Anda di halaman 1dari 50

CASE REPORT

ANESTESI PADA KRANIOTOMI


Pembimbing:
dr. Robert H. Sirait, Sp. An

Disusun oleh:
Dwi Wahyu Apriani
1261050119
IDENTITAS PASIEN
• Nama : Tn.S
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Usia : 63 Tahun
• Status : Menikah
• Agama : Kristen
• No. RM : 31.96.90
• Tanggal masuk Rumah sakit : 15 Desember 2017
ANAMNESIS
• Autoanamnesis
• Keluhan Utama : nyeri kepala
• Keluhan tambahan : penurunan kesadaran
RPS
• Pasien datang dibawa oleh keluarganya dengan keluhan penurunan
kesadaran disertai dengan cedera kepala. Cedera kepala tersebut
diakibatkan karena kecelakaan motor yang dialami pasien 1 hari
SMRS. Setelah mengalami kecelakaan tersebut pasien dibawa ke klinik
terdekat tempat kejadian kecelakaan lalu pasien dirujuk ke RS PGI
Cikini untuk dilakukan tindakan kraniotomi.
RPD
Pasien juga tidak memiliki riwayat dirawat di rumah sakit sebelumnya.
Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi terkontrol selama 1 tahun
belakangan , rutin minum obat dan berobat ke dokter akan tetapi
keluarga lupa nama obatnya. Pasien memiliki riwayat jatuh dari ranjang
1 bulan yang lalu Pasien tidak memiliki riwayat stroke dan diabetes
melitus sebelumnya. Riwayat alergi dan asma disangkal.
• RPK
Keluarga pasien tidak memiliki riwayat penyakit asthma , diabetes ,
hipertensi , ataupun penyakit jantung dan bawaan

• RKP
Pasien merupakan perokok ringan , sekitar 2 batang per hari dan kalau
tidak ada uang tidak akan membeli rokok. Pasien tidak meminum
minuman ber alkohol
PEMERIKSAAN
• Keadaan Umum : tampak sakit berat
• Kesadaran : Somnolen (GCS E3V2M5)
• Tekanan darah : 140/90 mmHg
• Frekuensi Nadi : 80x / menit
• Respiratory Rate : 24x / menit
• Suhu : 36,5 C
• BB : 63 kg
• TB : 165 cm
Status Generalis
• Kepala :
normocephali, terdapat luka di kepala dengan ukuran 4cm x 1 cm

• Mata :
Mata simetris, tidak ada edema palpebra, konjutiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), pupil isokor dengan diameter 3 mm / 3 mm, refleks cahaya
langsung dan tidak langsung (+/+)
• THT :
Bentuk telinga normal dan simetris, tidak terdapat deformitas, liang
telinga tidak terdapat sekret, nyeri tekan tidak ada, pendengaran
normal

• Leher : tidak ada pembesaran KGB

• Mulut dan tenggorok : dalam batas normal


• Thoraks
I : pergerakan dinding dada simetris kanan – kiri
P : vokal fremitus kanan = kiri
P : perkusi pada lapangan paru sonor/sonor
A : Bunyi nafas dasar vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Bunyi jantung I dan II reguler, murmur -, gallop -
• Abdomen
I : perut tampak mendatar
A : bising usus + normal, 4x / menit
P : dinding perut supel, nyeri tekan -, massa -, hepatomegali –
P : timpani pada seluruh lapangan abdomen
• Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”, edema -/-
• Kulit : turgor kulit baik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Laboratorium No Pemeriksaan Hasil Nilai normal
1 Hemoglobin 15,3 13 – 16 g/dl
2 Hematokrit 43 40 – 48 %
3 Leukosit 17,6 5 – 10 Ribu/ul
4 Trombosit 338 150 – 450 Ribu /ul
5 GDS 189 <200 mg/dl
6 Ureum darah 24 20 – 50 mg %
7 Creatinin darah 0,6 0,8 – 1,1 mg/dl
8 Na 134 135 – 147 mmol/L
9 K 4,6 3,5 – 5,0 mmol/L
10 Ca 8,1 8,8 – 10,3 mmol/L
11 Masa Pembekuan 12 10 – 16 menit
12 Masa Protrombin 10,9 9,9 – 11,8 detik
13 Masa Perdarahan 3 1 – 6 menit
14 Golongan darah B
15 SGOT 24 3 – 45 u/L
16 SGPT 24 0 – 35 u/L
No Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

1 Masa pembekuan/ 12 2 – 6 menit


CT
2 Masa perdarahan/BT 3 1 – 3 menit

3 Golongan darah / Rh B
Ct-scan

Kesan foto CT : Perdarahan subdural subakut-kronis regio fronto-


temporo-parietal kanan dan Perdarahan epidural subakut-kronis regio
parietal kanan dan menyebabkan hernia subfalcin 10,6 mm ke kiri ,
dilatasi ventrikel lateral kanan cornu anterior dan ventrikel lateral kiri
cornu posterior
Diagnosis

• ASA Grade 3
• Subdural hematoma dan epidural hematoma
PENDAHULUAN

Susunan saraf pusat  suatu jaringan saraf yang


kompleks

Fungsi: mengkoordinasi, menafsirkan, mengontrol


interaksi antara individu dengan lingkungan
sekitarnya.

Stimulan sistem saraf pusat (SSP)  obat yang dapat


merangsang serebrum medula dan sumsum tulang
belakang
SSP  SSS & SST

Stimulasi  otak  sumsum tulang belakang


Anestesi

Umum Regional

Inhalasi parenteral
Tujuan umum
• meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan bersifat reversible

Tujuan khusus
• premedikasi, induksi, maintenance
Komponen
anestesi

Hipnotik Analgetik Relaksasi


stadium anestesi

Stadium I : analgesia dari mulainya induksi anestesi hingga hilangnya


kesadaran.

Stadium II : dari hilangnya kesadaran hingga mulainya respirasi teratur,


mungkin terdapat batuk, kegelisahan atau muntah.

Stadium III : dari mulai respirasi teratur hingga berhentinya respirasi.

Stadium IV : overdosis, dari timbulnya paralysis diafragma hingga cardiac


arrest.
Komponen dalam anastesi umum yang diberikan
pada tindakan kraniotomi adalah :
• Hipnosis (hilangnya kesadaran)
• Analgesia (hilangnya nyeri)
• Arefleksia (hilangnya refleks motorik dalam tubuh sehingga
memungkinkan imobilisasi pasien)
• Relaksasi otot (memudahkan prosedur pembedahan dan
memfasilitasi intubasi trakeal)
• Amnesia
Keuntungan anastesi umum
• Pasien tidak sadar untuk mencegah ansietas pasien
selama prosedur medis berlangsung
• Efek amnesia meniadakan memori buruk pasien yang
di dapat akibat ansietas dan berbagai kejadian
intraoperative yang mungkin memberikan trauma
psikologis
• Memudahkan mengontrol ventilasi pasien
1. Persiapan Pra Anestesi

Mempersiapkan mental dan fisik secara


optimal.

Merencanakan dan memilih teknik serta obat-


obat anestesi yangsesuai dengan fisik dan
kehendak pasien.

Menentukan status fisik dengan klasifikasi


ASA (American Society Anesthesiology)
ASA 1
• Pasien dalam keadaan normal (tidak ada kelainan sistemik)
ASA 2
• Pasien dengan kelainan sistemik ringan-sedang terkontrol, tidak ada komplikasi
ASA 3
• Pasien dengan kelainan sistemik berat, tidak terkontrol, tidak ada komplikasi
ASA 4
• Pasien dengan kelainan sistemik berat, tidak terkontrol, ada komplikasi
ASA 5
• Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24
jam tanpa operasi / dengan operasi
ASA 6
• Pasien mati batang otak

+ E  Emergency/cito
2. Premedikasi Anestesi
Tujuan :
• memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.
• menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam
• membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam
• memberikan analgesia, misal : pethidin
• mencegah muntah, misal : droperidol
• memperlancar induksi, misal : pethidin
• mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin
• menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas atropin.
• mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropindan hiosin
3. Obat-obatan Premedikasi

SA Pethidin

Midazolam
Sulfas Atropin

• mengurangi sekresi lendir dan menurunkan efek bronchial dan kardial


• melemaskan otot polos, mendepresi vagal reflek, menurunkan spasme
gastrointestinal, dan mengurangi rasamual serta muntah
• menimbulkan rasa kering di mulut serta penglihatan kabur, maka lebih baik
tidak diberikan pra anestesi local maupun regional
• Dalam dosis toksik dapat menyebabkan gelisah, delirium, halusinasi, dan
kebingungan pada pasien.
• dapat diatasi dengan pemberian prostigmin 1–2 mg intravena
• Sediaan : dalam bentuk sulfat atropin dalam ampul 0,25 dan 0,5 mg.
• Dosis : 0,01 mg/ kgBB.
• Pemberian : IM, IV
Pethidin
• narkotik yang sering digunakan untuk premedikasi
• Keuntungan : memudahkan induksi, mengurangi kebutuhan obat anestesi,
menghasilkan analgesia pra dan pasca bedah, memudahkan melakukan
pemberian pernafasan buatan , dan dapat diantagonis dengan naloxon.
• Pethidin dapat menyebabkan vasodilatasi perifer, sehingga dapat
menyebabkan hipotensi orthostatik, depresi pusat pernapasan di medula
yang dapat ditunjukkan dengan respon turunnya CO2, , mual dan muntah
menunjukkan adanya stimulasi narkotik pada pusat muntah di medula,
Posisi tidur dapat mengurangi efek tersebut
• Sediaan : dalam ampul 100 mg/ 2cc.
• Dosis : 1 mg/ kgBB.
• Pemberian : IV, IM
Midazolam
• Midazolam berikatan dengan reseptor benzodiazepin yang terdapat
diberbagai area di otak seperti di medulla spinalis, batang otak,
serebelum system limbic serta korteks serebri
• Indikasi : pada premedikasi sebelum induksi anestesi, basal sedasi
sebelum tindakan diagnostic atau pembedahan yang dilakukan di
bawah anestesi local serta induksi dan pemeliharaan selama anestesi.
• Kontraindikasi : pada keadaan sensitive terhadap golongan
benzodiazepine, pasien dengan insufisiensi pernafasan, acut narrow-
angle glaucoma
Dosis premedikasi sebelum operasi
• Dewasa : 0,07- 0,1 mg/ kg BB secara IM
• Dosis usia lanjut dan pasien lemah 0,025 – 0,05 mg/ kg BB (IM)
• Untuk basal sedation pada dewasa tidak melebihi 2,5 mg IV (5-10
menit) sebelum permulaan operasi, pada orang tua dosis harus
diturunkan 1- 1,5 mg dengan total dosis tidak melebihi 3,5 mg IV
Efek samping
• dapat mengakibatkan depresi pernafasan dan kardiovaskular,
iritabilitas pada ventrikel dan perubahan pada kontrol baroreflek dari
denyut jantung.
• selain depresi SSP yang berhubungandengan dosis, tidak pernah
dilaporkan efek samping yang ireversibel
• agitasi, involuntary movement, bingung,pandangan kabur, nyeri pada
tempat suntikan, tromboflebitis dantrombosis
4. Induksi
• Propofol dosis yang dianjurkan2,5 mg/kgBB untuk induksi tanpa
premedikasi.
• Pemberian intravena propofol (2mg/kg) menginduksi anestesi secara
cepat.
• Anestesi dapat dipertahankan dengan infus propofol yang
berkesinambungan dengan opiat, N2O dan/atau anestetik inhalasi
lain.
• Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek
ini disebabkan karena vasodilatasi perifer dari pada penurunan curah
jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea.
Lanjutan...
• Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak,
metabolisme otak dan tekanan intrakranial akan menurun
• Efek samping :
1. depresi pernapasan, apnea, brokospasme dan laringospasme
2. Pada system kardiovaskuler berupa hipotensi, aritmia, takikardia,
bradikardia, hipertensi.
3. Pada susunan saraf pusat adanya sakit kepala, pusing,
euforia,kebingungan, kejang, mual dan muntah
5. Pemeliharaan

a. Nitrous Oksida (N2O)


• gas yang tidak berwarna, berbau manis dan tidak iritatif, tidak berasa,
lebih berat dari udara, tidak mudahterbakar/meledak, dan tidak
bereaksi dengan so
• sifat anestesi yang kurang kuat, tetapi dapat melalui stadium induksi
dengan cepat, karena gas ini tidak larut dalam darahda lime absorber
(pengikat CO2), tidak mempunyai sifat merelaksasi otot
• SSP  analgesi yang berarti. Depresi nafas terjadi pada masa
pemulihan, hal ini terjadi karena Nitrous Oksida mendesak oksigen
dalam ruangan-ruangan tubuh
Lanjutan ...
• Hipoksia difusi dapat dicegah dengan pemberian oksigen konsentrasi
tinggi beberapa menit sebelum anestesi selesai
• N2O : O2 adalah sebagai berikut 60% : 40% ; 70% : 30% atau 50% :
50%.3
b. Ethrane (Enflurane)
• anestesi yang poten. Dapat mendepresi SSP menimbulkan efek
hipnotik
• dapat menimbulkan perubahan EEG yaitu epileptiform, karena itu
sebaiknya tidak digunakan pada pasien epilepsi
• Tidak menyebabkan hipersekresi dari bronkus
• Untuk induksi, Ethrane 2 – 4 vol % dikombinasikan O2 atau campuran
N2O-O2, sedangkan untuk mempertahankan anestesi diperlukan 0,5
– 3 %.
• (+)  harum, induksi dan pemulihan yang cepat, tidak ada iritasi,
sebagai bronkodilator, relaksasi otot baik, dapat mempertahankan
stabilitas dari sistem kardiovaskuler serta bersifat non emetik
• (-)  myocardial depresan, iritasi pada CNS, ada kemungkinan
kerusakan hati. Sebaiknya dihindari pemberiannya pada pasien
dengan keparahan ginjal
c. Halothane (Fluothane)
• Berbentuk cairan jernih, sangat mudah menguap dan berbau manis, tidak
tajam
• Konsentrasi yang digunakan untuk anestesi beragam dari 0,2–3%
• Halothane memberikan induksi anestesi yang mulus, tetapi mempunyai
sifat analgesi yang buruk
• Halothane memberikan induksi anestesi yang mulus, tetapi mempunyai
sifat analgesi yang buruk
• Efek pada kardiovaskuler adalah depresi langsung pada miokardium
dengan penurunan curah jantung dan tekanan darah, tetapi terjadi
vasodilatasi kulit sehingga mungkin perfusi jaringan lebih baik
• Dapat diatasi dengan dikombinasikan dengan N2O (50– 70%) atau
trikloroetilen (0,5-1%).3
BAB IV
PEMBAHASAN
PRA OP
• Anamnesis : Pasien memiliki memiliki riwayat jatuh dari ranjang 1 bulan
yang lalu dan memiliki riwayat hipertensi yang terkontrol selama 1 tahun
terakhir namun lupa nama obatnya. Pasien tidak mempunyai riwayat
operasi sebelumnya, riwayat alergi, asma, stroke, DM disangkal, tidak
memiliki gigi palsu, gigi goyang maupun gigi bolong.
• Pemeriksaan fisik :
• TD: 140/90 mmHg
• N: 80x/menit,
• RR: 24x/menit
• S: 36,5 C
• malampati 2
DURANTE OP
• Pre medikasi : miloz 3 mg iv, fentanyl 50 mcg
• Induksi : propofol 100 mg, noveron 40 mg, ecron 5 mg, paracetmol 1
gr, ondancentron 4mg, asam tranexamat 500 mg, efedrin 10 mg
• Maintenance : O2, N2O, isoflurance diberikan secara inhalasi
POST OP
TERAPI CAIRAN
Kebutuhan cairan Operasi : berlangsung 240 menit
BB : 63 kg
Maintenance (M) : (4 x 10) + (2 x 10) + (1 x 43) = 103cc
Puasa : M x Jam Puasa  103 cc x 8 jam = 824 cc
Jenis operasi (O) sedang : 8cc/kgx 63 = 504 cc

Pemberian cairan :
1 jam pertama : M + O + 50% (P) = 103 + 504 + 412 =1019 cc
1 jam kedua : M + O + 25% (P) = 103 + 504 + 206 = 813 cc
Cairan yang masuk selama operasi :
NaCl 0,9 % : 2 x 500 ml = 1000 ml

RL : 1 x 500 ml = 500 ml

Manitol 20 % : 1 x 100 ml = 100 ml

Jumlah cairan yang : = 1600 ml


masuk

Cairan yang keluar selama operasi :

Urin : 1000 ml
Perdarahan : 400 ml
Jumlah cairan : 1400 ml
yang keluar
Laporan di Ruangan ICU
• A : Clear
• B : RR : 24 x / mnt, BND vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/- , ventilator (−)
• C : Bunyi Jantung I dan II reguler, murmur -, gallop -, TD : 130/80 mmHg,N: 90 x
/mnt, S: 36,7 0C

Instruksi post op
• - Bila pasien kesakitan berikan fentanyl 300 mcg atau NaCl 500 cc via syring pump 5
cc / jam
• - Bila pasien mual atau muntah diberikan ondancentron 8 mg
• - Tirah baring
• - IVFD RL 20 tpm
• - Asam tranexamat 3x500 mg iv
• - Dycinone 3 x 1 amp iv
• - Vitamin K 3 x 1 amp
• - Pasien sudah boleh minum bila sudah sadar penuh
• - Infus RL : D5 = 3 : 1 / 24 jam
BAB V
KESIMPULAN
• seorang pria usia 63 tahun adalah dengan anestesi umum.
• Pasien yang akan dioperasi diperiksa terlebih dahulu, meliputi
anamnesis, pemeriksaaan fisik, pemeriksaan penunjang untuk
menentukan ASA.
• Anestesi umum dengan teknik intubasi dipilih karena operasi tersebut
dilakukan diregion kapitis dan termasuk operasi mayor darurat
sehingga dengan teknik ini diharapkan jalan nafas dapat dikendalikan
dengan baik.
• Perawatan pasien di ICU dilakukan dengan tujuan memonitoring
stabilitas pasien post operatif sampai keadaan umum pasien
membaik dan dapat dipindahkan keruangan.

Anda mungkin juga menyukai