Indonesia
Kecamatan pendapatan berpengaruh
Polokarto keluarga, status signfikan
Kecamatan pekerjaan, umur terhadap fertilitas
Polokarto kawin pertama,
Kecamatan mortalitas bayi,
Sukoharjo dan alat
kontrasepsi
24
Universitas Indonesia
BAB III
KERANGKA KONSEP
Faktor Sosiodemografi
Umur Ibu
Umur perkawinan pertama
Jumlah Kematian Anak
Tempat Tinggal
Kontrasepsi
25
Universitas Indonesia
VARIABEL DEFINISI JENIS SKALA
DEPENDEN OPERASIONAL DATA
Umur Ibu Umur responden pada saat Numerik Rasio
wawancara yang dihitung
berdasarkan kalender masehi
menurut umur pada ulang
tahun responden terakhir
(pembulatan ke bawah)
Umur kawin Umur responden (tahun) Numerik Rasio
pertama pada saat melangsungkan
perkawinan pertama
Jumlah Banyaknya anak kandung Numerik Rasio
Kematian Anak yang dilahirkan hidup yang
sudah meninggal
Tempat Tinggal Daerah/lokasi dimana wanita Kategorik Nominal
biasanya menetap 0. Kota
1. Desa
Pendidikan Pendidikan formal tertinggi Kategorik Ordinal
yang ditamatkan mulai dari 0. < SLTP
tidak pernah sekolah, tidak 1. > SLTP
tamat SD, tamat SD sampai
dengan Perguruan Tinggi
Pekerjaan Kegiatan yang dilaksanakan Kategorik Nominal
dengan maksud memperoleh 0. Bekerja
penghasilan atau keuntungan 1. Tidak Bekerja
selama paling sedikit satu
jam dalam seminggu yang
lalu
26
Universitas Indonesia
tangga yang terdiri dari
pengeluaran untuk makan
dari pengeluaran bukan
untuk makan selama satu
bulan yang lalu
Kontrasepsi Status Penggunaan Kategorik Nominal
Kontrasepsi oleh responden 0. Pernah
menggunakan
kontrasepsi
1. Tidak pernah
menggunakan
kontrasepsi
3.3 Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan tinjauan penelitian sebelumnya, maka dapat
dikemukakan hipotesis sebagai berikut:
1. Faktor Umur Ibu berpengaruh positif dan signifikan terhadap fertilitas
wanita kawin
2. Faktor Umur saat Perkawinan Pertama berpengaruh positif dan signifikan
terhadap fertilitas wanita kawin
3. Faktor Jumlah Kematian Anak berpengaruh positif dan signifikan terhadap
fertilitas wanita kawin
4. Faktor Tempat Tinggal berpengaruh negatif dan signifikan terhadap fertilitas
wanita kawin
5. Faktor Pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap fertilitas
wanita kawin
6. Faktor Pekerjaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap fertilitas
wanita kawin
7. Faktor Pendapatan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap fertilitas
wanita kawin
8. Faktor Kontrasepsi berpengaruh negative dan signifikan terhadap fertilitas
wanita kawin
27
Universitas Indonesia
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
28
Universitas Indonesia
4.4. Populasi dan Sampel Penelitian
4.4.1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh sampel individu yang merupakan
responden dari Susenas tahun 2016 yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia
4.4.2. Sampel
Untuk merujuk kepada tingkat fertilitas, maka syarat yang harus terpenuhi
adalah upaya secara biologis responden untuk memiliki anak. Sehinga kriteria inklusi
sampel dalam penelitian ini adalah perempuan kawin usia 15-49 tahun pada rumah
tangga terpilih tahun 2016. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu
Y = f (X1,X2,X3,X4,X5,X6,X7,X8)
Keterangan:
Y : Fertilitas Ibu Menikah usia 15-49 tahun
Umur : Umur Ibu
UKP : Usia Kawin Pertama
JKA : Jumlah Kematian Anak
Mukim : Tempat Tinggal
30
Universitas Indonesia
Didik : Pendidikan Ibu
Kerja : Pekerjaan Ibu
Inc : Pendapatan Ibu
Kont : Penggunaan Kontrasepsi
β0 : Besarnya fertilitas wanita kawin pada saat variabel lain
diasumsikan tidak ada
β1 : Besarnya pengaruh umur terhadap fertilitas wanita kawin
β2 : Besarnya pengaruh usia kawin pertama terhadap fertilitas
wanita kawin
β3 : Besarnya pengaruh jumlah kematian anak terhadap fertilitas
wanita kawin
β4 : Besarnya pengaruh tempat tinggal ibu terhadap fertilitas
wanita kawin
β5 : Besarnya pengaruh pendidikan ibu terhadap fertilitas wanita
kawin
β6 : Besarnya pengaruh pekerjaan ibu terhadap fertilitas wanita
kawin
β7 : Besarnya pengaruh pendapatan ibu terhadap fertilitas wanita
kawin
β8 : Besarnya pengaruh penggunaan kontrasepsi terhadap fertilitas
wanita kawin
ε : variable pengganggu/error term
i : data cross-section
31
Universitas Indonesia
normal. Cara yang digunakan untuk menguji penyimpangan asumsi klasik
adalah sebagai berikut:
a. Deteksi Normalitas
Deteksi Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak.
Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual
mengikuti distribusi normal. Apabila asumsi ini dilanggar maka uji statistik
menjadi tidak berlaku.
Ada beberapa metode untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi
residual antara lain Jarque-Bera (J-B) Test dan metode grafik. Dalam
penelitian ini akan menggunakan metode J-B Test, apabila J-B hitung < nilai
χ2 (Chi-Square) tabel, maka nilai residual terdistribusi normal.antara
kesalahan
b. Deteksi Multikolinieritas
Deteksi Multikolinieritas bertujuan untuk mendeteksi apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas atau independen. Model
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel
independen. Apabila nilai R2 yang dihasilkan dalam suatu estimasi model
regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel- variabel
independen banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen,
hal ini merupakan salah satu indikasi terjadinya multikolinieritas (Imam
Ghozali, 2005).
Multikolinearitas dalam penelitian ini dideteksi dengan menggunakan
auxiliary regressions untuk mendeteksi adanya multikolinearitas. Kriterianya
adalah jika R2 regresi persamaan utama lebih besar dari R2 auxiliary
regressions maka di dalam model tidak terdapat multikolinearitas.
c. Deteksi Autokorelasi
Menurut Imam Ghozali, deteksi autokorelasi digunakan untuk mengetahui
apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan penggangu
pada periode t dengan kesalahan penganggu pada periode t-1 (sebelumnya),
32
Universitas Indonesia
dimana jika terjadi korelasi dinamakan ada problem autokorelasi.
Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu
berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan
pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini
sering ditemukan pada data runtut waktu (time series). Secara manual,
apabila χ2 tabel lebih kecil dibandingkan dengan Obs*R-squared, maka
hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak ada autokorelasi dalam model
dapat ditolak.
d. Deteksi Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui apakah kesalahan
pengganggu mempunyai varian yang sama. Untuk menguji ada tidaknya
heteroskedastisitas dalam model regresi digunakan uji Glejser, dengan
langkah-langkah sebagai berikut (Gujarati, 2000):
1. melakukan regresi variabel terikat Y terhadap semua variabel penjelas Xi
dan memperoleh residul ( |e| );
2. melakukan regresi dari nilai absolute residual ( |e| ) terhadap nilai X1
yang mempunyai hubungan erat dengan ∂2 μ dengan bentuk regresi
sebagai berikut;
|e| = ∂0 + ∂iXi + μ1
33
Universitas Indonesia
1. Koefiensi Determinasi
Koefisien Determinan (R2) pada intinya mengukur kebenaran model analisis
regresi. Dimana analisis adalah apabila nilai R2 mendekati angka 1, maka
variabel bebas semakin mendekati hubungan dengan variabel terikat
sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan model tersebut dapat
dibenarkan.
determinasi tersebut adalah untuk mengetahui seberapa besar prosentase
sumbangan variabel bebas terhadap variabel terikat yang dapat pula
dinyatakan dalam prosentase (Gujarati, 2003). nilai kisaran R² adalah antara
0 < R² < 1. Nilai R² yang sempurna adalah satu yaitu apabila keseluruhan
variasi dependen dapat dijelaskan sepenuhnya oleh variabel independen yang
dimasukkan dalam model.
35
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Evi Nurvidya. Variabel Sosial Ekonomi vs Variabel Antara dalam Analisis
Faktor Penentu Fertilitas dalam Ananta, Aris. Kecenderungan dan Faktor
Penentu Fertilitas dan Mortalitas di Indonesia. BKKBN
Badan Pusat Statistik. 1994. Tren Fertilitas, Mortalitas dan Migrasi. BPS Jakarta
BKKBN. 2016. Laju Pertumbuhan Penduduk 4 Juta Per Tahun. 26 September 2016.
https://www.bkkbn.go.id/detailpost/laju-pertumbuhan-penduduk-4-juta-per-
tahun
BKKBN DKI Jakarta. 2008. Pengertian dan Istilah Kepedudukan. 9 April 2008.
http://dkijakarta.bkkbn.go.id/data/Documents/istilah_demografi.htm
BKKB Jawa Barat. 2016. BKKBN Ajak Lintas Sektor Tangani Kependudukan. 25 Juli
2016.http://jabar.bkkbn.go.id/_layouts/mobile/dispform.aspx?List=c5f91c96-
5b3c-4ed9-ae57-fd504e8beabe&View=83451488-c54c-4643-a629-
eda410c30b13&ID=1738
BKKBN Kalimantan Barat. 2016. Meneropong Masa Depan Indonesia dari Aspek
Kependudukan. 30 Juni 2016.
http://kalbar.bkkbn.go.id/Lists/Artikel/DispForm.aspx?ID=208&ContentTypeId
=0x01003DCABABC04B7084595DA364423DE7897
36
Universitas Indonesia
Bongaarts, John. 1978. A Framework for Analyzing the Proximate Determinants of
Fertility. Population and Development Review.
Gee, E.M. 1990. Population, in Hagedorn. R, Sociology, Fourth Edition. Toronto: John
Deyell Company
Ghazali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. BPFE
UNDIP
Hatmadji dan S.I. Achmad. 1984. Analisis Fertilitas di Indonesia Berdasarkan Data
Sensus Penduduk Tahun 1980. Jakarta: BPS-LDUI
Mekonnen W & Worku, A. 2011. Determinants of Fertility in rural Ethiopia: the Case
of Butajira Demographic Surveillance System. BioMed Central. 10 Maret 2018.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3201928/pdf/1471-2458-11-
782.pdf
Yanxi S.R. 2015. Pengambilan Keputusan Menunda Memiliki Anak pada Pasangan
yang Bekerja di Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
38
Universitas Indonesia