Anda di halaman 1dari 9

PENERAPAN PENDEKATAN BOTTOM-UP

DALAM WILAYAH AGROPOLITAN MERAPI


MERBABU

Oleh:
Imanuel Surya Sanjaya (15416065)
Rifqi Fadhil (15416081)
Manik Pramdani (15416082)
OUT
LINE 1 Pengertian Bottom-Up Planning

2 Pengenalan Wilayah Studi

3 Penerapan Bottom-Up dalam


Agropolitan

4 Analisis Wilayah Studi dalam Agropolitan


sebagai Penerapan Bottom-Up
1
Bottom-Up Planning adalah perencanaan yang dibuat berdasarkan
BOTTOM- ●
kebutuhan keinginan dan permasalahan yang dihadapi oleh
UP bawahan bersama-sama dengan atasan dalam menetapkan
kebijakan atau pengambilan keputusan dan atasan juga berfungsi
PLANNING sebagai fasilitator.
● Bottom-Up Plannong juga dapat diartikan sebagai perencanaan
yang disusun berdasarkan kebutuhan masyarakat yang
menjalankannya dan pemerintah hanya sebagai fasilitator.

Mengapa bisa terjadi?


Ada kesenjangan ekonomi skala besar
Pembangunan bergantung pada lingkungan alam dan
sosial
Masyarakat harus terlibat dalam pembangunan
Stohr, 1981
Ciri?
Rural
Sumber daya perkapita rendah terhadap permintaan
dunia
Jauh dari pusat
Tidak banyak pusat kota
Punya aspek sosial budaya yang berbeda/unik
2 Gambar 1. Cakupan Wilayah Studi

BOTTOM-
UP
PLANNING
● Muncul karena efek
growth pole theory Wilayah studi Merapi Merbabu memang
tidak terlaksana. Tidak memiliki daya tarik wisata alam yang lebih tinggi,
sehingga justru memperikan multiplier effect ke
ada trickle down effect
Kota-Kota sekitarnya, khususnya dalam
yang dirasakan daerah memberikan akomodasi dan amenitas sepanjang Sumber:rambutkriwil.blogspot.com
hinterland dari kota- menuju jalur pendakian.
kota besar sekitarnya. Inilah yang justru dirasakan 4 Kota Besar yang
Justru sebaliknya, bisa dikategorikan sebagai backwash effect
hinterland menjadi
lokasi pengurasan
sumber daya
(backwash effect).

Sumber: M.Wijayanti dan S. Ma’rif, 2016

Sumber: gunung.id/jalur-pendakian-gunung-merbabu/
Gambar 2. Skema Tata Ruang Kawasan Agro/Minapolitan
BOTTOM-UP
3
DALAM
AGROPOLITAN
● Pertanyaan penting untuk
mengembangkan kota-kota kecil
supaya tidak kalah: Bisa apa?

● Apa yang dimiliki oleh kota-kota kecil?

● Dengan memanfaatkan pertanian yang


dimilikinya, kota-kota kecil pada
memiliki peranan penting dalam
mengurangi dampak backwash effect
dengan meningkatkan aktivitas
pertanian dan meningkatkan
Sumber: Agropolitan dan Minapolitan, 2012 perekonomian masyarakat.
• Pengembangan dari sumber daya untuk kebutuhan dasar fisiologis
dirasa akan lebih mudah sebab dalam penyediaannya sekaligus untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat sendiri
Gambar 3. Cakupan Wilayah Agropolitan Merapi Merbabu
AGROPOLITAN DI
Komoditas Pangan, WILAYAH MERAPI
4 Buah, Bunga
MERBABU
• Kabupaten Magelang merupakanpenghasil
Komoditas pangan untuk Provinsi Jawa Tengah. Kota-kota
Sayuran kecil yang terlibat di sekitar Wilayah Merapi
Komoditas Pangan
Merbabu diantaranya Kota Kecil Grabeg, Kota
Kecil Ngablak, Kota Kecil Pakis, Kota Kecil
Tegalrejo, Kota Kecil Candimulyo, dan Kota
Komoditas Pangan, Kecil Dukun Sawangan
Sayuran, Bunga
• Secara keseluruhan, potensi agropolitan yang
Komoditas Buah dimiliki kota-kota kecil tersebut adalah
pertanian dan holtikultura.
Komoditas
Sayuran • Adapun peranan dalam komoditas yang dimiliki
setiap kota-kota kecil di wilayah agropolitan
Merapi Merbabu….
Sumber: M.Wijayanti dan S. Ma’rif, 2016
Gambar 3. Cakupan Wilayah Agropolitan Merapi Merbabu
INTERAKSI DALAM
Jual: Grebeg + AGROPOLITAN
Magelang, Secang,
4 Temanggung •Interaksi kota-kota kecil dalam Wilayah
Agropolitan terhadap desa-desa sebagai
hinterland-nya dinyatakan sangat tinggi,
Kesimpulan: yakni mencapai persentase 90%
Efek dari growth pole barangkali tidak akan terjadi apabila tidak ada dorongan dari
(M.Wijayanti dan S. Ma’rif, 2016)
hinterland untuk memajukan komodtas unggulannya. Artinya, pendekatan bottom-up tidak
lagi kontradiktif dengan pendekatan top-down, melainkan melengkapi dan
menyempurnakannya. • Keterkaitan dalam kawasan yang terjadi
berupa aliran belanja sarana produksi
Jual: Dukun Sawangan, Ngablak,
Pendekatan bottom-up juga tidak bisa berdiri sendiri apabila tidak pertanian (bibit tanaman,
ada backwash pupuk, obat-
effect yang
Tegalrejo + Magelang,
pada awalnya dinyatakan sebagai kegagalan dari pendekatan top-down obatan sebab
pertanian,
hal pestisida, dan alat-alat
Wonosobo, Kebumen,Yogyakarta,
tersebutlah yang menciptakan daerah dengan hierarki lebih tinggi (kota besar)
pertanian), sebagai
pemasaran komoditas, dan
tempat pemasaran komoditas Solo,
dari Semarang
kota kecil.
Jual: Candimulyo, aliran modal.
Tegalrejo, Grabag
+ Magelang, Jual: Dukun Sawangan + Pengepul • Interaksi desa-kota kecil dan kota besar-
Yogyakarta, STA +Muntilan, Yogyakarta, kota kecil akhirnya menunjukkan pola yang
Temanggung, Magelang, Klaten, Boyolali, Solo, sama: hierarki lebih kecil sebagai tempat
Semarang Malang, Semarang, Salatiga, produksi dan pengolahan komoditas,
Sumber: M.Wijayanti dan S. Ma’rif, 2016 Wonosobo, Garut, Kalimantan, Bali, hierarki lebih besar sebagai tempat
Sulawesi (Pedagang Besar)
pemasaran
TERIMA KASIH,
ADA PERTANYAAN?
PERTANYAAN

Anda mungkin juga menyukai