Anda di halaman 1dari 17

TEORI DESAIN ARSITEKTUR

DESAIN MICRO LIBRARY BIMA BANDUNG BY SHAU ARCHITECTURE


AND URBANISM

DISUSUN OLEH :

NAMA : MUHAMMAD ARSYADILLAH SURYA


NIM : 24116068
PERENCANAAN MICRO LIBRARY BIMA BANDUNG SEBAGAI SARANA
REKREASI EDUKATIF PUBLIK DI KOTA BANDUNG DENGAN PENDEKATAN
KONSEP RANCANGAN

Oleh : Muhammad Arsyadillah Surya


Mahasiswa Program Studi Arsitektur Institut Teknologi Sumatera
PENDAHULUAN
Micro Library Bima Bandung yang dirancang oleh SHAU
Architecture and Urbanism merupakan kawasan publik yang terletak di
Jalan Bima, Cicendo yang dikelola langsung oleh Pemerintah Kota
Bandung, Ide untuk didirikannya Micro Library ini pada awalnya ide
untuk mendirikan bangunan inidiprakarsai oleh Dompet Dhuafa dan
Pemerintah Kota Bandung yang dibantu juga oleh SHAU Architecture
and Urbanism dengan misi memberantas buta huruf dan memunculkan
kembali minat baca terhadap buku untuk masyarakat Kota Bandung.
Selain sebagai tempat taman bacaan oleh warga sekitar Jalan
Bima Bandung, Micro Library Bima Bandung ini juga merupakan tempat
yang multi fungus, karena pada dasarnya bangunan ini dirancang
sebagai bangunan 2 lantai, yang dimana lantai pertama difokuskan
sebagai area perpustakaan sedangkan lantai pertama adalah area multi
fungsi yang biasa digunakan untuk keperluan berbagai aktivitas
Dari pengamatan penulis didapatkan informasi bahwa Micro
Library yang diprakarsai bersama-sama oleh Pemerintah Kota Bandung,
Dompet Dhuafa dan SHAU Architecture and Urbanism ini adalah sarana
dan ruang terbuka public yang sangat menunjang berbagai aktivitas
warga Kota Bandung khususnya warga sekitar bangunan, warga sekitar
juga sangat antusias dalam menyambut pembangunan Micro Library
ini, dikarenakan padatnya populasi di Bandung kurang diimbangi
dengan adanya bangunan-bangunan terbuka untuk publik.
Namun, belakangan konsep bangunan yang unik hanya menarik
perhatian orang-orang untuk sekedar berkunjung, berswafoto, dan
bersantai di lantai dasar bangunan, sehingga misi utama Micro Library
untuk menimbulkan minat baca bagi masyarakat kota Bandung kurang
tercapai.

Sehingga penulis merasa bahwa perlu dilakukannya pendekatan


konsep rancangan bangunan untuk menimbulkan suasana yang
nyaman untuk menarik minat orang-orang untuk datang dan membaca
buku bacaan.
METODE

• Langkah satu:

Diakrenakan target segmen pembaca yang utama adalah anak-anak maka


seharusnya terdapat area rekreasi taman bermain anak di lingkungan Micro Library
ini.

• Langkah dua:

Menghindari pengerasan kawasan agar proses penyerapan air hujan dapat


secara maksimal meresap dan tidak menimbulkan tergenagnya kawasan Micro
Library, meningat halaman bangunan ini dapat menjadi kawasan yang multifungsi
dan tempat berwisata.
• Langkah tiga:

Melengkapi fasilitas sarana dan prasaran di bangunan ini agar pengguna


dapat merasa nyaman ketika berada di area Micro Library sehingga dapat menarik
simpati orang lebih banyak untuk datang dan membaca.

• Langkah empat:

Penggunaan material untuk bangunan fasilitas yang akan dibuat harus


selaras dengan alam dan penggunaan material bangunan dapat meminimal
penggunaan energi tak terbaharui seperti penggunaan panel surya untuk memasok
kebutuhan energi.
PEMBAHASAN

Microlibrary terletak di Taman Bima, Bima Street di Bandung di sebuah


alun-alun kecil di lingkungan Kampung dekat bandara. Lingkungan ini terdiri dari
perumahan kelas menengah di satu sisi dan struktur seperti Kampung (desa) di sisi
lain, di mana orang yang kurang makmur. Taman Bima Microlibrary adalah
prototipe yang direalisasikan pertama dari serangkaian perpustakaan kecil di lokasi
yang berbeda di seluruh Indonesia, yang kami ingin bangun.
Dengan minat pada buku dan membaca menurun dalam beberapa tahun
terakhir, tingkat buta huruf dan angka putus sekolah di Indonesia tetap tinggi. Misi
kami adalah menghidupkan kembali minat pada buku dengan menawarkan tempat
khusus untuk membaca dan belajar, ketersediaan buku, media dan kursus lainnya.
The Microlibrary menambahkan identitas dan merupakan sumber kebanggaan bagi
semua orang di lingkungan sekitar. Kegiatan dan pengajaran saat ini didukung dan
diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa (Pocket for the Poor) dan Yayasan Diaspora
Indonesia. Namun, tujuan utamanya adalah untuk memungkinkan masyarakat
setempat mengatur konten dan pemeliharaan secara mandiri.
Bangunan ini terletak di alun-alun kecil dengan tahap yang sudah ada
sebelumnya yang sudah digunakan oleh masyarakat setempat untuk pertemuan,
acara, nongkrong dan kegiatan olahraga. Tujuan kami adalah untuk menambah dan
bukan mengambil, jadi kami memutuskan untuk meningkatkan tahap terbuka
dengan cara menghindarkannya, membuatnya terlidung dari hujan dan
menutupinya dalam bentuk perpustakaan kotak yang mengambang.
Bangunan ini dibangun melalui struktur baja sederhana yang terbuat dari
balok-I dan lempengan beton untuk lantai dan atap. Panggung dikerjakan dalam
beton cetak dan tangga yang sebelumnya hilang, lebar ditambahkan. Karena
bangunan ini terletak di iklim tropis, kami bertujuan untuk menciptakan iklim
dalam ruangan yang menyenangkan tanpa menggunakan AC. Oleh karena itu, kami
mencari bahan fasad yang tersedia di lingkungan yang hemat biaya, dapat
meneduhkan interior, membiarkan daylight pass dan memungkinkan ventilasi
silang yang cukup. Awalnya, SHAU menemui beberapa vendor kecil yang menjual
jerigen jerry putih dan tembus pandang. Namun ternyata jerigen tidak lagi tersedia
dalam jumlah yang kami butuhkan. Sebagai gantinya, kami menemukan ember es
krim plastik bekas yang dijual dalam jumlah besar. Ini ternyata menjadi lebih baik
karena mereka memiliki gambar yang lebih positif dan lebih stabil ketika memotong
bagian bawah terbuka untuk ventilasi silang.
Saat mempelajari opsi desain tentang bagaimana mengatur
2.000 ember es krim, kami menyadari bahwa mereka dapat ditafsirkan
sebagai nol (dibuka) dan yang (tertutup), sehingga memberi kita
kemungkinan untuk menanamkan pesan di fasad dalam bentuk kode
biner . Kami meminta Walikota Bandung, Ridwan Kamil, seorang
pendukung proyek apakah dia memiliki pesan untuk Microlibrary dan
lingkungan dan pesannya adalah: "buku adalah jendela dunia", yang
berarti buku adalah jendela dunia. Pesannya bisa dibaca mulai dari kiri
atas (menghadap ke depan) dan spiral berputar ke sekeliling bangunan
berulang kali. Fasad tidak hanya memberikan arti tambahan untuk
bangunan tetapi ember juga menghasilkan suasana cahaya dalam
ruangan yang menyenangkan karena mereka menyebarkan sinar
matahari langsung dan bertindak sebagai bola lampu alami.
(Binary Code Pada Fasad Micro Library Bandung)
Ember kemudian ditempatkan di antara rusuk baja vertikal yang
membentang dari lantai ke atap dan cenderung ke arah luar untuk mengusir
air hujan. Untuk hujan badai tropis lebih keras pintu geser tembus di dalam
dapat ditutup sementara. Menumpuk 2.000 ember, membuat perlengkapan
dan meninju bagian bawah lebih dari setengahnya memakan waktu lama.
Namun, pengrajin lokal membuat punch mereka sendiri keluar / alat
pemotong menjadi lebih cepat sementara juga mempertahankan tepi tajam
dan bersih.
Bangunan ini diterima dengan sangat baik di antara orang-orang di
lingkungan tersebut dan kami mendapatkan umpan balik reguler tentang
acara yang sedang berlangsung, misalnya kunjungan kelas sekolah, dll.
Namun, istimewanya bangunan ini kurang diimbangi dengan
ketersediaan fasilitas penunjang lainnya, seperti sarana bermain untuk anak-
anak, dan fasilitas-fasilitas olahraga untuk menarik simpati orang-orang
untuk berkunjung dan membaca buku, orang-orang cenderung datang hanya
untuk sekedar mengabadikan momen melalui foto tanpa masuk kedalam
bangunan dan membaca buku-buku yang tersedia di dalam taman baca
tersebut.
Selain itu, seharusnya sebagai bangunan yang dianggap panutan
sudah seharusnya Micro Library ini benar-benar bisa berdiri sendiri
tanpa bantuan apapun. Dalam arti, bangunan tersebut dapat
mensuplai kelistrikan sendiri tanpa harus mengandalkan pasokan listrik
dari PLN, dalam hal ini seharusnya penggunaan panel surya dapat
dijadikan solusi untuk menyiasati bangunan agar dapat bertahan tanpa
bantuan listrik PLN.
Kemudian lahan bangunan yang sebenarnya tidak terlalu luas
seharusnya ditanami rumput saja, sehingga menjadikan lantai sebagai
elemen soft ground dan tidak mengalami proses perkerasan, sehingga
lahan tersebut bisa menjadi lebih aman untuk digunakan sebagai
sarana rekreasi untuk masyarakat umum, mengingat tempat tersebut
bukan lagi hanya sebagai taman bacaan tetapi juga sebagai objek
rekreasi.
Meskipun begitu, berbagai kekurangan yang dimiliki oleh Micro Library ini
terbilang dapat ditolerir, mengingat proyek ini adalah proyek kerjasama antara
Pemerintah Kota Bandung dan Dompet Dhuafa yang dimana budget untuk
mendirikan bangunan ini tergantung kepada anggaran yang dimiliki oleh
Pemerintah Kota Bandung, oleh karenanya anggaran menjadi salah satu hal yang
sangat krusial yang peranannya sangat penting dalam mendirikan sebuah
bangunan, banyak atau sedikitnya fasilitas yang dimiliki orang sebuah bangunan
kembali lagi dengan seberapa banyak anggaran yang dapat digelontorkan untuk
mendirikan bangunan tersebut.
Di lain sisi, perlu diketahui pula bahwa Micro Library Bandung oleh SHAU ini
telah mendapatkan penghargaan dari Achtizier A+ Awards, penjuriannya sendiri
dilakukan oleh dari 400 tokoh dunia yang berasal dari latar belakang seperti
fashion, penerbitan, property, dan juga dalam bidang teknologi, tujuan
diselenggarakannya ajang penghargaan tersebut sebenarnya untuk membuat dunia
kembali mengingat betapa pentingnya arsitektur.
Maka dari itu, disetiap karyanya, seorang Arsitek harus mampu memberikan
kontribusi yang nyata bagi masyarakat di sekitarnya, karena harus diakui bahwa
Micro Library yang dirancang oleh SHAU ini telah menyita perhatian dunia bukan
hanya dari ketersediaan buku-bukunya tetapi juga desain cerdiknya yang
mengaggumkan.
PENUTUP
Kesimpulan

Perancangan arsitektur dengan pendekatan konsep bangunan daur ulang


ember eksrim pada bangunan Micro Library Bandung adalah suatu
terobosan yang sangat luar biasa, di satu sisi hal tersebut dapat mengurangi
dampak pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah plastik,
namun karena pendekatan konsep rancangan bangunan ini adalah bangunan
modern, maka tampilan bangunan tersebut sepertinya hanya akan menarik
simpati orang-orang dewasa untuk datang, sedangkan penulis meragukan
bahwa anak-anak juga akan tertarik untuk datang, kalaupun orang-orang
datang ke Micro Library, penulis mengamati bahwa mereka datang
kebanyakan hanya untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat
rekreatif, seperti bersantai-santai dilantai bawah, atau anak-anak yang
bermain sepakbola di halaman bangunan, oleh karenanya perlu dikaji ulang
mengenai konsep rancangan bangunan, hal ini dimaksudkan agar konsep
tersebut dapat benar-benar menarik minat orang-orang untuk datang dan
membaca buku dan bukan sekedar datang untuk berrekreasi.
Saran

• Perlunya sosialisasi yang lebih efektif untuk memperkenalkan konsep Micro


Library yang berdiri dengan maksud untuk menarik minat baca warga Kota
Bandung terutama anak-anak
• Perlunya kesadaran pengguna untuk bersama-sama dalam menjaga
eksistensi bangunan, dengan melakukan promosi untuk menarik minat
baca seluruh masyarakat Kota Bandung, sehingga para pengunjung yang
datang bukan hanya datang untuk sekedar berekreasi tetapi juga untuk
membaca buku.
• Perlunya bangunan tersebut elemen pendukung seperti panel surya, sarana
bermain anak, dan juga fasilitas olahraga untuk menarik perhatian orang
untuk berkunjung dan membaca buku-buku yang tersedia di dalam taman
bacaan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai