Anda di halaman 1dari 57

Eradikasi Polio

Eliminasi
Campak

Target?

Niprida Mardin
WHO-EPI
Surabaya 25 - 27 Nov 2014

Rubella/CRS
Control

PENCAPAIAN BEBAS POLIO BERDASARKAN REGION

Yang sudah Bebas Polio

1994: Benua Amerika (AMRO)

2000: Western Pasific (WPRO)

2002: European Region (EURO)

Yang
BelumEast
Bebas
Polio
2014
: South
Asia
(SEARO)

East Mediteranian (EMRO)

TANTANGAN INDONESIA atau


POTENSI MASALAH
Pasca sertifikasi, apakah surveilans AFP dan
imunisasi polio masih diperlukan ?
Virus polio import (Karena Afrika, Pakistan dan
di beberapa negara masih mempunyai virus
polio)
VDPV (Vaccine Derived Polio Virus), yaitu vaksin yg
bermutasi menjadi infeksius lagi terutama di daerah
cakupan imunisasi rendah

1. Masih terdapat negara yg masih


mempunyai virus polio liar
States with active transmission
of wild poliovirus:

Pakistan (endemic country)


Suriah
Equatorial Guinea
Cameroon
Afghanistan (endemic country)
Ethiopia
Iraq
Israel (environmental only)
Nigeria (endemic country)
Somalia

States Currently
(since 1 Jan 2014)
Exporting Wild
Poliovirus

States Infected with


Wild Poliovirus but
Not Currently
Exporting (since 1
Jan 2014)

Pakistan
Suriah
Equatorial
Guinea
Cameroon

Afghanistan
Ethiopia
Iraq
Israel
Nigeria
Somalia

2. Vaksin polio OPV dapat


bermutasi
Indonesia masih menggunakan Vaksin OPV trivalent
(tOPV) untuk memberi kekebalan terhadap ketiga type
virus , type P1, P2 dan P3
Pada hal virus type 2 sudah musnah, jadi vaksin type 2 ini
tidak diperlukan lagi
Disamping itu, vius type 2 ini banyak menimbulkan
masalah, yaitu :
40 % kasus VAPP disebabkan vaksin type 2
95% kasus VDPV disebabkan vaksin type 2

Ini terjadi jka cakupan imunisasi rendah dalam jangka


waktu lama
6

Apakah Indonesia beresiko


terjadinya VDPV ?
Ya, karena :
Indonesia negara high risk berdasarkan kajian cakupan
imunisasi dan surveilans AFP
Di beberapa daerah cakupan sangat rendah
VDPV dapat menular, sama dengan virus polio liar
Th 2005, KLB VDPV terjadi di Jawa Timur (Madura, dg jml
kasus 47)
Untuk itu, surveilans yang sensitive justru sangat diperlukan
untuk mendeteksi jika ada kemungkinan VDPV /VAPP dan
importasi tersebut.
Penghentian pemberian P2, diganti dengan bOPV dan IPV

Risk of Polio Transmission Following


Importation
Countries
Susceptibility Surveillance Population/
Bangladesh
Bhutan
DPR Korea
India
Indonesia
Maldives
Myanmar
Nepal
Sri Lanka
Thailand
Timor-Leste

(Weight
50%)

(Weight
30%)

0
1
1
6
10
1
8
6
1
1
9

0
0
2
0
0
3
2
0
2
4
4

Risk

programme evaluation
(Weight 20%)
5
3
3
7
6
2
6
3
2
3
3

Low
Low
Low
High
High
Low
High
Med
Low
Med
High

Risk Assigned: High (>4.0), Medium (2.0-4.0), Low (<2.0) Weight @ 50/30/20
5th Meeting of the SEAR ITAG Data (WHO-SEARO) as of Mar 2014
25-29 August 2014, New Delhi

10
25-29 August 2014, New Delhi

5th Meeting of the SEAR ITAG

Data as of 11 Aug 2014

N=103

N=112

N=291

N=303

N=277

N=281

N=13746

N=30521

N=33691

N=35175

N=33081

N=451

N=794

N=862

N=909

N=847

N=76

N=100

N=73

N=33

N=145

N=164

N=98

N=170

N=137

N=390

N=964

N=987

N=931

N=762

Immunity Gap, NP-AFP Cases

(6 Months to 5 Yrs), SEAR, 2010-2014

Wild Poliovirus*, 04 May 2004 to 03 May 2005


AFGAN
EGYPT

MALI

GUINEA

NIGER

PAKISTAN
INDIA

CHAD

NIGERIA

PANTAI GADING

SAUDI ARABIA
(Nov & Dec 04)

YEMEN (11April 05)


SUDAN

BENIN

BUKINA
INDONESIA
(13April 05)

Wild virus type 1


Wild virus type 3
Wild virus type 1 & 3
Endemic countries
Re-established transmission countries
Case or outbreak following importation
*Excludes viruses detected from environmental
surveillance and vaccine derived polio viruses.
Data in WHO HQ as of 03 May 2005

The boundaries and names shown and the designations used on this map do not imply the expression of
any opinion whatsoever on the part of the World Health Organization concerning the legal status of any
country, territory, city or area or of its authorities, or concerning the delimitation of its frontiers or
boundaries. Dotted lines on maps represent approximate border lines for which there may not yet be full
agreement.
WHO 2005. All rights reserved

Distribusi KLB Polio


Indonesia 2005-2006

At closed database (15 December 2006), the last wild case occurred 298
days ago in Aceh Tenggara district, NAD province.
Total WPV : 305 cases
2005: 303 cases
2006: 2 cases
Total Infected Areas:
47, 10 provincesdistricts

Last Case in
Aceh Tenggara,
NAD
(20 /02/2006)

: 1 WPV Case
: 1 WPV Case
: 1 VDPV Case

First
First
Case
WPV
in Sukabumi,
Case in
Sukabumi,
Jawa Jawa
Barat Barat
(13/03/2005)

Non Polio AFP Rate* & Percentage Adequate Specimen by


Month
Indonesia, January 2005 December 2009

Published 6 November 2014

NON POLIO AFP RATE 2014


INDONESIA

IPV Introduction
tOPV to bOPV Switch
IPV
Mengurangi risiko dari OPV2
Membantu penghentian KLB jika type 2 muncul
kembali
Mempercepat peningkatan kekebalan P1 & P3
Akan dintroduksi June 2015

tOPV to bOPV switch


Global synchronized switch in Spring 2016

SEAR ITAG Recommendation


Indonesia should urgently address the issue of
persistent low polio immunization coverage
through routine immunization. Indonesia should
conduct at least two rounds of sub-national polio
supplemental immunization activities (SIAs) in
2015 targeting high-risk populations and areas.

Summary(II)
Polio
Semua negara berisiko tinggi untuk terjadinya
importasi virus polio.
Indonesia mempunyai immunity gap yg tinggi,
artinya, jika ada virus polio import , maka
Indonesia sangat tinggi risikonyo untuk terjadi KLB
yg luas.
Immunity gap ini hanya dapat ditutup dengan
SIAs dan routine coverage yang tinggi.
Indonesia melaksanakan surveilans AFP sesuai
standards.

Recommendations for Polio


Tingkatkan cakupan imunisasi rutin
Maintain AFP surveilans yg sesuai standard
sertifikasi
Monitor immunity gap
In 11 provinsi yg hight risk , harus melakukan
SIAs in 2015 before the switch to bOPV from tOPV
Provide additional support for IPV introduction in June
2015

SURVEILANS AFP PASCA SERTIFIKASI


Justru harus tetap sangat sesensitive untuk :
Mendeteksi sedini mungkin adanya virus polio import
Mendeteksi adanya kasus polio yang berkaitan dengan vaksin ,
(cVDPV dan VAPP)
Mengetahui tahapan strategi pemberian imunisasi polio menuju
penghentian imunisasi polio secara total.

Dikembangkannya Surveilans lingkungan di beberapa daerah


: Yogyakarta dan beberapa daerah yang mempunyai

pengelolaan limbah (sewage system) , Jakarta,


Surabaya ???

Setelah Polio Dapat


diselesaikan, Fokus selanjutnya
adalah Eliminasi Campak

Regional Goal

21

Target Regional: Eliminasi Campak dan Kontrol


Rubella/CRS
2015
Penurunan angka kematian akibat campak sebesar 95% bila
dibandingkan dengan estimasi kematian campak tahun 2000
Penurunan angka insidens campak sebesar 5 kasus/1 juta
penduduk
Penurunan kasus rubella/CRS sebesar 50% bila dibandingkan
dengan estimasi kasus tahun 2008.
2020
Tidak terdapat lagi daerah endemis campak dan Zero transmisi
selama minimal 12 bulan berturut-turut di suatu wilayah
(regional atau negara) dengan sistem surveilans yang baik.
Penurunan kasus rubella/CRS sebesar 95% bila dibandingkan
dengan estimasi kasus tahun 2008.

Immunization targets
2015
MCV1: 90% coverage at national
level and 80% at the

district level

MCV2: 90% coverage at national


level and 80% at the

district level

2020
MCV1: >95% coverage both at the
national and district level
MCV2: >95% coverage both at the
national and district level

Strategy Measles and Rubella Elimination,


INDONESIA
IMUNISASI :
Routin immunization :
Pemberian imunisasi dosis pertama usia 9 12 Bulan
Booster/Imunisasi lanjutan usia 24 Bulan
Masuk sekolah /School entry
Imunisasi tambahan/Kampanye campak
MR dilaksanakan pada tahun 2017
SURVEILANS :
CBMS/pemeriksaan spesimen 100 % kasus campak
Meningkatkan penemuan kasus dengan melibatkan pelayanan

swasta
Laporan individu sampai pusat dengan mengembangkan Web
system.
24
Membangun sentinel CRS surveillance

KENAPA PERLU CASE BASED


Atau

PEMERIKSAAN SPESIMEN ???


Mengetahui real measles dan real
rubella
Mengetahui real KLB campak dan real
KLB rubella
Bukan kepentingan medis, tetapi
kepentingan public health

Tujuan Pemeriksaan Serologis :


1.

Penegakan diagnosa : Kasus dengan gejala


panas dan bercak merah banyak, untuk
menentukan kasus ini campak, maka perlu
konfirmasi laboratorium (IgM)

Tujuan Pemeriksaan Urine :


2. Pemeriksaan Type Virus
Campak
Data as of 28 January 2011www.surveilans.org

Summary of Case Based Measles Surveillance


Indonesia, 2008-2014
YEAR

Total
Cases

Number
of
Province
Reporte
d

2008

395

2009

2289

2010

Number
of Cases
With
Complete
Report to
Central
(C1)

Cases
Measle
s

Rubella

Mix
(Measles
&
Rubella)

Negativ
e

Pending

24

174

219

12

654

247

939

1001

3101

31

2002

668

756

1673

2011

4694

31

4694

1175

1808

1711

2012

3558

31

3558

429

1565

1561

201
3

2894

32

2744

733

729

1356

64

201
4

2507

30

2507

661

322

840

672

Data as of 31 Aug 2014 www.surveilans.org

Measles Outbreak Reported and Lab Confirmed


Indonesia, 2005-2014

Data as of 31 May 2014 www.surveilans.org

INDIKATOR
SURVEILANS CAMPAK

Surveilans Rutin :
1. Rate ks Non campak secara nasional

: 2/100.000 pop

2. % Kabupaten melaporkan rate ks non campak 2/100.000


pop
: 80 %
3. Ks Tersangka campak yang diperiksa IgM
%
4. Specimen Adequat untuk pemeriksaan IgM
5. Spesimen adekuat untuk pemeriksaan Virology
%
6. Kelengkapan laporan C-1 puskesmas
%

: 80
: 80 %
: 80
: 90

INDIKATOR
SURVEILANS CAMPAK

KLB
1.KLB dg Fully
investigated
: 100 %
2.KLB campak pasti yang diperiksa virologi
: 80 %
3.Kelengkapan laporan C- KLB
: 90 %
Data as of 28 January 2011www.surveilans.org

Flow chart for classification


of suspected cases

Indikator
sensitifitas Surv
Campak/Rubella

31

INGAT
Penyakit
campak sangat
menular

Efikasi Vaksin
Campak hanya
85%

Di beberapa
daerah, cakupan
Imunisasi campak
masih
rendah/daerah
kantong

OLEH
SEBAB ITU
1. Kasus campak jarang tunggal
2. Kab/kota, lap campak 0, tdk
mungkin
3. Ks Campak yg dilaporkan blm
tentu Campak

MAKA
1. Setiap ks campak hrs cari ks
tambahan
2. Libatkan pelayanan swasta dlm
pelaporan
3. Ambil spesimen utk diagnosa
pasti

Permasalahan Surv Campak


(1)

Reporting Rate dan discarded rate masih


rendah (<2/100.000)
Meningkatkan surveilans aktif di RS
Melibatkan pelayanan swasta dalam
penemuan dan pelaporan kasus (Khususnya
pelayanan swasta yang kunjungannya
banyak)
Lakukan review register setiap melakukan
bimtek ke puskesmas
Setiap ditemukan 1 ks campak di
puskesmas, lakukan pencarian kasus
tambahan ke lapangan

Permasalahan Surv Campak


(2)
Pemeriksaan spesimen rendah (< 30%)
Menyediakan dana untuk transport
spesimen
Adanya poster SOP Surv campak di setiap
pelayanan kesehatan
Menyediakan spesimen kit

DEFINISI OPERASIONAL
CAMPAK
Kasus klinis:
Demam,
Bercak merah (rash)
berbetuk
mokulopapular,
Batuk/pilek atau mata merah
(conjunctivitis)
Atau
Dokter mendiagnosa sebagai
kasus campak

KASUS CAMPAK
KLINIS

SOP Surveilans campak di


puskesmas

POLIKLINIK
Tata laksana kasus (Vit A, supportif, dll)
Isi form C1
Memberikan rujukan untuk pengambilan
darah ke
laboratorium
Memberi tahu petugas surveilans
Tanya keluarga penderita, apakah ada
kasus yang
sama di
sekitarnya
PETUGAS
SURVEILANS
- Memeriksa kelengkapan form C1 dan
meyakinkan spesimen sudah diambil
- Kirim spesimen ke kab/kota
Cari kasus tambahan di sekitar rumah
penderira $ sekolah
-

Bila ditemukan kasus kurang 5, ambil semua


spesimennya.
Bila ditemukan kasus lebih5, laporkan ke Dinkes
Kab/kota, lakukan PE KLB (C1), ambil 10
specimen darah & 5 urine
(Fully
investigated)

PETUGAS LAB
Ambil spesimen darah
3cc (1 cc serum) ,
Sebelum dikirim ke
kab/kota, simpan
dalam suhu 2 8
derajat celcius

DEFINISI
OPERASIONAL
CAMPAK

PETUGAS LAB

KASUS CAMPAK
KLINIS

Ambil spesimen darah 3cc


(1 cc serum) , Sebelum
dikirim ke kab/kota, simpan
dalam suhu 2 8 derajat
celcius

POLIKLINIK
Tata laksana kasus (Vit A, supportif, dll)
Isi form C1
Memberikan rujukan untuk pengambilan
darah ke
laboratorium
Memberi tahu petugas surveilans
Tanya keluarga penderita, apakah ada
kasus yang
sama di
sekitarnya
PETUGAS
SURVEILANS
-

Kasus klinis:
Demam,
Bercak merah (rash) berbetuk
mokulopapular,
Batuk/pilek atau mata merah
(conjunctivitis)
Atau
Dokter mendiagnosa sebagai
kasus campak

Memeriksa kelengkapan form C1 dan meyakinkan


spesimen sudah diambil
Kirim spesimen ke kab/kota
Cari kasus tambahan di sekitar rumah penderira $
sekolah

Bila ditemukan kasus kurang 5, ambil semua


spesimennya.
Bila ditemukan kasus lebih5, laporkan ke Dinkes
Kab/kota, lakukan PE KLB (C1), ambil 10 specimen darah
& 5 urine
(Fully investigated)
Pelajari faktor risiko terutama masalah imunisasi (C2)

Akhir September 2014


dilakukan Desk review
campak & Polio

Summary(I)
Measles, Rubella and CRS
Akumulasi populasi rentan sudah melebihi jumlah
target birth cohort , oleh sebab itu KLB campak
akan tetap terjadi sampai kampanye campak
dilakukan.
Eliminasi campak dan rubella / CRS control goals
hanya bisa tercapai sesuai rencana bila dilakukan
MR campaign target anak usia 9 bulan - 15 th.
Setelah campaign, MR diberikan melalui rutin.
Imunisasi Rutin harus diperkuat MCV1 (9 11bl)
and MCV2 (24 36bl) and masuk sekolah.

Options for MR
Measles, Rubella and CRS
Option 1: MR nationwide campaign 9
months to 15 years starting in 2016 with
imported MR vaccine
Option 2: Measles nationwide campaign 9
months to 10 years in 2015 then MR
nationwide campaign 9 months to 15 years
as soon as possible with domestic vaccine
(2019?)
Option 3: MR nationwide campaign 9
months to 15 years starting as soon as

Surveillans Rubella

Surveilans Rubella
Surveilans Rubella diintegrasikan dengan Surveillans Campak

Semua hasil pemeriksaan spesimen campak yang negatif,


dilanjutkan dengan pemeriksaan IgM rubella

Sample
(serum)

Pemeriksaan
IgM
Campak

Hanya
Campak
IgM
Negative

Rubella
IgM
Testing

Rubella / CRS
Pemberian vaksin MR bertujuan mengeliminasi
campak juga mengontrol rubella
Goal of rubella control unruk mencegah congenital
rubella syndrome (CRS)
Harus dilakukan secara nasional 9 bln - 15 th untuk
mencapai target eliminasi campak dan rubella kontrol
sesuai jadwal
Harus dilakukan surveilans CRS untuk mengukur
dampaknya
Training for CRS sentinel surveillance telah dilakukan
terhadap 11 RS

KLB Rubella
Jika terjadi KLB rubella, yang harus
diperhatikan adalah Ibu hamil.
Utamakan pemeriksaan IgM Ibu hamil tsb.
Hindari kontak dengan penderita rubella
Ibu hamil tidak bisa mendapatkan imunisasi
rubella, maka orang2 yang kontak dengan ibu
hamil harus diimunisasi rubella (planning)

Genotype of Measles Virus


Indonesia (up to 2014)
SUMUT
Samosir: D9
RIAU
Rokan Hulu: D9

KALBAR
Pontianak: D9

KALTENG
Katingan: G3

KALSEL
Tanah Laut: G3

SULUT
Minahasa: D9

SUMBAR
Limapuluh Koto: D9

PAPUA
Jayapura: D9

SUMSEL
Muara Enim: D9

JAMBI
Merangin: G3

LAMPUNG
Lampung Selatan: D9
Tanggamus: G3
Lampung Tengah: D9

BANTEN
Lebak: D9
Pandeglang: D9

DKI
Jakarta Pusat: D9
Jakarta Selatan: D9

JATIM
Gresik: G3
Lumajang, Probolinggo, Sidoarjo: D8
Lamongan, Sampang, Sidoarjo: D9

JABAR
Indramayu: D9
Subang: D9
Garut: D9
Bandung: D9, D8
Cirebon, Bogor, Sumedang: D9
Kota Bandung, Kota Sukabumi: D9
Kota Tasik: D9, G3
Kota Cimahi: G3

JATENG
Wonogiri: G2
Pekalongan: D9
Banjarnegara: G3
Wonosobo: G3
Kebumen: D9
Kudus D9

SULSEL
Majene: G3

DIY
Bantul: G2
Sleman: D9

Genotype of Measles Virus


NTT
Kota Kupang: D9

Source: Referral Regional


Lab PT. Bio Farma, Juni 2014

: D9
: G2
: G3

: D8

KLB CAMPAK
Suspect KLB Campak:
Terjadinya minimal 5 suspek campak dalam kurun
waktu 4 minggu yang mengelompok dan
mempunyai hubungan epidemiologis satu sama lain.

Semua KLB dilakukan Full investigation,


pengambilan 10 specimen serum dan 5
spesimen urin.
Jika hasil IgM campak atau rubella positive
lebih dari 3, maka dikatakan KLB pasti
campak/rubella.
Jika dua-duanya positive , maka KLB mix

Fully
Investigated
Kunjungan :
Rumah ke
Rumah
Individual
Report
Mengambil
Specimen

- Setiap rumah dikunjungi seluas


perkiraan transmisi
- Sekolah penderita
Tujuan : mencari kasus tambahan,
case managemen dan faktor risiko

Mencatat semua anggota


keluarga yg ada di setiap rumah
dan sekolah menggunakan form
C1
Mengetahui besar masalah (Time,
Place, Person)
Mengambil 10 specimen serum
penderita dan 5 specimen Urine
Untuk Diagnosa dan jenis virus

Mencari Faktor Risiko KLB


Kumpulkan data cakupan imunisasi desa
terjangkit dan sekitarnya (3 5 th)
Data cakupan imunisasi Puskesmas
Lihat kondisi cold chain
Monitor suhu, VVM dan kondisi vaksin
lainnya yang ada di lemari es
Jadwal posyandu, tenaga wasor, bidan,
kader, dll
Mobilisasi vaksin, termos, dll
Target sasaran
Isi formulir C2

Data faktor risiko yang harus dikumpulkan

Jika Cakupan
imunisasi >90% (>3
th)

Jika Cakupan
Rendah <90
(>3th)

- Lihat data sasaran


- Lihat kwalitas
laporan
- Lihat kondisi cold
chain
- Tenaga (Kecukupan, terlatih)
- Posyandu (Aktif, jadwal,
keterjangkauan)
- Peran serta masyarakat (Kader,
Toma)
- Faktor lain yang menghambat
(Kultur, kepercayaan,takut, tidak
faham)
- Ketersediaan vaksin

Map Ds Terjangkit KLB Campak

Daerah
KLB = 150
kasus
D

F
C

F
D

C
County
A
A

B G
38 ks
12ks County B
E County C
D
B

BC
Cakupan imunisasi camapk
rendah
Cakupan imunisasi camapk
tinggi

Cakupan imunisasi >90 % , 3 th berturut2

Ks 40 % usia 5 14 th
Cakupan imunisasi <80 % , 2 th berturut2
Posyandu tidak aktif
Bidan tinggal di desa lain

Ks 60 % usia 0 - 5
Cakupan imunisasi >90 % , 3 th berturut2
Posyandu tidak aktif
60% balita yg dikunjungi tidak imunisasi

Cakupan imunisasi <80 % , 3 th berturut2


Posyandu tidak aktif
Bidan tidak ada

TEMUAN
D

BC

Cakupan imunisasi >90 % , 3 th berturut2

Ks 40 % usia 5 14 th
Cakupan imunisasi <80 % , 2 th berturut2
Posyandu tidak aktif
Bidan tinggal di desa lain

REKOMENDAS
I
Pertahankan cakupan RI tinggi
Lakukan imunisasi selektif

Aktifkan posyandu
Jadwal posyandu teratur, monitoring ketat
oleh puskes

Ks 60 % usia 0 - 5
Cakupan imunisasi >90 % , 3 th berturut2
Posyandu tidak aktif
60% balita yg dikunjungi tidak imunisasi

Cakupan imunisasi <80 % , 3 th berturut2


Posyandu tidak aktif
Bidan tidak ada

Sampaikan kepada Pimpinan dan program


terkait

REKOMENDASI
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
rekomendasi :
Jangan merekomendasikan sesuatu yang tidak kita bahas
Jangan merekomendasikan sesuatu yang tidak mungkin
dapat dikerjakan
Buat rekomendasi yang spesifik (SMART)

Spesifik
Dapat diukur
Dapat dilaksanakan
Masuk akal
Tepat waktu

terimakasih

Genotype of Rubella Virus

Rubella Genotypes**
There are 2 Genotypes of Rubella virus: 2B and 1E
1. Genotype 1E ( : ) : Yogyakarta, West Java and East Java
2. Genotype 2B ( : ) : West Java

* September 2013
**Source : Referral
Regional Lab. PT Biofarma

Goal:
Menyelesaikan pemusnahan
tempat-tempat yang mengandung
virus polio liar dan virus-virus
yang berhubungan dengan vaksin
(VAPP dan VDPV)

Vaksin Polio
Virus polio ada 3 type : Type 1, 2 dan 3
Vaksin tetes (OPV) yang diberikan mengandung 3
type virus tersebut yang kita sebut tOPV (trivalent
Oral Polio Vaccine) memberikan perlindungan
terhadap virus type 1, 2 dan 3
tOPV ini adalah Virus Polio hidup yang dilemahkan
Karena vaksin OPV ini virus hidup, jadi bisa
bermutasi kembali menjadi ganas yang kita sebut
VDPV (Vacine Derived Polio Virus). Sifatnya akan
sama persis dengan virus polio liar.
Vaksin polio ini selain bisa bermutasi (VDPV) , Juga
bisa menyebabkan kelumpuhan pada anak-anak
yang imun deficiency seperti pdrt HIV yang kita
sebut VAPP , ini sama dengan KIPI

Target Nasional: Eliminasi Campak dan


Kontrol Rubella/CRS
Target Campak:
Eliminasi campak nasional pada
tahun 2018

Target Rubella:
National Rubella Control Goals By
2020

Tujuan khusus:
1. Cakupan campak dosis pertama
minimal 90% secara nasional dan
>80% di kab/kota tahun 2018
2. Cakupan campak dosis kedua
minimal 95% tahun 2018
3. Fully investigated semua kasus
KLB campak
4. Surveilans Campak Berbasis
Kasus Individu diterapkan dengan
100% pemeriksaan spesimen
mulai tahun 2014.

Specific objectives:
1. Introduksi imunisasi rubella
tahun 2017
2. Penguatan suveilans rubella
dan pengembangan surveilans
CRS tahun 2014

Anda mungkin juga menyukai