Anda di halaman 1dari 45

No PENYAKIT KOMPETENSI DOKTER

1 Pneumothoraks 3B
2 Efusi Pleura 2
3 Efusi Pleura ganas 3B
4 Haematotoraks 3B
5 Bronkhiektasis 3A
6 Bronkhiolitis Akut 3B
7 Emfisema Paru 3A
8 Atelektasis 2
9 Tuberkulosa HIV 3A
10 TB Resistensi (MDR) 2
11 Emboli-Infark Paru 1
12 Kistik Fibrosis 1
03/24/17
TB-HIV
Arimbi,Sp.P
Ilmu Penyakit paru
FKUWKS 2015
Tingkat kemampuan 3A
(bukan gawat darurat)

Lulusan dokter mampu membuat dignose klinik


dan memberi terapi pendahuluan pada keadaan
yang bukan gawat darurat
Lulusan dokter mampu menetukan rujukan yang
paling tepat bagi pasien
Lulusan dokter juga mampu menindak lanjuti
setelah pasien kembali dari rujukan
PENDAHULUAN

Infeksi HIV kontribusi peningkatan kejadian TB di


seluruh dunia.
TBC merupakan infeksi oportunistik (IO)
penyebab utama morbiditas dan mortalitas pasien
dengan HIV/AIDS
HIV dan TB berhubungan dengan malnutrisi,
pengangguran, alkoholisme, penyalahgunaan obat,
kemiskinan dan tunawisma.
Koinfeksi HIV dg TB (HIV-TB) masalah medis,
sosial dan bencana ekonomi.
PENDAHULUAN

Penurunan cell-mediated immunity yang progresif


pada HIV meningkatkan risiko terjadinya TB
pada penderita HIV
Keterlibatan TB diluar paru & gambaran foto
radiologi atipikal hambat penegakkan diagnosis
TB pada penderita HIV
TB terkait HIV dapat diobati dan dicegah kejadian
terus meningkat di negara berkembang dengan
endemis infeksi HIV-TB
Interaksi antara obat HIV (Anti Retro Virus) dan obat
TB (Oral Anti Tuberculosis) overlapping toksisitas
obat dan immune reconstitution inflammatory
syndrome (IRIS) penyulit terapi HIV-TB.
EPIDEMIOLOGI
World Heath Organization (WHO) 1/3 populasi dunia
terinfeksi MTB, sekitar 9 juta adalah kasus baru TB aktif
pada 2010.
WHO dan Joint United Nations Programme on HIV/AIDS
(UNAIDS) 39,4 juta penderita dengan HIV/AIDS dunia,
setengah dari penderita TB berlokasi di sub-Sahara Afrika
dan hampir sekitar seperlima di Selatan dan Tenggara Asia.
TB merupakan pembunuh 1 dari 3 penderita AIDS.
Penurunan TB koinfeksi HIV di AS selaras penurunan kasus TB.
Terapi antiretroviral (ART) efektif mengurangi resiko TB,
bahkan pada orang dengan jumlah CD4 lebih tinggi.
EPIDEMIOLOGI

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) :


Pemberian ART pada penderita dengan CD4 200-350
sel/uL dibanding menunggu sampai jumlah CD4 <200
sel/uL mengurangi risiko TB aktif sebesar 50%.
Pemberian ART pada penderita dengan CD4 350 sel/uL
dibanding menunggu sampai jumlah CD4 <250 sel/uL
mengurangi risiko TB aktif sebesar 47%
Efek perlindungan dari ART mengurangi risiko TB aktif
sebesar 65% pada kejadian TB di semua jumlah CD4.
Patogenesa TB PRIMER

^ Kuman M Tb S/d alveoli multiplikasi di paru


(Ghon Focus)
^ Kuman M TB dalam aliran lymfe s/d kel. lymfe
hilus (Lymphadenopathy)
^ Ghon Focus + Lymphadenophathy Kompleks
Primer
^ Kompleks Primer via aliran darah seluruh tubuh
^ 4 6 mgg Respon imun penderita
- Kompleks Primer/sembuh atau
- Meluas/penyebaran
Patogenesa TB PRIMER

Kompleks Primer
Penderita sembuh (tanpa bekas/dengan bekas
berupa : fibrotik, kalsifikasi, kavitas dengan
proses pengkejuan)

M TB menyebar
Per kontinuitatum ke jaringan sekitarnya

(komplikasi TB )
Bronkhogenik ( ke paru kontra lateralnya )
Tertelan ludah ( TB usus )
Hematogen/Lymfogen ( TB organ)

9
Patogenesa TB Post Primer
5 tahap perjalanan infeksi TB :
Tahap I :
- MTB s/d alveoli di fagosit oleh makrofag alveoli MTB
hancur
- Makrofag lysis , ok. MTB berproliferasi dalam sitoplasma
makrofag

Tahap II:
- Makrofag Lysis + MTB difagosit Makrofag lain
(proses berkali-kali) , sehingga banyak Makrofag Lysis +
MTB berkumpul di lokasi lesi

10
Patogenesa TB Post Primer
Tahap III:
Nekrosis kaseosa (jumlah MTB tetap , karena pertumbuhannya di
hambat oleh respon imun tubuh / DTH (Delayed Response
Hipersensitifity)

Tahap IV:
CMI ( Cell Mediated Imune Response ), CMI mengaktifkan makrofag
kembali, sehingga makrofag memfagositosis dan menghancurkan MTB.
Makrofag yang aktif lagi menyelimuti tepi caseosa ( mencegah agar MTB
tak terlepas / menyebar)

Tahap V:
Respon CMI tak mampu mengendalikan terjadi progresifitas penyakit
dan pelunakan caseous necrosis membentuk kavitas & erosi dinding
bronkhus.

11
12
DAMPAK INFEKSI HIV PADA PATOGENESIS TB

TB dapat berkembang melalui berbagai cara,


yaitu:
- Pengembangan infeksi baru (penyakit primer),
- Reaktivasi infeksi laten
- Reinfeksi eksogen.
Inhalasi partikel dahak yang mengandung MTB
mencapai alveoli paru & difagosit oleh makrofag
alveolar MTB berkembang biak dalam
makrofag menyebar lewat aliran darah
(hematogen) ke area lain dari tubuh.
Pada infeksi HIV menurunnya fungsi makrofag
merupakan alasan penderita HIV rentan terhadap
infeksi TB.
DAMPAK INFEKSI HIV PADA PATOGENESIS TB

Setelah infeksi TB terjadi resiko jauh


lebih besar pada individu dengan HIV
HIV merusak kemampuan host
menanggapi infeksi TB.
Infeksi TB dapat terjadi pada tahap
awal/tahap lanjutan pada penderita HIV.
Resiko TB meningkat dua kali lipat selama
tahun pertama setelah infeksi HIV
Resiko pengembangan TB meningkat
sejalan penurunan jumlah CD4.
Indian J Med Res 121, April 2005
Hal. 555
16
Gejala Klinis TB - HIV

Gejala TB (trias TB):


- Batuk lama
- Napsu makan shg BB turun
- Sering demam

Ditambah Gejala :
- Mencret dan napsu makan menurun
- Bercak putih pada lidah dan mulut ( oral
candidiosis, oral hairy lekoplakia, necrotizing
ginggivitis, apthous ulcer, angular chelitis )
- Keganasan kulit ( Kaposi Sarcoma )
Apthtous Ulcer
Oral Candidiasis Oral Hairy Leukoplakia

NecrotizingGinggivitis

Kaposi Sarcoma

Angular Chelitis
GAMBARAN RADIOLOGI

HIV dengan CD4 > 200 sel /uL, atau HIVnegative


gambaran seperti TB reaktivasi (Infiltrat pada lobus
superior dengan/tanpa cavitas)
HIV dengan CD4 <200 sel/Ulgambaran seperti TB
primer (limfadenopati intrathoracic, infiltrat pada
pada lobus inferior, konsolidasi alveoli serupa
pneumonia bakteri atau pola miliar) berhubungan
dengan berat immunosuppression.
10% - 20% penderita HIV dijumpai gambaran
radiologi tampak normal, namun hasil computed
tomography (CT) menunjukkan kelainan seperti nodul
paru, tuberculoma dan limfadenopati intrathoracic
TB Paru Penderita
IMUNOKOMPETEN / IMUNITAS masih BAIK

B
A

A. Fibroinfiltrat
B Cavitas multiple
TB Paru Pendertita
IMUNOKOMPROMISED / IMUNITAS JELEK (HIV)

B
B
B
A. Fibroinfiltrat
B. Infiltrat
TB Paru Pendertita
IMUNOKOMPROMISED / IMUNITAS JELEK (HIV)

TB Millier
Multiple noduler yang uniform / seragam
Tersebar di kedua lapangan paru
SPUTUM SMEAR & KULTUR SPUTUM

Membuat diagnosis TB pada orang yang


terinfeksi HIV merupakan tantangan.
Pasien HIV dijumpai smear dahak BTA negatif dan
TB biakan-positif (sering pada HIV dengan
penekanan kekebalan lanjut).
Pasien imunitas baik/Immunocompetent smear
dahak BTA positif berkorelasi dengan gambaran
radiologi (lesi kavitas TB aktif akan lebih sering
memiliki hasil BTA positif)
Pasien terinfeksi HIV/ Immunocompromised
hasil tes yang positif bukan merupakan
gambaran keparahan pada foto dada.
SPUTUM SMEAR & KULTUR SPUTUM

Pada penderita HIV diperlukan 2 sampel dahak


smear sputum BTA & kultur sputum BTA.
Mengingat tingginya hasil sputum BTA negatif,
maka diperlukan kultur sputum BTA untuk
mengkonfirmasi diagnosis TB pada HIV.
Mycobacteria Growth Indicator Tube (MGIT) dipakai
sebagai media kultur dapat mengidentifikasi 71%
kasus TB, dengan penggunaan 3 MGIT dapat
mengidentifikasi 98% kasus TB.
Bronkoskopi dengan bronchoalveolar lavage dan
biopsi transbronkial evaluasi penderita dengan
hasil foto dijumpai kelainan, namun dahak BTA
negatif (dapat mengidentifikasi 30-40% kasus TB)
Indian J Med Res 121, April 2005
Hal. 553
TES TB PADA PASIEN HIV

Diagnosis TB pada pasien terinfeksi HIV sering


mengalami kesulitan karena beberapa alasan :
(i) Sputum BTA negative
(ii) Gambaran radiologi atipikal
(iii) TB ekstra paru lebih sering terjadi
(iv) Kemiripannya infeksi TB paru dengan
lainnya infeksi paru oportunistik lain
(pneumonia atau jamur)

Diperlukan skrening untuk menegakkan


diagnose Latent TB Infection (LTBI) pada individu
terinfeksi HIV
TES TB PADA PASIEN HIV

CDC dan U.S. Department of Health and


Human Services guidelines skrining untuk
LTBI dianjurkan pada orang yang berisiko
terinfeksi TB , termasuk orang-orang yang
terinfeksi HIV.
Tes ulang dianjurkan bagi pasien dengan
jumlah CD4 sangat rendah sampai CD4 >
200 sel / uL
Tes tahunan disarankan untuk pasien yang
awal hasil tes adalah negatif dan bagi
mereka yang dianggap beresiko tinggi dan
mendapat paparan TB berulang atau
berkelanjutan (mis: residivis,pengguna
narkoba aktif atau tinggal di atau melakukan
perjalanan ke daerah TB-endemik).
TES TB PADA PASIEN HIV

Tuberculin skin test (TST atau Mantoux)


digunakan untuk menguji LTBI. TST indurasi
5 mm dianggap positif bagi pasien
terinfeksi HIV.
o Interferon-gamma release assays (IGRAs)
dapat digunakan untuk menguji LTBI, Tes
IGRA menghasilkan 1 dari 3 hasil: positif,
negatif, atau tak tentu. Sebuah hasil tak
tentu menunjukkan bahwa tes tidak dapat
ditafsirkan, karena masalah teknis dengan
assay atau respon imun yang tidak memadai.
IGRA lebih spesifik untuk infeksi LTBI dp PPD ,
karena tidak ada cross-reaktif pada pasien
yang telah divaksinasi dengan BCG.
TES TB PADA PASIEN HIV

oAkibatnya prosedur diagnostik invasif lebih sering


dipakai untuk menegakkan diagnosis, seperti:
Kultur darah perlu dilakukan untuk mendeteksi
mycobacteraemia.
Polymerase chain reaction (PCR) mendeteksi M. DNA
spesifik MTB atau RNA ribosom MTB, PCR berguna
dalam menilai respon untuk terapi dan deteksi mutasi
MTB untuk mengetahui kerentanan MTB terhadap obat
dengan cepat.
CT scan dan magnetik resonance imaging (MRI) telah
memfasilitasi deteksi TBEP.

30
TES TB PADA PASIEN HIV

Nucleicacid amplification (NAA), mendeteksi asam


nukleat pada organisme kompleks MTB, memungkinkan
untuk diagnosis cepat. NAA merupakan alat diagnostik,
namun tidak menggantikan sputum BTA dan kultur BTA

XPert MTB/RIF mengidentifikasi ada atau tidaknya TB


serta adanya resistensi rifampisin / obat TB lain dalam
waktu dalam waktu 2 jam

LAM urin dengan stick dicelupkan ke dalam urin pasien


dan memerlukan keahlian teknis minimal untuk
memproses. Pengujian LAM pengujian tampaknya tampil
lebih baik pada pasien dengan infeksi HIV dibanding
mereka yang tanpa HIV.
TES HIV PADA PASIEN TB

Direkomend asikan b ah wasemua pasien deng an TB akt if h ar us diu ji u ntu k HIV in fect ion , n amun t es HIV selektif p ad ap asien TB d iang gap t idak bi jaksan akaren a d okt er ser ing g agal un tu kmen gid en tifi kasi faktor ri siko un t uk HI V t ransmi si.

Meskip u n HIV adal ah faktor u tama ri sikou nt uk peng emb an g an TB , t es HIV adal ah b ukan komponen dari Revisi Tub erku losis Nasion a Pen g en dal ian Prog ram ( RNTC P) .

pu sat d i In d ia, ad alah menyeb ab kan kepr ih ati nan d an seru an u nt uk men in gkatkan kolaborasi ant ara R NTCP dan Nasion al A IDS Organi sasi C on trol ( NACO).

PENGOBATAN HIVTB

Individu HIV dengan Late TB Infection (LTBI)


cenderung berkembang menjadi TB aktif (2 kali
lipat) dibandingkan dengan orang yang tidak
terinfeksi HIV.
Pengobatan yang efektif dengan ART
mengurangi kemungkinan pengembangan
menjadi TB aktif dan merupakan intervensi
pencegahan yang penting.
Skrining LTBI semua orang yang terinfeksi HIV
rutin dilakukan.
Pengobatan TB diberikan pada penderita HIV,
walau dari hasil foto dada atipikal dan sputum
BTA negative.
PENGOBATAN HIVTB
TB pada HIV diberi paduan obat lini pertama OAT / katagori I
( WHO ):
Pilihan 1: Fase awal : 2 bulan RIF,INH,ETH dan PZA ( 2 RHZE )
Fase lanjutan: 4 bulan RIF dan INH ( 4RH )
Pilihan 2: 6 bulan dengan ETH dan INH ( 6EH )
Prinsip terapi utama yang mendasari pengobatan HIV-TB adalah:

(i) Pengobatan TB selalu lebih diutamakan daripada pengobatan


HIV
(ii) Pasien yang sudah menerima ART dilanjutkan modifikasi dgn
OAT
(iii) Pasien yang belum menerima ART, maka kebutuhan dan
waktu
mulai ART harus diputuskan setelah menilai risiko jangka
pendek
dari penyakit, resiko kematian dan berdasarkan jumlah CD4+
PENGOBATAN HIVTB

Obat lini I ARV ( 2NRTI-1NRTI )


4 macam kombinasi ARV lini pertama,
adalah:
AZT-3TC-NVP
AZT-3TC-EFV
D4T-3TC-NVP
D4T-3TC-EFV

A : Abacavir 300mg ;Z : Zidovudine


100mg
T : Tinofour Disoproxil Fumarate 300mg
NVP: Nevirapine ;D : Didanosine 200mg
;EVP : Evavirenz 600mg
PENGOBATAN HIVTB

Interaksi OAT dengan ARV


Zidovudin meningkatkan efek toksik OAT
Didanosin bersifat sebagai bufer antasida ( hrs di berikan

selang 1 jam sebelum/ sesdh minum OAT )


Rifampisin jangan di berikan bersama nelvinafir

( menurunkan kadar nelvinafir dalam darah sampai 82% )


Pemberian OAT pada px TB HIV segera berikan ( kematian
umumnya terjadi 2 bulan pertama stl terdiagnose HIV )
Minum obat TB HIV jumlahnya banyak, sehingga timbul
Ketidakpatuhan, komplikasi, efek samping ,interaksi obat &
IRIS
Profilaksis Cotrimoksazpole 960 mg/hari selama pemberian
OAT
PENGOBATAN HIVTB

o Pertimbangan Pemberian ARV pada TB HIV,berdasar:


1. Bila fasilitas pemeriksaan CD4 tersedia
( pertimbangan berdasar nilai CD4 )
2. Bila fasilitas pemeriksaan CD4 tidak tersedia
( pertimbangan berdasar gejala klinis )
PENGOBATAN HIVTB

HAART : Highly Active AntiRetrovirus Therapy


OI : Opportunistic infection
PENGOBATAN HIVTB

BritishHIV Asosiasi (BHIVA) :


* Jumlah CD4+ > 200/mm3, ART dimulai setelah 6
bulan / akhir
fase lanjutan pengobatan OAT
* Jumlah CD4 100-200/mm3, ART dimulai setelah 2
bulan/akhir
fase intensive pengobatan OAT
*Jumlah CD4 adalah <100/mm3, ART dimulai
sesegera bersama
OAT
PENGOBATAN HIVTB
Gejala klinis ART
TB paru dan tanda HIV ARV dimulai setelah nyata
TB paru tidak ada perbaikan OAT tidak ada efek samping
klinis ( 2 8 mgg pasca TX OAT )
TB Ekstra paru

TB paru BTA negatif ARV dimulai setelah OAT


BB bertambah setelah OAT, fase intensif selesai ( > 2
tanpa tanda HIV advanced bln )

TB paru BTA positip ART dimulai setelah OAT


BB bertambah setelah OAT , selesai diberikan ( pada fase
tanpa tanda HIV advanced intensif dan fase lanjutan )
PENGOBATAN HIVTB

Pertimbangan yang diperlukan pada


pemberian
OAT & ARV :
Interaksi antara obat-obat yang
dipakai
Peran terapi ARV / Antiretroviral
Overlap efek samping obat ( ARV dan
OAT )
Immune Reconstitution
Inflammmatory Syndroma (IRIS )
Masalah kepatuhan pengobatan
Immune Reconstitution
Inflammatory Syndromes (IRIS)

IRIS terjadi akibat meningkatnya persentase CD4 + T-limfosit


serta meningkatnya rasio CD4 + terhadap CD8 + T-limfosit
/sistim imun mulai aktif kembali

Gejala klinis akibat reaksi IRIS antara lain:


-Timbul gx infeksi oportunistik (Herpes Zoster)
-Demam yang terjadi pada awal munculnya limfadenopati,
bertambahnya gambaran infiltrat paru, serositis, lesi kulit,
dan terbentuknya massa pada sistem saraf pusat minimal atau
luas
-Beberapa pasien dapat terjadi gagal ginjal akut atau acute
respiratory distress syndrome (ARDS).
Immune Reconstitution
Inflammatory Syndromes (IRIS)

Waktu timbul IRIS (2-3 mgg atau kadang s/d 6


minggu pertama pasca pemberian ARV)
Walau terjadi IRIS, terapi antiretroviral tidak
boleh terganggu/ tidak boleh dihentikan
Untuk mengatasi reaksi IRIS, maka obat
antiinflamasi nonsteroid atau steroid dapat
diberikan,
Infeksi paru lain
pada penderita TB-HIV
1. Pneumocystis carinii (50 60 %)
2. Bakteri ( s. Pneumonia dan h. Influenzae ( 10-20% )
m.Tuberculosis, m. Avium/intracellure ( 10 20% )
kuman kuman lain komplikasi paru pada infeksi hiv )
3. Virus ( cmv,herpes simplex,herpes zoster,adenovirus )
4. Jamur ( histoplasma capsulatum,coccidiodes immitis,
cryptoccocus neoforman,aspergilus sp,candida sp )
5. Parasit ( microsporidia,toxoplasma gondii,
cryptosporadia,strongiloides stercoralis )
KESIMPULAN

TB meningkatkan Progresivitas HIV


HIV meningkatkan Progresivitas TB
Jika ada gejala atau tanda faktor resiko HIV
pada penderita TB, lakukan uji HIV
Pada infeksi TB yang disertai HIV, gambaran
klinis dan foto dada dari TB bisa tidak khas
( Atypical )
Pengobatan TB standart umumnya
menyembuhkan TB dengan HIV
ARV bagi penderita yang memenuhi syarat
sangat meningkatkan imunitas
Diperlukan koordinasi pengobatan TB dan HIV

Anda mungkin juga menyukai