Disusun oleh :
Kelompok 7
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penugasan laporan kunjungan ini tepat pada
waktunya.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen mata
kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar yaitu ibu Arni Widyastuti, SKM.,M.Kes.
dan juga ibu Indah Restiaty, SKM., M.Kes. yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami pelajari. Terimakasih juga kepada semua teman kelompok yang sudah
saling membantu dalam pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini kami mengetahui bahwa masih banyak sekali
kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena keterbatasan waktu
dan kemampuan kami, makan kritik saran yang membangun siap kami tampung.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi kami yang membuat maupun orang lain
yang membacanya.
Penulis
i
Daftar Isi
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui filosofi pada Museum Wayang
1.3.2 Untuk mengetahui filosofi pada Museum Seni Rupa dan Keramik
1.3.3 Untuk mengetahui filosofi pada Museum Fatahillah
1.3.4 Untuk mengetahui wayang Shinta Obong
1.4 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari makalah ini adalah sebagai sumber informasi
atau sumber penambah wawasan pembaca mengenai kebudayaan yang berada
pada kedua museum tersebut.
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2
Suriname, Cina, Korea selatan, Vietnam, Perancis, India, dan Kamboja, set
gamelan dan juga lukisan wayang. Selain koleksi tetnang perwayangan di dalam
museum kami juga melihat lihat tanda batu nisan Jan Pieterszoon Coen dan batu
batu nisan yang diperkirakan petinggi petinggi belanda yang dimakamkan di
tempat tersebut.
Gedung Museum Seni Rupa dan Keramik ini dibangun pada tahun
1870. Sebagai Lembaga Peradilan tertinggi Belanda (Raad van
Justitie), kemudian pada masa pendudukan Jepang dan perjuangan
kemerdekaan Indonesia gedung ini dijadikan sebagai asrama militer.
Selanjutnya pada tahun 1967 digunakan sebagai Kantor Walikota Jakarta.
Pada tahun 1968 hingga 1975 gedung ini pernah digunakan sebagai
Kantor Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta. Pada tanggal 20 Agustus 1976
diresmikan sebagai Gedung Balai Seni Rupa oleh Presiden Soeharto. Dan di
gedung ini pula terdapat Museum Keramik yang diresmikan oleh Bapak Ali
Sadikin (Gubernur DKI Jakarta) pada tanggal 10 Juni 1977, kemudian pada
tahun 1990 sampai sekarang menjadi Museum Seni Rupa dan Keramik.
3
Di dalam museum, kami melihat 500an karya seni rupa terdiri dari
berbagai bahan dan teknik yang berbeda seperti patung, totem kayu, grafis,
sketsa, dan batik lukis. Selain itu juga kami melihat Koleksi Keramik di
museum ini jumlahnya cukup banyak, terdiri dari keramik lokal dan keramik
asing. Keramik lokal dan keramik asing dari beberapa negara.
Lalu tepatnya pada tahun 1919, warga kota saat itu terutama warga
Belanda mulai tertarik dengan sejarah kota Batavia. Hingga kemudian di tahun
1930 didirikanlah Yayasan Oud Batavia (Batavia Lama). Yayasan ini bertujuan
mengumpulkan segala ihwal tentang sejarah kota Batavia. Sampai akhirnya mulai
dibuka untuk umum pada tahun 1939.
4
Di dalam museum, kami melihat objek-objek peninggalan masa lalu
Kerajaan Tarumanegara dan Pajajaran, seperti replika prasasti tugu, prasasti
ciampea, persenjataan, replika kapal, dan sebagainya. Selain itu, ada juga
mebel antik yang berasal dari abad 17-19 dengan desain bergaya Eropa.
Selain dari Eropa dan Indonesia sendiri, terdapat juga barang-barang khas
dari Republik Rakyat Tiongkok. Seluruh koleksi-koleksi tersebut
ditempatkan dalam berbagai ruangan, seperti Ruang Prasejarah Jakarta,
Ruang Tarumanegara, Ruang Jayakarta, Ruang Fatahillah, Ruang Sultan
Agung, dan Ruang Batavia.
5
BAB III PEMBAHASAN
Sinta obong adalah episode kecil dari wujud tradisi literasi Jawa. Dalam
kepustakaan Jawa, Sinta Obong atau pembakaran Dewi Sinta, hidup dalam
tradisi tulis, lisan, dan seni pertunjukan. Tak banyak yang bertanya bagaimana
perasaan Shinta saat itu. Tidak ada yang bertanya apa yang sebenarnya dipikirkan
dan dirasakan oleh Shinta. Semua sepakat mengamini bahwa Dewi Shinta tetap
teguh mempertahankan kesetiaan murninya pada Sri Rama, suaminya. Dan itu
sudah terbukti dengan selamatnya Shinta dari kobaran api yang berusaha
6
membakar tubuhnya. Api tak mampu menghancurkan kesetiaan dan cinta yang
tetap ia jaga utuh.
Shinta pun dengan yakin melompat menjatuhkan dirinya pada kobaran api
yang dahsyat itu. Api membakar tubuhnya, membakar jiwanya, namun tidak
dengan cinta dan kesetiaannya pada Sri Rama. Agar genaplah yang tertulis oleh
takdir. Shinta tidak akan terbakar karena kesetiaannya. Tapi kini dia telah terbakar
abadi dalam cintanya di dunia dan tidak akan ada yang bisa memadamkannya
sekalipun.
Pemikiran kami tentang wayang sinta obong yaitu tokoh pewayangan yang
memiliki watak tekad yang kuat dan gigih karena dirinya berusaha menunjukkan
kepada Rama, bahwa dirinya masih suci dan masih setia.
7
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Wayang merupakan salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang
paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Wayang meliputi seni
peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan seni
perlambang. Tujuan Pertunjukan wayang berfungsi sebagai media penerangan dan
pendidikan. Baiak itu tentang moralitas, etika, adapt istiadat atau religi. Manfaat
wayang bagi pengembangan warisan budaya adalah sebagai media pendidikan,
media informasi, dan media hiburan dalam berbagai bidang kehidupan manusia.
Dalam pemaparan yang sudah dijelaskan pada bab III bahwa, cerita dari
Shinta Obong memiliki nilai-nilai yang terkandung dalam tokoh tersebut yang
patut kita contoh yaitu:
1. Nilai kesetiaan
Dewi Shinta adalah seorang yang setia kepada suaminya, terlihat pada saat
Rama dibuang ke hutan Dewi Shinta mengikuti suaminya, dan pada waktu di
hutan Dandaka ia sempat marah terhadap Laksmana karena tidak mau menolong
kakaknya. Di Taman Argasoka pun ia tetap menjaga kesetiaanya dengan tidak
menghiraukan sedikitpun apa yang dilakukan oleh Rahwana.
2. Nilai kepatuhan
Kepatuhan Dewi Shinta kepada ayahnya Prabu Janaka sangat luar biasa,
dengan diadakannya sayembara putri Mantili ini bersedia menikah dengan
siapapun yang memenangkan sayembara itu.
3. Nilai kepemilikan
Dewi Shinta tidak pernah memberikan apa yang dia punya kepada orang
lain terkecuali kepada suaminya Rama Wijaya, terlihat pada saat di taman
Argasoka, ia menjaga dirinya dari Rahwana yang selalu menginginkan dirinya,
Dewi Shinta tidak mengijinkan sedikitpun tubuhnya disentuh oleh Rahwana.
8
4. Nilai kesucian
Dewi shinta sebagai salah satu tokoh pewayangan digambarkan sebagai
wanita yang kuat menjaga kesuciannya. Ia di uji obong dua kali pun tubuhnya
tidak terbakar, itu lah bukti bahwa dirinya masih suci
4.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas
dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tertunya dapat di pertanggung
jawabkan.
Dengan demikian sebagai penulis laporan ini kami meminta saran dan
kritik karena masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki agar teman-teman
mahasiswa/i yang membaca ataupun Dosen yang membimbing agar memberikan
masukkan demi kesempurnaan penulisan laporan kunjungan.
9
DAFTAR PUSTAKA
10