Anda di halaman 1dari 13

SEMINAR PERPAJAKAN

PP NO.46 TAHUN 2013 & PP


NO.23 TAHUN 2018
DISUSUN OLEH KELOMPOK 5 :
1. NURSUTIANA (B1C1 15 091)
2. PUPUT NOFBERIYANTI (B1C1 15 093
3. PUTRIAYU (B1C1 15 095)
4. RAHMAT RUKMANTARA (B1C1 15 093)
5. WA ODE ENIL SYAHBAN (B1C1 15 204)
6. WINDA LESTARI (B1C1 15 209)
7. ARIS (B1C1 15 028)
8. SARLINA (B1C1 15 112)
Pengertian PP No. 46 tahun 2013

Peraturan Peraturan Pemerintah Republik


Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 Tentang
Pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha
yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang
memiliki peredaran bruto tertentu.
Kebijakan Pemerintah dengan
pemberlakuan PP NO. 46 2013
• Untuk memberikan kemudahan dan
penyederhanaan aturan perpajakan;

Maksud • Mengedukasi masyarakat untuk tertib


administrasi
• Mengedukasi masyarakat untuk
transparansi;

• Kemudahan bagi masyarakat dalam


melaksanakan kewajiban perpajakan;

Tujuan • Meningkatnya pengetahuan tentang


manfaat perpajakan bagi masyarakat;
• Terciptanya kondisi kontrol sosial dalam
memenuhi kewajiban perpajakan
Objek Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan
ketentuan PP Nomor 46 Tahun 2013 adalah Penghasilan dari
USAHA yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dengan
peredaran bruto (omzet) yang tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam
1 tahun Pajak.

Yang dikenai Pajak Penghasilan sesuai PP Nomor 46 Tahun 2013,


adalah: Orang Pribadi, Badan, tidak termasuk Bentuk Usaha
Tetap (BUT) yang menerima penghasilan dari usaha dengan
peredaran bruto (omzet) yang tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam
1 (satu) Tahun Pajak

TIDAK dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan PP Nomor 46


Tahun 2013 adalah Penghasilan dari jasa sehubungan dengan
Pekerjaan Bebas, seperti misalnya: dokter,
advokat/pengacara, akuntan, notaris, PPAT, arsitek, pemain
musik
Tujuan peraturan PP No 46 tahun
2013

Tujuan pengaturan ini adalah untuk memberikan


kemudahan kepada Wajib Pajak yang menerima
atau memperoleh penghasilan dari usaha yang
memiliki peredaran bruto tertentu, untuk
melakukan penghitungan, penyetoran, dan
pelaporan Pajak Penghasilan yang terutang.
Penentuan bruto sebagai dasar
dikenai PP dengan peraturan
pemerintah

Pasal 3 PP 46 Tahun 2013 menetapkan besarnya tarif Pajak


Penghasilan yang bersifat final adalah 1%, didasarkan pada
peredaran bruto dari usaha dalam satu tahun dari Tahun Pajak
terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan. Tarif tersebut
sangat rendah jika dibanding dengan tarif umum, hanya saja dasar
pengenaannya bukan penghasilan kena pajak, tetapi peredaran
bruto. PP 46 Tahun 2013 lebih mengedepankan aspek kepastian
hukum dan kemanfaatan berupa kemudahan menghitung, membayar
dan melaporkan Pajak Penghasilan dari usaha tertentu tersebut.
Contoh kasus
• Misalkan pada bulan Januari 2014, Agus Hidayat mernperoleh peredaran
bruto dari bengkel A sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan
dari bengkel B sebesar Rp15,000.000,00 (lima belas juta.rupiah), maka
paling lambat pada tanggal 17 Februari 2014 [karena tanggal 15 Februari
jatuh pada hari Sabtu), Agus Hidayat wajib menyetorkan PPh yang bersifat
final sebesar :

a.Bngkel A
PPh terutang :
1% x Rp10.000.000,00 = Rp100.000,00
(dilaporkan ke KPP X)
b. Bengkel B
PPh terutang :
1% x Rp15.000.000,00 = Rp150.000,00
(dilaporkan ke KPP Y)
Ketentuan Peralihan PP No. 23 Tahun
2018
untuk Penghasilan usaha yang diterima atau diperoleh sejak
awal Tahun 2018 sampai dengan sebelum PP No. 23 Tahun
2018 ini berlaku (Masa Pajak 1 Januari 2018 – 30 Juni 2018),
dikenai Pajak Penghasilan dengan tarif 1 % dari peredaran
bruto setiap bulannya.

Untuk Penghasilan usaha yang diterima atau diperoleh sejak PP


No. 23 Tahun 2018 berlaku sampai dengan akhir Tahun Pajak
2018 (Masa Pajak 1 Juli 2018 - 31 Desember 2018), dikenai
Pajak Penghasilan dengan tarif 0,5 % dari peredaran bruto
setiap bulannya.

Untuk Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh


mulai Tahun 2019, dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif
Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 31 E
Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pengecualian wajib pajak PP 23 tahun
2018
• Wp yang memilih untuk di kenai pajak penghasilan tarif pasal
17 aayat (1) huruf a, pasal 17 ayat (2), atau pasal 31 E
Undang-undang pajak penghasilan

• Wp badan yang di bentuk oleh beberapa wp orang pribadi


yang memiliki keahlian khusus menyerahkan jasa sejenisnya
dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas

• Wajib pajak memperoleh fasilitas pajak penghasilan


berdasarkan pasal 31A UU pajak penghasilan atau peraturan
pemerintah No. 94 tahun 2010
Contoh kasus
• Peredaran Bruto Firma AS Tahun 2018 sebesar Rp 1.500.000.000,00 (satu
miliar lima ratus juta rupiah) dengan rincian sebagai berikut:
• Asumsi pada tahun 2019, diketahui peredaran bruto Firma AS sebesar Rp
2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Tahun 2019 sebesar Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah.
Perhitungan Pajak Penghasilan Final yang dikenakan sebagai berikut:
• Perhitungan Pajak Penghasilan Tahun 2019 dapat
menggunakan tarif Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 31 E Undang-
Undang Pajak Penghasilan.
• (Asumsi Firma AS memenuhi syarat dikenakan Tarif Pajak
Penghasilan Pasal 31 E dan tarif pajak tidak berubah di Tahun
2019)
• Pajak Penghasilan yang terutang di Tahun 2019: 50% x 25% x
Rp 800.000.000,00 = Rp 100.000.000,00

Anda mungkin juga menyukai