Disusun untuk memenuhi nilai ujian akhir semester mata kuliah Research in Public Relation
Disusun oleh :
M. Haikal Nasution
NIM 0402008
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….. i
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………….. 6
III.1 Kesimpulan……………………………………………………………… 7
III.2 Saran…………………………………………………………………….. 8
PENDAHULUAN
Museum adalah suatu tempat yang menyimpan benda-benda bersejarah yang dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran dan pariwisata. Menurut KBBI edisi IV,
“Museum adalah gedung yang digunakan sebagai tempat untuk pameran tetap benda-benda
yang patut mendapat perhatian umum, seperti peninggalan sejarah, seni, dan ilmu, dan juga
tempat menyimpan barang kuno”. Pemanfaatan museum bagi masyarakat masih kurang,
kemungkinan dikarenakan pemahaman masyarakat tentang Museum sendiri masih kurang.
Pemahaman masyarakat tentang Museum sebagai tempat penyimpanan benda-benda kuno
dan menyeramkan, mungkin menjadi suatu alasan kurangnya apresiasi masyarakat terhadap
fungsi Museum. Ketika ditelaah lebih dalam, maka museum cukup signifikan dalam
pengembangan wawasan dan pengetahuan.
Di jakarta terdapat salah satu museum yang merupakan tempat bersejarah bagi salah
satu benda ciri khas Indonesia yaitu “Batik”, museum yang menjadi ikon cagar budaya
Indonesia adalah museum tekstil. Pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, gedung ini
difungsikan sebagai markas Barisan Keamanan Rakyat (BKR) dan tahun 1947 didiami oleh
Lie Sion Pin. Departemen Sosial kemudian membeli gedung tersebut pada 1952 dan
diserahkan kepada Pemda DKI Jakarta. Gedung ini diresmikan sebagai Museum Tekstil pada
tanggal 28 Juni 1976 oleh Ibu Tien Soeharto.
Gagasan untuk mendirikan Museum Tekstil muncul tahun 1975 yang dilatarbelakangi
sinyalemen membanjirnya tekstil modern yang dikhawatirkan menggeser tekstil tradisional
nusantara. Pemrakarsa gagasan tersebut adalah Kelompok Pecinta Kain Tradisional Indonesia
WASTRAPREMA, Bapak Ir.Safioen (saat itu selaku Dirjen Tekstil Departemen
Perindustrian). Gubernur DKI Jakarta pada waktu itu dijabat oleh Bapak Ali Sadikin
mendukung upaya ini dan menyediakan tempat bagi museum yang akan didirikan yaitu
gedung yang berada di Jl. KS Tubun No. 4 Petamburan, Jakarta Barat. Pada tanggal 28 Juni
1976 gedung ini diresmikan sebagai Museum tekstil oleh Ibu Tien Soeharto (Ibu Negara pada
saat itu) dengan disaksikan oleh Bapak Ali Sadikin selaku Gubernur DKI Jakarta.
Pada tahun 1998 Pemda DKI Jakarta melakukan perluasan areal Museum Tekstil ke
sebelah timur dan sekaligus menjadikan gedung tua di Jl. KS Tubun No. 2 tersebut sebagai
sarana penunjang kegiatan museum dengan menampung partisipasi masyarakat untuk turut
mengembangkan tekstil kontemporer yang berkembang di Indonesia, sehingga gedung ini
diberi nama Galeri Tekstil Kontemporer. Gedung II diresmikan penggunaannya pada tanggal
21 November 2000, ditandai dengan berlangsungnya kegiatan perdana berupa Pameran
Koleksi Batik Iwan Tirta, hasil kerja sama Museum Tekstil dengan Wastraprema dan
Yayasan Mitra Museum Indonesia. Selanjutnya berturut-turut pernah diselenggarakan juga
kerja sama kegiatan dengan Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Amerika (PPIA), Pusat
Kebudayaan Perancis, Pusat Kebudayaan Meksiko, serta beberapa lembaga/kelompok
masyarakat lainnya.
Museum tekstil ini diharapkan dapat menjadi dorongan bagi masyarakat Indonesia
terutama anak muda agar dapat mengenali batik Indonesia dari berbagai daerah dan juga
terinspirasi untuk memakai batik dan bahkan belajar membatik.
Batik adalah salah satu asset budaya Indonesia sejak zaman penjajahan dan hingga
sekarang keberadaan batik tetap eksis dan bahkan tersebar hingga ke mancanegara, namun
dengan adanya momen transisi dari tradisional hingga modern membuat batik makin
tersingkir atau kurang nya minat rakyat Indonesia terutama anak muda dalam mewarisi
budaya Indonesia ini. Iwat Ramadhan mengatakan bahwa Identik dengan sesuatu yang kuno
sebenarnya bukan penyebab batik kurang diminati anak muda. Ada hal lain, yang menjadi
permasalahan ketika batik tidak menjadi sesuatu yang 'wah' di kalangan remaja saat ini.
Dalam pandangan lain, batik menjadi sesuatu yang mahal dimata anak
muda. (https://akurat.co/)
Pengaruh budaya luar menjadi salah satu faktor kurangnya minat dan bahkan
pemahaman anak muda Indonesia terhadap batik Indonesia dan minat dalam mengunjungi
tempat bersejarah ini. Maka itu pemerintah meresmikan museum ini dengan harapan untuk
mendorong anak muda dalam mengenali hingga meminati batik.
Tujuan ideal museum adalah untuk membuat para pengunjung dapat menyerap ilmu-
ilmu yang terdapat dalam museum tersebut sehingga menjadi informasi yang dapat
disebarluaskan dikalangan masyarakat Indonesia terutama.
Namun di zaman yang serba modern seperti saat ini banyak sekali tempat-tempat
yang menjadi favorit anak muda sehingga museum tekstil ini tidak terlalu menjadi tujuan
utama anak muda dalam berekreasi sesuai dengan survey secara langsung, pelayanan dan
fasilitas museum tekstil dapat dikatakan tidak begitu mengesankan. Pelayanan dan fasilitas
adalah faktor penting dalam menarik minat pengunjung yang sangat memadai untuk
berekreasi sekaligus belajar, seperti bersih, nyaman, tidak membosankan dari segi fungsi
maupun visual selain itu adalah value namun tidak semuanya memikirkan nilai yang dapat
diambil ketika mereka mengunjungi suatu tempat karena mereka hanya teralihkan oleh visual
yang dapat memanjakan mata mereka.
Stigma kuno karena tradisional yang melandasi anak muda kurang minat
mengunjungi museum tekstil.
Fasilitas yang kurang memadai.
V. Manfaat penelitian
Bagi peneliti :
1. Lebih mengenali manfaat dan fungsi museum tekstil jakarta
2. Dapat melestarikan budaya Indonesia
Bagi masyarakat :
1. Informasi dapat disalurkan dengan menyenangkan dengan audio dan visual serta
dapat merasakan fasilitas dan pelayanan yang nyaman baik itu dari segi interior
dan petunjuk dari setiap pameran.
2. Membuat pengunjung lebih mudah mencari informasi.
3. Desain ruangan yang instagramable berbasis tradisional dapat dirasakan oleh
pengunjung terutama anak muda yang suka melakukan foto-foto.
Bagi pengelola museum tekstil jakarta
1. Sebagai bahan evaluasi terhadap museum.
2. Meningkatkan performa museum.
3. Mengetahui kebutuhan pengunjung museum.
4. Diharapkan dapat merealisasikan saran peneliti.
BAB II
PEMBAHASAN
Kurangnya pengetahuan dan minat terhadap batik oleh masyarakat adalah hal yang
lumrah di Indonesia pada saat ini karena telah teralihkan oleh budaya luar mayoritas seperti
korea, dan amerika. Maka dari itu permasalahan ini seharusnya dapat menjadi tugas
pengelola museum tekstil jakarta yaitu mengambil peran dalam menarik masyarakat untuk
tertarik dan minat berkunjung ke museum tekstil.
Pelayanan dan fasilitas adalah faktor utama dalam menciptakan sarana umum, selain
menjual nilai budaya pihak museum juga bisa menambahkan nilai fungsi yang sesuai dengan
tren seperti desain ruangan yang estetik dan terkesan instagramable sehingga pengunjung
rajin membuat konten di museum dan hal ini dapat membantu penyebaran informasi
mengenai budaya Indonesia yaitu batik. Selain itu fasilitas yang disediakan harus mampu
membuat nyaman para pengunjung dan memudahkan mereka untuk mencari informasi, selain
itu fasilitas outdoor mampu memberi nilai kepuasan kepada pengunjung.
Berdasarkan survey yang saya lakukan di museum tekstil jakarta, saya masih melihat
susasana yang terkesan sepi dan cenderung membosankan ketika berada dipameran. Hal ini
dapat saya rasakan karena fasilitas nya masih ordinary.
Jika dilihat dari sisi luar ruangan, petunjuk informasi museum tekstil cenderung
membingunkan seperti mulai dari gerbang masuk ke lahan parkir tidak ada petunjuk yang
terlihat besar dan jelas untuk memberi arah rute dari gerbang ke lahan parkiran. Di tempat
pembelian tiket juga tidak ada informasi detail bahwa tempat tersebut adalah dimana kita
membeli tiket museum. Harga tiket untuk mengunjungi museum tekstil sangat layak yaitu
senilai Rp.5000 . Taman museum tekstil sangat tidak memiliki suasana hidup dan bahkan
seperti hanya dilingkungan kuno tanpa ada hiasan-hiasan seperti patung atau tanaman yang
melengkapi untuk memperindah museum dan memanjakan mata pengunjung.
Pada bagian pintu masuk Gedung pameran museum tekstil terlihat tidak ada lobby
dan suasana terlalu kosong
. dalam ruangan museum tekstil masih tidak memberi kesan yang persuasif dan
layanan informasi masih belum menerapkan sistem digital, namun hanya kertas HVS
berisikan tulisan informasi pameran yang terkesan membosankan.
Gambar 2.2 keterangan informasi hanya berupa kertas HVS.
Terdapat satu ruangan yaitu kids zone, dan kondisi nya tidak tertatah tapih seperti
benda-benda berserakan, tulisan di pintu hanya berupa poster dan tidak menarik. Sebaiknya
pada kids zone ini disediakan sarana membatik khusus anak balita dan dilengkapi oleh
pemandu yang berpengalaman, dengan itu orangtua akan tertarik untuk membawa anak
mereka kesini sebagai edukasi belajar konsentrasi dalam membatik dekaligus bermain.
Gambar 3.3 ruangan kids zone tidak tertata rapih, dan tulisan hanya berupa poster
terkesan biasa saja
Gambar 4.4 desain ruangan museum terlihat kuno dan tidak photoable
Museum tekstil tidak hanya memiliki satu ruangan saja namun ada beberapa dan
akses ke Gedung satu dan lainnya masih membingungkan karena hanya ada satu pintu masuk
saja dari Gedung utama dan tidak ada rambu-rambu penjelasan rute dari Gedung utama dan
lainnya.
BAB III
III.I Kesimpulan
Dari hasil survey yang dilakukan pada museum jakarta yaitu kondisi fasilitas masih belum
memenuhi kebutuhan pengunjung secara sempurna sehingga pengunjung mudah untuk
mencari informasi. Kondisi bangunan dari segi interior masih terkesan kuno dan
membosankan, hal ini menjadi faktor kurangnya minat pengunjung. Museum adalah tempat
bersejarah dan harus menjadi sejarah juga bagi pengunjungnya untuk mengambil momen
berharga ketika berada dimuseum, namun kondisi museum masih hanya seperti pameran
batik biasa saja karena hanya kain batik saja yang ditampilkan tidak ada dukungan lain
seperti visual dari layar monitor yang menampilkan informasi berbasis video singkat saja dan
besertakan audio yang membuat pengunjung lebih mudah memahami sejarah dari batik
tersebut jadi tidak hanya tulisan nama batik saja. Masyarakat yang sekarang tentunya sangat
peduli terhadap bangunan yang memiliki nilai estetika namun museum tersebut masih tidak
memnuhi kebutuhan tersebut sehingga tidak banyak konten foto atau video yang bisa diambil
karena hal tersebut adalah nilai tambahan bagi pengunjung selain hanya mencari informasi.
III.II Saran
Dengan melihat banyak aspek yang harus diperbaiki lagi, sudah saatnya pengelola museum
tekstil melakukan adaptasi terhadap perkembangan era dan lebih memahami kebutuhan
masyarakat melalui riset-riset kehumasan. Namun, riset ini semoga dapat membantu museum
tekstil untuk membenahi pelayanan fasilitas sehingga menciptakan suasana museum yang
hidup dengan memperbaiki interior dan sarana informasi di setiap pameran.
Interior seharusnya lebih mengedepankan nilai estetika meskipun berkesan tradisional namun
harus mencerminkan fasilitas umum yang layak bukan property pribadi seperti merubah
konsep desain ke yang lebih elegan lagi seperti , tembok, dan pintu. Pada tembok sebaiknya
didesain dengan lukisan-lukisan dan atau foto-foto ilustrasi proses membatik pada zaman
penjajahan, dan atau foto laki-laki atau perempuan Indonesia ketika mengenakan batik
tersebut supaya mampu menginspirasi pengunjung untuk berbatik apabila terlihat keren.
Frame pada pameran kain batik seharusnya berupa aquarium besar atau kain batik
dikurungkan didalam kaca agar terlihat lebih elegan dan terkesan exclusive terlebih lagi kain
batik pun tidak boleh disentuh.
Pada bagian luar Gedung museum sebaiknya lebih diwarnai dengan hiasan-hiasan seperti
taman, kolam agar dapat memanjakan mata pengunjung yang sedang berekreasi di luar
Gedung setelah melakukan tour museum. Petunjuk-petunjuk informasi sebaiknya lebih
dibesarkan lagi agar memudahkan pengunjung memperoleh arah rute museum. Kebersihan
pada lahan luar harus terus terjaga dan menyediakan tempat sampah disetiap sudut agar
pengunjung nyaman dan sekaligus mengedukasi pengunjung untuk melakukan budaya bersih
dan menjaga lingkungan dari sampah.
Kalau dilihat dari segi bangunan seperti interior gedung, perlu diadakannya kerjasama
antara museum tekstil dan mahasiswa Indonesia dari program studi arsitekur dan desain.
Mengapa mahasiswa? Karena untuk menyesuaikan bagaimana seharusnya desain ruangan
yang dibutuhkan anak muda dan sekaligus memberdayakan anak muda Indonesia untuk
membangun tempat yang mewarisi budaya Indonesia, hal ini juga sebagai bentuk kepedulian
anak muda Indonesia terhadap batik.
Peneliti juga merekomendasi program rutin bulanan yaitu ajang pertunjukan bakat
berbasis budaya Indonesia seperti tari daerah yang tentunya menggunakan batik daerah,
kontes pameran batik, dan bahkan workshop akbar tentang cara membatik dan bagaimana
cara melestarikan budaya Indonesia, yang diikuti oleh generasi Z dimana program tersebut
diselenggarakan di museum tekstil jakarta dan sekaligus sebagai pihak pelaksana acara.
Program ini dapat berguna untuk meningkatkan kesadaran anak muda akan batik dan
sekaligus memperkenalkan keberadaan museum tekstil jakarta dengan program ini
diharapkan dapat menarik minat pengunjung. Program tidak hanya diselenggarakan saja ,
namu harus ada kolaborasi dengan berbagai media baik itu televisi maupun sosial media yang
dapat membantu menyebar luaskan informasi mengenai museum tekstil bahkan hingga
internasional.