Anda di halaman 1dari 18

SEJARAH SINGKAT

LAHIRNYA PANCASILA
Oleh :

Yasonna H. Laoly
PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
Secara historis terdapat 3 (tiga) rumusan PANCASILA dalam proses
pembentukannya yakni:
(1) PANCASILA 1 Juni 1945 (=Dalam Pidato Bung Karno di depan
Sidang BUPK, tanggal 1 Juni 1945)
(2) PANCASILA 22 Juni 1945 (= Piagam Jakarta) dan
(3) PANCASILA 18 Agustus 1945 (= Alinea Keempat Pembukaan UUD
1945)
Secara historis, SOEKARNO terlibat langsung dalam perumusan PANCASILA itu: mulai
pidato tanggal 1 Juni di depan Sidang BUPK, perumusan PIAGAM JAKARTA (Tim Sembilan
dengan Soekarno sebagai Ketua nya, tanggal 22 Juni 1945), dan Pengesahan UUD 1945
(termasuk Pembukaan UUD 1945 di dalamnya) pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI,
dimana Ketua Sidang PPKI dipimpin oleh SOEKARNO. Sejarah kelahiran Pancasila, proses
sejarahnya, dimulai ketika perang ASIA TIMUR RAYA akan berakhir dimana penjajah Jepang
mulai terlihat tanda-tanda kekalahan. Akhirnya terjadi kesepakatan antara Pemerintah
Jepang dengan tokoh-tokoh pendiri bangsa untuk mulai menyelidiki persiapan
kemerdekaan Indonesia. Kemudian tanggal 29 April 1945 dibentuklah Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Sidang pertama tanggal 29 Mei-1 Juni 1945
dengan agenda membahas apakah dasarnya jika Indonesia merdeka kelak. Sidang kedua
tanggal 10-17 Juli 1945 dengan agenda membahas rancangan UUD bagi Indonesia
merdeka.
• Sidang BPUPK yang pertama dipimpin oleh
Radjiman Wedyodiningrat beranggotakan 60
orang dari kalangan tokoh-tokoh pendiri
bangsa Indonesia dimana Soekarno adalah
salah satu anggota resmi sidang BPUPK.

• Sidang selama 4 (empat) hari tersebut


mendengarkan 40 orang anggota sidang
BPUPK yang menyampaikan pandangan dan
gagasannya tentang dasar Indonesia merdeka
yang akan didirikan (sebagaimana diminta
Ketua Sidang BPUPK, Radjiman
Wedyodiningrat ).

• Namun, dari pandangan dan gagasan 39


orang anggota BPUPK tersebut hanya
SOEKARNO sebagi pembicara terakhir atau ke
40 yang dapat menjawab pertanyaan Ketua
Sidang BPUPK tersebut.
• Dalam pidato Soekarno tanggal 1 Juni 1945,
disampaikan pandangan/gagasan tentang dasar
bagi sebuah Indonesia merdeka secara
konsepsional, komprehensif, koheren dan solid
dengan lima sila yang diusulkan diberi nama
PANCASILA.
• Kelima sila PANCASILA tersebut pada awalnya
adalah, (1) Kebangsaan, (2) Perikemanusiaan, (3)
Demokrasi Musyawarah Mufakat, (4)
Kesejahteraan dan (5) Ketuhanan.
• Disampaikan juga oleh Bung Karno dalam Pidato
itu, konsep:
– TRI SILA : Sosio-Nasionalisme, Sosio
Demokrasi, dan Ketuhanan
– EKA SILA : Gotong-Royong
• Pidato Soekarno tentang usulan dasar Indonesia
merdeka tersebut kemudian diterima secara
aklamasi oleh sidang BPUPK.
• Setelah itu, Radjiman kemudian membentuk panitia kecil
yang berjumlah 8 orang dan diketuai oleh Soekarno yang
tugasnya merumuskan hasil sidang BPUPK tersebut yang
bahan bakunya bersumber dari isi pidato Soekarno.

• Di tengah masa reses, atas inisiatif Soekarno kemudian


membentuk Panitia kecil yang berjumlah 9 orang. PANITIA 9
yang dibentuk dan diprakarsai serta diketuai oleh
SOEKARNO ini kemudian melahirkan naskah PIAGAM
JAKARTA yang disepakati tanggal 22 Juni 1945. Piagam
Jakarta adalah naskah rancangan Pembukaan UUD yang di
dalamnya memuat sila-sila Pancasila dan di belakang sila
Ketuhanan terdapat 7 kata yang berbunyi: menjalankan
kewajiban syariat Islam bagi para pemeluknya.
Perubahan panitia 8 menjadi panitia 9 tersebut didasarkan atas penghormatan dan
niat baik Soekarno untuk menjaga keseimbangan antara golongan Islam dan
golongan kebangsaan. Dalam Panitia 8, komposisi yang mewakili golongan Islam
hanya 2 orang dan golongan kebangsaan 6 orang. Sementara, dalam Panitia 9 yang
dibentuk atas inisiatif Soekarno, komposisi keanggotaanya sudah disusun secara
proporsional dimana golongan Islam berjumlah 4 orang dan golongan kebangsaan
4 orang serta Soekarno berdiri di tengah-tengah sebagai Ketua Panitia 9. Seluruh
anggota Panitia 9 tersebut juga telah menandatangani naskah Piagam Jakarta
termasuk Soekarno.
• Pada saat hendak disahkan menjadi UUD
Indonesia merdeka pada tanggal 18
Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang juga
diketuai oleh Soekarno, 7 kata di belakang
sila Ketuhanan tersebut berubah menjadi
Ketuhanan Yang Maha Esa. Pada akhirnya
sila-sila Pancasila menjadi seperti yang
sekarang kita sepakati bersama. Perubahan
tersebut terjadi atas kompromi antara
golongan Islam dan golongan kebangsaan.
Tentang penghapusan “tujuh kata” tersebut, Mohammad
Hatta punya andil besar, seperti diakui sendiri dalam buku
otobiografinya yang berjudul Memoir Mohammad Hatta.
Pada pagi hari menjelang dibukanya rapat PPKI, Hatta
mendekati tokoh-tokoh Islam agar bersedia mengganti
kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dalam rancangan
Piagam Jakarta dengan kalimat “Ketuhanan Yang Maha
Esa. Alasannya, demi menjaga persatuan bangsa.

• Menurut Azyumardi Azra dalam orasi ilmiahnya di acara Sarwono


Memorial Lecture, LIPI tanggal 20 Agustus 2015, mengatakan "dari proses
penerimaan Pancasila, jelas terlihat para pemimpin Islam pada masa itu
lebih mementingkan kerukunan dan integrasi nasional daripada
kepentingan Islam atau umat muslim belaka.”
Dari uraian tersebut maka
jelaslah bahwa rumusan
Pancasila, sejak Pidato
Soekarno tanggal 1 Juni 1945,
Rumusan Piagam Jakarta
tanggal 22 Juni 1945 oleh
Panitia Sembilan yang diketuai
oleh Soekarno hingga rumusan
final oleh PPKI tanggal 18
Agustus 1945 yang juga diketuai
oleh Soekarno, adalah satu
kesatuan proses lahirnya
Pancasila sebagai Dasar Negara.
Menurut Muhammad Taufiq Kiemas dalam
disertasi Doktor Honoris Causanya di
Universitas Trisakti Jakarta, mengatakan,
konsensus bersama tentang Pancasila
sebagai dasar dan ideologi negara telah
melalui proses yang panjang, berliku, dan
menggugah kesadaran kebangsaan kita.
Pancasila telah menjadi common
denominator (titik persetujuan) di antara
seluruh elemen kelompok bangsa, karena
karakternya sebagai falsafah yang
mempersatukan perbedaan arus politik,
agama, dan etnis yang sangat majemuk di
negeri ini.
Atas dasar fakta-fakta historis
tersebut, keputusan Presiden
Joko Widodo yang telah
menetapkan 1 Juni 1945
sebagai Hari Lahir Pancasila
sesuai Keppres Nomor 24
tahun 2016 tentang Hari
Lahir Pancasila menemukan
dasar pijakan historis dan
yuridis yang kokoh.
• Dasar pijakan historis dan yuridis yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut:
– BPUPK adalah suatu badan khusus yang dibentuk dan disepakati oleh para Pendiri
Negara untuk menyelidiki persiapan kemerdekaan Indonesia;
– Sidang BPUPK tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945 agendanya tunggal, yaitu khusus
membahas tentang apa dasar negara Indonesia jika merdeka kelak;
– Soekarno adalah Anggota resmi sidang BPUPK;
– Soekarno, untuk pertama kalinya di depan sidang BPUPK tanggal 1 Juni 1945
menyampaikan pandangan dan gagasannya tentang lima prinsip atau dasar bagi
Indonesia merdeka yang disampaikan secara konsepsional, sistematis, solid dan
koheren dan diberikan nama Pancasila. Bahkan istilah Pancasila itu sendiri hanya
dapat kita temui dalam Pidato 1 Juni 1945 dan tidak kita temukan dalam naskah
UUD 1945 sebelum perubahan atau naskah UUD 1945 setelah perubahan.
– Pidato Soekarno tanggal 1 Juni 1945 tersebut telah diterima secara aklamasi oleh
seluruh peserta sidang BPUPK.
Di samping itu, posisi Pancasila 1 Juni
1945 juga memiliki pijakan akademis
sebagaimana dikemukakan oleh
Notonegoro pada pidato promosi
Doctor Honoris Causa dalam bidang
ilmu hukum kepada Presiden
Soekarno tanggal 19 September 1951.
Ia mengatakan bahwa pengakuan
Pancasila 1 Juni 1945, bukan terletak
pada bentuk formal dimana urutan
sila-sila Pancasilanya berbeda dengan
yang terdapat dalam Pembukaan UUD
1945, pengakuan terhadap Pancasila 1
Juni 1945 justru terletak pada asas
dan pengertiannya yang tetap sebagai
dasar falsafah Negara.
Dengan demikian, pandangan yang selama ini
mengatakan bahwa Pancasila lahir pada tanggal 18
Agustus 1945 adalah pandangan yang tidak tepat,
karena terdapat fakta-fakta sebagai berikut:

• PPKI tanggal 18 Agustus 1945 tidak pernah


menetapkan Pancasila sebagai dasar Negara;

• PPKI tanggal 18 Agustus 1945 hanya menetapkan


dua hal, yaitu;
(1) Mengesahkan UUD 1945
(2) Mengangkat Soekarno dan Hatta sebagai Presiden
dan Wakil Presiden untuk pertama kalinya.

• Telah dikeluarkannya Keppres nomor 18 tahun


2008 tentang penetapan tanggal 18 Agustus
1945 sebagai Hari Konsitusi.
Apabila Pancasila dinyatakan ada di dalam
alinea keempat Pembukaan UUD 1945,
maka sebenarnya sebagai dasar negara,
Pancasila pernah mengalami perubahan,
karena ketika UUD 1945 diganti dengan
Konstitusi RIS 1949 dan kemudian
Konstitusi RIS 1949 diganti dengan UUD
Sementara 1950, rumusan sila-sila
Pancasila yang terdapat di dalam
pembukaan dua UUD tersebut telah
berubah dan berbeda dengan rumusan
sila-sila Pancasila yang terdapat dalam
Pembukaan UUD 1945.
Posisi dan kedudukan hukum Pancasila
bukanlah terletak di dalam Pembukaan
UUD 1945, karena jika hal itu diikuti,
berarti kita menempatkan posisi
Pancasila bukan sebagai norma dasar
yang tertinggi, melainkan sejajar dengan
UUD bahkan dengan menyebut Pancasila
ada di alenia keempat, maka kita
sesungguhnya menempatkan Pancasila
menjadi bagian dari UUD (=Bagian dari
Pembukaan Konstitusi). Padahal, posisi
dan kedudukan hukum Pancasila adalah
sebagai norma dasar yang sifatnya meta
legal dan berada di atas UUD.
Menurut Presiden ke-3 Republik Indonesia, B.J. Habibie pada
Peringatan Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 tahun 2011 di MPR :
“Pengaitan Pancasila dengan sebuah rezim
pemerintahan tertentu, menurut saya,
merupakan kesalahan mendasar. Pancasila bukan milik
sebuah era atau ornamen kekuasaan pemerintahan pada
masa tertentu. Pancasila juga bukan representasi
sekelompok orang, golongan atau orde tertentu.
Pancasila adalah dasar negara yang akan menjadi
pilar penyangga bangunan arsitektural
yang bernama Indonesia.
Sepanjang Indonesia masih ada, Pancasila akan
menyertai perjalanannya. Rezim pemerintahan akan
berganti setiap waktu dan akan pergi menjadi masa lalu,
akan tetapi dasar negara akan tetap ada dan tak akan
menyertai kepergian sebuah era pemerintahan!”

Anda mungkin juga menyukai