Setiap orang harus memilih jalan hidupnya. Jalan yang dapat menuntun baik pada kehidupan kekal atau kematian kekal. Hukum Allah sangatlah penting untuk memahami akhir setiap jalan. “Hai anakku, peliharalah perintah ayahmu, dan janganlah menyia-nyiakan ajaran ibumu. Tambatkanlah senantiasa semuanya itu pada hatimu, kalungkanlah pada lehermu.” (Amsal 6:20-21) “Tambatkanlah semuanya itu pada jarimu, dan tulislah itu pada loh hatimu.” (Amsal 7:3) TAMBATKANLAH SENANTIASA • Hukum harus ada di dalam diri kita. Hukum haruslah SEMUANYA itu pada menguasai perasaan, pikiran dan motivasi kita. hatimu • Hukum haruslah menjadi suatu kepunyaan yang berharga KALUNGKANLAH bagi kita. Oleh karena itu kita harus menunjukkan bahwa pada lehermu kita menyukai dan menghormati hukum itu. TAMBATKANLAH • Hukum harus menguasai setiap tindakan kita. Setiap SEMUANYA pada tindakan kita harus selaras dengan hukum. jarimu • Hukum haruslah tertulis di dalam hati kita (Yeremia TULISLAH ITU 31:33), sehingga kita bisa mengingat dan pada loh hatimu merenungkannya setiap hari. “Jikalau engkau berjalan, engkau akan dipimpinnya, jikalau engkau berbaring, engkau akan dijaganya, jikalau engkau “Berpeganglah pada bangun, engkau akan disapanya. Karena perintahku, dan engkau akan perintah itu pelita, dan ajaran itu cahaya, hidup; simpanlah ajaranku dan teguran yang mendidik itu jalan seperti biji matamu.” (Amsal 7:2) kehidupan.” (Amsal 6:22-23) Sama seperti pelita menerangi jalan ketika kita berjalan, hukum akan membantu kita untuk tetap pada jalur; yaitu, ketika kita menghadapi pilihan moral, hukum akan membantu kita untuk mengetahui apa pilihan yang tepat, bahkan jika pada alasan waktu atau kelayakan pribadi akan menggoda kita untuk mengabaikan hukum. Selanjutnya, mematuhi Hukum memberi kita hidup. Hukum memberi kita kehidupan sekarang yang lebih baik serta pengharapan hidup yang kekal. Kita akan hidup selamanya bersama Yesus. “yang melindungi engkau terhadap perempuan jahat, terhadap kelicikan lidah perempuan asing. Janganlah menginginkan kecantikannya dalam hatimu, janganlah terpikat oleh bulu matanya.” (Amsal 6:24-25)
Salomo menjelaskan bagaimana seseorang dapat
tergoda untuk mengingini seseorang. Mungkin karena hampir tidak kentara sehingga kita tidak menyadari kita sedang tergoda. Penggoda (pria atau wanita) berbicara dengan kata- kata rayuan. Dia bahkan dapat menggunakan alasan agama untuk membenarkan hasutannya. Hanya Hukum dan kesetiaan kepada Allah yang dapat mengatasi pencobaan, seperti dalam cerita Yusuf. “Bahkan di rumah ini ia tidak lebih besar kuasanya dari padaku, dan tiada yang tidak diserahkannya kepadaku selain dari pada engkau, sebab engkau istrinya. Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan BERBUAT DOSA TERHADAP ALLAH?” (Kejadian 39:9) “Apakah seorang pencuri tidak akan dihina, apabila ia mencuri untuk memuaskan nafsunya karena lapar? Dan kalau ia tertangkap, haruslah ia membayar kembali tujuh kali lipat, segenap harta isi rumahnya harus diserahkan.” (Amsal 6:30-31) Kadang kala dosa tampak seperti suatu dosa yang “wajar” atau dibenarkan. Namun demikian, motivasi kita tidak pernah dapat membenarkan suatu pelanggaran pada Hukum Allah. Dosa menuntun pada dosa lainnya. Jika kita membenarkan suatu perampokan kecil, mungkin akhirnya kita membenarkan satu perampokan yang lebih besar lagi, atau berdusta, atau melakukan perzinahan. Itu sebabnya Salomo menulis tentang perzinahan lagi (Amsal 6: 32-35). Jika seseorang yang mencuri untuk memuaskan rasa laparnya harus dihukum, maka akan lebih lagi hukuman bagi orang yang mencuri harga diri seseorang. Dia menyebabkan kerusakan moral yang tidak dapat diperbaiki! “Maka tiba-tiba orang muda itu mengikuti dia seperti lembu yang dibawa ke pejagalan, dan seperti orang bodoh yang terbelenggu untuk dihukum, sampai anak panah menembus hatinya; seperti burung dengan cepat menuju perangkap, dengan tidak sadar, bahwa hidupnya terancam.” (Amsal 7:22-23) Salomo memperingatkan kita tentang kejahatan dengan menggunakan kiasan wanita sundal. Dosa “yang menurun ke ruangan-ruangan maut” (ayat 27); dosa menyebabkan kematian kekal. Namun demikian, kita berjalan di jalan itu berulang kali, kurang hati-hati seperti seekor lembu atau burung. Kita dapat mengambil salah satu dari dua jalur ini:
Jalan pertama menuntun hidup yang kekal; yang
kedua, menuntun pada kematian kekal. Yang manakah yang engkau pilih? “Hal-hal ini meminta kesungguh-sungguhan dari pemikiranmu dan menentukan suatu tindakan yang sesuai dengan petunjuk yang terdapat dalam Firman Tuhan. Sekarang adalah waktu pencobaan bagimu, sekarang adalah waktu ujian bagimu; akankah engkau melawan musuh? Atau apakah engkau akan menempatkan dirimu dalam posisi di mana kuasanya akan digunakan atas hidupmu? Ini adalah suatu pertanyaan hidup atau mati bagimu, semoga Tuhan membantu engkau untuk melihat setiap jerat Iblis dan menghindarinya, dan berpegang teguh kepada Yesus dengan segenap hati dan jiwa dan pikiran serta kekuatan.” E.G.W. (Letters to Young Lovers, section 4, pg. 84)