Anda di halaman 1dari 11

Oleh :

DHANA ANUGRAH (023142082)


NURAZIZAH (023142091)
FE Kelas Malam

Psikopat adalah kecenderungan sedikitnya

kepedulian atas orang lain dan kurangnya rasa


bersalah atau menyesal saat tindakannya
menyebabkan bahaya. Psikopat sendiri adalah
bagian dari Dark Triad, tetapi dalam perilaku
organisasi tidak merujuk pada kegilaan, namun
adalah kurangnya kepedulian terhadap orang lain,
dan kurangnya rasa bersalah atau menyesal ketika
tindakan mereka menyebabkan bahaya. Psikopat
sendiri dapat menyebabkan masalah pada karir,
budaya organisasi, tim, dan kebijakan kantor.
mencoba untuk menilai motivasi seseorang untuk
mematuhi norma sosial; kesiapan untuk menipu
untuk memperoleh hasil yang diinginkan dan
efektivitas usaha-usaha itu; imulsivitas; dan
ketidakpedulian, yakni kurangnya kepedulian empati
bagi orang lain.

Psikopat menurut Katherine Ramsland, seorang

Doktor bidang psikologi forensik berkebangsaan


Amerika, adalah orang yang tak punya penyesalan
atas kesalahan yang dibuatnya. Psikopat memiliki
setidaknya 10 gejala ketidakseimbangan
kepribadian lain yang mengikutinya, seperti:
Menyimpang secara sosial; Manipulatif; Suka
menyesatkan orang lain;
Berdaya toleransi rendah; Menikmati penderitaan
orang; Ketiadaan empati; Tidak memiliki rasa
sesal; Lihai dalam bersandiwara
Lihai dalam menyimpan kelainan; Memiliki pribadi
yang sempurna, seperti: Pandai bertutur kata,
Penuh pesona,Menyenangkan, Menguasai berbagai
ilmu pengetahuan, dan Bersikap religius.

Individu Psikopat yang "berhati dingin" tidak

mampu menggunakan keempat anugerah


tersebut. Memang tidak ada manusia yang
sempurna, sehingga dengan kadar yang
bervariasi sesungguhnya individu psikopat ada di
mana-mana. Dan individu psikopat tidak perlu
melakukan tindakan sadistis dengan cara
membunuh orang. Sebagai contoh, pemimpin
bermental korup pun bisa dimasukkan ke dalam
kategori psikopat jika ia melakukan korupsi
secara berulang-ulang dan tanpa sesal. Seperti
orang yang bebal, mereka mengintimidasi,
merusak sistem, tata nilai di dalam organisasi.
Mereka pun dikenal masa bodoh terhadap mana
yang benar dan mana yang salah, meskipun
mereka tahu apa konsekuensinya.

Layaknya seorang residivis yang berulang kali

masuk penjara, pemimpin bermental korup akan


berulangkali melakukan kesalahan yang sama.
Ketika tertangkap, penyesalan yang muncul
hanyalah di bibir saja, dan pada setiap kesempatan
mereka tak segan untuk kembali mengintimidasi,
merusak sistem, tata nilai di dalam organisasi demi
korupsi. Hukuman sosial tidak akan mampu
membuat mereka merasa jera, atau bahkan
merasa malu akan perbuatannya. Sehingga
tegaknya keadilan tidaklah mudah karena psikopat
yang juga residivis cerdas ini tidak akan pernah
jera, dan kembali akan selalu mencari peluang
untuk mencari celah atau kelemahan dalam sistem
agar mendapat uang dengan cara korupsi.

Sebenarnya pengetahuan mengenai psikopat

masih gelap. Menurut Daniel Coleman dalam


Emotional Quotient (EQ), gejala psikopat
diketahui dari sel otak amigdala atau otak
reptil yang memiliki kelainan. Mereka akan
merespon ketakutan, kesedihan serta emosiemosi negatif lainnya dengan dingin atau
seperti mati rasa. Mereka akan semakin
manipulatif atau membalik keadaan ketika
seseorang pada kondisi normal akan merasa
bersalah atau sadar akan konsekuensi
perbuatannya.

Kondisi ini akan berbahaya apabila dimiliki oleh

seorang pemimpin karena akan berdampak


besar kepada anak buahnya. Bahkan oleh
peneliti psikopat lain, upaya untuk mengetahui
psikopat atau tidaknya seseorang sejak dini
sebelum di usia dewasa akan bertambah parah
ternyata belum dapat dideteksi. Artinya upaya
tersebut akan sia-sia dan menghabiskan energi
saja. Sehingga dapat dikatakan potensi bahaya
pemimpin psikopat amat besar, seiring dengan
mahirnya level kompetensi mereka untuk
berkamuflase di tengah-tengah organisasi,
masyarakat atau bahkan di tengah rapat
penting korporasi seperti rapat BOD atau RUPS.

Satu-satunya cara untuk mengurangi dampak

yang ditimbulkan oleh individu/ pemimpin


psikopat [yang juga] residivis adalah dengan
meningkatkan kontrol sosial. Kontrol sosial yang
kurang akan menyuburkan tindak kriminal dan
semakin menjadi-jadinya perilaku sang
psikopat. Kontrol sosial yang kuat dari
organisasi yang terkena dampak seperti: para
bawahan, kontrol bagian keuangan atau hasil
audit bagian internal audit; organisasi yang
berwenang untuk menyidik atau menghukum,
seperti: polisi, jaksa; atau bahkan masyarakat
luas akan menyebabkan sang psikopat
setidaknya meredam keinginannya.

Individu/ pemimpin psikopat selanjutnya akan

belajar dan memahami perbuatan mana yang


benar atau salah melalui mekanisme
penegakan hukum dan pemberian reward &
punisment yang jelas dan berkelanjutan.
Sehingga upaya penegakan hukum dengan
tidak pandang bulu dan objektif (tidak
memandang siapa yang duduk di kursi
terdakwa) akan mengatasi perilaku
manipulatif, asosial, serta dinginnya hati para
psikopat.

Resep lain bagi individu/ pimpinan [yang tidak

merasa dirinya] psikopat adalah menjadi seorang


penerima (receiver) dari pada menjadi seorang
pemberi order (transmitter). Memposisikan diri
sebagai penerima akan membuka hati dan pikiran
individu/ pimpinan. Dalam waktu yang tidak
beberapa lama muncul bentuk kerjasama yang
partisipatif dimana ide, solusi, dan antusiasme dari
para rekan kerja, antar departemen, bawahan, dan
bahkan pelanggan. Perusahaan bertransformasi
menjadi organisasi yang terbuka -dimana orangorang memiliki tingkat kedewasaan (by freedom to
choose), profesionalitas dan dedikasi yang
sedemikian tinggi.

TERIMAKASIH ATAS PERHATIANNYA

Anda mungkin juga menyukai