Anda di halaman 1dari 66

KEBIJAKAN PUBLIK DAN

NEGARA : IDEOLOGI
DAN INTERVENSI

Iis Khairun Nisa (F0314044)


Ika Yulianingtyas (F0314045)
Lintang Puspa Risa (F0314054)
TINJAUAN UMUM
Tahun 1960-an merupakan titik penentu dari
sejarah perekonomian di Indonesia. Hal ini
ditandai dengan mulai stabilnya ekonomi
makro, pertumbuhan ekonomi yang cepat,
dan berfungsinya mekanisme pasar.
Pertanyaan yang muncul adalah
1. Seberapa jauh terjadinya perubahan
sesudah tahun 1966?
2. Apakah terjadi pula transformasi yang
setara besarnya dalam ideologi nasional,
proses pengambilan kebijakan ekonomi,
dan sistem struktur administrasi publik?
Sesungguhnya tidak benar jika perubahan pada
tahun 1966 dipandang sebagai perubahan dari
rezim sosialis ke rezim kapitalis.
Rasa tidak percaya pada kekuatan pasar,
liberalisme ekonomi dan kepemilikan swasta atau
pribadi (terutama yang dimiliki oleh non pribumi)
masih terdapat di banyak daerah di Indonesia.
Perasaan tersebut mulai hilang selama periode
reformasi ekonomi liberal, yaitu pada tahun 1967-
1972 dan 1985-1992. Tahun 1966 terlihat bahwa
pola kebijakan ekonomi di Indonesia selalu
berubah-ubah antara lebih banyaknya intervensi
ekonomi atau sebaliknya.
Salah satu ekonom berpendapat tentang keadaan
saat itu dengan mengatakan bahwa :
Ketika pemerintah Orde Baru berkuasa,
pemerintah menghapuskan kebijakan pengendalian
harga yang berlebihan pada zaman Orde Lama
karena pemerintah ingin menggunakan mekanisme
harga untuk alokasi sumber daya. Walaupun begitu,
tetap saja terbawa sifat kebijakan lama. Salah satu
doktrin ekonomi di zaman Orde Baru adalah
menentang kompetisi bebas. Hal ini dikarena jika
berkembang terlalu jauh akan menjadi kapitalisme
yang jelas tidak sesuai dengan keinginan
pemerintahan Orde Baru (Sadli, 1988, hlm. 364)
Selain itu walaupun terjadi rezim
tahun 1966 Pemerintah saat itu
telah membuat GBHN dan Repelita
yang memiliki sasaran ekonomi
yang luas seperti pertumbuhan
ekonomi, stabilitas ekonomi,
penurunan ketergantungan
terhadap hutang luar negeri,
pemerataan pendapatan,
pengentasan kemiskinan, dll.
Repelita sendiri menunjukkan prioritas pemerintah
secara luas yang isinya mengenai indikator-indikator
makro, sektoral, demografi, dan sosial. Perkiraan
tersebut dimasukkan dalam kerangka kerja makro
ekonomi yang konsisten.
Repelita juga mencakup sisi keuangan dengan cara
melakukan pengamatan terhadap kecenderungan yang
mungkin tejadi dalam besaran dan struktur investasi
sektor publik sehingga pemerintah dituntut untuk
membuat perkiraan yang rasional hingga sepuluh tahun
mendatang.
Tetapi pemerintah lupa bahwa peramalan ekonomi ini
mengandung unsur yang tidak pasti dan mengarah pada
kesalahan prediksi. Hal ini dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel 6.1 Perkiraan dan Penerimaan Aktual dari Minyak, 1974-1993
(Rp miliar)

Repelit Tahun Perkiraan Kenyataan


a

II 1974 673 957


1975 820 1.248
1976 889 1.635
1977 994 1.949
1978 1.228 2.309
III 1979 3.345 4.260
1980 3.579 7.020
1981 3.897 8.628
1982 4.244 8.170
1983 4.703 9.520
IV 1984 10.367 10.430
1985 13.001 11.144
1986 16.611 10.047
1988 18.505 9.527
1989 7.900 11.252
V 1990 9.149 17.712
1991 9.706 15.039
1992 10.950 15.330
1993 11.779 -

a Data berkenaan untuk laporan keuangan tahunan, 1974 untuk


1975/1975, dst.
Tabel 6.2 Perbandingan Antara Perkiraan dan
Pertumbuhan yang Sebenarnya, Repelita II-IV
(pertumbuhan riil tahunan, %)

Repelita II Repelita III Repelita IV Repelita V
1974/1975- 1979/1980- 1984/1985- 1989/1990-
1978/1797 1983/1984 1988/1989 1993/1994
P N P N P N P N
PD8 7,5 6,9 6,5 4,6 6,5 4,8 5,0 6,9
Pertanian 4,6 2,8 3,5 3,6 3,5 3,5 3,6 2,8
Pertamba 9,0 5,1 4,0 -3,5 4,0 -1,8 0,4 4,1
ngan 13,0 11,7 11,0 8,4 11,0 10,8 8,5 10,0
Manufaktu 9,2 13,3 9,0 8,9 9,1 4,6 6,0 11,6
r t.t. t.t. t.t. t.t. t.t. t.t. 6,0 7,5
Konstruksi
Perdagang 10,0 14,2 10,0 10,5 10,1 4,1 6,4 9,7
an 7,6 2,4 8,1 3,8 8,1 3,5 6,1 6,4
Transporta
si &
Komunika
si
Jasa
Lainnya
INTERVENSI I: ISU KEPEMILIKAN
Pada akhir 1980-an, sektor swasta (domestik) adalah yang
terbesar di antara tiga pelaku ekonomi yang utama. Sektor
swasta menguasai lahan produksi pangan dan hampir semua
sektor dalam industri pertanian, sektor manufaktur nonmigas,
jasa konstruksi, perdagangan dan pariwisata, serta sektor jasa
lainnya.
Perusahaan negara juga menempati posisi yang penting dalam
perekonomian. Pada akhir 1980-an perusahaan pemerintah
menyumbangkan 30% dari PDB, dan hampir 40% dari PDB
nonpertanian. Sektor jasa transportasi dan komunikasi,
pertambangan, dan sebagian sektor manufaktur dan pertanian;
sektor jasa finansial pun dikuasai pemerintah.
Peran perusahaan asing relatif sedikit. Peran tertingginya
perusahaan asing terdapat pada industri pertambangan. Peran
mereka di sektor-sektor lain pun juga sangat terbatas, selain
pada sektor industri migas, sumbangan mereka tidak lebih dari
5% dari PDB. Dan perusahaan asing hanya dapat terlihat di
Jakarta.
Perlu ditekankan
Tabel 6.3 Perkiraan Pangsa Kepemilikan di Indonesia, bahwa konsep
Akhir 1980-an kepemilikan di
(% nilai tambah dari setiap sektor)
Pembagian
Indonesia masih
Swast Pemerinta merupakan konsep
Asing sektor
a h
(1988)a yang tidak jelas,
Pertanian
Hasil Pangan, sebagaimana
Perkebunan 100 0 0 18 layaknya di negara-
Rakyat, Peternakan 80 5 15 3 negara lain, dan
Perikanan, Kehutanan,
Pertanian 0 50 50 15 pemisahan antara
Pertambangan 30 30 40 1 ketiga kategori
Minyak dan Gas kepemilikan dalam
Lainnya 0 0 100 4
Manufaktur: 59 17 24 14 tabel 6.3 seringkali
Minyak dan Gas 90 5 5 5 semakin membuat
Lainnya 0 0 100 1 kabur.
Konstrusi 50 0 50 5
Keperluan 90 5 5 16
Transportasi dan 30 5 65 4
Komunikasi 0 0 100 8
Perdagangan dan 90 0 10 3
Pariwisata 100 0 0 4
Perbankan dan 57 12] 31
Keuangan 71 5 25
Pemerintah
Akomodasi
Jasa-jasa lainnya
Total
(di luar Minyak dan Gas)
a. Berkenan dengan pembagian dari PBD pada harga
Sebagai contoh :
Banyak sekali yayasan dan perushaan swasta namun
pada kenyataannya adalah perpajangan dari aparat
pemerintah
Terdapat pula aksus ambruknya bank swasta yang
kemudian di topang oleh yayasan yang erat kaitannya
dengan pemerintahan sehingga pemisahan kepemilikan
hanya teoritis saja antara swasta dan negara
Banyak perusahaan asing yang memiliki sedikit saham
dalam daerah operasinya atau bahkan tidak punya sama
sekali tetapi mendominasi kepemilikan lisensi, franchise,
dll
Pemisahan juga sama sekali tidak terlihat ktika orang
Cina-Indonesia bisa bekerja sama dengan Cina lainnya
dari negara tetangga
Dapat disimpulkan bahwa di masa lalu bukan hal yang
aneh jika perusahaan mereka dapat terdaftar sebagai
KEBIJAKAN INVESTASI ASING
Pada pertengahan 1960-an aliran masuk modal asing
praktis tidak ada. Keterlibatan asing dibatasi hingga
jumlah yang kecil pada sektor migas dan pembagian
produksi patungan dengan negara dari blok sosialis.
Tahun 1967, ada perubahan yang sama dalam sektor
minyak yang dikelola secara terpisah, mendorong
munculnya era yang menarik investor asing ke
Indonesia.
Pada tahun 1973 pemerintah mulai melakukan restriksi
terhadap investasi asing. Restriksi-restriksi ini
diperketat pada awal 1974 sebagai respon dari
Peristiwa Malaria. Hal ini berakibat potensi bahwa
investor asing mengalami kevakuman, walaupun
sebagian investor tetap masuk sebagai mitra kerja
sama.
Tahun 1977 beberapa hal pun telah dilakukan
pemerintah untuk memudahkan prosedur
birokrasinya. Tetapi pada dekade terjadinya
boom minyak, masuknya pengusaha asing ini
pun tetap sulit, rumit serta memakan banyak
biaya dan waktu.
Pada periode 1980-an terjadi penurunan
pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan
menurunnya minat investor asing.
April 1985 pemerintah melakukan beberapa
penyederhanaan administratif dan
menindaklanjuti dengan paket kebijakan 6 Mei
pada tahun berikutnya.
Pada tahun 1988, dilakukannya reformasi
besar dengan diperkenalkannya Daftar Negatif
yang menjelaskan lebih jauh ketetapan
pengaturan. Untuk pertama kalinya, peraturan
ini hanya merinci sektor-sektor yang tertutup
untuk investasi asing, sektor sektor yang
tidak terdaftar secara otomatis terbuka untuk
investor asing. Pada reformasi berikutnya
daftar negatif ini diperpendek.
Bulan Mei 1992 terjadi perubahan dengan
diperbolehkannya kepemilikan perusahaan
100% oleh asing dengan beberapa ketentuan.
Awal tahun 1990-an ini kebijakan investasi asing di
Indonesia telah menjadi siklus penuh. Walaupun
masih tetap lebih restriktif. Namun hal ini sudah cukup
untuk menunjukkan bahwa sudah ada unsur unsur
kunci yang mengarah pada keadaan perekonomian
liberal. Tetapi serangkaian peraturan yang membatasi
libralisme tetap dipertahankan. Hal ini menyebabkan
sedikit susah Indonesia untuk melakukan liberalisasi.
Jadi dapat disimpulkan kebijakan yang dikeluarkan
pada awal 1990-an jika dibandingkan dengan kondisi
10-15 tahun yang lalu menunjukkan prospek yang
lebih baik di masa mendatang. Kebijakan kebijakan
yang ketat pada akhir 1970-an dan awal 1980-an
terbukti tidak dapat bertahan lama pada saat harga
minyak jatuh.
PERUSAHAAN NEGARA
Pada awal tahun 1994, meskipun banyak
didiskusikan oleh publik tidak ada sebuah
perusahaan negara pun yang
diswastanissi.
Pemerintah Orde Baru saat itu mewarisi
perusahaan negara yang besar dan
bobrok. Reformasi perusahaan negara
menjadi suatu keharusan untuk
mengendalikan defisit anggaran,
memperbaiki efisiensi dan mengembalikan
kredibilitas perdagangan Indonesia.
Tahun 1967 sejumlah perusahaan
dikembalikan kepada pemilik lama dengan
dilakukannya otonomi komersial akan
menjamin bahwa perusahaan itu tetap
menjadi milik negara. Reorganisasi besar-
besaran terjadi pada tahun 1969.
Meskipun kemajuan diperoleh melalui
regularisasi perdagangan, tetapi pemerintah
masih menghadapi rintangan besar dalam
melakukan reformasi. Departemen
departemen teknis enggan untuk
menyerahkan wewenang kepada Departemen
Keuangan.
Boom minyak yang terjadi waktu itu
mendorong diadakannya reformasi dan tentu
Pemerintah membangun pola pengembangan
industri dengan cara melakukan investasi langsung
pada bidang yang penting. Misal baja, pupuk,
alumunium, pengilangan minyak dan semen.
Proses ekspansi ini dihentikan tiba-tiba tahun 1975-
1976 ketika skandal Pertamina terjadi. Skandal ini
bermula dari permintaan pemerintah tahun 1972
yang meminta semua perusahaan negara perlu
memperoleh persetujuan resmi untuk pinjaman luar
negeri yang jatuh tempo 1-15 tahun dan
mengakibatkan Pertamina tidak bisa membyar
hutangnya dan mengakibatkan pemerintah harus
memikul tanggungjawab hutang tersebut.
Akibat dari skandal Pertamina ini,
pemerintah secara mengejutkan
membatasi gerak sektor perusahaan
negara. Suntikan modal pun turun
pada tahun 1978 tetapi secara
bertahap naik lagi pada tahun 1979
karena dampak boom minyak kedua
(Table 6-4)
Investasi Pemerintah dalam Perusahaan - Perusahaan Negara 1969-1992
Tabel 6.4
(Rp Miliar)

1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976


8 1 7 23 41 91 109 218
1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984
167 129 253 477 481 337 592 336
1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992
412 86 57 125 141 323 470 150
Tahun 1986 perubahan terjadi ketika
Presiden menginstruksikan Menteri
Koordinator Bidang Ekonomi Profesor Ali
Wardana untuk melaksanakan penelaahan
menyeluruh terhadap sektor perusahaan
negara.
Oktober 1988 Departemen Keuangan
memberikan laporan kepada Presiden
mengenai pengklasifikasian status
perusahaan negara komersial dan
memasukkan pilihan kebijakan yang
dilaksanakan untuk memperbaiki efisiensi,
swastanisasi parsial atau penuh.
Setelah beberapa tahun berikutnya mulai lah
tampak kemajuan. Diungkapkan bahwa 129 dari
189 perusahaan negara yang telah diperiksa
menunjukkan keadaan kurang sehat. Di bulan
Agustus tahun tersebut sebuah tim beranggotakan
antar departemen dibentuk untuk mengejar target
perbaikan efisiensi, termasuk didalamnya
penyelesian masalah perusahaan swasta.
Pada waktu waktu selanjutnya sektor perusahaan
negara mengalami pertumbuhan lambat.
Menghadapi kondisi ini keuangan yang sulit,
suntikan modal dari pemerintah mengalami
penurunan (Table 6.4)
Gambaran keseluruhan lebih buruk daripada yang
digambarkan pada tabel, hal itu disebabkan oleh
adanya tiga alasan.
Pertama, gambaran keseluruhan didorong oleh lebih
tingginya keuntungan aktiva dari sektor
perbankan.Keuntungan aktiva dari sektor komersial
non perbankan hanya 1 persen. Jasa publik selalu
mengalami kerugian jasa yang diberikan tidak dapat
distandarisasi.
Kedua, aset dinilai secara konservatif. Aset diukur
berdasarkan nilai buku, akibatnya nilainya dibawah
pasar. Ketiga, meskipun tingkat keuntungan yang
diperkirakan sudah rendah tetapi masih belum dapat
menggambarkan keadaan yang sebenarnya karena
masih terdapat subsidi baik eksplisit maupun implisit.
Terdapat sedikit perubahan dalam
tingkat pentingnya sektor perusahaan
negara secara keseluruhan sejak tahun
1979. Penjualan sebagai presentase
PDB meningkat tajam dalam paruh
pertama tahun 1980 an sebagai akibat
boom minyak. Pangsanya kemudian
konstan dari tahun 1985 hingga 1991.
Hampir setiap studi dalam tingkat
mikro tentang perusahaan selalu
menunjukkan hasil bahwa kinerja
perusahaan tersebut buruk.
Penelitian dan penjelasan tersebut tidak
seluruhnya menggambarkan kinerja
perusahaan negara yang selalu lebih
buruk daripada perusahaan swasta .
Problem ini dikarenakan pemerintah
menetapkan beragam tujuan perusahaan
yang harus dicapainya. banyak
diantaranya yang sifatnya non komersial.
Disamping itu, otonomi manajer senior
dibatasi, perusahaan hanya sebagai unit
produksi saja, sedangkan berbagai
keputusan penting diambil oleh para
birokrat.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi.
Pertama : departemen teknis menolak adanya
proses perubahan kecuali di berbagai bidang
yang tidak menguntungkan dan tidak bernilai
strategis.
Kedua: berhubungan dengan prosedur
penyelesaian masalah dan mungkin juga
dipertanyakan siapa pembeli perusahaan
negara yang akan di swastanisasi. Pembelinya
dapat dipastikan investor asing atau
konglomerat domestik yang dilihat secara
sepintas hampir seluruhnya nonpribumi atau
pribadi pribadi yang mempunyai kekuatan di
bidang politik.
Proses reformasi diperlambat
juga karena pasar modal lesu
pada tahun 1991- 1992.
Kemudian ditambah kebijakan
uang ketat pada awal tahun 1990
an yang menyebabkan susahnya
para pelaku bisnis untuk
melakukan ekspansi sebagai
dampak sentimen publik
terhadap perusahaan negara.
Konglomerat dan
Pertumbuhan Sektor swasta
Perkiraan Repelita tidak akurat , tetapi
ia dapat digunakan sebagai indikasi
pemikiran dan prioritas pemerintah.
Bagi invetsasi, data tersebut
merupakan perkiraan yang terbaik
dan ia juga memperlihatkan bahwa
publik meningkat pada paruh petama
tahun 1980 an, puncaknya tahun
1985, kemudian menurun tajam
selama reformasi akhir tahun 1980 an
Tahun 1990 investasi publik
hanya 69% dari invetasi tersebut
pada sektor swasta. Tahun 1980
an terjadi penurunan sektor
publik yang merupakan
fenomena dunia, termasuk
Indonesia
Sumber Pendanaan Repelita yg
Terproyeksi (% dari total)
Daftar Konglomerat besar
Indonesia
Ada beberpa informasi yang cukup
menonjol, pertama non pribumi
mendominasi perkonomian. Kedua,
sejak akhir 1992 Kelompok Salim
mempunyai kelas tersendiri, ketika
sumber daya Kelompok Astra harus
dicairkan guna menjadi jaminan Bank
Summa. Ketiga, semua kelompok
merupakan new money. Beberapa
pemilik menjadi berkembang selama
masa Orde Baru.
Intervensi II : Kebijakan
Perdagangan dan Pengaturan
a. Kebijakan Perdagangan
Tiga indikator umum untuk melihat evolusi
kebijakan perdagangan adalah perkiraan proteksi
efektif, keberadaan hambatan nontarif, dan
pendapatan dari pajak perdagangan. Perkiraan
proteksi diringkas dalam tabel 6.8, yang
menyajikan susunan gambar acak tanpa
kecenderungan yang jelas. Dapat diinformasikan
bahwa walaupun dalam era kebijakan yang lebih
liberal, yang mencakup angka perkiraan yang
pertama dan terakhir, kebijakan perdagangan telah
berdampak terhadap alokasi sumber daya di antara
industri yang ada. Kebijakan ini juga cenderung
menghambat aktivitas ekspor yang efisien.
Tabel Perkiraan Tingkat Proteksi
Efektif (%)
Tiga gambaran dari kebijakan proteksionis
pada periode ini menjadi bukti .
1. Pertama, tidak hanya ada usaha yang lebih
besar untuk memberlakukan hambatan
nontarif , tetapi keberadaan hambatan
nontarif ini juga menjadi lebih rumit
2. Kedua, Kebijakan perdagangan menjadi
instrumen yang lebih eksplisit dari
kebijakan industri pada periode ini.
3. Ketiga, politisasi, semakin jelas bahwa
kepentingan bisnis mempunyai kekuatan
politik yang lebih dipentingkan.
Sebagai hasil dari kecenderungan ini, periode 1982 -
1985, kurang sekali kebijakan ekonomi yang saling
berkaitan. Respons ekonomi makro pemerintah terhadap
penurunan nilai tukar berlangsung cepat dan efektif
dalam bentuk devaluasi, regulasi perbankan, dan
penyesuaian fiskal di tahun 1983 dan reformasi pajak
1984.
Tindakan balik untuk menghentikan dan meluruskan
penyimpangan kebijakan, dimulai tahun 1985 saat harga
minyak terus turun. Yaitu dengan reformasi pelayanan
bea cukai, yang sudah lama dirusak oleh korupsi dan
inefisiensi. Kemudian dengan diperkenalkannnya standar
atau ukuran liberalisasi impor yang efektif pada tahun
1986. Juga penggantian dari skema Sertifikat Ekspor
dimenjadi skema yang bernama P4BM kemudian menjadi
Bapeksta, terbukti lebih efektif.
Penghilangan retriksi kuantitatif dan pergeseran
kepada kebijakan tarif diberlakukan secara efektif
pada bulan Oktober 1986, ketika paket kebijakan
diperkenalkan. Hasil dari reformasi tampak
mengesankan. Pembebanan hambatan non tarif
mulai menurun secara signifikan, mulai dari 43%
dari nilai impor pada pertengahan 1986 turun
menjadi 13 % pada lima tahun kemudian (tabel
6.9). Penurunan pembebanan dalam jumlah
produksi manufaktur juga baik, bagian output
turun lebih dari setengahnya pada periode yang
smaa. Secara komprehensif hasil yang didapat
tidak sekomprehensif yang disarankan pada tabel
6.9, karena tidak ada rekening yang diambil dari
intensitashambatan non tarif
Penghilangan restriksi kuantitatif dan pergeseran
kepada kebijakan tarif diberlakukan secara efektif
pada bulan Oktober 1986 ketika paket kebijakan
pertama diperkenalkan. Paket kebijakan
selanjutnya dikeluarkan pada tahun :
Januari dan Desember 1987
November 1988
Mei 1990
Juni 1991
Pembebanan hambatan nontarif yang
merupakan kebijakan perdagangan selain
bea masuk yang dapat mengurangi
manfaat perdagangan internasional, mulai
menurun secara signifikan mulai dari 43%
pada 1986 menjadi hampir 13% pada lima
tahun kemudian.
Tabel 6.9 Cakupan dari Hambatan Nontarif, 1986-1993

1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993

Produksi 41 38 29 28 25 22 22 22

a. manufaktur 68 58 45 38 33 32 31 31

b. pertanian 54 53 41 40 38 30 30 90

Impor 43 25 21 17 15 13 13 13
Untuk pertama kalinya muncul sebuah lobi ekspor untuk
industri manufaktur, yaitu suatu kelompok dimana efesiensi
ekonomi secara internasional lebih mendapat perhatian
disbanding dispensasi lisensi atau sumbangan untuk birokrasi.
Pada periode tersebut terjadi perubahan orientasi pemikiran
dari bentuk proteksi dan pengendalian, menjadi promosi dan
ekspor.
Dalam beberapa hal terjadi kemunduran diantaranya :
a. Penerapan pengendalian ekspor pada bahan baku dasar
industri manufaktur di akhir 1980-an
b. Beberapa area lain tidak tersentuh oleh kebijakan (terutama
industri otomotif dan sebagian besar industri pertanian)
.Pada awal 1990-an ideologi liberal sedang popular sehingga
banyak pejabat dan ekonom yang mengalihkan perhatian
mereka kepada penanggulangan banyaknya tekanan-tekanan
dari hambatan di sisi penawaran untuk meningkatkan kinerja.
SISTEM REGULASI DAN
PEMBERIAN IZIN (LISENSI)
Orde baru banyak menjanjikan bidang ini.
Indonesia telah memiliki reputasi internasional
sebagai negara yang memiliki lingkungan bisnis yang
rumit, tidak dapat ditebak, dan penuh korupsi.
Pada akhir tahun 1960-an diperkenalkan reformasi
ekonomi liberal, bahwa sistem pemberian izin (lisensi)
dan regulasi pemerintah dipermudah.
Kenyataannya, sistem prasarana dan pemberian
lisensi yang resmi di Indonesia tidak mempunyai
kejelasan dan sangat sulit untuk ditembus.
Pelaksanaan peraturan pemberian lisensi terkadang
berbeda dengan sasaran dan tujuan resminya karena
biaya yang harus ditanggung oleh sektor bisnis sangat
besar, tidak pasti, dan tidak luput dari pungutan liar.
Kenyataan yang mencolok dari proses
reformasi tahun 1980-an adalah :
Kecepatan perubahan kebijakan perdagangan
dan investasi asing, yang tidak diimbangi
dengan kemajuan pada reformasi hukum dan
peraturan.
Perubahan di bidang lain tertinggal, bahkan
reformasi perusahaan negara sekalipun.
Peningkatannya yaitu adanya
penyederhanaan sistem pemberian izin
(lisensi) yang dilakukan oleh BPKM, terutama
penerbitan Daftar Negatif dan mempersingkat
prosedur persetujuan dan implementasi.
Aspek pengaturan dari paket kebijakan
perdagangan memiliki implikasi penting bagi
kerangka kerja semua kebijakan termasuk
reformasi Bea Cukai tahun 1985, yang mengubah
bentuk perdagangan melalui pelabuhan, skema
pemberian kemudahan ekspor yang diterapkan
secara bersih dan efisien, serta pergeseran dari
proteksi tarif ke proteksi nontarif.
Reformasi ini hanya menyentuh bagan kecil dari
keseluruhan masalah. Bidang-bidang yang sedikit
tersentuh reformasi yaitu buruh, industri,
pertambangan, pertanian, transportasi (dengan
pengecualian perhubungan laut).
Banyak ketetapan dan undang-undang hukum mengenai
industri yang masih menganut hukum kolonial Belanda
yang dibuat tahun 1930-an.
Dalam suatu era ketika literatur ilmu ekonomi
pembangunan menekankan pada pentingya sistem
kepemilikan pribadi yang stabil, terbuka dan jujur, sistem
hukum Indonesia justru mengkombinasi unsur-unsur sistem
hukum Belanda, sistem adat, dan beberapa usaha yang
terbatas dalam reformasi. Ambiguitas dari sistem hukum
tersebut mengakibatkan banyak terjadi perselisihan.
Gray (1991) menyatakan bahwa sistem hukum di Indonesia
cenderung ditandai dengan kurangnya kejelasan,
kekonsistensinan, dan standar yang baku. Hukum bisa saja
bertentangan dengan dekrit dan regulasi yang tingkatannya
lebih rendah, dan keduanya mungkin bertentangan dengan
tindakan sehari-hari para administratur (kebiasaan).
ADMINISTRASI PUBLIK DAN
KORUPSI
Korupsi banyak sekali terjadi di Indonesia. Korupsi telah
menjadi penyakit pada jaman Soekarno ketika anggaran
belanja menyebabkan inflasi yang mengikis gaji pegawai
negri hingga suatu titik masyarakat tidak dapat hidup
dengan mengandalkan gaji dan dimana keadaan finansial
benar-benar hancur disebabkan kehancuran administratif.
Pada tahun 1970-an pusat perhatian tertuju pada
komersialisasi jabatan, dan beberapa saat kemudian istilah
pungli (pungutan liar) digunakan secara luas. Pungli dan
pemerasan adalah kejadian sehari-hari dalam berbagai
pelayanan yang dilakukan oleh instansi pemerintah seperti :
pemasangan pesawat telepon, memperpanjang izin bekerja
bagi orang asing, untuk melaksanakan klasifikasi ulang lokasi
tanah, sebagian kecil urusan pelayanan imigrasi, dalam
proses tawar-menawar mengenai besar pajak terutang,
memenangkan kontrak pemerintah baik besar maupun kecil
dan lain-lainnya.
Korupsi akan menjadi masalah serius ketika ditandai dengan sebuah sistem
politik yang otoriter, pers yang kurang bebas (terkendali), gaji pegawai
negeri yang rendah, dan kebijakan pengaturan perdagangan yang rumit.
Pada awal tahun 1980-an sudah terdapat kemajuan yang positif, seperti :
Korupsi pada kantor bea dan cukai yang telah ditanggulangi pada bulan
April 1985.
Reformasi perbankan pada 1983 dan 1988 menghapuskan sebagian besar
subsidi kredit dan kejadian-kejadian pinjaman berdasarkan perintah, yang
keduanya merupakan sumber signifikan terjadinya korupsi.
Berbagai hambatan nontarif dihilangkan sehingga menambah pendapatan
pemegang lisensi (izin).
Sistem perpajakan diperbaiki, dan regulasi pajak diterapkan dengan lebih
seksama.
Perusahaan negara mulai melakukan pelaporan dengan lebih seksama,
rutin, dan lebih menyeluruh.
Badan Pemeriksa Keuangan menadi lebih aktif, sama halnya dengan Komisi
dalam DPR
Pemberitaan keuangan menjadi lebih berani dan objektif.
PEGAWAI NEGERI
Pegawai negeri merupakan unsur kedua berkisar pada reformasi
kondisi dan praktek ketenagakerjaan di sektor publik. Keadaan buruk
terjadi pada pertengahan 1960-an yang terjadi akibat adanya
peningkatan gaji riil secara tajam hingga awal 1980-an.
Pada masa prihatin tahun 1980, memiliki langkah ekspansi cukup
cepat dibandingkan tahun 1975-1983. Pegawai negeri dahulu lebih
didominasi oleh kaum pria yang terlihat jelas pada kalangan pejabat
senior (eselon senior). Namun, kemajuan tingkat pendidikan pegawai
negeri jauh lebih cepat dan standarnya jauh lebih tinggi daripada
rata-rata tenaga kerja. Kemajuannya yaitu :
a. Berhasil keluar dari klasifikasi paling bawah
b. Tingkat pendidikan naik pesat
c. Proporsi penduduk dengan tingkat pendidikan dasar (primer)
menurun dan yang memiliki pendidikan tinggi (tersier) meningkat
hampir dua kali lipat
.Selanjutnya perlahan-lahan pegawai negeri mulai tersebar ke luar
Jawa sebagai konsekuensi dari pergeseran demografis dan sangat
terbatasnya usaha desentralisasi.
Tabel 6.10 Pegawai Negeri Indonesia , 1975,1983,1992
1975 1983 1992

Total (000) 1.674,9 2.628,5 4.009,3

(pertumbuhan tahunan %) (5,8) (4,8)

%pria Total 81,9 73,5 66,7

dalam ranking IV (senior) 91,0 91,2 89,0

% dalam ranking I 52,7 27,4 15,4

IV 0,4 0,6 0,9

% dari pendidikan sampai primer 38,7 22,5 13,7

Tersier 7,2 10,2 13,1

% berlokasi di Jakarta 10,9 10,6 9,4


Jawa 62,6 58,3 53,4
Jumlah Pegawai Negeri Sipil Menurut Tingkat Kepangkatan
dan Jenis Kelamin, 2012-2014
Pangkat/G 2012 2013 2014
olongan/R
uang Laki-Laki Perempu Jumlah Laki- Peremp Jumlah Laki-Laki Perempu Jumlah
an Laki uan an

Golongan I 81874 7586 89460 75981 7090 83071 74 312 8 102 82 414

Golongan II 650939 552384 120332 60074 48063 108137 591 992 456 825 1 048
3 2 7 9 817
Golongan III 107763 104679 212442 10620 10799 214201 1 099 1 164 2 264
6 0 6 68 51 9 990 500 490
Golongan IV 522100 528673 105077 52181 53451 105633 522 337 537 245 1 059
3 7 9 6 582
Jumlah 233254 213543 446798 22606 21021 436280 2 288 2 166 4 455
9 3 2 08 97 5 631 672 303

Jumlah Pegawai Negeri Sipil Menurut Tingkat


Pendidikan dan Jenis Kelamin, Desember 2012 -
Desember
Tingkat 2014 2012 2013 2014
Pendidikan Laki-Laki Perempu Jumlah Laki- Peremp Jumlah Laki- Peremp Jumlah
an Laki uan Laki uan
Sampai dengan SD 66172 4359 70531 56416 4034 60450 52 603 3 767 56 370
SLTP/Sederajat 95419 12929 108348 81762 10864 92626 77 429 10 826 88 255
SMA/Sederajat 793535 581316 1374851 727043 515002 1242045 711 030 491 915 1 202
945
Diploma I, II/Akta I, 253127 424865 677992 221277 364538 585815 191 015 312 062 503 077
II
Diploma III/Akta 163519 259780 423299 154033 258702 412735 156 871 270 679 427 550
III/Sarjana Muda
Tingkat 960777 852184 1812961 1020077 949057 1969134 1 099 1 077 2 177
Sarjana/Doktor/Ph. 683 423 106
D
Jumlah 2332549 2135433 446798 226060 210219 436280 2 288 2 166 4 455
2 8 7 5 631 672 303
Selain kemajuan-kemajuan tersebut,
sistem yang ada saat ini memiliki
sedikitnya tiga kelemahan dasar yaitu :
a. Struktur gaji yang luar biasa rumit
b. Dengan semua jenis tunjangan, gaji
untuk tenaga kerja terlatih secara umum
tidak sebanding dengan penghasilan di
sektor swasta. Jadi, pemerintah kesulitan
untuk merekrut tenaga kerja terdidik dan
terlatih yang berkualitas tinggi.
c. Kekakuan sistem pegawai negeri.
KEBIJAKAN EKONOMI MASA
KEPRESIDENAN B.J. HABIBIE
Upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi krisis pada
dasarnya mengacu pada saran dan hasil konsultasi dengan
International Monetary Fund (IMF). Secara garis besar
kebijakan yang disarankan oleh IMF yaitu dengan
memperkuat sektor moneter melalui instrumen suku bunga
tinggi, mengatur jumlah uang beredar, menjaga stabilitas
nilai tukar rupiah, penyelesaian utang swasta, dan
memperketat sektor fiskal melalui pengetatan pengeluaran
APBN dan pemberian Jaring Pengaman Sosial bagi
masyarakat yang terkena dampak krisis.
Usaha Presiden B.J. Habibie dalam rangka melaksanakan
reformasi ekonomi mencakup usaha mengatasi krisis
ekonomi, memberdayakan ekonomi rakyat, memperkuat
kelembagaan perekonomian, mendorong persaingan sehat,
sampai pemberantasan praktek-praktek korupsi, kolusi dan
nepotisme dalam kegiatan ekonomi dan bisnis.
Usaha tersebut juga dilengkapi dengan
perubahan struktural yang mencakup
restrukturisasi perbankan dan hutang luar
negeri swasta.
Berbagai Undang-Undang yang mendorong
kegiatan ekonomi yang efisien dan sehat
juga telah disahkan. Undang-Undang
tersebut antara lain: UU Perbankan, UU
Kepailitan, UU Perlindungan Konsumen, UU
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat, UU Bank Indonesia dan
UU Lalu lintas Devisa dan Sistem Nilai tukar.
Kesimpulannya Kebijakan yang telah dilaksanankan
untuk menanggulangi krisis ekonomi yang melanda
Indonesia pada tahun 1998 ternyata juga
menimbulkan banyak pengaruh bagi kehidupan
masayarakat baik secara sosial maupun
ekonominya. Selama tahun 1999 proses stabilisasi
ekonomi Indonesia berjalan cukup mantap setelah
mengalami krisis ekonomi yang berat sejak
pertengahan tahun 1997.
Nilai tukar rupiah menguat dan relatif stabil dari
rata-rata Rp. 8.025 per dolar AS pada tahun 1998
menjadi sekitar Rp. 7.809 per dolar AS pada tahun
1999, dengan fluktuasi yang lebih rendah daripada
tahun sebelumnya. Stabilnya nilai rupiah antara
lain berkat terkendalinya jumlah uang beredar.
Pada bulan Agustus 1999 tingkat kemiskinan telah
turun menjadi 37,5 juta karena turunnya harga-
harga yang berakibat pada menurunnya garis
kemiskinan. Garis kemiskinan turun karena
turunnya harga-harga terutama harga pangan
sejak triwulan II tahun 1999. Penurunan jumlah
penduduk miskin tentunya tidak hanya
dikarenakan adanya program jaring pengaman
sosial tapi juga karena adannya beberapa program
pengentasan kemiskinan lain yang bersifat
sektoral.
Agenda pemilu tahun 1999 yang berjalan lancar
dan stabil telah mampu membuat kepercayaan
investor untuk mulai menanamkan modalnya.
Pemilu yang dikhawatirkan akan menimbulkan
gejolak-gejolak dan pecahnya kekacauan sosial
KEBIJAKAN EKONOMI MASA
PRESIDEN ABDURRAHMAN WAHID
Dalam hal ekonomi, dibandingkan tahun sebelumnya,
pada tahun 1999 kondisi perekonomian Indonesia
mulai menunjukkan adanya perbaikan.
Hubungan pemerintah Indonesia dibawah pimpinan
Abdurrahman Wahid dengan IMF juga tidak baik,
terutama karena masalah amandemen UU No. 23
tahun 1999 mengenai Bank Indonesia; penerapan
otonomi daerah, terutama menyangkut kebebasan
daerah untuk pinjam uang dari luar negeri; dan revisi
APBN 2001 yang terus tertunda pelaksanaannya.
Tidak tuntasnya revisi tersebut mengakibatkan IMF
menunda pencairan bantuannya kepada pemerintah
Indonesia, padahal roda perekonomian nasional saat
ini sangat tergantung pada bantuan IMF.
Dengan memburuknya hubungan antara pemerintah
Indonesia dan IMF membuat pelaku-pelaku bisnis,
termasuk investor asing, menjadi enggan melakukan
kegiatan bisnis atau menanamkan modalnya di
Indonesia.
Dalam hal ini pemerintah tidak menunjukkan keinginan
yang sungguh-sungguh untuk menyelesaikan krisis
ekonomi hingga tuntas. Pemerintah cenderung
menyederhanakan krisis ekonomi dewasa ini dengan
menganggap persoalannya hanya terbatas pada agenda
masalah amandemen UU Bank Indonesia, desentralisasi
fiskal, restrukturisasi utang, dan divestasi BCA dan Bank
Niaga.
Munculnya berbagai kebijakan pemerintah yang
kontroversial dan inkonsistens, termasuk pengenaan bea
masuk impor mobil mewah untuk kegiatan KTT G-15
yang hanya 5% (nominalnya 75%) dan pembebasan
pajak atas pinjaman luar negeri dan hibah.
Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) antara 30 Maret 2000 hingga 8 Maret
2001 menunjukkan growth trend yang
negatif. Hal ini mencerminkan semakin tidak
percayanya pelaku bisnis dan masyarakat
terhadap prospek perekonomian Indonesia
Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar
AS terus menurun. Untuk menahan
penurunan lebih lanjut, Bank Indonesia
secara agresif terus melakukan intervensi
pasar dengan melepas puluhan juta dolar
AS per hari melalui bank-bank pemerintah.
Masa Megawati
Menstabilkan fundamen ekonomi makro meliputi inflasi, BI rate,
pertumbuhan ekonomi, kurs rupiah terhadap dolar, angka kemiskinan.
Memberikan kondisi yang kondusif bagi legislative untuk melakukan
fungsi legislasinya sehingga banyak UU yang telah disahkan pada masa
kepemimpinan mega dibandingkan masa pemerintah lain (HBB, GD,
Sby).
Mulai melakukan pemberantasan KKN dan mendirikan KPK.
Berhasil menyehatkan perbankan nasional yang collapse setelah krisis
ekonomi 1998
Indonesia berhasil keluar dari IMF pada tahun 2003 yang menandakan
Indonesia sudah keluar dari krisis ekonomi yg terjadi sejak tahun 1998
dan Indonesia yang lebih mandiri.
Berhasil membeli pesawat tempur Sukhoi dan heli Mi-35 dari Rusia
tanpa perlu gembar gembor dan memberatkan APBN. Ini juga menjaga
citra kemandirian Indonesia dari kooptasi Negara adi daya Amerika
Serikat.
Berhasil menghasilkan 45 milyar dolar AS dari penjualan LNG Tangguh
ke China, Korea dan Meksiko selama 20 tahun ke depan. Harga kontrak
dapat dievaluasi setiap 4 tahun.
Masa Susilo Bambang
Yudhoyono 1
Periode 2004-2009 pemerintahan SBY-Kalla telah menetapkan sasaran
pokok pembangunan lima tahun :
a. menurunkan tingkat pengangguran terbuka dari 9,7 persen dari
angkatan kerja (9,9 juta jiwa) di tahun 2004 menjadi 5,1 persen (5,7
jutajiwa) pada tahun 2009
b. mengurangi tingkat kemiskinan dari 16,6 persen dari total penduduk
(36,1 juta jiwa) menjadi 8,2 persen (18,8 juta jiwa) di tahun 2009, dan
c. menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan tersebut
ditargetkan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,6 persen per tahun
selama periode 2004-2009.
.Bidang perekonomian pada masa pemerintahan SBY mengalami
perkembangan yang sangat baik. Tingkat pertumbuhan ekonomi
periode 2004-2007 yang dikelola pemerintahan SBY-JK relatif lebih baik
dibanding pemerintahan selama era reformasi. Kebijakan dilakukan
dengan mmengurangi subsidi Negara Indonesia, atau menaikkan harga
Bahan Bahan Minyak (BBM). Kinerja ekspor nonmigas Indonesia yang
pada triwulan IV-2009 mencatat pertumbuhan ekonomi cukup tinggi.
Kebijakan lainnya yaitu bantuan langsung tunai kepada rakyat miskin
serta remunerasi pegawai negeri sipil.
Masa pemerintahan SBY Jilid II
Ideologi
Masa pemerintahan SBY lebih dipermudah akibat
kebijakan Soeharto yang meredam pengaruh ideologi,
sehingga ketika SBY menjabat, pertarungan ideologi
tidak sebagus dari yang dahulu, meskipun masih
cukup signifikan. Menyadari kesalahan pendahulunya,
SBY menyatakan partainya sebagai partai tengah,
yakni nasionalis-religius. Dengan demikian, SBY tidak
membangun kekuatan baru, namun meletakkan
dirinya dalam posisi anetrl, tidak memihak ideologi
manapun. SBY melalui partainya pun mengajak partai-
partai lain baik Nasionalis maupun Islam untuk
berkoalisi. Melalui pidatonya, SBY menggunakan kata-
kata sedemikian rupa sehingga tidak menyinggung
kekuatan manapun, meskipun hal tersebut
menyebabkan publik kurang memahami maksud dari
Kebijakan Ekonomi
Kebijakan mengurangi subsidi Negara
Indonesia, atau menaikkan harga
Bahan Bahan Minyak (BBM),
kebijakan bantuan langsung tunai
kepada rakyat miskin akan tetapi
bantuan tersebut diberhentikan
sampai pada tangan rakyat atau
masyarakat yang membutuhkan
kebijakan menyalurkan bantuan dana
BOS kepada sarana pendidikan yang
ada di Negara Indonesia
Bank Indonesia (BI) memperkirakan
pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat
mencapai 5,5-6 persen pada 2010 dan
meningkat menjadi 6-6,5 persen pada 2011.
Kinerja ekspor nonmigas Indonesia yang pada
triwulan IV-2009 mencatat pertumbuhan
cukup tinggi yakni mencapai sekitar 17
persen dan masih berlanjut pada Januari 2010
Salah satu penyebab utama kesuksesan
perekonomian Indonesia adalah efektifnya
kebijakan pemerintah yang berfokus pada
disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan
utang Negara.
Masa pemerintahan Jokowi
Jokowi menegaskan sikap politiknya untuk
memimpin Indonesia dengan kekayaan manusia,
budaya, dan pluralitasnya supaya tidak
kehilangan arah dalam mengejawantahkan isi
UUD 1945 dan makna Pancasila. Sikap ini
menurutnya juga dipandang perlu
diimplementasikan oleh setiap pemimpin pada
semua level pemerintahan baik kota hingga skala
nasional. Jokowi memilih memaknai lewat ajaran
trisakti Bung Karno yakni berdaulat di bidang
politik, berdikari di bidang ekonomi, dan
berkepribadian nasional di bidang kebudayaan.
Ideologi kita sama, Pancasila, tapi cara
penerapannya berbeda
Kebijakan Ekonomi
Adanya paket kebijakan ekonomi.
Paket kebijakan itu bertujuan untuk
menangkal perlambatan ekonomi
yang disebabkan oleh kondisi
ekonomi global dan domestik
dengan cara memperbaiki struktur
ekonomi yang lebih kondusif bagi
berkembangnya industri, kepastian
berusaha di bidang perburuhan,
kemudahan investasi, memangkas
berbagai perizinan serta
memperluas akses masyarakat
Beberapa kebijakan yang telah
dikeluarkan pemerintah Jokowi :
Bidang perdagangan, pemerintah
telah meluncurkan Indonesia National
Single Window (INSW) yang
diperbarui, sehingga siapa pun dapat
memantau keluar-masuk barang
ekspor-impor melalui satu sistem
Di bidang energi, pemerintah telah
menurunkan harga solar sebesar Rp
200 pada Oktober 2015 ini.
Di bidang perbankan, pemerintah
memberikan akses yang lebih luas
bagi masyarakat, terutama golongan
kelas menengah-bawah untuk
mendapatkan akses ke sistem
perbankan melalui fasilitas Kredit
Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga
rendah, yakni 12 persen.
Di bidang fiskal, pemerintah
menyediakan fasilitas pengurangan
pajak penghasilan (PPh) badan mulai
dari 10 hingga 100 persen untuk
jangka waktu 5-10 tahun (tax
Pada sektor perburuhan, kebijakan
untuk menerapkan formula pada
penghitungan Upah Minimum juga
disambut baik karena memberikan
kepastian, baik kepada pengusaha
maupun buruh, tentang kenaikan
upah yang bakal diterima buruh
setiap tahun dengan besaran yang
terukur.

Anda mungkin juga menyukai